Post on 20-Jan-2016
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Baterai
Perkembangan teknologi yang pesat telah memaksa riset dalam segala bidang
ilmu dan teknologi untuk terus berinovasi. Tak terkecuali teknologi dalam bidang
penyimpanan energi listrik yang dikemas menjadi sebuah power- cell/baterai. Setiap
perangkat portable modern tidak lepas dari kebutuhan sumber daya yang satu ini. Laptop,
kamera digital, PDA (Personal Digital Assistant) dan telepon genggam menjadi contoh
betapa gadget-gadget ini sangat bergantung pada kinerja baterai yang ada didalamnya.
Baterai adalah suatu alat yang dapat menghasilkan energi listrik. Kinerja baterai melibatkan
transfer elektron melalui suatu media yang bersifat konduktif dari elektroda negatif (anoda) ke
elektroda positif (katoda) sehingga menghasilkan arus listrik dan beda potensial
(Kartawidjaja dan Abdurrochman, 2008). Baterai sekunder ialah baterai yang dapat
dipakai ulang beberapa kali untuk mengkonversi energi kimia menjadi energi listrik
melalui proses elektrokimia. Proses elektrokimia ini berlangsung bolak-balik sehingga
baterai ini disebut juga baterai isi ulang atau rechargeable battery (Linden dan Reddy, 2002).
Baterai-baterai isi ulang atau rechargeable batteries kini menggantikan elemen
primer karena menghemat sumber daya dan mengurangi polusi. Baterai- baterai sekunder di
antaranya adalah Pb-acid, Ni-Mh, Ni-Cd dan Li-ion. Di antara baterai-baterai sekunder
tersebut yang paling menonjol adalah baterai Li-ion. Kelebihan baterai Li-ion adalah memiliki
lifecycle panjang (500-1000 siklus) dan kapasitas spesifik lebih tinggi daripada baterai 15
sekunder yang lain. Material katoda yang pertama digunakan pada baterai Li-ion adalah
LiCoO2. Kemudian muncul material-material katoda lain seperti LiNiO2, LiMnO4,
LiNi1/3Co1/3Mn1/3O2, dan LiFePO4. LiFePO4 baru-baru ini secara ekstensif
dipelajari sebagai material katoda untuk baterai Li-ion karena kapasitas teoretis tinggi
(170 mAh/g), stabil, murah, dan ramah lingkungan. Tetapi, LiFePO4 mempunyai sifat
konduktivitas listrik yang rendah yaitu berorde 10-9 S/cm dan difusi ion lithium yang
lamban. Dua kelemahan tersebut membatasi aplikasi LiFePO4 sebagai material katoda,
khususnya pada temperatur rendah dan densitas arus yang tinggi (Padhi dkk, 1997).
3.2 Treatment Baterai LiFePO4
Material katoda harus memiliki kapasitas spesifik yang tinggi, profil tegangan yang
rata dan fasa yang stabil. Material katoda juga harus bersifat ionik konduktif dan elektronik
konduktif. Hal ini berkaitan dengan peristiwa menerima dan melepas elektron pada proses
elektrokimia, sehingga diperlukan material katoda dengan konduktivitas listrik yang tinggi.
Konduktivitas listrik yang tinggi merupakan salah satu indikator bahwa material yang
digunakan memenuhi persyaratan sebagai bahan baterai. Usaha untuk meningkatkan
konduktivitas listrik dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu menambahkan dopant
saat sintesis material katoda, mencampur material katoda dengan serbuk logam atau
melapisi material katoda dengan karbon yang konduktif. Usaha yang disebut terakhir ini
banyak dilakukan. Proses pelapisan karbon dapat dilakukan pada material katoda yang
telah siap atau dilakukan bersamaan saat proses sintesis material katoda. Penggunaan
sumber karbon dan penerapan proses pelapisan yang tepat, akan menghasilkan lapisan
16
karbon yang ideal yaitu sekitar 1-2 nm (Triwibowo, 2010). Sedangkan usaha untuk
menghasilkan unjuk kerja yang optimum dari LiFePO4/C, adalah memperkecil ukuran
partikel dan distribusi ukuran partikel harus seragam. Usaha tersebut dapat dicapai dengan
pemilihan metode sintesis yang tepat dan mengatur kondisi sintesis yang sesuai.
