Post on 09-Aug-2015
MAKALAH
INDUSTRI SOLAR HASIL PENYULINGAN MINYAK BUMI
Disusun untuk melengkapi tugas mata kuliah Analisa Bahan Industri
Disusun oleh :
Anita Verawati P J2C008007
Muhammad Titis BM J2C008041
Rismita Wulansari J2C008057
Teguh Iman P J2C008071
Agus Ria Murdianto J2C008080
Wawan Prasetyo J2C008098
Kunthi Nadyatan J2C007027
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2011
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Minyak Bumi merupakan sumber energi utama sampai saat ini yang
digunakan oleh manusia, eksplorasi dan penyulingan minyak bumi dilakukan besar-
besaran guna mencukupi kebutuhan energi yang semakin meningkat. Dalam
mengolah atau memproduksi minyak mentah menjadi minyak yang siap pakai
sebagai bahan bakar seperti minyak tanah, solar, bensin maupun jenis bahan bakar
lain segala aspek baik itu bahan baku (crude oil), hasil penyulingan maupun limbah
hasil penyulingan perlu dilakukan analisa untuk mengetahui apakah produk yang
dihasilkan sesuai spesifikasi atau tidak serta limbah yang di hasilkan apakah aman
untuk di buang atau ada treatment yang harus dilakukan terlebih dahulu.
Dalam makalah ini akan membahas mengenai minyak solar khususnya angka
asam yang terkandung dalam solar serta metode-metode penentuan kualitas dari
minyak mentah (crude oil) serta limbah cair hasil pengolahan minyak mentah.angka
asam dalam solar merupakan salah satu syarat dalam spesifikasi solar dalam industri
perminyakan. Karena parameter ini sangat menentukan kualitas dari solar hail
produksi.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah yang dapat
diajukan dalam makalah ini adalah bagaimanakah cara analisis angka asam dalam
solar, serta metode-metode penentuan kualitas minyak mentah.
1.3. Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk menentukan angka asam
total dan angka asam kuat dari solar.
BAB II
ISI
2.1 Minyak Mentah (Crude Oil)
Teori yang menyatakan asal usul minyak bumi adalah Organic Source
Material. Teori ini mengatakan binatang dan tumbuh-tumbuhan yang telah mati
(jasad renik) berakumulasi dalam suatu tempat selama berjuta-juta tahun. Contohnya
dalam swaps, delta terkomposisi oleh reaksi bakteri, karbohidrat, dan protein dipecah
melalui gas atau komponen yang larut dalam air dan dalam tanah. Bahan yang larut
dalam lemak diubah menjadi minyak bumi melalui suatu reaksi pada suhu rendah.
Cairan minyak bumi ini kemudian berpindah ke pasir alam atau reservoir batu kapur.
Senyawa minyak bumi tersusun dari hydrogen dan karbon menjadi
hidrokarbon, juga terdapat senyawa lain yang mengandung sejumlah kecil belerang,
nitrogen, dan logam. Komposisi kimia dan fisika minyak bumi mentah sangat
bervariasi tetapi konsentrasi elementer pada umumnya terdiri dari karbon (C) 83-
87%, oksigen(O) 0,1-2%, hydrogen (H) 11-17%, dan logam 0-0.1%.
(Gruce & Stevens, 1958)
2.2 Bahan Utama
Bahan baku yang digunakan berupa crude oil yang merupakan campuran
berbagai persenyawaan kimia dari suatu golongan hidrokarbon serta senyawa-
senyawa lain yang mengandung O2, N2, S, logam-logam dan air dalam jumlah yang
sedikit. Bahan baku untuk proses penyulingan dapat diperoleh dari :
1. Crude Oil Kawengan
Jenis ini mengandung hidrokarbon jenis parafin dan sedikit mengandung
naphtan. Minyak mentah dari kilang Kawengan mempunyai sifat :
- Dominan senyawa parafin (alkana rantai lurus), dengan rumus umum
CnH2n+2.
