Post on 20-Feb-2018
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori Medis
1. Pengertian Mola Hidatidosa
Mola Hidatidosa adalah jonjot-jonjot korion (chorionic villi) yang
tumbuh berganda berupa gelembung-gelembung kecil yang mengandung
banyak cairan sehingga menyerupai buah anggur, atau mata ikan. Karena
itu disebut juga hamil anggur atau mata ikan. Kelainan ini merupakan
neoplasma trofoblas yang jinak (benigna). (Mochtar, 2005)
Sedangkan menurut prawirohardjo, 2007 yang dimaksud dengan
mola hidatidosa ialah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar di
mana tidak ditemukan janin dan hampir seluruh villi korialis mengalami
perubahan hidropik. Dalam hal demikian disebut mola hidatidosa atau
complete mole, sedangkan bila disertai janin atau bagian dari janin
disebut mola parsialis atau partial mole.
2. Etiologi
Menurut Purwaningsih, 2010 penyebab terjadinya mola hidatidosa
adalah pembengkakan pada vili (degenerasi pada hidrofik) dan poliferasi
trofoblas. Faktor yang dapat menyebabkan mola hidatidosa antara lain:
a. Faktor ovum: ovum patologik sehingga mati dan terlambat
dikeluarkan
8
9
b. Imunoselektif dari trofoblas
c. Keadaan sosio-ekonomi yang rendah
d. Paritas tinggi
e. Kekurangan protein
f. Infeksi virus dan factor kromosom yang belum jelas.
3. Presdiposisi
Faktor resiko lainnya yang diketahui adalah status sosio ekonomi
rendah, keguguran sebelumnya, neoplasma trofoblastik gestasional
sebelumnya, dan usia yang sangat ekstrim pada masa subur. Efek usia
yang sangat jelas terlihat adalah pada wanita yang berusia lebih dari 45
tahun, ketika frekuensi lesi yang terjadi adalah 10 kali lipat dari pada lesi
yang dapat terjadi pada wanita yang berusia diantara 20-40 tahun.
(Reeder, 2011)
Faktor lain yang mempengaruhi wanita untuk kehamilan mola
yaitu berkaitan dengan genetika dan riwayat reproduksi. Berikut faktor
resiko untuk kehamilan mola hidatidosa menurut Fauziyah, 2012 :
a. Etnis Asia
Ada insiden yang lebih tinggi untuk angka kejadian kehamilan mola
hidatidosa di kawasan Asia. Perempuan dari etnis Asia beresiko dua
kali lipat lebih tinggi dari pada wanita non-etnis Asia.
10
b. Riwayat kehamilan mola hidatidosa sebelumnya
Wanita yang pernah mengalami kehamilan mola hidatidosa memiliki
resiko 2 kali lipat dibandingkan dengan yang belum pernah
mengalami kehamilan mola hidatidosa.
c. Riwayat genetik
Terdapat penelitian yang membuktikan bahwa kehamilan mola
hidatidosa memiliki penyebab genetik terkait dengan mutasi gen
pada kromosom 19.
d. Faktor makanan
Asupan rendah karotene dan rendah lemak hewani dikaitkan dengan
peningkatan resiko kehamilan mola hidatidosa sempurna, termasuk
juga kekurangan vitamin A.
4. Klasifikasi
Mola hidatidosa terdiri dari dua jenis menurut Myles, 2009 yaitu :
a. Mola hidatidosa komplet
Pada mola jenis ini, tidak terdapat adanya tanda-tanda embrio, tali
pusat, atau membran. Kematian terjadi sebelum berkembangnya
sirkulasi plasenta. Villi korionik berubah menjadi vesikel hidropik
yang jernih yang menggantung bergerombol pada pedikulus kecil, dan
memberi tampilan seperti seikat anggur. Ukuran vesikel bervariasi,
dari yang sulit dilihat sampai yang berdiameter beberapa sentimeter.
