Post on 07-Feb-2018
1
Makalah : Tafsir
KEWAJIBAN MEMATUHI HUKUM (KETETAPAN) ALLAH
DISUSUN OLEH :
S U K M A NIM. 009.03.24.2009
DOSEN PENGAJAR : Prof.Dr.H.M. Rusydi Khalid, MA
Dr.H.Muh. Thahir Bandu, MA
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA (UMI) MAKASSAR
2010
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Undang-undang atau hukum Allah Swt adalah intisari dari kitabullah atau Al-Qur’an.
Para Nabi dan Rasul diutus untuk menegakkan hukum-hukum Allah Swt. Firman Allah Swt
dalam Surah At taubah (9) : 33, yakni :
Terjemahannya : ”Dialah yang telah mengutus Rasul-Nya (dengan membawa) petunjuk (Al-
Quran) dan agama yang benar untuk dimenangkanNya atas segala agama, walaupun orang-
orang musyrikin tidak menyukai”.1
Seharusnya seorang mukmin tidak boleh berpendapat sebelum ia bertanya kepada
Allah dan Rasul-Nya. Terutama bila pertanyaannya menyangkut urusan yang fundamental
dalam kehidupannya. Oleh karenanya kita akan melihat bagaimana Allah menyuruh kita untuk
bersikap jika menyangkut urusan hokum. Ibnu Abdillah bin Bar menyatakan dalam kitab
beliau Jami al-Bayan al-Ilmi, menukil perkataaan Imam Ahmad bahwa beliau berkata,
“Berpeganglah kalian dengan atsar sahabat dan al-Hadits, dan sibukkanlah diri kalian dengan
hal-hal yang bermanfaat. Jauhilah berbantah-bantahan, karena orang yang suka berdebat tak
akan pernah beruntung.” Beliau juga berkata, “Tak akan pernah bahagia orang yang suka
berdebat. Dan tidaklah engkau menjumpai seseorang yang suka berdebat kecuali di hatinya
tersimpan sebuah penyakit.” 2
1 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Jakarta; Yayasan Penyelenggara Penterjemah
dan Penafsir Al-Qur’an, 1971), h.283
2 Ali Daud Mohammad, Hukum Islam, Edisi Ke-enam, ( Jakarta : PT Raja Grafindo
Persada, 2000), h.16
3
Inilah jalan para generasi Shalafus Shaleh. Mereka melarang manusia dari debat sia-
sia tentang agama dan tentang sesuatu yang telah nyata hukumnya, seperti debat kusir dan
cekcok dalam permasalahan-permasalahan halal dan haram. Mereka menjauhi debat yang
tidak bermanfaat serta menjauhi perselisihan-perselisihan atau debat dalam urusan agama.
Mereka melarang keras perbuatan tersebut dan mengingkari orang-orang yang melakukannya.
Dan keengganan mereka untuk berdebat itu bukanlah karena mereka itu bodoh atau karena
takut kepada manusia atau karena tidak mampu sebagaimana diduga oleh sebagian orang-
orang picik. Tetapi mereka mengekang dari hal itu semata-mata takut kepada Allah.3
Sesuatu yang tercela menurut kacamata syar’i adalah sesuatu yang dicela oleh Allah
dan Rasul-Nya, seperti debat dalam rangka membenarkan yang bathil dan debat kusir (tanpa
ilmu) dan mendiskusikan sebuah kebenaran yang jelas dan gamblang (seperti wajibnya shalat
dan lain-lain). Adapun debat yang sesuai syari’at (dalam rangka mendakwahi orang-orang
jahil, atau dalam rangka sama-sama mencari kebenaran) adalah yang diperintahkan Allah
seperti dalam firman-Nya yang artinya : “Mereka berkata, Hai Nuh, sesungguhnya kamu telah
berbantah dengan kami, dan kamu telah memperpanjang bantahanmu terhadap kami.” (QS.
Hud:32). Di ayat yang lain disebutkan “Serulah (manusia) kepada jalan Rabbmu dengan
hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik.” (QS.an-
Nahl:125)
Di dalam kitabullah Al-Quran Karim terdapat banyak ayat yang memberikan panduan
bagaimana seorang mukmin mesti bersikap dalam urusan hukum yang melibatkan perdebatan
diantara umat, diantaranya: QS. Al-An’am (6) : 143, Al-A’raf (7) : 71 dan Al-Anfal (8) : 6.