- Fraksi berat berupa wax atau parafin wax (lilin batik).
Karakteristik crude oil Kawengan:
Spesific Gravity 60/60oF : 0,8530
API gravity : 34,4
Viskositas kinematik (100oF), Cs : 5,71
Viskositas kinematik (120oF), Cs : 3,64
Pour point, oF : 80
Flash Point, oF : 35
Kadar air, % volume : 0,18
Kadar belerang : 0,231
Kadar malam, % berat : 14,4
Kadar aspal, % berat : 0,08
Angka asam total, % KOH/gram : 0,084
(Laboratorium Pusdiklat Migas Cepu)
2. Crude Oil Ledok
Jenis ini banyak mengandung hidrokarbon naphtan dan sedikit mengandung
hidrokarbon parafin.Disebut juga jenis naphtan yang mempunyai sifat-sifat
identik dengan senyawa-senyawa parafin. Sifat minyak mentah dari tipe Ledok
adalah sebagai berikut :
- Dominan senyawa naphtene (siklo alkana), dengan rumus umum CnH2n.
- Di dalam produksi ini fraksi yang terbesar adalah aspal.
Karakteristik Crude Oil Ledok
Spesifik Gravity 60/60oF : 0,8305
API gravity : 39,59
Viskositas kinematis (100oF), Cs : 3,46
Viskositas kinematis (120oF), Cs : 2,23
Pour point, oF : 20
Flash Point, oF : 35
Kadar air, % volume : 0,15
Kadar belerang : 0,099
Kadar malam, % berat : 0.66
Kadar aspal, % berat : 0,346
Kadar abu, % berat : 0,026
Angka asam total, % KOH/gram : 0,084
(Laboratorium Pusdiklat Migas Cepu)
Oleh sebab itu dalam pengolahannya dilakukan pencampuran antara
keduanya yaitu 2/3 bagian minyak mentah dari lapangan Kawengan dan 1/3 bagian
minyak mentah dari lapangan Ledok.
Metode penentuan karakterisasi atau sifat umum meliputi:
(Annual Book of ASTM Standards. Section Five)
2.3 Proses Pengolahan Minyak Bumi
Proses pengolahan minyak bumi untuk menghasilkan produk-produk yang
diinginkan antara lain: distillation, solvent extraction, absorption, cracking,
reforming, alkylation, isomerasi, dan polimerasi.
a) Distillation
Destilasi merupakan teknik pemisahan dengan memanfaatkan titik didih
masing-masing komponen dalam campuran dalam suatu kolom yang memiliki
beberapa tray didalamnya. Tujuan destilasi ini adalah memisahkan komponen
volatile sebagai gas dari bagian atas kolom dan mengambil fraksi-fraksi lain
berdasarkan titik didihnya serta mengambil fraksi terberatnya sebagai produk
bawah. Untuk pemisahan yang kompleks dan sulit digunakan beberapa kolom.
Untuk mencapai kemurnian yang tinggi biasanya dipakai overheat vapour
yang dikondensasikan untuk dikembalikan sebagai refluks. Operasi ini biasanya
disebut sebagai destilasi fraksinasi.
b) Solvent Extraction
Solvent Extraction merupakan pemisahan komponen-komponen dari
campuran dengan menggunakan cairan yang memiliki karakeristik tertentu.
Operasi ini biasa dipakai untuk pemisahan senyawa aromatic dan paraffin.
c) Absorption
Komponen gas atau cairan yang teruapkan dipisahkan melalui absorpsi
selektif, biasanya dalam pelarut cairan. Dalam industry minyak bumi, operasi ini
berlangsung dalam packed tower.
d) Cracking
Cracking adalah pemecahan molekul hidrokarbon besar menjadi lebih kecil.
