Post on 03-Dec-2015
description
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ekskresi adalah pengeluaran zat-zat sisa metabolisme yang tidak dipakai lagi
oleh sel dan darah, dikeluarkan bersama urin keringat dan pernapasan.
Salah satu sistem metabolisme yang terdapat dalam tubuh hewan adalah
sistem eksresi dan osmoregulasi. Osmoregulasi dan eksresi mempunyai
peranan mengeluarkan dan membuang hasil sampingan metabolisme,
mencegah gangguan aktifitas metabolik dalam tubuh dan membuang zat-zat
buangan, mengatur jumlah air yang terdapat dalam cairan tubuh
mengendalikan kandungan ion dalam cairan tubuh dan mengatur kadar ion
H+ atau pH cairan tubuh (Dahelmi, 1991).
Berdasarkan produksi eksresi, hewan dikelompokkan menjadi Amoniotelik
(Eksresinya berupa amoniak dan habitatnya aquatik) urotelik (eksresinya
berupa urea dan habitatnya aquatik dan teresterial) dan uricotelik (Eksresinya
asam urat dan habitatnya teresterial) (Anshori, 1988).
Pemeriksaan terhadap adanya glukosa dalam urin termasuk pemeriksaan
penyaring. Gula mempunyai gugus aldehid dan keton bebas mereduksi ion
kupri dalam suasana alkalis menjadi koprooksida yang tidak larut dan
berwarna merah. Banyaknya endapan merah yang terbentuk sesuai dengan
kadar gula yang terdapat di urin (Montgomery, 1993).
Cairan ekstra sel menyusun lingkungan internal sel-sel tubuh. Dalam medium
ini sel-sel melakukan aktivitas vitalnya. Karena perubahan pada cairan
ekstrasel pasti mengakibatkan perubahan cairan dalam sel dan dengan
demikian juga perubahan fungsi sel, maka penting untuk fungsi normal sel-sel
bahwa susunan cairan ini relatif konstan.
Lingkungan internal terutama diatur oleh dua pasang organ: paru-paru, yang
mengatur konsentrasi oksigen dan CO2; dan ginjal, yang mempertahankan
susunan optimal kimia cairan tubuh. Ginjal adalah snatu organ yang tidak
hanya membuang sampah metabolisme tetapi sebenarnya melakukan fungsi
homeostatik yang sangat penting. Ginjal juga memiliki kapasitas metabolik
yang besar (Ganong, 200).
Jumlah urin yang dihasilkan seseorang dipengaruhi oleh jumlah urin yang
diminum, hormon anti diuretika (ADH) saraf dan banyaknya garam yang harus
dikeluarkan. Unsur sedimen dibagi atas 2 golongan : golongan organik yang
berasal dari organ / jaringan, golongan anorganik yang tidak berasal dari
organ atau jaringan (Dahelmi, 1991).
Adapun unsur-unsur sedimen urin organik berdasarkan bentuknya adalah :
eritrosit, leukosit, spermatozoa, dan benang lendir. Unsur-unsur sedimen urin
anorganik atau non organik dalam suasana asam (kristal asam urat), kristal
kalsium oksalat, dan dalam suasana basa (kristal triple phospat, kristal
kalsium phospat, kristal kalsium karbonat) (Dahelmi, 1991).
Pembentukkan urin pada vertebrata melalui 3 proses yaitu ultrafiltrasi
glomerular, reabsorbsi tubular dan sekresi tubular. Pada manusia secara
normal kecepatan filtrasi glomerular mencapai 120 ml permenit dan ultrafikasi
yang terbentuk setiap hari rata-rata adalah 200 liter, sedangkan urin yang
dikeluarkan hanya sekitar 1,5 liter sampai 2 liter perhari (Wulangi, 1993).
Sebagian besar dari air yang disaring pada glomerulus (80-85%) tidak harus
diserap kembali dalam tubuh proksimal. Berbagai jumlah dari sisanya diserap
kembali dalam tubuh distal dan saluran pengumpul sesuai dengan keperluan
air dalam tubuh. Penyerapan kembali air dan dengan demikian mengurangi
volume urin yang terbentuk. Karena tindakanya ini maka hormon itu
dinamakan hormon anti diurectik (ADH). ADH ialah suatu nonpeptida yaitu
suatu polipeptida dengan 9 asam amino, jika darah mulai menjadi terlalu cair
(misalnya setelah banyak minum air) maka sekresi ADH terhalang (Kimball,
1990).
