Post on 06-Dec-2014
description
SISTEM INFORMASI SUMBER DAYA MANUSIA
Subsistem Benefit
KELAS : 4KA27
DI SUSUN OLEH:
* FACHRY (14109215)
* TODI PERMANA (16109429)
* FIRMAN SETIA A.P. (12109198)
* AGUNG PRABOWO (14109327)
* INDRA DERMAWAN (15109375)
Universitas Gunadarma
Sistem Informasi
2013
SMARTFREN
Smartfren (PT Smartfren Telecom Tbk, pernah dikenali sebagai Mobile-8 (PT Mobile-8
Telecom Tbk)) adalah operator penyedia jasa telekomunikasi berbasis teknologi CDMA
yang memiliki lisensi selular dan mobilitas terbatas (Fixed Wireless Access/FWA), serta
memiliki cakupan jaringan CDMA. Smartfren menggunakan teknologi EV-DO (jaringan
mobile broadband yang setara dengan 3G) pertama di Indonesia. Presiden Direktur smartfren
sejak 23 Maret 2011 adalah Rodolfo Pantoja.
Sejarah
PT Smartfren Telecom Tbk (smartfren) awalnya bernama PT Mobile-8 Telecom Tbk
(Mobile-8) sebelum bulan April 2011. Perusahaan ini awalnya dimiliki oleh PT Global
Mediacom Tbk. Namun akibat krisis finansial dan penurunan penjualan produk, maka
Perusahaan ini diakuisisi oleh Sinar Mas Group pada bulan November 2011.
Profil perusahaan
Smartfren juga merupakan operator telekomunikasi yang menyediakan layanan CDMA EV-
DO Rev. B Phase 2 (setara dengan 3,5G dengan kecepatan unduh s.d. 14,7 Mbps) dan
operator CDMA pertama yang menyediakan layanan Blackberry. Jasa dan layanan smartfren
memiliki nilai-nilai (values) yaitu sebagai mitra yang terbaik bagi pelanggan dengan
menawarkan solusi yang cerdas dalam layanan-layanan telekomunikasi untuk meningkatkan
pengalaman hidup pelanggan dalam berkomunikasi. Sebagai operator CDMA yang
menyediakan jaringan internet kecepatan tinggi bergerak (mobile broadband) yang terluas di
Indonesia, Smartfren berkomitmen untuk menjadi penyedia layanan telekomunikasi yang
terjangkau bagi masyarakat dengan kualitas terbaik. Merger antara PT Sinar Mas Telecom
(Smart) dan PT Mobile-8 (Fren-Hepi) menjadi Smart-Fren merupakan salah satu merger
yang berhasil. Dengan merger kedua perusahaan tersebut dapat melakukan penghematan
besar dalam biaya modal dan biaya operasi, juga dalam biaya pemasaran, terutama
biaya tawar keduanya akan menurun tajam. Penghematan besar-besaran secara langsung
menguntungkan pelanggan karena mutu layanan keduanya akan meningkat, selain biaya
modal yang lebih difokuskan ke pengembangan jaringan.
”Smart dan Mobile-8 sebagai penyedia layanan telekomunikasi yang berada di dalam pasar
telekomunikasi yang sangat kompetitif ini tentunya ingin mencapai skala ekonomis yang
ideal.
Salah satu sarana yang dijalankan untuk mencapai hal tersebut adalah melakukan kerjasama
di beberapa kegiatan pemasaran. Diharapkan kerjasama strategis ini dapat membantu kami
mengatur pengeluaran operasional yang lebih efisien dan efektif sehingga dapat memperkuat
posisi dan layanan kami di industri telekomunikasi tanah air”, dipaparkan oleh Sutikno
Widjaja, Presiden Direktur PT Smart Telecom.
”Sinergi baru dapat terlaksana dengan baik ketika menghasilkan tingkat skala ekonomis yang
diharapkan karena adanya penghematan biaya di sisi operational. Hal tersebut pasti
membutuhkan waktu yang tidak singkat dan sekaranglah saat yang tepat, khususnya bagi
Smart dan Mobile-8 untuk memulai melakukan penjajagan kearah tercapainya skala
ekonomis yang ideal”, lebih lanjut dijelaskan Sutikno Widjaja.
Mengenai kerjasama ini, Merza Fachys, Presiden Direktur Mobile-8 mengatakan, ”Sebagai
dua entitas bisnis yang terpisah dan masing-masing berdiri sendiri, Smart dan Mobile-8
tentunya memiliki kelebihan dan sumber dayanya masing-masing, sehingga secara umum
sinergi yang dilakukan adalah bertujuan untuk memanfaatkan kelebihan yang dimiliki
masing-masing beserta dengan sumber daya yang ada. Bentuk nyata dari sinergi ini sendiri
kami lakukan dalam beberapa kegiatan dan peningkatan layanan seperti misalkan kerjasama
di beberapa kegiatan pemasaran, memadukan galery, handset bundling, logistik atau
pengadaan kartu perdana, dan lainnya”.