Yang akan dibahas lebih lanjut pada makalah ini.
3 Ibid., h 17
4
B. Rumusan dan Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka penulis dapat merumuskan
batasan makalah sebagai berikut :
1. Apa saja yang termasuk dalam hukum (ketentuan) Allah Swt?
2. Akibat dari tidak berhukum pada hukum (ketentuan ) Allah Swt?
5
BAB II
PEMBAHASAN
A. Surah Al-An’am (6 ) : 143
143. (yaitu) delapan binatang yang berpasangan, sepasang domba, sepasang dari kambing.
Katakanlah: "Apakah dua yang jantan yang diharamkan Allah ataukah dua yang betina,
ataukah yang ada dalam kandungan dua betinanya?" Terangkanlah kepadaku dengan
berdasar pengetahuan jika kamu memang orang-orang yang benar.4
1. Penjelasan Ayat
Dalam ayat ini memerinci keadaan binatang ternak yang bukan saja untuk
menampakkan betapa banyak nikmat Allah Swt, tetapi juga untuk menampakkan
betapa banyak kecaman-Nya kepada mereka yang mengada-ada tentang ketentuan-
ketentuan kaum musyrikin menyangkut binatang-binatang itu. Demikian juga
dikatakan bahwa binatang ternak yang antara lain bermanfaat untuk menjadi
pengangkut barang dan tunggangan itu ada delapan pasang, jantan dan betina, masing-
masing tidak dapat lahir kecuali melalui pasangannya, dari jenis domba dua yakni
sepasang jantan dan betina dan dari jenis kambing dua, yakni sepasang juga.
Ayat ini menyimpulkan sanggahan kepada kaum musyrikin bahwa binatang-binatang
domba, kambing, unta dan lembu masing-masing terdiri dari jantan dan betina. Kalau
yang diharamkan adalah jantan, mestinya semua yang binatang jantan diharamkan, dan
4 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Jakarta; Yayasan Penyelenggara Penterjemah
dan Penafsir Al-Qur’an, 1971), h.212
6
kalau betina maka semua yang betina diharamkan atau apa yang dikandungnya-jantan
atau betina. Tetapi kenyataan pengharaman yang mereka katakan tidak demikian. Ini
berarti tidak mungkin tidak mungkin Allah yang mengharamkannya, karena jika Allah
yang mengharamkannya pasti tidak akan berbeda-beda karena hokum-hukum yang
bersumber dari Allah pastilah sama dalam segala hal selama sifat dan keadannya sama.
Ini membuktikan bahwa pengharaman itu tidak bersumber dari Allah swt, tetapi
mereka yang mengada-adakan.5
B. Surah Al A’raf (7 ) : 71
Terjemahnya :
71. ia berkata: "Sungguh sudah pasti kamu akan ditimpa azab dan kemarahan dari
Tuhanmu". Apakah kamu sekalian hendak berbantah dengan aku tentang Nama-nama
(berhala) yang kamu beserta nenek moyangmu menamakannya, Padahal Allah sekali-kali
tidak menurunkan hujjah untuk itu? Maka tunggulah (azab itu), Sesungguhnya aku juga
Termasuk orang yamg menunggu bersama kamu".
