Post on 18-Mar-2019
Judul Terjemahan : Kumpulan Khutbah Dr. A`id Abdullah Al-Qarny
Mulai : 12/7/04
Date line :
Judul Asli : Al-Misk wa al-‘Anbar fi Khathab
al-Mimbar
Penulis : Dr. A`id Abdullah Al-Qarny
Penerbit : Maktabah al-‘Abikan, 1423
Daftar Isi
- Daftar Isi
- Kata Pengantar
- Malam Pertama di Dalam Kubur
- Kewajiban yang Terabaikan
- Syahid Mihrab
- Sekolah Pelecehan
- Muazin Pertama
- Apakah Kebahagiaan Itu?
- Demikianlah Seharusnya Keadilan!
- Zhalim di Tingkat Pertama
- Rasul Orang-orang Miskin
- Serigala Bicara
- Benda Allah yang Mahal
- Da’i yang Diusir
- Pemuda Kemarin dan Hari Ini
- “Akan Kami Perlihatkan Kepada Mereka Tanda-tanda Kami
di Segenap Ufuk”
- Diskusi antara Fir’aun dan Musa
- Anekdot Haji Rasul saw
- Allah, Allah, di Dalam Shalat
- Faktor-faktor Kekuatan Kaum Muslimin
- Hakikat Kebangkitan
- Rasulullah Tertawa
- Generasi yang Tak Berulang
- Bahaya bagi Umat
- Pahlawan Pertempuran
- Khutbah Idul Adha
- Mengagungkan Syiar Allah
- Kriteria Cinta Rasul
- Para Pencari Kebenaran
- Jangan Jadikan Allah Sasaran Sumpahmu!
- Pangeran Miskin Dinasti Abasiyah
- Mereka yang Mendapatkan Laknat
- Perjalanan Mencari Ilmu
- Hak Muslim atas Muslim yang Lain
- Kisah si Kembali Kepada Allah
- Tingkatan Ihsan
- Syahid di Konstantinopel
- Garis Iman
- Waktu dan Kehidupan
- Para Pengasih Dikasihi Allah
- Yusuf di Dalam Sumur
- Yusuf di Rumah al-‘Aziz
- Bagaimana Kita Mengajar Orang Lain?
- Sosok yang Dicoba?
- Sekelompok Sapi
- “Sang Pemurah Bersemayam di Atas Arasy”
- Zhalim Itu Kegelapan
- Wahai Para Durhaka
- Daftar Pustaka
Kata Pengantar
Puja dan puji hanya milik Allah, Dzat yang Mahaagung
dan Mahamulia. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada
khatib teragung dan imam termulia, para keluarganya dan para
sahabatnya; selama burung-burung masih berkicau, awan-awan
masih berarak, dan purnama masih terpancar dengan sempurna.
Maka, perumpamaan “Kalimat yang baik itu seperti pohon
yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke
langit.” (QS. Ibrahim: 24)
Kalimat yang baik adalah kalimat yang dapat merumuskan
prinsip-prinsip, menyegarkan jiwa, menggerakkan generasi,
dan mendirikan sebuah bangsa.
Kalimat yang baik adalah kalimat yang memperbaiki
kesalahan, mengukuhkan keadilan, meringankan kebatilan, dan
melebur penyelewengan.
Kalimat yang baik adalah cara kerja, keuntungan masa
lalu, kidung penyemangatan hari ini, dan harapan yang
menjanjikan di masa mendatang.
Kalimat terkuat di atas mimbar adalah nasihat pada hari
dimana semua kepala tertunduk, jiwa-jiwa terdiam, mata
berkaca-kaca dan keheningan menghitam; sehingga Anda tidak
mendengar kecuali desahan nafas.
Hari itu, seorang khatib berdiri. Lidahnya basah dengan
hujjah-hujjah, alunan suaranya merasuk cepat ke dalam jiwa
sebagaimana pergerakan air di batang pohon, pergerakan cinta
di dalam hati, dan pergerakan sinar ketika terpancar.
Khatib yang kritis, dengan ucapannya ia dapat membentuk
umat yang tersia-sia menjadi umat produktif-efektif, umat
membangun dan menanam, umat menulis dan membaca, dan umat
yang memberi dan menolak.
Hal pertama yang dilakukan oleh Nabi Muhammad saw
terhadap umat padang pasir adalah menceramahi dan menasihati
mereka, memberi kabar baik dan kabar buruk kepada mereka,
serta memerintah dan mencegah mereka.
Maka, umat-umat itu pun berubah menjadi umat yang suci,
menjadi bintang yang mengarahkan, menjadi kemilau cahaya
yang menunjukkan tempat-tempat pertempuran bagian depan;
merubah dari pujangga arak yang gila menjadi sastrawan yang
sarat dengan kebijaksanaan, menjadi penyenandung
kebenenaran; merubah dari bangsa Arab yang binasa menjadi
hamba-hamba yang anggota tubuhnya selalu bergetar pada waktu
sahur karena rasa takut kepada Allah.
Dialah khatib agung itu, Rasulullah saw, sebagaimana
dikatakan:
“Tidaklah beliau mengucapkan sejumlah kata kecuali #
Kata-kata itu membangunkan umat dari kehancuran.”
Bahwa lidah yang jujur lagi fasih dapat berperan di
tengah masyarakat sebagaimana peran yang besar, batalion
yang bergemuruh dan tentara yang bertualang.
Lidah yang jujur dan fasih dapat menyentuh jiwa secara
langsung, mengundang jiwa tanpa ada penghalang, dan
mengarahkan pandangan mata terhadap apa yang diinginkan.
Dengan khutbah yang stimulatif dan mengena, para
pengusung kebenaran dan pemimpin kebajikan itu dapat
menemukan keinginan-keinginannya.
Ketika mendengarkan khutbah, para penakut menjadi
pemberani, kikir menjadi dermawan, goblok menjadi mulia,
duduk menjadi usaha, dan orang-orang yang hancur menjadi
selamat.
Ketika mendengarkan khutbah, si fakir mendapat makanan,
si telanjang mendapat pakaian, si korban musibah mendapat
pertolongan, dan air mata si penderita itu dapat dihapus.
Khatib yang bombastis dapat mengobarkan semangat di
kepala para pejuang, membangkitkan gairah dalam diri para
pembela kebenaran, dan menstimulasi hati pahlawan
perjuangan.
Ketika suasana menjadi gelap gulita, ketika peristiwa
terjadi, ketika bencana menimpa, khatib yang fasih akan
mampu mengajak mereka untuk menyatukan pendapat secara
kolektif, dan melontarkan tongkat alibi ke dalam kerumunan
manusia. Ternyata, tongkat hujjah itu menelan kebatilan dan
membinasakan berbagai peristiwa.
Khatib yang fasih dapat menyulam sejarah panjang dalam
sekejap mata, dapat menyusun harapan besar dalam tempo yang
sangat singkat.
Jika para pembesar itu menolong umat hingga mereka
menggapai puncak kejayaannya; tapi jika kehormatan itu
terkalahkan, mereka akan terus berusaha mengangkatnya,
meskipun kepala mereka berada di atas bintang.
Jika para khatib itu menceramahi tentara tentang
keberanian, mereka meremehkan kematian bagi para tentara
sehingga kematian itu tak ubahnya seperti mengunjungi
festival atau menyaksikan taman-taman yang indah. Mereka
mendorong para tentara untuk lebih berani sehingga seolah
hidup yang tanpa akhir kematian itu tiada guna, diam tanpa
pembelaan itu sia-sia, dan hidup tanpa perjuangan itu
memalukan. Mereka meremehkan keberadaan musuh sehingga
pedang-pedang para tentara itu laksana pena penulis, dan
tombak-tombaknya adalah ranting para pemain.
Barang siapa yang di telapak tangannya terdapat tombak,
maka ia seperti orang yang di telapak tangannya terdapat zat
pewarna.
Jika para khatib itu menceramahi orang-orang kaya yang
dermawan dan baik hati, mereka membuat “memberi” itu laksana
sebuah kehidupan, “tidak memberi” itu laksana sebuah
kematian, dan “meninfakkan” rizki itu adalah kebahagiaan.
Ceramah mereka yang membius itu telah mengeluarkan banyak
dinar dan dirham. Ungkapan-ungkapan mereka yang tajam itu
telah menghamburkan emas dan perak. Dan, dengan ceramah
mereka itu, harta yang banyak tumpah dari tempat
penyimpanannya, serta simpanan-simpanan itu keluar dari
timbunannya.
Jika menceramahi orang-orang miskin, para khatib itu
menjadikan getirnya kemiskinan sebagai kebahagiaan, dan
penderitaan yang menghimpit sebagai suatu kemuliaan. Sebab
orang-orang miskin itu iri hati karena kemiskinannya, dan
cemburu karena ketidak-punyaannya.
Menurut para khatib itu, kemiskinan si miskin adalah
jalan untuk memperkecil tanggung jawab, meringankan langkah,
memperkecil kesalahan, dan menentramkan jiwa.
Ketika memberi ceramah kepada korban bencana, para
khatib itu mempersembahkan sanjungan dan keutamaan kepada
mereka. Sebab, setiap orang yang tertimpa musibah,
dinilainya sebagai sosok yang dipilih dan diseleksi karena
musibahnya.
Para khatib yang gemilang dapat memindahkan terbentur
pada kekalahan menjadi kemenangan dan guncangan kenelangsaan
menjadi keluhuran, dengan ungkapan yang agung dan kata-kata
yang sakral.
Tidaklah kejadian, peristiwa dan penampilan-penampilan
itu, melainkan hasil dari perkataan dan khutbah yang
bersayap lagi bergemuruh.
Rasul saw memberikan ceramah yang sarat dengan makna
pada saat perang Badar. Ceramah itu dapat mendekatkan surga
kepada para perindu kebahagiaan, menciptakan kebencian pada
kekekalan di dunia ketika ia datang, mempermudah mati bagi
para pencarinya, dan terbunuh bagi yang menginginkannya.
Karena itu, orang-orang beriman berlomba untuk mengikuti
petunjuknya. Mereka seolah berada dalam peperangan dengan
musuh demi memasuki kedelapan pintu surga, memerangi orang-
orang kafir demi berkeliling di dalam surga al-Kautsar, dan
menghancurkan misi para penyembah berhala demi merasakan
gelas penuh kenikmatan di dalam surga Adn.
Demikian juga, Rasulullah pun pernah menyampaikan
khutbah sehari menjelang perang Uhud. Karenanya, para
pahlawan itu enggan menetap di Madinah dan lebih memilih
berangkat ke bukit Uhud. Gema suara khutbah itu terdengar di
telinga seperti simbol-simbol pasukan, bendera gerilyawan,
dan tanda-tanda tentara.
Ketika Rasulullah meninggal, terjadi suatu kondisi yang
memilukan. Namun Abu Bakar kemudian berta’ziah kepada
keluarga yang terkena musibah, dan ia dapat mencairkan
suasana, membalut luka, mengusap air mata, kembali
menyalakan semangat, menerangi jiwa dan menghidupkan hati.
Ungkapan yang ia sampaikan seperti sebuah perkataan
baru yang jatuh dari alam ghaib dan menimpa sayap-sayap yang
menerima, atau jatuh dari langit lalu menimpa simbol-simbol
rasa cinta.
Adalah Thariq bin Ziyad yang mengarungi lautan dan
menemukan komunitas orang-orang kafir. Ia kemudian menebar
ketakutan di sana dan bertindak sebagaimana tindakan
pahlawan perang. Orasi yang ia sampaikan memekakkan telinga
para pemberani, memperkeras tombak sahabat-sahabatnya, dan
membuat para penakut maju untuk menikamkan tombaknya.
Thariq terus berbusa-busa dan menggelegar-gelegar,
sementara pasukannya terus merangsek, padahal maut di atas
kepala dan kebinasaan mencandai setiap jiwa. Namun di bawah
kegaduhan orasinya, ternyata tentara kaum Muslimin mampu
mengetuk pintu kesuksesan, mengangkat bendera kemenangan,
sedang hidung-hidung rakyat jelata itu tersungkur di atas
debu medan peperangan.
Adalah Ali bin Abu Thalib ra, yang apabila berkhutbah
ia menyemburkan sumber-sumber penjelasan, menggenggam jiwa-
jiwa dengan penuh kehalusan, memikat hati dengan penuh
keterpikatan, dan memecah tengkorak kepala para hadirin
dengan kefasihannya.
Ia mengantarkan khutbah seolah setiap kalimat yang
diucapkannya merupakan lukisan yang sangat indah, sangat
molek dan sangat berharga.
Ali ra -bapak al-Hasan- adalah kefasihan, dan kefasihan
itu adalah Ali.
Apabila Ibnu al-Jauzy menasihati orang-orang, maka di
tempat ceramah itu akan ada pemandangan yang tidak lazim
dalam kehidupan manusia. Ada gangguan dalam jiwa manusia,
ada air mata yang mengalir, ada keheranan pada mereka yang
menyaksikan, dan ada pula kebingungan di dalam hati para
hadirin.
Sementara di sudut yang satu ada teriakan orang-orang
yang bertaubat, di sudut lainnya ada rintihan orang-orang
yang menyesal. Sementara di satu pojok ada yang pingsan, di
pojok lainnya ada yang hancur karena cemeti nasehat yang ia
sampaikan.
Sebagian khatib menyampaikan ceramahnya sambil duduk.
Namun para hadirin yang diceramahi terkejut di saat para
penunggang kuda itu datang. Mereka beringsut menghampiri
para penunggang kuda, sedang perhatian dari sang khatib
terputus karena kedatangan para penunggang kuda itu.
Sebagian khatib berkhutbah di tengah khalayak ramai
tanpa menggetarkan bibir, menggerakkan jari-jemari, atau
mengedipkan pandangannya.
Sebagian khatib apabila berkhutbah menggetarkan mimbar
dengan gemuruh suaranya, yang akibatnya para hadirin berada
di dalam genggamannya dan para pendengar berada di bawah
kendali tangan kanannya.
Sebagian khatib mengalirkan kata dengan penuh
ketenangan seperti air yang mengalir dengan tenang dan
damai, juga seperti angin yang bertiup lembut dan nyaman.
Mereka menemani jiwa sebelum tubuh, menghangatkan hati
sebelum badan.
Khatib yang mampu adalah khatib yang memiliki kendali
inisiatif. Dia tidak meninggalkan jiwa-jiwa itu lepas dari
genggamannya. Dialah yang menerjuni medan kosa kata dengan
memilih kata terbaik, dan meninggalkan yang tidak. Dia dapat
mengontrol diri, teguh pendirian, percaya diri, kokoh
berpijak, dan tenang pembawaannya.
Hati- hati para hadirin bergetar karena pengaruh dari
hati sang khatib dan jiwa mereka gelisah, karena intonasi
suaranya yang meledak-ledak.
Khatib yang mampu itu laksana banjir yang terus
bergerak. Jika banjir itu terhalang oleh anak bukit, ia akan
menggilasnya dan naik ke atasnya. Jika ia terhalang oleh
lembah, ia akan memenuhi dan melintasinya. Jika ia
menghadapi gurun pasir, ia akan bergerak ke kanan atau ke
kiri, ke segala arah.
Khatib yang mampu selalu berusaha menenangkan dan terus
menenangkan. Sehingga, pendengaran mereka menjadi tenang dan
jiwa mereka menjadi tentram. Ia selalu mengobarkan
kegelisahan, sehingga suasana menjadi panas dan mereka
menjadi gelisah.
Khatib itu bertanya dalam keadaan diam laksana singa
yang merenung, terkagum-kagum dalam keadaan bingung laksana
pujangga gila, meminta belas kasih melalui ungkapan seperti
si miskin papa, memerintah seperti penguasa yang ditakuti,
dan meratap di tempat yang tepat untuk meratap. Sehingga ia
membuat orang-orang lupa akan si hidung pipih, dan ia pun
membalut hati mereka dengan ungkapan ketabahan. Karena itu,
kegerahan bencana menjadi hilang seiring dengan datangnya
rasa nyaman yang dipancarkan dari dirinya.
Khatib yang mampu dapat menafsirkan ayat-ayat dengan
jelas, sehingga dapat melekatkan misi khutbah yang ia
sampaikan dan solusi nasihat yang ia berikan pada ayat-ayat
tersebut.
Ia menghafal hadits-hadits shahih sehingga perkataannya
setipe dengan seluruh sabda Rasul, dan hatinya selalu
terkait dengan “jiwa yang tidak memiliki dosa” (baca: Nabi
Muhammad).
Ia menguasai sastra dari berbagai sisi. Bait-bait
sya’ir mengalir dari lidahnya, menyenandung, menyemangati
dan menyanyikan.
Ia memiliki cerita-cerita yang dapat disampaikan secara
mengagumkan dan luar biasa, sehingga orang-orang yang
mendengarnya merasa hidup dalam cerita itu, dan yang tidak
mendengarnya merasa menyaksikan cerita itu.
Anda mungkin pernah menyimak berbagai peristiwa namun
Anda tidak merasa tergerak, tidak merasa kagum atau merasa
penasaran. Namun akan lain kondisinya jika Anda mendengar
peristiwa-peristiwa itu dari Khatib yang lantang. Ia mampu
mengemas cerita itu hingga menyentuh nurani Anda yang sakit,
yang pada gilirannya akan memercikkan bara kehangatan,
semangat dan ketertarikan.
Seorang khatib yang mampu, ketika mensifati malam di
siang bolong, Anda merasa seolah berada di bawah kegelapan
dan dikelilingi oleh sayap-sayap yang hitam. Ketika
mensifati sungai, Anda merasa seolah baju yang Anda kenakan
basah setelah berenang dari sana. Ketika menceritakan
tentara musuh yang jauh, kemudian Anda melihat ke puncak
gunung, Anda seolah merasa bahwa bendera-bendera mereka
sudah terlihat dan ciri-ciri mereka semakin dekat.
Ketika sang khatib mengajak Anda lapar dan berkorban,
Anda akan melemparkan roti dari tangan Anda karena sebuah
kepatuhan. Ketika Ia mendorong Anda untuk telanjang demi
menolong orang lain, Anda akan melepas pakaian Anda demi
menolong dan menyelamatkan mereka.
Tidaklah retorika itu melainkan menarik jiwa orang
lain, memiliki hati-hati mereka, dan bertindak di dalam
perasaannya. Tidaklah retorika itu melainkan penguasaan atas
koloni pemikiran, membuka keterikatan analisis, dan
menyelamatkan pendapat-pendapat yang beraneka ragam.
Retorika adalah persuasi, merubah dari tersesat ke arah
petunjuk, dari melenceng menjadi lurus, dan dari kezhaliman
menjadi keadilan.
Ketika sang khatib menginginkan audiensnya merasa
sedih, ia harus mampu menyampaikan rasa duka dari dalam
hatinya, mengekspresikan rasa prihatin dari relung kalbunya,
menggetarkan suara ketika menyampaikannya, dan mengalirkan
ekspresi-ekspresi kenelangsaan.
Kata-kata sedih mengalir dari kedua bibirnya, rintihan-
rintihan terdengar seiring cucuran air mata, erangan-erangan
terdengar seiring dengan ungkapan-ungkapan yang ia
sampaikan. Semua orang menjadi menangis, semua orang menjadi
berduka.
Ketika para khatib itu ingin mengobarkan semangat
audiensnya, maka ia memotivasi diri mereka, berteriak untuk
menebar pengaruhnya, memunculkan kekuatan pada diri mereka,
dan membangkitkan emosi dirinya dengan perasaan iba.
Sehingga para hadirin menjadi berani untuk maju, dan semua
mata mencermati kapan datangnya detik-detik untuk berkorban?
Retorika mengandung arti bahwa Anda harus mendatangi
sang pemarah yang dendam, yang penuh dengan keterpengaruhan
dan luka-luka. Anda lalu menenangkan hatinya, merasuk ke
dalam dirinya, mengeluarkan iri hatinya, melenyapkan
kesesakkannya, sehingga kepanasan yang ada dalam dirinya
mendingin, jilatan api kemarahannya menjadi padam,
kemarahannya lenyap, dan ia kembali menjadi orang bijak,
lurus dan tolerir.
Retorika mengandung arti bahwa Anda harus mendatangi
sang durhaka yang selalu membangkang dan berselisih. Anda
kemudian menghaluskan wataknya, berdialog dengan nuraninya,
menyentuh perasaannya, sehingga ia bertaubat, pasrah dan
mengakui kesalahan-kesalahan dirinya.
Retorika itu tidak hanya sekedar kata-kata yang tanpa
makna, arahan tanpa orientasi, atau ekspresi tanpa
pengungkapan. Retorika adalah semua itu. Retorika adalah
suara dan bentuk, air dan bayangan, bangunan dan reruntuhan,
perasaan dan makna, serta perumpamaan dan nilai.
Sebagian penjelasan itu adalah sihir yang bisa memikat
hati, mewarnai watak, merubah bentuk, peristiwa, sesuatu
atau situasi.
Dan, sebagian retorika itu adalah sihir yang dapat
memberanikan diri sang penakut, meluluhkan hati sang
pembangkang, memberi kesabaran bagi yang terkena musibah,
mendermawankan orang yang bakhil, dan mendorong maju sang
penakut. Sihir retorika itu terletak pada ketinggian,
kedalaman, pengaruh, makna-makna dan perasaannya.
Sihir retorika itu terletak pada penyampaian, kemanisan
dan pewarnanya. Lidah yang fasih dapat membuat hal-hal yang
mengherankan, menyimpulkan berbagai peristiwa dan merumuskan
berbagai realitas.
Adalah Ahnaf bin Qais, seorang yang kurus kering,
tubuhnya lemah, matanya nyaris buta, anggota tubuhnya hampir
lumpuh, tapi apabila berbicara, suaranya menggelegar di
udara, menarik perhatian mata, menggoda pendengaran telinga
dan menguasai hati. Inilah kefasihan itu.
Sebagian para khatib itu seperti badai yang menderu.
Jika terjun dalam orasi, ia marah, berkobar, emosi dan
berlalu. Kondisi dirinya seolah mengatakan, “Jangan kau
sentuh aku!”
Tidakkah Anda melihat jika ia membela misi penjelasan
itu dengan pedang kefasihannya yang tajam, dan menghancurkan
gunung keraguan dengan gada hujjah yang menyeramkan. Dialah
sosok yang menguasai situasi, guru peristiwa dan penguasa
tempat.
Retorika adalah keberanian yang nyata, maju yang tidak
mengenal mundur atau berpaling, dan menghadapi banyak orang
tanpa merasa takut, sedih ataupun malas.
Retorika adalah mempersiapkan segala yang ingin
diutarakan secara lebih awal, memenuhi otak dengan beragam
pembahasan dan menguasai pembicaraan di atas podium dengan
sangat sempurna. Ketika itu semua sudah terpenuhi, sang
Khatib akan naik ke atas mimbar dengan penuh percaya diri,
mantap keyakinan dan kukuh pendirian. Sebab, ia merasa telah
mempersiapkan diri, membutakan pemikiran, dan mempersiapkan
diri untuk berhadapan. Tidaklah retorika itu hanya sekedar
ratapan peperangan.
Bahwa kegagalan pertama seorang khatib adalah tidak
mempersiapkan apa yang akan disampaikan di dalam hatinya,
dan tidak menyediakan ide-ide di dalam benaknya. Ia hanya
mengira bahwa keberadaannya di depan publik cukup hanya
dengan memperkaya otaknya dengan beragam informasi, dan
memenuhi logikanya dengan berbagai ide. Padahal sesungguhnya
asumsi ini sama sekali tidak benar. “Dan jika mereka mau
berangkat, tentulah mereka menyiapkan persiapan untuk
keberangkatan itu ...” (QS. at-Taubah [9]: 62)
Seorang khatib yang mumpuni selalu menyajikan khutbah
dengan hati, perasaan dan anggota tubuhnya. Ia berbicara di
depan publik dengan segenap darah, pembuluh darah, dan
segala esensi yang ada pada dirinya. Ia berbicara tentang
rasa sakit, sedang ia orang pertama yang merasakan rasa
sakit itu. Ia merasakan itu tidak hanya dengan lidahnya,
melainkan dengan hati, sehingga rasa itu tercermin pada
emosi yang menggelegak di dalam dada, terlihat pada air
muka, intonasi suara dan ekspresi, serta isyarat-isyarat
darinya.
Ia berbicara tentang berita baik, sedang dia bahagia
dengan apa yang terjadi, bersuka cita atas sesuatu yang
tercipta, dan ia membahagiakan orang lain dengan orasi yang
ia suguhkan dari relung jiwanya.
Khatib yang mengalir ucapannya adalah ensiklopedi
berbagai pengetahuan. Ia tidak merasa sulit untuk berbicara
tentang apapun, bahkan pembicaraannya mengalir bak banjir
yang memenuhi setiap tempat kosong.
Ia sering menelaah, menghafal, mencermati,
mengekspresikan berbagai hal, sehingga khutbah yang
disampaikannya seperti sebentuk emas yang tersusun,
berdekatan, tanpa bengkok atau kerutan.
Seorang khatib butuh pada pelatihan secara lebih awal,
dan tidak cukup hanya dengan mencermati karakter seorang
khatib dan membaca ciri-cirinya. Akan tetapi, ia harus
menyelami dunianya sendiri, berkeliling, bereksperimen dan
luwes. Persis seperti berenang. Untuk bisa berenang,
setumpuk buku tebal tidak akan ada gunanya selama ia belum
pernah mencoba mendatangi sungai dan menenggelamkan diri di
sana, sesuai dengan teori yang dibaca atau diketahui.
Apakah Anda mengira jika ingin mengajak orang lain
untuk menyedekahkan harta, Anda mampu melakukannya hanya
dengan mengumpulkan ayat-ayat, hadits-hadits, lalu
mengutarakannya kepada orang lain? Apakah Anda mengira Anda
akan mendapatkan apa yang Anda inginkan?
Tidak, tapi Anda harus mengumpulkan ayat-ayat, hadits-
hadits, ibarat-ibarat, ide-ide, lalu membentuknya dengan
perasaan, pemikatan dan jiwa, kemudian menghias ucapan Anda,
menempatkan diri Anda di tengah publik, serta mencermati
apakah kemuliaan yang Anda bawa itu menarik dan mempengaruhi
orang lain?
Bahwa, sekedar pembicaraan yang tidak jelas arah
tujuannya bukanlah sebuah retorika. Melainkan sekedar
pembicaraan biasa. Tidak semua orang yang berbicara itu
orator (khatib), sebab orasi itu sesuatu yang lain dari
berbicara atau berkata-kata.
Umat Islam membutuhkan para khatib yang menguasai
bidangnya dan menguasai perasaan orang lain. Tugas para
khatib itu adalah menyampaikan misi kebenaran dengan
penyampaian yang dapat mempengaruhi dan mengena terhadap
perasaan audiensnya. Para khatib itu menjelaskan tentang
manhaj rabbani dengan penuh kehangatan, daya pikat dan daya
tarik. Mereka adalah para khatib yang mampu menggemakan
suara kebenaran, mengalurkan kejujuran dan kalimat-kalimat
Islam, di tempat perkumpulan publik.
Ada sekelompok orang yang tidak dapat dibujuk oleh
pelajaran yang tenang, tidak dapat ditarik oleh pembicaraan
yang ringan, melainkan ia hanya dapat ditarik atau
digerakkan oleh pengaruh khutbah yang ada di dalam dirinya,
serta kefasihan yang mengalir begitu deras dari sosok
seorang khatib. Suara-suara itu harus mengena ke dalam
relung hatinya, bahkan ke dalam hati yang paling dalam.
Bahwa orang-orang yang mengira peranan retorika itu
sangat dangkal, dan bahwa jeritan atau teriakan itu tidak
dibutuhkan, maka mereka telah melakukan kesalahan yang riil.
Sebab, orator nomor wahid dan telah melakukan perbaikan
kepada sebuah bangsa melalui khutbahnya, yaitu Rasulullah
saw, menyampaikan khutbahnya dengan suara tinggi sampai
wajahnya memerah, seolah beliau itu instruktur militer.
Meskipun manusia itu bertingkat, namun untuk
menggerakkan jiwa mereka cukup hanya dengan pemikiran yang
jelas dan penyampaian yang baik. Dan itu dilakukan dengan
tanpa menghancurkan unsur-unsur terkecil dari pembelotan
atau keberpalingan yang ada di dalam jiwanya. Semua itu
dilakukan hanya dengan sentuhan-sentuhan nasehat,
kontinyuitas khutbah, agar mereka menuruti panggilan dan
mematuhi khutbah yang menghanyutkan itu.
Bahwa khalayak ramai membutuhkan para khatib yang kokoh
dan terampil. Mereka menyampaikan tugasnya untuk menasehati
atau membujuk secara gamblang, demi menghindarkan mereka
dari berbagai kesulitan. Mereka memiliki pengalaman yang
cukup untuk menghadapi berbagai peristiwa, dan mereka pun
mempunyai semangat yang tinggi untuk sampai pada level
teratas dalam berbagai hal.
Umat Islam saat ini membutuhkan lembaga atau tempat
pendidikan yang dapat menelurkan para khatib atau orang-
orang yang fasih berbicara, yang selanjutnya menyebar dan
mendistribusikan mereka ke berbagai komunitas dalam rangka
mengajak umat manusia ke jalan Allah dan mengingat-Nya.
Sehingga mereka dapat segera memberikan respon positif. Dan,
ini merupakan kebutuhan mendesak serta sebuah tugas yang
mulia.
Seandainya ada periode pelatihan dan rapat tahunan
untuk para khatib, dimana mereka dapat mendiskusikan situasi
yang berlangsung, mengoreksi kesalahan serta memperbaiki
kondisinya. Semoga Allah mengabulkan, sebab Allah adalah
Dzat yang Maha dipinta pertolongan-Nya, dan Dia Maha Pemberi
petunjuk ke jalan yang lurus.
‘A`id bin Abdullah al-Qarny
Riyadh: 1413 H.
Malam Pertama di Dalam Kubur
Sesungguhnya segala puji hanyalah milik Allah. Kita
memuji-Nya, meminta pertolongan-Nya, meminta ampunan-Nya,
dan berlindung kepada-Nya dari keburukan diri dan pekerjaan-
pekerjaan kita. Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah,
maka tiada orang yang dapat menyesatkan dirinya. Dan, barang
siapa yang disesatkan, maka tiada orang yang dapat memberi
petunjuk untuknya. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan (yang
berhak disembah) kecuali Allah semata yang tiada sekutu
bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan
pesuruh-Nya.
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah
dengan sebenar-benar takwa kepada-Nya. Dan janganlah sekali-
kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.” (QS.
Ali Imran [3]: 102)
“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang
telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya
Allah menciptakan istrinya; dan daripada keduanya Allah
mengembang-biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan,
bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-
Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah)
hubungan silaturahmi. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan
mengawasi kamu.” (QS. an-Nisa’ [4]: 1)
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada
Allah dan katakanlah perkataan yang benar. Niscaya Allah
memperbaiki bagimu amalan-amalanmu, dan mengampuni bagimu
dosa-dosamu. Dan barangsiapa menaati Allah dan Rasul-Nya,
maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar.”1
(QS. al-Ahzab: 70-71)
Amma Ba’du.
“Sesungguhnya sebenar-benarnya pembicaraan adalah kitab
Allah (al-Qur`an), sebaik-baiknya petunjuk adalah petunjuk
nabi Muhammad saw, dan seburuk-buruknya perkara adalah
perkara yang baru. Setiap yang baru adalah bid’ah, setiap
bid’ah adalah kesesatan, dan setiap kesesatan itu di
neraka.”2
Wahai hamba-hamba Allah!
“Aku telah terpisah dari tempat tidurku # satu hari,
diam (akan) pisah dariku.1 Khutbah ini disampaikan Rasulullah ketika memberi
pelajaran kepada para sahabatnya agar mereka menjadikannya
sebagai perkataan mereka dalam setiap permasalahan agama,
apakah dalam khutbah nikah, khutbah jum’at atau khutbah-
khutbah yang lainnya.
Dikeluarkan oleh Abu Daud (3/239) no. (2118), Tirmidzi
(3/413) no. (1105), Nasa`i (3/105) no. (1404), Ibnu Majah
(1/1609) no. (1892), al-Darami (2/191) no. (2202) dan Ahmad
bin Hanbal 1/392, 393, 432)2 Dari hadis Jabir rd. Jabir berkata tentang hadis itu,
“Bahwa nabi Muhammad saw selalu mengatakan perkataan itu
apabila berkhutbah. HR. Muslim (2/593) no. (867), Nasa`i
(3/188) no. (1578)
Kubur adalah malam pertama. # Demi Allah, katakan
padaku apa yang terjadi.
Ada dua malam yang harus selalu dibayangkan oleh setiap
Muslim:
Satu malam di rumah, bersama anak-anak dan keluarga
dalam keadaan penuh nikmat dan kebahagiaan, kehidupan yang
nyaman, bugar dan kesehatan, menertawakan anak-anak dan
anak-anak pun tertawa kepadanya. Sedang satu malam lainnya,
malaikat maut akan datang kepadanya. Ia kemudian diletakkan
di dalam kubur dalam keadaan seorang diri.
Ia berkata, “Tatkala aku pindah dari satu tempat yang
telah terbiasa ke tempat lain, aku tidak bisa tidur. Apa
yang Anda rasakan ketika malam pertamaku itu diletakkan di
dalam kubur? Dimana tidak ada teman, sahabat, isteri, anak-
anak atau harta.
“Kemudian mereka (hamba Allah) dikembalikan kepada
Allah, Penguasa mereka yang sebenarnya. Ketahuilah, bahwa
segala hukum (pada hari itu) kepunyaan-Nya. Dan, Dialah
Pembuat perhitungan yang paling cepat.” (QS. al-‘An`am: 62)
Malam pertama di dalam kubur... Ulama menangis
karenanya... Orang-orang bijak mengadu tentangnya, dan di
dalamnya akan disusun semua susunan.
Malam pertama di dalam kubur.
Salah seorang penyair sekarat akibat dipatuk ular dalam
perjalanan yang ia lakukan tanpa mengucapkan salam
perpisahan kepada ibu, bapak, anak-anak dan saudara-
saudaranya. Ia mengucapkan dua baris syair dalam hatinya
yang dianggap sebagai syair ratapan terpenting dalam sastra
Arab. Ia mengucapkan syair itu sambil merangkak ke arah
kuburnya.
Maka, kepada Allah-lah (kupasrahkan) perhiasanku pada
hari aku meninggalkan ketaatan. # Anak-anakku dengan kedua
orang tuaku dan rumahku.
Mereka berkata, jangan engkau menjauh, sedang mereka
akan menguburkanku. # Dan, di manakah tempat yang jauh
kecuali tempatku.
Ia berkata, “Bagaimana mungkin aku dapat berpisah
dengan anak-anakku dalam kondisi seperti ini? Mengapa aku
tidak minta izin pada kedua orang tuaku? Seperti inikah
kehidupanku harus terampas? Seperti inikah kehidupanku harus
pergi? Seperti inikah aku kehilangan segalanya?...
Sahabat-sahabat dan orang-orang yang mengurus
penguburanku berkata, ‘Jangan menjauh’, yakni, ‘Semoga Allah
tidak menjauhkanmu’. Apakah masih ada tempat yang lebih jauh
dari tempat ini? Adakah tempat yang lebih ganas dari tempat
ini? Adakah tempat yang lebih gelap dari tempat ini?”
“Hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari
mereka, dia berkata, ‘Ya Tuhanku kembalikanlah aku (ke
dunia), agar aku berbuat amal yang saleh terhadap yang telah
aku tinggalkan. Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah
perkataan yang diucapkannya saja. Dan, di hadapan mereka ada
dinding sampai hari mereka dibangkitkan.” (QS. al-Mu`minun:
99-100)
Tidak! Sekarang ulangi perhitunganmu. Sekarang
bertaubatlah! Sekarang berhentilah dari maksiat. Wahai
pengurus masjid yang tidak mengenal shalat. Wahai yang
menentang al-Qur`an, wahai yang menentang hukum-hukum Allah,
wahai yang melakukan kemaksiatan kepada Allah, wahai yang
melewati batas yang diharamkan Allah, bertaubatlah! Di mana
engkau sebelumnya?
Abu al-‘Atahiyah berkata kepada seorang penguasa (al-
Rasyid) yang dibuai oleh kemegahan istana hingga lupa akan
malam pertama di dalam kubur.
Dan hendaknya kita selalu mengatakan kepada setiap
orang besar, setiap orang sombong, setiap orang arogan,
tidakkah engkau mengingat malam pertama di dalam kubur?
Penguasa itu membangun sebuah istana megah di Baghdad.
Abu al-‘Atahiyah memasuki istana itu untuk memberi ucapan
selamat kepadanya, dan ia berkata:
“Hiduplah engkau dengan apa yang nampak untukmu dalam
keadaan selamat, di bawah perlindungan istana nan megah.”
Hiduplah engkau seribu, dua ribu, atau bahkan tiga ribu
tahun dalam keadaan selamat dari berbagai penyakit dan
bencana. Anda akan mendapat apa yang Anda inginkan, baik
makanan, minuman ataupun kenikmatan.
Hiduplah engkau dengan apa yang nampak untukmu dalam
keadaan selamat. # Di bawah perlindungan istana nan megah.
Akan mengalir untuk Anda apa yang Anda inginkan, #
seiring dengan (datangnya) pagi buta, seiring dengan pagi.
Namun apa yang ia katakan setelah itu?
Apabila jiwa telah berkumur # dengan nafas sekarat di
dalam dada.
Di sana Anda tahu dengan pasti # tidaklah Anda kecuali
dalam (keadaan) tertipu.
Mendengar itu, sang penguasa tersebut pun menangis.
Malam pertama di dalam Kubur!
Saya meminta kepada diri sendiri dan kepada Anda semua
wahai kaum Muslimin, untuk mempersiapkan pelita dalam kubur
kita pada malam pertama nanti. Tak ada satu pun yang dapat
menerangi kubur kita kecuali amal shalih yang dilakukan
setelah iman kepada Allah.
Nabi Muhammad berangkat menuju Tabuk dalam sebuah
peperangan. Di suatu malam, Nabi tidur bersama para sahabat
yang lain. Ibnu Mas’ud ra berkata, “Aku bangun pada malam
hari, aku kemudian melihat tempat tidur Rasul saw, (namun)
aku tidak mendapatinya. Aku kemudian meletakkan tanganku di
atas tempat tidurnya, ternyata Nabi kedinginan. Aku kemudian
menuju tempat tidur Abu Bakar, tapi tidak menemukannya.
Selanjutnya aku menoleh tempat tidur Umar, tapi tidak
mendapatinya (pula).”
Ibnu Mas’ud berkata, “Tiba-tiba ada sebuah cahaya di
tenda lain di ujung kemah-kemah tentara. Aku kemudian menuju
arah sinar itu. Ternyata, di sana ada sebuah kuburan yang
telah digali dan Rasulullah telah menuruninya. Di sana
terlihat jenazah yang telah dibungkus dengan kain kafan,
sementara Abu Bakar dan Umar berdiri di sekitarnya. Rasul
kemudian berkata kepada mereka, ‘Berikan kepadaku teman
kalian (itu)!’ Ketika mereka berdua menurunkannya, Rasul
lalu meletakkannya di dalam kubur. Air matanya mengalir,
lalu ia menghadap ke arah kiblat dan mengangkat kedua
tangannya. Rasul berdo’a, ‘Ya Allah, ridhailah dia,
sesungguhnya aku telah meridhainya. Ya Allah ridhailah ia,
sesungguhnya aku telah meridhainya.’
Ibnu Mas’ud berkata, “Aku bertanya, ‘siapa ini?’ Mereka
menjawab, ‘Ini saudaramu, Abdullah Dzul Badazin. Ia
meninggal pada malam pertama.”
Ibnu Mas’ud berkata, “Demi Allah, aku berharap akulah
mayat itu.”1
Umar bin Abdul ‘Aziz -salah seorang penguasa di antara
penguasa-penguasa dinasti Umawiyah- setiap hari mengganti 1 Al-Haitsami mengatakannya dalam ‘Al-Zawa`id (9/372).
Diriwayatkan oleh al-Bazar dari gurunya,’Ibad bin Ahmad.
Hadits riwayat ‘Ibad itu ditinggalkan (matruk).
pakaian lebih dari satu kali. Ia memiliki emas dan perak,
pembantu dan istana, makanan dan minuman, serta segala yang
ia inginkan dan harapkan berada dalam genggamannya.
Namun, ketika ia memangku kekhalifahan dan menjadi
penanggung jawab urusan kaum Muslimin, ia meninggalkan semua
itu sebab ia ingat akan malam pertama di dalam kubur.
Umar bin Abdul Aziz berdiri di atas mimbar di hari
Jum’at. Ia kemudian menangis. Ia telah dibai’at oleh umat
Islam sebagai pemimpin. Di sekelilingnya terdapat para
pemimpin, menteri, ulama, penyair dan panglima pasukan. Ia
berkata, “Cabutlah pembai’atan kalian!” Mereka menjawab,
“Kami tidak menginginkan selain Anda.” Ia kemudian memangku
jabatan itu, sedang ia sendiri membencinya.
Tidak sampai satu minggu kemudian, kondisi tubuhnya
sangat lemah dan air mukanya telah berubah. Bahkan ia tidak
mempunyai baju kecuali hanya satu. Orang-orang bertanya
kepada istrinya tentang apa yang terjadi pada khalifah.
Istrinya menjawab, “Demi Allah, ia tidak tidur semalaman.
Demi Allah, ia beranjak ke tempat tidurnya, membolak-balik
tubuhnya seolah tidur di atas bara api. Ia mengatakan, ‘Ah,
ah, aku memangku urusan umat Muhammad saw, sedang pada hari
kiamat aku akan dimintai tanggung jawab oleh fakir dan
miskin, anak-anak dan para janda.”
Salah seorang Ulama berkata kepadanya, “Wahai Amirul
Mu’minin! Kami melihat Anda di Mekkah sebelum menjabat
kepemimpinan. Anda berada dalam kondisi penuh nikmat, sehat
dan bugar. Gerangan apa yang telah merubah diri Anda?” Umar
kemudian menangis hingga tulang rusuknya nyaris terkilir.
Umar berkata kepada ulama yang tak lain adalah Ibnu Ziyad,
“Wahai Ibnu Ziyad, bagaimana jika engkau melihatku di dalam
kubur setelah tiga hari, satu hari aku melepaskan pakaianku
dan aku berbantal debu, meninggalkan kekasihku, meninggalkan
teman-temanku? Bagaimana jika engkau melihatku setelah tiga
hari? Demi Allah, engkau akan melihat pemandangan yang
buruk.”
Maka, kita meminta kepada Allah untuk mendapatkan
perbuatan baik.
Demi Allah, seandainya seorang pemuda hidup seribu
tahun dari umurnya dengan mengurusi urusannya.
Menikmati semua kelezatan selama seribu tahun itu,
mencicipi kelezatan selama seribu tahun itu di dalam istana
yang dihuninya.
Ia tidak akan terkena oleh bingung sepanjang hidupnya.
Tidak, kebingungan itu tidak bisa ditolak dari dalam
dadanya.
Tidaklah semua kenikmatan selama seribu tahun itu cukup
untuk memenuhi satu malam di dalam kuburnya.
Wahai hamba-hamba Allah! Apa yang telah kita siapkan
untuk malam itu, sementara Nabi bersabda, “Kubur itu taman
dari taman-taman yang ada di surga. Atau, lubang dari
lubang-lubang yang ada di neraka.”1
Adalah Utsman bin Affan ra yang ketika mendengar
jenazah tersiar, ia menangis sampai pingsan sehingga orang-
orang membawanya seperti jenazah ke rumahnya. Mereka
bertanya kepadanya dalam satu kesempatan, “Apa yang terjadi
padamu?” Utsman menjawab, “Aku mendengar Rasulullah
bersabda, ‘Kuburan itu tempat pertama di akhirat.’2 Jika
seorang hamba selamat darinya, maka ia sungguh sangat 1 Hadits itu dikeluarkan oleh al-Tirmidzi (4/551).
Tirmidzi berakata, “Itu hadits Gharib (asing)”. Al-Haitsami
berkata dalam al-Majma’ (3/49), “Al-Thabrani mengeluarkan
hadits tersebut.” Dalam hadits tersebut terdapat Muhammad
bin Ayyub bin Suwaid dan dia itu lemah. 2 Hadis itu dikeluarkan imam Ahmad dalam al-Musnad (1/63)
berbahagia. Tapi jika ia disiksa di dalam kubur, kita
berlindung kepada Allah, sungguh ia telah merugi di akhirat
keseluruhan.”
Kubur itu dari sebagian taman surga. # Atau, lubang
dari sebagian lubang neraka.
Jika ia baik, maka yang setelahnya # merupakan yang
terbaik di sisi Tuhan kami kepada hambanya.
Tapi jika buruk, maka setelahnya lebih # menyengsarakan
bagi hamba yang berpaling dari jalan Allah.
Wahai hamba-hamba Allah!
Aku mengatakan apa yang Anda dengarkan, dan aku meminta
ampunan kepada Allah yang Mahaagung untuk diriku, kalian dan
untuk seluruh kaum Muslimin. Maka, mintalah ampunan-Nya,
sesungguh Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
***
Khutbah Kedua
Segala puji hanyalah milik Allah Tuhan semesta Alam.
Shalawat dan salam tercurah kepada pemimpin orang-orang
bertakwa dan teladan seluruh manusia, kepada keluarga, para
sahabat dan para tabi’in.
Amma Ba’du.
Aku mendatangi kuburan, aku kemudian memanggilnya # Di
manakah orang yang diagungkan dan orang yang dihinakan.
Mereka semua musnah; tiada pemberi kabar # Dan, mereka
semua mati dan kabar itu pun mati.
Wahai orang yang bertanya kepadaku tentang orang-orang
yang telah berlalu, # tidakkah engkau mengambil pelajaran
dari sesuatu yang telah berlalu.
Anak-anak orang kaya itu pergi dan berlalu # maka
keindahan bentuk itu pun dihapuskan.
Aku datang ke kuburan. Kuburan para pemimpin dan para
bawahan, kuburan raja dan rakyat jelata, kuburan orang-orang
kaya dan orang-orang miskin. Semua sama di sisi Allah.
Apakah Anda melihat kuburan yang unggul dari kuburan yang
lain? Apakah malaikat itu terjun ke dalam kubur yang terbuat
dari emas atau perak? Demi Allah, dia telah meninggalkan
kerajaan, istana, tentara dan segala sesuatu yang dia
miliki. Ia mengenakan sepotong kain, seperti yang kita
kenakan. Dan, ia pun dikuburkan di dalam tanah.
Wahai anak Adam, ibumu telah melahirkanmu dalam keadaan
menangis, sementara orang-orang di sekelilingmu tertawa
penuh rasa bahagia.
Maka, beramallah untuk dirimu agar engkau menjadi orang
yang tertawa penuh bahagia ketika mereka menangis pada hari
kematianmu.
Di antara manusia masih ada yang beramal untuk hari
kematian itu. Mereka selalu siap untuk bertemu dengan Allah.
Mereka selalu mengamati detik kematian itu dalam setiap
saat.
Seorang lelaki shalih yang aku kenal keluar bersama
istrinya dari Riyadh untuk melaknakan umroh. Istri tersebut
merupakan wanita shalihah yang berpuasa di siang hari,
beribadah di malam hari, dan menjaga kewajiban-kewajibannya
terhadap Allah.
Sebelum perjalan dimulai, terjadi sesuatu yang aneh.
Wanita itu mengadakan perpisahan bersama anak-anaknya dan ia
pun menciumi mereka. Ia kemudian menulis wasiat terakhirnya
sambil menangis, seolah di dalam hatinya telah terbetik
kalau dirinya akan meninggal.
Lelaki itu kemudian pergi bersama istrinya untuk
melakukan ibadah umroh. Dalam perjalanan pulang, datanglah
ajal yang dipastikan itu. “(sebagai) janji yang sebenar-
benarnya dari Allah. Allah tidak akan menyalahi janji-Nya,
tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. Mereka hanya
mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia; sedang
mereka tentang (kehidupan) akhirat adalah lalai.” (QS. ar-
Ruum: 6-7)
Salah satu ban kendaraan pecah hingga mengakibatkan
kendaraan itu terbalik. Kepala wanita itu terbentur. Namun
demikian, insya Allah dirinya meninggal dalam keadaan
syahid. “Mereka itulah orang-orang yang Kami terima dari
mereka amal yang baik yang telah mereka kerjakan dan Kami
ampuni kesalahan-kesalahan mereka, bersama penghuni-penghuni
surga, sebagai janji yang benar, yang telah dijanjikan
kepada mereka.” (QS al-Ahqaaf: 16)
Suaminya keluar dari kendaraan dan berdiri di sisinya,
sementara wanita itu sedang sekarat. Wanita itu berkata,
“Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) kecuali Allah.
Muhammad adalah pesuruh Allah. Allah, Allah, Allah.” Wanita
itu kemudian berkata kepada suaminya, “Semoga Allah
memaafkanmu. Bertemu di surga. Sampaikan salamku untuk
keluarga.”
“Dan orang-orang yang beriman, dan yang anak cucu
mereka mengikuti mereka dalam keimanan, Kami hubungkan anak
cucu mereka dengan mereka, dan Kami tiada mengurangi sedikit
pun dari pahala amal mereka. Tiap-tiap manusia terikat
dengan apa yang dikerjakannya.” (QS ath-Thuur: 21)
Kita berdo’a kepada Allah semoga mengumpulkan keluarga
itu di surga, sesungguhnya Dia Mahakuasa atas segala
sesuatu.
Kepada engkau dan kepada kami, tidaklah basah sayap-
sayap (hati) kami merindukanmu. # Dan, tidak (pula)
mengering tempat keyakinan kami (hati).
Ketika hati kami memanggilmu, kami nyaris frustasi
seandainya tidak karena engkau menyabarkan kami.
Jika pertemuan di dunia itu telah menjadi mulia, maka
kami akan bertemu denganmu di tempat pengumpulan (mahsyar)
dan itu cukup untuk kami.
Laki-laki itu kemudian kembali ke Riyadh seorang diri.
Ketika memasuki rumah dan bertemu dengan anak-anaknya,
terjadi suasana yang mengharukan. Salah seorang anak
perempuannya bertanya kepadanya, “Di mana ibu?” Ia menjawab,
“Akan datang.” Anak itu kemudian berkata, “Tidak, demi
Tuhan, aku harus melihat ibu!”
Saat itu, perasaan laki-laki itu hancur. Ia tidak dapat
mengontrol dirinya, ia tidak menemukan jawaban untuk
anaknya. Ia kemudian berkata kepada putrinya itu, “Engkau
akan melihat ibumu, dengan izin Allah. Engkau akan
melihatnya di surga yang luasnya seperti langit dan bumi,
yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa.”
Maka, beramallah untuk rumah besok yang malaikat Ridwan
adalah penjaganya, tetangganya adalah Muhammad dan Allah
yang membinanya.
Bangunannya adalah emas, tanahnya adalah misik, dan
za’faran adalah aroma yang tercium di dalamnya.
Wahai saudara-saudaraku di jalan Allah!
Apakah engkau sudah mempersiapkan malam pertama di
dalam kubur? Wahai kakek yang bongkok punggungnya dan dekat
ajalnya, sudahkah engkau mempersiapkan malam pertama?
Wahai pemuda yang tertipu oleh kemudaan dan angan-angan
yang panjang, sudahkah engkau mempersiapkan malam pertama?
Semoga Allah menyadarkan aku dan engkau dari kelalaian
orang-orang yang lalai. Semoga Allah mengumpulkan aku dan
kalian dalam kelompok orang-orang yang bertakwa.
Wahai hamba Allah!
Bacakanlah shalawat dan salam kepada orang yang Allah
memerintahkan engkau untuk membaca shalawat dan salam
kepada-Nya. “Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya
bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman,
bershalawatlah kamu untuk Nabi, dan ucapkanlah salam
penghormatan kepadanya. (QS. al-Ahzab: 56)
Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa yang bershalawat
kepadaku satu kali, aku akan membacakan shalawat untuknya
sepuluh kali.” 1
Ya Allah, limpahkanlah shalawat kepada Nabi dan
kekasih-Mu, Muhammad saw. Dan, sampaikan kepadanya shalawat
dan salam kami dalam kesempatan yang penuh berkah ini wahai
Tuhan semesta alam. Ya Allah, ridhailah para shahabat
semuanya, para tabi’in, dan orang-orang yang mengikutinya
dengan kebaikan sampai hari agama (kiamat). Kepada kami dan
mereka, limpahkanlah ampunan dan anugerah-Mu wahai Dzat yang
Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
***
Kewajiban yang Terabaikan
Sesungguhnya segala puji hanyalah milik Allah. Kita
memuji-Nya, meminta pertolongan-Nya, meminta ampunan-Nya,
dan berlindung kepada-Nya dari keburukan diri dan pekerjaan-
pekerjaan kita. Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah,
maka tiada orang yang dapat menyesatkan dirinya. Dan,
barangsiapa yang disesatkan, maka tiada orang yang dapat
memberi petunjuk untuknya. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan
(yang berhak disembah) kecuali Allah semata yang tiada
sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah
hamba dan pesuruh-Nya.1 Hadits Riwayat Muslim (1/288) no. (384)
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah
dengan sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-
kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.” (QS.
Ali Imran [3]: 102)
“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang
telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya
Allah menciptakan istrinya; dan daripada keduanya Allah
mengembang-biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan,
bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-
Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah)
hubungan silaturahmi. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan
mengawasi kamu.” (QS. an-Nisa` [4]: 1)
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada
Allah dan katakanlah perkataan yang benar. Niscaya Allah
memperbaiki bagimu amalan-amalanmu, dan mengampuni bagimu
dosa-dosamu. Dan barangsiapa menaati Allah dan Rasul-Nya,
maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar.”
(QS. al-Ahzab: 70-71)
Amma Ba’du.
Sesungguhnya sebenar-benarnya pembicaraan adalah kitab
Allah (al-Qur`an), sebaik-baiknya petunjuk adalah petunjuk
Nabi Muhammad saw, dan seburuk-buruknya perkara adalah
perkara yang baru. Setiap yang baru adalah bid’ah, setiap
bid’ah adalah kesesatan, dan setiap kesesatan itu di neraka.
Wahai Kaum Muslimin!
Rasulullah pernah dikunjungi oleh seorang laki-laki
buta yang kedua matanya tidak dapat melihat, namun mata
hatinya dapat bersinar.
Ada satu kebutaan yang tiada dokter atau obat dapat
menyembuhkannya. Kebutaan itu adalah kebutaan hati. Allah
berfirman, “Adakah orang yang mengetahui bahwasanya apa yang
diturunkan kepadamu dari Tuhanmu itu benar sama dengan orang
yang buta? Hanyalah orang-orang yang berakal saja yang dapat
mengambil pelajaran.” (QS. ar-Ra’duu: 19). Kebutaan yang
dimaksud dalam ayat itu adalah kebutaan hati.
Adapun laki-laki yang berkunjung kepada Rasulullah
adalah seorang yang kedua matanya buta, namun ia dapat
melihat dengan mata hatinya.
Jika Allah mengambil dari mataku cahayanya, # maka di
dalam hati dan jantungku ada cahaya pada keduanya.
Hatiku cerdas dan akalku tidak bengkok. # Dan, pada
lidahku ada ketajaman seperti pedang yang terhunus.
Lelaki yang berkunjung kepada Rasulullah itu merupakan
menara di antara menara Tauhid. Ia terbunuh di medan
peperangan, padahal Allah telah mengecualikan orang-orang
buta untuk terlibat dalam peperangan. Akan tetapi, ia
mengikuti peperangan dan terbunuh dalam keadaan syahid di
jalan Allah.
Laki-laki itu mendatangi Rasulullah dan bertanya, “Ya
Rasulullah, saya laki-laki buta. Di antara rumahku dengan
masjid ada lembah yang berair, sedang rumahku jauh. Aku
tidak mempunyai pembimbing yang akan membimbingku. Apakah
engkau menemukan keringanan untuk aku shalat di rumah?”
Rasulullah menilai adanya kesulitan. Rasul melihat uzur
dengan jelas. Maka, Rasulullah bersabda, “Ya.” Laki-laki itu
kemudian berpaling dan Rasulullah saw tersadar. Rasulullah
seperti orang yang lupa akan sesuatu kemudian menyadarinya.
Rasulullah bersabda, “Itu pendapatku.”
Apakah yang menyadarkan Rasulullah? Apa yang mengetuk
perasaan Rasulullah dan mengembalikan orang buta itu
karenanya? Ia adalah kewajiban shalat berjama’ah. Rasulullah
bersabda pada laki-laki itu, “Apakah engkau mendengar
panggilan (azan) shalat?” Laki-laki itu menjawab, “Ya”.
Rasulullah bersabda, “Maka jawablah.”1 Dalam satu riwayat,
“Aku tidak menemukan keringanan untukmu.”2
Aku tidak dapat memberi keringanan kepadamu untuk
meninggalkan shalat berjamaah, sekalipun engkau buta,
sekalipun di antara rumahmu dengan masjid ada lembah yang
berair, sekalipun engkau tidak memiliki pembimbing yang akan
membimbingmu, sekalipun apapun. Selama engkau mendengar
panggilan dan selama kesadaran Rabbani sampai ke ke relung
hatimu, jawablah! Sebab aku tidak menemukan keringanan
untukmu.
Itulah peringatan untuk orang yang menentang shalat
berjamaah. Yaitu mereka yang dilalaikan oleh harta dan
keluarganya dari mengingat Allah. Mungkin salah seorang dari
mereka bersebelahan dengan masjid, tapi mereka tidak pernah
mengunjungi masjid itu, meskipun hanya sekali dalam sehari.
Mirisnya, setelah meninggalkan shalat berjamaah, orang itu
mendeklamasikan keislaman dan akidah yang benar. Bahkan,
mungkin ia menolak para da’i atau pencari ilmu.
Dari Ahmad, Ibnu Majah dan al-Hakim, yang kemudian
dishahihkan oleh Abdul Haq al-`Asybily, Rasulullah saw
bersabda, “Barangsiapa yang mendengar panggilan, kemudian ia
tidak mendatanginya, maka tiada shalat (yang sah) baginya.”1
Para Muhaditsin (ahli hadits) menjadikan hadits ini
sebagai dalil untuk mewajibkan shalat jamaah. Mereka
menyatakan bahwa shalat jamaah tidak gugur kewajibannya
kecuali karena adanya uzur syar’i seperti sakit atau
sejenisnya.1 Dikeluarkan oleh Imam Muslim (1/452). No. 6532 Dikeluarkan oleh Ibnu Majah (1/260) No. (792), Imam Ahmad
(3/423) dari Abdullah bin Ummu Maktum.1 Dikeluarkan oleh Ibnu Majah 1/260 no. 793 dan dishahihkan
oleh al-Albani sebagaimana dalam Shahih al-Jami’ no. 6300.
Rasulullah membariskan para sahabat untuk melaksanakan
shalat Isya, dan beliau menemukan barisan tersebut sedikit.
Rasulullah kemudian bangun dalam keadaan marah dan bersabda,
“Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya. Aku benar-benar
berniat menunaikan shalat dan shalat pun telah didirikan.
Aku kemudian memerintahkan (untuk membawa) kayu bakar dan
kayu bakar pun (dibawa). Aku kemudian menentang orang yang
tidak menyaksikan shalat bersama kami. Maka, bakarlah rumah-
rumah mereka!”2
Imam Ahmad menambahkan, “Seandainya tidak karena di
rumah (ada) wanita dan anak-anak.”3
Rasulullah benar-benar berminat untuk membakar rumah
orang-orang yang menentang shalat berjamaah. Dan ini
merupakan peringatan terkeras untuk orang-orang yang
meninggalkan syi’ar agama ini.
Aku membaca dalam satu buku bahwa ada seorang laki-laki
shaleh yang meninggalkan shalat berjamaah tanpa sengaja,
padahal ia tidak pernah meninggalkannya sejak empat puluh
tahun yang lalu. Ia sangat menyesal atas itu. Ia sangat
bersedih karenanya. Ia kemudian melaksanakan shalat sendiri
sebanyak dua puluh tujuh kali. Sebab ia pernah mendengar
Rasulullah bersabda, “Shalat seorang laki-laki dalam
berjamaah lebih utama dari shalat sendiri dengan dua puluh
tujuh derajat.”4
Laki-laki itu melaksanakan shalat yang ia tinggalkan
sebanyak dua puluh tujuh kali. Ia kemudian tidur dan di
dalam tidurnya ia bermimpi melihat para penunggang kuda 2 Dikeluarkan oleh al-Bukhari 1/158, Muslim 1/541 no. 251-
253.3 Dikeluarkan oleh Imam Ahmad 2/367 dan dalam hadits itu
ada Najih Anu Ma’syar al-Sadiy. Dia itu lemah.4 Dikeluarkan oleh al-Bukhari 1/158, Muslim 1/450 no. 650.
dengan pakaian putih. Sementara ia melihat dirinya
menunggang kuda sendirian. Ia berusaha mengejar mereka namun
tidak sanggup. Ia memukul kudanya agar dapat menyusul
mereka, namun tetap tidak mampu. Para penunggang kuda itu
kemudian menoleh kepadanya dan berkata, “Jangan berusaha,
kami shalat berjamaah sedang engkau shalat sendirian.”
Rasulullah sangat menganjurkan umatnya untuk
melaksanakan shalat berjamaah. Dan, para sahabat pun
meyakini bahwa tidak akan ada yang menentang shalat
berjamaah kecuali orang munafik yang diketahui
kemunafikannya.
Ibnu Mas’ud ra berkata, “Benar-benar telah diberikan
kepada seorang laki-laki, tukar-menukar hadiah di antara
kedua orang laki-laki sampai ia berdiri di dalam barisan.”1
Rasulullah bersabda, “Tidaklah dari tiga (orang) dalam
satu desa atau pedalaman yang tidak didirikan shalat (secara
berjamaah), kecuali setan menguasai diri mereka.”2
Ketika kematian menghampiri Sa’id bin al-Musayyib,
tabi’in yang paling alim, salah seorang putrinya menangis.
Ia berkata kepada putrinya, “Jangan menangis wahai putriku.
Demi Allah, tidaklah muazin berazan sejak empat puluh tahun
lalu kecuali aku di dalam masjid.”
Sejak empat puluh tahun yang lalu muazin
mengumandangkan azan, dan Sa’id berada di dalam masjid
menunggu shalat. Ia menunggu panggilan untuk shalat bersama
kaum Muslimin.