Salah satu cara yang digunakan adalah dengan temperatur tinggi atau kombinasi
antara temperatur tinggi dengan pemakaian katalis.
e) Reforming
Reforming bertujuan untuk meningkatkan kualitas gasoline. Dengan
menggunakan suhu tinggi atau pemakaian katalis, straight run gasoline
dimodifikasi struktur molekulnya sehingga mempunyai bilangan oktan lebih
tinggi.
f) Alkylation
Alkilasi merupakan reaksi penggabungan hidrokarbon rantai lurus dan
bercabang dengan molekul kompleks yang baru. Dalam industry minyak bumi,
proses serupa dipakai untuk memproduksi gasoline dengan nilai oktan lebih
tinggi. Contoh produk alkylasi adalah iso-oktan.
g) Isomerisation
Isomerasi adalah proses pengaturan kembali atom dalam molekul, misalnya
konversi dari n-parafin menjadi iso-parafin. Isomerasi meta-siklopentana
menjadi sikloheksana adalah salah satu contoh yang menggunakan teknik
katalitik reforming menjadi produk aromatic.
h) Polimerisasi
Polimerisasi merupakan reaksi kimia yang menggabungkan molekul-molekul
tunggal menjadi molekul yang lebih besar. Produk awal disebut monomer dan
produk akhir disebut polimer. Bila dua atau lebih monomer ikut terlibat dalam
proses dinamakan kopolimerisasi. Kombinasi dua molekul monomer disebut
dimer, dan seterusnya.
(Mudjirahardjo,K, 2003)
2.4 Minyak Solar
Minyak solar adalah jenis destilat yang dihasilkan dari proses pengolahan
minyak bumi, berwarna coklat jernih dengan trayek titik didih 260o-315oC, dengan
kandungan senyawa hidrokarbon C15-C20. Komponen fraksinya terdiri dari
komponen destilat ringan dan destilat berat sehingga perlu adanya pencampuran
untuk mendapatkan produk solar yang berkualitas. Minyak solar banyak digunakan
sebagai bahan bakar mesin diesel dan dalam pemakaiannya di Indonesia
diklasifikasikan dalam tiga grade yang didasarkan pada putaran mesin:
a) High Speed Diesel Oil (HSD)
Klasifikasi : putaran tinggi diatas 1000rpm
Kondisi : putaran mesin berkurang
Aplikasi : kendaraan angkut mesin diesel
b) Industrial Diesel Oil (IDO)
Klasifikasi : putaran sedang (300-1000 rpm)
Kondisi : putaran mesin konstan
Aplikasi : generator, unit pompa
c) Marine Diesel Oil
Klasifikasi : putaran rendah (kurang dari 300 rpm)
Kondisi : beban berat dan putaran mesin tetap
Aplikasi : pembangkittenaga listrik, mesin kapal
2.5 Proses Pengolahan Minyak Solar
Minyak mentah agar dapat menjadi minyak solar terlebih dahulu diproses
dengan beberapa cara yaitu:
a. Distilasi Atmosferik
Distilasi atmosferik adalah proses pemisahan fraksi-fraksi minyak bumi
berdasarkan perbedaan titik didihya pada tekanan 1 atm dan temperature
maksimum 350oC. Variabel yang lebih dominan dalam proses ini adalah suh,
tekana dan aliran. Proses distilasi berlangsung secara fisika, yaitu terjadi
perubahan fas yang berupa penguapan dan pengembunan. Produk yang
dihasilkan dari distilasi atmosferik adalah: gas, naphta, kerosene, solar, residu.
b. Distilasi Hampa
Pada dasarnya distilasi hampa hampirsama dengan distilasi atmosferik, yang
membedakannya yaitu pada distilasi hampa tekanan didalam kolom fraksinasi
diturunkan sampai dibawah 1 atm (10-40 mmHg). Distilasi hampa dilakukan
untuk memproses lebih lanjut residu (long residu) yang merupakan sisa dari
proses distilasi atmosfer. Hal ini disebabkan jika suhu pada distilasi atmosfer
dinaikkan lebih dari suhu maksimumnya maka akan terjadi perengkahan dan
akan merusak mutu produk. Hasil dari proses distilasi hampa antara lain: vakum
gasoil, paraffinic oil distillate (POD), short residu.
