Post on 27-Nov-2015
description
6
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Seksio Sesarea
2.1.1 Definisi Seksio Sesarea
Seksio sesarea adalah prosedur bedah untuk kelahiran janin dengan
insisi melalui abdomen dan uterus (Liu & Omu, 2005). Definisi ini tidak
mencakup pengeluaran janin dari rongga abdomen pada kasus ruptur uteri
atau pada kasus kehamilan abdomen. Tindakan ini dilakukan untuk
mencegah kematian janin maupun ibu sehubungan dengan adanya bahaya
atau komplikasi yang akan terjadi bila persalinan dilakukan pervaginam
(Cuningham, 2006).
Istilah seksio sesarea berasal dari perkataan latin caedere yang
artinye memotong. Pengertian ini semula dijumpai dalam Roman Law (Lex
Regia) dan Emperor’s Law (Lex Caesarea) yaitu undang-undang yang
mengehendaki supaya janin dalam kandungan ibu-ibu yang meninggal
harus dikeluarkan dari dalam rahim (Mochtara, 1998).
2.1.2 Jenis-jenis Seksio sesarea
Ada beberapa jenis seksio sesarea yang dikenal yaitu:
1. Seksio sesarea transperitonealis
a. Seksio sesarea klasik
Pembedahan ini dilakukan dengan sayatan memanjang
pada korpus uteri kira-kira sepanjag 10 cm. Keuntungan
tindakan ini adalah mengeluarkan janin lebih cepat, tidak
7
mengakibatkan komplikasi kandung kemih tertarik dan
sayatan bisa diperpanjang proksimal dan distal. Kerugian
yang dapat muncul adalah infeksi mudah menyebar secara
intra abdominal dan lebih sering terjadi ruptura uteri spontan
pada persalinan berikutnya.
Sedangkan indikasi seksio sesarea klasik diantaranya
adalah bila terjadi kesukaran dalam memisahkan kandung
kencing untuk mencapai segmen bawah rahim misalnya
karena adanya perlekatan-perlekatan akibat pembedahan
seksio sesarea yang lalu, atau adanya tumor-tumor di daerah
segmen bawah rahim. Selain itu janin besar dalam letak
lintang merupakan indikasi dilakukan seksio sesarea klasik.
Indikasi yang selanjutnya adalah plasenta previa dengan
insersi plasenta di dinding depan segmen bawah rahim
(Oxorn & Forte, 2010).
b. Seksio sesarea Profunda
Dikenal juga dengan sebutan low cervical yaitu
sayatan pada segmen bawah rahim. Keuntungannya adalah
penjahitan luka lebih mudah, kemungkinan ruptura uteri
spontan lebih kecil dibandingkan dengan seksio sesarea
dengan cara klasik, sedangkan kekurangannya yaitu
perdarahan yang banyak dan keluhan pada kandung kemih
postoperative tinggi (Oxorn & forte, 2010).
8
2. Seksio sesarea ekstraperitonealis
Seksio sesarea ekstraperitonealis yaitu seksio sesarea tanpa
membuka peritoneum parietalis, dengan demikian tidak
membuka kavum abdominal (Mochtar, 1998). Tindakan ini
dilakukan untuk menghindari perlunya histerektomi pada kasus-
kasus yang mengalami infeksi luas dengan mencegah peritonitis
generalisata yang sering bersifat fatal. Teknik pada prosedur ini
relative sulit karena sering tanpa sengaja masuk ke dalam cavum
peritoneum dan insidensi cedera vesika urinaria meningkat
(Oxorn & Forte, 2010).
2.1.3 Epidemiologi Seksio sesarea
Angka seksio sesarea terus meningkat dari insidensi 3 hingga 4 %
pada 15 tahun yang lalu, hingga sekarang angka insidensinya terus
meningkat hingga 10-15 % (Oxorn & Forte, 2010). Sedangkan angka
bedah caesar di Inggris hampir dua kali lipat dalam tahun-tahun terakhir
ini, dari 12 % pada tahun 1990 menjadi 21 % pada tahun 2000. Antara
tahun 2005-2006, 23.5% kelahiran terjadi melalui bedah caesar (Baston &
Hall, 2012).