Al-`A’mas berkata, “Demi allah, aku tidak tertinggal
takbiratul ihram bersama jamaah selama lima puluh tahun.”1 Dikeluarkan oleh Imam Muslim 1/453 no. 654.2 Dikeluarkan oleh Abu Daud 1/150 no. 547, al-Nasa`I 2/106
no. 847 dan dishahihkan oleh al-Albani sebagaimana dalam
Shahih al-Jami’ no. 5701.
Apa yang akan terjadi seandainya orang-orang pilihan
itu tahu bahwa mereka (orang-orang yang menentang shalat
berjamaah) telah menipu dan membuang shalat, serta tidak
menyempurnakan sujud dan rukunya. Apa yang akan terjadi
seandainya mereka berdua melihat lingkungan yang telah
dipadati penduduk, namun shalat berjamaah tidak dilaksanakan
di dalam masjid kecuali hanya satu atau dua baris.
Di manakah enam atau tujuh anak dalam setiap rumah itu?
Di manakah para pemuda yang kami lihat dibanjiri oleh arsip-
arsip? Di manakah generasi muda yang kami lihat di klub-
klub, stadion-stadion dan tempat-tempat perjamuan?
Dan gelegar azan di semua distrik, # tapi di mana suara
Bilal.
Menara-menara kalian tinggi di setiap tempat, # sedang
masjid kalian sunyi dari hamba Allah.
Inilah Iqbal, sang pujangga Islam yang merasa bangga
dengan sahabat-sahabatnya yang membuka dunia dengan kalimat
“La ilaha illallah”. Iqbal berkata,
“Kami adalah orang-orang yang apabila diundang untuk
shalat mereka, # sedang perang menumpahkan gelas merah di
bumi.
Mereka menghadapkan muka ke arah Hijaz kemudian mereka
bertakbir, # Dalam pendengaran jiwa yang jujur mereka
bertakbir.”
Diriwayatkan oleh Tirmidzi bahwa Rasulullah saw
bersabda, “Jika kalian melihat seorang laki-laki biasa ke
masjid, maka saksikanlah dia dengan keimanan.”1
1 Dikeluarkan oleh Al-Tirmidzi 5/285, no.3093. Al-Tirmidzi
berkata, “Hadis itu Hasan Gharib”; Ibnu Majah 1/263 no. 802;
al-Darami 1/302 no. 1223; Ahmad 3/68, 76 ; dan menurut al-
Albani hadis itu lemah sebagaimana dalam Dhaif al-Jami’ no/.
509. Aku berkata, “Sebab di dalam sanadnya terdapat Daraj
Kita adalah saksi-saksi Allah di bumi. Kita tidak akan
bersaksi kecuali kepada mereka yang shalat bersama kita di
masjid lima kali dalam sehari semalam. Adapun orang yang
rumahnya dekat dari masjid namun terlambat shalat bersama
kaum Muslimin, kita tidak akan bersaksi untuknya di hadapan
Allah pada hari kiamat nanti.
Apa arti deklamasi keimanan yang didengungkan oleh
sejumlah orang, sementara mereka tidak menghadiri shalat
berjama’ah? Apa arti iman? Apa nilai shalat dalam kehidupan
mereka, sementara ketika engkau menyuruh atau melarang salah
seorang dari mereka, mereka menyangka engkau telah mengklaim
mereka sebagai munafik.
Bahwa para sahabat dulu mengklaim orang-orang yang
menentang shalat berjama’ah sebagai orang munafik. Ibnu
Mas’ud ra berkata, “Engkau telah melihat kami; dan tidaklah
menentang (shalat berjamaah) kecuali munafik yang jelas
kemunafikannya.”
Agama apakah yang dipeluk oleh orang-orang yang tidak
meramaikan masjid? Islam manakah bagi orang yang mendengar
panggilan tapi tidak menjawabnya?
Salah seorang mufasir berkomentar tentang firman Allah,
“Sesungguhnya mereka dahulu apabila dikatakan kepada mereka,
‘Laa ilaaha illallah’ (Tiada Tuhan yang berhak disembah
melainkan Allah) mereka menyombongkan diri.” (QS. ash-
Shafat: 35)
Mufasir itu berkata, “Ayat itu diturunkan pada orang-
orang yang tidak menghadiri shalat berjamaah.”
Di manakah generasi muda? Di manakah para pemuda Islam?
Sementara masjid mereka sunyi dan mengadu kepada Allah.
Apabila Umar al-Faruq ra mendengar panggilan azan, ia
mengambil tongkatnya kemudian memukulkannya ke pintu rumah-
Abu al-Samh dan dia itu lemah.
rumah penduduk. Ia berkata, “Musa berkata, ‘Ya Tuhanku, demi
nikmat yang telah Engkau anugerahkan kepadaku, aku sekali-
kali tiada akan menjadi penolong bagi orang-orang yang
berdosa.” (QS. al-Qashash: 17)
Bagaimana mungkin umat yang tidak baik dalam
berinteraksi dengan Allah akan menanjak? Bagaimana mungkin
umat yang tidak mengagungkan syi’ar-syi’ar Allah akan
bahagia? Bagaimana mungkin akan benar dalam peperangan,
belajar, berproduksi, atau berperadaban, sedang mereka tidak
berhubungan dengan Allah dalam shalat yang Dia fardhukan?
Para Ahlul Ilmi telah mengklaim orang yang menentang
shalat berjamaah sebagai munafik dan jauh dari Allah SWT.
Sedang para Muhadisin mewajibkan shalat berjamaah dan
sebagian di antaranya menjadikannya sebagai salah satu
syarat sah shalat.
Wahai hamba-hamba Allah!
Berapa banyak shalat berjamaah menghabiskan waktu kita?
Sedang waktu yang kita sia-siakan untuk makan, minum, tidur
dan bercanda, lebih banyak dari waktu yang digunakan untuk
shalat berjamaah. Dalam shalat berjamaah itu derajat orang-
orang beriman diangkat, sedang derajat pelaku maksiat dan
orang-orang munafik akan direndahkan.
Dengan shalat berjamaah itu dapat dikenali siapa
kekasih Allah dan siapa kekasih setan. Dan, dengan shalat
berjamaah itu pula dapat dibedakan antara orang-orang yang
beriman dengan orang-orang munafik.
Maka, peliharalah –semoga Allah merahmati kalian-
shalat ini ketika panggilan mulai berkumandang. Ramaikanlah
masjid, berlombalah menuju barisan terdepan, dan ketahuilah
bahwa akhir umat Muhammad ini tidak akan menjadi baik,
kecuali dengan memperbaiki sesuatu yang diperbaiki oleh umat
Muhammad yang awal.
Aku mengatakan apa yang Anda dengarkan dan aku meminta
ampunan kepada Allah yang Mahaagung untuk diriku, kalian dan
untuk seluruh kaum Muslimin. Maka, mintalah ampunan-Nya,
sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
***
Syahid di Mihrab
Sesungguhnya segala puji hanyalah milik Allah. Kita
memuji-Nya, meminta pertolongan-Nya, meminta ampunan-Nya,
dan berlindung kepada-Nya dari keburukan diri dan pekerjaan-
pekerjaan kita. Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah,
maka tiada orang yang dapat menyesatkan dirinya. Dan, barang
siapa yang disesatkan, maka tiada orang yang dapat memberi
petunjuk untuknya. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan (yang
berhak disembah) kecuali Allah semata yang tiada sekutu
bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan
pesuruh-Nya.
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah
dengan sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-
kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.” (QS.
Ali Imran [3]: 102)
“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang
telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya
Allah menciptakan istrinya; dan daripada keduanya Allah
mengembang-biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan,
bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-
Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah)
hubungan silaturahmi. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan
mengawasi kamu.” (QS. an-Nisa` [4]: 1)
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada
Allah dan katakanlah perkataan yang benar. Niscaya Allah
memperbaiki bagimu amalan-amalanmu, dan mengampuni bagimu
dosa-dosamu. Dan barangsiapa menaati Allah dan Rasul-Nya,
maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar.”
(QS. al-Ahzab: 70-71)
Amma Ba’du.
Sesungguhnya sebenar-benarnya pembicaraan adalah kitab
Allah (al-Qur`an), sebaik-baiknya petunjuk adalah petunjuk
nabi Muhammad saw, dan seburuk-buruknya perkara adalah
perkara yang baru. Setiap yang baru adalah bid’ah, setiap
bid’ah adalah kesesatan, dan setiap kesesatan itu di neraka.
Wahai manusia!
Hari ini kita berbicara tentang “Syahid di mihrab”?
Siapakah yang meninggal syahid di mihrab itu? Mengapa ia
dibunuh? Bagaimana ia dibunuh? Di mana ia dibunuh? Siapa
yang membunuhnya?
Waktu : Shalat Shubuh.
Tempat : Masjid Rasul saw atau masjid Nabawi.
Terbunuh : Umar bin al-Khattab ra.
Pembunuh : Abu Lu`lu`ah al-Majusi, semoga Allah
melaknatnya.
“Janganlah engkau mengira bahwa orang-orang yang gugur
di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup di sisi
Tuhannya dengan mendapat rezki. Mereka dalam keadaan gembira
disebabkan karunia Allah yang diberikan-Nya kepada mereka,
dan mereka bergirang hati terhadap orang-orang yang masih
tinggal di belakang yang belum menyusul mereka, bahwa tidak
ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka
bersedih hati. Mereka bergirang hati dengan nikmat dan
karunia yang besar dari Allah, dan bahwa Allah tidak menyia-
nyiakan pahala orang-orang yang beriman.” (QS. Ali Imran
[3]: 169-171)
Wahai kaum Muslimin!
Siapa di antara kalian yang tidak kenal Umar? Siapa
orang yang tidak pernah mendengar Umar?
Semoga keselamatan bagi Umar bin al-Khattab pada hari
Jum’at.
Semoga keselamatan baginya pada detik yang penuh berkah
ini.
Semoga keselamatan baginya pada hari ia masuk Islam.
Semoga keselamatan baginya pada hari memangku
kekhalifahan.
Semoga keselamatan baginya pada hari ia terbunuh dalam
keadaan syahid di jalan Allah.
Keselamatan bagi Umar pada hari ia dibangkitkan
kembali.
Baju kematian telah menjatuhkan warna merah, namun
tidak datang # kepadanya malam kecuali ia (terbuat dari
tenunan sutra.
Jasad yang suci telah dimakamkan, tidak ada tempat yang
tersisa, # Di pagi hari, kecuali dia ingin menjadi kuburan.
Seorang pemuda yang apabila mengalir air mata setiap
suku # terdapat darah, maka tertawa tentangnya berbagai
pembicaraan dan peristiwa.
Rasulullah saw menafsirkan tiga buah mimpi yang
seluruhnya tentang Abu al-Hafash (Umar bin al-Khattab) ra.
Semua mimpi itu benar.
Pertama. Rasulullah saw bersabda, “Ketika aku tidur,
aku melihat manusia diperlihatkan kepadaku dan mereka
memakai gamis. Sebagian dari gamis itu (ada) mencapai kedua
payudara dan sebagian lainnya tidak mencapai itu. Dan, Umar
bin al-Khattab diperlihatkan kepadaku dengan gamis yang ia
menariknya (panjang).” Para sahabat bertanya, “Apa tafsirmu
atas mimpi itu wahai Rasulullah?” Rasulullah saw menjawab,
“Agama.”1
Agama yang menutupi Umar, agama yang melindunginya,
sehingga tidak nampak dari dirinya kecuali keindahan, dan
tidak keluar dari dirinya kecuali semua kebenaran.
Kedua. Ibnu Umar ra berkata, “Aku mendengar Rasulullah
saw bersabda, ‘Ketika aku tidur, aku diberikan segelas susu.
Aku lalu meminumnya sampai aku tidak melihat aliran air
keluar dari kuku-kukuku. Aku kemudian memberikan sisaku
kepada Umar bin Khattab’. Para sahabat bertanya, ‘Apa
tafsirmu atas mimpi itu ya Rasulullah?’. Rasulullah
menjawab, ‘Ilmu.”2
Mahasuci Allah! Umar adalah pria yang kepadanya
terkumpul ilmu dan agama. Orang seperti apakah dia itu?
Ketiga. Abu Hurairah berkata, “Ketika kami bersama
Rasulullah saw, tiba-tiba beliau bersabda, ‘Ketika aku
tidur, aku melihat diriku berada di dalam surga. Tiba-tiba
ada seorang wanita yang berwudhu di samping sebuah istana.
Aku kemudian bertanya, ‘istana siapa ini?’ Para penghuni
surga menjawab, ‘Milik Umar bin al-Khattab’. Aku lalu
teringat akan kecemburannya dan aku kemudian berlalu’. Umar
menangis dan berkata, ‘Haruskah terhadapmu aku cemburu ya
Rasulullah?”3
Bagaimana mungkin Umar cemburu kepada Rasulullah,
sedang ia adalah salah seorang dari muridnya, salah seorang
dari kebaikan-kebaikan dirinya.
1 Hadits riwayat al-Bukhari 1/11, Muslim 4/1859 no. 2390
dari Abu Sa’id al-Khudri ra.2 Hadits riwayat al-Bukhari 1/29, Muslim 4/1859-1860 no.
2391.3 Hadis riwayat al-Bukhari 4/85-86.
Sosok yang agung ini dibunuh ketika sedang melaksanakan
shalat Shubuh. Orang-orang besar memang selalu meninggal
terbunuh. Itu dimaksudkan agar umat tahu bahwa mereka adalah
orang-orang besar, sehingga umat menjalani kehidupannya
sesuai dengan metodenya, mengorganisasi sebuah
pengorganisasian yang cerdik dengan darah mereka, mendirikan
sebuah kehormatan yang seharusnya dibangun dengan tengkorak
kepala mereka, dan menjadikan sisa-sisa tubuh mereka untuk
menghancurkan kezhaliman.
Salah seorang pengikut Nabi Muhammad saw berkata,
“Siapakah yang terlibat dalam setiap peperangan, pedang-
pedangnya bertebaran di atas kepala orang-orang yang sesat,
dan darahnya mengalir untuk menyelematkan agama ini?”
Umar bukanlah pemuda yang tangan dan kakinya meluncur
di atas salju pada liburan musim panas, orang-orang yang
terbunuh pada saat begadang kepanasan, atau mereka yang
masuk ke dalam tempat pertunjukkan, kemudian kepalanya
terluka dan meninggal. Tidak. Melainkan, Umar adalah seorang
pemuda pejuang dan pionir kebangkitan.
Umar berkata,
“Aku terlambat dalam perlombaan hidup. Maka, aku tidak
menemukan kehidupan untuk diriku seperti yang harus aku
jalani.”
“Bukanlah ke atas mata kaki darah itu mengalir seperti
celaan kami, akan tetapi darah itu mengalir di atas telapak
kaki kami.”
Itulah generasi Muhammad saw yang selalu berkunjung dan
menolongnya. Ia memeluk Islam dengan ungkapan “Thaha” (QS.
Thaha: 1). Ia lebih indah dari matahari saat beranjak dari
peraduan, dan lebih terang dari rembulan pada saat purnama.
Ia memangku kepemimpinan umat Islam, maka ia pun mengurusi
mereka. Ia memimpin sejarah, maka ia pun menggulirkannya
dengan baik. Selamat datang wahai Umar!
Ia masuk Islam ketika mendengar, “Thaha. Kami (Allah)
tidak menurunkan al-Qur'an ini kepadamu agar kamu menjadi
susah; tetapi sebagai peringatan bagi orang yang takut
(kepada Allah), yaitu diturunkan dari Allah yang menciptakan
bumi dan langit yang tinggi. (Yaitu) Tuhan Yang Maha
Pemurah, Yang bersemayam di atas 'Arsy.” (QS. Thaha: 1-5)
Adakah manusia yang mendengar ayat itu kemudian tidak
masuk Islam? Adakah manusia yang memahami firman Tuhannya,
kemudian firman itu tidak mengalir ke dalam darahnya?
Umar memahami ayat tersebut, sebab ia adalah orang Arab
murni. Ayat itu mengalir dalam setiap peredaran darahnya,
dan getaran Islam terdapat dalam setiap elemen
eksistensinya.
Ketika ia masuk Islam, ia meletakkan tangannya di atas
tangan Nabi Muhammad. Ia membuat perjanjian dengan Nabi.
Perjanjian apa? Perjanjian untuk menguasai harta orang lain
dengan batil? Perjanjian untuk membangun kebun-kebun yang
indah atau taman-taman yang asri? Perjanjian untuk
mengeksploitasi manusia dan menundukkan mereka?
Tidak. Ia membuat perjanjian dengan Nabi untuk
menyebarkan kebenaran, keadilan dan keseimbangan. Ia
membai’at Nabi untuk menyebarkan “Tiada Tuhan yang berhak
disembah kecuali Allah.”
Di telapak tangan Rasul saw Umar seperti pedang yang
terhunus dan siap untuk digerakkan guna menghalau berbagai
peristiwa dan permasalahan.
Al-‘Aqqad berkata, “Perbedaan antara Abu Bakar dan Umar
adalah, Abu Bakar itu mengenal Muhammad sebagai Nabi, sedang
Umar itu mengenal Nabi adalah Muhammad.”
Abu Bakar mengenal Nabi sejak zaman Jahiliyah dan
setelah Islam, sedang Umar belum mengenalnya kecuali setelah
masuk Islam. Karena itu, setiap ada terjadi sebuah
peristiwa, setiap ada orang yang Zindiq, atau setiap ada
orang yang menentang Rasul, maka setiap itu pula Umar selalu
mengatakan, “Ya Rasulullah, izinkan aku untuk memenggal
lehernya.” Andai saja Rasul mengizinkannya, tentu ia sudah
membunuh puluhan orang. Sebab, ia tidak pernah lambat
sedetik pun dalam melaksanakan perintah Rasul.
Sebagai manusia biasa, Rasul pun pasti mengalami
kematian. Namun Umar ra tidak pernah mengakui itu. Ia
bangkit sembari menghunuskan pedang ketika ada yang
mengatakan Muhammad meninggal. “Barangsiapa yang mengatakan
Muhammad saw telah meninggal, maka aku akan memenggal
lehernya dengan pedang ini,” katanya.
Namun ketika berita itu benar adanya, informasi itu
benar-benar nyata, Umar benar-benar hancur dan ia pun
terjungkal pingsan. Padahal, tubuhnya kuat, badannya tegar,
dan posturnya kokoh. Di mana kekuatan dirinya? Di mana otot-
ototnya? Di mana posturnya yang kekar? Ia terjungkal
seketika ketika mendengar Muhammad meninggal.
Dulu engkau adalah musuh besarnya. Maka, karena
anugerah Tuhanmu engkau menjadi pelindungnya dari musuh-
musuhnya.
Katakanlah kepada para raja itu, menyingkirlah dari
jabatan kalian. Benar-benar telah datang pengambil dan
pemberi dunia.
Umar bin al-Khattab dapat mengambil dunia dalam satu
hari, dan memberikannya kepada orang-orang miskin dalam satu
hari pula.
Ia diberikan semeja emas dan perak yang dibawa dengan
sekelompok unta. Unta-unta itu memasuki Madinah ketika Umar
sedang shalat dengan memakai pakaian yang bertambalan
sebanyak 14 tambalan. Tambalan-tambalan itu menunjukkan
betapa sang Khalifah hidup dalam keadaan miskin dan serba
kekurangan.
Inilah sang penakluk yang menghancurkan imperium
Hercules, dan menjadikan kalangan atas mereka menjadi orang-
orang bawahan. Namun demikian, ia tidak menemukan roti
kacang pun untuk ia konsumsi bersama fakir miskin.
Ketika Abu Bakar memangku kekhalifahan setelah Rasul
mangkat, Umar berdiri di sampingnya seperti ketika ia
berdiri di sisi Rasul. Bahkan, Umar menjadi tempat untuk
diajak berunding oleh Abu Bakar, serta menjadi salah seorang
menterinya.
Abu Bakar menulis surat kuasa untuk Umar beberapa saat
menjelang kedatangan ajalnya. Abu bakar berkata dalam mandat
tersebut kepada umar:
Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang.
Dari Abu Bakar
untuk Umar bin al-Khattab.
Saya berada di hari pertama akhirat dan akhir hari
dunia. Saya membutuhkan kepada apa yang dapat engkau
lakukan, dan merasa cukup dari apa yang telah engkau
tinggalkan.
Amma ba’du
Wahai Umar bin al-Khattab!
Aku telah menguasakan urusan umat Muhammad saw kepadamu.
Jika engkau berlaku baik dan adil, maka ini adalah dugaanku
kepadamu. Tapi jika engkau mengikuti hawa nafsumu, maka
Allah Maha Mengetahui hal-hal yang tidak nampak. Dan aku,
untuk menemani orang lain, bukanlah orang yang menjaga.
Wahai Umar, bertakwalah kepada Allah. Dia akan menjatuhkanmu
ke tempat jatuh yang seperti tempat jatuhku.
Wassalam.
Umar menerima pengangkatan dirinya sebagai khalifah. Ia
memberikan ceramah yang luar biasa. Ia menerangkan bagaimana
politiknya, dan menjelaskan apa saja kewajiban dirinya
terhadap umat Islam. Ia berjalan di antara manusia dengan
perilaku seorang Umar yang tidak ada bandingannya.
Tokoh-tokoh besar menulis tentang dirinya, para ulama
mengomentari dirinya, dan para cerdik-cendikia mempelajari
perjalanan hidupnya.
Umar berkeliling di dalam kota Madinah. Umar sosok
peronda nomor wahid, sementara orang-orang di ibukota
kekhalifahan terlelap dalam tidur sedang dirinya tidak,
orang-orang kenyang sedang dirinya tidak, dan orang-orang
santai sedang dirinya tidak.
Ketika mata sudah terpejam dan bintang mulai
berkerlipan, Umar selalu menyusuri lorong-lorong kota
Madinah dengan harapan menjumpai orang-orang lemah yang
butuh bantuannya, orang-orang miskin untuk ia beri, atau
para pelaku dosa untuk ia sanksi.
Di suatu malam, ketika ia menyusuri lorong-lorong kota
Madinah, tiba-tiba ia melihat seorang ibu yang berada di
dalam rumahnya bersama beberapa anak kecil yang terus
menangis mengelilingi sang ibu. Di sudut lain, tampak sebuah
panci berisi air yang diletakkan di atas perapian.
Umar kemudian mendekati pintu dan berkata, “Wahai hamba
Allah, kenapa anak-anak itu menangis?”
“Mereka menangis karena lapar,” sahut wanita itu.
“Lalu, untuk apa panci di atas api itu?” tanya Umar
kembali.
“Aku mengisinya dengan air. Ini dia. Aku mengalihkan
perhatian mereka dengan air itu sampai mereka tertidur. Aku
mengelabui mereka supaya mengira di dalam panci itu ada
sesuatu yang dimasak,” katanya.
Mendengar itu Umar menangis. Ia bergegas mendatangi
tempat penyimpanan sedekah dan mengambil sebuah karung,
kemudian mengisinya dengan terigu, minyak, mentega, kurma
kering, baju dan uang. Ia mengisi karung itu sampai penuh.
Ia berkata kepada budaknya, “Wahai `Aslam, angkat karung ini
ke atasku!”
“Wahai Amirul Mu’minin, aku yang akan mengangkatnya,”
katanya kepada Umar.
“Tidak, ini bukan kewajibanmu wahai `Aslam. Sebab, aku
yang akan bertanggung jawab di akhirat nanti,” bantah umar.
Umar membawa karung itu dan pergi menuju ke rumah
wanita tersebut. Ia kemudian mengambil panci, mengisinya
dengan terigu, sedikit minyak dan kurma kering. Ia
mengaduknya dengan tangannya, dan meniup api yang ada di
bawah panci.
‘Aslam berkata, “Aku melihat asap keluar dari sela-sela
janggut Umar, dan ia memasak makanan itu sampai selesai. Ia
lalu menciduknya dengan tangannya, dan memberi makan anak-
anak itu sampai mereka kenyang.”1
1 Al-Kandahlawi berkata, “Kisah itu diceritakan oleh al-
Dainuri, Ibnu Syadzan, dan Ibnu ‘Asakir dari `Aslam.” Begitu
juga, cerita itu pun terdapat dalam Muntakhab al-Kanz 4/415,
al-Bidayah 7/136 dan diceritakan pula oleh al-Thabari dengan
tambahan 5/20. Lihat Hayat al-Shahabat 2/368.
Ketika ‘Amru bin al-‘Ash menjabat sebagai kepala
pemerintahan di Mesir pada masa Khalifah Umar bin Khattab,
seorang warga Mesir mendatangi Khalifah Umar bin khattab di
Madian. Laki-laki itu berkata kepada Umar, “Aku berlindung
kepadamu dari kezhaliman.”
Umar berkata, “Engkau telah kembali ke tempat yang
melindungimu.”
Laki-laki itu melanjutkan perkataannya, “Aku berlomba
dengan anak ‘Amru bin al-‘Ash dan aku memenangkannya. Tapi
ia memukulku dengan cemeti dan berkata, ‘Aku anak orang
terhormat.”
Kenapa anak ‘Amru memukulnya? Apakah ini metode Islam?
Inikah keadilan yang didengungkan dari atas langit ketujuh
itu? Inikah janji, “Kepada-Mu lah kami menyembah dan kepada-
Mu lah kami memohon pertolongan.” (QS. al-Fatihah [1]: 5)
Umar kemudian mengirim surat yang isinya meminta ‘Amru
bin al-`Ash untuk datang ke Madinah bersama dengan anaknya.
Maka, ‘Amru pun datang memenuhi panggilan sang Khalifah.
Umar berkata, “Ke mana orang Mesir itu?”
“Ambillah cemeti ini dan pukullah dia. Pukullah anak
orang terhormat itu!” katanya memberi perintah untuk memukul
anak ‘Amru bin al-‘Ash. Maka, orang mesir itu pun memukul
anak ‘Amru dengan cemeti.
Anas berkata, “Umar memukulnya -demi Allah. Ia tidak
bergeming dari keputusannya sampai kami berharap ia mau
membebaskan anak ‘Amru itu.”
Umar lalu berkata kepada ‘Amru, “Sejak kapan engkau
meminta orang lain menyembahmu sedang ibu-ibu mereka
melahirkannya dalam keadaan merdeka?” ‘Amru menjawab, “Aku
belum tahu. Ia (orang mesir) belum pernah datang kepadaku.”1
1 Al-Kandahlawi berkata dalam Hayat al-Shahabat 2/26, “Kisah
itu diceritakan oleh Ibnu ‘Abd al-Hakim dari Anas seperti
Itulah keadilan Umar, dan itulah ungkapannya yang
kekal: “Sejak kapan engkau meminta manusia menyembahmu
sedang ibu-ibu mereka melahirkannya dalam keadaan merdeka.”
Sejak kapan mereka menjadi budak? Sejak kapan teror dan
penindasan itu?
Perjalanan Umar terus berlanjut hingga memasuki tahun
kelabu, yaitu pada tahun delapan belas Hijriyah. Semua taman
yang basah dan hijau mengering, dan orang-orang mati akibat
kelaparan. Umar bersumpah untuk tidak memakan mentega sampai
Allah menghilangkan bencana yang menimpa kaum Muslimin. Ia
membuat sebuah tenda untuk dirinya sehingga dapat melayani
kaum Muslimin dalam mendistribusikan persediaan makanan. Ia
menangis dan berujar, “Umar, berapa banyak engkau telah
menghilangkan nyawa manusia?”
Apakah benar Umar membunuh seseorang?
Tidak, demi Allah ia tidak pernah membunuh seorang pun.
Melainkan, karena dirinya Allah telah menghidupkan banyak
jiwa.
Pada hari Jum’at Umar berdiri di atas mimbar dengan
jubah bertambal. Demi Allah, seandainya ia ingin membangun
rumahnya dari emas murni, tentu ia mampu melakukannya.
Seandainya ia ingin berjalan di atas sutra atau kain brokat
dari rumahnya ke masjid, tentu ia sanggup melakukannya.
Seandainya ia ingin membuat benteng Madinah dari batu
jabarjad (sejenis batu mulia), tentu ia bisa. Namun ia
berkhutbah dengan perut yang berbunyi dan usus yang berontak
akibat lapar. Ia berkata kepada perutnya, “Berbunyilah terus
atau berhenti. Demi Allah, engkau tidak akan kenyang sampai
anak-anak Muslim merasa kenyang.”
Wahai Manusia!
dalam Muntakhab al-Kanz 4/420.
Inilah sejarah kita. Masihkah kita mempunyai sejarah
selain dari sejarah Umar? Dengan apa kita berbicara kepada
umat? Dengan apa kita merasa bangga? Dengan apa kita
menghadapi serangan yang kian dahsyat terhadap Islam?
Umar melaksanakan shalat Istisqa bersama kaum Muslimin.
Mereka tidak tahu apa yang mereka katakan akibat rasa sedih.
Maka, Umar meminta kepada Allah agar tidak menjadikan
kehancuran umat Islam pada masa kepemimpinannya. Itulah yang
membuat hujan turun dengan derasnya, sehingga mengembalikan
kehidupan ke bumi Madinah.
Adalah Hurmuzan, penasihat seorang Kaisar, yang
memasuki Madinah dengan mahkota emas dihiasi jabarjad di
atas kepala dan mengenakan pakaian sutra. Ia bertanya kepada
penduduk, “Di mana Istana Khalifah?” Mereka menjawab,
“Khalifah tidak mempunyai istana.”
Hurmuzan bertanya lagi, “Di mana rumahnya?”
Penduduk itu kemudian membawa Hurmuzan dan
memperlihatkan kepadanya sebuah rumah tanah. Para penduduk
berkata kepadanya, “Inilah rumah Khalifah.”
“Di mana penjaganya?” tanya Hurmuzan untuk kesekian
kalinya.
“Ia tidak mempunyai penjaga,” jawab mereka.
Syauqi berkata,
“Jika mata perlindungan telah menjagamu, # tidurlah
semua kejadian itu aman.”
Hurmuzan lalu mengetuk pintu. Tidak lama keluarlah anak
Umar.
Hurmuzan bertanya kepadanya, “Di mana Umar?” Anak itu
menajawab, “Carilah ia di masjid atau di pinggiran Madinah.”
Mereka kemudian berangkat menuju masjid, namun tidak
menemukannya. Mereka lalu mencarinya dan menemukannya sedang
tertidur di bawah sebuah pohon, dengan sebuah tongkat yang
diletakkan di sampingnya. Ia mengenakan baju bertambal,
berbantal lengan, dan tertidur dengan sangat lelap.
Aku pikir Hurmuzan pasti bertanya-tanya, benarkah ini
Umar? Inikah orang yang menaklukkan dunia? Inikah sosok yang
menundukkan para raja? Inikah pejuang yang menggilas kepala
para pengkhianat? Inikah orangnya yang tidur di bawah pohon?
Hurmuzan gemetar akibat kegalauan yang ia rasakan.
Ia berkata, “Engkau memerintah dan berlaku adil, maka
engkau dapat tertidur wahai Umar.”
Hafiz Ibrahim berkata,
“Dan, pemilik kekaisaran itu ingin melihat Umar
memerintah # rakyatnya dalam ketelantaran, sedang ia
memerintahnya
di atas kekayaan di bawah naungan istana megah yang
mencakup # jubahnya yang nyaris terbasahi oleh (keringatnya)
sepanjang masa.
Ia berkata dengan perkataan engkau sungguh telah
menjadi contoh. # Dan, generasi-generasimu akan mewarisinya.
Engkau aman ketika engkau mendirikan keadilan di antara
mereka. # Maka, engkau dapat tidur dengan mata yang teduh
dalam keadaan nyaman.”
Di akhir kepemimpinannya, Umar ra memberikan dirinya
untuk diadili, tubuhnya untuk diqishash dan hartanya untuk
disita. Ia mengumumkan itu kepada orang-orang. Jika dirinya
menipu seseorang, menzhalimi seseorang, menumpahkan darah
dari seseorang, maka inilah tubuhnya. Masing-masing mereka
boleh mengqishashnya.
Tatkala Umar melakukan itu, maka seisi masjid
terguncang oleh kesedihan. Kaum Muslimin yang hadir di sana
merasa bahwa Umar sedang mengucapkan salam perpisahan.
Setelah itu, Umar kemudian turun dari atas mimbar dan
menitipkan urusan umat Islam kepada Allah. Inilah Jum’at
terakhir yang diikuti oleh Amirul Mu’minin, Umar bin al-
Khattab ra, bersama kaum Muslimin sebelum terbunuh di tangan
Abu Lu`lu`ah al-Majusi –semoga Allah melaknatnya. Kematian
itulah yang akan dijelaskan dalam khutbah kedua, jika Allah
menghendakinya.
Aku mengatakan apa yang kalian dengar, dan aku meminta
ampunan kepada Allah yang Mahaagung untuk diriku, kalian dan
seluruh orang-orang yang beriman. Maka, mintalah ampunan-
Nya, sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
***
Khutbah Kedua
Segala puji hanyalah milik Allah Tuhan semesta alam,
Dzat yang mengurus orang-orang shalih, dan tiadalah
permusuhan kecuali atas orang-orang zhalim. Shalawat dan
salam semoga tercurah kepada pemimpin orang-orang bertakwa,
panutan seluruh manusia, kepada keluarga dan para
sahabatnya, dan ucapkanlah salam penghormatan dengan salam
yang banyak.
Wahai manusia!
Nabi bersabda, “Demi Dzat yang jiwa Muhammad di tangan-
Nya, aku benar-benar ingin berperang di jalan Allah lalu
dibunuh, kemudian berperang lalu dibunuh, kemudian berperang
lalu dibunuh.”1
Itulah ucapan sang pemimpin, Rasulullah saw. Maka
bagaimana dengan para tentaranya. Itulah seorang guru. Maka
bagaimana dengan muridnya. Tentu mereka berada di puncak
kemuliaan dan pengorbanan, serta peluru pemberian dan
penolong.1 Hadis Riwayat Bukhari 1/14, Muslim; redaksi hadis
tersebut milik Muslim 3/1496 no. 1896 dari Abu Hurairah ra.
Umar selalu meminta kepada Allah agar syahid di jalan-
Nya.
Umar menunaikan ibadah haji bersama kaum Muslimin untuk
terakhir kalinya. Ia berdiri di padang Arafah dan berkhutbah
di depan jamaah haji dengan khutbah yang sangat dahsyat. Ia
lalu mengundang para pemimpin regional, dan meminta mereka
semua berdiri di depan jamaah. Umar meminta jamaah untuk
mengqishash mereka seandainya ada hak untuk itu. Setelah
selesai, Umar lalu melanjutkan perjalanan untuk melempar
jumrah. Namun, ketika melempar jumrah, salah seorang jamaah
haji melempar Umar dengan kerikil. Kerikil itu mengenai
bagian kepalanya sehingga mengeluarkan darah. Umar berkata,
“Inilah pembunuhanku.” Atau, dengan kata lain, “Aku akan
dibunuh.”
Ya, Umar akan dibunuh. Ia tidak meninggal sebagaimana
orang-orang spesial meninggal. Mereka mati diakibatkan oleh
terlalu banyak mengkonsumsi makanan atau minuman, sedang
mereka tidak pernah melakukan apapun.
Sa’id al-Musayyib berkata, “Tatkala Umar keluar dari
Mina, ia menetap di sebuah lembah yang cukup datar. Ia
menumpuk kerikil di tempat itu, meletakkan selendang di
atasnya, lalu terlentang. Ia menengadahkan tangannya ke
langit dan berkata, ‘Ya Allah, usiaku telah tua dan
kekuatanku telah melemah, sedang rakyatku tersebar di mana-
mana. Ambillah aku dengan tanpa tersia-sia, dan tidak pula
berlebih-lebihan.”
Setelah itu, Umar berangkat ke Madinah dan berkhutbah
di depan orang-orang. Ia berkata, “Wahai manusia, telah
berlaku bagi kalian kebiasaan, telah diwajibkan bagi kalian
segala kewajiban, sedang kalian ditinggalkan dalam keadaan
jelas, kecuali mereka yang menyesatkan manusia ke kiri atau
ke kanan.” Ia mengucapkan itu sambil memukulkan salah satu
tangannya ke tangan lain.
Sa’id al-Musayyib berkata, “Tidaklah bulan Dzulhijjah
terbit, sehingga Umar ra dibunuh.”
Tinggi dalam kehidupan dan kematian # sungguh, engkau
adalah salah satu mukzizat.
Aku berkata, tidak bagimu debu yang disiramkan # sebab
engkau itu seperti hujan yang menghujani
Ketika perut bumi menyempit, maka # kehormatan itu
membuatnya melebar.
Kehormatan-kehormatan itu melegakan suasana di
sekelilingmu dan memperdengarkan # kepadamu pada hari ini
suara orang yang meratap.
Umar kembali ke Madinah dengan harapan syahid di jalan
Allah. Hafsah -putrinya- berujar, “Wahai Bapak, kematian di
jalan Allah dan pembunuhan di Madinah. Bahwa orang yang
ingin dibunuh, maka hendaklah pergi ke bagian depan.” Umar
menjawab, “Aku meminta kepada Tuhanku dan aku berharap Dia
megabulkannya untukku.”
Kain kafan mereka telah diwarnai dengan darah
pengorbanan # Allah Mahabesar, mereka menghirup dari sela-
sela kain kafan itu.
Di telapak tanganmu temali petunjuk, di ujung #
jembatan di ujung jiwa kami.
Umar sampai ke Madinah dan bermimpi seekor ayam
mematuknya satu atau dua patukan. Para sahabat kemudian
menafsirkan mimpi itu dan mereka berkata, “Seorang laki-laki
asing akan membunuhmu.” Umar kemudian berdiri dan berkhutbah
di depan orang-orang. Ia memberitahukan mereka bahwa dirinya
tidak lama lagi akan meninggalkan dunia, dan bahwa detik
kematiannya sudah mendekat.
Engkau telah terlambat dari janji kehancuran (mati)
wahai kekasih kami # tapi engkau dari janji kehancuran
(mati) tidaklah dapat memperlambat.
Kami tidak bergadang, berpikir, tercampur air mata kami
# dan tercampur malam-malam kami, tapi engkau tidak pernah
datang.
Wahai Umar al-Faruq apakah engkau akan kembali? # Maka
dapat menahan dan memerintahkan tentara Romawi.
Sahabat-sahabat engkau di dalam do’a memperketat
kewaspadaannya, # tentara-tentaramu sampai ke perut bumi dan
mereka bertakbir.
Wanita-wanita Palestina bercelak dengan keputusasaan #
sedang di Betlehem terdapat istana-istana dan gedung-gedung.
Pohon-pohon lemon mengering di kebunnya # dan apakah
pepohonan dalam genggaman orang zhalim akan berbuah?
Umar mengucapkan selamat berpisah kepada dunia. Ia
tidak memiliki suatu apapun yang dapat diwarisi. Ia hanya
mempunyai rumah tanah, bighal betina, baju tambalan dan
tongkat. Itulah harta kekayaan Umar.
Di manakah hartanya? Istananya? Kekuatan atau tongkat
komandonya?
Namun demikian, ia memiki akidah yang kekal, prinsip
yang lurus, yang dapat melintas dimensi ruang dan waktu.
Sebab akidah tersebut didatangkan dari Dzat yang
Mahabijaksana, lagi Maha Terpuji.
Ketika Umar berada di tengah-tengah shalat shubuh,
datanglah si keparat Abu Lu`lu`ah al-Majusi yang tidak
bersujud kepada Allah, meski hanya sekali. Demikianlah
perjalan Umar yang berakhir di tangan Abu Lu`lu`ah.
Wahai tuan yang memiliki Mughirah, telah menghembuskan
nafas terakhirmu orang yang datang di pagi buta # karena
rahmat Allah lah, ia tidak membuat Mughirah menghembuskan
nafas terakhirnya.
Setelah selesai membaca surat Fatihah, Umar melanjutkan
dengan surat Yusuf. Ia memang sangat menyukai surat itu.
Namun ketika sampai pada firman Allah, “... dan kedua
matanya menjadi putih karena kesedihan dan dia adalah
seorang yang menahan amarahnya (terhadap anak-anaknya).”
(QS. Yusuf: 84), ia menangis, dan jamaah yang berdiri di
belakangnya pun ikut menangis, sampai terdengar suara
tangisan tersedu-sedu dari barisan paling belakang.
Umar lalu bertakbir untuk ruku’. Namun, tiba-tiba
datanglah orang yang akan celaka itu dengan membawa pisau
beracun. Ia menusukkan pisau itu ke perut Umar dengan enam
tusukan. Seketika, ia terjungkal sambil mengucapkan, “Allah
Maha Mencukupiku; Tiada Tuhan (yang berhak disembah) kecuali
Dia. Aku bertawakal kepada-Nya dan Dia Tuhan pemilik Arasy
yang besar.”
Anehnya, mayoritas jamaah dalam shalat Shubuh itu tidak
merasakan peristiwa itu, kecuali setelah Abdurrahman bin
‘Auf maju untuk menggantikannya. Abdurrahman lalu mengimami
mereka untuk menyelesaikan shalat Shubuh itu. Pemandangan
seperti ini terjadi mungkin karena mereka terbiasa shalat
dalam peperangan dengan pedang yang menderu di atas kepala.
Mereka terbiasa shalat dalam keadaan tempur di medan perang.
Kami adalah orang-orang yang apabila diundang untuk
shalat mereka # sedang perang menumpahkan gelas merah di
bumi.
Mereka menghadapkan muka ke arah Hijaj kemudian mereka
bertakbir, # dalam pendengaran jiwa yang jujur mereka
bertakbir.
Abdurrahman bin ‘Auf maju untuk menyelesaikan shalat
bersama kaum Muslimin. Di saat itulah, jamaah terkejut. Ke
mana suara Umar? Ke mana suara khalifah? Ke mana kekasih
kami? Ke mana sosok yang adil itu? Ia sedang dalam keadaan
sekarat.
Ia bertanya kepada jamaah meskipun dalam keadaan
sekarat, “Siapa yang menikamku?” Jamaah menjawab, “Abu
Lu`lu`ah al-Majusi telah menikammu.”
Umar berkata, “Segala puji bagi Allah yang telah
menjadikan kematianku di tangan laki-laki yang tidak pernah
bersujud kepada Allah.”
Umar kemudian ditanya dalam keadaan sekarat, “Apakah
engkau telah shalat? Apakah engkau telah menyelesaikan
shalat?”
Umar menjawab, “Tidak”
Mereka berkata, “Allah tempat meminta pertolongan.”
Harapan Umar hanyalah menyelesaikan shalat, sehingga
dapat kembali kepada Allah dalam keadaan telah menunaikan
shalat Shubuh. Ia tidak ditanya oleh mereka tentang
kekuasaan, tentang anak-anak, tentang negara, tentang istri,
atau tentang warisan. Akan tetapi, ia ditanya tentang
shalat, sedang hatinya sendiri belum tenang sampai ia bisa
menyelesaikan shalat Shubuh itu.
Salah seorang sahabat berkata, “Kami kira dunia telah
kiamat ketika Umar terbunuh.”
Kematian telah merobek tubuh itu # dan lama bergadang
telah membutakan mata itu.
Tubuh yang tipis dalam kain kafannya, # semoga rahmat
Allah atas tubuh itu.
Para sahabat membawa Umar ke rumahnya. Setelah sampai
di sana, mereka memberinya bantal untuk menahan kepalanya.
Namun ia mencabutnya dan berkata, “Letakkan kepalaku di atas
tanah. Semoga Allah merahmatiku.” Ia kemudian menangis dan
berujar kembali, “Wahai Dzat yang tidak hilang kekuasannya,
rahmatilah hamba yang kehilangan kekuasaannya.”
Para penguasa mereka menimbunkan tanah # dan para
pemimpin orang-orang besar itu telah menjadi besar.
Umar memanggil anak-anak kaum Muslimin. Mereka pun
segera masuk sambil menangis. Ia menciumi mereka satu
persatu dan mengelus kepalanya. Mereka memberikan segelas
susu kepada umar. Namun, ketika ia meminumnya, air susu itu
keluar dari dadanya. Ia berkta, “Allah Maha Penolong.”
Setelah itu, para pemuda menemui Umar. Maka, ia pun
menyambut mereka. Ia melihat salah seorang pemuda yang baju
gamisnya terlampau panjang. Ia berkata kepadanya,
“Saudaraku, kemarilah!” Pemuda itu kemudian mendekatinya.
Umar berkata kepadanya, “Angkat kainmu!”
Salah seorang bijak berkata, “Amirul Mu’minin masih
melaksanakan amar ma’ruf nahyi munkar meskipun sedang
sekarat, meskipun darahnya mengalir dari otot-ototnya. Ia
masih sempat berkata kepada pemuda itu, “Pendekkan bajumu.”
Agama kita secara keseluruhan mengandung isi dan bukan
sekedar kulit belaka. Karena itulah Umar berkata kepada
pemuda itu, “Angkatlah kainmu karena sesungguhnya itu lebih
bertakwa kepada Tuhanmu, dan lebih bersih untuk bajumu.”
Setelah mendengar itu, maka si pemuda itu pun
meninggalkannya. Ia sangat merasa sedih akibat kematian
Umar.
Ali bin Abi Thalib menemui Umar untuk menyampaikan
salam perpisahan. Menurutku tidak ada yang lebih jujur dari
ungkapan perpisahan yang disampaikan oleh seorang kekasih
terhadap kekasihnya.
Ali bersandar kepada Ibnu Abbas sementara air matanya
mengalir dari kedua matanya. Ia berkata kepada Umar, “Wahai
Abu Hafshah, demi Allah, selamanya aku mendengar Rasulullah
bersabda, ‘Aku datang bersama Abu Bakar dan Umar, aku bergi
bersama Abu Bakar dan Umar, dan aku keluar bersama Abu Bakar
dan Umar. Aku meminta kepada Allah agar mengumpulkanmu
dengan kedua sahatmu.”
Umar menjawab, “Andai aku layak untuk itu. Tidak
untukku. Tidak bagiku.”
Umar mengatakan “Allah”, “Allah” di dalam shalat. Ia
pun bertanya kepada mereka dalam keadaan sekarat, “Di mana
aku akan dimakamkan?” Mereka menjawab, “Kami akan menguburmu
bersama Rasulullah saw.”
Umar berkata, “Aku tidak menyucikan diriku. Aku
bukanlah siapa-siapa, melainkan hanya seorang laki-laki
Muslim. Mintalah izin kepada A`isyah untuk melaksanakan
itu.“
Ketika Umar telah meninggal, mereka menemui A`isyah ra
untuk meminta izin memakamkan Umar bersama dengan kedua
sahabatnya. A`isyah berkata, “Aku telah mempersiapkan tempat
itu untukku. Tapi, demi Allah, aku memberikannya kepada
Umar. Kuburkanlah ia bersama dengan kedua sahabatnya.”
Maka Allah memberi balasan kepada Umar dan kaum
Muslimin dengan balasan yang besar. Sesungguhnya kita adalah
milik Allah, dan hanya kepada Allah-lah mereka kembali.
Wahai manusia!
Inilah karakter di antara karakter pemimpin-pemimpin
Islam yang dipersembahkan oleh Rasul untuk umat manusia.
Inilah pemipin yang bijaksana. Inilah pemimpin yang
adil.
Ali berkata ketika Umar masih dikafani sebelum
dishalatkan, “Demi Allah, di saat berjumpa dengan-Nya, Aku
tidak ingin bertemu dengan amal selain amal orang sepertimu.
Ya Allah perlihatkan wajah Umar kepada kami di surga.
Kumpulkan kami dengan Nabi kami, Muhammad saw dalam tempat
yang benar di sisi Tuhan yang Mahakuasa. Kumpulkan antara
kami dengannya sebagaimana kami beriman kepadanya meskipun
belum melihatnya, dan jangan engkau pisahkan kami dengannya
sampai Engkau memasukkan kami ke tempatnya.
Wahai manusia!
Bacakanlah shalawat dan salam kepada orang yang Allah
memerintahkan engkau untuk membaca shalawat dan salam
kepadanya. “Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya
bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman,
bersalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam
penghormatan kepadanya.” (QS. al-Ahzab: 56)
Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa yang bershalawat
kepadaku satu kali, aku akan membacakan shalawat untuknya
sepuluh kali.” 1
Ya Allah, limpahkanlah shalawat kepada Nabi dan
kekasih-Mu, Muhammad saw. Dan, sampaikan kepadanya shalawat
dan salam kami dalam kesempatan yang penuh berkah ini wahai
Tuhan semesta alam. Ya Allah, ridhailah para shahabat
semuanya, para tabi’in dan orang-orang yang mengikutinya
dengan kebaikan, sampai hari agama (kiamat). Kepada kami dan
mereka, limpahkanlah ampunan dan anugerah-Mu wahai Dzat yang
Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
***
Sekolah Pelecehan
Sesungguhnya segala puji hanyalah milik Allah. Kita
memuji-Nya, meminta pertolongan-Nya, meminta ampunan-Nya,
dan berlindung kepada-Nya dari keburukan diri dan pekerjaan-
pekerjaan kita. Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah,
maka tiada orang yang dapat menyesatkan dirinya. Dan, barang 1 Hadis Riwayat Muslim (1/288) no. (384)
siapa yang disesatkan, maka tiada orang yang dapat memberi
petunjuk untuknya. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan (yang
berhak disembah) kecuali Allah semata yang tiada sekutu
bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan
pesuruh-Nya.
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah
dengan sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-
kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.” (QS.
Ali Imran [3]: 102)
“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang
telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya
Allah menciptakan istrinya, dan daripada keduanya Allah
mengembang-biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan,
bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-
Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah)
hubungan silaturahmi. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan
mengawasi kamu.” (QS. an-Nisa [4]: 1)
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada
Allah dan katakanlah perkataan yang benar. Niscaya Allah
memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu
dosa-dosamu. Dan barangsiapa menaati Allah dan Rasul-Nya,
maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar.”
(QS. al-Ahzab: 70-71)
Amma Ba’du.
Sesungguhnya sebenar-benarnya pembicaraan adalah kitab
Allah (al-Qur`an), sebaik-baiknya petunjuk adalah petunjuk
Nabi Muhammad saw, dan seburuk-buruknya perkara adalah
perkara yang baru. Setiap yang baru adalah bid’ah, setiap
bid’ah adalah kesesatan, dan setiap kesesatan itu di neraka.
Wahai orang-orang yang beriman!
Khutbah pada hari ini bertajuk “Sekolah Pelecehan.”
Sekolah pelecehan adalah sebuah sekolah kuno yang didirikan
oleh para pendusta lagi sesat dalam rangka memerangi orang-
orang shalih sepanjang catatan sejarah.
Adalah Rasulullah saw sosok yang pernah merasakan
kegetiran dan penderitaan yang ditimbulkan oleh sekolah ini.
Para pendusta itu telah mengotak-atik sejarah kehidupan
beliau, mengusik harga diri, berusaha mendapatkan prinsip-
prisip, serta berupaya untuk menghancurkan usaha dan dakwah
yang beliau sebarkan.
Rasulullah pernah bangun di malam hari dalam keadaan
terluka, terpengaruh, mengadukan situasi yang ia hadapi
kepada Allah.
Rasul berangkat menuju Thaif dengan berjalan kaki. Ia
mengajak mereka untuk menyembah Allah dan memeluk Islam.
Akan tetapi, mereka menolaknya sehingga ia kembali dalam
keadaan nelangsa.
Dalam perjalanan ia berhenti di bawah sebuah pohon. Ia
duduk di sana dan berkata, “Ya Allah, aku mengadu kepada-Mu
tentang kekuatanku yang lemah dan caraku yang sedikit.
Cintakanlah kepadaku orang-orang itu wahai Dzat yang Maha
Pengasih; Engkaulah Dzat yang Paling mengasihi. Kepada siapa
engkau mempercayakan aku? Kepada musuh yang menerimaku
dengan masam? Atau, kepada yang dekat Engkau memberikan
urusanku. Jika Engkau tidak marah kepadaku, aku tidak
mempedulikan, hanya saja perlindungan-Mu lebih luas untukku!
Aku berlindung dengan Dzat-Mu, yang karenanya kegelapan
menjadi terang dan urusan di dunia dan akhirat menjadi baik,
untuk menurunkan kepadaku kemurkaan-Mu atau menempatkan
untukku kemarahanmu. Bagi-Mu keridhaan sampai Engkau ridha,
dan tiada daya kecuali karena Allah.”1
1 Al-Haitsami berkata dalam “Majma’ al-Zawa`id” 3/38,
“Hadits itu diceritakan oleh al-Thabrani, dalam sanadnya
terdapat Ibnu Ishaq dan ia itu palsu terpercaya, sedang rawi
Mereka menyakiti, membuat sedih, mengusir dan
mendeportasi Nabi Muhammad saw dari tanah airnya, serta
memboikot dirinya dari hal apapun. Sementara itu, Nabi terus
mempertahankan agamanya, memelihara prinsip-prinsipnya,
hingga ketika ia lemah atau letih, datanglah wahyu dari
langit yang mencap hidung orang-orang sesat itu, serta
menyingkap segala rahasia yang tersimpan dalam hati mereka
yang melecehkannya.
Ketika Rasul duduk di masjid untuk mengajar, mendidik
dan mengembangkan para sahabatnya, tiba-tiba keluar seorang
pemuda (bahkan terbilang masih kecil) yang dipenuhi hikmah
dan keyakinan. Nama pemuda itu adalah ‘Umair bin Sa’ad. Ia
keluar dari masjid dan menuju ke salah seorang pamannya yang
sudah tua -enam puluh tahunan- namun kemunafikan yang
tertanam di dalam dirinya sangat kokoh bak gunung yang
terpancang kuat. Ia selalu shalat bersama kaum Muslimin,
berpuasa dan melakukan ibadah umroh, namun ia mendustakan
kerasulan yang dibawa oleh Muhammad.
‘Umair bin Sa’ad berkata, “Wahai paman, aku mendengar
Rasulullah saw menceritakan tentang kiamat sehingga aku
seolah melihatnya nyata.”
Berkata Jullas bin Suwaid, paman ‘Umair, “Wahai ‘Umair,
demi Allah, seandainya Muhammad itu benar, maka kami lebih
buruk dari keledai.”
Seketika wajah ‘Umair bin Sa’ad berubah, tubuhnya
bergetar dan keberadaannya terguncang. Ia berkata, “Wahai
paman, demi Allah, engkau adalah orang yang aku cintai di
dalam hatiku. Demi Allah, sekarang engkau menjadi orang yang
paling aku benci dalam hatiku. Wahai paman, saya berada di
antara dua hal: mengkhianati Allah dan Rasul-Nya, karena itu
aku tidak akan menceritakan apa yang engkau katakan; atau
selebihnya terpercaya.
aku menceritakannya kepada Rasulullah, dan terjadilah apa
yang akan terjadi.”
Namun demikian, apa makna yang terkandung dalam ucapan
Jullas itu? Maknanya adalah kekufuran terhadap kalimat
“Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Allah”, tidak
mengakui keberadaan Muhammad sebagai utusannya, dan
menentangnya.
Jullas bin Suwaid berkata, “Engkau anak kecil penipu,
tak seorang pun yang akan mempercayaimu. Katakanlah apa yang
ingin engkau katakan.”
‘Umair kemudian mendatangi Rasul. Setelah duduk di
hadapannya, ia berkata, “Ya Rasulullah, Jullas bin Suwaid
mengkhianati Allah dan Rasul-Nya. Ia seorang buta. Ia telah
melepaskan diri dari Allah dan dari dirimu.”
Rasul bertanya, “Apa yang dia katakan?”
‘Umair menjawab, “Ia berkata seandainya Muhammad itu
benar, maka kami lebih buruk dari keledai.”
Mendengar itu Rasulullah mengumpulkan para sahabat dan
bermusyawarah dengan mereka tentang persoalan Jullas itu.
Para sahabat berkata, “Ya Rasulullah, Umair adalah anak
kecil. Engkau jangan membenarkannya, sebab ia tidak paham
dengan apa yang ia katakan. Sedangkan Jullas bin Suwaid itu
shalat bersama kami dan ia seorang dewasa yang mengerti apa
yang ia ucapkan.”
Rasulullah saw diam dan tidak membenarkan apa yang
dikatakan oleh ‘Umair.
Melihat itu, air mata ‘Umair mengalir, tubuhnya
bergetar dan ia menengadah ke langit, menghadap kepada Dzat
yang mengetahui hal yang tersembunyi dan yang nampak. Ia
berkata, “Ya Allah, Jika Engkau benar, maka benarkan
perkataanku. Tapi jika Engkau, wahai Tuhanku, pendusta, maka
dustakan pula ucapanku.”
Demi Allah, belum sempat ia meninggalkan majelis Rasul,
bahkan belum sempat berdiri dari masjid itu, kecuali Jibril
turun dengan membawa legitimasi akan kebenaran ucapan ‘Umair
dari langit ketujuh. “Mereka (orang-orang munafik itu)
bersumpah dengan (nama) Allah, bahwa mereka tidak mengatakan
(sesuatu yang menyakitimu). Sesungguhnya mereka telah
mengucapkan perkataan kekafiran, dan telah menjadi kafir
sesudah Islam...” (QS. at-Taubah [9]: 74)
Setelah itu, Rasul memanggil Jullas dan menanyainya
tentang ucapannya. Namun Jullas bersumpah atas nama Allah
bahwa dirinya tidak mengatakan ucapan itu. Rasulullah
berkata, Allah berfirman “Mereka (orang-orang munafik itu)
bersumpah dengan (nama) Allah, bahwa mereka tidak mengatakan
(sesuatu yang menyakitimu). Sesungguhnya mereka telah
mengucapkan perkataan kekafiran, dan telah menjadi kafir
sesudah Islam...” “Adapun engkau wahai Jullas, engkau telah
kafir kepada Allah. foto copi naskah Arab gak jelas. Allah berfirman, “ ... Maka jika mereka bertobat, itu
adalah lebih baik bagi mereka ...” (QS. at-Taubah [9]: 74)
Demikian pula, Rasul pun memanggil ‘Umair dan berkata
kepadanya, “Selamat datang orang yang perkataannya
dibenarkan oleh Tuhannya dari atas langit ketujuh.”
Apa yang dapat disimpulkan dari kisah ini? Disimpulkan
dari kisah ini bahwa ada tentara yang berjalan beriringan
dengan orang-orang shalih, shalat bersama mereka, puasa
bersama mereka, akan tetapi sebenarnya mereka adalah para
pendusta terhadap Allah dan Rasul-Nya.
Tugas para tentara itu tak lain adalah menjilati
kehormatan orang-orang shalih, baik ulama maupun para da’i.
Mereka itu para penjilat seperti anjing yang menjilat. “Dan
seperti itulah, telah Kami adakan bagi tiap-tiap Nabi, musuh
dari orang-orang yang berdosa. Dan, cukuplah Tuhanmu menjadi
Pemberi petunjuk dan Penolong.” (QS. al-Furqan: 31)
Al-Mutanabi berkata,
“Berapa banyak engkau mencari aib kami, tapi itu
membuat engkau lemah # Allah dan orang-orang yang mulia
membenci apa yang engkau lakukan.”
“Tidaklah ia menjauhkan aib dan kekurangan dari
kalangan mereka # yang kaya, dan dekatlah ubah dan penuaan.”
Bahwa orang-orang yang istiqamah atas perintah Allah,
patuh dan takut kepada Dzat-Nya, merupakan generasi
kebangkitan, para pengajak ke arah kebangkitan itu, ulama
umat Islam dan pribadi-pribadi shalih dari orang-orang yang
menjunjung tinggi Sunnah Rasulullah saw. Tidak ragu lagi,
mereka semua dihadapkan pada sebuah peperangan yang telah
digagas oleh para penjilat itu. Mereka diklaim sebagai
ekstrimis, konservatif, irasional, radikal, pengecut,
membebani orang lain dengan tugas yang tidak mampu
dijalankan dan ungkapan-ungkapan keji dan melecehkan yang
lainnya. “... Alangkah jeleknya kata-kata yang keluar dari
mulut mereka; mereka tidak mengatakan (sesuatu) kecuali
dusta.” (QS. al-Kahfi: 5)
Bahwa para pengikut Nabi Muhammad saw tidak tidak ada
yang merampas harta atau tanah orang lain secara paksa dan
dengan kekuatan.
Bahwa para pengikut Nabi Muhammad saw tidak ada yang
membatasi orang lain dalam rizkinya.
Bahwa para pengikut Nabi Muhammad tidak menghancurkan
kepentingan orang banyak, tidak menghina orang-orang miskin,
dan tidak pula menjadi penghalang bagi orang-orang yang
lemah.
Mereka adalah pribadi-pribadi yang menerangkan
kezhaliman, membuka berkas-berkas dan berkata kepada si
zhalim “Takutlah kepada Allah wahai zhalim”, berdiri bersama
orang-orang miskin dan lemah, serta bekerja keras agar
mereka mendapatkan hak-hak mereka.
Namun, seiring dengan semua itu, masih saja ada
sekelompok manusia yang menfitnah para pengusung syariah,
pendidik generasi, baik hakim, sosok-sosok unggul, ulama,
penganalisis atas berkas-berkas orang-orang zhalim, para
penulis yang lurus, para da’i kondang, penjaga Sunnah, guru-
guru universitas atau para pendidik, serta orang-orang
terbaik.
Alhamdulillah, berkas-berkas mereka telah terbongkar.
Karena itu, kita tidak melihat mereka melainkan sosok yang
sia-sia, percuma, main-main dan berlebih-lebihan.
Mereka berlebih-lebihan dalam membelanjakan harta dan
menyia-nyiakannya, mereka bermain-main dengan waktu dan
menelantarkannya, dan mereka mengusik serta mengharu-biru
harga diri orang lain. Setiap kali engkau menasihati mereka,
mereka akan mengklaim Anda sebagai reaksioner dan
konservatif.
Para pengusung syariah bangun pada sepertiga akhir
malam, membaca kitab Allah dan berinteraksi dengan orang
lain, sesuai dengan Sunnah Nabi Muhammad saw.
Sementara mereka bergadang untuk sebuah permainan yang
diharamkan, menonton film-film yang bisa merusak, serta
mendengarkan lagu-lagu yang seronok.
Mereka memakan harta orang lain dengan batil, serta
suka mengusik dan menodai kehormatan kaum muslimin.