c. Proses Perengkahan
Secara sederhana dikatakan bahwa proses perengkahan adalah suatu proses
pemisahan hidrokarbon dengan berat molekul yang berat menjadi komponen
dengan berat komponen molekul yanglebih ringan. Macam-macam proses
perengkahan: Thermal Cracking, Catalytic Cracking, Hydro Cracking.
d. Proses Pengampuran
Proses pencampuran (blending) dilakukan jika minyak solar hasil proses tidak
memenuhi spesifikasi, sehingga diharapkan dapat memperbaiki mutu minyak
solar tersebut.
Proses pengampuran dapat dilakukan dengan dua cara yaitu:
Batch Blending System, komponen minyak solar yang akan dicampur
dimasukkan dalam suatu tanki dengan perbandingan tertentukemudian diaduk
hingga merata.
In Line Blending System, komponen minyak solar yang akan dicampur dialirkan
melalui pipa khusus secara bersama dengan perbandingan tertentu, sehingga
diharapkan sesampainya di tempat penampungan (tank) campuran tersebut
sudah merata (homogen).
(Syaiful Anam,Ir, 2003)
Dalam spesifikasi minyak solar yang di keluarkan atau yang di terbitkan oleh
pertamina dan kementerian ESDM, penentuan angka asam merupakan salah satu
parameter yang penting karena angka asam dapat mengindikasikan tingkat
korosifitas minyak solar terhadap mesin sehingga dapat mempengaruhi performa
mesin.
2.6 Metode Penentuan Angka Asam
Angka asam dalam solar terdiri dari Angka Asam Total ( Total Acid Number)
dan Angka Asam Kuat ( Strong Acid Number) yang merupakan salah satu parameter
yang harus ada dalam produk minyak solar, karena dari parameter ini nanti dapat
pula menentukan sifat pengkaratan. Metode yang digunakan adalah titrasi indikator
warna ASTM D
2.6.1 Garis Besar Pengujian TAN, ASTM D 974
Sejumlah berat contoh dilarutkan dalam solvent titrasi (campuran Toluene,
IPA, dan air)dan indikator p-Naphtol Benzein, dikocok sampai melarut. Kemudian
titrasi segera pada temperature kamar dengan menggunakan larutan KOH alkoholat.
Titik ekivalen ditunjukkan oleh tepat terjadinya perubahan warna menjadi hijau
kecoklatan yang tetap selama 15 detik. Batasan TAN untuk minyak solar diperoleh
maksimum 0,6 mg KOH/g.
2.6.2 Garis Besar Pengujian SAN, ASTM D 974
Sejumlah berat contoh dimasukkan dalam separating funnel (corong pisah),
tambahkan aquades mendidih, dan kocok dengan kuat. Kemudian keluarkan lapisan
airnya yang sudah terpisah dan tampung dalam Erlenmeyer. Tambahkan indikator
Methyl Orange (MO) beberapa tetes kedalam ekstrak. Bila ditambahkan MO warna
larutan berubah menjadi pink atau merah, titrasi dengan larutan KOH alkoholat
sampai terbentuk warna kuning emas. Bila ditambah MO warna larutan tidak
berubah maka laporan SAN sebagai NIL (0)
Alat dan bahan yang digunakan dalam pengujian ini meliputi
Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:
1) Buret kapasitas 20 ml, skala 0,05 ml
2) Erlenmeyer 250 ml
3) Pipet ukur 5 ml, 10ml
4) Pipet gondok
5) Gelas beker 50 ml,100 ml, 250 ml
6) Corong pemisah 250 ml
7) Pengaduk
8) Neraca analitik
9) Hot plate
10) Stirrer
11) statif
Bahan yang digunakan antara lain:
1) toluene
2) isoprophyl alcohol anhydrous (IPA)
3) KOH
4) Ba(OH)2
5) Indikator Methyl Orange
6) Indikator PP
7) Indikator p-Naphtol benzein
8) Sampel Solar
Prosedur pengujian
Preparasi reagen
a. Pembuatan solvent titrasi dengan toluene, isopropyl alcohol dan air dicampurkan
dengan perbandingan 100: 99: 1
b. Pembuatan Larutan indikator methyl orange dengan 0,025g methyl orange
dilarutkan dalam 25 ml aquades
c. Pembuatan larutan indikator p-Naptholbenzein dengan 0.5149g p-
naptholbenzein dilarutkan dalam 50ml solvent titrasi.
