Post on 03-Nov-2021
41 I Jurnal Mahasiswa dan Peneliti Kesehatan - JuMantik
FAKTOR RISIKO KEJADIAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN
KEJADIAN DEMAM TIFOID PADA ANAK DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS SUI KAKAP DAN PUSKESMAS SUI DURIAN
Bagus Fendi Kusuma1, Ismael Saleh
2, Selviana
3
1Peminatan Epidemiologi Kesehatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pontianak
tahun 2014 (fendikusumabagus@yahoo.com) 2Peminatan Epidemiologi Kesehatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pontianak
(ismael_irmawan@yahoo.com) 3Peminatan Kesehatan Lingkungan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pontianak (
selvi.febriady@gmail.com )
ABSTRAK
Latar Belakang : Demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi, penyakit ini
ditularkan melalui konsumsi makanan atau minuman yang tercemar oleh tinja atau urin orang
yang terinfeksi. Anak merupakan yang paling rentan terkena demam tifoid. Puskesmas Sui
Kakap merupakan puskesmas tertinggi peningkatan kasus tifoid pada tahun 2014 bulan Januari
– Mei sebesar 118 kasus. Puskesmas Sui Durian merupakan puskesmas tertinggi ke 3 pada
tahun 2014 bulan Januari – Mei sebesar 49 kasus.
Tujuan : Penelitian ini bertujuan mengetahui faktor risiko yang berhubungan dengan
kejadian demam tifoid pada anak di wilayah kerja Puskesmas Sui Kakap dan Puskesmas Sui
Durian.
Metode : Penelitian ini menggunakan desain kasus kontrol. Sampel penelitian sebanyak
50 responden (25 kasus dan 25 kontrol) diambil menggunakan teknik simple random sampling.
Menggunakan uji Chi-square dengan tingkat kepercayaan 95%.
Hasil : Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara cuci
tangan setelah BAB ( p value = 0,015; OR = 4,846), kebiasaan memanaskan makanan (p value
= 0,024; OR = 3,77) dan kebiasaan membeli makanan jadi di luar rumah (p value = 0,031; OR
= 4,12) dengan kejadian tifoid pada anak. Variabel yang tidak berhubungan yaitu cara
mengkonsumsi lalapan dan buah (p value = 0,771) , cara penyajian makanan (p value = 0,702),
dan cara memasak air minum (p value = 0,744).
Saran : Disarankan hendaknya membiasakan anak dalam mencuci tangan dengan
benar, mengawasi dan memberi arahan kepada anak tentang memilih jajanan yang baik dan
sehat dan membiasakan memanaskan makanan sebelum dikonsumsi maksimal 6 jam setelah
pengolahan awal akan mencegah penyakit tifoid.
Kata kunci : Tifoid, anak, cuci tangan.
42 I Jurnal Mahasiswa dan Peneliti Kesehatan - JuMantik
RISK FACTORS ASSOCIATED WITH CHILDREN INCIDENCE OF
TYPHOID FEVER WORK IN THE HEALTH SUI KAKAP AND
HEALTH SUI DURIAN
ABTRACT
Background: Typhoid fever is a life-threatening illness caused by the bacterium
Salmonella Typhi. Typhoid and paratyphoid germs are passed in the faeces and urine of
infected people. Children are the most vulnerable groups affected by typhoid fever. In 2014
(January-May), as many as 118 cases of typhoid fever occurred at work area of Puskesmas Sui
Kakap. It was the highest rate of typhoid cases. Meanwhile, Puskesmas Sui Durian ranked the
third of typhoid fever case. As many as 49 cases took place in 2014 (January-May).
Aim: This study aimed to find out the correlation of typhoid fever cases in children at
work area of Sui Kakap and Sui Durian public health centers.
Method: A case control design was carried out in this study. The respondents were 50
children; 25 case group and 25 control group. They were selected by using simple random
sampling. Then the data were statistically analyzed by using chi square test with the validity
level of 95%.
Result: The study revealed two findings. First, there were significant correlation of
hand washing after defecation (p value= 0,024; OR=4,846), heating food habits (p value=
0,024; OR =3,77), instant food consumption (p value= 0,031; OR= 4,12), and typhoid fever in
children. Second, there were no correlation of vegetables and fruits intake (p value =0,771),
food presentation (p value= 0,702), and drinking water boiling method (p value=0,744).
Suggestion: As a result, to avoid typhoid fever in children, parents should ask their
children to wash their hands properly, direct them to pick healthy snacks, and heat the food
before consumption (max. 6 hours after the initial cooking).
Keywords: Typhoid, children, hand washing.
