Post on 22-Sep-2020
7
BAB II
TEORI DAN PERUMUSAN MASALAH
A. Tinjauan Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian terdahulu yang digunakan sebagai dasar acuan untuk
mengetahui pengaruh kualitas audit, kompensasi bonus dan asimetri informasi
terhadap manajemen laba antara lain sebagai berikut :
Guna & Herawaty (2010) meneliti tentang pengaruh mekanisme good
corporate goverment, indepedensi auditor, kualitas audit dan faktor lainnya
terhadap manajemen laba. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas audit
berpengaruh positif secara signifikan terhadap manjemen laba. Penelitian ini di
ukur dengan menggunakan model regresi linier berganda. Pada penelitian ini
kualitas audit diukur menggunakan proksi KAP Big Four dan KAP Non Big Four.
Penelitian ini tidak konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Wiryadi &
Sebrina (2013) meneliti tentang pengaruh asimetri informasi, kualitas audit dan
struktur kepemilikan terhadap manjemen laba. Hasil dari penelitian ini
menunjukkan bahwa kualitas audit tidak berpengaruh secara positif dan signifikan
terhadap manajemen laba. Penelitian ini konsisten dengan penelitian yang telah
dilakukan oleh Amijaya dan Prastiwi (2013) membuktikan bahwa kualitas audit
tidak berpengaruh terhadap manajemen laba.
Elfira (2014) meneliti tentang pengaruh kompensasi bonus dan leverage
terhadap manajemen laba. Hasil dari penelitian ini membuktikan bahwa
kompensasi bonus berpengaruh positif dan signifikan terhadap manajemen laba.
Penelitian ini tidak konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Wijaya
Christiawan (2014) meneliti tentang pengaruh kompensasi bonus, leverage dan
pajak terhadap manajemen laba. Penelitian ini diukur menggunakan regresi linier
berganda yang menunjukkan bahwa kompensasi bonus tidak berpengaruh dan
signifikan terhadap manajemen laba.
8
Muliati (2011) meneliti tentang pengaruh asimetri informasi dan ukuran
perusahaan terhadap manajemen laba. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
asimetri informasi berpengaruh secara signifikan terhadap manajemen laba.
Penelitian yang dilakukan oleh Wiryadi & Sebrina (2013) tidak konsisten dengan
penelitian yang di lakukan oleh (Muliati, 2011). Hasil dari penelitian menunjukkan
asimetri informasi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap manjemen laba.
B. Tinjauan Pustaka
a. Teori Agensi (Teori Agency)
Anthony & Govindarajan (1995) mengemukakan konsep teori agensi sebagai
hubungan atau kontrak antara principal(investor) dan agent (manajer). Principal
mendelegasikan tanggung jawabnya termasuk pendelegasian otoritas pengambilan
keputusan kepada agen untuk melakukan tugas tertentu yang sesuai dengan kontrak
kerja yang telah disepakati bersama.
Dalam sebuah perusahaan, manajer (agent) adalah pengelola perusahaan yang
mengerti akan prospek sebuah perusahaan di masa yang akan datang. Prospek yang
baik harusnya dapat diterima oleh principal agar mereka dapat mengetahui kondisi
perusahaan saat ini. Namun terkadang informasi yang diberikan oleh manajer tidak
sesuai dengan apa yang diterima oleh investor (principal).
Teori keagenan juga dapat dilihat sebagai model kotraktual yang terjadi diantara
dua orang atau lebih yaitu pihak agent (manajer) dan principal (investor). Para
manajer telah memiliki kontrak dengan investor yang merupakan pihak eksternal.
Pihak internal memiliki tanggung jawab kewajibannya dalam mengetahui semua
prospek yang ada didalam perusahaannya untuk mencapai tujuan yang diingkan
oleh perusahaan. Hal ini biasanya menimbulkan adanya asimetri informasi, karena
pihak agen memiliki prospek atau informasi yang lebih banyak tentang perusahaan
sedangkan informasi tersebut tidak sampai ke investor untuk mengetahui kondisi
perusahaan saat ini. Maka dalam hal ini menimbulkan ketidakseimbangan
informasi (asymetry information) antara pihak agen dan investor, dengan kata lain
9
pihak agen akan cenderung melakukan manajemen laba dengan memanipulasi
informasi-informasi perusahaan yang tidak diketahui oleh investor.
