Post on 01-Dec-2015
description
Media ini dikelola oleh Pelajar dan Mahasiswa Indonesia sebagai media informasi, opini dan komunikasi
mahasiswa Indonesia di Mesir. Redaksi menerima tulisan dari pelbagai pihak dan berhak mengeditnya tanpa
menghilangkan makna dan tujuan.
TëROBOSAN
AD
VER
TISI
NG
Sekapur Sirih, , Halaman 2
Surat Pembaca, Halaman 2
Sikap, PR Bagi Masisir dan
PPMI, Halaman 3
Laporan Utama, Setahun
Bareng “Bersama dan Bersatu”,
Halaman 4-5
Komentar Peristiwa, Apa yang
Masisir Pahami dari Wasathiyah
al-Azhar?, Halaman 6-7
Opini, Masisir dan Gejolak Poli-
tik Mesir, Halaman 8
Seputar Kita, Warga Sumatera
Utara Berbuka Puasa Bersama
Gubernur, Halaman 9
Dinamika, Politik, Media dan
Mahasiswa, Halaman 10
Kolom, Seputar Pemimpin Ide-
al, Halaman 11
Edisi 355 26 Juli 2013
Selamat Membaca!
Santai dan penting dibaca
Tajam tanpa melukai
Kritis tanpa menelanjangi
Setahun Bareng “Bersama
dan Bersatu” Kabinet DPP PPMI besutan Jamil dan Delfa akan mengakhiri
tugasnya, berbagai macam program telah terlaksana.
Bagaimana jalannya kepengurusan PPMI selama ini?
Simak Laporan Utama hal 4-5
TëROBOSAN, Edisi 355, 26 Juli 2013
Sekapur Sirih
Media Islam
Selamat melaksanakan ibadah puasa kami
ucapkan kepada segenap pembaca, semoga amal
ibadah kita diterima oleh Allah Subhanahu wa
ta`ala.
Kondisi Mesir masih saja belum menentu.
Satu tahun setelah revolusi Mesir baru memilih
pemimpinnya, namun ternyata baru satu tahun
presiden menjabat ia telah diturunkan dari
jabatannya. Kondisi keamanan kritis, korban
berjatuhan di mana-mana. Krisis politik Mesir
telah menggoyangkan rakyatnya hingga negeri
ini terseok untuk berjalan.
Ternyata krisis politik negeri ini berdampak
juga kepada komunitas mahasiswa Indonesia di
Mesir. Dampak baiknya mata Masisir terbuka
dengan adanya konflik dingin antara kubu Mesir
yang saling bersebrangan. Masisir bisa
mempelajari dan menilai bagaimana keadaan
politik negeri ini. Masisir menjadi saksi sejarah
dalam perjalanan negeri seribu menara ini.
Namun sepertinya dampak buruknya lebih
terasa. Di jejaring sosial bermunculan para
pengamat politik baru. Perdebatan antar para
pengamat politik baru ini lumayan hangat
terjadi, bahkan tidak jarang para pengamat
politik baru ini menjatuhkan lawan debatnya
dengan tuduhan-tuduhan yang jauh dari fakta.
Perdebatan ini terjadi karena masing-masing
pihak hanya mencerna informasi dari sudut yang
ia percayai saja. Kita tahu bahwa terdapat dua
kubu yang bersebrangan dalam konflik Mesir ini,
dan keduanya melancarkan propaganda media
untuk menyuarakan suaranya.
Kelompok pertama dengan berbagai cara
menyudutkan pihak lain dengan tuduhan teroris
(Irhabiyun), pengganggu keamanan dan
ketertiban. Kelompok lain dengan gencarnya
menyebarkan kabar bahwa mereka adalah
kelompok yang menjadi korban dalam konflik ini.
Kedua pihak saling bersuara dan menutup
telinga dari suara lain, maka akibatnya
tidak akan ada pertemuan antara dua kubu
tersebut. Begitu juga yang terjadi di
Masisir.
Permasalahannya terdapat pada
bagaimana kita membaca berita. Kita
sering melihat dikotomi media kepada
media liberal sekular, dan media Islam.
Lalu muncul perkataan “Jangan baca media
liberal dan sekular!” Padahal kita sendiri
belum bisa mendefinisikan apa yang
dimaksud dengan media Islam itu sendiri.
Apakah karena mendukung presiden
Mursi maka kita bisa menyebut itu adalah
media Islam? Dan media yang
bersebrangan dengan itu berarti media
sekular?
Padahal tidak jarang kita melihat
tersebar isu yang fiktif tersebar melalui
media yang disebut media Islam ini, meski
tak jarang juga media “sekular” ini pun
memutarbalikkan fakta.
Apakah ukuran islami sebuah media itu
diukur dengan banyaknya konten Islam di
dalamnya meski tak jarang melakukan
provokasi dan penyebaran isu fiktif?
Kata “Fatabayyanu!” dalam surat al-
Hujurat ayat 6, yang menganjurkan kita
untuk bersikap kritis terkadang dilupakan
oleh sebagian media “Islam” tersebut.
Selama mendukung kepentingannya, tak
lagi mereka melihat asas berita berimbang.
Maka tak heran jika beberapa kali
media yang menyuarakan al-Azhar merilis
klarifikasi pihak al-Azhar tentang beberapa
hal, isu pengunduran diri Syaikh Ahmad
Thayyib, isu pengurungan Mufti Mesir, isu
pelarangan azan, dan berbagai isu lain.
Sebagai mahasiswa, khususnya yang
berkecimpung di dalam dunia media, mari
kita perbaiki kualitas dan profesionalitas
media kita. Jangan sampai mengaku
sebagai media Islam namun tidak bisa
mengabarkan berita sesuai dengan ajaran
Islam.
Kurang profesional-nya media-media
yang mengaku sebagai media Islam justru
akan memperburuk citra Islam itu sendiri.
Ditambah lagi sebagian media melarang
para pembaca untuk membaca media lain
dengan tuduhan liberal dan sekular.
Padahal bisa jadi media yang tertuduh itu
jauh lebih profesional dan memberitakan
secara Islami ketimbang media tadi.
Semakin mendekatnya masa Sidang
Umum MPA PPMI yang menandakan
semakin berakhirnya masa tugas seluruh
jajaran PPMI, maka kami menyajikan kilas
balik kinerja PPMI selama satu tahun.
Setidaknya agar Masisir bisa menilai
kinerja mereka.
Pada rubrik Komentar peristiwa kami
mencoba mengadakan survey kepada
beberapa orang Masisir terkait
pemahaman mereka tentang Wasathiyah
Azhar. Kita tahu bahwa keputusan Syaikh
Ahmad Thayyib dalam krisis Mesir
sekarang bisa disebut kontroversial. Maka
hal itu secara tidak langsung akan
menimbulkan pertanyaan “Di mana letak
Wasathiyah Azhar?”
Dalam rubrik Sikap pun kami
memberikan sedikit catatan kepada Masisir
terkait tentang kinerja MPA, BPA, dan DPP
PPMI selama ini. Bagaimana kita menilai
kinerja mereka, dan bagaimana seharusnya
mereka berkinerja.
Akhirnya kami mengucapkan
terimakasih kepada semua pihak yang
telah membantu TëROBOSAN baik secara
langsung maupun tidak langsung. Kami
juga mengucapkan terimakasih kepada
para pembaca yang telah setia menerima
keberadaan kami.
Selamat membaca!
02
Express Copy
Menerima segala jenis
fotokopi
Mahatthah Mutsallas,
Hay `Asyir
Building 102 Sweesry.
Hp: 01001726484
Terbit perdana pada 21 Oktober 1990. Pendiri: Syarifuddin Abdullah, Tabrani Sabirin. Pemimpin Umum: Tsabit Qodami. Pemimpin Redaksi: Fahmi Hasan Nugroho. Pemimpin Perusahaan: Erika
Nadarul Khoir. Dewan Redaksi: Abdul Majid, M. Hadi Bakri. Reportase: A. Ainul Yaqien, M. Zainuddin, Dirga Zabrian, Luthfiatul Fuadah Al-Hasan, Ainun Mardiah, Heni Septianingsih. Editor: Zulfahani Hasyim. Pembantu Umum: Keluarga TëROBOSAN. Alamat Redaksi: Indonesian Hostel-302 Floor 04, 08 el-Wahran St. Rabea el-Adawea, Nasr City Cairo-Egypt. Telepon: 22609228, E-mail: terobosanmasisir@yahoo.com. Fa-cebook : Terobosan Masisir. Untuk pemasangan iklan, pengaduan atau berlangganan silakan menghubungi nomor telepon : 01159319878 (Tsabit), 01122217176 (Fahmi), 01148433704 (Erika)
TëROBOSAN, Edisi 355, 26 Juli 2013
S i k a p
03
PR untuk PPMI dan Masisir
Saat tim Terobosan mewawancarai be-
berapa orang seorang senior Masisir yang
sempat berkecimpung secara langsung da-
lam PPMI, mereka banyak bercerita tentang
sejarah perubahan dan penerapan sistem
trias politika dalam SGS di tubuh PPMI ini.
Awalnya, perubahan sistem dalam tubuh
PPMI ini sangat menarik perhatian Masisir
pada umumnya. Sidang Umum biasa diada-
kan di Auditorium Shalah Kamil karena men-
ampung para hadirin yang antusias untuk
mengikuti jalannya sidang PPMI. Saat jarin-
gan internet belum masuk ke rumah-rumah,
Masisir mencari kesibukan dengan mengiku-
ti berbagai macam kegiatan PPMI baik itu
sidang maupun kegiatan lain.
Animo Masisir sangat tinggi terhadap
PPMI saat itu. Pelatihan tentang sistem trias
politika PPMI diadakan di mana-mana,
berbagai macam pelatihan, seminar dan
perkumpulan diadakan demi memahamkan
Masisir akan sistem yang dijalankan dalam
tubuh organisasi induknya. Sistem trias poli-
tika yang saat ini kita nilai terlalu rumit
justru bisa menarik minat para mahasiswa
saat itu.
Tak terasa waktupun berjalan, perhatian
Masisir pun kini tidak lagi terlalu terfokus
pada PPMI. Sistem keorganisasian yang ber-
jalan dalam tubuh PPMI tak lagi dipahami
secara menyeluruh oleh Masisir, bahkan para
pamangku kebijakan (baca: MPA, BPA, dan
DPP) di dalam tubuh PPMI pun tidak bisa
sepenuhnya paham akan sistem ini. Akhirnya
perjalanan PPMI setiap tahunnya tergantung
pada penafsiran setiap generasi akan sistem
ini.