Pada saat ini, banyak kelompok peneliti yang memiliki fokus kepada cara memfabrikasi
LiFePO4 untuk meningkatkan kinerjanya, seperti metode solid-state, metode sol-gel, proses
gelombang mikro, sintesis hidrotermal, metode reduksi carbothermal dan teknologi
ultrasonic spray pyrolysis. Metode solid-state adalah metode konvensional untuk
mempersiapkan LiFePO4. Metode ini sederhana dan mudah untuk industrialisasi. Namun,
produknya memiliki partikel yang tidak seragam, bentuk non-kristalin dan membutuhkan waktu
sintesis yang cukup lama. Prosedur yang panjang dan kompleks memerlukan proses
penggilingan dan kalsinasi secara berulang, dimana akan membentuk partikel yang lebih besar
dengan kinerja elektrokimia rendah. Secara umum, LiF, Li2CO3, LiOH·2H2O dan CH3COOLi
digunakan sebagai sumber litium, FeC2O4·2H2O, Fe(CH3COO2)2 dan FePO4(H2O)2digunakan
sebagai sumber zat besi, serta NH4H2PO4 dan (NH4)2HPO4 digunakan sebagai sumber fosfor[6].
Dari beberapa metode fabrikasi yang pernah dilakukan, LiFePO4 yang berhasil difabrikasi
telah menarik minat penelitian besar untuk keramahan lingkungan, harga yang rendah, tidak
beracun, kelimpahan alam yang tinggi dan potensi yang tinggi (3,4 V vs Li/Li+). Namun,
kelemahan utama dari LiFePO4 adalah konduktivitas elektronik dan koefisien difusi ion litium
yang rendng pernah dilakukan. Untuk mengatasi kelemahan ini ada tiga strategi yang dapat
diadopsi, yaitu pelapisan karbon untuk meningkatkan konduktivitas elektronik, pendispersian
serbuk logam atau pelapisan oksida logam dan doping ion logam untuk meningkatkan
17
konduktivitas intrinsik elektronik[6]. Dengan demikian, maka akan didapatkan baterai
LiFePO4 yang baik untuk digunakan pada kendaraan listrik.
Telah dilakukan upaya peningkatan konduktivitas elektronik pada bahan magnet
LiFePO4, seperti melapisi LiFePO4 dengan karbon. Pengaruh pelapisan karbon dengan
meningkatkan konduktivitas elektronik sampai 10-3 S/cm Uji konduktivtas listrik pada bahan
setelah pelapisan karbon dengan metode mechanical milling besarnya bisa mencapai 10- S/cm
sedangkan yang tanpa pelapisan besarnya 10-9 S/cm
Namun demikian pelapisan karbon pada serbuk LiFePO4 belum terasa optimal, karena
nilai konduktivitas listrik belum dapat dinaikkan hingga optimal. Oleh karena itu maka
diperlukan cara lain agar konduktivitas listrik serbuk LiFePO4 dapat dinaikkan. Pelapisan
dengan menggunakan karbon dari senyawa organik diharapkan dapat mengatasi masalah
konduktivitas listrik & biaya produksi. Untuk di Indonesia ini, sumber yang mudah ditemukan
yang dapat digunakan untuk melapisi serbuk LiFePO4, seperti: gula, tepung sagu, tepung
tapioka, dan sebagainya. Dari semua bahan tersebut …. adalah yang paling cocok untuk melapisi
serbuk LiFePO4, karena disamping peningkatan konduktivitas listriknya yang tinggi juga
……….
Untuk cara pelapisannya, ada banyak metode pelapisan yang dapat dilakukan seperti
Mechanical Milling, Pack cementation, Metal spraying, Galvanizing, Sherardizing dan D-Gun.
Masing-masing dari setiap cara tentu memiliki keunggulan dan kelemahan tersendiri.
3.3 Mesin Ball Mill
18
Ball mill merupakan alat industry yang paling sangat dibutuhkan untuk hasil yang maksimal dalam kategori penghancuran tingkat halus karena mesin grinding ball mill ini menggunakan teknologi Balls ( bola – bola ) yang di rancang sehingga memiliki luas permukaan per unit lebih dari rod untuk menghasilkan bahan baku material yang lebih halus. Seperti halnya dalam pabrik semen mungkin mereka juga menerapkan teknologi ball mill pada mesin industri semen yang dikelola. Prinsip kerja Ball mill adalah memutarkan tabung berisi dengan peluru besi seperti bola – bola yang sudah diisikan di dalam mesin grinding tersebut terbuat dari baja. Proses penghaluskan terjadi karena mesin grinding yang berputar sehingga ball di dalamnya ikut menggelinding, menggerus dan menggiling seluruh material di dalam grinding sampai halus. Jika kecepatan putaran terlalu cepat maka bola – bola yang ada di dalam mesin grinding akan menempel pada tabung dan hasil yang dihasilkan tidak akan bagus jadi pengaturan harus disesuaikan untuk hasil yang maksimum.