Asimetri informasi dan konflik kepentingan yang terjadi antara prinsipal dan
agen mendorong agen untuk menyajikan informasi yang tidak sebenarnya kepada
prinsipal, terutama untuk menyajikan informasi yang berkaitan dengan pengukutan
kinerja agen. Hal ini memacu agen untuk memikirkan bagaimana angka akuntansi
dapat digunakan sebagai saranan untuk memaksimalkan kepentingannya. Salah
satu tindakan agen tersebut dapat disebut sebagai manajemen laba.
Auditor eksternal merupakan pihak yang dianggap mampu menjembatani
kepentingan pihak prinsipal dan pihak agen dalam mengelola keuangan perusahaan.
Auditor akan mengesahkan laporan pertanggung jawaban pihak agen terhadap
pihak prinsipal dengan memberikan penilaian secara independen dan profesional
atas kehandalan dan kewajaran laporan keuangan perusahaan. Oleh karena itu
kualitas audit memengaruhi auditor eksternal dalam tugasnya sebagai pihak yang
mampu menjembatani kepentingan pihak prinsipal dan agen.
Teori keagenan menjelaskan bahwa seorang auditor dengan kualitas audit yang
tinggi akan memiliki kemampuan dalam mendeteksi adanya praktik manajemen
laba yang dilakukan oleh manajemen perusahaan (Becker et al., 1998). Laporan
yang telah diaudit oleh auditor diharapkan dapat dipercaya dan digunakan oleh
pihak principal.
Berdasarkan teori agensi, semua individu akan bertindak untuk kepentingannya
sendiri. Manajemen sebagai agen bisa melakukan tindakan yang tidak
menguntungkan pemilik atau prinsipal secara keseluruhan dalam waktu jangka
panjang. Hal ini dapat merugikan kepentingan dari perusahaan tersebut. Pemilik
perusahaan memberikan wewenang pada pengelola dana dan mengambil keputusan
perusahaan lainnya atas nama pemilik. Dengan adanya wewenang yang dimiliki ini,
mungkin saja pengelola tidak bertindak yang terbaik untuk kepentingan pemilik,
karena adanya perbedaan kepentingan. Keleluasaan dalam pengelolaan perusahaan
dapat menimbulkan penyalahgunaan wewenang. Kemungkinan terjadi bahaya
10
moral (moral hazard) karena adanya asimetri informasi (agen memiliki informasi
lebih banyak daripada prinsipal).
Di sisi lain, agen memiliki kepentingan sendiri yaitu untuk mendapatkan
kompensasi baik berupa bonus, insentif maupun remunerasi yang besar atas
kinerjanya. Mereka termotivasi untuk memaksimalkan pemenuhan kebutuhan
ekonomi dan psikologisnya seperti memperoleh investasi, pinjaman maupun
kontrak kompensasi. Prestasi agen dinilai berdasarkan kemampuannya memperoleh
laba yang besar untuk dialokasikan pada pembagian deviden. Semakin tinggi laba
maka harga saham dan deviden pun meningkat. Maka agen akan dianggap berhasil
atau memiliki kinerja yang baik sehingga layak mendapatkan insentif tinggi.
Namun apabila tidak ada pengawasan yang memadai agen akan dapat memainkan
beberapa kondisi di perusahaan agar seolah-olah target tercapai demi memenuhi
tuntutan prinsipal agar mendapat kompensasi yang tinggi.
Teori keagenan menyebutkan bahwa tata kelola perusahaan yang baik adalah
dengan adanya pengawasan terhadap kepentingan agen. Menurut Jensen &
Meckling (1976) bahwa dewan direksi adalah alat yang digunkan untuk mengawasi
manajer untuk memastikan bahwa mereka tidak menyimpang secara substansial
dari kepentingan principal dalam mengambil tindakan untuk memahami keinginan
principal.