Hiperplasia menyerang lapisan sinsitiotrofoblas dan sitotrofoblas.
11
Massa mengisi rongga uterus dan dapat cukup besar untuk
menyerupai kehamilan.
Pada kehamilan normal, trofoblas meluruhkan desidua untuk
menambatkan hasil konsepsi. Hal ini berarti bahwa mola yang sedang
berkembang dapat berpenetrasi ke tempat implantasi. Miometrium
dapat terlibat, begitu pula dengan vena walaupun jarang terjadi.
Ruptur uterus dengan perdarahan massif merupakan salah satu akibat
yang dapat terjadi.
Mola komplet biasanya memiliki 46 kromosom yang hanya berasal
dari pihak ayah (paternal). Sperma haploid memfertilasi telur yang
kosong yang tidak mengandung kromosom maternal. Kromosom
paternal berduplikasi sendiri. Korsiokarsioma dapat terjadi dari mola
jenis ini.
Gambar 2.1 Mola Hidatidosa Komplet
b. Mola hidatidosa partial
Tanda-tanda adanya suatu embrio, kantong janin, atau kantong
amnion dapat ditemukan karena kematian terjadi sekitar minggu ke-8
atau ke-9. Hiperplasia trofoblas hanya terjadi pada lapisan
12
sinsitotrofoblas tunggal dan tidak menyebar luas dibandingkan dengan
mola komplet. Analisis kromosom biasanya akan menunjukan adanya
triploid dengan 69 kromosom, yaitu tiga set kromosom: satu maternal
dan dua paternal. Secara histologi, membedakan antara mola parsial
dan keguguran laten merupakan hal yang sulit dilakukan. Hal ini
memiliki signifikansi klinis karena walaupun risiko ibu untuk
menderita koriokarsinoma dari mola parsial hanya sedikit, tetapi
pemeriksaan tindak lanjut tetap menjadi hal yang sangat penting.
Gambar 2. 2 Mola Hidatidosa Parsial
5. Tanda dan Gejala
Menurut Mochtar, 2005 terdapat beberapa tanda dan gejala pada
mola dilihat dari keluhan dan beberapa pemeriksaan khusus obstetri yang
dilakukan pada penderita:
a. Terdapat gejala-gejala hamil muda yang kadang-kadang lebih nyata
dari kehamilan biasa.
b. Kadang kala ada tanda toksemia gravidarum.
c. Terdapat pendarahan yang sedikit atau banyak, tidak teratur, warna
tengguli tua atau kecoklatan seperti bumbu rujak.
13
d. Pembesaran uterus tidak sesuai (lebih besar) dengan tua kehamilan
seharusnya.
e. Keluar jaringan mola seperti buah anggur atau mata ikan (tidak selalu
ada), yang merupakan diagnosa pasti.
f. Muka dan kadang-kadang badan kelihatan pucat kekuning-kuningan,
yang disebut muka mola (mola face).
g. Tidak teraba bagian-bagian janin dan balotemen, juga gerakan janin.
h. Adanya fenomena harmonika: darah dan gelembung mola keluar, dan
fundus uteri turun; lalu naik lagi karena terkumpulnya darah baru.
i. Tidak terdengar bunyi denyut jantung janin.
j. Terdengar bising dan bunyi khas.
k. Perdarahan tidak teratur.
l. Penurunan berat badan yang berlebihan. (Purwaningsih, 2010)
6. Manifestasi Klinik
Mola hidatidosa adalah tumor plasenta yang terbentuk saat telah
terjadi kehamilan. Untuk beberapa alas an yang belum jelas, embrio mati
dalam uterus, tetapi plasenta tetap berkembang. Pada tahap awal
penyakit, manifestasi yang terjadi sulit dibedakan dengan manifestasi
yang terjadi pada kehamilan normal. Abnormalitas genetik yang terjadi
pada saat pembuahan tampak menjadi penyebab penyakit tersebut.
