Post on 02-Oct-2021
FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH DENGAN KELUHAN
KELELAHAN MATA PADA PEKERJA PENGGUNA KOMPUTER
DI CALL CENTER PT. AM
TAHUN 2016
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)
Oleh:
Farras Putri Arianti
NIM : 1112101000046
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1438 H / 2017 M
i
ii
iii
iv
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
Skripsi, Maret 2017
Farras Putri Arianti, NIM: 1112101000046
Faktor-Faktor yang Berpengaruh dengan Keluhan Kelelahan Mata pada
Pekerja Pengguna Komputer di Call Center PT. AM Tahun 2016
(xx + 138 halaman, 16 tabel, 11 gambar, 4 lampiran)
ABSTRAK
Pekerja pengguna komputer sering kali mengalami kelelahan mata atau
Computer Vision Syndrom (CVS). Hal ini dialami juga oleh pekerja Call Center
PT. AM yang menggunakan komputer selama 8 jam kerja/hari. Berdasarkan hasil
studi pendahuluan, diketahui bahwa 91,89% pekerja mengalami keluhan
kelelahan mata.
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain penelitian
cross sectional yang bertujuan untuk mengetahui faktor yang paling dominan
terhadap terjadinya keluhan kelelahan mata (jarak monitor, alat pelindung mata,
istirahat mata, tingkat pencahayaan, usia, jenis kelamin, dan kelainan refraksi
mata). Penelitian ini dilakukan pada bulan September-Oktober 2016.
Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan kuesioner, mistar, Lux Meter,
dan Snellen Chart. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh pekerja Call Center
PT. AM tahun 2016 dengan jumlah sampel 170 pekerja yang diambil dengan
metode simple random sampling. Analisa data dilakukan dengan menggunakan uji
Regresi Logistik Berganda.
Berdasarkan hasil penelitian, sebanyak 92,4% pekerja mengalami keluhan
kelelahan mata dan varibel tingkat pencahayaan serta kelainan refraksi mata
terbukti merupakan faktor yang berpengaruh terhadap kejadian keluhan kelelahan
mata.
Untuk mengantisipasi dan mengurangi kemungkinan terjadinya keluhan
kelelahan mata pada pekerja, perusahaan sebaiknya memperbaiki tingkat
pencahayaan bagi operator komputer sesuai standar (315-385 lux) , memasang
filter screen, mengatur posisi jarak dan waktu istirahat, serta melakukan
pemeriksaan mata pekerja secara berkala.
Kata Kunci : Keluhan kelelahan mata, tingkat pecahayaan, kelainan refraksi,
CVS
Daftar Bacaan : 87 (1961-2017)
v
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES
PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM
OCCUPATIONAL HEALTH AND SAFETY
Undergraduated Thesis, March 2017
Farras Putri Arianti, NIM: 1112101000046
Factors Related to Computer Vision Syndrom Among Computer Workers in
Call Center of PT.AM Year 2016
(xx + 138 pages, 16 tables, 11 pictures, 4 attachments)
ABSTRACT
Computer office workers often experience eyestrain or Computer Vision
Syndrom (CVS). This was also experienced by workers in Call Center of PT. AM
who use computers for 8 hours/day. Based on the preliminary study, it was known
that 91,89% workers have eyestrain.
This is a quantitative study with cross sectional design. The objective of
this study is to examine the most dominant factors related to the occurence of
eyestrain (monitor distance, eye protection equipment, eye break, lighting level,
age, gender and eye refraction disorder). This study was conducted in September-
October 2016. The data were collected with questionnaire, ruler, Lux Meter, and
Snellen Chart. The population of this study were all computer workers in Call
Center of PT. AM with 170 workers who were chosen as study samples with
simple random sampling method. Data analysis of this study used Multiple
Logistic Regression test.
The results showed that 92,4% of computer workers had eyestrain.
Lighting level and eye refraction disorder were proven as factors that were related
to eyestrain.
In order to anticipate and reduce the possibility of eyestrain occurence
among workers, it is advisable for the company to improve the lighting quality for
computer workers according to the standard (315-385 lux), install the screen filter,
adjust the monitor distance position and rest time, and also do the routine eye
check up for workers.
Keywords : eyestrain, lighting level, eye refraction disorder, CVS
Reading Lists : 87 (1961-2017)
vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
IDENTITAS DIRI
Nama : Farras Putri Arianti
Tempat/Tanggal Lahir : Jakarta, 18 Juni 1995
Agama : Islam
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jl. Kenanga V No. 11 RT 004/RW 007
Taman Lembah Hijau, Lippo Cikarang, Kelurahan
Serang. Kecamatan Cikaang Selatan, Kabupaten
Bekasi.
Telepon : 085781304195
Email : farrasputriarianti@gmail.com
PENDIDIKAN FORMAL
1999 – 2001 : TK Islam Al-Azhar 12 Cikarang
2001 – 2007 : SD Islam Al-Azhar 12 Cikarang
2007 – 2010 : SMP Islam Al-Muslim Tambun
2010 – 2012 : SMA Negeri 1 Cikarang Utara
2012 – sekarang :Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta
vii
PENGALAMAN ORGANISASI
Anggota Ekstrakulikuler Basket SD Islam Al Azhar 12 Cikarang 2005/2006
Anggota Ekstrakulikuler Pramuka SD Islam Al Azhar 12 Cikarang
2005/2006
Anggota OSIS SMP Al-Muslim Tahun 2008-2009
Ketua Panitia Acara Leadership SMP Al-Muslim Tahun 2009
Anggota Pengibar Bendera Tahun 2010
Anggota Sakurakom SMAN 1 Cikarang Utara
Anggota Saman FKIK UIN Jakarta
Panitia Sosial Projek FKIK UIN Jakarta Tahun 2012
Wakil Ketua Divisi HRD FSK3 2014-2015
Vice General Manager IT FSK3 2015-sekarang
PELATIHAN
Peserta Orientasi Pengenalan Akademik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
tahun 2012
Peserta Seminar Profesi Epidemiologi “Ribuan Anak Terancam HIV-AIDS,
Let’s Prevent Mother to Child Transmission!” UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta tahun 2013
Peserta Training SMK3 Based on OHSAS 18001 & PP No. 50 Tahun 2012
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2014
Peserta Seminar Profesi Kesehatan Lingkungan “Climate Change and
Mosquitoes – an Inconvenient Truth” UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun
2014
viii
Peserta Seminar Profesi Gizi Kesehatan Masyarakat “Have Your Perfect
Weight with a Proper Diet” UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2014
Peserta Seminar Profesi Promosi Kesehatan “Let’s Be Smart: Sukseskah
Peringatan Pesan Bergambar pada Bungkus Rokok Diterapkan di Indonesia?”
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2014
Peserta Seminar Profesi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
“Optimalisasi Pemenuhan Regulasi Prasarana Perlintasan Kereta Api Demi
Stabilitas Trasportasi Nasional” UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2014
Peserta Seminar Nasional Kesehatan Masyarakat “Upaya Menghadapi
Tantangan Kesehatan Masyarakat Indonesia post MDGs: Healthy People –
Healthy Environment” UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2014
Peserta Workshop “Ergonomics in The Work Place” UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta tahun 2014
Peserta Workshop “Safety in The Process Industries” UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta tahun 2014
Peserta Seminar Nasional K3 “Daya Saing dan Kompetensi Ahli
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Indonesia untuk Menghadapi
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015” UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
tahun 2015
Peserta Seminar Profesi Kesehatan Lingkungan “Combat The Neglected
Tropical Disease Towards a Filariasis – Free County by 2020” UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta tahun 2015
Peserta Pelatihan Keselamatan Konstruksi (Lifting Crane) UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta tahun 2015
ix
Peserta Seminar Kajian Ilmu K3 Bersama “Basic Safety Awareness &
Contractor Safety Management System” UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
tahun 2015
Peserta Workshop “Risk Assessment in The Work Place” UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta tahun 2015
Peserta Workshop “Management of Fire Safety” UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta tahun 2015
KEPANITIAAN
Panitia Sosial Projek “Cara Indah untuk Sehat” tahun 2012
Panitia Penyuluhan Gerakan Kesehatan Masyarakat Mengabdi Cegah Diare
“Generasi Bersih Generasi Sehat” tahun 2015
Panitia Festival Saman “Let’s Preserve Our National Culture with Traditional
Dance and Imporve Our Health” tahun 2015
Panitia Beauty Class “Cantik Natural Bersama Wardah” tahun 2015
Panitia Seminar Pengembangan Profesi K3 “Peduli Keselamatan Berkendara;
Aku dan Ojek Online Tertib Berlalu Lintas” tahun 2015
x
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. Alhamdulillah berkat
rahmat dan karunia-Nya, penulis mampu menyelesaikan skripsi ini yang berjudul
“Faktor-Faktor yang Berpengaruh dengan Keluhan Kelelahan Mata pada
Pekerja Pengguna Komputer di Call Center PT. AM Tahun 2016”. Salawat
serta salam tidak lupa penulis limpah curahkan kepada Nabi Muhammad SAW
beserta istri, sahabat, dan para pengikutnya yang telah membawa umatnya dari
dunia yang gelap ke dunia yang terang menderang dengan ilmu pengetahuan yang
diajarkannya.
Skripsi ini diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) pada Program Studi Kesehatan
Masyarakat, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Di dalam proses penyusunan skripsi ini, penulis memperoleh banyak
dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin
menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Keluarga tercinta, yaitu kedua orang tua penulis, Bapak H. Ir. Ardiyan dan
Ibu Hj. Santi Damayanti, adik saya Atika Tiara Putri, dan seluruh keluarga
besar yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu, karena atas do’a dan
dukungannya penulis dapat memperoleh dan menjalani pendidikan hingga ke
jenjang universitas.
xi
2. Bapak Dr. M. Farid Hamzens, M.Si selaku pembimbing satu yang telah
memberikan berbagai masukan serta motivasi agar penulis berusaha dengan
maksimal dalam membuat dan menyelesaikan skripsi ini.
3. Ibu Dr. Iting Shofwati, S.T, M.KKK selaku pembimbing dua dan dosen
peminatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yang senantiasa
memberikan arahan dan semangat kepada saya dan teman-teman
seperjuangan lainnya dalam menyusun dan penyelesaian skripsi ini.
4. Ibu Fajar Ariyanti, Ph.D selaku ketua program studi Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dan para dosen Kesehatan Masyarakat atas semua ilmu yang telah diberikan.
5. Bapak Samsir dan Bapak Andi selaku perwakilan dari PT. AM yang telah
membantu penulis untuk mendapatkan data dan informasi serta studi
pendahuluan untuk skripsi ini.
6. Sahabat-sahabat SMA yang sangat luar biasa, Almarhumah Auditia Rizkiah
Kamal, Rooseno Rahman Dewanto, Geyn Noveberian, Gita Ratnasari,
Ahmad Singgih Febriarto, M. Fajar Tara Putihardjo, Arghi Naufal Ramadhan,
dan teman-teman Cerdas Istimewa SMAN 1 Cikarang Utara lainnya yang
mewarnai masa-masa SMA penulis selama 2 tahun bahkan sampai saat ini.
7. Geng Telepong (Nova Elyanti, Erika Hidayanti, Paramita Maulidah, Annisa
Dwi Lestari, Arina Muthia Nursani, dan Atthina Ayu Mustika) dan Geng
Sista (Devina Koesnatasha Alvionita, Nurazizah, Sekar Wigati Suprapto, dan
Ika Nur Syafitriany), serta Destinia Putri yang selalu memberikan dukungan
dan semangat dalam menyusun dan menyelesaikan skripsi ini.
xii
8. Teman-teman peminatan K3 dan Kesehatan Masyarakat 2012 UIN Jakarta
lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu oleh penulis. Terima kasih
atas kebersamaan, kekeluargaan, dan kerja samanya selama ini. Semoga kita
semua menjadi orang yang sukses dikemudian hari.
Demikian yang dapat penulis sampaikan, dengan do’a dan harapan bahwa
segala kebaikan yang mereka berikan dapat bermanfaat bagi penulis. Penulis
menyadari bahwa di dalam skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar
selanjutnya dapat menjadi lebih baik. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan
berguna dalam perkembangan ilmu Keselamatan dan Kesehatan Kerja dan seluruh
pembacanya. Aamiin. Terima kasih.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
Jakarta, Maret 2017
Farras Putri Arianti
xiii
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PERSETUJUAN ........................................................................ i
LEMBAR PERNYATAAN ......................................................................... iii
ABSTRAK .................................................................................................... iv
ABSTRACT ................................................................................................... v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP .................................................................... vi
KATA PENGANTAR .................................................................................. x
DAFTAR ISI ................................................................................................. xiii
DAFTAR TABEL......................................................................................... xvi
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xviii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xix
DAFTAR ISTILAH ..................................................................................... xx
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................... 6
1.3 Pertanyaan Penelitian...................................................................... 7
1.4 Tujuan Penelitian ............................................................................ 8
1.4.1 Tujuan Umum ....................................................................... 8
1.4.2 Tujuan Khusus ...................................................................... 8
1.5 Manfaat Penelitian .......................................................................... 10
1.5.1 Bagi Perusahaan ................................................................... 10
1.5.2 Bagi Program Studi .............................................................. 10
1.5.3 Bagi Peneliti Lain ................................................................. 10
1.6 Ruang Lingkup ............................................................................... 11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kelelahan Mata ............................................................................... 12
2.1.1 Patofisiologi Kelelahan Mata ............................................... 16
2.1.2 Pengukuran Kelelahan Mata ................................................. 19
2.1.3 Sifat Melihat (Visibilitas) ..................................................... 24
2.1.4 Faktor-Faktor Penyebab Kelelahan Mata ............................. 25
xiv
A. Faktor Perangkat Kerja .................................................... 25
B. Faktor Karakteristik Pekerjaan ........................................ 32
C. Faktor Lingkungan .......................................................... 36
D. Faktor Karakteristik Pekerja ............................................ 44
2.2 Kerangka Teori ............................................................................... 52
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1 Kerangka Konsep ........................................................................... 54
3.2 Definisi Operasional ....................................................................... 57
3.3 Hipotesis ......................................................................................... 61
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Desain ............................................................................................. 62
4.2 Waktu dan Lokasi ........................................................................... 62
4.3 Populasi dan Sampel ....................................................................... 62
4.4 Metode Pengumpulan Data ............................................................ 65
4.5 Instrumen ........................................................................................ 67
4.6 Manajemen Data ............................................................................. 70
4.7 Analisis Data ................................................................................... 72
BAB V HASIL
5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ............................................... 75
5.2 Gambaran Keluhan Kelelahan Mata pada Pekerja Pengguna
Komputer di Call Center PT. AM Tahun 2016 ............................. 77
5.3 Gambaran Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan
Kelelahan Mata pada Pekerja Pengguna Komputer di
Call Center PT. AM Tahun 2016 .................................................. 79
5.4 Hubungan antara Variabel Independen dengan Keluhan
Kelelahan Mata pada Pekerja Pengguna Komputer di
Call Center PT. AM Tahun 2016 .................................................. 84
5.5 Faktor Paling Dominan yang Berpengaruh dengan Keluhan
Kelelahan Mata pada Pekerja Pengguna Komputer di
Call Center PT. AM Tahun 2016 .................................................. 88
xv
BAB VI PEMBAHASAN
6.1 Keterbatasan Penelitian ................................................................. 95
6.2 Keluhan Kelelahan Mata ............................................................... 96
6.3 Faktor -Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Kelelahan
Mata pada Pekerja Pengguna Komputer di Call Center PT. AM
Tahun 2016 .................................................................................... 101
6.3.1 Hubungan antara Jarak Monitor dengan Keluhan Kelelahan
Mata...................................................................................... 101
6.3.2 Hubungan antara Alat Pelindung Mata dengan Keluhan
Kelelahan Mata .................................................................... 104
6.3.3 Hubungan antara Istirahat Mata dengan Keluhan Kelelahan
Mata...................................................................................... 107
6.3.4 Hubungan antara Tingkat Pencahayaan dengan Keluhan
Kelelahan Mata .................................................................... 111
6.3.5 Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Keluhan Kelelahan
Mata...................................................................................... 114
6.3.6 Hubungan antara Kelainan Refraksi Mata dengan Keluhan
Kelelahan Mata .................................................................... 116
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan ......................................................................................... 121
7.2 Saran ............................................................................................... 123
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 126
LAMPIRAN .................................................................................................. 138
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel
2.1 Kelebihan dan Kekurangan Metode Pengukuran
Kelelahan Mata
22
2.2 Keluhan-Keluhan Kelelahan Mata Menurut Beberapa
Sumber
23
2.3 Persyaratan Pencahayaan Sesuai Peruntukan Ruangan 39
2.4 Rekomendasi Tingkat Pencahayaan pada Tempat dengan
Komputer
40
2.5 Korelasi antara Usia dengan Daya Akomodasi 46
2.6 Ringkasan Berbagai Masalah Pemfokusan dan
Karakteristiknya
50
4.1 Jumlah Sampel Minimal Tiap Variabel 64
4.2 Daftar Kode dan Skoring Variabel 70
5.1 Gambaran Keluhan Kelelahan Mata pada Pekerja
Pengguna Komputer di Call Center PT. AM Tahun 2016
77
5.2 Gambaran Distribusi Frekuensi Berdasarkan Faktor-
Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Kelelahan
Mata pada Pekerja Pengguna Komputer di Call Center
PT. AM Tahun 2016
79
5.3 Analisis Hubungan antara Variabel Independen dengan
Keluhan Kelelahan Mata pada Pekerja Pengguna
Komputer di Call Center PT. AM Tahun 2016
84
5.4 Hasil Analisis Bivariat antar Variabel Independen dan
Variabel Dependen
89
5.5 Hasil Analisis Multivariat Uji Regresi Logistik Berganda
antara Variabel Independen dan Variabel Dependen
90
5.6 Hasil Analisis Multivariat Pembuatan Model antara
Tingkat Pencahayaan dan Kelainan Refraksi Mata dengan
Keluhan Kelelahan Mata pada Pekerja Pengguna
Komputer di Call Center PT. AM Tahun 2016
90
xvii
5.7 Hasil Uji Interaksi antara Tingkat pencahayaan dan
Kelainan Refraksi Mata dengan Keluhan Kelelahan Mata
pada Pekerja Pengguna Komputer di Call Center PT. AM
Tahun 2016
91
5.8 Hasil Analisis Multivariat Pembuatan Model antara
Tingkat Pencahayaan dan Kelainan Refraksi Mata dengan
Keluhan Kelelahan Mata pada Pekerja Pengguna
Komputer di Call Center PT. AM Tahun 2016
92
xviii
DAFTAR GAMBAR
Gambar
2.1 Alat Uji Hilang Kelipan (Flicker Fushion Eye Test) 20
2.2 Alat Uji Waktu Reaksi (Reaction Timer) 21
2.3 Kerangka Teori 53
3.1 Kerangka Konsep 56
4.1 AMPROBE LM-100 Light Meter 68
4.2 Pengukuran dengan Snellen Chart 69
5.1 Jenis Keluhan Kelelahan Mata pada Pekerja Pengguna
Komputer di Call Center PT. AM Tahun 2016
78
6.1 Posisi Tubuh yang Tepat untuk Menggunakan Komputer 104
6.2 Kacamata Anti Radiasi dan Lapisannya 105
6.3 Perbedaan Kacamata Anti Radiasi dan Kacamata Biasa 106
6.4 Filter Screen 107
xix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1: Kuesioner Penelitian
Lampiran 2: Foto Lokasi Penelitian
Lampiran 3: Peta Pencahayaan
Lampiran 4: Output Hasil Statistik Data
xx
DAFTAR ISTILAH
AC Air Conditioner
AOA The American Optometric Association
BUMN Badan Usaha Milik Negara
CVS Computer Vision Syndrome
Depkes Departemen Kesehatan Republik Indonesia
EDC Electronic Data Capture
IESNA Illuminating Engineering Society of North Amerika
NASD National Aging Safety Database
NIOSH National for Occupational Safety and Health
OR Odds Ratio
OSHA Occupational Safety and Health Administration
Permenkes Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
SNI Standar Nasional Indonesia
TPA Third Party Administrator
WHO World Health Organization
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kelelahan mata menurut Ilmu Kedokteran adalah gejala yang diakibatkan
oleh upaya berlebihan dari sistem penglihatan yang berada dalam kondisi
kurang sempurna untuk memperoleh ketajaman penglihatan. Kelelahan atau
ketegangan mata adalah kondisi umum yang mengganggu, dan jarang
menimbulkan suatu kondisi yang serius. Namun, terkadang kelelahan mata
merupakan tanda bahwa kondisi mata tidak sehat dan butuh penanganan
medis. Kelelahan mata dapat timbul akibat membaca, menulis, mengemudi
dalam jangka waktu yang lama. Menggunakan dan memandang layar
komputer atau smartphone dalam jangka waktu yang lama juga dapat
menyebabkan kelelahan mata (Wachler, 2014).
Keluhan yang kerap dialami jika seseorang mengalami kelelahan mata
adalah mata merah, berair, perih, gatal/kering, mengantuk, tegang, pandangan
kabur, penglihatan rangkap, sakit kepala, dan kesulitan fokus (NIOSH, 1999).
Jika mata terlalu lelah, gejala yang ditimbulkan adalah penglihatan akan
menjadi tidak jelas atau kabur, memerah, berair, dan terasa nyeri.
Menurut Departemen Kesehatan, kelelahan mata dapat menyebabkan
iritasi, seperti mata berair, dan kelopak mata berwarna merah. Penglihatan
rangkap, sakit kepala, ketajaman mata merosot, dan kekuatan konvergensi
serta akomodasi menurun (Depkes, 2003).
2
Kelelahan mata sering terjadi pada pekerja yang menggunakan komputer
dalam melakukan aktivitasnya sehari-hari. Gangguan penglihatan yang
disebabkan karena penggunaan komputer oleh The American Optometric
Association dinamakan Computer Vision Syndrom (CVS) (AOA, 2017). CVS
merupakan suatu gejala yang dapat menyebabkan berbagai keluhan antara
lain mata tegang (mata sakit atau mata lelah), sakit kepala, pandangan kabur
saat melihat dekat, fokus mata berubah perlahan, pandangan kabur saat
melihat jauh setelah melakukan pekerjaan dengan jarak dekat, sensitif
terhadap cahaya, iritasi mata (mata perih, mata kering, mata merah), lensa
kontak tidak nyaman, sakit pada leher dan bahu, serta punggung (Sheedy dan
Shaw-McMinn, 2003). Manifestasi kelelahan mata menurut Akbar dan
Hawadi (2011) adalah mata yang nyeri dan memerah, penglihatan ganda,
sakit kepala, kurang mampu berakomodasi, dan penglihatan yang tidak tepat.
Penggunaan komputer dalam waktu lama akan berisiko mengakibatkan
astenopia atau mata lelah pada pengguna komputer (Santoso dan Widajati,
2011). Menurut Occupational Safety and Health Administration (OSHA)
(1997), faktor yang dapat mempengaruhi kelelahan mata adalah faktor
perangkat kerja (ukuran objek, posisi, dan tampilan layar), lingkungan kerja
(pencahayaan ruangan), desain kerja (jarak monitor, durasi kerja),
karakteristik individu (kelainan mata atau refraksi) ataupun kombinasi dari
seluruh faktor. Asosiasi Optometri Amerika (2015) menyebutkan bahwa ada
beberapa faktor yang bisa menyebabkan munculnya kelelahan mata, yaitu
pencahayaan yang buruk, kesilauan pada layar digital, jarak melihat yang
tidak tepat, postur duduk yang buruk, masalah penglihatan, dan kombinasi
3
dari berbagai faktor. Menurut Wahyudi (2006), beberapa faktor-faktor lain
yang dapat mempengaruhi kelelahan mata pada pengguna komputer dari
berbagai sumber, antara lain dengan meningkatnya usia, maka kelelahan mata
akan mudah terjadi, pengguna dengan kelainan refraksi mata, dan lama
bekerja sehari lebih dari 4 jam dan terus menerus.
Penggunaan komputer dalam bekerja sangat membantu dan memudahkan
manusia dalam menyelesaikan pekerjaannya. Menurut Hendra dan Octaviani
(2007), penggunaan komputer dewasa ini sudah merambah semua lapisan
masyarakat baik komputer desktop maupun laptop.
Komputer merupakan salah satu dari perkembangan teknologi.
Penggunaan komputer di seluruh dunia mengalami peningkatan dari waktu ke
waktu. Menurut prediksi biro penelitian Forrester Research, jumlah pengguna
komputer akan mencapai satu miliar pada akhir tahun 2008 dan diprediksi
akan mencapai angka dua miliar pada tahun 2015 (Kristo, 2007). Di
Indonesia sendiri, dalam survei yang dilakukan oleh BPS, lebih dari 75%
usaha disektor bisnis baik perkotaan maupun dipedesaan menggunakan
komputer (Harian TI, 2014).
Perkembangan teknologi yang semakin meningkat saat ini terasa sangat
kompleks dampaknya. Disatu pihak perkembangan itu memberikan manfaat
dan kemudahan-kemudahan pada tenaga manusia, tetapi di lain pihak
menimbulkan masalah-masalah yang membutuhkan perhatian khusus
(Nugroho, 2009). Salah satu masalah tersebut adalah masalah kesehatan.
NIOSH menemukan bahwa operator komputer memiliki tingkat stress yang
4
lebih tinggi dibandingkan dengan pekerjaan lain dan kelelahan mata
merupakan masalah utama bagi pengguna komputer.
American Optometric Association (AOA) (2017) menyebutkan bahwa
tak jarang pekerja kantor mengalami kelelahan mata akibat terlalu lama di
depan komputer dan level ketidaknyamanan ini akan meningkat seiring
lamanya durasi penggunaan komputer. Telah diestimasikan juga di seluruh
dunia, bahwa 60 juta orang yang mengalami masalah penglihatan disebabkan
oleh penggunaan komputer (Wimalasundera, 2006).
NIOSH melaporkan bahwa 88% orang yang berinteraksi dengan
komputer lebih dari tiga jam perhari akan mengalami gangguan kelelahan
mata. Beberapa penelitian di India menemukan kasus mengenai terjadinya
kelelahan mata akibat penggunaan komputer yang sering disebut Computer
Vision Syndrome (CVS). Beberapa penelitian tersebut, yaitu penelitian yang
dilakukan oleh Bhanderi, dkk (2008) kepada 419 pengguna komputer
menemukan 46,3% di antaranya mengalami kelelahan mata, penelitian oleh
Dhiman, dkk (2012) kepada 30 pasien menemukan 93,33% pasien mengalami
kelelahan mata, penelitian oleh Logaraj, dkk (2014) terhadap 416 pelajar
pengguna komputer menemukan prevalensi kelelahan mata sebesar 80,3%,
dan penelitian oleh Arumugam, dkk (2014) menemukan subjek yang
mengalami kelelahan mata sebanyak 69,3% dari 179 pekerja yang diteliti.
Di Indonesia, sudah banyak penelitian yang membahas mengenai
kelelahan mata akibat penggunaan komputer. Seperti penelitian yang
dilakukan oleh Yulyana Kusuma Dewi, Rico Januar Sitorus, dan Hamzah
Hasyim (2009), mereka meneliti seluruh operator komputer di Kantor Samsat
5
Palembang yang berjumlah 30 orang. Hasilnya terdapat 23 orang atau 73,3%
responden yang merasakan keluhan pada mata. Keluhan-keluhan yang
dirasakan oleh responden akibat kelelahan mata sebagian besar terjadi pada
saat bekerja sebanyak 60,8% dan setelah bekerja sebanyak 40,2%.
Penelitian yang dilakukan oleh Nourmayanti (2010) pada 51 pekerja
pengguna komputer di Corporate Customer Care Center (C4) PT.
Telekomunikasi Indonesia, Tbk tahun 2009, bahwa 46 di antaranya
mengalami keluhan kelelahan mata, sedangkan 5 di antaranya tidak
mengalami keluhan. Dimana dapat disimpulkan bahwa 90,2% pekerja
pengguna komputer mengalami keluhan kelelahan mata, sedangkan hanya
9,8% pekerja yang tidak mengalami keluhan tersebut. Lalu, penelitian yang
dilakukan oleh Maryamah (2011) pada 106 pengguna komputer dibagian
Outbound Call Gedung Graha Telkom BSD Tanggerang tahun 2011, bahwa
61 pengguna (57,5%) mengalami keluhan kelelahan mata sedangkan 45
pengguna (42,5%) tidak mengalami kelelahan mata. Keluhan yang paling
banyak dirasakan responden, yaitu mata pedih, sakit kepala, dan mata terasa
gatal. Penelitian juga dilakukan terhadap 78 orang operator komputer di PT.
Bank Kalbar Kantor Pusat pada tahun 2012. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa 88,5% responden mengalami keluhan kelelahan mata (Anggraini,
2013).
PT. AM merupakan TPA (Third Party Administrator) jaminan kesehatan
yang menggunakan terminal EDC untuk menangkap informasi klaim di
provider. Proses administrasi jaminan kesehatan AM didukung oleh sebuah
sistem terpadu untuk mengelola, memantau dan melakukan proses klaim
6
secara online dan realtime. Untuk melakukan tugasnya, Call Center berperan
penting di perusahaan ini. Call Center bertugas mengidentifikasi dan
mengambil semua informasi yang relevan tentang peserta dari database
perusahaan dari setiap panggilan telepon. Dalam melakukan layanan ini,
pekerja sangat bergantung pada komputer dengan pemakaian waktu yang
lama dan terus menerus sehingga memperbesar risiko terjadinya gangguan
kesehatan terutama kesehatan mata. Selain itu, setelah dilakukan pengukuran
pencahayaan awal di tempat kerja diketahui masih terdapat titik / meja kerja
dengan tingkat pencahayaan di bawah standar. Untuk itu, peneliti tertarik
untuk melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang berpengaruh dengan
keluhan kelelahan mata pada pekerja pengguna komputer di Call Center PT.
AM tahun 2016.
1.2.Rumusan Masalah
Komputer merupakan teknologi yang tidak bisa lepas dari kalangan
masyarakat usia produktif. Komputer dapat membantu manusia untuk
menyelesaikan pekerjaannya. Namun, di sisi lain penggunaan komputer
dalam jangka waktu yang panjang dan terus menerus dapat menimbulkan
efek samping. Salah satu efek samping yang ditimbulkan adalah keluhan
kelelahan mata yang sering disebut dengan Computer Vision Syndrome
(CVS). Setelah dilakukan studi pendahuluan pada pekerja pengguna
komputer di Call Center PT. AM, diketahui bahwa 34 pekerja (91,89%) dari
37 pekerja yang diajukan pertanyaan mengalami keluhan kelelahan mata pada
saat bekerja menggunakan komputer. Selain itu, setelah dilakukan
pengukuran pencahayaan awal di tempat kerja diketahui tingkat pencahayaan
7
berkisar antara 90 - 360 lux, dimana masih terdapat titik / meja kerja dengan
tingkat pencahayaan di bawah standar. Untuk itu, peneliti tertarik melakukan
penelitian mengenai faktor-faktor yang berpengaruh dengan keluhan
kelelahan mata pada pekerja pengguna komputer di Call Center PT. AM
tahun 2016.