Teori keagenan dilandasi oleh 3 asumsi yang menimbulkan efek keagenan:
a. Asumsi tentang sifat manusia
Asumsi tentang sifat manusia menekankan bahwa manusia memiliki sifat
untuk mementingkan diri sendiri, memiliki keterbatasan rasionalitas dan tidak
menyukai resiko.
b. Asumsi tentang keorganisasian
Asumsi tentang keorganisasi adalah adanya konflik antar anggota organisasi,
efesiensi sebagai kriteria produktivitas dan asimetri informasi antara principal dan
agent.
11
c. Asumsi tentang informasi
Asumsi tentang informasi dipandang sebagai barang komoditi yang bisa
diperjual belikan.
Berdasarkan asumsi sifat dasar manusia tersebut dapat dikatakan bahwa
manajer sebagai manusia kemungkinan besar akan bertindak berdasarkan sifat
opportunistik, yaitu mengutamakan kepentingan pribadinya. Selanjutnya, ketika
manajemen bertindak sebagai agen maka seharusnya bertanggung jawab
mengoptimalkan keuntungan pemilik dan bertindak untuk kepentingan pemilik
namun sebaliknya mereka justru termotivasi untuk mendapatkan keuntungan
pribadinya.
b. Manajemen Laba
Menurut Belkaoui (2007:201) adalah perilaku yang dilakukan oleh manajer
perusahaan untuk meningkatkan atau menurunkan laba dalam proses pelaporan
keuangan eksternal dengan tujuan untuk menguntungkan dirinya sendiri. Scott
(2009:403) menyatakan bahwa manajemen laba merupakan pemilihan kebijakan
akuntansi oleh manajer dari standar akuntansi yang ada untuk mencapai beberapa
tujuan tertentu. Ada beberapa pola manajemen laba yang dapat digunakan oleh
manajer yaitu pertama taking big bath yaitu manajemen mencoba mengalihkan
expected future cost ke periode kini agar memiliki peluang yang lebih besar
mendapatkan laba di masa mendatang. Biasanya dilakukan bila perusahaan
mengadakan restrukturisasi atau reorganisasi. Kedua, income minimization yaitu
manajemen mencoba memindahkan beban ke masa kini agar memiliki peluang
yang lebih besar mendapatkan laba di masa mendatang. Ketiga, income
maximization, yaitu manajemen mencoba meningkatkan laba masa kini dengan
memindahkan beban ke masa mendatang. Biasanya dilakukan manajer dalam
rangka memperoleh bonus tahunan. Dan keempat, income smoothing yaitu tindakan
di mana manajemen memperhalus fluktuasi laba dari periode ke periode dengan
cara memindahkan laba dari periode yang memiliki laba tinggi ke periode yang
memiliki laba rendah.
12
Praktek manajemen laba memiliki 2 sifat utama yaitu efisien dan oportunistik
yang artinya sangat berkaitan erat dengan masalah keagenan, dimana perusahaan
selalu ingin tampil menarik di hadapan pemangku kepentingan (Guna & Herawaty,
2010). Ada beberapa faktor yang memicu manajemen untuk melakukan manajemen
laba diantara sebagai berikut:
a) Motivasi bonus
Dalam sebuah perjanjian bisnis, pemegang saham akan memberikan sejumlah
insentif dan bonus sebagai feedback atas kinerja manajer dalam menjalankan
perusahaan. Manajer biasanya akan menerima bonus yang besar apabila kinerja
manajer telah mencapai area pencapaian bonus yang ditetapkan pemegang saham.
Kinerja manajemen salah satunya diukur dari pencapaian laba perusahaan.
Pemberian bonus atas pencapaian laba perusahaan tersebut membuat manajer
termotivasi untuk membeirkan performa terbaiknya sehingga tidak menutup
kemungkinan manajer melakukan manajemen laba agar dapat menampilkan
kinerja yang baik agar mendapatkan bonus yang dijanjikan oleh pemegang saham.
b) Motivasi hutang
Selain melakukan kontrak bisnis dengan pemegang saham, untuk kepentingan
ekspansi perusahaan, manajer seringkali melakukan kontrak bisnis dengan pihak
ketiga yaitu kreditor. Agar kreditor mau menginvestasikan dananya ke perusahaan,
tentunya manajer akan berusaha menampilkan kinerja perusahaan yang maksimal.