Itulah yang mendasari kami membahas
tentang sistem trias politika dalam tubuh
PPMI ini pada edisi 350, 22 Februari 2013
lalu. Kami menilai bahwa Masisir saat ini
telah terputus dari sejarah pembentukan
sistem organisasi ini. Pemahaman Masisir
akan sistem ini tidak lagi sesuai dengan apa
yang direncanakan pada awalnya. Akhirnya,
setiap generasi akan menjalankan sistem ini
sebatas pemahaman mereka saja.
Kita melihat bahwa DPP PPMI saat ini
lebih menjadi sebuah Even Organizer (EO)
ketimbang sebuah organisasi induk. PPMI
lebih mirip dengan sebuah tim yang hanya
mengadakan berbagai macam kegiatan. Kita
sekarang tidak tahu lagi bagaimana menilai
baik atau buruknya kinerja DPP PPMI dalam
satu periode. Apakah kinerja DPP PPMI
dinilai dari antusias dan kepuasan Masisir
terhadap kinerja mereka? apakah dinilai dari
kekompakan kabinetnya? apakah dari hub-
ungan antara PPMI dengan organisasi lain di
bawahnya? ataukah hanya dinilai dari hasil
pencapaian kegiatan yang diadakan selama
satu tahun?
Kita telah melihat dalam sidang LPJ PPMI
tahun lalu, DPP PPMI mendapatkan nilai
“Mumtaz” dari para peserta sidang karena
pencapaian program kerja yang mencapai
angka 90%, nilai yang sangat tinggi dan
bahkan konon belum pernah dicapai oleh
pengurus DPP PPMI sebelumnya. Namun
apakah dengan itu kita bisa menilai kinerja
PPMI saat itu bagus dan nyaris sempurna
sebagaimana nilai yang diberikan?
Saat itu, setelah melihat nilai tinggi itu,
kita seakan lupa untuk bertanya bagaimana
kabar hubungan PPMI dengan organisasi lain
semisal Senat Mahasiswa? Bagaimana cara
PPMI merespon kritikan dari para anggota
PPMI lain? Apa dampak yang dirasakan oleh
Masisir dari program-program yang telah
diadakan? Apakah penilaian kinerja DPP
PPMI hanya tercukup pada persentase
tercapainya program kerja?
Permasalahan kurangnya perhatian
Masisir terhadap PPMI secara umum tidak
hanya dikarenakan oleh kecenderungan
Masisir yang telah berubah, namun pema-
haman para pemegang kebijakan di tubuh
MPA dan BPA tentang tugasnya pun menjadi
salah satu sebab utama permasalahan ini.
Saat kami melakukan survey ke beberapa
kekeluargaan pada bulan April lalu, tiga dari
tujuh belas ketua kekeluargaan kami berikan
pertanyaan “Bagaimana pandangan anda
tentang kinerja MPA dan BPA PPMI
sekarang?” dan ternyata mereka mem-
berikan jawaban yang seragam, yaitu tidak
ada hubungan langsung antara MPA dan BPA
dengan ketua kekeluargaan selain melalui
surat undangan.
Memang tiga dari tujuh belas tidak bisa
mewakili suara para ketua kekeluargaan
secara keseluruhan, namun setidaknya kita
bisa melihat bahwa terdapat kecacatan da-
lam sosialisasi program yang dilakukan oleh
MPA dan BPA. Padahal kita tahu bahwa AD/
ART PPMI dipegang oleh MPA, berbagai
macam Undang-Undang dipegang oleh MPA,
kedua hal itu perlu untuk disosialisasikan
kepada Masisir agar sidang dan perkum-
pulan-perkumpulan yang selama ini diada-
kan tidak hanya menjadi ajang penghambu-
ran dana dan tenaga.
BPA sebagai lembaga yang paling ber-
tanggungjawab atas jalannya perundang-
undangan baru sampai pada tahap membuat
dan pengesahan undang-undang, sosialisasi
yang kurang maksimal menjadikan Masisir
acuh tak acuh terhadap undang-undang ter-
sebut. Padahal untuk disahkannya sebuah
undang-undang diperlukan biaya dan tenaga
yang tidak sedikit.
Salah satu hal yang perlu disorot adalah
tentang undang-undang temus, beberapa
nama yang lolos di kekeluargaan ternyata
tertolak karena yang bersangkutan belum
melaksanakan lapor pendidikan. Permasala-
han ini tidak hanya karena kesalahan orang
yang bersangkutan, namun pihak kekeluar-
gaan dan BPA juga seharusnya memper-
hatikan undang-undang dan melakukan
pencegahan agar masalah seperti ini tidak
muncul.
MPA pun tak bisa luput dari kritikan.
Yang dipahami dari tugas MPA saat ini ha-
nyalah mengadakan sidang LPJ dan LKS, dan
membentuk panitia PPR. MPA kehilangan
fungsinya sebagai Majelis Permusyawaratan
Anggota PPMI, selain karena jumlah anggota
sidang yang selalu sedikit, keanggotaan MPA
yang simpang siur pun seolah dibiarkan be-
gitu saja.
Jika MPA dan BPA bertanya kenapa pe-
serta sidang selalu sedikit di setiap sidang
yang diadakan, maka para pihak kekeluar-
gaan pun akan bertanya siapa itu MPA? Siapa
itu BPA? Kedekatan antara MPA BPA dengan
organisasi-organisasi lain saat ini hanya ber-
bentuk garis koordinasi dan surat undangan,
padahal hubungan berbentuk silaturahmi
dan kunjungan juga diperlukan agar terjalin
hubungan dekat antara masing-masing lem-
baga.
MPA, BPA dan DPP PPMI akan meng-
akhiri jabatan mereka dalam beberapa hari
lagi, kursi-kursi itu pun akan kembali di isi
dengan wajah-wajah baru. Kesalahan-
kesalahan yang telah lalu, yang kira-kira tak
sempat lagi diperbarui oleh para pengurus
saat ini cukuplah menjadi pelajaran bagi para
pengurus setelahnya agar kesalahan serupa
tidak lagi terulang.
Kita masih memiliki saksi-saksi sejarah
yang menyaksikan dan terjun langsung da-
lam pembentukan sistem keorganisasian ini,
jika mereka tidak lagi dijadikan acuan dan
rujukan bagi kita generasi sekarang maka
janganlah heran jika kebijakan dan pera-
turan yang menyalahi aturan akan selalu
muncul dalam tubuh PPMI. [ë]
Rubrik Sikap adalah editorial buletin TëROBOSAN. Ditulis oleh tim redaksi TëROBOSAN dan mewakili suara resmi dari TëROBOSAN terhadap
suatu perkara. Tulisan ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab redaksi.
TëROBOSAN, Edisi 355, 26 Juli 2013
Laporan Utama
03
Setahun Bareng “Bersama Dan Bersatu”
DPP PPMI masa baktu 2012-2013 be-
berapa hari lagi akan sampai garis akhir
waktu mengabdi. Kabinet yang dilantik pada
11 September 2012 ini menamakan dirinya
dengan Kabinet Bersama dan Bersatu.
Menurut Ketua MPA PPMI,
Amrizal Batubara, LPJ akan
digelar pada 28 Juli 2013. Un-
tuk itu, sebelum memasuki
ruang sidang akhir Juli nanti,
sudah menjadi kewajiban bagi
TëROBOSAN untuk menyodor-
kan beberapa hal yang perlu
disampaikan ke pembaca. Hal
ini tidak lain untuk pertim-
bangan dalam sidang LPJ PPMI
tahun ini. Silahkan membaca!
Buletin Suara PPMI. Dalam
setahun ini sudah terbit
sebanyak 4 kali. Edisi terakhir
kali terbit memuat edisi khu-
sus Simposium Internasional
PPI kawasan Timur Tengah
dan Afrika yang berlangsung
di Mesir ini beberapa minggu
lalu. Buletin yang berdiri pada enam tahun
silam ini merupakan corong bagi PPMI untuk
mesosialisasikan agendanya dan berbagai
informasi lainnya. Penerbitan bulletin Suara
PPMI ini patut kita sorot, terutama karena
beberapa terbitan menurut kami terkesan
dipaksakan. Misalnya karena kebanyakan
berisi gambar agenda. Tulisan dari redaksi
maupun dari luar seolah berimbang dengan
gambar yang mewarnai.
Jamil pernah mengakui kurang
maskimalnya penerbitan bulletin ini di da-
lam sidang LKS 16 Februari lalu. Terutama
karena Pimred sempat jatuh sakit sehingga
mengganggu keredaksian. Memang berbagai
kendala yang menyerang Suara PPMI ini
tidak hanya terjadi pada periode ini. Bahkan
dua tahun sebelumnya Fallah Abdul Halim
selaku Presiden PPMI 2010-2011 pernah
berkomentar, “Mungkin harus ada peru-
bahan radikal dalam visi misi suara PPMI
supaya bisa berkembang dan semarak
diterima Masisir.”
Demikianlah yang terjadi buletin Suara
PPMI. Lalu bagimanakah dengan iklim intel-
ektual Masisir yang coba dikembangkan
pasangan pemimpin Jadda (Jamil-Delfa) ini?
Lima bulan yang lalu dalam reportase TëRO-
BOSAN Helmi, salah seorang pegiat kajian
berpendapat bahwa selama semester per-
tama lalu DPP PPMI dianggap kurang bisa
mendongkrak iklim intelektual Masisir. Lalu
sepenuhnya benarkah pendapat ini?
Bagaimanakah pandangan anda akan hal ini?
Mari kita lihat agenda bersubtansi ilmiah
dalam setahun terakhir yang diadakan Kabi-
net Bersama dan Bersatu.
Pertama, Training For Traainer Mawarits
(50 Jam Menguasai Mawarits). Acara digelar
secara berkala mulai tanggal 16-30 Oktober
2012 yang bertempat di Limas Kemmas dan
sekretariat Fosgama. Acara dihadiri oleh 60
peserta yang terdiri dari berbagai perwaki-
lan organisasi.
Kedua, Bedah Novel Panti “Ku temukan
Tuhan di Panti Pijat” dan Sekolah Menulis
Sehari Bersama H.S. Priyo Soeaedy. Acara ini
bekerjasama dengan IKPM Kairo, ICMI Orsat
Kairo dan Wihdah. Menurut laporan, acara
yang diadakan pada 29 Oktober ini dihadiri
oleh puluhan Masisir dan perwakilan organ-
isasi di lingkungan PPMI Mesir.
Ketiga, Intensive English Camp II.
Dilaporkan peserta acara berkisar 40 orang
yang terdiri dari pendaftar dan berbagai
perwakilan organisasi. Menurut pengakuan
PPMI acara yang digelar dari 17-21 Novem-
ber ini menuai sukses dan lancar.
Keempat, Penerbitan Jurnal Himmah.