43 I Jurnal Mahasiswa dan Peneliti Kesehatan - JuMantik
PENDAHULUAN
Foodborne diseases atau penyakit
yang ditularkan oleh makanan merupakan
masalah kesehatan masyarakat di negara
berkembang. Penyebabnya adalah
mengkonsumsi bahan makanan yang
terkontaminasi mikroorganisme maupun
zat kimia. Kontaminasi makanan terjadi
pada tahap proses pembuatan makanan
dan pencemaran lingkungan baik air,
tanah, maupun udara.1
Salah satu penyakit foodborne
adalah demam Tifoid. Demam Tifoid
disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi.
Penyakit ini ditularkan melalui konsumsi
makanan atau minuman yang tercemar
oleh tinja atau urin orang yang terinfeksi. 1
WHO memperkirakan kejadian
tifoid mencapai 16,6 juta kasus dan
600.000 kematian di seluruh dunia setiap
tahun. Salah satu benua yang tinggi
kejadian tifoid adalah Asia. Lebih dari
90% dari morbiditas dan mortalitas ini
terjadi di benua ini. Resiko tinggi terjadi
di negara atau daerah dengan standar
kebersihan rendah. 1
Di Indonesia outbreak yang
disebabkan oleh Salmonella typhi belum
dilaporkan secara terperinci. Namun dari
hasil telaah kasus di rumah sakit besar di
Indonesia, menunjukkan adanya
kecenderungan meningkat dari tahun ke
tahun dengan rata-rata angka kesakitan
1.500 per 100.000 penduduk dan kematian
antara 0,6%-5%.
Di Kalimantan Barat kejadian
insidensi demam tifoid dari tahun ke tahun
mengalami peningkatan terutama di tahun
2013. Pada tahun 2011 inciden rate
mencapai 19,97/10 ribu penduduk, dan di
tahun 2012 mengalami penurunan yaitu
15,39/10 ribu penduduk. Di tahun 2013
terjadi peningkatan kasus sebesar
16,31/10 ribu penduduk. 2
Di Kabupaten Kubu Raya kejadian
tifoid pada anak mencapai proporsi 20%
pada tahun 2011. Pada tahun 2012, terjadi
penurunan kasus sebesar 17,16%,
sedangkan pada tahun 2013 terjadi
peningkatan kasus kembali sebesar
17,24%.2
Kabupaten Kubu Raya memiliki 19
puskesmas diantaranya 9 puskesmas
perawatan dan 10 puskesmas non-
perawatan. Diantara 9 puskesmas
perawatan, Puskesmas Sui Kakap
merupakan puskesmas tertinggi
peningkatan kasus tifoid. Pada tahun 2012
dari bulan Januari – Mei di Puskesmas Sui
Kakap terdapat 56 kasus. Pada tahun 2013
pada bulan yang sama mengalami
penurunan kasus yaitu 35 kasus.
Sedangkan pada tahun 2014 pada bulan
Januari - Mei mengalami peningkatan
kasus yang sangat tinggi dengan jumlah
118 kasus. 3
Puskesmas Sui Durian merupakan
puskesmas perawatan yang menduduki
peringkat ke tiga terbesar penyakit tifoid
dibulan Januari sampai bulan Mei sebesar
49 kasus. Puskesmas ini dipilih karena
memiliki persamaan tingginya persentase
keluarga menggunakan air sungai sebagai
akses air bersih sebesar 44,24% dan
rendahnya pesentase rumah tangga
berPHBS sebesar 48%. selain itu,
Puskesmas Sui Durian memiliki
kemiripan sosio demografi dengan
Puskesmas Sui Kakap. 4
Metode
Penelitian ini merupakan penelitian
observasional bersifat analitik dengan
44 I Jurnal Mahasiswa dan Peneliti Kesehatan - JuMantik
yang mengkaji hubungan besarnya risiko
dengan kejadian tifoid pada anak. Desain
penelitian menggunakan Kasus Kontrol,
pengamatan didasarkan pada pengamatan
terhadap kejadian penyakit yang sudah
terjadi sehingga memungkinkan untuk
menganalisa dua kelompok tertentu.
Populasi kasus dalam penelitian ini
adalah seluruh anak yang menderita
demam tifoid dan telah dibuktikan dengan
tes widal pada bulan Januari sampai
September 2014 berjumlah 29 orang.
Sedangkan populasi kontrol dalam
penelitian ini adalah seluruh anak yang
tidak menderita demam tifoid dan telah
dibuktikan dengan tes widal pada bulan
Januari sampai September 2014 berjumlah
71 orang.
Data diperoleh melalui kuesioner,
wawancara langsung kepada ibu dan an
yang terpilih menjadi responden. Analisis
data dilakukan secara bertahap meliputi
analisis univariat dan bivariat diuji secara
statistik Chi Square dengan derajad
ketepatan 95% (α = 0,05).