Pada saat seperti inilah inisiatif manajer untuk melakukan manajemen laba keluar
agar lebih mudah menarik minat kreditor.
c) Motivasi politik
Motivasi yang terakhir ini biasanya terjadi pada perusahaan besar yang bidang
usahanya banyak menyentuh masyarakat luas, seperti perusahaan perminyakan,
gas, listrik, dan air. Demi menjaga tetap mendapat subsidi dari pemerintah
perusahaan tersebut cenderung menjaga posisi keuangannya dalam keadaan
tertentu sehingga prestasi atau kinerjanya tidak terlalu baik, hal ini dilakukan
karena jika kinerja perusahaan baik maka subsidi dari pemerintah tidak dapat
13
diberikan kepada perusahaan. Ketika peristiwa seperti itu terjadi manajer
cenderung akan melakukan manajemen laba dengan menyajikan laba yang lebih
rendah dari nilai sebenarnya.
Manajemen laba dapat menyebabkan invetor tidak menerima apa yang mereka
harapkan diawal yaitu return. Hal ini bisa saja tidak terjadi apabila investor tidak
mengetahui adanya praktik manajemen laba sehingga membuat return yang
diterima lebih rendah. Oleh karena itu return dinilai dapat menarik investor untuk
berinvestasi (Bailey, 2010).
c. Kualitas Audit
Kualitas audit merupakan probabilitas seorang auditor dalam menemukan dan
melaporkan suatu kekeliruhan atau penyelewengan yang terjadi dalam suatu sistem
akuntansi klien (De Angelo 1981). Audit merupakan sebuah proses yang
digunakan untuk mengurangi terjadinya ketidakselarasan antara principal dan
agent dengan cara menggunakan pihak luar untuk memberikan pengesahan
terhadap laporan keuangan (Utari & Sari, 2016). Pemilihan auditor eksternal yang
tepat tentu akan menjamin independensi dan profrsionalisme dari auditor tersebut.
Kualitas audit yang baik juga akan menjembatani stakeholders untuk memperoleh
informasi yang akurat dan dapat mengurangi adanya permasalahan keagenan yaitu
asimetri informasi (Guna & Herawaty, 2010), sehingga dalam pengambilan
keputusan sangat kecil adanya kesalahan.
Laporan keuangan yang berkualitas, relevan dan dapat dipercaya dihasilkan
dari audit yang dilakukan secara efektif oleh auditor yang dianggap berkualitas
dibandingkan dengan auditor yang kurang berkualitas karena menganggap bahwa
untuk mempertahankan kredibilitasnya auditor akan lebih berhati-hati dalam
melakukan proses audit untuk mendeteksi salah saji atau kecurangan. Auditor yang
berkualitas akan melakukan proses audit yang berkualitas pula (Wiryadi &
Sebrina, 2013). Manajemen laba yang terjadi pada perusahaan yang diaudit oleh
auditor yang termasuk KAP big four lebih rendah daripada auditor non big four
(Meutia, 2004).
14
Perusahaan dengan biaya keagenan yang tinggi akan menggunakan KAP
dengan kualitas yang baik (Jensen dan Meckling, 1976). Berikut ini daftar dari
KAP Big Four yang ada di dunia dan KAP yang berafiliasi di Indonesia:
a) Price Water House Coopers (berafiliasi dengan KAP Tanudiredja, Wibisana,
Rintis & Rekan)
b) Deloitte touch tohmatsu (berafiliasi dengan KAP Osman Bing Satrio)
c) Ernest and Young (berafiliasi KAP Purwantono, Sungkoro & Surja)
d) KPMG (berafiliasi dengan KAP Sidharta Wijaya)
Apabila sebuah perusahaan di audit oleh KAP big four, maka perusahaan akan
hanya memiliki sedikit celah untuk melakukan manajemen laba. Hal ini
dikarenakan KAP yang berkualitas akan cenderung mendorong perusahaan untuk
mengungkapkan lebih luas informasinya. KAP akan sebisa mungkin untuk
mengungkapkan informasi dari perusahaan untuk mempertahankan reputasi dari
KAP dan untuk menghindari biaya yang akan timbul dari biaya reputasi.