Sampai berita diterbitkan Jurnal Himmah
sudah dua kali terbit sesuai dengan juklak
yang dicanangkan. Terbitan terakhir meru-
pakan volume ke delapan. Tahun ini struktur
kepengurusan Jurnal Himmah berubah men-
jadi badan semi otonom di bawah tanggung-
jawab Menko 1. Menurut Ahmad Satriawan
Hariadi selaku Pimred Junal Himmah yang
dihubungi melalui telepon seluler menga-
takan, “bentuk bantuan dari badan semi
otonom itu misalnya dengan bantuan dana
dari PPMI.” Selain itu dia menambahkan bah-
wa pemilihan pengurus juga dikonsultasikan
kepada pihak PPMI. Lebih jauh dia berharap
agar ke depannya PPMI bisa terus men-
dukung kemajuan jurnal ini.
Workshop atau Halaqah Ilmiah. Selama
tahun ini PPMI mengadakan workshop ilmi-
ah sebanyak 6 kali. Semua serial agenda itu
dilaksanakan pada termin ke dua. Adapun
rinciannya demikian berikut:
Workshop I PPMI dengan tema
"Peran Said Nursi dalam Per-
satuan Umat Islam" dengan
pembicara : 1. Prof Dr. Mu-
hamadIbrahim al-Mas (Makah
Al Mukaromah) 2.Prof. Dr. Ih-
san Qosim al-Solihi (Turki) 3.
Prof. Dr. Ma'mun Jaror
(Jordan). Hari Jum'at, 1 Maret
2013 Pukul 17.00 s/d selesai di
Audi-torium Griya Jawa Ten-
gah.
Workshop II PPMI dengan tema
"Membumikan Islam Rahmatan
Lil Alamin" bersama salah satu
ulama besar Mesir, Syaikh Dr.
Yusri Rusydi. Hari Rabu, 13
Maret 2013 di Auditorium Li-
mas.
Workshop III PPMI dengan tema
"Perbandingan konsep ekonomi Islam
dengan ekonomi sosialis dan kapitalis" ber-
sama salah satu pakar ekonomi Islam Mesir,
Dr. Musthafa Dasuqi Kisbah. Hari Ahad, 24
Maret 2013 di Auditorium Wisma Nusantara.
Workshop IV PPMI dengan tema "Teori
Akad Dalam Islam" bersama Dr. Musthafa
Dasuqi Kisbah. Hari Senin, 25 Maret 2013 di
Auditorium Wisma Nusantara.
Workshop V PPMI dengan tema
"Permasalahan Seputar Fatwa Kontemporer"
bersama salah satu ulama terkemuka Islam
Mesir, Syekh Dr. Amru Al Wardany (Direktur
Eksekutif Pelatihan Fatwa Darul Ifta Mesir).
Hari Rabu, 27 Maret 2013 di aula Darul Ha-
san KMJ.
Workshop VI PPMI dengan tema "Konsep
Moderat Al Azhar dalam Menyongsong Tan-
tangan Zaman" bersama salah satu ulama
terkemuka Islam Mesir sekaligus Dekan
Fakultas Usuludin Univeristas Al-Azhar Cai-
ro, Syekh Prof. Dr. Bakr Zaki Ibrahim Awad.
Hari Selasa, 2 April 2013, di Pasangrahan
KPMJB.
Agenda besar berikutnya adalah
peringatan Hari Sumpah Pemuda. Ada ban-
yak rentetan acara di dalamnya yang mana
ada acara yang disediakan untuk Masisir dan
perlombaan maupun dialog bersama maha-
siswa asing seperti ASEAN CUP dan Dialog
Ilmiah Sumpah Pemuda dengan tema "Peran
Aktif Pemuda dalam Membangun Generasi
Unggul Bangsa" yang diadakan di asrama
mahasiswa Madinatul Bu’uts. Pembicara saat
itu adalah Dr. Zawawi Abdul Wahid dari In-
Doc: TëROBOSAN
Jamil dan Delfa berfoto bersapa para tim sukses dan para pendukungnya sesaat setelah
penghitungan suara hasil Pemilu Raya 28 Agustus 2012 lalu.
TëROBOSAN, Edisi 355, 26 Juli 2013
Laporan Utama
04
donesia, Dr. Ibrahim dari Burkinafaso dan
Dr. Syarafuddin dari Nigeria. Pada acara ini
sempat terjadi kesalahpahaman dengan pa-
nitia bedah tesis karya Dr. Zawawi karena
acara di asrama Madinatul Bu’uts mepet
dengam agenda bedah tesis di KSW. Karena
jalanan macet maka panitia bedah tesis ha-
rus rela mengundur acara yang dilaksanakan
Senin sore, 22 Oktober 2012.
Selanjutnya mari kita melirik agenda
olahraga yang diadakan DPP PPMI 2012-
2013. Pada semester kedua yang lalu TëRO-
BOSAN pernah menerbitkan laporan ber-
judul “Semester Olahraga Masisir, menyorot
tentang kegiatan-kegiatan olah raga selama
satu semester. Hal ini tak lain karena pada
semester musim dingin itu Masisir disibuk-
kan dengan banyak sekali kejuaraan
olahraga. Kendati demikian DPP PPMI juga
mengadakan berbagai even olahraga pada
tahun ini.
Pertama, Hari Kebersamaan Masisir"
Rabu, 28 November 2012 bertempat di Nadi
Central 1 Zahro. Konsep acara ini berisi
berbagai perlombaan sebagai ajang saling
temu sapa organisasi di bawah PPMI Mesir.
Yaitu bekerjasama dengan DPP WIHDAH,
empat DPD PPMI dan 17 Kekeluargaan.
Acara yang berlangsung selama satu hari
saja.
Kedua ASEAN CUP yang dilaksanakan
dalam rangka menyambut Hari Sumpah
Pemuda. Selanjutnya Indonesian Games yang
baru saja berakhir pada awal bulan Juli ini.
Semua acara olahraga ini berjalan dengan
meriah dan penuh antusias.
Pada bidang kaderasasi, Kabinet Bersama
dan Bersatu PPMI ini mengadakan agenda
guna pengkaderan Masisir. Acara Ormaba
yang berlangsung di KBRI, Garden City dan
Shalah Kamil. Marhalah Gaza terbentuk dari
acara ini. Mereka juga sempat beberapa kali
tampil dalam pagelaran seni seperti di Nadi
Wafidin, Ramsis dan Aula KSW.
Untuk masalah silaturrahmi, DPP PPMI
mengadakan acara Coffee Break. Acara ini
dilaksanakan guna berbagi ide dan saling
tukar informasi antar Masisir. Berbagai isu
yang berkembang di Masisir seperti maha-
siswa baru, keamanan, Temus dan lainnya
sudah dibahas dalam acara ini. Coffee Break
berjalan sampi tiga kali. Kegiatan pertama
dan terakhir kegiatan ini diadakan diadakan
di Auditorium Limas Kemass. Sedangkan
untuk Coffee Break kedua diadakan di Aula
KMB. Pada Coffee Break ketiga sempat
dihadiri Dubes, Bapak Nurfaizi Suwandi yang
membincangkan isu keamanan WNI.
Tugas lain yang patut disorot adalah Viko
(Visa Kolektif). Tahun ini memang menjadi
tahun pertama pengurusan visa secara
kolektif ini. Ratusan nama bisa mendapatkan
ijin tinggal berkat bantuan sistem ini. Jika
merunut reportase kami, program ini ter-
laksana sebagai bentuk jalan keluar dari ka-
sus semrawutnya birokrasi di imigrasi Mesir
ini. Setelah muncul laporan akan kesulitan
ini akhirnya KBRI bersedia membantu me-
nangani dengan melobi pihak imigrasi. Selain
pihak KBRI, DPP PPMI juga ikut andil bagian
pekerjaan ini yang mana mereka adalah
pelaksana program seperti pengumpulan
paspor dan pengajuan ke pihak imigrasi.
Agenda besar yang berhasil diadakan
atas kinerja DPP PPMI adalah Simposium
Pelajar Timur Tengah dan Afrika. Acara yang
berlangsung dari 4-7 Juli 2013 ini tetap ber-
langsung kendati Mesir tengah bergejolak.
Bahkan puncak gejolak terjadi di tengah
acara ini berlangsung. Keadaan ini membuat
beberapa pembicara yang didatangkan mem-
ilih untuk tidak menghadiri undangan seper-
ti Prof. Dr. Mahfud M.D dan Dr. Nur Hasan
Wirajuda karena alasan keamanan ini. Na-
mun akhirnya acara tetap terlaksana dengan
pembicara pengganti seperti Dr. Musthofa
Abd. Rahman, Dra. Hj. Sastri Yunizarti Bakry,
Atk. M.Si dan Ir. Muhammad Najib, M.Sc.
Satu lagi kegiatan yang dilakukan oleh
PPMI adalah Malam Gebyar Kreasi Masisir
yang diadakan di Aula
Pasanggrahan KPMJB
pada tanggal 7 Juli 2013
lalu. Acara yang di-
rencanakan akan diada-
kan di Aula American
Future ini terpaksa di-
alihkan ke KPMJB kare-
na beberapa sebab.
Respon dan kebijakan
PPMI terkait beberapa
permasalahan yang
terjadi pun patut untuk
kita perhatikan. Sekitar
bulan November lalu,
PPMI mengeluarkan
surat pernyataan sikap
tentang agresi militer Israel ke Palestina.
Surat pernyataan sikap itu keluar setelah
mendapatkan masukan dan kritikan dari
berbagai pihak. PPMI pun kemudian menga-
dakan acara malam pengumpulan dana yang
meski begitu tetap tidak lepas dari berbagai
kritikan.
Pada 5 Mei 2013 PPMI mengadakan per-
temuan dengan dekan fakultas Ushuluddin di
kantor dekan, salah satunya adalah memba-
has tentang kasus keracunan makanan di
asrama mahasiswa dan isu politik yang men-
impa al-Azhar dan sempat menimbulkan
perdebatan di kalangan Masisir saat itu.
PPMI pun mengeluarkan pernyataan sikap
tentang kasus ini setelah mendapatkan ma-
sukan dari berbagai pihak.
Pada 9 Mei pun PPMI mengeluarkan su-
rat pernyataan terkait akun facebook yang
menamakan diri sebagai Forum Mahasiswa
Timur Tengah (FORMAT). Surat pernyataan
ini pun ditekankan kembali dalam salah satu
poin hasil pertemuan terbatas DPP PPMI,
Atdik dan beberapa ketua organisasi yang
dikeluarkan pada tanggal 15 Juli lalu.
Pada 18 Juni lalu PPMI pun mengeluar-
kan pernyataan ketika sebuah akun twitter
yang menamakan dirinya Guemasisir me-
nyebarkan kabar tentang bantuan dana dari
beberapa pihak kemudian mengaitkannya
dengan isu intervensi politik di tubuh PPMI.