Zat tertentu yang terdapat didalam urin, meskipun dalam keadaan normal zat
tersebut tidak tampak. Seperti glukosa, asaton, albumin, darah dan nanah.
Berbagai keadaan ketidaknormalan komponen urin adalah : (a) Glikosuria,
yaitu terdapatnya glukosa dalam air kemih. Hal ini merupakan gejala terlalu
banyak makan gula, meningkatkan aktifitas kelenjar adranal yang
mengakibatkan banyak penguraian glikogen dan pembebasan glukosa dari
hati, hipoinsulin, yaitu berkurangnya jumlah insulin (b) Aseonaria, adalah
terdapatnya senyawa keton dalam urin karena terlalu banyak mengkonsumsi
lemak atau jumlah karbohidrat yang tersedia untuk pembakaran berkurang.
Aseton juga terebentuk saat keadaan lapar. (c) Proteinuria, adalah salah satu
keadan dimana satu macam protein plasma yang terdapat dalam urin. Seperti
terdapatnya albumin dalam urin (albuminaria). Hal ini menunjukan gejala
penyakit (d) hematuria, yaitu terdapatnya darah dala urin karena infeksi pada
ginjal atau salah satu air kemih (Wulangi, 1979).
1.2 Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui kadar glukosa dalam urin
dan mengetahui kandungan sedimen dalam urin normal dan pathologis.
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
Urin dibentuk oleh ginjal dalam menjalankan system homeostatic. Sifat dan
sususnan urin dipengaruhi oleh factor fisiologis (misalkan masukan diet,
berbagai proses dalam tubuh, suhu, lingkungan, stress, mental, dan fisik) dan
factor patologis (seperti pada gangguan metabolisme misalnya diabetes
mellitus dan penyakit ginjal). Oleh karena itu pemeriksaan urin berguna untuk
menunjang diagnosis suatu penyakit. Pada penyakit tertentu, dalam urin
dapat ditemukan zat-zat patologik antara lain glukosa, protein dan zat keton
(Probosunu, 1994).
Urin dibentuk oleh penggabungan 3 proses yaitunya 1). fikrasi plasma darah
oleh glomerulus. 2) Absorpsi kembali selektif zat-zat seperti garam, air, gula
sederhana dan asam amino oleh tubulus yang diperlukan untuk
mempertahankan lingkungan internal atau untuk membantu proses-proses
metabolik; dan 3) Sekresi zat-zat oleh tubulus dari darah ke dalam lumen
tubulus untuk dieksresikan ke dalam urin. Proses ini mengikutsertakan
penahanan kalium, asam urat, anion organik, dan ion hidrogen. Tugasnya
untuk memperbaiki komponen buffer darah dan untuk mengeluarkan zat-zat
yang mungkin merugikan (Sinosuke,2009).
Unit anatomi yang melakukan fungsi ini adalah nefron. Tiap-tiap ginjal
memiliki sekitar 1 juta nefron. Darah dihantarkan dari aorta melalui arteri
renalis dan cabang-cabang arteria renalis ke arterioli afferen. Tepat distal dari
stuktur ini adalah glomerulus, suatu jaringan kapiler yang menyerupai jumbai
yang terdiri atas unit penyaringan. Kapiler ini bergabung untuk membentuk
arteriole efferen, suatu pembuluh darah dengan dinding ototyang karenanya
mampu mengubah diameter lumennya. Arteriole efferen segera membagi lagi
menjadi kapiler kedua yang mengelilingi bagian lainnya dari nefron
(Sinosuke,2009).
Jumbai glomerulus terletak dalam kapsula Bowman, suatu kantung epitel
berdinding rangkap yang merupakan bagian dari sistem tubulus paling
proksimal. Kapsula Bowman langsung berubah menjadi tubulus kontortus
proksimalis dan dari sini menjadi komponen-komponen berikutnya: tubulus
rektus proksimalis dan lengkung Henle sendiri, terdiri dari pars descendens,
pars decendens yang tipis, dan pars decendens yang tebal. Yang terakhir
terletak dalam medulla dan korteks ginjal. Pars ascendens yang tebal dari
lengkung Henle berubah menjadi tubulus kontortus distalis, tubulus kolligens
kortikal, dan tubulus kolligens medulla dan papila. Tiap-tiap bagian sistem
tubular ini mempunyai fungsiyang spesifik (Ali, 2008).