Audit yang dilakukan oleh auditor big four memiliki keahlian dan reputasi yang
tinggi dibandingkan dengan auditor non big four. Oleh karena itu, auditor big four
akan berusahan secara sungguh-sungguh mempertahankan pangsa pasar dan
kepercayaan masyarakat serta reputasinya dengan cara memberikan perlindungan
kepada publik (Sanjaya, 2008).
De angelo (1981) menyatakan bahwa hubungan antara kualitas audit dan size
audit hasilnya adalah auditor size besar (big audit) lebih berkualitas dibandingkan
dengan auditor size kecil (non big four audit). Kecakapan profesional auditor size
besar leboh memiliki kemampuan teknikal untuk menemukan pelanggaran dalam
sistem akuntansi kliennya dibandingkan denga auditor size kecil.
d. Kompensasi Bonus
Kompensasi bonus merupakan suatu kebiajakan yang diberikan kepada
manajer yang didasarkan pada hasil kinerjanya untuk mencapai tujuan utama
perusahaan (Pujiati dan Arfan, 2013). Menurut Tanomi (2012) perusahaan yang
15
memiliki rencana kompensasi bonus akan membuat manajer menaikkan laba guna
mendapatkan bonus untuk kepentingan pribadinya.
Bonus plan hypothesis merupakan salah satu motif pemilihan suatu metode
akuntansi tidak terlepas dari positif accounting theory. Hipotesis ini menyatakan
bahwa manajer perusahaan dengan rencana bonus lebih menyukai metode
akuntansi yang meningkatkan laba periode berjalan. Pilihan tersebut diharapkan
dapat meningkatkan nilai sekarang bonus yang akan diterima seandainya komite
kompensasi dari Dewan Direktur tidak menyesuaikan dengan metode yang dipilih
(Watts dan Zimmerman, 1990). Jika perusahaan memiliki kompensasi (bonus
scheme), maka 6 manajer akan cenderung melakukan tindakan yang mengatur laba
bersih untuk dapat memaksimalkan bonus yang mereka terima. Dalam kontrak
bonus dikenal dua istilah penting yaitu bogey atau disebut juga dengan floor (batas
bawah) dan cap (batas atas). Bogey adalah target laba minimum yang menjadi
syarat agar manajer dapat memeroleh bonus atas kinerjanya. Besarnya bonus yang
diperoleh tersebut akan meningkat secara proporsional seiring dengan
meningkatnya laba tahun yang bersangkutan, selama laba tersebut berada dalam
batasan atau di antara bogey dan cap. Sedangkan cap adalah target laba maksimum
dimana jika laba tahun yang bersangkutan melebihi target laba ini, manajer tidak
akan mendapat tambahan bonus secara proporsional atas selisih laba dengan target
laba ini.
Dengan adanya kompensasi bonus tersebut, pihak manjemen akan terus
berusaha untuk meningkatkan atau menaikkan laba perusahaan semaksimal
mungkin sehingga laporan keuangan yang dihasilkan akan terlihat bagus. Maka
pihak manajemen akan mendapatkan bonus atas kerja kearsnya tersebut. Manajer
sebagai pihak internal memiliki informasi atas laba bersih perusahaan. Hal ini
cenderung untuk bertindak oportunis dalam melakukan manjemen laba guna untuk
mendapatkan bonus yang tinggi (Pujiati dan Arfan, 2013).