Gambaran klinis pada kehamilan akan terlihat normal awalnya,
walaupun pada sekitar sepertiga sampai setengah wanita yang mengalami
mola komplit, uterus akan membesar lebih dari massa gestasi yang
14
diperkirakan. Perdarahan merupakan gejala yang umum terjadi dan dapat
bervariasi dari perdarahan bercak-bercak merah kecoklatan sampai
perdarahan hebat berwarna merah segar. Muntah yang berlebihan dan
parah akan muncul pada tahap awal. Denyut jantung janin tidak terdengar
walaupun terdapat tanda-tanda kehamilan yang lain. Preeklampsia dapat
terjadi sebelum gestasi minggu yang ke-20. Wanita yang mengalami
mola hidatidosa sebagian biasanya memiliki diagnosis klinis aborsi
spontan missed abortion. Vesikel akan terlihat pada rabas vagina saat
terjadinya abortus.
Kadar β – hCG darah atau urine akan sangat positif (sangat
meningkat saat dibandingkan dengan kadarnya pada kehamilan yang
normal). Pada kehamilan mola, kadar β – hCG serum masih sangat tinggi
dalam seratus hari setelah menstruasi terakhir, ketika kadarnya
seharusnya telah mengalami penurunan. Walaupun demikian, nilai ini
juga harus dievaluasi dengan cermat, karena kadar yang sangat tinggi
juga dapat dikaitkan dengan gestasi multipel dengan lebih dari satu
plasenta. Kadar hCG awal mungkin relatif pada pasien yang mengalami
mola sebagian daripada pasien yang mengalami mola komplit. (Reeder,
2011)
7. Patofisiologi
Jonjot-jonjot korion tumbuh berganda dan mengandung cairan
merupakan kista-kista seperti anggur. Biasanya didalamnya tidak berisi
embrio. Secara histopatologik kadang-kadang ditemukan jaringan mola
15
pada plasenta dengan bayi normal. Bisa juga terjadi kehamilan ganda
mola adalah: satu janin tumbuh dan yang satu lagi menjadi mola
hidatidosa. Gelembung mola besarnya bervariasi, mulai dari yang kecil
sampai berdiameter lebih dari 1 cm. Mola parsialis adalah bila dijumpai
janin dan gelembung-gelembung mola.
Secara mikroskopik terlihat trias:
a. Proliferasi dari trofoblas
b. Degenerasi hidropik dari stroma villi dan kesembaban
c. Terlambat atau hilangnya pembuluh darah dan stroma.
Sel-sel Langhans tampak seperti sel polidral dengan inti terang dan
adanya sel sinsisial giantik. Pada kasus mola banyak kita jumpai ovarium
dengan kista lutein ganda berdiameter 10 cm atau lebih (25-60%). Kista
lutein akan berangsur-angsur mengecil dan kemudian hilang setelah mola
hidatidosa sembuh.(Mochtar, 2005)
Sedangkan menurut Purwaningsih, 2010 patofisiologi mola
hidatidosa yaitu ovum Y telah dibuahi mengalami proses segmentasi
sehingga terjadi blastomer kemudian terjadi pembelahan dan sel telur
membelah menjadi 2 buah sel. Masing-masing sel membelah lagi
menjadi 4, 8, 16, 32, dan seterusnya hingga membentuk kelompok sel
yang disebut morula. Morula bergerak ke cavum uteri kurang lebih 3 hari
dan didalam morula terdapat exozeolum. Sel-sel morula terbagi dalam 2
jenis yaitu trofoblas (sel yang berada disebelah luar yang merupakan
dinding sel telur) sel kedua yaitu bintik benih atau nodus embrionale (sel
16
yang terdapat disebelah dalam yang akan membentuk bayi). Pada fase ini
sel seharusnya mengalami nidasi tetapi karena adanya poliferasi dari
trofoblas atau pembengkakan vili atau degenerasi hidrifilik dari stroma
vili dan hilangnya pembuluh darah stroma vili maka nidasi tidak terjadi.