Hasil Penelitian
Gambaran Umum
Puskesmas Sungai Kakap
merupakan salah satu dari tiga unit
puskesmas yang ada di wilayah
Kecamatan Sungai Kakap salah satu Unit
Pelaksanaan Teknis Dinas Kesehatan
Kabupaten Kubu Raya. Tingkat
pertumbuhan penduduk rata-rata 13,6 %.
Sedangkan perkiraan kepadatan penduduk
adalah 170 jiwa/Km2.
Puskesmas Sungai Durian
merupakan satu dari tiga puskesmas di
wilayah Kecamatan Sungai Raya
Kabupaten Kubu Raya. Luas wilayah
Puskesmas Sungai Durian sekitar 315.587
Km² dengan tingkat kepadatan Penduduk
sebesar 0,30/km2.
Distribusi Karakteristik Responden
Tabel 1. Distribusi Karakteristik Responden
Variabel Kategori n
Kasus % Kontrol %
Umur 6-7 Tahun 7 28 6 24
8-9 Tahun 6 24 6 24
10-13 Tahun 12 48 13 52
Jenis Kelamin Laki-laki 16 64 16 64
Perempuan 9 36 9 36
Sumber : Data Primer 2014
45 I Jurnal Mahasiswa dan Peneliti Kesehatan - JuMantik
Berdasarkan tabel di atas dapat
diketahui bahwa sebagian besar responden
pada kelompok kasus berada pada
kelompok umur 10-13 tahun sebesar 48%.
Sedangkan responden pada kelompok
kontrol sebagian besar berada pada
kelompok umur 10-13 tahun sebesar 52%.
Dapat disimpulkan bahwa karakteristik
responden kelompok kasus dan kontrol
mempunyai kelompok umur yang hampir
sama yaitu kelompok umur 10-13 tahun.
Jenis kelamin responden sebagian
besar pada kelompok kasus dan kontrol
adalah laki-laki yaitu masing-masing
sebesar 64%. Dapat disimpulkan bahwa
karakteristik responden berdasarkan jenis
kelamin mempunyai proporsi yang sama
yaitu sebagian besar laki-laki.
Analisa Univariat
Tabel 2.
VARIABEL KASUS KONTROL
∑ % ∑ %
Pendidikan Ibu Rendah 17 68 15 60
Tinggi 8 32 10 40
Pendapatan
Rendah 8 32 11 44
Tinggi 17 68 14 56
Status Pekerjaan Ya 2 8 3 12
Tidak 23 92 22 88
Riwayat Keluarga
Ya 8 32 7 28
Tidak 17 68 18 72
Riwayat Sebelumnya Ya 5 20 4 16
Tidak 20 80 21 84
Cara cuci Tangan Setelah BAB Kurang Baik 21 84 13 52
Baik 4 16 12 48
Cara Mencuci lalapan dan Buah Kurang Baik 15 60 16 64
Baik 10 40 9 36
Kebiasaan Memanaskan Makanan > 6 Jam 16 64 8 32
≤ 6 Jam 9 36 17 68
Kebiasaan Membeli Makanan 4-6 Kali Seminggu 21 84 14 56
Jadi diluar rumah 0-3 Kali Seminggu 4 16 11 44
Cara Penyajian Makanan Kurang Baik 3 12 5 20
Baik 22 88 20 80
Cara Memasak Air Minum Kurang Baik 7 28 6 24
Baik 18 72 19 76
46 I Jurnal Mahasiswa dan Peneliti Kesehatan - JuMantik
Berdasarkan tabel 2 dapat
diketahui bahwa distribusi frekuensi
berdasarkan pendidikan responden pada
kelompok kasus dan kontrol sebagian
besar ibunya berpendidikan rendah
masing-masing sebesar 68% dan 60%.
Distribusi frekuensi berdasarkan
pendapatan pada kelompok kasus dan
kontrol sebagian besar kategori tingkat
pendapatan tinggi masing-masing sebesar
68% dan 56%. Distribusi frekuensi
berdasarkan pekerjaan pada kelompok
kasus dan kontrol sebagian besar tidak
bekerja masing-masing sebesar 92% dan
88%. Distribusi frekuensi berdasarkan
riwayat keluarga pada kelompok kasus
dan kontrol sebagian besar tidak ada
riwayat tifoid keluarga masing-masing
sebesar 68% dan 72%.
Distribusi frekuensi berdasarkan riwayat
sebelumnya pada kelompok kasus dan
kontrol sebagian besar tidak memiliki
riwayat sebelumnya masing-masing
sebesar 80% dan 84%.
