Post on 08-Oct-2019
5
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tanaman kepayang (Pangium edule Reinw)
1. Botani kepayang
Taksonomi tanaman kepayang menurut (Arini ,2012) dalam (Sari dkk,
2015) adalah :
Regnum : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Sub Divisio :Angiospermae
Class : Dycotiledoneae
Ordo : Parietales
Familia : Flacourtiaceae
Genus : Pangium
Spesies : Pangium edule Reinw
Wulandari (2011) dalam Sari dkk (2015) melaporkan bahwa tanaman
kepayang memiliki sinonim dengan Pangium rumphii voigt (1845), Hydnocarpus
Polyandra Blanco. (1845) dan Pangium cerramense teijsm dan Binned. Ex. Boerl
(1999), Bagidarmanti, (2013). Jenis ini tersebar di seluruh Indonesia, oleh karena
itu kepayang memiliki banyak nama di daerah seperti : kepayang, kepencueng,
kepecong, simaung, (Minang kabau) pangi kalowa (Bugis, Betawi, Bali Manado)
pacung, picung (sunda) pakem pacung (Jawa) kalowa (Sumbawa, Makasar)
negafu (tanimbar), (PBDAS Jeneberang Wulanae
( 2006)
6
Menurut Hariyanto dkk (2008) dalam Sari dkk (2015) Pohon kepayang
memiliki ukuran sedang sampai besar, tinggi dapat mencapai ± 40 m dan
diameter batang mencapai ukuran ± 100 cm, Tajuk tanaman kepayang pada
umumnya lebat, cabang dan ranting mudah patah dan ujung pucuk memiliki
banyak cabang. Cabang yang muda pada umumnya berbulu sedangkan pada
batang tua tidak berbulu. Pohon kepayang memiliki batang pokok yang besar
berwarna abu- abu dengan kulit kayu berwarna kemerahan atau abu-abu
kecoklatan.
Apriyanti (2011) dalam Sari dkk (2015) mengatakan bahwa tumbuhan
kepayang ini dapat bertahan hidup selama ratusan tahun. Menurut Heyne (1987)
Hariyanto dkk (2008) dalam Sari (2015) pohon kepayang memiliki daun tunggal,
sekitar 20-40 cm dan lebar 25-40 cm mengumpul di ujung ranting dan bertangkai
panjang. Helaian daun dari pohon muda berlekuk tiga sedangkan pada pohon tua
helaian daun berbentuk bulat telur melebar di pangkal berbentuk jantung dan
ujung daun meruncing. Permukaan atas daun licin dan berwarna hijau mengkilat,
sedangkan permukaan bawahnya berambut coklat dan tersusun rapat. Tulang daun
pada sisi bawah menonjol. dan daun yang gugur meninggalkan bekas yang jelas.
7
Gambar 1. Daun kepayang
Heyne (1987) dalam Hariyanto (2008) mengatakan bahwa bunga kepayang
berwarna coklat kehijauan dan tumbuh pada ketiak daun atau hampir di ujung
ranting. Kepayang mulai berbuah secara terus menerus sepanjang musim mulai
umur 15 tahun. Tangkai buah berukuran panjang sekitar 8-15 cm dengan diameter
7- 12 mm. Buah tidak simetris, berbentuk bulat telur dengan kedua ujung tumpul.
ukuran bervariasi dengan panjang 7-10 cm atau lebih diameter sekitar 10-25 cm,
Daging buah berwarna kuning pucat, lunak dan dapat dikonsumsi (Nisa, 2013 )
Buah kepayang berwarna coklat kemerahan dengan permukaan kasar yang
mengandung lentisel. Apriyanti (2011) dalam Sari dkk (2015) menyatakan buah
kepayang mengandung biji yang jumlahnya banyak dan tersusun rapi pada poros
seperti buah cempedak.
8
Gambar 2. Biji kepayang
2. Syarat Tumbuh Kepayang
Van vankenburg dan Bunyatpraphatsara (2001) dalam Bogidarmanti (2013)
mengatakan bahwa pohon kepayang dapat tumbuh tersebar di daerah hutan
primer dan sekunder atau pada daerah yang mengalami deforestasi. Kepayang
dapat tumbuh secara liar dan terpelihara di pinggiran sungai maupun hutan jati
Hariyanto dkk (2008) dalam Sari (2015) melaporkan bahwa kepayang dapat
tumbuh dengan baik pada daerah dengan ketinggian antara 10-1.000 m di atas
permukaan laut pada tanah Aluvial, podsolid, tanah berbatu, tanah liat atau tanah
yang miskin hara. Menurut Arini (2012) tanaman kepayang tidak membutuhkan
persyaratan jenis tanah yang khusus, akan tetapi kepayang dapat tumbuh dengan
baik jika tanah memiliki pH 5.5-6.5.
