Post on 16-Feb-2017
BAB V
EKSTRAKSI CAIR-CAIR
I. TUJUAN
1. Mengenal dan memahami prinsip operasi ekstraksi cair – cair.
2. Mengetahui nilai koefisien distribusi dan yield proses ekstraksi.
3. Menghitung neraca massa proses ekstraksi pada beberapa variabel percobaan.
II. DASAR TEORI
Ekstraksi adalah salah satu metode memisahkan larutan dua komponen dengan
menambahkan komponen ketiga (solvent) yang larut dengan solute tetapi tidak larut dengan
pelarut (diluent). Dengan penambahan solvent ini sebagian solute akan berpindah dari fasa
diluent ke fasa solvent (disebut ekstraksi) dan sebagian lagi akan tetap tinggal di dalam fasa
diluent (disebut rafinat). Perbedaan konsentrasi solute di dalam suatu fasa dengan
konsentrasi pada keadaan setimbang merupakan pendorong terjadinya pelarutan (pelepasan)
solute dari larutan yang ada. Gaya dorong (driving force) yang menyebabkan terjadinya
proses ekstraksi dapat ditentukan dengan mengukur jarak sistem dari kondisi setimbang.
Pelarut ekstraksi yang meninggalkan kontaktor cari – cair disebut ekstrak. Rafinat
adalah fase cair yang tersisa dari umpan setelah proses ekstraksi pada kedua fase. Pelarut
pencuci adalah cairan yang ditambahkan proses fraksinasi cari – cair untuk mencuci atau
memperkaya kemurnian zat terlarut dalam fase ekstrak. Pemisahan antara ekstrak dan rafinat
terjadi apabila kedua fase tersebut dalam keadaan keseimbangan sehingga, secara fisik
pemisahan kedua fase dalam lapisan yang jelas. (Perry, 1997)
Jenis aliran pada proses ekstraksi yaitu :
1. Crosscurrent ekstraksi
Adalah serangkaian proses ekstraksi di mana rafinat R dari satu tahap ekstraksi
dikontakkan langsung dengan tambahan solven S pelarut dalam tahap berikutnya.
2. Countercurrent Ekstraksi
Adalah skema ekstraksi dimana pelarut memasuki tahap atau akhir ekstraksi
dan umpan F masuk dan dua fase berkontak berlawanan satu sama lain. Tujuannya
adalah untuk mentransfer satu atau lebih komponen dari larutan umpan F ke ekstrak E.
(Perry, 1997)
Gambar II.1 Aliran Proses Ekstraksi
Pemisahan komponen dengan ekstraksi cair-cair tergantung pada partisi
kesetimbangan komponen – komponen termodinamika antara dua fase cair. Partisi ini
dugunakan untuk memilih rasio pelarut ekstraksi untuk umpan yang masuk proses ekstraksi
dan untuk mengevaluasi laju perpindahan massa atau efisiensi teoritis pada peralatan. Sejak
dua fase cair yang bercampur digunakan, kesetimbangan termodinamika melibatkan larutan
non-ideal. Dalam kasus yang paling sederhana feed pelarut F mengandung zat terlarut yang
akan ditransfer ke dalam pelarut ekstraksi S. (Perry, 1997)
Pertimbangan – pertimbangan dalam dalam pemilihan pelarut yang digunakan adalah :
1. Yield (Ye)
Dari komponen senyawa yang berpindah ke fase ekstrak selama ekstraksi dapat
dihitung dengan persamaan :
𝑦𝑖𝑒𝑙𝑑 =𝑀𝑘𝑟𝑒𝑠𝑜𝑙 𝑑𝑖 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘
𝑀𝑘𝑟𝑒𝑠𝑜𝑙 𝑑𝑖 𝑢𝑚𝑝𝑎𝑛 𝑥 100%
2. Selektifitas (faktor pemisahan = β).
B = fraksi massa solute dalam ekstrak/fraksi massa diluent dalam ekstraksi.
Fraksi massa solute dalam rafinat/fraksi massa diluent dalam rafinat pada keadaan
setimbang. Agar proses ekstraksi dapat berlangsung, harga β harus lebih besar dari
satu. Jika nilai β = 1 artinya kedua komponen tidak dapat dipisahkan.
3. Koefisien distribusi, yaitu :
𝐤𝐨𝐧𝐬𝐞𝐧𝐭𝐫𝐚𝐬𝐢 𝐬𝐨𝐥𝐮𝐭𝐞 𝐝𝐚𝐥𝐚𝐦 𝐟𝐚𝐬𝐚 𝐞𝐤𝐬𝐭𝐫𝐚𝐤, 𝐘
𝐤𝐨𝐧𝐬𝐞𝐧𝐭𝐫𝐚𝐬𝐢 𝐬𝐨𝐥𝐮𝐭𝐞 𝐝𝐚𝐥𝐚𝐦 𝐟𝐚𝐬𝐚 𝐫𝐚𝐟𝐢𝐧𝐚𝐭, 𝐗 … … … … … (2)
Sebaiknya dipilih harga koefisien distribusi yang besar, sehingga jumlah solvent yang
dibutuhkan lebih sedikit.