Masuk mereka haram, pembicaraan mereka haram, diam
mereka haram, malam mereka haram, siang mereka haram dan tak
seorang pun dari mereka yang ingin mempelajari ayat-ayat al-
Qur`an dan sunah-sunah Rasul. Mereka berada di satu lembah,
sedang Sunnah dan kaum Muslimin berada di lembah yang lain.
Sekelompok orang di masa Rasul mengklaim Rasul dan para
sahabatnya sebagai para pengecut yang tidak tepat ketika
bertemu, serta mereka makan. Mereka menyebarkan desas-desus
itu ketika kembali dari Tabuk.
Mendengar itu Rasul memanggil mereka, menginterogasi
mereka, serta meminta mereka mengulangi perkataannya. Mereka
berkata, “Maaf ya Rasulullah, kami hanya bercanda.” Maka,
Allah menurunkan sebuah ayat yang terus dibaca hingga hari
kiamat:
“Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang
mereka lakukan itu), tentulah mereka akan menjawab:
‘Sesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main
saja’. Katakanlah, ‘Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan
Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?’ Tidak usah kamu minta
maaf, karena kamu kafir sesudah beriman. Jika Kami memaafkan
segolongan daripada kamu (lantaran mereka tobat), niscaya
Kami akan mengazab golongan (yang lain) disebabkan mereka
adalah orang-orang yang selalu berbuat dosa.” (QS. at-Taubah
[9]: 65-66)
Mereka semua telah keluar dari agama Islam akibat
mengucapkan kalimat yang tidak layak kepada Nabi Muhammad
dan para sahabatnya.
Aku tidak mengerti apa yang membuat mereka melakukan
itu? Apa yang mereka inginkan dari Umat Islam? Apakah mereka
menginginkan umat Islam menjadi umat yang sia-sia? Tidak
mengemban misi kerasulan dan tidak mengenal tujuan hidup?
Apa yang mereka inginkan secara gamblang? Solusi apa
yang mereka setujui?
Jika para pemuda itu berpegang teguh kepada Sunnah
Rasulullah, mereka membencinya dalam kehidupan
bermasyarakat, mengintimidasinya dan mengklaim mereka dengan
berbagai klaim dan isu.
Para pemuda kita dan para pemuda dunia Islam yang
berpegang kepada Sunnah, menilainya sebagai sumber keagungan
dan kemuliaan, dan mahkota di atas dahi umat Islam tidak
akan berbuat ekstrim, kejam, radikal, berlebih-lebihan atau
massif.
Apakah para pemuda itu yang lebih baik ataukah mereka
yang keluar dari ciri-ciri Islam? Bukankah Anda melihat
mereka memadati jalan-jalan dan berkunjung ke berbagai kota
yang dikenal rusak untuk menghabiskan harta umat?
Apakah para pemuda itu yang lebih baik ataukah mereka
yang apabila menetap tidak pernah mendirikan shalat? Apabila
membaca, membaca selain al-Qur`an? Apabila bersaksi,
bersaksi dengan selain kebenaran? Apabila mendengar,
mendengarkan yang haram? Apabila pergi, pergi ke selain
masjid? Dan, apabila marah, marah karena selain Allah?
“Maka apakah patut Kami menjadikan orang-orang Islam
itu sama dengan orang-orang yang berdosa (orang kafir)?
Mengapa kamu (berbuat demikian): bagaimanakah kamu mengambil
keputusan?” (QS. al-Qalam: 36-37)
Kita telah menemukan bahwa orang-orang yang konsisten
merupakan sosok yang gigih dalam mempertahankan prinsip-
prinsip dan negara Islam. Anda lihat di Palestina dan
Afganistan, betapa darah mereka telah tercampur dengan darah
rakyat sipil. Apakah itu balasan yang harus mereka terima?
Apakah itu akibat dari sebuah tindakan kriminal yang
dilakukan?
Alangkah jauh antara dua Yazid dalam kemurahan hati #
Yazid bin ‘Amru dan al-Aghar bin Hatim.
Mereka itu pemuda al-Azady yang menghabiskan hartanya #
sedang mereka adalah pemuda al-Qaisi yang mengumpulkan uang.
Dan janganlah orang yang berkomat-kamit menyangka aku
menghinanya # melainkan aku mengutamakan orang-orang yang
mulia.
Allah berfirman, “(Orang-orang munafik) yaitu orang-
orang yang mencela orang-orang mukmin yang memberi sedekah
dengan sukarela, dan (mencela) orang-orang yang tidak
memperoleh (untuk disedekahkan) selain sekedar
kesanggupannya, maka orang-orang munafik itu menghina
mereka. Allah akan membalas penghinaan mereka itu, dan untuk
mereka azab yang pedih.” (QS. at-Taubah [9]: 79)
Allah juga berfirman, “Dan, jika mereka berjumpa dengan
orang-orang yang beriman, mereka mengatakan, ‘kami telah
beriman’. Dan, bila mereka kembali kepada setan-setan
mereka, mereka mengatakan ‘sesungguhnya kami sependirian
dengan engkau, kami hanyalah berolok-olok.’ Allah akan
membalas olok-olokan mereka dan membiarkan mereka terombang-
ambing dalam kesesatan mereka. Mereka itulah orang yang
membeli kesesatan dengan petunjuk, maka tiadalah beruntung
perniagaan mereka dan tidak (pula) mereka mendapat
petunjuk.” (QS. al-Baqarah [2]: 14-16)
Wahai kaum Muslimin.
Rasulullah bersabda, “Wahai sekalian manusia yang
beriman dengan lidahnya, (namun) belum masuk iman ke dalam
hatinya. Janganlah engkau sekalian menggunjing orang-orang
Islam dan jangan mengikuti aurat mereka, (karena)
sesungguhnya orang yang mengikuti aurat saudaranya yang
Muslim, maka Allah akan mengikuti auratnya. Dan, barangsiapa
yang auratnya diikuti Allah, maka Dia akan membukanya
sekalipun di dalam rumahnya.”1
1 Hadits riwayat Abu Daud 4/270 no. 4880 dan Tirmidzi 4/331
no. 2032. Berkata Tirmidzi, Hasan Gharib (hadits itu baik
tapi asing). Imam Ahmad juga mengeluarkan hadits itu
Aku mengatakan apa yang Anda dengarkan dan aku meminta
ampunan kepada Allah yang Mahaagung untuk diriku, kalian,
dan untuk seluruh kaum Muslimin. Maka, mintalah ampunan-Nya,
sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
***
Khutbah Kedua
Segala puji hanyalah milik Allah Tuhan semesta alam,
Dzat yang mengurus orang-orang shalih, dan tiadalah
permusuhan kecuali atas orang-orang zhalim. Shalawat dan
salam semoga tercurah kepada pemimpin orang-orang bertakwa,
panutan seluruh manusia, kepada keluarga dan para
sahabatnya, dan ucapkanlah salam penghormatan dengan salam
yang banyak.
Amma Ba’du
Wahai manusia!
Bahwa kelemahan manusia pada umumnya adalah mudah
menerima isu, menyebarkannya di kalangan lain, mengeksposnya
di berbagai majelis, tanpa menyaring terlebih dulu sesuai
neraca al-Qur`an dan Sunnah.
Beberapa hari yang lalu tersiar isu yang menyebutkan
bahwa telah lahir seorang anak yang langsung dapat berbicara
tidak lama setelah ibunya meletakkannya di atas tanah. Anak
itu menginformasikan bahwa pada bulan “Anu” akan terjadi
berbagai peristiwa dan kejadian. Anak itu memperingatkan
orang-orang agar berhati-hati. Tidak lama setelah itu, anak
yang baru dilahirkan itu meninggal.
Apa reaksi yang timbul setelah isu tersebut menyebar?
4/421,424 dan dishahihkan oleh al-Albani sebagaimana dalam
“Shahih al-Jami” noi. 7984-7985.
Kita melihat orang-orang yang tidak memiliki
pengetahuan agama yang cukup merasa takut dan khawatir akan
kebenaran isu itu. Akibat terlalu percaya pada isu itu, ada
sekelompok manusia yang memperbarui taubatnya kepada Allah,
ada yang mengumumkan dirinya akan meninggalkan maksiat, dan
ada pula yang tidak dapat memejamkan mata karena takut akan
peristiwa dan malapetaka yang akan terjadi.
Demi Tuhan, ini adalah keanehan yang sebagian di
antaranya lebih dahsyat dari sebagian lainnya. Allah
berfirman, “Dan tidak ada sesuatu pun yang menghalangi
manusia dari beriman, ketika petunjuk telah datang kepada
mereka, dan memohon ampun kepada Tuhannya, kecuali
(keinginan menanti) datangnya hukum (Allah yang telah
berlaku pada) umat-umat yang dahulu atau datangnya azab atas
mereka dengan nyata.” (QS. al-Kahfi: 55)
Dalam kisah ini ada beberapa hal:
Pertama. Tidak ada yang mengetahui akan hal-hal ghaib kecuali Allah SWT. “Katakanlah (wahai Muhammad), ‘Tidak ada
seorang pun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara
yang ghaib, kecuali Allah’, dan mereka tidak mengetahui
kapan mereka akan dibangkitkan.” (QS. an-Naml: 65) “Dan pada
sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tak ada yang
mengetahuinya kecuali Dia sendiri ...” (QS al-An’am: 59)
Tak seorang pun tahu kapan kiamat akan terjadi kecuali
Allah semata, dan tak seorang pun tahu kapan terjadi bencana
dan datangnya siksaan kecuali Allah saja.
Tak seorang pun yang berhak mengaku bahwa dirinya
mengetahui sesuatu yang ghaib, kecuali orang-orang yang
diberikan pengetahuan oleh Allah, yaitu para Nabi dan Rasul-
Nya.
Kedua. Seharusnya umat Islam kembali kepada ulama atau da’i apabila terjadi isu seperti itu. Mereka berhak
menanyakan kepada mereka tentang berbagai hal, sehingga
mereka dapat terhindar dari hal-hal yang dilarang oleh
agama.
Allah telah melarang untuk melakukan propaganda dengan
sebuah isu, atau terpengaruh darinya, “Dan, apabila datang
kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun
ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Dan, kalau mereka
menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri di antara mereka,
tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya
(akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan Ulil
Amri)...” (QS. an-Nisa [4]: 83)
Maka, adalah wajib bagi seorang Muslim untuk kembali
kepada ulama pada setiap hal yang terasa janggal dalam
dirinya. Ia bisa menanyakannya secara langsung tentang
peristiwa atau isu itu.
Ketiga. Sangat mengherankan, umat Islam tidak pernah tobat kecuali setelah mendengar isu, dan mereka tidak pernah
kembali kepada Allah kecuali setelah terancam oleh letusan
gunung merapi atau gempa.
Berapa banyak malapetaka menimpa kita? Berapa banyak
kalajengking menyengat kita, sedang kita tetap di tempat
semula tanpa pernah mempunyai persiapan? “Dan, tidakkah
mereka (orang-orang munafik) memperhatikan bahwa mereka
diuji sekali atau dua kali setiap tahun, kemudian mereka
tidak (juga) bertobat dan tidak (pula) mengambil
pengajaran?” (QS. at-Taubah [9]: 126)
Bukankah Anda mendapati manusia bersikap santai, main-
main, menertawakan diri mereka bila berada dalam keadaan
tenang? Tapi jika kondisi kian menjepit, bencana datang
silih berganti, barulah mereka memperbarui kontrak dengan
Allah. Tapi uniknya, mereka akan kembali lagi ke keadaan
semula yaitu lalai dan penuh dengan kemaksiatan setelah
bencana itu selesai.
Lihatlah mereka sekarang mempercayai isu yang
disebarkan oleh provokator bohong itu. Terlebih, isu itu
disebarkan melalui lidah anak kecil yang belum mampu
berbicara atau berkata-kata. Karena itu, mereka
mengikrarkan untuk shalat berjamaah, selalu membaca al-
Qur`an dan terus berzikir, berhenti dari dosa yang besar
atau kecil, sehingga ketika isu itu mereda, bahkan jelas
kebohongannya, mereka kembali seperti semula, mereka kembali
ke keadaan pertama.
Wahai Manusia!
Bahwa yang harus kita lakukan adalah bertaubat kepada
Allah dengan taubat nasuha, mempersiapkan diri untuk bertemu
dengan-Nya, menyembah Allah dalam keadaan sempit maupun
lapang, dan selalu memperbanyak mengingat mati. Sebab,
mungkin salah seorang dari kita meninggal sebelum waktu yang
ditetapkan oleh desas-desus itu. Maka, bersiap-siaplah wahai
hamba Allah, bersiaplah untuk menghadapi hari penampakkan di
hadapan Penciptamu, jangan tertipu dengan kehidupan dunia,
dan jangan tertipu dari Allah oleh tipuan apapun.
Segeralah bertaubat nasuha # sebelum datang kematian
dan tercerabut ruh.
Jangan meremehkan bentuk dosa # segala perbuatan itu
tergantung kepada akhir.
Dan, barangsiapa yang benar-benar suka bertemu dengan
Allah # Maka, Allah lebih mencintai orang itu.
Dan, sebaliknya orang yang membenci, Allah akan
bertanya# tetang rahmatnya, baik yang didapat dengan mudah
ataupun bersusah-payah.
Bertaubat, bertaubatlah wahai manusia!
Kembalilah, kembalilah kepada Allah, percaya kepada
wahyu dan melaksanakan semua perintah, mencintai Allah dan
dalamilah pemahaman disiplin ilmu agama. Bertanyalah kepada
ahli zikir jika engkau tidak tahu. Semoga Allah menjadikan
aku dan kalian sebagai orang yang mendengar perkataan
kemudian mengikutinya dengan kebaikan.
Wahai Hamba Allah!
Bacakanlah shalawat dan salam kepada orang yang Allah
memerintahkan engkau untuk membaca shalawat dan salam
kepadanya. “Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya
bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman,
bersalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam
penghormatan kepadanya.” (QS. al-Ahzab: 56)
Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa yang bershalawat
kepadaku satu kali, aku akan membacakan shalawat untuknya
sepuluh kali.” 1
***
Muazin Pertama
Sesungguhnya segala puji hanyalah milik Allah. Kita
memuji-Nya, meminta pertolongan-Nya, meminta ampunan-Nya,
dan berlindung kepada-Nya dari keburukan diri dan pekerjaan-
pekerjaan kita. Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah,
maka tiada orang yang dapat menyesatkan dirinya. Dan,
barangsiapa yang disesatkan, maka tiada orang yang dapat
memberi petunjuk untuknya. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan
(yang berhak disembah) kecuali Allah semata yang tiada
sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah
hamba dan pesuruh-Nya.
1 Hadits Riwayat Muslim (1/288) no. (384)
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah
dengan sebenar-benar takwa kepada-Nya, dan janganlah sekali-
kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.” (QS.
Ali Imran [3]: 102)
“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang
telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya
Allah menciptakan istrinya, dan daripada keduanya Allah
mengembang-biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan,
bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-
Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah)
hubungan silaturahmi. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan
mengawasi kamu.” (QS. an-Nisa [4]: 1)
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada
Allah dan katakanlah perkataan yang benar. Niscaya Allah
memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu
dosa-dosamu. Dan barangsiapa menaati Allah dan Rasul-Nya,
maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar.”
(QS. al-Ahzab: 70-71)
Amma Ba’du.
Sesungguhnya sebenar-benarnya pembicaraan adalah kitab
Allah (al-Qur`an), sebaik-baiknya petunjuk adalah petunjuk
Nabi Muhammad saw, dan seburuk-buruknya perkara adalah
perkara yang baru. Setiap yang baru adalah bid’ah, setiap
bid’ah adalah kesesatan, dan setiap kesesatan itu di neraka.
Wahai orang-orang yang beriman!
Siapakah muazin pertama? Siapakah yang pertama
mengumandangkan suara kebenaran di atas menara kebenaran dan
di dunia yang benar?
Dia adalah hamba yang lemah lagi miskin. Dialah sosok
yang diangkat oleh agama ini sehingga menjadi pewaris surga
Na’im.
Bilal bin Rabah adalah nama yang dicintai oleh orang-
orang yang beriman. Dan, suaranya dirindukan oleh semua
telinga orang-orang yang mengesakan Allah.
Seorang Muslim tentu memiliki dua hari kelahiran:
pertama adalah hari dimana ia dilahirkan dari rahim ibunya,
dan kedua adalah hari dimana ia dilahirkan dalam agama ini.
Bilal ra adalah sosok yang dilahirkan dengan dua kali
kelahiran. Ia pun mengalami dua kali kehidupan. Ia
dilahirkan sebagai hamba, dibelenggu dengan pemaksaan,
ditawan dengan cemeti kekerasan, kesombongan dan arogansi.
Ia tidak terhitung, tidak memiliki pendapat, tidak mempunyai
pengaruh terhadap kehidupannya, dan ia dibawa ke Mekkah
dalam keadaan terasing dari ibu dan keluargannya, dan hidup
di sana dalam status hamba yang hina.
Namun mendadak Muhammad mengumandangkan kebenaran di
atas bukit Shafa: “Tiada Tuhan yang berhak disembah kecuali
Allah; Muhammad adalah utusan Allah.” Muhammad mendatangi
para pembesar Mekkah untuk mengajak mereka pada kebenaran.
Namun mereka enggan, mendustai, menyakiti dan mencacinya.
Maka, turunlah firman Allah, “Dan bersabarlah kamu
(Muhammad) bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru
Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-
Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka
(karena) mengharapkan perhiasan kehidupan dunia ini; dan
janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami
lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya
dan adalah keadaannya itu melewati batas.” (QS. al-Kahfi :
28)
Engkau jangan takut dari orang-orang sombong itu.
Sebab, mereka itu kecil di sisi Allah. Engkau jangan letih
akibat mereka, dan jangan berikan waktumu untuk mereka,
walau sekecil apapun selama itu adalah ulah mereka. Engkau
jangan mengira bahwa islah akan tertolong di atas pundak
orang-orang kafir itu. Akan tetapi, engkau harus bersama
dengan orang-orang yang menghendaki keridhaan Allah dan hari
akhirat. Tetaplah bersama orang-orang miskin lagi fakir!
Tetaplah bersama orang-orang yang lemah dari payah. Carilah
mereka, dan dekatkan mereka dengan majelismu.
Rasul mulai mencari orang-orang lemah itu. Ia menemukan
mereka dalam dunia yang lemah, dunia yang hina dan dunia
yang papa. Salah seorang dari mereka adalah Bilal bin Rabah.
Bilal melihat Muhammad, maka ia pun mencintainya.
Rahasianya adalah karena rasa cinta yang Rasul tanamkan di
hati para sahabatnya. Muhammad telah mengalirkan sungai-
sungai cinta di hati para sahabatnya, hingga ketika salah
seorang dari mereka berada di medan perang, orang itu berani
memberikan nyawanya kepada Rasul saw. Ia berharap tubuhnya
dibelah dengan gergaji dan dipotong berkeping-keping. Agar
Rasul saw tidak merasa ragu, salah seorang dari mereka
berkata kepada Rasul, “Nyawaku adalah tebusan dari nyawamu
wahai Rasulullah.”
Itulah cinta yang Allah tanamkan di hati para sahabat
terhadap Nabi yang agung. Bilal mencintai Muhammad dengan
cinta yang menulikan pendengarannya dan membutakan matanya.
Sehingga ia bergerak selalu disertai dengan cinta kepada
Rasul. Ia makan, sosok Rasul terus bermain di matanya. Ia
minum, bayangan Rasul berdiri di depannya. Kondisi Bilal
seolah mengatakan,
Aku mencintai jangan tanya mengapa? Sebab sesungguhnya
aku # mencintaimu. Cinta ini adalah pendapat dan jalan
hidupku.
Kondisinya pun seolah mengatakan,
Aku mencintaimu yang menurutku tiada penjelasan untuk
kasih sayang ini # Aku menjelaskan apa, sedang cinta itu
tidak dapat dijelaskan.
Tatkala Bilal masuk Islam, para pemaksa itu
mendatanginya. Mereka menyiksa dengan siksaan yang sangat
pedih supaya dirinya meninggalkan kalimat “Tidak ada Tuhan
yang berhak disembah kecuali Allah”. Namun Bilal tetap
enggan kembali pada kekufuran. Mereka memenjarakan,
menyiksa, mengikatnya dengan tali, menariknya dengan kaki
telanjang supaya batu-batu itu menggerogoti daging dan
tulangnya, dan menjemurnya di gurun pasir dalam keadaan
terik matahari sangat menyengat. Mereka melakukan itu supaya
Bilal kembali kepada kekafiran. Namun Bilal tetap enggan,
bahkan dirinya mengucapkan kata yang terus dikenang
sepanjang sejarah: “Esa”, “Esa”.
Siapakah yang Esa itu? Dialah yang mengutus Rasul itu,
menjadikan manusia dan mengharuskan agama ini (Islam).
Para algojo itu menampar pipi Bilal, maka Bilal pun
menjerit kesakitan seraya meneriakkan “Esa”, “Esa”. Mereka
menyiksa Bilal dengan cemeti, sehingga darah dan tubuhnya
hancur, namun Bilal tetap menyenandungkan “Esa”, “Esa”.
“Katakanlah (wahai Muhammad), ‘Dialah Allah yang Maha Esa.
Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala
sesuatu. Dia tidak beranak dan tiada pula diperanakkan. Dan,
tidak ada seorang pun yang setara dengan-Nya.” (QS. al-
Ikhlas : 1-4)
Ayat di atas merupakan kehendak yang dapat melelehkan
besi. Ia adalah mukzizat terbesar yang didatangkan oleh
Rasulullah dalam rangka membentuk para penduduk Arab, hamba-
hamba dan budak-budak, dari orang-orang yang lemah menjadi
batalion yang mengguncangkan dunia dengan kalimat “Tidak ada
Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah”.
Ikbal, sang penyair Islam berkata,
“Para penyembah berhala dulu telah menjadi # pelindung
Ka’bah dan Rukun Yamani.”
Abu Bakar melintas ketika Bilal sedang menerima
siksaan. Abu Bakar berkata kepada pemilik Bilal yang
keparat, yaitu Umayyah bin Khalaf, “Aku akan membelinya
darimu wahai Umayyah.”
Umayyah berkata, “Ambillah, sekalipun hanya sepuluh
dinar.” Abu Bakar berkata, “Demi Allah, seandainya engkau
menjadikan harganya seribu dinar pun aku akan membelinya
darimu.” Abu Bakar lalu membeli Bilal dan memerdekakannya.
Maka, turunlah ayat, “Dan, kelak akan dijauhkan orang yang
paling takwa dari neraka itu, yaitu orang yang menafkahkan
hartanya (di jalan Allah) untuk membersihkannya, padahal
tidak ada seorang pun memberikan suatu nikmat kepadanya yang
harus dibalasnya, tetapi (dia memberikan itu semata-mata)
karena mencari keridhaan Tuhannya Yang Mahatinggi. Dan,
kelak dia benar-benar mendapat kepuasan.” (QS. al-Lail : 18-
21) Abu Bakar memerdekakannya tanpa mengharap balasan atau
ucapan terima kasih.
Bilal lalu menghadap Rasul dalam kondisi yang
mengenaskan. Bajunya hancur, daging dan darahnya berjatuhan
akibat penyiksaan yang sangat biadab. Rasul lalu menerimanya
dan mendidiknya, sebagaimana seorang ibu mendidik anak-
anaknya. Rasul mendoakan dirinya dan menentukan sebagai
muazin yang pertama. Muazin awal dalam sejarah perkembangan
Islam.
Setiap kali Rasul mempunyai kepentingan yang mendesak
atau menghadapi persoalan yang mencekik, beliau selalu
memanggil Bilal, “Buatlah kami santai, wahai Bilal.” 1 Maka,
Bilal pun segera mengumandangkan azan.
Bilal membawa air wudhu dan tongkat untuk Rasul. Ia
melepas sepatu Rasul dengan tangannya. Baginya, itu
merupakan sebuah kehormatan yang tiada bandingannya.
Dan, Rasul pun sangat mencintainya serta membuatnya
semakin (ada yg hilangya?)di hati Rasul. Cinta itu terus
merambah di dalam hati Bilal, sehingga menggantikan dari
apapun, dari keluarga dan tetangga di Habasyah, atau dari
masa lalunya di sana. Baginya, cinta Muhammad telah cukup.
Suatu hari Rasulullah bersabda kepada Bilal, “Ceritakan
padaku dengan pekerjaan yang paling engkau harapkan di dalam
Islam. Sesungguhnya aku mendengar derap kedua sandalmu di
depanku di surga.”
Allah Mahabesar! Piala apakah yang lebih besar dari
seseorang yang mengetahui dirinya termasuk penghuni surga,
sedang ia masih hidup di dunia.
Bilal kemudian menjawab pertanyaan Rasulullah di atas.
Bilal berakata, “Aku tidak tahu pekerjaan yang paling aku
harapkan (selain) aku belum bersuci dengan sucian pada malam
atau siang hari, kecuali aku telah shalat dengan sucian itu
untuk sesuatu yang diwajibkan kepadaku untuk
menshalatinya.”2
Bilal adalah penduduk surga. Ahlu Sunnah telah
menyaksikan itu, sebab Rasulullah telah menyaksikannya.
Bilal itu bertubuh kurus, berpostur ramping dan
berkulit hitam. Namun persoalan itu tidaklah berharga dan
tidak diperhitungkan dalam ajaran Islam.1 Hadis itu diriwayatkan oleh Abu Daud 4/296 no. 4985- 4986,
Imam Ahmad 5/364-371 dan sishahihkan oleh al-Albani
sebagaimana dalam “Shahih al-Jami’”.2 Hadits riwayat Bukhari 2/48, Muslim 4/1910 no. 2458
Dalam berbagai peperangan, Rasul mempercayakan Bilal
untuk menjaga pasukan. Rasulullah bersabda, “Siapa yang akan
membangunkan kita untuk shalat.” Bilal berkata, “Aku ya
Rasulullah.” Maka, seluruh pasukan (foto copy tidak jelas)
sedang Bilal terus menunaikan shalat sepanjang malam. Namun
ketika menjelang Shubuh, Bilal ingin merebahkan tubuhnya
sebentar untuk sekedar beristirahat. Ia pun lalu merebahkan
tubuhnya dan tertidur. Dan, tibalah waktu shalat sedang
Rasul, para tentara, dan Bilal masih tertidur. Peristiwa itu
terus berlalu hingga matahari terbit.
Adalah Abu Bakar orang yang pertama terbangun setelah
matahari terbit. Setelah itu Umar terbangun sehingga
menyaksikan bencana yang baru pertama kali terjadi itu.
Dalam peristiwa itu terkandung sebuah hikmah, yakni kealpaan
sosok yang kedua matanya tertidur dan belum terbangun hingga
matahari terbit.
Umar terjaga dan mendekati Rasul saw. Tapi ia malu
untuk mengatakan kepada gurunya yang mulia: “Bangunlah untuk
shalat.” Seorang murid memang tidak seharusnya mengatakan
demikian kepada gurunya. Karena itu, Umar kemudian
mengatakan –seperti dalam riwayat Bukhari, “Allahu Akbar,
Allahu Akbar” (“Allah Mahabesar, Allah Mahabesar.”) Ia
mengulangi takbir itu sampai Rasulullah terbangun.
Setelah terbangun, Rasul lalu memanggil kedua temannya
dan muazinnya, Bilal. Rasulullah bertanya kepadanya, “Kenapa
engkau tidak membangunkan kami?” Bilal menjawab, “Ya
Rasulullah, mataku diambil oleh sesuatu yang mengambil
matamu (aku tertidur seperti engkau tertidur).” Mendengar
itu, Rasulullah tersenyum. Setelah itu, Bilal
mengumandangkan azan dan Rasulullah pun shalat berjamaah
dengan para sahabatnya.1
Ketika para sahabat –semaga keridhaan Allah atas mereka
semua- sedang duduk dalam sebuah masjid, tiba-tiba Abu Dzar
mengejek orang tua perempuan Bilal. Abu Dzar berkata
kepadanya, “Wahai anak wanita hitam!”
Apakah dalam undang-undang Islam terdapat merah, hitam
atau putih? Siapakah orang yang paling mulia dari kita?
Siapakah yang harus diagungkan dalam agama ini? “...
Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian di
sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kalian
...” (QS. al-Hujurat : 13)
Kita tidak mengenal perbedaan warna kulit, jenis,
bahasa atau negara. Yang kita kenal hanya “Tidak ada Tuhan
yang berhak disembah kecuali Allah”, dan setinggi apa
tingkat ibadah kita kepada Allah Azza wa Jalla.
Mendengar ejekan itu Bilal marah. Ia berkata kepada Abu
Dzar, “Aku akan melaporkan kepada Rasulullah.” Maka, Bilal
pun melaporkan perihal itu kepada Rasulullah. Setelah
menyimak laporan Bilal, Rasulullah sangat marah dan berkata
kepada Abu Dzar, “Engkau telah mengejeknya karena ibunya?
Engkau adalah seseorang yang pada dirimu terdapat
kejahiliyahan.” Demikianlah apa yang diutarakan Rasulullah.
Mengapa kita harus mencemooh jenis mereka, warna
kulitnya, atau sukunya? Tindakan itu merupakan kesalahan
terbesar di dalam Islam, bahkan termasuk tindakan yang
menghancurkan kaidah-kaidah yang telah dibangun di dalam
agama ini.
1 Lihat Shahih Bukhari 4/168-169, Shahih Muslim 1/474-475
no. 682, Sunan Abu Daud 1/118-119 no. 435.
Bilal terus berlalu seiring dengan pergantian hari. Ia
tidak mendapatkan apapun kecuali derajat yang semakin
tinggi. Sebab, Rasulullah sangat mencintainya.
Ketika melaksanakan shalat Id, Rasul bersandar kepada
dirinya. Rasul melangkah dan berkhutbah di hadapan kaum
hawa, sedang ia pun bersandar kepada Bilal. Sebab, ia sangat
mencintai Bilal.
Dalam hari yang sangat bersejarah, ketika Rasul
menaklukkan kota Mekkah dengan sepuluh ribu sahabatnya,
beliau memasukinya dengan penuh kemenangan. Di sekeliling
Ka’bah, Rasul melihat berhala-berhala yang disembah oleh
penduduk Mekkah. Rasul kemudian menunjuk berhala-berhala
tersebut, maka berhala-berhala itu pun berserakan dan
berjatuhan. “... Kebenaran telah datang dan kebatilan telah
lenyap". Sesungguhnya kebatilan itu adalah sesuatu yang
pasti lenyap.” (QS. al-Isra : 81)
Ketika waktu shalat Dzuhur tiba dan jamaah telah duduk
di sekeliling bangunan tinggi Ka’bah, Rasul bertanya, ”Di
mana Bilal?” Bilal menjawab, “Ini aku ya Rasulullah!” Rasul
berkata, “Naiklah ke atas Ka’bah dan undanglah (orang-orang)
dari atasnya.”
Mahasuci Allah. Bukankah itu pertolongan bagi orang-
orang yang lemah? Bukankah itu keadilan bagi orang-orang
miskin? Bukankah itu mengangkat derajat orang-orang yang
lemah? Bukankah itu keadilan yang sejatinya? Seorang hamba
hitam naik ke atas rumah Allah dengan kakinya untuk
mengumandangkan suara kebenaran.
Di mana Abu Jahal? Di neraka! Di mana Abu Lahab? Di
neraka? Di mana Abu Thalib? Di neraka!
Bilal naik ke atas Ka’bah untuk mengajak manusia, untuk
menyaksikan kebenaran sampai hari kiamat. Ketika ia
mengumandangkan azan, semua orang menangis. Siapa yang tidak
akan menangis menyaksikan fenomena ini, melihat kejadian
ini, mendengar suara ini, merasakan detial-detail kejadian
ini. Suatu keanehan telah terjadi pada hari penaklukkan yang
bersejarah itu. Sang penakluk adalah Rasulullah, agama
Islam. Muazin adalah Bilal, dan siapakah Bilal itu? Seorang
budak hitam. Di mana dia mengumandangkan azan? Di atas
bangunan Ka’bah. Suaranya sangat indah, menggetarkan hati
dan merdu di telinga.
Ketika Bilal azan, Rasul menangis. Air matanya mengalir
sebab ia teringat akan pertolongan itu, teringat akan hari-
hari penderitaan yang dilalui bersama dengan kelompok orang-
orang beriman itu, dan teringat akan anugrah Allah dan
nikmat-nikmat-Nya hingga mewujudkan kemenangan ini.
Muhammad mendapat kemenangan dan lihatlah ini, budaknya
sekaligus kekasihnya yang diusir, disiksa dan dihinakan.
Sekarang ia telah menjadi muazin pertama dalam sejarah
Islam. Lihatlah suara Bilal yang menggema di perbukitan dan
lembah-lembah kota Mekkah. Suaranya mengguncang dunia dengan
“Tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah.”
Namun, sejumlah kelompok yang logikanya terbalik dan
tetap dalam kesyirikan justru mengatakan dengan penuh
kesombongan, “Aku tidak mengira kehidupanku panjang sampai
melihat budak hitam itu bergauk-gauk di atap Ka’bah seperti
gagak.”
Celaka engkau wahai pendosa! Apakah engkau menyamakan
tuan Bilal ini dengan burung gagak? Itulah kesombongan
orang-orang kafir yang masih menguasai pemikiran umat
manusia sampai hari ini.
Secara mendadak Rasulullah meninggal. Anda dapat
membayangkan bagaimana kondisi dua orang yang saling
menyukai, guru dan murid, imam dan muazin, yang telah
mengarungi kehidupan secara bersama-sama, pahit dan manis,
mudah dan sukar, malam dan siang, namu tiba-tiba sang imam
itu meninggal. Rasulullah meninggal, “Sesungguhnya engkau
akan mati dan sesungguhnya mereka akan mati (pula).” (QS.
az-Zumar : 30)
Ketika Rasulullah meninggal, dunia menjadi gelap di
mata Bilal ra. Benarkah Rasulullah telah meninggal? Ya,
hanya saja agamanya tidak pernah meninggal dan muazin harus
terus menyempurnakan jalannya.
Seiring dengan terbitnya fajar, Bilal berdiri untuk
mengumandangkan azan. Berdiri untuk menunaikan tugas yang
dibebankan oleh Rasulullah saw. Dan, mulailah Bilal
mengumandangkan suara azan, “Allahu Akbar, Allahu Akbar.”
Setelah selesai, Bilal mengarahkan pandangannya ke
mihrab. Namun di sana tidak ada lagi sang imam. Ia
mengalihkan pandangannya ke rumah Rasul, namun di sana pun
tidak ada sang imam. Ia kini sendiri. Tidak ada syeikh, imam
atau Rasul. Bagaimana ia bisa menyelesaikan tugasnya? Dengan
ekspresi bagaimana ia bisa menyelesaikan tugasnya? Di mana
dadanya? Di mana hatinya? Di mana eksistensinya?
Bilal berusaha menguasai diri dan berkata, “Aku
bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali
Allah. Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak
disembah kecuali Allah.” Namun datang sebuah kehancuran,
kehancuran yang membuat dirinya tidak mampu mengucapkan
sepatah kata pun setelah itu.
Bilal mengatakan “Aku bersaksi bahwa Muhammad
adalah...”, namun ia tidak dapat menyelesaikan ungkapan itu.
Ia menangis sejadi-jadinya, sementara orang-orang yang
berada di rumah mereka, di Madinah, para wanita, anak-anak,
kakek-kakek, semuanya menangis.
Sang muazin menangis, suaranya tersendat, ia pun tidak
dapat meneruskan ucapannya. Ia jatuh terkulai ke tanah.
Di manakah sang imam? Imam telah meninggal, yang
tersisa hanya muazin.
Di manakah cinta? Cinta dan kasih sayang telah pergi.
Itulah kehancuran.
Para sahabat menyaksikan pemandangan itu. Pemandangan
dimana seorang muazin terkulai ke tanah, menangis sejadi-
jadinya.
Para sahabat bertanya, “Apa yang terjadi padamu, wahai
Bilal?”
Bilal menjawab, “Aku tidak mau azan.”
Abu Bakar, sang khalifah, mendatangi Bilal. “Apa yang
terjadi padamu wahai Bilal?” tanyanya kepada Bilal. “Aku
tidak mau azan untuk siapa pun setelah Rasulullah,” katanya.
“Subhanallah,” ucap para sahabat, “Siapa yang akan
berazan untuk kami?”
“Carilah muazin lain untuk kalian,” kata Bilal.
Bilal lalu di bawah ke rumahnya.
Kepada engkau dan kepada kami, tidaklah basah sayap-
sayap (Baca: hati) kami karena merindukan engkau; dan tidak
(pula) mengering tempat keyakinan kami (baca: hati).
Ketika hati kami memanggilmu, kami nyaris frustasi
seandainya tidak karena engkau menyabarkan kami.
Jika pertemuan di dunia itu telah menjadi mulia, maka
kami akan bertemu denganmu di tempat pengumpulan (mahsyar).
Dan, itu cukup untuk kami.
Bilal tidak mau azan. Ia pergi ke rumahnya. Cerita
selanjutnya akan diteruskan pada khutbah kedua, jika Allah
berkehendak.
Wahai hamba-hamba Allah!
Aku mengatakan apa yang Anda dengarkan. Aku meminta
ampunan Allah yang Mahaagung untu diriku, kalian, dan untuk
seluruh kaum muslimin. Maka, mintalah ampunan-Nya,
sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Khutbah Kedua
Segala puji hanyalah milik Allah Tuhan semesta alam,
Dzat yang mengurus orang-orang shalih, dan tiadalah
permusuhan kecuali atas orang-orang zhalim. Shalawat dan
salam semoga tercurah kepada pemimpin orang-orang bertakwa,
panutan seluruh manusia, kepada keluarga, para sahabat dan
para pengikutnya.
Amma Ba’du
Pembahasan masih tentang Bilal, cinta tetap untuknya
dan renungan pun tetap bersama dirinya.
Pembahasan pertama telah selesai dan kalifah umat
Islam, Abu Bakar ash-Shidiq telah mentolerir Bilal untuk
tidak azan. Ia membiarkannya santai dari guncangan yang
diakibatkan kepergian Rasulullah saw.
Hari terus berlalu, sedang Allah terus memberikan
kemenangan kepada kaum Muslimin. Dalam setiap penaklukan,
Bilal selalu terlibat dengan semangat, jiwa dan tubuhnya,
demi meninggikan kalimat “Tidak ada Tuhan yang berhak
disembah kecuali Allah.” Ia berangkat ke Syam untuk
menaklukkan, memerangi orang-orang musyrik, dan mengajarkan
agama Islam kepada mereka. Ia terus menanti kematian
sehingga dapat bertemu dengan kekasihnya, Rasulullah saw, di
surga.
Di sinilah situasi yang luar biasa terjadi, sebuah
situasi yang diagung-agungkan, diperhatikan dan
mencengangkan sejarah.
Umar meninggalkan Madinah dengan hewan kendaraan dan
seorang hambanya. Ia pergi ke Baitul Maqdis dengan baju yang
kusut dan penuh dengan tambalan. Namun demikian, ia membawa
dunia yang berada dalam genggamannya.
Katakanlah kepada para raja itu, menyingkirlah dari
jabatan kalian. Benar-benar telah datang pengambil dan
pemberi dunia.
Umar datang dengan pakaian seperti itu untuk menegakkan
keadilan, menggalakkan HAM, dan menyebarkan kasih sayang
secara bersamaan.
Seluruh kaum Muslimin berkumpul untuk sebuah penaklukan
yang besar itu. Mereka para sahabat, para pembesar sahabat,
penandatangan perjanjian Mekkah, para pejuang Badar, para
penggagas bai’at Aqabah dan para pendidik dunia, hadir untuk
menyaksikan peristiwa yang dahsyat ini.
Namun ketika tiba waktu shalat Zhuhur, Umar teringat
akan hari-hari yang sempit, hari-hari yang dilalui bersama
Rasulullah. Umar berkata kepada Bilal, “Aku meminta
kepadamu, demi Allah, wahai Bilal, untuk mengumandangkan
azan kepada kami.”
“Maafkan aku wahai Amirul Mu’minin,” ungkap Bilal.
“Aku memintamu untuk mengingatkan hari-hari kita dulu,”
kata Umar mendesak.
Lalu para sahabat berkata, “Wahai Bilal, takutlah
kepada Allah. Amirul Mu’minin memintamu.”
Maka, akhirnya Bilal pun berdiri. Ia berusaha
menguatkan tubuhnya yang telah menua. Ia mengumandangkan
suaranya berazan. Akan tetapi, suara tangisan Umar terlebih
dulu telah mendahului suaranya. Demikian juga dengan para
sahabat yang lain. Mereka menangis. Maka, menangislah semua
tentara umat Islam sehingga Masjid al-Aqsa dipenuhi dengan
suara tangisan.
Bilal telah mengingatkan mereka akan sesuatu,
mengingatkan mereka akan sejarah, mengingatkan mereka akan
pengajar, pemimpin yang mencintai mereka dan mereka pun
mencintainya. Maka, “Tidak ada Tuhan yang berhak disembah
kecuali Allah,” alangkah agungnya kenangan itu. “Tidak ada
Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah,” alangkah indahnya
hari-hari yang telah dilalui oleh orang-orang yang beriman
itu. Mereka dapat menikmati Nabinya dan menerima wahyu dari
langit langsung melalui dirinya.
Bilal kemudian kembali ke Syam dan berpisah dengan
Madinah setelah Nabi tiada. Bilal kini telah tua. Dan, di
sana (Syam) Bilal menemui ajalnya. Ia melantunkan beberapa
patah kata ketika berada dalam sekarat:
Esok kami akan bertemu dengan kekasih.
Muhammad dan kelompoknya.
Siapa yang tidak senang ketika dirinya tidak lama lagi
akan bertemu dengan Nabi Muhammad, Abu Bakar, Umar dan
orang-orang terpilih lainnya. Ya...
Esok kami akan bertemu dengan kekasih.
Muhammad dan kelompoknya.
Bilal pun meninggal.
“Wahai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu
dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka, masuklah ke
dalam jamaah hamba-hamba-Ku dan masuklah ke dalam surga-Ku.”
(QS. al-Fajr : 27-30)
Dari kisah Muazin Pertama itu terdapat beberapa pelajaran:Pertama. “... Sesungguhnya orang yang paling mulia di
antara kalian di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa
di antara kalian ...” (QS. al-Hujurat : 13)
Orang-orang Quraisy yang menentang dakwah Nabi Muhammad
berada di neraka, sedangkan orang Habasyah yang beriman
dengan kerasulan Muhammad berada di tempat yang benar di
sisi Tuhan yang Mahakuasa.
Kedua. Bahwa agama ini (Islam) tidak akan mendapat pertolongan karena banyaknya kuantitas, dan tidak pula
tergantung kepada sosok yang memiliki jabatan dan posisi
serta harta. Akan tetapi Islam akan berada di tempatnya, dan
akan datang kepadanya orang-orang yang mencintainya.
Abu Jahal berkata, “Bagaimana mungkin Bilal mendapat
petunjuk sedang aku tidak, padahal dia itu budak orang
Quraisy, sedang aku adalah pembesar Bani Makhzum?” “...
kalau sekiranya dia (al-Qur'an) adalah suatu yang baik,
tentulah mereka tiada mendahului kami (beriman)
kepadanya...” (QS. al-Ahqaf : 11)
Jawaban dari sangkalan itu adalah, “... Allah lebih
mengetahui di mana Dia menempatkan tugas kerasulan-Nya...”
(QS. al-An’am : 124), “... Tidakkah Allah lebih mengetahui
tentang orang-orang yang bersyukur (kepada-Nya)?" (QS. al-
An’am: 53)
Ketiga. Melalui kisah Bilal atau kisah-kisah para
sahabat yang lain, nampak jelas pengalaman Rasul dan
pengetahuannya tentang perbedaan masing-masing pribadi,
bakatnya secara individual, dan kesiapan diri di antara satu
sahabat dengan sahabat yang lain.
Nabi memberikan tugas azan kepada Bilal, sebab ia sosok
yang paling pantas untuk itu. Nabi memberikan bendera perang
kepada Khalid, sebab ia adalah pedang Allah yang terhunus
(Maksudnya: gagah berani). Nabi memberikan kekhalifahan
kepada Abu Bakar, syair dan sastra kepada Hassan, disiplin
ilmu faraid dan pembagian warisan kepada Zaid bin Tsabit,
dan putusan permasalahan serta musyawarah kepada Ali bin Abi
Thalib. “... Sungguh, tiap-tiap suku telah mengetahui tempat
minum mereka masing-masing...” (QS. al-Baqarah [2]: 60)
Dan, persoalan ini sering luput dari pengamatan para
pendidik, da’i atau pengajar.
Keempat. Bahwa prinsip-prinsip kita dimulai dari Bilal. Prinsip-prinsip itu mengumumkan dengan jelas di atas mimbar.
Jadi, kita tidak mempunyai rahasia, sesuatu yang disamarkan
atau disembunyikan, akan tetapi kita itu jelas, sejelas
matahari di siang hari. Allah berfirman, “Maka sampaikanlah
olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan
(kepadamu), dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik.”
(QS. al-Hijr : 94)
Kelima. Barangsiapa yang ingin memberi petunjuk kepada manusia, maka hendaklah ia menanamkan rasa cinta terlebih
dahulu di dalam hari mereka. Bila ia mampu melakukan itu,
maka ia dapat mengendalikan segala macam hati, sehingga
dapat menyetirnya sesuai dengan keinginannya.
Barangsiapa yang mengira bahwa dirinya mampu memberi
petunjuk dengan tongkat, dengan kekerasan dan cacian,
sungguh itu asumsi yang keliru. Bahkan sebaliknya, orang-
orang itu akan berlari darinya. “Maka, disebabkan rahmat
dari Allah-lah kamu berlaku lemah-lembut terhadap mereka.
Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah
mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu
maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan
bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu ...” (QS.
Ali-Imran [3]: 159)
Bahwa rahasia kesuksesan dakwah Muhammad saw adalah
karena ia mampu membuat orang-orang mencintai dirinya dengan
cinta yang sebenarnya, cinta yang membutakan hati dan cinta
yang membuat semua tubuh menyelamatkan dirinya.
Ia adalah bapak bagi anak-anak yatim, dan penolong bagi
para janda dan orang-orang miskin. Karena itulah, semua
orang mencintainya, semua hati merindukannya, dan semua
tubuh menyelamatkan dirinya.
Wahai hamba-hamba Allah!
Bacakanlah shalawat untuk sang pemimpin dan sayangilah
sang muazin (Bilal). Ya Allah, limpahkanlah shawalat dan
salam kepada Nabi dan kekasih-Mu, Muhammad saw. Sampaikanlah
kepadanya shalawat dan salam kami dalam kesempatan yang
penuh berkah ini, wahai Tuhan semesta alam. Ridhailah, ya
Allah, para khulafaur-rasyidin, para sahabat semuanya, para
tabi’in dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan
kebaikan sampai hari kiamat. Dan, curahkanlah kepada kami
dan mereka, ampunan dan kemuliaan-Mu, wahai Dzat yang Maha
Pengasih lagi Maha Penyayang.
Apakah Kebahagian Itu?
Sesungguhnya segala puji hanyalah milik Allah. Kita
memuji-Nya, meminta pertolongan-Nya, meminta ampunan-Nya,
dan berlindung kepada-Nya dari keburukan diri dan pekerjaan-
pekerjaan kita. Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah,
maka tiada orang yang dapat menyesatkan dirinya. Dan,
barangsiapa yang disesatkan, maka tiada orang yang dapat
memberi petunjuk untuknya. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan
(yang berhak disembah) kecuali Allah semata yang tiada
sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah
hamba dan pesuruh-Nya.
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah
dengan sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-
kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.” (QS.
Ali-Imran [3]: 102)
“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang
telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya
Allah menciptakan istrinya; dan daripada keduanya Allah
mengembang-biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan,
bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-
Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah)
hubungan silaturahmi. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan
mengawasi kamu.” (QS. an-Nisa [4]: 1)
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada
Allah dan katakanlah perkataan yang benar. Niscaya Allah
memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu
dosa-dosamu. Dan barangsiapa menaati Allah dan Rasul-Nya,
maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar.”
(QS. al-Ahzab : 70-71)
Amma Ba’du.
Sesungguhnya sebenar-benarnya pembicaraan adalah kitab
Allah (al-Qur`an), sebaik-baiknya petunjuk adalah petunjuk
Nabi Muhammad saw, dan seburuk-buruknya perkara adalah
perkara yang baru. Setiap yang baru adalah bid’ah, setiap
bid’ah adalah kesesatan, dan setiap kesesatan itu di neraka.
Wahai kaum Muslimin!
Khutbah ini bertajuk “Apakah kebahagiaan itu?”
Semua orang, dengan seluruh kemampuannya berusaha untuk
mencari kebahagiaan. Apakah kebahagian itu? Di mana ia bisa
ditemukan?
Apakah kebahagiaan itu harta yang banyak, berlimpah
ruah dari emas dan perak, kuda pilihan, binatang-binatang
ternak dan sawah ladang?
Apakah kebahagian itu kedudukan yang dapat mempertinggi
posisi seseorang dari yang lain, sehingga mereka menjadi
pembantu dan budaknya?
Apakah kebahagiaan itu tubuh yang sehat, tidak sakit,
tidak lapar dan tidak pula putus asa?
Apakah kebahagiaan itu lolos dari muslihat dan tipu
daya orang lain?
Banyak orang yang mencari kebahagian dengan cara-cara
yang menyimpang. Cara-cara yang menyimpang itu justru
menjadi penyebab kehancuran dan kepunahan mereka, serta
menjadi penyebab datangnya laknat Allah kepada mereka.
Fir’aun dan kelompoknya mencari kebahagian melalui
kerajaan. Namun kerajaan yang ia bina bukanlah kerajaan yang
ditopang oleh iman, bukan pula kekuasaan yang didasari oleh
ketaatan kepada Allah. Lihatlah Fir’aun yang berpidato di
depan kelompoknya, “Dan Firaun menyeru kepada kaumnya
(seraya) berkata, ‘Hai kaumku, bukankah kerajaan Mesir ini
kepunyaanku dan (bukankah) sungai-sungai ini mengalir di
bawahku; maka apakah kamu tidak melihat(nya)?” (QS. az-
Zukhruf : 51)
Fir’aun lupa bahwa yang memiliki kerajaannya itu
sesungguhnya adalah Allah, yang memberikan Mesir adalah
Allah, yang mengumpulkan manusia-manusia itu adalah Allah,
dan yang memberi makan dan minum kepada dirinya adalah
Allah. Namun ia mengingkari prinsip ini, bahkan berkata,
“... aku tidak mengetahui tuhan bagimu selain aku...” (QS
al-Qashash : 38)
Maka, balasan dari kesombongan, ketakaburan, dan
pembangkangannya adalah bukan saja ia tidak mendapatkan
kebahagian yang ia cari, melainkan ia pun mendapatkan
penderitaan, kehancuran dan laknat dari Allah. “Maka Allah
mengazabnya dengan azab di akhirat dan azab di dunia.” (QS.
an-Nazi’at : 25). Allah juga berfirman tentang dirinya dan
orang-orangnya. “Kepada mereka dinampakkan neraka pada pagi
dan petang, dan pada hari terjadinya Kiamat. (Dikatakan
kepada malaikat): "Masukkanlah Fir’aun dan kaumnya ke dalam
azab yang sangat keras". (QS. al-Ghafir : 46)
Selain Fir’aun, Qarun pun termasuk orang yang salah
dalam mencari kebahagiaan. Allah menganugrahkan bergudang-
gudang harta yang tidak ia raih dengan kerja kerasnya,
kecerdasannya, keringatnya, dan tidak pula dengan
intelejensinya. Ia kira hanya dirinya sendiri yang merasakan
kebahagiaan. Karena itu, ia kufur atas segala nikmat Allah,
padahal Allah telah memperingatkannya, bahkan memberikan
kabar buruk dengan mencela tindakannya yang tidak terpuji.
Akan tetapi ia enggan untuk menyisihkan hartanya sebagai
tanda syukur, bahkan ia membuat kerusakan di muka bumi.
Akibat dari tindakannya itu Allah memberikan balasan yang
sangat pahit, “Maka Kami benamkanlah Qarun beserta rumahnya
ke dalam bumi.” (Qs. al-Qashash : 81)
Sedangkan Walid bin Mughirah diberikan sepuluh orang
anak yang selalu dibawanya dalam setiap pesta. Lima di
sebelah kanannya, sementara yang lima lainnya di sebelah
kirinya. Namun, ia lupa bahwa Allah menciptakannya seorang
diri tanpa anak satu pun. “Biarkanlah Aku bertindak terhadap
orang yang Aku telah menciptakannya sendirian. Dan, Aku
jadikan baginya harta benda yang banyak dan anak-anak yang
selalu bersama dia. Dan, Aku lapangkan baginya (rezeki dan
kekuasaan) dengan selapang-lapangnya. Kemudian dia ingin
sekali supaya Aku menambahnya. Sekali-kali tidak...” (QS.
al-Mudatsir : 11-16)
Apa yang Allah lakukan dan bagaimana Dia bertindak?
Allah mengambil anak-anaknya, sehingga menjadikan tentara-
tentara yang memerangi Allah, kecuali orang yang mendapat
belas kasih dari-Nya. Allah berfirman tentangnya, “Aku akan
memasukkannya ke dalam (neraka) Saqar. Tahukah kamu apa
(neraka) Saqar itu? Saqar itu tidak meninggalkan dan tidak
membiarkan. (Neraka Saqar) adalah pembakar kulit manusia. Di
atasnya ada sembilan belas (malaikat penjaga).” (QS. al-
Mudatsir: 26-30)
Ada juga orang yang mencari kebahagiaan melalui
popularitas, sehingga ia menghabiskan waktunya untuk
berusaha mengarahkan perhatian orang lain pada dirinya. Pada
akhirnya, mencabut kebahagiaan itu dari akar-akarnya,
sehingga menggagalkan segala usaha yang ia lakukan. “...
Adapun buih itu, akan hilang sebagai sesuatu yang tak ada
harganya; adapun yang memberi manfaat kepada manusia, maka
ia tetap di bumi...” (QS. al-Ra’ad : 17)
Adapula sosok yang mencari kebahagiaannya dengan seni,
seni yang tidak tahu malu, cabul lagi amoral. Dengan seni
itu mereka memancing birahi, mempermainkan perasaan,
menggelisahkan hati dan menyemai asmara di hati orang lain.
Maka, Allah membuat dirinya menanggung dosa si subyek yang
dikelabui, tanpa mengurangi sedikitpun dari dosa-dosa
mereka. Allah akan menghalangi kebahagiaan dari pandangan
orang-orang yang tidak mengakui Ketuhanan-Nya dan percaya
akan kekuasaan-Nya. Allah berfirman, “Dan barangsiapa
berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya
penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunnya pada
hari kiamat dalam keadaan buta. Berkatalah ia, ‘Ya Tuhanku,
mengapa Engkau menghimpunkan aku dalam keadaan buta, padahal
aku dahulu adalah seorang yang melihat?’ Allah berfirman,
‘Demikianlah, telah datang kepadamu ayat-ayat Kami, maka
kamu melupakannya, dan begitu (pula) pada hari ini kamu pun
dilupakan’.” (Qs. Thaha : 124-126)
Di manakah kebahagiaan itu? Di manakah ia bisa
ditemukan bagi orang yang mencarinya? Di mana tempatnya?
Siapakah yang membawa kebahagiaan itu dan memasukkannya ke
dalam hati? Dia adalah Muhammad.
Kebahagiaan adalah amal shalih.
Adalah Yunus bin Mutta yang menemukan kebahagiaan di
dalam tiga kegelapan: di dalam perut ikan paus, di dalam
kegelapan laut dan di dalam kegelapan malam, ketika terputus
darinya tali, kecuali tali Allah, dan ketika semua sebab
tercabik-cabik kecuali sebab Allah.
Ia keluar dari perut ikan paus dan mengucapkan ungkapan
berikut dengan suara yang lemah lagi sedih, “... tidak ada
Tuhan (yang berhak disembah) selain Engkau. Mahasuci Engkau,
sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zhalim."1
(QS. al-Anbiya` : 87) Setelah mengucapkan itu, maka ia pun
mendapatkan kebahagiaan.
Sementara Nabi Musa mendapatkan kebahagiaan ketika
berada di tengah gelombang ombak lautan. Ia meminta
penderitaan itu demi menemukan Dzat yang Mahatunggal lagi
Maha Pemaksa: “Sekali-kali tidak akan tersusul; sesungguhnya
Tuhanku besertaku, kelak Dia akan memberi petunjuk
kepadaku.” (QS. asy-Syu’ara` : 62)
Sementara Nabi Muhammad menemukan kebahagiaannya ketika
bersembunyi di goa dari pedang orang-orang kafir. Ia
menyaksikan kematian di depan matanya, lalu menoleh kepada
Abu Bakar dan mengucapkan kata berikut seraya menenangkan,
“... Sekali-kali tidak akan tersusul; sesungguhnya Tuhanku
besertaku, kelak Dia akan memberi petunjuk kepadaku...” (QS.
at-Taubah [9]: 40)
Mata tidak dapat tidur sedang beberapa mata itu
tertidur # pada hal-hal yang akan terjadi atau tidak.
Maka, buanglah kebingungan itu sebisa engkau # membawa
kebingungan adalah suatu kegilaan.
Sesungguhnya Tuhan yang telah mencukupimu kemarin #
akan mencukupimu terhadap apa yang terjadi besok.
Sementara Yusuf as menemukan kebahagiaan ketika ia
dipenjara selama tujuh tahun. Mereka bertanya kepadanya
tentang arti mimpi-mimpi mereka. Ia kemudian meninggalkan
itu dan mulai menyebarkan dakwah. Ia berkata “Hai kedua
penghuni penjara, manakah yang baik, tuhan-tuhan yang
bermacam-macam itu ataukah Allah Yang Maha Esa lagi Maha 1 Hadis riwayat Bukhari 4/190, Muslim 4/2309 no. 2009
Perkasa?” (QS. Yusuf : 39). Ia kemudian mengumumkan atas
monotheisme dan ia pun menemukan kebahagiaan.
Adalah Ahmad bin Hanbal yang menemukan kebahagiaannya
di dalam penjara. Ia dicambuk dengan cambukkan yang dahsyat.
Seandainya unta yang menerima cambukkan itu, tentu unta itu
telah mati. Demikian dikatakan oleh algojo yang
mencambuknya. Namun demikian, Ahmad bin Hanbal berkeras atas
prinsip ahlus sunnah wal-jamaah. Maka, ia pun menemukan
kebahagiaan.
Adapun yang mencambuknya, al-Mu’tashim, ketika ia
didatangi oleh sakaratul maut, ia mengangkat karpet alasnya
dan melumuri mukanya dengan debu. Ia menangis dan berkata,
“Wahai Dzat yang kekuasaannya tidak hilang, kasihanilah
orang yang hilang kekuasaannya.” Ia kemudian berkata, “Jika
aku tahu akan meninggal muda, tentu aku tidak akan melakukan
dosa yang telah aku lakukan.”
Sementara Ibnu Taimiyah dibelenggu dengan besi di
penjaranya yang dikunci. Ia memasuki ruangan yang sempit
lagi gelap. Ibnu Taimiyah berkata, “... lalu, diadakan di
antara mereka dinding yang mempunyai pintu. Di sebelah
dalamnya ada rahmat dan di sebelah luarnya dari situ ada
siksa ...” (QS. al-Hadid: 13)
Ibnu Taimiyah menoleh kepada orang-orang yang berada di
luar penjara. Ia kemudian mengirim sebuah pesan untuk
mereka, mendendangkan sebuah ungkapan dan menceritakan
sebuah khutbah dari dalam penjara. Ia berkata, “Apa yang
dilakukan oleh musuh-musuhku terhadapku? Aku, surgaku dan
kebun-kebunku di dalam dadaku. Jika aku berjalan, maka ia
bersamaku... Aku, pembunuhanku adalah syahid, pembuanganku
dari negara adalah tamasya, dan pemenjaraanku adalah
khalwat.”
Sementara itu, Ibrahim bin Adham menemukan
kebahagiannya ketika sedang tertidur di ujung jalan di kota
Baghdad. Ia tidak menemukan sepotong roti pun yang dapat
dikonsumsi. Namun demikian ia berkata, “Demi Dzat yang tidak
ada Tuhan selain Dia. Aku dalam sebuah kehidupan yang
seandainya para raja itu tahu, tentu mereka akan
mengambilnya dengan pedang-pedang.”
Inilah kebahagiaan itu dan inilah kondisi orang-orang
yang berbahagia. Kebahagiaan itu tidak akan pernah ada
kecuali dengan iman dan amal shalih yang dikirim bersama
Rasulullah saw. Barangsiapa yang menempati istana tanpa
iman, maka Allah akan mengharuskan bagi dirinya “... maka
sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit ...” (QS. Thaha
: 124) Barangsiapa yang mengumpulkan harta tanpa iman, maka
Allah akan mencap akhirnya “... maka sesungguhnya baginya
penghidupan yang sempit ...” (QS. Thaha : 124) Barangsiapa
yang mengumpulkan dunia, menduduki jabatan tanpa iman, Allah
akan menjadikan akhirnya “... maka sesungguhnya baginya
penghidupan yang sempit ...” (QS. Thaha : 124)
Wahai para pencari, para pencari kebahagiaan, wahai
para pencari kekekalan di akhirat, di surga dan di sungai,
itu semua tidak akan pernah tercipta kecuali melalui cara-
cara Muhammad saw.
Aku mengatakan apa yang Anda dengarkan dan aku meminta
ampunan Allah yang Mahaagung untuk diriku, kalian dan untuk
seluruh kaum Muslimin. Maka, mintalah ampunan-Nya,
sesungguhnya Dia maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Khutbah Kedua
Segala puji hanyalah milik Allah dengan berbagai
pujian-pujian. Segala syukur hanyalah milik Allah dengan
berbagai ungkapan syukur. Shawalat dan salam semoga tercurah
kepada sang pemberi kabar baik lagi pemberi kabar buruk,
pelita yang menerangi dan pemberi petunjuk ke keridhaan
Tuhannya, serta kepada keluarganya, para sahabatnya, orang-
orang yang menguasakannya dan orang-orang yang mengikutinya,
sampai hari kiamat.
Amma ba’du.
Penyair al-Mutanabi berkata,
“Kami orang-orang yang memiliki kedudukan, bapak kami
membangun # gagak putih selamanya bergauk di sana.”