Trofoblas kadang berproliferasi ringan kadang keras sehingga saat
proliferasi keras uterus menjadi semakin besar. Selain itu trofoblas juga
mengeluarkan hormone HCG yang akan mengeluarkan rasa mual dan
muntah. Pada mola hidatidosa tidak jarang terjadi perdarahan
pervaginam, ini juga dikarenakan proliferasi trofoblas yang berlebihan.
Pengeluaran darah ini kadang disertai gelembung vilus yang dapat
memastikan diagnose mola hidatidosa.
8. Tes Diagnostik
Menurut Fauziyah, 2012 tes diagnostic pada mola hidatidosa dapat
dilakukan dengan beberapa cara yaitu:
a. Pemeriksaan kadar beta hCG: pada mola terdapat peningkatan kadar
beta hCG darah atau urin.
b. Uji Sonde : Sonde (penduga rahim) dimasukkan pelan-pelan dan hati-
hati ke dalam kanalis servikalis dan kavum uteri. Bila tidak ada
tahanan, sonde diputar setelah ditarik sedikit, bila tetap tidak ada
tahanan, kemungkinan mola (cara Acosta Sison).
c. Foto rontgen abdomen : tidak terlihat tulang-tulang janin (pada
kehamilan 3-4 bulan).
17
d. Ultrasonografi : pada mola akan terlihat badai salju (snow flake
pattern) dan tidak terlihat janin.
e. Foto thoraks : pada mola ada gambaran emboli udara.
f. Pemeriksaan trimester 3 dan trimester 4 bila ada gejala tirotoksikosis.
(Sujiyatini, 2009)
g. Pemeriksaan dapat dilakukan untuk penetapan diagnosa apabila terjadi
perlepasan/ pengeluaran jaringan mola. (Myles, 2009)
h. Diagnosis yang paling tepat bila kita telah melihat gelembung
molanya. Tetapi bila kita menunggu sampai gelembung mola keluar
biasanya sudah terlambat karena pengeluaran gelembung umumnya
disertai perdarahan yang banyak dan keadaan umum pasien menurun.
(Prawirohardjo, 2007)
9. Penanganan
Terapi mola hidatidosa ada 3 tahapan yaitu:
a. Perbaikan keadaan umum
Perbaikan keadaan umum pada pasien mola hidatidosa, yaitu :
1) Koreksi dehidrasi
2) Transfusi darah bila ada anemia (Hb 8 ggr % atau kurang)
3) Bila ada gejala pre eklampsia dan hiperemesis gravidarum diobati
sesuai dengan protokol penanganan di bagian obstetrik dan
ginekologi
4) Bila ada gejala-gejala tirotoksikosis, dikonsultasikan ke bagian
penyakit dalam
18
b. Pengeluaran jaringan mola dengan cara kuretase dan histerektomi
1) Kuretase pada pasien mola hidatidosa:
a) Dilakukan setelah pemeriksaan persiapan selesai (pemeriksaan
darah rutin, kadar beta HCG dan foto toraks) kecuali bila
jaringan mola sudah keluar spontan.
b) Bila kanalis servikalis belum terbuka maka dilakukan
pemasangan laminaria dan kuretase dilakukan 24 jam
kemudian.
c) Sebelum melakukan kuretase, sediakan darah 500 cc dan
pasang infuse dengan tetesan oksitosin 10 IU dalam 500 cc
dekstrose 5%.
d) Kuretase dilakukan 2 kali dengan interval minimal 1 minggu.
e) Seluruh jaringan hasil kerokan dikirim ke laboratorium PA.
2) Histerektomi. Syarat melakukan histerektomi adalah :
a) Umur ibu 35 tahun atau lebih.
b) Sudah memiliki anak hidup 3 orang atau lebih.
c. Pemeriksaan tindak lanjut
Menurut Sujiyatini, 2009 pemeriksaan tindak lanjut pada pasien mola
hidatidosa meliputi :
1) Lama pengawasan 1-2 tahun.