9
3. Manfaat Tanaman Kepayang
Kepayang merupakan tanaman serbaguna dan hampir semua bagian tanaman
memiliki nilai ekonomi dan bermanfaat bagi kehidupan manusia. Manfaat
tanaman kepayang antara lain :
a) Bumbu penyedap rasa
Kepayang telah manfaatkan sebagi bumbu penyedap rasa seperti masakan
rawon, palu mara, tersi, kecap, minyak pangi, tumis pangi dan koji pangi. di Tana
Toraja provinsi Sulawesi Selatan daging buah dan selaput bji kepayang
digunakan sebagai sayuran sedangakan endosperem berwarna putih di olah
dengan cara dihancurkan difermentasi dan dikeringkan sehingga menjadi suatu
produk yang di sebut pamarrasari yang digunakan sebagai bumbu masakan.
Heriyanto dkk (2008) melaporkn bahwa biji kepayang mengandung lemak jika
difermentasikan akan memghasilkan lemak siklik tidak jenuh, seperti asam
khaulmograt dan goulat.Astawan (2009) dalam Sari dkk (2015) melaporkan
bahwa rasa khas dari biji kepayang diduga berasal asam glutamat yang merupakan
asam amino dominan di dalam biji kepayang sedangkan teksturnya yang lunak di
sebabkan oleh aktivitas enzim β-glukosidase. Secara alami keberadaan asam
glutamat menyebabkan biji kepayang dapat digunakan sebagai bumbu penyedap
rasa.
b) Makanan ringan
Dengan adanya kreativitas masyarakat pemanfaatan kepayang tidak hanya
untuk lauk pauk akan tetapi bisa digunakan sebagai makanan ringan seperti dodol
yang terbuat dari daging kepayang dan di campur dengan tepung beras ketan
10
kelapa dan gula. Dodol tersebut merupakan makanan khas dari Kabupaten
Soppeng Walanae, (2006) dalam Sari dkk, (2015)
c) Minyak Goreng
Minyak yang dihasilkan dari biji kepayang yang masih segar dua kali lipat
mengandung lemak, protein dan karbohidrat. karbohidrat yang tinggi dapat
dijadikan sebagai pengganti minyak goreng dari kelapa. Kandungan gizi daging
kepayang segar per 100 gram.
Tabel 1. Kandungan gizi daging kepayang.
Kandungan Jumlah (gram)
Air 51,0
Protein 10,0
Karbohidrat 13,5
Lemak / minyak 24,0
Kalsium (Ca) 0,040
Phosphor (P) 0,10
Besi ( Fe) 0,002
Vitamin B1 0,00015
Vitamin C 0,03
Energi (kal/gram) 2,73
Sumber : Sari dkk (2015)
Menurut Yuningsih, (2008) dalam (Sari dkk, 2015) di daerah –daerah yang
jarang terdapat pohon kelapa, minyak kepayang sering digunakan sebagai
pengganti minyak kelapa dikarenakan biji kepayang mengandung minyak linoleat
dan oleat yang tinggi. Minyak kepayang diperoleh dengan merajang halus biji
kepayang dan memeras sampai keluar minyak kepayang.
d) Bahan pengawet makanan
Pemanfaatan kepayang sebagai bahan pengawet mungkin belum digunakan
masyarakat secara luas. Penggunaan bahan pengawet bertujuan untuk
11
menghambat pertumbuhan dan aktifitas mikroba seperti, dan khamir. Agar makan
dapat bertahan lama biji kepayang dapat dijadikan salah satu alternatif bahan
pengawet yang tidak berbahaya. Hal ini diambil dari pengalaman sebagian
masyarakat nelayan di Kecamatan Labuhan, Kabupaten Pandeglan, Banten dalam
membantu pengawetan ikan dan hasilnya sangat efektif dibandingkan dengan
menggunakan formalin. Cara pengolahan untuk bahan pengawet yaitu mengambil
buah yang sudah masak kemudian belah daging yang terdapat biji (endosperem)
cacah kemudian jemur selama 2- 3 hari , hasil rajangan yang sudah dijemur akan
menjadi keras dan padat kemudian masukan kedalam perut ikan yang sebelumnya
sudah dibersihkan.