1.3. Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana gambaran keluhan kelelahan mata pada pekerja pengguna
komputer di Call Center PT. AM tahun 2016?
2. Bagaimana gambaran jenis keluhan kelelahan mata pada pekerja
pengguna komputer di Call Center PT. AM tahun 2016?
3. Bagaimana gambaran faktor perangkat kerja (jarak monitor dan alat
pelindung mata) pada pekerja pengguna komputer di Call Center PT.
AM tahun 2016?
4. Bagaimana gambaran faktor karakteristik pekerjaan (istirahat mata) pada
pekerja pengguna komputer di Call Center PT. AM tahun 2016?
5. Bagaimana gambaran faktor lingkungan kerja (tingkat pencahayaan)
pada pekerja pengguna komputer di Call Center PT. AM tahun 2016?
6. Bagaimana gambaran faktor karakteristik pekerja (usia, jenis kelamin,
dan kelainan refraksi mata) pada pekerja pengguna komputer di Call
Center PT. AM tahun 2016?
7. Apakah faktor perangkat kerja (jarak monitor dan alat pelindung mata)
berhubungan dengan keluhan kelelahan mata pada pekerja pengguna
komputer di Call Center PT. AM tahun 2016?
8
8. Apakah faktor karakteristik pekerjaan (istirahat mata) berhubungan
dengan keluhan kelelahan mata pada pekerja pengguna komputer di Call
Center PT. AM tahun 2016?
9. Apakah faktor lingkungan kerja (tingkat pencahayaan) berhubungan
dengan keluhan kelelahan mata pada pekerja pengguna komputer di Call
Center PT. AM tahun 2016?
10. Apakah faktor karakteristik pekerja (usia, jenis kelamin, dan kelainan
refraksi mata) berhubungan dengan keluhan kelelahan mata pada pekerja
pengguna komputer di Call Center PT. AM tahun 2016?
11. Apakah faktor paling dominan yang berpengaruh dengan keluhan
kelelahan mata pada pekerja pengguna komputer di Call Center PT. AM
tahun 2016?
1.4. Tujuan Penelitian
1.4.1. Tujuan Umum
Diketahuinya faktor-faktor yang berpengaruh dengan keluhan kelelahan
mata pada pekerja pengguna komputer di Call Center PT. AM tahun
2016.
1.4.2. Tujuan Khusus
1. Diketahuinya gambaran keluhan kelelahan mata pada pekerja
pengguna komputer di Call Center PT. AM tahun 2016.
2. Diketahuinya gambaran jenis keluhan kelelahan mata pada pekerja
pengguna komputer di Call Center PT. AM tahun 2016.
9
3. Diketahuinya gambaran faktor perangkat kerja (jarak monitor dan
alat pelindung mata) pada pekerja pengguna komputer di Call
Center PT. AM tahun 2016.
4. Diketahuinya gambaran faktor karakteristik pekerjaan (istirahat
mata) pada pekerja pengguna komputer di Call Center PT. AM
tahun 2016.
5. Diketahuinya gambaran faktor lingkungan kerja (tingkat
pencahayaan) pada pekerja pengguna komputer di Call Center PT.
AM tahun 2016.
6. Diketahuinya gambaran faktor karakteristik pekerja (usia, jenis
kelamin, dan kelainan refraksi mata) pada pekerja pengguna
komputer di Call Center PT. AM tahun 2016.
7. Diketahuinya hubungan faktor perangkat kerja (jarak monitor dan
alat pelindung mata) dengan keluhan kelelahan mata pada pekerja
pengguna komputer di Call Center PT. AM tahun 2016.
8. Diketahuinya hubungan faktor karakteristik pekerjaan (istirahat
mata) dengan keluhan kelelahan mata pada pekerja pengguna
komputer di Call Center PT. AM Indonesia tahun 2016.
9. Diketahuinya hubungan faktor lingkungan kerja (tingkat
pencahayaan) dengan keluhan kelelahan mata pada pekerja
pengguna komputer di Call Center PT. AM tahun 2016.
10. Diketahuinya hubungan faktor karakteristik pekerja (usia, jenis
kelamin, dan kelainan refraksi mata) dengan keluhan kelelahan
10
mata pada pekerja pengguna komputer di Call Center PT. AM
tahun 2016.
11. Diketahuinya faktor paling dominan yang berpengaruh dengan
keluhan kelelahan mata pada pekerja pengguna komputer di Call
Center PT. AM tahun 2016.
1.5. Manfaat Penelitian
1.5.1. Bagi Perusahaan
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi bagi
perusahaan dibidang Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) terutama
mengenai faktor-faktor apa saja yang berpengaruh dengan keluhan
kelelahan mata yang dialami pekerja sehingga perusahaan dapat
menciptakan lingkungan kerja yang aman, nyaman, dan kondusif bagi
para pekerja.
1.5.2. Bagi Program Studi
Menambah bahan kepustakaan dan pengembangan keilmuan bagi
masyarakat kampus terutama mengenai faktor-faktor yang berpengaruh
dengan keluhan kelelahan mata.
1.5.3. Bagi Peneliti Lain
Hasil dari penelitian diharapkan dapat berguna sebagai bahan
referensi atau bahan acuan dan informasi terutama mengenai faktor-
faktor yang berpengaruh dengan kelelahan mata pada pengguna
komputer.
11
1.6. Ruang Lingkup
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang
berpengaruh dengan kelelahan mata pada pekerja pengguna komputer di Call
Center PT. AM tahun 2016. Penelitian ini perlu dilakukan karena setiap
harinya pekerja bekerja dengan menggunakan komputer sebagai alat bantu
dalam menyelesaikan pekerjaannya sehingga pekerja memiliki risiko yang
besar terhadap terjadinya kelelahan mata. Penelitian akan dilakukan pada
bulan September sampai Oktober 2016. Sasaran penelitian ini adalah pekerja
pengguna komputer di bagian Call Center PT. AM. Penelitian ini bersifat
kuantitatif dengan menggunakan desain studi cross sectional. Sumber data
yang digunakan dalam penelitian ini adalah sumber data primer yang
diperoleh dengan cara pengisian kuesioner, observasi, pengukuran jarak
monitor dan pencahayaan tempat kerja serta pemeriksaan kelainan refraksi
mata dengan Snellen Chart sedangkan sumber data sekunder berupa data
profil Call Center PT. AM beserta jumlah karyawan.
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kelelahan Mata
Kelelahan mata menurut Ilmu Kedokteran adalah gejala yang
diakibatkan oleh upaya berlebihan dari sistem penglihatan yang berada
dalam kondisi kurang sempurna untuk memperoleh ketajaman penglihatan.
Kelelahan mata dikenal sebagai tegang mata atau astenopia, yaitu kelelahan
ocular atau ketegangan pada organ visual dimana terjadi gangguan pada
mata dan sakit kepala berhubungan dengan penggunaan mata secara intensif
(Hanum, 2008).
Kelelahan mata disebabkan oleh stress yang terjadi pada fungsi
penglihatan. Lelah penglihatan menggambarkan seluruh gejala-gejala yang
terjadi sesudah stress berlebihan terhadap setiap fungsi mata, di antaranya
adalah tegang otot siliaris yang berakomodasi saat memandang objek yang
sangat kecil dan pada jarak yang sangat dekat dalam jangka waktu yang
lama (Hanum, 2008).
Menurut Departemen Kesehatan, kelelahan mata dapat menyebabkan
iritasi, seperti mata berair, dan kelopak mata berwarna merah. Penglihatan
rangkap, sakit kepala, ketajaman mata merosot, dan kekuatan konvergensi
serta akomodasi menurun (Depkes, 2003). Gejala-gejala tersebut diikuti
oleh pegal di sekitar leher, bahu, dan punggung (Sheedy dan Shaw-
McMinn, 2003).
13
Pada dasarnya, ketegangan kepala, mata, dan leher sering terjadi
secara bersamaan. Ketegangan ini sering disebabkan oleh berbagai aktivitas
yang memerlukan konsentrasi atau ketelitian dalam jangka waktu lama,
salah satunya adalah pengoprasian komputer yang dilakukan terlebih pada
kondisi yang tidak ideal. Berkonsentrasi selama berjam-jam, tanpa disadari
akan memaksa kontraksi otot-otot kelopak mata, otot-otot penggerak luar
bola mata, otot akomodasi (otot siliaris) di dalam bola mata, otot-otot wajah
dan pelipis hingga mengalami kelelahan (fatique). Sakit kepala, kelelahan
pada mata, rasa tidak nyaman di wajah dan kekakuan di area sekitar leher
dapat terjadi akibat adanya kontraksi otot yang tidak beraturan, disertai
dengan berkurangnya aliran darah, menimbulkan kekurangan oksigen,
merangsang saraf sekitar untuk mengirimkan sinyal rasa sakit (Pardianto,
2015).
Walaupun kelelahan mata tidak menyebabkan kerusakan mata yang
permanen namun, kelelahan mata dapat mengakibatkan aktivitas seseorang
menjadi tidak produktif, kualitas kerja menurun, mudah membuat
kesalahan, timbulnya keluhan tentang mata, bahkan mudah terjadinya
kecelakaan (Akbar dan Hawadi, 2011).
Kelelahan mata banyak diderita oleh orang yang menggunakan
komputer dalam waktu lama (Santoso dan Widajati, 2011). Banyak
membaca juga dapat menimbulkan kelelahan pada mata. Lelah pada mata
bukan saja timbul karena huruf yang kecil, melainkan dapat juga disebabkan
oleh cahaya yang kurang atau tidak baik dalam meletakkan lampu, salah
memilih lampu, perbandingan pencahayaan antara latar dan objek yang
14
tidak seimbang, atau warna-warna yang menyilaukan (Akbar dan Hawadi,
2011).
Gangguan penglihatan yang disebabkan karena penggunaan komputer
oleh The American Optometric Association dinamakan Computer Vision
Syndrom (CVS). Gejala yang paling umum terjadi terkait CVS adalah mata
tegang, sakit kepala, pandangan buram, mata kering, dan sakit pada leher
serta bahu. Gejala-gejala tersebut dapat disebabkan oleh pencahayaan yang
buruk, tidak adanya filter screen, jarak pandang yang tidak sesuai, postur
duduk yang buruk, kelainan refraksi mata yang tidak terkoreksi, dan
kombinasi dari berbagai faktor (AOA, 2017). Sheedy dan Shaw-McMinn
(2003) juga mengungkapkan bahwa CVS adalah suatu gejala yang dapat
menyebabkan berbagai keluhan antara lain mata tegang (mata sakit atau
mata lelah), sakit kepala, pandangan kabur saat melihat dekat, fokus mata
berubah perlahan, pandangan kabur saat melihat jauh setelah melakukan
pekerjaan dengan jarak dekat, sensitif terhadap cahaya, iritasi mata (mata
perih, mata kering, mata merah), lensa kontak tidak nyaman, sakit pada
leher dan bahu, serta punggung.
Salah satu cara yang paling mudah untuk mengetahui gejala CVS
adalah mengamati / memperhatikan bahwa frekuensi kedipan mata
berkurang ketika menatap layar komputer dibandingkan dengan sebelum
menggunakan komputer. Apabila gejala-gejala tersebut diabaikan, bisa
mengarah kepada gangguan mata yang serius. Dr. Masayuki Tatemichi, dari
Toho University School of Medicine, Jepang, bersama timnya pernah
melakukan penelitian dan menyimpulkan bahwa CVS bisa menjadi
15
glaukoma (kerusakan syaraf optik mata) yang dapat berujung kepada
kebutaan (Koto, 2012).
Menurut Putra (2008), komputer dapat menyebabkan mata lelah
karena pancaran radiasi elektromagnetik yang dihasilkan oleh layar
komputer tersebut. Selain radiasi elektromagnetik, radiasi yang dihasilkan
pada komputer dapat berupa sinar-X, sinar ultraviolet, dan gelombang
mikro. Radiasi yang dihasilkan komputer tersebut dapat menimbulkan
pengaruh jangka pendek bahkan jangka panjang bagi penggunanya.
Pengaruh jangka pendek dapat berupa mata menjadi berair dan lelah,
mempengaruhi produktivitas hormon melatonin dalam tubuh, dan astenopia
atau kelelahan mata. Pengaruh dalam jangka panjang dapat berupa katarak,
dermatitis pada muka, iritasi kulit, epilepsi dan cacat bawaan pada bayi serta
gangguan seksual, yaitu berkurangnya tingkat kesuburan baik bagi pria
maupun wanita (Suhendi, 2013).
Selain itu, penyebab CVS adalah karena ada perbedaan antara huruf
dan gambar di kertas biasa, dengan huruf dan gambar pada layar komputer.
Huruf dan gambar pada layar komputer tersusun atas titik-titik/pixels.
Sehingga, mata harus berakomodasi, dan terjadilah Eye Strain atau
ketegangan pada mata. Pencahayaan ruangan yang kurang baik dan kurang
sering berkedip dapat memperparah kondisi tersebut.
Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk mengurangi kelelahan
mata, yaitu pengaturan pencahayaan agar tidak terlalu tajam atau terlalu
lemah, melihat ke layar secara keseluruhan, jangan terpaku pada huruf atau
cursor, istirahatkan mata dengan mengedipkan mata dan melihat ke arah
16
lain, gerakkan bagian-bagian dan otot-otot tubuh setiap setengah jam,
letakkan komputer sedemikian rupa sehingga jarak mata ke layar kurang
lebih 55 cm, hindari pantulan, posisikan layar monitor komputer berada di
bawah level mata, bersihkan layar monitor untuk mengurangi muatan
elektrostatik, dan istirahat setiap dua jam, karena setiap bekerja di depan
komputer selama satu sampai dua setengah jam, mata perlu istirahat 10-20
menit (Soedarso, 2000).
2.1.1. Patofisiologis Kelelahan Mata
Kelelahan mata atau astenopia merupakan gangguan fungsi
penglihatan dengan penyebab dan gejala-gejala yang majemuk yang
melibatkan faktor fisik, fisiologis, psikologis, bahkan faktor sosial.
Astenopia adalah gejala-gejala yang diakibatkan oleh adanya upaya
berlebihan untuk memperoleh ketajaman binokuler yang sebaik-
baiknya dari sistem penglihatan yang berada dalam keadaan kurang
sempurna. WHO sendiri mengungkapkan bahwa astenopia merupakan
keluhan atau kelelahan visual subjektif atau keluhan-keluhan yang
dialami seseorang akibat menggunakan matanya. Istilah lain yang
dapat digunakan untuk kelelahan mata selain astenopia adalah Eye
Strain, Visual Discomfort, dan Ocular Fatigue (Bidakara Medical
Center, 2017).
Astenopia terjadi karena gangguan yang komplek dan saling
mempengaruhi pada proses sistem penglihatan seperti tidak cukupnya
cahaya yang masuk ke mata dari benda yang dilihat, pemusatan
17
cahaya pada retina mata tidak sempurna, mekanisme penggabungan
bayangan (fusi) oleh sistem penglihatan yang lebih sentral (otak), dan
upaya untuk mempertahankannya tidak memadai. Kecukupan cahaya
dipengaruhi oleh faktor ekstrinsik, yaitu keadaan iluminasi dan obyek
yang dilihat. Kuantitas, kualitas, dan distribusi iluminasi yang
mengakibatkan cahaya terlalu terang atau redup, berfluktuasi, arah
yang miring, dan menyilaukan dapat mengurangi daya sensifitas
retina. Obyek berukuran kecil, bentuk yang tidak teratur, dan kurang
kontras atau bergerak, ternyata juga memudahkan timbulnya astenopia
(Bidakara Medical Center, 2017).
Pemfokuskan cahaya terganggu bila terjadi kelelahan otot siliaris
dan otot-otot luar bola mata (faktor intristik). Kelelahan otot siliaris
terjadi pada penggunaan kacamata yang tidak sesuai ukurannya yang
menyebabkan kelemahan akomodasi dan konvergensi. Selain itu,
gangguan oleh masalah fusi dapat terjadi bila bayangan pada kedua
mata tidak sama besar akibat perbedaan ukuran kacamata kanan dan
kiri terlalu besar (anisometropia) (Bidakara Medical Center, 2017).
Faktor intristik lainnya selain faktor okular (mata) adalah faktor
konstitusi. Keadaan tersebut adalah kelelahan umum, kurang sehat,
bekerja dibawah tekanan (under pressure), kurang tidur, pemakaian
obat-obatan, kelainan emosi dan gangguan psikogenik lainnya. Selain
orang yang berbakat neurotik, orang yang sehat pun (terorginisis baik
kepribadiannya), terutama jika mereka bergerak di bidang kehidupan
intelektual, dan selalu terus menerus meningkatkan dan memperbaiki
18
diri, dapat kehilangan sebagian energi kehidupannya yang akhirnya
dapat mengalami kondisi kelelahan (Bidakara Medical Center, 2017).
Beberapa hasil penelitian memperlihatkan adanya perubahan
temporer tonus akulomotorius dan meningkatnya tonus parasimpatis
pada penderita astenopia. Hal tersebut menyokong adanya hubungan
antara astenopia dengan gangguan-gangguan akomodasi dan
konvergensi. Meningkatnya tonus parasimpatis terlihat dengan adanya
diameter pupil yang lebih kecil pada penderita astenopia dan lebih
lemahnya akomodasi dibandingkan dengan orang normal. Tonus
parasimpatis yang meningkat merupakan dasar beberapa keluhan pada
penderita astenopia (Bidakara Medical Center, 2017).
Penggunaan komputer sendiri menunjukkan meningkatnya
kejadian astenopia. Kelelahan mata akibat penggunaan komputer
disebut sebagai Computer Vision Syndrom yang sering disingkat CVS.
CVS sering terjadi karena mata tidak terlalu cocok untuk menatap
layar monitor. Mata tidak dapat lama berfokus pada pixel atau titik
kecil yang membentuk bayangan pada layar monitor. Seorang
pengguna komputer harus terus-menerus memfokuskan matanya
untuk menjaga agar gambar tetap tajam. Proses tersebut
mengakibatkan timbulnya stress yang berulang-ulang pada otot mata.
Apalagi setelah lama menggunakan komputer, frekuensi berkedip
berkurang dan mata menjadi kering dan perih. Akibatnya, kemampuan
untuk memfokuskan diri berkurang dan penglihatan bisa menjadi
buram serta timbul sakit kepala. Karena arah tatapan ke arah atas,
19
pengguna komputer sering terpaksa beristirahat dengan menurunkan
kepala mereka yang menyebabkan postur tubuh menjadi buruk dan
leher menjadi sakit (Affandi, 2005).
2.1.2. Pengukuran Kelelahan Mata
Pengukuran kelelahan mata dapat dilakukan dengan beberapa cara,
antara lain:
a. Photostress Recovery Test
Photostress Recovery Test, yaitu teknik klinis sederhana yang
dapat membedakan antara retina dan pasca retina. Tes ini bertujuan
untuk mengukur waktu yang dibutuhkan ketajaman mata untuk
kembali ke keadaan semula sebelum pemucatan. Subjek dengan
fungsi mata yang normal dan sehat harus dapat membaca di detik
ke 50-60, sedangkan subjek dengan masalah mata memiliki waktu
pemulihan yang berlangsung selama 1,5 sampai 3 menit atau lebih.
Pengukuran dilakukan dengan memberikan penyinaran pada mata
menggunakan senter atau (penlight) berkekuatan 3 volt dengan
jarak 2-3 cm dari mata selama 10 detik. Stimulasi ini akan
memucatkan 24%-86% pigmen penglihatan (Patel, 2014).
b. Tes Frekuensi Subjek Kelipan Mata (Flicker Fusion Eye Test)
Frekuensi kerlingan mulus (flicker fusion Frequency) dari
mata adalah kemampuan mata untuk membedakan cahaya berkedip
dengan cahaya kontinue. Tes dilakukan dengan cara menguji
responden melalui kemampuan kedipan yang dimulai dari lambat
(frekuensi rendah), kemudian perlahan-lahan dinaikkan semakin
20
cepat dan cahaya tersebut dianggap bukan cahaya kedipan lagi,
melainkan sebagai cahaya yang kontinue (mulus). Frekuensi
ambang/batas dari kelipan itulah disebut “frekuensi kelipan mulus”.
Jika seseorang dalam keadaan lelah, maka angka frekuensi
berkurang dari 2 Hertz atau 0,6 Hertz. Pada seseorang yang lelah
sekali atau setelah menghadapi pekerjaan monoton, angka
frekuensi kerling mulus bias antara 0,5 Hertz atau lebih dibawah
frekuensi kerling mulus dari orang yang sedang dalam keadaan
tidak lelah. Seseorang dalam keadaan tidak lelah memiliki
frekuensi ambang 2 Hertz jika memakai cahaya pendek atau 0,6
Hertz jika memakai cahaya siang (day light) (Tarwaka dkk, 2004).
Dalam kondisi yang lelah, kemampuan tenaga kerja untuk
melihat kelipan akan berkurang. Semakin lelah akan semakin
panjang waktu yang diperlukan untuk jarak antara dua kelipan. Uji
kelipan, selain untuk mengukur kelelahan juga menunjukkan
keadaan kewaspadaan tenaga kerja (Tarwaka dkk, 2004).
Sumber: Tarwaka, dkk (2004)
Gambar 2.1
Alat Uji Hilang Kelipan (Flicker Fusion Eye Test)
21
c. Tes Uji Waktu Reaksi
Waktu reaksi adalah jangka waktu dari pemberian suatu
rangsang sampai kepada suatu saat kesadaran atau dilaksanakan
kegiatan. Uji waktu reaksi dapat menggunakan nyala lampu,
denting suara, sentuhan kulit atau goyangan badan. Waktu reaksi
reseptor sendiri dapat menggunakan waktu reaksi terhadap sinar.
Waktu reaksi terhadap sinar juga dapat digunakan untuk menguji
pengolahan informasi sistem syaraf dan penghantaran sinyal hingga
terjadinya gerak oleh sistem motorik. Waktu reaksi terpendek
biasanya berkisar antara 150 – 200 milidetik. Waktu reaksi
terantung dari stimuli yang dibuat, intensitas dan lamanya
perangsangan, umur subjek, dan perbedaan individu lainnya. Uji
waktu reaksi terhadap cahaya lebih signifikan daripada stimuli
suara. Hal tersebut dikarenakan stimuli suara lebih cepat diterima
oleh reseptor daripada stimuli cahaya. Alat ukur waktu reaksi yang
telah dikembangkan di Indonesia biasanya menggunakan nyala
lampu dan denting suara sebagai stimuli (Tarwaka dkk, 2004).
Sumber: Tarwaka, dkk (2004)
Gambar 2.2
Alat Uji Waktu Reaksi (Reaction Timer)
22
Tabel 2.1
Kelebihan dan Kekurangan Metode Pengukuran Kelelahan Mata
No
Metode
Pengukuran
Kelelahan Mata
Kelebihan Kekurangan
1 Photostress
Recovery Test
a. Tes dengan teknik klinis
sederhana (Patel, 2014).
b. Berguna untuk berbagai
diagnosis yang berbeda-beda
(Miller, dkk, 2005).
Tidak adanya teknik standar
dalam melakukan tes (Sherman
dan Henkind, 1988).
2 Tes Frekuensi
Subjek Kelipan
Mata (Flicker
Fusion Eye Test)
Sering digunakan untuk tujuan
penelitian dan juga untuk tujuan
diagnostik dalam praktek klinik
(Bharathi dan Reddy, 2015).
Tes sebagian besar dilakukan
oleh dokter mata atau orang
ahli (Titcombe dan Willison,
1961).
3 Tes Uji Waktu
Reaksi
Banyak metode yang dapat
digunakan, seperti nyala lampu,
denting suara, sentuhan kulit atau
goyangan badan (Tarwaka dkk,
2004).
Harus memiliki alat ukur
waktu reaksi, seperti nyala
lampu dan denting suara
sebagai stimuli yang
dikembangkan di Indonesia
(Tarwaka dkk, 2004)
Selain menggunakan tiga tes tersebut, kelelahan mata juga dapat
didiagnosis dari keluhan berupa penglihatan kabur, penglihatan ganda,
mata terasa panas, nyeri, gatal, dan berair, nyeri kepala, pusing, dan
ingin muntah, penglihatan warna berubah atau menurun. Untuk gejala
objektif berupa mata merah akan ditemukan pada kelelahan mata
(NIOSH, 1999).
Setelah dilakukan berbagai pertimbangan dari beberapa metode
pengukuran kelelahan mata yang ada (tabel 2.1), metode berdasarkan
keluhan merupakan metode yang paling memungkinkan untuk
dilakukan pada penelitian ini. Berikut adalah keluhan−keluhan
kelelahan mata menurut beberapa sumber:
23
Tabel 2.2
Keluhan−Keluhan Kelelahan Mata
Menurut Beberapa Sumber
Keluhan
Sumber
Depkes,
2003
NIOSH,
1999
Sheedy dan
Shaw-Mc Minn,
2003
Nyeri atau terasa berdenyut
di sekitar mata
√
Mata tegang √ √
Pandangan kabur √ √ √
Pandangan ganda √ √
Sulit fokus √ √
Mata perih √ √
Mata merah √ √ √
Mata berair √ √
Mata gatal/kering √ √
Sakit kepala √ √ √
Lensa kontak tidak nyaman √
Sakit pada leher dan bahu √
Sakit pada punggung √
Sensitif terhadap cahaya √
Ketajaman mata merosot √
Mengantuk √
Dari sekian banyak keluhan yang disebutkan pada tabel 2.2,
keluhan yang akan digunakan pada penelitian ini adalah mata tegang
(mata sakit atau mata lelah), sakit kepala, pandangan kabur saat
melihat dekat, fokus mata berubah perlahan, pandangan kabur saat
melihat jauh setelah melakukan pekerjaan dengan jarak dekat, sensitif
terhadap cahaya, iritasi mata (mata perih, mata kering, mata merah),
lensa kontak tidak nyaman, sakit pada leher dan bahu, serta sakit pada
punggung. Sepuluh keluhan tersebut merupakan hal yang paling
sering dikeluhkan pada pengguna komputer dan memiliki prevalensi
tertinggi di antara yang lainnya (Sheedy dan Shaw-McMinn, 2003).
24
Gejala-gejala serupa juga disebutkan oleh AOA (2017). Gejala yang
paling umum terjadi terkait CVS adalah mata tegang, sakit kepala,
pandangan buram, mata kering, dan sakit pada leher serta bahu.
Pada dasarnya, sulit untuk menentukan apakah seseorang terkena
CVS atau tidak dari gejala-gejala yang ada. Untuk beberapa orang,
gangguan penglihatan jelas merupakan penyebabnya. Namun, untuk
orang lain, kondisi lingkungan tertentulah yang menyebabkan gejala-
gejala tersebut. Untuk menegakkan diagnosis kelelahan mata,
biasanya seseorang akan mengalami minimal dua gejala utama
gangguan penglihatan dan juga memiliki dua atau tiga masalah di
lingkungan tempat kerjanya. Diagnosis itu lah yang terbaik untuk
menyelesaikan semua kondisi penyebab dan faktor-faktor yang ada
(Sheedy dan Shaw-McMinn, 2003).
2.1.3. Sifat Melihat (Visibilitas)
Mata dapat melihat ketika suatu bayangan yang terkena cahaya
tertangkap mata. Pada mata normal, berkas-berkas cahaya atau
bayangan benda jatuh tepat di bintik kuning pada retina. Rangsangan
cahaya yang diterima retina akan diteruskan oleh saraf penglihatan ke
pusat penglihatan di otak untuk diterjemahkan. Akhirnya, kedua
daerah visual menerima berita dari kedua mata akan timbul lukisan
atau bentuk benda, sehingga mata dapat melihat benda tersebut
(Pearce, 2011).
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi visibilitas antara lain
ukuran objek, posisi, dan tampilan layar, pencahayaan ruangan, jarak
25
objek, durasi melihat objek, kelainan mata, atau kombinasi dari seluruh
faktor (OSHA, 1997). Kemampuan seseorang dalam melihat objek
berbeda-beda. Tidak semua benda yang dapat dilihat akan dapat dilihat
dengan kejelasan yang sama. Ada yang bisa melihat dengan mudah dan
cepat, ada yang berusaha dengan keras, dan ada yang tidak melihat
sama sekali.
2.1.4. Faktor-Faktor Penyebab Kelelahan Mata
A. Faktor Perangkat Kerja
1. Ukuran Objek
Ukuran objek berhubungan dengan kemampuan penglihatan.
Semakin besar ukuran suatu objek, maka semakin rendah
kemampuan mata yang diperlukan untuk melihat objek tersebut.
Semakin kecil ukuran suatu objek, maka semakin tinggi
kemampuan mata yang diperlukan agar dapat melihat dengan
jelas dan fokus objek tersebut. Hal inilah yang menyebabkan
akomodasi konvergensi bertambah, sehingga menimbulkan
kelelahan mata (Pheasant, 1991).
2. Jarak Monitor
Ketika menggunakan komputer, jarak pandangan dengan
layar monitor harus diperhatikan. Jarak pandang monitor jangan
terlalu jauh atau terlalu dekat. Jarak pandang yang salah dapat
mengakibatkan mata cepat lelah dan sakit. Jarak pandang yang
nyaman dan aman untuk mata berkisar antara 18 dan 24 inci (45
dan 60 cm). Namun, jarak ideal minimal antara mata pengguna
26
dan layar monitor adalah 20 inci atau 50 cm. Selebihnya jarak
pandang terhadap monitor komputer disesuaikan dengan
diameter dan kedalaman layar itu sendiri. Posisi monitor juga
harus diatur agar bagian tertinggi dari layar berada pada posisi
yang sejajar dengan mata (OSHA, 1997).
Ketika seseorang bekerja dengan melihat objek bercahaya di
atas dasar berwarna pada jarak dekat secara terus-menerus
dalam jangka waktu tertentu dapat menyebabkan mata harus
terus berakomodasi. Mata yang terus menerus berakomodasi
akan menyebabkan kelelahan mata. Hal ini disebabkan karena
otot mata harus bekerja keras untuk melihat objek tersebut
(Hanum, 2008). Oleh karena itu, semakin jauh jarak pandang
terhadap objek maka kemungkinan terjadinya iritasi mata akan
semakin kecil.
Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan kepada pekerja
rental komputer di wilayah kampus UNNES ditemukan dari 22
responden yang jarak mata dengan monitor < 50 cm terdapat 21
responden (95,5%) mengalami CVS dan 1 responden (0,5%)
tidak mengalami keluhan CVS, sedangkan 14 responden yang
jarak mata dengan monitor > 50 cm terdapat 9 responden
(64,5%) mengalami keluhan CVS dan 5 responden (35,7%)
tidak mengalami keluhan CVS. Dari uji yang dilakukan,
menunjukkan adanya hubungan antara jarak mata dengan
keluhan CVS pada pekerja rental komputer di wilayah tersebut
27
dengan PValue = 0,012 (Permana, dkk, 2015). Hubungan antara
jarak monitor dan keluhan kelelahan mata juga ditemukan pada
penelitian pada pekerja pengguna komputer yang dilakukan oleh
Dinesh J. Bhanderi, dkk pada tahun 2008 (Bhanderi dkk., 2008).
Hasil yang ditemukan berbeda pada penelitian yang
dilakukan terhadap seluruh karyawan pengguna komputer PT.
Grapari Telkomsel Kota Kediri. Pada penelitian ini tidak
ditemukan hubungan antara jarak monitor dengan keluhan
kelelahan mata pada karyawan di PT tersebut dengan PValue =
0,346 (Sya’ban dan Riski, 2015).
3. Tampilan Layar
Kontras adalah hubungan antara cahaya yang dikeluarkan
oleh suatu objek dan cahaya dari latar belakang objek tersebut.
Perbandingan pencahayaan antara latar dan objek yang tidak
seimbang, atau warna-warna yang menyilaukan dapat
mengakibatkan kelelahan mata (Akbar dan Hawadi, 2011).
Menurut dr. Edi Supiandi Affandi SpM dari Bagian Iimu
Penyakit Mata FKUI, pada pengguna komputer, kelelahan mata
terjadi karena mata memusatkan pandangan pada komputer
dimana objek yang dilihat terlalu kecil, kurang terang, bergerak,
dan bergetar. Mata yang berkonsentrasi kurang berkedip
sehingga penguapan air mata meningkat dan mata menjadi
kering.
28
Tingkat kenyamanan setiap individu terkait ukuran teks,
warna layar, ketajaman, dan lain-lain relatif berbeda-beda
sehingga disarankan tampilan layar ini disesuaikan dengan mata
masing-masing individu. Namun, pengaturan warna terang dan
gelap pada monitor harus tepat, begitu juga dengan resolusi
monitor. Warna yang digunakan tidak terlalu terang atau terlalu
gelap. Ketika nilai kontras negatif, dimana nilai kontras negatif
dapat menyebabkan objek yang sesungguhnya “terserap” oleh
latar belakang, sehingga objek menjadi tidak tampak, hal ini
dapat menyebabkan kelelahan mata (Bidakara Medical Center,
2017).
Pada penelitian sebelumnya, ditemukan hubungan yang
signifikan antara tampilan layar berupa brightness dengan
keluhan kelelahan mata. Penelitian ini dilakukan terhadap 150
operator komputer di Teerthanker Mahaveer University,
Moradabad, U.P. India dengan PValue = 0,004 (Agarwal dkk.,
2013). Hubungan antara tampilan layar (contrast dan
brightness) dengan keluhan kelelahan mata juga ditemukan pada
penelitian yang dilakukan oleh Dinesh J. Bhanderi, dkk (2008).
4. Karakteristik Monitor
Pemilihan jenis monitor berpengaruh pula terhadap kesehatan
mata. Extremely Low Frequency (ELF) dan Very Low Frequecy
(VLF) adalah dua tipe radiasi elektromagnetik yang ditimbulkan
oleh monitor. Monitor dengan jenis tertentu akan memancarkan
29
radiasi yang tinggi sehingga dapat menyebabkan gatal-gatal
pada mata. Bahkan beberapa hasil penelitian menyebutkan
bahwa radiasi ini meningkatkan risiko kanker dan keguguran.
Oleh karena itu, mata harus dijauhkan dari monitor setidaknya
sejauh 18 inci. Menggunakan monitor dengan radiasi yang
rendah juga dapat mengurangi risiko-risiko tersebut. Monitor
LCD merupakan salah satu janis monitor yang rendah radiasi
jika dibandingkan dengan monitor CTR (Hirsch, 2011). Monitor
LCD memiliki radiasi yang lebih rendah karena monitor LCD
tidak memiliki tabung, tidak menghasilkan elektron, dan sinar-X
(Parsons dan Oja, 2010).
Pada penelitian terdahulu terhadap 150 operator komputer di
Teerthanker Mahaveer University, Moradabad, U.P. India
diketahui bahwa karakteristik monitor berhubungan dengan
keluhan kelelahan mata atau CVS dengan PValue = 0,042
(Agarwal dkk., 2013).
5. Filter Screen
Filter screen merupakan aksesoris komputer yang digunakan
untuk mengurangi radiasi dan silau dari monitor komputer ke
mata penggunanya. Filter screen akan mengurangi jumlah
cahaya yang dipantulkan dari monitor dan tampilan visual pada
monitor akan tampak lebih lembut serta tidak cepat membuat
mata lelah (AOA, 2017).
30
Penggunaan filter screen cukup efektif dalam mengeliminasi
radiasi dan kesilauan. Namun, sebelum pembelian dan
penggunaannya, filter screen harus ditinjau terlebih dahulu.
Terdapat filter screen yang mampu mereduksi silau hingga 99%
tetapi terkadang filter ini bahkan tidak bekerja dengan baik pada
lingkungan kerja yang sangat terang. Terdapat pula filter screen
yang tidak dapat memblok cahaya yang masuk sehingga terjadi
pantulan pada layar, hal ini dapat disebabkan karena adanya
cahaya yang langsung menghadap ke arah layar. Lalu terdapat
filter screen yang dapat menarik debu, hal ini akan
menyebabkan menurunnya kemampuan screen untuk memfilter
monitor. Oleh karena itu, filter screen harus diidentifikasi
dahulu sesuai kebutuhan dan kondisi tempat kerja sehingga
efektif untuk mengurangi kesilauan dan mencegah terjadinya
keluhan kelelahan mata (Simpson, 2013).
Dari penelitian sebelumnya, diketahui bahwa filter screen
atau antiglare screen berhubungan dengan keluhan kelelahan
mata. Penelitian ini dilakukan oleh Agarwal, dkk (2013) dengan
PValue = 0,004 dan Bhanderi, dkk (2008). Namun, penelitian lain
menemukan bahwa tidak terdapat perbedaan kemampuan
akomodasi yang nyata antara penggunaan filter screen dan
bukan pengguna filter screen dengan PValue = 0,8462 (Murtopo,
2005).
31
6. Alat Pelindung Mata
Selain menggunakan filter screen, kini sudah terdapat
kacamata dengan lensa khusus untuk pengguna komputer. Ahli
masalah mata, dr. Jay Schlanger mengatakan beberapa
perusahaan kini mulai membuat lensa yang bagian atasnya
dirancang untuk melihat komputer dan bagian bawahnya untuk
membaca. Lalu terdapat kacamata anti radiasi komputer. Kaca
mata ini merupakan kacamata yang dibuat untuk melindungi
mata dari bahaya radiasi layar televisi, komputer maupun radiasi
gadget yang dapat mengganggu mata. Fungsi kacamata ini
terletak pada lensanya yang terbuat dari bahan khusus untuk
menangkal radiasi layar komputer. Seiring dengan
meningkatnya aktivitas di depan komputer membuat mata
semakin lelah dan kering, sehingga kebutuhan akan kacamata ini
semakin meningkat. Bahaya radiasi akibat terlalu larut dengan
pekerjaan di depan komputer lebih mengganggu kesehatan mata,
bahkan dampak terparahnya dapat mengakibatkan katarak
hingga kebutaan. Lapisan anti radiasi pada kacamata ini mampu
melindungi mata terhadap gelombang elektromagnetik hingga
100%. Lensa anti radiasi ini terdiri dari beberapa lapisan, yang
terdiri dari lapisan anti silau, lapisan tahan air, dan lapisan
lainnya yang dapat menghindarkan lensa dari debu dan kotoran,
serta anti fouling.
32
Pengguna lensa kontak pun kini sudah mempunyai solusi,
yaitu dengan mengganti lensa kontak generasi baru yang terbuat
dari silikon hydrogel. Silikon ini memungkinkan daya transmisi
oksigen lebih tinggi dibandingkan jenis lain sehingga dapat
mengurangi sindrom mata kering (Ningrum, 2007).
B. Faktor Karakteristik Pekerjaan
1. Durasi Penggunaan
Berdasarkan suatu survei di Amerika, didapatkan fakta
bahwa rata-rata waktu kerja yang digunakan untuk bekerja
dengan komputer adalah 5,8 jam per hari atau 69% dari total
jam kerja mereka (Hasibuan, 2011). The University of North
Carolina at Asheville mengelompokan beban kerja pekerja
komputer atas dasar lama waktu kerja sebagai berikut:
a. Pekerja komputer dengan beban kerja berat adalah pekerja
dengan lama waktu kerja 4 jam sehari secara terus menerus.
b. Pekerja komputer dengan beban kerja sedang adalah pekerja
dengan lama waktu kerja antara 2-4 jam sehari secara terus-
menerus.
c. Pekerja komputer dengan beban kerja ringan adalah pekerja
dengan lama waktu kerja kurang dari 2 jam sehari secara
berturut-turut.
Pekerjaan mata yang selalu berulang atau terus menerus akan
membuat mata tersebut selalu berupaya untuk memfokuskan
pandangan pada bidang layar monitor. Hal ini disebabkan
33
karena otot mata harus bekerja keras untuk melihat objek
tersebut. Oleh karena itu, durasi atau lamaya mata digunakan
untuk melihat komputer juga menjadi salah satu faktor dalam
mempercepat terjadinya gangguan atau kelelahan mata. Hal ini
berkaitan dengan sifat atau fungsi mata yang tidak dibuat untuk
melihat dari jarak dekat dengan waktu yang lama. Computer
Vision Syndrome (CVS) dapat muncul segera setelah pemakaian
komputer dalam jangka waktu lama atau lebih dari 4 jam
namun, terdapat beberapa orang yang mengalami CVS beberapa
hari kemudian (Hanum, 2008).
Untuk mencegah terjadinya kelelahan mata akibat durasi
penggunaan dapat dilakukan salah satunya dengan cara
mengalihkan pandangan dengan menatap objek lain dengan
jarak 20 kaki atau sekitar 6 meter agar kelenturan mata tetap
terjaga (OSHA, 1997). Memejamkan mata selama 2-3 menit
juga terbukti efektif agar otot mata tidak kelelahan (Agus,
2013).
Dari beberapa penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
Santoso dan Widajati (2011), Logaraj, dkk (2014), Sya’ban dan
Riski (2015) dengan PValue = 0,000, Pangemanan, dkk (2014)
dngan PValue = 0,003, dan Permana, dkk (2015) dengan PValue =
0,005 diketahui bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara
durasi penggunaan komputer dengan keluhan kelelahan mata.
Namun, hubungan tidak ditemukan pada penelitian yang
34
dilakukan oleh Anggraini (2013) PValue = 0,199 dan Arumugam,
dkk (2014) dengan PValue = 0,843.
2. Istirahat Mata
Saat penglihatan jarak dekat, seperti membaca atau
menggunakan komputer dilakukan dalam jangka waktu yang
lama, otot siliaris yang merupakan salah satu otot yang berperan
dalam proses akomodasi tanpa disadari mengalami penegangan
dan kekakuan. Hal ini secara tidak langsung akan membuat mata
mudah teriritasi dan memicu rasa tidak nyaman. Oleh karena itu,
istirahat mata perlu dilakukan untuk merelaksasikan otot mata
yang tegang. Menurut NIOSH, istirahat dengan waktu yang
singkat tetapi sering, dapat menurunkan tingkat
ketidaknyamanan pekerja pengguna komputer dan
meningkatkan produktivitas kerja jika dibandingkan dengan
istirahat 15 menit pada pagi hari dan istirahat pada jam makan
siang.
OSHA (1997) menyatakan bahwa seorang pekerja dapat
meninggalkan tempat kerjanya atau melakukan istirahat
setidaknya 10 menit setiap jam setelah berada di depan
komputer secara intensif dan setidaknya 15 menit setiap 2 jam
setelah berada di depan komputer secara intermiten. Istirahat
mata ini harus dilakukan salah satunya juga dikarenakan CVS
dapat timbul saat aliran air mata ke mata berkurang yang
disebabkan oleh besarnya refleksi atau silaunya layar komputer.
35
Saat seseorang menatap komputer, maka kedipan mata akan
berkurang 2/3 kali dari keadaan normal sehingga dapat
mengakibatkan mata menjadi kering, iritasi, tegang, dan lelah
(Hanum, 2008).
Istirahat mata dapat dilakukan dengan merubah fokus ke arah
yang lain sehingga memberikan kesempatan untuk otot mata
beristirahat. Pekerja cukup melihat ke arah lain atau keluar
jendela dari waktu ke waktu dan melihat objek lain setidaknya
dengan jarak 20 kaki atau sekitar 6 meter (OSHA, 1997).
Memejamkan mata selama 2-3 menit juga terbukti efektif agar
otot mata tidak kelelahan (Agus, 2013).
Terdapat tiga jenis istirahat bagi pengguna komputer, yaitu
Anshel (2005):
1. Eye breaks, yaitu istirahat mata yang dilakukan setiap 10
sampai 20 menit setelah menggunakan komputer dengan cara
berpaling dari layar komputer dan melihat jauh (minimal 6
meter) agar otot-otot di dalam mata menjadi lebih relaks.
Diikuti dengan mengedipkan mata cepat selama beberapa
detik untuk menyegarkan mata dan menghilangkan debu-
debu di dalam mata.
2. Rest breaks, yaitu istirahat yang dilakukan setiap 30 sampai
60 menit setelah menggunakan komputer dengan cara berdiri,
bergerak, dan melakukan sesuatu yang lain selain
menggunakan komputer. Gerakan ini memungkinkan otot-
36
otot tubuh untuk beristirahat, meningkatkan sirkulasi darah,
mengurangi akumulasi kelelahan otot statis, dan
meningkatkan kewaspadaan.
3. Exercise breaks, yaitu istirahat yang dilakukan setiap 1
sampai 2 jam pemakaian komputer dengan cara latihan cepat
peregangan otot yang dapat membantu mengurangi kelelahan
otot.
Berdasarkan penelitian terdahulu, terdapat tiga penelitian
yang menyatakan adanya hubungan yang signifikan antara
istirahat mata dan keluhan kelelahan mata. Penelitian ini
dilakukan oleh Dewi, dkk (2009) dengan PValue = 0,042,
Maryamah (2011) dengan PValue = 0,047, dan Shantakumari, dkk
(2014). Namun, dua penelitian lainnya menyatakan tidak adanya
hubungan yang signifikan antara istirahat mata dan keluhan
kelelahan mata. Penelitian ini dilakukan oleh Anggraini (2013)
dengan PValue = 1,000 dan Arumugam, dkk (2014) dengan PValue
= 0,314.
C. Faktor Lingkungan
1. Tingkat Pencahayaan
Dalam banyak aspek kehidupan, manusia tergantung pada
matahari sebagai sumber pencahayaan, termasuk pekerjaan yang
dilakukan di luar ruangan. Apabila kegiatan kerja dilakukan di
dalam ruangan atau pada malam hari, perlu tersedianya
penerangan yang memadai sesuai dengan jenis pekerjaan.
37
Berbagai studi dilakukan untuk mengetahui tingkat pencahayaan
yang diperlukan untuk jenis-jenis pekerjaan tertentu dengan
memperhatikan faktor kesehatan pekerja dan terlaksananya
pekerjaan dengan baik. Ruangan untuk ruang kerja dimana
tugas-tugas visual tidak sering dilakukan, tingkat pencahayaan
(iluminan) yang disarankan 100-200 lux (10-20 fc). Sementara
itu, untuk tugas-tugas yang banyak menggunakan pengamatan
mata dan dalam waktu yang cukup lama, diperlukan iluminan
sebesar 2000-5000 lux. Penerangan yang baik merupakan
persyaratan pertama bagi persepsi visual yang memuaskan
(Herjanto, 2008).
Standar dari penerangan diatur oleh Illuminating Engineering
Society of North Amerika (IESNA). Pencahayaan biasanya
diukur pada bidang horisontal pada ketinggian 30” di atas lantai.
Satuan pencahayaan adalah floot-candela atau fc (lumen per foot
persegi) atau lux (lumen per meter persegi). Foot-candle masih
digunakan di Amerika, tapi negara lain yang telah beralih ke
sistem metrik, satuan lux adalah ukuran yang tepat (Karlen dan
Benya, 2007).
IESNA mengkategorikan rekomendasi kriteria tingkat
pencahayaan berdasarkan atas kerumitan dan kesulitan kegiatan
yang terdapat dalam ruangan. Kategori tersebut adalah (Karlen
dan Benya, 2007):
Kategori A: Ruangan umum 3 fc/30 lux
38
Kategori B: Orientasi sederhana 5 fc/50 lux
Kategori C: Kegiatan sederhana 10 fc/100 lux
Kategori D: Kegiatan yang membutuhkan pencahayaan yang
sangat kontras dan ukuran runagan yang luas 30 fc/300 lux
Kategori E: Kegiatan yang membutuhkan pencahayaan yang
sangat kontras dan ukuran ruangan kecil 50 fc/500 lux
Kategori F: Kegiatan yang membutuhkan pencahayaan dengan
tingkat kekontrasan yang rendah dan ukuran ruangan yang kecil
100 fc/1000 lux
Kategori G: Kegiatan yang terjadi di ambang pintu lebih dari
100 fc/ 10000 lux.
Menurut SNI 03-2396-2001, kualitas pencahayaan yang
harus dan layak disediakan, ditentukan oleh :
a. Penggunaan ruangan, khususnya ditinjau dari segi beratnya
penglihatan oleh mata terhadap aktivitas yang harus
dilakukan di dalam ruangan tersebut.
b. Lamanya waktu aktivitas yang memerlukan daya penglihatan
yang tinggi dan sifat aktivitasnya, sifat aktivitas dapat secara
terus menerus memerlukan perhatian dan penglihatan yang
tepat, atau dapat pula secara periodik dimana mata dapat
beristirahat.
Klasifikasi kualitas pencahayaan menurut SNI 03-2396-2001
adalah sebagai berikut :
39
1) Kualitas A : kerja halus sekali, pekerjaan secara cermat, terus
menerus, seperti menggambar detail, menggravir, menjahit
kain warna gelap, dan sebagainya.
2) Kualitas B : kerja halus, pekerjaan cermat tidak secara
intensif terus menerus, seperti menulis, membaca, membuat
alat atau merakit komponen-komponen kecil dan sebagainya.
3) Kualitas C : kerja sedang, pekerjaaan tanpa konsentrasi yang
besar dari si pelaku, seperti pekerjaan kayu, merakit suku
cadang yang agak besar, dan sebagainya.
4) Kualitas D : kerja kasar, pekerjaan dimana hanya detail-detail
yang besar harus dikenal, seperti pada gudang, lorong lalu
lintas orang, dan sebagainya.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 48
Tahun 2016 tentang Standar Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Perkantoran menetapkan tingkat pencahayaan untuk
kenyamanan mata adalah 300-500 lux, pekerjaan menggambar
500 lux, meeting room 300 lux, respsionis 300 lux, koridor 100
lux, dan arsip 200 lux.
Tabel 2.3
Persyaratan Pencahayaan Sesuai Peruntukan Ruang
Peruntukan Ruang Minimal Pencahayaan (lux)
Ruang Kerja 300
Ruang Gambar 750
Resepsionis 300
Ruang Arsip 150
Ruang Rapat 300
Ruang Makan 250
Koridor/Lobi 100
Sumber: Permenkes No.48 Tahun 2016
40
Menurut SNI 03-6575-2001, tingkat pencahayaan minimum
untuk ruang komputer adalah 350 lux. Menurut Permenkes No.
70 Tahun 2016, suatu lingkungan kerja atau aktivitas kerja
dikatakan memenuhi persyaratan tingkat pencahayaan apabila
mempunyai perbedaan maksimal 10% dari nilai tingkat
pencahayaan yang dipersyaratkan. Grandjean (1988) menyusun
rekomendasi tingkat penerangan pada tempat-tempat dengan
komputer sebagai berikut:
Tabel 2.4
Rekomendasi Tingkat Pencahayaan
pada Tempat dengan Komputer
Keadaan Tingkat Pencahayaan
(lux)
Kegiatan Komputer dengan sumber
dokumen yang terbaca jelas
< 400
Kegiatan Komputer dengan sumber
dokumen yang tidak terbaca jelas
400-500
Tugas memasukan data > 500-700
Sumber: Grandjean, 1988
Standar yang mengatur kegiatan pengukuran intensitas
penerangan di tempat kerja adalah SNI 16-7062-2004. Dimana
standar ini menguraikan tentang metoda pengukuran intensitas
penerangan di tempat kerja dengan menggunakan Lux Meter.
Lux Meter merupakan alat yang digunakan untuk mengukur
intensitas penerangan dalam satuan lux.
Kurangnya pencahayaan dapat mengakibatkan kelelahan
mata, sebab orang akan lebih mendekatkan matanya ke objek
dengan tujuan memperbesar ukuran benda. Hal ini membuat
41
proses akomodasi mata lebih dipaksa dan dapat menyebabkan
penglihatan rangkap atau kabur (Notoatmodjo, 2003).
Pencahayaan yang sesuai dapat mencegah terjadinya kelelahan
mata, sedangkan pencahayaan yang kurang baik dapat
menimbulkan kelelahan mata namun, bukan penyakit mata.
Namun kelelahan pada mata itu pun bersifat reversible. Jika
mata mengalami kelelahan, maka dengan melakukan istirahat
yang cukup/beristirahat sepulang kerja maka pagi harinya mata
akan pulih kembali (Depkes, 2008).
Pencahayaan ruangan, khususnya di tempat kerja yang
kurang memenuhi persyaratan tertentu dapat memperburuk
penglihatan, karena jika pencahayaan terlalu besar atau pun
kecil, pupil mata harus berusaha menyesuaikan cahaya yang
diterima oleh mata. Akibatnya mata harus memicing silau atau
berkontraksi secara berlebihan, karena jika pencahayaan lebih
besar atau lebih kecil, pupil mata harus berusaha menyesuaikan
cahaya yang dapat diterima oleh mata. Pupil akan mengecil jika
menerima cahaya yang besar. Hal ini merupakan salah satu
penyebab mata cepat lelah (Depkes, 2008).
Penerangan yang tidak didesain dengan baik akan
menimbulkan gangguan atau kelelahan penglihatan selama
kerja. Pengaruh dari penerangan yang kurang memenuhi syarat
akan mengakibatkan kelelahan mata sehingga berkurangnya
daya dan effisiensi kerja, kelelahan mental, keluhan pegal di
42
daerah mata dan sakit kepala di sekitar mata, kerusakan indra
mata, dll. Pengaruh kelelahan mata tersebut akan bermuara
kepada penurunan performansi kerja, termasuk kehilangan
produktivitas, kualitas kerja rendah, banyak terjadi kesalahan,
dan kecelakan kerja meningkat (Tarwaka, 2004).
Berdasarkan penelitian terdahulu, diketahui bahwa terdapat
hubungan yang signifikan antara pencahayaan dengan keluhan
kelelahan mata. Penelitian tersebut dilakukan oleh Widowati
(2009), Maryamah (2011) dengan PValue = 0,003 dan OR =
9,554, Sya’ban dan Riski (2015) dengan PValue = 0,03, serta
Permana, dkk (2015) PValue = 0,001 pada tempat, waktu, dan
subjek yang berbeda. Namun, Dewi, dkk (2009) dengan PValue =
0,108 dan Anggraini (2013) PValue = 0,595 mendapatkan tidak
adanya hubungan bermakna antara kondisi pencahayaan ruang
kerja dengan keluhan kelelahan mata atau CVS.
2. Suhu Udara
Walaupun keseimbangan suhu tubuh dapat terjaga,
kenyamanan termal lebih bersifat individual. Keadaan
lingkungan tertentu bisa dirasakan berbeda oleh individu yang
berbeda (Frick, 2007).
Kemampuan manusia beradaptasi dengan temperatur
lingkungan secara umum dilihat dari perubahan suhu tubuh.
Manusia dianggap mampu beradaptasi dengan perubahan
temperatur lingkungan bila tidak terjadi perubahan suhu tubuh
43
atau perubahan suhu tubuh yang terjadi masih pada rentang yang
aman. Sebagaimana diketahui bahwa suhu tubuh (suhu inti
tubuh) atau core body temperature harus berkisar antara 37o –
38oC. Apabila suhu lingkungan tinggi (lebih tinggi daripada
suhu tubuh normal), maka akan menyebabkan terjadinya
peningkatan suhu tubuh karena tubuh menerima panas dari
lingkungan. Begitu pula sebaliknya, yaitu bila suhu lingkungan
rendah (lebih rendah daripada suhu tubuh normal), maka panas
tubuh akan keluar melalui evaporasi dan ekspirasi sehingga
tubuh dapat mengalami kehilangan panas (Hendra, 2009).
Suhu udara yang panas akan menurunkan prestasi kerja fikir,
penurunan sangat hebat terjadi sesudah 32°C. Suhu lingkungan
yang terlalu tinggi menimbulkan beban psikis (stres) sehingga
menurunkan konsentrasi dan persepsi terhadap lingkungan dan
selanjutnya menurunkan prestasi. Suhu yang terlalu tinggi dapat
menimbulkan terjadinya risiko kecelakaan dan gangguan
kesehatan (Nourmayanti, 2010).
Pada penelitian yang dilakukan oleh Anggraini (2013), tidak
adanya hubungan yang bermakna secara statistik antara kondisi
temperatur ruang kerja dengan terjadinya CVS, PValue = 0,676.
44
D. Faktor Karakteristik Pekerja
1. Usia
Kemampuan mengubah daya fokus mata disebut akomodasi.
Seiring dengan pertambahan usia, lensa akan kehilangan
sebagian kemampuan akomodasinya. Presbiopia (mata tua)
terjadi apabila lensa kehilangan hampir semua kemampuan
akomodasinya (Cameron, dkk, 2006). Dimana titik kritis subjek
mengalami presbiopia, yaitu pada usia 40 tahun, subjek akan
mengalami kesulitan dengan penglihatan dekat (James, dkk,
2006).
Di usia 20 tahun, manusia pada umumnya dapat melihat
objek dengan jelas, sedangkan pada usia 45 tahun kebutuhan
terhadap cahaya empat kali lebih besar (Guyton dan Hall, 2006).
Pada usia ini, seseorang akan mengalami kesulitan dalam
memfokuskan penglihatannya yang disebabkan oleh presbiopia.
Hal ini merupakan sesuatu yang normal karena disebabkan oleh
lensa di dalam mata. Menginjak usia 50 tahun, presbiopia akan
semakin terasa dampaknya. Seseorang akan membutuhkan
kacamata dengan lensa yang lebih tajam dalam frekuensi yang
sering. Seseorang juga akan membutuhkan lebih dari satu lensa,
yaitu lensa yang digunakan untuk kegiatan normal dan lensa
yang dapat digunakan saat mengoperasikan komputer agar
terasa lebih nyaman (Heiting, 2014). Pada usia 60 tahun,
kebutuhan cahaya yang diperlukan untuk melihat jauh lebih
45
besar dibandingkan usia 45 tahun karena pada usia 45-50 tahun
daya akomodasi mata berkurang (Guyton dan Hall, 2006).
Usia lanjut menyebabkan kemampuan otot siliari untuk
berakomodasi menjadi berkurang. Lensa kehilangan
elastisitasnya, daya lenting berkurang, sehingga tidak dapat
memfokuskan bayangan sebuah benda yang berada dekat
dengan mata. Akibatnya, lensa mata tidak dapat menebal dan
menipis dengan sempurna, seperti mata normal. Oleh karena itu,
penderita mata tua tidak dapat melihat benda yang terlalu jauh
atau terlalu dekat. Benda yang terlalu dekat membentuk
bayangan di belakang retina, sedangkan benda yang terlalu jauh
membentuk bayangan di depan retina. Namun, pada beberapa
orang, penglihatan jauh tetap baik pada mata tua (Pearce, 2011).
Berbeda dengan usia tua, usia muda memiliki kebutuhan cahaya
yang lebih sedikit dibandingkan dengan usia yang lebih tua dan
kecenderungan mengalami kelelahan mata lebih sedikit.
Menurut NASD (National Aging Safety Database) usia yang
semakin lanjut, mengalami kemunduran dalam kemampuan
mata untuk mendeteksi lingkungan. Hal ini akan meningkatkan
risiko kecelakaan.
Cacat mata tua dapat ditolong dengan menggunakan
kacamata berlensa cembung dan cekung sekaligus. Kacamata ini
disebut kacamata bifokal. Sisi bawah kacamata bifokal terbuat
dari lensa cembung, sedangkan sisi atasnya terbuat dari lensa
46
cekung. Lensa cembung pada sisi bawah berguna untuk melihat
benda-benda dekat. Sisi atas terbuat dari lensa cekung yang
berfungsi untuk melihat benda-benda yang jauh (Pearce, 2011).
Tabel 2.5
Korelasi antara Usia dengan Daya Akomodasi
Umur (Tahun) Titik Dekat (cm)
10 7
20 10
30 14
40 22
50 40
60 200
Sumber: Ilyas, 2008
Berdasarkan delapan penelitian terdahulu, hanya terdapat satu
penelitian yang menyatakan adanya perbedaan yang signifikan
antara responden yang menderita CVS dan tidak menderita CVS
berdasarkan usia (Rahman dan Sanip, 2011). Namun, delapan
penelitian lainnya yang dilakukan oleh Dewi, dkk (2009) dengan
PValue = 0,246, Maryamah (2011) dengan PValue = 0,135, Santoso
dan Widajati (2011) dengan PValue = 0,078, Anggraini (2013)
dengan PValue = 0,720, Sya’ban dan Riski (2015) dengan PValue =
0,464, Arumugam (2014) dengan PValue = 0,665, Zainuddin dan
Isa (2014), serta Bhanderi, dkk (2008) tidak menemukan adanya
hubungan antara usia dengan kejadian keluhan kelelahan mata.