PPMI pun cepat memberikan respon keti-
ka tersebar kabar pembatalan seleksi tes
Universitas al-Azhar yang diadakan di Ke-
mentrian Agama. Respon tersebut berupa
pertemuan bersama Atase Pendidikan KBRI
Kairo, para ketua-ketua organisasi dan be-
berapa media pada tanggal 13 Juli lalu. Hasil
pertemuan itu pun dilaporkan dua hari
setelahnya melalui akun resmi PPMI.
Dan pada akhir masa jabatannya, PPMI
pun berhasil menjalin hubungan dengan
beberapa muhsinin dan berhasil mendistri-
busikan beasiswa kepada kurang lebih 600
orang Masisir dibantu dengan BWAKM dan
ketua-ketua kekeluargaan. Jamil mengatakan
bahwa beasiswa ini diperuntukkan bagi ma-
hasiswa yang benar-benar membutuhkan,
maka ia bekerjasama dengan kekeluargaan
untuk mendata calon penerima beasiswa ini.
Ia pun menambahkan bahwa hubungan ini
baru dijalin tahun ini, ia pun berharap agar
hubungan dengan pihak muhsinin ini tidak
terputus sampai di sini agar bantuan kepada
Masisir tetap ada.
Demikian beberapa kinerja dan kegiatan
PPMI tahun ini yang berhasil kami pantau.
Sukseskah mereka dalam mengemban
amanat menurut anda? Atau tidak samasek-
ali? Silahkan sampaikan aspirasi kritik dan
saran anda di Sidang LPJ DPP PPMI 28 Juli
nanti. [ë] Tsabit, Fahmi Jamil dan Delfa saat mengambil sumpah di hadapan para peserta Sidang Umum II
di Aula Rumah Limas 3 September 2012 lalu.
Doc: TëROBOSAN
TëROBOSAN, Edisi 355, 26 Juli 2013
Komentar Peristiwa
06
Apa yang Masisir Pahami dari Wasathiyah (Moderatisme) al-Azhar?
Al-Azhar sebagai institusi keilmuan tertua
yang telah berdiri selama lebih dari satu mile-
nium, tercatat dalam tinta sejarah dan diakui
di dunia internasional dengan moderatisme
(Wasathiyah) yang dijunjungnya. Tidak hanya
dalam dunia Islam, bahkan moderatisme al-
Azhar mendapat pengakuan dari kalangan
non-muslim. Lantas bagaimana pemahaman
masisir yang belajar dalam naungan al-Azhar
terhadap moderatisme al-Azhar itu sendiri?
Berikut beberapa opini Masisir seputar mod-
eratisme al-Azhar yang kami rangkum beserta
pendapat beberapa ulama Azhar yang dimuat
dalam Shoutul Azhar edisi Jumat, 21 Juni
2013. Selamat membaca.
Berbicara tentang moderatisme al-Azhar
tidak terlepas dari sejarah awal mula pendiri-
an al-Azhar. Dr. Bakr Zaki ‘Awadh, Dekan
Fakultas Ushuluddin menjelaskan bahwa pada
awalnya al-Azhar didirikan untuk menyebar-
kan ajaran Syiah, di mana sebagian pengi-
kutnya tidak mengenal moderatisme. Hal ter-
sebut dikarenakan pengkultusan mereka ter-
hadap ahlul bait pada wilayah tertentu dan
kebencian mereka terhadap beberapa sa-
habat.
Senada dengan hal ini mantan Dekan
Fakultas Ushuluddin, Dr. Mahmud Mazru’
yang menyatakan bahwa semenjak
berkuasanya Shalahuddin al-Ayyubi di Mesir,
merubah pembelajaran di al-Azhar menjadi
pusat keilmuan Sunni yang moderat sehingga
menarik minat ulama dari berbagai negeri
untuk datang ke al-Azhar. Dan
moderatisme al-Azhar itu ber-
tahan hingga saat ini.
Apakah yang dimaksud
dengan moderatisme al-Azhar
tersebut? Jauhar Ridloni Marzuq secara sing-
kat mengatakan, “Washatiyah al-Azhar adalah
kemampuannya menggabungkan antara dalil
aqli dan naqli. al-Azhar tidak alergi dengan
penalaran akal, tapi tidak kebablasan dengan
mengabaikan nash.” Itulah yang membuat al-
Azhar berada di posisi tengah. Tidak
mendewakan akal atau menafikan perannya.
Tidak pula memahami nash secara tekstual
atau mengabaikannya sama sekali. “Adil, pro-
porsional, seimbang, pertengahan. Itulah wa-
sath.” tambahnya.
Sementara Jajang Hermawan, Gubernur
KPMJB tahun 2012-2013 berpendapat bahwa
moderatisme al-Azhar adalah sikapnya dalam
menghukumi sesuatu dengan tidak terlalu
cepat (ekstrem), tidak juga bertele-tele. Dan
juga berhati-hati dalam mengedepankan asas
maqoshidu syari'ah. “Jargon fiqihnya, alfiqhu
attaisir ma'a dalil. Pokoknya nggak ifroth juga
tafrith” ungkapnya.
Sama halnya dengan Jajang, Kurniawan
Saputra, keluarga Informatika ini menam-
bahkan bahwa moderatisme yang dimaksud
juga berarti memahami Islam dengan logis
namun tetap dalam batasan-batasan syar’i,
mengikuti metode ulama-
ulama terdahulu yang ter-
jewantahkan dalam buku-
buku mereka, sembari mem-
pertahankan sikap kritis
sesuai dengan perkembangan
zaman.
Begitu pula Nuhdi Febri-
ansyah, Ketua Umum PCIM
Mesir ini menyatakan bahwa moderatisme al-
Azhar terasa dalam dua ranah, pola pikir ilmi-
ah dan sikap-laku. Pola pikir ilmiah yang
berimbang antara "tekstualis dan kontekstu-
alis", antara "Dhahiri dan Ta'wili", antara
"teks dan realitas". Sedang dalam sikap-laku
ditunjukkan dalam keadilan tanpa tendensi
sektarian, kekerasan dan pemaksaan
(toleran).
Pemahaman sebagian masisir tersebut
dikuatkan dengan pernyataan Dr. Majidah
Kamil Darwis, Ketua Jurusan Aqidah Fakultas
Dirasah Islamiyah, “Manhaj yang diusung al-
Azhar adalah manhaj tarbawi melalui study
komparasi berbagai pemikiran dengan ber-
pegang teguh pada al-Quran dan Sunnah serta
membuka pintu ijtihad bagi yang
berkompeten di dalamnya.
Dengan syarat tidak ada tendensi
khusus dan jika menakwilkan
suatu nash, tidak boleh berten-
tangan dengan nash-nash pokok dalam Islam.”
Beliau juga menyatakan bahwa al-Azhar juga
mempelajari pemikiran para orientalis yang
telah masuk Islam. Dengan demikian al-Azhar
turut mempelajari pemikiran-pemikiran baik
itu dari Barat atau dari Timur.
Berikutnya, pemimpin redaksi Informat-
ika, Achmad Fawatih Nurizqi mengatakan
bahwa al-Azhar mengajarkan khilaf yang rah-
mah (bisa ditolerir-red) dan khilaf yang ‘azab
(tidak boleh ditolerir-red). “Perbedaan hal-hal
sepele jangan sampai menimbulkan per-
pecahan, karena itu yang diinginkan musuh-
musuh Islam. Adapun perbedaan dalam hal
tak seharusnya, seperti hal-hal yang sudah
disepakati oleh jumhur ulama, ini yang harus
dihindari.” Ungkapnya menukil pernyataan
Syaikh Abdu Jalil Isa dalam karyanya, “Ma la
yajuz fihi al khilaf”.
Lebih lanjut, Harun al-Rasyid yang meru-
pakan salah satu tim redaksi Sinai menam-
bahkan,” Wasathiyah berarti tidak radikal dan
juga tidak terlalu longgar. Sehingga dengan
prinsip ini seluruh mazhab diterima di al-
Azhar. Namun Wasathiyah bukan berarti abu-
abu. Ada prinsip yang diperjuangkan untuk
membawa misi ‘izzah Islam
sebagai Rahmatan lil 'alamin,
dan prinsip itulah yang tak
bisa ditawar-tawar, karena al-
Azhar merupakan institusi
Islam Sunni tertinggi.”
Muslim Sunni mengenal 4
madzhab fikih yang masyhur
dan menjadi patokan dalam
bermadzhab. Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Ham-
bali. al-Azhar menawarkan pembelajaran 4
madzhab tersebut kepada murid-muridnya.
Dr. Mahjah Ghalib, Dekan Fakultas Dirasat
Islamiyah menyitir permulaan ayat 143 dari
surat al-Baqarah dalam mengungkapkan mod-
eratisme Islam yang menjadi pedoman al-
Azhar. Beliau juga mengaitkan antara moder-
atisme al-Azhar dengan pembelajaran 4
madzhab dalam institusi al-Azhar, bah-
wasanya hal tersebut menunjukkan ketid-
akcondongan berpihaknya al-Azhar dengan
madzhab tertentu. “Sebagaimana hal ini juga
membuka wawasan pembelajar untuk
mengenal berbagai macam madzhab, guna
mengetahui mana yang moderat dan mana
yang ekstrim. Mana yang benar dan mana
yang salah.”
Sementara itu, Musa al-Azhar, Direktur
Muhamamdiyah Center for Islamic Studies-
(MCIS) Mesir menyatakan bahwa salah satu
makna moderatisme al-Azhar adalah tidak
liberal dan tidak radikal. Selanjutnya ia me-
nukil apa yang telah disampaikan Syaikh Usa-
mah Sayyid al-Azhari tentang terwujudnya
moderatisme al-Azhar melalui 8 manhaj. Di
mana setiap manhaj melahirkan manhaj beri-
kutnya.
1. Sanadnya tersambung. Karena setiap
murid pasti belajar dari ulama yang juga
pernah belajar dari guru ulama tersebut, hing-
ga seterusnya. Melalui proses belajar tersebut,
lahir poin kedua.
2. Pemahaman terhadap ilmu alat. Tanpa
ilmu alat, mustahil seorang pembelajar paham
agama. Dengan kata lain, tidak ada ulama
yang tidak paham ilmu alat. Karena ilmu alat
merupakan perangkat memahami al-Quran
dan Sunnah.
Adil, proporsional,
seimbang,
pertengahan. Itulah
wasath!