Di Amerika Serikat proporsi seksio sesarea meningkat drastis dari
5,5% pada tahun 1970 menjadi 15% pada tahun 1978 dan menjadi 24,4%
pada tahun 1987. Dengan pelbagai upaya, pada tahun 1996 angka tersebut
dapat bertahan sekitar 22,8% dan terus diusahakan untuk ditekan, sehingga
stabil pada angka 15-18%. Dengan semakin meningkatnya angka seksio
sesarea yang diperkirakan sudah mencapai 30%, dan kecenderungan ini
9
juga terjadi di Indonesia khususnya di kota-kota besar. Di Amerika
Serikat, 25% dari seluruh kelahiran hidup merupakan kelahiran dengan
seksio sesarea. Dimana saat ini, 1 diantara 10 wanita Amerika yang
melahirkan di Amerika Serikat setiap tahunnya pernah menjalani seksio
sesarea (Cunningham, 2006)
Saat ini sectio saesarea menjadi trend karena berbagai alasan.
Dalam 20 tahun terakhir angkanya meningkat pesat. Peningkatan ini
terjadi karena berbagai alasan yaitu seorang ibu yang harus melewati
proses bedah saesar untuk persalinan buah hatinya, kebanyakan cara ini
ditempuh akibat adanya hambatan yang dialami oleh janin maupun ibu.
Namun tidak sedikit pula bedah saesar yang dilakukan atas permintaan ibu
yang tidak ingin menjalani persalinan normal karena adanya rasa takut
(Sadiman & Ridwan, 2009).
2.1.4 Faktor - Faktor Seksio sesarea
Faktor seksio sesarea adalah faktor-faktor yang mempengaruhi
tindakan pengeluaran janin dengan cara caesar. Faktor-faktor tersebut
antara lain :
a. Faktor Sosiodemografi
1. Umur Ibu
Umur reproduksi optimal bagi seorang ibu adalah antara
20-35 tahun, di bawah dan di atas umur tersebut akan
meningkatkan resiko kehamilan dan persalinan. Pada usia muda
organ-organ reproduksi seorang wanita belum sempurna secara
keseluruhan dan perkembangan kejiwaan belum matang sehingga
10
belum siap menjadi ibu dan menerima kehamilannya dimana hal
ini dapat berakibat terjadinya komplikasi obstetri yang dapat
meningkatkan angka kematian ibu dan perinatal (Suryani, 2007).
2. Suku
Banyak faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang,
salah satunya adalah faktor sosial dan kebudayaan. Suku termasuk
bagian dari budaya yang tentunya akan mempengaruhi perilaku
dalam menggunakan pelayanan kesehatan termasuk pelayanan
kebidanan (suryani, 2007).
Meningkatnya kecenderungan wanita untuk melahirkan
dengan seksio sesarea berhubungan dengan semakin meningkatnya
perhatian mereka terhadap kehamilannya (antenatal care) dan
prosedur keamanan operasi yang semakin baik (Suryani, 2007).
3. Agama
Agama merupakan salah satu faktor sosio demografi yang
mempengaruhi penggunaan pelayanan kesehatan termasuk
pelayanan kebidanan yang merupakan salah satu bentuk dari
pelayanan kesehatan yang bertujuan untuk menjamin agar setiap
wanita hamil dan menyusui dapat memelihara kesehatannya
sesempurna mungkin, dapat melahirkan bayi yang sehat tanpa
gangguan apapun dan dapat merawatnya dengan baik. Melahirkan
merupakan suatu peristiwa yang dianggap sakral, sehingga dalam
pelaksanaannya biasanya disesuaikan dengan ajaran agama yang
11
dianut oleh ibu mulai dari awal kehamilan sampai waktu persalinan
nanti.
Persalinan yang dilakukan dengan seksio sesarea sering
dikaitkan dengan masalah kepercayaan yang masih berkembang di
Indonesia. Masih banyak penduduk di kotakota besar mengaitkan
waktu kelahiran dengan peruntungan nasib anak dilihat dari faktor
ekonomi. Tentunya tindakan seksio sesarea dilakukan dengan
harapan apabila anak dilahirkan pada tanggal dan jam sekian, maka
akan memperoleh rezeki dan kehidupan yang baik (Suryani, 2007).
3. Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan merupakan jenjang dalam penyelesaian
proses pembelajaran secara formal. Makin tinggi tingkat
pendidikan seseorang diharapkan pengetahuan dan perilakunya
juga semakin baik. Karena dengan pendidikan yang makin tinggi ,
maka informasi dan pengetahuan yang diperoleh juga makin
banyak, sehingga perubahan perilaku kearah yang baik diharapkan
dapat terjadi (Suryani, 2007).
Tingkat pendidikan sangat berpengaruh sejak proses
kehamilan sampai dengan proses persalinan. Ibu yang
berpendidikan tinggi cenderung untuk menikah pada usia yang
matur diatas 20 tahun. Pendidikan yang semakin tinggi
menyebabkan kemampuan ibu dalam mengatur jarak kehamilan,
jumlah anak, dan pemanfaatan fasilitas kesehatan dalam
pemeriksaan kehamilan dan proses persalinan (Suryani, 2007).
12
5. Pekerjaan
Beberapa alasan yang mendasari kecenderungan
melahirkan dengan seksio sesarea semakin meningkat terutama di
kota-kota besar, seperti di Jakarta banyak para ibu yang bekerja.
Mereka sangat terikat dengan waktu. Mereka sudah memiliki
jadwal tertentu, misalnya kapan harus kembali bekerja (Kasdu,
2005).
6. Sumber Biaya
Biaya persalinan bersumber dari pendapatan keluarga/biaya
sendiri, atau ditanggung oleh pihak asuransi kesehatan baik yang
dikeluarkan oleh pemerintah maupun perusahaan. Dibandingkan
dengan persalinan pervaginam, biaya seksio sesarea jauh lebih
tinggi. Di Amerika Serikat biaya seksio sesarea lebih kurang 2- 2,5
kali biaya persalinan pervaginam. Di Medan lebih kurang 2,5-3
kali biaya persalinan pervaginam (Erza, 2009)
b. Faktor mediko-obstetri
1. Paritas
Paritas adalah jumlah anak yang dilahirkan oleh seorang ibu
baik yang hidup maupun mati. Paritas digolongkan menjadi 3 bagian
yaitu ; 1) golongan primipara adalah ibu dengan paritas 1. 2) golongan
multipara adalah ibu dengan paritas 2 – 4. 3) golongan grande
multipara yaitu paritas lebih dari 4. (Wiknjosastro, 2005).
Paritas berpengaruh pada ketahanan uterus. Pada Grande
Multipara yaitu ibu dengan kehamilan / melahirkan 4 kali atau lebih
merupakan risiko persalinan patologis. Keadaan kesehatan yang sering
13
ditemukan pada ibu grande multipara adalah ; 1) Kesehatan terganggu
karena anemia dan kurang gizi. 2) Kekendoran pada dinding perut. 3)
tampak ibu dengan perut menggantung. 4) Kekendoran dinding rahim.
(Rochjati 2003).
Menurut Wiknjosastro 2005, paritas yang paling aman adalah
paritas 2 – 3. Paritas 1 dan paritas lebih dari 3 mempunyai angka
kematian maternal lebih tinggi. Hal ini dipengaruhi oleh kematangan
dan penurunan fungsi organ – organ (Wiknjosastro 2005).
2. Jarak Kelahiran
Seorang wanita setelah melahirkan membutuhkan 2 sampai
3 tahun untuk memulihkan tubuhnya dan mempersiapkan dirinya
pada persalinan berikutnya dan memberi kesempatan pada luka
untuk sembuh dengan baik. Jarak persalinan yang pendek akan
meningkatkan risiko terhadap ibu dan anak.
