Post on 29-Oct-2015
T
EK
NIK
JA
LA
N R
AY
A
U N I V E R S I T A S
M U H A M M A D I Y A H M A T A R A M
F A K U L T A S T E K N I K
2 0 0 9
T U G A S 1
J A L A N R A Y A
NAMA : FACHRUROZI
NIM : 40811.0060
FAKULTA S : TEKNIK
JUR USAN : TEKNIK SIPIL
O L E H
TEK.JALAN RAYA
KONTRUKSI JALAN RAYA (LAPISAN PERKERASAN)
a. Lapisan Tanah Dasar ( subgrade ) ialah lapisan tanah dasar dibawah perkerasan yang
berfungsi untuk mendukung perkerasan, tanah dasar dapat berupa tanah asli setempat
yang didapatkan atau tanah urugan badan jalan yang dipadatkan, biasanya tanah urugan
lebih baik di bandingkan tanah aslinya karena tanah urugan telah dipadatkan atau
material tanah urugan lebih baik dari tanah aslinya, di sebut sebagai improve subgrade
Kuatnya struktur perkerasan bergantung pada daya dukung tanah, untuk mengetahui daya
dukung tanah kita perlu melakukan pengetesan CBR terhadap tanah asli atau tanah
urugan yang akan di gunakan, pengetesan CBR dapat dilakukan di lapangan dan
laboratorium.
PENGUKURAN CBR DI LAPANGAN
Gamabar 1. Pungukuran CBR di lapangan
Gambar 2. Pengukuran nilai CBR dengan alat DCPT
Nilai CBR lapangan dapat juga diperoleh dengan menggunakan alat Dynamic Cone
Penetrometer Test (DCPT). Pemeriksaan dengan alat DCPT dapat menghasilkan data
kekuatan tanah sampai kedalaman 90 cm di bawah tanah dasar. Pengujian dilakukan
dengan cara menjatuhkan tiang pemberat seberat 20 lb (9,07 kg) dari ketinggian 20
inches (50,8 cm). Ujung tiang berbentuk kerucut dengan luas sq. inch (1,61 cm2)
bersudut 30o atau 60
o.
PENGUKURAN CBR DI LABORATORIUM
Gamabar 3. Pengukuran CBR di laboratorium
Setelah nilai CBR telah diketahui maka dapat kita tentukan nilai daya dukung tanah dengan
grafik monogarf.
Grafik 1. Monograf DDT
DDT =
9.1
CBR
=
5
0
Seperti terlihat pada
gambar
disamping, apabila
nilai CBR = 50
maka nilai daya
dukung tanah
(DDT = 9.1)
b. LAPISAN PONDASI BAWAH (SUBBASE COURSE)
Adalah lapisan yang berada diantara tanah dasar dan pondasi atas, lapisan ini berfungsi
untuk meneruskan beban ke tanah dasar, mencegah air tanah masuk ke permukaan
perkerasan, mencegah partikel partikel kecil (abu tanah dasar) masuk ke pondasi atas,
melindungi tanah dasar dari beban berat pada awal pengerjaan struktur karena kurangnya
daya dukung tanah, melindungi tanah dasar dari perubahan iklim tertama pada saat
musim penghujan.
c. LAPISAN PONDASI ATAS ( BASE COURSE )
Adalah lapisan perkerasan yang berada antara lapisan pondasi bawah ( Subbase Course )
dan lapisan permukan ( Surface Course ), lapisan ini berfungsi untuk meneruskan beban
roda pada lapisan permukaan ke pondasi bawah secara merata. Karena lapisan ini
menerima beban yang besar maka di perlukan bahan yang kuat dan awet sehingga
konstruksi perkerasan dapat digunakan cukup lama.
d. LAPISAN PERMUKAAN ( BASE COURSE )
Adalah lapisan yang berhubungan langsung dengan beban roda kendaraan, lapisan ini
berfungsi untuk menahan beban roda kendaraan untuk disalurkan ke lapisan permukaan,
menahan gesekan roda akibat pengereman kendaraan (lapisan aus), mencegah air hujan
menyerap kelapisan pondasi atas yang akan mengakibatkan kerusakan struktur.