Manhaj yang diusung
al-Azhar adalah manhaj
tarbawi melalui study
komparasi berbagai
pemikiran dengan
berpegang teguh pada
al-Quran dan Sunnah
TëROBOSAN, Edisi 355, 26 Juli 2013
Komentar Peristiwa
07
3. Memahami maqashid syariah. Dengan
memahami tujuan hidup manusia. Seperti
ibadah, memakmurkan bumi, dan menyucikan
diri sehingga bisa membawa Islam rahmatan
lil alamin. Dan bukan justru menjadi ulama
peneror, yang hanya membebani dan tidak
menjadi solusi ummat.
4. Memahami al-Quran sesuai tempatnya.
Ayat untuk orang kafir ditujukan untuk orang
kafir, tidak untuk orang Islam, begitu pula
sebaliknya.
5. Menghormati umat Nabi Muhammad
Saw. Dengan tidak mudah menfasikkan atau
mengkafirkan sesama muslim.
6. Antusias membawa hidayah. Hidayah
yang dimaksud adalah penjelasan, bukti, dan
argumen. Oleh karenanya, al-Azhar banyak
memberikan ilmu tentang manusia, dunia, dll.
7. Bangunan keilmuan yang lengkap. In-
tinya, ilmu tidak sekedar dalil, melainkan da-
lil, metode, dan kompetensi.
8. Menghormati dan mengoptimalkan
turats. Karena turats adalah warisan pewaris
Nabi dan melalui turats lah kita mendapatkan
penjelasan tentang bagaimana nash tersebut
turun untuk realita yang terjadi, tentunya
dengan pembacaan yang berkualitas.
Kedelapan hal inilah yang membuat pema-
haman Islam cara al-Azhar itu Wasathiyah
sesuai makna lughawinya yaitu lurus, mus-
taqim.
Mantan Menteri Wakaf Mesir, Dr. Al Ah-
madi Abu An-Nur mendefinisi-
kan moderatisme al-Azhar
sebagai keseimbangan
(balance) antara pemahaman
dan penerapan yang tidak
disertai dengan sikap berlebi-
han (ekstrim). Beliau juga
menambahkan bahwa pangkal eksistensi al-
Azhar adalah berdirinya di atas konsep
musyawarah. Yang mana hal itu tercermin
dalam Badan dan Lembaga di bawahnya. Sep-
erti Majma’ Al Buhuts Al Islamiyah, Majlis al
‘Ala milik al-Azhar, Dewan Tinggi Ulama dan
sebagainya yang berjalan dengan konsep
musyawarah.
Di sisi lain Mantan Mufti Mesir, Dr. Nasr
Farid Washil membenarkan soal keterkaitan
moderatisme al-Azhar dengan ketidakber-
pihakannya dalam aliran atau partai politik
tertentu, menjadi salah satu pilar eksistensi al
-Azhar. “Karena moderat di sini berarti prin-
sip untuk menghindari fanatisme dan mengi-
kuti aliran politik tertentu.” Lebih lanjut be-
liau mengatakan bahwa Islam posisinya lebih
tinggi dari politik. Meski begitu Islam tidak
terlepas dari politik, baik secara umum mau-
pun khusus. Tetap ada korelasi antara
keduanya, di mana Islam menjelaskan metode
syar’i yang shahih dalam politik syar’i untuk
mengatur rakyat dan negara sesuai Al-Quran
dan Sunnah untuk kemaslahatan bersama.
Hal serupa dinyatakan oleh Jamil Abdul
Latief, Presiden PPMI Mesir. Ia mengatakan,
“Mauqif Mutawasith adalah sikap tersendiri
dalam menghadapi dua kubu yang berse-
brangan. Saat ada dua kubu yang berse-
brangan, Azhar selalu mengambil sikap di
tengah”
Fatimah Insani Zikra memiliki sudut pan-
dang lain terkait moderatisme al-Azhar,
“Wasathiyah al-Azhar itu berkaitan dengan
misi yang di bawa oleh al-Azhar, yaitu mem-
perkenalkan Islam kepada non muslim. Dan
juga menjadi wibawa al-Azhar sebagai insti-
tusi terbesar keilmuan Islam.” al-Azhar se-
bagai lembaga besar yang disorot tidak hanya
oleh kaum muslimin tapi juga non-muslim,
selalu menekankan hal tersebut dalam
berbagai kesempatan. “Menurut saya, Wa-
sathiyah tersebut lebih kepada respon per-
tahanan diri al-Azhar berhadapan dengan
tudingan-tudingan dengan terma teroris, fun-
damental, dan lain-lain terhadap islam dan
kaum muslimin.”
Hal tersebut terbukti dengan pengakuan
pemikir Koptik Jamal As’ad, akan moderat-
isme al-Azhar. “Moderat adalah prinsip al-
Azhar, dan menjadi pilar utama yang
menopang berdirinya institusi tersebut. Mod-
eratisme itu terwujud, bukan
karena ke-Mesir-annya, akan
tetapi itu murni prinsip al-
Azhar yang juga menjadi pen-
gayom bagi moderatisme Is-
lam. Tidak hanya di Mesir,
melainkan di seluruh dunia.”
Sedangkan menurut penilaian Abu Nashar
Bukhari, Presiden PPMI periode 2012-2013,
Wasathiyah yang al-Azhar ajarkan melalui
diktat dan kurikulum pendidikannya terbagi
dalam dua wilayah:
Pertama, dalam tataran keberagaman.
Wasathiyah berarti moderat dalam menganut
kepercayaan. Bukan berarti menganggap
semua agama benar, melainkan bersikap pro-
porsional. Tegas dalam hal prinsipil, lentur
dalam hal lainnya dan jauh dari paham dan
tindakan radikal. Itulah mengapa kita diajar-
kan Milal Wa Nihal dan tata cara ber-
mu'amalah dengan non muslim ala Nabi Saw
melalui hadits dan sirah.
Kedua, dalam ruang lingkup agama Islam.
Wasathiyah melingkupi 4 hal:
Satu, jauh dari fanatisme berlebihan yang
cenderung berujung pada paham mono-
sekterian kelompok. Apapun kelompok itu,
baik madzhab fikih, madzhab aqidah, aliran
dakwah dll. Hal ini terbukti dengan diajar-
kannya 4 Madzhab fikih, dalam akidah juga
semua madzhab dipaparkan, termasuk dalam
Ilmu hadist dan dakwah.
Dua, jauh dari fanatisme personal yang
berujung pada pengkultusan manusia dan
menganggap semua ucapan dan perbuatannya
adalah benar. Ini diambil dari metode al-
Azhar yang mengajarkan Ilmu akidah, fikih,
mustholah hadits, hadits tahlili, hadits
Maudhu'I dll.
Tiga, Wasathiyah berarti siap menerima
perbedaan. Ini terbukti dengan diajarkannya
fikih muqaran, bahkan Ilmu Hadits versi
Syi'ah pun diajarkan.
Empat, Wasathiyah bukan berarti tidak
punya pilihan, tidak berani mengambil sikap
hanya karena anggapan bahwa semua dinilai
benar. Ini ditunjukkan al-Azhar dengan
meminta pelajarnya memilih salah satu dari 4
madzhab fikih yang diajarkan. Azhar ajarkan
konsep rojih dan marjuh, dll.
Dari berbagai pandangan di atas, bisa
disimpulkan bahwa moderatisme al-Azhar
menjadi salah satu pilar eksistensinya selama
lebih dari seribu tahun. Moderatisme itu
menempati dua ranah. Pertama, berkaitan
dengan pandangan dan interaksi al-Azhar
dengan agama non Islam. Dan Kedua, terkait
dengan internal ummat Islam dipandang dari
dua sisi. Keilmuan dan realisasinya. Keilmuan,
dengan bersikap moderat dan proporsional
dalam menyimpulkan nash dan menyediakan
sarana pembelajaran 4 madzhab fikih Sunni.
Sedang dalam realisasi, al-Azhar menyeim-
bangkan antara pemahaman dan penerapan.
Dan dengan tidak ikutserta bernaung dalam
partai atau aliran politik tertentu menjadikan
al-Azhar mampu berada dalam posisi netral.
[ë] Ainun, Fahmi
...moderat di sini
berarti prinsip untuk
menghindari fanatisme
dan mengikuti aliran
politik tertentu...
TëROBOSAN, Edisi 355, 26 Juli 2013
O p i n i
08
Masisir dan Gejolak Politik Mesir: Upaya Membuka Dialog Oleh Ihsan Zainuddin*
30 Juni 2013 adalah hari yang hingga kini
masih diperdebatkan di panggung politik
Mesir. Satu pihak menilainya sebagai revolusi
rakyat menandai jatuhnya Dr.Muhammad
Morsi (baca kekuasaan Ikhwanul Muslimin)
dari kursi presiden, namun pihak lain me-
mandang bahwa kejatuhan Morsi adalah hasil
konspirasi kalangan oposisi yang melibatkan
militer atau santer disebut sebagai “kudeta
militer”.
Saya setuju dengan sebuah pendapat bah-
wa betapa sulit memposisikan diri sebagai
pengamat yang benar-benar independent
dalam membaca peristiwa politik nan berse-
jarah ini. Karena jika tidak cermat, apalagi
terbawa emosi, maka hasil analisa akan terba-
wa bias subjektivitas.
Sebagai manusia kita diberi tugas untuk
terus membaca fenomena yang terjadi di
muka bumi ini. Dari hasil bacaan ini, kita bisa
mengambil ibrah untuk menata kehidupan
yang lebih baik di masa mendatang. Ya, terma-
suk fenomena atau konflik politik yang sedang
terjadi di negeri para nabi ini.
Sedikitnya ada dua alasan mengapa kita
sebagai masisir harus paham betul lembar
demi lembar gejolak politik Mesir khususnya
pasca revolusi 25 Januari 2011.
Pertama, sebagai insan akademik,
rasanya tidak wajar jika informasi tentang
perkembangan atau peristiwa politik di Mesir
hanya kita dapatkan melalui media-media
berbahasa Indonesia, ataukah berbahasa Arab
namun terbawa emosi sektarian. Dari hasil
amatan saya, budaya baca koran atau portal
berita belum menjadi tradisi di kalangan
masisir. Ditambah lagi, tidak sedikit masisir
yang aktif di partai politik yang menuntut
pembenaran-pembenaran atas persepsi poli-
tik yang mereka pasarkan ke publik. Bukan
pembacaan objektif atas segala peristiwa poli-
tik yang terjadi.
Kedua, Ikhwanul Muslimin (IM) yang
muncul pada tahun 1928 lahir di tempat kita
menuntut ilmu saat ini. Organisasi yang
mencitrakan diri sebagai gerakan dakwah
pembaharu dan syumuliyah ini, diakui atau
tidak, menjadi inspirasi munculnya gerakan-
gerakan dakwah serupa di belahan dunia lain
termasuk di Indonesia.