4. Recoverability (kemampuan untuk dimurnikan)
Pemisahan solute dari sovent biasanya dilakukan dengan cara destilasi, sehingga
diharapkan harga “relative volatility” dari campuran tersebut cukup tinggi.
5. Densitas
Bila beda kerapatannya kecil, seringkali pemisahan harus dilakukan dengan
menggunakan gaya sentrifugal (misalnya dalam ekstraktor sentrifugal). Perbedaan
densitas ini akan berubah selama proses ekstraksi dan mempengaruhi laju perpindahan
massa.
6. Tegangan antar muka (interphase tention)
Tegangan antar muka besar menyebabkan penggabungan (coalescense) lebih mudah
namun mempersulit proses pendispersian.
7. Chemical Reactivity
Pelarut tidak boleh menyebabkan perubahan secara kimia pada komponen-kornponen
bahan ekstraksi. Ekstraksi juga disertai dengan reaksi kimia. Dalam hal ini bahan yang
akan dipisahkan mutlak harus berada dalam bentuk larutan.
8. Titik didih
Karena ekstrak dan pelarut biasanya harus dipisahkan dengan cara penguapan,
destilasi atau rektifikasi, maka titik didit kedua bahan itu tidak boleh terlalu dekat, dan
keduanya tidak membentuk azeotrop.
9. Viskositas
Tekanan uap dan titik beku dianjurkan rendah untuk memudahkan penanganan dan
penyimpanan.
10. Kelarutan
Pelarut sedapat mungkin memiliki kemampuan melarutkan ekstrak yang besar
(kebutuhan pelarut lebih sedikit).
11. Pelarut tidak beracun dan tidak mudah terbakar.
12. Memiliki kemampuan tidak saling bercampur
III. ALAT DAN BAHAN
3.1 Alat
1. Shaker
2. Pipet ukur 5 ml, 25 ml
3. Erlenmeyer 250 ml
4. Statif
5. Corong pemisah
6. Beaker gelass 100 ml
7. Labu takar 25 ml
8. Gelas ukur 10 ml, 25 ml
9. Ball filler
10. Spektrofotometer
11. Kuvet
3.2 Bahan
1. Kresol
2. Kerosen
3. Methanol
4. Aquades
3.3 Sekema Kerja
Dicampur dilabu takar
Dicampur didalam elemeyer
Selama 15 menit dishaker dengan
kecepatan 200 rpm
Dimasukan kecorong, selama 90
menit terbentuk dua lapisan
Diambil larutan ekstrasi dan
dimasukkan ke Spektrofotometer
UV-Vis
Mandapatkan absorbansi ekstrak dari masing-masing variabel
Gambar 3.3 SkemaKerja Ekstraksi Cair-Cair
98% kerosen +
2% kresol = 25
ml
96% kerosen +
4% kresol = 25
ml
94% kerosen +
6% kresol = 25
ml
80% methanol + 20%
aquades = 50 ml
Larutan methanol & aquades (solven) Larutan kresol & kerosen (umpan)
Solven dan umpan
Larutan campuran
Larutan homogen
Larutan ekstrasi & rafinat
Larutan ekstraksi
IV. DATA PENGAMATAN
Tabel 4.1 Hasil ekstrasi dengan tiga variabel yang berbeda
Sampel Massa gelas ukur + ekstrak Volume Absorbansi Densitas Massa kresol
0.5 ml 293.53 gram 51 ml 0.505 A 4.140 g/ml 0.6175 M
1.0 ml 293.59 gram 51 ml 0.592 A 4.141 g/ml 0.7262 M
1.5 ml 293.77 gram 51 ml 0.868 A 4.145 g/ml 1.0712 M
V. PEMBAHASAN
(Nur Indah)
Ekstraksi pelarut cair-cair merupakan proses pemisahan fase cair yang memanfaatkan
perbedaan kelarutan zat yang akan dipisahkan antara larutan asal dan pelarut pengekstrak
(solvent). Pada eksperimen ini, pengadukan campurannya menggunakan shaker. Shaker
dilakukan selama 15 menit. Variabel yang membedakan dieksperimen ini terletak pada feed
yang dibuat dengan kosentrasi kresol yang berbeda yaitu 2%, 4%, dan 6%. Larutan umpan
yang dibuat untuk 3 sampel sebanyak 25 ml. Sampel yang pertama terdiri dari 2% kresol dan
98 % kerosin. Sehingga kresol yang dibutuhkan sebanyak 0,5 ml dimasukkan ke dalam labu
ukur. Kemudian penambahan kerosin menyesuaikan sampai volume 25 ml. Untuk sampel
yang kedua dibutuhkan 4% kresol dan 96% kerosin, sehingga 1 ml kresol dimasukan ke
dalam labu ukur dan dicampur dengan kerosin samapai volume umpan 25 ml. Dan sampel
terahir dibutuhkan 6% kresol dan 94% kerosin untuk dicampur didalam labu ukur sampai
didapat volume 25 ml.