“Kami tetap di dunia dan tidak ada kelompok # yang
dikumpulkan oleh dunia, maka mereka tidak berpencar.”
“Di manakah para penghancur lagi pemaksa yang dulu #
mereka menggudangkan harta, lalu tidak ada yang tersisa dan
mereka pun tidak kekal.”
“Dari setiap orang yang sesak karena tentaranya, #
hingga tujuannya terpendam oleh lubang yang sempit.”
Jika dipanggil mereka bisa seperti tidak tahu # bahwa
pembicaraan bagi mereka adalah kebolehan yang mutlak.”
Para ahli biografi dan sejarah berkata, “Ketika harus
al-Rasyid memangku kekhalifahan yang diwarisinya dari
bapaknya, ia mengalokasikan harta yang sangat banyak untuk
membangun sebuah istana di tepi sungai Duzlah. Sungai itu
dialirkan dari sebelah utara istana dan keluar dari sebelah
selatan. Ia juga membangun taman yang luar biasa dan
menjorok ke sungai. Ia lalu membuat tirai-tirai dan tempat
berkumpul orang-orang.
Setelah pembangunan selesai, orang-orang mendatanginya
untuk memberi ucapan kepadanya. Salah seorang di antara
mereka yang datang adalah Abu al-‘Athahiyah.
Al-‘Athahiyah berdiri di depan Harun al-Rasyid dan
berkata,
“Hiduplah engkau dengan apa yang nampak untukmu dalam
keadaan selamat = di bawah perlindungan istana nan megah.”
Al-‘Athahiyah mengatakan semoga engkau hidup bahagia,
sehat dan sejahtera selalu di bawah naungan istana itu.
Mendengar itu Harun merasa senang dan ia berkata,
“Teruskan.”
Al-‘Athahiyah berkata,
“Akan mengalir untuk Anda apa yang Anda inginkan =
seiring dengan pagi buta seiring dengan pagi.”
Ia mengatakan, “Engkau didatangi oleh pembantu dan
pramuwisma yang membawa makanan dan minuman, serta apa yang
Anda inginkan baik pagi maupun petang.”
Harun berkata, “Teruskan!”
Al-‘Athahiyah berkata,
“Apabila jiwa telah berkumur = dengan nafas sekarat di
dalam dada
Di sana Anda mengetahui dengan pasti = tidaklah Anda
kecuali dalam (keadaan) tertipu.”
Harun berkata, ulangi, ulangi. Al-‘Athahiyah berkata,
“Jika jiwa berkumur,” yakni jiwa mengalami sekarat, tiba
waktu kematian, detik nol, dan nafas telah sampai
ditenggorokan, “Dan, dikatakan (kepadanya), ‘Siapakah yang
dapat menyembuhkan?" (QS. al-Qiyamah : 27), dan para dokter
dicari, itulah detik-detik yang telah dibatasi untuk seorang
hamba.
“Apabila jiwa telah berkumur = dengan nafas sekarat di
dalam dada
Di sana Anda mengetahui dengan pasti = tidaklah Anda
kecuali dalam (keadaan) tertipu.”
Mutanabi mengatakan, “Jika sekarat mendatangimu, engkau
nyaris celaka, maka engkau akan tahu bahwa engkau
menertawakan diri sendiri, dan engkau mengalami kesia-siaan
seperti yang dilakukan oleh anak kecil.”
Harun berkata, “Ulangilah” untuk kali yang ketiga.
Al-‘Athahiyah kemudian mengulanginya,
“Apabila jiwa telah berkumur = dengan nafas sekarat di
dalam dada
Di sana Anda mengetahui dengan pasti = tidaklah Anda
kecuali dalam (keadaan) tertipu.”
Maka, Harun menangis sampai terjatuh ke tanah. Ia
kemudian memerintahkan tirai-tirai itu dihancurkan, pintu-
pintu digembok, dan ia kembali menempati istana yang lama.
Tidak mencapai satu bulan kemudian, ia meninggal dunia.
Itulah Harun yang shalat dalam sehari seratus raka’at,
berperang setiap tahun dan pergi haji setiap tahun.
Masih banyak lagi cerita orang-orang yang mencari
kebahagiaan. Namun mereka tidak mendapatkannya. Lihatlah
Abdul Malik bin Marwan yang menguasai dunia Islam, dari
panjang sampai lebar, di Timur dan di Barat. Namun ketika
sekarat, ia turun dari ranjang kerajaannya. Ranjang itu
telah dikuasai oleh orang lain selain dirinya, sebab ia
tidak mungkin terus berada di sana. Maka, hanya Allah saja
pemiliki kekuasaan dan alam raya. Dialah seorang yang
menjatuhkan dan mengangkat, menetapkan dan melepaskan,
menjadikan kaya dan miskin, memberi dan menerima,
menghidupkan dan mematikan.
Suatu hari setelah lengser dari kekuasaannya, Abdul
Malik mendengar tukang cuci di samping istana nampaknya
diselimuti dengan kebahagiaan. Padahal, ia tidak mempunyai
kekuasaan, kesibukan dan permasalahan. Ia bernyanyi-nyanyi
sambil mencuci pakaian. Abdul Malik berkata, “Seandainya aku
tukang cuci, seandainya aku tidak mengenal kekhalifahan,
seandainya aku tidak pernah menjabat sebagai raja.” Ia
kemudian meninggal. Sa’id bin al-Musayyib mengomentari
ungkapan Abdul Malik itu, “Segala puji bagi Allah yang telah
membuat mereka kembali kepada kami ketika sakaratul maut,
dan kami tidak akan kembali kepada mereka.”
Wahai manusia!
Barangsiapa yang menginginkan kebahagiaan, maka carilah
di masjid, al-Qur`an, Sunnah Rasul, zikir, membaca al-
Qur`an, hidayah, istiqamah, konsisten dan mengikuti Nabi
Muhammad saw.
Wahai hamba-hamba Allah!
Bacalah shalawat kepada orang yang tidak mempunyai dosa
dengan shalawat dan salam yang paling sempurna. Perbanyaklah
membaca shalawat kepadanya sebab ia bersabda, “Sesungguhnya
yang paling utama dari harimu adalah hari Jum’at. Di
dalamnya diciptakan Adam, di dalamnya ia dicabut (nyawa), di
dalamnya tiupan (sangkakala), dan di dalamnya keterkejutan.
Maka, perbanyaklah shalawat kepadaku di hari itu. (Karena),
sesungguhnya shalawat kamu diperlihatkan kepadaku.” Para
sahabat bertanya, “Ya Rasulullah, bagaimana shalawat kami
diperlihatkan kepadamu sedang engkau telah usang?”
Rasulullah bersabda, “Allah Azza wa Jalla mengharamkan atas
bumi, jasad para Nabi.”1
Ya Allah, limpahkanlah shalawat, salam dan keberkahan
kepada diri, keluarga, para sahabatnya dan orang-orang yang
berjalan di atas petunjuknya, serta orang-orang yang
mengikuti Sunnahnya sampai hari kiamat.
***
1 ? Hadits riwayat Abu Daud 1/275 no. 1047, Ibnu Majah 1/345,
Nasa`I 3/91 no. 1374, Ahmad 4/8 dan dishahihkan oleh al-
Albani sebagaimana dalam “Shahih al-Jami’” no. 2212
Demikianlah Seharusnya Keadilan Itu
Sesungguhnya segala puji hanyalah milik Allah. Kita
memuji-Nya, meminta pertolongan-Nya, meminta ampunan-Nya,
dan berlindung kepada-Nya dari keburukan diri dan pekerjaan-
pekerjaan kita. Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah,
maka tiada orang yang dapat menyesatkan dirinya. Dan,
barangsiapa yang disesatkan, maka tiada orang yang dapat
memberi petunjuk untuknya. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan
(yang berhak disembah) kecuali Allah semata yang tiada
sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah
hamba dan pesuruh-Nya.
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah
dengan sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-
kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.” (QS.
Ali-Imran [3]: 102)
“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang
telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya
Allah menciptakan istrinya; dan daripada keduanya Allah
mengembang-biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan,
bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-
Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah)
hubungan silaturahmi. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan
mengawasi kamu.” (QS. an-Nisa [4]: 1)
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada
Allah dan katakanlah perkataan yang benar. Niscaya Allah
memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu
dosa-dosamu. Dan barangsiapa menaati Allah dan Rasul-Nya,
maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar.”
(QS. al-Ahzab : 70-71)
Amma Ba’du.
Sesungguhnya sebenar-benarnya pembicaraan adalah kitab
Allah (al-Qur`an), sebaik-baiknya petunjuk adalah petunjuk
Nabi Muhammad saw, dan seburuk-buruknya perkara adalah
perkara yang baru. Setiap yang baru adalah bid’ah, setiap
bid’ah adalah kesesatan, dan setiap kesesatan itu di neraka.
Wahai orang-orang yang beriman.
Khutbah ini bertajuk “Demikianlah Seharusnya Keadilan
Itu”.
Hari ini aku menyampaikan salah satu simbol di antara
simbol-simbol keadilan dalam sejarah umat manusia. Aku
menyampaikan kepada engkau sebagai bahan penyegar, meski aku
sendiri merasakan kesempitan, yang diakibatkan oleh apapun
yang aku katakan, aku tetap harus meringkas sejarah dan
biografinya. Ia adalah kehidupan bagi hati manusia, ia
adalah simbol keadilan Islam.
Dia adalah seorang pemimpin yang dicintai oleh
rakyatnya, sebagaimana seharusnya rakyat menghormati para
pemimpinnya. Dia tidak membawa kepada kemarahan dan
keberangan. Sebab, ia bertakwa kepada Allah dalam mengurusi
umat Muhammad saw, sebab ia menjadikan al-Qur’an sebagai
pemimpinnya dan takwa sebagai pembimbingnya; sebab ia
mengagungkan Sunnah Nabi Muhammad saw, mencintai orang-orang
fakir dan miskin.
Dia senang mendengar pendapat dan saran orang lain. Hal
itu membuat cintanya merambah ke dalam hati anak-anak kecil,
hati orang-orang jompo, hati orang-orang fakir, hati orang-
orang miskin. Kenapa aku memilih tema “Demikianlah
Seharusnya Keadilan Itu” pada hari ini? Sebab, dua minggu
sebelumnya, Aku mendengar saudaranya monyet dan Babi,
(Syamir), menyerang dunia Islam dan mengklaimnya sebagai
dunia kekejaman. Di dalam Islam tidak ada dialog dan
kebebasan. Karena itu, aku ingin menampakkan kepadanya
sebentuk cahaya yang benderang, tentang seorang pemimpin
adil yang kita banggakan sepanjang sejarah.
Siapakah Pemimpin adil itu? Aku kira, jika aku
menceritakan tentangnya kepada Anda sekalian, aku tidak
dapat memberikan hal baru pada hari ini. Tapi, apakah bulan
itu masih samar? Dia adalah mujaddid abad pertama Hijriyah,
dia adalah seorang pemimpin yang ketika mati, seluruh kota-
kota Islam berada dalam suasana duka dan kesedihan.
Dan, kaum muslimin itu penderitaannya berbeda-beda # di
setiap rumah terdapat kesedihan dan helaan napas yang
panjang.
Dia adalah sosok yang kepadanya Imam Ahmad berkata,
“Tidak ada seorang pun dari tabi’in yang ucapannya dijadikan
hujjah kecuali Umar bin Abdul Aziz.”
Semoga keselamatan atasmu wahai Umar bin Abdul Aziz. Di
antara kami dengan engkau lebih dari tiga belas abad. Semoga
keselamatan atasmu pada hari ini, besok dan di masa
mendatang, sehingga kami dapat bersua dengan Allah
bersamamu, dan engkau adalah simbol dari simbol-simbol
keadilan.
Wahai manusia!
Aku tidak akan mengisahkan kehidupannya secara pribadi.
Aku pun tidak akan menjelaskan mengenai detail-detail
kehidupan yang telah dilaluinya. Tapi, aku akan menyampaikan
kepada kalian tentang kesia-siaan kekuasaan ketika ia
menjabat sebagai khalifah. Dulu, dia adalah seorang pemuda
yang hidup mewah berasal dari Bani Marwan. Dalam sehari, dia
mengganti pakaiannya lebih dari tiga kali. Apabila ia
berjalan di jalan-jalan, orang-orang akan mencium harum
baunya. Ia tingggal di sebuah istana di Madinah. Orang
tuanya juga masih mempunyai istana lain di Syam, Mesir, Irak
dan Yaman. Namun Allah menghendaki kebaikan untuk umat
Islam, sehingga ia pun naik tahta sebagai khalifah.
Umar bin Abdul Aziz menyaksikan kepergian Khalifah
Sulaiman bin Abdul Muluk, maka dia pun melihat bagaimana
maut menghancurkan para penguasa, bagaimana maut
membinasakan para raja, dan bagaimana maut membelah kepala
orang-orang besar.
Dia melihat Sulaiman bin Abdul Muluk sedang terbaring
di atas ranjang kerajaannya, persis seperti anak kecil.
“Dan, sesungguhnya kamu datang kepada Kami sendiri-sendiri
sebagaimana kamu Kami ciptakan pada mulanya, dan kamu
tinggalkan di belakangmu (di dunia) apa yang telah Kami
kurniakan kepadamu; dan Kami tiada melihat besertamu pemberi
syafaat yang kamu anggap bahwa mereka itu sekutu-sekutu
Tuhan di antara kamu...” (QS. al-An’am : 94)
Sulaiman dicabik-cabil oleh maut, sedang ia hanya dapat
berbaring di hadapan Tuhannya seraya berkata, “Wahai Dzat
yang kekuasaannya tidak hilang, kasihilah orang yang
kekuasaannya hilang.” Ia menjerit,
“Bahagia orang yang mempunyai (anak) yang besar #
sesungguhnya anakku pemuda yang kecil.”
Sulaiman mengatakan, “Seandainya anakku besar, mereka
akan memangku kekuasaan setelah aku. Sungguh bahagia orang
yang mempunyai anak besar.”
Umar bin Abdul Aziz berkata di depannya, “Sesungguhnya
beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman)
dan dia ingat nama Tuhannya, lalu dia shalat.” (QS. al-
A’la : 14-15) Sulaiman meninggal, sedang dalam surat yang
rahasia ia mewariskan kekhilafahannya kepada seseorang yang
belum diketahui sebelumnya.
Tatkala orang-orang telah mengubur tubuh Sulaiman, Raja
bin Haiwah, salah seorang ulama kaum Muslimin saat itu,
berdiri ke atas mimbar untuk mengumumkan bahwa khalifah umat
Islam adalah Umar bin Abdul ‘Aziz.
Saat Umar menerima berita pengangkatan dirinya sebagai
khalifah itu, hatinya hancur diliputi oleh rasa duka. Waktu
ia berada di barisan pertama. Para ulama kemudian memintanya
untuk naik ke atas mimbar dan berorasi di depan orang-orang,
sedang kondisi tubuhnya saat itu menggigil dan gemetar.
Umar pun kemudian berorasi di depan orang-orang, namun
ia tidak dapat mengatakan sepatah kata pun akibat dari rasa
sedih yang memenuhi relung hatinya. Ia berkata kepada
mereka. “Bai’at kalian untuk leher kalian. Aku tidak
menginginkan kekhalifahan kalian.”
Semua orang menangis mendengar itu. Mereka berkata
kepada Umar, “Kami tidak menginginkan selain engkau.” Maka,
Umar pun akhirnya berbicara. Ia mengingatkan tentang
kematian, mengingatkan tentang pertemuan dengan Allah,
mengingatkan tentang pertempuran orang-orang dulu, sehingga
semua orang yang ada di dalam masjid menangis. Raja bin
Haywah berkata, “Demi Allah, aku melihat dinding masjid
Banni Umar dan kami menangis.” Apakah engkau menangis
bersama kami?
Umar lalu turun dari atas mimbar, sedang mereka
berusaha mendekatkan hewan-hewan tunggangan sebagaimana
biasa dilakukan terhadap khalifah-khalifah sebelumnya. Umar
berkata, “Tidak, aku hanya seorang laki-laki Muslim, hanya
saja aku Muslim yang lebih banyak menanggung beban dan
tanggung jawab di hadapan Allah. Cukup dekatkan Bighalku!”
Selanjutnya Umar menunggang Bighalnya dan kembali ke
rumahnya. Ia menjual gedungnya dan bersedekah dengan semua
perabotan dan barang-barangnya kepada fakir miskin umat
Islam.
Umar bin Abdul Aziz menetap di sebuah kamar di
lingkungan orang-orang biasa di Damaskus. Hal itu ia lakukan
untuk lebih mendekatkan diri dengan fakir miskin dan para
janda. Ia lalu memanggil istrinya, Fatimah, dan berkata
kepadanya, “Wahai Fatimah, aku memangku urusan umat Muhammad
saw, sedang mereka semua tahu bahwa peta yang dikuasai oleh
Umar memanjang dari Sind sebelah timur sampai ke Rabat di
sebelah barat, dari Turkistan sebelah utara sampai Afrika
Selatan di bagian selatan.”
Umar berkata, “Jika engkau menginginkan Allah dan
kehidupan akhirat, berikanlah perhiasan dan emasmu ke baitul
mal. Tapi, jika engkau menginginkan dunia, maka kemarilah
akan kuhiasi engkau dengan perhiasan yang indah. Dan,
kembalilah ke rumah bapakmu.”
Fatimah berkata, “Tidak demi Allah, kehidupan adalah
kehidupanmu, kematian adalah kematianmu.” Fatimah lalu
memberikan perhiasan dan emasnya. Umar berusaha menjadikan
umat Islam seimbang.
Pada hari pertama Umar tidur siang, lalu datanglah
anaknya yang shaleh, Abdul Mulk bin Umar bin Abdul Aziz.
Anak itu berkata, “Wahai bapak, engkau tidur sedang engkau
telah dinobatkan sebagai pemimpin umat Islam. Di antara
mereka ada yang fakir, lapar, miskin dan para janda. Mereka
semua akan meminta pertanggungjawaban engkau pada hari
kiamat.” Umar menangis dan bangun mendengar itu –Anak
tersebut meninggal sebelum genap berusia dua puluh tahun.
Umar menjalani kehidupan yang penuh dengan kemiskinan.
Ia hanya mengkonsumsi roti kacang “sya’ir” yang dicampur
dengan minyak. Bahkan, kadang sarapan pagi dengan segenggam
anggur yang telah dikeringkan. Ia berkata kepada anak-
anaknya, “Ini lebih baik daripada api neraka.”
Ia selalu melaksanakan shalat berjamaah bersama kaum
Muslimin. Langkah pertama yang diambilnya setelah menjadi
khalifah adalah mencopot para menteri pengkhianat, zhalim
lagi lalim, yang berkuasa pada masa khalifah Sulaiman. Umar
memanggil mereka dan berkata kepada Syarik bin ‘Arada`,
“Menyingkirlah dariku wahai zhalim. Aku melihatmu
mendudukkan orang lain di atas matahari, mencambuk mereka
dengan cemeti, membuat mereka lapar, sedang engkau berada di
kemah dan kain sutra.”1
Umar juga memanggil yang lainnya. Ia berkata kepadanya,
“Menyingkirlah dariku. Demi Allah, tidak ada kekuasaan
(untukmu) padaku. Aku melihatmu memberikan darah kaum
Muslimin kepada Sualiman bin Abdul Mulk.”
Umar bin Abdul Aziz kemudian menunjuk para menteri dan
pejabatnya dari kalangan ulama kaum Muslimin yang baik-baik.
Umar pernah mengirim surat kepada salah seorang ulama
umat Islam. Kepada siapa? Kepada Hasan al-Bashri, Mutharif
bin Abdullah bin al-Syahir, dan Salim bin Abdullah bin Umar.
Dalam surat tersebut Umar meminta kepada mereka untuk
mengirim surat yang isinya memberi saran dan nasihat kepada
dirinya; sebelum Allah menghancurkan orang-orang yang
zhalim. Maka, mereka pun mengirimkan surat yang menggetarkan
hati dan membuat berubah kepala.
Hasan al-Bashri menulis untuknya, “Wahai Amirul
Mu’minin, puasalah pada harimu untuk berbuka pada
keesokannya.” Sementara Salim menulis untuknya, “Wahai
Amirul Mu’minin, engkau adalah khalifah terakhir yang
dinobatkan. Engkau akan meninggal sebagaimana para khalifah
sebelum engkau meninggal.” Mereka menakuti dan mengancam
Umar.1 Maksudnya , menyengsarakan rakyat sementara ia sendiri
berada dalam kemewahan.
Umar bin Abdul Aziz menunjuk tujuh orang ulama untuk
menjadi tempat diskusi pada malam hari. Mereka berdialog
dengan dirinya setelah selesai shalat Isya. Ia mensyaratkan
kepada mereka tiga syarat yaitu:
Syarat pertama, tidak menggunjing seorang Muslim.
Syarat kedua, tidak mengutarakan pengaduan seorang
Muslim, yakni keputusan-keputusan yang memalukan terkait
dengan harga diri, kesepakatan dan tempat berkumpul mereka.
Ia enggan untuk diperlihatkan kepada dirinya tentang itu
semua.
Syarat ketiga, tidak bercanda di majelisnya, akan
tetapi mereka harus memperingatkan tentang akhirat atau hal-
hal yang mendekatinya. Ia beribadah bersama mereka, sedang
mereka menangis seolah mereka sedang menshalatkan jenazah.
Umar lalu naik ke atas mimbar dan menjelaskan politik
kepemerintahannya yang baru. Ia lalu mendatangkan Muzahim,
budaknya yang berkulit hitam, berbadan tegap dan sangat
takut kepada Allah. Umar berkata kepadanya, “Wahai Muzahim,
demi Allah, aku mencintaimu karena Allah. Engkau menteriku.”
Muzahim bertanya, “Mengapa ya Amirul Mu’minin?”
Umar berkata, “Suatu hari, aku melihatmu shalat Dhuha
seorang diri di tengah padang pasir. Tak seorang pun
melihatmu kecuali Allah. Aku juga menilaimu mencintai al-
Qur`an. Engkau harus bersamaku.”
Muzahim berkata, “Aku bersamamu wahai Amirul Mu’minin.”
Umar naik ke atas mimbar dengan beberapa lembar berkas
di tangannya. Berkas-berkas itu berisi informasi-informasi
penting, terkait dengan letak geografis kerajaan dan
kekhalifahannya.
Muzahim berdiri dengan pedangnya, sedang para pemimpin
lalim Bani Umayah yang merampas tanah, rumah, dan istana
orang lain, serta memukul dan menyakiti mereka, berdiri di
barisan pertama.
Umar berkata, “Pertama, ini adalah berkas Abdul Mulk
bin Marwan yang berisi tentang daerah kekuasan engkau wahai
keturunan Marwan. Allah benar, sedang Abdul Mulk bin Marwan
telah berdusta.”
Umar lalu menghancurkan dokumen itu. Ia berkata,
“Berikan aku dokumen Bani Umayah!” Maka, ia pun mendapatkan
dokumen milik Abbas bin al-Walid bin Abdul Mulk yang
mengambil tanah orang lain secara luas. Bisa jadi itu
terjadi di Madinah.
Umar kemudian mengambil gunting dan memotong serta
menghancurkan dokumen-dokumen itu semuanya. Umar berkata,
“Tidak ada hak bagimu pada tanah kaum Muslimin!”
Abbas berkata, “Wahai Amirul Mu’minin, kembalikan
tanahku! Jika tidak, bagiku dan bagimu syairku!” Ia
mengancam umar.
Umar berkata, “Demi Allah, Jika engkau tidak diam,
tentu Muzahim adakan mendatangimu untuk memotong kepalamu.”
Mendengar itu, Abbas terdiam. Umar kemudian memeriksa
dokumen-dokumen itu selama shalat Jum’at, membongkarnya dari
panjang atau lebarnya, sebab itu adalah berkas yang
dilandaskan atas tindakan yang zhalim.
Kondisi seperti itu terus berlangsung sampai Amirul
Mu’minin memanggil Muzahim, salah seorang menterinya, dan
berkata kepadanya, “Tetaplah di sampingku! Jika engkau
melihatku menzhalimi seorang Muslim, atau menodai
kehormatan, atau mencaci orang yang beriman, maka kekanglah
kerah bajuku dan katakan, ‘Takutlah engkau kepada Allah,
wahai Umar.” Maka sang menteri itulah, Muhazim, yang selalu
memperingatkannya seraya mengatakan, “Takutlah engkau kepada
Allah wahai Umar.”
Adapun kehidupan Umar secara pribadi, ada sesuatu yang
baru namun tidak mengapa. Bila akan melaksanakan shalat
Isya, ia memasuki tempat shalatnya, menghadap kiblat, duduk
di atas kerikil, melumuri mukanya dengan debu dan menangis
sampai pagi.
Orang-orang berkata kepada istri Umar, Fatimah, setelah
ia meninggal, “Kami meminta kepada Allah semoga engkau
menenangkan Umar!” Fatimah berkata, “Demi Allah, dia tidak
pernah tidur sepanjang malam. Demi Allah, Aku mendekatinya
pada suatu malam, lalu aku menemukannya sedang menangis dan
air matanya berlinang seperti tetesan air dari basahan
seekor burung. Aku bertanya, ‘Apa yang terjadi padamu wahai
Amirul Mu’minin?’ Dia menjawab, ‘Aku tidak apa-apa. Aku
memangku kepemimpinan umat Muhammad yang di antara mereka
ada yang lemah, fakir lagi malang, miskin lagi lapar dan
para janda, kemudian aku tidak menangis, sedang Allah akan
meminta pertanggungjawabanku tentang mereka semua pada hari
kiamat. Bagaimana aku harus menjawab?”
Keselamatan Allah layak untukmu, sesungguhnya # aku
melihat orang yang mulia dan merdeka, selain tidak adanya
padanya Umar.
Tumpukan suci itu dibenamkan hingga tidak ada tempat #
kecuali menjadi kuburan yang telah tertimbun pada esok
harinya.
Wahai manusia!
Jika kita tidak keluar dengan sosok Umar bin Abdul Aziz
ke mata dunia, maka dengan sosok siapa kita keluar? Contoh
seperti apa yang akan kita ketengahkan jika kita tidak
mengedepankan mereka?
Umar mengunjungi baitul mal. Ia mencium wewangian yang
harum baunya. Namun ia menutup hidungnya. Orang-orang
bertanya, “Ada apa denganmu?” Umar menjawab, “Aku takut
Allah bertanya kepadaku pada hari kiamat, kenapa engkau
mencium wewangian kaum Muslimin di baitul mal?” Sampai
seperti itu. Sampai setinggi itu. Sampai sedalam itu.
Umar mendatangi para tamu yang telah menunggunya. Namun
lampu di ruangannya padam. Ia lalu bangkit untuk
menghidupkannya kembali. Para tamu itu berkata, “Wahai
Amirul Mu’minin, duduklah!” Umar berkata, “Tidak.” Umar
kemudian menyalakan lampu itu dan kembali ke tempat semula.
Ia berkata, “Aku bangun dan aku Umar bin Abdul Aziz, dan aku
duduk dan aku Umar bin Abdul Aziz.”
Umar adalah seorang alim lagi mujtahid yang banyak
memberikan fatwa kepada kaum Muslimin. Karenanya Allah
memberikan pertolongan pada setiap futuhat yang
dilakukannya. Sebab, ia adalah pemimpin yang bertakwa kepada
Tuhannya, dan adil di mata rakyatnya.
Suatu hari ia keluar untuk bertamasya. Umar dan orang-
orangnya melintasi sebuah taman dari taman-taman yang ada di
ibukota Damaskus. Umar lalu berhenti di sisi pagar taman
tersebut. Orang-orang yang mengantarnya bertanya, “Ada apa
denganmu?” Umar menjawab, “Ini adalah nikmat yang terputus.
Bagaimana dengan di surga yang luasnya adalah langit dan
bumi? Oh, tidak, surga tidak mungkin untuk kita.”
Setelah melaksanakan shalat Idul Fitri bersama kaum
Muslimin, Umar melintas di pemakaman. Ia berkata kepada
orang-orang yang bersamanya, “Tunggu aku sebentar –kisah ini
diceritakan oleh Ibnu Katsir-, tunggu aku sebentar.” Para
menteri, orang-orang shalih, para pemimpin, dan orang-orang
semuanya turun dari kendaraan bighal mereka. Mereka kemudian
berhenti di kuburan salah seorang khalifah Bani Umayyah dan
orang-orang kaya.
Aku telah mendatangi kuburan, maka aku memanggilnya =
Di manakah orang yang diagungkan dan orang yang dihinakan.
Mereka semua musnah, tidak ada yang memberi kabar =
Dan, mereka semua mati dan kabar itu pun mati.
Wahai orang yang bertanya kepadaku tentang orang-orang
yang telah berlalu = Tidakkah engkau mengambil pelajaran
dari sesuatu yang telah berlalu.
Umar lalu berdiri di tepi kuburan dan berkata, “Wahai
maut, apa yang engkau lakukan kepada para kekasih? Wahai
maut, apa yang engkau lakukan kepada para kekasih?” Umar
menangis dan duduk meratap, sampai otot-ototnya nyaris
terkilir akibat duka yang begitu dalam. Setelah itu, ia lalu
kembali kepada orang-orang yang bersamanya. Ia berkata
kepada mereka, “Apakah engkau tahu apa yang diucapkan oleh
maut?” Mereka menjawab, “Tidak!” Berkata Umar, “Maut
mengatakan aku mulai dengan kedua biji mata, aku memakan
kedua mata, aku memisahkan kedua telapak tangan dari kedua
tangan, kedua bagian tangan bawah dari kedua bagian tangan
atas, kedua bagian tangan atas dari kedua pundak, aku pun
memisahkan kedua telapak kaki dari kedua betis, kedua betis
dari kedua lutut, dan kedua lutut dari kedua paha.”
Mereka menginap di atas harapan yang sedikit, mereka
dijaga oleh # banyak orang, maka tidak cukup untuk mereka
apa yang sedikit.
Mereka diturunkan dari tempatnya setelah mulia # ke
dalam kuburannya, wahai sejelek-jeleknya tempat yang mereka
turuni.
Suatu saat Umar berdiri dan berkata, “Demi Allah, aku
tidak mengetahui orang yang zhalim kecuali aku
meluruskannya. Maka, tidak seorang pun yang melintas di
antara aku dengan orang-orang zhalim sehingga aku mengambil
hak itu darinya, sekalipun dia itu anakku.”
Ia berkeliling pada malam hari seraya melemparkan
pertanyaan, “Siapakah yang sakit, aku akan menjenguknya.”
“Siapakah yang janda, aku akan mengurusnya!” “Siapakah yang
lapar, aku akan memberinya makan.”
Salah seorang rakyatnya berkata, “Aku pergi ke Afrika
untuk membagikan zakat, demi Allah, aku tidak menemukan
orang miskin satu pun dalam perjalananku. Umar bin Abdul
Aziz benar-benar telah membuat orang-orang miskin menjadi
kaya. Tidak ada yang miskin, lapar, berhutang atau pemuda
yang tidak menikah.”
Umar bin Abdul Aziz melaksanakan shalat Jum’at dan
bersamanya para asisten yang membawa daftar nama orang-
orang. Para asisten itu membagi-bagikan berbagai kebutuhan
kepada pencari ilmu, anak-anak yatim, orang-orang miskin,
orang-orang sakit, para janda, orang-orang yang membutuhkan
dan orang-orang yang jompo. Maka mereka semua berbisik
setelah selesai shalat, “Ya Allah, siramilah Umar bin Abdul
Aziz dari sumur (Salsabil) surga.” Kita juga akan
mengatakan, “Ya Allah, siramilah Umar bin Abdul Aziz dari
sumur (Salsabil) surga.”
Tubuh Umar kurus setelah menjadi khalifah, dan Wajahnya
tanmpak pucat pasi. Salah seorang ulama berkata, “Demi
Allah, aku pernah melihat Umar bin Abdul Aziz ketika ia
menjadi gubernur di Madinah al-Munawarah. Aku melihatnya
segar, putih dan gemuk. Dan, ketika dinobatkan sebagai
khalifah, aku melihatnya sedang thawaf dengan kain ihram di
tubuhnya. Demi Allah, aku meneguhkan tulang kedua lengannya
karena lemah dan kurus.”
Ziyad al-Maula, salah seorang ulama, mendatangi Umar
bin Abdul Aziz. Ziyad melihat wajah khalifah pucat pasi, air
mata membekas di kelopak matanya, lapar dan kemiskinan
membekas di kedua pipinya, dan bajunya penuh dengan
tambalan. Ziyad berkata, “Wahai Amirul Mu’minin, di mana
istana yang engkau tinggali? Pakaian yang engkau kenakan?
Kenikmatan yang engkau reguk?”
Umar berkata, “Jauh, wahai Ziyad. Semua itu telah
pergi. Semoga aku berubah terhadapmu.”
Ziyad berkata, “Sungguh?”
Umar berkata, “Bagaimana seandainya engkau melihatku
setelah tiga hari di dalam kubur. Kain kafanku telah hancur,
cacing menari-menari di pipiku, memakan mataku dan debu
menempel di hidungku. Demi Allah, Aku sangat telah berubah
dari apa yang engkau lihat.”
Umar berdiri untuk menyambut dan menerima kaum Muslimin
pada hari raya Idul Fitri. Tiba-tiba, sekelompok penyair
berada di depan pintu ruangan dan ingin memasukinya.
Satpam yang bertugas berkata kepada Umar, “Para penyair
itu ingin berkunjung kepada Anda sesuai dengan kebiasaan
mereka terhadap para khalifah terdahulu.” Salah seorang dari
mereka masuk dengan penggalan syair yang bohong dan keliru.
Mereka memuji-muji penuh dengan kemunafikan, memperindah
ucapannya hanya untuk sekedar basa-basi, bahkan mereka
mengklaim khalifah sebagai proklamator rakyat, pemelihara
anak yatim, guru jalanan dan mutiara zaman.
Umar bertanya kepada satpam itu, “Siapa di pintu?”
Satpam itu menjawab, “Al-Furazdaq.”
Umar berkata, “Demi Allah, tidak akan masuk kepadaku
musuh Allah. Aku mendengar ia merayu-rayu gadis-gadis
Muslimah. Siapa yang lainnya?”
Satpam menjawab, “Yang lainnya adalah Nasib.”
Umar berkata, “Dia tidak ada jatah padaku dan jangan
menemuiku. Aku dengar dia berbohong dalam syairnya. Siapa
yang ketiga?”
Satpam menjawab, “Al-Ahdzal.”
Umar berkata, “Haram bagi anak orang Nasrani untuk
menginjakkan kakinya ke karpetku. Dan, yang keempat?”
Satpam menjawab, “Yang keempat adalah Umar bin Abu
Rabi’ah.”
Umar bertanya, “Apakah sekarang dia telah bertaubat?
Demi Allah, mataku tidak akan melihat mukanya. Siapa yang
kelima?”
Satpam menjawab, “Jarir.”
Umar berkata, “Jika benar dia, perintahkan dia masuk.”
Maka, satpam itu pun memerintahkan Jarir untuk masuk.
Setelah dirinya masuk, Jarir berkata,
“Tidaklah Ka’ab bin Mamah dan Ibnu Sa’di # lebih baik
dari engkau wahai Umar yang dermawan.
Engkau mengembalikan budi pekerti yang baik
sesungguhnya aku # melihat seseorang menetapi sesuatu yang
telah ia siapkan.”
Umar berkata, “Takutlah engkau kepada Allah wahai
Jarir. Jangan berdusta dalam syairmu. Allah akan meminta
pertanggungjawabanmu dari ini.”
Jarir berkata, “Wahai Amirul Mu’minin, berikanlah
untukku!”
Umar berkata, “Aku tidak menemukan para penyair dari
dalam al-Qur`an. Jika engkau fakir, miskin atau Ibnu Sabil,
aku akan memberikanmu.”
Itulah pendidikan yang serius, nasihat, dalam dan tidak
tertawa di tenggorokan. Seorang Arab mendatangi khalifah,
memuji dan mengambil harta yang ada di sana. Sedangkan
orang-orang fakir mati kelaparan dan telanjang.
Itulah penyair bohong lagi licik. Ia memuji-muji dengan
sebuah kebohongan demi mengambil harta untuk memenuhi
kebutuhannya, sedangkan anak-anak itu kelaparan di balik
kamar ibunya.
Umar tidak melakukan seperti itu, sebab ia seorang
logis, cerdas serta jenius.
Jarir berkata, “Aku fakir.”
Umar berkata, “Ambillah dua ratus dirham dari hartaku,
bukan dari baitul mal umat Islam.”
Jarir berkata, “Demi Allah, Itu merupakan harta
terberkah yang pernah aku lihat seumur hidupku.”
Dan tibalah sakaratul maut menjemput Umar. Tahukah Anda
berapa tahun dia menjadi khalifah? Dua tahun. Namun dua
tahun itu di sisi Allah lebih baik dari pada dua abad. Aku
mengenal beberapa orang dalam catatan sejarah yang memangku
kekuasaannya lima puluh tahun, namun ketika meninggal,
seluruh umat Islam melaknatnya. Sebagian lainnya menjabat
empat puluh tahun, namun ketika ia meninggal, sebagian umat
Islam merasa bahagia atas kematiannya. Tidaklah usia itu
ditentukan oleh panjangnya, tapi oleh keberkahannya. Umar
menjabat dua tahun, tapi ia melenyapkan kegelapan, membuka
pintunya, membuka dadanya, membuka matanya, membuka hatinya,
maka Allah membukakan pintu pertolongan untuknya.
Ketika sakaratul maut itu menghampiri Umar, maka ia
mengumpulkan anak-anaknya yang berjumlah tujuh atau delapan
orang itu. Saat melihat mereka, ia menangis, iba dan air
matanya menetes. Ia berkata kepada anak-anaknya, “Demi
Allah, aku tidak meninggalkan sesuatu untuk kalian dari
harta duniawi.
Aku hanya memiliki satu ruangan. Jika engkau orang-
orang yang shalih, maka Allah akan mengurus kalian. Tapi
jika kalian pendosa, maka aku tidak akan memberikan hartaku
untuk orang-orang yang suka berbuat dosa. Kemarilah.” Maka
mereka pun mendekat, lalu umar mencium mereka satu demi
satu. Ia pun mendo’akan mereka, seolah hatinya dialirkan
melalui seluruh anggota tubuhnya. Anak-anak umar itu pun
kemudian keluar.
Ahli sejarah berkata, “Sejarah terputus dari anak-anak
Umar bin Abdul Aziz yang berjumlah tujuh atau delapan orang
itu. Umar meninggalkan warisan untuk masing-masing mereka
sebesar dua belas dirham saja. Adapun Hisyam bin Abdul Mulk,
ia meninggalkan warisan untuk setiap anaknya sebesar seratus
ribu dinar.
Namun demikian, setelah dua puluh tahun kemudian anak-
anak Umar bin Abdul Aziz mengeluarkan kuda-kuda dan
menginfakkannya di jalan Allah. Sedangkan anak-anak Hisyam
bin Abdul Mulk, pada masa Abu Ja’far al-Mansur, mereka
sering terlihat di samping masjid Dar al-Salam menengadahkan
tangan seraya mengatakan, ‘Di manakah harta Allah, wahai
hamba-hamba Allah.”
Bahwa orang yang menjaga Allah, maka Dia akan
menjaganya. Sedangkan orang yang menyia-nyiakan Allah, maka
Dia pun akan menyia-nyiakannya. Inilah sunnah di antara
sunnah-sunnah Allah.
Umar kemudian memerintahkan anak-anaknya untuk keluar.
Maka, mereka pun keluar di depan matanya. Ia menatap mereka,
dan seiring dengan kepergian mereka masing-masing,
meneteslah air matanya.
Umar berkata, “Perintahkan ibumu untuk masuk kepadaku.”
Sang istri pun kemudian masuk. Umar kemudian mengucapkan
salam perpisahan dan meminta istrinya untuk bertakwa kepada
Allah, tetap zuhud dan dalam kefakiran, sehingga ia bisa
menjadi istrinya di surga kelak.
Umar berkata kepada Istrinya, “Wahai Fatimah, aku
melihat suatu kelompok, bukan manusia atau jin. Aku
memperkirakan mereka adalah malaikat. Keluarlah dariku.”
Fatimah segera keluar dan menutup pintu. Para malaikat itu
segera menemui Umar bin Abdul Aziz.
“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan, ‘Tuhan kami
ialah Allah’ kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka,
maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan),
‘Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa
sedih; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang
telah dijanjikan Allah kepadamu’. Kami-lah Pelindung-
pelindungmu dalam kehidupan dunia dan di akhirat; di
dalamnya kamu memperoleh apa yang kamu inginkan dan
memperoleh (pula) di dalamnya apa yang kamu minta. Sebagai
hidangan (bagimu) dari Tuhan Yang Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.” (QS. al-Fushilat : 30-31)
Umar telah meninggal. Istrinya membuka pintu dan
menemukan suaminya telah berada di alam akhirat. Keselamatan
bagimu, “Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu
dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka, masuklah ke
dalam jamaah hamba-hamba-Ku dan masuklah ke dalam surga-Ku.”
(QS. al-Fajr : 27-30)
Demikianlah seharusnya keadilah itu. Aku terpaksa
meringkas sejarah dan biografinya. Kembalilah kepada Umar,
sebab perut sejarah masih penuh dengan namanya. Kebaikan
pribadinya tersebar dalam berbagai buku dan ensiklopedi.
Semoga Allah merahmati Umar bin Abdul Aziz, semoga Allah
merahmati Umar bin Abdul Aziz, semoga Allah mengumpulkan
kita dengan Umar bin Abdul Aziz di surga.
Aku mengatakan apa yang kalian dengar. Aku meminta
ampunan kepada Allah yang Mahamulia lagi Mahagagah untuk
diriku, kalian dan seluruh kaum Muslimin. Maka, mintalah
ampunan-Nya sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.
***
Khutbah Kedua
Segala puji hanyalah milik Allah Tuhan semesta alam,
Dzat yang mengurus orang-orang shalih; dan tiadalah
permusuhan kecuali atas orang-orang zhalim. Shalawat dan
salam tercurah kepada pemimpin orang-orang bertakwa, panutan
seluruh manusia, kepada keluarganya, para sahabatnya dan
para pengikutnya.
Amma Ba’du
Wahai hamba-hamba Allah!
Barangsiapa bertakwa kepada Allah, dipuji pada
kesudahannya # Allah akan mencegah keburukan orang yang
mulia dan orang yang hina.
Barangsiapa mencari perlindungan kepada selain Allah #
Maka, penolongnya adalah kelemahan dan kelumpuhan.
Maka, tetapkan kedua tangganmu kepada Allah dengan
berpegang teguh # Sebab itu adalah penopang jika penopang-
penopang (yang lain) mengkhianatimu.
Adalah sah menurut Tirmidzi dan Ahmad, hadits
diriwayatkan dari Ibnu Abas. Ibnu Abbas ra berkata, “Aku
berada dibelakang Rasulullah pada suatu hari. Rasulullah
lalu bersabda, ‘Wahai anak muda, sesungguhnya aku akan
mengajarimu beberapa kalimat: peliharalah Allah, Allah akan
memeliharamu; peliharalah Allah, engkau akan menemukan-Nya
di arahmu; bila engkau meminta, mintalah kepada Allah; bila
engkau memohon pertolongan, mohonlah pertolongan kepada
Allah. Ketahuilah bahwa umat (manusia) seandainya mereka
bersatu untuk memberikan kemanfaatan kepadamu dengan
sesuatu, mereka tidak dapat memberikan kemanfaatan kepadamu
kecuali dengan sesuatu yang telah Allah tetapkan untukmu.
Jika mereka bersatu untuk mencelakaimu dengan sesuatu,
mereka tidak dapat mencelakaimu kecuali dengan sesuatu yang
telah Allah tetapkan untukmu; diangkat pena-pena itu dan
dikeringkan suhuf-suhuf itu.”1
Itulah wasiat Rasulullah saw untuk para pengikut dan
penolongnya; bertakwa kepada Allah dan memelihara-Nya dalam
keadaan sendiri atau ramai orang.
Sebagian orang shalih berkata, “Bila engkau akan
menasihati teman, saudara atau anakmu, katakanlah kepadanya,
‘Peliharalah Allah, Allah akan memeliharamu’. Allah Azza Wa
Jalla akan memelihara kekasih-kekasih-Nya pada diri,
keluarga, harta, anggota tubuh dan kehormatan mereka.”
Allah akan memelihara mereka dari muslihat para musuh,
tidu daya orang-orang dengki dan perangkap orang-orang yang
sesat. “Dan, Allah menyelamatkan orang-orang yang bertakwa
karena kemenangan mereka, mereka tiada disentuh oleh azab
(neraka dan tidak pula) mereka berduka cita.” (QS. az-
Zumar : 61)
Allah memelihara kekasih-Nya, Ibrahim as, ketika
kaumnya melemparkan dirinya ke dalam api. Allah mewahyukan
kepada api itu, "Hai api menjadi dinginlah, dan menjadi
keselamatanlah bagi Ibrahim." (QS. al-Anbiya` : 69)
Allah memelihara Nabi dan kekasih-Nya, Muhammad saw,
dari tipu daya orang-orang musyrik yang ingin membunuhnya.
Kaum musyrikin itu telah berkumpul dalam sebuah pertemuan
untuk membahas permasalahan Rasulullah saw. Salah seorang
dari mereka berkata, “Bahwa lelaki ini (Muhammad),
persoalannya sudah seperti yang kalian lihat. Demi Allah, 1 No. Hadits riwayat Tirmidzi 4/576 no. 2516. Tirmidzi
berkata, “Hasan Shahih” (baik lagi shahih); Ahmad 1/293,
303, 307) dan al-Albani menshahihkannya sebagaimana dalam
“Shahih Jami’ al-Shaghir.”
aku tidak akan membiarkan dia melangkahi kita. Maka,
keluarkanlah pendapat kalian tentangnya.”
Seorang lainnya berkata, “Penjarakan dia (Muhammad)
dengan penjara besi dan tutuplah pintunya sampai ia mati.”
Iblis yang sudah menjelma dalam bentuk seorang kakek dari
Najd berkata, “Tidak, demi Allah. Itu bukanlah pendapat yang
tepat. Demi Allah, jika kalian memenjarakannya sebagaimana
kalian katakan, tentu beritanya akan keluar dari pintu yang
kalian tutup dan akan terdengar oleh sahabat-sahabatnya
(Muhammad). Tentu mereka akan melawan kalian dan
membebaskannya dari tangan kalian. Mereka akan memerangi
kalain sampai kalian kalah. Itu bukanlah pendapat yang
tepat. Cobalah mencari pendapat yang lainnya.” Maka, mereka
pun terus bermusyawarah.
Salah seorang dari mereka lalu berkata, “Kita akan
mendeportasinya dari daerah kita. Kita akan membuangnya dari
tanah air kita. Jika dia telah keluar dari kita, demi Tuhan,
kita tidak perlu mempedulikan ke manapun dia melangkah dan
di manapun dia berada. Jika dia telah lenyap dari kita, kita
menjadi tenang.”
Namun Iblis berkata, “Tidak, demi Tuhan. Itu bukanlah
pendapat yang tepat. Tidakkah kalian melihat budi bahasanya
yang baik, pembicaraannya yang manis, kemampuannya untuk
menaklukkan hati orang lain terhadap apa yang dia sampaikan.
Demi Tuhan, andai kalian melakukan itu, kalian mungkin tidak
percaya jika kalian telah menempatkannya dalam sebuah
komunitas orang-orang Arab. Karena tindakan itu pula, ia
akan menaklukkan komunitas itu dengan ucapan, pembicaraan,
dengan budi bahasanya yang manis, hingga mereka yang berada
dalam komunitas itu mengikutinya. Setelah itu mereka akan
mendatangi kalian dan menginjak-injak kalian di tanah air
kalian. Ia akan mengambil tampuk kepemimpinan dari tangan
kalain, dan ia bebas melakukan apapun sesuai dengan yang ia
inginkan. Pikirkanlah ide yang lain.”
Abu Jahal bin Hisyam berkata, “Demi Allah, aku
mempunyai pendapat yang belum terbayangkan oleh seorang pun
dari kalian.” Mereka bertanya. “Apa itu wahai Pak Penguasa?”
Abu Jahal menjawab, “Aku punya ide untuk mengambil dari
setiap kabilah satu orang pemuda yang kuat, bangsawan,
enerjik dan cerdas. Kita lalu memberikan pedang yang tajam
kepada masing-masing pemuda itu. Kita mengarahkan mereka
untuk membunuh Muhammad sehingga mereka bisa memenggalnya
secara bersamaan dan kita akan tenang. Jika mereka melakukan
itu, darahnya (Muhammad) akan tersebar di berbagai kabilah.”
Iblis berkata, “Keputusannya adalah ucapan lelaki ini.
Itulah pendapat yang tidak dilihat oleh yang lainnya.” Lalu
mereka pun sepakat atas keputusan itu.
Namun, apakah Allah membiarkan Nabi-Nya diganyang oleh
orang-orang musyrik itu? Apakah Dia meluluhkan Nabi-Nya di
depan mereka? Apakah Dia memberikannya kepada mereka? Tidak,
demi Allah. Allah tidak akan membuatnya lemah dan tidak pula
memberikannya kepada mereka. “Dan (ingatlah), ketika orang-
orang kafir (Quraisy) memikirkan daya upaya terhadapmu untuk
menangkap dan memenjarakanmu atau membunuhmu, atau
mengusirmu. Mereka memikirkan tipu daya dan Allah
menggagalkan tipu daya itu. Dan Allah sebaik-baik Pembalas
tipu daya.” (QS. al-Anfal [8]: 30)
Allah SWT mengutus Jibril as kepada Rasulullah dengan
membawa berita tentang langkah, tipu daya dan muslihat
mereka. Jibril mendatangi Muhammad dan berkata kepadanya,
“Malam ini engkau jangan menginap di tempat tidurmu yang
biasa engkau tiduri.”
Tatkala malam telah tiba, para pemuda perkasa itu
berkumpul di dekat pintu Rasulullah saw. Mereka mengawasi
kapan ia tertidur, sehingga mereka dapat menyergapnya secara
bersama-sama. Ketika Rasulullah melihat posisi para pemuda
itu, ia berkata kepada Ali bin Abu Thalib ra, “Tidurlah di
tempat tidurku dan tutuplah seluruh tubuhmu dengan
selimutku. Sesungguhnya tidak akan terjadi kepadamu sesuatu
yang engkau benci.”
Rasulullah kemudian keluar dengan segenggam debu di
tangannya. Allah telah membuat mata para pemuda itu tidak
berfungsi sehingga mereka tidak melihatnya. Nabi kemudian
menyebarkan debu tersebut ke kepala mereka sambil membaca
firman Allah, “Yaasiin. Demi al-Qur'an yang penuh hikmah,
sesungguhnya engkau salah seorang dari para Rasul, (yang
berada) di atas jalan yang lurus, (sebagai wahyu) yang
diturunkan oleh Yang Mahaperkasa lagi Maha Penyayang agar
kamu memberi peringatan kepada kaum yang bapak-bapak mereka
belum pernah diberi peringatan, karena itu mereka lalai.
Sesungguhnya telah pasti berlaku perkataan (ketentuan Allah)
terhadap kebanyakan mereka, karena mereka tidak beriman.
Sesungguhnya Kami telah memasang belenggu di leher mereka,
lalu tangan mereka (diangkat) ke dagu, maka karena itu
mereka tertengadah. Dan, Kami adakan di hadapan mereka
dinding dan di belakang mereka dinding (pula), dan Kami
tutup (mata) mereka sehingga mereka tidak dapat melihat.”
(QS. Yasin [23]: 1-9). Setelah Nabi selesai membaca ayat-
ayat itu, tak satupun dari para pemuda tersebut kecuali
kepala mereka telah dilumuri dengan debu lalu mereka pergi.1
Perlindungan Allah mencukupi dari berlapis # baju besi
dan tingginya...
Mereka mengira burung merpati, mereka mengira laba-laba
kepada # manusia terbaik tidak membuat sarang dan tidak
berlindung.1 Lihat “Al-Sirah al-Nabawiyah”, Ibnu Hisyam 2/137-140
Ketika Abdullah bin Ali al-‘Abbasi menaklukkan
Damaskus, ia membunuh tiga puluh enam ribu umat Islam dalam
satu kesempatan. Ia memasukkan bighal dan kudanya ke dalam
masjid raya orang-orang Umawiyah.
Ia menduduki orang-orang dan berkata kepada para
menterinya, “Adakah seseorang yang akan menentangku?” Mereka
menjawab, “Tidak!”
Abdullah bertanya kepada mereka, “Apakah kalian melihat
seseorang yang akan menentangku?” Mereka menjawab, “Tidak,
kalaupun ada itu al-`Awza’i - al-`Awza’i adalah Muhadits
hebat, seorang guru besar dan pangeran orang-orang yang
beriman dalam disiplin hadits. Ia seorang yang zuhud, rajin
beribadah dan termasuk salah seorang rawi Bukhari dan
Muslim.”
Abdullah berkata kepada mereka, “Bawalah dia (al-
Awza’i) ke sini!” Maka para tentara Abdullah segera
menjemputnya sementara ia sendiri tidak pernah lari dari
tempatnya.
Para tentara itu berkata, “Abdullah bin Ali
menginginginkanmu!”
Al-‘Awza’i berkata, “Cukuplah Allah menjadi Penolong
kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung.” (QS. Ali Imran
[3]: 173). “Tunggu sebentar.” Bergegas ia mandi, mengenakan
kain kafan, dan menyiapkan diri untuk menghadapi kematian.
Ia berbisik di dalam hatinya, “Telah tiba waktumu wahai al-
`Awza`i untuk mengatakan perkataan yang benar. Janganlah
engkau takut di jalan Allah akan cacian orang-orang yang
mencaci.”
Al-‘Awza’i mencerikan peristiwa itu:
“Aku kemudian masuk dan ternyata barikade pasukan telah
dibentuk menjadi dua barisan. Mereka telah siap dengan
menghunus pedangnya. Aku lalu menghampiri Abdullah bin Ali
melalui celah di bawah pedang-pedang pasukan itu. Abdullah
duduk di atas singgasananya dan di tangannya terdapat sebuah
tongkat. Dari raut mukanya nampak kemarahan yang membara.”
Al-‘Awza’i berkata, “Ketika aku melihatnya, ia seperti
lalat di depanku.”
Al-‘Awza’i berkata, “Aku tidak teringat akan apapun,
tidak ingat kepada keluarga, harta atau anak. Aku ingat pada
singgasana Dzat Maha Pengasih, ketika Dia nampak pada hari
perhitungan.”
Al-‘Awza’i bercerita, “Abdullah mengangkat
pandangannya, dan pada dalam dirinya terlihat kemarahan yang
luar biasa.”
Abdullah berkata, “Wahai al-‘Awza’i, apa pendapatmu
tentang darah Bani Umayah yang kami tumpahkan?”
Al-‘Awza’i berkata, “Fulan bin Fulan menceritakan
kepadaku dari Ibnu Mas’ud bahwa Rasulullah bersabda, ‘Tidak
halal darah seorang Muslim kecuali dengan salah satu dari
tiga (sebab): janda yang berzina, (membunuh) jiwa dengan
jiwa dan meninggalkan agamanya, berpisah dari kelompoknya.’1
Jika orang yang engkau bunuh itu dari mereka, engkau telah
bertindak benar. Tapi jika mereka bukan seperti itu, maka
darah mereka ada pada lehermu.”
Al-‘Awza’i berkata, “Abdullah kemudian menghancurkan
tongkat sampai sorbanku terangkat. Aku menanti kematian. Aku
melihat para menteri itu mengangkat baju mereka ke atas
supaya tidak terkena oleh darah.”
Abdullah bin Ali berkata, “Apa pendapatmu tentang harta
mereka yang aku rampas?”
Al-‘Awza’i berkata, “Jika harta itu halal, bersiaplah
untuk menghadapi perhitungan. Tapi jika haram, bersiaplah
menerima siksaan.”1 Hadits Riwayat Bukhari 8/38, Muslim 3/1302, 1303 no 1676
Abdullah bin Ali berkata, “Ambilah kantong ini –yang
berisi dengan emas,”
Al-‘Awza’i berkata, “Aku tidak menginginkan harta!”
Al-‘Awza’i berkata, “Salah seorang menteri menyentuhnya
seolah mengatakan ‘ambillah!”
Al-‘Awza’i lalu mengambil kantong tersebut, membagikan
isinya kepada para tentara, hingga tak tersisa sedikitpun,
lalu melemparkan kantong itu dan keluar. Tatkala keluar ia
berkata, “Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah
adalah sebaik-baik Pelindung.” (QS. Ali Imran [3]: 173)
Kita mengucapkan ketika kita masuk dan ketika keluar.
“Maka mereka kembali dengan nikmat dan karunia (yang besar)
dari Allah, mereka tidak mendapat bencana apa-apa, mereka
mengikuti keridhaan Allah. Dan Allah mempunyai karunia yang
besar.” (QS. Ali Imran [3]: 174)
Kita menjual diri, maka tiada pilihan dalam penjualan
kita # Agungkanlah kaum yang membai’at Dzat yang Maha
Pengampun.
Allah menggantikan kita dengan harga yang lebih nikmat
dari kematian # yaitu surga Adn yang menjadi tempat orang-
orang yang berbuat kebajikan.
Maka, untuk seperti ini, bangunlah sebagai khatib yang
mendendangkan # menulis puisi dan menyusun syair.
Wahai para manusia!
Peliharalah Allah Azza wa Jalla dengan kembali kepada-
Nya dan bertaubat dari segala dosa dan kesalahan.
Peliharalah Allah Azza wa Jalla dengan menjaga shalat
pada waktunya ketika mendengar panggilan azan; dengan
segenap kekhusuannya, kepatuhannya; sesuai dengan rukun,
kewajiban dan sunah-sunahnya.
Peliharalah Allah Azza wa Jalla dengan memelihara hati
kalian dari munafik dan riya, dari dendam dan benci. Sebab,
Nabi kalian bersabda, “Ingatlah, dan sesungguhnya di dalam
hati itu terdapat segumpal darah. Jika ia baik, baik (pula)
seluruh tubuh. Dan bila ia rusak, rusak (pula) seluruh
tubuh. Ketahuilah, ia adalah hati.”1
Bacakanlah shalawat dan salam –semoga Allah merahamati
kalian- kepada orang yang Allah menyuruhmu untuk mengucapkan
shalawat dan salam kepada dirinya. Allah berfirman,
“Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat
untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah
kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan
kepadanya.” (QS. al-Ahzab [33]: 56)
Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa yang bershalawat
kepadaku satu kali, aku akan membacakan shalawat untuknya
sepuluh kali.”1
Ya Allah, limpahkanlah shalawat, salam dan keberkahan
kepada Nabi dan kekasih-Mu, Muhammad saw, dan sampaikanlah
kepadanya shawalat dan salam kami pada kesempatan yang penuh
berkah ini wahai Tuhan semesta alam. Ya Allah, ridhailah
para sahabat seluruhnya, orang-orang yang mengikuti mereka
dengan kebaikan sampai hari kiamat. Ya Allah, ridhailah kami
bersama mereka dengan ampunan dan kemuliaan-Mu, wahai Tuhan
semesta alam.
***
Zhalim di Tingkat Pertama
Sesungguhnya segala puji hanyalah milik Allah. Kita
memuji-Nya, meminta pertolongan-Nya, meminta ampunan-Nya,
dan belindung kepada-Nya dari kejelekan diri dan keburukan
pekerjaan-pekerjaan kami. Barangsiapa yang diberi petunjuk
1 Hadits riwayat Bukhari 1/19, Muslim 3/1219, 1220 no. 15991 Hadits riwayat Muslim (1/288) no. (384)
oleh Allah, maka tiada orang yang dapat menyesatkan dirinya.
Dan, barangsiapa yang disesatkan, maka tiada orang yang
dapat memberi petunjuk untuknya. Aku bersaksi bahwa tiada
Tuhan (yang berhak disembah) kecuali Allah semata yang tiada
sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah
hamba dan pesuruh-Nya.
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah
dengan sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-
kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.” (QS.
Ali Imran [3]: 102)
“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang
telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya
Allah menciptakan istrinya; dan daripada keduanya Allah
mengembang-biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan,
bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-
Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah)
hubungan silaturahmi. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan
mengawasi kamu.” (QS. an-Nisa [4]: 1)
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada
Allah dan katakanlah perkataan yang benar. Niscaya Allah
memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu
dosa-dosamu. Dan barangsiapa menaati Allah dan Rasul-Nya,
maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar.”
(QS. al-Ahzab [33]: 70-71)
Amma Ba’du.
Sesungguhnya sebenar-benarnya pembicaraan adalah kitab
Allah (al-Qur`an), sebaik-baiknya petunjuk adalah petunjuk
Nabi Muhammad saw, dan seburuk-buruknya perkara adalah
perkara yang baru. Setiap yang baru adalah bid’ah, setiap
bid’ah adalah kesesatan, dan setiap kesesatan itu di neraka.
Wahai kaum Muslimin!
Khutbah ini bertajuk “Zhalim di Tingkat Pertama”.
Siapakah penjahat itu?
Bahwa sejarah tidak pernah menzhalimi seseorang jika ia
dikelola oleh tangan-tangan amanah. Dan, bahwa tindakan
orang-orang yang zhalim, selalu tercatat dalam hati para
generasi muda. Di sisi allah, tindakan zhalim itu terdapat
dalam sebuah buku yang tidak pernah luput mencatat hal-hal
yang kecil dan hal-hal yang besar. Suatu hari nanti, Allah
akan membariskan orang-orang zhalim untuk menerima balasan.
“(Yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak
berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan
hati yang bersih.” (QS. asy-Syu’ara : 88-89)
Perilaku si Zhalim ini membuat tubuh orang-orang
beriman menggigil, dan mengundang air mata orang-orang
bertauhid keluar. Itulah perilaku yang menyakiti orang lain,
sebuah perilaku yang jelek lagi busuk.
Al-Dzahabi menjelaskan tentang perilaku orang-orang
zhalim itu dalam kitab al-Sair. Ia berkata, “Kita
membencinya (si Zhalim) dan tidak menyukainya. Kita yakin
bahwa kemarahannya merupakan hal yang sangat memalukan dalam
agama.” Ia kemudian berkata, “Tersimpan kebaikan yang banyak
dari perilakukanya (si Zhalim) yang buruk.”