Kehamilan sebelum 2 tahun sering mengalami komplikasi
dalam persalinan. Kesehatan fisik dan rahim ibu masih butuh cukup
istirahat. Ada kemungkinan ibu masih menyusui. Selain itu anak
tersebut masih butuh asuhan dan perhatian orang tuanya. Bahaya yang
mungkin terjadi bagi ibu antara lain ; 1) Perdarahan setelah bayi lahir
karena kondisi ibu masih lemah. 2) Bayi prematur / lahir belum cukup
bulan sebelum 37 minggu. 3) Bayi dengan berat badan lahir rendah /
BBLR < 2500 gram (Erza, 2009)
3. Riwayat Komplikasi
Riwayat persalinan ibu dengan persalinan tidak normal
merupakan risiko tinggi untuk persalinan berikutnya. Riwayat
14
persalinan tidak normal seperti ; perdarahan, abortus, kematian janin
dalam kandungan, preeklampsi/eklampsi, ketuban pecah dini, kelainan
letak pada hamil tua dan riwayat seksio sesarea sebelumnya
merupakan keadaan yang perlu diwaspadai, karena kemungkinan ibu
akan mendapatkan kesulitan dalam kehamilan dan saat proses
persalinan (Suryani, 2009).
4. Riwayat Obstetri Jelek
Daya tahan ibu pada saat hamil biasanya menurun sehingga
penyakit yang pernah diderita sebelum hamil cenderung muncul
pada saat hamil. Perlu diperhatikan karena penyakit tersebut dapat
membahayakan keselamatan ibu dan anak pada saat persalinan.
Adapun penyakit-penyakit yang sering timbul kembali dan
menyertai ibu hamil maupun bersalin adalah hepatitis, TBC,
diabetes melitus, penyakit jantung, asma bronkial, hipertensi,
diabetes melitus, penyakit jantung, asma bronkial, hipertensi,
penyakit infeksi, dan lainnya. Ibu dengan keadaan tersebut
termasuk dalam kelompok ibu hamil risiko tinggi sehingga dapat
mempengaruhi persalinannya (Erza, 2007).
2.1.5 Indikasi Seksio sesarea
2.1.5.1 Indikasi Medis
Melahirkan dengan cara seksio sesarea sebaiknya dilakukan
atas pertimbangan medis dengan memperhatikan kesehatan ibu
maupun bayinya. Artinya, janin atau ibu dalam keadaan gawat dan
hanya dapat diselamatkan jika persalinan dilakukan dengan jalan
15
seksio sesarea, dengan tujuan untuk memperkecil terjadinya risiko
yang membahayakan jiwa ibu dan bayinya (achadiat, 2004).
a. Faktor Janin
1. Janin Terlalu Besar
Berat bayi lahir sekitar 4000 gram atau lebih (giant baby),
menyebabkan bayi sulit keluar dari jalan lahir. Umumnya,
pertumbuhan janin yang berlebihan karena ibu menderita
kencing manis (diabetes mellitus), yang biasanya disebut bayi
besar objektif.15 Bayi terlalu besar mempunyai risiko 4 kali
lebih besar untuk terjadinya komplikasi persalinan (Sarumpaet,
2001).
2. Kelainan Letak Bayi
a. Letak Sungsang
Saat ini lebih banyak bayi letak sungsang yang lahir
dengan seksio sesarea. Hal ini karena risiko kematian dan
cacat/kecelakaan lewat vagina (spontan) jauh lebih tinggi.
Lebih dari 50% bayi pernah mengalami letak sungsang
dalam kurun 9 bulan kehamilan. Penyebab letak sungsang
sering tidak diketahui pasti, secara teori dapat terjadi karena
faktor ibu seperti kelainan bentuk rahim, tumor jinak
rahim/mioma, letak plasenta lebih rendah (Achadiat, 2004)
b. Letak Lintang,
Merupakan kelainan letak janin di dalam rahim pada
kehamilan tua (hamil 8-9 bulan) yaitu kepala ada di
16
samping kanan atau kiri dalam rahim ibu. Bayi letak lintang
tidak dapat lahir melalui jalan lahir biasa, karena sumbu
tubuh janin melintang terhadap sumbu tubuh ibu. Bayi
membutuhkan pertolongan seksio sesarea (Achadiat, 2004).
3. Ancaman Gawat Janin (Fetal Distress)
Keadaan gawat janin pada tahap persalinan,
memungkinkan dokter memutuskan untuk melakukan operasi.
Apalagi ditunjang kondisi ibu yang kurang menguntungkan.