Penjelasan Ayat
Dalam ayat ini Allah Swt. menerangkan bagaimana tantangan dan pendustaan kaum
Aad terhadap Nabi Hud As. Mereka menyembah berhala-berhala dan menolak ajakan nabi
Hud As untuk bertuhan kepada Allah Swt karena enggan meninggalkan kebudayaan
penyembahan nenek moyang mereka yang berupa berhala, kemudian mereka menantangkan
supaya siksa yang diancamkan oleh Nabi Hud As itu segera diturunkan. Maka karena itulah
Nabi Hud As berkata “Sungguh kalian telah mendapat siksa dan murka Tuhanmu, apakah
5 M.Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah Volume 4
7
akan membantah aku untuk mempertuhankan nama-nama yang kamu buat.padahal Allah tidak
menurunkan bukti kebenarannya. Jika demikian tantanganmu maka kita bersama-sama
menunggu saja, kamu menunggu dan aku juga menunggu apa yang akan terjadi kelak. Dan
Karena sudah cukup peringatan yang disampaikan oleh Nabi Hud As dan sampai saatnya
Allah menurunkan siksanya berupa angin topan yang sangat dahsat selama tujuh malam
delapan hari terus menerus yang menghancurkan kaum Aad. 6
C. Surah Al-An’am ( 8 ) : 6
Terjemahannya :
6. “mereka membantahmu tentang kebenaran sesudah nyata (bahwa mereka pasti menang),
seolah-olah mereka dihalau kepada kematian, sedang mereka melihat (sebab-sebab kematian
itu)”.7
Penjelasan Ayat
Disebutkan kisah dalam perang Badar. Dimana ada sekelompok orang-orang yang
tidak menyukai perang. Padahal konsekuensi dari iman adalah keharusan untuk patuh pada
nabi dan rela terhadap apapun yang beliau laksanakan dalam menunaikan perintah tuhannya,
apaun yang beliua putuskan dan apapun yang beliau perintahkan.
Sebagian diantara mereka mengatakan bahwa keadaan orang-orang mukimin saat itu
diserupakan dengan keadaan orang-orang mukmin disaat Allah menyuruh mereka pergi dari
6 Tafsir Ibnu Katsir Hal :538)
7 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Jakarta; Yayasan Penyelenggara Penterjemah
dan Penafsir Al-Qur’an, 1971), h.261
8
rumah mereka demi kemaslahatan mereka sendiri, yaitu untuk menguji ketaataan mereka
kepada Tuhannya.
Sesungguhnya Rasulullah Saw berangkat dari Madinah bersama pasukan kaum
muslimin pada awalnya hanya untuk menghadang iringan kafilah dagang Abu Sufyan yang
beritanya telah diketahuinya. Maka Rasulullah membangkitkan semangat kaum muslim yang
mempunyai kemampuan untuk berangkat. Beliau memakai jalan yang menuju ke pantai
dengan menggunakan jalan yang melewati Badar. Sedangkan Abu Sufyan mengetahui
keberangkatan Rasulullah untuk mengahadangnya. Maka Abu Sufyan Mengirinkam Damdan
ibnu Amr untuk mnyampaikan peringatan kepadaa penduduk Mekkah akan bahaya yang
sedang dihadapinya. Maka bangkitlah dari kalangan penduduk Mekkah pasukan besar yang
terdiri dari seribu personel dengan senjata lengkap. Selanjutnya Abu Sofyan sendiri
mengambil jalan kanan bersama kafilah dagangnya meniti jalan tepi pantai sehingga selamat
dari hadangan pasukan kaum muslim Lalu tibalah pasukan kaum musyrikun kemudian mereka
sampai di sumur Badar. Lalu Allah Swt. mempertemukan pasukan kaum muslim dan pasukan
orang-orang kafir tanpa ada penentuan waktu terlebih dahulu. Hal ini dimaksudkan oleh Allah
Swt untuk meninggikan kalimat kaum muslim dan menolong mereka menghadapi musuh-
musuhnya serta untuk menmbedakan antara perkara yang hak dan yang batil.8 Perihal ini sama
dengan apa yang disebutkan dalam firman Allah Swt dalam surah Al-Baqarah : 126 ;
216.” diwajibkan atas kamu berperang, Padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu
benci. boleh Jadi kamu membenci sesuatu, Padahal ia Amat baik bagimu, dan boleh Jadi
(pula) kamu menyukai sesuatu, Padahal ia Amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang
kamu tidak mengetahui”.