Perkerasan lentur (fleksible pavement), yaitu perkerasan yang menggunakan aspal sebagai
bahan pengikat. Disebut lentur karena konstruksi ini mengijinkan terjadinya deformasi
vertikal akibat beban lalu lintas. Fungsi dari lapisan ini adalah memikul dan
mendistribusikan beban lalu lintas dari permukaan sampai ke tanah dasar.
Gambar 4. Penyebaran beban roda melalui lapisan perkerasan jalan
MATERIAL KONSTRUKSI PERKERASAN LENTUR:
ASPAL CEMENT (AC)
Aspal cement/aspal beton adalah campuran antara agregat dengan aspal sebagai
bahan pengikat dan bahan pengisi (filler), yang dicampur, dihampar dan dipadatkan
dalam keadaan panas atau dingin dengan suhu tertentu. Beton aspal juga merupakan
campuran yang digunakan untuk lapisan permukaan jalan. Pembuatan aspal beton
dimaksudkan untuk mendapatkan suatu lapisan yang mampu memberikan sumbangan
daya dukung yang terukur serta berfungsi sebagai pelapis kedap air.
Lapisan aspal cement terdiri atas tiga jenis, yaitu : laston Aus (BC) untuk lapis
permukaan, mempunyai ukuran butir agregat maksimum 25,4 mm, laston Aus (WC)
untuk lapis perata atau laston atas mempunyai ukuran butir agregat maksimum 19,0
mm dan laston pondasi (ATB) untuk pondasi mempunyai ukuran butir agregat
maksimum 37,5 mm.( Sumber : Pusat Litbang Prasarana Transportasi Badan
Penelitian dan Pengembangan, Divisi 6, hal 6 19).
Berdasarkan fungsinya, beton aspal dapat diklasifikasikan sebagai berikut ( Sumber :
Silvia Sukirman, Perkerasan Lentur Jalan Raya, hal 177):
o Sebagai lapis permukaan yang tahan terhadap cuaca, gaya gesek dan tekanan
roda serta lapisan kedap air dan dapat melindungi lapisan dibawahnya dari
rembesan air.
o Sebagai pelapis pondasi atas.
o Sebagai pelapis pembentukan pondasi, jika dipergunakan pada pekerjaan
peningkatan dan pemeliharaan.
o Untuk mendapatkan beton aspal yang bermutu tinggi, maka sebaiknya
memenuhi syarat syarat antara lain :
o Campuran harus memiliki stabilitas yang tinggi, sanggup menahan beban
lalu lintas tanpa deformasi.
o Tahan terhadap lenturan, tidak ada retak-retak pada lapisan campuran
permukaan
o Tahan lama/awet dan aus terhadap cuaca dan beban lalu lintas
o Campuran harus nonstick/tidak slip selama masa pelayanan
Harus ekonomis.
AGREGAT KASAR (CA)
Agregat kasar adalah agregat yang tertahan pada saringan No.4 atau 4,76 mm dan
harus terdiri dari batu pecah atau kerikil pecah yang bersih, kering, kuat, awet dan bebas
dari bahan lain yang mengganggu serta memenuhi persyaratan sebagai berikut (Sumber :
DPU, Petunjuk Pelaksanaan Lapis Aspal Beton (LASTON) Untuk Jalan Raya hal 3) :
a) Keausan yang diperiksa dengan mesin Los Angles pada 500 putaran, maksimum
40%
b) Kelekatan dengan aspal minimum 95 %
c) Jumlah berat butiran tertahan saringan No. 4 secara visual minimum 50 %
d) Indeks kepipihan butiran tertahan dan 3/8 maksimum 25%.
e) Penyerapan air maksimum 3 %
f) Berat jenis curah (Bulk) minimum 2,5 (khusus untuk terak)
Bahan agregat kasar dalam keadaan kering setelah melalui percobaan analisa
saringan/gradasi harus memenuhi spesifikasi berikut :
TABEL II.1 SPESIFIKASI AGREGAT KASAR BETON ASPAL
Ukuran Saringan Persen Berat Yang Lolos
mm ASTM Batas atas Batas tengah Batas
bawah
20
12.7
9.5
4.76
3/8
No. 4
100
100
55
10
100
65
27.5
5
100
30
0
0
Sumber : Petunjuk Pelaksanaan Lapisan Beton Aspal (LASTON) untuk jalan
raya,Departemen Pekerjaan Umum, 1987.
