Post on 05-Aug-2019
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ekstrak Ubi Jalar Ungu
2.1.1. Ubi Jalar Ungu
Klasifikasi tanaman ubi jalar ungu,
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Convolvulales
Famili : Convulvulaceae
Genus : Ipomoea
Spesies : Ipomoea batatas L. Poir
(Rukmana, 1997).
Tanaman Ipomoea batatas L. Poir termasuk tanaman semusim (annual) yang
memiliki ciri-ciri susunan tubuh utama terdiri atas batang, daun, bunga, buah, biji,
dan umbi. Batang tanaman berbentuk bulat, tidak berkayu, dan berbuku-buku.
Tipe pertumbuhan tegak dan merambat/menjalar, dengan warna umbi bervariasi
yaitu putih, krem, orange, dan ungu (Suprapti, 2003). Ubi jalar ungu merupakan
salah satu jenis ubi jalar yang banyak ditemui di Indonesia. Ubi jalar ungu jenis
Ipomoea batatas L. Poir memiliki warna ungu yang cukup pekat pada daging
ubinya. Adanya antosianin yang menyebar dari bagian kulit sampai dengan
6
7
dagingnya, membuat ubi jalar ungu memiliki warna ungu yang khas. Kandungan
antosianin pada ubi jalar ungu cukup tinggi yaitu mencapai 519 mg/100 g berat
basah (Apriliyanti, 2010). Ubi jalar ungu memiliki beberapa aktivitas farmakologi
seperti antioksidan, antiulcer, antimutagenik, hepatoprotektif, serta antidiabetik
(Montila et al., 2011).
Gambar 2.1. Ubi jalar ungu (Jusuf dkk., 2008).
2.1.2. Ekstrak
Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair yang diperoleh dengan
mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani
menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut
diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga
memenuhi baku yang telah ditetapkan (Depkes RI, 1995).
2.1.3. Ekstrak Ubi Jalar Ungu
Ekstrak ubi jalar ungu adalah sediaan yang diperoleh dengan menyari ubi
jalar ungu menggunakan pelarut yang sesuai dan dengan menggunakan metode
ekstraksi yang sesuai. Biasanya ekstraksi ubi jalar ungu dilakukan menggunakan
pelarut organik seperti metanol dan etanol, dan salah satu metode ekstraksi yang
8
dapat digunakan adalah metode maserasi (Huang et al., 2010). Ekstraksi ubi jalar
ungu menggunakan etanol 75% sebagai pelarut dapat menghasilkan rendemen
sebesar 3,9 % (Hambali dkk., 2014).
2.2 Tablet
Tablet adalah sediaan padat kompak, dibuat secara kempa cetak, dalam
bentuk tabung pipih atau sirkuler, kedua permukaannya rata atau cembung,
mengandung satu jenis obat atau lebih dengan atau tanpa zat tambahan. Zat
tambahan yang digunakan dapat berfungsi sebagai zat pengisi, zat pengembang,
zat pengikat, zat pelicin, zat pembasah, atau zat lain yang cocok (Depkes RI,
1979). Tablet menjadi sediaan yang paling banyak diproduksi karena memiliki
beberapa keuntungan seperti ketepatan dosis, biaya produksi dan pengemasan
lebih murah dan relatif lebih stabil dibanding bentuk sediaan lain (Harbir, 2012).
2.2.1 Metode Pembuatan Tablet
Tablet dapat diproduksi dengan cara cetak atau kempa. Tablet cetak
diproduksi menggunakan mesin tablet atau secara manual dengan memberikan
tekanan pada bahan tablet dengan menggunakan cetakan sehingga menghasilkan
bentuk tablet yang diinginkan. Tablet yang tercetak kemudian dikeluarkan dan
dibiarkan hingga kering. Tablet cetak biasanya digunakan pada produksi skala
kecil dan laboratorium (Harbir, 2012).
Pembuatan tablet dengan cara kempa dapat dilakukan dengan 3 metode yaitu
kempa langsung, granulasi basah dan granulasi kering. Metode kempa langsung
dilakukan dengan mengempa langsung bahan tablet tanpa melalui tahapan
9
granulasi karena bahan-bahan yang digunakan telah memiliki laju alir dan
kompresibilitas yang baik (Dokala, 2013).