Untuk membuat larutan solven, membutuhkan 50 ml yang akan digunakan untuk 3
sampel. Larutan solven terdiri dari 80 % methanol dan 20 % aquades. Sehingga methanol
yang dibutuhkan sebanyak 40 ml. Berdasarkan kebutuhan volume kerosin dan aquades yang
ditambahkan pada labu ukur tidak sesuai dengan perhitungan teoretisnya, disebabkan oleh
perbedaan partikel antara larutan umpan yaitu kresol dan kerosin, dan larutan solven yaitu
methanol dan aquades. Methanol dipilih sebagai solven karena mempunyai kelarutan yang
relatif tinggi dan bersifat inert sehingga tidak bereaksi dengan komponen lainnya. Pada
eksperimen ini, solven dan diluen bersifat immiscible yaitu tidak saling larut dan mempunyai
fase yang berbeda. Dikondisikan untuk proses shaker selama waktu yang sudah ditentukan
dan frekuensi pengadukan 200 rpm. Setelah selesai di shaker kemudian masukkan campuran
ke dalam corong pisah, diamkan selama 90 menit agar memisah antara fase ekstrak dan
rafinat.
Setelah 90 menit, sampel hasil ekstraksi terdiri dari fase ekstrak yang merupakan
lapisan pelarut (metanol dan air) dengan lapisan solut (kresol) berada di lapisan bawah dan
fase rafinat yang merupakan lapisan diluen (kerosin) dengan sisa lapisan solut (kresol) yang
berada di lapisan atas. Pemisahan fase ekstrak dan rafinat dilakukan dengan membuka kran
pada corong pisah. Pemisahan yang pertama yaitu mengeluarkan ekstraknya karena terdapat
pada lapisan terbawah. Kemudian ditimbang untuk memperoleh massa ekstrak dan diukur
volume yang diperoleh. Hasil volume, massa dan densitas di fase ekstrak pada variable waktu
ekstraksi 15 menit, dapat dilihat pada tabel 4.1. Sedangkan untuk lapisan atas atau fase rafinat
dipisahkan setelah lapisan ekstrak dikeluarkan dari corong pemisah. Pada fase rafinat
mengandung diluen (kerosin) dan sedikit kresol yang belum terlarut dalam solven.
Untuk mengetahui absorbansi fase ekstrak menggunakan Spektrofotometer UV-Vis.
Dalam ekperimen ini, tidak membuat kurva standar untuk memperoleh λmax. Data λmax
diperoleh dari eksperimen sebelumnya yaitu 321 nm. Persamaan yang diperoleh adalah y =
0,008x + 0,011 dengan R2 = 0,993. Persamaan kurva kalibrasi tersebut dapat digunakan untuk
mencari nilai konsentrasi kresol di fase ekstrak yang dihasilkan. Setelah mengetahui nilai λmax
maka dapat diperoleh absorbansi masing-masing fase, yang dapat dilihat pada tabel 4.1.
Setelah memperoleh nilai absorbansi masing-masing fase, gunakan persamaan tersebut
untuk mencari konsentrasi. Besar kecilnya konsentrasi masing-masing fase dipengaruhi oleh
feed sampel, semakin banyak volume kresol yang digunakan maka konsentrasi akan semakin
naik. Karena pada eksperimen kemarin tidak mengukur absorbansi pada rafitan, sehingga
massa pada rafinat dapat diketahui dari massa umpan dikurangi massa ekstrak. Pada sampel
pertama didapat Ki sebesar 2.125. Sampel kedua didapat Ki sebanyak 2,125. Sampel ketiga
didapat Ki sebesar 2.125. Penentuan koefisien distribusi merupakan salah satu parameter yang
dijadikan ukuran dalam pemilihan pelarut yang digunakan dalam proses ekstraksi cair-cair.
Jika nilai Ki besar maka jumlah solven yang dibutuhkan lebih sedikit.
Yield yang dihasilkan pada eksperimen ini bervariasi sesuai dengan variabel kresol
yang digunakan dalam proses ekstraksi. Berdasarkan eksperimen, variabel yang pertama
dengan waktu ekstraksi 15 menit yield yang dihasilkan sebesar 32,85%, variabel kedua
dihasilkan yield sebesar 38,62% dan variabel ketiga dihasilkan yield sebesar 56,94%. Yield
yang dihasilkan tidak sesuai target yang diinginkan yaitu sebesar 65 %. Hal ini dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain yaitu waktu pengadukan, semakin lama waktu
yang dibutuhkan untuk ekstraksi dalam pelarut, yield yang diperoleh semakin tinggi. Tetapi,
penambahan waktu ekstraksi tidak sebanding dengan yield yang diperoleh. Oleh karena itu,
ekstraksi dilakukan pada waktu optimum.
Yield yang diperoleh juga dipengaruhi oleh kecepatan pengadukan. Hal ini
dikarenakan semakin cepat pengadukan maka solut (kresol) yang berpindah dari permukaan
partikel (campuran kresol-kerosin) ke cairan pelarut semakin banyak. Hal ini dikarenakan
pengadukan dapat meningkatkan difusi dan perpindahan solut dari permukaan campuran
(kresol-keresin) ke larutan solven. Pada eksperimen ini, frekuensi pengadukan yang
digunakan yaitu 200 rpm dengan shaker dan ternyata kecepatan tersebut mengurangi yield
yang diperoleh. Kecepatan pengadukan yang lambat akan menyebabkan campuran yang
diaduk tidak merata dan perpindahan partikel kresol yang ada dalam campuran (kresol-
kerosin) ke solven sangat sedikit sehingga yield yang dihasilkan juga sedikit dan tidak dapat
mencapai target.