2. Jenis Kelamin
Jenis kelamin merupakan faktor risiko CVS, dimana CVS
lebih berisiko dan lebih sering pada perempuan. Seiring
bertambahnya usia, hormon esterogen dan antiandrogen pada
47
wanita akan meningkat. Kedua hormon tersebut akan menekan
sekresi dari air mata, sehingga lapisan air mata pada perempuan
cenderung menipis dibanding laki-laki. Penipisan lapisan air
mata ini mengakibatkan mata cenderung mengalami kelalahan
saat menggunakan komputer (Versura dan Campos, 2005).
Selain itu terdapat pula perbedaan pada fisiologis antara
perempuan dan laki-laki. Perbedaan fisiologis tersebut yang
menyebabkan perempuan lebih rentan terhadap penyakit dan
memiliki tingkat stress yang lebih tinggi. Perempuan cenderung
lebih teliti dan telaten dalam bekerja sehingga mereka akan
benar-benar memusatkan perhatian pada pekerjaan yang
dihadapi untuk mengurangi tingkat kesalahan kerja. Tuntutan
untuk dapat memusatkan perhatian di depan komputer secara
terus-menerus menjadi sumber stressor untuk penglihatan
maupun psikologis. Penglihatan jarak dekat yang dilakukan
dalam jangka waktu yang lama akan menyebabkan otot siliaris
mengalami penegangan dan kekakuan. Hal ini secara tidak
langsung akan membuat mata mudah teriritasi dan memicu rasa
tidak nyaman dan akhirnya menimbulkan keluhan-keluhan
penglihatan (Kurmasela, 2012).
Menurut penelitian sebelumnya, yaitu penelitian yang
dilakukan oleh Anggraini (2013) dengan PValue = 0,049, Rahman
dan Sanip (2011) menemukan adanya hubungan yang signifikan
antara jenis kelamin dengan keluhan kelelahan mata atau CVS.
48
Lograj, dkk (2014) menjelaskan dalam penelitiannya bahwa
laki-laki lebih rentan terkena CVS dengan keluhan mata merah,
mata panas, pandangan kabur, dan mata kering. Lain halnya
dengan perempuan. Perempuan lebih rentan terkena CVS
dengan keluhan sakit pada kepala, leher, dan bahu dibandingkan
laki-laki. Namun, hubungan antara jenis kelamin dan keluhan
kelelahan mata atau CVS tidak ditemukan pada penelitian yang
dilakukan oleh Kurmasela (2012), Zainuddin dan Isa (2014)
serta Bhanderi, dkk (2008).
3. Kelainan Refraksi Mata
Kelainan refraksi mata merupakan penyebab utama dari
gangguan penglihatan (Fajar, 2011). Kelainan refraksi mata
adalah akibat kerusakan pada akomodasi visual, entah sebagai
akibat perubahan biji mata, maupun kelainan pada lensa (Pearce,
2011). Kelainan refraksi mata biasanya tidak bisa diketahui
dengan cepat, apalagi kalau kelainan refraksi mata hanya terjadi
pada satu mata. Mata yang digunakan akan mengikuti
perkembangan fungsi penglihatan optimal adalah mata yang
normal, sedangkan mata dengan kelainana refraksi tidak
digunakan sehingga tidak mencapai perkembangan fungsi
penglihatan yang normal dan mata akan menjadi mata malas
(amblyopia) (Setiabudi dan Hardywinoto, 2002).
Kesalahan pemfokusan (refraktif) disebut juga ametropia,
sedangkan tidak adanya kesalahan refraksi disebut emetrop.
49
Ametropia terjadi pada lebih dari separuh populasi Amerika
Serikat. Kelainan ini sering dapat dikoreksi secara tuntas dengan
kacamata atau penggunaan bedah laser untuk mengubah bentuk
kornea. Terdapat empat tipe umum ametropia, yaitu (Cameron,
dkk, 2006):
1. Miopia (rabun jauh)
Ukuran biji mata dari belakang sampai ke depan melebihi
ukuran normal, sehingga lensa memfokuskan bayangan di
depan retina (Pearce, 2011).
2. Hiperopia atau hipermetropia (rabun dekat)
Ukuran mata atau lebarnya mata dari belakang sampai ke
depan adalah pendek atau kecil, sehingga lensa memfokuskan
bayangan di belakang retina (Pearce, 2011).
3. Astigmatisme (fokus tidak simetris)
Kesalahan refraksi yang terjadi karena berkas-berkas cahaya
jautuh pada garis-garis di atas retina, dan bukan pada titik-
titik tajam. Hal ini disebabkan oleh berubahnya bentuk
lengkungan lensa (Pearce, 2011).
4. Presbiopia (mata tua) atau kurangnya akomodasi
Istilah yang digunakan untuk melukiskan kesalahan
akomodasi yang terjadi pada orang-orang tua, atau orang-
orang yang sedang menginjak usia lanjut. Lensa kehilangan
elastisitasnya, daya lenting berkurang, sehingga tidak dapat
memfokuskan bayangan sebuah benda yang berada dekat
50
dengan mata. Di pihak lain, penglihatan jauh tetap baik
(Pearce, 2011).
Tabel 2.6
Ringkasan Berbagai Masalah Pemfokusan dan Karakteristiknya
Masalah Pemfokusan Nama Umum Penyebab Umum Diperbaiki dengan*
Miopia Penglihatan
dekat
Bola mata panjang atau
kornea terlalu lengkung
Lensa minus
Hiperopia Penglihatan
jauh
Bola mata pendek atau
kelengkungan kornea kurang
Lensa plus
Astigmatisme - Kelengkungan kornea tidak
merata
Lensa silindris atau
lensa kontak keras
Presbiopia Mata tua Kurangnya akomodasi Kacamata bifokal
atau trifokal
*semua kecuali presbiopia dapat dikoreksi dengan bedah laser
Sumber: Cameron, 2006
Seseorang yang memiliki tingkatan minus yang tinggi akan
mengalami mata lelah secara berkesinambungan jika tidak
segera mengistirahatkan matanya (Anugerah, 2016). Begitu pula
dengan penderita rabun dekat (hipermetropia) dan sering
dikatakan sebagai masalah pembiasan. Mata akan mudah lelah
jika mengalami rabun dekat, tertutama usai fokus melihat objek
dekat, seperti menggunakan komputer atau membaca. Kelelahan
mata lebih cepat terjadi pada penderita astigmatisme. Penderita
penyakit mata silinder atau astigmatisme yang belum diobati
akan sering mengeluh penglihatan kabur, penglihatan yang
menyempit, sakit kepala, kelelahan pada mata (astenopia) lebih
cepat terjadi, dan kabur saat melihat benda berjarak dekat
maupun jauh. Bahkan penderita kelainan mata silider yang kecil
sudah dapat mengakibatkan keluhan-keluhan tersebut terutama
pada saat melakukan pekerjaan yang teliti pada jarak fiksasi.
51
Kelainan refraksi mata, seperti miopia, hiperopia,
astigmatisma, dan presbiopia dapat menyebabkan kelelahan
mata dan memperberat ketegangan pada mata, leher, dan bahu
karena mata terus menerus berakomodasi untuk dapat melihat
subjek yang lebih jelas. Hal ini diperparah jika kelainan refraksi
mata tersebut tidak terkoreksi dengan tepat atau kacamata tidak
digunakan sebagaimana mestinya. Bila penderita menggunakan
alat koreksi penglihatan, seperti kacamata atau lensa kontak
maka mata akan menjadi lebih rileks dan fokusnya tidak terlalu
kuat sehingga otot-otot mata tidak bekerja terlalu keras terutama
ketika bekerja menggunakan komputer (Roestjawati, 2007 dan
Pardianto, 2015).
Sebuah penelitian di Amerika Serikat menganjurkan untuk
menghindari penggunaan lensa kontak atau kacamaat saat
bekerja di depan komputer. Jika operator komputer
menggunakaan lensa kontak, kelelahan mata akan lebih cepat
terasa. Hal ini dapat terjadi karena mata yang dalam keadaan
memfokuskan layar monitor akan jarang berkedip, sehingga
bola mata menjadi cepat kering. Bola mata yang kering
menyebabkan timbulnya gesekan antara lensa dan kelopak mata.
Bagi pengguna kacamata, gunakan kacamata khusus yang lensa
bagian atasnya dirancang untuk melihat komputer dan bagian
bawahnya untuk membaca.
52
Penelitian terdahulu menemukan bahwa responden yang
menggunakan kacamata atau lensa kontak menunjukkan risiko
mengalami pusing, pandangan buram, dan mata kering lebih
tinggi dibandingkan responden yang tidak menggunakan
kacamata atau lensa kontak, serta penelitian ini signifikan secara
statistik (Lograj, dkk, 2014). Penelitian yang dilakukan oleh
Rahman dan Sanip (2011) serta Fadhillah (2013) dengan PValue =
0,030 juga menunjukkan adanya perbedaan signifikan antara
kejadian CVS pada pengguna dan bukan pengguna kacamata/
lensa kontak.
Namun, penelitian yang dilakukan terhadap 150 pengguna
komputer di Teerthanker Mahaveer University, Moradabad,
U.P. India menjunjukkan bahwa frekuensi kejadian CVS lebih
sering terjadi pada responden yang tidak menggunakan
kacamata (Agarwal, dkk 2013). Hubungan antara kelainan
refraksi mata dan CVS juga tidak ditemukan pada penelitian
yang dilakukan oleh Kurmasela (2012).
2.2. Kerangka Teori
Berdasarkan tinjauan pustaka di atas, Guyton dan Hall (2006), OSHA
(1997), AOA (2017), Hirsch (2011), Ningrum (2007), Hanum (2008),
Hendra (2009), dan Versura, dkk (2005) mengemukakan faktor-faktor yang
berpengaruh dengan keluhan kelelahan mata pada pengguna komputer.
Faktor-faktor tersebut, seperti faktor perangkat, lingkungan, karakteristik
53
kegiatan, dan karakteristik individu. Dapat digambarkan dalam kerangka
teori di bawah ini:
Gambar 2.3
Kerangka Teori
Perangkat Kerja:
1. Ukuran objek pada layar
2. Jarak monitor
3. Tampilan layar
4. Karakteristik monitor
5. Filter screen
6. Alat pelindung mata
Karakteristik Pekerjaan:
1. Durasi penggunaan
2. Istirahat mata
Lingkungan Kerja:
1. Tingkat pencahayaan
2. Suhu udara
Kelelahan Mata
Karakteristik Pekerja:
1. Usia
2. Jenis kelamin
3. Kelainan refraksi mata
54
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1. Kerangka Konsep
Dalam penelitian ini peneliti ingin melihat faktor-faktor yang
berpengaruh dengan keluhan kelelahan mata pada pekerja pengguna
komputer di Call Center PT. AM tahun 2016. Kerangka konsep ini dibuat
berdasarkan kerangka teori yang menyebutkan bahwa keluhan kelelahan
mata dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu faktor perangkat kerja,
seperti ukuran objek (Pheasant, 1991), jarak monitor (OSHA, 1997),
tampilan layar (Akbar dan Hawadi, 2011), karakteristik monitor (Hirsch,
2011), filter screen (AOA, 2017), dan alat pelindung mata (Ningrum, 2007).
Faktor karakteristik pekerjaan, seperti durasi penggunaan (Hanum, 2008)
dan istirahat mata (Anshel, 2005). Faktor lingkungan, seperti tingkat
pencahayaan (Notoatmodjo, 2003) dan suhu udara (Hendra, 2009). Faktor
karakteristik pekerja, seperti usia (Guyton dan Hall, 2006), jenis kelamin
(Versura dan Campos, 2005), dan kelainan refraksi mata (Fajar, 2011).
55
Pada penelitian ini terdapat beberapa variabel yang tidak dapat
diikutsertakan, yaitu untuk variabel ukuran objek pada layar dan tampilan
monitor tidak dimasukkan karena perusahaan menggunakan software dan
pengaturan khusus yang telah disesuaikan dengan fungsi dan kenyamanan
pekerjanya. Untuk karakteristik monitor dan filter screen tidak dimasukkan
karena pekerja menggunakan karakteristik monitor yang sama dan tidak
menggunakan filter screen.
Untuk durasi kerja dan temperatur tidak dimasukkan karena semua
pekerja bekerja menggunakan komputer selama jam kerja, yaitu 8 jam/hari
dan ruangan sudah menggunakan Air Conditioner (AC) yang diatur secara
sentral sehingga temperatur di setiap ruangan relatif sama, yaitu 21ºC.
Kerangka konsep terdiri dari variabel dependen dan variabel
independen. Variabel independen terdiri dari perangkat kerja (jarak
monitor), karakteristik pekerjaan (frekuensi istiarahat), lingkungan kerja
(tingkat pencahayaan), dan karakteristik pekerjaan (usia, jenis kelamin, dan
kelainan refraksi mata). Hubungan antara variabel-variabel digambarkan
dalam gambar 3.1 sebagai berikut:
56
Gambar 3.1
Kerangka Konsep
Perangkat Kerja:
Jarak monitor
Alat pelindung mata
Karakteristik Pekerjaan:
Istirahat mata
Lingkungan Kerja:
Tingkat pencahayaan
Kelelahan Mata
Karakteristik Pekerja:
Usia
Jenis kelamin
Kelainan refraksi mata
57
3.2. Definisi Operasional
No Variabel Dependen Definisi Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala
1 Keluhan Kelelahan Mata Keluhan gangguan kesehatan
mata akibat penggunaan otot
mata secara berlebihan yang
dirasakan pekerja yang
sebelumnya telah dilakukan
screening, dinyatakan sehat, dan
bebas dari gejala, dimana gejala-
gejala keluhannya berupa:
1. mata tegang (mata sakit atau
mata lelah),
2. sakit kepala,
3. pandangan kabur saat
melihat dekat,
4. fokus mata berubah
perlahan,
5. pandangan kabur saat
melihat jauh setelah
melakukan pekerjaan
dengan jarak dekat,
6. sensitif terhadap cahaya,
7. iritasi mata (mata perih,
mata kering, mata merah),
8. lensa kontak tidak nyaman,
9. sakit pada leher dan bahu,
10. sakit pada punggung
(Sheedy dan Shaw-McMinn,
2003)
Kuesioner Memberikan
kuesioner kepada
pekerja
1. Ada keluhan
(jika mengalami ≥ 2
gejala)
2. Tidak ada keluhan
(jika mengalami < 2
gejala)
(Sheedy dan Shaw-
McMinn, 2003)
Ordinal
58
No Variabel Independen Definisi Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala
2 Jarak Monitor Jarak antara mata pekerja
dengan layar monitor pada saat
menggunakan komputer.
Mistar Mengukur secara
langsung
menggunakan
mistar dari mata
bagian tengah ke
layar monitor
1. Jarak tidak ideal
(Jarak monitor dengan
mata < 50 cm)
2. Jarak ideal
(jarak monitor dengan
mata ≥ 50 cm)
(OSHA, 1997)
Ordinal
3 Alat Pelindung Mata Alat pelindung yang digunakan
pada mata saat bekerja
menggunakan komputer baik
dalam bentuk kacamata khusus
anti radiasi ataupun lensa kontak
berbahan silikon hydrogel.
Kuesioner Memberikan
kuesioner kepada
pekerja
1. Tidak menggunakan
2. Menggunakan
(Ningrum, 2007)
Ordinal
4 Istirahat Mata Kegiatan mengistirahatkan mata
dari layar monitor setiap selang
waktu tertentu.
Kuesioner Memberikan
kuesioner kepada
pekerja
1. Tidak cukup
(jika berpaling dari layar
komputer dan melihat
jauh, diikuti dengan
mengedipkan mata cepat
selama beberapa detik
setiap >10-20 menit
dan/atau berdiri,
bergerak, dan melakukan
sesuatu yang lain selain
menggunakan komputer
setiap >30-60 menit
dan/atau latihan cepat
peregangan otot setiap
>1-2 jam)
Ordinal
59
No Variabel Independen Definisi Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala
2. Cukup
(jika berpaling dari layar
komputer dan melihat
jauh, diikuti dengan
mengedipkan mata cepat
selama beberapa detik
setiap 10-20 menit
dan/atau berdiri,
bergerak, dan melakukan
sesuatu yang lain selain
menggunakan komputer
setiap 30-60 menit
dan/atau latihan cepat
peregangan otot setiap 1-
2 jam)
(Anshel, 2005)
5 Tingkat Pencahayaan Jumlah cahaya yang diterima di
titik area dilakukannya
pengukuran, dinyatakan dalam
lux, dan diukur sejajar meja atau
tempat monitor komputer
berada. Mempunyai perbedaan
maksimal 10% dari nilai tingkat
pencahayaan yang
dipersyaratkan (350 lux).
Lux Meter Pengukuran
langsung direct
reading
instrument
1. Tidak standar
(< 315 atau > 385 lux)
2. Standar
(315-385 lux)
(SNI 03-6575-2001 dan
Permenkes No. 70 Tahun
2016)
Ordinal
60
No Variabel Independen Definisi Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala
6 Usia Lama hidup pekerja dihitung
sejak tahun kelahiran sampai
penelitian dilakukan dengan
melakukan pembulatan ke atas
apabila lebih dari enam bulan
dan pembulatan ke bawah
apabila kurang dari enam bulan.
Kuesioner Memberikan
kuesioner kepada
pekerja
1. Berisiko (≥ 45 tahun)
2. Tidak berisiko (< 45
tahun)
(Guyton dan Hall, 2006)
Ordinal
7 Jenis Kelamin Penampakan seseorang baik
secara fisik maupun biologis
yang teridentifikasi pada pekerja
dan dibawa sejak dilahirkan.
Kuesioner Memberikan
kuesioner kepada
pekerja
1. Perempuan
2. Laki-laki
(Versura dan Campos,
2005)
Ordinal
8 Kelainan Refraksi Mata Ada atau tidaknya gangguan
mata yang berupa gangguan
penglihatan, sehingga
penglihatan menjadi kabur,
seperti rabun jauh, rabun dekat,
silinder, dan sebagainya.
Snellen Chart
Melakukan
pemeriksaan mata
pada pekerja
1. Ada kelainan
(jika hasil
pemeriksaan Snellen
Chart positif ada
kelainan, yaitu tidak
6/6, dengan/tidak
menggunakan alat
koreksi apa pun)
2. Tidak ada kelainan
(jika hasil
pemeriksaan Snellen
Chart negatif ada
kelainan, yaitu 6/6
dengan/tidak
menggunakan alat
koreksi apapun)
(Gibson, 2002)
Ordinal
61
3.3. Hipotesis
1. Ada hubungan antara jarak monitor dengan keluhan kelelahan mata pada
pekerja pengguna komputer di Call Center PT. AM tahun 2016.
2. Ada hubungan antara alat pelindung mata dengan keluhan kelelahan mata
pada pekerja pengguna komputer di Call Center PT. AM tahun 2016.
3. Ada hubungan antara istirahat mata dengan keluhan kelelahan mata pada
pekerja pengguna komputer di Call Center PT. AM tahun 2016.
4. Ada hubungan antara tingkat pencahayaan dengan keluhan kelelahan
mata pada pekerja pengguna komputer di Call Center PT. AM tahun
2016.
5. Ada hubungan antara usia dengan keluhan kelelahan mata pada pekerja
pengguna komputer di Call Center PT. AM tahun 2016.
6. Ada hubungan antara jenis kelamin dengan keluhan kelelahan mata pada
pekerja pengguna komputer di Call Center PT. AM tahun 2016.
7. Ada hubungan antara kelainan refraksi mata dengan keluhan kelelahan
mata pada pekerja pengguna komputer di Call Center PT. AM tahun
2016.
62
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1. Desain
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan
pendekatan cross sectional karena pada penelitian ini variabel independen
dan dependen akan diamati pada waktu (periode) yang sama.
4.2. Waktu dan Lokasi
Penelitian ini dilakukan pada bulan September sampai Oktober 2016
di bagian Call Center PT. AM.
4.3. Populasi dan Sampel
Populasi penelitian ini adalah seluruh pekerja Call Center di PT. AM
tahun 2016 yang berjumlah kurang lebih 500 pekerja dan dibagi ke dalam
tiga shift. Kriteria sampel yang diambil, yaitu semua pekerja pengguna
komputer bagian Call Center yang telah dilakukan screening sebelum
melakukan pekerjaan, dinyatakan sehat, dan bebas dari gejala-gejala
keluhan kelelahan mata. Pengambilan data mengenai keluhan kelalahan
mata akan dilakukan setelah empat jam bekerja menggunakan komputer.
Untuk mengambil sampel, peneliti menggunakan rumus jumlah sampel
uji hipotesis beda dua proprosi karena sesuai dengan tujuan penelitian, yaitu
untuk menguji hipotesis. Rumus besar sampel dan uji hipotesis beda dua
proprosi adalah sebagai berikut (Hastono dan Sabri, 2011):
63
𝐒𝐚𝐦𝐩𝐞𝐥 (𝐧) = [𝒁𝟏− ∝ 𝟐⁄ √𝟐�̅�(𝟏 − �̅�) + 𝒁𝟏−𝜷√𝑷𝟏(𝟏 − 𝑷𝟏) + 𝑷𝟐(𝟏 − 𝑷𝟐)]𝟐
(𝑷𝟏 − 𝑷𝟐)𝟐
Keterangan:
n = Besar sampel minimum yang dibutuhkan oleh peneliti
Z1− ∝ 2⁄ = Nilai Z dari derajat kepercayaan 95% (1,96) dengan α = 5%
𝑍1−𝛽 = Nilai Z dari kekuatan uji 90% (1,28)
�̅� = Rata-rata proporsi pada populasi 𝑃1+𝑃2
2
P1 = Proporsi pada populasi yang mengalami keluhan kelelahan mata
dengan variabel yang tidak sesuai standar
P2 = Proporsi pada populasi yang mengalami keluhan kelelahan mata
dengan variabel sesuai standar
Penentuan besar sampel minimal dilihat berdasarkan perhitungan
besar sampel pada tiap-tiap variabel yang diteliti. Perhitungan besar sampel
menggunakan nilai P1 dan P2 dari hasil penelitian sebelumnya. Adapun
besar sampel minimal pada tiap-tiap variabel adalah sebagai berikut:
64
Tabel 4.1
Jumlah Sampel Minimal Tiap Variabel
Variabel Penelitian
Sebelumnya
Keluhan
Kelelahan Mata n (n x 2)
P1 P2
Jarak Monitor (Permana, 2015) 0,643 0,955 33 66
Istirahat Mata (Maryamah, 2011) 0,824 0,528 51 102
Tingkat Pencahayaan (Maryamah, 2011) 0,634 0,154 20 40
Usia (Maryamah, 2011) 1 0,559 17 34
Jenis Kelamin (Anggraini, 2013) 1 0,696 28 56
Kelainan Refraksi Mata (Fadhillah, 2013) 0,794 0,562 84 168
Berdasarkan perhitungan hasil besar sampel pada setiap variabel,
maka jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 168 orang, lalu ditambah
dengan sampel cadangan sehingga total sampel menjadi 170 orang. Teknik
sampling yang digunakan adalah probability sampling, yaitu teknik
sampling yang memberikan peluang yang sama bagi setiap anggota populasi
untuk dipilih menjadi anggota sampling. Metode sampling yang digunakan
adalah simple random sampling, dimana pengambilan sampel anggota
populasi dilakukan secara acak sehingga seluruh anggota populasi memiliki
peluang yang sama untuk menjadi sampel.
Pada penelitian ini, metode simple random sampling dilakukan
dengan cara mengocok nomor secara acak sebanyak sampel yang
dibutuhkan menggunakan kocokan. Kocokan dibuat dari kertas A4 yang
dipotong menjadi beberapa bagian dengan ukuran sama besar sebanyak
jumlah populasi. Pada setiap kertas tersebut ditulis nomor. Lalu kertas yang
telah diberi nomor tersebut digulung dengan ukuran yang sama besar dan
65
dimasukkan ke dalam gelas. Gelas tersebut ditutup dengan plastik yang
telah dilubangi yang besarnya memungkinkan untuk kertas tersebut keluar
ketika dikocok. Nomor yang terpilih kemudian dicocokan dengan nomor
yang sudah ada pada daftar nama pekerja di Call Center PT. AM tahun
2016. Pekerja dengan nomor yang cocok itu lah yang akan dipilih sebagai
sampel dalam penelitian ini. Apabila pekerja yang terpilih sebagai sampel
tidak sesuai dengan kriteria yang ada, maka nomor akan dikocok dan
dicocokan kembali, begitu seterusnya hingga memenuhi batas minimal
sampel. Pekerja yang terpilih menjadi sampel pada hari tersebut, namun
tidak sesuai dengan kriteria, masih memiliki peluang untuk menjadi sampel
dihari berikutnya dan disesuaikan kembali dengan kriteria yang ada.
4.4. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan data
primer, yaitu data yang diperoleh secara langsung oleh peneliti dari pekerja
dengan menggunakan kuesioner, observasi, pengukuran, dan pemeriksaan.
Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari penelusuran dokumen,
catatan, dan laporan dari perusahaan yang berhubungan. Data primer yang
akan diteliti antara lain:
1. Keluhan Kelelahan Mata
Keluhan kelelahan mata diketahui dengan metode berdasarkan keluhan,
tidak menggunakan tiga metode lainnya dikarenakan beberapa alasan,
yaitu tidak adanya teknik standar dalam melakukan tes untuk metode
Photostress Recovery Test, tes harus dilakukan oleh dokter mata atau
orang ahli untuk metode Flicker Fushion Test, dan keharusan memiliki
66
alat ukur untuk metode Tes Uji Waktu Reaksi. Metode berdasarkan
keluhan ini dilakukan dengan cara memberikan pertanyaan kepada
responden mengenai beberapa gejala kelelahan mata. Jika responden
mengalami dua atau lebih gejala, maka responden diketahui mengalami
keluhan kelelahan mata.
2. Jarak Monitor
Jarak monitor diketahui dengan cara mengukur jarak pandang antara
mata responden dengan monitor komputer dengan menggunakan mistar
dalam satuan centimeter (cm).
3. Alat Pelindung Mata
Alat Pelindung mata diketahui dengan memberikan pertanyaan kepada
responden melalui kuesioner, apakah responden menggunakan kacamata
khusus anti radiasi atau lensa kontak berbahan silikon hydrogel saat
bekerja menggunakan komputer.
4. Istirahat Mata
Istirahat mata diketahui dengan memberikan pertanyaan kepada
responden melalui kuesioner, apakah responden mengistirahatkan
matanya selama bekerja menggunakan komputer, berapa jeda waktu
untuk mengistirahatkan mata, dan apa saja hal yang dilakukan saat
melakukan istirahat mata.
5. Tingkat Pencahayaan
Tingkat pencahayaan diukur dengan menggunakan alat ukur, yaitu Lux
Meter untuk mengetahui tingkat pencahayaan pada setiap meja kerja.
67
6. Usia
Usia responden dihitung dengan menanyakan kepada responden kapan
tanggal saat mereka dilahirkan. Perhitungan umur dilakukan sendiri oleh
peneliti dan pembulatan angkanya dihitung satu tahun apabila telah
melebihi waktu 6 bulan.
7. Jenis Kelamin
Jenis kelamin dapat diketahui dengan observasi langsung dan pada saat
responden mengisi identitas dirinya pada lembar kuesioner.
8. Kelainan Refraksi Mata
Kelainan refraksi mata diketahui dengan cara menanyakan apakah
responden memiliki kelainan refraksi mata, seperti mata minus, plus, atau
silinder. Untuk responden yang tidak mengetahui apakah memiliki
kelainan refraksi mata atau tidak, maka akan dilakukan pemeriksaan
dengan menggunakan Snellen Chart.
4.5. Instrumen
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Mistar
Mistar digunakan untuk mengukur langsung jarak pandang dari mata
responden ke tengah layar monitor.
2. Lux Meter
Lux Meter digunakan untuk mengukur tingkat pencahayaan.
Pencahayaan yang diukur merupakan pencahayaan ruangan tempat kerja.
Lux Meter yang digunakan pada penelitian ini adalah AMPROBE LM-
100 Light Meter.
68
Sumber: Dokumen Pribadi
Gambar 4.1
AMPROBE LM-100 Light Meter
Cara pengukuran pencahayaan dengan Lux Meter adalah sebagai berikut:
Hidupkan alat dan pastikan alat berada dalam posisi ON.
Letakkan sensor sejajar dengan posisi permukaan titik sampling dan
mengarah pada sumber cahaya, yaitu diletakkan sejajar meja atau
tempat monitor komputer berada (SNI 16-7062-2004).
Baca intensitas cahaya pada layar level meter.
Pengukuran dilakukan sebanyak tiga kali pada masing-masing titik
sampel lalu diambil rata-ratanya untuk kemudian dibandingkan
dengan standar yang berlaku.
Pada saat pengukuran berlangsung, operator harus berhati-hati agar
tidak menimbulkan bayangan dan pantulan cahaya yang dapat
disebabkan oleh pakaian operator.
3. Snellen Chart
Snellen Chart digunakan untuk pemeriksaan mata agar diketahui apakah
terdapat kelainan refraksi mata pada pekerja. Snellen Chart adalah kartu
yang terdiri dari deretan huruf atau angka dengan ukuran berjenjang
69
sesuai ukuran Snellen dan dipakai untuk menguji ketajaman penglihatan.
Pemeriksaan dilakukan dengan meletakan Snellen Chart pada jarak enam
meter di depan pekerja. Pekerja dengan kondisi mata normal akan
mampu membaca dengan jelas baris ketujuh dari urutan baris huruf
Snellen Chart pada jarak enam meter, baris keenam pada jarak sembilan
meter, dan akhirnya baris pertama pada jarak 60 meter. Mata normal
diharapkan mempunyai ketajaman penglihatan 6/6, yaitu baris Snellen
Chart yang ketujuh dapat dilihat dengan jelas pada jarak enam meter
(Gibson, 2002).
Sumber: Gibson (2002)
Gambar 4.2
Pengukuran dengan Snellen Chart
4. Kuesioner
Kuesioner digunakan untuk mengetahui keluhan kelelahan mata,
perangkat kerja, karakteristik pekerjaan, lingkungan kerja, dan
karakteristik pekerja dengan cara pengisian kuesioner langsung oleh para
responden, yaitu pekerja pengguna komputer.
70
4.6. Manajemen Data
Seluruh data yang terkumpul baik data primer maupun data sekunder
akan diolah dengan proses sebagai berikut:
1. Data Coding
Kegiatan mengklasifikasikan data dan memberikan kode untuk masing-
masing kelas sesuai dengan tujuan dikumpulkannya data agar
memudahkan dalam proses entry. Koding pada penelitian ini sudah
dilakukan saat pembuatan dan pengisian kuesioner.