Bila ibu menderita tekanan darah tinggi atau kejang pada
rahim, mengakibatkan gangguan pada ari-ari dan tali pusat
sehingga aliran oksigen kepada bayi menjadi berkurang.
Kondisi ini bisa menyebabkan janin mengalami kerusakan
otak, bahkan tidak jarang meninggal dalam rahim (Oxorn,
2003).
4. Bayi Kembar (Gemelli)
Kehamilan kembar adalah kehamilan dengan 2 janin
atau lebih. Kehamilan kembar dapat memberi risiko yang lebih
tinggi terhadap ibu dan bayi. Oleh karena itu dalam
menghadapi kehamilan kembar harus dilakukan pengawasan
hamil yang lebih intensif. Namun jika ibu mengandung 3 janin
atau lebih maka sebaiknya menjalani seksio sesarea. Hal ini
akan menjamin bayi-bayi tersebut dilahirkan dalam kondisi
sebaik mungkin dengan trauma minimum (Boyle, 2004).
17
5. Placenta previa
Plasenta yang ada di depan jalan lahir. (prae=di depan;
vias = jalan). Jadi yang dimaksud dengan plasenta yang
implantasinya tidak normal ialah rendah sekali sehingga
menutupi seluruh atau sebagian ostium internum. Implantasi
plasenta yang normal ialah pada dinding depan atau dinding
belakang rahim di daerah fundus uteri (Boyle, 2004)
b. Faktor Ibu
1. Disproporsi Sefalo-pelvik
Disproporsi sefalo-pelvik adalah ketidakseimbangan kepala
dan panggul ibu. Disproporsi sefalo-pelvik mencakup panggul
sempit, fetus yang tumbuh terlampau besar atau adanya
ketidakseimbangan relative antara ukuran kepala bayi dan
pelvis (panggul) (Boyle, 2004)
2. Disfungsi uterus
Disfungsi uterus mencakup kerja uterus yang tidak
terkoordinasi, hal ini menyebabkan tidak adanya kekuatan
untuk mendorong bayi keluar dari rahim. Hal ini menyebabkan
kemajuannya terhenti sama sekali, sehingga perlu penanganan
dengan seksio sesarea.
3. Ruptura Uteri (Robekan rahim)
Ruptura uteri adalah keadaan robekan pada rahim dimana
telah terjadi hubungan langsung antara rongga amnion dengan
18
rongga peritoneum. Secara teori robekan rahim dapat dibagi 2
yaitu:
a. Ruptura uteri spontan
Robekan rahim spontan terjadi karena dinding rahim
lemah seperti pada luka bekas seksio sesarea, miomektomi,
preporasi waktu kuretase hypoplasia uteri, pelepasan
plasenta secara manual.
b. Ruptura uteri violenta
Robekan rahim violenta terjadi karena trauma
pertolongan versi dan ekstraksi, ekstraksi Forsep, kuretase,
manual plasenta.
4. Partus tidak maju
Partus tidak maju berarti bahwa meskipun kontraksi
uterus kuat, janin tidak dapat turun karena faktor mekanis.
Partus tak maju dapat disebabkan oleh karena disproporsi
sefalo-pelvik, malpresentase dan neoplasma yang
menyumbat jalan lahir. Partus tak maju adalah persalinan
yang berlangsung lebih dari 24 jam pada primipara, dan
lebih dari 18 jam pada multipara.
5. Pre-eklampsia dan eklampsia (PE/E)
Pre-eklampsia adalah suatu sindrom yang dijumpai pada
ibu hamil di atas 20 minggu ditandai dengan hipertensi dan
proteinuria dengan atau tanpa edema. Eklampsia adalah
pre-eklampsia disertai dengan gejala kejang umum yang
19
terjadi pada waktu hamil, waktu partus atau dalam 7 hari
post partum bukan karena epilepsi (Boyle, 2004).
3.1.6 Teknik Seksio sesarea
1. Insisi Abdomen
Pada dasarnya insisi ini adalah insisi garis tengah subumbilikal
dan insisi abdominal bawah transversa. Terdiri atas insisi garis
tengah subumbilikal dan insisi transversa.