Selain waktu pengadukan dan kecepatan pengadukan, solven yang digunakan juga
mempengaruhi perolehan yield. Hal ini karena semakin banyak pelarut yang digunakan, maka
semakin banyak kresol yang dapat terambil dari campuran kresol-kerosin. Pada ekperimen ini
menggunakan solven methanol sehingga dalam penggunaannya juga dibatasi. Yield paling
besar pada eksperimen ini sebesar 56,94% dengan variabel kresol sebesar 6% dengan waktu
ekstraksi 15 menit. Hal-hal yang dapat dilakukan untuk meningkatkan yield ekstraksi adalah
dengan memperkecil rasio umpan terhadap solven yakni memperkecil massa umpan.
(Aji Setiawan)
Ekstraksi pelarut cair-cair (liquid liquid extraction) merupakan proses pemisahan fase
cair yang memanfaatkan perbedaan kelarutan zat yang akan dipisahkan antara larutan asal dan
pelarut pengekstrak . Pemisahan dapat dilakukan dengan mengocok-ngocok dalam sebuah
corong pemisah selama beberapa menit. Namun pada eksperimen ini, mengocok/pengadukan
campurannya menggunakan shaker. Variable yang digunakan pada praktikum ekstraksi cair-
cair ini yaitu waktu ekstraksi shaker 15 menit.
Larutan umpan yang dibuat untuk 3 sampel sebanyak 25 ml, yang terdiri dari 2%
kresol dan 98 % kerosin. Sehingga kresol yang dibutuhkan sebanyak 0,5 ml dimasukkan ke
dalam labu ukur. Sedangkan kerosin membutuhkan 24,5 ml, namun pada kenyataannya tidak
sama dengan jumlah kerosin yang ditambahkan ke dalam labu ukur. Untuk mendapatkan
volume umpan sebesar 25 ml, perlu ditambahkan kerosin sebanyak 24,6 ml .
Untuk sampel yang kedua dibutuhkan 4% kresol dan 96% kerosin, sehingga 1 ml
kresol dimasukan ke dalam labu ukur dan dicampur dengan kerosin samapai volume umpan
25 ml. Dan sampel terahir dibutuhkan 6% kresol dan 94% kerosin untuk dicampur didalam
labu ukur sampai didapat volume 25 ml.
Untuk membuat larutan solven, membutuhkan 50 ml yang akan digunakan untuk 3
sampel. Larutan solven terdiri dari 80 % methanol dan 20 % aquades. Sehingga methanol
yang dibutuhkan sebanyak 40 ml, dan berdasarkan teoretisnya aquades yang ditambahkan
untuk membuat solven 50 ml yaitu 10 ml. Namun, sama seperti pada pembuatan larutan
umpan, kebutuhan aquades yang dibutuhkan tidak sesuai dengan teorinya. Pada
kenyataannya, aquades yang dibutuhkan sebanyak 11,6 ml.
Methanol dipilih sebagai solven karena mempunyai kelarutan yang relatif tinggi dan
bersifat inert sehingga tidak bereaksi dengan komponen lainnya. Pada eksperimen ini, solven
dan diluen bersifat immiscible yaitu tidak saling larut dan mempunyai fase yang berbeda.
Dikondisikan untuk proses shaker selama waktu yang sudah ditentukan dan frekuensi
pengadukan 100 rpm. Setelah selesai di shaker kemudian masukkan campuran ke dalam
corong pisah, diamkan selama 1 jam agar memisah antara fase ekstrak dan rafinat.
Berdasarkan ketiga corong pisah yang diamati setelah beberapa waktu, Pemisahan fase
ekstrak dan rafinat dilakukan dengan membuka kran pada corong pisah. Pemisahan yang
pertama yaitu mengeluarkan ekstraknya karena terdapat pada lapisan terbawah. Kemudian
ditimbang untuk memperoleh massa ekstrak dan diukur volume yang diperoleh. Setelah
memperoleh nilai absorbansi masing-masing fase, gunakan persamaan tersebut untuk mencari
konsentrasi.
Setelah mengetahui konsentrasi masing-masing fase (rafinat dan ekstrak), menentukan
koefisien distribusi. Penentuan koefisien distribusi merupakan salah satu parameter yang
dijadikan ukuran dalam pemilihan pelarut yang digunakan dalam proses ekstraksi cair-cair.
Jika nilai Ki besar maka jumlah solven yang dibutuhkan lebih sedikit. Pada eksperimen ini
koefisien distribusi dari masing-masing variabel dapat dihitung untuk mengetahui seberapa
banyak solut (kresol) yang terdistribusi diantara 2 larutan campuran yang bersifat immiscible.
Untuk mengetahui absorbansi fase ekstrak menggunakan Spektrofotometer UV-Vis.