Keunggulan yang dimiliki metode kempa langsung sehingga banyak
digunakan dalam formulasi sediaan tablet antara lain efektif, stabilitas, disolusi
yang lebih cepat, dan beberapa keuntungan lainnya. Metode tersebut melalui
tahapan yang lebih singkat sehingga lebih efektif dari segi biaya dan waktu
produksinya. Peningkatan stabilitas pada zat aktif sediaan yang sensitif terhadap
panas dan lembab. Peningkatan tersebut terjadi karena metode ini tidak melalui
tahap pembasahan dan pengeringan. Disolusi yang lebih cepat terjadi karena pada
proses disolusi tablet kempa langsung, tablet langsung terdisintegrasi menjadi
pertikel tanpa melalui fase granul terlebih dahulu. Keunggulan lainnya yang
dimiliki tablet kempa langsung seperti kontaminasi yang rendah karena bahan-
bahan diproses dalam jangka waktu yang cepat dan pertumbuhan mikroba yang
lebih rendah karena dalam metode tersebut tidak menggunakan air (Dokala,
2013). Polimer yang sering digunakan sebagai eksipien tunggal dalam pembuatan
sediaan tablet secara kempa langsung diantaranya mikrokristalin selulosa
(avicel®), natrium alginat dan amilum terpregelatinasi karena umumnya bahan-
bahan tersebut memiliki sifat alir yang baik sehingga cocok untuk dikempa
langsung (Majekodunmi et al., 2008; Ahmad et al., 2014; Rojas et al., 2013).
2.3 Polimer
Polimer merupakan makromolekul yang tersusun atas banyak unit berulang
yang disebut monomer, baik unit yang berupa molekul identik maupun non
10
identik (Denis, 2010). Polimer banyak digunakan dalam bidang farmasi, salah
satnya adalah sebagai eksipien tablet. Bahan-bahan yang tergolong polimer adalah
selulosa dan pati, yang merupakan eksipien alami. Selulosa dan pati serta turunan-
turunanya dapat digunakan sebagai pengisi sediaan jika jumlah obat dalam tablet
sedikit. Selain itu eksipien polimer juga dapat berperan sebagai disintegrant untuk
pembuatan tablet konvensional yang memerlukan disintegrasi yang cepat pada
medium air (Denis, 2010). Eksipien polimer dibagi menjadi dua yaitu non ionik
(pH independent) dan ionik (pH dependent). Contoh polimer ionik adalah
mikrokristalin selulosa/avicel®, karboksimetil selulosa, alginat, kitosan dan lain-
lain. Contoh polimer nonionik antara lain polivinil pirolidon (PVP), hidroksi
propil metil selulosa (HPMC), kopovidon, hidroksi propil selulosa (HPC) dan
lain-lain (Troy and Paul, 2006; Shah et al., 2014).
2.4 Uji Kompresibilitas Serbuk
Uji kompresibilitas diperlukan untuk dapat menentukan bagaimana sifat
aliran dari campuran serbuk. Sifat alir ini sangat berperan penting untuk dapat
menghasilkan tablet yang kompak dan stabil. Dalam uji kompresibilitas perlu
ditentukan terlbih dahulu nilai bobot jenis nyata dan bobot jenis mampat dari
serbuk (Lachman et al., 2008).
a. Bobot jenis nyata
Bobot jenis nyata adalah perbandingan berat serbuk dengan volume serbuk
sebelum pemampatan (Voigt, 1995). Selanjutnya dihitung bobot jenis nyatanya
dengan persamaan sebagai berikut:
11
)(pemampatan sebelum volume
)(serbukberat )(nyata jenisBobot 0
mL
gram .....persamaan (2.1)
b. Bobot jenis mampat
Bobot jenis mampat adalah perbandingan berat serbuk dengan volume serbuk
setelah dilakukan pengentukkan hingga volumenya konstan (Voigt, 1995).
Selanjutnya dihitung bobot jenis mampatnya dengan persamaan sebagai berikut:
)(pemampatansetelah volume
)(serbukberat )(mampat jenisBobot 0
mL
gram ..persamaan (2.2)
c. Uji Kompaktibilitas
Kompaktibilitas adalah kemampuan suatu bahan untuk berkurang volumenya
pada saat mendapatkan tekanan. Sehingga hal ini menentukan kemampuan serbuk
untuk menjadi bentuk yang lebih stabil jika mendapat tekanan, yaitu mudah
menyusun diri pada saat memasuki ruang cetak kemudian mengalami perubahan
bentuk menjadi bentuk yang mampat dan akhirnya menjadi massa yang kompak
dan stabil (Lachman et al., 2008). Persen kompaktibilitas dihitung berdasarkan
data yang diperoleh dari pengukuran bobot jenis nyata dan bobot jenis mampat.