Menurut William dan Keith, kompensasi adalah apa yang diterima oleh
karyawan atau pekerja sebagai balasan pekerjaan yang telah dilakukan baik berupa
upah atau gaji periodik yang didesain dan dikelola oleh bagian personalia. Andrew
16
dan Edwin menjelaskan bahwa kompensasi merupakan segala sesuatu yang
dikontribusikan atau dianggap sebagai balas jasa yang adil dan layak diberikan
kepada para pekerja dalam mencapai tujuan organisasi. Berikut ini adalah tujuan
kompensasi adalah:
a) Ikatan Kerjasama
Dengan pemberian kompensasi terjalinlah ikatan kerjasama formal antara
majikan dan karyawan. Karyawan harus melaksanakan tugasnya dengan baik.
Sedangkan pengusaha/majikan wajib membayar kompensasi sesuai dengan
perjanjian yang telah disepakati.
b) Kepuasan Kerja
Dengan adanya kompensasi karyawan akan dapat memebuhi kebutuhan-
kebutuhan fisik, status sosial, dan egoistik sehingga memperoleh kepuasan kerja
dari jabatanya.
c) Pengadaan Efektif
Jika program kompensasi ditetapkan cukup besar. Maka pengadaan karyawan
yang qualified untuk perusahaan akan lebih mudah.
Kompensasi bonus mencakup hal-hal seperti gaji, bonus dan tunjangan atapun
tambahan pengahsilan. Ada 3 aspek penting dalam pengelompokan pemberian
kompensasi bonus, yaitu:
a) Dasar kompensasi, yaitu bagaimana pem-berian bonus ditentukan.Dasar yang
paling umum adalah :
1. Harga saham
2. Kinerja berbasis biaya, pendapatan, laba atau investasi
3. Balanced scorecard
b) Sumber kompensasi, yaitu darimana pendanaan bonus berasal. Sumber kom-
pensasi yang paling umum adalah laba dan sumber perusahaan keseluruhan
berdasarkan total laba perusahaan.
17
c) Cara pembayaran, yaitu bagaimana bonus akan diberikan.Cara umum adalah
tunai dan saham.
e. Asimetri Informasi
Menurut Supriyono (2000) asimetri informasi adalah situasi yang terbentuk
karena principal tidak memiliki informasi yang cukup mengenai kinerja agen
sehingga prinsipal tidak pernah dapat menentukan kontribusi unsaha-usaha agen
terhadap hasil-hasil perusahaan yang sesungguhnya.
Asimetri informasi muncul ketika manajer lebih mengetahui informasi internal
dan prospek perusahaan di masa datang dibandingkan pemegang saham dan
stakeholders lainnya. Ketika timbul asimetri informasi, keputusan pengungkapan
yang dibuat oleh manajer dapat mempengaruhi harga saham sebab asimetri
informasi antara investor yang lebih terinformasi dan investor yang kurang
terimformasi menimbulkan biaya transaksi dan mengurangi likuiditas yang
diharapkan dalam pasar untuk saham-saham.
Berkaitan dengan bid-ask spread, fokus perhatian akuntan adalah pada
komponen adverse selection karena berhubungan dengan penyediaan informasi ke
pasar modal. Beberapa penelitian yang dilakukan telah mengembangkan model
teoritis yang menghubungkan arus informasi terhadap bid-ask spread. Premis yang
diajukan adalah bahwa sebagian investor memiliki lebih banyak informasi
mengenai saham dibandingkan pedagang sekuritas. Pedagang efek mengetahui
bahwa “informed” investor ini hanya akan berdagang jika dipandang
menguntungkan bagi mereka. Di sisi lain, pedagang sekuritas juga mengetahui
bahwa ia akan memperoleh keuntungan bila berdagang dengan investor yang
kurang “informed”. Model ini menyatakan bahwa pedagang sekuritas menetapkan
bid-ask spread sedemikian rupa sehingga keuntungan yang diharapkan dari
pedagang tidak terinformasi dapat menutup kerugian dari pedagang terinformasi.