Dalam ekperimen ini, tidak membuat kurva standar untuk memperoleh λmax. Data λmax
diperoleh dari eksperimen sebelumnya yaitu 321 nm. Persamaan yang diperoleh adalah y =
0,008x + 0,011 dengan R2 = 0,993. Persamaan kurva kalibrasi tersebut dapat digunakan untuk
mencari nilai konsentrasi kresol di fase ekstrak yang dihasilkan. Pada sampel pertama didapat
Ki sebesar 2.125. Sampel kedua didapat Ki sebanyak 2,125. Sampel ketiga didapat Ki sebesar
2.125. Penentuan koefisien distribusi merupakan salah satu parameter yang dijadikan ukuran
dalam pemilihan pelarut yang digunakan dalam proses ekstraksi cair-cair. Jika nilai Ki besar
maka jumlah solven yang dibutuhkan lebih sedikit.
Pada praktikum ini Yield yang dihasilkan bervariasi sesuai dengan variabel kresol
yang digunakan dalam proses ekstraksi. Berdasarkan eksperimen, variabel yang pertama
dengan waktu ekstraksi 15 menit yield yang dihasilkan sebesar 32,85%, variabel kedua
dihasilkan yield sebesar 38,62% dan variabel ketiga dihasilkan yield sebesar 56,94%. Yield
yang dihasilkan tidak sesuai target yang diinginkan yaitu sebesar 65 %. Hal ini dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain yaitu waktu pengadukan, semakin lama waktu
yang dibutuhkan untuk ekstraksi dalam pelarut, yield yang diperoleh semakin tinggi. Tetapi,
penambahan waktu ekstraksi tidak sebanding dengan yield yang diperoleh. Oleh karena itu,
ekstraksi dilakukan pada waktu optimum.
Yield yang didapat juga dipengaruhi oleh kecepatan pengadukan. Hal ini dikarenakan
semakin cepat pengadukan maka solut (kresol) yang berpindah dari permukaan partikel
(campuran kresol-kerosin) ke cairan pelarut semakin banyak. Hal ini dikarenakan pengadukan
dapat meningkatkan difusi dan perpindahan solut dari permukaan campuran (kresol-keresin)
ke larutan solven. Pada eksperimen ini, frekuensi pengadukan yang digunakan yaitu 200 rpm
dengan shaker dan ternyata kecepatan tersebut mengurangi yield yang diperoleh. Kecepatan
pengadukan yang lambat akan menyebabkan campuran yang diaduk tidak merata dan
perpindahan partikel kresol yang ada dalam campuran (kresol-kerosin) ke solven sangat
sedikit sehingga yield yang dihasilkan juga sedikit dan tidak dapat mencapai target.
Selain waktu pengadukan dan kecepatan pengadukan, solven yang digunakan juga
mempengaruhi perolehan yield. Hal ini karena semakin banyak pelarut yang digunakan, maka
semakin banyak kresol yang dapat terambil dari campuran kresol-kerosin. Pada ekperimen ini
menggunakan solven methanol sehingga dalam penggunaannya juga dibatasi. Yield paling
besar pada eksperimen ini sebesar 56,94% dengan variabel kresol sebesar 6% dengan waktu
ekstraksi 15 menit.
Hal-hal yang dapat dilakukan untuk meningkatkan yield ekstraksi adalah dengan
memperkecil rasio umpan terhadap solven yakni memperkecil massa umpan. Selain itu juga
dapat dilakukan dengan memperbesar rasio solven terhadap umpan, karena pada kondisi
tersebut akan menyebabkan gaya dorong semakin besar untuk memisahkan kresol dari
campuran. Waktu yang digunakan juga harus lebih lama dan kecepatan pengaduk lebih
dipercepat. Untuk meningkatkan yield juga diperlukan pada saat pemilihan campuran diluen
dan solven, yaitu dipilih jenis campuran diluen dan solven yang immiscible, yang jika
dipisahkan terdapat 2 fase ekstrak dan rafinat.
PEMBAHASAN (AGUS)
Pada percobaan digunakan larutan umpan sebesar 2%, 4%,dan 6% dari masing
masing 25 ml. Dan larutan solven sebanyak 50 ml. Sampel yang pertama terdiri dari 2%
kresol dan 98 % kerosin. Sehingga kresol yang dibutuhkan sebanyak 0,5 ml dimasukkan ke
dalam labu ukur. Sedangkan kerosin membutuhkan 24,5 ml. Untuk sampel yang kedua
dibutuhkan 4% kresol dan 96% kerosin, sehingga 1 ml kresol dimasukan ke dalam labu ukur
dan dicampur dengan kerosin sampai volume umpan 25 ml. Dan sampel terahir dibutuhkan
6% kresol dan 94% kerosin untuk dicampur didalam labu ukur sampai didapat volume 25 ml.
Untuk membuat larutan solven, membutuhkan 50 ml yang akan digunakan untuk 3 sampel.
Larutan solven terdiri dari 80 % methanol dan 20 % aquades. Sehingga methanol yang
dibutuhkan sebanyak 40 ml, dan berdasarkan teoretisnya aquades yang ditambahkan untuk
membuat solven 50 ml yaitu 10 ml. kenaikan jumlah pelarut yang digunakan akan
meningkatkan hasil ekstraksi tetapi harus ditentukan perbandingan perbandingan pelarut-
umpan yang minimum agar proses ekstraksi lebih ekonomis. Pada percobaan digunakan
perbandingan pelarut-umpan 1 : 2.