Biji kepayang dapat digunakan sebagai bahan pengawet karena mengandung
bahan kimia yang sangat beragam seperti sianida, tanin dimana senyawa ini
efektif dalam mengembang biakan bakteri seperti bakteri pseudomans aeruginosa,
Escherichia coli dan staphylococcus aureus pada ikan dan daging. Indriyati
(1989) dalam Apriyanti (2011) mengatakan bahwa pada konsentrasi 3% biji
kepayang mampu menghambat pertumbuhan bakteri Bacillus sp, Micrococcus sp,
Pseudomonas sp dan bakteri koliform yang diisolasi dari ikan mas (cyprinus
caprio) yang dibusukkan dalam suhu kamar selama 24 jam, sedangkan pada
konsentrasi 5% lebih bersifat bakterisidal terhadap empat jenis bakteri tersebut.
Kandungan sianida (HCN) terdapat di hampir seluruh bagian tanaman
kepayang,dan yang paling tinggi kandungan sianida nya yaitu pada daging biji
kepayang, sianida sangat beracun dan dapat membahayakan apabila dikonsumsi
manusia namun kadar sianida dapat dihilangkan dengan proses pemanasan selama
12
2-3 hari. Sifat sianida yang mudah menguap pada suhu 26°C dan mudah larut dan
mudah larut dalam air sehingga proses pemanasan dan pencucian merupakan cara
yang efektif untuk menghilangkan kadar sianida
Arini, (2011) dalam Saridkk, (2015)
e) Obat –obatan tradisonal
Mayer, (1971) dalam Heriyanto, (2008) menjelaskan bahwa Biji kepayang
mengandung asam hidnokarpat dan asam khaulmograt yang memiliki sifat anti
bakteri sehingga dapat mengobati penyakit kulit seperti lepra, kudis dan penyakit
kulit lainnya. Daun kepayang memiliki beberapa khasiat diantaranya sebagai obat
cacing kremi, penawar keracunan makanan, tumbukan daun dapat digunakan
sebagai antieptik dan disinfektan untuk membersihkan luka luar. Selain itu daging
buah kepayang mengandung senyawa antioksidan yang berfungsi sebagai anti
kanker Arini, (2011) dalam Sari dkk, (2015).
f) Racun Ikan
Kandunga racun biji kepayang bersumber dari daging biji dan kulit keras biji
yang mengandung sianida yang cukup tinggi yaitu lebih dari 2.000 ppm
sedangkan biji dengan tekstur daging dan kulit lunak mengandung sianida rata
rata sekitar 1.00 ppm dan biji yang masih mudah mengandung sianida sekitar 500
ppm. Sehingga dapat di manfaatka sebagai racun. Cara pemanfaatnya yaitu
dengan meremas remas kulit batang kayu dan ditaburkan di atas air untuk
mematikan ikan da udang. Kanduangan sianida dalam tanaman kepayang
dipengaruhi oleh kondisi tanah, dan tekstur biji Yuningsih, (2008 ) dalam Sari
dkk, (2015).
13
g.) Pestisida Alami
Ekstrak biji kepayang dapat digunakan sebagai rodentisida alami yang
dapat mematikan tikus dalam waktu kurang dari 5 menit dengan memberikan
sebanyak 0,8 ml dengan larutan biji kepayang konsentrasi 100% (2,800 ppm
sianida) Yuningsih dan Damayanti, (2008). Ekstrak biji kepayang dapat di
gunakan sebagai moluskisida alami yang dapat mematika keong 100% dengan
merendam keong emas ke dalam larutan ekstrak biji kepayang yang mengandung
25-50 ppm sianida. Yuningsih dan Kartina, (2007). Ekstrak heksana pada daun
kepayang segar dapat menjadi antifeedant (anti maka) sebagai pencegahan dan
melindungi tanaman pangan dar seranagan Plutella xylostella. Senyawa
antifeedant ini dapat menghambat selera makan dari serangga hama. Sehingga
dapat melindungi tanaman pangan dari serangan hama Salaki, et al (2012)
h) Kayu
Menurut Arini, (2012) dalam Sari Ramdana, (2015) kayu kepayang
memiliki sifat yang keras dan memiliki berat 450-1000 kg /m 3 kayu ini
dikelompokkan kayu yang keawetannya sedang. Batang kayu dapat dimanfaatkan
sebagai bahan bangunan dan yang mudah dapat digunakan untuk korek api.