Distribusi frekuensi berdasarkan
cara cuci tangan setelah BAB pada
kelompok kasus dan kontrol sebagian
besar cara cuci tangan setelah BAB
kurang baik masing-masing sebesar 84%
dan 52%. Distribusi frekuensi berdasarkan
cara mengkonsumsi lalapan dan buah
pada kelompok kasus dan kontrol
sebagian besar cara mengkonsumsi
lalapan dan buah kurang baik masing-
masing sebesar 60% dan 64%. Distribusi
frekuensi berdasarkan pada kelompok
kasus sebagian besar memiliki kebiasaan
memanaskan makanan > 6 jam sebelum
dikonsumsi sebesar 64%, sedangkan
responden pada kelompok kontrol
sebagian besar memiliki kebiasaan
memanaskan makanan sebesar 64%.
Distribusi frekuensi berdasarkan
kebiasaan membeli makanan jadi di luar
rumah pada kelompok kasus dan kontrol
sebagian besar memiliki kebiasaan
membeli makanan jadi diluar rumah 4-6
kali dalam seminggu masing-masing
sebesar 84% dan 56%. Distribusi
frekuensi berdasarkan cara penyajian
makanan pada kelompok kasus dan
kontrol sebagian besar menyajikan
makanan dengan baik yaitu masing-
masing sebesar 88% dan 20%. Distribusi
frekuensi berdasarkan cara memasak air
minum pada kelompok kasus dan kontrol
sebagian besar cara memasak air minum
dengan benar masing-masing sebesar
72% dan 76%.
47 I Jurnal Mahasiswa dan Peneliti Kesehatan - JuMantik
Tabel 3. Hasil Bivariat Beberapa Variabel Faktor Determinan
Variabel Kasus Kontrol P
value OR CI
∑ % ∑ %
Variabel
Pengganggu
Pendidikan Ibu Rendah 17 68 15 60 0,556 1,417 0,444 - 4,521
Tinggi 8 32 10 40
Pendapatan Rendah 8 32 11 44 0,382 0,599 0,189 - 1,898
Tinggi 17 68 14 56
Status Pekerjaan Ya 2 8 3 12 1,00 0,683 0,097 - 4,188
Tidak 23 92 22 88
Riwayat Keluarga Ya 8 32 7 28 0,544 1,446 0,438 - 4,781
tidak 17 68 18 72
Riwayat Sebelumnya Ya 5 20 4 16 1,00 1,313 0,308 - 5,598
tidak 20 80 21 84
Variabel Bebas
Cara cuci Tangan
Setelah Kurang Baik 21 84 13 52 0,015 4,846 1,287 - 18,255
BAB Baik 4 16 12 48
Cara Mencuci lalapan dan Kurang Baik 15 60 16 64 0,771 0,844 0,269 - 2,647
Buah Baik 10 40 9 36
Kebiasaan Memanaskan > 6 Jam 16 64 8 32 0,024 3,778 1,170 - 12,194
Makanan ≤ 6 Jam 9 36 17 68
Kebiasaan Membeli Makanan 4-6 Kali Seminggu 21 84 14 56 0,031 4,125 1,092 - 15,585
Jadi diluar rumah 0-3 Kali Seminggu 4 16 11 44
Cara Penyajian Makanan Kurang Baik 3 12 5 20 0,702 0,545 0,115 - 2,58
Baik 22 88 20 80
Cara Memasak Air Minum Kurang Baik 7 28 6 24 0,747 1,231 0,347 - 4,371
Baik 18 72 19 76
Sumber : Data Primer 2014
Analisa Bivariat
Pada tabel 3 dapat diketahui bahwa
semua variabel pengganggu tidak
memiliki hubungan yang signifikan
terhadap kejadian tifoid pada anak. Hal
tersebut dapat di lihat masing masing p
value tidak ada nilai di bawah 0,05.
Pada variabel bebas dapat diketahui
bahwa cara cuci tangan setelah BAB Hasil
analisis statistik dengan menggunakan uji
48 I Jurnal Mahasiswa dan Peneliti Kesehatan - JuMantik
Chi-square diperoleh nilai p value = 0,015
dapat disimpulkan bahwa ada hubungan
yang signifikan antara cara cuci tangan
setelah BAB dengan kejadian Tifoid pada
anak. Hasil analisis diperoleh nilai OR =
4,846 nilai kemaknaan 95% CI = 1,28 –
18,25 artinya cara cuci tangan setelah
BAB kurang baik merupakan faktor risiko
dari Tifoid dan responden yang
mempunyai cara cuci tangan setelah BAB
kurang baik berisiko 4,846 kali
mengalami tifoid dibandingkan dengan
responden yang mempunyai cara cuci
tangan setelah BAB baik.
Hasil analisis statistik pada variabel
cara mengkonsumsi lalapan diperoleh
nilai p value = 0,771; OR = 0,844; CI =
0,269 – 2,647 dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa tidak ada hubungan
yang signifikan antara cara mengkonsumsi
lalapan dan buah dengan kejadian Tifoid
pada.