Gambar II.2 grafik spesifikasi agregat kasar beton aspal (campuran normal)
Dalam keadaan apapun, agregat kasar yang kotor dan berdebu serta mengandung
partikel harus lolos ayakan No. 200 lebih besar dari 1% tidak boleh digunakan.
AGREGAT HALUS (FA)
Agregat halus adalah agregat yang lolos saringan No. 4 (4,76 mm) dan tertahan saringan
No. 200 (0,075 mm). Agregat halus terdiri dari pasir alam, pasir buatan, pasir terak atau
gabungan dari bahan-bahan tersebut. Agregat halus harus bersih, kering, kuat, bebas dari
gumpalan-gumpalan lempung dan bahan-bahan lain yang mengganggu serta terdiri dari
buitr-butir yang bersudut tajam dan mempunyai permukaan yang kasar.
Agregat halus memenuhi persyaratan sebagai berikut (Petunjuk Pelaksanaan Lapis Aspal
Beton SKBI 1987, DPU) :
a. Nilai sand equivalent minimum 50%
b. Berat jenis semu (Apparent) minimum 2,5 gr/cm3
c. Penyerapan agregat maksimum 3%
TABEL II.2 GRADASI AGREGAT HALUS BETON ASPAL
Ukuran Saringan Persen Berat Yang Lolos
mm ASTM Batas atas Batas tengah Batas bawah
9.5
4.75
1.18
0.3
0.15
3/8
No. 4
No. 16
N0. 50
No.
100
100
100
80
30
10
100
97.5
62.5
20
6
100
95
45
10
2
Sumber : Alik Ansyori Alamsyah, Rekayasa Jalan Raya, Malang, 2001
Gambar II.3 Grafik spesifikasi agregat halus beton aspal
Sumber : Spesifikasi Umum, Buku 3, Second Highway Sector Invesment, Direktorat
Bina Program Jalan, Departemen Pekerjaan Umum.
Filler (FF)
Bahan pengisi merupakan agregat yang lebih halus dibandingkan agregat halus
umumnya, karena filler lolos saringan No. 200. Menurut keputusan menteri
pekerjaan umum No. 378/KPTS/1978 tentang pengesahan 33 standar konstruksi
bangunan Indonesia, bahan pengisi (filler) harus terdiri dari debu batu, debu batu
kapur, kapur padam, semen dan bahan mineral non plastis.
Bahan pengisi harus kering dan bebas dari kotoran atau bahan lain yang
mengganggu dan apabila dilakukan pemeriksaan analisa saringan basah harus
memenuhi gradasi seperti dalam Tabel II.4 berikut (Petunjuk Pelaksanaan Lapis
Aspal Beton SKBI 1987, DPU):
TABEL II.3 GRADASI BAHAN PENGISI UNTUK BETON ASPAL
Sumber : Petunjuk Pelaksanaan Lapisan Beton Aspal (LASTON) untuk jalan
raya,Departemen Pekerjaan Umum, 1987.
Gambar II.4 Grafik Gradasi Bahan Pengisi untuk Beton Aspal Agregat Campuran
Agregat campuran harus mempunyai gradasi yang menerus dari butir yang kasar
sampai yang halus, dan apabila diperiksa dengan SNI harus memenuhi salah satu
gradasi yang tercantum pada Tabel II.4 Agregat campuran yang diperoleh dari hasil
pencampuran menurut proporsi yang diperlukan untuk rumusan campuran kerja, harus
mempunyai eqivalensi pasir minimal 50%.
TABEL II.4 BATAS-BATAS GRADASI MENERUS AGREGAT CAMPURAN
Sumber :Petunjuk Pelaksanaan LASTON SKBI 1987 DPU.
No.