Kode pada penelitian ini antara lain:
Tabel 4.2
Daftar Kode dan Skoring Variabel
No Variabel Kode dan Skoring
1 Keluhan Kelelahan Mata 1 = Ada keluhan, jika mengalami ≥ 2 gejala
2 = Tidak ada keluhan, jika mengalami < 2 gejala
2 Jarak Monitor 1 = Jarak tidak ideal, jika jarak monitor dengan
mata < 50 cm
2 = Jarak ideal, jika jarak monitor dengan mata ≥
50 cm
3 Alat Pelindung Mata 1 = Tidak menggunakan
2 = Menggunakan
4 Istirahat Mata 1 = Tidak cukup
(jika berpaling dari layar komputer dan
melihat jauh, diikuti dengan mengedipkan
mata cepat selama beberapa detik setiap >10-
20 menit dan/atau berdiri, bergerak, dan
melakukan sesuatu yang lain selain
menggunakan komputer setiap >30-60 menit
dan/atau latihan cepat peregangan otot setiap
>1-2 jam)
2 = Cukup
(jika berpaling dari layar komputer dan
melihat jauh, diikuti dengan mengedipkan
mata cepat selama beberapa detik setiap 10-
20 menit dan/atau berdiri, bergerak, dan melakukan sesuatu yang lain selain
menggunakan komputer setiap 30-60 menit
dan/atau latihan cepat peregangan otot setiap
1-2 jam)
71
No Variabel Kode dan Skoring
5 Tingkat Pencahayaan 1 = Tidak standar, jika pencahayaan < 315 atau >
385 lux
2 = Standar, jika pencahayaan 315-385 lux
6 Usia 1 = Berisiko, jika usia ≥ 45 tahun
2 = Tidak berisiko, jika usia < 45 tahun
7 Jenis Kelamin 1 = Perempuan
2 = Laki-laki
8 Kelainan Refraksi Mata 1 = Ada kelainan, jika hasil pemeriksaan Snellen
Chart positif ada kelainan, yaitu tidak 6/6
dengan/tidak menggunakan alat koreksi apa
pun.
2 = Tidak ada kelainan, jika hasil pemeriksaan
Snellen Chart negatif ada kelainan, yaitu 6/6,
dengan/tidak menggunakan alat koreksi apa
pun.
2. Data Editing
Kegiatan penyuntingan data yang dilakukan sebelum proses entry data
dengan cara mengecek isian kuesioner, apakah jawaban sudah lengkap,
jelas, relevan, dan konsisten.
3. Data Entry
Setelah penyuntingan data dilakukan, langkah selanjutnya adalah proses
memasukkan data ke dalam komputer dengan menggunakan perangkat
lunak (software) pada komputer agar data dapat dianalisis.
4. Data Cleaning
Kegiatan pengecekan data setelah data di entry yang bertujuan untuk
mengecek kembali apakah ada data yang belum di entry atau sudah di
entry tetapi salah. Proses cleaning terdiri dari mengetahui missing data,
variasi data, dan konsistensi data.
72
4.7. Analisis Data
a. Analisis Uniavariat
Analisis univariat merupakan suatu analisis untuk mendeskripsikan
masing-masing variabel yang diteliti. Analisis yang dilakukan bertujuan
untuk mengetahui gambaran distribusi frekuensi masing-masing variabel,
yaitu keluhan kelelahan mata, perangkat kerja, karakteristik pekerjaan,
lingkungan kerja, dan karakteristik pekerja.
b. Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel
independen dan variabel dependen. Variabel independen pada penelitian
ini terdiri dari jarak monitor, alat pelindung mata, istirahat mata, tingkat
pencahayaan, usia, jenis kelamin, dan kelainan refraksi mata, serta
variabel dependen, yaitu keluhan kelelahan mata. Analisis menggunakan
uji statistik Chi-Square (X2) dengan α = 0,05. Jika PValue ≤ 0,05 artinya
secara statistik terdapat hubungan antara variabel independen dengan
variabel dependen, sedangkan jika PValue > 0,05 artinya tidak ada
hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen.
Rumus Chi-Square yang digunakan adalah:
X2 =(O − E)2
E
Keterangan:
X2 = Chi-Square
O = efek yang diamati
E = efek yang diharapkan
73
c. Analisis Multivariat
Analisis multivariat merupakan analisis yang menghubungkan
beberapa variabel independen dengan satu variabel dependen dalam
waktu bersamaan. Pada penelitian ini, analisis multivariat dilakukan
dengan menggunakan uji regresi logistik berganda karena variabel
dependen berupa data kategorik. Uji regresi logistik berganda yang
digunakan adalah uji logistik berganda dengan pemodelan prediksi.
Model prediksi ini merupakan proses yang bertujuan untuk memperoleh
model yang terdiri dari beberapa variabel independen yang dianggap
tepat untuk memprediksi variasi yang terjadi pada variabel dependen
(Amran, 2012).
Langkah awal untuk melakukan analisis multivariat adalah dengan
melakukan analisis bivariat antara masing-masing variabel independen
dengan variabel dependen. Apabila hasil uji bivariat mempunyai nilai p <
0,25, maka variabel tersebut dapat masuk analisis multivariat. Langkah
selanjutnya adalah pembuatan model untuk menentukan variabel
independen yang paling berpengaruh dengan variabel dependen.
Pembuatan model faktor penentu ini dilakukan menggunakan analisis
regresi logistik berganda. Apabila hasil uji menunjukkan terdapat
variabel yang memiliki nilai PValue > 0,05, maka variabel tersebut harus
dikeluarkan dari pemodelan. Uji logistik berganda dilakukan secara
bertahap hingga tidak terdapat variabel yang memiliki PValue > 0,05.
Setelah itu, dilakukan uji interaksi yang bertujuan untuk mengetahui
apakah terdapat interaksi antar variabel independen. Apabila nilai PValue
74
< 0,05 berarti terdapat interaksi antar variabel independen tersebut,
begitupun sebaliknya. Apabila terdapat interaksi, maka pemodelan akhir
yang digunakan adalah pemodelan multivariat dengan interaksi. Apabila
tidak terdapat interaksi, maka pemodelan akhir yang digunakan adalah
pemodelan multivariat tanpa interaksi.
75
BAB V
HASIL
5.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
PT. AM didirikan pada tahun 2002. AM melayani jutaan anggota
dengan berbagai layanan yang komprehensif yang mencakup layanan
manajemen Klaim Kesehatan, Manajemen Risiko Kesehatan (Health Risk
Management), Sistem Informasi Kesehatan dan layanan Bantuan Darurat.
Sebagai perusahaan berbasis teknologi, layanan di AM selalu didukung
dengan teknologi terkini. Infrastruktur jaringan EDC AM mencakup ribuan
penyedia layanan kesehatan di seluruh Indonesia dan negara-negara tetangga.
Klien AM terdiri dari perusahaan asuransi di Indonesia, perusahaan
dengan pengelolaan kesehatan karyawan mandiri (self-healthcare-managed),
perusahaan TPA dan juga Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Sejak berdiri pada tahun 2002 hingga sekarang, layanan inti dari AM
adalah Business Process Outsourcing di industri kesehatan yang biasa disebut
Third Party Administrator (TPA) yang mengelola klaim jaminan kesehatan.
TPA adalah perusahaan atau pihak yang menyediakan layanan atas nama
perusahaan lain untuk mengelola fungsi-fungsi tertentu yang tidak menjadi
bisnis inti mereka. Di sektor Asuransi Kesehatan, TPA memberikan
pelayanan kepada pemegang polis dari Perusahaan Asuransi dengan
menyediakan layanan yang meliputi penerbitan identitas keanggotaan,
memfasilitasi pengobatan rawat jalan, memfasilitasi rawat inap dan
administrasi klaim yang disesuaikan dengan kontrak polis yang bersangkutan.
76
AM menggunakan terminal EDC untuk menangkap informasi klaim di
provider. Jaringan provider AM yang dimaksud adalah rumah sakit atau
klinik yang memiliki kontrak dengan AM untuk memberikan pelayanan
kesehatan cashless. Proses administrasi jaminan kesehatan AM didukung
oleh sebuah sistem terpadu untuk mengelola, memantau dan melakukan
proses klaim secara online dan realtime.
PT. AM memiliki visi menjadi penyedia layanan administrasi jaminan
kesehatan terbesar di regional. Misi yang dimiliki oleh PT. AM, yaitu menjadi
mitra jaminan kesehatan terbaik yang memberikan nilai yang maksimum
kepada para stakeholder. Obyektif PT. AM adalah Menjadi pemimpin pasar
dengan menyediakan layanan administrasi kesehatan terpadu untuk sektor
swasta dan publik.
Untuk mencapai visi, misi, dan obyektif perusahaan, Call Center
berperan penting di perusahaan ini. Call Center bertugas mengidentifikasi
dan mengambil semua informasi yang relevan tentang peserta dari database
perusahaan dari setiap panggilan telepon. Dalam melakukan layanan ini,
pekerja sangat bergantung pada komputer dengan pemakaian waktu yang
lama dan terus menerus, yaitu selama 8 jam kerja/hari. Setiap ruangan di Call
Center PT. AM sudah menggunakan Air Conditioner (AC) yang diatur secara
sentral sehingga temperatur di setiap ruangan relatif sama, yaitu 21ºC.
77
5.2. Gambaran Keluhan Kelelahan Mata pada Pekerja Pengguna Komputer
di Call Center PT. AM Tahun 2016
Keluhan kelelahan mata merupakan keluhan gangguan kesehatan mata
akibat penggunaan otot mata secara berlebihan yang dirasakan pekerja yang
sebelumnya telah dilakukan screening, dinyatakan sehat, dan bebas dari
gejala oleh peneliti. Seseorang dapat dikatakan mengalami keluhan kelelahan
mata apabila orang tersebut mengalami minimal 2 gejala atau lebih. Gejala-
gejala keluhan tersebut dapat berupa mata tegang (mata sakit atau mata lelah),
sakit kepala, pandangan kabur saat melihat dekat, fokus mata berubah
perlahan, pandangan kabur saat melihat jauh setelah melakukan pekerjaan
dengan jarak dekat, sensitif terhadap cahaya, iritasi mata (mata perih, mata
kering, mata merah), lensa kontak tidak nyaman, sakit pada leher dan bahu,
dan sakit pada punggung.
Untuk mengetahui gambaran keluhan kelelahan mata pada pekerja
pengguna komputer di Call Center PT. AM Tahun 2016 dilakukan
penyebaran kuesioner pada pekerja. Analisis univariat gambaran keluhan
kelelahan mata pada pekerja pengguna komputer di Call Center PT. AM
Tahun 2016 dapat dilihat pada Tabel 5.1.
Tabel 5.1
Gambaran Keluhan Kelelahan Mata pada Pekerja Pengguna
Komputer di Call Center PT. AM Tahun 2016
Variabel Kategori Jumlah
(N) (%)
Keluhan
Kelelahan Mata
Ada Keluhan 157 92,4
Tidak Ada Keluhan 13 7,6
Total 170 100
78
Berdasarkan Tabel 5.1, didapatkan hasil bahwa sebagian besar pekerja
mengalami keluhan kelelehan mata. Jenis keluhan yang dirasakan bervariasi.
Dari 170 pekerja, yang mengalami keluhan kelelahan mata adalah sebanyak
157 orang (92,4%), sedangkan pekerja yang tidak mengalami keluhan
kelalahan mata adalah sebanyak 13 orang (7,6%).
Distribusi jenis keluhan kelelahan mata yang dikeluhkan oleh pekerja
pengguna komputer di Call Center PT. AM Tahun 2016 dapat dilihat pada
Gambar 5.1.
Gambar 5.1
Jenis Keluhan Kelelahan Mata pada Pekerja Pengguna Komputer
di Call Center PT. AM Tahun 2016
Berdasarkan Gambar 5.1, diketahui jenis keluhan kelelahan mata yang
paling banyak dikeluhkan oleh pekerja adalah berupa sakit pada leher dan
bahu, yaitu sebesar 74,1%, sedangkan jenis keluhan kelelahan mata yang
paling sedikit dikeluhkan oleh pekerja adalah lensa kontak tidak nyaman,
yaitu sebesar 15,3%. Jenis keluhan lainnya yang paling banyak dikeluhkan
adalah sakit pada punggung sebesar 71,2% dan mata tegang (mata sakit atau
mata lelah) sebesar 70%. Dari data yang ada, diketahui bahwa keluhan bukan
70
64,7
47,6
51,2
57,1
41,8
45,3
15,3
74,1
71,2
0 10 20 30 40 50 60 70 80
Mata Tegang (Mata Sakit atau Mata Lelah)
Sakit Kepala
Pandangan Kabur Saat Melihat Dekat
Fokus Mata Berubah Perlahan
Pandangan Kabur Saat Melihat Jauh
Sensitif Terhadap Cahaya
Iritasi Mata (Mata Perih, Mata Kering, Mata Merah)
Kontak Lensa Tidak Nyaman
Sakit pada Leher dan Bahu
Sakit pada Punggung
Persentase (%)
79
hanya terletak pada bagian mata saja. Keluhan justru paling banyak terjadi
pada bagian leher, bahu, dan punggung. Hal ini dapat disebabkan karena
adanya kontraksi otot yang tidak beraturan, disertai dengan berkurangnya
aliran darah, menimbulkan kekurangan oksigen, merangsang saraf sekitar
untuk mengirimkan sinyal rasa sakit.
5.3. Gambaran Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan
Kelelahan Mata pada Pekerja Pengguna Komputer di Call Center PT.
AM Tahun 2016
Berdasakan hasil yang diperoleh dari jawaban pada instrumen
kuesioner dan pengukuran langsung, didapatkan bahwa gambaran faktor-
faktor yang berhubungan dengan keluhan kelelahan mata pada pekerja
pengguna komputer di Call Center PT. AM Tahun 2016 dapat dilihat pada
Tabel 5.2 berikut :
Tabel 5.2
Gambaran Distribusi Frekuensi Berdasarkan Faktor-Faktor yang
Berhubungan dengan Keluhan Kelelahan Mata pada Pekerja Pengguna
Komputer di Call Center PT. AM Tahun 2016
No Varibel Kategori Jumlah
(N=170) (%)
1 Jarak
Monitor
Jarak Tidak
Ideal (< 50 cm) 9 5,3
Jarak Ideal
(≥ 50 cm) 161 94,7
2
Alat
Pelindung
Mata
Tidak
Menggunakan 137 80,6
Menggunakan 33 19,4
3 Istirahat Mata Tidak Cukup 56 32,9
Cukup 114 67,1
80
No Varibel Kategori Jumlah
(N=170) (%)
4 Tingkat
Pencahayaan
Tidak Standar
(< 315 atau
> 385 lux)
149 87,6
Standar
(315-385 lux) 21 12,4
5 Usia
Berisiko
(≥ 45 tahun) 0 0
Tidak Berisiko
(< 45 tahun) 170 100
6 Jenis
Kelamin
Perempuan 150 88,2
Laki-Laki 20 11,8
7
Kelainan
Refraksi
Mata
Ada Kelainan 93 54,7
Tidak Ada
Kelainan 77 45,3
1. Variabel Jarak Monitor
Jarak pandang mata dengan monitor yang salah dapat
mengakibatkan mata cepat lelah dan sakit. Pada penelitian ini, distribusi
frekuensi berdasarkan variabel jarak monitor diperoleh dengan
pengukuran langsung pada sampel menggunakan instrumen mistar dengan
kategori pekerja yang bekerja dengan jarak monitor tidak ideal (< 50 cm)
dan jarak monitor ideal (≥ 50 cm). Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel
5.2, diketahui bahwa pekerja dengan jarak monitor yang tidak ideal (< 50
cm) adalah sebanyak 9 orang (5,3%), sedangkan pekerja dengan jarak
monitor ideal (≥ 50 cm) adalah sebanyak 161 orang (94,7%).
2. Variabel Alat Pelindung Mata
Seiring dengan meningkatnya aktivitas di depan komputer membuat
mata semakin lelah dan kering, sehingga alat pelindung mata dibutuhkan
untuk mengurangi kejadian keluhan kelelahan mata tersebut. Pada
penelitian ini, distribusi frekuensi berdasarkan variabel alat pelindung
mata diperoleh dengan penyebaran kuesioner kepada para pekerja dengan
81
kategori pekerja yang bekerja dengan menggunakan dan tidak
menggunakan alat pelindung mata. Alat pelindung mata yang dimaksud
dapat berupa kacamata khusus anti radiasi ataupun kontak lensa berbahan
silikon hydrogel. Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 5.2, diketahui
bahwa pekerja yang tidak menggunakan alat pelindung mata, yaitu
sebanyak 137 orang (80,6%), sedangkan pekerja yang menggunakan alat
pelindung mata, yaitu sebanyak 33 orang (19,4%).
3. Istirahat Mata
Istirahat mata harus dilakukan salah satunya dikarenakan keluhan
kelelahan mata dapat timbul saat aliran air mata ke mata berkurang yang
disebabkan oleh besarnya refleksi atau silaunya layar komputer. Pada
penelitian ini, distribusi frekuensi berdasarkan variabel istirahat mata
diperoleh dengan penyebaran kuesioner kepada para pekerja dengan
kategori pekerja yang tidak cukup dan cukup mengistirahatkan matanya.
Pekerja dikatakan tidak cukup mengistirahatkan matanya jika berpaling
dari layar komputer dan melihat jauh, diikuti dengan mengedipkan mata
cepat selama beberapa detik setiap >10-20 menit dan/atau berdiri,
bergerak, dan melakukan sesuatu yang lain selain menggunakan komputer
setiap >30-60 menit dan/atau latihan cepat peregangan otot setiap >1-2
jam. Lalu dikatakan cukup mengistirahatkan matanya jika berpaling dari
layar komputer dan melihat jauh, diikuti dengan mengedipkan mata cepat
selama beberapa detik setiap 10-20 menit dan/atau berdiri, bergerak, dan
melakukan sesuatu yang lain selain menggunakan komputer setiap 30-60
menit dan/atau latihan cepat peregangan otot setiap 1-2 jam. Berdasarkan
82
hasil penelitian pada Tabel 5.2, diketahui bahwa pekerja yang tidak cukup
mengistirahatkan matanya adalah sebanyak 56 orang (32,9%), sedangkan
pekerja yang cukup mengistirahatkan matanya adalah sebanyak 114 orang
(67,1%).
4. Tingkat Pencahayaan
Pencahayaan yang sesuai dapat mencegah terjadinya keluhan
kelelahan mata, sedangkan pencahayaan yang kurang baik dapat
menimbulkan kelelahan mata namun, bukan penyakit mata. Pada
penelitian ini, distribusi frekuensi berdasarkan variabel tingkat
pencahayaan diperoleh dengan pengukuran langsung dengan instrumen
Lux Meter pada meja kerja dengan kategori tingkat pencahayaan tidak
standar (< 315 atau > 385 lux) dan standar (315-385 lux). Berdasarkan
hasil penelitian pada Tabel 5.2 diketahui bahwa terdapat 149 meja kerja
(87,6%) dengan tingkat pencahayaan yang tidak memenuhi standar,
sedangkan hanya terdapat 21 meja kerja (12,4%) dengan tingkat
pencahayaan yang telah memenuhi standar.
5. Usia
Distribusi frekuensi berdasarkan variabel usia diperoleh dengan
menyebarkan kuesioner kepada para pekerja dengan kategori pekerja
dengan usia berisiko (≥ 45 tahun) dan pekerja dengan usia tidak berisiko
(< 45 tahun). Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 5.2, diketahui bahwa
seluruh pekerja (100%) berusia di bawah 45 tahun atau masuk ke dalam
kategori usia tidak berisiko dengan rata-rata usia pekerja adalah 26,7.
83
Variabel ini bersifat homogen, sehingga tidak dilakukan analisis lebih
lanjut atau tidak dibivariatkan.
6. Jenis Kelamin
Jenis kelamin merupakan salah satu faktor risiko keluhan kelelahan
mata atau CVS. Kelelahan mata ini lebih berisiko dan lebih sering terjadi
pada perempuan. Pada penelitian ini, distribusi frekuensi berdasarkan
variabel jenis kelamin diperoleh dengan penyebaran kuesioner dan
observasi langsung kepada para pekerja dengan kategori pekerja berjenis
kelamin perempuan dan laki-laki. Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel
5.2, diketahui bahwa terdapat pekerja berjenis kelamin perempuan
sebanyak 150 orang (88,2%), sedangkan pekerja berjenis kelamin laki-laki
sebanyak 20 orang (11,8%).
7. Kelainan Refraksi Mata
Kelainan refraksi mata dapat menyebabkan kelelahan mata dan
memperberat ketegangan pada mata, leher, dan bahu karena mata terus
menerus berakomodasi untuk dapat melihat subjek yang lebih jelas. Pada
penelitian ini, distribusi frekuensi berdasarkan variabel kelainan refraksi
mata diperoleh dengan pemeriksaan langsung dengan Snellen Chart
kepada para pekerja dengan kategori pekerja memiliki dan tidak memiliki
kelainan refraksi mata. Kelainan refraksi mata merupakan ada atau
tidaknya gangguan mata yang berupa gangguan penglihatan, sehingga
penglihatan menjadi kabur, seperti miopia (rabun jauh), hipermetropia
(rabun dekat), astigmatisme, dan sebagainya. Berdasarkan hasil penelitian
pada Tabel 5.2, diketahui bahwa terdapat pekerja yang mengalami
84
kelainan refraksi mata sebanyak 93 orang (54,7%), sedangkan pekerja
yang tidak mengalami kelainan refraksi mata sebanyak 77 orang (45,3%).
5.4. Hubungan antara Variabel Independen dengan Keluhan Kelelahan
Mata pada Pekerja Pengguna Komputer di Call Center PT. AM Tahun
2016
Untuk mengetahui hubungan antara variabel independen (jarak
monitor, alat pelindung mata, istirahat mata, tingkat pencahayaan, usia, jenis
kelamin, dan kelainan refraksi mata) dengan variabel dependen (keluhan
kelelahan mata) pada pekerja pengguna komputer di Call Center PT. AM
Tahun 2014, dilakukan analisis bivariat dengan metode statistik uji Chi-
Square. Berikut hasil uji untuk masing-masing variabel.
Tabel 5.3
Analisis Hubungan antara Variabel Independen dengan Keluhan
Kelelahan Mata pada Pekerja Pengguna Komputer di Call Center PT. AM
Tahun 2016
No Variabel Hasil Ukur
Keluhan Kelelahan Mata
Total PValue Ada
Keluhan
Tidak Ada
Keluhan
N % N % N %
1 Jarak
Monitor
Jarak Tidak
Ideal (< 50 cm) 9 100 0 0 9 100
1
Jarak Ideal
(≥ 50 cm) 148 91,9 13 8,1 161 100
Total 157 92,4 13 7,6 170 100
2
Alat
Pelindung
Mata
Tidak
Menggunakan 125 91,2 12 8,8 137 100
0,467
Menggunakan 32 97 1 3 33 100
Total 157 92,4 13 7,6 170 100
3 Istirahat
Mata
Tidak Cukup 53 94,6 3 5,4 56 100 0,549
Cukup 104 91,2 10 8,8 114 100
Total 157 92,4 13 7,6 170 100
85
No Variabel Hasil Ukur
Keluhan Kelelahan Mata
Total PValue Ada
Keluhan
Tidak Ada
Keluhan
N % N % N %
4 Tingkat
Pencahayaan
Tidak Standar
(< 315 atau
> 385 lux)
142 95,3 7 4,7 149 100 0,002
Standar
(315-385 lux)
15 71,4 6 28,6 21 100
Total 157 92,4 13 7,6 170 100
5 Jenis Kelamin
Perempuan 140 93,3 10 6,7 150 100 0,184
Laki-Laki 17 85 3 15 20 100
Total 157 92,4 13 7,6 170 100
6
Kelainan
Refraksi
Mata
Ada Kelainan 91 97,8 2 2,2 93 100 0,007
Tidak Ada
Kelainan
66 85,7 11 14,3 77 100
Total 157 92,4 13 7,6 170 100
1. Hubungan antara Jarak Monitor dengan Keluhan Kelelahan Mata
pada Pekerja Pengguna Komputer di Call Center PT. AM Tahun 2016
Berdasarkan Tabel 5.3, diketahui bahwa dari 9 pekerja yang bekerja
dengan jarak yang tidak ideal (< 50 cm) terhadap komputer, seluruhnya
mengalami keluhan kelelahan mata. Pekerja yang bekerja dengan jarak
ideal (≥ 50 cm) terhadap komputer juga sebagian besar mengalami keluhan
kelelahan mata, yaitu sebanyak 148 pekerja (91,9%). Berdasarkan hasil uji
statistik Chi-Square, diketahui bahwa PValue = 1 atau (p > 0,05) sehingga
pada α = 5% dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan signifikan
antara jarak monitor dengan keluhan kelelahan mata.
86
2. Hubungan antara Alat Pelindung Mata dengan Keluhan Kelelahan
Mata pada Pekerja Pengguna Komputer di Call Center PT. AM
Tahun 2016
Berdasarkan Tabel 5.3, diketahui bahwa pekerja yang tidak
menggunakan maupun yang menggunakan alat pelindung mata, sebagian
besar mengalami keluhan kelelahan mata. Pekerja yang tidak
menggunakan alat pelindung dan mengalami keluhan kelelahan mata
sebanyak 125 pekerja (91,2%), sedangkan pekerja yang menggunakan alat
pelindung dan mengalami keluhan kelelahan mata sebanyak 32 (97%).
Dari hasil uji statistik Chi-Square, diketahui bahwa pada derajat
kemaknaan 5%, tidak ada hubungan signifikan antara alat pelindung mata
dengan keluhan kelelahan mata, dimana PValue = 0,467 atau (p > 0,05).
3. Hubungan antara Istirahat Mata dengan Keluhan Kelelahan Mata
pada Pekerja Pengguna Komputer di Call Center PT. AM Tahun 2016
Berdasarkan Tabel 5.3, diketahui bahwa baik pekerja yang tidak
cukup maupun cukup mengistirahatkan matanya, sebagian besar
mengalami keluhan kelelahan mata. Terdapat 53 pekerja (94,6%) yang
tidak cukup mengistirahatkan matanya dan mengalami keluhan kelelahan
mata. Lalu, terdapat 104 pekerja (91,2%) yang mengistirahatkan matanya
dengan cukup dan tetap mengalami keluhan kelelahan mata. Berdasarkan
hasil uji statistik Chi-Square, diketahui bahwa pada α = 5%, istirahat mata
tidak memiliki hubungan yang signifikan (p > 0,05) dengan kejadian
keluhan kelelahan mata, PValue = 0,549.
87
4. Hubungan antara Tingkat Pencahayaan dengan Keluhan Kelelahan
Mata pada Pekerja Pengguna Komputer di Call Center PT. AM
Tahun 2016
Berdasarkan Tabel 5.3, dapat diketahui bahwa pekerja yang bekerja
dengan tingkat pencahayaan yang tidak standar sebagian besar mengalami
keluhan kelelahan mata, yaitu sebanyak 142 pekerja (95,3%). Bahkan
pekerja yang bekerja dengan tingkat pencahayaan standar juga seluruhnya
mengalami keluhan kelelahan mata. Berdasarkan hasil uji Chi-Square,
diketahui bahwa pada α = 5%, ada hubungan yang signifikan (p > 0,05)
antara tingkat pencahayaan dengan keluhan kelelahan mata, PValue = 0,002.
5. Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Keluhan Kelelahan Mata
pada Pekerja Pengguna Komputer di Call Center PT. AM Tahun 2016
Berdasarkan Tabel 5.3, diketahui bahwa hampir seluruh pekerja
berjenis kelamin perempuan dan laki – laki mengalami keluhan kelelahan
mata. Pekerja berjenis kelamin perempuan yang mengalami keluhan
kelelahan mata, yaitu sebanyak 140 pekerja (93,3%), sedangkan terdapat
17 pekerja (85%) berjenis kelamin laki – laki yang mengalami keluhan
kelelahan mata. Berdasarkan hasil uji statistik Chi-Square, diketahui
bahwa pada derajat kemaknaan 5%, antara jenis kelamin dan keluhan
kelelahan mata, tidak ada hubungan yang signifikan, PValue = 0,184 (p >
0,05).
88
6. Hubungan antara Kelainan Refraksi Mata dengan Keluhan
Kelelahan Mata pada Pekerja Pengguna Komputer di Call Center PT.
AM Tahun 2016
Berdasarkan Tabel 5.3, dapat diketahui bahwa sebagian besar
pekerja, baik pekerja yang memiliki kelainan refraksi mata maupun tidak,
keduanya mengalami keluhan kelelahan mata. Pekerja yang memiliki
kelainan refraksi mata dan mengalami keluhan kelelahan mata berjumlah
91 orang (97,8%). Sebanyak 66 pekerja (85,7%) juga mengalami keluhan
kelelahan mata meskipun tidak memiliki kelainan refraksi mata.
Berdasarkan hasil uji Chi-Square, diketahui bahwa pada derajat
kemaknaan 5%, ada hubungan signifikan (p < 0,05) antara kelainan
refraksi mata dengan keluhan kelelahan mata, PValue = 0,007.
5.5. Faktor Paling Dominan yang Berpengaruh dengan Keluhan Kelelahan
Mata pada Pekerja Pengguna Komputer di Call Center PT. AM Tahun
2016
Untuk mengetahui faktor paling dominan yang berpengaruh dengan
keluhan kelelahan mata pada pekerja pengguna komputer di Call Center PT.
AM Tahun 2014, dilakukan analisis multivariat dengan metode statistik uji
Regresi Logistik Berganda dengan model prediksi. Tahapan yang dilakukan
adalah sebagai berikut.
1. Seleksi Kandidat Model Analisis Multivariat
Seleksi kandidat model analisis multivariat dilakukan dengan cara
melakukan analisis bivariat antara masing-masing variabel independen
89
dengan variabel dependen. Apabila hasil analisis bivariat mempunyai nilai
p < 0,25, maka variabel tersebut dapat masuk analisis multivariat dan
sebaliknya. Hasil analisis bivariat antar variabel independen dan variabel
dependen adalah sebagai berikut.
Tabel 5.4
Hasil Analisis Bivariat antar Variabel Independen dan
Variabel Dependen
Variabel PValue
Jenis Kelamin 0,184
Tingkat Pencahayaan 0,002
Kelainan Refraksi Mata 0,007
Berdasarkan Tabel 5.4, diketahui bahwa hanya terdapat tiga variabel
yang memiliki nilai PValue < 0,25. Dengan demikian hanya ketiga variabel
tersebut yang dapat menjadi kandidat model dalam analisis multivariat.