Berdasarkan kebutuhan volume kerosin dan aquades yang ditambahkan pada labu
ukur tidak sesuai dengan perhitungan teoretisnya, disebabkan oleh perbedaan partikel antara
larutan umpan yaitu kresol dan kerosin, dan larutan solven yaitu methanol dan aquades. Selain
itu kemungkinan masih terdapat larutan yang menempel pada dinding-dinding pipet sehingga
mengurangi volume yang ditambahkan. Methanol dipilih sebagai solven karena mempunyai
kelarutan yang relatif tinggi dan bersifat inert sehingga tidak bereaksi dengan komponen
lainnya. Proses shaker dilakukan selama 15 menit. Dengan frekuensi pengadukan 200 rpm.
Proses shaker dilakukan agar terjadi homogenisasi antara solute dengan solven dan agar
terjadi pengikatan komponen solute yang lebih sempurna. Kecepatan pengadukan
mempengaruhi hasil dalam ekstraksi. Untuk ekstraksi yang efisien maka pengadukan yang
baik adalah yang memberikan hasil ekstraksi maksimum dengan kecepatan pengadukan
minimum, sehingga konsumsi energi menjadi minimum Kemudian masukkan campuran ke
dalam corong pisah, diamkan selama 90 menit agar memisah antara fase ekstrak dan rafinat.
Setelah 90 menit, sampel hasil ekstraksi terdiri dari fase ekstrak yang merupakan
larutan pelarut (metanol dan air) dengan larutan solut (kresol) berada di lapisan bawah dan
fase rafinat yang merupakan lapisan diluen (kerosin) dengan sisa lapisan solut (kresol) yang
berada di lapisan atas. Pemisahan yang pertama yaitu mengeluarkan ekstraknya karena
terdapat pada lapisan terbawah. Kemudian ditimbang untuk memperoleh massa ekstrak dan
diukur volume yang diperoleh. Hasil volume, massa dan densitas di fase ekstrak pada variable
waktu ekstraksi 15 menit, dapat dilihat pada tabel 4.1. Pada tabel 4.1 terlihat bahwa hasil
ekstraksi yang dihasilkan dari ketiga sampel sama yaitu 51 ml. hal ini dipengaruhi oleh
perbandingan pelarut yang sama,waktu ekstraksi yang sama dan kecepatan pengadukan yang
sama.
Untuk mengetahui absorbansi fase ekstrak menggunakan Spektrofotometer UV-Vis.
Dalam ekperimen ini, tidak membuat kurva standar untuk memperoleh λmax. Data λmax
diperoleh dari eksperimen sebelumnya yaitu 321 nm. Persamaan yang diperoleh adalah y =
0,008x + 0,011 dengan R2 = 0,993. Persamaan kurva kalibrasi tersebut dapat digunakan untuk
mencari nilai konsentrasi kresol di fase ekstrak yang dihasilkan. Setelah mengetahui nilai λmax
maka dapat diperoleh absorbansi masing-masing fase, yang dapat dilihat pada tabel 4.1.
Setelah memperoleh nilai absorbansi masing-masing fase, gunakan persamaan tersebut
untuk mencari konsentrasi. Besar kecilnya konsentrasi masing-masing fase dipengaruhi oleh
feed sampel, semakin banyak volume kresol yang digunakan maka konsentrasi akan semakin
naik. Pada eksperimen kita bisa menentukan besaran ki yang dihitung dari besar mol pada
fase ekstrak dibagi dengan besar mol pada fase rafinat. Pada percobaan didapat Koefisien
distribusi(Ki) sama pada setiap variable yaitu 2.125. Penentuan koefisien distribusi
merupakan salah satu parameter yang dijadikan ukuran dalam pemilihan pelarut yang
digunakan dalam proses ekstraksi cair-cair. Jika nilai Ki besar maka jumlah solven yang
dibutuhkan lebih sedikit. Jika nilai Ki besar maka jumlah solven yang dibutuhkan lebih
sedikit.
Yield yang dihasilkan pada eksperimen ini beragam sesuai dengan variabel kresol
yang digunakan dalam ekstraksi. Berdasarkan eksperimen, dengan waktu ekstraksi 15 menit
yield yang dihasilkan sebesar 32,85%, variabel kedua dihasilkan yield sebesar 38,62% dan
variabel ketiga dihasilkan yield sebesar 56,94%. Yield yang dihasilkan tidak sesuai target yang
diinginkan yaitu sebesar 65 %. Hal ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain
yaitu lama separasi separasi yang baik yaitu semakin cepat waktu separasi dan hasil ekstrak
yang banyak. Kurangnya waktu separasi dapat menyebabkan solute yang masih mencampur
di dalam diluen masih ada sehingga tidak terjadi separasi secara sempurna akibatnya Yield
yang dihasilkan tidak memenuhi target. Pengadukan yang kurang sempurna juga bisa
menghasilkan ekstrak yang sedikit. Sebab solute yang di homogenkan dengan solven tidak
bisa mencampur secara sempurna juga akibatnya ekstrak yang dihasilkan sedikit maka hal ini
bisa mempengaruhi hasil yield
Pada eksperimen ini, frekuensi pengadukan yang digunakan yaitu 200 rpm dengan
shaker dan ternyata kecepatan tersebut mengurangi yield yang diperoleh. Kecepatan
pengadukan yang lambat akan menyebabkan campuran yang diaduk tidak merata dan
perpindahan partikel kresol yang ada dalam campuran (kresol-kerosin) ke solven sangat
sedikit sehingga yield yang dihasilkan juga sedikit dan tidak dapat mencapai target.