Hasil analisis statistik pada variabel
kebiasaan memanaskan makanan
diperoleh nilai p value = 0,024 dapat
disimpulkan bahwa ada hubungan yang
signifikan antara kebiasaan memanaskan
makanan dengan kejadian Tifoid pada
anak. Hasil analisis diperoleh nilai OR =
3,77 nilai kemaknaan 95% CI = 1,17 –
12,19 artinya tidak memanaskan makanan
sebelum dikonsumsi merupakan faktor
risiko dari Tifoid dan responden yang
tidak memanaskan makanan sebelum
dikonsumsi berisiko 3,77 kali mengalami
tifoid dibandingkan dengan responden
yang memanaskan makanan sebelum
dikonsumsi.
Hasil analisis statistik pada variabel
kebiasaan membeli makanan jadi di luar
rumah diperoleh nilai p value = 0,031
dapat disimpulkan bahwa ada hubungan
yang signifikan antara kebiasaan membeli
makanan jadi diluar rumah dengan
kejadian Tifoid pada anak. Hasil analisis
diperoleh nilai OR= 4,12 nilai kemaknaan
95% CI = 1,09 – 15,54 artinya kebiasaan
membeli makanan jadi diluar rumah
merupakan faktor risiko dari Tifoid dan
responden yang memiliki kebiasaaan
membeli makanan jadi diluar rumah
berisiko 4,12 kali mengalami Tifoid
dibandingkan dengan responden yang
tidak memiliki kebiasaan membeli
makanan jadi diluar
Hasil analisis statistik pada variabel
cara penyajian makanan diperoleh nilai p
value = 0,702; OR = 0,545; CI = 0,115 –
2,58 dapat disimpulkan bahwa tidak ada
hubungan yang signifikan antara cara
penyajian makanan dengan kejadian
Tifoid pada anak.
Hasil analisis statistik pada variabel
cara memasak air minum diperoleh nilai p
value = 0,747; OR = 1,231; CI = 0,347 –
4,371 dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa tidak ada hubungan yang
signifikan antara cara memasak air minum
dengan kejadian Tifoid pada anak.
PEMBAHASAN
Demam tifoid merupakan penyakit
yang disebabkan oleh Salmonella typhi
merupakan bakteri Gram-negatif,
mempunyai flagel, tidak berkapsul, tidak
membentuk spora, fakultatif aerob.
Mempunyai antigen somatic (O) yang
terdiri dari oligisakarida, flagel antigen
(H) yang terdiri dari protein dan envelope
antigen (K) yang terdiri dari polisakarida.5
Jalur penularan terjadi melalui fecal-oral.
Penularan penyakit ini adalah melalui air
dan makanan yang terinfeksi salmonella
typhi. Kuman salmonella dapat bertahan
49 I Jurnal Mahasiswa dan Peneliti Kesehatan - JuMantik
lama dalam makanan.6 Dengan adanya
penularan tersebut dapat dipastikan
higyene makanan dan higyene personal
sangat berperan dalam masuknya bakteri
ke dalam makanan.
Hubungan antara Cara Cuci Tangan
Setelah BAB dengan kejadian Tifoid
Pada Anak
Hasil uji statistik menunjukkan nilai
p value = 0,015 dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa ada hubungan yang
signifikan antara cara cuci tangan setelah
BAB dengan kejadian Tifoid pada anak.
Selain itu, faktor pendidikan ibu
juga memberikan pengaruh terhadap
kebiasaan cuci tangan setelah BAB anak.
Dapat diketahui bahwa ibu dengan
pendidikan rendah lebih banyak anaknya
cuci tangan kurang baik sebesar 58,8%
dari pada ibu dengan pendidikan tinggi
sebesar 41,2%. Pendidikan merupakan hal
penting guna menunjang keterpaparan
informasi. Semakin tinggi pendidikan ibu
makan semakin mudah dan banyak
informasi yang didapatkan tentang cuci
tangan yang baik secara tidak langsung
akan melakukan upaya pencegahan tifoid.
Tangan yang tidak tercuci dengan baik
memungkinkan bakteri patogen masih ada
di jari anak. Hal tersebut secara langsung
akan mencemari makanan yang akan
dikonsumsi oleh anak, sehingga daya
tahan tubuh anak akan terganggu. Dengan
adanya daya tahan tubuh rendah maka
memudahkan anak terkena tifoid hal ini
berkaitan dengan kontaminasi Salmonella
typhi dari berbagai cara, terutama
kebiasaan jajan. Penggunaan sabun
merupakan hal penting dalam kegiatan
cuci tangan. Dengan menggunakan sabun
antiseptik secara berulang akan
mengurangi bakteri yang ada hingga
sedikit. 7
Hubungan antara Cara Cuci Lalapan
Dan Buah dengan kejadian Tifoid Pada
Anak
Hasil uji statistik menunjukkan
nilai p value = 0,771 dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa tidak ada
hubungan yang signifikan antara cara
mengkonsumsi lalapan dan buah dengan
kejadian Tifoid pada anak.