Berikut ini adalah persamaan untuk menghitung % kompaktibilitas:
%100litasKompaktibi% 0 xt
t
.............................................persamaan (2.3)
Keterangan:
ρt = bobot jenis mampat
ρo = bobot jenis nyata
12
Tabel 2.1 Hubungan Kompresibilitas Dengan Sifat Alir
Kompresibilitas (%) Sifat aliran
5 – 12
12 – 18
18 – 23
23 – 33
33 – 38
> 38
Sangat baik
Baik
Cukup
Kurang
Sangat kurang
Sangat buruk
(Aulton, 1988).
2.5 Evaluasi
2.5.1. Uji Organoleptis
Uji organoleptis merupakan uji dengan menggunakan indera manusia sebagai
alat utama untuk pengukuran daya penerimaan terhadap produk. Penampilan
umum tablet meliputi ukuran tablet, bentuk, warna, ada tidaknya bau, rasa, dan
bentuk permukaan dan cacat fisik. Penampilan umum tablet penting bagi
penerimaan konsumen (Lachman et al., 2008).
2.5.2. Uji Keseragaman Ukuran Tablet
Metilselulosa Uji dilakukan untuk mengetahui konsistensi ukuran tablet yang
dihasilkan. Diukur diameter dan tebal dari 20 tablet menggunakan jangka sorong.
Diameter tablet tidak lebih dari 3 kali dan tidak kurang dari 1 1/3 tebal tablet
(Anief, 2010).
2.5.3. Uji Keseragaman Bobot Tablet
Bobot tablet berkaitan dengan bentuk dan ukuran fisik serta mempengaruhi
takaran atau dosis dari bahan obat untuk mencapai tujuan terapi yang diharapkan
(Lachman et al., 2008). Timbang seksama 20 tablet, satu per satu, dan hitung
13
bobot rata-rata. Persyaratan uji keseragaman bobot tablet ditunjukkan pada tabel
2.2 berikut.
Tabel 2.2. Persyaratan uji keseragaman bobot tablet (Anief, 2010).
Keterangan : Tidak boleh lebih dari dua tablet yang bobotnya menyimpang dari bobot rata-ratanya
lebih besar dari harga yang ditetapkan kolom A dan tidak satu tablet pun yang
bobotnya menyimpang dari bobot rata-ratanya lebih besar dari harga yang ditetapkan
kolom B.
2.5.4. Uji Kekerasan Tablet
Kekerasan adalah parameter yang menggambarkan ketahanan tablet terhadap
tekanan mekanik seperti goncangan, kikisan, dan keretakan tablet selama
pembungkusan, pengangkutan, dan pemakaian. Tablet tidak boleh terlalu rapuh
dan terlalu keras. Jika tablet terlalu rapuh kemungkinan tablet dapat rusak
sebelum diterima pasien, sedangkan jika tablet terlalu keras dapat mempengaruhi
disolusi tablet didalam tubuh. Tablet diambil sebanyak 10 tablet, lalu dimasukkan
satu per satu ke dalam alat hardness tester dan alat dinyalakan. Data hasil
pengujian kekerasan tablet dicatat. Kekerasan tablet biasanya 4-8 kg (Lachman et
al., 2008).
2.5.5. Uji Kerapuhan Tablet
Uji kerapuhan tablet dilakukan karena pada saat pengemasan dan pengepakan
serta pengangkutan kemungkinan tablet mengalami benturan. Benturan pada
proses tersebut dapat menghilangkan partikel-partikel obat yang berada di
permukaan tablet. Tablet yang mudah menjadi bubuk, menyerpih dan pecah akan
menyebabkan berkurangnya akseptibilitas sediaan oleh pasien dan menimbulkan
Bobot rata-rata Penyimpangan bobot rata-rata dalam %
A B
25 mg atau kurang 15% 30%
25 mg sampai dengan 150 mg 10% 20%
150 mg sampai dengan 300 mg 7,5% 15%
Lebih dari 300 mg 5% 10%
14
variasi pada berat dan keseragaman isi tablet. Uji kerapuhan di laboratorium
menggunakan alat uji kerapuhan. Alat tersebut memiliki sejenis kotak plastik yang
berputar pada kecepatan 25 rpm, menjatuhkan tablet sejauh enam inci pada setiap
putaran. Tablet diambil sebanyak 30 tablet lalu dibersihkan, kemudian ditimbang
(W1 gram), lalu dimasukkan ke dalam alat uji kerapuhan untuk diuji. Alat diset
dengan kecepatan putaran 25 rpm selama 4 menit. Tablet dikeluarkan, lalu
bersihkan dan ditimbang kembali (W2 gram). Dihitung persentase kerapuhan
tablet. Kehilangan berat kurang dari 1 % masih dapat diterima (Ansel, 2005).