Professor Dr. Kamaluddin, Guru Besar
USIM Malyasia menulis dalam sebuah paper
yang dipresentasikan di Cairo University be-
berapa bulan lalu, menyebutkan bahwa PKS
(Partai Keadilan Sejahtera) di Indonesia
merupakan representasi pergerakan IM di
Indonesia. Nah, dari sini kita tertantang untuk
mengenal lebih dekat IM dengan cara mem-
baca langsung buku-bukunya, demikian pula
melalui interaksi kita dengan kader-kader IM,
yang semakin mudah kita lakukan beberapa
tahun belakangan ini.
Sejarah juga telah mencatat bahwa setelah
revolusi 25 Januari, IM berhasil berkuasa
dengan penempatkan kadernya sebagai orang
nomor satu di Mesir.
Kita harus mampu menjawab apa relasi
antara agama dan politik? Benarkah IM sudah
mampu menjadi contoh ideal dalam praktek
politik yang mencitrakan Islam? Apakah visi
dan misi IM benar-benar bisa tercapai? Dan
masih banyak pertayaan lainnya jika kita
ingin membenturkan ilmu keislaman -yang
telah atau sedang- kita kaji dengan praktek
politik yang sudah dijalankan IM selama ini.
Termasuk, kita harus bisa menjawab,
benarkah pemikiran dakwah IM adalah solusi
keterbelakangan umat ini?
Baru-baru ini, Masisir seolah terpecah ke
dalam dua kubu dalam merespon lengsernya
Morsi. Seperti yang saya sebutkan di atas,
sebagian Masisir mengamini bahwa yang ter-
jadi adalah kudeta militer dan yan lain ber-
pendapat telah terjadi revolusi baru yang
mendapat dukungan militer.
Pendapat pertama beralasan, bahwa sisa
masa jabatan Morsi menurut konstitusi masih
tiga tahun lagi. Mengapa Morsi yang dipilih
secara demokratis harus dikudeta? Morsi
memang belum mampu membuktikan peru-
bahan atau perbaikan politik dan ekonomi
yang signifikan, namun terdapat sederet pres-
tasi yang telah dicapai selama setahun kepem-
impinannya.
Adapun pendapat kedua berdalil, bahwa
pada tanggal 30 Juni, kurang lebih 30 juta
lebih rakyat Mesir tumpah ruah ke jalan,
menuntut lengsernya Morsi yang mereka nilai
gagal memimpin Mesir selama setahun. Morsi
tidak mungkin dipertahankan lagi sebab ter-
dapat sejumlah fakta politik yang menyatakan
Morsi gagal dan telah banyak menyalahi janji
politik hingga pelanggaran terhadap konsti-
tusi. Sejumlah media massa Mesir pada hari
Ahad, 21 Juli 2013 menurunkan berita ten-
tang 15 poin alasan yang membuat partai
Nour akhirnya setuju dengan lengsernya Mor-
si. Padahal kita tahu, partai Nour adalah seku-
tu politik utama FJP (IM) di parlemen selama
ini. 15 Alasan ini kemudian terkuak sebagai
jawaban, lantaran serangan bertubi-tubi yang
dilancarkan IM kepada partai Nour yang
dinilai telah berkhianat secara politik.
Belum lagi, Morsi dinilai, perlahan tapi
pasti, “membunuh” demokrasi yang terindi-
kasi bahwa Morsi tidak hanya ingin men-
guasai lembaga eksekutif tapi juga legislatif
dan yudikatif. Ditambah lagi, publik akhirnya
tahu bahwa sebenarnya bukan Morsi yang
memimpin Mesir, melainkan Mursyid IM-lah
yang selama ini menjadi penentu kebijakan-
kebijakan presiden seperti yang dikemukakan
oleh Fuad Jadullah, mantan penasehat hukum
presiden.
Karena itu, ratusan pemuda yang
menamakan diri Tamarod akhirnya berhasil
mempengaruhi publik untuk secara massal
menentang Morsi dan puncaknya pada tang-
gal 30 Juni itu.
Terlepas dari dua alasan dan pembacaan
politik yang berbeda di atas, yang sangat disa-
yangkan karena tanpa babibu, maaf, sebagian
Masisir yang berafiliasi ke salah satu partai
politik, dengan sangat lancang dan berani
memvonis Grand Syaikh Al-Azhar, Dr. Ahmad
Tayyib sebagai pengkhianat bangsa dan telah
ikut berkonspirasi dengan sejumlah elemen
termasuk pihak gereja untuk menjatuhkan
Morsi. Keputusan Syaikh Al-Azhar untuk di-
adakannya pemilihan presiden lebih dini di-
anggap sebagai sebuah keberpihakan ter-
hadap “kudeta militer.” Saya rasa ini membu-
tuhkan diskusi yang panjang.
Nah, dari titik inilah, saya memandang ada
yang salah dari pola pikir masisir yang ber-
partai ini. bagaimana mungkin, dalam hi-
tungan jam langsung mampu menilai dengan
pasti tentang keputusan Grand Syaikh Al-
Azhar terkait masa depan negaranya sendiri.
Usut punya usut, ternyata kesimpulan
masisir yang berpartai ini tidak lepas dari isu
dan opini liar yang beredar di kalangan orang-
orang IM tentang Grand Syaikh Al-Azhar. Se-
jak saat itu, hari demi hari, masisir yang ber-
partai ini, maaf, terlanjur saya istilahkan
kemudian dengan sebutan “ustadz-ustadz
politik” gencar menyebar informasi-informasi
prematur yang berbau fitnah terhadap Syaikh
Al-Azhar dan Al-Azhar sebagai lembaga.
Sederet pertanyaan timbul seketika. Su-
dahkah kita menganalisa dengan seksama
mengapa Grand Syaikh Al-Azhar memilih
keputusan demikian? Bukankah keputusan ini
terbaik dalam rangka menghindari per-
tumpahan darah yang terus terjadi sepanjang
kepemimpinan Morsi? Apakah memang kepu-
Sebuah stasiun televisi menayangkan keadaan para
demonstran di lapangan Rab`ah al-Adawiyah
TëROBOSAN, Edisi 355, 26 Juli 2013
Seputar Kita
09
Warga Sumatera Utara Berbuka Puasa Bersama Gubernur Pada hari Senin petang (22/7) lalu sekitar
200 orang warga Sumatera Utara yang ter-
gabung dalam FOSMASU (Forum Silaturahmi
Mahasiswa Sumatera Utara) mengikuti acara
buka puasa dan dialog bersama Gubernur
Sumatera Utara, H. Gatot Pujo Nugroho, ST. di
Griya KSW.
Maradona Sihombing salah seorang had-
irin menjelaskan melalui pesan singkat bahwa
acara ini bertujuan untuk menyambut
sekaligus bersilaturahmi bersama Bapak Gu-
bernur beserta jajaran Pemerintah Provinsi
Sumatera Utara yang ikut dalam rombongan.
Amrizal Batubara dalam pesan singkatnya
menyatakan, “Beliau ke sini dalam rangka
silaturrahin bersama keluarga besar Sumut,
meninjau perkembangan asrama yang akan
dibangun oleh Indonesia di Mesir, karena
Sumut telah menyumbangkan 5 milyar dalam
pembangunan tersebut. Sekaligus meninjau
keamanan yang ada di Mesir.”
Lebih lanjut Maradona menyebutkan juga
bahwa Bapak Gubernur datang ke Mesir juga
untuk menjemput putrinya yang juga merupa-
kan seorang mahasiswi di Universitas al-
Azhar guna melaksanakan umroh ke tanah
suci bersama rombongan.
Dalam dialog tersebut dibahas tentang
proses pembangunan asrama mahasiswa yang
terletak di H-6. Dalam pertemuan itu pun para
hadirin meminta kepada Gubernur untuk
mengusahakan pembangunan rumah
sekretariat untuk mahasiswa Sumatera Utara
di Mesir, dan usulan ini pun disetujui oleh
Gubernur.
“Alhamdulillah, beliau menjanjikan hal itu
dan meminta nanti utusan ke (Pemerintah
Provinsi-red) SUMUT untuk menindaklanjuti”
ungkap Maradona melalui pesan singkatnya
kepada tim TëROBOSAN.
Gubernur pun berpesan kepada para ma-
hasiswa Sumatera Utara di Mesir agar serius
dalam belajar, ia juga menambahkan hen-
daknya para mahasiswa cepat menyelesaikan
studinya agar cepat kembali ke daerah masing
-masing dan berkiprah untuk memajukan
Sumatera Utara.
“Pesan beliau yang paling penting adalah
satukan pikiran untuk berdakwah, agar kita di
Medan lebih baik dan lebih maju” Ujar Amri-
zal yang juga menjabat sebagai Pimpinan I
MPA PPMI ini. [ë] Fahmi.
tusan itu tidak melalui lembaga resmi Al-
Azhar? Tidakkah Grand Syaikh Al-Azhar mem-
iliki otoritas untuk berfatwa dalam merespon
peristiwa politik yang lebih cepat dari putaran
jarum jam? Apakah memang aib jika Grand
Syaikh berbeda pandangan politik terkait 30
Juni?
Apakah kita lupa dengan peran dan
kontribusi Al-Azhar dalam menciptakan sta-
bilitas politik yang semakin carut marut pasca
25 Januari? Tidakkah masisir yang berpartai
ini ingat bahwa jauh hari sebelumnya, Al-
Azhar telah melahirkan sejumlah piagam
kesepakatan terkait persatuan dan kesatuan
bangsa dan negara ini? Piagam Al-Azhar ini
telah disepakati dan ditandatangani oleh
sejumlah kalangan termasuk FJP (partai IM).
Apakah kita tidak bisa mencerna bahwa di
sinilah peran kebangsaan dan nasionalisme Al
-Azhar terhadap negeri ini?
Di halaman ketiga surat kabar Al-Azhar
edisi, Juli 2013, Dr. Mohammad Muhanna,
salah satu staf ahli Grand Syaikh Al-Azhar
menegaskan bahwa sikap Grand Syaikh sejak
dulu dan sampai kapan pun tidak akan lepas
dari nilai-nilai kebangsaan yang diyakini Al-
Azhar.
Banyak kalangan yang menilai keliru
keputusan Syaikh Al-Azhar karena dianggap
telah ikut campur atau bahkan memihak salah
satu pihak yang terlibat dalam konflik politik
selama ini. Terlepas dari pro dan kontra di
kalangan rakyat Mesir akan keputusan Syaikh
Al-Azhar, maka tidak seyogyanya kita sebagai
pelajar asing, ikut-ikutan menuduh Syaikh Al-
Azhar yang bukan-bukan.