Pada penelitian ini masih terdapat
kecendrungan responden cara cuci lalapan
dan buah kurang baik lebih besar pada
kelompok kasus. Resonden dengan
kategori cuci lalapan kurang baik
diantaranya 52,5% tidak mencuci
menggunakan air mengalir. Hal ini
memungkinkan masih ada bakteri
Salmonella typhi menempel pada lalapan
dan buah. Adanya kontaminasi
Salmonella typhi di sayur-sayuran maupun
buah-buahan dikarenakan berbagai
macam cara, diantaranya penggunaan
pupuk kotoran manusia sehingga
memungkinkan adanya kontaminasi
bakteri tersebut. 8
Hubungan antara Kebiasaan
Memanaskan Makanan Sebelum
Dikonsumsi dengan kejadian Tifoid
Pada Anak
Hasil uji statistik menunjukkan
nilai p value = 0,024 dapat disimpulkan
bahwa ada hubungan yang signifikan
antara kebiasaan memanaskan makanan
dengan kejadian Tifoid pada anak.
Kebiasaan memanaskan makanan
merupakan hal yang penting guna
membunuh dan menghindari
50 I Jurnal Mahasiswa dan Peneliti Kesehatan - JuMantik
perkembangbiakan bakteri di dalam
makanan. Bakteri samlonella typhi akan
mati pada pemanasan suhu lebih dari 60
C.5 Oleh karena itu makanan dalam
keadaan panas akan membunuh bakteri
Salmonella typhi sehingga makanan yang
dikonsumsi anak akan terhindar dari
bakteri tersebut. Pemanasan yang
dilakukan ≤ 6 jam akan mencegah
perkembangbiakan bakteri lebih banyak.
Hubungan antara Kebiasaan Membeli
Makanan Jadi diluar Rumah dengan
kejadian Tifoid Pada Anak
Hasil uji statistik menunjukkan
nilai p value = 0,031 dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa ada hubungan
yang signifikan antara kebiasaan membeli
makanan jadi diluar rumah dengan
kejadian Tifoid pada anak.
Selain itu faktor pendapatan
keluarga juga memberikan peran terhadap
kebiasaan jajan anak. Dapat diketahui
bahwa ada kecendrungan pendapatan
tinggi lebih banyak anak jajan 4 -6 kali
dalam seminggu sebesar 82,9% dari pada
ibu dengan pendapatan rendah sebesar
17,1%. Pendapatan sangat erat berkaitan
dengan pemberian uang saku kepada anak.
Semakin tinggi pendapatan orang tua
maka akan semakin banyak uang saku
yang diberikan sehingga berpengaruh
terhadap kemampuan anak dalam
membeli jajanan.
Infeksi Salmonella typhi pada
umumya dikarenakan penanganan
makanan/minuman yang tidak higienis.
Dengan adanya kebiasaan mengkonsumsi
makanan diluar rumah berarti telah
mengkonsumsi makanan dan minuman
bukan buatan sendiri. Sebagian besar kita
tidak mengetahui cara pembuatan
sehingga memungkinkan adanya
kontaminasi bakteri Salmonella typhi.
Hubungan antara Cara Penyajian
Makanan dengan kejadian Tifoid Pada
Anak
Hasil uji statistik menunjukkan
nilai p value =0,702 dapat disimpulkan
bahwa tidak ada hubungan yang
signifikan antara cara penyajian makanan
dengan kejadian Tifoid pada anak. Dari
hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa
responden dengan cara penyajian
makanan tertutup sebesar 84%, namun
penyimpanan makanan 40,45% masih
kurang layak. Penyimpanan di tempat
tersebut dikhawatirkan masih ada ruang
terjadinya kontaminasi terlebih kebersihan
dapur tidak terjaga dengan baik.
Menutup dan menyimpan
makanan merupakan hal penting untuk
menghindari kontaminasi bakteri yang
dibawa oleh vektor. Vektor yang dapat
membawa bakteri Salmonella tyhi adalah
lalat. 9
Hubungan antara Cara Memasak Air
Minum dengan kejadian Tifoid Pada
Anak
Hasil uji statistik menunjukkan
nilai p value = 0,747 dapat disimpulkan
bahwa tidak ada hubungan yang
signifikan antara cara memasak air minum
dengan kejadian Tifoid pada anak. Dari
hasil penelitian ini dapat kita ketahui
bahwa ada kecendrungan cara memasak
air minum kurang baik lebih besar terkena
pada kelompok kasus sebesar 28%. hal
tersebut berkaitan dengan bakteri yang
masih hidup dikarenakan perebusan yang
tidak sempurna.