Persentase kerapuhan tablet dapat dihitung menggunakan persamaan berikut.
% Kerapuhan tablet = 𝑤1−𝑤2
𝑤1 x 100 %.............................................persamaan (2.4)
2.5.6. Uji Waktu Hancur Tablet
Waktu hancur adalah hal yang penting untuk sediaan yang diberikan secara
oral. Tablet harus segera terlarut untuk dapat diabsorbsi. Sediaan hancur sempurna
bila sisa sediaan yang tertinggal pada kasa alat uji merupakan massa lunak yang
tidak mempunyai inti yang jelas. Memasukkan 1 tablet pada masing-masing 6
tabung dari keranjang. Memasukkan satu cakram pada setiap tabung dan
menjalankan alat. Digunakan air bersuhu 37 ± 2˚C sebagai media dengan volume
900 mL. Pada akhir batas waktu, keranjang diangkat dari media dan tabletnya
diobservasi. Semua tablet harus sudah terdisintegrasi sempurna, jika 1 atau 2
tablet tidak terdisintegrasi secara sempurna, pengujian diulangi dengan
menggunakan 12 tablet lainnya. Tidak kurang 16 tablet dari 18 tablet yang diuji
harus terdisintegrasi sempurna. Persyaratan waktu hancur tablet adalah tidak lebih
dari 15 menit (Depkes RI, 1995).
15
2.5.7. Uji Disolusi Tablet
Disolusi adalah proses pemindahan molekul obat dari bentuk padat ke dalam
larutan pada suatu medium. Disolusi merupakan salah satu faktor penentu proses
absorbsi obat dalam tubuh manusia, terutama apabila zat aktif tersebut kelarutan
yang kecil dalam medium gastrik intestinal. Disolusi juga sangat mempengaruhi
efektivitas bahan obat dalam sediaan tablet (Fudholi, 2013). Uji disolusi dilakukan
untuk mengetahui proses melarutnya suatu zat kimia atau senyawa obat dari
sediaan padat ke dalam suatu medium tertentu. Uji disolusi berguna untuk
menentukan jumlah obat yang melarut dalam medium asam atau basa (Ansel,
2005). Karakteristik fisik sediaan, proses pembasahan sediaan, kemampuan
penetrasi media disolusi ke dalam sediaan, proses disintegrasi dan deagragasi
sediaan merupakan sebagian dari faktor yang mempengaruhi karakteristik disolusi
obat dari sediaan (Fudholi, 2013). Pada Farmakope Indonesia dijelaskan uji
disolusi dapat dilakukan dengan 2 tipe alat, alat Tipe 1 (metode keranjang) dan
alat tipe 2 (metode dayung).
Alat tipe 2 (metode dayung) terdiri atas wadah tertutup yang terbuat dari kaca
atau bahan transparan lain yang inert, dilengkapi dengan suatu motor atau alat
penggerak. Wadah tercelup sebagian dalam penangas sehingga dapat
mempertahankan suhu tablet dalam wadah 37° ± 0,5° C selama pengujian
berlangsung. Bagian dari alat termasuk lingkungan tempat alat diletakkan tidak
dapat memberikan gerakan, goncangan, atau getaran signifikan yang melebihi
gerakan akibat perputaran alat pengaduk. Wadah disolusi dianjurkan berbentuk
silinder dengan dasar setengah bola, tinggi 160-175 mm, diameter dalam 98-106
16
mm, dengan volume sampai 1000 ml. Batang logam berada pada posisi tertentu
sehingga sumbunya tidak lebih dari 2 mm dan berputar dengan halus tanpa
goyangan yang berarti. Jarak antara daun dan bagian dalam dasar wadah
dipertahankan selama pengujian berlangsung. Daun dan batang logam yang
merupakan satu kesatuan dapat disalut dengan suatu penyalut inert yang sesuai.
Sediaan dibiarkan tenggelam ke dasar wadah sebelum dayung mulai berputar
(Depkes RI, 1979).
Gambar 2.2 Alat uji disolusi tipe 2 (Depkes RI, 1979).
Untuk tablet konvensional, diharapkan obat terlepas sebanyak ≥85% dari
jumlah yang tertera pada kemasan dalam waktu 30 menit (Rathod, 2014).