2) Selama pengawasan, pasien dianjurkan untuk memakai
kontrasepsi kondom, pil kombinasi atau diafragma. Pemeriksaan
fisik dilakukan setiap kali pasien datang untuk kontrol.
19
3) Pemeriksaan kadar beta HCG dilakukan setiap minggu sampai
ditemukan kadarnya yang normal 3 kali berturut-turut.
4) Setelah itu pemeriksaan dilanjutkan setiap bulan sampai
ditemukan kadarnya yang normal 6 kali berturut-turut.
5) Bila telah terjadi remisi spontan (kadar beta HCG, pemeriksaan
fisik, dan foto toraks semuanya normal) setelah 1 tahun maka
pasien tersebut dapat berhenti menggunakan kontraasepsi dan
dapat hamil kembali.
6) Bila selama masa observasi, kadar beta HCG tetap atau meningkat
dan pada pemeriksaan foto toraks ditemukan adanya tanda-tanda
metastasis maka pasien harus dievaluasi dan dimulai pemberian
kemoterapi.
10. Komplikasi
Komplikasi pada mola hidatidosa menurut Nugroho, 2011 meliputi :
a. Perdarahan hebat.
b. Anemia.
c. Syok hipovolemik.
d. Infeksi sekunder.
e. Perforasi uterus.
f. Keganasan (PTG).
20
11. Pathway Mola Hidatidosa
12.
13.
14.
15.
16.
Bagan 2.1 Pathway Mola Hidatidosa
(Purwaningsih, 2010)
Faktor Etiologi :
a. Trofoblas proliferasi
b. Degenerasi hidrofilik
c. Paritas tinggi d. Kekurangan protein
e. Infeksi virus pada ibu hamil
f. Kelahiran dengan sectio
caesaria
Tanda Gejala:
a. Nyeri/ kram perut
b. Uterus semakin besar c. Balotemen tidak teraba
d. Tidak terdengar bunyi denyut jantung janin
e. Perdarahan tidak teratur
Diagnosa : Mola Hidatidosa
Komplikasi 1
Perforasi uterus
Komplikasi 2
Anemia
Komplikasi 3
Syok hipovolemik
Tindakan1
Kuretase /
histerektomi
Tindakan 2
Transfusi darah
Tindakan 3
Rehidrasi cairan
tubuh dengan
infuse Ringer
laktat
Faktor Presdiposisi:
a. Riwayat penyakit mola
sebelumnya
b. Riwayat genetik c. Etnis Asia
d. Usia ibu hamil
Komplikasi
4
Infeksi
Komplika
si 5
Keganasan
Tindakan 4
Antibiotik
Pemeriksaan penunjang :
USG, Pemeriksaan hCG, Uji Sonde, Foto thoraks, Foto rontgen abdomen
21
B. Manajemen Kebidanan
Menurut pendapat Muslihatun (2009) tentang Manajemen Kebidanan :
1. Pengertian Asuhan Kebidanan
Asuhan kebidanan adalah aktivitas atau intervensi yang
dilaksanakan oleh bidan kepada klien yang mempunyai kebutuhan
atau permasalahan, khususnya dalam KIA atau KB.
Asuhan kebidanan adalah penerapan fungsi, kegiatan dan
tanggung jawab bidan dalam memberikan pelayanan kepada klien
yang mempunyai kebutuhan atau masalah bidan meliputi masa
kehamilan, persalinan,nifas, bayi, dan keluarga berencana termasuk
kesehatan reproduksi perempuan serta pelayanan kesehatan
masyarakat.
2. Pengertian Manejemen Kebidanan
Manajemen kebidanan adalah metode kerja profesi dengan
menggunakan langkah-langkah sehingga merupakan alur kerja dan
perorganisasian pikiran dan bertindak sebagai suatu langkah-
langkah yang logis dan menguntungkan baik bagi klien maupun
bagi bidan.