19
Spesifikasi Ball Mill Grinding Balls
Bola - bola penggiling yang terbuat dari baja, baik itu dari baja tempa, baja paduan, baja karbon tinggi atau baja cor-coran dan konsumsi berat perbola berkisar antara 0.1 sampai 1.0 kg per ton bijih tergantung dari kekerasan bijih yang akan digerus hingga halus. Pengisian bola - bola besi ini dilakukan sebesar 40 sampai dengan 50% dari volum mill (maksudnya dari volume silnder tempat penampungan material) dan sekitar 40% lagi adalah ruang kosong yang difungsikan sebagai ruang udara.
20
Silinder penampungan juga terbuat dari bahan besi yang berkualitas terbaik untuk menghasilkan material / bijih yang maksimum, dengan volume yang berbeda - beda tergantung kebutuhan konsumen karena ada juga industri penggerusan tingkat rumahan ( misal seperti pembijihan air raksa, dan berujung dengan logam mulia) sampai dengan industri besar seperti pemproduksi semen.
Mesin Ball Mill standart biasanya bekerja dengan kecepatan yang sudah disetting secara default
0 sampai 80% dari kecepatan rata - rata kritis. Seperti halnya dengan mesin rod mill, mesin
grinding ball mill juga memliki klasifikasi jenis seperti peripheral dicharge mill, offerflow mill
dan grate mill.
Berbagai jenis peralatan penggilingan energi tinggi digunakan untuk memproduksi
paduan maupun komposit bubuk. Peralatan tersebut terbagi berdasarkan perbedaan dalam
kapasitas mereka, effciency penggilingan dan pengaturan tambahan untuk pendinginan,
pemanasan, dan sebagainya. Berikut pembagian jenis-jenis mesin ball mill.
3.3.1.
21
Gambar 3.2 Struktur kristal magnet Nd2Fe14B (Novrita idayanti, Dedi. 2006,
zhao-hua,1995)
Struktur kristal Nd2Fe14B tetragonal memiliki kuat medan magnet anisotropi sangat
tinggi (HA ~ 7 Tesla). Senyawa ini memberikan potensi untuk memiliki koersivitas
tinggi (perlawanan menjadi demagnetized). Senyawa ini juga memiliki magnetisasi
saturasi tinggi (JS ~ 1,6 T atau 16 kilo Gauss). Kepadatan energi maksimum adalah
sebanding dengan Js2, magnet fase ini memiliki potensi untuk menyimpan sejumlah besar
energi magnetik (BHmax ~ 512 kJ/m3 atau 64 MGOe). Kekuatan energi magnetik dari
magnet ini jauh lebih besar dari magnet samarium kobalt (SmCo) yang merupakan
magnet logam tanah jarang pertama yang dikembangkan (G. Kim, V.A. Glebov, 1997).
Sifat magnetik dari magnet neodymium bergantung pada komposisi paduan, struktur
mikro, dan teknik manufaktur yang digunakan, seperti ditunjukkan pada tabel 3.1.
22
Tabel 3.1 Sifat fisis dan magnetik dari bahan Magnet NdFeB
NdFeB adalah magnet yang sangat mudah terkorosi sehingga sangat disarankan
dalam penggunaaannya selalu dilakukan pelapisan dengan nikel, tembaga atau seng
untuk meningkatkan ketahanan korosinya (Novrita idayanti dan Dedi, 2006). Sifat
mudah terkorosi ini diduga karena keberadaan fasa logam dengan kandungan Nd yang
terdapat pada batas butir paduan NdFeB (De Groot, 1998). Fasa yang kaya akan logam
Nd ini memiliki sifat mudah terkorosi ditingkat intergranular sehingga logam Nd sangat
elektronegatif di media larutan asam
3.2 Nikel
Nikel adalah unsur kimia metalik dalam tabel periodik yang memiliki simbol Ni
yang terletak pada periode 4, Golongan VIII-B dengan nomor atom 28 dan massa atom
23
58,71. Nikel memiliki massa jenis 8,902 g/cm3, titik lebur 1455C, dan titik didih 2827
C. Struktur kristal nikel adalah FCC (face centered cubic) dengan parameter lattice a =
0,35243 nm (pada 25 C), jari-jari atom 0,1246 nm, dan elektronegativitas 1,8. Nikel
mempunyai sifat tahan karat atau korosi. Dalam keadaan murni nikel bersifat lembek,
tetapi jika dipadukan dengan besi, krom, dan logam lainnya, dapat membentuk baja tahan
karat yang keras, dan contoh batuan Nikel seperti terlihat pada gambar 3.3.