Segala perkembangan yang terjadi saat ini
adalah tafsir-tafsir politik yang meniscayakan
perbedaan pendapat dan pandangan. Karena
itu, sejumlah ulama besar Al-Azhar seperti Dr.
Umar Hasyim, Dr. Farid Wasil, Dr. Ahmad
Karima, dengan tegas mengatakan bahwa apa
yang terjadi saat ini sama sekali tidak ada
kaitannya dengan agama. “Apa yang kita
saksikan saat ini adalah konflik duniawi dan
politik,” demikian kesimpulan para ulama
rabbani ini.
Lantas bagaimana dengan pandangan
syar’i dan politik Syaikh Dr. Yusuf Qardhawi
terkait lengsernya Morsi? Meski Qardhawi
menegaskan bahwa ini adalah kudeta militer
dan umat harus mengembalikan Morsi ke
istana, maka tentu saja kita juga tidak sepan-
tasnya untuk berlaku tidak sopan, apalagi
memvonis ulama ini dengan tuduhan ini dan
itu.
Namun demikian, dunia semua tahu bah-
wa Qardhwai kerap melahirkan fatwa-fatwa
politik yang menimbulkan pro kontra, apalagi
kedekataannya dengan IM bukan rahasia lagi.
Pendapat dan sikap yang sama juga kita
dapatkan pada sosok ulama Al-Azhar yang
lain seperti Dr. Abdurrahma Al-bar, yang
dikenal di media massa sebagai Mufti Ikhwan
Muslimin.
Terlepas dari pandangan politik dan syar’i
sejumlah ulama yang saya sebut di atas, maka
seyognya kita sebagai insan akademis atau
pelajar syar’i tidak terjebak pada lumpur
sektarian yang membuat kita kehilangan daya
kritis dalam membaca peristiwa politik yang
terjadi di Mesir ini. Dengan kata lain, adab-
adab sebagai penuntut ilmu terhadap para
ulama kita, tetap harus kita jaga.
Hingga saat ini, usaha rekonsiliasi terus
digalakkan. Meski sejauh yang saya amati,
titik temu antara IM dengan oposisi yang kini
bersama militer masih misteri. Yang terus
berjalan, adalah masing-masing pihak ingin
mengabarkan kepada dunia internasional
akan hakikat peristiwa yang teradi berdasar-
kan persepsi politik yang mereka yakini.
Tidak ada yang bisa memastikan masa
depan politik Mesir. Sampai kapan pendukung
Morsi akan berdemo di Maedan Rabah Ad-
awiah, Nasr City? Mampukah demo ini
mengembalikan Morsi ke posisinya semula?
Apakah kelak akan ada intervensi asing seprti
yang telah terjadi di negara-negara Arab
lainnya? Kita masih terus akan menanti teka
teki politik dan entah kejutan-kejutan apalagi
yang akan kita saksikan bersama.
Masisir sebagai komunitas intelektual
seharusnya mampu bertukar pikiran atau
berdialog satu sama lain tanpa klaim atau
vonis negatif yang kadang berlebihan ter-
hadap lawan diskusi. Sebab apa pun pendapat
kita tentang perkembanga politik terkini,
sekali lagi, tidak lebih dari persepsi politik
yang dibangun berdasarkan batas-batas infor-
masi yang kita peroleh.
Yang saya perhatikan, hingga saat ini,
belum ada diskusi politik ala mahasiswa yang
digelar organisasi induk seperti PPMI. Saya
pikir ini menarik untuk dibudayakan. Ba-
rangkali memang kita semua harus duduk
bersama untuk membincang lebih dingin apa
yang telah terjadi di negeri ini. Jika tidak,
maka polarisasi masisir akan terus tercipta
dan integritas kita makin akan terancam di
masa mendatang. Mau sampai kapan masisir
berseteru gara-gara politik? Ramadan
Kareem.
*Penulis adalah Ketua Perdana Ikatan
Jurnalis Masisir (IJMA)
Doc: facebook.com/maradona.sihombing
Gubernur Sumatera Utara (tengah) berfoto bersama
warga Sumatera Utara sesaat setelah acara
TëROBOSAN, Edisi 355, 26 Juli 2013
Dinamika
Mahasiswa takut pada dosen
Dosen takut pada dekan
Dekan takut pada rektor
Rektor takut pada menteri
Menteri takut pada presiden
Presiden takut pada mahasiswa..
Berkaca dari untaian kata sastrawan Tau-
fik Ismail, kita dapat mengambil menyimpul-
kan keterkaitan antar entitas yang satu
dengan yang lain. Siklus hidup menjadikan
seorang individu memiliki tugas ganda. Di
satu sisi menjadi subyek, dan disisi lain men-
jadi obyek. Seseorang menjadi obyek
pemerintahan yang taat pada tata aturan so-
sial yang berlaku. Adapun mahasiswa ber-
peran menjadi subyek adalah ketika ia men-
jadi pengamat jalannya roda pemerintahan,
mengamati jalannya konsep trias politika
yang telah terlembaga.
Intervensi mahasiswa selaku subyek
dapat diklasifikasikan menjadi dua kategori.
Pertama, sebagai konseptor atau pengamat
yang berperan mengawasi dan mengontrol
jalannya lembaga pemerintahan, maupun
badan penegak hukum negara melalui
pemikirannya sehingga akan terwujud pola
relasi yang sehat antar elemen-elemen nega-
ra. Kedua, sebagai praktisi yang melakukan
aksi guna menyampaikan aspirasi. Kedua
kategori ini dituntut saling bersinergi agar
fungsi check and balance (pengawas dan
penyeimbang) terhadap jalannya sistem nega-
ra berlangsung dengan stabil.
Peran mahasiswa dalam hubungan yang
integral dengan aturan hukum negara telah
jelas. Konsepsi, aspirasi, serta aksi mereka
merupakan responsi akan jalannya
pemerintahan untuk kebaikan ibu pertiwi.
Pertanyaannya sekarang adalah, bagaimana
peran peran mahasiswa yang berdomisili di
negara lain dengan konflik yang menimpa
Negara tersebut? Karena penulis berasumsi
peran mahasiswa di luar negeri sama halnya
dengan peran mahasiswa regional, seperti
halnya kita yang beromisili di Mesir. Bolehkah
secara de facto maupun de jure kita memiliki
peranan yang sama dengan Warga Mesir
sendiri? Apakah dampak aspirasi dan sikap
kita terhadap konflik yang terjadi di Mesir?
Seperti halnya permasalahan turunnya presi-
den Mesir, Muhammad Mursi.
Kita dapat dengan mudah menemukan
tipikal peran mahasiswa sebagai subyek kate-
gori pertama di Masisir sendiri. Meskipun
tidak menutup kemungkinan ditemukan
subyek kategori kedua seperti munculnya
GAMIS (Gerakan Mahasiswa Peduli Mesir) di
bumi pertiwi. Tidak sedikit akun-akun Face-
book dari Masisir yang menyuarakan ana-
lisanya baik yang pro maupun kontra
mengenai situasi perpolitikan di Mesir yang
didapat melalui surat kabar, kanal TV, mau-
pun media-media yang lainnya. Tentunya
perlu dikaji lebih mendalam komponen-
komponen yang diperjuangkan dan diperde-
batkan, yaitu politik selaku obyek perdebatan,
media selaku sumber pemberitaan obyek, dan
intervensi mahasiswa selaku subyek yang
memperdebatkan obyek.
Agama dan Politik
Permasalahan mengenai pengkudetaan
Presiden Mursi disinyalir merupakan murni
permasalahan politik. Namun, disisi lain, tak
sedikit pula yang menyatakan ini masalah
agama. Hegemoni Islam yang mewarnai kan-
cah pemerintahan tentunya merupakan hara-
pan yang ditunggu oleh mayoritas umat mus-
lim, sehingga ketika hegemoni itu runtuh ban-
yak kalangan yang menyesalkan. Namun, yang
menjadi persoalan adalah Islam seperti
apakah yang mewarnai panggung perpoli-
tikan? Apakah Islam yang nilai-nilai universal-
itasnya masih utuh? atau justru telah
tereduksi dan menjadi parsial untuk kepent-
ingan kelompok tertentu.
Jika ini permasalahan politik, maka
apakah pihak oposisi merupakan pihak yang
tidak menyukai Presiden terpilih dan parpol
yang mengusungnya? Atau karena murni
kinerja selama masa pemerintahannya?. Jika
ini permasalahan agama, apakah penolakan
terhadap pemerintahan yang berkuasa meru-
pakan parameter ia membenci tegaknya Is-
lam?
Tentunya parameter ini terlalu sempit,
mengingat kejayaan agama tidak hanya berla-
ku untuk salah satu pihak saja. Pendapat ini
juga bukan merupakan modus implementasi
gagasan Nurcholis Majid “Islam yes, partai
Islam no!” Karena sejatinya parpol Islam
merupakan translator nilai-nilai Islam di
panggung pemerintahan, dan tentunya juga
disayangkan pengkudetaan presiden yang
agamis.
Media dan Obyektifitas
Media merupakan salah satu mediator
penyampai berita yang dapat diakses oleh
banyak orang. Jika tidak ingin dikatakan ber-
lebihan, “Dunia tanpa media mati”. Mati dalam
artian konotatif, karena manusia akan me-
mandang dunia hanya dari satu sisi, tanpa
tahu keberadaan sisi lain dan korelasi antar
sisi yang ada. Media-media baik yang berskala
International maupun Regional gencar
mengekspose berita mengenai pengkudetaan
Presiden Mesir. Masisir pun berlomba-lomba
beragumen berlandaskan media-media yang
ada; berpendapat berdasarkan media yang
dinilai obyektif dalam pemberitaan oleh mas-
ing-masing personal. Media seperti halnya
sebilah pisau, di satu sisi berperan sebagai
nafas realita, sedangkan di sisi lain berperan
sebagai bencana realita. Hal ini dikarenakan
obyektifitas dan independensi media yang
masih abu-abu dan kita tidak menutup mata
selain media berusaha memberitakan fenome-
na, ia juga berusaha menjual berita. Oleh kare-
na itu, slogan bad news is good news juga tidak
menutup kemungkinan digunakan untuk
menjual berita. Filterisasi berita yang dikon-
sumsi perlu digalakkan terutama berita-berita
yang berpotensi memecah belah umat.
Mahasiswa dan Ruang Publik
Mahasiswa, tak terkecuali Masisir mem-
iliki kebebasan berpendapat di ruang publik.
Tentunya kebebasan ini tetap mendapat bata-
san baik oleh ruang agama, negara, maupun
etika. Ruang agama membatasi Masisir
dengan segala hal yang telah disyariatkan.
Tentang aspek-aspek apa saja yang rasionali-
tas dapat bergelut di dalamnya, dan aspek-
aspek yang dilarang. Sedangkan ruang Negara,
hal ini masih debatable di kalangan Masisir.