System urin terdiri dari ginjal, ureter, kantong kemih dan uretra dengan
menghasilkan urin yang membawa serta berbagai produk sisa metabolisme
untuk dibuang. Ginjal juga berfungsi dalam pengaturan keseimbangan cairan
dan elektrolit tubuh dan merupakan tempat pembuangan hormon rennin dan
eritropitin. Renin ikut berperan dalam pengaturan tekanan darah dan
eritropitin berperan dalam merangsang produksi sel darah merah. Urin juga
dihasilkan oleh ginjal berjalan melalui ureter ke kantung kemih melalui uretra
(Juncquiera, 1997).
Sistem urinaria yaitu suatu sistem dimana terjadinya proses penyaringan
darah, sehingga darah bebas dari zat-zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh
dan menyerap zat-zat yang masih dipergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang
tidak dikeluarkan berupa urin (air kemih). Susunan sistem urinaria ini yaitu :
Ginjal – ureter – vesica urinaria – ureter – urine (Syaifuddin, 1997).
Ginjal merupakan suatu kelenjar yang terletak di belakang dari kavum
abdominalis di belakang peritonium. Fungsi ginjal yaitu berperan penting
dalam pengeluaran zat-zat toksis atau racun. Mempertahankan suasana
racun (keseimbangan racun), mempertahankan keseimbangan kadar asam
dan basa dari cairan tubuh, mempertahankan keseimbangan garam-garam
dan zat-zat lain dalam tubuh, mengeluarkan sisa-sisa metabolisme hasil akhir
dari produksi ureum, kreatinin dan amoniak ( kartolo, 1990).
Glomerulus berfungsi sebagai ultrafiltrasi, pada simpauni bawman yang
berfunhsi untuk menampung hasil filtrasi dari glomerulus. Urin berasal dari
darah yang dibawa arteri renalis masuk ke dalam ginjal, darah ini terdiri dari
bagian yang padat yaitu sel darah dan plasma darah ( kartolo, 1990).
Ada tiga tahap pembentukan urin yaitu : 1) Proses filtrasi merupakan prpses
yang terjadi dalam glomerulus, terjadi karena permukaan aferent lebih besar
dari permukaan eferent maka terjadi penyerapan darah, sedangkan sebagian
tersaring adalah bagian cairan darah kecuali protein, cairan yang tersaring
ditampung oleh simpauni bawman yang terdiri dari glukosa, air, sodium,
klorida, sulfat, bikarbonat diteruskan ke tubulus seminiferos. 2) Proses
reabsorpsi : terjadi penyerapan kembali sebagian dari glukosa, sodium,
kloroda dan fospat dan beberpa ion bikarbonat. Prose ini terjadi secara pasif
yang dikenal obligator reapsorbsi terjadi pada tubulus atas. 3) proses sekresi :
sisanya penyerapan kembali yang terjadi pada tubulus dan diteruskan ke
piala ginjal selanjutnya diteruskan keluar (Syaifuddin, 1997).
Faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah atau keadaan urine yaitu
diantaranya : jumlah air yang diminum, keadaan sistem syaraf, hormon ADH,
banyaknya garam yang harus dikeluarkan dari darah agar tekanan menjadi
osmotic, pada penderita diabetes melitus pengeluaran glukosa diikuti
kenaikan volume urine (Thenawijaya, 1995).
Peranan penting osmoregulasidiantaranya : membuang hasil sampingan
metabolisme, mencegah terganggunya aktivitas metabolisme dalam tubuh
dengan cara mensekresikan zat buangan, mengandalikan kandungan air
dalam cairan tubuh, mengatur jumlah air yang tetap cairan tubuh (Djuanda,
1980).
Komposisi dari urine yaitu terdiri dari kira-kira 95 % air, zat-zat sisa nitrogen
dari hasil metabolisme protein asam urea, amoniak, dan kreatinin, elektrolit
natreium, kalsium, NH3, bikarbonat, fospat dan sulfat, juga terdiri dari pigmen
(bilirubin, urobilin) toksin dean hormon (Yatim, 1982).