Oleh karena itu, komponen adverse selection dari spread ini akan lebih besar
ketika pedagang sekuritas merasakan bahwa kecenderungan untuk berdagang
dengan pedagang terinformasi lebih besar, atau ketika ia meyakini bahwa pedagang
terinformasi memiliki informasi yang lebih akurat. Dalam kondisi ini, maka
18
komponen adverse selection dari bid-ask spread merefleksikan tingkat risiko
asimetri informasi yang dirasakan oleh pedagang sekuritas. Jadi, ketika pedagang
sekuritas berdagang dengan pedagang terinformasi maka biaya transaksi akan
meningkat, dan adanya asimetri informasi ini akan membawa pada bid-ask spread
yang lebih besar (Ifonie, 2012).
Resiko seringkali berasal dari kurangnya suatu informasi. Hubungan antara
informasi dan resiko dapat dianalisis dengan mengkaji informasi asimetri
informasi, pilihan berlawanan (adverse selection) dan bahaya moral (moral
hazard). Terdapat dua macam asimetri informasi, yaitu:
a) Adverse Selection
Adverse selection adalah manjer mengetahui banyak tentang keadaan dan
prospek perusahaan dibanding investor. Informasi yang dapat mempengaruhi
keputusan pemegang saham.
b) Moral hazard
Moral hazard adalah kegiatan yang dilakukan oleh manjemen tidak seluruhnya
diketahui oleh pemegang saham atau pemberi pinjaman. Sehingga manjer dapat
melakukan tindakan yang melanggar kontrak. Berkaitan denga bid-ask spread,
akuntan terfokus pada komponen adverse selection karena berhubungan dengan
penyediaan informasi ke pasar modal.
C. Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran dimaksudkan sebagai konsep untuk menjelaskan dan
mengungkapkan keterkaitan antara variabel yang akan diteliti.
19
Gambar 2.1 : Kerangka Pemikiran
D. Pengembangan Hipotesis
a. Pengaruh Kualitas Audit Terhadap Manajemen Laba
Manajemen laba timbul diawali dengan adanya asimetri informasi antara
principal (stakeholder) dan agent (manajer) dalam mengelolah keuangan
perusahaan (Jensen dan Meckling, 1976). Namun, asimetri informasi seperti ini
dapat diminimalisir oleh principal dengan bantuan dari pihak ketiga yang bersifat
netral yaitu auditor. Dengan adanya auditor maka prinsipal akan mengetahui
bagaimana sebenarnya keadaan keuangan dari perusahaan tersebut. Karena auditor
akan memberikan informasi yang tidak memihak kepada siapapun serta praktik-
praktik yang curang dilakukan oleh perusahaan pun akan terbongkar apabila KAP
mampu memberikan hasil audit yang berkualitas. Auditor yang berkualitas adalah
auditor yang bisa dengan tepat menunjukkan nilai informasi yang akurat (Utari &
Sari, 2016)
Audit merupakan suatu proses untuk mengurangi ketidakselarasan informasi
yang terdapat antara manajer dan para pemegang saham dengan menggunakan pihak
luar untuk memberikan pengesahan terhadap laporan keuangan. Para pengguna
laporan keuangan terutama pemegang saham akan mengambil keputusan
berdasarkan pada laporan yang telah dibuat oleh auditor. Oleh karena itu kualitas
audit merupakan hal yang diperhatikan oleh para auditor dalam proses pengauditan
(Meutia, 2004).
Kualitas Audit (X1)
Manajemen Laba
(Y) Kompensasi Bonus (X2)
Asimetri Informasi
(X3)
20
Tujuan dari audit laporan keuangan adalah untuk memberikan kepas-tian
mengenai integritas dari laporan keuangan yang disajikan oleh pihak manajemen.
Kepastian mengenai relevansi dan keandalan dari laporan keu-angan perusahaan
sangat diperlukan untuk membantu pihak eksternal dalam mengambil suatu
keputusan bisnis (Mayangsari 2003).
Menurut penelitian yang telah dilakukan oleh Guna dan Herawaty (2010)
membuktikan bahwa kualitas audit tidak berpengaruh secara signifikan terhadap
manajemen laba. Wiryadi dan Sebrina (2013) juga telah membuktikan bahwa
kualitas audit tidak berpengaruh secara signifikan terhadap manajemen laba.