Proses manajemen ini terdiri dari 7 langkah berurutan
dimana disetiap langkah disempurnakan secara periodik, proses ini
dimulai dari pengumpulan data dasar dan berakhir dengan evaluasi.
Dengan adanya proses manajemen asuhan kebidanan ini
maka mudah kita dapat mengenali dan mengidentifikasi masalah
22
selanjutnya, merencanakan dan melaksanakan suatu asuhan yang
aman dan efektif.
3. Proses Manajemen Asuhan Kebidanan
a. Langkah I. Pengkajian (Pengumpulan Data Dasar)
Merupakan langkah awal dan manajemen kebidanan,
langkah yang merupakan kemampuan intelektual dalam
mengidentifiksi masalah ibu, Pada tahap ini merupakan dasar
langkah selanjutnya. Kegiatan yang dilaksanakan dalam
langkah identifikasi data dasar meliputi pengumpulan data,
menggali data atau informasi baik ibu, keluarga, maupun tim
kesehatan lainnya atau data yang diperoleh dari hasil
pemeriksaan pada pencatatan dokumen medik.
Hal-hal yang dilakukan dalam pengumpulan data :
1) Data Subyektif
a) Biodata
(1) Nama
Untuk lebih mengenal pasien agar tercipta
keakraban yang dapat membantu dalam
mengembangkan hubungan interpersonal.
(2) Umur
Untuk mendeteksi hubungan umur dengan
penyulit saat ini.
23
(3) Agama
Untuk mengetahui keyakinan serta cara
pandang agama yang di anutnya.
(4) Suku/ bangsa
Untuk mengetahui sosial budaya dan adat
istiadat untuk memperoleh gambaran tentang
budaya yang di anut pasien apakah bertentangan
atau mendukung pola- pola kesehatan.
(5) Pendidikan
Untuk mengetahui tingkat intelektual,
karena pendidikan mempengaruhi sikap perilaku
kesehatan seseorang, serta mempermudah kita
untuk berkomunikasi dengan klien.
(6) Pekerjaan
Untuk memperoleh gambaran tentang sosial
ekonomi.
(7) Alamat
Untuk mengetahui daerah lingkungan
tempat tinggal ibu, karena lingkungan sangat
berpengaruh terhadap kesehatan ibu.
(8) Identitas penanggung jawab
Untuk mengetahui siapa yang bertanggung
jawab terhadap pasien termasuk biaya perawatan.
24
A. Keluhan utama
Keluhan utama ditujukan untuk menggali tanda
atau gejala yang berkaitan dengan keluhan yang
dirasakan pasien.
B. Riwayat kesehatan
(1) Keluarga
Berkaitan dengan penyakit keluarga yang
dikaji : penyakit jantung, asma, hipertensi, alergi,
DM untuk mengetahui apakah keluarga
mempunyai riwayat yang berkaitan dengan
kelainan kongenital.
(2) Pasien
Dikaji mengenai kesehatan dahulu dan
sekarang. Riwayat kesehatan dahulu ditujukan
pada pengkajian penyakit yang diderita pasien
yang berkaitan dengan kelainan kongenital.
C. Riwayat obstetri
(1) Riwayat KB
Untuk mengetahui alat kontrasepsi yang
digunakan sebelumnya, untuk mengetahui alasan
melepas alat kontrasepsi, untuk mengetahui
rencana alat kontrasepsi yang akan digunakan,
25
dan untuk mengetahui alasan menggunakan alat
kontrasepsi.
(2) Riwayat perkawinan
Dikaji umur ibu dan suami saat menikah,
berapa kali, lama dan usia menikah. Hal ini untuk
mengetahui infertilitas.
D. Pola pemenuhan kebutuhan sehari-hari
(1) Nutrisi
Perlu dikaji untuk mengetahui pola makan
ibu supaya kita mendapatkan gambaran
bagaimana pasien dalam mencukupi asupan
gizinya secara kualitas dan kuantitas.