Sifat fisis urine terdiri dari jumlah ekskresi dalam 24 jam adalh lebih kuramg
1500 cc tergantung dari pemasukan (intake) cairan dan faktor lainnya, warna
bening, kuning muda, dan bila diniarkan akan menjadi keruh, warna kuning
tergantung dari kepekatan, diet obat-obatan dan sebagainya. Berbau, bau
khas air kemihbila dibiarkan lamaakan berbau amoniak, berat jenis 1,015 –
1,020, reaksinya asam, bila lama-lama menjadi alkalis juga tergantung dari
pada diet (sayur menyebabkan reaksi alkalis dan protein memberi reaksi
asam) (Kartolo, 1990).
Manurut kimball (1998) bahwa urine orang sakit yang telah diuji dengan
benedict akan berwarna biru, kuning, hijau, atau merah dan sedikit keruh. Hal
ini disebabkan karena suatuy hormon yang meningkatkan penyerapan
kembali air dan demikian mengurangi volume urine yang terbentuk.
BAB III. PELAKSANAAN PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 28 September 2011 di
Laboratorium Teaching 2, Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Andalas.
2.2 Alat dan bahan
2.2.1 Penentuan Kadar Glukosa Urine Secara Semi Kuantitatif dan Kadar
Protein Urine
Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah tabung reaksi, tabung sampel
urine, pipet tetes, penangas air, tang krus, kertas label, beaker glass, gelas
ukur, dan tissue. Sedangka bahan yang digunakan yaitunya urine patologis
dari penderita diabetes melitus dan urine normal (keduanya harus merupakan
urine postprandial yaitu urine yang diambil saat ekskresi 1.5-3 jam setelah
makan), reagen benedict, glukosa beberapa konsentrasi (0.5%, 1.5%, 3%,
5%). Komposisi reagen Benedict: CuSO4.5aq 17.3 g; natrium citrat
173 g; Na2CO3.0aq atau Na2CO3.10aq 200g; aquadest ad 1000 ml.
2.2.1 Analisis Sedimen Urine
Alat yang digunakan pada praktikun ini adalah tabung sentrifus, sentrifus
urine, tang krus, pipet tetes, mikroskop, kaca objek, cover glass. Sedangkan
bahan yang digunakan adalah urine normal pagi hari dan urine patologis
(penderita diabetes melitus) yang telah ditambahkan formalin 40 % (1-2 ml
sebagai fiksatif), dan tissue gulung.
2.3 Cara kerja
2.3.1 Penentuan Kadar Glukosa Urine Secara Semi Kuantitatif dan Kadar
Protein Urine
2.3.1.2 Pengujian kadar glukosa dengan Benedict
Disediakan 2 tabung reaksi dan diberi label. Pada masing – masing botol
dimasukkan sebanyak 2,5 ml kedalam masing – masing tabung. Panaskan
pada penangas air hingga 10 menit. Lalu pada tabung pertama teteskan urine
normal dan pada tabung keda masukkan urine patologis. Kemudian panskan
kembali dengan penangas air selama 15 menit lalu kocok dan amati
perubahan yang terjadi pada masing – masing tabung. Kemudian dicatat hasil
pengamatan dengan standar table berikut :
No
Warna Larutan Skor Kadar Glukosa
1 Tetap biru jernih atau sedikit kehijauan
dan agak keruh
0 <0,5%
2
Hijau kekuningan dan keruh
1 0,5 – 1%
3
Kuning keruh
2 1 – 1,5%
4
Jingga atau warna lumpur keruh
3 2 – 3,5%
5
Merah keruh
4 >3,5%
2.3.1.2 Pengujian kadar glukosa dan protein dengan kit sensitest
Dimasukkan sampel urine normal dan urine patologis (urine diabetes) ke
dalam tabung reaksi yang berbeda kemudian Celupkan kit sensitest ke dalam
sampel urine lalu bandingkan warna dengan warna standar pada kemasan
sensitest. Lalu ditentukan kadar glukosa dan kadar protein urine sesuai
standar. Dibandingkan hasil penaksiran kadar glukosa antara hasil test
benedict dan sensitest
2.3.2 Uji sedimen urin
Urine dalam botolnya sehingga homogen lalu tuangkan masing-masing urine
ke dalam tabung sentrifus sebanyak 7 ml, lakukan sentrifugasi selama 5 menit
dengan kecepatan 2000 rpm. Selanjutnya cairan dituangkan di bagian atas
dari tabung dengan cepat dan lues sehingga sedimen di bagian bawah tidak
ikut terbuang, sisahkan larutan dan sedimennya hingga kira-kira 0.5 ml.