d. Pembuatan larutan indicator phenolphthalein (PP) dengan 0,0247 g
phenolphthalein dilarutkan dalam 10ml air suling dan 10 ml etanol.
e. Pembuatan larutan KOH alkoholat dengan 6.13 g KOH dilarutkan dalam 1L
isopropyl alcohol ( IPA ) dan dipanaskan pada hotplate dengan stirrer selama 15
menit untuk menghindari timbulnya gumpalan pada dasar beaker, setelah larut
ditambahkan 2 g Ba(OH)2 dan dididihkan lagi selama 5-10 menit. Dinginkan
sampai temperatur kamar, biarkan selama beberapa jam dan saring dengan
saringan “sintered-glass”. Simpan larutan dalam botol plastik. Kemudian
distandarisasi.
Standarisasi larutan KOH alkoholat 0,1 N;
Timbang Pottasium acid phthalate ( KHC8H4O4) yang sudah dikeringkan selama
satu jam pada temperatur 110±1 ̊̊̊̊ C , larutkan pada 40 ±1 ml air suling bebas CO2
( aquades)
Tambahkan 6 tetes indikator phenolphthalein. Titrasi dengan larutan KOH
alkoholat sampai tepat timbul warna pink.
Untuk blanko gunakan air suling bebas CO2 dengan volume yang sama dengan
yang digunakan untuk melarutkan potassium acid phthalate (40 ml)
Hitung normalitas KOH alkoholat dengan rumus
Keterangan :
Wp = Berat potassium acis phthalate ( g )
204,23 = Berat molekul potassium acid phthalate
V = Volume larutan KOH alkoholat untuk titrasi contoh ( ml )
Vb= Volume larutan KOH alkoholat untuk titrasi blanko ( ml )
Penentuan Angka Asam Total (Total Acid Number)
a. Penimbang sejumlah contoh (lihat Tabel 1) dalam erlenmeyer 250 ml.
Penambahan 100 ml solvent titrasi dan 0,5 ml indikator P – Naphtholbenzein,
pengocokan sampai contoh melarut. Bila larutan berwarna kuning orange
teruskan dengan angka asam langkah selanjutnya Bila larutan berwarna
hijau – coklat, lanjutkan dengan cara kerja untuk angka basa.
b. Penitrasian segera pada temperature dibawah 30 0C dengan larutan KOH
alkoholat sampai terbentuk warna hijau-coklat yang tetap selama 15 detik.
c. Penitrasan Blanko : Pipet 100 ml solven titrasi, masukkan ke dalam erlenmeyer
dan tambahkan 0,5 ml indicator P-Naphtholbenzein. Titrasi dengan larutan KOH
alkoholat sampai terbentuk warna hijau-coklat.