Ibnu Katsir menjelaskan tentang perilaku si Zhalim ini.
Ia berkata, “Fulan bin Fulan, semoga Allah memperburuknya;
demikianlah sejarah telah menetapkan dirinya. Sungguh, ia
telah hancur sejak beberapa abad yang lalu.”
Namun demikian, ia akan dihadapkan kepada Allah, akan
diperhitungkan semua yang ia kerjakan, semua yang ia
lakukan, setiap keputusan yang ia ambil, setiap harta yang
ia rampas, setiap darah yang ia tumpahkan dan setiap kata
yang ia diamkan. “Dan janganlah sekali-kali kamu (Muhammad)
mengira, bahwa Allah lalai dari apa yang diperbuat oleh
orang-orang yang lalim...” (QS. Ibrahim : 42)
Tapi mengapa kita melihat mereka memenuhi dunia? “...
Sesungguhnya Allah memberi tangguh kepada mereka sampai hari
yang pada waktu itu mata (mereka) terbelalak. Mereka datang
bergegas-gegas memenuhi panggilan dengan mengangkat
kepalanya, sedang mata mereka tidak berkedip-kedip dan hati
mereka kosong.” (QS. Ibrahim : 42-43)
“Si Zhalim ini telah melakukan sebuah kesalahan pada
umat Islam, sedang ia menyangka bahwa dirinya menjadi
pemimpin di negara Parsi atau Romawi. Begitu juga, ia pun
menzhalimi diri sendiri. Meski begitu, ia tidak dapat
menzhalimi Tuhannya,...” (QS. al-Baqarah [2]: 57)
Si Zhalim ini menumpahkan darah orang-orang yang
cerdas, memenjarakan pemikiran seorang pemikir, ilmu seorang
ulama, dakwah seorang da’i, sastra seorang sastrawan dan
kreativitas seorang kreator. Inilah kezhaliman terbesar yang
terdapat dalam umat Islam. Itulah kesewenang-wenangan yang
pasti akan dihadapi umat Islam dalam kehidupannya.
Bahwa kezhaliman kadang tidak menghilangkan nyawa, akan
tetapi menghilangkan prinsip-prinsip, tekad-tekad,
kreativitas-kreativitas dan bakat-bakat. Karena itu, mereka
yang melakukan kezhaliman akan mendapat siksaan dari Allah.
“Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat Allah
dan membunuh para Nabi yang memang tidak dibenarkan, dan
membunuh orang-orang yang menyuruh manusia berbuat adil,
maka gembirakanlah mereka bahwa mereka akan menerima siksa
yang pedih.” (QS. Ali Imran [3]: 21)
Sebagian ahlul ilmi berkata, “Termasuk dalam kategori
kezhaliman orang yang membunuh misi orang lain, dakwah orang
lain, pengetahuan orang lain, kreativitas orang lain, serta
memenjarakan atas pemikiran-pemikiran mereka. Mereka akan
mendapat siksaan Allah itu, selama misi orang lain itu
adalah Islam, dakwah orang lain itu adalah Islam,
pengetahuan orang lain itu adalah Islam, kreativitas orang
lain itu adalah Islam, dan pemikiran-pemikiran mereka adalah
Islam.
Bahwa si Zhalim yang kita bicarakan telah telah
menenggelamkan suara-suara, kecuali satu suara. Yaitu suara
yang memuji, menyanjung dan memperkayakan dirinya, serta
mensakralkannya dengan memuji-Nya, di waktu pagi dan petang.
Bahwa si Zhalim yang kita bicarakan telah mematahkan
banyak tangan, kecuali satu tangan. Yaitu tangan yang
bertepuk kepadanya. Ia telah menghambat semua bakat, kecuali
satu bakat. Yaitu bakat yang mensucikan dan mengagungkannya.
Demi Allah, seorang hamba Allah akan menciumkan
keningnya karena lemah, hancur hatinya karena putus asa,
ketika ia memikirkan perkembangan yang terjadi pada dunia
Islam modern, di mana kezhaliman yang musuh-musuh umat Islam
terus berkuasa. Demi Dzat yang diriku berada di tangannya,
bahwa dunia Barat dengan kekafirannya, lebih manusiawi dan
lebih adil dari pada orang-orang zhalim itu.
Kita akan kembali kepada orang terzhalim yang dikenal
oleh umat Islam dan para ulama yang biasa. Sebab, mereka
(orang-orang zhalim) adalah penghancur kebenaran dan
berteman dengan orang-orang bodoh; sebab mereka adalah
orang-orang yang berbekal dengan kebatilan, berseberangan
dengan para pendidik, golongan terpandang dan kaum reformer;
mereka dekat dengan para badut, orang-orang batil dan orang-
orang yang tidak berguna.
Permasalahan yang dihadapi oleh si Zhalim ini adalah ia
tidak mendengarkan saran orang lain, tidak dapat berdialog
dengan mereka dan tidak menerima orang-orang yang
menentangnya.
Siapakah orang zhalim ini? Apakah kalian semua
mengetahuinya? Apakah terlintas dalam benak kalian? Apakah
kalian pernah mendengar ceritanya?
Si Zhalim ini berkata kepada dirinya sendiri sebulan
sebelum ia mati, “Aku bermimpi seolah kiamat telah terjadi
dan seakan Allah nampak di atas Arasy-Nya untuk perhitungan.
Semua Muslim yang aku bunuh kemudian membunuhku masing-
masing satu kali, kecuali Sa’id bin Jubair. Ia membunuhku di
atas “Shirat” sebanyak tujuh puluh kali.”
Apakah kalian semua tahu berapa kali si Zhalim ini
membunuh umat Muhammad saw? Ia telah membunuh umat Muhammad
beribu-ribu, memenjarakan umat Muhammad beribu-ribu, mencari
para da’i untuk berbicara, memenjarakan para ulama dan
menzhalimi dunia pada waktu hidupnya.
Si Zhalim ini berkhutbah di depan orang-orang,
mengimami shalat Jum’atnya dan berjalan di samping penjara
yang ia dirikan. Ketika itu, para tahanan yang ada dalam
penjara menangis. Bahkan mereka memperkeras suara tangisnya
dengan harapan si Zhalim ini mendengar mereka sehingga dia
mengasihi mereka. Ia memang mendengar suara tangis mereka,
namun ia justru berkata, “Tinggallah dengan hina di
dalamnya, dan janganlah kamu berbicara dengan Aku.” (QS. al-
Mu’minun : 108)
Si Zhalim ini didatangi oleh seorang kakek tua. Kakek
tua itu lalu menyumpahi dirinya di depan orang lain sampai
sang penasihat berdiri. Penasihat itu lalu membujuk si
kakek, hingga akhirnya ia memaksanya.
Si Zhalim ini adalah al-Hajjaj bin Yusuf al-Tsaqafi, salah satu berhala terbesar dalam sejarah umat Islam.
Allah ingin memberi pelajaran kepada umat Islam melalui
si fostum hitam ini dengan dosa-dosa, kesombongan,
mengkonsumsi riba, dan pengkhianatan yang dilakukannya
terhadap janji kepada Allah.
Seorang lelaki mendatangi khalifah Ali bin Abu Thalib
ra dan berkata, “Wahai Amirul Mu’minin, kenapa orang-orang
mentaati Abu Bakar dan Umar dan tidak mentaatimu?” Ali
berkata, “Rakyat Abu Bakar dan Umar adalah aku dan orang-
orang sepertiku, sedang rakyatku adalah engkau dan orang-
orang seperti engkau.” “... dan Tuhanmu tidak menganiaya
seorang jua pun". (QS. al-Kahfi : 48)
Al-Hajjaj sering membaca al-Qur’an dan menyampaikan
khutbah yang membius. Ia pun sering berbicara tentang
keadilan, dimana ia menyanjung dirinya sendiri dalam hal
ini. Namun demikian pedangnya selalu terhunus bagi siapa
saja yang berseberangan dengannya. Ia sering menggembar-
gemborkan tentang kebebasan, sedang ia sendiri merampas hak-
hak orang lain.
Seiring dengan itu, orang-orang yang busuk terus
memberi tepukan tangan kepada al-Hajjaj, para pemuji terus
menyanjung dirinya dan para penyair serta orang-orang
munafik terus mendendangkan keadilannya.
Wahai hamba-hamba Allah!
Sekarang kita berada di hadapan dua persoalan yang
asing lagi membingungkan, antara dua hamba yang shalih
dengan satu berhala ini (al-Hajjaj).
Berhala ini berkunjung ke Masjidil Haram untuk
melaksanakan ibadah Umroh. Mayoritas orang-orang zhalim
menduga bahwa ketika mereka melakukan dosa, lalu datang ke
Baitullah dan berthawaf di sekelilingnya sebanyak tujuh
kali, maka Allah akan menghapus kesalahannya dan
permasalahan selesai.
Ini adalah dugaan yang tidak berdasar dalam agama
Islam.
Adapun, demi Allah, kezhaliman itu adalah kesialan #
Dan, orang yang salah tetap sebagai orang-orang yang zhalim.
Kita akan melewati agama-agama pada hari manusia
dikumpulkan. # Dan, di sisi Allah semua musuh dikumpulkan.
Berhala itu pergi untuk melakukan umroh. Ia menerapkan
pengawalan yang sangat ketat, sebab ia tahu bahwa dirinya
lalim. Ketika ia sampai di maqam Ibrahim, ia berhenti di
sana dan shalat dua rakaat. Para pengawal dan tentaranya
kemudian meletakkan senjata, pedang, tombak dan pisau belati
di atas tanah. Kisah ini diceritakan oleh salah seorang ulam
yang bernama Thawus bin Kaisan.
Thawus berkata, “Ketika aku duduk di dekat maqam
Ibrahim, aku mendengar suara gaduh. Aku menoleh ke arah
suara itu dan aku melihat al-Hajjaj dengan para pengawalnya.
Aku lalu berkata, ‘Ya Allah, jangan biarkan ia menikmati
kesehatan dan kemudaannya.”
Tidak ada Tuhan yang berhak untuk disembah kecuali
Allah. Bahwa sebagian hamba Allah dapat menguasai hati orang
lain. Maka, do’a-do’anya dapat memikat orang-orang jompo
yang berada di rumah dan anak-anak kecil yang ada dalam
buayan. Sedang sebagian hamba Allah lainnya mendapatkan
kemarahan dari orang lain. Sehingga para kakek dan pemuda
melaknatnya, orang-orang hamil dan janin yang dikandungnya
pun mengutuknya, dan seluruh binatang melata yang ada di
muka bumi ikut menyumpahinya. Al-Hajjah adalah termasuk ke
dalam kelompok yang kedua itu.
Ketika al-Hajjaj duduk setelah melaksanakan shalat
sunah dua rakaat, seorang laki-laki miskin yang berasal dari
Yaman datang. Ia kemudian melakukan thawaf di Baitullah. Ia
tidak mengetahui bhawa al-Hajjaj bin Yusuf sedang berada di
maqam Ibrahim. Di tengah-tengah thawaf yang dilakukan oleh
lelaki miskin itu, tiba-tiba belati pengawal al-Hajjaj
menempel di pakaiannya dan jatuh menimpa al-Hajjaj. Al-
Hajjaj terkejut dan berkata, “Tangkap dia!” Maka, para
tentara itu pun segera menangkap lelaki Yaman itu.
Al-Hajjaj berkata, “Dekatkan dia padaku!”
Para tentara itu kemudian mendekatkan lelaki Yaman itu
ke arah al-Hajjaj.
Al-Hajjaj berkata, “Apakah engkau mengenalku?”
Lelaki itu menjawab, “Aku tidak mengenalmu.”
Al-Hajjaj berkata, “Siapa Gubernurmu di Yaman?”
Lelaki itu berkata, “Muhammad bin Yusuf, saudara laki-
laki al-Hajjaj. Ia seorang lalim seperti al-Hajjaj, atau
bahkan lebih buruk darinya.”
Al-Hajjaj berkata, “Tidakkah engkau tahu kalau aku ini
saudaranya?”
Laki-laki itu berkata, “Engkau al-Hajjaj?”
Al-Hajjaj berkata, “Ya.”
Lelaki itu berkata, “Bedebah engkau dan bedebah
saudaramu.”
Al-Hajjaj berkata, “Bagaimana keadaan saudaraku ketika
engkau meninggalkannya di Yaman?”
Lelaki itu berkata, “Aku meninggalkannya dalam keadaan
gendut lagi gemuk.”
Al-Hajjaj berkata, “Aku tidak menanyakan tentang
kesehatannya. Aku bertanya kepadamu tentang keadilannya?”
Lelaki itu berkata, “Aku meninggalkannya dalam keadaan
lalim lagi zhalim.”
Al-Hajjaj berkata, “Tidakkah engkau tahu dia itu
saudaraku? Tidakkah engkau takut pada diriku?”
Lelaki itu berkata, “Apakah engkau mengira saudaramu
mengagungkanmu lebih banyak dari aku mengagungkan Dzat yang
Mahatunggal?”
Thawus, sang pencerita berkata, “Demi Allah, rambutku
berdiri. Al-Hajjaj lalu membebaskan lelaki itu. Maka, ia pun
meneruskan thawafnya, tanpa merasa takut kecuali hanya
kepada Allah.”
Dan, dari sesuatu yang menambah kemuliaan dan
kesombonganku, # aku nyaris menginjak orang-orang kaya
dengan telapak kakiku.
Aku masuk ke dalam ucapan-Mu “wahai hamba-hambaku” #
Dan, aku menjadikan Ahmad (Muhammad) sebagai Nabiku.”
Sa’id bin Jubair adalah salah seorang ulama terkemuka
pada masa al-Hajjaj. Apabila Imam Ahmad bin Hanbal menyebut
dirinya (Sa’id), maka ia menangis dan berkata, “Demi Allah,
Said bin Jubair telah dibunuh. Tak seorang pun dari kaum
Muslimin di dunia ini yang tidak membutuhkan kepada
ilmunya.”
Al-Hajjah telah membunuh Sa’id, ia telah membunuh wali
Allah, seorang yang lurus lagi bertanggung jawab, seorang
muhadits dan ahli fikih umat Islam. Bukalah kitab-kitab
tafsir, hadits dan fikih! Tentu kalian akan menemukan nama
Sa’id bin Jubair dalam setiap halaman kitab itu.
Satu-satunya tindak kriminal yang dilakukan oleh Sa’id
adalah karena dirinya menentang kekejaman al-Hajjaj. Ia
berkata kepadanya, “Engkau salah, engkau zhalim, engkau
jahat, engkau melampaui batas.” Karena itu, al-Hajjaj tidak
mengambil keputusan lain selain membunuhnya untuk
membebaskan dirinya dari kritikan pihak lain, sehingga ia
tidak mendengar orang yang menentang atau menasihati
dirinya.
Al-Hajjaj memerintahkan para begundalnya untuk membawa
Imam Sa’id ke hadapannya. Maka, pada suatu hari, para
begundal itu berangkat ke rumah Sa’id. Peristiwa inilah yang
tidak mengembalikan sang Imam ke pangkuan umat Islam.
Peristiwa inilah yang mengejutkan kaum adam, hawa dan anak-
anak.
Para tentara itu tiba di rumah Sa’id. Mereka menggedor
pintu rumahnya. Sa’id yang berada di dalam gedoran pintu
yang menyeramkan itu, kemudian menatap wajah-wajah mereka
dan berkata, “Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah
adalah sebaik-baik Pelindung.” (QS. Ali Imran [3]: 173) “Apa
yang kalian inginkan?”
Para tentara itu menjawab, “Al-Hajjaj menginginkan
engkau sekarang?”
Sa’id berkata, “Ya Allah, Dzat yang mempunyai rukun
yang tidak pernah dianiaya dan mempunyai keagungan yang
tidak pernah hilang. Cegahlah keburukannya pada diriku.”
Maka, para begundal itu lalu membawa Sa’id, dan di
tengah jalan Sa’id berkata, “Tidak ada daya dan kekuatan
kecuali karena Allah. Telah rugi orang-orang yang bathil.”
Sa’id datang ke hadapan al-Hajjaj. Al-Hajjah sedang
duduk sambil marah. Nyaris saja keburukan itu keluar dari
kedua matanya.
Sa’id berkata, “Semoga keselamatan tercurah kepada
orang-orang yang mengikuti petunjuk.” Kalimat itulah yang
diucapkan oleh Musa kepada Fir’aun.
Al-Hajjaj berkata, “Siapa namamu?”
Sa’id berkata, “Namaku Sa’id bin Jubair.”
Al-Hajjaj berkata, “Akan tetapi, namamu Celaka bin
Hancur.”
Sa’id berkata, “Ibuku lebih tahu ketika ia memberi nama
untukku.”
Al-Hajjaj berkata, “Celaka engkau dan celaka pula
ibumu.”
Sa’id berkata, “Hal ghaib (celaka) hanya Allah yang
mengetahuinya.”
Al-Hajjaj berkata, “Apa pendapatmu tentang Muhammad
saw?”
Sa’id berkata, “Ia adalah Nabi yang membawa petunjuk,
pemimpin yang menebar cinta kasih.”
Al-Hajjaj berkata, “Apa pendapatmu tentang Ali?”
Sa’id berkata, “Ia telah pergi kepada Allah. Ia seorang
pemimpin yang memberi petunjuk.”
Al-Hajjaj berkata, “Apa pendapatmu tentang diriku?”
Sa’id berkata, “Zhalim. Engkau menumpahkan darah kaum
Muslimin kepada Allah.”
Al-Hajjaj berkata, “Berikanlah emas dan perak!” Maka,
para begundal itu kemudian memberikan dua kantong emas dan
perak yang penuh, dan meletakkannya di depan Sa’id.
Sa’id berkata, “Apa ini wahai al-Hajjaj? Jika engkau
mengumpulkannya untuk takwa kepada Allah, maka itu sebaik-
baiknya apa yang engkau lakukan. Tapi, bila engkau
mengumpulkannya dari harta orang-orang yang fakir untuk
menyombongkan dan mencongkakkan diri, demi Dzat yang jiwaku
berada di tangan-Nya, engkau akan terkejut pada hari
perkumpulan akbar, ‘...lalailah semua wanita yang menyusui
anaknya dari anak yang disusuinya ...” (QS. al-Hajj : 2)
Al-Hajjaj berkata, “Berikanlah kepadaku kayu dan
perempuan.”
Tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah.
Malam yang gemerlap, musik yang menggila, sedang perempuan
menari-nari.
Perempuan itu memukulkan kayu lantas bernyanyi. Karena
itu, air mata Sa’id mengalir melewati janggutnya dan ia pun
menangis dengan sekeras-kerasnya.
Al-Hajjaj berkata, “Apa yang engkau lakukan. Engkau
menyanyi?”
Sa’id berkata, “Tidak, tapi aku melihat wanita itu
bukan pada bentuk dimana ia diciptakan, dan kayu yang
ditebang kemudian dijadikan untuk sebuah kemaksiatan.”
Al-Hajjaj berkata, “Kenapa engkau tidak tertawa seperti
kami tertawa?”
Sa’id menjawab, “Setiap kali aku ingat akan hari
dibangkitkan dari kubur dan dihasilkan apa yang ada di dalam
dada, maka lenyaplah rasa ingin tertawa itu.”
Al-Hajjaj berkata, “Jadi, kenapa kami tertawa?”
Sa’id berkata, “Hati itu berbeda-beda dan tidak akan
pernah sama.”
Al-Hajjaj berkata, “Aku akan menggantikan duniamu
dengan api yang menyala.”
Sa’id berkata, “Jika itu aku lakukan padamu, berarti
aku telah menyembahmu selain dari Allah.”
Al-Hajjaj berkata, “Aku akan membunuhmu dengan
pembunuhan yang tidak pernah dirasakan oleh seorang manusia
pun. Pilihlah!”
Sa’id berkata, “Pilihlah cara pembunuhan yang engkau
inginkan. Demi Allah, engkau tidak akan membunuhku dengan
satu cara pembunuhan kecuali Allah akan membunuhmu dengan
cara yang sama pada hari kiamat.”
Al-Hajjaj berkata, “Bunuh dia!”
Sa’id berkata, “Aku menghadapkan diriku kepada Tuhan
yang menciptakan langit dan bumi dengan cenderung kepada
agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang
musyrik.”
Al-Hajjaj berkata, “Hadapkan ia ke arah selain Ka’bah!”
Said berkata, “Maka ke manapun engkau berpaling...”
Al-Hajjaj berkata, “Buanglah ia di tanah (daerah}!”
Sa’id berkata sambil tersenyum, “Dari bumi (tanah)
itulah Kami menjadikan kamu dan kepadanya Kami akan
mengembalikan kamu, dan daripadanya Kami akan mengeluarkan
kamu pada kali yang lain.” (QS. Thaha : 55)
Al-Hajjaj berkata, “Engkau tertawa?”
Sa’id berkata, “Aku tertawa karena kebijaksanaan Allah
terhadap dirimu, dan keberanianmu untuk menentang-Nya.”
Al-Hajjaj berkata, “Sembelih dia!”
Sa’id berkata, “Ya Allah, jangan biarkan pendosa ini
menguasai seorang pun setelahku!”
Maka, Sa’id kemudian dibunuh. Namun demikian, Allah
mengabulkan do’anya dengan menjadikan bisul-bisul kecil yang
subur di seluruh tubuh al-Hajjaj. Penyakit ini mengakibatkan
dirinya menguak-uak seperti banteng celeng. Peristiwa itu
berlangsung selama satu bulan penuh. Ia tidak dapat
menikmati makanan dan minuman, bahkan tidak dapat tidur. Ia
berkata, “Demi Allah, aku tidak dapat tidur satu malam pun
kecuali aku bermimpi berenang di sungai darah.” Ia berkata,
“Ini karena aku dengan Sa’id, ini karena aku dengan Sa’id,”
sampai ia meninggal.
Al-Hajjaj meninggal untuk menyusul Sa’id dan orang-
orang yang dibunuhnya. Mereka akan bertemu di hadapan Allah
pada hari kiamat, hari dimana Sa’id bin Jubair berkata, “Ya
Allah, tanyakan padanya mengapa ia membunuhku?”
Hari itulah, hari dimana al-Hajjaj berdiri sendirian
dalam keadaan hina, tanpa tentara, tanpa pengawal, tanpa
pembantu dan tanpa... “Tidak ada seorang pun di langit dan
di bumi, kecuali akan datang kepada Tuhan Yang Maha Pemurah
selaku seorang hamba. Sesungguhnya Allah telah menentukan
jumlah mereka dan menghitung mereka dengan hitungan yang
teliti. Dan, tiap-tiap mereka akan datang kepada Allah pada
hari kiamat dengan sendiri-sendiri.” (QS. Maryam : 93-95)
Wahai hamba-hamba Allah!
Bahwa Nabi kalian, Muhammad saw, seolah telah tahu
peristiwa itu akan terjadi pada umatnya dan orang-orang yang
menganut agamanya. Karena itu, Nabi sangat memperingatkan
tentang kezhaliman ini.
Nabi saw bersabda, “Ya Allah, siapa yang memangku
sesuatu dari urusan umatku dan ia menyengsarakan mereka,
maka sengsarakanlah dirinya. Barangsiapa yang mengurusi
sesuatu dari urusan umatku dan ia berbuat kelembutan kepada
mereka mereka, maka lembutkanlah atas dirinya.”1
Nabi saw bersabda, “Barangsiapa yang Allah memangkukan
kepada dirinya sesuatu dari urusan kaum Muslimin, lalu ia
menghalangi hajat, kebutuhan dan kemiskinan mereka, maka
Allah akan menghalangi hajat, kebutuhan dan kemiskinannya.”2
Jika para pemimpin itu menutup pintunya dari orang-
orang yang membutuhkan, siapa yang akan memecahkan
permasalahan kaum fakir? Siapa yang akan mendengar teriakan
minta tolong orang miskin? Siapa yang akan menghilangkan
kelaparan orang-orang lapar? Apakah mereka yang menutup
pintunya dari mereka? Apakah mereka yang mengunci pintunya
dari kebutuhan-kebutuhan mereka? Allah akan tertutup dari
mereka pada hari kiamat nanti.
Wahai manusia!
Itulah cerita yang memberi keteladan bagi orang-orang
yang dapat menyerapnya. “Sesungguhnya pada kisah-kisah
mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang
mempunyai akal. Al Qur'an itu bukanlah cerita yang dibuat-
buat...” (QS. Yusuf : 114)1 Hadis riwayat Muslim 4/1484 no. 1828 dari ‘A`isyah2 Hadis riwayat Abu Daud 3/135 no. 2948 dari Abi Maryam al-
Azadi. Hadis tersebut dishahihkan oleh al-Albani –semoga
Allah merahmatinya- sebagaimana dalam “Shahih al-Jami’” no.
6595
“Kemudian mereka (hamba Allah) dikembalikan kepada
Allah, Penguasa mereka yang sebenarnya. Ketahuilah, bahwa
segala hukum (pada hari itu) kepunyaan-Nya. Dan Dialah
Pembuat perhitungan yang paling cepat.” (QS. al-An’am : 62)
“(Ingatlah) suatu hari (yang di hari itu) Kami panggil
tiap umat dengan pemimpinnya ...” (QS. al-Isra : 71)
“... sesungguhnya Kami telah menyuruh mencatat apa yang
telah kamu kerjakan." (QS. al-Jatsiyah : 29)
“Untuk tiap-tiap berita (yang dibawa oleh Rasul-rasul)
ada (waktu) terjadinya dan kelak kamu akan mengetahui.” (QS.
al-An’am: 67)
Kalian semua akan tahu tentang akibat yang terjadi dari
tindak kezhaliman dan penganiayaan pada hari dimana Tuhan
yang Mahaagung menyeru, “Kepunyaan siapakah kerajaan pada
hari ini?” (QS. al-Ghafir : 16). “Kepunyaan siapakah
kerajaan pada hari ini?” “Kepunyaan siapakah kerajaan pada
hari ini?” Allah menjawab untuk diri-Nya sendiri, “Kepunyaan
Allah Yang Maha Esa lagi Maha Mengalahkan.” (QS. Ghafir :
16)
Aku mengatakan apa yang Anda dengarkan dan aku meminta
ampunan kepada Allah yang Mahaagung untu diriku, kalian dan
untuk seluruh kaum Muslimin. Maka, mintalah ampunan-Nya,
sesungguhnya Dia maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
***
Khutbah Kedua
Segala puji hanyalah milik Allah Tuhan semesta alam,
Dzat yang mengurus orang-orang shalih; dan tiadalah
permusuhan kecuali atas orang-orang zhalim. Shalawat dan
salam tercurah kepada pemimpin orang-orang bertakwa, panutan
seluruh manusia, kepada keluarga, para sahabatnya dan para
pengikutnya.
Wahai manusia!
Dalam sejarah sosok zhalim yang kita bahas terdapat
beberapa pelajaran:
Pertama. Bahwa orang-orang zhalim, sekalipun mereka
menguasai tubuh orang lain, menguasai harta mereka, tapi
mereka tidak dapat menguasai hati mereka. Sebab, hati itu di
tangan Allah. Itulah sebab mengapa Allah menciptakan cinta
di dalam hati makhluk untuk orang yang Allah cintai.
Demikian pula, Allah menjadikan rasa benci di dalam hati
mereka terhadap orang yang Allah benci. Meski orang-orang
zhalim itu berusaha menarik rasa cinta dari mereka, mereka
tidak akan mampu. Sebab, Allah telah menetapkan bahwa cinta
itu hanya bagi para kekasih Allah saja. “Sesungguhnya orang-
orang yang beriman dan beramal shalih, kelak Allah Yang Maha
Pemurah akan menanamkan dalam (hati) mereka rasa kasih
sayang.” (Maryam: 96)
Dalam hadits shahih, Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya
Allah apabila mencintai seorang hamba, Dia akan mengundang
Jibril. Allah berkata, ‘Aku mencintai fulan, cintailah dia!’
Nabi bersabda, ‘Maka, Jibril mencintai orang itu’. Jibril
kemudian mengundang (penduduk) langit. Jibril berkata,
‘Sesungguhnya Allah mencitai fulan, cintailah dia!’ Maka,
penduduk langit itu pun mencintainya. Lalu, diberikan bagi
orang itu penerimaan di bumi. Dan, jika Allah membenci
seorang hamba, Allah mengundang Jibril. Allah berkata, ‘Aku
membenci fulan. Bencilah ia!’ Nabi bersabda, ‘Maka, jibril
membencinya. Jibril kemudian mengundang penduduk langit,
‘sesungguhnya Allah membenci fulan, bencilah dia!’ Nabi
bersabda, ‘Maka, mereka pun membencinya. Kemudian bagi orang
itu kebencian di bumi.”1
Wahai hamba-hamba Allah! Hendaklah kalian ingin
tergolong ke dalam kelompok orang-orang yang telah
disediakan penerimaan di bumi. Ketahuilah bahwa seorang
hamba, sekalipun berkuasa dan sebesar apapun kekuasaannya,
ia tetap akan berdiri di hadapan Allah. Ia akan dihisab dari
kekuasaannya itu, sekalipun kekuasaan itu hanya dalam
memutuskan permasalahan antara dua orang, sekalipun
kekuasaan itu hanya sebagai penanggung jawab di kantor
kecil, kepala sekolah atau kepala di suatu wilayah.
Tetapkanlah di depan matamu dua contoh, yaitu Umar bin
Abdul ‘Aziz, sang khalifah yang adil, dan al-Hajjah bin
Yusuf, sang pemaksa lagi zhalim. Bertanyalah kepada diri
kalian, dengan siapa (dari kedua orang itu) ingin berkumpul
pada hari kiamat.
Kedua. Bahwa kezhaliman terbesar adalah membunuh bakat, kreasi dan misi. Anda mendatangi sastrawan, menghancurkan
penanya di depannya dan berkata kepadanya, “Jangan menulis
sastra! Jangan menyusun sya’ir!” Anda mendatangi ilmuwan
lalu Anda membuatnya tidak dapat bekerja dan mengambil
kesimpulan dari pekerjaannya. Anda mendatangi penyair Muslim
dan berkata kepadanya, “Jangan bersyair, jangan mengarang,
jangan membuat puisi kecuali puisi yang aku inginkan.”
Perbuatan semacam itu adalah kezhaliman dan penghancuran
terhadap nilai-nilai.
Ketiga. Bahwa umat Islam tidak akan mengalami
kemunduran, tidak akan mengalami keterguncangan dan menjadi
reaksioner, kecuali pada hari mereka berbicara tanpa
ketulusannya demi mengikuti hawa nafsu orang-orang zhalim.
Manusia sering mengatakan sesuatu padahal di dalam hatinya 1 Hadis riwayat Muslim 4/2030 no. 2638 dari Abu Hurairah
ia menentangnya. Ia sering menulis sanjungan, padahal ia
tahu bawa dirinya telah berbohong.
Dalam sebuah hadits Rasulullah saw bersabda, “Apabila
kalian melihat umatku takut kepada orang-orang zhalim,
katakanlah padanya, ‘engkau zhalim’. Engkau telah memisahkan
diri dari mereka.”2 Dengan kata lain, ia telah jatuh dalam
pandangan Allah, sehingga Allah tidak menyukainya dan tidak
akan meninggikan derajatnya.
Keempat. Hendaknya orang-orang zhalim itu takut kepada Allah. Jika mereka tidak takut kepada Allah, maka hendaklah
mereka takut kepada sejarah. Sebab sejarah akan mencatat
kezhaliman dan pembangkangan mereka. Tidakkah orang-orang
zhalim itu melihat bahwa, meskipun kita berada di abad 15 H,
tapi kita mendo’akan dan mengasihi para pemimpin adil yang
hidup pada abad pertama? Demikian juga, meski kita hidup di
abad ke 15 H, tapi membenci dan mengutuk orang-orang yang
melakukan pemaksaan di abad pertama. Apakah para pemimpin
abad pertama itu memberikan kebaikan kepada kita? Apakah
kita mempunyai kepentingan sehingga mendo’akan mereka?
Apakah orang-orang zhalim abad pertama itu melakukan
ketidak-adilan terhadap kita sekarang? Tidak. Meski begitu,
sunnah Allah dalam kehidupan akan terus bergulir sebagaimana
dikatakan oleh Abu Tammam dalam syairnya,
Mereka pergi dengan melihat kenangan sebagai kehormatan
kedua, # mereka berlalu dengan mempersiapkan sanjungan
menjadi kekal.
Adalah keturunan mereka dari mentari di waktu dhuha #
lebih terang dan menjadi tiang bagi fajar shubuh.
Kelima. Kebaikan rakyat tergantung pada kebaikan
pemimpin. Dan, kebaikan pemimpin tergantung kepada kebaikan 2 Hadis riwayat Ahmad 2/163, 190 dari Abdullah bin Umar
rakyat. Apabila Allah mengetahui bahwa rakyat itu baik,
Allah akan menjadikan pemimpin bagi mereka dari golongan
terpilih, Allah akan melembutkan hati para pemimpinnya
terhadap mereka, dan Allah akan menjadikan para pemimpin itu
sebagai sosok pengasih lagi adil.
Maka, kita meminta kepada Allah yang Mahaagung, Pemilik
Arasy yang Mulia, agar menjadikan para pemimpin kita dari
golongan terpilih, memperbaiki pemimpin dan orang-orang yang
mengurus urusan kita, menunjukkan mereka kepada jalan yang
lurus, menunjukkan mereka kepada jalan yang benar,
menjauhkan mereka dari kebatilan, memberi mereka niat yang
menasihati lagi baik, serta menjauhkan mereka dari niat-niat
yang buruk.
Wahai hamba-hamba Allah!
Bacakanlah shalawat dan ucapkanlah salam –semoga Allah
merahmati kalian- kepada orang yang menyuruhmu untuk
mengucapkan shalawat dan salam kepada dirinya. Allah
berfirman, “Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya
bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman,
bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam
penghormatan kepadanya.” (QS. al-Ahzab [33]: 56)
Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa yang bershalawat
kepadaku satu kali, aku akan membacakan shalawat untuknya
sepuluh kali.”1
Ya Allah, limpahkanlah shalawat, salam dan keberkahan
kepada Nabi dan kekasih-Mu, Muhammad saw, dan sampaikanlah
kepadanya shawalat dan salam kami pada kesempatan yang penuh
berkah ini wahai Tuhan semesta alam. Ya Allah ridhailah para
sahabat seluruhnya, orang-orang yang mengikuti mereka dengan
kebaikan sampai hari kiamat. Ya Allah, ridhailah kami
1 Hadis Riwayat Muslim (1/288) no. (384)
bersama mereka dengan ampunan dan kemuliaan-Mu dan dari-Mu
wahai Tuhan semesta alam.
***
Rasul Orang-orang Miskin
Sesungguhnya segala puji hanyalah milik Allah. Kita
memuji-Nya, meminta pertolongan-Nya, meminta ampunan-Nya,
dan berlindung kepada-Nya dari keburukan diri dan pekerjaan-
pekerjaan kita. Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah,
maka tiada orang yang dapat menyesatkan dirinya. Dan,
barangsiapa yang disesatkan, maka tiada orang yang dapat
memberi petunjuk untuknya. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan
(yang berhak disembah) kecuali Allah semata yang tiada
sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah
hamba dan pesuruh-Nya.
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah
dengan sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-
kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.” (QS.
Ali Imran [3]: 102)
“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang
telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya
Allah menciptakan istrinya; dan daripada keduanya Allah
mengembang-biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan,
bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-
Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah)
hubungan silaturahmi. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan
mengawasi kamu.” (QS. an-Nisa [4]: 1)
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada
Allah dan katakanlah perkataan yang benar. Niscaya Allah
memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu
dosa-dosamu. Dan barangsiapa menaati Allah dan Rasul-Nya,
maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar.”
(QS. al-Ahzab [33]: 70-71)
Amma Ba’du.
Sesungguhnya sebenar-benarnya pembicaraan adalah kitab
Allah (al-Qur`an), sebaik-baiknya petunjuk adalah petunjuk
Nabi Muhammad saw, dan seburuk-buruknya perkara adalah
perkara yang baru. Setiap yang baru adalah bid’ah, setiap
bid’ah adalah kesesatan, dan setiap kesesatan itu di neraka.
Wahai orang-orang yang beriman!
Khutbah ini bertajuk “Rasul Orang-orang Miskin”
Muhammad saw adalah pesuruh Allah kepada semua manusia,
utusan kepada raja dan rakyatnya, orang-orang kaya dan
orang-orang miskin, para pembesar dan orang-orang kecil,
kaum adam dan kaum hawa.
Meski begitu, hari ini aku ingin berdiri sejenak
bersamanya, mencermati dirinya berinteraksi dengan orang-
orang miskin, menyayangi mereka, mengajari mereka,
mengangkat derajat mereka, mengarungi kepedihan hidup,
dahaga dan rasa lapar serta air mata mereka mengalir,
sehingga menyebabkan Tuhannya berfirman, “Dan, janganlah
kamu mengusir orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi hari
dan di petang hari, sedang mereka menghendaki keridhaan-Nya.
Kamu tidak memikul tanggung jawab sedikit pun terhadap
perbuatan mereka dan mereka pun tidak memikul tanggung jawab
sedikit pun terhadap perbuatanmu, yang menyebabkan kamu
(berhak) mengusir mereka, sehingga kamu termasuk orang-orang
yang lalim.” (QS. al-An’am : 52)
Apakah benar Rasul pernah mengusir orang-orang miskin?
Benarkah Rasul menjauhi orang-orang miskin? Tidak! Meski
begitu, ayat di muka memiliki cerita tersendiri.
Para pembesar dan pemuka Mekkah yang di kepala mereka
tersimpan kejahiliyahan mendatangi Rasulullah saw. Mereka
melihatnya sedang duduk di Masjidil haram. Di sekitar Rasul
ada Bilal, Shuhaib, ‘Ammar dan Ibnu Mas’ud. Mereka semua
adalah orang-orang miskin.
Abu Jahal berkata kepada Rasulullah, “Wahai Muhammad,
jika engkau ingin kami duduk bersamamu, maka usirlah budak-
budak itu sehingga kami dapat duduk bersamamu. Rasul
kemudian hendak melakukan itu karena bahagia mendengar
ketundukkan mereka. Namun Allah menurunkan ayat di muka.1
Bahwa fakir miskin yang hancur itu lebih baik dari para
pembesar yang sombong. Bahwa tengkuk orang-orang yang
beriman itu lebih mulia dari muka orang-orang kafir. Bahwa
telapak kaki mereka lebih baik dari kepala orang-orang
kafir. Sebab, mereka adalah orang-orang yang beriman,
bertauhid, patuh, sedang orang-orang kafir itu para
pendusta, sombong serta menentang Allah dan Rasul-Nya.
Karena itulah, datang arahan dari Tuhan kepada Rasul
terpercaya, dimana Allah berfirman,
“Dan, bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang
yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan
mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu
berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan
kehidupan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang
hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta
menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati
batas.” (QS. al-Kahfi : 28)
Abu al-‘Abbas Sahl bin Sa’ad al-Saa’di berkata,
“Seorang laki-laki melintas ke hadapan Rasul. Rasul kemudian
berkata kepada laki-laki yang duduk di sampingnya,
‘Bagaimana pendapatmu tentang orang ini (yang melintas)?’
Laki-laki di sampingnya berkata, ‘Ia (yang melintas) adalah
orang termulia. Orang ini, demi Allah, layak. Jika ia 1 Lihat “Al-Dur al-Muntatsir” 3/25,26
melamar akan dinikahkan dan jika meminta pertolongan akan
ditolong.’ Rasulullah saw terdiam. Lalu, seorang laki-laki
(lain) melintas. Rasulullah bertanya kepada laki-laki yang
duduk di sampingnya, ‘Bagaimana pendapatmu tentang orang ini
(yang melintas kedua)?’ Laki-laki di sampingnya menjawab,
‘Ya Rasulullah, laki-laki ini (yang melintas kedua) adalah
orang fakir. Ia pantas, jika ia melamar tidak dinikahkan,
jika meminta pertolongan tidak ditolong dan jika berkata,
tidak didengarkan.’ Rasulullah bersabda, ‘Orang ini (yang
melintas kedua) lebih baik dari seisi bumi dari seperti
orang ini.”1
Jadi, apa standar yang digunakan untuk mengukur derajat
seseorang? Keterampilan apa yang dapat menaikkan derajat
seseorang atau menurunkannya? Bahwa standar untuk mengukur
itu telah dijelaskan Allah dalam firmannya, “...
sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi
Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu ...”
(QS. al-Hujurat : 13)
Rasulullah bersabda tentang orang-orang miskin, “Mereka
menentangku karena orang-orang lemah kalian. Sesungguhnya
kalian diberi rizki dan pertolongan karena orang-orang lemah
kalian.”2
Dalam sebuah hadits shahih Rasulullah bersabda, “Ya
Allah, hidupkanlah aku dalam keadaan miskin, matikanlah aku
dalam keadaan miskin dan kumpulkanlah aku bersama kelompok
orang-orang yang miskin.”3
1 Hadits riwayat Bukhari 6/1232 Hadis riwayat Abu Daud 3/32 no. 1593 …. Gak jelas foro
kopinya3 Hadis riwayat Abd bin Hamiid, al-Baihaqi dari Abu Sa’id ….
Gak jelas foro kopinya
Meski begitu, hadits tersebut tidak berarti kita harus
meninggalkan dunia. Namun kita harus hidup dengan hati yang
hancur karena Allah. Dalam satu atsar, Allah SWT berfirman,
“Aku bersama orang-orang yang hatinya hancur untukku.”
Orang-orang yang hatinya hancur adalah mereka yang hidup
untuk beribadah kepada Allah, bukan hidup untuk hawa
nafsunya, jabatannya atau harta dunianya.
Hari ini kita akan merenungkan tentang orang-orang
miskin .... fotocopiannya gak jelas.
Seorang pemuda Mekkah mendatangi Rasulullah. Akibat
pemuda itu masuk Islam, keluarganya telah merampas semuanya
dari dirinya. Itulah kesalahan terbesar yang ia lakukan
menurut keluarganya. Mereka merampas hartanya, melepaskan
pakaiannya, sehingga pemuda tersebut tidak memiliki pakaian
kecuali hanya sebuah mantel yang ia bagi dua. Sebagian untuk
tubuhnya bagian atas, sedang sebagian lagi digunakan untuk
menutupi tubuhnya bagian bawah.
Tatkala Rasulullah melihat itu, air mata menggelayut di
matanya. Rasul bersabda, “Aku dulu melihatnya pemuda terkaya
di Mekkah dan pemuda terwangi di Mekkah. Ia kemudian
meninggalkan semua itu.”
Pemuda itu adalah Abdullah Dzul Bajadin (orang yang
memiliki dua kain bergaris). Pemuda itu dinamakan demikian
karena dirinya membagi mantelnya menjadi dua bagian demi
menutupi tubuhnya. Pemuda itu mendatangi Rasulullah dalam
keadaan lapar, terusir lagi tersiksa. Ia hanya membawa
kalimat “Tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah;
Muhammad adalah pesuruh Allah.”
Hari-hari terus berlalu sementara Rasul terus mengisi
hati pemuda itu dengan cinta, simpati, kelembutan dan kasih
sayang. Rasulullah berangkat menuju Tabuk bersama pemuda
itu. Ketika para tentara yang berjumlah lebih dari sepuluh
ribu masih lelap tertidur, Ibnu Mas’ud terbangun di tengah
malam dan melihat cahaya bersinar di ujung perkemahan
pasukan. Ia kemudian mencari Rasulullah, namun tidak
menemukannya berada di tempatnnya. Ternyata Rasulullah
sedang menggali kuburan dan sedang berada di dalam kuburan
tersebut. Sementara itu, Abu Bakar dan Umar memangku jenazah
dan mengulurkannya ke dalam kuburan.
Ibnu Mas’ud bertanya, “Siapa jenazah ini ya
Rasulullah?” Rasulullah menjawab, “(Jenazah) ini adalah
(jenazah) saudaramu, Abdullah Dzul Bajadin. Ia meninggal
malam (ini).”
Rasulullah kemudian mengulurkan tangannya di bawah pipi
Abdullah, sementara air matanya mengalir menetes ke pipi
Abdullah dalam kegelapan malam. Setelah Rasulullah
menurunkan jenazah Abdullah ke kuburnya, ia mengangkat kedua
tangannya sambil menghadap ke arah kiblat. Rasulullah
berdo’a, “Ya Allah, ridhailah dia, sesungguhnya aku telah
meridhainya. Ya Allah ridhailah ia, sesungguhnya aku telah
meridhainya.” Mendengar itu, Ibnu Mas’ud menangis dan
berujar, “Seandainya aku pemilik kuburan itu.”1
Wahai Manusia!
Kebahagiaan apakah yang lebih besar dari kebahagiaan
ini? Sesuatu apakah yang lebih baik dari keridhaan Allah dan
Rasul-Nya bagi seorang hamba. Namun demikian, mayoritas
manusia lebih rela dengan alternatif-alternatif duniawi,
baik berupa jabatan, harta, istana, dan mereka tidak
terbebani dengan kemarahan Dzat yang Mahahidup lagi Maha
Berdiri Sendiri. Logika apakah ini? Adalah manusia berakal
yang dapat memejamkan mata sementara Allah dan Rasul-Nya 1 Al-Haitsami berkata dalam “Majma’” 9/372, “Hadits itu
diceritakan oleh al-Bazar dari gurunya, ‘Ibad bin Ahmad.
Dan, Ibad itu haditsnya ditinggalkan.
memarahi dirinya? Akibat dirinya melampaui batasan-batasan
Allah, melabrak agamanya dan mengolok-olok Sunah Rasul-Nya.
Dua orang wanita bertengkar pada masa Nabi saw. Salah
seorang di antaranya bernama Rubai’, saudara perempuan Anas
bin Nadr. Rubai’ mencabut gigi musuhnya sehingga
pertengkaran itu diadukan kepada Rasulullah saw. Rasulullah
saw bersabda, “Kitab Allah, gigi dengan gigi.”
Anas bin Nadr, sang pahlawan perang yang telah membunuh
lebih dari seratus orang kafir secara mubarazah, baik pada
perang Uhud, Badr maupun Ahzab, mendatangi Rasulullah. Anas
berkata, “Apakah engkau akan mencabut gigi saudariku
Rubai’?” Rasulullah berkata, “Ya, (sesuai) dengan kitab
Allah.” Anas berkata, “Demi Allah, jangan engkau cabut gigi
saudariku!”
Apa makna sumpah Anas tersebut. Apakah itu berarti
penentangan terhadap agama? Apakah itu berarti penentangan
atas keputusan Nabi Muhammad saw? Tidak. Anas bersumpah
dengan sumpah demikian, justru mengharapkan agar Allah
membebaskan sumpahnya. Sumpah itu seperti sebuah do’a
(permohonan).
Ketika Anas bersumpah, Rasulullah bersabda, “Pergilah
kepada keluarga wanita itu. Bila mereka ridha dengan
tebusan, maka tidak mengapa.” Maka, mereka pergi kepada
keluarga wanita yang dicabut giginya itu dan mereka pun
ridha dengan tebusan, padahal sebelumnya mereka tidak akan
pernah meridhainya. Bahkan mereka bersumpah untuk tidak akan
ridha kecuali dengan gigi Rubai’.
Rasulullah tersenyum seraya menatap pakaian anas yang
compang camping dan tubuhnya yang tinggi. Rasulullah
kemudian bersabda, “Sesungguhnya dari hamba-hamba Allah yang
apabila bersumpah atas nama Allah, maka Allah akan
mengabulkan sumpahnya.”1
Seolah Nabi mengatakan kepadanya, “Jika engkau
bersumpah atas nama Allah, maka engkau berada pada posisi di
mana Allah akan mengabulkan sumpahmu.”
Posisi apakah itu, seorang manusia lemah bersumpah atas
nama Raja yang Mahaagung, maka ia akan mengabulkan
sumpahnya.
Inilah Bara` bin Malik ra. Para sahabat –semoga Allah
meridhai mereka- apabila berangkat menuju medan perang,
mereka mengeluarkan Bara` dari kelompok mereka. Para sahabat
berkata padanya, “Bersumpahlah kepada Allah agar Dia
menolong kita.”
Mereka mendatangi medan perang yang telah dikepung dari
sebelah utara. Mereka telah mengepung medan perang itu,
namun orang-orang kafir enggan turun dari atas benteng yang
telah dilindungi. Para sahabat tidak memiliki rudal, mortir
atau bom. Namun demikian mereka memiliki senjata yang lebih
dari semua itu. Mereka memiliki do’a yang dapat melewati
batas-batas bumi untuk mencapai langit. Allah Azza wa Jalla
berfirman, “Demi Keagungan dan Kemuliaan-Ku, Aku pasti
menolongmu walaupun setelah (beberapa) waktu.”
Para sahabat telah mengepung benteng. Mereka kemudian
berkata kepada Bara`, “Kami meminta engkau untuk bersumpah
atas nama Tuhanmu agar ia menolong kita pada hari ini.”
Bara` berkata, “Tunggulah sebentar!”
Bara` kemudian pergi untuk mandi dan memakai wangi-
wangian. Ia kemudian mengangkat pedangnya seraya
menengadahkan muka ke langit untuk berbicara dengan Tuhannya
secara langsung. Ia berkata, “Ya Allah, sesungguhnya Engkau 1 Hadits riwayat Abu Daud 4/197 no. 4595, Ibnu Majah 2/884,
885 no. 2649, Ahmad 3/128, 167, 284.
tahu bahwa aku mencintai-Mu.” Inilah keterampilan pertama
Bara`.
Seyogyanya masing-masing kita bertanya kepada dirinya
masing-masing, apakah Allah mencintai kita? Benarkah sebagai
Muslim kita mencintai Allah, sehingga kita melaksanakan
perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya, mencintai agama dan
hukum-hukum-Nya, memberikan darah dan harta kita secara
murah demi meninggikan kalimat Allah?
Aku tidak bermaksud dengan mencintai Allah Azza wa
Jalla dengan cinta yang diakui oleh setiap manusia dengan
lidahnya. Cinta kepada Allah dalam dunia nyata itu tidak
berwujud. Karena itu, ketika ada sekelompok manusia yang
mengaku mencintai Allah, maka Allah mencoba mereka dengan
ayat berikut, “Katakanlah, ‘Jika kamu (benar-benar)
mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mencintaimu...”
(QS. Ali Imran [3]: 31) Maka nampaklah kebohongan mereka,
jelas sudah cacat dan penipuan mereka.
Aku tidak akan menjawab pertanyaan tadi. Sebab,
hendaknya semua orang menjawab pertanyaan itu sesuai dengan
dirinya masing-masing. Adapun Bara`, jelas sudah ia seorang
yang jujur; tubuhnya tercabik-cabik, sementara dirinya
tersenyum karena mencintai Allah.
Bara` mengatakan, “Ya Allah, Engkau tahu bahwa aku
mencintaimu. Ya Allah, aku bersumpah kepada-Mu di hari ini
agar Engkau menolong kami dan menjadikanku sebagai orang
pertama yang terbunuh.”
Maka peperangan itupun terjadi, dan demi Allah yang
tidak ada Tuhan selain Dia, Bara` adalah korban pertama
dalam peperangan itu. Sementara di sisi lain, kemenangan
berpihak kepada kaum Muslimin, dan benteng itupun diguncang
dengan guncangan yang dahsyat, orang-orang kafir dibantai
dan bendera “Tidak ada Tuhan selain Allah” ditegakkan.
Di manakah hati-hati seperti ini? Ke manakah contoh
yang mencintai Allah dan hidup dengan agama-Nya? Maka
balasan dari semua itu; bahwa ia bersumpah atas nama Allah
Azza wa Jalla; adalah Allah tidak menolak sumpahnya,
melainkan Allah membebaskan sumpahnya dan mengabulkan
permohonannya.
Dalam diskusi yang berlangsung antara Hercules -Raja
Romawi- dengan Abu Sufyan -musuh besar Rasulullah waktu itu-
Hercules berkata, “Wahai Abu Sufyan, orang-orang lemah yang
mengikutinya (Muhammad) atau para pembesar?” Abu Sufyan
berkata, “Bahkan, orang-orang lemah.” Hercules berkata,
”Mereka itu para pengikut Rasul?”1
Namun demikian, semua ini tidak berarti bahwa orang
yang mengumpulkan harta, memperkaya diri, atau mempunyai
kekuasaan dan jabatan akan tergelincir. Tidak. Sebab, umat
Islam terus membutuhkan mereka.
Akan tetapi pengertian dari semua itu bahwa kita harus
mengasihi orang-orang miskin itu, sebab suara mereka lemah
hingga tidak akan sampai ke tempat yang jauh, langkah mereka
pendek hingga tidak akan panjang, pintu-pintu tertutup untuk
mereka sebab mereka adalah orang-orang miskin, memberi tidak
bisa mereka lakukan sebab mereka pun butuh. Maka, adalah hak
seorang Muslim untuk menolong mereka dan hidup dengan
segudang persoalan mereka.
Wahai Manusia!
Rasulullah pernah mendatangi orang-orang lemah Madinah.
Mungkin ada seseorang yang akan bertanya, “Mengapa Rasul
tidak mengirim salah seorang dari sahabat-sahabatnya,
sehingga ia tetap berada di rumah?”
1 Diriwayatkan oleh Bukhari 1/5, Muslim 3/1393-1397 no.
1773.
Aku katakan bahwa, kunjungan yang dilakukan oleh
Rasulullah saw kepada orang-orang lemah di pinggiran Madinah
lebih baik daripada seribu diskusi, seribu kitab, seribu
penjelasan dan seribu khutbah.
Rasulullah mengunjungi orang-orang lemah, maka
Rasulullah menanyakan kepada mereka tentang kondisinya,
memberhentikan orang-orang Arab yang berada di jalan sampai
beliau selesai dari hajatnya, menggendong anak-anak serta
mencandai mereka, orang-orang fakir, miskin dan lemah
beramai-ramai meraih tangannya, dan beliau kemudian pergi ke
tempat manapun yang disukainya. Karena itulah, Tuhannya
memberikan mahkota berupa wibawa, terpuji dan sanjungan yang
tidak dapat ditandingi oleh sesuatu apapun. “Dan,
sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.”
(QS. al-Qalam : 4)
Bahwa hati yang keras akan menolak perilaku seperti
ini. Bahkan, akan mengatakannya sebagai menurunkan dan
menghancurkan kepribadian diri sendiri. Sementara sebagian
lainnya menyangka bahwa mengunjungi orang-orang fakir atau
duduk bersama orang-orang miskin, akan menjatuhkan wibawa
dan menghilangkan kebesaran diri sendiri. Karena itu, engkau
akan melihat dirinya disinggahi oleh kesombongan, kemuraman
muka dan kesalahan. Karena itulah Allah membenci mereka dan
merendahkan derajatnya, sehingga tak ada satu hati pun yang
mencintainya, tak ada satu lidah pun yang mengundangnya, tak
ada satu jiwa pun yang merindukannya, dan tak ada satu
penerimaan pun di muka bumi ini. Bahkan sebaliknya ia
menerima kemarahan, kutukan dan kebencian.
Nabi Muhammad saw telah menjelaskan bahwa orang-orang
yang takabur itu akan dikumpulkan pada hari kiamat dalam
bentuk yang paling kecil, sehingga ia terinjak-injak oleh
telapak kaki manusia.1
Kita berlindung kepada Allah dari sifat takabur dan
orang-orang sombong, dari pemaksaan dan orang-orang yang
memaksa. Kita meminta kepada Allah agar menyayangi kita
dengan kasih sayang terhadap orang-orang miskin, memaafkan
kita sebagaimana Allah memaafkan orang-orang yang berdosa.
Wahai hamba-hamba Allah.
Aku mengatakan apa yang Anda dengarkan dan aku meminta
ampunan kepada Allah yang Mahaagung untuk diriku, kalian dan
untuk seluruh kaum Muslimin. Maka, mintalah ampunan-Nya,
sesungguh Dia maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
***
Khutbah Kedua
Segala puji hanyalah milik Allah dengan berbagai puji-
pujian. Segala syukur hanyalah milik Allah dengan berbagai
ungkapan syukur. Shawalat dan salam semoga tercurah kepada
sang pemberi kabar baik lagi pemberi kabar buruk, pelita
yang menerangi dan pemberi petunjuk ke keridhaan Tuhannya,
serta kepada keluarganya, para sahabatnya, orang-orang yang
menguasakannya dan orang-orang yang mengikutinya sampai hari
kiamat.
Wahai manusia!
Pekerjaan dan para pekerja merupakan persoalan yang
membutuhkan pembicaraan panjang dan tempat yang lebih luas
dari tempat ini. Namun demikian aku akan menyinggungnya 1 Hadits riwayat Tirmidzi 4/565 no. 2492. Tirmidzi berkata,
“Hasan Shahih” (Baik lagi Shahih); Ahmad 2/179 dan
dihasankan oleh al-Albani sebagaimana dalam Shahih al-Jami’
no. 8040.
dengan satu kalimat kepada orang-orang yang mempunyai hati
atau yang menggunakan pendengarannya, sedang dia
menyaksikannya.
Para pekerja itu mempunyai kisah yang tragis mulai dari
salah seorang mereka yang meninggalkan anak-anak, istri,
keluarga, tetangga, rumah yang dirinya sudah terbiasa, dan
masa kecil yang ia rasakan. Ia meninggalkan apa yang ia
ketahui, apa yang sudah terbiasa, apa yang dicintai, dan
merantau ke sebuah negeri yang masih asing bagi dirinya. Di
sana, ia tidak mengenal siapapun dan tidak terbiasa dengan
apapun. Tapi, mengapa ia mendatangi negeri itu? Apakah ia
datang untuk rekreasi? Apakah ia datang untuk pariwisata?
Apakah ia datang untuk menghimpun informasi tentang negeri
itu? Tidak. Ia datang untuk mencari sesuap nasi, untuk dia
dan anak-anaknya.
Aku berbicara tentang tenaga kerja Muslim dan
bertauhid. Adapun tenaga kerja non-Muslim, mayoritas ulama
memfatwakan bahwa mereka tidak boleh berkunjung ke jazirah
Arab.
Aku berbicara tentang tenaga kerja Muslim yang miskin
lagi fakir, yang bertebaran ke berbagai belahan bumi untuk
mencari rizki secara halal.
Bayangkanlah apa yang terjadi pada sebagian mereka.
Pertama kali setelah datang ke negara ini (Arab Saudi),
orang yang menjaminnya meminta agar ia membayar biaya yang
telah ia keluarkan untuk menerbangkan tenaga kerja tersebut
dari negaranya ke negara ini. Padahal kondisi mereka miskin
dan tidak mampu untuk membayar biaya itu. Karena itu, orang
yang menjaminnya itu menjadikan biaya tersebut sebagai
hutang bagi mereka.
Tenaga kerja itu mencicil utangnya setiap bulan. Karena
itu, ia tetap berada dalam kemiskinan untuk waktu yang cukup
lama. Ia harus membayar harga tiket, harga angkutan, harga
stempel masuk dan harga-harga yang lainnya.
Lalu, apa yang terjadi setelah itu? Tanyakanlah kepada
pemilik yayasan dan pengelola proyek bisnis dalam hal itu.
Bahwa para tenaga kerja itu hanya mendapatkan upah
sebesar tiga ratus, empat ratus, lima ratus, atau enam ratus
Real. Bahkan sebagian dari mereka ada yang mendapat upah
lebih kecil dari itu.
Namun ketika para pemeras yang tidak mengasihi orang-
orang lemah itu datang, mereka merampas hak para tenaga
kerja itu tanpa pernah memberikan hak-haknya. Ketika akhir
bulan tiba, para penanggung itu memecat mereka atas
pekerjaan dengan upah yang sangat sedikit itu, yang kadang
salah satu dari kita menghabiskannya dalam waktu satu hari.
Lalu, ketika orang-orang miskin itu meminta cuti, para
penanggung mereka tidak memberikannya. Ketika para tenaga
kerja itu meminta izin untuk mengunjungi anak-anak mereka,
para penanggung itu menolaknya. Para tenaga kerja itu tidak
mendapatkan harta untuk anak-anak mereka, tidak pula dapat
mengistirahatkan tubuhnya dari bekerja yang penuh dengan
kezhaliman, kekerasan dan kesewenang-wenangan.
Di manakah Islam? Di manakah pendidikan yang kita
pelajari dari Rasulullah dan kasih sayangnya terhadap orang-
orang miskin?
Pernahkah Anda membayangkan seorang milyarder merampas
hak-hak buruh yang miskin serta tidak memberikan upah mereka
yang sedikit itu?
Mereka mengkonsumsi makanan lezat, sedang mereka
memberikan kepada para tenaga kerja itu roti yang kering.
Mereka bergaul dengan tenaga kerja itu tak ubahnya seperti
bergaul dengan binatang. Di manakah Islam? Di manakah makna
shalat? Di manakah pengaruh iman yang kekal?
Kenapa kita tidak pernah bertanya kepada diri kita,
“Bukankah Allah itu Mahakuasa yang dapat memutar-balikkan
posisi, dimana mereka menjadi orang-orang kaya sedangkan
kita orang-orang fakir, membuat mereka orang-orang berharta
sedang kita orang-orang miskin. “... dan masa (kejayaan dan
kehancuran) itu, Kami pergilirkan di antara manusia ...”
(QS. Ali Imran [3]: 140)
Kita harus meletakkan dalam perkiraan kita, bahwa pada
salah satu fase dari fase perputaran qadha dan qadar kita
akan mencapai pada situasi seperti ini. Kita akan pergi ke
negeri mereka untuk mencari rizki.
Masih ada pertanyaan lain, tidakkah kita mengekalkan
nikmat Allah hanya untuk kita sendiri? Tidakkah kita harus
bersyukur kepada Allah yang telah menjadikan kehidupan kita
sekarang penuh dengan ketentraman dan kenyamanan?
Seorang milyuner melakukan kezhaliman dan kesewenang-
wenangan terhadap para tenaga kerja yang miskin itu.
Tidakkah ia mendengar sabda Nabi Muhammad saw, “Barangsiapa
yang Allah meminta pemeliharannya terhadap rakyat(-nya),
lalu ia meninggal dalam keadaan menipu mereka, maka Allah
mengharamkan baginya surga.”1
Allah tidak akan mengembangkan kekayaan yang berlimpah
itu, bila dihasilkan melalui kezhaliman, kekerasan dan
kesewenang-wenangan.
Wahai manusia!
Hilangkanlah kezhaliman dari orang-orang miskin itu.
Siapa yang memiliki institusi atau perusahaan, atau memiliki
buruh, hendaklah mereka takut kepada Allah karena mereka.