Tabung berisi larutan dikocok agar homogen lalu ambil dengan pipet dan
teteskan ke kaca objek sebanyak 2 tetes ke tempat yang terpisah pada kaca
objek yang sama. Ditutup dengan kaca penutup lalu amati dengan mikroskop.
Diamati jenis atau tipe sedimen-sedimen yang terlihat dan gambar pada
lembar kerja praktikum. Selanjutnya perkirakan juga kriteria kuantitas sedimen
yang terlihat (sedikit, sedang atau banyak). Dibandingkan apakah ada
perbedaan antara urine normal dengan urine patologis dari aspek sedimenya.
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
4.1.1. Uji Benedict
Pada praktikum yang telah dilaksanakan, maka didapatkan hasil :pada Urin
patologis warnanya hijau kekuningan dan keruh, sedangkan pada urine
normal warnanya tidak berubah.
4.1.2 pengujian Kit Sensitest
No Jenis Urine Warna urune Uji glukosa Uji protein
1 Normal Kuning Negatif Negatif
2 Patologis Kunig pekat Trace Trace
4.1.2 Uji Sedimen Urin
Sedimen Urin Patologis Urine Normal
Serat tumbuhan
23 –
Silinder bergranula
5 –
Eritrosit
Tak terhingga 3
Epitel
25 6
Leukosit
– 2
4.2 Pembahasan
Dari hasil diatas dapat diketahui bahwa pada uji sedimen pada urine orang
sakit ditemukan eritrosit yang banyak, silinder bergranula, epitel dan serat
tumbuhan, sedangkan pada sehat ditemukan adanya epitel, eritrosit, dan
leukosit.
Pada tabel hasil pengujian kadar glukosa dan protein dengan kit sensates
didapatkan hasil urin normal dan urin penderita diabetes mellitus warna
sensates pada kadar yang diuji glukosa dan protein didapatkan negative
trace. Hasil yang didapatkan melihatkan tidak ada perbedaan antara urin
normal dan urin diabetes. Ini diakibatkan karena terlalu cepat melihat hasil
wana dari sensites. Seharusnya dalam waktu 30 detik untuk glukosa dan 60
detik untuk protein, juga ditambah lagi urine yang dibawa sudah berjam-jam
diambil dan tidak segar lai sehingga mengakibatkan hasil tidak akurat dan
tidak bisa dibandingkan dengan hasil uji benedict.
Pada proses urinalisis terdapat banyak cara metode yang dapat digunakan
untuk mendeteksi zat-zat apa saja yang terkandung di dalam urin. Analisis
urin dapat berupa analisis fisik, analisi kimiawi dan anlisis secara mikroskopik
(Ali,2008).
Analisis urin secara fisik meliputi pengamatan warna urin, berat jenis cairan
urin dan pH serta suhu urin. Sedangkan analisis kimiawi dapat meliputi
analisis glukosa, analisis protein dan analisis pigmen empedu. Untuk analisis
kandungan protein ada banyak sekali metode yang ditawarkan, mulai dari
metode uji millon sampai kuprisulfa dan sodium basa. Yang terakhir adalah
analisis secara mikroskopik, sampel urin secara langsung diamati dibawah
mikroskop sehingga akan diketahui zat-zat apa saja yang terkandung di
dalam urin tersebut, misalnya kalsium phospat, serat tanaman, bahkan bakteri
(Ali, 2008).
Warna kuning dalam urine berasal dari pigmen warna yang disebut
urochorme. Warna urine yang normal adalah kuning hingga kuning pucat.
Warna urine kuning gelap merupakan tanda tubuh kekurangan air.
Sebaliknya, warna urine yang terlalu bening bisa menjadi tanda Anda terlalu
banyak minum air atau sedang mengonsumsi obat diuretik (penyerap air yang
membuat volume urine bertambah) (Muttaqin,2011).