Pada insisi garis tengah subumbilikal, insisi ini yang paling
cepat dibuat. Insisi ini harus cukup panjang agar janin dapat lahir
tanpa kesulitan. Oleh karena itu, panjang harus sesuai dengan
taksiran ukuran janin (Cummingham, 2004). Insisi ini memiliki
akses yang mudah dengan pendarahan minimal. Walaupun bekas
luka tidak terlihat, terdapat banyak ketidaknyamanan pascaoperasi
dan luka jahitan lebih cenderung muncul dibandingkan dnegan
insisi transversa. Jika perluasan ke atas menuju abdomen
memungkinkan, insisi pramedian kanan dapat dilakukan (Liu &
Omu, 2005).
Insisi transversa merupakan insisi pilihan saat ini. Secara
kosmetik memuaskan, lebih sering menimbulkan luka jahitan dan
lebih sedikit ketidaknyamanan, memungkinkan mobilitas
pascaoperasi yang lebih baik (Liu & Omu, 2005). Dengan insisi
transversa modifikasi, kulit dan jaringan subkutan disayat dengan
menggunakan insisi transversal rendah sedikit melengkung. Insisi
dibuat setinggi garis rambut pubis dan diperluas sedikit melebihi
20
batas lateral otot rektus. Apabila diinginkan insisi transversal
namun diperlukan ruang yang lebih lega, insisi Maylard
merupakan pilihan yang aman. Pada insisi ini, otot rektus
dipisahkan dengan gunting atau skalpel. Insisi ini juga mungkin
bermanfaat bagi wanita dengan jaringan parut signifikan akibat
insisi transversal sebelumnya (Cummingham, 2004).
2. Insisi Uterus
Insisi segmen bawah merupakan pendekatan insisi uterus
yang lazim digunakan. Insisi transversa ditempatkan di segmen
bawah uterus gravid di belakang peritoneum utero-vesikel (Liu &
Omu, 2005).
Sedangkan pada insisi uterus klasik, insisi ini ditempatkan
secara vertikal di garis tengah uterus (Liu & Omu, 2005). Kadang-
kadang perlu dilakukan insisi klasik untuk melahirkan janin.
Beberapa indikasinya adalah :
1. Apabila segmen bawah uterus tidak dapat dipajankan atau
dimasuki dengan aman karena kandung kemih melekat erat
akibat pembedahan sebelumnya, atau apabila sebuah mioma
menempati segmen bawah uterus, atau apabila terdapat
karsinoma invasif di serviks.
2. Apabila janin berukuran besar dan terletak melintang, terutama
apabila selaput ketuban sudah pecah dan bahu terjepit jalan
lahir.
3. Pada sebagian kasus plasenta previa dengan implantasi anterior.
21
4. Pada sebagian kasus janin yang sangat kecil, terutama dengan
presentasi bokong, yang segmen bawah uterusnya tidak menipis.
5. Pada sebagian kasus ibu dengan obesitas berat yang hanya
memungkinkan untuk mengakses bagian atas uterus saja
(Cummingham, 2004)
Insisi uterus selanjutnya adalah insisi Kronig-Gelhorn-
Beck. Insisi ini adalah insisi garis tengah pada segmen bawah, yang
digunakan pada kelahiran prematur apabila segmen bawah
terbentuk dengan buruk atau dalam keadaan terdapatnya perluasan
ke segmen uterus bagian atas yang dilakukan untuk memberi lebih
banyak akses. Insisi ini menyebabkan lebih sedikit komplikasi (Liu
& Omu, 2005).
3. Insisi Pada Keadaan Lain
Insisi T terbalik atau insisi J suatu saat diperlukan jika
ditemukan akses tidak adekuat tanpa memperhatikan insisi segmen
bawah. Insisi tersebut lebih baik dihindari seperti halnya pada
seksio sesarea klasik, kehamilan selanjutnya akan memerlukan
seksio sesarea elektif (Liu & Omu, 2005).