Hilangkanlah kezhaliman, sebab Rasulullah bersabda,
“Kezhaliman itu kegelapan pada hari kiamat.”1 Rasulullah 1 Hadits riwayat Bukhari 8/107, Muslim 1/125 no. 1421 Hadits riwayat Bukhari 3/99
juga bersabda, “Dan, dalam setiap hati terdapat benih
pahala.”2 Sekalipun engkau memberi makan anjing, mungkin
saja itu menjadi penyebab engkau masuk surga.
Dahulu, seorang wanita Bani Israil sering berzina,
menghambur-hamburkan harta dan bermaksiat kepada Tuhannya.
Suatu hari ia berpapasan dengan seekor anjing yang sedang
menjulurkan lidahnya kehausan. Anjing itu makan secara
berlebihan dan menjulurkan lidahnya ke tanah. Ia kemudian
mengulurkan ember ke sumur, menimbanya dan memberikan air
itu ke anjing. Maka, Allah mengampuni dosanya.3
Begitulah, padahal itu hanya seekor anjing. Bagaimana
dengan manusia? Bagaimana dengan kaum Muslimin?
Dalam shahih Muslim Rasulullah bersabda, “Seorang
wanita masuk neraka akibat kucing yang disekapnya sampai
mati. Ia tidak memberinya makanan, tidak memberinya minum
dan tidak pula membiarkannya memakan (makanan) buruk di
(muka) bumi.”4
Padahal itu kucing. Bagaimana dengan orang yang
membiarkan orang lain tanpa makan, minum dan tempat kembali?
Lalu, kenapa para buruh itu kita biarkan bekerja pada
waktu shalat? Tidakkah engkau takut kepada Allah? Bukankah
mereka itu Muslim? Bukankan mereka diperintahkan shalat?
Kami melewati banyak bangunan yang sedang dibangun.
Kami melihat para kuli bangunan itu membawa peralatan mereka
tanpa mendatangi panggilan agung itu? Siapa yang bertanggung
jawab dari ini? Hal seperti ini sangat menyakiti perasaan
kaum Muslimin dan menghancurkan terhadap manhaj rabbani yang
kekal.
2 Hadits riwayat Bukhari 3/77, Muslim 4/1761 no. 22443 Hadits riwayat Muslim 4/1761 no. 22454 Hadits riwayat Bukhari 3/77, Muslim 4/1760 no. 2242, 2243
Ingatlah, hilangkanlah kezhaliman dari mereka. “Para
penyayang itu akan disayang oleh Allah. Sayangilah orang-
orang yang ada di bumi, maka akan mengasihimu orang-orang
yang ada di langit.”5
Berdirilah bersama orang-orang miskin itu. Penuhilah
kebutuhan mereka, selamilah penderitaannya dan berbuat
baiklah kepada mereka, karena sesungguhnya Allah berfirman,
“Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang bertakwa dan
orang-orang yang berbuat kebajikan.” (QS. an-Nahl : 128)
Ya Allah, limpahkanlah shalawat kepada al-Ma’shum
(Muhammad saw), sampaikanlah shalawat dan salam kami dalam
kesempatan yang penuh berkah ini wahai Tuhan semesta alam.
Ya Allah, ridhailah para khulafaur-rasyidin, Abu Bakar,
Umar, Utsman, Ali, dan sepuluh sahabat lain yang telah
diberi kabar gembira, serta seluruh para shahabat, para
tabi’in dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan
kebaikan sampai hari agama (kiamat). Kepada kami dan mereka,
limpahkanlah ampunan dan anugerah-Mu wahai Dzat yang Maha
Pengasih lagi Maha Penyayang.
Serigala Bicara
Sesungguhnya segala puji hanyalah milik Allah. Kita
memuji-Nya, meminta pertolongan-Nya, meminta ampunan-Nya,
dan berlindung kepada-Nya dari keburukan diri dan pekerjaan-
pekerjaan kita. Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah,
maka tiada orang yang dapat menyesatkan dirinya. Dan,
barangsiapa yang disesatkan, maka tiada orang yang dapat 5 Hadits riwayat Tirmidzi 4/285 no. 1924. Tirmidzi berkata,
“Hasan Shahih” (Baik lagi shahih), Abu Daud 4/285 no. 4941
dan dishahihkan oleh al-Albani sebagaimana dalam “Shahih al-
Jami’” no. 3522.
memberi petunjuk untuknya. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan
(yang berhak disembah) kecuali Allah semata yang tiada
sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah
hamba dan pesuruh-Nya.
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah
dengan sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-
kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.” (QS.
Ali Imran [3]: 102)
“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang
telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya
Allah menciptakan istrinya; dan daripada keduanya Allah
mengembang-biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan,
bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-
Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah)
hubungan silaturahmi. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan
mengawasi kamu.” (QS. an-Nisa [4]: 1)
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada
Allah dan katakanlah perkataan yang benar. Niscaya Allah
memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu
dosa-dosamu. Dan barangsiapa menaati Allah dan Rasul-Nya,
maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar.”
(QS. al-Ahzab [33]: 70-71)
Wahai Manusia!
Marilah kita dengar ungkapan sang penyelamat agung,
Rasul mulia, guru terhormat, penunjuk luhur, pada
perkataannya yang memberikan banyak manfaat, pembicaraannya
yang menyinari, metodenya yang tenang; baginya shalawat dan
salam yang paling baik.
Dalam shahih Bukhari dan Muslim, dari Abu Hurairah ra,
Rasulullah bersabda, “Tidak berbicara dalam buayan kecuali
tiga orang.”1 Tidak berbicara pada masa menyusu kecuali tiga 1 Hadits riwayat Bukhar 4/140, Muslim 4/1976, 1977 no. 2550
anak. Meski mereka masih menyusu dari susu ibunya, namun
mereka dapat berbicara. Siapa yang membuat mereka berbicara?
Siapa yang memberi mereka kekuatan untuk bicara?
Mereka bicara karena kuasa Allah yang membuat segala
susuatu bisa berbicara. Allah membuat batu bicara, maka batu
itu pun dapat berbicara. Allah membuat membuat kulit
berbicara pada hari kiamat, maka kulit itu pun dapat bicara.
Allah membuat anggota badan berbicara, maka ia pun memberi
kesaksian. Allah mengunci mulut yang selama ini dapat
berbicara, maka ia pun tidak dapat berbicara.
Pernahkah engkau melihat seekor serigala? Ia adalah
binatang seperti binatang-binatang lainnya. Ia tidak dapat
bicara, tidak dapat berpikir, namun Allah dapat membuatnya
berbicara. Serigala itu berbicara dengan lidah yang fasih
dan metode yang jelas.
Dalam shahih Bukhari dan Muslim, dari Abu Hurairah,
Rasulullah saw bersabda, “Ketika pengembala di (dekat)
kambingnya, seekor serigala menyerangnya. Serigala itu
mengambil seekor kambing. Maka, sang pengembala memintanya,
sampai ia dapat menyelamatkan kambing itu dari serigala.
Serigala itu menoleh kepadanya dan berkata, ‘Siapa (yang
akan) memburunya pada hari pemburuan1, hari dimana tidak ada
pengembala baginya kecuali aku.’ Manusia (pengembala) itu
berkata, ‘Maha suci Allah, serigala dapat berbicara.”
Rasulullah saw bersabda, “Maka, sesungguhnya aku, Abu
Bakar dan Umar percaya tentang itu.”1 Hari pemburuan: Hari dimana binatang buas akan mengusirmu
dari kambing itu sehingga yang tertinggal hanyalah aku.
Tidak ada pengembala selain aku dan tentu engkau akan lari
darinya. Maka, aku dapat melaksanakan apa yang aku inginkan.
Dikatakan juga pengertian selain itu. Lihat Fathul Bari
7/33.
Serigala bisa berbicara. Ia berbicara karena Allah yang
dapat menjadikan segala sesuatu dapat bicara. Allah adalah
berkuasa atas segala sesuatu.
Allah bisa membuat benda-benda yang tidak bergerak
dapat bicara. Dalam shahih Bukhari, Jabir ra berkata,
“Masjid Rasulullah diatapi dengan pelepah kurma. Apabila
Nabi berkhutbah, ia berdiri di atas pelepah kurma itu.
Tatkala dibuatkan mimbar untuknya dan ia (berkhutbah) di
atasnya, kami mendengar suara seperti suara tangisan sampai
Nabi datang dan meletakkan tangannya di atasnya. Maka, suara
itu pun berhenti.”
Dalam kita al-Musnad, karya Ahmad bin Hanbal
dijelaskan, “Batang (kurma) itu mengamuk seperti banteng
yang mengamuk karena lapar kepada Rasulullah. Maka,
Rasulullah menenangkan dan mengusapnya sampai ia menjadi
tenang.”
Bagaimana mungkin manusia dapat menjauhi Sunnah
Rasulullah saw?
Bagaimana mungkin manusia dapat terpisah dari petunjuk
Rasulullah saw?
Bagaimana mungkin manusia dapat berjalan di selain
jalan Rasulullah saw?
Adalah semut, hewan yang nyaris tidak terlihat ketika
Nabi Sulaiman dan tentaranya melintas di samping lembah
sembut. Semut itu berkata, “Hai semut-semut, masuklah ke
dalam sarang-sarangmu, agar kamu tidak diinjak oleh Sulaiman
dan tentaranya, sedangkan mereka tidak menyadari.” (QS. an-
Naml : 18)
Siapa yang membuat semut bicara?
Semut itu dapat berbicara karena Allah, Dzat yang
membuat segala sesuatu dapat berbicara.
Karena itu, Nabi memberitahukan bahwa tidak ada yang
dapat berbicara di masa buayan kecuali tiga orang: Nabi Isa
as yang dilahirkan oleh ibunya tanpa seorang Bapak. Allah
itu menciptakan mahluk atas empat macam kelompok:
- Allah menciptakan Nabi Adam tanpa bapak dan ibu.
- Allah menciptakan Hawa dengan bapak tanpa ibu, sebab
Hawa diciptakan dari tulang rusuk Adam.
- Allah menciptakan Isa as dari seorang ibu tanpa seorang
bapak.
- Allah menciptakan seluruh mahluk dari bapak dan ibunya.
“Inilah ciptaan Allah, maka perlihatkanlah olehmu
kepada-Ku apa yang telah diciptakan oleh sembahan-sembahan
(mu) selain Allah, sebenarnya orang-orang yang lalim itu
berada di dalam kesesatan yang nyata.” (QS. Luqman : 11)
Ketika Maryam membawa Isa as, orang-orang Bani Israil
berkata, “Hai saudara perempuan Harun, ayahmu sekali-kali
bukanlah seorang yang jahat dan ibumu sekali-kali bukanlah
seorang pezina." (QS. Maryam : 28)
Maryam tidak berkata-kata, “Maka, Maryam menunjuk
kepada anaknya, dan mereka semua tertawa. Mereka berkata,
‘Bagaimana kami akan berbicara dengan anak kecil yang masih
dalam ayunan?” (QS. Maryam : 29)
Dengan izin Allah, beberapa saat kemudian Isa dapat
berbicara. Menurut satu pendapat, Isa dapat berbicara dengan
suara lidah yang fasih, jelas dan lucu dalam waktu tiga
hari. Isa berkata, “Sesungguhnya aku ini hamba Allah, Dia
memberiku al-Kitab (Injil) dan Dia menjadikan aku seorang
Nabi. Dan, Dia menjadikan aku seorang yang diberkati di mana
saja aku berada, Dia memerintahkan kepadaku (mendirikan)
shalat dan (menunaikan) zakat selama aku hidup; dan berbakti
kepada ibuku, dan Dia (pun) tidak menjadikan aku seorang
yang sombong lagi celaka.” (QS. Maryam : 30-33)
Itulah sosok pertama yang dapat berbicara sejak masih
dalam buayan.
Yang kedua adalah teman Juraij.
Juraij adalah laki-laki Bani Israil yang gemar
beribadah. Ia selalu melaksanakan shalat, dzikir dan berdo’a
kepada Allah. Ia membangun sebuat tempat pertapaan yang
digunakan untuk beribadah kepada Tuhannya.
Suatu hari ibunya datang sedang ia sedang shalat.
Ibunya berkata, “Wahai Juraij.” Juraij berkata, “Ya Tuhan,
shalatku atau ibuku.” Juraij bingung apakah ia harus
menghentikan shalatnya untuk menjawab ibunya, ataukah terus
melaksanakan shalat tanpa memutusnya? Ia kemudian memilih
meneruskan shalatnya.
Di zaman sekarang, tak ada orang tua yang menyuruh
anaknya untuk berhenti dari shalat. Bahkan, mereka mengajak
Anda untuk taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Namun demikian,
bukankah Anda masih sering menemukan anak yang durhaka
kepada orang tuanya, mencela mereka dan mengusirnya?
Sementara Allah berfirman dalam al-Qur’an, “... maka sekali-
kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan
"ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah
kepada mereka perkataan yang mulia. Dan, rendahkanlah dirimu
terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan
ucapkanlah, ‘Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya,
sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil.”
(QS. al-Isra` : 23-24)
Allah juga berfirman, “Tidak ada balasan kebaikan
kecuali kebaikan (pula).” (QS. ar-Rahman : 60) Seperti
itukah balasan kebaikan itu? Seperti itukah bersyukur kepada
kedua orang tua?
Kita menemukan dalam masyarakat kita orang tua yang
melakukan apapun untuk anaknya. Ia membangun rumah untuk
mereka, mengawinkannya, membelikan mobil, memberikan harta
benda, namun demikian anak tersebut menjadi manusia yang
paling durhaka dalam pergaulan dengan orang tuanya. Hati
anak itu lebih keras dari hati orang-orang Yahudi dan
Nasrani. Ia menyumpahi orang tuanya, menggunjing kekurangan
orang tuanya di berbagai tempat dan melecehkannya. Kadang,
ia sampai mencaci dan mengumpatnya di depan orang lain.
Padahal Allah berkata, “... Bersyukurlah kepada-Ku dan
kepada dua orang ibu bapakmu...” (QS. Luqman : 14)
Allah menjadikan syukur kepada kedua orang tua setelah
syukur kepada Dzat-Nya. Itu dikarenakan keagungan kedua
orang tua dan hak-haknya yang kuat terhadap anak-anaknya.
Adapun Juraij, ia tidak durhaka kepada orang tuanya.
Namun ia menilai bahwa hak Allah harus lebih diutamakan.
Karena itu ia meneruskan shalatnya tanpa memberi sahutan
kepada ibunya. Inilah yang membuat ibunya pergi.
Esok harinya, ibunya kembali mendatangi Juraij ketika
ia sedang shalat. Ibunya berkata, “Wahai Juraij!” Juraij
berkata, “Ya Tuhan, shalatku atau ibuku!” Ia kemudian
melanjutkan shalatnya sehingga sang ibu kembali.
Esoknya lagi, sang ibu kembali mendatangi Juraij ketika
ia sedang shalat. Ibunya berkata, “Wahai Juraij!” Juraij
berkata, “Ya Tuhan, ibuku atau shalatku!” Ia kemudian
melanjutkan shalatnya. Sang ibu berkata, “Ya Allah, jangan
matikan dia sampai melihat muka perempuan pelacur.” Yakni
jangan menentukan kematian dan kehancurannya sebelum melihat
muka wanita-wanita pezina.
Tapi, pernahkah Anda melihat orang yang memelihara
shalat lima waktu kemudian meminum minuman keras? Mencuri
dan berzina? Tentu tidak.
Bahwa seseorang yang setiap hari memelihara shalat
Shubuh berjamaah tidak akan pernah terjerumus pada dosa-dosa
besar. Ini biasanya. Dan, bahwa mayoritas yang masuk penjara
sekarang adalah orang-orang yang tidak tahu jalan ke masjid
dan jalan menuju al-Qur`an. Ketika mereka tidak tahu atau
pura-pura tidak tahu jalan ke masjid dan ketaatan, maka
Allah mengenalkan mereka ke jalan menuju penjara, bui dan
kehinaan.
Setelah mendo’akan Juraij dengan do’a seperti itu,
ibunya kemudian pergi. Setelah itu, orang-orang Bani Israil
menggunjingkan Juraij dan ibadahnya. Mereka pun menaruh
kebencian terhadap hal itu, sebab mereka tidak menginginkan
kecuali kemesuman, kefasikan dan pelacuran.
Mereka meninggalkan hijab, kaum wanita bergumul dengan
laki-laki, sehingga mengakibatkan zina dan pelacuran
merajalela. Allah melaknat mereka dan menjadikan sebagian di
antaranya monyet dan babi. “(Tetapi), karena mereka
melanggar janjinya, Kami kutuk mereka, dan Kami jadikan hati
mereka keras membatu. Mereka suka merubah perkataan (Allah)
dari tempat-tempatnya, dan mereka (sengaja) melupakan
sebagian dari apa yang mereka telah diperingatkan
dengannya...” (QS. al-Ma`idah [5]: 13) Karena itulah, mereka
memerangi setiap orang yang mengajak kepada kebaikan, atau
membiasakan dirinya pada kebaikan itu.
Inilah Nabi Musa as, seorang Nabi, yang tiada makhluk
lain yang lebih mulia dari para Nabi. Namun demikian, orang-
orang Bani Israil menuduh para Nabi melakukan perzinahan.
Bahkan, sampai mereka mengatakan Nabi Luth as meminum arak
sampai mabuk. Setelah itu, Nabi Ayub menggagahi kedua anak
perempuannya. Itulah Nabi Luth versi orang-orang Yahudi.
Qarun mendatangi seorang wanita pelacur dan memberikan
emas yang banyak kepadanya. Ia berkata pada pelacur itu,
“Jika engkau melihat Musa mendatangi kami untuk berdakwah,
berdirilah dan berteriaklah di antara orang-orang, adukanlah
kepada mereka bahwa Musa telah menzinahimu.”
Mahasuci Allah! Nabi Musa as berzina! Itu adalah fitnah
terhadap seorang da’i Allah, isu keji terhadap orang-orang
yang beriman sepanjang zaman.
Ketika Qarun berkumpul dengan orang-orang kaya, Nabi
Musa mendatangi as mereka untuk mendakwahinya. Wanita
pelacur itu kemudian berdiri, berteriak, memukul-mukul
mukanya, dan mengaku bahwa Musa telah melakukan tindakan
yang keji terhadap dirinya.
Nabi Musa as berdiri dan berkata, “Wahai hamba Allah,
aku memintamu demi Tuhan yang telah membelah laut dan
menurunkan al-Qur`an untukku, apakah aku benar-benar
melakukan itu?” Pelacur itu menjawab, “Tidak, demi Allah.”
Nabi Musa berkata, “Ya Allah, hancurkanlah Qarun!” Maka,
Allah menenggelamkan Qarun dan rumahnya ke dalam tanah
sehingga ia berteriak-teriak, “Musa, Musa, Musa,” sampai
suara, harta, tubuh dan rumahnya menghilang ditelan bumi.
Dalam sebagian atsar israiliyat dikatakan bahwa Allah
berkata kepada Nabi Musa, “Wahai Musa, Qarun meminta tolong
kepadamu. Tapi engkau tidak menolongnya. Demi keagungan dan
kebesaran-Ku, seandainya ia meminta pertolongan kepada-Ku,
tentu Aku akan menolongnya.”
Kita kembali kepada Juraij yang gemar beribadah. Orang-
orang Bani Israil telah mengambil keputusan tentang dirinya.
Seorang pelacur cantik mendatangi mereka dan berkata, “Jika
kalian ingin, aku akan memfitnahnya untuk kalian.” Maka,
wanita itupun berusaha menggoda Juraij, namun ia
mengacuhkannya. Pelacur itu lalu mendatangi seorang
pengembala dan membawanya ke tempat ibadah Juraij. Pelacur
itu menggoda pengembala itu sampai ia menggauli dirinya yang
mengakibatkan dirinya hamil. Setelah anak yang dikandungnya
lahir, pelacur itu berkata, “Anak itu dari Juraij.”
Maka, orang-orang Bani Israil mendatangi Juraij,
memintanya untuk turun, menghancurkan tempat pertapaannya
dan memukulinya.
Juraij berkata, “Ada apa ini?” Mereka menjawab, “Engkau
telah berzina dengan pelacur ini, sehingga ia melahirkan
anak darimu.”
Juraij berkata, “Di mana anak itu?” Mereka kemudian
membawa anak itu. Juraij berkata, “Biarkan aku sampai aku
selesai shalat.” Juraij kemudian shalat dan setelah selesai,
ia mendatangi anak itu dan menekan bagian perutnya. Juraij
berkata, “Wahai anak kecil, siapakah bapakmu?” Anak yang
masih menyusu itu kemudian berkata, “Bapakku adalah Fulan,
tukang gembala.”
Orang-orang Bani Israil itu merangkul Juraij, menciumi
dan mengusapnya. Mereka berkata, “Kami akan membangun tempat
pertapaanmu dari emas.” Juraij berkata, “Tidak. Kembalikan
ia dari tanah seperti dulu.” Maka, mereka pun melakukan itu.
Itulah orang kedua yang dapat berbicara sejak masih kecil.
Yang ketiga adalah seorang anak yang masih menyusu
kepada ibunya. Lalu, seorang laki-laki melintas dengan
menunggang kuda yang enerjik dan indah, baik dari bentuk
maupun pakaiannya. Ibu anak tersebut kemudian berkata, “Ya
Allah, jadikanlah anakku seperti orang ini.” Tiba-tiba anak
itu melepaskan susu dan memandang ibunya. Anak itu kemudian
berkata, “Ya Allah, jangan Engkau jadikan aku seperti dia!”
Ibu dan anak itu kemudian melewati seorang wanita yang
sedang dipukuli. Orang-orang yang memukulinya mengatakan,
“Engkau berzina, engkau mencuri.” Wanita yang dipukuli itu
hanya mengucapkan, “Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan
Allah adalah sebaik-baik Pelindung.”
Melihat itu, ibu sang anak mengatakan, “Ya Allah jangan
Engkau jadikan anakku seperti wanita itu.” Tiba-tiba anak
itu melepaskan susu dan memandang ibunya. Anak itu kemudian
berkata, “Ya Allah, jadikan aku seperti dia!”
Ibu anak itu berkata, “Seorang laki-laki ganteng
melintas. Aku berkata, ‘Ya Allah, jadikan anakku seperti
dia!’, namun engkau kemudian berkata, ‘Ya Allah, jangan
Engkau jadikan aku seperti dia!”
“Kemudian kita melintasi seorang budak wanita yang
sedang dipukuli. Orang-orang yang memukulinya mengakatan,
‘Engkau berzina, engkau mencuri."
“Aku berkata, ‘YA Allah, jangan jadikan anakku seperti
wanita itu,’ namun engkau kemudian berkata, “YA Allah,
jadikan aku seperti dia!”
Anak yang disusui itu mengatakan bahwa lelaki yang
melintas itu adalah orang lalim. “Maka aku berkata, ‘Ya
Allah jangan jadikan aku seperti dia.’ Dan bahwa orang-orang
itu berkata kepadanya, ‘Engkau berzina’, padahal dia tidak
berzina, ‘Engkau mencuri’, padahal dia tidak mencuri. Maka
aku berkata, ‘YA Allah jadikan aku seperti dia.”1
Bukti dari kisah ini –wahai orang-orang yang beriman-
ada beberapa hal:
Pertama. Allah adalah Dzat yang Mahakuasa atas segala
sesuatu. Allah dapat membuat serigala berbicara, membuat
sapi berkata-kata, membuat pelepah kurma menangis, membuat
anak yang masih menyusu berbicara dan memberi kesaksian yang
benar.
Kedua. Allah Azza wa Jalla akan selalu membela para
kekasih-Nya, menolong para utusan dan kekasih-Nya, dan
membebaskan orang-orang shalih dan para da’i.1 Diriwayatkan oleh al-Bukhari 4/140, redaksi itu adalah
miliknya 4/1997, 1978 no. 2550
Ketiga. Allah akan menghancurkan musuh-musuh-Nya,
melemahkan diri mereka dan melepaskan perlindungan dan
pemeliharaan-Nya dari mereka. Setiap kali mereka berjalan di
sebuah lembah, di sana mereka dihancurkan dan mereka tidak
dapat menolaknya.
Keempat. Faktor terpenting adalah perbuatan, bukan
harta, jabatan atau keturunan. Dalam sebuah hadits shahih
Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya Allah tidak melihat tubuh
dan bentuk kamu. Akan tetapi Allah melihat kepada hati
kamu.”1
Rasulullah juga bersabda dalam sebuah hadits shahih,
“Surga dan neraka berdalih. Neraka berkata, ‘Kenapa tidak
memasukiku kecuali orang-orang lalim dan sombong?’ Surga
berkata, ‘Kenapa tidak memasukiku kecuali orang-orang yang
lemah, hina dan tidak mampu mencari dan mendapatkan dunia?’
Allah SWT berfirman kepada neraka, ‘Engkau adalah siksa-Ku.
Aku menyiksa denganmu orang-orang yang Aku kehendaki.’ Allah
berfirman kepada surga, ‘Engkau adalah rakmat-Ku. Aku
merahmati denganmu terhadap orang-orang yang Aku kehendaki.’
Dan, kepada masing-masing dari keduanya (surga dan neraka),
mereka akan memenuhinya.”2
Maka, dekatilah Tuhanmu dengan amal-amal shalih,
awasilah Dia dalam keadaan tersembunyi atau terang-terangan,
sucikan hati kalian dan bersihkan diri kalian. Di sisi Allah
Azza wa Jalla tidak akan berguna apapun kecuali takwa dan
amal shalih. “(Yaitu), di hari harta dan anak-anak laki-laki
tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah
dengan hati yang bersih.” (QS. as-Syu’ara : 80-81)
1 Hadits riwayat Muslim 4/1987 no. 2564.2 Hadits riwayat al-Bukhari 6/48, Muslim 4/2186 no. 2846,
2847
Aku meminta kepada Allah agar Dia memperbaiki aku dan
kalian, lahir maupun batin, sendiri atau beramai-ramai;
menjadikan kita sebagai orang-orang bertakwa lagi menerima
petunjuk, yaitu orang-orang yang berjalan bersama mereka di
jalan Allah yang lurus, dan menunjukkan mereka kepada
kebaikan yang menyeluruh serta pahala yang besar.
Aku mengatakan apa yang kalian dengar. Aku meminta
ampunan kepada Allah yang Mahabesar lagi Agung, untuk
diriku, kalian dan seluruh kaum Muslimin. Maka, mintalah
ampunan-Nya, bertaubatlah kepada-Nya, sesungguhnya Dia Maha
Penerima taubat lagi Maha Penyayang.
***
Khutbah Kedua
Ya Allah, bagi-Mu puji-pujian sampai Engkau akan ridha,
bagi-Mu puji-pujian sampai Engkau telah ridha, bagi-Mu puji-
pujian setelah ridha, bagi-Mu puji-pujian sesuai dengan
jumlah seluruh alam dan seluruh isi bumi serta langit.
Ya Allah, limpahkan shalawat dan salam, berkahkanlah
nikmat yang dianugerahkan dan karunia yang telah diberikan,
kepada orang yang telah Engkau utus sebagai rahmat bagi
sekalian alam, teladan bagi seluruh pelaku, pemimpin bagi
orang-orang yang bertakwa, penutup bagi para Rasul, kepada
keluarga dan para sahabatnya dengan salam yang banyak.
Amma Ba’du.
Allah SWT berfirman, “Dan, bersabarlah kamu bersama-
sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan
senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah
kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan
perhiasan kehidupan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti
orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami,
serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu
melewati batas.” (QS. al-Kahfi : 28)
Dalam ayat ini Allah memerintahkan Nabi untuk berlaku
tawadhu bersama dengan orang-orang yang tawadhu, Allah
memerintahkan Nabi untuk duduk di perkumpulan para fakir
miskin, Allah memerintahkan Nabi untuk tidak menilai orang
lain dengan harta, kedudukan dan keturunan mereka. Namun
Allah memerintahkannya untuk menilai dengan keimanan dan
amal shalih yang mereka miliki.
Adalah al-Bara`, salah seorang sahabat Nabi yang miskin
lagi zuhud. Ia tidak tidak memiliki harta kecuali satu rumah
yang terbuat dari tanah, dua baju usang dan pedang yang
selamanya digunakan untuk memerangi musuh-musuh Allah.
Suatu hari Rasulullah bersabda, “Berapa banyak orang
yang berubah rambut, air muka dan mempunyai dua baju usang
yang tidak pernah dilirik kepada dirinya. Seandainya dia
bersumpah kepada Allah, tentu Allah akan membebaskan
sumpahnya. Di antara orang-orang itu adalah al-Bara` bin
Malik.”
Seandainya orang itu bersumpah kepada Allah agar
terjadi sesuatu, tentu Dia akan menjadikan sesuatu itu -
karena menghormatinya- dengan mengabulkan permintaannya dan
melindungi dirinya dari melanggar sumpahnya. Ini terjadi
karena derajatnya yang tinggi di sisi Allah, meskipun di
mata orang lain ia sangat hina, tidak pernah diperhatikan
dan tidak pernah dipedulikan.
Ketika kaum Muslimin berada dalam sebuah pertempuran,
mereka menyeru kepada Bara` bin Malik. Mereka berkata,
“Wahai Bara`, berdirilah. Rasulullah saw benar-benar telah
memujimu dengan kebaikan. Kami memintamu karena Allah untuk
bersumpah kepada-Nya agar Dia menolong kita pada hari ini.”
Bara` berkata, “Tunggulah sebentar.” Bara` kemudian
pergi untuk mandi, memakai kain kafan, memakai wangi-
wangian, lalu datang lagi dan berdiri di depan pasukan.
Bara` berkata, “Ya Allah, sesungguhnya aku bersumpah kepada-
Mu, pada hari ini, agar menjadikanku sebagai korban pertama
di jalan-Mu dan agar Engkau menolong kaum Muslimin.”
Maka, dimulailah pertempuran itu, pasukan musuh kocar-
kacir, kepala-kepala berjatuhan dan Allah mengabulkan do’a
Bara` dengan menjadikan dirinya sebagai korban pertama.
Dalam peperangan itu, pertolongan Allah berpihak kepada kaum
Muslimin. Itu dikarenakan mereka ikhlas dalam berdo’a kepada
Allah, mempersembahkan jiwa dan nyawanya di jalan-Nya, dan
pasukan umat Islam waktu itu mempersembahkan sebuah
pengorbanan yang luar biasa besarnya.
Allah Azza wa Jalla menolong mereka yang nota bene
orang-orang miskin. Sebab Allah tidak pernah memandang
bentuk ataupun tubuh. Namun Allah hanya menilai hati dan
perbuatan manusia.
Dalam shahih Muslim, Umar bin Khattab berkata, “Aku
mendengar Rasulullah saw bersabda, ‘Sesungguhnya sebaik-
baiknya tabi’in adalah laki-laki yang dinamakan ‘Uwais. Ia
memiliki ibu dan padanya (terdapat) panu. Maka,
perintahkanlah dia, dia akan meminta ampunan untukmu.”1
Dalam satu riwayat dinyatakan bahwa penduduk Kufah
mendatangi Umar. Di antara mereka terdapat seorang pria yang
selalu dicemooh dengan “’Uwais” (sejenis serigala). Umar
berkata, “Apakah di sini ada seseorang dari dua masa?”
Seorang laki-laki kemudian datang. Umar bertanya kepadanya,
“Rasulullah telah bersabda, ‘Sesungguhnya seorang laki-laki
akan datang kepadamu dari penduduk Yaman. Ia dinakaman
‘Uwais. Ia tidak meninggalkan Yaman kecuali karena ibunya. 1 Hadis riwayat Muslim 4/1968 no. 2542.
Benar-benar ada pada dirinya panu. Ia kemudian berdoa kepada
Allah, maka Allah menghilangkan (panu itu) darinya, kecuali
sebesar dinar atau dirham. Barangsiapa yang menemuinya di
antara kamu, mintalah dia agar meminta ampunan untukmu.”1
Umar bin Khattab apabila dikunjungi oleh sekelompok
orang Yaman2, ia bertanya kepadanya, “Apakah di antara
kalian ada ‘Uwais?” Sampai ketika Umar bertemu dengannya, ia
bertanya, “Engkau ‘Uwais bin Amir?” ‘Uwais berkata, “Ya.”
Umar bertanya, “Anda dari Murad kemudian dari Qarn?” ‘Uwais
menjawab, “Ya.” Umar bertanya, “Engkau mempunyai panu yang
kemudian sembuh kecuali hanya sebesar dirham?” ‘Uwais
menjawab, “Ya.” Umar bertanya, “Engkau mempunyai ibu?”
‘Uwais menjawab, “Ya.”
Umar berkata, “Aku mendengar Rasulullah saw bersabda,
‘Akan datang kepadamu ‘Uwais bin Amir bersama dengan para
penolong dari Yaman, dari Murad kemudian Qarn, padanya
terdapat panu, (namun) kemudian sembuh kecuali hanya sebesar
dirham. Ia mempunyai seorang ibu yang ia perlakukan dengan
baik. Seandainya ia bersumpah kepada Allah, tentu Dia akan
membebaskannya. Jika engkau bisa agar ia memintakan ampunan
untukmu, maka lakukanlah!’ Mintalah ampunan untukku.” Maka,
ia pun memintakan ampunan untuk Umar.
Umar bertanya, “Kemana engkau akan pergi?”
‘Uwais menjawab, “Kufah!”
Umar berkata, “Tidakkah aku memberi rekomendasi untukmu
untuk petugas di sana?”
‘Uwais menjawab, “Aku lebih suka tinggal dengan orang -
orang yang hina.”1 Hadis riwayat Muslim 4/1968 no. 2542. 2 Kelompok orang Yaman itu adalah mereka yang memberi
pertolongan kepada kaum Muslimin dalam peperangan.
Demikianlah ‘Uwais al-Qarni, seorang pria miskin, yang
tidak dikenal oleh siapapun, bahkan dilecehkan oleh sebagian
keluarganya karena kehinaan dirinya, dan tidak
diperhitungkan di mata mereka. Ia tidak memiliki harta dan
tidak pula benda.
Namun demikian, Rasulullah memberi kabar gembira
untuknya. Rasul pun menganjurkan para sahabat apabila
melihatnya untuk meminta ‘Uwais memohon ampunan kepada Allah
untuk diri mereka.
Itu pula yang mendasari Umar untuk mencarinya di antara
utusan orang-orang Yaman. Umar pun bertanya-tanya tentang
dirinya pada setiap musim, hingga ketika bertemu dengan
seseorang yang memiliki sifat-sifat seperti yang diceritakan
Rasul, ia memintanya untuk memohon ampunan kepada Allah atas
nama dirinya. Padahal, tidak diragukan lagi, Umar lebih
mulia darinya dan lebih tinggi derajatnya. Meski begitu,
ketika ia melihat hamba yang shalih itu dan mengetahui bahwa
itu sosok yang digambarkan oleh Rasulullah, ia tetap
memintanya agar memohon ampunan untuk dirinya.
Mereka adalah orang-orang shalih, orang-orang yang
bertakwa dan orang-orang yang mendekatkan diri kepada Allah.
Jika mereka kehilangan, mereka tidak lepas kendali dan
apabila mereka sadar, mereka tidak meninggalkan perintah
Allah. Hati mereka adalah lentera petunjuk, mereka keluar
dari kehinaan yang gelap dan dari fitnah yang menghancurkan.
Wahai Dzat yang mendekatkan orang-orang yang
dikehendaki, dekatkanlah kami. Wahai Dzat yang memberi
perlindungan kepada orang-orang yang dikehendaki,
lindungilah kami.
Ya Allah, kami membutuhkan rahmat-Mu, maka rahmatilah
kami!
Ya Allah, jangan Engkau halangi do’a orang-orang shalih
dari kami, kumpulkanlah kami dalam kelompok orang-orang yang
bertakwa dan jadikanlah kami para pengikut pemimpin para
Rasul.
Wahai Hamba-hamba Allah!
Bacalah shalawat dan salam kepada orang yang Allah
perintahkan untuk membaca shalawat dan salam kepada dirinya
dalam kitab-Nya. “Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-
Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman,
bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam
penghormatan kepadanya.” (QS. al-Ahzab [33]: 56)
Ya Allah, limpahkanlah shalawat, salam dan keberkahan
kepada Nabi kami Muhammad saw, dengan shalawat dan salam
yang selalu dan selamanya tercurah sampai hari kiamat.
Ridhailah ya Allah para khulafaur-rasyidin dan sahabat
semuanya. Ridhailah para tabi’in dan orang-orang yang
mengikutinya dengan kebaikan sampai hari kiamat. Ridhailah
kami bersama mereka dengan ampunan dan kemuliaan-Mu, wahai
Dzat yang memuliakan orang-orang termulia.
***
Benda Allah yang Mahal
Sesungguhnya segala puji hanyalah milik Allah. Kita
memuji-Nya, meminta pertolongan-Nya, meminta ampunan-Nya,
dan berlindung kepada-Nya dari keburukan diri dan pekerjaan-
pekerjaan kita. Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah,
maka tiada orang yang dapat menyesatkan dirinya. Dan,
barangsiapa yang disesatkan, maka tiada orang yang dapat
memberi petunjuk untuknya. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan
(yang berhak disembah) kecuali Allah semata yang tiada
sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah
hamba dan pesuruh-Nya.
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah
dengan sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-
kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.” (QS.
Ali Imran [3]: 102)
“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang
telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya
Allah menciptakan istrinya; dan daripada keduanya Allah
mengembang-biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan,
bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-
Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah)
hubungan silaturahmi. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan
mengawasi kamu.” (QS. an-Nisa [4]: 1)
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada
Allah dan katakanlah perkataan yang benar. Niscaya Allah
memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu
dosa-dosamu. Dan barangsiapa menaati Allah dan Rasul-Nya,
maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar.”
(QS. al-Ahzab [33]: 70-71)
Amma Ba’du.
Sesungguhnya sebenar-benarnya pembicaraan adalah kitab
Allah (al-Qur`an), sebaik-baiknya petunjuk adalah petunjuk
Nabi Muhammad saw, dan seburuk-buruknya perkara adalah
perkara yang baru. Setiap yang baru adalah bid’ah, setiap
bid’ah adalah kesesatan, dan setiap kesesatan itu di neraka.
Wahai hamba-hamba Allah!
Allah swt berfirman, “Maka, apakah orang-orang yang
mendirikan masjidnya di atas dasar takwa kepada Allah dan
keridhaan (-Nya) itu yang baik, ataukah orang-orang yang
mendirikan bangunannya di tepi jurang yang runtuh, lalu
bangunannya itu jatuh bersama-sama dengan dia ke dalam
neraka Jahanam? Dan Allah tidak memberikan petunjuk kepada
orang-orang yang lalim.” (QS. at-Taubah [9]: 109)
Apakah orang yang kehidupan dan masa depannya
didasarkan atas takwa kepada Allah dan keridhaan-Nya lebih
baik, ataukah orang yang mendirikan kehidupan dan masa
depannya atas dasar maksiat, pemberontakan, melampaui batas
dan melanggar batas-batas Allah dan keharamannya?
Adalah sunnah Allah SWT untuk menolong para wali-Nya,
memelihara para kekasih-Nya dan memperkokoh hamba-hamba-Nya.
“Sesungguhnya Allah membela orang-orang yang telah beriman.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai tiap-tiap orang yang
berkhianat lagi mengingkari nikmat.” (QS. al-Hajj : 38)
Demikian pula, adalah sunnah Allah untuk mengancurkan
musuh-musuh-Nya dan membalas orang-orang yang memusuhi dan
melewati batas-batas-Nya.
Karena itulah, ketika Rasulullah kembali dari gua Hira
dalam keadaan takut dan gemetar setelah didatangi oleh
malaikat Jibril -bahkan Nabi menyangka dirinya akan
meninggal, hancur dan dilecehkan akibat menyaksikan sebuah
gambar yang belum pernah dilihatnya sebelumnya- Khadijah
berkata kepada dirinya, “Tidak, Demi Allah, Dia tidak akan
menghinakanmu selamanya. Sebab, engkau menyambung
silaturahmi, menanggung kesusahan, mengadakan yang tiada,
memuliakan tamu dan membantu para pengusung kebenaran.”1
Khadijah ra menjadikan perilaku Rasulullah yang baik
dan kepribadiannya yang indah sebagai dalih bahwa Allah
tidak merendahkannya selamanya.
Apakah Anda pernah melihat orang yang bersedekah
direndahkan Allah? Apakah Anda pernah melihat orang yang
jujur ditelantarkan Allah? Apakah Anda pernah melihat orang
yang baik disia-siakan Allah?1 Diriwayatkan oleh Bukhari 1/3 dan Muslim 1/141 no. 160
Allah hanya akan merendahkan musuh-musuh-Nya dan orang-
orang yang menentangnya. Yaitu, ahli maksiat dan orang yang
mengikuti hawa nafsunya. Orang yang gemar melakukan kekejian
dan keburukan itulah yang akan Allah hinakan, diputus tali
perlindugan dan pertolongan Allah darinya.
Adapun orang-orang yang dermawan, gemar bersedekah dan
menyuruh kepada yang ma’ruf, maka sesungguhnya Allah bersama
dengan mereka. “Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh)
orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah
serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir ;
pada tiap-tiap bulir seratus bulir; seratus biji. Allah
melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang dikehendaki. Dan,
Allah Mahaluas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. al-
Baqarah [2]: 261)
Seorang penyair berkata tentang kedermawanan dan
pemurah.
“Aku belum melihat seperti kebaikan, rasanya # manis
dan mukanya indah.”
Dalam kitab Madarij al-Salikin, Ibnu al-Qayim
rahimahullah menjelaskan tentang tingkatan-tingkatan
kedermawanan.
Kedermawanan yang paling tinggi adalah dermawan
terhadap jiwa. Tidak ada kedermawanan yang lebih agung dari
orang yang mendermakan jiwanya ke jalan Allah Azza wa Jalla.
Wahai orang yang kikir dengan dirham dan dinarnya, para
sahabat Rasul telah mendermakan jiwa dan nyawanya di jalan
Allah.
Dia mendermakan jiwanya andai orang kikir pelit
terhadap jiwanya # Mendermakan jiwa adalah kedermawanan yang
paling tinggi.
Para sahabat terlibat dalam perang Badar tanpa sesuatu
pun dari dunia, tanpa harta, tanpa rumah dan tanpa senjata.
Mereka hanya hanya memiliki jiwa yang luhur dan diri yang
suci. Mereka menjualnya kepada Allah yang Mahatunggal.
“Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin,
diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka.”
(QS. at-Taubah [9]: 111)
Mereka mengangkat sejata dan berkata, “Ya Tuhan, kami
tidak memiliki dunia sedikit atau banyak. Kami hanya
memiliki jiwa yang telah kami berikan kepada-Mu. Terimalah
dia dari kami. Kami datang dengan benda yang dikorbankan,
maka benarkanlah kami.”
Dan, siapa yang menjual kehidupan dengan murah. # Dan,
melihat ridha-Mu sebagai sesuatu yang paling mulia, maka ia
pun membelinya.
Atau, orang yang melempar api orang Majusi dan kemudian
dipadamkan.# Dan, wajah Shubuh menjadi jelas, putih
bersinar.
Dan, siapa yang menghancurkan dengan tekad diri mereka
# pintu Madinah pada hari perang Khaibar.
Khalid bin Walid telah menjual jiwanya. Ja’far al-
Thayyar, Abdullah bin Rawahah, Shalahuddin, Mahmud bin
Sbaktiken dan putra-putra Afghanistan yang telah berjuang
dan memberikan jiwanya secara murah di jalan Allah Azza wa
Jalla.
Ruh-ruh kami wahai Tuhan di atas telapak tangan kami. #
Kami berharap pahala-Mu sebagai harta rampasan dan
perlindungan.
Kami melihat patung-patung emas. # Maka, kami
menghancurkan orang-orang kafir yang ada di atasnya.
Seandainya bukan kaum Muslimin, tentu akan menimbun
emas-emas itu, # di gudang dan akan dicetak menjadi
perhiasan dan uang.
Kedermawanan tingkat berikutnya adalah mendermakan
ilmu. Mendermakan ilmu adalah kedermawanan yang paling
mulia. Mendermakan ilmu merupakan pendekatan diri kepada
Allah yang paling agung. Ia lebih mulia daripada mendermakan
harta sebagaimana dijelaskan Ibnu al-Qayyim rahimahullah.
Wahai para da’i Islam, wahai para pencari ilmu, wahai para
pembawa ijazah tinggi, umat Islam mati dalam keadaan bodoh,
syirik, terbelakang dan tersia-sia. Siapa yang akan
menyelamatkan mereka setelah Allah kecuali Anda? “Dan
(ingatlah), ketika Allah mengambil janji dari orang-orang
yang telah diberi kitab (yaitu), ‘Hendaklah kamu menerangkan
isi kitab itu kepada manusia, dan jangan kamu
menyembunyikannya.’ Lalu mereka melemparkan janji itu ke
belakang punggung mereka dan mereka menukarnya dengan harga
yang sedikit. Amatlah buruk tukaran yang mereka terima.”
(Qs. Ali Imran [3]: 187)
Mereka membeli jabatan dan kedudukan dengan janji Allah
itu. Mereka bersembunyi di rumah-rumah mereka, sementara
umat Islam tenggelam dalam kebodohan, kesyirikan dan
khurafat. Amat buruklah apa yang mereka beli itu.
Demi Allah, satu jam yang dihabiskan oleh seorang
Muslim untuk mencari ilmu itu lebih baik daripada dunia dan
isinya.
Ilmu adalah air yang mengalir (dan) tidak meninggi. #
Ia mengenai bentuk-bentuk yang engkau kehendaki.
Ilmu adalah gudang yang tidak takut akan maling. #
Ringan dibawa (dan) ditemukan di tempat manapun.
Ilmu akan bertambah dengan memberikannya. # Dan, ilmu
akan berkurang jika engkau mengepalnya.
Ali bin Abu Thalib berwasiat kepada Kamil bin Ziyad.
Wahai Kamil, ilmu itu lebih baik daripada harta. Ilmu akan
menjagamu, sedang harta, engkaulah yang harus menjaganya.
Ilmu semakin bertambah dengan mendermakannya, sedang harta
akan semakin berkurang.
Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya orang-orang yang
menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa
keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah
Kami menerangkannya kepada manusia dalam al-Kitab, mereka
itu dilaknati Allah dan dilaknati (pula) oleh semua
(makhluk) yang dapat melaknati. Kecuali mereka yang telah
taubat dan mengadakan perbaikan dan menerangkan (kebenaran),
maka terhadap mereka itu Aku menerima taubatnya dan Akulah
yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” (QS. al-
Baqarah [2]: 159-160)
Marilah kita bertanya wahai kaum Muslimin! Berapa
banyak ulama di negara kita? Berapa banyak da’i? Berapa
banyak Qadhi? Beribu-ribu. Namun demikian, masih banyak
kampung-kampung yang bodoh, pedalaman-pedalaman yang hidup
dalam khurafat, orang-orang yang tidak mengenal aturan-
aturan agama dan persoalan-persoalan syariat. Mereka
kehausan, padahal di sekitar mereka banyak air. Sayangnya,
si empunya itu kikir terhadap airnya, bahkan mereka mengusir
orang-orang dari air tersebut.
Bahwa orang yang kikir akan ilmunya, akan cahaya yang
mereka bawa, mereka itu lebih tercela, dibenci dan kikir
dari orang-orang yang kikir terhadap hartanya.
Bahwa orang-orang yang tidak benar dan para penyeru
kemunduran, mereka itu mencurahkan segala macam kebatilan
yang ada pada mereka. Mereka menebarkan kebatilan itu kepada
orang lain. Mereka senang seandainya kebatilan yang mereka
tebarkan dikonsumsi oleh seluruh manusia di muka bumi ini.
Mereka berkomentar, menulis, mendatangi, memproduksi,
mencari, mengelompokkan, menyanyi dan menari untuk
mempromosikan kebatilan dan menyebarkan kebusukan mereka.
Sementara itu, banyak generasi Islam yang merasa malu untuk
mengajarkan ayat-ayat dari kitab Allah atau hadits Nabi
kepada orang-orang yang bodoh.
Wahai Kaum Muslimin!
Mendermakan harta merupakan kedermawanan pada tingkat
berikutnya. Alhamdulillah, di negara ini kita hidup dalam
keadaan tentram lagi mulia, yang tidak didapat di sebagian
besar negara di dunia ini. Lantas, apa yang telah kita
berikan untuk agama kita?
Apakah kita telah menyumbang untuk kuburan kita? Apakah
kita telah menyumbang untuk shirath? Apakah kita telah
menyumbang untuk hari kehancuran dan kebingungan?
Saya dan Anda telah melihat banyak orang yang mengeluh
tentang kebutuhan dan kemiskinan mereka. Kita melihat orang
yang mempunyai hutang yang tidak dapat tidur, orang miskin
yang tidak mendapatkan makanan untuk hari-hari mereka,
orang-orang sakit yang tidak mampu membeli obat dan orang-
orang jompo yang tidak menemukan orang yang mengurus mereka.
Tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah. Siapa
yang akan menolong mereka jika Anda sekalian menutup pintu
dari mereka?
Ketahuilah wahai manusia, orang-orang yang memberikan
kebaikan maka sesungguhnya ia memberikan kebaikan itu untuk
dirinya sendiri. ”Dan, dirikanlah shalat dan tunaikanlah
zakat. Dan, kebaikan apa saja yang kamu usahakan bagi
dirimu, tentu kamu mendapat pahalanya di sisi Allah.
Sesungguhnya Allah Maha Melihat apa-apa yang kamu kerjakan.”
(QS. al-Baqarah [2]: 110)
Kebaikan itu kekal meskipun waktu lama, # sedang
keburukan itu usang sekalipun engkau menyiapkan bekal.
Rasulullah saw bersabda sebagaimana dalam shahih
Bukhari dan Muslim, “Tidaklah seorang hamba memasuki waktu
pagi kecuali dua malaikat turun. Salah satu dari keduanya
berkata, ‘YA Allah, berikanlah kepada orang yang berinfak
balasan.’ Malaikat yang lain berkata, ‘Ya Allah berikanlah
kepada orang yang mencegah kehancuran.’1
Barangsiapa yang ingin Allah mengganti dan memberkahkan
rizki dan income-nya, bersedekahlah kepada fakir miskin,
orang-orang yang berjihad, dan jalan-jalan kebaikan. Semua
itu merupakan pintu-pintu kebaikan.
Jika orang-orang bodoh saja tidak menghendaki ada
orang-orang lapar dan miskin dalam komunitas mereka, sedang
mereka itu para penyembah berhala, tidak mengenal Tuhan,
Rasul dan agama, maka bagaimana dengan umat Islam yang kikir
atas rahmat Allah terhadap hamba-hamba Allah?
Adalah Ibnu Jad’an, seorang laki-laki di zaman
Jahiliyah yang tidak mengenal “Tidak ada Tuhan yang berhak
disembah kecuali Allah”, tidak pernah bersujud kepada Allah,
namun ia memiliki sebuah tempat makanan yang besar. Tempat
makanan itu selalu dikeluarkan pada setiap pagi. Salah
seorang petugasnya menyeru kepada orang-orang dari atas
bukit Qubais di Mekkah, “Barangsiapa yang ingin sarapan,
datanglah!” Maka, tempat makanan itu pun dikelilingi oleh
orang-orang miskin. Ketika waktu Zhuhur tiba, Jad’an
memenuhi tempat dengan daging dan roti. Lalu, seorang
petugasnya menyeru, “Barangsiapa yang ingin makan siang,
datanglah!”
Karena itulah, Umayyah bin Abu al-Shilt memberi
komentar tentang keluarga Jad’an:
“Mereka (keluarga Jad’an) tidak memukul-mukul tanah
ketika mereka (orang-orang miskin) meminta # Mintalah
kebutuhanmu untuk makan.
1 Hadits riwayat Bukhari 2/120 dan Muslim 2/700 no. 1010.
Bahkan muka mereka (keluarga Jad’an) bersinar sehingga
Anda melihatnya # ketika dipinta seperti warna terindah.
Dan, apabila para pengundang itu mengundang pada hari
yang dibenci # Mereka mencegah sengatan matahari dengan
kuda-kuda.
Termasuk dalam kedermawanan juga, wahai manusia,
mendermakan kekuasaan, pangkat dan jabatan. Sebagian orang
yang diberikan oleh Allah kekuasaan dan kedudukan kepadanya,
dikenal orang para bawahannya. Para bawahan itu menerima
bantuan darinya sehingga dapat mendermakan bantuan itu
kepada orang lain. Allah SWT berfirman, “Tidak ada kebaikan
pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-
bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah,
atau berbuat ma’ruf, atau mengadakan perdamaian di antara
manusia. Dan, barangsiapa yang berbuat demikian karena
mencari keridhaan Allah, maka kelak Kami memberi kepadanya
pahala yang besar.” (QS. an-Nisa [4]: 114)
Allah SWT berfirman, “Barangsiapa yang memberikan
syafa'at yang baik, niscaya ia akan memperoleh bahagian
(pahala) daripadanya. Dan, barangsiapa yang memberi syafa'at
yang buruk, niscaya ia akan memikul bahagian (dosa)
daripadanya. Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.” (QS. an-
Nisa [4]: 85)
Wahai orang-orang yang Allah memberikan pangkat dan
kekuasaan, ini, demi Allah, adalah kebahagiaan untuk Anda.
Anda dapat menolong orang-orang yang membutuhkan,
memenuhi kebutuhan kaum Muslimin, mencegah kezhaliman
terhadap orang-orang yang dizhalimi, dan berusaha untuk
mencukupi kebutuhan para janda dan orang-orang miskin. Anda
dapat berbicara kepada pihak-pihak yang bertanggung jawab,
para penguasa dan para menteri untuk kepentingan mereka.
Jika Anda melakukan itu, Anda mendapatkan pahala yang besar
di sisi Allah, dimana Nabi Muhammad bin Abdullah saw akan
memberikan syafa’at pada hari pangkat dan jabatan tidak
bermanfaat.
“Dan, barangsiapa yang memberi syafa'at yang buruk,
niscaya ia akan memikul bahagian (dosa) daripadanya,
sebagaimana dilakukan oleh mereka yang akalnya tidak
berfungsi dan nuraninya hancur karena ingin mencelakakan
kaum Muslimin, menenggelamkan kehidupannya dan mengacaukan
kondisinya. Mereka mengira itu sepele, padahal di sisi Allah
sangatlah besar. Mereka akan menyesal karena itu dengan
penyesalan yang luar biasa pada “hari harta dan anak-anak
laki-laki tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap
Allah dengan hati yang bersih.” (QS. as-Syu’ara : 88-89)
Termasuk dalam kedermawan juga mendermakan waktu dan
kelapangan. Itu bisa dilakukan dengan mengalokasikan
sebagian waktu Anda untuk kaum Muslimin. Anda bisa menjenguk
orang sakit, sehingga dengan itu Anda dapat memasukkan
kebahagiaan ke dalam hatinya. Bahkan, kadang kunjungan Anda
tersebut dapat menjadi sebab kesembuhannya serta menumbuhkan
harapan hidup di dalam jiwanya.
Demikian juga dengan memenuhi kebutuhan fakir miskin
dan orang-orang yang lemah. Allah SWT berfirman, “Apa yang
ada di sisimu akan lenyap dan apa yang ada di sisi Allah
adalah kekal. Dan, sesungguhnya Kami akan memberi balasan
kepada orang-orang yang sabar dengan pahala yang lebih baik
dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. an-Nahl : 96)
Alangkah indahnya kebaikan itu dan alangkah baiknya
keindahan itu. Ali bin Abu Thalib berkata, “Alangkah baiknya
keindahan itu. Demi Allah, seandainya keindahan itu seorang
laki-laki, tentu ia sangat tampan. Alangkah buruknya
kejelekan itu. Demi Allah, seandainya keburukan dan celaan
itu seorang laki-laki, tentulah ia sangat jelek.”
Seorang laki-laki mendatatangi Ali bin Abu Thalib.
Laki-laki itu malu untuk meminta kepadanya. Maka, ia pun
menuliskan keperluannya kepada Ali di atas debu. Ali
kemudian berkata, “Engkau menguasai air mukamu, engkau
membebaskan diri dari kehinaan meminta-minta, tentu aku akan
mengabulkan permohonanmu.” Allah kemudian mencukupinya dan
memberikan harta. Laki-laki itu kemudian berkata,
Engkau mengenakan kepadaku pakaian yang usang
kebagusannya # Tentu aku akan mengenakan untukmu pakaian
yang indah pujiannya.”
Pujian adalah sesuatu terindah yang Allah berikan
kepada manusia di dunia ini.
Dan, bahwa manusia itu pembicaraan setelah ia meninggal
# maka jadilah Anda pembicaraan yang baik bagi orang-orang
yang mempunyai hati.
Hatim al-Tha`i yang disebutkan sekarang merupakan
seorang yang musyrik dan tidak mengenal Tuhan atau agama.
Namun demikian, ia seorang dermawan. Karena itulah, di dunia
ini kebaikannya selalu disebut-sebut. Dan, Tuhanmu tidak
akan menzhalimi seseorang.
Wahai hamba-hamba Allah!
Jagalah diri dan keluargamu dari api yang menjilat-
jilat. Peliharalah tubuhmu dari letupan api neraka dengan
kabaikan, perkataan baik, senyuman, kejujuran, kunjungan,
pertolongan dan hal-hal yang Allah SWT ridhai.
Semoga Allah mengampuniku dan Anda semua, semoga Allah
menyelamatkanku dan kalian dari api neraka, semoga Allah
memberi pentujuk kepadaku dan kalian ke jalan yang lurus.
Aku mengatakan apa yang Anda dengarkan. Aku meminta
ampunan kepada Allah yang Mahaagung untuk diriku, kalian dan
untuk seluruh kaum Muslimin. Maka, mintalah ampunan-Nya,
sesungguh Dia maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Khutbah Kedua
Segala puji hanyalah milik Allah Tuhan semesta alam,
Dzat yang mengurus orang-orang shalih; dan tiadalah
permusuhan kecuali atas orang-orang zhalim. Shalawat dan
salam tercurah kepada pemimpin orang-orang bertakwa, panutan
seluruh manusia, kepada keluarganya, para sahabatnya; dan
ucapkanlah salam dengan salam yang banyak.
Amma Ba’du
Wahai hamba-hamba Allah!
Bahwa generasi terbaik yang pernah muncul di muka bumi
adalah generasi sahabat. Mereka adalah pemimpin. Mereka
adalah teladan yang sebaiknya seluruh kaum Muslimin, laki-
laki dan perempuan, tua dan muda, mengikuti mereka dan
berjalan di atas jalan mereka. “Mereka itulah orang-orang
yang telah diberi petunjuk oleh Allah, maka ikutilah
petunjuk mereka ...” (QS. al-An’am : 90)
Kita belum memberikan untuk Islam sepersepuluh dari apa
yang telah diberikan oleh para sahabat. Kita belum
memberikan apapun dari apa yang telah mereka berikan.
Hamzah datang dalam keadaan meninggalkan keluarga,
anak-anak, rumah dan gedungnya. Ia datang dengan baju usang
yang hanya menutupi tubuhnya yang suci. Ia berperang dalam
perang Uhud sampai dibunuh. Ia adalah singa Allah di tanah-
Nya. Ia adalah tuannya para syuhada.
Anas bin al-Nadr datang untuk menjemput kematian tanpa
ada yang merekayasa; setelah melihat orang-orang melarikan
diri pada waktu perang Uhud. Ia menghadap Allah dan ia
mencium bau surga dari bawah bukit Uhud. Ia dibunuh dan
dipukul lebih dari delapan puluh kali pukulan.
Khalid dan Sa’ad menjual nyawa mereka kepada Dzat yang
Mahahidup lagi Berdiri sendiri. Inilah perniagaan terbesar
dan teruntung. Inilah pemberian dan pengorbanan terbesar.
“Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin,
diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka.
Mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau
terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di
dalam Taurat, Injil dan al-Qur'an. Dan siapakah yang lebih
menepati janjinya (selain) daripada Allah?...” (QS. at-
Taubah [9]: 111)
Inilah Rasul teragung, Muhammad saw, yang karenanya
Allah telah menghidupkan jiwa-jiwa manusia dari kebodohan,
kesyirikan dan khurafat sehingga mereka menjadi umat terbaik
yang dilahirkan untuk manusia.
Syauqi berkata,
“Saudaramu, Isa, mengundang orang mati, maka ia bangkit
untuknya # sedang engkau, engkau telah menghidupkan
generasi-generasi dari kehancuran.”
Jika Nabi Isa as dapat menghidupkan orang mati dengan
izin Allah, maka engkau (Muhammad) dapat menghidupkan jiwa
yang telah mati, menghidupkan bangsa yang telah mati,
mengajari orang-orang bodoh, mengangkat orang-orang
terpercaya dan memberi petunjuk kepada orang-orang yang
tidak dapat menerima petunjuk, tidak dapat mengerti dan
tidak dapat berpikir.
Apakah kalian meminta dari yang terpilih (Muhammad)
sebuah mukjizat # Cukuplah baginya menghidupkan bangsa yang
telah mati.
Para sahabat Rasulullah telah mencurahkan ilmu dan
menyampaikannya kepada seluruh manusia. Lihatlah, kuburannya
yang tersebar di Barat dan Timur menjadi saksi akan hal itu.
Ubai bin Ka’ab selalu duduk setelah menunaikan shalat
Shubuh. Ia selalu bertanya, “Apakah ada yang ingin belajar?”
“Apakah ada yang ingin bertanya?” “Apakah ada yang meminta
fatwa?” “Apakah ada yang meminta penjelasan?” Ia mengalirkan
ilmu seperti lautan yang tiada habisnya.
Ibnu Abbas duduk untuk mengajari orang lain dari
setelah shalat Shubuh sampai shalat Zhuhur. Maka, kepadanya
belajar para ahli tafsir. Ketika mereka telah selesai, ia
berkata, “Keluarlah kalian dan masuklah para ahli hadits!”
Setelah mereka selesai ia berkata, “Masuklah para ahli
fikih!” Ketika mereka selesai, giliran ahli fatwa dan hukum
yang kemudian disusul oleh ahli sastra, syair dan bahasa.
“... itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang
dikehendaki-Nya. Dan Allah mempunyai karunia yang besar.”