Gambar 3.3 Batuan Nikel
Unsur Nikel berhubungan dengan batuan basa yang disebut norit. Nikel ditemukan
dalam mineral pentlandit, dalam bentuk lempeng-lempeng halus dan butiran kecil
bersama pyrhotin dan kalkopirit. Nikel biasanya terdapat pada tanah yang terletak diatas
batuan basa. Nikel pertama kali ditemukan oleh A.F. Cronstedt pada tahun 1751,
merupakan logam berwarna putih keperak-perakan yang mengkilat, keras dan mulur.
Logam ini tergolong dalam logam peralihan, sifat tidak berubah bila terkena udara, tahan
terhadap oksidasi dan kemampuan mempertahankan sifat aslinya dibawah suhu yang
ekstrim. Nikel lazim digunakan dalam berbagai aplikasi komersial dan industri, seperti :
pelindung baja (stainless steel), industi baterai, elektronik, aplikasi industri pesawat
24
terbang, industri tekstil, turbin pembangkit listrik tenaga gas, pembuat magnet kuat,
pembuat alat-alat laboratorium (nikrom), kawat lampu listrik, katalisator lemak, pupuk
pertanian dan berbagai fungsi lainnya. Nikel juga sangat penting dalam pembentukan
logam campuran (alloy dan superalloy), terutama baja tidak berkarat atau material
stainless steel ( Ghanie, 2011).
3.3 Korosi
Korosi atau pengkaratan merupakan fenomena kimia pada bahan-bahan logam yang
pada dasarnya merupakan reaksi logam menjadi ion pada permukaan logam yang kontak
langsung dengan lingkungan berair dan oksigen. Korosi merupakan transformasi logam
menjadi senyawanya, terutama terjadi dalam lingkungan yang mengandung air atau
peristiwa teroksidasinya suatu logam oleh gas oksigen di udara. Suatu logam akan
mengalami korosi jika pada permukaannya terdapat lapisan yang bertindak sebagai anoda
dan lapisan lain sebagai katoda.
Faktor yang berpengaruh terhadap korosi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu yang
berasal dari bahan itu sendiri dan dari lingkungannya. Faktor dari bahan meliputi
kemurnian bahan, struktur bahan, bentuk kristal, unsur-unsur kelumit yang ada dalam
bahan, teknik pencampuran bahan dan sebagainya. Faktor dari lingkungan meliputi
tingkat pencemaran udara, suhu, kelembaban, keberadaan zat-zat kimia yang bersifat
korosif.
Korosi lebih banyak menimbulkan kerusakan, terutama pada bangunan dan benda-
benda yang terbuat dari besi. Korosi merupakan reaksi yang cepat terjadi dan
berlangsung terus-menerus karena besi oksida (golongan III pada tabel periodik), bersifat
25
porous (mudah ditembus oleh oksigen dan air). Sifat porous pada besi inilah yang
mempercepat proses pengkaratan selanjutnya, sehingga bangunan atau benda-benda yang
terbuat dari besi yang telah berkarat akan semakin rapuh. Karat yang dihasilkan dari
korosi besi semakin berbahaya karena mudah larut dan bersifat racun.
Beberapa tindakan untuk mencegah atau memperlambat korosi yang dapat
dilakukan antara lain :
a. Pada pembuatan logam dalam industri, diusahakan agar zat-zat tercampur
sehomogen mungkin dalam logam tersebut. Hal ini untuk menghindari tertumpuknya
campuran tersebut di satu bagian, sehingga tidak terjadi perbedaan potensial listrik antar
zat yang dapat memicu terjadinya korosi.
b. Melapisi permukaan logam dengan cat untuk mencegah kontak langsung antara
permukaan logam dengan udara yang mengandung oksigen dan uap air.
c. Melakukan proses galvanisasi, misalnya besi dilapisi dengan seng (Zn) sehingga
terbentuk lapisan tipis ZnO yang mampu melingdungi besi dari oksidasi oleh oksigen di
udara.
d. Penggunaan logam pelapis, seperti timah (Sn), tembaga (Cu), nikel (Ni), krom (Cr)
atau platina (Pt) pada kaleng. Prinsipnya logam pelapis memiliki potensial elektroda lebih
besar daripada logam yang dilapisi, sehingga logam pelapis mampu melindungi dari
reaksi oksidasi. Namun bila logam pelapis rusak, korosi yang hebat akan terjadi, karena
terbentuknya sel elektrokimia dengan besi sebagai anoda dan logam pelapis sebagai
katoda yang akan menghasilkan karat pada besi.