2. Pembuatan Model Faktor Paling Dominan yang Berpengaruh dengan
Keluhan Kelelahan Mata
Pada tahap ini, dilakukan analisis multivariat yang bertujuan untuk
mendapatkan model yang dianggap tepat untuk memprediksi variasi yang
terjadi pada faktor dependen yaitu keluhan kelelahan mata pada pengguna
komputer di Call Center PT. AM tahun 2016. Analisis multivariat yang
dilakukan adalah uji regresi linier berganda model prediksi. Apabila hasil
uji menunjukkan terdapat variabel yang memiliki nilai PValue > 0,05, maka
variabel tersebut harus dikeluarkan dari pemodelan. Uji logistik berganda
dilakukan secara bertahap sesuai dengan nilai probabilitas variabel
tertinggi. Setelah variabel tersebut dikeluarkan, uji kembali dilakukan
hingga tidak terdapat variabel yang memiliki PValue > 0,05. Hasil
pembuatan model faktor paling dominan adalah sebagai berikut.
90
Tabel 5.5
Hasil Analisis Multivariat Uji Regresi Logistik Berganda antara
Variabel Independen dan Variabel Dependen
Variabel PValue
Model 1 Model 2
Jenis Kelamin 0,426 -
Tingkat Pencahayaan 0,001 0,001
Kelainan Refraksi Mata 0,014 0,011
Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 5.5, diketahui bahwa terdapat
dua variabel yang memiliki nilai pValue < 0,05, yaitu tingkat pencahayaan
(0,001) dan kelainan refraksi mata (0,011). Hasil ini menunjukkan bahwa
variabel-variabel tersebut memiliki hubungan yang signifikan terhadap
keluhan kelelahan mata pada pekerja pengguna komputer di Call Center
PT. AM tahun 2016. Hasil pembuatan model faktor paling dominan adalah
sebagai berikut.
Tabel 5.6
Hasil Analisis Multivariat Pembuatan Model antara Tingkat
Pencahayaan dan Kelainan Refraksi Mata dengan Keluhan
Kelelahan Mata pada Pekerja Pengguna Komputer di Call Center
PT. AM Tahun 2016
Variabel B Wald Pwald OR
95% CI
Tingkat
Pencahayaan 2,139 10,460 0,001
8,488
(2,322-31,021)
Kelainan Refraksi
Mata 2,065 6,483 0,011
7,883
(1,609-38,637)
Constant -8,577 22,046 0,000 0,000
3. Uji Interaksi
Setelah diperoleh model faktor paling dominan, langkah
selanjutnya adalah memeriksa apakah terdapat interaksi antar variabel
independen dalam model dengan cara melakukan uji interaksi. Uji
interaksi dilakukan pada variabel independen yang diduga secara substansi
91
terdapat interaksi di dalam model multivariat tersebut. Apabila nilai PValue
< 0,05 berarti terdapat interaksi antar variabel independen tersebut,
begitupun sebaliknya. Apabila terdapat interaksi, maka pemodelan akhir
yang digunakan adalah pemodelan multivariat dengan interaksi. Apabila
tidak terdapat interaksi, maka pemodelan akhir yang digunakan adalah
pemodelan multivariat tanpa interaksi.
Berdasarkan hasil uji, hanya terdapat dua variabel yang masuk ke
dalam model untuk analisis multivariat. maka kedua variabel tersebut,
yaitu tingkat pencahayaan dan kelainan refraksi mata akan dilakukan uji
interaksi. Hasil uji interaksi adalah sebagai berikut.
Tabel 5.7
Hasil Uji Interaksi antara Tingkat pencahayaan dan Kelainan
Refraksi Mata dengan Keluhan Kelelahan Mata pada Pekerja
Pengguna Komputer di Call Center PT. AM Tahun 2016
Interaksi PValue
Kelainan Refraksi Mata*Tingkat
pencahayaan 0,915
Dari hasil uji interaksi pada Tabel 5.7, diketahui bahwa tidak terlihat
adanya interaksi antara kedua variabel tersebut (PValue > 0,05). Maka,
model akhir faktor paling dominan keluhan kelelahan mata pada pekerja
pengguna komputer tidak disertai dengan adanya interaksi, sehingga
model yang digunakan adalah model akhir sebelum dilakukan uji interaksi,
yaitu sebagai berikut:
92
Tabel 5.8
Hasil Analisis Multivariat Pembuatan Model antara Tingkat
Pencahayaan dan Kelainan Refraksi Mata dengan Keluhan
Kelelahan Mata pada Pekerja Pengguna Komputer di Call Center
PT. AM Tahun 2016
Variabel B Wald Pwald OR
95% CI
Tingkat
Pencahayaan 2,139 10,460 0,001
8,488
(2,322-31,021)
Kelainan Refraksi
Mata 2,065 6,483 0,011
7,883
(1,609-38,637)
Constant -8,577 22,046 0,000 0,000
PValue = 0,000 Nagelkerke R Square = 0,255
Dari Tabel 5.8, diketahui bahwa tingkat pencahayaan dan kelainan
refraksi mata memiliki hubungan yang signifikan dengan keluhan
kelelahan mata pada pekerja pengguna komputer di Call Center PT. AM.
Hasil ini sesuai dengan hasil analisis bivariat yang menunjukkan bahwa
terdapat hubungan yang bermakna antara bahwa tingkat pencahayaan dan
kelainan refraksi mata memiliki hubungan yang signifikan dengan keluhan
kelelahan mata pada pekerja pengguna komputer di Call Center PT. AM.
Berdasarkan hasil analisis, diperoleh nilai koefisien B dan OR (Odds
Ratio), dimana tingkat pencahayaan memiliki nilai koefisien B (2,139) dan
OR (8,488) paling tinggi jika dibandingkan dengan kelainan refraksi mata.
Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pencahayaan merupakan variabel
yang paling dominan berpengaruh dengan keluhan kelelahan mata pada
pekerja pengguna komputer di Call Center PT. AM. Nilai OR pada tingkat
pencahayaan menunjukkan bahwa meja kerja dengan tingkat pencahayaan
yang tidak standar memiliki peluang 8,488 kali menyebabkan keluhan
kelelahan mata pada pekerja pengguna komputer di Call Center PT. AM
93
dibandingkan dengan meja kerja dengan tingkat pencahayaan standar
setelah faktor kelainan refraksi mata dikontrol.
Dari hasil analisis, diketahui bahwa koefisien determinan (R square)
menunjukkan nilai 0,255, artinya bahwa model regresi yang diperoleh
dapat menjelaskan 25,5% variasi variabel dependen keluhan kelelahan
mata. Dengan demikian, tingkat pencahayaan dan kelainan refraksi mata
hanya dapat menjelaskan variasi variabel keluhan kelelahan mata sebesar
22,5%, sedangkan 77,5% dijelaskan oleh variabel lainnya yang tidak
diteliti.
Dari hasil analisis multivariat secara keseluruhan, maka persamaan
regresi yang diperoleh adalah sebagai berikut.
Y = a + b1X1 + b2X2
Logit keluhan kelelahan mata = -8,577 + (2,139* Tingkat Pencahayaan) +
(2,065* Kelainan Refraksi Mata)
Dari model persamaan di atas, maka dapat diketahui bahwa nilai
koefisien regresi pada masing-masing variabel bernilai positif, yaitu 2,139
untuk tingkat pencahayaan dan 2,065 untuk kelainan refraksi mata. Nilai
positif ini menunjukkan bahwa adanya hubungan searah antara tingkat
pencahayaan dan kelainan refraksi mata terhadap keluhan kelelahan mata
pada pekerja pengguna komputer di Call Center PT. AM.
Hubungan yang searah antara masing-masing variabel tersebut
menggambarkan bahwa setiap kenaikan satu satuan pada variabel tingkat
94
pencahayaan dan kelainan refraksi mata akan menyebabkan keluha
kelelahan mata meningkat 2,139 kali yang disebabkan oleh tingkat
pencahayaan dan 2,065 kalu yang disebabkan oleh kelainan refraksi mata.
Nilai negatif pada konstanta sebesar -8,577 menggambarkan bahwa tanpa
adanya intervensi terhadap tingkat pencahayaan dan kelainan refraksi
mata, keluhan kelelahan mata akan menurun sebesar 8,577 kali.
95
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1. Keterbatasan Penelitian
Dalam penelitian mengenai faktor-faktor yang berpengaruh dengan
keluhan kelelahan mata pada pekerja pengguna komputer di Call Center PT.
AM tahun 2016 ini, peneliti mengumpulkan data primer dengan menyebar
kuesioner kepada 170 pekerja. Peneliti menyadari terdapat keterbatasan dan
kelemahan dalam penelitian ini, antara lain :
1. Pengukuran keluhan kelelahan mata hanya bersifat subjektif sehingga
belum sepenuhnya memiliki tingkat validitas yang akurat.
2. Waktu istirahat mata juga bersifat subjektif karena tidak dipantau penuh
selama pekerja bekerja menggunakan komputer.
3. Jarak antara pekerja dengan monitor tidak konsisten selama durasi kerja
dan berubah sesuai kondisi pekerja. Hal ini dapat menyebabkan keluhan
kelelahan mata tetap terjadi meskipun saat pengukuran dilakukan, pekerja
sedang berada pada jarak ideal (≥ 50 cm).
4. Pengambilan sampel yang dilakukan secara manual dan tidak
menggunakan program simple random sampling memungkinkan
terjadinya kesalahan dalam pengambilan sampel dan menyebabkan setiap
orang tidak memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi sampel.
96
6.2. Keluhan Kelelahan Mata
Kelelahan mata dikenal sebagai tegang mata atau astenopia, yaitu
kelelahan ocular atau ketegangan pada organ visual dimana terjadi gangguan
pada mata dan sakit kepala berhubungan dengan penggunaan mata secara
intensif (Hanum, 2008). Menurut Ilmu Kedokteran, kelelahan mata adalah
gejala yang diakibatkan oleh upaya berlebihan dari sistem penglihatan yang
berada dalam kondisi kurang sempurna untuk memperoleh ketajaman
penglihatan.
Kelelahan mata banyak diderita oleh orang yang menggunakan
komputer dalam waktu lama (Santoso dan Widajati, 2011). Banyak membaca
juga dapat menimbulkan kelelahan pada mata. Lelah pada mata bukan saja
timbul karena huruf yang kecil, melainkan dapat juga disebabkan oleh cahaya
yang kurang atau tidak baik dalam meletakkan lampu, salah memilih lampu,
perbandingan pencahayaan antara latar dan objek yang tidak seimbang, atau
warna-warna yang menyilaukan (Akbar dan Hawadi, 2011).
Hasil penelitian yang dilakukan di Call Center PT. AM tahun 2016
menunjukkan bahwa dari 170 pekerja yang diteliti, diketahui sebagian besar
mengalami keluhan kelelahan mata. Dari sepuluh keluhan yang disebutkan
oleh Sheedy dan Shaw-McMinn (2003), jenis keluhan kelelahan mata yang
paling banyak dikeluhkan oleh pekerja adalah sakit pada leher dan bahu. Hasil
pada penelitian ini juga dapat menggambarkan keluhan-keluhan yang
umumnya terjadi pada penderita CVS menurut AOA (2017), dimana mata
tegang sebesar 70%, sakit kepala sebesar 64,7%, penglihatan kabur sebesar
47,6-57,1%, mata kering sebesar 45,3%, sakit leher dan bahu sebesar 74,1%.
97
Keluhan-keluhan tersebut dapat disebabkan oleh pencahayaan yang buruk,
tidak adanya filter screen, jarak pandang yang tidak sesuai, postur duduk yang
buruk, kelainan refraksi mata yang tidak terkoreksi, dan kombinasi dari
berbagai faktor (AOA, 2017).
Namun, keluhan-keluhan yang disebutkan oleh Sheedy dan Shaw-
McMinn (2003) maupun AOA (2017) tidak dijelaskan apakah ada hubungan
atau tingkat keparahan antara keluhan yang satu dengan keluhan lainnya.
Menurut Mario (2015), ketika bekerja terlalu lama di depan komputer akan
membuat syaraf pada mata menjadi tegang sehingga bisa memicu munculnya
sakit kepala. Dari sini, dapat diketahui bahwa keluhan mata tegang lebih dulu
terjadi sebelum seseorang mengalami sakit kepala. Menurut dr. Puspita
Komala Sari dari website klikdokter, pada keluhan iritasi mata, keluhan mata
kering lah yang menyebabkan terjadinya keluhan mata merah. Hal ini
disebabkan karena ketika seseorang menatap layar komputer, kemampuan
mata untuk berkedip akan berkurang menjadi setengahnya. Mata yang jarang
mengedip menyebabkan terlalu banyak air mata yang menguap ke udara dan
membuat mata menjadi kering serta iritasi, sehingga mata terlihat merah.
Keluhan mata kering pun mendahului terjadinya keluhan pandangan kabur.
Menurut ahli penyakit mata, penglihatan mata kabur bukan kondisi medis,
melainkan gejala dari masalah yang mendasarinya, salah satunya adalah
gangguan mata kering. Keluhan penglihatan kabur pun dapat menyebabkan
gejala mata kabur lain, di antaranya sakit kepala, silau, mata lelah, mata
merah, dan lain sebagainya.
98
Pada dasarnya, ketegangan kepala, mata, dan leher sering terjadi secara
bersamaan. Ketegangan ini sering disebabkan oleh berbagai aktivitas yang
memerlukan konsentrasi atau ketelitian dalam jangka waktu lama, salah
satunya adalah pengoperasian komputer yang dilakukan terlebih pada kondisi
yang tidak ideal. Berkonsentrasi selama berjam-jam, tanpa disadari akan
memaksa kontraksi otot-otot kelopak mata, otot-otot penggerak luar bola
mata, otot akomodasi (otot siliaris) di dalam bola mata, otot-otot wajah dan
pelipis hingga mengalami kelelahan (fatique). Sakit kepala, kelelahan pada
mata, rasa tidak nyaman di wajah dan kekakuan di area sekitar leher dapat
terjadi akibat adanya kontraksi otot yang tidak beraturan, disertai dengan
berkurangnya aliran darah, menimbulkan kekurangan oksigen, merangsang
saraf sekitar untuk mengirimkan sinyal rasa sakit (Pardianto, 2015).
Berdasarkan analisis multivariat diketahui bahwa kelainan refraksi dan
tingkat pencahayaan berpengaruh terhadap keluhan kelelahan mata. Hal ini
sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa kelainan refraksi mata dapat
memperberat ketegangan mataa, terutama jika kelainan refraksi tersebut tidak
terkoreksi dengan tepat atau kacamata tidak digunakan sebagaimana
mestinya (Pardianto, 2015). Pada penelitian ini diketahui dari 157 pekerja
yang mengalami keluhan kelelahan mata, sebanyak 97,8% memiliki kelainan
refraksi mata. Kelainan refraksi mata, seperti miopia, hiperopia,
astigmatisma, dan presbiopia dapat menyebabkan kelelahan mata karena
terus menerus berakomodasi untuk dapat melihat subjek yang lebih jelas
(Roestjawati, 2007). Sebuah penelitian di Amerika Serikat menganjurkan
untuk menghindari penggunaan lensa kontak atau kacamaat saat bekerja di
99
depan komputer. Penggunaan lensa kontak dan kacamata menyebabkan
kelelahan mata akan lebih cepat terasa. Hal tersebut juga sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Rahman dan Sanip (2011). Penelitian tersebut
juga menunjukkan adanya perbedaan signifikan antara kejadian CVS pada
pengguna dan bukan pengguna kacamata/ lensa kontak.
Selain kelainan refraksi mata, tingkat pencahayaan juga sangat
berpengaruh dan merupakan faktor yang paling dominan dalam terjadinya
keluhan kelelahan mata. Penerangan yang tidak didesain dengan baik akan
menimbulkan gangguan atau kelelahan penglihatan selama kerja (Tarwaka,
2004). Pada penelitian ini diketahui dari 157 pekerja yang mengalami keluhan
kelelahan mata, sebanyak 95,3% meja kerja memiliki pencahayaan yang tidak
standar. Kurangnya pencahayaan dapat mengakibatkan kelelahan mata, sebab
orang akan lebih mendekatkan matanya ke objek dengan tujuan memperbesar
ukuran benda. Hal ini membuat proses akomodasi mata lebih dipaksa dan
dapat menyebabkan penglihatan rangkap atau kabur (Notoatmodjo, 2003).
Dalam penelitian ini diketahui bahwa pekerja yang bekerja dengan
jarak yang tidak ideal (< 50 cm), seluruhnya mengalami keluhan kelelahan
mata dan yang bekerja dengan jarak ideal (≥ 50 cm) juga sebagian besar
mengalami keluhan kelelahan mata. Pekerja yang tidak menggunakan
maupun yang menggunakan alat pelindung mata, baik pekerja yang tidak
cukup maupun cukup mengistirahatkan matanya, dan pekerja berjenis
kelamin perempuan maupun laki – laki, sebagian besar mengalami keluhan
kelelahan mata. Untuk tingkat pencahayaan, sebagian besar bekerja pada
tingkat pencahayaan yang tidak standar dan mengalami keluhan kelelahan
100
mata. Bahkan pekerja yang bekerja dengan tingkat pencahayaan standar juga
seluruhnya mengalami keluhan kelelahan mata. Dalam penelitian ini, seluruh
responden berusia kurang dari 40 tahun dan sebagian besar mengalami
keluhan kelelahan mata.
Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk mengurangi kelelahan
mata, yaitu pengaturan pencahayaan agar tidak terlalu tajam atau terlalu
lemah, melihat ke layar secara keseluruhan, jangan terpaku pada huruf atau
cursor, istirahatkan mata dengan mengedipkan mata dan melihat ke arah lain,
gerakkan bagian-bagian dan otot-otot tubuh setiap setengah jam, letakkan
komputer sedemikian rupa sehingga jarak mata ke layar kurang lebih 55 cm,
hindari pantulan, posisikan layar monitor komputer berada di bawah level
mata, bersihkan layar monitor untuk mengurangi muatan elektrostatik, dan
istirahat setiap dua jam, karena setiap bekerja di depan komputer selama satu
sampai dua setengah jam, mata perlu istirahat 10-20 menit (Soedarso, 2000).
Pada penelitian ini, pengukuran keluhan kelelahan mata hanya
menggunakan kuesioner sehingga keluhan kelelahan mata yang terjadi
bersifat subjektif. Peneliti selanjutnya disarankan dapat melakukan
pengukuran keluhan kelelahan mata dengan metode lain sehingga lebih
objektif, seperti Photostress Recovery Test, Flicker Fusion Eye Test, atau Tes
Uji Waktu Reaksi. Dimana setiap metode memiliki kelebihan yang berbeda.
a. Photostress Recovery Test merupakan tes dengan teknis klinis sederhana
dan berguna untuk berbagai diagnosis yang berbeda-beda.
b. Flicker Fusion Eye Test merupakan tes yang sering digunakan untuk
tujuan penelitian dan juga diagnostik dalam praktek klinik.
101
c. Tes Uji Waktu Reaksi memiliki banyak metode yang dapat digunakan,
seperti nyala lampu, denting suara, sentuhan kulit atau goyangan badan,
sehingga dapat disesuaikan dengan kebutuhan penelitian.
6.3. Faktor -Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Kelelahan Mata
pada Pekerja Pengguna Komputer di Call Center PT. AM Tahun 2016
6.3.1. Hubungan antara Jarak Monitor dengan Keluhan Kelelahan Mata
Ketika menggunakan komputer, jarak pandangan dengan layar
monitor harus diperhatikan. Jarak pandang monitor jangan terlalu jauh
atau terlalu dekat. Jarak pandang yang salah dapat mengakibatkan mata
cepat lelah dan sakit. Jarak pandang yang nyaman dan aman untuk mata
berkisar antara 18 dan 24 inci (45 dan 60 cm). Namun, jarak ideal
minimal antara mata pengguna dan layar monitor adalah 20 inci atau 50
cm. Selebihnya jarak pandang terhadap monitor komputer disesuaikan
dengan diameter dan kedalaman layar itu sendiri. Posisi monitor juga
harus diatur agar bagian tertinggi dari layar berada pada posisi yang
sejajar dengan mata (OSHA, 1997).
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa sebagian besar
pekerja bekerja dengan jarak ideal (≥ 50 cm), yaitu 94,7%. Dari 161
pekerja yang bekerja dengan jarak ideal, 91,9% masih mengalami
keluhan kelelahan mata. Pekerja yang bekerja dengan jarak monitor
tidak ideal (< 50 cm), yaitu sebanyak 5,3% dan seluruhnya mengalami
keluhan kelelahan mata. Dari hasil analisis multivariat, menunjukkan
bahwa jarak monitor tidak berpengaruh terhadap keluhan kelelahan
102
mata. Hal ini selaras dengan penelitian Sya’ban dan Riski (2015)
terhadap seluruh karyawan pengguna komputer PT. Grapari Telkomsel
Kota Kediri dimana tidak ditemukan hubungan antara jarak monitor
dengan keluhan kelelahan mata pada karyawan di PT tersebut.
Menurut Putra (2008), komputer dapat menyebabkan mata lelah
karena pancaran radiasi elektromagnetik yang dihasilkan oleh layar
komputer tersebut. Radiasi yang dihasilkan komputer tersebut dapat
menimbulkan pengaruh jangka pendek bahkan jangka panjang bagi
penggunanya. Pengaruh jangka pendek dapat berupa mata menjadi
berair dan lelah, mempengaruhi produktivitas hormon melatonin dalam
tubuh, dan astenopia atau kelelahan mata (Suhendi, 2013). Sebuah
penelitian survei yang dilakukan oleh American Otopometric
Association (AOA) pada tahun 2004 juga menyebutkan bahwa tidak
jarang pekerja kantor mengalami kelelahan mata akibat terlalu lama
dalam jarak dekat di depan komputer dan gelombang elektromagnetik
yang dihasilkan monitor komputer menyebabkan radiasi dan
mengganggu kesehatan mata.
Pekerja yang bekerja dengan jarak monitor ≥ 50 cm tetapi tetap
mengalami keluhan kelelahan mata bisa jadi diakibatkan oleh durasi
kerja yang memang melebihi batas maksimal penggunaan komputer,
yaitu 8 jam kerja. Kelelahan mata dapat muncul segera setelah
pemakaian komputer dalam jangka waktu lama atau lebih dari 4 jam
(Hanum, 2008). Selain durasi kerja, kelainan refraksi mata yang
dimiliki pekerja juga dapat menyebabkan pekerja tetap mengalami
103
keluhan kelelahan mata. Pada penelitian ini diketahui lebih dari
setengah pekerja (54,7%) memiliki kelainan refraksi mata. Diketahui
pula pekerja dengan jarak monitor ideal (≥ 50 cm) yang memiliki
kelainan refraksi mata mengalami keluhan kelelahan mata sebanyak
55,4%. Menurut Roestjawati (2007), kelainan refraksi dapat
menyebabkan kelelahan mata karena terus menerus berakomodasi
untuk dapat melihat subjek yang lebih jelas. Menurut penelitian di
Amerika Serikat, walaupun penderita menggunakan alat koreksi dan
otot mata tidak bekerja terlalu keras, penggunaan alat koreksi juga dapat
menyebabkan mata lebih cepat terasa lelah. Rasa lelah jika
menggunakan alat koreksi disebabkan karena mata yang dalam keadaan
memfokuskan layar monitor akan jarang berkedip, sehingga bola mata
menjadi cepat kering. Bola mata yang kering menyebabkan timbulnya
gesekan antara lensa dan kelopak mata. Bisa juga disebabkan oleh
kacamata yang tidak nyaman dan penggunaan lensa yang tidak sesuai
untuk melihat komputer.
Selain itu, tingkat pencahayaan juga dapat menjadi penyebab
terjadinya hal ini. Pada penelitian ini, pekerja dengan jarak monitor
ideal (≥ 50 cm) dengan tingkat pencahayaan di bawah standar (< 315
atau > 385 lux) mengalami keluhan kelelahan mata sebanyak 95%.
Kurangnya pencahayaan dapat mengakibatkan kelelahan mata, sebab
orang akan lebih mendekatkan matanya ke objek dengan tujuan
memperbesar ukuran benda. Hal ini membuat proses akomodasi mata
104
lebih dipaksa dan dapat menyebabkan penglihatan rangkap atau kabur
(Notoatmodjo, 2003).
Oleh karena itu, pekerja harus berupaya untuk tidak bekerja
dengan jarak < 50 cm terhadap layar komputer. Selain pekerja,
perusahaan juga dapat berupaya untuk memperbaiki penerangan, dan
mengatur posisi meja kerja sedemikian rupa agar pekerja dapat bekerja
dengan jarak ideal terhadap layar monitor, yaitu ≥ 50 cm seperti yang
terlihat pada Gambar 6.1.
Sumber: AOA (2017)
Gambar 6.1
Posisi Tubuh yang Tepat untuk Menggunakan Komputer
6.3.2. Hubungan antara Alat Pelindung Mata dengan Keluhan Kelelahan
Mata
Kini sudah terdapat kacamata dengan lensa khusus untuk
pengguna komputer. Ahli masalah mata, dr. Jay Schlanger mengatakan
beberapa perusahaan kini mulai membuat lensa yang bagian atasnya
dirancang untuk melihat komputer dan bagian bawahnya untuk
105
membaca. Terdapat pula kacamata anti radiasi komputer. Kaca mata ini
merupakan kacamata yang dibuat untuk melindungi mata dari bahaya
radiasi layar televisi, komputer maupun radiasi gadget yang dapat
mengganggu mata. Fungsi kacamata ini terletak pada lensanya yang
terbuat dari bahan khusus untuk menangkal radiasi layar komputer.
Bahan tersebut dapat berupa senyawa logam pelapis yang dapat
menahan datangnya radiasi dari kedua sisi lensa tersebut. Kemampuan
lensa menahan radiasi berkisar antara 60% hingga 100% tergantung
dari bahan logam pelapisnya, yang mampu menahan atau menangkis
adanya gelombang elektromagnetik. Pada lensa anti radiasi, selain
adanya lapisan logam, juga ada beberapa lapisan lainnya, yaitu lapisan
anti silau, lapisan keras dan tahan air, serta ada lapisan lain yang
berfungsi dalam membantu mencegah adanya listrik statis serta anti-
fouling dalam waktu yang bersamaan. Lensa anti radiasi dalam hal ini
bertindak sebagai lapisan tambahan, yang bisa menjadi penghalang
pancaran gelombang elektromagnetik yang berasal dari alat-alat
elektronik termasuk komputer seperti pada Gambar 6.2 dan 6.3.
Sumber: www.solidrop.net
Gambar 6.2
Kacamata Anti Radiasi Komputer dan Lapisannya
106
Sumber: www.solidrop.net
Gambar 6.3
Perbedaan Kacamata Anti Radiasi dan Kacamata Biasa
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa baik pekerja yang
tidak menggunakan (80,6%) maupun yang menggunakan (19,4%) alat
pelindung mata sebagian besar mengalami keluhan kelelahan mata.
Berdasarkan hasil analisis multivariat, diketahui bahwa alat pelindung
mata tidak berpengaruh terhadap keluhan kelelahan mata. Dalam
penelitian ini, pekerja yang sudah menggunakan alat pelindung mata
namun, tetap mengalami keluhan kelelahan mata dapat disebabkan
karena seluruh pekerja yang menggunakan alat pelindung mata
memiliki kelainan refraksi mata karena penggunaannya bersamaan
dengan alat koreksi. Meskipun kelainan refraksi mata telah terkoreksi
dan radiasi elektromagnetik telah terminimalisir, penelitian di Amerika
Serikat mengatakan bahwa penggunaan alat koreksi juga dapat
menyebabkan mata lebih cepat terasa lelah. Rasa lelah jika
menggunakan alat koreksi disebabkan karena mata yang dalam keadaan
memfokuskan layar monitor akan jarang berkedip, sehingga bola mata
menjadi cepat kering. Bola mata yang kering menyebabkan timbulnya
gesekan antara lensa dan kelopak mata.
107
Alat pelindung mata berupa kacamata anti radiasi komputer atau
lensa kontak berbahan silikon hydrogel tetap disarankan untuk
digunakan oleh pekerja yang memiliki kelainan refraksi mata karena
penggunaannya bersamaan dengan alat koreksi. Jika dirasa lebih
efektif, perusahaan dapat memasang filter screen pada setiap komputer
seperti pada Gambar 6.4. Pemasangan filter screen bertujuan untuk
meminimaliris radiasi dan kesilauan yang ditimbulkan oleh layar
monitor sehingga dapat mengurangi dampak keluhan kelelahan mata.
Sumber: indonesian.alibaba.com
Gambar 6.4
Filter Screen
6.3.3. Hubungan antara Istirahat Mata dengan Keluhan Kelelahan Mata
Istirahat mata perlu dilakukan untuk merelaksasikan otot mata
yang tegang. Hal ini dikarenakan saat penglihatan jarak dekat, seperti
membaca atau menggunakan komputer dilakukan dalam jangka waktu
yang lama, otot siliaris yang merupakan salah satu otot yang berperan
dalam proses akomodasi tanpa disadari mengalami penegangan dan
kekakuan. Hal ini secara tidak langsung akan membuat mata mudah
108
teriritasi dan memicu rasa tidak nyaman. Penggunaan komputer dalam
waktu lama akan berisiko mengakibatkan astenopia atau mata lelah
pada pengguna komputer (Santoso dan Widajati, 2011).
American Optometric Association (AOA) (2015) menyebutkan
bahwa tak jarang pekerja kantor mengalami kelelahan mata akibat
terlalu lama di depan komputer dan level ketidaknyamanan ini akan
meningkat seiring lamanya durasi penggunaan komputer. NIOSH
melaporkan bahwa 88% orang yang berinteraksi dengan komputer lebih
dari tiga jam perhari akan mengalami gangguan kelelahan mata. Oleh
karena itu, istirahat mata harus dilakukan salah satunya dikarenakan
keluhan kelelahan mata dapat timbul saat aliran air mata ke mata
berkurang yang disebabkan oleh besarnya refleksi atau silaunya layar
komputer. Saat seseorang menatap komputer, maka kedipan mata akan
berkurang 2/3 kali dari keadaan normal sehingga dapat mengakibatkan
mata menjadi kering, iritasi, tegang, dan lelah (Hanum, 2008).