(QS. al-Hadid : 21)
Adapun mengorbankan harta, itu merupakan sesuatu yang
baru tapi tidak mengapa. Abu Bakar Shidiq ra mengorbankan
seluruh hartanya di jalan Allah. Sehingga dikatakan padanya,
“Apa yang engkau tinggalkan untuk keluargamu?” Ia menjawab
dengan lidahnya yang percaya dengan Allah SWT, “Aku
menginggalkan Allah dan rasul-Nya untuk mereka.”
Utsman bin Affan mengorbankan hartanya di jalan Allah.
Ia mendengar Nabi bersabda, “Barangsiapa yang membeli sumur
Raumah, baginya surga.”1 Maka, ia kemudian membeli sumur
tersebut dari orang Yahudi itu dan ia mendapat balasan
surga.
Ia mendengar Nabi bersabda, “Barangsiapa yang
menyiapkan tentara dalam (perang) Tabuk, baginya surga.”2
Maka, Utsman segera mempersiapkan kebutuhan para tentara dan 1 Hadits riwayat Bukhari 3/74, Tirmidzi 5/586, no. 3703.
Tirmidzi berkata, “Hasan Shahih.” (Baik lagi shahih)2 Hadits riwayat Tirmidzi 5/584-586 no. 3700, 3703
ia pun mendapatkan do’a dari Rasul, “Ya Allah, ampunilah
dosa-dosa Utsman yang terdahulu dan yang kemudian. Ya Allah
ridhailah Utsman, sesungguhnya aku telah meridhainya, apa
yang mencelakai Utsman yang dilakukan setelah hari ini.” 1
Wahai manusia!
Bacakanlah shalawat dan salam kepada orang yang Allah
memerintahkan untuk membaca shalawat dan salam kepadanya di
dalam kitab-Nya. “Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-
Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman,
bersalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam
penghormatan kepadanya.” (QS. al-Ahzab [33]: 56)
Da’i yang Terusir
Sesungguhnya segala puji hanyalah milik Allah. Kita
memuji-Nya, meminta pertolongan-Nya, meminta ampunan-Nya,
dan berlindung kepada-Nya dari keburukan diri dan pekerjaan-
pekerjaan kita. Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah,
maka tiada orang yang dapat menyesatkan dirinya. Dan,
barangsiapa yang disesatkan, maka tiada orang yang dapat
memberi petunjuk untuknya. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan
(yang berhak disembah) kecuali Allah semata yang tiada
sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah
hamba dan pesuruh-Nya.
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah
dengan sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-
kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.” (QS.
Ali Imran [3]: 102)
“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang
telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya 1 Hadits riwayat Tirmidzi 5/585 no. 3701. Tirmidzi berkata,
“Hadits tersebut baik namun asing. Ahmad 5/63
Allah menciptakan istrinya; dan daripada keduanya Allah
mengembang-biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan,
bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-
Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah)
hubungan silaturahmi. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan
mengawasi kamu.” (QS. an-Nisa [4]: 1)
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada
Allah dan katakanlah perkataan yang benar. Niscaya Allah
memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu
dosa-dosamu. Dan barangsiapa menaati Allah dan Rasul-Nya,
maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar.”
(QS. al-Ahzab [33]: 70-71)
Amma Ba’du.
Sesungguhnya sebenar-benarnya pembicaraan adalah kitab
Allah (al-Qur`an), sebaik-baiknya petunjuk adalah petunjuk
Nabi Muhammad saw, dan seburuk-buruknya perkara adalah
perkara yang baru. Setiap yang baru adalah bid’ah, setiap
bid’ah adalah kesesatan, dan setiap kesesatan itu di neraka.
Wahai para generasi yang bertauhid!
Wahai para pembawa prinsip!
Wahai batalion yang suci!
Hari ini kita mencermati dengan segenap hati,
penglihatan dan pendengaran kepada Rasul kita, Muhammad saw.
Marilah kita menyampaikan selamat kepadanya di awal tahun
Hijriyah ini. Dia adalah sosok pertama yang melakukan
hijrah. Hari ini kita hidup bersama dengan anak-anak ketika
hari tersebut ia dilarang dari anak-anaknya. Hari ini kita
hidup senang di rumah dan gedung-gedung, pada saat ia dulu
diusir dari rumah. Hari ini kita hidup sejahtera penuh
dengan kebahagiaan, ketika dulu ia hidup dalam kesengsaraan,
penuh dengan cercaan dan memberikan jiwa serta nyawanya demi
menegakkah kalimat tauhid, “Tidak ada Tuhan yang berhak
disembah kecuali Allah.”
Itulah hijrah. Adapun tema khutbah ini adalah “Da’i
yang Terusir”.
Rasul diusir oleh kerabat, saudara dan keluarganya.
Kenapa ia sampai diusir? Karena ia membawa prinsip-prinsip
keselamatan. Kenapa ia diusir? Apakah karena ia merampas
harta orang lain, menumpahkan darah, menduduki suatu wilayah
atau menyembunyikan aneka kebutuhan? Tidak, akan tetapi ia
diusir karena ia datang untuk menyelamatkan umat manusia,
mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju cahaya.
Inilah peristiwa hijrah. Berbagai kelompok orang
menutup pintu rumahnya dari Muhammad, mereka mengancamnya
selama dua puluh empat jam agar meninggalkan tanah airnya
dan tidak menetap di sana.
Peristiwa ini sungguh mengherankan. Betapa tidak?!
Padahal ia dilahirkan di sana, menikmati masa kecil di sana,
meminum air yang berada di sana, menghirup udara yang ada di
sana, namun suatu ketika tanah airnya berkata, “Keluarlah
engkau!” Ke mana? Tidak tahu!
Alangkah damainya seandainya penduduk Mekkah membiarkan
Muhammad keluar dari sana dalam keadaan damai. Namun sayang,
mereka ingin mengusir Muhammad dalam kondisi sudah menjadi
bangkai, atau ingin memenjarakan dan mengikatnya dengan
besi, atau bahkan melenyapkannya dari muka bumi. “Dan
(ingatlah), ketika orang-orang kafir (Quraisy) memikirkan
daya upaya terhadapmu untuk menangkap dan memenjarakanmu
atau membunuhmu, atau mengusirmu. Mereka memikirkan tipu
daya dan Allah menggagalkan tipu daya itu. Dan Allah sebaik-
baik Pembalas tipu daya.” (QS. al-Anfal [8]: 30)
Namun, Muhammad bersembunyi sebelum meninggalkan
Mekkah.
Aku bersembunyi dari musuhku di bawah naungan sayap-
Nya. # Mataku melihat musuh-musuhku namun ia tidak melihat
aku.
Seandainya hati bertanya tentangku, tentu ia tidak akan
berputar. # Dan, di mana tempatku, kami tidak tahu.
Muhammad memasukkan Ali ke dalam rumahnya dan
memintanya untuk tidur di tempat tidurnya. Maka, orang-orang
kafir dan keji itu mencarinya, sebab menurut mereka ia
mengancam kepentingan mereka yang dilandaskan atas
kezhaliman, sebab ia membatasi hawa nafsu mereka, sebab ia
tidak mematuhi mereka dalam kesesatan.
Bahwa orang-orang yang rusak, baik dulu atapun
sekarang, selalu menilai para pengusung prinsip dan para
penunjuk jalan kebenaran sebagai musuh sepanjang zaman.
Sebab para penunjuk jalan kebenaran itu selalu berkata
kepada mereka, “Tidak dalam maksiat, syahwat dan kesesatan.”
Itulah pendirian mereka yang tercermin ketika mereka
menyatroni rumah Nabi dengan membawa pedang yang terhunus,
sehingga ketika Nabi keluar mereka akan langsung
membunuhnya.
Di sinilah terlihat keberanian Nabi. Yaitu sebuah
keberanian yang tidak tampak pada orang lain, dimana
keberanian itu muncul karena anak, persawahan atau jabatan
mereka akan diambil oleh orang lain.
Adapun Muhammad saw, ia berani memberikan kepalanya
demi mempertahankan prinsipnya, berani menentang matahari
untuk turun di tangan kanannya dan bulan di tangan kirinya.
Demi Allah, ketika matahari dan bulan itu turun, Muhammad
tidak terkecoh satu langkah pun, sampai akhirnya ia
mengumumkan prinsipnya di muka bumi, “Tidak ada Tuhan yang
berhak disembah kecuali Allah.”
Orang-orang kafir itu menyatroni Muhammad, namun Jibril
lebih dulu datang dan memberi kabar kepadanya, “Musuh-musuh
berada di luar rumah! Mereka ingin membunuhmu.” Muhammad
kemudian berkata, “Sesungguhnya Allah bersama kami. Bagi
Allah-lah puncak keberanian dan bagi Allah-lah jiwa yang
tinggi.”
Wahai para pembunuh yang zhalim, engkau membuat
kekacauan di sana-sini. # Di pinggiran kota manakah tanganmu
(wahai Muhammad) bersembunyi.
Matahari dan bulan dalam genggamanmu seandainya turun.
# Sinar cahaya dan api yang ada padamu tidak akan pernah
padam.
Engkau seorang yatim namun memiliki tempat
penyembelihan # berjuta orang-orang lalim membeku di
pelataran tempat penyembelihan itu.
Muhammad keluar dari rumahnya tanpa pedang, sedang
orang-orang kafir itu membawanya. Muhammad keluar dari
rumahnya tanpa membawa tombak, sedang mereka membawanya.
Muhammad hanya mengambil segenggam debu dan kemudian Allah
membuat mereka mengantuk sehingga mereka pun tertidur.
Akibatnya, pedang yang ada di tangan mereka berjatuhan.
Muhammad lalu keluar dan menebarkan debu tersebut di kepala
orang-orang yang keji itu, seraya mengucapkan, “Dan, Kami
jadikan di hadapan mereka dinding dan di belakang mereka
dinding (pula), dan Kami tutup (mata) mereka sehingga mereka
tidak dapat melihat.” (QS. Yasin : 9)
Setelah empat belas Abad dari peristiwa ini, hari ini
kita mencoba mencermati untuk mengambil beberapa pelajaran:
Pertama. Tawakal kepada Allah, menyerahkan segala
persoalan kepada-Nya dan tulus ketika kembali kepada-Nya.
Tidak ada yang dapat mencukupi kecuali Allah. Allah
berfirman melalui salah satu lidah kekasih-Nya, “... ‘dan
aku menyerahkan urusanku kepada Allah. Sesungguhnya Allah
Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya.’ Maka, Allah
memeliharanya dari kejahatan tipu daya mereka...” (QS. al-
Ghafir : 44-45) Allah SWT juga berfirman kepada Rasul-Nya,
“... dan mereka mempertakuti kamu dengan (sembahan-sembahan)
yang selain Allah?...” (QS. az-Zumar : 36)
Muhammad bertawakal kepada Allah. Karena itu, ia
berada di bawah Allah, di bawah lindungan-Nya dan menjadi
hamba bagi-Nya. Ia tidak mempunyai nilai, berat atau
pengaruh bagi Allah.
Manusia di zaman sekarang menjadikan kebenaran takawal
dan permintaan tolong kepada Allah hanya di dalam logika
mereka, tidak dalam kehidupan dan tindakan mereka secara
praktis. Sebab, mereka itu takut untuk menghadapi apapun.
Mereka takut terhadap apa yang akan terjadi ketika kalimat
“Tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah”
mengancam mereka.
Bahwa persoalan jabatan telah memperbudak manusia.
Jabatan, kedudukan, kekuasaan dan kepangkatan telah
memperbudak manusia merdeka dan berani menjadi manusia
rendah lagi penakut. Ia tidak berani mengucapkan kebenaran,
bahkan “Anda (menjadi) hamba dinar, dirham, beludru dan
kacang khumus.”1
Muhammad ingin mendirikan generasi yang kuat lagi
berani untuk memberikan kepalanya demi mempertahankan
prinsip, dan memberikan jiwanya demi menjalankan metode.
Namun itu membutuhkan waktu yang lama, sedangkan hati orang-
orang kafir itu amatlah keras, metode yang akan diterapkan
bisa terhapus, dan umat manusia waktu itu hidup dalam
kehampaan spiritual. Mereka lebih takut kepada apa yang akan
dilakukan oleh orang lain. Lihatlah mereka. Demi Allah, 1 Diriwayatkan oleh al-Bukhari 7/175
mereka lebih takut kepada manusia daripada Tuhan manusia.
Berapa banyak dari mereka yang merasa khawatir, berapa
banyak dari mereka yang merasa takut, berapa banyak dari
mereka yang mengalami kegoncangan akibat intimidasi kecil
yang mengancam kedudukan, pangkat, pemasukan atau rizki
mereka. Padahal sesungguhnya tidak ada yang dapat memberi
rizki selain Allah. Tidak ada yang menciptakan manusia
kecuali Allah. “Dan, mereka mengambil tuhan-tuhan selain
daripada-Nya (untuk disembah), yang tuhan-tuhan itu tidak
menciptakan apapun, bahkan mereka sendiri diciptakan dan
tidak kuasa untuk (menolak) sesuatu kemudaratan dari dirinya
dan tidak (pula untuk mengambil) sesuatu kemanfaatan pun dan
(juga) tidak kuasa mematikan, menghidupkan dan tidak (pula)
membangkitkan.” (QS. al-Furqan : 3)
Bahwa melalui cerita hijrah, tawakal nampak jelas
sebagaimana tawakal itupun nampak jelas dalam bentuk dan
peristiwa yang lain. Muhammad memasuki gua (Hira). Berulang
kali kita telah membicarakan tentang gua, kita selalu
mengulang-ulangnya sebab dari sanalah tanggal pertama
dimulai.
Cahaya keluar dari gua itu. Siapa yang dapat menahan
Muhammad saw? Di mana arak-arakan orang kafir itu? Di mana
orang-orang yang dapat meringankan beban orang lain? Di mana
tentara bersenjata yang melindungi orang-orang besar dan
para pejabat? Mereka lebih lebih kecil dari Muhammad, baik
dari bahaya dan posisinya, padahal ia tidak memiliki
tentara, tidak memiliki penjaga, tidak memiliki senjata,
tidak memiliki intel dan tidak memiliki spionase.
“Jika mata perlindungan telah menjagamu, tidurlah semua
kejadian itu aman.”
Abu Bakar berkata, “Ya Rasulullah, demi Allah,
seandainya salah seorang dari mereka melihat tempat telapak
kakinya, tentu dia akan melihat kita.” Rasulullah hanya
tersenyum. Senyum yang tersungging ketika menghadapi
kematian hanya mampu dilakukan oleh orang-orang besar.
Karena itulah, al-Mutanabi memuji Muhammad dimana ia
mengatakan bahwa Muhammad tidak pantas menjadi tentara di
batalionnya.
Engkau berdiri untuk orang-orang yang berdiri dan
tidaklah kematian itu diragukan. # Seolah engkau melihat
kematian sedang mereka itu tertidur.
Para pahlawan itu melintasimu seraya mengutarakan
kesedihan # sedang mukamu berseri-seri dan wajahmu
menantang.
Rasulullah tersenyum kemudian bertanya kepada Abu
Bakar, “Apa yang engkau kira wahai Abu Bakar tentang (sosok)
ketiga dari dua orang?”1 Apakah ketiganya akan dikalahkan?
Atau mereka akan menguasai musuh-musuhnya? Jika Allah yang
menjadi sosok ketiga, siapa yang akan dikalahkan? Siapakah
yang akan tersingkir dalam persaingan itu? Siapa yang akan
dihancurkan di akhir peperangan?
Nabi Muhammad saw berkata kepada Abu Bakar, “Jangan
sedih, sesungguhnya Allah bersama kita.” Ya, Allah akan
melindungi mereka dengan ilmu-Nya. Ilmu yang selalu menjaga,
memperkuat dan memelihara para kekasih-Nya, yang senantiasa
menyertai Ibrahim ketika ia terbang di udara antara langit
dan bumi, yang cepat laksana lontaran bom menjadi api.
Jibril bertanya kepada Ibrahim, “Apakah engkau mempunyai
kebutuhan terhadapku?” Ibrahim menjawab, “Kepadamu tidak,
tapi kepada Allah ya!” “... cukuplah Allah menjadi Penolong
kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung ...” (QS. Ali
Imran [3]: 173) Maka seketika itu pula api yang membakar
Ibrahim menjadi dingin.1 Diriwayatkan oleh al-Bukhari 4/190
Demikian juga perlidungan yang selalu menyertai Musa,
sang pengembala kambing, sosok yang membawa tongkatnya,
sosok yang tidak dapat berbahasa dengan baik, sosok yang
memasuki halaman kezhaliman dan keangkara-murkaan Fir’aun,
sosok yang menjaga Fir’aun selama lebih dari tiga puluh
tahun, sosok yang mengalirkan darah di lantai istana
Fir’aun, sosok yang melirik dan berkata, “Ya Tuhanku,
sesungguhnya kami khawatir bahwa ia segera menyiksa kami
atau akan bertambah melampaui batas.” (QS. Thaha : 45)
Maka Allah kemudian mengajarkan kepadanya tentang
pelajaran tauhid dan tawakal, “... janganlah kamu berdua
khawatir, sesungguhnya Aku beserta kamu berdua, Aku
mendengar dan melihat...” (QS. Thaha : 46)
“Sesunguhnya Aku bersama kalian berdua, Aku mendengar
dan melihat,” demikianlah Allah berfirman yang selalu
menundukkan hamba-hamba-Nya dengan kedua tangan-Nya,
menggenggam kepala berhala-berhala, mengendalikan segala
keputusan dengan tangan kanan-Nya, yang tak ada seorang pun
dapat melakukan satu tindakan kecuali dengan kekuasaan-Nya.
Suraqah mengusir Muhammad saw. Ia sama sekali tidak
menoleh, padahal ia membaca al-Qur’an; sebab Allah bersama
Muhammad yang mendoa’akan Suraqah hingga menjerit ketika
menerima kematian. Ia berkata, “Wahai Muhammad, tuliskan
jaminan keamanan untukku sepanjang hidupku. Sekarang engkau
pelindung dan aku sedang terancam. Demi Tuhan, jangan engkau
bunuh aku!”
Ia lari dari maut dan dalam genggamannya ia pasti mati.Lihatlah Muhammad yang tersenyum dan berkata kepada
Suraqah, “Apa yang akan engkau lakukan jika engkau dipagari
dengan kedua pagar kaisar? Di mana kaisar?” sang imperior
Parsi, diktator selatan, penjahat yang banyak menumpahkan
darah. Suraqah tertawa seolah dia mendengar sebentuk
khayalan. Atau, inilah yang menguasai imperium dunia. Atau,
inikah yang menghancurkan kerajaan dunia, sementara ia
sendiri tidak dapat menyelamatkan dirinya.
Kemudian peristiwa itu terjadi, kezhaliman dihancurkan,
Utara ditaklukkan, dan kalimat “Tidak ada Tuhan selain
Allah” berdiri megah di sana.
Dan tidaklah datang suatu daerah kecuali engkau
mendengar di sana # Allahu akbar (Allah Mahabesar) mengalir
ke berbagai sudutnya.
Dan kekal di jalan Allah adalah pemicunya. # Dan kekal
di jalan Allah adalah yang membersihkannya.
Tidaklah kuda itu berperang kecuali hancur orang yang
menunggangnya. # Dan, tidaklah anak panah itu dipanahkan
kecuali meleset orang yang memanahnya.
Kedua. Pelajaran kedua yang dapat dipetik dari
peristiwa Hijrah adalah, Allah senantiasa menjaga para
kekasih-Nya. Benar mereka itu disakiti, disiksa,
dipenjarakan dan mereka mengorbankan nyawanya secara murah
kepada Allah. Namun mereka akan mendapat pertolongan. Sebab,
pertolongan Allah itu suatu akibat yang pasti diterima oleh
orang-orang yang bertakwa. “Sesungguhnya Kami menolong
Rasul-rasul Kami dan orang-orang yang beriman dalam
kehidupan dunia dan pada hari berdirinya saksi-saksi,(yaitu)
hari yang tiada berguna bagi orang-orang lalim permintaan
maafnya dan bagi merekalah laknat dan bagi merekalah tempat
tinggal yang buruk.” (QS. al-Ghafir : 51-52)
Pertolongan itu itu adalah hasil yang harus. Mereka
adalah orang-orang yang pasti menerima pertolongan Allah di
akhir cerita. Dan kebatilan, sehebat apapun, setinggi
apapun, sebesar apapun, akan dihancurkan sebagaimana janji
Allah, “... Adapun buih itu, akan hilang sebagai sesuatu
yang tak ada harganya; adapun yang memberi manfaat kepada
manusia, maka ia tetap di bumi.” (QS. ar-Ra’duu : 17)
Kebatilan itu mempunyai asal, kebenaran itu mempunyai
rotasi, dan akibat (pertolongan Allah) itu akan diterima
oleh orang-orang yang bertakwa. Allah telah menjamin untuk
memberi perlindungan bagi fundamen-fundamen agama ini,
orang-orang yang berpegang teguh kepada-Nya, dan orang-orang
yang tergabung di bawah bendera-Nya. Maka, meskipun mereka
menerima perlakuan buruk, penyiksaan, penindasan, pelecehan,
itu semua tidak akan menambah mereka (orang-orang yang
bertakwa) kecuali semakin berpegang teguh kepada prinsip-
prinsipnya dan memperteguh kekuatannya.
Ketiga. Pelajaran ketiga yang dapat dipetik dari
peristiwa Hijrah adalah mengenal pengorbanan dan memberi.
Hal ini jelas dalam sejarah Nabi, namun apa yang harus aku
lakukan? Apa yang harus aku lakukan untuk agama ini? Apa
yang harus kita persembahkan? Muhammad saw selalu ada yang
mengerakkan jiwa, perasaan, pemikiran, harta, keluarga dan
nyawanya untuk dikorbankan kepada Allah. Nabi saw bersabda
menjelaskan salah satu posisinya, “Demi Dzat yang jiwaku
berada di tangan-Nya; Aku benar-benar ingin berperang di
jalan Allah kemudian aku dibunuh, kemudian aku berperang
(lagi) dan dibunuh (lagi), kemudian aku berperang lagi dan
dibunuh (lagi).”1
Muhammad meninggalkan Mekkah dalam keadaan terusir.
Pintu-pintu Mekkah telah tertutup baginya. Sekarang ia
berada di mulut singa. Ia berbicara kepada Mekkah. Di antara
beliau dengan Mekkah ada jarak kenangan yang tidak mudah
dilupakan.
1 Hadits riwayatBukhari 1/14, Muslim 3/1496 no 1876
Wahai orang yang sulit untuk berpisah dengan mereka. #
Perasaan kami terhadap segala sesuatu setelah kepergianmu
telah sirna.
Jika engkau pergi dari satu kelompok dan mereka telah
menguasainya, # janganlah engkau berpisah dari mereka.
(Sebab) mereka pun akan pergi.
Nabi berkata kepada Mekkah, “Demi Dzat yang jiwaku
berada di tangan-Nya. Engkau adalah negara Allah yang paling
dicintai hatiku. Seandainya tidak karena pendudukmu
mengusirku darimu, tentu aku tidak akan kelur.”1 Air mata
Nabi kemudian terurai dan pergi. Anak-anak perempuannya
dipukul di depannya, sedang beliau tidak dapat menolak
kekejaman itu dari mereka. Kepalanya dibebani dengan batu
ketika ia sedang sujud sehingga tidak dapat bergerak.
Sementara orang-orang Quraisy yang melakukan itu tertawa
riang. Untunglah Fatimah kemudian datang dan memindahkan
batu tersebut dari punggung beliau. Setelah Rasulullah
selesai dari shalatnya, beliau berdo’a, “Ya Allah, celakalah
orang-orang Quraisy. Ya Allah, celakalah orang-orang
Quraisy. Ya Allah, celakalah Amru bin Hisyam, Atabah bin
Rubai’ah, Syaibah bin Rubai’ah, Walid bin Atabah, Umayyah
bin Khalaf, Aqabah bin Abi Mu’ith dan ‘Imarah bin al-Walid.”
Abdullah bin Mas’ud berkata, “Demi Allah, aku melihat
meraka mati di hari perang Badar.”2 Maka Allah mengucapkan
shalawat, salam dan keberkahan kepada Rasulullah.
1 Hadits riwayat Tirmidzi 5/679 no. 3925. Tirmidzi berkata,
“Baik dan asing tapi shahih.” No. 3926. Tirmidzi berkata,
“Baik tapi asing dari jalur ini.”
Ibnu Majah 2/1037 no. 3108. Al-Darami 2/311 no. 2510
2 Hadits riwayatBukhari 1/131, 132 Muslim 3/1418 no 1794
Rasulullah menjual tempatnya di Mekkah dengan transaksi
yang ditangani oleh ‘Aqil bin Abu Thalib dan paman-paman
beliau yang mendustakannya kepada orang-orang. Rasulullah
disiram dengan debu, diusir jauh-jauh, dilukai batok
kepalanya, dilukai jari-jemarinya dan dipatahkan tangannya.
Namun Rasulullah tetap sabar dan menguasai diri.
Orang-orang kafir itu ingin mengunci suaranya, maka
mereka memperkeras suaranya dengan sangat kuat, besar,
dalam, nyaring sehingga Nabi terusir ke Madinah. Namun
ternyata di sana Nabi diterima dengan baik.
Dan, jika Allah ingin menyebarkan kebaikan, # maka
Allah melipatnya dan memberikan kepadanya lidah orang-orang
hasud.
Seandainya tidak karena api itu terfokus pada sesuatu
yang ada di sampingnya, # tidak akan dikenal bau wanginya.
Demikianlah orang-orang besar. Demikianlah para
penunjuk jalan kebenaran. Dunia tunduk kepadanya, mereka
mendengarkan ucapannya, Allah memperkuatnya dengan tentara
dari sisi-Nya, dan para malaikat kekal bersama mereka.
Dan para malaikat berperang bersama kami di Uhud # Di
bawah kabut mereka tidak dapat ditangkap atau diketahui.
Jadi, demikianlah pengorbanan itu. Engkau harus
menyumbangkan darah, harta, air mata, dan waktumu untuk
Islam. Jika tidak mampu untuk menyumbangkan itu, maka dengan
raka’at, tasbih yang biasa dilakukan oleh mayoritas orang.
Namun mereka tidak tidak terbakar karena permasalahan-
permasalahan agama, dan mereka tidak marah karena keharaman
telah dilanggar. “Kepada-Mu lah kami beribadah dan kepada-Mu
lah kami memohon pertolongan.” (QS. al-Fatihah [1]: 5)
Mereka tidak mampu untuk maju bersama dengan langkah Anda
untuk menolong kalimat “Tidak ada Tuhan yang berhak disembah
kecuali Allah.”
Keempat. Apa yang telah kita berikan untuk tahun
Hijriyah? Usia kita telah hilang satu tahun. Di tahun itu
sekelompok orang mati sedang sekelopok lainnya hidup,
sekelompok orang kaya sedang sekelompok lainnya miskin,
sekelompok orang menjadi pemimpin, sementara sekelompok
lainnya lengser. Apa yang telah kita sumbangkan untuk Islam?
Anda berhak merasa heran terhadap saya. Tapi jika Anda
heran, maka Anda harus heran terhadap perbuatan mereka
terkait dengan hijrah Rasulullah saw.
Di manakah koran-koran pagi itu? Di mana chanel-chanel
itu? Di manakah koran yang tidak menuliskan tentang
kehidupan Muhammad itu? Di manakah koran yang tidak
menjelaskan kebaikan di antara kebaikan-kebaikannya? Para
penulisnya merupakan benalu atas hidangannya, para
penulisnya adalah orang-orang merdeka yang telah dikeluarkan
oleh Muhammad dari perbudakan, perbudakan keberhalaan dan
penghambaan kepada selain Allah; sebuah negara yang matahari
tidak menyinarinya kecuali dengan dakwah Muhammad. Tidak ada
kata, tidak ada penyangga kecil atau sudut yang menceritakan
tentang reformer agung, Muhammad saw. Aku pernah membaca
sebuah berita tentang anjing yang mengalami peristiwa di
Barat dan mereka menjemahkannya. Namun, tak seorang pun dari
mereka yang menuliskan tentang kehidupan Muhammad.
Aku pernah berkata kepada para penulis, dewan redaksi,
kelompok budayawan –sebagaimana mereka kira-, pakar kalimat
dan para pemikir, “... dan jika kamu berpaling niscaya Dia
akan mengganti (kamu) dengan kaum yang lain, dan mereka
tidak akan seperti kamu (ini).” (QS. Muhammad : 38). Jangan
pelit dengan tinta kalian untuk Muhammad. Jangan kikir
dengan halaman kalian dari Muhamamd. Sekarang kami telah
memiliki generasi yang mengumumkan orientasinya kepada
Allah. Generasi yang yang menulis tentang hijrah Rasul
dengan air mata mereka, generasi yang memelihara sejarah
Rasul dengan hati mereka, sehingga cinta kepada Muhammad
mengalir dalam darah mereka.
Kami memiliki generasi seperti jumlah atom yang
seluruhnya, demi Allah, mengharapkan dibunuh di jalan Allah
hari ini sebelum besok. Itu dilakukan demi menegakkan
prinsip-prinsip Muhammad saw. Itulah dampak yang muncul
kepada kami. Itulah posisi kami tentang dakwah dan misi
kerasulannya. Sungguh mengherankan Anda semua mempunyai
pemikiran selain pemikiran Muhammad. Sungguh mengherankan
Anda mempelajari berbagai metode selain metode Muhammad.
Sungguh mengherankan berbicara tentara karakter selain dari
karakter Muhammad.
Aku pernah melihat di pojok surat kabar yang
dispesialkan untuk mengetengahkan sosok-sosok terkenal dan
populer serta tanggal kematian mereka. Sesungguhnya mereka
itu sebenarnya merupakan tokoh-tokoh yang banyak menumpahkan
darah dan kehancuran di dunia. Mereka itu tokoh-tokoh yang
telah banyak membunuh dan membuat kehancuran, serta
melakukan pelecehan terhadap bangsa-bangsa. Adapun sosok
pembebas pertama (Muhammad), sosok yang telah Allah
perbaiki, maka tidak ada komentar untuknya dan tidak ada
pula yang menulis tentang biografinya. Dengan apa mereka
akan meminta kepadanya (Muhammad)?
Namun demikian, itu jangan diartikan bahwa aku ingin
memunculkan ulang tahun Hijriyah bagi sosok Muhammad. Sebab,
Islam tidak mengukuhkan itu dan tidak ada ulang tahun di
dalam Islam.
Islam tidak percaya dengan semua itu. Islam tidak
membenarkan kita berkumpul di sudut-sudut untuk menari-nari
sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang hina itu sambil
menyanyi-nyanyi dan menepuk-nepuk tangannya. Ungkapan
selamat di dalam Islam tidak demikian. Ungkapan selamat di
dalam Islam adalah dengan membersihkan negaranya dari hal-
hal yang telah dibersihkan oleh Muhammad, sehingga dengan
demikian negara itu akan menjadi negara yang suci. Ungkapan
selamat di dalam Islam adalah dengan berjalan sesuai dengan
langkah-langkahnya, mengikuti metodenya dan berkorban untuk
prisip-prinsipnya dengan pengorbanan yang lebih besar dari
pengorbanan kaum revolusioner Arab, kaum marxis Arab, kaum
sosialis Arab.
Ungkapan selamat kita kepada Muhammad adalah dengan
melaksanakan Sunnahnya dan menyebarkannya di muka bumi
sebagaimana diwasiatkan darinya kepada kita, “Sampaikanlah
dariku walaupun satu ayat.”1 “Allah akan mempercantik
seseorang yang mendengar ucapanku, kemudian menyimpannya,
melaksanakannya sebagaimana ia mendengarnya. Berapa banyak
para penyampai yang lebih sadar dari pendengar.”2
Bahwa dunia belantara dimana seseorang bersujud kepada
batu, mengumpulkan kurma dan dibentuk menjadi patung
kemudian disembah, mendatangi berhala yang dikencingi oleh
anjing dan kancil serta berdo’a kepadanya agar disembuhkan
dari penyakitnya, merupakan dunia yang sesat.
Berapa banyak kancil yang telah mengencingi kepalanya
(berhala), # sungguh telah sesat orang yang menyembah
berhala yang telah dikencingi oleh anjing.
Siapa yang membebaskan umat manusia dari keadaan
seperti itu? Dialah Muhammad saw. Namun sangat mengherankan 1 Hadits riwayat Bukhari 4/1452 Hadits riwayat Abu Daud 3/322 no. 3660; Tirmidzi 5/33 no.
2656 (Ia berkata berkata, “Hadits itu baik”), no. 2657. (Ia
berkata, “Hadits itu shahih.”) dan no. 2658; Ibnu Majah 1/85
no. 231, 323 dan al-Albani menshahihkannya dalam “Shahih al-
Jami’” no. 6763- 6766.
jika banyak pihak yang merayakan lingkungan bersih, seminar
lingkungan bersih, seminar seni pariwisata, seminar etika
kebersihan, namun seminar-seminar itu tidak dikunjungi
kecuali oleh empat orang yang akan mengobati semua sapi.
Bagaimana sapi-sapi itu mengobati dirinya? Apakah yang bisa
menjadi obat bagi sapi-sapi itu? Siapa pahlawan yang akan
mengobati sapi-sapi itu dari penyakitnya?
Aku menemukan kata akhir puisi dari ketidak
teraturannya # Tapi aku tidak dapat menggunakannya jika sapi
itu belum paham.
Mengapa tidak dibentuk seminar yang bertajuk “Pengaruh
Kerasulan Muhammad bagi Dunia”? Mereka para pakar dan
pengamat itu tidak mendatangi seminar yang bertajuk “Islam
dan Kebutuhan Dunia Terhadapnya”, “Kami dan al-Qur’an”,
“Cintakan kepada Kami al-Qur’an”, “Apa yang Kita Berikan
untuk Islam” dan “Dampak kalimat Laa ilaaha Illallah {tidak
ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah} dalam
Kehidupan Manusia.”
Seminar-seminar yang dapat mengenyangkan manusia,
menjewer telinga dan membuat kita mual akibat mendengarnya,
demi Allah, itu merupakan terasa menghabiskan waktu,
menghitamkan kertas, menjewer telinga dan memiskinkan hati.
Wahai hamba-hamba Allah!
Demikianlah sosok yang pertama kali hijrah. Demikianlah
sosok yang dideportasi demi mempertahankan prinsipnya.
Demikianlah surat-surat kabar, pena-pena dan Anda semua
bebas menentukan, “Bahkan manusia itu menjadi saksi atas
dirinya sendiri, meskipun dia mengemukakan alasan-
alasannya.” (QS. al-Qiyamah : 14-15) “Hai manusia, apakah
yang telah memperdayakan kamu (berbuat durhaka) terhadap
Tuhanmu Yang Maha Pemurah. Yang telah menciptakan kamu lalu
menyempurnakan kejadianmu, dan menjadikan (susunan tubuh) mu
seimbang.” (QS. al-Infithar : 6-7)
Aku mengatakan apa yang kalian dengar dan aku memohon
ampunan kepada Allah yang Mahaagung lagi mulia untuk diriku,
kalian, dan semua kaum Muslimin. Maka, mintalah kepada-Nya,
sesungguhnya Dia Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.
Khutbah Kedua
Segala puji hanyalah milik Allah Tuhan semesta alam,
Dzat yang mengurus orang-orang shalih; dan tiadalah
permusuhan kecuali atas orang-orang zhalim. Shalawat dan
salam tercurah kepada pemimpin orang-orang bertakwa, panutan
seluruh manusia, kepada keluarga dan para sahabatnya; dan
ucapkanlah salam dengan salam yang banyak.
Wahai kaum Muslimin!
Di bulan ini, telah diusir da’i pertama, yaitu saudara
Nabi Muhammad saw, yang memiliki metode seperti metodenya,
sejarah seperti sejarahnya, dan dakwah seperti dakwahnya.
Dia adalah Nabi Musa as. “Dan, seperti itulah, telah Kami
adakan bagi tiap-tiap Nabi, musuh dari orang-orang yang
berdosa. Dan cukuplah Tuhanmu menjadi Pemberi petunjuk dan
Penolong.” (QS. al-Furqan : 31)
Tidak akan pernah diutus seorang Nabi melainkan Allah
menyiapkan berhala yang menantinya, dan seorang da’i tidak
akan membawa sebuah prinsip kecuali Allah menyiapkan orang
zhalim yang mengintainya. Itu adalah sunnatullah yang
engkau tidak akan menemukan pengganti baginya. “Mereka
(tentara Thalut) mengalahkan tentara Jalut dengan izin Allah
dan (dalam peperangan itu) Daud membunuh Jalut, kemudian
Allah memberikan kepadanya (Daud) pemerintahan dan hikmah,
(sesudah meninggalnya Thalut) dan mengajarkan kepadanya apa
yang dikehendaki-Nya, seandainya Allah tidak menolak
(keganasan) sebagian manusia dengan sebaian yang lain, pasti
rusaklah bumi ini. Tetapi Allah mempunyai karunia (yang
dicurahkan) atas semesta alam.” (QS. al-Baqarah [2]: 251)
Di bulan inilah Nabi Musa keluar dari Mesir dalam
keadaan terusir. Fir’aun yang kejam mengusirnya dengan enam
ratus ribu orang pembunuh. “Maka Firaun mempengaruhi kaumnya
(dengan perkataan itu) lalu mereka patuh kepadanya. Karena
sesungguhnya mereka adalah kaum yang fasik.” (QS. az-Zukhruf
: 54)
Para pemotong kambing, bangsa yang tidak mengerti
kecuali roti, tidak mengerti kecuali makan, tidak paham
kecuali budaya panci, kantong dan perut, mereka semua
bertepuk tangan pada sang berhala Fir’aun. Mereka ambisi
terhadap kepala sang Da’i. Itulah yang terjadi pada bangsa
tipis, usang dan hancur dari dalam jiwanya. Mereka mengusir
Nabi Musa as, mereka ingin membunuhnya. Itu dilakukan sebab
mereka tidak ingin Musa membebaskan mereka dan berkata
“Tidak”. Sebab, Musa pun ingin mengeluarkan mereka dari
kegelapan menuju cahaya.
Mereka mengatakan “Tidak” ketika Nabi Musa ingin
mengangkat derajat mereka. Mereka mengatakan “Tidak” ketika
Musa terbentur dengan lautan, sementara di belakangnya
tentara Fir’aun mengejarnya, dan di depannya kematian dan
laut menantinya. Harus ke mana ya Tuhan? Kepada Allah. Musa
lalu menoleh dan berdo’a, dan sesungguhnya Allah itu
Mahadekat, “Dan, apabila hamba-hambaKu bertanya kepadamu
tentang Aku, maka (jawablah) bahwasannya Aku adalah dekat.
Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo’a apabila ia
memohon kepada-Ku. Maka, hendaklah mereka itu memenuhi
(segala perintah) Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku,
agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” (QS. al-Baqarah
[2]: 186)
Orang-orang Bani Israil menangis, para pengkhianat
takut, para pengecut mundur, dan hancurlah batalion Fir’aun
yang kokoh itu. Wahai Musa “Sesungguhnya kita benar-benar
akan tersusul” (QS. as-Syu’ara : 61)
Melihat itu, Musa tersenyum sebagaimana Muhammad
tersenyum ketika bersembunyi di dalam gua. “Sekali-kali
tidak akan tersusul; sesungguhnya Tuhanku besertaku, kelak
Dia akan memberi petunjuk kepadaku.” (QS. as-Syu’ara : 61)
Orang-orang Bani Israil itu berkata kepada Musa
sebagaimana dijelaskan oleh para ahli tafsir, “Ke mana
Tuhanmu menunjukkanmu, sedang Fir’aun di belakangmu dan laut
di depanmu?” Itulah kebinasaan yang tidak dapat dihindari.
Itulah persoalan yang tidak ada jalan keluarnya menurut
kebiasaan manusia.
“Musa menjawab, ‘Sekali-kali tidak akan tersusul;
sesungguhnya Tuhanku besertaku, kelak Dia akan memberi
petunjuk kepadaku.” Dan, seketika itu pula Musa berdialog
dengan Tuhannya sehingga ia tidak terlambat “Pukullah lautan
itu dengan tongkatmu”. (QS. as-Syu’ara : 63)
Dengan menyebut nama Allah, Musa kemudian memukulkan
tongkatnya ke lautan. Maka terbelahlah lautan itu dan
nampaklah jalan untuk menyelamatkan diri. Musa kemudian
melewati jalan itu sementara orang-orang Bani Israil
berjalan di belakangnya.
Selanjutnya tibalah giliran orang-orang lalim itu.
Mereka ingin mencoba bagian lain dari permainan Musa dalam
kondisi yang tersia-sia dan di bawah tekanan gladiator para
berhala. Para berhala itu memang memiliki para gladiator
yang mungkin akan dilaknat oleh semua hati ketika mereka
berjalan di bumi, sehingga mereka mengalami kehancuran.
Atau, mereka akan di-smash sebagaimana yang terjadi, dan itu
juga kehancuran. Atau, Allah akan menyimpan mereka di dalam
neraka dan itupun kehancuran.
Ketika Musa telah selamat dan Fir’aun dengan tentaranya
sedang melewati lautan yang terbelah itu, Allah berfirman
kepada laut untuk bersatu. Maka laut yang terbelah itupun
menyatu kembali sehingga ini menjadi akhir cerita bagi
orang-orang lalim itu. Tanah masuk ke dalam mulut Fir’aun,
dan ketika ia berada dalam keadaan yang sangat terjepit, ia
berkata, “... aku percaya bahwa tidak ada Tuhan melainkan
Tuhan yang dipercayai oleh Bani Israil, dan saya termasuk
orang-orang yang berserah diri (kepada Allah).” (QS. Yunus :
90)
Allah berfirman kepadanya, “Apakah sekarang (baru kamu
percaya)?” (QS. Yunus : 91). Dalam kedaaan seperti ini wahai
lalim nan durjana? Setelah engkau melakukan perbuatan yang
dapat mengubankan rambut? Tidak. Itu tetap akan terjadi
kepadamu. Sebaliknya Allah menyelamatkan Nabi Musa dan
orang-orang yang bersamanya.
Wahai hamba-hamba Allah!
Adalah baru dimana Rasulullah menyertai sahabatnya
dalam pesta kebahagiaan dan kemenangan, mengikuti temannya
di hari yang mulia ini, yaitu hari Asyura. Karena itulah
Rasulullah berbagabung dan bekerja sama dengan Musa.
Rasulullah saw menemukan Bani Israil di Khaibar dan
Madinah. Yaitu mereka orang-orang Yahudi yang pengkhianat
lagi pengecut. Mereka melaksanakan puasa Asyura. Rasulullah
bertanya kepada mereka, “Ada apa pada hari ini?” Mereka
menjawab, “Hari ini adalah hari dimana Allah menyelamatkan
Musa.” Nabi bersabda, “Kami lebih berhak kepada Musa dari
kalian.”1 Musa adalah saudara kami dan Musa adalah kekasih 1 Hadits riwayat Bukhari 2/251
kami. Kamilah pembawa manhaj Musa, bukan kalian wahai para
pengkhianat dunia, wahai para pemalsu sejarah, wahai anak-
anak monyet dan Babi. Maka, kemudian Rasulullah berpuasa
pada hari itu.
Rasulullah bersabda tentang hari ini sebagaimana dalam
shahih Muslim, “Sesungguhnya aku berharap dari Allah untuk
mengampuni (dosa-dosa) tahun yang telah lalu.”1
Allah Mahabesar. Berapa banyak dosa-dosa kita di tahun
lalu? Dan, adalah sunnah untuk berpuasa satu hari sebelum
hari Asyura atau setelahnya. Yaitu dengan berpuasa pada
tanggal sembilan (9) dan sepuluh (10) pada bulan ini, atau
tanggal sepuluh (10) dan sebelas (11) pada bulan yang sama.
Rasulullah bersabda, “Jika aku tetap sampai (tahun) depan,
tentu aku akan berpuasa (tanggal) sembilan (9) dan sepuluh
(10).”2
Allah bersyukur kepada Musa atas dakwah, manhaj,
pemberian dan pengorbanannya. Dan, Allah bersyukur kepada
Muhammad atas pemberian, keberanian dan pengorbanannya, demi
menyelamatkan umat ini. Allah juga bersyukur kepada setiap
orang yang berjalan sesuai dengan manhaj Muhammad saw,
berkobar demi mempertahankan prinsipnya, menyebarkan
dakwahnya, dan berperan dalam mengangkat misi kerasulannya.
Aku meminta kepada Allah agar mengumpulkan kita dengan
Muhammad saw, Ibrahim, Musa, Isa, orang-orang terpilih lagi
baik, para syuhada lagi orang-orang shalih, orang-orang baik
lagi orang-orang benar, dan para pemberani lagi dermawan, di
tempat yang benar di sisi Tuhan semesta alam.
Wahai manusia!
1 Hadits riwayat Muslim 2/819 no. 11622 Hadits riwayat Muslim 2/798 no. 1134
Bershalawatlah atas da’i yang terusir, orang yang
hijrah pertama kali, Rasul yang agung dan pemberani lagi
pemimpin, Muhammad saw, selama awan masih berarak, selama
kegelapan masih terbentang, selama salam masih ditebarkan,
selama hati dan benak kita masih diisi olehnya, selama
bunga-bunga masih merekah, selama pohon-pohon masih
bergoyang, selama sungai-sungai masih berair, selama malam
digantikan oleh siang, siang digantikan oleh malam, selama
mata masih memandang, selama kuping terbakar akibat berita,
dan selama daun-daun masih melambai di atas pohon. Juga
kepada keluarga dan para sahabatnya.
Ya Allah, tolonglah agama dan manhaj-Mu! Ya Allah,
jadikanlah ia sebagai tahun yang penuh berkah, tahun dimana
agama (Mu) mendapat pertolongan, dan kalimat “Hanya kepada-
Mu kami beribadah dan hanya kepada-Mu kami mohon
pertolongan” (al-Fatihah {1]: 5) semakin meninggi.
Bacalah shalawat dan salam kepada orang yang Allah
memerintahkan untuk membaca shalawat dan salam kepadanya.
Allah berfirman, “Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-
Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman,
bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam
penghormatan kepadanya.” (QS. al-Ahzab [33]: 56)
Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa yang bershalawat
kepadaku satu kali, aku akan membacakan shalawat untuknya
sepuluh kali.”1
Ya Allah, limpahkanlah shalawat atas Nabi dan kekasih-
Mu, dan sampaikanlah kepadanya shalawat dan salam kami dalam
kesempatan yang penuh berkah ini, wahai Tuhan semesta Alam.
Pemuda Kemarin dan Hari Ini1 Hadits Riwayat Muslim (1/288) no. (384)
Sesungguhnya segala puji hanyalah milik Allah. Kita
memuji-Nya, meminta pertolongan-Nya, meminta ampunan-Nya,
dan berlindung kepada-Nya dari keburukan diri dan pekerjaan-
pekerjaan kita. Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah,
maka tiada orang yang dapat menyesatkan dirinya. Dan,
barangsiapa yang disesatkan, maka tiada orang yang dapat
memberi petunjuk untuknya. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan
(yang berhak disembah) kecuali Allah semata yang tiada
sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah
hamba dan pesuruh-Nya.
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah
dengan sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-
kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.” (QS.
Ali Imran [3]: 102)
“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang
telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya
Allah menciptakan istrinya; dan daripada keduanya Allah
mengembang-biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan,
bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-
Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah)
hubungan silaturahmi. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan
mengawasi kamu.” (QS. an-Nisa [4]: 1)
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada
Allah dan katakanlah perkataan yang benar. Niscaya Allah
memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu
dosa-dosamu. Dan barangsiapa menaati Allah dan Rasul-Nya,
maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar.”
(QS. al-Ahzab [33]: 70-71)
Amma Ba’du.
Sesungguhnya sebenar-benarnya pembicaraan adalah kitab
Allah (al-Qur`an), sebaik-baiknya petunjuk adalah petunjuk
Nabi Muhammad saw, dan seburuk-buruknya perkara adalah
perkara yang baru. Setiap yang baru adalah bid’ah, setiap
bid’ah adalah kesesatan, dan setiap kesesatan itu di neraka.
Wahai orang-orang yang beriman!
Penambahan seseorang pada hartanya adalah kekurangan #
Keuntungannya yang tidak semata untuk kebaikan adalah
kerugian.
Setiap perasaan suatu kelompok bukan suatu ketetapan
baginya. # Sesungguhnya perasaan itu pada kenyataannya
adalah kerugian.
Wahai tubuh yang lelah, berapa kali engkau berusaha
mengistirahatkan? # Apakah engkau ingin melelahkan tubuhmu
untuk sesuatu yang hanya merugikan.
Palingkan jiwa (dan) sempurnakan kebaikannya. # Engkau
adalah manusia dengan jiwa bukan dengan tubuh.
Wahai pembangun yang berusaha menghancurkan rumah #
Demi Allah, apakah pada kehancuran rumah itu ada
pembangunan.
“Ya Allah, Tuhan Jibril, Mikail dan Israfil, yang
menciptakan langit dan bumi, yang mengetahui hal-hal ghaib
dan nampak, Engkau memutuskan di antara hamba-hamba-Mu pada
sesuatu yang mereka selisihkan, tunjukkanlah kepada kami
sesuatu yang dipersilisihkan berupa kebenaran dengan izin-
Mu, sesungguhnya Engkau menunjukkan orang yang engkau
kehendaki ke jalan yang lurus.”
Itulah do’a Rasul kita, Muhammad saw. Dan, alangkah
kita membutuhkan do’a itu! Seorang Muslim, dalam setiap
kesempatan, selalu membutuhkan hidayah dari Allah, Dzat yang
Mahatunggal lagi Esa. Kita dalam kehidupan kita, belajar
kita, tugas kita, bisnis kita, dan semua aktivitas-aktivitas
kita, selalu membutuhkan hidayah dan taufik dari Allah.
Sebentar lagi liburan musim panas akan menjemput para
pemuda kita. Setiap pemuda tentu mempunyai bayangan jelas
bagaimana ia menghabiskan masa liburan tersebut.
Dalam hal ini, ada dua macam pemuda:
Salah satunya adalah pemuda yang telah merencanakan -
dengan pasti dan tegas- bahwa dirinya akan menghabiskan masa
liburan tersebut dengan pariwisata, kesia-siaan, tidak
berguna dan main-main. Seperti itulah kebiasaan dan tipe
pemuda itu. Ia menghabiskan usianya dalam kemaksiatan,
permainan dan kesia-siaan. Ia tidak mengenal hak dan jalan
menuju Allah.
Bagian yang lain adalah mereka yang jujur, istiqomah
dan baik. Allah melihat ke dalam hati mereka dan Dia melihat
di dalamnya terdapat ketakwaan dan niat yang baik. Mereka
itu akan akan menerima hidayah dan taufik dari Allah. Sebab,
tentu mereka berniat untuk menghabiskan masa liburannya
dalam keridhaan Allah. Mereka sadar bahwa liburan itu
merupakan bagian dari usianya. Dan, mereka akan dimintai
pertanggungjawaban dari usianya itu di hadapan Allah SWT.
“Maka, apakah kamu mengira bahwa sesungguhnya Kami
menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu
tidak akan dikembalikan kepada Kami? Maka, Mahatinggi Allah,
Raja yang Sebenarnya; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah)
selain Dia, Tuhan (Yang mempunyai) Arasy yang mulia.” (QS.
al-Mu’minun : 115-116)
Maka, kita meminta kepada Allah agar menetapkan para
pemuda yang baik itu dan memperbaiki para pemuda yang buruk.
Wahai manusia!
Bahwa persoalan dan problematika para pemuda terangkum
dalam empat hal:
Pertama. Menyepelekan shalat berjama’ah yang sering
ditinggalkan oleh banyak orang, kecuali mereka yang
dikasihani Tuhannya. Ya, shalat jamaah yang tidak pernah
ditinggalkan oleh Nabi Muhammad saw meski dalam kondisi
sakit yang mengakibatkan ia meninggal. Shalat jamaah dimana
Umar bin Khatab ditusuk dalam shalat ini. Shalat jamaah
dimana salah satu ulama salafush shalih menyuruh anak-
anaknya untuk membawa dirinya ke masjid setelah mendengar
azan, padahal waktu itu ia sedang mengalami sakit yang
mengakibatkan kematiannya. Ketika anak-anaknya mengatakan
bahwa dirinya sedang sakit dan Allah akan memaafkannya, dia
berkata dengan perkataan yang cukup mengejutkan, “Tidak ada
Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah; aku mendengar
‘marilah kita shalat’, ‘marilah kita menuju kebaikan’, tapi
aku tidak menjawabnya. Tidak demi Allah!” Mereka kemudian
membawanya ke masjid sampai akhirnya Allah mengambil
nyawanya di sujud terakhir. Shalat jamaah yang tentangnya
Sa’id bin al-Musayyib berkata, “Demi Allah, Aku tidak
mengarapkan amalan setelah mengatakan ‘La ilaaha illallah’
(tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah) kecuali
(pahala) dimana aku tidak pernah tertinggal satu takbiratul
ihram pun dalam berjamaah selama empat puluh tahuh.” `A’masy
juga berkata, “Selama enam puluh tahun.” Shalat jamaah
dimana seseorang kehilangannya tanpa uzur, maka sungguh ia
telah kehilangan cahaya, istiqamah, hidayah dan
perlindungan.
Kita semua telah melakukan kecerobohan tentang shalat
berjama’ah. Orang yang melaksanakan shalat berjamaah telah
melakukan kecerobohan karena ia tidak menyuruh orang yang
tidak berjamaah untuk berjamaah. Seorang bapak keluar dari
rumahnya untuk shalat berjamaah tanpa memerintahkan keluarga
dan anak-anaknya untuk melaksanakan shalat berjamaah.
Aku tinggal di lingkungan yang padat penduduk. Namun
demikian, kami hanya melaksanakan shalat Shubuh dengan satu
atau dua baris. Bagaimana kami menjawab Tuhan kami jika Dia
menanyakan perihal shalat jamaah? Bagaimana kondisi akan
membaik sementara masjid sepi dari orang-orang yang shalat?
Bagaimana pemuda dapat menjauhi hal-hal keji dan mungkar
sedang ia tidak mengenal masjid? Bagaimana para pemuda
terhindar dari narkoba dan tindak kriminal sedang orang
tuanya tidak menunjukkan kepadanya jalan ke masjid? “Hai
orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu
dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu;
penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang
tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya
kepada mereka, dan selalu mengerjakan apa yang
diperintahkan.” (QS. at-Tahrim : 6)
Dan gelegar azan di semua distrik, tapi di mana suara
Bilal.
Menara-menara kalian tinggi di setiap tempat, sedang
masjid kalian sunyi dari hamba Allah.
Persoalan Kedua datang dari teman-teman yang jelek. Yaitu mereka yang telah diketahui bahwa di dalam hati mereka
terdapat kotoran sehingga Allah menangguhkan mereka. Mereka
yang tidak bahagia baik di dalam agama maupun persoalan
dunia, mereka gagal dalam akademis, hancur dalam berkarir,
dan tersendat-sendat dalam beraktivitas. Mereka yang
berpaling dari jalan Allah, dan menangkap para pemuda Islam
untuk menjadikannya seperti mereka. Demikiankah syukur atas
nikmat itu? Apakah ini kebaikan itu? Seorang bapak memberi
anaknya apa yang ia inginkan. Seorang anak yang dikendalikan
oleh setannya pada semua kemaksiatan. Ia mendapatkan mobil
yang mewah, villa yang luas, pakaian, makanan dan harta yang
banyak. Karena itulah ia menghancurkan harga dirinya,
menghalalkan yang diharamkan, dan membawa para pemuda miskin
dalam mobilnya ke tempat-tempat main-main dan sia-sia serta
jauh dari Allah. Lalu, di mana sang bapak yang bijak itu? Di
mana orang-orang yang menyuruh kepada kebaikan dan mencegah
dari kemungkaran?
Permasalahan ketiga adalah menyia-nyiakan waktu.
Padahal bagi kaum Muslimin, waktu adalah sesuatu yang paling
berharga. Demikian juga dengan orang-orang non-Muslim.
Namun kenyataannya, waktu bagi mayoritas kaum Muslimin
begitu murah. Waktu yang lama dan usia yang panjang kadang
disia-siakan oleh kebanyakan orang untuk hal-hal yang tidak
berguna, bahkan untuk sesuatu yang mendatangkan kerugian dan
kesia-siaan pada hari kiamat.
Kebanyakan pemuda mengawali program kesehariannya mulai
dari Ashar sampai Isya dalam kesia-siaan permainan, dan di
luar rumah. Mereka tidak memiliki pekerjaan, bisnis, tugas,
usaha, hasil dan ketaatan, kemudian mereka kembali ke rumah
seperti bangkai yang tidak bergerak. Mereka kemudian
bergadang bersama teman-temannya sampai larut malamn lalu
menghempaskan tubuhnya di ranjang tanpa dzikir, tasbih,
tahmid, tahlil dan wudhu. Mereka tidak bangun dari tidur
kecuali sebelum Zhuhur setelah melenyapkan shalat Shubuh
dari program mereka. Kehidupan apa itu?
Wahai orang yang bermain-main tanpa rasa takut
sedikitpun # Takutlah engkau kepada Allah Dzat yang
Mahatinggi dan Gagah.
Dengarkan perkataan yang padanya terdapat sebentuk
keteladanan. # Tinggalkan berbincang lagu-lagu dan mencumbu
rayu.
Katakanlah kebaikan dan jauhilah senda gurau.
Berapa banyak aku mengikuti jiwa ketika aku
menyesatkannya. # Dan, aku mendidiknya atas pekerjaan yang
kotor.
Berapa malam dalam kesia-siaan telah aku habiskan. #
Sesungguhnya kehidupan yang mewah telah aku lewati.
Kenikmatan kehidupan mewah itu telah pergi dan dosalah
yang tersisa.
Persoalan keempat adalah tidak peduli pada ilmu agama dan tidak berusaha untuk mencarinya. Sekarang umat Islam
telah menjadi –kecuali orang-orang yang dikasihi Tuhannya-
umat yang berbudaya dangkal. Umat Islam telah berubah dari
umat yang orisinil dan mendalam, yang tercermin di dalam
berbagai disiplin ilmu agama dan eksakta, menjadi umat yang
berusaha mengenal pengetahuan-pengetahuan umum dan berbudaya
dangkal. Padahal ilmu-ilmu seperti itu merupakan ilmu yang
tergabung antara kafir dan mukmin di dalamnya.
Namun, di mana upayanya? Di mana usaha untuk mencari
ilmu? Di mana minat untuk mengambil keuntungan? Di mana
orang-orang yang menghapal teks? Di mana orang-orang yang
merenungkan al-Qur’an?
Wahai para pemuda! Wahai para pembawa akidah!
Siapakah mereka para pemuda salaf itu, dan siapakah
para pemuda kita itu? Para pemuda salaf adalah Abdullah bin
Rawahah, Ja’far bin Abu Thalib, Usamah bin Zaid, Mush’ab bin
Umair, Ibnu Abbas dan Ibnu Umar –semoga Allah meridhai
mereka semua.
Mereka ahli ibadah malam ketika kegelapan menyelimuti
mereka # Berapa ahli ibadah yang air matanya mengalir di
pipi(nya)?
Mereka adalah singa belantara jika panggilan jihad
menyapa mereka # mereka berlari menuju kematian untuk
memperbarui melihatnya (Muhammad).
Ya Tuhan, kirimlah kepada kami orang-orang seperti
mereka. # mereka mengembalikan kehormatan yang telah kami
sia-siakan.
Lihatlah ‘Aqabah bin Nafi’, seorang pemuda berusia dua
puluh lima tahun yang berdiri di samudra atlantik dalam
keadaan bertauhid, shalat dan mengangkat pedangnya ke langit
seraya mengatakan, “Demi Allah, seandainya aku tahu bahwa di
belakang air itu ada daratan, tentu aku akan menyelaminya
dengan kudaku ini, demi meninggikan bendera ‘Tidak ada Tuhan
yang berhak disembah kecuali Allah.” Ia seorang pemuda yang
menolong Islam dan membuka Afrika. Karena itulah Allah
bersyukur atas usahanya dan mengangkat derajatnya.
Namun, tahukah Anda bahwa di antara para pemuda kita
yang telah berusia tiga puluh atau empat puluh tahun belum
mengetahui mengapa ia datang ke dunia? Untuk apa ia hidup?
Dan, ke mana ia melangkah? Sungguh ia tidak berguna, sia-sia
dan tidak tahu misi di dalam hidupnya.
Adalah Abdullah bin Rawahah, seorang pemuda berusia dua
puluh lima tahun yang membawa pedangnya ke perang Mu’tah di
Yordan. Ia memakai kain kafannya dan berkata,
“Aku bersumpah wahai jiwa (bahwa), engkau harus
menuruninya (pertempuran). # Engkau harus turun atau engkau
akan dibenci.”
“Jika orang-orang itu menarik dan menahan teriakannya #
kenapa aku melihatmu membenci surga.”
“Sungguh telah lama engkau dalam keadaan tenang. #
Tidaklah engkau kecuali setetes sperma yang tumpah.”
Ia kemudian berkata,
“Wahai jiwa, kecuali dibunuh engkau akan mati. # Inilah
kematian yang engkau do’akan.”
“Dan, apa yang engkau impikan, telah engkau dapati. #
Jika engkau melakukan keduanya (harapan dan apa yang
didapat) maka engkau telah mendapat petunjuk.”
Ja’far al-Thayyar adalah seorang pemuda yang mengisi
malam-malamnya dengan sujud dan tasbih, sedang siangnya
dengan jihad dan dakwah. Ia datang ke pertempuran Mu’tah
untuk berjihad di jalan Allah. Dalam pertempuran itu tangan
kanannya dipotong, maka ia pun mengalihkan bendera itu ke
tangan kirinya. Namun, tangan kirinya pun kemudian dipotong.
Maka, ia pun lalu menjepit bendera itu dengan kedua bagian
atas tangannya. Namun, dadanya kemudian dibelah dengan
tombak, tapi ia tersenyum dan berkata,
“Betapa indahnya surga. Mendekatinya # adalah keindahan
dan minumannya dingin.”
“Orang-orang Romawi adalah anak panah yang telah
mendekat siksaannya # mereka adalah orang-orang yang juah
hubungannya.”