Campuran I II III IV V VI VII VIII IX X XI
Gradasi/
Tekstur kasar kasar rapat rapat rapat rapat rapat rapat rapat rapat rapat
Tebal
Padat(mm) 20-40 25-50 20-40 25-50 40-65 50-75 40-50 20-40 40-65 40-65 40-50
Ukuran
Saringan % Berat Yang Lolos Saringan
1
(38,1mm) - - - - - 100 - - - - -
1.0
(25,4mm) - - - - 100
90-
100 - - 100 100 -
(19,1mm) - 100 - 100
80-
100
82-
100 100 -
85-
100 85-100 100
(12,7mm) 100
75-
100 100
80-
100 - 72-90
80-
100 100 - - -
3/8
(9,52mm) 75-100 60-80
80-
100 70-90 60-90 - - - 65-85 56-78 74-92
No. 4
(4,76mm) 35-55 35-55 55-75 50-70 48-65 52-70 54-72 62-80 45-65 38-60 48-70
No. 8
(2,38mm) 20-35 20-35 35-50 35-50 35-50 40-56 42-58 44-60 34-54 27-47 35-53
No. 30
(0,59mm) 10-20 10-22 18-29 18-29 19-30 24-36 26-38 28-40 20-35 13-28 15-30
No. 50
(0,279mm) 6-16 6-16 13-23 13-23 13-23 16-26 18-28 20-30 16-26 9-20 10-20
No. 100
(0,149mm) 4-12 4-12 8-16 8-16 7-15 10-18 12-20 12-20 10-18 - -
No. 200
(0,074mm) 2-8 2-8 4-10 4-10 1-8 6-12 6-12 6-12 5-10 4-8 4-9
Catatan :
Nomor campuran I,III,IV,VI,VII,VIII,IX,X dan XI digunakan untuk lapisan
permukaan.
Nomor campuran II dan V digunakan untuk lapisan permukaan, perata (Leveling)
dan lapisan antara (Binder).
ASPAL BETON (AC)
Klasifikasi Fungsi:
a. Berdasarkan fungsinya aspal beton campuran panas dapat diklasifikasikan sebagai
berikut:
b. Sebagai lapis permukaan yang tahan terhadap cuaca, gaya geser, dan tekanan roda serta
memberikan lapis kedap air yang dapat melindungi lapis dibawahnya dari rembesan air.
c. Sebagai lapis pondasi atas
d. Sebagai lapis pembentuk pondasi, jika dipergunakan pada pekerjaan peningkatan atau
pemeliharaan jalan.
Karakteristik Campuran:
a. Stabilitas
b. Durabilitas (Keawetan/Daya Tahan)
c. Fleksibilitas (Kelenturan)
d. Skid Resistance (Kekesatan)
e. Fatique Resistance (Ketahanan Kelelahan)
f. Workability (Kemudahan Pelaksanaan)
HOT ROLLED SHEET (HRS)
KLASIFIKASI FUNGSI:
Hot Rolled Asphalt (HRA) sering juga disebut campuran aspal bergradasi senjang. Disebut
demikian karena HRA mengandalkan kekuatan dari ikatan antara bahan pengikat, agregat
halus dan filler, tidak seperti aspal beton yang mengandalkan saling kunci antara agregat
kasar. Pada awal pemakaiannya di Indonesia, metode HRA (di Indonesia dikenal juga
dengan Hot Rolled Sheet/HRS) ini mampu mengatasi permasalahan retak pada jaringan,
namun demikian timbul masalah baru dengan terjadinya deformasi plastis dengan waktu
yang sangat singkat. Adanya gap gradasi disebut-sebut sebagai penyebab timbulnya
kerusakan dini tersebut.
KARAKTERISTIK CAMPURAN:
Tipe F (fine) : Agregat halus sebaiknya mengandung tidak lebih dari 5% (m/m) dari
material yang tertinggal pada saringan 2.36 mm dan material yang lolos dari saringan
0.075 mm tidak melebihi 9% dari berat keseluruhan dari agregat halus.
Tipe C (coarse) : Untuk campuran tipe C, agregat halus sebaiknya mengandung tidak
lebih dari 10% (m/m) dari material yang tertinggal pada saringan 2.36 mm dan
material yang lolos dari saringan 0.075 mm tidak melebihi 19% dari berat keseluruhan
dari agregat halus.