Asdar, (2009) dalam Sari Ramdana, (2015) mengatakan bahwa kayu kepayang
memiliki kualitas penyerutan, pengapelasan.
14
i) Tanaman pelindung
Pohon kepayang merupakan tumbuhan keras yang dapat berfungsi untuk
menahan erosi pada lahan lahan kritis. Pohon kepayang juga dapat berfugsi
sebagai pohon pelindung dan penghijauan di aliran sungai dengan tajuknya yang
rindang pohon kepayang dapat di tanam diwilayah perkotaan sebagai tanaman
peneduh.
B. Perbanyakan Kepayang (Pangium edule Reinw)
Wulandari (2011) dalam Sari dkk (2015) melaporkan bahwa masyarakat
biasanya memperbanyak tanaman kepayang dengan cara menanam bibit
kepayang dari anakan yang di ambil dari hutan ataupun dari kebun, kepayang juga
dapat diperbanyak dengan biji yang sebelumnya biji telah dipisahkan dengan
daging buahnya, perbanykan kepayang dengan biji memerlukan waktu yang
relatif lama sekitar 4 bulan untuk bibit yang siap tanam. Oleh karena itu biji harus
di berikan perlakuan skarifikasi karena biji kepayang memiliki kulit biji yang
keras sehingga masa dormasi harus dipecahkan terlebih dahulu.
Heriyanto dkk, (2008) dalam Sari dkk, (2015) mengatakan bahwa masa
dormansi biji kepayang dapat dipecahkan dengan cara merendam biji dalam air
selama 24 jam sebelum disemai dengan menggunakan pasir sebagai media.
Perkecambahan biji memerlukan waktu sekita 1 bulan kemudian dapat
dipindahkan kedalam pot dengan media campuran pasir dan kompos ketika daun
sudah muncul 2-3 helai dalam waktu 4 bulan bibit dapat di pindahkan kelapangan.
Tipe perkecambahan biji kepayang yaitu epigeal dengan kotiledon umumnya
tertinggal didalam tanahs elain kulit biji yang keras dan berat, tangkai daun
15
kotiledon yang mudah lepas menyebabkan sebagian besar kotiledon tertinggal di
dalam tanah pada saat kecambah mulai terangkat keatas permukaan tanah pada
awal pertumbuhan kecambah akarnya berwarna kuning pucat kemudiaan berubah
menjadi kecoklatan dan menebal. Daun semai tersusun spiral tanpa stipula dan
bertangkai panjang Wulandari, (2011) dalam Sari dkk, (2015)
C. Dormansi Benih
Dormansi benih dapat didefinisikan sebagai ketidak mampuan benih hidup
untuk berkecambah pada suatu kisaran yang luas yang dianggap mengguntungkan
untuk benih tersebut. Dormansi dapat disebabkan tidak mampunya benih secara
total untuk berkecambah atau karena bertambahnya kebutuhan yang khusus untuk
perkecambahannya Byrd, (1968) dalam Lensari, (2009).
Dormansi menggambarkan suatu keadaan dimana benih yang sehat, viabel
tidak dapat melakukan perkecambahan karena tidak adanya salah satu
persyaratan dari luar biji untuk proses perkecambahan misal sinar, hal tersebut
disebut dengan quiescent selain itu dan penyebab dari biji itu sendiri termasuk di
dalamnya karena embrio berbentuk sempurna sehingga benih memerlukan masa
istirahat Yudhono, (2015)
Persyaratan benih hidup dan sehat untuk berkecambah adalah sinar yang
cukup (tidak semua benih) suhu yang tepat, air, dan lingkungan yang
memungkinkan pertukaran gas. Selain itu tingkat kemasakan benih dan tidak ada
hambatan dari benih seperti kulit yang keras dan daya zat penghambat baik
didalam benih maupun pada kulit benih. Masa istirahat adalah strategi benih untuk
mempertahankan diri dan menyesuaikan diri sehingga benih akan berkecambah
16
pada saat yang tepat( embrio telah tumbuh sempurna bersamaan dengan musim
basah tiba) lama waktu istirahat berkisar 6 bulan contoh pada benih melinjo
Bewley dkk, (1978) dalam Yudono (2012)
1. Beberapa faktor lingkungan mengendalikan biji menjadi dorman dan
sebaliknya.
a. Pengaruh suhu
Suhu yang tinggi umumnya dapat meningkatkan intensitas dormansi biji
misal pada biji lettuce menjadi dorman pada suhu 300C atau 350C. Suhu yang
lebih rendah cenderung meningkatkan kemampuan biji untuk berkecambah.