Warna urine juga bisa berubah-ubah sesuai dengan makanan yang kita asup.
Misalnya, makan wortel bisa membuat warna urine menjadi agak oranye,
sedangkan obat-obatan juga bisa mengubah warna urine. Yang perlu
diwaspadai adalah jika warna urine menjadi agak kemerahan karena itu bisa
menjadi tanda ada darah dalam urine. “Bila Anda melihat ada darah dan
warna urine agak gelap, itu bisa menjadi tanda adanya infeksi,” kata Smith
(Muttaqin,2011).
Normalnya, urine tidak punya bau yang kuat. Bila Anda mendapati bau yang
tajam, bisa jadi Anda terkena infeksi atau batu ginjal yang sering
menimbulkan bau amonia. Adapun bau manis yang menguap dari urine bisa
menjadi tanda penyakit diabetes (Muttaqin,2011).
Jika kita melakukan analisi urin dengan memakai urin kumpulan sepanjang 24
jam pada seseorang, ternyata susunan urin itu tidak banyak berbeda dari
susunan urin 24 jam berikutnya akan tetap, Jika kita mengadakan
pemeriksaan dengan sampel-sampel urin pada saat-saat yang tidak menentu
di waktu siang atau malam, akan terlihat bahwa sampel urin dapat berbeda
jauh dari sampel lain. Oleh karena itu, penting sekali untuk memilih sampel
urin sesuai dengan tujuan pemeriksaan (Sakinah, 2009).
Djuanda (1980) menyatakan bahwa memang urine orang sehat mengandung
sedimen organik (seperti : eritrosit, leukosit, berbentuk silinder, dan sel epitel).
Dan pada urin orang sakit ditemukan sedimen an-organik (sperti : kristal)
Menurut yatim (1984), jenis zat buangan pada manusia adalah amoniak yang
diubah menjadi urea. Selain pada manusia juga dieksresikan pada hewan-
hewan darat lainnya seperti jenis mamalia yang lain, terurtama yang
berhubungan dengan air.
Eksreksi urin diperlukan untuk membuang molekul-molekul sisa dalam darah
yang disaring oleh ginjal dan untuk menjaga homeostasis cairan tubuh. Dalam
mempertahankan homeostasis tubuh peranan urin sangat penting, karena
sebagian pembuangan cairan oleh tubuh adalah melalui sekresi urin. Selain
urin juga terdapat mekanisme berkeringat dan juga rasa haus yang
kesemuanya bekerja sama dalam mempertahankan homeostasis ini
(Ganong,2000).
Urine dihasilkan daalam proses penyaringan darah dan ginjal. Kandungan
urine bergantung keadaan kesehatan daan makanan sehari-hari yang
dikonsumsi oleh masing-masing individu. Individu normal meempunyai pH
antara 5 sampai 7. Banyak faktor yang memperngaruhi pH urine seseorang
adalah makanan sehari-hari, tempoh selepas pengutipan sampei, infeksi
saluran urinary dan ketidakseimbangan hormonal. Warna urine dalah kuning
keemasan yang dianggap berasal dari emas. Ciri-ciri warna urine yang tidak
sehat yaitu:
1. Merah muda, merah atau kecoklatan, hal ini karena terdapat darah dalam
air seni yang diakibatkan infeksi, peradangan atau suatu pertumbuhan pada
saluran kemih, serta bahan pewarna makanan juga bisa menyebabkan warna
air seni lebih pekat dari biasanya. 2) Kuning gelap atau oranye, hal ini
disebbakan jika kekurangan air minum dan kekurangan cairan karena diare,
muntah atau banyak keringat. 3) Coklat bening dan gelap, hal ini terjadi
karena penyakit kuning akibat gangguan pada hati atau empedu (Hepatitis).
4) Hijau atau biru, disebabkan sebagian besar akibat bahan pewarna
makanan atau obat yang dikonsumsi, tetapi jika konsumsi terhadap makanan
atu obat tersebut dikurangi, maka warna urine bisa kembali normal
(Ganong,2000).