8 Ibid., h.325
9
Sekalipun sebagian orang mukmin tidak menyukai ketika mereka disuruh
berperang, mereka membantah Nabi Saw dalam strategi tersebut, padahal perkaranya sudah
jelas bagi mereka. “ Mereka membantahmu tentang kebenaran sesudah nyata (kebenaran
itu)”
Muhammad Ibnu Ishaq mengatakan bahwa yang dimaksud dengan “kebenaran” dalam ayat ini
adalah peperangan melawan orang-orang musyrik. Sehubungan dengan makna tersebut..yakni
karena terdorong oleh rasa tidak suka menghadapi orang-orang musyrik, serta
ketidakpercayaan mereka perihal keberangkatan pasukan kaum Quraysi saat mereka mendapat
berita bahwa kafilahnya terancam. Sedangkan menurut Ibnu Jarir, ulama tafsir menakwilkan
bahwa yang dimaksudkan dengan mereka yang melakukan bantahan ada lah orang-orang
musyrik yang membantah kebenaran yang disampaikan oleh nabi Saw, seakan-akan mereka
digiring kearah kematian ketika mereka diseur untuk masuk Islam.9
D. Hukum yang Terkandung di Dalam Ayat
- QS. Al-An’am (6) :143
Allah Swt Menerangkan bagaimana kebodohan manusia pada masa Rasulullah Saw
yang telah mengharamkan apa-apa yang telah dihalalkan Allah dari beberapa bagian dari
binatang ternak.
- QS. Al-A’raf (7) : 71
Allah Swt akan menurunkan azab yang akan ditimpakan kepada kaum musyrik yang
membangkang, tidak percaya dan ingkar kepada Rasul-Nya.
9 Ibid., h.326
10
- QS. Al-Anfal (8) : 6
Allah Swt melarang memperdebatkan atau membantah tentang kebanaran yang sudah
nyata, dalam hal ini anjuran mengikuti perang bagi kaum mukmin yang mampu pada saat
diperlukan karena Allah selalu menyertai dan melindungi mereka dimanapun mereka berada.
E. Munasabah Ayat :
Dari ayat-ayat yang telah dipaparkan diatas yakni QS Al-An’am :143, QS Al-A’raf : 71 dan
QS. Al-Anfal : 6 memiliki keterkaitan antara satu dengan yang lain, yakni
1. Ketiga ayat mengandung pelajaran untuk senantiasa wajib mematuhi hukum Allah Swt
dan RasulNya yang telah ditetapkan atas hambanya tanpa dalih.
2. Surah Al-An’am dan Al-A’raf termasuk diantara 7 surat yang panjang (assab’uth
thiwaal), keduanya sama-sama membicarakan pokok aqidah agama.
F. Hikmah Tasyri’
1. Larangan mengikuti perbuatan dan adat-istiadat yang dibuat-buat oleh kaum jahiliyah
baik berupa makanan yang halal dan haram dan kebiasaan kebiasaan buruk lainnya.
2. Kewajiban taat pada pimpinan dalam perang, keharusan mengusahakan perdamaian
dan menjaga ketahanan mental, sabar dan tawakkal serta mengingat Allah Swt dalam
peperangan.
3. Senantiasa menyadari bahwa menentukan hukum-hukum agama itu hanyalah hak
Allah Swt, tindakan-tindakan dan hokum Allah didasarkan atas kepentingan umat
manusia.
11
BAB III
KESIMPULAN
Berdasarkan dari pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwasanya :
1. Didalam Al-Qur’an terdapat celaan yang amat keras terhadap orang yang tidak
menetapkan hukum dengan hukum yang diturunkan oleh Allah swt.
2. Perbuatan memutuskan perkara dengan hokum Allah termasuk dalam hokum wajib
secara syar’I karena itu Allah akan menimpakan azab yang pedih bagi orang-orang
yang mengikuti hawa nafsu dan menyimpang dari perintah Rasul-Nya.
3. Akibat dari lalai atau tidak mengikuti hokum yang ditetapkan oleh Allah adalah
disesatkan dan dijauhkan dari kebenaran.
12
DAFTAR ISI
Ali Daud Mohammad, Hukum Islam, Edisi Ke-enam, Jakarta : PT Raja Grafindo
Persada, 2000
Bahreisy, Salim H., Bahreisy Said H., Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsier Jilid III,
Surabaya : PT. Bina Ilmu, 1993
Departemen Agama RI., Al-Qur’an dan Terjemahannya, Jakarta : Yayasan
Penyelenggaraan Penterjemah dan Penafsir Al-Qur’an, 1971
Mushthafa, Ahmad Al-Maraghi, Terjemah Tafsir Al-Maraghi, Semarang : Toha Putra,
1992
Shihab Quraish, Tafsir Al-Misbah,Volume IV Jakarta : Lentera Hati, 2006