Menurut resep dan persyaratan yang dibuat oleh BS. 594 (1992) dapat dilihat kriteria
untuk merancang atau mendesain campuran Hot Rolled Asphalt (HRA) sebagai
berikut :
Tabel 1. Kriteria Stabilitas
Dari Rancangan
Campuran Aspal Di
Laboratorium Traffic
Flow
(Comm.Vec./line/day)
Marshall Properties
Stability of
complete mix
(kN)
Maximum flow
(mm)
Less than 1500
1500 6000
over 6000
3.0 8.0
4.0 8.0
6.0 10.0
5.0
5.0
5.0 7.0
Catatan : Untuk nilai stabilitas sampai dengan 8.0 kN, nilai flow maksimum
sebaiknya 5 mm, sedangkan pada saat nilai stabilitas melebihi 8.0 kN, maka
penggunaan flow maksimum sampai dengan 7.0 mm diperbolehkan.
Tabel 3.1. Kriteria Stabilitas Dari Rancangan Campuran Aspal Di Laboratorium
Tabel 3.2. Hasil Pengujian Marshall Campuran HRA dengan Filler 100% Abu Batu;
50% Abu Batu-50% Abu Grajen; dan 100% Abu Grajen Pada Kondisi Aspal
Optimum
SPLIT MASTIC ASPAL (SMA)
Klasifikasi Fungsi :
Split Mastik Aspal (SMA) di indonesia dianggap mempunyai kelebihan di bandingkan
dengan jenis perkerasan lainnya seperti AC dan HRS. Kelebihan tersebut antara lain
mempunyai skid resistant tinggi karena kadar agregat kasarnya besar dan lebih awet
karena kadar aspalnya tinngi dan distabilisasi dengan serat selulosa. SMA diformulasikan
khusus untuk meningkatkan durabilitas, kekesatan, fleksibilitas, ketahanan alur dan
ketahanan terhadap oksidasi. Jenis campuran ini dimaksudkan untuk dipergunakan pada
jalan-jalan dengan lintas berat, atau tanjakan. Karena kandungan aspal yang tinggi, dalam
pembuatan SMA perlu ditambahkan serat selulosa. Fungsi utama dari serat ini adalah
untuk menahan aspal agar tidak mengalir keluar dari campuran juga sebagai tulangan
dalam campuran SMA, yang digunakan sebagai bahan penstabil aspal.
Karakteristik campuran:
split (agregat kasar dengan kadar tinggi, 75 %)
Mastic Asphalt (campuran agregat halus, filler dan aspal dengan kadar relatif tinggi).
No. Sifat
Campuran Satuan Syarat
Komposisi Filler dan Kadar Aspal
Optimum (KAO)
KAO
6,65%
KAO
6,85% KAO 6,9%
100%Abu
Batu
50% Abu
Batu-50%
Abu Grajen
100% Abu
Grajen
1. Kepadatan/density gr/cc - 2,378 2,333 2,141
2. Stabilitas kg Min.
800 1150 1139 1013
3. Kelelehan mm Min. 2 4,97 4,745 4,7
4. Marshall Quotient kg/mm Min.
200 231,6 242,9 215,6
5. VMA % Min. 17 18,04 19,76 26,39
6. VIM % - 5,838 5,431 1,663
7. VFA % Min. 65 67,64 72,52 93,8
8. Stabilitas Sisa % Min. 85 87,17 85,3 85,74
Keistimewaan lain dari SMA dan yang membedakan dari perkerasan lain yakni
digunakan jenis bahan tambah berupa serat selulosa jenis roadcel 50, yang diproduksi di
Indonesia. Mutu yang diharapkan dapat diberikan oleh campuran SMA (PT. Olah Bumi
Mandiri, 1995), adalah :
1. Meningkatkan permukaan jalan lebih kasar, anti selip.
2. Meningkatkan temperature aspal, sehingga tidak terjadi bleeding.
3. Meningkatkan stabilitas struktur.
4. Meningkatkan umur jalan dua kali lipat.
5. Menambah daya tahan terhadap radiasi Ultra Violet.
6. Mempunyai ketahanan terhadap elastisitas jalan yang tinggi.
7. Sangat tahan terhadap tekanan beban berat pada permukaan jalan.