Beberapa jenis biji memerlukan perlakuan suhu rendah (low temperature
experience) untuk mematahkan dormansi (dengan menempatkan biji pada suhu
yang mendekati titik beku) selama beberapa saat.
Skratifikasi merupakan cara untuk memathkan dormansi dengan
perlakuan suhu lebih rendah dari biasanya (cold stratification chilling) dan
perlakuan suhu sedikit lebih tinggi dari biasanya (Warm strati-fication) warm
strati fication telah terbukti dilakukan pada benih melinjo dapat mempercepat
pematahan dormansi dari 6 bulan menjadi 4 bulan (Sudarti, 1986). Perlakuan suhu
sedikit lebih tinggi mampu mempercepat metabolisme dan pembentukan
kesempurnaan embrio pada biji melinjo yang dormansinya perlu masa istirahat
(after ripening). Sedangkan suhu yang lebih rendah terbukti dapat menurunkan
kadar zat penghambat pada biji dorman Hamberg, (1949) dalam Yudono, (2012).
17
b. Pengaruh sinar
Sinar merupakan syarat perkecambahan pada beberapa spesies tumbuhan.
Pengaruh sinar bersifat kuantitatif maupun kualitatif pada biji yang dorman dapat
distimulasi untuk perkecambahan dengan sinar merah (rid light, 600-690 nm) dan
dihambat untuk berkecambah pada sinar far –red (720-790 nm) Flint dkk, (1937)
dalam Yudono (2012)
c. Pengaruh kelembaban keberadaan air
Dormansi suatu biji, memerlukan pengeluaran air/gas dari embrio atau
mencegah air/ gas memasuki embrio. Dalam hal ini yang sangat efektif adalah
kulit benih yang keras (hardseed coat) sebagai contoh kulit biji tumbuhan gurun
yang mengandung material osmose tinggi mampu menghalangi masuknya
air/kelembabn ke embrio sehingga biji mengalami dormansi. Namun apabila
penyebab dormansi adalah zat penghambat didalam kulit biji dapat dilepaskan
(tercuci) oleh mekanisme serapan air (imbibisi) dan dapat mematahkan
dormansi. Went, (1949) dalam Yudono (2012).
2. Jenis dormansi benih
Menurut Schmidth (2002), dalam Purnaningsih (2017) Secara umum tipe-tipe
dormansi dapat dikelompokan menjadi :
a. Embrio yang belum berkembang
Benih dengan pertumbuhan embrio yang belum berkembang pada saat
penyebaran tidak akan berkecambah pada kondisi perkecambahan normal oleh
karena itu tergolong kategori dorman. Fenomena ini seringkali dimasukan
18
kategori dormansi fisiologis, dengan memperhatikan kondisi morfologis
embrio yang belum matang.
b. Dormansi mekanis
Pada dasarnya hampir semua benih yang mempunyai dormansi
mekanis mengalami keterbatasan dalam penyerapan air. Dormansi
mekanis dapat terlihat ketika pertumbuhan embrio secara fisik dihalangi
struktur kulit benih yang keras. Imbibisi dapat terjadi tetapi rakula tidak
dapat membelah atau menembus kulitnya.
c. Dormansi fisik
Dormansi fisik disebabkan oleh kulit biji yang keras dan
impermeable atau menutup buah yang menghalangi imbibisi dan
pertukaran gas. Fenomena ini sering disebut sebagai benih keras meskipun
istilah ini sering dignakan untuk legum yang kedap air.
d. Zat penghambat
Beberapa jenis benih mengandung zat –zat penghambat dalam buah
atau benih yang mencegah perkecambahan, misalnya dengan menghalangi
proses metabolisme yang diperlukan untuk perkecambahan. Zat- zat
penghambat yang paling sering dijumpai ditemukan dalam daging buah.