Selain waktu separasi dan kurang sempurnanya pengadukan , solven yang digunakan
juga mempengaruhi perolehan yield. Hal ini karena semakin banyak pelarut yang digunakan,
maka semakin banyak kresol yang dapat terambil dari campuran kresol-kerosin. Pada
ekperimen ini menggunakan solven methanol sehingga dalam penggunaannya juga dibatasi.
Yield paling besar pada eksperimen ini sebesar 56,94% dengan variabel kresol sebesar 6%
dengan waktu ekstraksi 15 menit.
VI. SIMPULAN DAN SARAN
A. SIMPULAN
Berdasarkan eksperimen yang telah dilakukan, kami dapat menyimpulkan bahwa:
1. Ekstraksi cair-cair dengan campuran diluen (kresol-kerosin) dan solven
(methanol-air) memisahkan kresol dari kerosin dengan solven, sehingga
membentuk 2 fase yaitu fase ekstrak (di lapisan bawah) dan fase rafinat (di
lapisan atas).
2. Yield yang diperoleh paling besar pada variabel 1,5 ml larutan kresol yaitu
sebesar 56,94%.
B. SARAN
1. Hati hati dalam mengambil larutan kresol, karena larutan kresol sangat berbahaya.
2. Perhatikan pada saat membuka valve, apakah ekstrak sudah terpisah semua atau
belum karena akan mempengaruhi yield yang diperoleh.
3. Pada saat membuang limbah kresol harus diperhatikan tempat untuk membuang
limbahnya tersebut.
VII. DAFTAR PUSTAKA
Ariyani, Fransiska. Ekstraksi Minyak Atsiri dari Tanaman Sereh dengan Menggunakan
Pelarut Metanol, Aseton, dan n-Heksana.Fakultas Teknik Jurusan Teknik Kimia
Universitas Katolik Widya Mandala: Surabaya.
Zulyana, dkk. 2010. Pembuatan Metil Ester (Biodiesel) dari Minyak Dedak dan Metanol
dengan Proses Esterifikasi dan transesterifikasi. Skripsi Fakultas Teknik
Jurusan Teknik Kimia Universitas Diponegoro: Semarang. Perry, Robert H.
1997.
Perry’s Chemical Engineers’ Handbook Seventh Edition. McGraw-Hill, a division of the
McGraw-Hill Companies.
LAMPIRAN
PERHITUNGAN
1. Penentuan Konsentrasi, Densitas Kresol pada Fase Ekstrak
a. Waktu Ekstraksi 15 menit, Rasio solven-umpan = 1 : 2
1. Variabel 0,5 ml
Absorbansi ekstrak = 0,505 A
Diketahui : y = 0,008x + 0,011 (diperoleh dari kurva kalibrasi)
y = absorbansi ekstrak
x = Mkresol di ekstrak
Jawab :
𝑥 = 𝑦 − 0,011
0,008
𝑀𝑘𝑟𝑒𝑠𝑜𝑙 𝑑𝑖 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘 = 0,505 − 0,011
0,008= 0,6175 𝑀
2. Variabel 1,0 ml
Absorbansi ekstrak = 0,592 A
𝑥 = 𝑦 − 0,011
0,008
𝑀𝑘𝑟𝑒𝑠𝑜𝑙 𝑑𝑖 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘 = 0,592 − 0,011
0,008= 0,7262 𝑀
3. Variabel 1,5 ml
Absorbansi ekstrak = 0,868 A
𝑥 = 𝑦 − 0,011
0,008
𝑀𝑘𝑟𝑒𝑠𝑜𝑙 𝑑𝑖 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘 = 0,868 − 0,011
0,008= 1,0712 𝑀
b. Densitas pada ekstrak
Diketahu massa gelas ukur kosong = 82,35 gram
1. Variabel 0,5 ml
⍴ = 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑖𝑠𝑖 − 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑘𝑜𝑠𝑜𝑛𝑔
𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑔𝑒𝑙𝑎𝑠 𝑢𝑘𝑢𝑟=
293,53 − 82,35
51= 4,14 𝑔/𝑚𝑙
2. Variabel 1 ml
⍴ = 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑖𝑠𝑖 − 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑘𝑜𝑠𝑜𝑛𝑔
𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑔𝑒𝑙𝑎𝑠 𝑢𝑘𝑢𝑟=
293,59 − 82,35
51= 4,141 𝑔/𝑚𝑙
3. Variabel 1,5 ml
⍴ = 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑖𝑠𝑖 − 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑘𝑜𝑠𝑜𝑛𝑔
𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑔𝑒𝑙𝑎𝑠 𝑢𝑘𝑢𝑟=
293,77 − 82,35
51= 4,145 𝑔/𝑚
2. Perhitungan Ki
1. Variabel 0,5 ml
𝐾𝑖 = 𝑛𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘
𝑛𝑟𝑎𝑓𝑖𝑛𝑎𝑡 =
51 ∗ 0.6175
75 ∗ 0.6175 − 51 ∗ 0.6175= 2.125
2. Variabel 1 ml
𝐾𝑖 = 𝑛𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘
𝑛𝑟𝑎𝑓𝑖𝑛𝑎𝑡 =
51 ∗ 0.7262
75 ∗ 0.7262 − 51 ∗ 0.7262= 2.125
3. variable 1.5 ml
𝐾𝑖 = 𝑛𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘
𝑛𝑟𝑎𝑓𝑖𝑛𝑎𝑡 =
51 ∗ 1.0712
75 ∗ 1.0712 − 51 ∗ 1.0712= 2.125
3. Perhitungan yield
a. Variabel 0,5 ml
Massa kresol di umpan:
𝜌 = 𝑚
𝑣
4,14 = 𝑚
2,5
𝑚𝑘𝑟𝑒𝑠𝑜𝑙 𝑑𝑖 𝑢𝑚𝑝𝑎𝑛 = 10,35 𝑔𝑟𝑎𝑚
Massa kresol di fase ekstrak:
𝑀 = 𝑔𝑟
𝑀𝑟 𝑥
1000
𝑣𝑜𝑙
0,6175 = 𝑔𝑟
108 𝑥
1000
51
𝑚𝑘𝑟𝑒𝑠𝑜𝑙 𝑑𝑖 𝑓𝑎𝑠𝑒 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘 = 3,401 𝑔𝑟𝑎𝑚
Maka :
𝑦𝑖𝑒𝑙𝑑 = 𝑚𝑘𝑟𝑒𝑠𝑜𝑙 𝑑𝑖 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘
𝑚𝑘𝑟𝑒𝑠𝑜𝑙 𝑑𝑖 𝑢𝑚𝑝𝑎𝑛 × 100%
= 3,401 𝑔𝑟𝑎𝑚
10,35 𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑥 100%
= 32,85 %
b. Variabel 1 ml
Massa kresol di umpan:
𝜌 = 𝑚
𝑣
4,141 = 𝑚
2,5
𝑚𝑘𝑟𝑒𝑠𝑜𝑙 𝑑𝑖 𝑢𝑚𝑝𝑎𝑛 = 10,35 𝑔𝑟𝑎𝑚
Massa kresol di fase ekstrak:
𝑀 = 𝑔𝑟
𝑀𝑟 𝑥
1000
𝑣𝑜𝑙
0,7262 = 𝑔𝑟
108 𝑥
1000
51
𝑚𝑘𝑟𝑒𝑠𝑜𝑙 𝑑𝑖 𝑓𝑎𝑠𝑒 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘 = 3,998 𝑔𝑟𝑎𝑚
Maka :
𝑦𝑖𝑒𝑙𝑑 = 𝑚𝑘𝑟𝑒𝑠𝑜𝑙 𝑑𝑖 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘
𝑚𝑘𝑟𝑒𝑠𝑜𝑙 𝑑𝑖 𝑢𝑚𝑝𝑎𝑛 × 100%
= 3,998𝑔𝑟𝑎𝑚
10,35 𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑥 100%
= 38,62 %
c. Variabel 1,5 ml
Massa kresol di umpan:
𝜌 = 𝑚
𝑣
4,145 = 𝑚
2,5
𝑚𝑘𝑟𝑒𝑠𝑜𝑙 𝑑𝑖 𝑢𝑚𝑝𝑎𝑛 = 10,36 𝑔𝑟𝑎𝑚
Massa kresol di fase ekstrak:
𝑀 = 𝑔𝑟
𝑀𝑟 𝑥
1000
𝑣𝑜𝑙
1,0712 = 𝑔𝑟
108 𝑥
1000
51
𝑚𝑘𝑟𝑒𝑠𝑜𝑙 𝑑𝑖 𝑓𝑎𝑠𝑒 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘 = 5,9 𝑔𝑟𝑎𝑚
Maka :
𝑦𝑖𝑒𝑙𝑑 = 𝑚𝑘𝑟𝑒𝑠𝑜𝑙 𝑑𝑖 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘
𝑚𝑘𝑟𝑒𝑠𝑜𝑙 𝑑𝑖 𝑢𝑚𝑝𝑎𝑛 × 100%
= 5,9𝑔𝑟𝑎𝑚
10,36 𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑥 100%
= 56,94 %
4. Kurva kalibrasi dari eksperimen sebelumnya
Tabel 3.1 konsentrasi terhadap absorbansi
konsentrasi Absorbansi
2 0.039
4 0.057
6 0.068
8 0.08
10 0.091
12 0.119
14 0.133
16 0.14
20 0.191
40 0.375
Gambar 3.2 kurva kalibrasi
y = 0.0089x + 0.0119R² = 0.9934
0
0.05
0.1
0.15
0.2
0.25
0.3
0.35
0.4
0 10 20 30 40 50
ab
sorb
an
si
konsentrasi
kurva kalibrasi