3.4 Metode Elektroplating
26
Elektroplating merupakan suatu proses pengendapan elektro lapisan logam pada
elektroda yang bertujuan membentuk permukaan dengan sifat atau dimensi yang berbeda
dengan logam dasarnya. Plating termasuk salah satu cara menanggulangi korosi pada
logam dan juga berfungsi sebagai ketahanan fisik dari suatu bahan. Disamping itu plating
juga memberikan nilai estetika pada logam yang dilapisi, yaitu warna dan tekstur tertentu,
serta untuk mengurangi tahanan kontak serta meningkatkan konduktivitas permukaan
atau daya pantul. Benda yang dilakukan pelapisan harus merupakan atau dapat
menghantarkan arus listrik ( Purwanto dan Huda, 2005).
Secara prinsip proses elektroplating mencakup empat hal, yaitu
pembersihan, pembilasan, pelapisan dan proteksi setelah pelapisan. Keempat hal ini dapat
dilakukan secara manual atau bisa juga menggunakan tingkat otomatisasi yang lebih
tinggi lagi. Nikel amat popular dalam plating, terutama pada sistem plating dekoratif-
protektif. Nikel merupakan logam plating yang paling peka responnya atas aditif-aditif
yang terdapat pada bak platingnya. Nikel terutama dilapiskan ke barang-barang besi,
baja, perunggu, seng, tembaga, plastik juga aluminium sampai magnesium.
Elektroplating termasuk proses elektrolisa yang biasanya dilakukan dalam bejana
sel elektrolisa dan berisi cairan elektrolit. Pada cairan tersebut tercelup dua elektroda.
Masing-masing elektroda dihubungkan dengan arus listrik yang terbagi menjadi kutub
positif (anoda) dan kutub negatif (katoda). Di dalam proses elektrolisa terjadi reaksi
oksidasi dan reduksi. Prinsip dasar dari pelapisan logam secara listrik ini adalah
penempatan ion-ion logam yang ditambah elektron pada logam yang dilapisi dimana ion-
ion logam tersebut didapat dari anoda dan elektrolit yang digunakan. Dengan adanya arus
searah listrik yang mengalir dari sumber maka elektron dialirkan melalui elektroda
27
positif (anoda) menuju elektroda negatif (katoda) yang ditunjukkan seperti gambar 3.4
berikut ini :
Gambar 3.4 Skema Sel Elektrolisis untuk Pelapisan Logam dengan Metode
Elektroplating
Adapun bagian-bagian pada sel elektrolisis yaitu :
1. Sirkuit luar
Sirkuit luar terdiri dari sumber arus DC dan peralatan lain seperti
amperemeter dan voltmeter.
2. Katoda
Katoda merupakan elektroda negatif, yaitu substrat. Substrat ini dapat
memiliki bentuk dan terbuat dari logam yang bermacam-macam, asalkan
memiliki kumpulan atom yang terikat dan elektron-elektron yang dapat
bergerak bebas.
3. Anoda
Anoda merupakan elektroda positif. Idealnya, logam anoda adalah logam
pelapis yang digunakan untuk melapisi substrat
4. Larutan elektrolit
28
Keterangan:
(A) Sumber arus DC
(B) Bajana sel elektrolisis
(C) Anoda (bahan pelapis)
(D) Larutan elektrolit
(E) Katoda (substrat)
Larutan elektrolit berfungsi untuk menghantarkan ion-ion yang terlepas dari
anoda menuju katoda. Larutan elektrolit yang digunakan untuk proses
elektroplating harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Pada temperatur dan konsentrasi tertentu, larutan elektrolit mampu
melarutkan garam-garam logam
b. Larutan elektrolit harus mempunyai konduktivitas listrik yang
baik untuk mendapatkan distribusi ion yang rata.
c. Nilai pH dan konsentrasi larutan elektrolit harus dijaga dalam range
tertentu agar reduksi logam terjadi sebelum reduksi hidrogen (Tang,
2008).