(2) Eliminasi
Perlu dikaji untuk mengetahui pola
eliminasi klien berdasarkan buang air besar
melalui frekuensi, jumlah, konsistensi dan bau
serta kebiasaan buang air kecil meliputi frekuensi,
warna, dan jumlah.
(3) Istirahat
Perlu dikaji pola istirahat dan tidur klien,
berapa jam klien tidur, dan klien dianjurkan
cukup istirahat.
26
(4) Personal hygiene
Perlu dikaji karena bagaimanapun juga hal
ini akan mempengaruhi kesehatan ibu, terutama
kebersihan genetalianya.
(5) Aktivitas
Dikaji untuk mengetahui aktifitas klien.
(6) Data psikososiokultural
Untuk mengetahui respon ibu dan keluarga
terhadap dirinya.
2. Data Objektif
a) Keadaan umum
Untuk mengetahui keadaan pasien secara umum.
b) Kesadaran
Untuk mengetahui seberapa tingkat kesadaran
pasien saat dilakukan pemeriksaan ataupun tindakan.
c) Pemeriksaan umum
Untuk mengetahui tekanan darah, denyut nadi,
pernapasan, dan suhu.
d) Pemeriksaan fisik
Dikaji dari ujung kepala hingga kaki (head to
toe), untuk mengetahui adanya kelainan yang diderita
pasien.
27
e) Pemeriksaan khusus
Untuk mengetahui keadaan bagian dalam tubuh
pasien dengan cara inspeksi (melihat), palpasi
(meraba), auskultasi (mendengarkan).
f) Pemeriksaan Penunjang
Didapat dari hasil pemeriksaan oleh bagian
laboratorium, rontgen dan lain-lain.
b. Langkah II. Interpretasi Data Dasar
Menginterpretasikan data secara spesifik ke dalam suatu
rumusan diagnosa kebidanan dan masalah. Diagnosa lebih
sering didefinisikan oleh bidan yang difokuskan pada apa yang
dialami oleh klien sedangkan masalah lebih sering
berhubungan dengan bagaimana klien menguraikan keadaan
yang dirasakan.
c. Langkah III. Identifikasi adaya diagnosa atau masalah
potensial
Tahap ini mengantisipasi masalah potensial yang
mungkin terjadi atau yang akan dialami oleh ibu bila tidak
mendapat penanganan yang adekuat, didapat melalui
pengamatan yang cermat, observasi secara akurat dan
persiapan untuk segala sesuatu yang mungkin terjadi.
28
d. Langkah IV. Antisipasi Tindakan Segera
Langkah ini memerlukan kesinambungan dari
manajemen kebidanan. Identifikasi dan menetapkan perlunya
tindakan segera oleh bidan atau dokter dan atau untuk
konsultasi atau ditangani bersama dengan anggota tim
kesehatan lain sesuai dengan kondisi pasien. Dalam hal ini di
lakukan antisipasi dengan cara melakukan kolaborasi dan
rujukan ke tempat tenaga kesehatan yang lebih tinggi.
e. Langkah V. Perencanaan
Rencana Tindakan Asuhan Kebidanan merencanakan
tindakan secara komprehensif yang didasari atas rasional
tindakan yang relevan dan diakui kebenaranya, sesuai kondisi
dan situasi berdasarkan analisa yang seharusnya dikerjakan
atau tidak oleh bidan.
f. Langkah VI. Pelaksanaan Tindakan Asuhan Kebidanan
Langkah implementasi atau pelaksanaan asuhan didalam
manajemen kebidanan dilaksanakan oleh bidan maupun
bekerjasama dengan tenaga kesehatan lain, berdasarkan
rencana yang telah ditetapkan. Pelaksanaan asuhan kebidanan
di upayakan dalam waktu singkat dan seefektif mungkin,
hemat dan berkualitas, serta sesuai rencana yang
komprehensif. Implementasi memberikan asuhan kebidanan
yang sesuai dengan masalah atau penyakit yang diderita.