Gula, coumarin dan zat- zat lain dalam buah berdaging mencegah
perkecambahan karena tekanan osmose yang menghalangi penyeapan.
19
e. Dormansi cahaya
Sebagian besar benih dengan dormansi cahaya hanya berkecambah
pada kondisi terang. Sehingga benih disebut peka cahaya. Dormansi
cahaya umumnya dijumpai pohon- pohon pioner.
f. Dormansi suhu
Istilah dormansi suhu digunakan secara luas mencakup semua tipe
dormansi, suhu berperan dalam perkembangan atau pelepasan dari
dormansi. Benih dengan dormansi suhu seringkali memerlukan suhu yang
berbeda dari yang diperlukan untuk proses perkecambahan. Dormansi
suhu rendah ditemui pada kebanyakan jenis benih yang berada di iklim
sedang.
g. Dormansi gabungan
Apabila dua atau lebih tipe dormansi ada dalam jenis yang sama,
dormansi harus dipatahkan baik melalui metode beruntun berkerja pada
tipe dormansi yang berbeda, atau melalui metode dengan pengaruh ganda
3. Pemtahan dormansi benih
Beberapa perlakuan yang dapat digunakan untuk pematahan dormansi benih :
1. Perlakuan sksrifikasi mekanik
Salah satu upaya untuk mematahkan dormansi pada benih yang berkulit
keras adalah dengan skarifikasi mekanik, skarifikasi tersebut merupakan salah
satu proses yang dapat mematahkan dormansi benih yang berkulit keras,
skarifikasi mekanik dilakukan dengan cara melukai benih sehingga tedapat celah
tempat keluar masuknya air dan oksigen senigga dapat meningkatkan imbibisi.
20
Cara umum yang di lakukan pada perlakuan skarifikasi mekanik yaitu dengan
pengamplasan, pengikiran, pemotongan dan penusukan jarum tepat pada titik
tumbuh sampai terlihat embrio. Dengan perlakuan tersebut dapat memungkinkan
masuknya kedala kedalam benih untuk memulai berlangsungnya perkecambahan.
Skarifikasi mekanik dapat mengakibatkan hambatan mekanis kulit benih untuk
berimbibisi berkurang sehingga peningkatan kadar air terjadi lebih cepat dan
benih lebih cepat untuk berkecambah. (Widyawati. et. al ,2009)
2. Perlakuan skarifikasi kimiawi
Tujuan dari perlakuan skarifikasi kimiawi adalah untuk menjadikan benih
lebih mudah dimasuki air pada proses imbibisi.
Berikut adalah macam dari bahan kimiawi :
a. KNO3
Kalium nitrat merupakan salah satu senyawa perangsang perkecambahan.
Selain itu kalim nitrat (KNO3) mampu memasakkan embrio terutama embrio yang
belum masak fisoilogis. Pada perlakuan pendahuluan benih Acacia nilotica
KNO3 dapat memberikan pengaruh kuat pada perkecambahan dan vigor sehingga
KNO3 sering digunakan baik untuk pengujian maupun operasional perbanyakan
tanaman. Schmidt, (2002) Menurut Jain, (2008) melaporkan bahwa KNO3 dapat
digunakan sebagai pengganti fungsi cahaya, suhu dan mempercepat penerimaan
benih akan O2
21
b. H2SO4
Larutan asam sulfat pekat dapat menyebabkan kerusakan pada kulit biji,
larutan H2SO4 dapat diterapkan pada tanman legum dan non legum.
Menurut Sutopo, (2004) dalam Winarni, (2009) menyatakan bahwa H2SO4 dapat
digunakan dengan honsentrasi yang bervariasi tergantung dengan jenis perlakuan
benihnya, sehingga benih menjadi lunak. Selain itu larutan kimia yang
digunakan dapat membunuh bakteri atau cendawan yang dapat membuat benih
menjadi dorman. Pada penelitian Kurniaty, (1987) dalam Silomba, (2006)
menunjukkan bahwa benih kayu Afrika yang di rendam denga H2SO4 selama 20
menit dengan konsentrasi 20% dapat memberikan daya kecambah benih kayu
Afrika sebesar 91, 6 % jika di bandingkan dengan tanpa perlakuan yang
mencapai daya kecambah sebesar 57,7 %.
c. HCl
Asam klorida adalah larutan akuatik dari gas hidrogen klorida (HCl).