2.6 Eksipien
2.6.1 Avicel®
Avicel®
merupakan nama dagang dari mikrokristalin selulosa. Avicel® dibuat
dari hidrolisis terkontrol α-selulosa dengan larutan asam mineral encer. Sebagai
bahan farmasi, avicel® digunakan untuk bahan pengisi tablet yang dibuat secara
17
granulasi maupun cetak langsung, bahan penghancur tablet, adsorben dan bahan
anti lekat. Avicel® diketahui mempunyai sifat alir dan kompresibilitas yang sangat
baik. Avicel® sering dilakukan co-processing dengan karagenan, sodium
karboksimetilselulosa dan guar gum (Rowe et al., 2003).
Mikrokristalin selulosa dapat diperoleh secara komersial dari berbagai
kualitas dan merek dagang. Salah satu produk selulosa mikrokristal di
perdagangan dikenal dengan merek dagang Avicel®. Ada beberapa macam jenis
avicel®, salah satunya avicel
® PH 102. Avicel
® PH 102 merupakan selulosa yang
terdepolimerasi parsial berwarna putih, tidak berasa, tidak berbau, serbuk kristal
yang terdiri atas partikel porous, tidak larut dalam asam encer dan sebagian
pelarut organik (Maryatun, 2010).
Avicel® PH 102 merupakan produk aglomerasi dengan distribusi ukuran partikel
yang besar dan menunjukkan sifat alir serta kompaktibilitas yang baik. Ikatan
yang terjadi antar partikelnya adalah ikatan hidrogen, ikatan ini sangat berperan
terhadap kekerasan dan kohesifitasnya. Pada tekanan kompresi partikelnya
mengalami deformasi plastis, sehingga dapat menaikkan kompaktibilitas (Sheth
and Shangraw, 1980).
2.6.2 Natrium Alginat
Natrum alginat merupakan merupakan bentuk garam dari alginic acid, yaitu
polisakarida anionik yang diperoleh dari alga coklat, yang merupakan suatu
polimer yang terdiri dari D-mannuronic acid dan L-guluronic acid. Natrium
alginat sering digunakan dalam formulasi sediaan oral farmasi. Pada formulasi
sediaan tablet, natrium alginat dapat digunakan sebagai pengikat dan disintegrant,
18
juga dpat digunakan sebagai pengisi (Rowe et al., 2009). Natrium alginat layak
digunakan sebagai eksipien untuk pembuatan tablet dengan metode kempa
langsung karena memiliki daya alir dan kompaktibilitas yang cukup baik (Rojas et
al., 2013).
2.6.3 Amilum Pregelatinasi
Amilum pregelatin adalah amilum yang telah mengalami proses modifikasi
fisik dengan adanya penambahan air dan atau pemanasan sehingga memecah
semua atau sebagian ikatan dari butir–butir amilum. Amilum yang dihasilkan
memiliki sifat alir yang lebih baik serta dapat digunakan sebagai bahan pembawa
cetak langsung (Rowe et al., 2009). Amilum pregelatin dibuat dengan cara
memanaskan suspensi amilum dalam airdisekitar suhu gelatinisasinya, kemudian
dilakukan pengeringan. Pemanasan suspensi amilum dalam air disekitar suhu
gelatinisasi akan memutus struktur dari granul amilum dan dengan masuknya air
ke dalam granul secara perlahan, terjadi pengembangan struktur granul karena air
masuk dengan jumlah besar sehingga menyebabkan pecahnya granul amilum dan
menyebabkan amilum dapat larut dalam air (Yusuf dkk., 2008).
2.6.4 Magnesium Stearat
Magnesium stearat mengandung tidak kurang dari 6,5% dan tidak lebih dari
8,5% MgO, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Pemerian berupa serbuk
halus, putih, licin dan mudah melekat pada kulit, bau lemah khas. Kelarutannya
praktis tidak larut dalam air, dalam etanol (95%) P dan dalam eter P (DepKes RI,
1995).
19
2.6.5 Talk
Talk adalah magnesium silikat hidrat alam, kadang-kadang mengandung
sedikit aluminium silikat. Pemerian berupa serbuk hablur sangat halus, putih atau
putih kelabu. Berkilat, mudah melekat pada kulit dan bebas dari butiran (DepKes
RI, 1995).
2.6.6 Aerosil
Aerosil dalam kefarmasian sering digunakan sebagai adsorben, glidan
maupun zat pensusensi. Pemerian berupa silika submikroskopik dengan ukuran
partikel 15 nm, hablur ringan, warna putih, tidak berbau, tidak berasa (Rowe et
al., 2003).