2.1.7 Keutungan Seksio sesarea
Operasi caesar lebih aman dipilih dalam menjalani proses
persalinan karena telah banyak menyelamatkan jiwa ibu yang mengalami
kesulitan melahirkan. Jalan lahir tidak teruji dengan dilakukannya seksio
sesarea, yaitu bilamana di diagnosa panggul sempit atau fetal distress
didukung data pelvimetri. Bagi ibu yang paranoid terhadap rasa sakit,
22
maka seksio sesarea adalah pilihan yang tepat dalam menjalani proses
persalinan, karena diberi anastesi atau penghilang rasa sakit (Fauzi, 2007).
2.1.8 Kerugian Seksio sesarea
Operasi seksio sesarea merupakan prosedur medis yang mahal.
Prosedur anastesi pada operasi bias membuat anak ikut terbius, sehingga
anak tidak spontan menangis, keterlambatan menangis ini mengakibatkan
kelainan hemodinamika dan mengurangi apgar score. Ibu akan mendapat
luka baru di perut dan kemungkinan timbulnya infeksi bila luka operasi
tidak dirawat dengan baik. Gerak tubuh ibu menjadi sangat terbatas
sehingga proses penyembuhan luka akan semakin lama. Tindakan Seksio
sesarea biasanya dianggap sebagai suatu penyiksaan bagi yang tidak
memiliki kebiasaan beristirahat lama di rumah sakit setelah melahirkan
(Fauzi, 2007).
2.1.9 Mortalitas Pada Seksio sesarea
Angka mortalitas kasar di Kanada dan Amerika Serikat adalah
30:10.000 sectio saesarea. Dimana kematian ibu yang menyertai seksio
sesarea adalah 26 kali lebih besar daripada kelahiran pervaginam (Oxorn
& Forte, 2010).
Angka kematian ibu yang menjalani seksio sesarea adalah 40-80
tiap 100.000 kelahiran hidup dan memiliki resiko kematian 25 kali lebih
besar dibanding persalinan pervaginam (Sadiman & Ridwan, 2009).
Penyebab utama kematian ibu yang mengalami seksio sesarea di Rumah
Sakit Pirngadi Medan tahun 1979 -1983 adalah infeksi, disusul
perdarahan, dan preeklampsia berat/eklampsia (Sibuea, 2007).
23
Resiko relatif resiko kematian untuk section saesarea elektif
dengan analgesia epidural sebenarnya lebih rendah daripada untuk semua
kelahiran pervaginam. Dimana meningkatnya kematian ibu yang berkaitan
dengan seksio sesarea lebih disebabkan oleh tindakan darurat dan bukan
operasi elektif (Cunningham, 2006).
Adapun faktor-faktor yang menambah resiko mortalitas pada
maternal meliputi usia di atas 30 tahun, grandemultipara, obesitas, partus
lama, ketuban pecah dini, pemeriksaan vaginal yang sering serta status
sosioekonomi yang rendah (Oxorn & Forte, 2010).
2.1.10 Morbiditas Pada Seksio sesarea
Morbiditas ibu meningkat pada seksio sesarea dibandingkan
dengan kelahiran pervaginam, dimana penyebabnya utama adalah
endomiometritis, perdarahan, infeksi saluran kemih dan tromboembolisme
(Cunningham, 2004). Dimana menurut Sadiman & Ridwan (2009),
persalinan dengan sectio saesarea mempunyai resiko infeksi 80 kali lebih
tinggi dibandingkan dengan persalinan pervaginam.
Insidensi morbiditas pada maternal antara 15-20%, dimana obat-
obat anti infeksi, transfusi darah, teknik pembedahan yang lebih baik,
penggunaan operasi segmen bawah dan semakin baiknya teknik anastesi
turut menurunkan morbiditas maternal pasca sactio saesarea (Oxorn &
Forte, 2010).
2.1.11 Komplikasi Tindakan Seksio sesarea
24
Komplikasi yang terjadi setelah seksio sesarea adalah sebagai
berikut :
1. Infeksi pueperal (nifas), terdiri atas :
a. Ringan, dengan kenaikan suhu beberapa hari saja
b. Sedang, dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi disertai
dehidrasi dan perut sedikit kembung.
c. Berat, dengan peritonitis, sepsis dan ileus paralitik. Hal
ini sering kita jumpai pada partus terlantar, dimana
sebelumnya telah terjadi infeksi intrapartal karena
ketuban yang telah pecah terlalu lama.