Penelitian tersebut konsisten dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Christiani
dan Nugrahati (2014) menemukan bahwa kualitas audit tidak berpengaruh positif
dan signifikan terhadap manajemen laba. Hal ini karena spesialis industri auditor
memiliki pengetahuan lebih (superior knowledge) tentang industri tertentu.
Kemampuan spesialis industri auditor untuk mendeteksi manajemen laba akan
mendorong klien untuk tidak melalukan manajemen laba sehingga kualitas laba
meningkat. Selain itu juga spesialis industri auditor juga dapat mendeteksi
manajemen laba untuk mempertahankan reputasi mereka sebagai auditor.
Dari hasil penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi
kualitas audit maka manajemen laba di perusahaan juga rendah. Maka hipotesis yang
didapatkan dari penjelasan diatas yaitu kualitas audit berpengaruh negatif terhadap
manajemen laba. Sehingga hipotesis yang diperoleh adalah sebagai berikut.
H1 = Kualitas audit berpengaruh negatif terhadap manajemen laba.
b. Pengaruh Kompensasi Bonus Terhadap Manajemen Laba
Kompensasi bonus merupakan salah satu penghargaan yang diberikan oleh
perusahaan atas jasa karyawan. Kompensasi ini dihitung serta diberikan kepada
karyawan sesuai dengan pengorbanan yang telah diberikannya kepada organisasi
atau perusahaan. Pada umumnya, tujuan setiap organisasi untuk merancang sistem
kompensasi adalah untuk mempekerjakan karyawan yang bermotivasi dan
21
berkompeten. Selain itu, kompensasi haru memiliki motivasi para karyawan serta
mematuhi semua peraturan hukum.
Menurut penelitian Palestin (2010) membuktikan pada hasil penelitiannya
bahwa kompensasi bonus berpengaruh positif terhadap manajemen laba. Penelitian
ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Wijaya & Christiawan (2014)
dan Elfira (2009) membuktikan bahwa kompensasi bonus berpengaruh positif
terhadap manajemen laba.
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi kompensasi
bonus diberikan kepada manajemen maka semakin tinggi praktik manajemen laba
yang dilakukan oleh manajer. Maka dapat disimpulkan bahwa kompensasi bonus
berpengaruh positif terhadap manjemen laba. Sehingga hipotesis yang diperoleh
adalah sebagai berikut.
H2 : Kompensasi bonus berpengaruh positif terhadap manajemen laba
c. Pengaruh Asimetri Informasi Terhadap Manajemen Laba
Asimetri informasi adalah suatu keadaan dimana agent mempunyai informasi
yang banyak tentang perusahaan dan prospek perusahaan dimasa yang akan datang
dibandingkan dengan principal. Manajemen yang ingin menunjukkan kinerja yang
baik dapat termotivasi untuk memodifikasi laporan keuangan agar menghasilkan
laba seperti yang diingikan oleh pemilik. Asimetri antara manajemen dan pemilik
dapat memberikan kesempatan kepada manajer untuk melakukan manajemen laba
(Rahmawati, 2012).
Menurut penelitian yang dilakukan Wiyadi et al. (2016) membuktikan bahwa
asimetri informasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap manajemen laba.
Hal ini konsisten dengan teori yang menyantakan bahwa asimetri informasi timbul
ketika manajer memiliki lebih banyak informasi internal dan prospek perusahaan
dimasa depan dibandingkan dengan pemegang saham atau stakeholders. Penelitian
ini konsisnten dengan penelitian yang dilakukan oleh Utari dan Sari (2016) yang
membuktikan bahwa asimetri informasi berpengaruh positif dan signifikan
terhadap manajemen laba.
22
Dari hasil penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi
asimetri informasi perusahaan maka semakin tinggi praktik manajemen laba. Maka
dapat disimpulkan bahwa asimetri informasi berpengaruh positif terhadap
manajemen laba. Sehinngga hipotesis yang diperoleh adalah sebagai berikut.
H3 : Asimetri informasi berpengaruh positif terhadap manajemen laba