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa sebagian besar
pekerja sudah cukup mengistirahatkan matanya, yaitu 67,1%. Namun,
32,9% pekerja tidak cukup mengistirahatkan matanya dari penggunaan
komputer selama bekerja. Baik pekerja yang tidak cukup maupun
pekerja yang cukup mengistirahatkan matanya, sebagian besar
mengalami keluhan kelelahan mata. Berdasarkan hasil analisis
multivariat, diketahui bahwa istirahat mata tidak berpengaruh terhadap
keluhan kelelahan mata. Hal ini selaras dengan penelitian yang
dilakukan oleh Anggraini (2013) dan Arumugam, dkk (2014). Hal ini
109
mungkin saja dipengaruhi oleh lingkungan tempat kerja, seperti
pencahayaan yang tidak memenuhi standar, sebanyak 94,9% pekerja
dengan dengan istirahat mata cukup dengan pencahayaan meja kerja
yang tidak standar mengalami keluhan kelelahan mata. Bisa juga
dipengaruhi oleh durasi penggunaan komputer hingga 8 jam kerja,
kelainan refraksi mata yang belum dikoreksi dengan sempurna
sehingga pekerja yang sudah cukup mengistirahatkan matanya tetap
mengalami keluhan kelelahan mata. Diketahui 48,1% pekerja dengan
istirahat mata cukup yang memiliki kelainan refraksi mata mengalami
keluhan kelelahan mata.
Kemungkinan lain yang dapat menyebabkan hal ini adalah
pekerja belum paham bagaimana istirahat mata yang baik dilakukan
disela-sela aktivitas kerjanya sehingga istirahat yang dilakukan dapat
mengurangi keluhan kelelahan mata. Bahkan terdapat beberapa pekerja
yang mengistirahatkan matanya hanya ketika jam istirahat sedang
berlangsung.
Terdapat beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk
mengistirahatkan mata dari penggunaan komputer ketika bekerja.
Menurut OSHA (1997), pekerja cukup melihat ke arah lain atau keluar
jendela dari waktu ke waktu dan melihat objek lain setidaknya dengan
jarak 20 kaki atau sekitar 6 meter. Menurut Agus (2013), memejamkan
mata selama 2-3 menit juga terbukti efektif agar otot mata tidak
kelelahan. Bahkan menurut Anshel (2005), terdapat tiga jenis istirahat
bagi pengguna komputer, yaitu eye breaks, rest breaks, dan exercise
110
breaks. Eye breaks adalah istirahat mata yang dilakukan setiap 10
sampai 20 menit setelah menggunakan komputer dengan cara berpaling
dari layar komputer dan melihat jauh (minimal 6 meter) dan diikuti
dengan mengedipkan mata cepat selama beberapa detik. Rest breaks
adalah istirahat yang dilakukan setiap 30 sampai 60 menit setelah
menggunakan komputer dengan cara berdiri, bergerak, dan melakukan
sesuatu yang lain selain menggunakan komputer. Exercise breaks
adalah istirahat yang dilakukan setiap 1 sampai 2 jam pemakaian
komputer dengan cara latihan cepat peregangan otot.
Tidak hanya pekerja yang bertanggung jawab untuk secara rutin
mengistirahatkan dirinya sendiri. Tetapi, perusahaan juga berperan
untuk memberikan pengetahuan dan pengarahan kepada pekerja
tentang cara bekerja yang baik dan cara melakukan istiraha mata serta
tubuh yang efektif agar terhindar dari kejadian keluhan kelelahan mata.
Jika pekerja tidak memungkinkan untuk melakukan berbagai
jenis istirahat di atas, perusahaan dapat menggunakan software atau
program sebagai bantuan untuk mengingatkan waktu istirahat mata bagi
para pekerja saat bekerja menggunakan komputer. Eye Defender
merupakan program gratis yang dapat digunakan untuk memberikan
peringatan agar beristirahat sejenak. Program ini menyediakan Visual
Training sekitar satu menit agar mata bisa kembali segar. Program lain
yang dapat diunduh secara gratis adalah WorkRave. Program ini
memiliki fungsi yang sama dengan Eye Defender, namun program ini
menyediakan dua metode istirahat, yaitu micro break dan rest break.
111
6.3.4. Hubungan antara Tingkat Pencahayaan dengan Keluhan
Kelelahan Mata
Dalam banyak aspek kehidupan, manusia tergantung pada
matahari sebagai sumber pencahayaan. Apabila kegiatan kerja
dilakukan di dalam ruangan atau pada malam hari, perlu tersedianya
penerangan yang memadai sesuai dengan jenis pekerjaan. Penerangan
yang baik merupakan persyaratan pertama bagi persepsi visual yang
memuaskan (Herjanto, 2008). Pencahayaan yang sesuai dapat
mencegah terjadinya kelelahan mata mata, sedangkan pencahayaan
yang kurang baik dapat menimbulkan kelelahan mata namun, bukan
penyakit mata. Menurut SNI 03-6575-2001, tingkat pencahayaan
minimum untuk ruang komputer adalah 350 lux.
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa pekerja yang
bekerja dengan tingkat pencahayaan yang tidak standar sebagian besar
mengalami keluhan kelelahan mata, yaitu sebanyak 142 pekerja
(95,3%). Bahkan pekerja yang bekerja dengan tingkat pencahayaan
standar juga sebagian besar (71,4%) mengalami keluhan kelelahan
mata. Berdasarkan hasil analisis multivariat, pada penelitian ini,
variabel tingkat pencahayaan merupakan faktor yang diduga paling
dominan berpengaruh dengan keluhan kelelahan mata pada pekerja
pengguna komputer di Call Center PT. AM tahun 2016. Berdasarkan
hasil analisis, diperoleh juga nilai OR = 8,488 (2,322-31,021), artinya
tingkat pencahayaan yang tidak standar mempunyai peluang 8,488 kali
112
menyebabkan keluhan kelelahan mata dibandingkan tingkat
pencahayaan yang sudah standar.
Hal ini selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh Widowati
(2009), Maryamah (2011), Sya’ban dan Riski (2015), serta Permana,
dkk (2015) pada tempat, waktu, dan subjek yang berbeda. Penelitian
tersebut mendapatkan adanya hubungan bermakna antara kondisi
pencahayaan ruang kerja dengan keluhan kelelahan mata atau CVS.
Kurangnya pencahayaan dapat mengakibatkan kelelahan mata,
sebab orang akan lebih mendekatkan matanya ke objek dengan tujuan
memperbesar ukuran benda. Hal ini membuat proses akomodasi mata
lebih dipaksa dan dapat menyebabkan penglihatan rangkap atau kabur
(Notoatmodjo, 2003). Pencahayaan yang sesuai dapat mencegah
terjadinya kelelahan mata, sedangkan pencahayaan yang kurang baik
dapat menimbulkan kelelahan mata namun, bukan penyakit mata.
Namun kelelahan pada mata itu pun bersifat reversible. Jika mata
mengalami kelelahan, maka dengan melakukan istirahat yang
cukup/beristirahat sepulang kerja maka pagi harinya mata akan pulih
kembali (Depkes, 2008).
Pencahayaan ruangan, khususnya di tempat kerja yang kurang
memenuhi persyaratan tertentu dapat memperburuk penglihatan,
karena jika pencahayaan terlalu besar atau pun kecil, pupil mata harus
berusaha menyesuaikan cahaya yang diterima oleh mata. Akibatnya
mata harus memicing silau atau berkontraksi secara berlebihan, karena
jika pencahayaan lebih besar atau lebih kecil, pupil mata harus berusaha
113
menyesuaikan cahaya yang dapat diterima oleh mata. Pupil akan
mengecil jika menerima cahaya yang besar. Hal ini merupakan salah
satu penyebab mata cepat lelah (Depkes, 2008).
Penerangan yang tidak didesain dengan baik akan menimbulkan
gangguan atau kelelahan penglihatan selama kerja. Pengaruh dari
penerangan yang kurang memenuhi syarat akan mengakibatkan
kelelahan mata sehingga berkurangnya daya dan effisiensi kerja,
kelelahan mental, keluhan pegal di daerah mata dan sakit kepala di
sekitar mata, kerusakan indra mata, dll. Pengaruh kelelahan mata
tersebut akan bermuara kepada penurunan performansi kerja, termasuk
kehilangan produktivitas, kualitas kerja rendah, banyak terjadi
kesalahan, dan kecelakan kerja meningkat (Tarwaka, 2004).
Distribusi pencahayaan di ruang Call Center PT. AM masih
belum merata. Dengan ruangan yang besar dan banyak pekerja di
dalamnya, lampu yang digunakan tidak terlalu terang. Dari 170 meja
kerja, hanya terdapat 21 meja kerja yang memiliki tingkat pencahayaan
yang sudah memenuhi standar. Tingkat pencahayaan ruang kerja yang
memenuhi standar hanya terdapat pada bagian meja yang letaknya
dekat dengan lampu dan jendela yang memiliki akses pencahayaan
alami. Meja kerja lainnya tidak memiliki akses dengan pencahayaan
alami dan jauh dari lampu dengan pencahayaan yang memadai. Jadi tata
letak meja pekerja maupun lampu belum tertata rapih.
Oleh karena itu, pihak perusahaan harus berupaya untuk
memperbaiki tingkat pencahayaan hingga kisaran 315-385 lux agar
114
pekerja tidak mengalami keluhan kelelahan mata. Upaya yang
dilakukan dapat berupa menaikan watt lampu yang digunakan, merawat
lampu jika padam dan kusam, menata letak meja kerja dan lampu agar
menghasilkan pencahayaan yang optimal, memanfaatkan pencahayaan
alami dan dimaksimalkan dengan pencahayaan buatan sehingga
pencahayaan di tempat kerja memenuhi standar minimal yang berlaku.
6.3.5. Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Keluhan Kelelahan Mata
Jenis kelamin merupakan faktor risiko terjadinya keluhan
kelelahan mata, dimana keluhan kelelahan mata lebih berisiko dan lebih
sering terjadi pada perempuan. Hal ini dipengaruhi oleh hormon
esterogen dan antiandrogen pada wanita yang meningkat seiring
bertambahnya usia. Kedua hormon tersebut akan menekan sekresi dari
air mata, sehingga lapisan air mata pada perempuan cenderung menipis
dibanding laki-laki. Penipisan lapisan air mata ini mengakibatkan mata
cenderung mengalami kelalahan saat menggunakan komputer (Versura
dan Campos, 2005).
Selain itu terdapat pula perbedaan fisiologis antara perempuan
dan laki-laki yang menyebabkan perempuan lebih rentan terhadap
penyakit dan memiliki tingkat stress yang lebih tinggi. Perempuan
cenderung lebih teliti dan telaten dalam bekerja. Memusatkan perhatian
di depan komputer secara terus-menerus menjadi sumber stressor untuk
penglihatan maupun psikologis. Penglihatan jarak dekat yang dilakukan
dalam jangka waktu yang lama akan menyebabkan otot siliaris
mengalami penegangan dan kekakuan. Hal ini secara tidak langsung
115
akan membuat mata mudah teriritasi dan memicu rasa tidak nyaman
dan akhirnya menimbulkan keluhan-keluhan penglihatan (Kurmasela,
2012).
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa sebagian besar
pekerja berjenis kelamin perempuan (88,2%). Namun, diketahui bahwa
hampir seluruh pekerja berjenis kelamin perempuan dan laki – laki
mengalami keluhan kelelahan mata. Pekerja berjenis kelamin
perempuan yang mengalami keluhan kelelahan mata, yaitu sebanyak
140 pekerja (93,3%,) sedangkan terdapat 17 pekerja (85%) berjenis
kelamin laki – laki yang mengalami keluhan kelelahan mata. Dari hasil
analisis multivariat, diketahui bahwa jenis kelamin tidak berpengaruh
terhadap keluhan kelelahan mata. Hal ini selaras dengan penelitian yang
dilakukan oleh Kurmasela (2012), Zainuddin dan Isa (2014) serta
Bhanderi, dkk (2008). Pekerja berjenis kelamin laki-laki sebagian besar
tetap mengalami keluhan kelelahan mata dapat disebabkan oleh durasi
penggunaan komputer yang lebih dari 4 jam, tingkat pencahayaan yang
tidak standar, istirahat mata yang tidak maksimal, dan kelainan refraksi
mata. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada pekerja berjenis
kelamin laki–laki dengan tingkat pencahayaan meja kerja tidak standar
yang mengalami keluhan kelelahan mata sebanyak 94,1%.
Selain itu, beban kerja yang menuntut pekerja untuk selalu
menatap layar komputer dalam jangka waktu yang lama dan terus
menerus juga dapat mempengaruhi banyaknya keluhan kelelahan mata
yang terjadi pada pekerja baik pekerja perempuan maupun laki-laki.
116
Pekerjaan di Call Center ini sangat bergantung pada komputer untuk
melakukan proses klain secara online dan realtime.
Upaya yang dilakukan adalah memperbaiki keadaan pencahayaan
di ruangan terutama meja kerja, upayakan pekerja dengan kelainan
refraksi mata sudah terkoreksi dengan sempurna, dan penggunaan alat
pelindung mata. Selain itu, pekerja juga sebaiknya melakukan istirahat
mata secara rutin, minimal 10 menit setiap jam setelah berada di depan
komputer secara intensif atau setidaknya 15 menit setiap 2 jam setelah
berada di depan komputer secara intermiten (OSHA, 1997).
6.3.6. Hubungan antara Kelainan Refraksi Mata dengan Keluhan
Kelelahan Mata
Kelainan refraksi merupakan penyebab utama dari gangguan
penglihatan (Fajar, 2011). Kelainan refraksi adalah akibat kerusakan
pada akomodasi visual, entah sebagai akibat perubahan biji mata,
maupun kelainan pada lensa (Pearce, 1979). Kesalahan pemfokusan
(refraktif) disebut juga ametropia, sedangkan tidak adanya kesalahan
refraksi disebut emetrop. Ametropia dapat berupa miopia,
hipermetropia, astigmatisma, maupun presbiopia (Cameron, dkk,
2006).
Hasil penelitian dengan menggunakan Snellen Chart,
menunjukkan bahwa sebagian besar pekerja yang memiliki kelainan
refraksi mengalami keluhan kelelahan mata. Dari hasil analisis yang
dilakukan, menunjukkan bahwa dari 54,7% yang mengalami kelainan
refraksi mata, hanya 2,2% pekerja yang tidak mengalami keluhan
117
kelelahan mata. Berdasarkan hasil analisis multivariat, pada penelitian
ini, kelainan refraksi mata diketahui memiliki nilai OR = 7,883 (1,609-
38,637), artinya pekerja yang memiliki kelainan refraksi mata
mempunyai peluang 7,883 kali untuk mengalami kejadian keluhan
kelelahan mata dibandingkan dengan pekerja yang tidak memiliki
kelainan refraksi mata.
Hasil dari penelitian ini selaras dengan teori yang menyebutkan
bahwa kelainan refraksi mata, seperti miopia, hiperopia, astigmatisma,
dan presbiopia dapat menyebabkan kelelahan mata karena terus
menerus berakomodasi untuk dapat melihat subjek yang lebih jelas
(Roestjawati, 2007). Penelitian ini juga selaras dengan penelitian
sebelumnya yang pernah dilakukan oleh Lograj, dkk (2014) serta
Rahman dan Sanip (2011) yang menunjukkan adanya perbedaan
signifikan antara keluhan kelelahan pada pada pengguna dan bukan
pengguna kacamata / lensa kontak.
Terdapat beberapa pekerja yang belum pernah memeriksakan
matanya, dan tidak tahu jika dirinya memiliki kelainan refraksi mata
sehingga pekerja tersebut visus matanya tidak terkoreksi. Padahal
apabila penderita menggunakan alat koreksi penglihatan, seperti
kacamata atau lensa kontak maka mata akan menjadi lebih rileks dan
fokusnya tidak terlalu kuat sehingga otot-otot mata tidak bekerja terlalu
keras terutama ketika bekerja menggunakan komputer (Roestjawati,
2007).
118
Berdasarkan hasil analisis kuesioner, pada penelitian ini diketahui
dari 93 pekerja yang mengalami kelainan refraksi, 85 pekerja
diantaranya sudah mengoreksi kelainan refraksi yang dimilikinya
dengan menggunakan kacamata. Sebanyak 57 pekerja menggunakan
kacamata minus, 3 pekerja menggunakan kacamata plus, 4 pekerja
menggunakan kacamata silinder, dan 21 pekerja menggunakan
kacamata minus dan silinder. Seperti yang sudah diketahui, kacamata
minus diperuntukkan bagi penderita miopia (rabun jauh), kacamata plus
diperuntukkan bagi penderita hipermetropia (rabun dekat), dan
kacamata silinder diperuntukkan bagi penderita astigmatisme. Dari 57
pekerja penderita miopia (rabun jauh), sebagian besar mengalami
keluhan kelelahan mata, sedangkan pekerja penderita hipermetropia
(rabun dekat) dan astigmatisme seluruhnya mengalami keluhan
kelelahan mata.
Hal ini berkaitan dengan teori yang mengatakan bahwa seseorang
yang memiliki tingkatan minus yang tinggi akan mengalami mata lelah
secara berkesinambungan jika tidak segera mengistirahatkan matanya
(Anugerah, 2016). Hal tersebut dikarenakan mata harus terus menerus
berakomodasi untuk melihat atau memfokuskan bayangan yang semula
terletak di belakang retina agar terletak pas di retina. Keadaan tersebut
disebut juga astenopia akomodatif. Akomodasi terus-menerus dapat
menyebabkan esotropia (Hawarij dan Afifah, 2017).
Begitu pula dengan penderita rabun dekat (hipermetropia) dan
sering dikatakan sebagai masalah pembiasan. Mata akan mudah lelah
119
jika mengalami rabun dekat, tertutama usai fokus melihat objek dekat,
seperti menggunakan komputer atau membaca. Namun, kelelahan mata
lebih cepat terjadi pada penderita astigmatisme. Penderita penyakit
mata silinder atau astigmatisme yang belum diobati akan sering
mengeluh penglihatan kabur, penglihatan yang menyempit, sakit
kepala, kelelahan pada mata (astenopia) lebih cepat terjadi, dan kabur
saat melihat benda berjarak dekat maupun jauh. Bahkan penderita
kelainan mata silider yang kecil sudah dapat mengakibatkan keluhan-
keluhan tersebut terutama pada saat melakukan pekerjaan yang teliti
pada jarak fiksasi.
Sebuah penelitian di Amerika Serikat menganjurkan untuk
menghindari penggunaan lensa kontak atau kacamata saat bekerja di
depan komputer. Namun, jika harus menggunakannya sebagai alat
koreksi mata, penggunaan kacamata lebih direkomendasikan
dibandingkan penggunaan lensa kontak. Jika operator komputer
menggunakaan lensa kontak, kelelahan mata akan lebih cepat terasa.
Hal ini dapat terjadi karena mata yang dalam keadaan memfokuskan
layar monitor akan jarang berkedip, sehingga bola mata menjadi cepat
kering. Bola mata yang kering menyebabkan timbulnya gesekan antara
lensa dan kelopak mata. Namun, kini sudah terdapat lensa kontak
generasi baru yang terbuat dari silikon hydrogel. Silikon ini
memungkinkan daya transmisi oksigen lebih tinggi dibandingkan jenis
lain sehingga dapat mengurangi sindrom mata kering (Ningrum, 2007).
Bagi pengguna kacamata, gunakan kacamata khusus yang lensa bagian
120
atasnya dirancang untuk melihat komputer dan bagian bawahnya untuk
membaca serta dilengkapi dengan anti radiasi sehingga lebih nyaman
dan mengurangi terjadinya keluhan kelelahan mata.
Selain itu, perusahaan juga dapat melakukan pengaturan waktu
istirahat bagi pekerja dan pemeriksaan mata pekerja secara berkala.
Pengaturan waktu istirahat diperuntukkan bagi seluruh pekerja
terutama bagi pekerja yang memiliki kelainan refraksi mata sehingga
terhindar dari keluhan kelelahan mata dan bertambahnya tingkat
keparahan kelainan refraksi mata yang diderita. Pemeriksaan mata
pekerja secara berkala juga akan sangat berguna bagi penderita kelainan
refraksi mata atau penyakit mata sehingga dapat segera diatasi dan
terhindar dari keparahan. Setelah diketahuinya kondisi mata pekerja,
perusahaan menindaklanjuti dengan cara memfasilitasi pekerja untuk
menangani masalah mata tersebut khususnya masalah mata yang
berhubungan atau bahkan yang diakibatkan oleh pekerjaan yang
dilakukan. Dengan adanya pengaturan waktu istirahat, pemeriksaan
mata, dan tindak lanjut, diharapkan terjadinya keluhan kelelahan mata
akan berkurang.
121
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
7.1. Simpulan
1. Sebanyak 92,4% pekerja pengguna komputer di Call Center PT. AM
tahun 2016 mengalami keluhan kelelahan mata.
2. Jenis keluhan kelelahan mata yang paling banyak dikeluhkan oleh
pekerja pengguna komputer di Call Center PT. AM tahun 2016 adalah
sakit pada leher dan bahu, yaitu sebesar 74,1%.
3. Gambaran faktor perangkat kerja pada pekerja pengguna komputer di
Call Center PT. AM tahun 2016, yaitu:
a. Sebagian besar pekerja (94,7%) menggunakan komputer dengan jarak
yang ideal (≥ 50 cm).
b. 80,6% pekerja tidak menggunakan alat pelindung mata saat
melakukan pekerjaannya dengan komputer.
4. Gambaran faktor karakteristik pekerjaan pada pekerja pengguna
komputer di Call Center PT. AM tahun 2016, yaitu sebagian besar pekerja
sudah cukup mengistirahatkan matanya, yaitu sebanyak 67,1%.
5. Gambaran faktor lingkungan kerja pada pekerja pengguna komputer di
Call Center PT. AM tahun 2016, yaitu 87,6% meja kerja tidak memiliki
tingkat pencahayaan yang standar (<315 atau >385 lux).
6. Gambaran faktor karakteristik pekerjaan pada pekerja pengguna
komputer di Call Center PT. AM tahun 2016, yaitu:
a. Seluruh pekerja pengguna komputer masuk ke dalam kelompok usia
tidak berisiko, yaitu < 45 tahun.
122
b. Sebagian besar pekerja pengguna komputer, yaitu 88,2% berjenis
kelamin perempuan.
c. Sebanyak 54,7% pekerja memiliki kelainan refraksi mata.
7. Hubungan faktor perangkat kerja pada pekerja pengguna komputer di
Call Center PT. AM tahun 2016, yaitu:
a. Tidak ada hubungan antara jarak monitor dengan keluhan kelelahan
mata pada pekerja pengguna komputer di Call Center PT. AM tahun
2016.
b. Tidak ada hubungan antara alat pelindung mata dengan keluhan
kelelahan mata pada pekerja pengguna komputer di Call Center PT.
AM tahun 2016.
8. Tidak ada hubungan antara istirahat mata dengan keluhan kelelahan mata
pada pekerja pengguna komputer di Call Center PT. AM tahun 2016.
9. Ada hubungan antara tingkat pencahayaan dengan keluhan kelelahan
mata pada pekerja pengguna komputer di Call Center PT. AM tahun
2016. Pencahayaan yang sesuai dapat mencegah terjadinya kelelahan
mata, sedangkan pencahayaan yang kurang baik dapat menimbulkan
kelelahan mata.
10. Hubungan faktor karakteristik pekerjaan pada pekerja pengguna
komputer di Call Center PT. AM tahun 2016, yaitu:
a. Tidak ada hubungan antara usia dengan keluhan kelelahan mata pada
pekerja pengguna komputer di Call Center PT. AM tahun 2016.
123
b. Tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan keluhan kelelahan
mata pada pekerja pengguna komputer di Call Center PT. AM tahun
2016.
c. Ada hubungan antara kelainan refraksi mata dengan keluhan
kelelahan mata pada pekerja pengguna komputer di Call Center PT.
AM tahun 2016. Pekerja dengan kelainan refraksi mata akan lebih
cepat mengalami keluhan kelelahan mata karena mata terus menerus
berakomodasi untuk dapat melihat subjek yang lebih jelas.
11. Faktor yang paling dominan berpengaruh dengan keluhan kelelahan mata
pada pekerja pengguna komputer di Call Center PT. AM tahun 2016
adalah tingkat pencahayaan.
7.2. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, terdapat beberapa saran
yang ditunjukkan kepada pihak perusahaan dan pekerja untuk mengurangi
terjadinya keluhan kelelahan mata akibat penggunaan komputer di tempat
kerja. Terdapat pula saran untuk peneliti selanjutnya yang bertujuan untuk
memperbaiki dan menyempurnakan penelitian ini. Saran yang dimaksud
adalah sebagai berikut.
Bagi Perusahaan
1. Memperbaiki tingkat pencahayaan yang masih di bawah standar agar
pekerja tidak mengalami keluhan kelelahan mata. Upaya yang dilakukan
dapat berupa:
a. Menaikan watt dan merawat lampu jika padam dan kusam hingga
mencapai standar minimal yang telah ditetapkan, yaitu 350 lux.
124
b. Menata letak meja kerja dan lampu agar menghasilkan pencahayaan
yang optimal.
c. Memanfaatkan pencahayaan alami dan dimaksimalkan dengan
pencahayaan buatan.
2. Memasang filter screen pada setiap komputer untuk meminimalisir
radiasi dan kesilauan yang ditimbulkan oleh layar monitor sehingga dapat
mengurangi dampak keluhan kelelahan mata.
3. Mengatur posisi meja kerja sedemikian rupa agar pekerja dapat bekerja
dengan jarak ideal terhadap layar monitor, yaitu ≥ 50 cm.
4. Melakukan pengaturan waktu istirahat bagi pekerja atau menggunakan
program sebagai bantuan untuk mengingatkan waktu istirahat mata bagi
para pekerja saat menggunakan komputer sehingga pekerja terhindar dari
terjadinya keluhan kelelahan mata dan bertambahnya tingkat kelainan
refraksi mata yang diderita.
5. Memberikan pengetahuan dan pengarahan kepada para pekerja tentang
cara bekerja yang baik dan cara melakukan istirahat mata serta tubuh yang
efektif tertutama saat bekerja menggunakan komputer.
6. Melakukan pemeriksaan mata secara berkala terhadap pekerja agar dapat
mengetahui kesehatan mata terutama kelainan refraksi mata dan
memberikan fasilitas bagi pekerja untuk menanggulangi masalah mata
yang diderita sehingga jika terjadi kelainan dapat segera diatasi dan
terhindar dari keparahan.
125
Bagi Pekerja
1. Menambahkan lapisan anti radiasi komputer pada kacamata yang
digunakan terutama bagi pekerja yang memiliki kelainan refraksi mata
agar mata terlindung dari radiasi dan kesilauan yang ditimbulkan oleh
layar monitor sehingga dapat mengurangi dampak keluhan kelelahan
mata.
2. Tidak bekerja dengan jarak monitor < 50 cm karena jarak yang dekat
antara monitor dan mata dapat mempercepat terjadinya keluhan
kelelahan mata.
3. Mengistirahatkan mata dan tubuh secara teratur sehingga keluhan
kelelahan mata dapat terminimalisir.
4. Tidak menggunakan lensa kontak bagi pekerja yang memiliki kelainan
refraksi mata karena lensa kontak dapat menyebabkan mata cepat kering
dan memperbesar risiko terjadinya keluhan kelelahan mata.
Bagi Peneliti Lain
1. Melakukan pengukuran keluhan kelelahan mata dengan metode lain
sehingga lebih objektif, seperti Photostress Recovery Test, Flicker Fusion
Eye Test, Tes Uji Waktu Reaksi atau pemeriksaan mata oleh ahlinya.
2. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan program komputer
untuk simpel random sampling.
126
DAFTAR PUSTAKA
Affandi, Edi S. 2005. Sindrom penglihatan Komputer (Computer Vision
Syndrome). Majalah Kedokteran Indonesia, 55(3), 297-300.
Agarwal, Smita, dkk. 2013. Evaluation of the Factors which Contribute to the
Ocular Complaints in Computer Users. Journal of Clinical and Diagnostic
Research : JCDR, 7(2), 331-335.
Agus. 2013. Cara Relaksasi Sejenak di Depan Komputer. Tersedia di
http://www.agusrianto.info/2013/08/cara-relaksasi-sejenak-di-depan-
komputer.html diakses pada 5 Mei 2016.
Akbar, Reni dan Hawadi. 2011. Akselerasi (A-Z Informasi Program Percepatan
Belajar dan Anak Berbakat Intelektual. Jakarta: Grasindo.
American Optometric Association (AOA). 2017. Computer Vision Syndrome.
Tersedia di http://www.aoa.org/patients-and-public/caring-for-your-
vision/protecting-your-vision/computer-vision-syndrome?sso=y diakses pada
28 Februari 2017.
Amran, Yuli. 2012. Pengolahan dan Analisis Data Statistik di Bidang Kesehatan.
Jakarta: Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
Anggraini, Yeni. 2013. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Terjadinya
Keluhan Computer Vision Syndrome (CVS) pada Operator Komputer Pt. Bank
Kalbar Kantor Pusat Tahun 2012. Jurnal Mahasiswa PSPD FK Universitas
Tanjungpura, 3(1).
127
Anshel, Jeffrey. 2005. Visual Ergonomic Handbook. Boca Raton: CRC Press.
Taylor & Francis Group.
Anugerah, Henny. 2016. 8 Bahaya Mata Minus Tinggi Pria dan Wanita. Tersedia
di http://halosehat.com/penyakit/mata-minus/bahaya-mata-minus-tinggi
diakses pada 16 Januari 2017.
Arumugam, Seshadhri, dkk. 2014. Prevalence of Computer Vision Syndrome
among Information Technology Professionals Working in Chennai. World
Journal of Medical Sciences, 11(3), 312-314.
Badan Standarisasi Nasional. 2001. Standar Nasional Indonesia (SNI). SNI 03-
2396-2001. Tata Cara Perancangan Sistem Pencahayaan Alami pada
Bangunan Gedung. Jakarta: Dewan Standarisasi Indonesia.
Badan Standarisasi Nasional. 2001. Standar Nasional Indonesia (SNI). SNI 03-
6575-2001. Tata Cara Perancangan Sistem Pencahayaan Buatan pada
Bangunan Gedung. Jakarta: Dewan Standarisasi Indonesia.
Badan Standarisasi Nasional. 2004. Standar Nasional Indonesia (SNI). SNI 16-
7062-2004. Pengukuran Intensitas Penerangan di Tempat Kerja. Jakarta:
Dewan Standarisasi Indonesia.
Bhanderi, Dinesh, dkk. 2008. A Community-Based Study of Asthenopia in
Computer Operators. Indian Journal of Ophthalmology, 56(1), 51-55.
Bharathi dan Reddy K, Pothi. 2015. Measuring Critical Flicker Fusion Frequency
in Human Eye by Utilizing Sound Card of the Computer as DAC. International
128
Journal for Research in Applied Science & Engineering Technology
(IJRASET), 3(1), 48-50.