2. Perdarahan, disebabkan karena:
a. Banyak pembuluh darh yang terputus dan terbuka.
b. Atonia uteri
c. Perdarahan pada placental bed
d. Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung
kemih bila reperitonialisasi terlalu tinggi.
e. Kemungkinan ruptura uteri spontan pada kehamilan
mendatang (Mochtar, 1998; Oxorn & Forte, 2010)
2.1.12 Prognosis Seksio sesarea
Dulu angka morbiditas dan mortalitas untuk ibu dan janin tinggi.
Pada masa sekarang, oleh karena kemajuan yang pesat dalam teknik
operasi, anastesi, penyediaan cairan dan darah, indikasi dan antibiotika
angka ini sangat menurun (Mochtar, 1998).
25
Angka kematian ibu pada rumah sakit dengan fasilitas operasi yang
baik oleh tenaga-tenaga yag cekatan adalah kurang dari 2 per 1000. Nasib
janin yang ditolong secara seksio sesarea sangat tergantung dari keadaan
janin sebelum dilakukan operasi. Menurut data dari negara-negara dengan
pengawasan antenatal yang baik dan fasilitas neonatal yang sempurna,
angka kematian perinatal sekitar 4-7 % (Mochtar, 1998).
26
2.1.13 Kerangka Teori
Gambar 3.1
Kerangka Teori
Keterangan
: Variabel yang di teliti
: Variabel yang tidak di teliti
Indikasi Tindakan Seksio Sesraea
Ibu
Medis
Disporsi sefalo-pelvik
Disfungsi uterus
Rupture uteri Partus tidak
maju Preeklampsia
dan eklampsia
Non Medikasi
Paritas Jarak
kelahiran Riwayat
komplikasi Umur ibu Suku Agama Tingkat
pendidikan Pekerjaan Sumber biaya
Janin
Janin terlalu besar
Kelainan letak bayi
Fetal distress Bayi kembar
(Gemelli) Placenta
previa
Pelayanan kesehatan
Tenaga kesehatan tidak bisa menangani
Terlambat merujuk
Indikasi tidak jelas bisnis
Tidak melakukan pemeriksaan antenatal
Seksio Sesarea
27
Seksio sesarea merupakan proses melahirkan janin, plasenta dan selaput
ketuban melalui dinding perut dengan cara membuat irisan pada dinding perut dan
rahim. Seksio sesarea dapat dilaksanakan bila ibu sudah tidak dapat melahirkan
melalui proses alami. Operasi dilakukan dengan tujuan agar keselamatan ibu dan
bayi dapat tertangani dengan baik. Beberapa tahun terakhir terjadi peningkatan
angka persalinan dengan cara operasi seksio sesarea. Peningkatan yang sangat
tinggi terjadi karena berbagai faktor. Beberapa diantaranya adalah faktor dari ibu,
faktor janin dan juga faktor petugas kesehatan. Untuk faktor ibu dibagi menjadi
dua, yaitu medis dan non medis. Umtuk faktor medis, meliputi: Disporsi sefalo-
pelvik, Disfungsi uterus, Rupture uteri, Partus tidak maju, Preeklampsia dan
eklampsia. Sedangkan untuk yang non medis meliputi: Paritas, Jarak kelahiran,
Riwayat komplikasi, Umur ibu, Suku , Agama, Tingkat pendidikan, Pekerjaan,
Sumber biaya. Selain faktor ibu, faktor janin juga sangat mempengaruhi
persalinan secara seksio sesarea. Dimana faktor janin meliputi: Janin terlalu besar,
Kelainan letak bayi, Fetal distress, Bayi kembar (Gemelli), Placenta previa.
Disamping itu ada faktor lain yang dapat mempengaruhi tindakan seksio
sesarea yaitu fator pelayanan kesehatan. Dimana faktor tersebut meliputi: Tenaga
kesehatan tidak bisa menangani, Terlambat merujuk, Indikasi tidak jelas, bisnis,
Tidak melakukan pemeriksaan antenatal. Berasarkan beberapa faktor yang sudah
dijelaskan diatas variabel yang di teliti dalam penelitian ini adalah faktor ibu dan
faktor janin.