29
g. Langkah VII. Evaluasi Tindakan Asuhan Kebidanan
Mengetahui sejauh mana tingkat keberhasilan asuhan
yang diberikan kepada klien. Pada tahap ini bidan harus
melakukan pengamatan dan observasi terhadap masalah yang
dihadapi klien, apakah masalah di atasi seluruhnya. Sebagian
telah dapat dipecahkan atau mungkin timbul masalah baru.
Selain terhadap permasalah klien, bidan juga harus
mengenal apakah rencana yang telah ditetapkan dapat
dilakukan dengan baik, apakah perlu disusun kembali
intervensi yang lain sehingga masalah dapat dipecahkan
dengan tepat.
Pada prinsipnya, tahapan evaluasi ada pengkajian
kembali terhadap klien untuk menjawab pertanyaan beberapa
jauh tercapainya rencana yang dilakukan.
4. Catatan Perkembangan
Pendokumentasian asuhan kebidanan, rencana asuhan kebidanan
ditulis dalam data perkembangan SOAP yang merupakan salah satu
pendokumentasian yang menurut Varney ( 2004), SOAP merupakan
singkatan dari :
S : Subyektif
Menggambarkan pendokumentasian hasil pengumpulan
data klien melalui anamnesa.
30
O : Obyektif
Menggambarkan pendokumentasian hasil pemeriksaan fisik
klien, hasil laboratorium dan tes diagnostik lain yang dirumuskan
dalam data fokus untuk mendukung assessment
A : Assessment
Menggambarkan pendokumentasian hasil analisis dan
implementasi data subyektif dan obyektif dalam suatu
identifikasi.
P : Planning
Menggambarkan pendokumentasian dari perencanaan
evaluasi berdasarkan assessment. Memberikan konseling sesuai
dengan permasalahan yang ada sebagai upaya untuk proses
pengobatan.
C. HUKUM KEWENANGAN BIDAN
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No. 900/ Menkes/SK/VII/2002 wewenang seorang bidan dalam Pasal 15
adalah sebagai berikut:
I. Dalam keadaan darurat sebagai upaya menyelamatkan jiwa ibu
hamil dan atau janinnya, dapat dilakukan tindakan medis tertentu.
II. Tindakan medis tertentu sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1)
hanya dapat dilakukan :
31
a. Berdasarkan indikasi medis yang mengharuskan diambilnya
tindakan tersebut
b. Oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan
kewenangan untuk itu dan dilakukan sesuai dengan tanggung
jawab profesi serta berdasarkan pertimbangan tim ahli
c. Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan atau suami
atau keluarganya
d. Pada sarana kesehatan tertentu
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 1464/Menkes/Per/X/2010 yang mengatur tentang izin dan
penyelenggaraan praktik bidan, maka dalam pasal 13 ditetapkan
peraturan sebagai berikut:
Selain kewenangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 10, pasal
11, dan pasal 12. Bidan yang menjalankan program pemerintah
berwenang melakukan pelayanan kesehatan meliputi:
a. Asuhan antenatal terintegrasi dengan intervensi khusus penyakit
kronis tertentu dilakukan dibawah supervise dokter
b. Melaksanakan pelayanan kebidanan komunitas
c. Pelayanan kesehatan lain yang merupakan program Pemerintah.
Kewenangan bidan dalam memberikan pelayanan pada ibu hamil
telah disebutkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia No. 900/ Menkes/SK/VII/2002 Pasal 15 dan Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1464/Menkes/Per/X/2010
32
Pasal 13. Namun, untuk kewenangan bidan dalam pemberian pelayanan
pada ibu hamil patologi dengan mola hidatidosa tercantum pada
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1464/Menkes/Per/X/2010 Pasal 13 ayat 2 yaitu: asuhan antenatal
terintegrasi dilakukan dibawah advise dokter. Jadi, untuk pelayanan pada
ibu hamil patologi dengan mola hidatidosa dilakukan sistem kolaborasi
dengan dokter spesialis.