Bidakara Medical Center (BiMC). 2017. Kesehatan MATA. Tersedia di
http://bidakaramedical.co.id/berita/?u=berita&q=23&page=kesehatan-
mata.html diakses pada 29 Maret 2017.
Cameron, John R., dkk. 2006. Fisika Tubuh Manusia. Edisi 2. Alih bahasa, Brahm
U. Jakarta: EGC.
Departemen Kesehatan RI. 2003. Indikator Indonesia Sehat 2010 dan Pedoman
Penetapan Indikator Provinsi Sehat dan Kabupaten/Kota Sehat. Jakarta:
Departemen Kesehatan.
Departemen Kesehatan RI. 2008. Pencahayaan Salah Perburuk Penglihatan.
Jakarta: Departemen Kesehatan.
Dewi, Yulyana Kusuma, dkk. 2009. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan
Kelelahan Mata pada Operator Komputer di Kantor Samsat Palembang Tahun
2009. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sriwijaya.
Dhiman, Kartar Singh, dkk. 2012. Clinical Efficacy of Ayurvedic Management in
Computer Vision Syndrome: A Pilot Study. AYU (An International Quarterly
Journal of Research in Ayurveda), 33(3), 391-395.
Fadhillah, Selisca Luthfiana. 2013. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan
Keluhan Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di Accounting Group PT.
Bank X, Jakarta Tahun 2013. Peminatan Kesehatan dan Keselamatan Kerja.
129
Program Studi Kesehatan Masyarakat. Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan. UIN Syarif Hidayatullah. Jakarta.
Fajar, Jum’atil. 2011. Informasi Kapuas (Jilid 5): 1 Juli 2011 - 1 Oktober 2011.
Fizari, Steofandi, dkk. 2010. Media Komputer Variasi LCD.
Frick, Heinz. 2007. Dasar-Dasar Arsitektur Ekologis. Yogyakarta: Kanisius.
Gibson, John. 2002. Fisiologi dan Anatomi Modern untuk Perawat. Edisi 2. Jakarta:
EGC.
Grandjean, E. 1988. Fitting the Task To the Man. A Texbook of Occupational
Ergonomics 4th Edition. London: Taylor and Francis.
Guyton, Arthur C dan Hall, John E.. 2006. Medical Physiology. Eleventh Edition.
Pennsylvania: Elsevier Saunders.
Hanum, Iis Faizah. 2008. Efektivitas Pengguna Screen pada Monitor Komputer
untuk Menguragi Kelelahan Mata Pekrja Cell Center di PT Indosat NSR.
Sekolah Pascasarjana. Universitas Sumatera Utara. Medan.
Harian TI. 2014. Survei BPS: Jumlah Pengguna Internet Indonesia Tahun 2013
Tembus 71 Juta Orang. Tersedia di http://harianti.com/survei-bps-jumlah-
pengguna-internet-indonesia-tahun-2013-tembus-71-juta-orang/ diakses pada
24 Mei 2016.
Hasibuan, Nova Dwi Putri. 2011. Gambaran Keluhan Muskuloskeletal pada
Pegawai yang Menggunakan Personal Computer di PLN (Persero)Wilayah
130
Sumatera Utara Tahun 2011. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas
Sumatera Utara. Medan.
Hastono, Sutanto Priyo dan Sabri, Luknis. 2011. Statistik Kesehatan. Depok:
RajaGrafindo Persada.
Hawarij, Salik dan Afifah, Hasna. 2017. Refraksi Cahaya pada Mata. Tersedia di
https://www.medicinesia.com/kedokteran-dasar/penginderaan-kedokteran-
dasar/refraksi-cahaya-pada-mata/ diakses pada 20 Maret 2017.
Heiting, Gary. 2014. How Your Vision Changes as You Age. Tersedia di
http://www.allaboutvision.com/over60/vision-changes.htm diakses pada 5 Mei
2016.
Hendra. 2009. Tekanan Panas dan Metode Pengukurannya di Tempat Kerja.
Disampaikan pada Semiloka Keterampilan Pengukuran Bahaya Fisik dan
Kimia di Tempat Kerja. Ruang Promosi Doktor. Gedung G Fakultas Kesehatan
Masyarakat. Universitas Indonesia. Depok.
Hendra dan Octaviani, Devie Fitri. 2007. Keluhan Kesehatan Akibat Penggunaan
Laptop pada Mahasiswa FKM UI. Departemen Keselamatan dan Kesehatan
Kerja, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
Herjanto, Eddy. 2008. Manajemen Operasi Edisi Ketiga. Jakarta: Grasindo.
Hirsch, Robert. 2011. Exploring Color Photography Fifth Edition: From Film to
Pixels. Oxford: Focal Press.
Ilyas, Sidarta. 2008. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
131
Indayudha, Fery. 2008. Jagp Merakit dan Memperbaiki Komputer. Yogyakarta:
Mediakom.
James, Bruce, dkk. 2006. Lecture Notes: Oftamologi. Edisi Kesembilan. Alih
Bahasa: Asri Dwi Rachmawati. Jakarta: EMS (Erlangga Medical Series).
Karlen, Mark dan Benya, James. 2007. Dasar-Dasar Desain Pencahayaan. Alih
Bahasa: Diana Rumagit. Jakarta: PT. Glora Aksara Pratama.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1405/MENKES/SK/XI/2002 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan
Kerja Perkantoran dan Industri.
Koto, Rahmad Agus. 2012. Waspadai Computer Vision Syndrome (CVS). Tersedia
di http://lifestyle.kompasiana.com/urban/2012/09/20/waspadai-computer-
vision-syndrome-cvs-494843.html diakses pada 5 Mei 2016.
Kristo, Fino Yurio. 2007. Tahun 2015, Jumlah Komputer Dunia Capai 2 Miliar.
Tersedia di http://inet.detik.com/read/2007/06/12/121942/792580/317/tahun-
2015-jumlah-komputer-dunia-capai-2-miliar diakses pada 24 Mei 2016.
Kurmasela, Grace P, dkk. 2013. Hubungan Waktu Penggunaan Laptop dengan
Keluhan Penglihatan pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sam
Ratulangi. Jurnal e-Biomedik, 1(1).
Logaraj, M., dkk. 2014. Computer Vision Syndrome and Associated Factors among
Medical and Engineering Students in Chennai. Annals of Medical and Health
Sciences Research, 4(2), 179-185.
132
MADCOM. 2010. Panduan Lengkap Microsoft Windows. Yogyakarta: Penerbit
ANDI.
Mario, Rossy. 2015. Sering Sakit Kepala? Bisa Jadi Karena Mata Terlalu Lelah.
Tersedia di http://mencegahpenyakit.com/sering-sakit-kepala-bisa-jadi-
karena-mata-terlalu-lelah/ diakses pada 30 Maret 2017.
Maryamah, Siti. 2011. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan
Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di Bagian Outbound Call Gedung
Graha Telkom BSD (Bumi Serpong Damai) Tangerang Tahun 2011.
Peminatan Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Program Studi Kesehatan
Masyarakat. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan. UIN Syarif
Hidayatullah. Jakarta.
Miller, Neil R., dkk. 2005. Walsh and Hoyt’s Clinical Neuro-Ophthalmology, 6th
Edition. Philadelphia dan Baltimore: Lippincott Williams & Wilkins.
Murtopo, Ichwan. 2005. Pengaruh Radiasi Layar Komputer Terhadap Kemampuan
Daya Akomodasi Mata Mahasiswa Pengguna Komputer di Universitas
Muhamadiyah Surakarta. Jurnal Penelitian Sains dan Teknologi, 6(2), 153-
163.
NIOSH. 1999. NIOSH Publications on Video Display Terminals – Third Edition.
Ohio: U.S. Department of Health and Human Services.
Ningrum, Dewi Widya. 2007. Lindungi Mata dari Radiasi Komputer!. Tersedia di
http://inet.detik.com/index.php/detik.read/tahun/2007/bulan/03/tgl/15/time
/151850/idnews/754764/idkanal/398 diakses pada 10 Agustus 2016.
133
Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat, Prinsip-Prinsip Dasar
Cetakan ke-2. Jakarta: Rineka Cipta.
Nourmayanti, Dian. 2010. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan
Kelelahan Mata pada Pekerja Pengguna Komputer di Coporate Care
Center (C4) PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk Tahun 2009. Program Studi
Kesehatan Masyarakat. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan. UIN
Syarif Hidayatullah. Jakarta.
Nugroho, Hengki Ditya Eko. 2009. Pengaruh Intensitas Penerangan Terhadap
Kelelahan Mata pada Tenaga Kerja di Laboratorium PT. Polypet
Karyapersada Cilegon. Program Diploma IV Kesehatan Kerja. Fakultas
Kedokteran. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
OSHA. 1997. Working Safely with Video Display Terminals. U.S. Department of
Labor.
Pangemanan, Jurisna Maria, dkk. 2014. Hubungan Lamanya Waktu
Penggunaantablet Computerdengan Keluhan Penglihatanpada Anak Sekolah
di SMP Kr. Eben Heazer 2 Manado. e-CliniC, 2(2).
Pardianto, Gede. 2015. Sakit Kepala, Mata pegal, Tidak Nyaman, Pedih, dan Berair
oleh Dr. Gede Pardianto, SpM. Tersedia di
http://www.kompasiana.com/smec-group/sakit-kepala-mata-pegal-tidak-
nyaman-pedih-dan-berair-oleh-dr-gede-pardianto-
spm_5529e96ef17e61c839d62444 diakses pada 13 Desember 2016.
134
Parsons, June Jamrich dan Oja, Dan. 2010. Computer Concepts. Illustrated
Introductory. Seventh Edition, Enhanced. Boston: Course Technology.
Patel, Dhaval. 2014. I Notes (Ophthalmology PG Exam Notes) 1st Edition. India:
AIIMS.
Pearce, Evelyn C. 2011. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2016 tentang
Standar Keselamatan dan Kesehatan Kerja Perkantoran.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 70 Tahun 2016 tentang
Standar dan Syarat Kesehatan Lingkungan Kerja.
Permana, Melati Aisyah, dkk. 2015. Faktor Yang Berhubungan dengan Keluhan
Computer Vision Syndrome (CVS) pada Pekerja Rental Komputer di Wilayah
UNNES. Unnes Journal of Public Health, 4(3).
Pheasant, Stephen. 1991. Ergonomic, Work, and Health. USA: Aspen Publisher
Inc.
Putra, Rahmat. 2008. Jago Komputer dalam Sehari. Jakarta: Tangga Pustaka.
Rahman, Zairina A, dan Sanip, S. 2011. Computer User: Demographic and
Computer Related Factors That Predispose User To Get Computer Vision
Syndrome. International Journal of Business, Humanities and Technology,
1(2), 84-91.
135
Roestijawati, Nendyah. 2007. Syndrom Dry Eye pada Pengguna Visual Display
Terminal (VTD). Cermin Kedokteran, No. 154.
Santoso, Fery Firman dan Widajati, Noeroel. 2011. Hubungan Pencahayaan dan
Karakteristik Pekerja dengan Keluhan Subyektif Kelelahan Mata pada
Operator Komputer Tele Account Management Di PT. Telkom Regional 2
Surabaya.
Setiabudi, Tony, dan Hardywinoto. 2002. Anak Unggul Berotak Prima. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
Shantakumari, N., dkk. 2014. Computer Use and Vision-Related Problems Among
University Students In Ajman, United Arab Emirate. Annals of Medical and
Health Sciences Research, 4(2), 258-263.
Sheedy, James E., dan Shaw-McMinn, Peter G. 2003. Chapter 1 - Computer Vision
Syndrome. In Shaw-McMinn, J. E. S. G. (Ed.), Diagnosing and Treating
Computer-Related Vision Problems (pp. 1-5). Burlington: Butterworth-
Heinemann.
Sherman, Mark D. dan Henkind, Paul. 1988. Photostress Recovery in Chronic Open
Angle Glaucoma. British Journal of Ophthalmology, 72, 641-645.
Simpson, Richard C. 2013. Computer Access for People with Disabilities: A Human
Factors Approach. Boca Raton: CRC Press Taylor & Francis Group.
Soedarso. 2000. Speed Reading (Sistem Membaca Cepat dan Efektif). Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
136
Suhendi, Fitriyana. 2013. Mewaspadai Pengaruh Negatif Radiasi
Komputer/Laptop Terjadap Mata dan Tubuh Anda. Tersedia di
http://www.safetysign.co.id/news/106/Mewaspadai-Pengaruh-Negatif-
Radiasi-Komputer-Laptop-terhadap-Mata-dan-Tubuh-Anda diakses pada 14
Agustus 2016.
Sya’ban, Abdul Rahim, dan Riski, I. Rai. 2015. Faktor-Faktor yang Berhubungan
Dengan Gejala Kelelahan Mata (Asstenopia) pada Karyawan Pengguna
Komputer PT. Grapari Telkomsel Kota Kendari. Prosiding Sembistek 2014,
754-768.
Tarwaka, dkk. 2004. Ergonomi untuk Keselamatan, Kesehatan Kerja, dan
Produktivitas. Surakarta: UNIBA PRESS.
Titicombe, A. F. dan Willson, R. G. 1961. Flicker Fusion in Multiple Sclerosis. J.
Neurol Neurosurg Psychiatry, 24, 260-265.
Versura, Piera dan Campos, EC. 2005. Menopause and Dry Eye. A Possible
Relationship. Gynecol Endocrinol, 20(5), 289-298.
Wachler, Brian S. Boxer. 2014. Eye Fatigue: Causes, Symptoms, and Treatment.
Tersedia di http://www.webmd.com/eye-health/eye-fatigue-causes-symptoms-
treatment diakses pada 5 Mei 2016.
Wahyudi, Desi. 2006. Studi tentang Penerangan dan Keluhan Kelelahan Mata
pada Pengguna Komputer Di Bagian Akuntansi Umum Biro Akuntansi PT.
Petro Kimia Gresik, Jawa Timur. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas
Airlangga.
137
Widowati, Evi. 2009. Pengaruh Intensitas Pencahayaan Lokal. Jurnal Kesehatan
Masyarakat, KEMAS 5 (1), 64-69.
Wimalasundera, Saman. 2006. Computer Vision Syndrome. Galle Medical Journal,
11 (1), 25-29.
Zainuddin, Huda dan Isa, Muhammad. 2014. Effect of Human and Technology
Interaction: Computer Vision Syndrome among Administrative Staff in a
Public University. International Journal of Business, Humanities and
Technology, 4 (3), 39-44.
138
LAMPIRAN
Lampiran 1: Kuesioner Penelitian
FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH DENGAN KELUHAN
KELELAHAN MATA PADA PEKERJA PENGGUNA KOMPUTER
DI CALL CENTER PT. AM
TAHUN 2016
PERNYATAAN KESEDIAAN MENJADI RESPONDEN PENELITIAN
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Dalam rangka menyelesaikan penelitian dengan judul “Faktor-Faktor yang
Berpengaruh dengan Keluhan Kelelahan Mata pada Pekerja Pengguna
Komputer di Call Center PT. AM Tahun 2016”, maka peneliti memohon
kesediaan pekerja untuk menjawab pertanyaan/kuesioner yang telah disediakan
oleh peneliti.
Demi kelancaran pengisian kuesioner, maka peneliti akan menjamin
kerahasiaan setiap data yang pekerja isikan pada kuesioner ini. Apabila ada hal-
hal yang tidak berkenan, maka responden berhak mengajukan pengunduran diri
dari kegiatan penelitian ini.
Dalam kesempatan ini, peneliti mengucapkan terima kasih kepada pekerja
atas kerja samanya. Semoga penelitian ini bermanfaat.
Tangerang Selatan, September 2016
Responden, Peneliti,
( ........................................) (Farras Putri Arianti)
KUESIONER
FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH DENGAN KELUHAN
KELELAHAN MATA PADA PEKERJA PENGGUNA KOMPUTER
DI CALL CENTER PT. AM
TAHUN 2016
Petunjuk Pengisian:
Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan memberikan tanda silang (X) pada
jawaban yang anda pilih
Isilah pertanyaan sesuai dengan kondisi anda saat ini
Identitas Responden
No. Responden : (diisi oleh peneliti)
Nama :
Jenis Kelamin : L / P
TTL/Usia :
No. Handphone :
A. Kelainan Refraksi Mata dan Alat Pelindung Mata
Kapan terakhir kali anda memeriksakan mata anda?
.................. hari lalu / minggu lalu / bulan lalu / tahun lalu*
*coret yang tidak perlu
A1 Apakah anda menggunakan kacamata? A1 ( ) (1) Ya
(2) Tidak (lanjut ke A3)
A2 Jenis kacamata apa yang anda gunakan?
(Jawaban boleh lebih dari satu)
Ya Tidak
Kacamata minus 1 2 A2a ( )
Kacamata plus 1 2 A2b ( )
Kacamata silinder 1 2 A2c ( )
Lensa kontak 1 2 A2d ( )
Tidak ada 1 2 A2e ( )
A3 Apakah anda menggunakan kacamata saat menggunakan
komputer? A3 ( ) (1) Ya
(2) Tidak
A4 Apakah lensa kacamata anda menggunakan lensa anti radiasi?
A4 ( ) (1) Tidak
(2) Ya
A5 Apakah anda menggunakan lensa kontak saat menggunakan
komputer? A5 ( ) (1) Ya
(2) Tidak (lanjut ke B1)
A6 Jenis lensa kontak apa yang anda gunakan?
(Jawaban boleh lebih dari satu)
Ya Tidak
Minus 1 2 A6a ( )
Plus 1 2 A6b ( )
Silinder 1 2 A6c ( )
Normal 1 2 A6d ( )
A7 Apakah lensa kontak anda terbuat dari bahan silikon
hydrogel? A7 ( )
(1) Tidak
(2) Ya
B. Istirahat Mata
B1
Apakah selama bekerja menggunakan komputer anda
melakukan kegiatan di bawah ini?
(Jawaban boleh lebih dari satu)
Ya Tidak
Mengistirahatkan mata 1 2 B1a ( )
Mengistirahatkan tubuh 1 2 B1b ( )
Melakukan peregangan tubuh 1 2 B1c ( )
B2 Berapa jeda waktu untuk mengistirahatkan mata anda setelah
bekerja menggunakan komputer?
B2 ( ) (1) 1-2 jam sekali
(2) 30-60 menit sekali
(3) 10-20 menit sekali
B3 Apa yang anda lakukan ketika mengistirahatkan mata anda?
(Jawaban boleh lebih dari satu)
Ya Tidak
Berpaling dari layar komputer 1 2 B3a ( )
Melihat jauh 1 2 B3b ( )
Mengedipkan mata cepat beberapa detik 1 2 B3c ( )
Lainnya ........ B3d ( )
B4 Berapa jeda waktu untuk mengistirahatkan tubuh anda
setelah bekerja menggunakan komputer?
B4 ( ) (1) 3-4 jam sekali
(2) 1-2 jam sekali
(3) 30-60 menit sekali
B5 Apa yang anda lakukan ketika mengistirahatkan tubuh anda?
(Jawaban boleh lebih dari satu)
Ya Tidak
Berdiri 1 2 B5a ( )
Bergerak 1 2 B5b ( )
Melakukan sesuatu yang lain selain
menggunakan komputer 1 2 B5c ( )
Lainnya ........ B5d ( )
C. Keluhan Kelelahan Mata
C1
Apakah anda mengalami gangguan atau gejala seperti di
bawah ini (setelah menggunakan komputer)?
(Jawaban boleh lebih dari satu)
Ya Tidak
mata tegang (mata sakit atau mata lelah) 1 2 C2a ( )
sakit kepala 1 2 C2b ( )
pandangan kabur saat melihat dekat 1 2 C2c ( )
fokus mata berubah perlahan 1 2 C2d ( )
pandangan kabur saat melihat jauh setelah
melakukan pekerjaan dengan jarak dekat 1 2 C2e ( )
sensitif terhadap cahaya 1 2 C2f ( )
iritasi mata (mata perih, mata kering, mata
merah) 1 2 C2g ( )
lensa kontak tidak nyaman 1 2 C2h ( )
sakit pada leher dan bahu 1 2 C2i ( )
sakit pada punggung 1 2 C2j ( )
B6 Berapa jeda waktu untuk meregangkan tubuh anda setelah
bekerja menggunakan komputer?
B6 ( ) (1) 5-6 jam sekali
(2) 3-4 jam sekali
(3) 1-2 jam sekali
D. Hasil Pengukuran
D1. Lux Meter : .........., .........., ......... = .......... (diisi peneliti)
1. Tidak standar
2. Standar
D2. Jarak Monitor : .......... cm (diisi peneliti)
1. Jarak tidak ideal
2. Jarak ideal
D3. Pengukuran Refraksi Mata (diisi oleh peneliti)
1. Ada kelainan
2. Tidak ada kelainan
TERIMA KASIH
SELAMAT BEKERJA KEMBALI
Lampiran 2: Foto Lokasi Penelitian
Sumber : http://www.andya-projects.com/andya-project/business/
Lampiran 3: Peta Pencahayaan
Keterangan
= Meja Kerja = Lampu = Jendela
Lampiran 4: Output Hasil Statistik Data
A. Analisis Univariat
1. Keluhan Kelelahan Mata
Kelelahan Mata
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Ada Keluhan 157 92.4 92.4 92.4
Tidak Ada Keluhan 13 7.6 7.6 100.0
Total 170 100.0 100.0
2. Jarak Monitor
Jarak Monitor
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Jarak Tidak Ideal 9 5.3 5.3 5.3
Jarak Ideal 161 94.7 94.7 100.0
Total 170 100.0 100.0
3. Alat Pelindung Mata
Alat Pelindung Mata
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak Menggunakan 137 80.6 80.6 80.6
Menggunakan 33 19.4 19.4 100.0
Total 170 100.0 100.0
4. Istirahat Mata
Istirahat Mata
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak Cukup 56 32.9 32.9 32.9
Cukup 114 67.1 67.1 100.0
Total 170 100.0 100.0
5. Tingkat Pencahayaan
Tingkat Pencahayaan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak standar 149 87.6 87.6 87.6
Standar 21 12.4 21.4 100.0
Total 170 100.0 100.0
6. Usia
Usia Berisiko
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak Berisiko 170 100.0 100.0 100.0
7. Jenis Kelamin
Jenis Kelamin
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Perempuan 150 88.2 88.2 88.2
Laki-Laki 20 11.8 11.8 100.0
Total 170 100.0 100.0
8. Kelainan Refraksi Mata
Kelainan Refraksi Mata
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Ada Kelainan 93 54.7 54.7 54.7
Tidak ada kelainan 77 45.3 45.3 100.0
Total 170 100.0 100.0
B. Analisis Bivariat
1. Jarak Monitor dan Keluhan Kelelahan Mata
Jarak Monitor * Keluhan Kelelahan Mata Crosstabulation
Kelelahan Mata
Total Ada Keluhan Tidak Ada Keluhan
Jarak Monitor Jarak Tidak Ideal 9 0 9
100.0% .0% 100.0%
Jarak Ideal 148 13 161
91.9% 8.1% 100.0%
Total 157 13 170
92.4% 7.6% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square .787a 1 .375
Continuity Correctionb .059 1 .808
Likelihood Ratio 1.473 1 .225
Fisher's Exact Test 1.000 .480
Linear-by-Linear Association .782 1 .376
N of Valid Casesb 170
a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,69.
b. Computed only for a 2x2 table
2. Alat Pelindung Mata dan Keluhan Kelelahan Mata
Alat Pelindung Mata * Keluhan Kelelahan Mata Crosstabulation
Kelelahan Mata
Total Ada Keluhan Tidak Ada Keluhan
Alat Pelindung Mata Tidak Menggunakan 125 12 137
91.2% 8.8% 100.0%
Menggunakan 32 1 33
97.0% 3.0% 100.0%
Total 157 13 170
92.4% 7.6% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 1.236a 1 .266
Continuity Correctionb .558 1 .455
Likelihood Ratio 1.501 1 .221
Fisher's Exact Test .467 .238
Linear-by-Linear Association 1.229 1 .268
N of Valid Casesb 170
a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2,52.
b. Computed only for a 2x2 table
3. Istirahat Mata dan Keluhan Kelelahan Mata
Istirahat Mata * Keluhan Kelelahan Mata Crosstabulation
Kelelahan Mata
Total Ada Keluhan Tidak Ada Keluhan
Istirahat Mata Tidak Cukup 53 3 56
94.6% 5.4% 100.0%
Cukup 104 10 114
91.2% 8.8% 100.0%
Total 157 13 170
92.4% 7.6% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square .620a 1 .431
Continuity Correctionb .231 1 .631
Likelihood Ratio .657 1 .418
Fisher's Exact Test .549 .325
Linear-by-Linear Association .616 1 .432
N of Valid Casesb 170
a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4,28.
b. Computed only for a 2x2 table
4. Tingkat Pencahayaan dan Keluhan Kelelahan Mata
Kelelahan Mata
Total
Ada Keluhan
Tidak Ada
Keluhan
Tingkat
Pencahayaan
Tidak Standar 142 7 149
95.3% 4.7% 100.0%
Standar 15 6 21
71.4% 28.6% 100.0%
Total 157 13 170
92.4% 7.6% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 14.854a 1 .000
Continuity Correctionb 11.666 1 .001
Likelihood Ratio 10.216 1 .001
Fisher's Exact Test .002 .002
Linear-by-Linear Association 14.767 1 .000
N of Valid Casesb 170
a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,61.
b. Computed only for a 2x2 table
5. Jenis Kelamin dan Keluhan Kelelahan Mata
Jenis Kelamin * Kelelahan Mata Crosstabulation
Kelelahan Mata
Total Ada Keluhan Tidak Ada Keluhan
Jenis Kelamin Perempuan 140 10 150
93.3% 6.7% 100.0%
Laki-Laki 17 3 20
85.0% 15.0% 100.0%
Total 157 13 170
92.4% 7.6% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 1.735a 1 .188
Continuity Correctionb .756 1 .385
Likelihood Ratio 1.434 1 .231
Fisher's Exact Test .184 .184
Linear-by-Linear Association 1.725 1 .189
N of Valid Casesb 170
a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,53.
b. Computed only for a 2x2 table
6. Kelainan Refraksi Mata dan Keluhan Kelelahan Mata
Kelainan Refraksi Mata * Kelelahan Mata Crosstabulation
Kelelahan Mata
Total Ada Keluhan Tidak Ada Keluhan
Kelainan Refraksi Mata Ada Kelainan 91 2 93
97.8% 2.2% 100.0%
Tidak ada kelainan 66 11 77
85.7% 14.3% 100.0%
Total 157 13 170
92.4% 7.6% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 8.784a 1 .003
Continuity Correctionb 7.149 1 .007
Likelihood Ratio 9.349 1 .002
Fisher's Exact Test .004 .003
Linear-by-Linear Association 8.732 1 .003
N of Valid Casesb 170
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,89.
b. Computed only for a 2x2 table
C. Analisis Multivariat
MODEL 1
Omnibus Tests of Model Coefficients
Chi-square df Sig.
Step 1 Step 19.716 3 .000
Block 19.716 3 .000
Model 19.716 3 .000
Model Summary
Step -2 Log likelihood
Cox & Snell R
Square
Nagelkerke R
Square
1 72.105a .110 .262
a. Estimation terminated at iteration number 7 because
parameter estimates changed by less than ,001.
Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig.
Exp(B
)
95,0% C.I.for
EXP(B)
Lower Upper
Step 1a TingkatPencahayaan 2.146 .665 10.403 1 .001 8.551 2.321 31.505
KelainanRefraksiMata 2.011 .816 6.077 1 .014 7.469 1.510 36.945
JenisKelamin .625 .784 .635 1 .426 1.868 .402 8.683
Constant -9.227 2.037 20.524 1 .000 .000
a. Variable(s) entered on step 1: TingkatPencahayaan ,
KelainanRefraksiMata, JenisKelamin.
MODEL 2
Omnibus Tests of Model Coefficients
Chi-square df Sig.
Step 1 Step 19.121 2 .000
Block 19.121 2 .000
Model 19.121 2 .000
Model Summary
Step -2 Log likelihood
Cox & Snell R
Square
Nagelkerke R
Square
1 72.700a .106 .255
a. Estimation terminated at iteration number 7 because
parameter estimates changed by less than ,001.
Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
95,0% C.I.for
EXP(B)
Lower Upper
Step 1a TingkatPencahayaan 2.139 .661 10.460 1 .001 8.488 2.322 31.021
KelainanRefraksiMata 2.065 .811 6.483 1 .011 7.883 1.609 38.637
Constant -8.577 1.827 22.046 1 .000 .000
a. Variable(s) entered on step 1: TingkatPencahayaan ,
KelainanRefraksiMata.
MODEL INTERAKSI
Omnibus Tests of Model Coefficients
Chi-square df Sig.
Step 1 Step .003 1 .956
Block .003 1 .956
Model 19.124 3 .000
Model Summary
Step -2 Log likelihood
Cox & Snell R
Square
Nagelkerke R
Square
1 72.697a .106 .255
a. Estimation terminated at iteration number 7 because
parameter estimates changed by less than ,001.
Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
95,0% C.I.for
EXP(B)
Lower Upper
Step 1a TingkatPencahayaan 2.299 3.007 .584 1 .445 9.961 .027 3.615E3
KelainanRefraksiMata 2.193 2.502 .769 1 .381 8.965 .067 1.209E3
KelainanRefraksiMata by
TingkatPencahayaan -.089 1.635 .003 1 .956 .915 .037 22.542
Constant -8.810 4.663 3.570 1 .059 .000
a. Variable(s) entered on step 1 KelainanRefraksiMata *
TingkatPencahayaan
MODEL AKHIR
Omnibus Tests of Model Coefficients
Chi-square df Sig.
Step 1 Step 19.121 2 .000
Block 19.121 2 .000
Model 19.121 2 .000
Model Summary
Step -2 Log likelihood
Cox & Snell R
Square
Nagelkerke R
Square
1 72.700a .106 .255
a. Estimation terminated at iteration number 7 because
parameter estimates changed by less than ,001.
Classification Tablea
Observed
Predicted
Kelelahan Mata
Percentage
Correct
Ada
Keluhan
Tidak Ada
Keluhan
Step 1 Kelelahan Mata Ada Keluhan 157 0 100.0
Tidak Ada Keluhan 13 0 .0
Overall Percentage 92.4
a. The cut value is ,500
Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
95,0% C.I.for
EXP(B)
Lower Upper
Step 1a TingkatPencahayaan 2.139 .661 10.460 1 .001 8.488 2.322 31.021
KelainanRefraksiMata 2.065 .811 6.483 1 .011 7.883 1.609 38.637
Constant -8.577 1.827 22.046 1 .000 .000
a. Variable(s) entered on step 1 TingkatPencahayaan ,
KelainanRefraksiMata.