Mucul subyek kategori pertama maupun
kedua di dalam permasalahan politik Mesir.
Yang menjadi pertanyaan adalah, seberapa
jauhkah efektifitas yang dihasilkan dari kubu-
kubu yang pro dan kontra terhadap pengku-
detaan presiden?
Permasalahan ini dapat berimbas pada
terkotak-kotaknya mahasiwa menjadi kubu
yang saling bertolak belakang. Jika perde-
batan yang timbul merupakan bentuk respon
terhadap realita, hal tersebut sangat wajar
mengingat kita hidup di Mesir yang kita mi-
num airnya dan tapaki tanahnya. Namun men-
jadi tak wajar jika menimbulkan blok-blok
antar di tubuh Masisir.
Batasan yang ketiga adalah batasan etika.
Tentunya batasan ini berkaitan erat dengan
norma-norma kesopanan dalam berdialektika
dengan sesama. Sangat disayangkan sekali
ketika Grand Syekh Ahmad Thayib yang
merupakan pimpinan tertinggi di institusi Al-
Azhar menyatakan pendapatnya namun ter-
dapat Masisir yang justru merendahkan,
menyalahkan dan menghujat beliau, padahal
ia terdaftar di Universitas Al-Azhar. Apakah
demikian sikap seorang mahasiswa di ranah
publik? Tidak mengindahkan batasan-batasan
yang terbentuk oleh pola-pola dialektika umat
manusia?
Kita boleh saja berpendapat, berdebat
menggali hakikat, namun jangan sampai terli-
bat pertikaian yang tak sehat. Karena dirasa
banyak berita yang subhat dan kebenaran
dipolitisi salah satu tempat, sehingga tetap
tenang dan melihat.
*Penulis adalah mahasiswa tingkat tiga
universitas al-Azhar jurusan Syariah Islamiyah,
fakultas Syariah wal Qanun.
10
Politik, Media dan Mahasiswa
Oleh: Fardan Es W*
TëROBOSAN, Edisi 355, 26 Juli 2013
K o l o m
Seputar Pemimpin Ideal
Oleh: M. Nora Burhanuddin*
Tentu saja saya tak akan masuk ke dalam
perdebatan: siapakah yang benar antara Dr.
Morsi atau militer Mesir? Legitimasikah
kudeta itu? Tepatkah sikap Grand Syeikh Al-
Azhar Dr. Ahmad Thayyib? Maslahatkah
kekuasaan IM selama setahun terakhir bagi
Mesir? Sejauh mana Al-Azhar menjadi
tumpuan keagamaan warga Mesir secara
umum?
Namun, tulisan berikut hanya akan
membidik seputar pemimpin ideal sesuai
syariat Islam, dan bagaimana aplikasinya
dalam syariat. Sekaligus bagaimana para
ulama memberikan solusi dari kealpaan
pemimpin ideal yang merupakan realitas.
Diantara beberapa syarat umum seorang
pemimpin negara, al-kifayah/al-kafa'ah atau
kemampuan mengatur negara menjadi
syarat paling relevan untuk dibincang
sekarang. Ini karena syarat-syarat lain
hampir mustahil dipenuhi saat ini. Selain,
beberapa syarat lain masih mudah untuk
dipenuhi.
Syarat al-ilm, misalnya. Yakni memiliki
kemampuan mendalam soal hukum syariat,
oleh para ulama dikatakan, telah hampir
mustahil dipenuhi seorang khalifah.
Semenjak mangkatnya khalifah Umar bin
Abdul Aziz yang sekaligus mujaddid abad
pertama, tak ada lagi khalifah yang mampu
menggabungkan kekhalifahan dan
keulamaan. Hingga Imam Haramain dalam
Ghiyats al-Umam fi Tayyats ad-Dzulam yang
juga dinukil al-Ghazali dalam al-Mankhul
menyebut, khalifah ideal tak mungkin lagi
tercapai sebelum akhir zaman. Sehingga,
siapapun khalifah saat itu, statusnya adalah
khalifah darurat. Oleh banyak hadits yang
disebut mayoritas ulama sebagai mutawatir,
bahwa nanti di akhir zaman akan muncul
Imam Mahdi yang akan memimpin muslimin
seluruh dunia. Dialah nantinya pamungkas
ideal seluruh khalifah dunia.
Selain itu, syarat adil pun dalam titik
tertentu masih bisa tercapai. Atau syarat
kesehatan jasmani dan rohani yang sampai
saat ini sangat mudah terpenuhi. Ataupun
syarat nasab Quraisy yang menjadi
konsensus ulama, meski oleh Ibn Khaldun
dalam Muqaddimah ditafsirkan lain dengan
memandangnya hanya sebagai kebutuhan
era awal Islam. Tapi yang pasti, sebagaimana
tutur hadits mutawatir, bahwa nantinya
syarat ini akan tercapai di akhir zaman.
Yakni dengan munculnya Imam Mahdi yang
ternas dalam banyak hadits merupakan
keturunan Rasulullah SAW.
Tegasnya, kemampuan mengatur negara
adalah satu-satunya syarat yang saat ini
harus menjadi pertimbangan lebih dibanding
yang lain. Tentu saja, syarat ini bisa
diterjemahkan ke dalam sifat integritas,
keberanian, ketegasan, keseriusan dan
wibawa yang mampu menundukkan rakyat
sekaligus militer. Ini karena kemaslahatan
umat memang tergantung pada hal-hal
seperti ini, bukan yang lain. Demikian kurang
lebih ditegaskan al-Mawardi dalam al-Ahkam
as-Sulthaniyyah-nya.
Mengapa kemampuan perlu
dikedepankan dibanding yang lain,
kesalehan misalnya? Karena dalam banyak
hadits pun tercantum kewajiban untuk
menaati pemimpin walaupun fasiq sekalipun,
selama bukan kafir yang terang-benderang.
Pun, aktivitas politik para sahabat
menegaskan hal tersebut. Suatu ketika
Abdullah bin Umar meminta kepada
ayahnya, Umar bin al-Khattab, yang saat itu
menjabat sebagai amirul mukminin, agar
diangkat menjadi gubernur demi melayani
umat. Dengan tegas Umar menolaknya
seraya berkata, "Tidak! Bagaimana mungkin
saya mengangkat pejabat yang hanya
sekedar menalak istrinya saja tak tega?"
Saat terjadi perang dingin sebelum
perang Shiffin, Muawiyah bin Abi Sufyan
mengirim surat kepada Ali kmw. Ia bertutur,
"Aku mengakui kau memang lebih saleh dan
dekat Rasulullah SAW dibanding aku.
Namun, siapakah diantara kita yang lebih
mampu mengatur negara? Lebih pakar
mengurus uang? Lebih jitu memimpin
perang? Lebih cerdik soal politik?" Demikian
argumen Muawiyah terhadap Ali kmw.
Meski, oleh banyak ulama dianggap, Ali kmw.
sejatinya yang benar dalam perseteruan itu.
Namun argumen Muawiyah di atas tetap
penting karena ini mengindikasikan syarat
kemampuan mengatur negara yang saya
sebutkan di atas. Ini juga yang dipahami oleh
para ulama mujtahid sepanjang sejarah,
termasuk Ali kmw. dan Muawiyah.
Dalam al-Ahkam as-Sulthaniyyah
disebutkan, jika terdapat dua calon
pemimpin yang sama-sama pantas
memimpin. Bedanya, salah satunya lebih
berani, sedangkan yang lain lebih paham
agama. Mana yang lebih diunggulkan? Al-
Mawardi menjawab, pilihan ini tergantung
kebutuhan negara yang akan dipimpin saat
itu. Jika negara rawan konflik, tentu yang
lebih berani dan tegas diunggulkan. Namun
jika negara dipenuhi bidah, sedang kaum
cendekiawan berdiam diri saja, maka tentu
yang diunggulkan adalah yang lebih paham
agama. Demikianlah, fikih kepemimpinan
selalu berkaitan dengan realitas, dan bukan
hanya melulu soal idealitas.
Membaca kaedah-kaedah syariat di atas,
tentunya kita bisa menyikapi situasi Mesir
terkini. Kita tak perlu lagi berfantasi bahwa
pemimpin dari golongan tertentu saat ini
adalah yang paling ideal. Bukankah ulama
jauh-jauh kala sudah mewanti-wanti,
kekhalifan dan keulamaan yang ideal itu,
hanya nanti di akhir zaman baru tercapai?
Sehingga perjuangan dan perbaikan
terhadap umat pun harus tak lebih ambisius
dari fakta aqidah bahwa akhir zamanlah saat
munculnya Imam Mahdi, khalifah ideal
terakhir.
Pun, standarisasi presiden ideal jangan
melulu dipandang dari segi kesalehan ritual,
ataupun penguasaan tertentu terhadap
ajaran agama. Namun, yang harus lebih
dikedepankan adalah kebutuhan apa yang
mendesak saat ini. Mesir, dengan letak
geografisnya yang rawan konflik dengan
Israel, dengan kondisi sosialnya yang sering
bentrok ideologis, dengan tingkat ekonomi
yang terus terjun, dengan pengangguran
yang menggurita, tentu membutuhkan sosok
pemimpin yang mampu mengatasi itu semua.
Karenanya, Mesir saat ini tak butuh
pemimpin yang gagal menundukkan militer,
kerepotan meningkatkan ekonomi dan
memberangus pengangguran—walaupun
dari golongan agamawan sekalipun.
Pada titik ini, setelah semuanya terjadi,
yang harus dilakukan warga Mesir hanyalah
sebuah kecerdikan, kedewasaan dan
kelegawan. Kecerdikan dalam hal memilih
siapa pemimpinnya nanti yang paling
dibutuhkan. Kedewasaan dalam hal
menimbang seberapa efek negatif yang
ditimbulkan demonstrasi tiada henti bagi
stabilitas negara sekaligus ekonominya. Juga,
kelegawan menerima fakta bahwa pemimpin
lalunya telah dikalahkan dalam sistem oleh
kekuatan yang seharusnya tak lebih hebat
dari presiden itu sendiri. Sehingga, akhirnya
mereka memahami mengapa salah satu
sebab kekuasaan yang tercantum dalam teks
-teks ulama syariat adalah al-qahr (paksaan
dan kelaliman) dan apa rahasia di baliknya.
Bukankah rahasianya adalah persis kaedah
syariat itu sendiri; wujub al-akhdz bi akhaf ad
-dlararain?
*Penulis adalah Ketua VI PCINU Mesir
11
TëROBOSAN, Edisi 355, 26 Juli 2013
16
Email/YM: transferindo.mesir@yahoo.com
FB: Tranferindo Mesir