Sementara Anas bin al-Nadr berkata, “Mendekatlah
kepadaku. Demi Allah, aku mendapati bau surga dari salah
seorang.” Ia kemudian dipukul delapan puluh kali pukulan
sehingga meninggal di jalan Dzat yang Mahatunggal lagi Maha
Esa.1
Mereka adalah bapak-bapakku, maka datangkanlah kepadaku
(orang) seperti mereka. # Jika menyatukan kita wahai Jarir
tempat-tempat pertemuan.
“Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek)
yang menyia-nyiakan salat dan memperturutkan hawa nafsunya,
maka mereka kelak akan menemui kesesatan.” (QS. Maryam : 59)
Maka datanglah sesudah orang-orang itu sebuah generasi
yang menjadikan tempat membaca al-Qur’an sebagai tempat
bernyanyi, tempat mempelajari ilmu sebagai tempat sinema dan
drama, tempat al-Qur’an sebagai tempat majalah, tempat
tasbih sebagai tempat rokok, tempat takut sebagai tempat
hiburan, dan tempat takwa sebagai tempat kemaksiatan. Maka,
tidak ada daya dan kekuatan kecuali karena Allah Dzat yang
Mahagagah lagi Maha Pengampun.1 Lihat pembahasan itu dalam Shahih Muslim 3/1512 no. 1903
Ya Tuhan, kembalikanlah umat ini kepada-Mu dan ambillah
ia kepangkuan-Mu!
Wahai para pemuda!
Siapa yang mengangkat bendera “Tidak ada Tuhan yang
berhak disembah kecuali Allah” jika kalian berpaling? Siapa
yang menolong agama ini jika kalian berpaling? Karena itulah
kalian harus menggunakan masa liburan ini untuk sesuatu yang
bermanfaat. Targetkanlah di dalam dirimu untuk menghapal
tiga atau empat juz al-Qur’an. Banyak lembaga-lembaga untuk
menghafal Qur’an menantimu. Banyak organisasi-organisasi
keislaman yang membuka kedua tangannya untukmu.
Aku meminta kepada Allah agar mendorong kita ke dalam
Keridhaan-Nya. Aku mengatakan apa yang aku memohon ampun
kepada Allah yang Mahaagung untukku dan kalian. Maka,
mintalah ampunan-Nya, sesungguhnya Dia Maha pengampun lagi
Maha Penyayang.
***
Khutbah Kedua
Segala puji hanyalah milik Allah Tuhan semesta alam,
Dzat yang mengurus orang-orang shalih; dan tiadalah
permusuhan kecuali atas orang-orang zhalim. Shalawat dan
salam tercurah kepada pemimpin orang-orang bertakwa, panutan
seluruh manusia, kepada keluarga dan para sahabatnya; dan
ucapkanlah salam dengan salam yang banyak.
Amma Ba’du.
Hamba-hamba Allah!
Aku berwasiat kepadamu dan diriku untuk bertakwa kepada
Allah Azza wa Jalla. Sesungguhnya ketakwaan itu adalah
wasiat bagi orang-orang terdahulu dan orang-orang kemudian.
“... dan sungguh Kami telah memerintahkan kepada orang-orang
yang diberi kitab sebelum kamu dan (juga) kepada kamu;
bertakwalah kepada Allah...” (QS. an-Nisa [4]: 103)
Dari Abu Dzar - Jundab bin Junadah - Abu Abdurrahman –
Muaz bin Jabal, Rasulullah saw bersabda, “Bertakwalah kepada
Allah di manapun engkau berada. Dan iringilah perbuatan
jelek dengan perbuatan baik, maka ia akan menghapusnya. Dan,
bergaullah dengan manusia dengan ahlak yang baik.” 1
Itulah wasiat Rasulullah saw kepada para sahabat dan
umatnya sepeninggalnya. Hadits itu merupakan inti dari
seluruh ajarannya. Takwa merupakan ungkapan yang mencapur
segala jenis kebaikan, dimana yang ditaati hanyalah Tuhan
semesta alam dan tidak dimaksiati, diingat tidak dilupakan,
dan disyukuri bukan diingkari.
Amirul Mu’minin, Ali bin Abu Thalib alias Abu al-Hasan,
pernah ditanya tentang takwa. Ali berkata, “Takwa adalah
takut kepada Allah yang Mahagagah, beramal sesuai dengan
“al-Tanzil”, ridha dengan yang sedikit dan mempersiapkan
hari kepergian (kematian).”
Itulah ungkapan Ali yang ringan namun sangat berat
dalam timbangan Allah Azza wa Jalla.
Takut kepada Allah yang Mahagagah. Siapa di antara kita
yang takut kepada Allah dengan ketakutan yang menjauhkan
dirinya dari kemaksiatan dan mendekatkan dirinya pada
ketaatan? Bagaimana engkau mengaku takut kepada Allah sedang
engkau menzhalimi orang lain dan memakan hak-hak mereka?
Bagaimana engkau mengaku takut kepada Allah sedang
engkau bertransaksi dengan riba?
1 Hadits riwayat Tirmidzi 4/313 no. 1986. Tirmidzi berkata,
“Baik lagi shahih.” Ahmad 5/153, 158, 177, 228 dan 236 yang
dishahihkan oleh al-Albani –semoga Allah merahmatinya-
sebagaimana dalam “Shahih al-Jami’” no. 97
Bagaimana engkau mengaku takut sedang engkau tidak
nampak shalat berjamaah dengan kaum Muslimin di masjid?
Bagaimana engkau mengaku takut kepada Allah sedang
engkau menikmati alunan musik dan berpaling dari menyimak
kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya?
Beramal sesuai dengan “al-Tanzil”. Kenyataan yang kita
hadapi dengan jelas menyatakan bahwa kita sangat jauh dari
al-Qur’an, kecuali orang yang dikasihi oleh Tuhannya. Allah
SWT berfirman di dalam kitab-Nya, “Hai orang-orang yang
beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan
menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.” (QS. Muhammad : 7)
Jika kita menolong agama Allah dengan mengikuti segala
perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya, dengan menghalalkan
yang halal, mengharamkan yang haram, dengan menjadikan al-
Qur’an dan Sunnah Rasul sebagai hukum pada semua hal, jika
kita melakukan itu, Allah tentu menolong kita dari musuh-
musuh kita dan Allah itu tidak pernah mengingkari janjinya.
Allah telah menolong Nabi Muhammad saw dan kelompok kecil
umat Islam di Badar atau peperangan yang lain. “Sungguh
Allah telah menolong kamu dalam peperangan Badar, padahal
kamu adalah (ketika itu) orang-orang yang lemah.” (QS. Ali
Imran [3]: 123)
Karena itu, kita harus sadar dari kelalaian kita agar
tidak menyesal ketika penyesalan itu tidak berguna lagi pada
hari orang-orang zhalim berkata, “... Ya Tuhan kami,
keluarkanlah kami niscaya kami akan mengerjakan amal yang
shalih, berlainan dengan yang telah kami kerjakan ...” (QS.
Fathir : 37) Lalu muncullah jawaban yang semakin membuat
mereka rendah, hina dan merugi. “... dan, apakah Kami tidak
memanjangkan umurmu dalam masa yang cukup untuk berpikir
bagi orang yang mau berpikir, dan (apakah tidak) datang
kepada kamu pemberi peringatan? maka rasakanlah (azab Kami)
dan tidak ada bagi orang-orang yang lalim seorang penolong
pun.” (QS. Fathir : 37)
Ridha dengan yang sedikit. Nabi Muhammad saw bersabda,
“Hati kakek-kakek menjadi atas dua cinta: panjang umur dan
cinta harta.”1
Rasulullah bersabda, “Seandainya anak Adam (memiliki)
lembah dari emas, aku lebih suka baginya lembah yang lain.
Tidak akan pernah memenuhi mulut kecuali debu. Dan, Allah
menerima taubat orang-orang yang bertaubat.”2
Abdullah bin al-Syakhkhir berkata, “Aku mendatangi Nabi
saw dan ia sedang membaca ‘Bermegah-megahan telah
melalaikanmu’ (QS. at-Takatsur : 1). Rasulullah kemudian
bersabda, ‘Anak Adam (manusia) berkata, ‘Hartaku, hartaku.’
Allah berfirman, ‘Tidaklah untukmu wahai wahai anak Adam,
kecuali apa yang engkau makan lalu engkau
menghilangkan(nya), apa yang engkau pakai kemudian engkau
mengusangkan(nya), atau apa yang engkau sedekahkan kemudian
engkau melewatkan(nya).”3
Siapa yang mengenal Allah, ia tidak tentu membutuhkan-
Nya. # Mengetahui Allah, maka di sanalah kesengsaraan.
Tidaklah seorang hamba membentuk kemuliaan melalui
kekayaan. # Dan, kemuliaan yang sebenarnya adalah bagi
orang-orang yang bertakwa.
Mempersiapkan hari kepergian (kematian). Hal itu tidak
mungkin diwujudkan kecuali dengan mengingat mati dan
mendekatkan diri kepada Allah dengan amal-amal shalih
seperti shalat, puasa, sedekah, haji, memperbaiki kesalahan
di antara orang lain, menyuruh kepada kebaikan, mencegah
kemungkaran dan tidak menyepelekan dosa-dosa dan kesalahan-1 Hadits riwayat Bukhari 7/70, Muslim 2/724 no. 10462 Hadits riwayat Bukhari 7/175, Muslim 2/725 no. 10483 Hadits riwayat Muslim 2/2273 no. 2985
kesalahan. Sesungguhnya orang yang bertakwa itu tidak akan
melihat pada kecilnya dosa, akan tetapi ia melihat pada
keagungan Dzat yang ia maksiati, memandang pada keagungan
Tuhan.
Singkirkan dosa yang kecil # dan yang besar, maka
itulah ketakwaaan.
Bentuklah penjepit di atas # tanah keraguan yang akan
memperingatkanmu dari apa yang dilihat.
Jangan merendahkan dosa kecil, # sesungguhnya gunung
itu dari kerikil-kerikil.
Karena itulah, salah seorang ulama berkata kepada
seorang pemuda yang memboroskan dirinya dalam kemaksiatan,
“Jika engkau ingin maksiat kepada Allah, maksiatilah ketika
Dia tidak melihatmu, keluarlah dari rumah-Nya dan makanlah
dari selain rizki-Nya!”
Maka, pemuda itu pun menyadari akan hal itu dan ia
menangis. Ia kemudian bertaubat kepada Allah Azza wa Jalla.
Seseorang masuk ke kebun yang padat dengan pepohonan.
Ia berbisik di dalam hatinya, “Andai aku berduaan dengan
seorang wanita di sini, tak ada seorang pun yang akan
melihatku.” Namun, tiba-tiba ia mendengar suara yang sangat
nyaring, “Apakah Allah Yang menciptakan itu tidak mengetahui
(yang kamu lahirkan dan rahasiakan); dan Dia Mahahalus lagi
Maha Mengetahui?” (QS. al-Mulk : 14)
Seorang pria merayu seorang wanita Arab, “Tak seorang
pun melihat kita kecuali bintang-bintang.” Wanita itu
menjawab, “Di mana yang menciptakannya?”
Jika aku bersembunyi satu hari dalam seabad, maka
jangan engkau katakan # aku bersembunyi, tapi katakan aku
ada yang mengawasi.
Dan janganlah engkau mengira Allah lalai sedetikpun #
Dan jangan mengira bahwa sesuatu yang engkau sembunyikan itu
tidak nampak bagi-Nya.
Kita memohon kepada Allah agar menjadikan kita hamba-
hamba-Nya yang bertakwa. Yaitu, mereka yang senantiasa
mengawasinya malam dan siang, rahasia dan terang-terangan,
luar dan dalam.
Hamba-hamba Allah!
Bacalah shalawat dan salam kepada orang yang Allah
memerintahkan untuk membaca shalawat dan salam kepadanya.
Allah berfirman, “Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-
Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman,
bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam
penghormatan kepadanya.” (QS. al-Ahzab [33]: 56)
Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa yang bershalawat
kepadaku satu kali, aku akan membacakan shalawat untuknya
sepuluh kali.”1
Ya Allah, limpahkanlah shalawat atas Nabi dan kekasih-
Mu, dan sampaikanlah kepadanya shalawat dan salam kami dalam
kesempatan yang penuh berkah ini, wahai Tuhan semesta Alam.
***
Akan Kami Perlihatkan Tanda-tanda Kami di Segenap Ufuk kepada Mereka
Sesungguhnya segala puji hanyalah milik Allah. Kita
memuji-Nya, meminta pertolongan-Nya, meminta ampunan-Nya,
dan berlindung kepada-Nya dari keburukan diri dan pekerjaan-
pekerjaan kita. Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah,
maka tiada orang yang dapat menyesatkan dirinya. Dan,
barangsiapa yang disesatkan, maka tiada orang yang dapat 1 Hadits Riwayat Muslim (1/288) no. (384)
memberi petunjuk untuknya. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan
(yang berhak disembah) kecuali Allah semata yang tiada
sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah
hamba dan pesuruh-Nya.
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah
dengan sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-
kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.” (QS.
Ali Imran [3]: 102)
“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang
telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya
Allah menciptakan istrinya; dan daripada keduanya Allah
mengembang-biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan,
bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-
Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah)
hubungan silaturahmi. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan
mengawasi kamu.” (QS. an-Nisa [4]: 1)
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada
Allah dan katakanlah perkataan yang benar. Niscaya Allah
memperbaiki bagimu amalan-amalanmu, dan mengampuni bagimu
dosa-dosamu. Dan barangsiapa menaati Allah dan Rasul-Nya,
maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar.”
(QS. al-Ahzab [33]: 70-71)
Amma Ba’du.
Sesungguhnya sebenar-benarnya pembicaraan adalah kitab
Allah (al-Qur`an), sebaik-baiknya petunjuk adalah petunjuk
Nabi Muhammad saw, dan seburuk-buruknya perkara adalah
perkara yang baru. Setiap yang baru adalah bid’ah, setiap
bid’ah adalah kesesatan, dan setiap kesesatan itu di neraka.
Wahai Manusia!
Khutbah ini bertajuk “Kami akan memperlihatkan kepada
mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segenap ufuk ...”
(QS. al-Fushilat : 53). Allah Azza wa Jalla berfirman, “Maka
apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia
diciptakan. Dan langit bagaimana ia ditinggikan? Dan gunung-
gunung bagaimana ia ditegakkan? Dan bumi bagaimana ia
dihamparkan?” (QS. al-Ghatsiyah : 17-20)
Alam itu, hentikanlah untuk kami Wahai Dzat yang
menjalankan(nya) # sampai aku memperlihatkan kepadamu
keindahan ciptaan Dzat yang Maha Pencipta.
Bumi di sekitarmu dan tanah bergetar # untuk keindahan
tanda-tanda (kekuasaan) dan bekas-bekas.
Tanaman-tanaman bumi telah berkembang sesuai dengan
jalurnya # Tumbuh-tumbuhan itu cermin yang bersinar sesuai
dengan porosnya.
Sungguh sebuah mata rantai yang manis ombak dan
gemercik airnya. # Seperti jari-jari yang berlalu di atas
gitar.
Keindahan itu berasal dari tempat basah lagi lembab, #
yang ditenun dari sutra dan emas murni.
Engkau melihat langit pada waktu Dhuha (matahari naik)
dan waktu gelap membentangkan sayapnya # Membelah sungai dan
lautan.
Engkau berjalan di setiap daerah dan di setiap tempat
berjalan. # Dua gunung dari bebatuan dan air yang mengalir.
Mahasuci Dzat yang menciptakan yang ada menjadi bentuk.
Itulah pengawayangan yang telah disesuaikan dengan kadarnya.
Siapa yang telah memberikan kepada tiap-tiap sesuatu
bentuk kejadiannya kemudian memberi petunjuk kepadanya?
Mampukah seseorang yang ada di dunia ini? Mampukah kosmos,
organisasi, institusi dan lembaga ilmiah untuk mengklaim
bahwa dirinyalah yang memberikan kepada tiap-tiap sesuatu
bentuk kejadiannya kemudian memberikan petunjuk kepadanya?
Tidak, seribu kali tidak. Sesungguhnya Dzat yang menciptakan
segala sesuatu dan memberi petunjuk kepadanya adalah Allah.
Dengan kalimat seperti itulah, Musa, orang yang
berbicara dengan Allah, menolak klaim Fir’aun, sang musuh
Allah, ketika ia bertanya, “Siapa Tuhan kalian berdua (Nabi
Musa dan Harun)? Apa pengertian, biografi dan pengaruhnya?
Apa bukti-bukti yang menunjukkan ke-Esaan-Nya? Apakah
argumentasi yang menunjukkan atas ke-Tuhanan-Nya?”
Musa berkata, “Tuhan kami ialah (Tuhan) yang telah
memberikan kepada tiap-tiap sesuatu bentuk kejadiannya,
kemudian memberinya petunjuk.” (QS. Thaha : 50)
Ayat ini mencakup dunia tumbuhan, hewan, manusia,
daratan, lautan dan udara. Keagungan Allah semakin menjadi
jelas di era pengetahuan dimana setiap hati yang berlalu,
semakin banyak hal-hal yang diketahui. Semua itu menunjukkan
adanya Allah, serta menunjukkan atas kekuasaan dan ke-Esaan-
Nya.
Dan pada setiap sesuatu terdapat tanda bagi-Nya # yang
menunjukkan bahwa Dia itu Esa.
“Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda
(kekuasaan) Kami di segenap ufuk dan pada diri mereka
sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa al-Qur'an itu
adalah benar.” (QS. al-Fushilat : 53)
Para Ulama salaf memahami dari firman Allah “...
kemudian apabila telah Kami turunkan air di atasnya,
hiduplah bumi itu dan suburlah dan menumbuhkan berbagai
macam tumbuh-tumbuhan yang indah.” (QS. al-Hajj : 5)
Mereka memahami bahwa bumi hijau, mengeluarkan buah-
buahan dan bunga-bunga jika dikenai oleh air. Kemudian ilmu
pengetahuan dan para ilmuwan tumbuh-tumbuhan mengetahui
bahwa, jika manusia menyemai benih di tanah yang basah maka
benih tersebut tidak akan tumbuh kecuali setelah bumi
berguncang dengan guncangan satu derajat dalam skala
richter. Guncangan tersebut membuat kulit benih itu
terkelupas sehingga dengan izin Allah ia tumbuh. Allah telah
menegaskan hal itu sejak empat belas abad yang lalu. “...
kemudian apabila telah Kami turunkan air di atasnya,
hiduplah bumi itu...” (QS. al-Hajj : 5)
Abu Nuwas, salah seorang penyair mengakui kesalahan
dirinya. Ketika ia meninggal, salah seorang ulama salaf
melihatnya dalam kondisi yang baik. Ia mengenakan baju putih
dan duduk di perkebunan. Ulama itu berkata kepadanya, “Wahai
Abu Nuwas, bagaimana kabar Anda?” Abu Nuwas berkata, “Aku
sungguh telah mendatangi Dzat yang Mahamulia dan Dia
mengampuniku.” Ulama itu bertanya, “Kenapa?” Abu Nawas
menjawab, “Karena puisiku tentang bunga Daffodil.”
Renungkanlah tentang tumbuh-tumbuhan bumi dan lihatlah.
# dampak yang dibuat oleh sang Pemilik.
Mata perak menjelma di kebun yang terbuat dari emas
cetakan.
Di dekat Jabarzad menjelma # bahwa Allah tidak ada
sekutu bagi-Nya.
Para ulama salaf juga mengetahui dari firman Allah,
“Maka, Aku bersumpah dengan tempat beredarnya bintang-
bintang.” (QS. al-Waqi’ah : 75). Mereka mengatakan bahwa
ayat itu mensinyalir tempat-tempat bintang. Seiring dengan
itu, ilmu pengetahuan terus berkembang dan para ahli
meteorologi (perbintangan) mengetahui bahwa di sana terdapat
bintang yang keluar dari tempatnya, melesat dari tempatnya.
Allah mengirim bintang (komet) tersebut dengan kecepatan
seperti kecepatan cahaya atau bahkan lebih. Meski begitu,
bintang itu tidak langsung mengguncang bumi dalam sehari.
Akan tetapi ia bertempat di sana. Karena itulah Allah
berfirman, “Maka, Aku bersumpah dengan tempat beredarnya
bintang-bintang.” (QS. al-Waqi’ah : 75)
Allah berfirman, “Dan, langit itu Kami bangun dengan
kekuasaan (Kami) dan sesungguhnya Kami benar-benar
meluaskannya.” (QS. adz-Dzariyyat : 47)
Para ulama berkata, “Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla
memperluas alam ini, menjadikannya lapang yang mencakup
padang pasir, gurun, laut dan samudera. Seiring dengan itu,
pengetahuan manusia terus berkembang sehingga sampai pada
satu kesimpulan yang mencengangkan. Kesimpulan itu adalah
bahwa alam ini mengalami perluasan dalam setiap harinya
persis seperti balon yang diisi dengan udara. Allah lah yang
memperluas alam itu. Ya, itulah kekuasaan dan hegemoni
Allah, “... yaitu agar orang yang binasa itu binasanya
dengan keterangan yang nyata dan agar orang yang hidup itu
hidupnya dengan keterangan yang nyata (pula) ...” (QS. al-
Anfal [8]: 42)
Allah berfirman, “Dan, Kami telah meniupkan angin untuk
mengawinkan (tumbuh-tumbuhan)...” (QS. al-Hijr : 22) Siapa
di antara kita yang mengetahui makna perkawinan itu?
Bagaimana angin kawin? Apa keuntungan dari perkawinan angin?
Materi apa yang dapat mengawinkan tumbuh-tumbuhan dengan
angin –dengan izin Allah?
Para ilmuwan mengatakan bahwa Allah mengirimkan tetesan
uap air laut ke awan setelah mengalami proses penyubliman.
Uap itu kemudian didorong oleh angin. Lalu datanglah
malaikat mengatakan, “Siramilah negeri ini dan itu.” Awan
itu kemudian pergi ke negeri itu, namun ia belum
mengeluarkan tetesan air sampai Allah mengirimkan angin yang
membawa partikel-partikel debu. Partikel-partikel itu
bertumbukan dengan awan dan bersatu dengannya sehingga
turunlah hujan –dengan izin Allah.
Ada perbedaan antara angin (riyah) dengan angin yang
bertiup (riih). Angin yang bertiup itu menghancurkan
sedangkan angin biasa itu bermanfaat dan menguntungkan. Ia
tidak datang kecuali dngan kebaikan. Karena itulah Nabi
bersabda ketika angin bertiup, “Ya Allah, jadikanlah ia
sebagai angin (yang bermanfaat) dan jangan jadikan ia
sebagai angin (yang menyengsarakan).” 1
Nabi Muhammad saw bangun pada tengah malam untuk
shalat. Ia kemudian menengadah ke langit dan berkata,
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih
bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-
orang yang berakal,(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah
sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan
mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya
berkata), ‘Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini
dengan sia-sia. Mahasuci Engkau, maka peliharalah kami dari
siksa neraka.” (QS. Ali Imran [3]: 190-191)
Di dalam al-Qur’an pun dijelaskan, “Dan gunung-gunung
dipancangkan-Nya dengan teguh.” (QS. an-Nazi’at : 32)
Di mana Allah memancangkan gunung-gunung itu? Kenapa
memancangkannya? Bagaimana Dia memancangkannya?
Allah memancangkan gunung-gunung itu di bumi.
Dikatakan, kedalaman gunung di perut bumi dua kali lebih
panjang dari tingginya di muka bumi. Setiap gunung dari
gunung-gunung yang ada, tidak nampak ketinggiannya kecuali
hanya sepertiga. Sedangkan dua pertiga sisanya tersimpan di
perut bumi.
1 Al-Haitsami berkata dalam al-Majma 10/138, 139, “Hadits
itu diriwayatkan al-Thabrani dan di dalam sanadnya terdapat
Husen bin Qais yang dijuluki Hansy. Husen itu ditinggalkan
haditsnya, namun Hushen bin Namir mempercayakannya.
Sedangkan selainnya itu orang sosok yang shahih (diterima
haditsnya).
Dengan gunung-gunung itulah Allah menenangkan bumi.
Allah menyebarkan gunung-gunung itu di berbagai benua dan
pulau agar bumi tidak berguncang. Seandainya saja Allah
mengumpulkan gunung-gunung itu dalam satu lokasi, tentu bumi
ini akan gonjang-ganjing, kacau dan hancur semua yang ada
dan yang hidup di atasnya. “Inilah ciptaan Allah, maka
perlihatkanlah olehmu kepadaku apa yang telah diciptakan
oleh sembahan-sembahan (mu) selain Allah, sebenarnya orang-
orang yang lalim itu berada di dalam kesesatan yang nyata.”
(QS. Luqman : 11) Perlihatkanlah kepadaku kesiapan manusia!
Perlihatkanlah kepadaku perbuatan manusia! Perlihatkanlah
kepadaku ciptaan manusia! “Hai manusia, telah dibuat
perumpamaan, maka dengarkanlah olehmu perumpamaan itu.
Sesungguhnya segala yang kamu seru selain Allah sekali-kali
tidak dapat menciptakan seekor lalat pun, walaupun mereka
bersatu untuk menciptakannya. Dan, jika lalat itu merampas
sesuatu dari mereka, tiadalah mereka dapat merebutnya
kembali dari lalat itu. Amat lemahlah yang menyembah dan
amat lemah (pulalah) yang disembah.” (QS. al-Hajj : 73)
Allah menciptakan dunia hewan (fauna) dan bercerita
tentangnya secara panjang lebar. Para ilmuwan fauna
mengatakan bahwa Allah telah menjadikan di hidung anjing
sebuah indera penciuman yang dapat membedakan antara kawan
atau musuhnya dari jauh. Anjing juga tidak bisa berkeringat.
Sebab, jika ia ingin menghirup udara melalui pori-pori
kulitnya, ia menjulurkan lidahnya baik di siang maupun malam
hari. “... maka, perumpamaannya seperti anjing jika kamu
menghalaunya diulurkannya lidahnya, dan jika kamu
membiarkannya, dia mengulurkan lidahnya (juga) ...” (QS. al-
A’raf : 176)
Siapa yang menciptakan? Siapa yang membentuk? Siapa
yang berkreasi?
Manusia dapat mengirim surat yang banyak melalui
segerombolan burung merpati dari satu tempat ke tempat yang
lain. Merpati itu dapat kembali kepada pemiliknya tanpa
tersesat dan bingung. Siapa yang mengajarinya? Siapa yang
membuat matanya dapat melihat jalan? Siapa yang memberi
petunjuk kepadanya? Dia adalah Allah, Dzat yang Mahatunggal
lagi Esa. “... yang telah memberikan kepada tiap-tiap
sesuatu bentuk kejadiannya, kemudian memberinya petunjuk.”
(QS. Thaha : 50)
Allah menciptakan laba-laba. Di antara spesies laba-
laba ada sejenis laba-laba yang hidup di bawah laut. Jika
laba-laba ini ingin bertelur, ia membuat sarangnya di bawah
laut seperti balon yang tidak hancur oleh air laut. Laba-
laba itu memberati sarangnya dengan udara dan meneranginya
dengan materi yang ada di hidungnya. Laba-laba itu baru
kemudian bertelur di sarangnya tersebut. Siapa yang memberi
petunjuk kepada laba-laba itu? Dialah Allah “yang telah
memberikan kepada tiap-tiap sesuatu bentuk kejadiannya,
kemudian memberinya petunjuk.”
Allah menciptakan semut yang mencari rizki pada pagi
hari dan baru kembali setelah sore. Semut-semut itu tahu
akan kedatangan masa perpindahan ke musim dingin yang
ditandai dengan turun hujan dan udara yang dingin. Untuk
menyongsong musim dingin ini, semut-semut itu menyimpan
makanannya sejak musim panas di dalam gudang-gudang di bawah
tanah. Ketika masa transisi ke musim dingin tiba, ia sudah
memiliki makanan yang cukup selama musim dingin itu. Jika ia
takut biji-biji yang disimpannya tumbuh, ia memecah biji-
biji tersebut menjadi dua bagian. Siapa yang mengajarinya
melakukan itu? Siapa yang memperlihatnya kepadanya? Dialah
Allah “yang telah memberikan kepada tiap-tiap sesuatu bentuk
kejadiannya, kemudian memberinya petunjuk.”
Wahai Manusia!
Bahwa persoalan makhluk dan hidayah merupakan persoalan
terpenting yang menjadi prioritas Rasul dan para Nabi -
kepada mereka shalawat dan salam. Di lain pihak, ilmu
pengetahuan semakin maju, riset-riset terus berkembang, dan
setiap kali ilmu pengetahuan itu berkembang, setiap itu pula
manusia mendapatkan petunjuk dan semakin tahu bahwa untuk
alam ini ada Tuhan yang tidak ada Tuhan kecuali Dia.
Tidakkah kalian melihat mereka yang hidup di dalam
terali besi di bawah kolonialisme Soviet? Ketika mereka
keluar dari penjara-penjara itu, mereka mengatakan, “Tidak
ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah.” Pengetahuan
telah memberi petunjuk kepada mereka atas keberadaan Dzat
yang Mahatunggal lagi Esa. “Sesungguhnya yang takut kepada
Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama (orang-orang
yang memiliki ilmu pengetahuan, pen).” (QS. Fathir : 28)
Setiap kali ilmuwan melepaskan kefanatikan dari dalam
dirinya dan diiringi dengan ketulusan untuk menyibak
berbagai realitas, tentu mereka akan mengenal Allah dan
mengetahui berbagai rahasia kosmos. Selanjutnya mereka akan
beriman dan mentauhidkan-Nya. “Kami akan memperlihatkan
kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segenap ufuk
dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka
bahwa al-Qur'an itu adalah benar...” (QS. al-Fushilat : 53)
Aku mengatakan apa yang Anda dengar dan aku meminta
ampunan kepada Allah yang Mahaagung untuk diriku, kalian dan
untuk seluruh kaum Muslimin. Maka, mintalah ampunan-Nya,
sesungguh Dia maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
***
Khutbah Kedua
Segala puji hanyalah milik Allah dengan berbagai puji-
pujian. Segala syukur hanyalah milik Allah dengan berbagai
ungkapan syukur. Shawalat dan salam semoga tercurah kepada
sang pemberi kabar baik lagi pemberi kabar buruk, pelita
yang menerangi dan pemberi petunjuk ke keridhaan Tuhannya,
serta kepada keluarganya, para sahabatnya, orang-orang yang
menguasakannya dan orang-orang yang mengikutinya sampai hari
kiamat.
Amma ba’du.
Sesungguhnya kekuasaan Allah Azza wa Jalla tampak hanya
dengan satu kalimat, yaitu “Jadilah” (QS. al-Baqarah [2]:
11) “Sesungguhnya perintah-Nya apabila Dia menghendaki
sesuatu hanyalah berkata kepadanya, ‘Jadilah!’ maka
terjadilah ia.” (QS. Yaasin : 82)
Allah Azza wa Jalla memberitahukan di dalam kitab-Nya
bahwa Dia akan membuat seluruh anggota tubuh berbicara untuk
menjadi saksi atas perbuatan pemiliknya. Sebab, anggota
tubuh merupakan tentara di antara tentara Allah SWT. “Pada
hari (ketika), lidah, tangan dan kaki mereka menjadi saksi
atas mereka terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan.” (QS.
an-Nur : 24)
Hari itu, orang-orang kafir berkata kepada kulitnya,
kenapa engkau dapat berbicara? Bagaimana engkau menjadi
saksi kepadaku? Siapa yang membuatmu dapat berbicara? Kulit
itu menjawab, “... Allah yang menjadikan segala sesuatu
pandai berkata telah menjadikan kami pandai (pula)
berkata...” (QS. al-Fushilat : 21)
Di dalam Sunnah dan sejarah Rasulullah pun terdapat
beragam hadits yang menjelaskan kekuasaan Allah atas lidah
hewan, dimana mereka dapat berbicara dengan bahasa Arab yang
fasih. Allah lah yang membuat mereka dapat berbicara untuk
menerangkan bahwa Dia Maha Berkuasa atas segala sesuatu.
Dalam shahih Muslim Rasulullah saw bersabda,
“Sesungguhnya aku mengetahui batu di Mekkah yang mengucapkan
salam untukku sebelum aku diutus (menjadi Nabi).”1
Demikianlah di dalah shahih Muslim dijelaskan bagaimana
batu, benda yang tidak dapat bergerak, berbicara kepadanya
dengan suara dan huruf ketika ia melewatinya. Ia mengucapkan
salam kepada Nabi, “Semoga keselamatan tercurah kepadamu,
wahai Rasulullah.”
Nabi Sulaiman as, Nabi yang telah diajari bahasa burung
oleh Allah, bersama dengan kaumnya akan memanjatkan do’a
untuk minta turun hujan. Namun ia menemukan semut yang
memanjatkan kedua tangan dan kakinya berdo’a kepada Allah.
Semut itu luruh dalam dzikir dan do’a kepada Dzat yang
Mahatunggal lagi Esa untuk meminta air. Ia tidak menemukan
seseorang yang ditangannya tersimpan kekayaan langit dan
bumi untuk ia pintai. Karena itulah ia mengangkat kedua
tangan dan kakinya untuk berdo’a dengan sepenuh hati kepada
Allah agar menurunkan hujan.
Nabi Sulaiman yang melihat itu tersenyum lalu berkata
kepada kaumnya, yaitu orang-orang Bani Israil, “Kembalilah,
engkau telah disirami dengan do’a yang dipanjatkan oleh
selain kalian. Allah berfirman, ‘Dan tidak ada suatu
binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi
rezekinya dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan
tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam kitab yang
nyata (lauh al-Mahfuz).” (QS. Hud : 6)
Seorang laki-laki pada masa Nabi Muhammad keluar menuju
pinggiran kota Madinah untuk mengembala kambing. Namun
seekor serigala memangsa kambingnya. Maka, laki-laki itupun
mengusirnya sehingga ia dapat mengambil kambingnya dari
serigala itu. Serigala itu tiba-tiba berkata dengan suara 1 Hadits riwayat Muslim 4/1782 no. 2277
yang jelas, “Apakah engkau akan mengambil rizki yang telah
Allah berikan kepadaku?” Mendengar itu, laki-laki tersebut
kaget dan berkata, “Amboy, serigala dapat bicara
kepadaku...” Serigala itu berkata, “Di manakah pengembala
pada hari dimana tidak ada pengembala untuk kambing itu
selain aku? Di hari itu, engkau tidak dapat mencegahnya dan
melindunginya. Sebab akulah yang akan melindunginya.”
Serigala itu kemudian berkata pada laki-laki tersebut
setelah ia terkejut karena dirinya dapat berbicara
kepadanya, “Ada terkejut dari itu seorang laki-laki di
antara dua batu vulkanik, yang melintasinya pada pagi maupun
sore hari.” Serigala itu berkata lagi kepada laki-laki itu,
“Engkau terkejut karena aku dapat berkata kepadamu?”
Nabi saw yang kepadanya wahyu dari langit diturunkan
adalah seorang yang tidak dapat membaca, menulis, tidak
belajar dan tidak mencoba. Namun demikian, ia membawa
syariat Tuhan, wahyu dari langit dan manhaj yang kekal.
Dalam hadits shahih diceritakan bahwa Rasulullah
bersabda, “Seorang laki-laki Bani Israil datang dan kemudian
menunggangi sapi sebagaimana menunggang keledai. Sapi itu
lalu menoleh kepadanya dan berkata, ‘Kami tidak diciptakan
untuk ini. Kami hanya diciptakan untuk membajak.”1 Sapi
dapat berbicara. Siapa yang membuatnya dapat berbicara?
Dialah “(Tuhan) yang telah memberikan kepada tiap-tiap
sesuatu bentuk kejadiannya, kemudian memberinya petunjuk.”
(QS. Thaha : 50)
Dalam beberapa riwayat israiliyat dinyatakan bahwa Isa
as melewati seekor sapi yang anak di dalam perutnya meronta-
ronta. Sapi itu akan melahirkan namun ia mendapat kesulitan.
Sapi itu kemudian menengadah ke langit sebab ia tahu bahwa
Dzat yang mengabulkan semua peminta, menghilangkan 1 Hadits riwayat Bukhari 3/67, 4/149, 4/192
kebingungan orang-orang bingung dan melenyapkan kegelisahan
orang-orang yang gelisah hanyalah Allah SWT.
Sapi itu menoleh dan berkata kepada Isa as, “Wahai ruh
Allah, berdo’alah kepada Allah agar Dia menggampangkan
untukku. Nabi Isa lalu berdo’a kepada Allah, maka Dia pun
memudahkan proses melahirkannya. Mahasuci Allah, “(Tuhan)
yang telah memberikan kepada tiap-tiap sesuatu bentuk
kejadiannya, kemudian memberinya petunjuk”. Mahasuci Allah
yang kepada-Nya penduduk langit dan bumi bersujud, dalam
keadaan senang ataupun terpaksa. Mahasuci Allah yang telah
menciptakan segala sesuatu, mengkreasikan segala sesuatu,
dan pada-Nya segala sesuatu itu mempunyai ukuran.
Wahai Manusia!
Keteladanan apa yang dapat dipetik dari ungkapan ini?
Keuntungan apa yang dapat diraih dari uraian ini? Sesuatu
apa yang disinyalir oleh cerita ini?
Bahwa tujuan dari cerita ini hanya satu hal, yaitu
kemenangan untuk agama ini dan masa depan untuk agama ini.
Sebab, Islam adalah agama positif yang mendialogi hati dan
perasaan.
Bahwa ayat-ayat Allah di alam raya akan terus nampak,
yang pada gilirannya akan menunjukkan pada kekuasaan Allah
dan dominasi-Nya atas alam ini.
Bahwa teori Barat dan komunis kafir yang menyatakan
bahwa naturalisme-lah yang menciptakan, mengkreasikan dan
membentuk dunia ini telah mengalami kehancurannya, jelas
kekeliruannya dan tidak dapat diterima lagi.
Karena itu, tidak ada pencipta, pemberi rizki,
pembentuk dan kreator selain Allah, Dzat yang Mahatunggal
lagi Esa. “Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-
tanda (kekuasaan) Kami di segenap ufuk dan pada diri mereka
sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa al-Qur'an itu
adalah benar. Dan apakah Tuhanmu tidak cukup (bagi kamu)
bahwa sesungguhnya Dia menyaksikan segala sesuatu?” (QS. al-
Fushilat : 53)
Bacakanlah shalawat dan salam kepada Nabimu, Muhammad
saw! Ya Allah, limpahkanlah shalawat, salam dan keberkahan
kepada Nabi kami Muhammad saw, dengan shalawat dan salam
yang selalu dan selamanya tercurah sampai hari kiamat.
Ridhailah ya Allah para khulafaur rasyidin dan sahabat
semuanya. Ridhailah para tabi’in dan orang-orang yang
mengikutinya dengan kebaikan sampai hari kiamat. Ridhailah
kami bersama mereka dengan ampunan dan kemuliaan-Mu, wahai
Dzat yang memuliakan orang-orang termulia.
***
Diskusi antara Fir’aun dan Musa
Sesungguhnya segala puji hanyalah milik Allah. Kita
memuji-Nya, meminta pertolongan-Nya, meminta ampunan-Nya,
dan berlindung kepada-Nya dari keburukan diri dan pekerjaan-
pekerjaan kita. Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah,
maka tiada orang yang dapat menyesatkan dirinya. Dan,
barangsiapa yang disesatkan, maka tiada orang yang dapat
memberi petunjuk untuknya. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan
(yang berhak disembah) kecuali Allah semata yang tiada
sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah
hamba dan pesuruh-Nya.
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah
dengan sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-
kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.” (QS.
Ali Imran [3]: 102)
“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang
telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya
Allah menciptakan istrinya; dan daripada keduanya Allah
mengembang-biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan,
bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-
Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah)
hubungan silaturahmi. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan
mengawasi kamu.” (QS. an—Nisa [4]: 1)
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada
Allah dan katakanlah perkataan yang benar. Niscaya Allah
memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu
dosa-dosamu. Dan barangsiapa menaati Allah dan Rasul-Nya,
maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar.”
(QS. al-Ahzab [33]: 70-71)
Amma Ba’du.
Sesungguhnya sebenar-benarnya pembicaraan adalah kitab
Allah (al-Qur`an), sebaik-baiknya petunjuk adalah petunjuk
Nabi Muhammad saw, dan seburuk-buruknya perkara adalah
perkara yang baru. Setiap yang baru adalah bid’ah, setiap
bid’ah adalah kesesatan, dan setiap kesesatan itu di neraka.
Wahai Manusia!
Hari ini kita bersama Musa bin Imran. Musa bin Imran
adalah sosok gemilang di dunia dakwah. Bahkan ia seorang
pahlawan dalam kisah-kisah al-Qur`an yang Allah tempatkan di
dalam hati Muhammad untuk menghibur dan menjadi teladan
serta nasihat baginya, serta para sahabat yang bersamanya.
“Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat
pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al-Qur'an
itu bukanlah cerita yang dibuat-buat...” (QS. Yusuf : 111)
Sebagaimana dinyatakan oleh sebagian pemikir bahwa
dialog antara Musa dan Fir’aun itu sangat alot, teoritis,
militeristik, ekonomik dan mendidik jiwa.
Selamat datang Musa bin Imran, selamat datang wahai
pahlawan dalam berdakwah, yang telah menyelami masa suramnya
selama lebih dari lima puluh tahun.
Kemarilah untuk mendengarkan al-Qur`an menceritakan
kepada tentang Nabi yang mulia ini. Dari al-Qur`an lah kita
mengambil cerita-cerita itu, darinya kita mengambil metode
dakwah, dan darinya pula kita mengambil semua hukum, teologi
dan etika.
Musa berada di padang pasir dengan tongkat berada di
tangan kanannya. ia sedang beristirahat di bawah sebatang
pohon setelah lelah mengembala kambingnya. Lalu, datanglah
kepadanya inayah, keutamaan dan wahyu Allah. Kepadanya
datang perintah Tuhan untuk mendatangi berhala bumi, si
lalim yang banyak menumpahkan darah, teroris yang biadab
dan, fir’aun yang sesat, yang membunuh kaum wanita,
menyembelih anak-anak, meminta disembah oleh umat manusia
dan berjalan di muka bumi dengan kehancuran.
Allah SWT berfirman, “Apakah telah sampai kepadamu
kisah Musa? Ketika ia melihat api, lalu berkatalah ia kepada
keluarganya, ‘Tinggallah kamu (di sini), sesungguhnya aku
melihat api, mudah-mudahan aku dapat membawa sedikit
daripadanya kepadamu atau aku akan mendapat petunjuk di
tempat api itu.” (QS. Thaha : 9-10)
Musa kemudian mendapat kejutan yang tak pernah ia
nantikan. “Maka ketika ia datang ke tempat api itu ia
dipanggil, ‘Hai Musa. Sesungguhnya Aku inilah Tuhanmu, maka
tanggalkanlah kedua terompahmu; sesungguhnya kamu berada di
lembah yang suci, Thuwa. Dan, Aku telah memilih kamu, maka
dengarkanlah apa yang akan diwahyukan (kepadamu).” (QS.
Thaha : 11-13)
Saat itu Musa seolah bertanya-tanya: siapa engkau? Apa
hakikatmu? Tunjukkan dirimu padaku? Kemudian datanglah
jawaban dari Allah, “Sesungguhnya Aku ini adalah Allah,
tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku
dan dirikanlah salat untuk mengingat Aku.” (QS. Thaha : 14)
Inilah Tuhan semesta alam. Ini merupakan realitas
menurut ahlus sunnah wal jamaah. Sebab, jika seseorang
bertanya kepadamu, “Siapakah Dia Allah?” Katakanlah, “Dia
adalah Allah, Tuhan yang Tiada Tuhan yang berhak disembah
kecuali Dia.”
Allah memperkenalkan dirinya kepada Nabi Musa as. Allah
seolah berkata kepadanya, “Kenali Aku sebelum engkau
mengenal-Ku dan sebelum engkau pergi untuk berdakwah ke
jalan-Ku.” “Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada
Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan
dirikanlah shalat untuk mengingat Aku. Sesungguhnya hari
kiamat itu akan datang, Aku merahasiakan (waktunya) agar
supaya tiap-tiap diri itu dibalas dengan apa yang ia
usahakan.” (QS. Thaha : 14)
Dalam ayat ini terdapat tiga persoalan yang harus
diketahui oleh setiap orang yang akan keluar untuk berdakwah
ke jalan Allah Azza wa Jalla.
Persoalan pertama, yaitu persoalan Tauhid dan ubudiyah.
“Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang
hak) selain Aku, maka sembahlah Aku ...” Ke-Esa-an Allah ini
wajib diketahui oleh semua manusia, baik secara teori maupun
praktek. Allah telah memerintahkan Nabi-Nya, Muhammad saw,
untuk mengajarkan tentang persoalan tauhid ini. “Maka,
ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan (yang Hak)
melainkan Allah...” (Muhammad: 9)
Tidak ada yang berhak untuk disembah dengan sebenar-
benarnya melainkan Allah, tidak ada yang dapat berbuat
kecuali Allah, tidak ada pencipta, tidak ada pengatur, tidak
ada hakim, tidak ada penguasa, tidak ada yang diharapkan,
tidak ada yang dituju kecuali Allah.
Persoalan kedua, yaitu persoalan shalat. Tidak ada
agama bagi orang yang tidak melaksanakan shalat dan tidak
ada kepatuhan pada rambu-rambu akidah tanpa shalat.
Persoalan ketiga, yaitu persoalan iman terhadap hari
akhir. Persoalan ini merupakan persoalan besar yang menjadi
pusat perhatian al-Qur`an di berbagai ayat. Allah membantah
asumsi orang-orang yang mengingkari hari ini dalam firman-
Nya, “Orang-orang yang kafir mengatakan, bahwa mereka
sekali-kali tidak akan dibangkitkan. Katakanlah, ‘Tidak
demikian, demi Tuhanku, benar-benar kamu akan dibangkitkan,
kemudian akan diberitakan kepadamu apa yang telah kamu
kerjakan’. Yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” (QS.
at-Taghabun : 7)
Suatu akidah yang tidak didirikan di atas kepercayaan
kepada hari akhir adalah akidah yang rapuh. Etika, seni,
keindahan dan bentuk yang tidak didasari oleh iman kepada
hari akhir adalah kebodohan, pengkhianatan dan laknat dari
Allah SWT.
Di hari para penulis menyulap penanya untuk membantu
kekufuran dan melecehkan hari akhir, sesungguhnya mereka
telah sia-sia, sesat dan mendapat laknat di dunia dan
akhirat.
“Sesungguhnya hari kiamat itu akan datang, Aku
merahasiakan (waktunya) agar supaya tiap-tiap diri itu
dibalas dengan apa yang ia usahakan. Maka, sekali-kali
janganlah kamu dipalingkan daripadanya oleh orang yang tidak
beriman kepadanya dan oleh orang yang mengikuti hawa
nafsunya, yang menyebabkan kamu jadi binasa.” (QS. Thaha :
15-16)
Setelah itu, Allah berbincang bersama Musa dengan
perbincangan yang penuh dengan kerinduan, perbincangan yang
penuh dengan keramahan dan kelembutan, demi menghilangkan
rasa sedih dalam diri Musa dan demi mengusir rasa bingung
dalam jiwanya. Sebab, sesungguhnya ia tengah berada dalam
situasi sulit, yang tidak mampu ditanggung oleh manusia
manapun.
Bayangkanlah engkau dapat berbicara dengan Allah,
mendengarkan suara Raja Diraja. Musa hampir saja terbang
melalui sayap-sayapnya. Maka, Allah pun kemudian memberikan
instruksi dengan penuh kelembutan dan keramahan sehingga
Musa tidak menjadi beringas dan tidak dikuasai oleh
kebingungan. Orang-orang Arab tentu mengenal hal seperti
itu. Buktinya, al-Azadi mengatakan dalam puisinya,
“Aku berbicara dengan tamuku sebelum ia turun dari
tunggangannya # dan, ia subur di sisiku sedangkan tempat itu
gersang.”
“Tidaklah kesuburan kepada tamu itu dengan memperbanyak
penduduk kampung # melainkan dengan kesuburan muka yang
mulia.”
Allah berfirman kepada Musa as, “Apakah itu yang di
tangan kananmu, hai Musa?” (QS. Thaha : 17) Pertanyaan itu
diajukan untuk melembutkan dan meluruhkan hati Musa.
Musa memahami pertanyaan itu. Karenanya ia tidak
menjawab, “Itu tongkat” dan kemudian diam. Akan tetapi,
ketika pertanyaan itu melunak, ia pun menambahkan jawabannya
untuk melanjutkan dialog antara dirinya dengan Tuhan yang
Mahagagah. "Ini adalah tongkatku, aku bertelekan padanya,
dan aku pukul (daun) dengannya untuk kambingku, dan bagiku
ada lagi keperluan yang lain padanya.” (QS. Thaha : 18)
Ibnu Abbas –semoga Allah merahmatinya- berkata, “Cukup
bagi Nabi Musa mengatakan tongkat. Namun ia merasa nyaman
dengan pertanyaan Tuhannya, karena itu ia menambah
pembicaraannya.”
Allah bertanya kepada Musa tentang tongkatnya. Sebab,
tongkat itu akan menjadi sejarah dan pelajaran bagi
generasi-generasi selanjutnya. Demikian pula, tongkat itupun
akan menjadi abad bagi segala macam bentuk keteladanan.
“Allah berfirman, ‘Lemparkanlah ia, hai Musa!’ Lalu
dilemparkanlah tongkat itu, maka tiba-tiba ia menjadi seekor
ular yang merayap dengan cepat.” (QS. Thaha : 19-20)
Mahasuci Allah! Sesungguhnya Musa tidak mengetahui akan
keajaiban dan hal yang mengejutkan ini. Musa hanya
mengetahui bahwa langit adalah langit, tidak akan berubah
atau berganti; ia hanya mengetahui bahwa bumi adalah tanah
yang ia berjalan di atasnya, tongkat adalah tongkat dan ular
adalah ular.
Malam adalah malam dan siang adalah siang # Dan, bumi,
di sana terdapat air dan pepohonan.
Tapi ke mana tongkat berubah menjadi ular? Musa lari
ketakutan. Bayangkanlah musa yang lari ketakutan dari Tuhan
alam semesta. Namun, Allah menenangkannya. Allah berfirman,
“Peganglah ia dan jangan takut, Kami akan mengembalikannya
kepada keadaannya semula...” (QS. Thaha : 21)
Musa as lari karena takut kepada tongkatnya. Namun,
seiring dengan itu Allah mengirimkannya untuk berdakwah
kepada berhala yang keras kepala, banyak menumpahkan darah,
yang menyelenggarakan seminar kepada para pengembala yang
bodoh lagi primitif.
Fir’aun berkata kepada para pembesar kaumnya, “... aku
tidak mengetahui tuhan bagimu selain aku...” (QS. al-Qashash
: 38) Kemudian para pembesar itu bertepuk tangan kepadanya.
Fir’aun berkata kepada kaumnya, “... bukankah kerajaan Mesir
ini kepunyaanku dan (bukankah) sungai-sungai ini mengalir di
bawahku...?” (QS. az-Zukhruf : 51) Mereka menundukkan
kepalanya dan bersujud kepada Fir’aun karena menghinakan
diri.
Sebagian mufasir mengatakan bahwa di istana Fir’aun
terdapat tiga puluh enam ribu (36000) penjaga. Masing-masing
penjaga menilai ia sebagai Tuhan dan penciptanya, pemberi
rizki, orang yang menghidup dan mematikannya. Kita
berlindung kepada Allah dari hal seperti itu.
Allah kemudian berkata kepada Nabi Musa as, “... dan
kepitkanlah tanganmu ke ketiakmu niscaya ia keluar menjadi
putih cemerlang tanpa cacat, sebagai mukjizat yang lain
(pula)...” (QS. Thaha : 22)
Sinar itu merupakan ayat di antara ayat-ayat Allah Azza
wa Jalla. Masukkan tanganmu wahai Musa ke ketiakmu, kemudian
keluarkan, maka akan keluar sinar putih yang bukan penyakit
panu atau penyakit balak (sejenis penyakit kulit). “...
sebagai mukjizat yang lain (pula), untuk Kami perlihatkan
kepadamu sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Kami yang
sangat besar.” (QS. Thaha : 22-22)
Musa lalu mulai mengemban perintah dakwah. Mulailah
perjalan yang maha berat itu. “Pergilah kepada Fir’aun;
sesungguhnya ia telah melampaui batas.” (QS. Thaha : 24)
Bayangkanlah Musa as yang sedang menyimak perintah
Tuhan itu. Padahal, sebelumnya Musa telah lari dari Fir’aun
akibat menentangnya dan membunuh seorang rakyatnya. Fir’aun
juga telah memutuskan hukuman bagi Musa yaitu dengan
membuangnya. Tapi sekarang datang perintah Tuhan “Pergilah
kepada Firaun; sesungguhnya ia telah melampaui batas.” Allah
tidak mengatakan kepada Musa,
”Pergilah kepada orang-orang yang mengililingi Fir’aun, atau
kepada tentaranya, atau kirimlah surat, akan tetapi Allah
memerintahkannya untuk menghadap ke berhala itu secara
langsung. “... pergilah kepada Firaun ...” Kenapa?
“sesungguhnya ia telah melampaui batas.”
Fir’aun telah melampaui batas, menumpahkan darah orang-
orang yang tidak berdosa, membunuh anak-anak, menyebarkan
kehancuran, menteror umat, menghancurkan negeri dan
menginjak generasi-generasi muda di bawah telapak kakinya.
Lalu, apa yang Musa inginkan dari Tuhannya?
Semua da’i harus memperhatikan permintaan ini, “Berkata
Musa, ‘Ya Tuhanku, lapangkanlah untukku dadaku, mudahkanlah
untukku urusanku, dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku,
supaya mereka mengerti perkataanku.” (QS. Thaha : 25-28)
Nabi Musa as itu seorang yang tidak jelas dalam
berbicara, bahkan ia menelan beberapa huruf jika berbicara.
Ia tidak layak untuk menyampaikan dakwah dan akan tertawa
para penjahat itu. Dan benar saja, Fir’aun membanding-
bandingkan dirinya dengan Musa as. Fir’aun mengunggulkan
dirinya dari Musa, Nabi di antara Nabi-nabi Allah dan Rasul
dari ulul azmi. Fir’aun berkata kepada kaumnya, “...
bukankah kerajaan Mesir ini kepunyaanku dan (bukankah)
sungai-sungai ini mengalir di bawahku; maka apakah kamu
tidak melihat (nya)? Bukankah aku lebih baik dari orang yang
hina ini dan yang hampir tidak dapat menjelaskan
(perkataannya)?” (QS. az-Zukhruf : 51-52)
Fir’aun berkata, “Aku lebih kaya dari pada dia (Musa),
lebih berkuasa dan lebih fasih. Aku memberikan ceramah-
ceramah, pidato-pidato, sedangkan dia tidak mampu melakukan
itu.”
Karena itulah Musa meminta kepada Tuhannya agar Allah
melepaskan kekakuan dari lidahnya. Apa yang akan terjadi
seandainya Musa belum mengajukan permintaan itu?
Bahwa Musa tidak meminta untuk menjadi makhluk terfasih
atau manusia yang terpintar orasinya. Namun Musa meminta
agar pembicaraannya dapat dimengerti, sehingga ia dapat
memberikan argumen-argumen kepada Fir’aun. Dan harapan musa
menjadi kenyataan. Ia dapat memberikan hujjah-hujjah itu
dengan baik.
Hanya saja kondisi sang perusak itu selalu berusaha
mencari-cari kesalahan para da’i yang jujur. Mereka juga
selalu melontarkan tuduhan dan pengakuan-pengakuan yang sama
sekali tidak pernah dilakukan.
Musa juga meminta Tuhannya agar menolong dan
membantunya dalam keadaan yang sulit itu. “Dan, jadikanlah
untukku seorang pembantu dari keluargaku, (yaitu) Harun,
saudaraku.” (QS. Thaha : 29-30) Musa menyebutkan dan
menentukan sosok yang akan membantunya supaya Allah
memilihnya untuk dirinya. Musa memberi alasan dengan
ucapannya, “Teguhkanlah dengan dia kekuatanku dan jadikanlah
dia sekutu dalam urusanku.” (QS. Thaha: 33-34)
Sesungguhnya tugas yang dihadapi sangat banyak dan
keletihan telah menjelma, maka aku mengharapkan saudaraku
menjadi tangan kananmu, supaya ia dapat memperkuat dan
meneguhkan aku ketika menghadapi berhala yang lalim itu
(Fir’aun). “Supaya kami banyak bertasbih kepada Engkau dan
banyak mengingat Engkau.” (QS. Thaha: 33-34) Do’a orang yang
bertasbih dan berzikir itu tentu lebih banyak daripada
seorang dan tentu (pula) saudara yang baik akan mengingatkan
saudaranya ketika ia lalai, menyemangatinya ketika ia patah
semangat. “Sesungguhnya Engkau adalah Maha Melihat (keadaan)
kami.” (QS. Thaha: 35)
Allah kemudian memberikan jawaban kepada Musa, “Allah
berfirman, ‘Sesungguhnya telah diperkenankan permintaanmu,
wahai Musa.” (QS. Thaha: 36)
Allah tidak mengatakan permintaan-permintaanmu. Sebab,
semua permintaan, meskipun banyak, meskipun besar, akan
menjadi ringan dan kecil dalam neraca Allah. “Sesungguhnya
perintah-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah
berkata kepadanya, ‘Jadilah!’ maka terjadilah ia.” (QS.
Yasin: 83)
Allah kemudian menyebutkan tentang sejarah dan masa
lalu musa, termasuk semua nikmat Allah yang pernah ia
rasakan dalam berbagai kesempatan. Akan mengembalikan
kenangan masa kecil Musa, “Dan sesungguhnya Kami telah
memberi nikmat kepadamu pada kali yang lain. Yaitu ketika
Kami mengilhamkan kepada ibumu suatu yang diilhamkan. Yaitu,
‘Letakkanlah ia (Musa) di dalam peti, kemudian lemparkan ia
ke sungai (Nil), maka pasti sungai itu akan membawanya ke
tepi, supaya diambil oleh (Fir'aun) musuh-Ku dan musuhnya’.
Dan, Aku telah melimpahkan kepadamu kasih sayang yang datang
dari-Ku; dan supaya kamu diasuh di bawah pengawasan-Ku.”
(QS. Thaha: 37-39)
Ayat itu mengandung empat persoalan:
Pertama; Allah seolah berkata kepada Musa, “Jangan
takut kepada Fir’aun dan jangan risau darinya. Kami telah
menyelamatkanmu darinya ketika engkau masih kecil. Kami
telah mendidikmu di istana dan lantainya. Bahkan, engkau
dapat memukul wajahnya sedang waktu itu engkau masih kecil.
Apakah engkau takut darinya sekarang? Setelah engkau berusia
empat puluh tahun? Jangan takut darinya sesungguhnya dia
lebih hina dan lebih remeh untuk ditakuti.”
Maka, Musa yang dididik oleh Fir’aun itu mukmin, #
sedang Musa yang dididik oleh Jibril itu kafir.
Musa yang dididik di istana Fir’aun, istana yang penuh
dengan kekufuran, kelaliman, minuman keras dan penghambaan
kepada selain Allah itu mukmin dan menjadi salah satu Nabi
di antara Nabi-nabi Allah.
Sementara itu ada Musa yang lain. Yaitu Musa al-Samiri.
Dia dididik oleh Jibril di atas wahyu, tauhid, cahaya dan
ibadah. Namun demikian ia kafir dan menentang Allah serta
juah darinya.
Karena itu, jangan engkau heran jika melihat pemuda
berasal dari rumah yang hancur, rumah yang rusak, rumah yang
menentang syariat Allah, namun demikian pemuda itu menjadi
wali di antara wali-wali Allah.
Demikian juga, jangan heran bila melihat pemuda yang
berasal dari rumah yang penghuninya rajin beribadah, rumah
yang penghuninya tidur dan terjaga karena al-Qur’an, rumah
yang mengagungkan ajaran-ajaran al-Qur’an, namun demikian
pemuda itu menjadi setan yang sesat. Itu merupakan hikmah
yang besar dan anugrah yang pasti.
Al-Qur’an kemudian terus menghitung nikmat Allah yang
diberikan kepada Musa. “(Yaitu) ketika saudaramu yang
perempuan berjalan, lalu ia berkata kepada (keluarga
Firaun), ‘Bolehkah saya menunjukkan kepadamu orang yang akan
memeliharanya?’ Maka, Kami mengembalikanmu kepada ibumu,
agar senang hatinya dan tidak berduka cita.” (QS. Thaha: 40)
Selanjutnya Allah memperingatkan Musa akan tindakan yang
pernah dilakukannya, “... dan kamu pernah membunuh seorang
manusia...” (QS. Thaha: 40) Jangan engkau mengira bahwa Kami
telah melupakan orang yang telah engkau bunuh. Hal itu akan
tetap tercatat dalam kitab “... yang tidak meninggalkan yang
kecil dan tidak (pula) yang besar, melainkan ia mencatat
semuanya...” (QS. al-Kahfi: 49) Namun Kami telah
mengampunimu dan menghilangkan kebingunganmu. “... dan kamu
pernah membunuh seorang manusia, lalu Kami selamatkan kamu
dari kesusahan dan Kami telah mencobamu dengan beberapa
cobaan; maka kamu tinggal beberapa tahun di antara penduduk
Madyan, kemudian kamu datang menurut waktu yang ditetapkan,
wahai Musa, dan Aku telah memilihmu untuk diri-Ku.” (QS.
Thaha:40-41)
Demikianlah kisah Musa yang dikisahkan oleh Allah di
depan matanya, seolah Allah ingin mengatakan kepadanya,
“Inilah sejarahmu, wahai Musa, dan demikianlah peristiwa-
peristiwa yang telah engkau lalui. Kami selalu melindungimu
pada setiap peristiwa yang terjadi padamu; Kami selalu
melindungimu di tempat manapun. “Pergilah kamu beserta
saudaramu dengan membawa ayat-ayat-Ku, dan janganlah kamu
berdua lalai dalam mengingat-Ku; Pergilah kamu berdua kepada
Firaun, sesungguhnya dia telah melampaui batas.” (QS. Thaha:
42-43)
Sampai di sini kita harus berhenti untuk kemudian
menceritakan tentang istana Fir’aun. Kita akan mendengar
dialog yang panas antara Fir’aun dengan Musa. Dan, ini akan
disampaikan pada khutbah ke dua, jika Allah berkehendak.