51 I Jurnal Mahasiswa dan Peneliti Kesehatan - JuMantik
SIMPULAN
1. Ada hubungan yang signifikan antara
cara cuci tangan setelah BAB dengan
kejadian Tifoid pada anak di
Puskesmas Sui Kakap dan Puskesmas
Sui Durian.
2. Ada hubungan yang signifikan antara
kebiasaan memanaskan makanan
dengan kejadian Tifoid pada anak di
Puskesmas Sui Kakap dan Puskesmas
Sui Durian.
3. Ada hubungan yang signifikan antara
kebiasaan membeli makanan jadi di
luar rumah dengan kejadian Tifoid
pada anak di Puskesmas Sui Kakap
dan Puskesmas Sui Durian.
SARAN
1. Hendaknya mengawasi dan
membiasakan cuci tangan anak sejak
dini, selalu mengawasi dan memberi
arahan kepada anak tentang memilih
jajanan yang baik dan sehat. Selain
itu, membawakan bekal dari rumah
dalam bentuk makanan ringan yang
disukai anak lebih baik dilakukan
oleh ibu untuk mencegah anak dalam
membeli makanan jajanan yang tidak
dijamin kebersihanya.
2. Setelah mengolah makanan sebaiknya
segera dikonsumsi. Penyajian
makanan dalam keadaan hangat
maupun panas sangat baik untuk
menghindari kontaminasi.
3. Pihak sekolah hendaknya selalu
memberikan edukasi tentang cara cuci
tangan dengan baik di lingkungan
sekolah diantaranya melalui poster
yang menarik.
4. Menyediakan fasilitas sabun dan air
bersih di dalam toilet sekolah dan
selalu menjaga kebersihan jamban
sekolah.
5. Selalu mengawasi kebersihan kantin
sekolah dan menyeleksi pedagang
keliling yang boleh berdagang di
lingkungan sekolah, sehingga murid
akan mendapatkan jajanan yang
bersih dan sehat.
DAFTAR PUSTAKA
1. WHO. 2013. Manual for the
Laboratory Identification and
Antimicrobial Susceptibility Testing of
Bacterial Pathogens of Public Health
Importance in the Developing World
2003. Geneva: WHO.
2. Depkes Kalbar. 2013. Laporan
Surveilens Tetap Penyakit (STP)
Depkes Kalbar 2014. Litbangkes
Depkes Kalbar.
3. Dinkes Kubu Raya. 2014. Laporan
Mingguan 2012-2014. Litbangkes
Dinkes Kubu Raya.
4. Profil Puskesmas Sui Durian. 2012.
Laporan Bulanan Program kesling.
Litbangkes Puskesmas Sui Durian.
5. Mubarak, W., dan Chayatin, N. 2009.
Ilmu Kesehatan Masyarakat: Teori
dan Aplikasi. Jakarta: Salemba.
6. Widoyono. 2008. Penyakit Tropis
(Epidemiologi, Penularan,
Pencegahan Dan Pemberantasanya).
Jakarta: Erlangga.
7. Brooker, C. 2009. Ensiklopedia
Keperawatan. Jakarta: EGC.
8. Widoyono. 2011. Penyakit Tropis
(Epidemiologi, Penularan,
Pencegahan Dan Pemberantasanya).
Jakarta: Erlangga. Chin, J. 2000.
52 I Jurnal Mahasiswa dan Peneliti Kesehatan - JuMantik
Manual Pemberantasan Penyakit
Menular. Edisi 17. American Public
Health Association (APHA).
9. Agustina, F., dkk. 2009. Higiene Dan
Sanitasi Pada Pedagang Makanan
Jajanan Tradisional Di Lingkungan
Sekolah Dasar Di Kelurahan Demang
Lebar Daun Palembang. Skripsi:
Universitas Sriwijaya.
10. Bustan, M.N,. 2006. Pengantar
Epidemiologi. Jakarta: Rineka Cipta.
11. Chandra, Budiman. 2007. Pengantar
Kesehatan Lingkungan. Jakarta: EGC
12. Depkes RI. 2008. Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas) 2007 Laporan
Nasional 2007. Litbangkes Depkes RI.
13. Ditjen PP dan PL. 2011. Profil
pengendalian penyakit dan
Penyehatan lingkungan. Litbangkes
Depkes RI.
14. Jacobs, Mark. 2012. Communicable
Disease Control Manual 2012.
Wellington: Ministry of Heath.
15. Kemendagri, 2006. Intruksi Presiden
Republik Indonesia No 5 Tahun 2006.