Senyawa ini memiliki ciri fisik berupa titik didih, titik leleh, kepadatan dan PH
tergantung tergantung dari konsentrasi dan morality dari HCL didalam larutan
asam Anonim (2013).
d. Perlakuan perendaman dengan air
Menurut Sutopo (2004) dalam Winarni (2009) jenis benih yang di beri
perlakuan dengan perendaman air bertujuan untuk memudahkan penyerapan air
oleh benih. Perlakuan ini berfungsi untuk mencuci zat zat penghambat
perkecambahan dan dapat melunakkan kulit benih. Cara melakukan perlakuan
perendaman benih yaitu dengan memasukan benih ke dalam air panas pada suhu
22
400 – 700 C dan biarkan sampai air menjadi dingin setelah itu benih ditiriskan dan
dikecambahkan Shcmidt, (2002) dalam Silomba, (2006) melaporkan bahwa
perendaman adalah prosedur yang paling lama untuk mengatasi pematahan
dormansi fisk selain itu adanya resiko benih akan mati apabila benih dibiarkan
dalam air sampai seluruh benih menjadi permeable.
4. Vigor dan perkecambahan
Vigor didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana benih sehat, dan apabila
ditanam langsung berkecambah dengan cepat, serentak dan seragam kemudian
mengadakan pertumbuhan cepat pada keadaan umum di lapangan.
Ciri benih vigor adalah :
1. Mempunyai kecepatan berkecambah yang tinggi.
2. Mempunyai keseragaman perkecambahan, pertumbuhan dan
perkembangan yang baik di lingkungan yang berbeda.
3. Mempunyai kemampuan untuk muncul pada tanah yang crusted.
4. Mempunyai kemampuan berkecambah dan muncul pada lingkungan suhu
dingin,basah, berpenyakit, dan tidak sesuai (understress cindition).
5. Kecambah mampu berkembang normal.
6. Indikasi penampilan dan hasil tanaman.
7. Storability yang baik pada keadaan yang tidak optiman / menguntungkan
23
Faktor yang mempengaruhi vigor adalah :
1. Sifat keturunan yang membentuknya (genetic make up) pada biji. Vigor
potensial berbeda pada spesies varietas bahkan tanaman yang berbeda
genotype nya. Hal yang biasa mudah diamati yakni pada hybrid,
polyploidy dibanding inbreed dan normal diploid pada spesies yang sama.
Contoh pada hybrid barley yang tumbuh lebih respon terhadap lingkungan
hasil meningkat karena morfologis lebih unggul.
2. Tingkat kemasakan biji
Pada biji yang mencapai masak fisiologis telah mencapai kesempurnaan
fisiologis dalam perkembangn mendukung vigor. Pada saat ini biji
mempunyai berat kering maksimum, kadar air menurun (pada biji
orthodox) dan siap mengadakan imbibisi.
3. Faktor lingkungan saat perkembangan biji
a. Ketersediaan air mempengaruhi komposisi kimia biji (meski tak
langsung pada vigor)
b. Suhu mempengaruhi proses perkembangan biji melalui metabolisme
yang akhirnya mempengaruhi vigor.
c. Kesuburan tanah berpengaruh terhadap komposisi kimia biji yang akan
berperan dalam metabolisme dan vigor pada perkecambahan telah
banyak penelitian menunjukkna bahwa pemunculan bibit meningkat
pada biji yang berasal dari tanah yang mengandung nitrogen dan
pemupukan daun meningkatka protein dan ukuran biji, meningkatkan
vigor saat perkecambahan.
24
d. Ukuran biji dan kerapatan dilakukan pengamatan sejak tahun 1923
menunjukan bahwa penanaman pada barley dan pea dengan benih
yang berbeda ukuran menghasilkan panenan yang berbeda. Hasil
pengujian dilaboratorium menunjukkan bahwa biji biji kecil
memberikan nilai index vigor yang lebih tinggi. Namun yang terjadi
lapangan sebaliknya pengaruh kerapatan benih berkolerasi positif
dengan berat biji dn vigornya. Sedangkan ukuran biji juga mempunyai
kolerasi positif dengan berat biji maupun vigornya.berat biji
menunjukkan jumlah cadangan makanan, protein, aktivitas
mitochondria, kemampuan kecepatan respirasi, produki ATP dan
growth potential.