Fungsi utama urin adalah untuk membuang zat sisa seperti racun atau obat-
obatan dari dalam tubuh. Anggapan umum menganggap urin sebagai zat
yang “kotor”. Hal ini berkaitan dengan kemungkinan urin tersebut berasal dari
ginjal atau saluran kencing yang terinfeksi, sehingga urinnyapun akan
mengandung bakteri. Namun jika urin berasal dari ginjal dan saluran kencing
yang sehat, secara medis urin sebenarnya cukup steril dan hampir tidak
berbau ketika keluar dari tubuh. Hanya saja, beberapa saat setelah
meninggalkan tubuh, bakteri akan mengkontaminasi urin dan mengubah zat-
zat di dalam urin dan menghasilkan bau yang khas, terutama bau amonia
yang dihasilkan dari urea (Ganong,2000).
Pada orang dewasa normal, 1 liter darah difiltrasi tiap menit oleh kerja sama 2
juta nefron kedua ginjal, dan 120 ml/menit filtrat glomerulus dibentuk pada
kapsul bowman. Laju filtrasi glomerulus pada orang dewasa oleh karena itu
adalah sekilar 120 ml/menit. Secara kimia, filtrat glomerulus pada hakekatnya
adalah cairan ekstra selyang bebas protein atau filtrat seluruh darah yang
bebas protein dan sel (Fajar, 2010).
BAB V. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari praktikum yang telah dilaksanakan maka didapatkan kesimpulan :
1. Pada uji benedik urine patologis mengandung 0,5% sampai 1%
kadar glukosa dalam urin dimana larutan berwarna hijau
kekuningan dan keruh, sedangkan pada urine normal terdapat <
0,5% kadar glukosa dalam darahnya, dimana larutan tetap
berwarna biru jernih.
2. Pada tabel hasil pengujian kadar glukosa dan protein dengan kit
sensates didapatkan hasil urin normal dan urin penderita diabetes
mellitus warna sensates pada kadar yang diuji glukosa dan protein
didapatkan negative trace
3. Pada uji sedimen urin untuk pengujian terhadap seseorang yang
Diabetes terdapat berbagai macam sedimen di urinnya, sedangkan
pada pengujian untuk seseorang yang normal sedimen yang
terdapat diurinnya hanya sedikit.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, I. 2008. http://iqbalali.com/2008/02/10/urinalisis-analisis-kemih/.
Diakses tanggal 03 oktober 2011.
Anshori. 1988. Biologi Jilid I. Geneca Exat. Bandung.
Dahelmi. Ms. 1991. Fisiologi Hewan. Universitas Andalas. Padang
Djuanda, T. 1980. Pengantar Anatomi Perbandingan Vertebrata.
Armico: Bandung.
Fajar. 2010. http://fajarsmartblogs.blogspot.com/2010/05/uji-
urine.html. Diakses tanggal 04 Oktober 2011.
Ganong, W. F,200. Fisiologi Kedokteran edisi 14, Penerbit buku
kedokteran, EGC.
Juncquiera,L, Carlos dkk. 1997. Histologi Dasar. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran
Kimball. 1990. Biologi. Erlangga: Jakarta
Kimball. 1998. Biologi. Erlangga: Jakarta
Kartolo, W. 1990. Prinsip-prinsip Fisiologi Hewan. Erlangga: Jakarta.
Muttaqin,ainil. 2011. http:// Intip Kesehatan dari Warna Urine «
Amuttaqin’s Blog.html . Diakses tanggal 03 Oktober 2011)
Montgomery, Rex dkk. 1993.Biokimia jilid I. Yogjakarta : Gajah Mada
University Press
Sakinah ,Wazirotus.
2009. http://barbienetter.blogspot.com/2010/01/laporan-biokimia-
analisis-urine.html. Diakses tanggal 04 Oktober 2011.
Probosunu, N. 1994 . Fisiologi Umum. Yogjakarta : Gajah Mada University
Press
Sinosuke, N. 2009. http://bagiilmunohara,blogspot.com/2009/04/uji-
urin.html. Diakses tanggal 03 Oktober 2011.
Syaifuddin. 1997. Anatomi Fisiologi. ECG.
Thenawijaya, M. 1995. Uji Biologi. Erlangga: Jakarta.
Wulangi, K. 1979. Prinsip-Prinsip Fisiologi Hewan. Jakarta : Erlangga
Wulangi, kartolo. 1993. Prinsip-prinsip Fisiologi Hewan. Erlangga.
Bandung
Yatim, W. 1982. Biologi Modren. Tarsito: Bandung.