Diakses dari
http://www.kemendagri.go.id/produk-
hukum/2006/06/09/instruksi-presiden-
no-5-tahun-2006 diakses tanggal 6 juli
2014 jam 16.00
16. Kemenkes. 2013. Sanitasi Total
Berbasis Masyarakat. Diakses dari
http://www.stbmindonesia.org/?page=
pustaka&command=detail&id1=7902
&id2=632 diakses tanggal 3 Juni 2014
jam 16.00
17. Loho, T. dan Utami, L. 2007. Uji
Efektivitas Antiseptik Triclosun l%
terhadap Stuphylococcas uulFerls, E
scherichia coli, Enterococcus fueculis,
dan Pseudomon&s ueruginosu.
Departemen Patologi Klinik Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Volum: 57, Nomor: 6, Juni 2007.
18. Lubis Rahayu. 2008. Faktor Resiko
Kejadian Penyakit Demam Tifoid
Penderita Yang dirawat di RSUD Dr.
Soetomo. USU Resopitory.
(Dipublikasikan).
19. Mandal, B.K., dkk. 2004. Penyakit
Infeksi. Jakarta: Erlangga.
20. Maryani, L., dan Muliani, R. 2010.
Epidemiologi Kesehatan. Yogyakarta:
Graha Ilmu.
21. Murti, B. 1997. Prinsip dan Metode
Riset Epidemiologi. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.
22. Noor, N.N. 2008. Epidemiologi.
Jakarta: Rineka Cipta.
23. Notoadmojo, S. 2003. Ilmu Prilaku
Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
24. _____________. 2005. Metodelogi
Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka
Cipta.
25. _____________. 2010. Metodologi
Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka
Cipta.
26. _____________. 2010. Ilmu Prilaku
Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
27. _____________. 2012. Metodologi
Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka
Cipta.
28. Perry & Potter. 2005. Buku Ajar
Fundamental Keperawatan: Konsep,
Proses dan Praktek. Edisi ke 4.
Jakarta. EGC.
29. PMK, 2010. Peraturan Mentri
Kesehatan Republik Indonesia No
492/MENKES/Per/IV/2010. Diakses
dari http:// www.hukor.depkes.
go.id/up_prod_permenkes/PMK%20N
o.%20492%20ttg%20Persyaratan%20
Kualitas%20Air%20Minum.pdf
53 I Jurnal Mahasiswa dan Peneliti Kesehatan - JuMantik
diakses tanggal 15 Oktober 2014 jam
07.30
30. Pudiastuti, R.D. 2011. Waspadai
Penyakit Pada Anak. Jakarta: Indeks.
31. Sastroasmoro, S., dan Ismael, S. 1995.
Dasar – Dasar Metodologi Penelitian
Klinis. Jakarta: Binarupa Aksara.
32. Siddiqui, F.J., dkk. 2008. Risk Factor
For Typhoid Fever In Children In
Squatter Settlements Of Karachi.
Journal of infection and Public Health
2008. ISSN 113-120.
33. Soedarmo, S.S.P. dkk. 2012. Buku
Ajar Infeksi & Pediatri Tropis.
Jakarta: IDAI.
34. Srikandi Fardiaz, 2001, Pangan dan
Gizi, Bogor: Sagung Seto.
35. Sulistyaningsih, 2011, Epidemiologi
Dalam Praktik Kebidanan,
Yogyakarta:Graha Ilmu.
36. Thompson, C.N., dkk. 2012.
Epidemiological Features And Risk
Factor Of Salmonella Gastroenteritris
In Children Resident In Ho Chi Minh
City Vietnam. Cambridge University
Press 2012. ISSN 1604-1613.
37. Wahyu Artati Nurvina. 2012.
Hubungan Antara Sanitasi
Lingkungan, Higiene Perorang, dan
Karakteristik Individu Dengan
Kejadian Demam Tifoid diwilayah
Kerja Puskesmas Kedungmundu kota
Semarang Tahun 2012. Universitas
Negeri Semarang. (Dipublikasikan).
38. Wasito, Bambang., dkk. 2009. Kajian
Faktor Pengaruh Terhadap Penyakit
Demam Tifoid Pada Balita Indonesia.
Buletin Penelitian Sistem Kesehatan.
Vol.12 No 4 Oktober 2009: 311-340.
39. WHO. 2005. Who Guidelines On
Hand Hygiene In Health Care.
Geneva: WHO.
40. ____________________. 2013. Trans
Fats. Di akses dari
http://www.who.int/topics/typhoid_fev
er/en/ di akses tanggal 27 Juni 2014
jam 12.20.
41. Yulius. 2011. Hubungan Antara
Sanitasi Lingkungan Rumah Dan
Personal Hygiene Dengan Kejadian
Tipus Di Kecamatan Pontianak Timur.
Universitas Muhammadiyah
Pontianak. (Tidak dipublikasikan).