e. Kerusakan biji keruskan utama pada biji disebabkan oleh kerusakan
mekanis yang menyebabkan apnormalitas perkecambahan menurun
vigornya dibandingkan yang tidak rusak. Akibat selanjutnya
pertumbuhan kecambah lambat juga pertumbuhan tanaman dan
kemasakan.
f. Biji lama mengalami deteriorasi, gejala permulaan hanya terlihat
dengan biochemical test atau dengan treas test deteriorasi yang
berlanjut dapat menurunkan viabilitas dan vigor bahkan performance
tanaman juga jelek meskipun lingkungan optimal.
g. Infeksi mikroorganisme akan berakibat kerusakan membran da terjadi
leaching yang bersifat saprophyt menjadi parasit pada kecanbah.
Contoh phytium Rhisoctonia sp.
25
D. Kalium Nitrat
Larutan kalium nitrat (KNO3) merupakan salah satu senyawa kimia yang
berpotensi untuk mematahkan dormansi suatu benih Kartasapoetra, (2003)
karakteristik larutan kalium nitrat yang relatif ekonomis, aman dan mudah
digunakan sehingga kalium nitra banyak digunakan untuk penelitian ilmiah
khususnya penelitian mengenai pematahan dormansi.
Tujuan perlakuan dengan menggunakan kalium nitrat pada benih adalah
untuk menjadikan benih lebih mudah dimasuki air pada proses imbibisi. Sadjad
dkk, (1980) menyatakan bahwa proses masuknya air kedalam benih tergantung
tiga hal yaitu : komposisi kimiawi benih, permeabilitas kulit benih, dan adanya
dalam bentuk cair ataupun uap disekitar benih.
Marthen dkk (2013) menyatakan bahwa air mutlak diperlukan untuk proses
perkecambahan. Perkecambahan tidak akan terjadi apabila air belum terserap
kedalam biji. Menurut Sutopo (2002) tahap awal dari perkecambahan benih yaitu
dimulainya pernyerapan air oeh benih dilanjutkan dengan respirasi, perombakan
cadangan makanan, diikuti aktifitas enzim dan proses pengembangan, dan
pembesaran pada titik tumbuh.
Sadjad dkk (1980) melaporkan bahwa besar kecilnya persentase perkecambahan
suatu benih tergantung pada tinggi rendahnya konsentrasi KNO3 yang berikan
pada benih.
Menurut Bustamam, (1989) dalam Anwar dkk, (2008 ) menyatakan
bahwa dengan diberikannya KNO3 pada suatu benih maka akan terjadi perubahan
konsentrasi antara zat penghambat dan zat perangsang perkecambahan di dalam
26
benih dengan dalam hal ini zat perangsang meningkat dan zat penghambat tetap
dengan demikian maka terjadilah perubahan.
Wanafiah (2001) dalam Situmorang (2015) menyatakan bahwa reaksi
kalium nitrat (KNO3) sebagai zat perangsang di awali dengan proses terurainya
KNO3 menjadi nitrat (NO3) dan tereduksi menjadi nitrit (NO2). Nitrat dalam
perkecambahan benih berfungsi sebagai aseptor hidrogen yang membantu proses
reaksi NADPH. Nitra dalam perkecambahan benih bertindak setelah tereduksi
menjadi nitrat/hodroksilamin. Nitrat hidrok-silamin tersebut akan merangsang
perkecambahan dengan cara menghambat enzim katalase. Penghambatan tersebut
menyebabkan oksigen tersedia dalam bentuk H2O2 untuk aktivitas peroksidase
yang terlibat dalam sistem enzim reaksi NADPH. Hasil reaksi ini yang
mengaktifkan kembali lintasan pentosa fosfat, sehingga terjadi proses
perkecambahan dengan baik.
E. Hipotesis
1. Konsentrasi KNO3 0,8% akan memberikah hasil perkecambahan dan vigor
bibit kepayang yang paling baik.
2. Perendaman benih selama 24 jam akan memberikan pengaruh yang
paling baik untuk perkecambahan dan vigor bibit kepayang .
3. Kombinasi antara konsentrasi KNO3 0.8% dan lama perendaman 24 jam
merupakan dugaan yang paling baik untuk perkecambahan dan vigor bibit
kepayang.