Menurut Purwanto (2005), faktor-faktor yang mempengaruhi elektroplating adalah
sebagai berikut :
1. Suhu
Suhu sangat penting untuk menyeleksi cocoknya jalannya reaksi dan melindungi
pelapisan. Keseimbangan suhu ditentukan oleh beberapa faktor seperti ketahanan,
jarak anoda dan katoda, serta besarnya arus listrik yang digunakan.
2. Kerapatan arus
Kerapatan arus yang baik adalah yang tinggi pada saat arus diperkirakan masuk,
bagaimanapun nilai kerapatan arus mempengaruhi waktu plating untuk mencapai
ketebalan yang diperlukan.
29
3. Konsentrasi ion
Merupakan faktor yang berpengaruh pada struktur deposit, dengan naiknya
konsentrasi logam akan menaikkan seluruh kegiatan anion yang membantu mobilitas
ion.
4. Agitasi
Agitasi terdiri dari dua macam, yaitu jalannya katoda dan jalannya larutan.
Agitasi disalurkan dengan tujuan untuk menghindari bentuk atau struktur, penampilan
dan ketebalan yang tidak seragam.
5. Thowing power
Thowing power merupakan kemampuan larutan penyalur menghasilkan lapisan
dengan ketebalan merata dan sejalan dengan terus berubahnya jarak antara anoda dan
katoda (permukaan komponen) selama proses pelapisan.
6. Konduktivitas
Konduktivitas larutan konsentrasi ion yang besar atau jumlah konsentra molekul.
7. Nilai pH
Derajat keasaman (pH) merupakan faktor penting dalam mengontrol larutan
elektroplating.
8. Waktu pelapisan
Waktu pelapisan sangat berpengaruh pada ketebalan lapisan yang diharapkan,
semakin lama pencelupan maka ketebalan lapisan semakin bertambah.
30
3.5 Pengujian Densitas
Densitas merupakan ukuran kepadatan dari suatu material atau sering didefinisikan
sebagai perbandingan antara massa (m) dengan volume (v) dalam hubungannya dapat
dituliskan sebagai berikut:
ρ=mv
…
Dimana:
ρ = Densitas (gram/cm3)
m = Massa sampel (gram)
v = Volume sampel (cm3)
(M M. Ristic, 1979)
Dalam pelaksanaannya kadang-kadang sampel yang diukur mempunyai ukuran
bentuk yang tidak teratur sehingga untuk menentukan volumenya menjadi sulit,
akibatnya nilai kerapatan yang diperoleh tentu tidak akurat. Oleh karena itu untuk
menghitung nilai densitas suatu material yang memiliki bentuk yang tidak teratur (bulk
density) digunakan metode Archimedes yang persamaannya sebagai berikut:
ρ=mo
mo−(mA+mK )x ρ H 2O ..
Dimana:
ρ = Densitas bulk sampel (gram/cm3).
mo = Massa awal sampel setelah dikeringkan di dalam oven (gram).
mA = Massa sampel yang ditimbang digantung didalam (gram).
31
mK = Massa kawat yang digunakan untuk menggantungkan sampel (gram).
ρ H2O = Massa jenis air = 1 gram/cm3.
(ASTM C 373)
3.6 Pengujian Kurva Histerisis
Sifat magnet yang akan diukur diantaranya adalah koersifitas Hc, nilai produk
maksimum (BH)max dan remanensi Br. Nilai-nilai besaran tersebut didapat dari hasil
kurva histerisis dari masing-masing sampel pengukuran dengan alat Permagraph C LIPI
Bandung.
Gambar 3.5 Alat Uji Kurva Histerisis (Permagraph)
Permagraph merupakan salah satu alat ukur magnet kuat dari berbagai kelompok
seperti Alnico, Ferrit atau dari tanah jarang. Untuk permagraph C memiliki perlengkapan
dalam pengukuran kurva histerisis bahan permanen magnet seperti :
1. Elektronik EF 4-1F
32
2. Elektromagnet EP 2/E (kuat medan magnet sampai dengan 1800 kA/m = 2.2
Tesla)
3. Komputer
4. Printer
Hasil yang dapat diperoleh dari permagraph C :
a. Otomatis mengukur kurva histerisis magnet permanen.
b. Dapat menentukan kuantitas magnet seperti koersifitas, remanensi, nilai
produk maksimum
c. Pengukuran dengan surrounding coils untuk menentukan nilai rata-rata
magnetik.
d. Pengukuran diberbagai daerah pada magnet permanen dengan pole
coils.
·
33