Perhitungan untuk angka asam :
Keterangan :
A = larutan KOH alkoholat untuk titrasi coontoh (ml)
B = larutan KOH alkoholat untuk titrasi blanko (ml)
M = Molaritas KOH alkoholat
W = Berat contoh ( g )
Penentuan Angka Asam Kuat
a. Pemindahan 25 ± 0,1 g contoh ke dalam corong pemisah 250 ml, tambahkan 100
ml akuades mendidih. Kocok dengan kuat, kemudian keluarkan lapisan airnya
dan tampung dalam erlenmeyer 500 ml. Ulangi ekstraksi 2 kali. Jadikan satu
ekstraknya. Kedalam ekstrak tambahkan 0,1 ml indicator MO. Bila larutan
menjadi berwarna pink atau merah, titrasi dengan larutan KOH 0,1 M sampai
tepat terbentuk warna kuning mas. Bila setelah ditambahkan MO warna larutan
tidak pink atau merah, laporkan strog acid number sebagai nol.
b. Penitrasian Blanko : Kedalam erlenmeyer masukkan 200 ml akuades mendidih
yang sama yang digunakan untuk ekstraksi contoh. Tambahkan 0,1 ml MO. Bila
warna larutan menjadi kuning-orange, titrasi dengan HCl 0,1 M sampai
terbentuk warna kuning emas. Bila warna larutan saat ditambah MO menjadi
pink atau merah, titrasi dengan KOH 0,1 M sampai terbentuk warna kuning
emas.
Perhitungan untuk angka asam kuat :
Keterangan :
C = Larutan KOH untuk titrasi air (ml)
D = Larutan KOH untuk titrasi blanko (ml)
M = Molaritas larutan KOH
W = Berat contoh ( gram )
Dari pengujian ini diperoleh hasil untuk angka asam total solar volume titrat
KOH Alkoholat untuk solar1 dengan berat 20.0362 g yaitu VKOH Alk = 0,50 ml dan
solar2 dengan berat 20.2372 g yaitu VKOH Alk = 0,70 ml. Hasil penetapan angka asam
pada sampel solar1 adalah 0.09856 mg KOH / g, dan pada sampel solar2
adalah0.14637 mg KOH / g jadi angka asam total dari sampel solar yang di gunakan
sebesar 0.122465 mg KOH/g, selisih angka asam kedua sampel adalah 0.04781, hal
ini menunjukan bahwa kedua data titrasi yang diperoleh adalah dapat diterima atau
valid karena berdasarkan metode ASTM D 974 repeatibility untuk light oil seperti
solar dengan berat sampel 20 g adalah 0.05 pada percobaan angka repeatability
0.04781, berarti kurang dari repeatability yang disyaratkan sehingga data tersebut
dapat dipercaya yaitu memilki angka asam total 0.122465 mg KOH/g.
Untuk angka asam kuat Setelah diperoleh ekstrak kemudian tambahkan
indikator MO, dari warna awal ekstrak berwarna putih keruh kemudian berubah
menjadi orange kekuningan, hal ini menunjukkan bahwa sampel solar tersebut tidak
mengandung asam kuat atau dapat disimpulkan bahwa angka asam kuat solar
tersebut nol.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Angka asam Total atau TAN (Total Acid Number) dalam solar adalah 0.122465
mg KOH/g.
2. Angka Asam kuat atau SAN (Strong Acid Number) dalam solar dengan berat
25,0020 g adalah Nol.
3. Sampel Solar memenuhi spesifikasi dari Kementerian ESDM maupun Standart
Amerika.
DAFTAR PUSTAKA
Annual Book of ASTM Standards. Section Five. Petroleum Product, Lubricant, and
Fossil Fuels. (2000)
Achmad Zuhdan F, 1998, Minyak Bumi dan Hasil-hasilnya, Kursus Kejuruan
Laboratorium Kilang, PPT Migas Cepu.
Djoko Suprapto Ir, 1999, Metode Pengujian Sifat Fisik Minyak Bumi, Pusdiklat
Migas, Akamigas.
Mudjiraharjo, K., 2003, Karakteristik BBM dan Non BBM, Pusat Pendidikan dan
Pelatihan Minyak dan Gas Bumi, Cepu
Sjarifuddin, Refinery Furnace Operation, Dinas Teknologi Proses/p, Direktorat
Pengolahan, Jakarta, Juli 1992.