Ditambahkan oleh Merza Fachys, ”Di tengah ketatnya persaingan industri telekomunikasi,
jika sinergi dapat terlaksana dengan baik, maka baik Mobile-8 maupun Smart akan
mempunyai ruang yang cukup untuk memikirkan hal-hal yang berkaitan langsung dengan
peningkatan kualitas layanan kepada pelanggan sehingga akhirnya pelanggan akan
menikmati layanan yang jauh lebih baik dari hari ini. Kerjasama ini sangat menguntungkan
baik bagi kedua belah pihak dan juga masyarakat. Dengan penghematan biaya operasional ini
dapat membantu kami untuk memberikan layanan telekomunikasi yang terjangkau dengan
kualitas terbaik bagi masyarakat”.
Kerjasama yang ditandai dengan logo smartfren ini akan berlaku mulai kuartal pertama tahun
2010 dimulai tepat di tanggal 3 Maret 2010. Implementasi pertama dari kerjasama smartfren
ini dilakukan di pameran di Mega Bazaar pada tanggal 3-7 Maret 2010, Galeri smartfren
pertama di Jl. H. Agus Salim No. 45, Sabang, Jakarta Pusat, serta launching handset
smartfren pertama yang dibundling dengan layanan Fren.
Kedua penyedia layanan ini akan tetap memperkuat layanan telekomunikasinya di pasar
dengan produk-produk yang diunggulkan dari masing-masing perusahaan yaitu layanan
berbasis suara dan data Smart, layanan berbasis suara Fren Duo dan Fren Sobat serta layanan
data dari Mobile-8 yaitu Mobi.
Kasus Merger dan Akuisisi pada Industri Telekomunikasi Seluler Smartfren
Beberapa waktu lalu, Mobile-8 (FREN) menggelar right issue sebanyak 75.7 milyar lembar
saham pada harga Rp50 per lembar saham, dengan pembeli siaganya adalah tiga perusahaan
yang tergabung dalam Grup Sinarmas. Ada dua hal penting dari aksi korporasi ini. Pertama,
jumlah saham baru yang diterbitkan, 75.7 milyar lembar. Itu adalah jumlah yang sangat
banyak, sehingga meski harga right issue-nya ditetapkan pada batas terendah yaitu Rp50,
nilai right issue-nya tetap saja besar, yaitu Rp3.8 trilyun.
Logikanya jika sebuah perusahaan menggelar right issue, maka nilai sahamnya akan terdilusi,
karena jumlah saham yang beredar bertambah. Alhasil, harga saham FREN pasca right issue
seharusnya turun, sehingga market cap-nya akan tetap. Sebelum right issue, jumlah saham
FREN adalah 42.9 milyar lembar, sehingga market cap FREN adalah Rp50 x 42.9 milyar =
Rp2.1 trilyun. Karena setelah right issue ini jumlah saham FREN yang beredar di market
akan menjadi 133.6 milyar lembar (sudah termasuk waran), maka secara teoritis harga
sahamnya akan menjadi Rp2.1 trilyun / 133.6 milyar = Rp16.
Telah diketahui bahwa saham FREN, dan juga semua saham lainnya di BEI, harganya tidak
bisa turun lebih rendah dari 50. Sehingga setelah right issue ini, saham FREN akan tetap di
level 50, dan tidak akan turun ke level 16. Artinya? Market cap atau nilai pasar FREN akan
meningkat pesat, meskipun harga sahamnya gak naik barang 1 Rupiah pun. Sebelum right
issue, market cap FREN seperti yang sudah disebut diatas adalah Rp2.1 trilyun. Dan setelah
right issue, menjadi Rp50 x 133.6 milyar = Rp6.7 trilyun. Sekilas, kenaikan nilai FREN dari
2.1 trilyun menjadi 6.7 trilyun tersebut adalah wajar, karena mereka kan dapet kucuran dana
3.8 trilyun dari Grup Sinarmas yang membeli saham right issue sebanyak 75.7 milyar lembar
tadi, plus dana tambahan dari realisasi waran. Intinya, right issue ini sengaja ditetapkan pada
harga minimum agar saham FREN tidak terdilusi setelahnya, dan jumlah saham baru yang
diterbitkan sengaja dibuat sebanyak mungkin, agar nilai right issue-nya besar, yaitu 3.8
trilyun.
Kedua, hampir seluruhnya atau 99.9%, digunakan untuk membeli PT Smart Telecom
(Smartel), sebuah perusahaan telekomunikasi milik Grup Sinarmas. Dari sini, sudah kita
dapatkan Kesimpulannya, Sinarmas menyuntikkan dana 3.8 trilyun ke FREN melalui
mekanisme right issue, untuk membeli perusahaannya sendiri, yaitu Smartel. Jadi sebenarnya
sama sekali tidak ada uang yang berpindah tangan, karena pembeli dan penjualnya adalah
pihak yang sama, yaitu sama-sama Sinarmas. Dengan cara ini, Smartel bisa merger dengan
FREN, sekaligus secara tidak langsung listing di bursa melalui FREN, sehingga Smartel
menjadi memiliki nilai pasar, yaitu 3.8 trilyun tadi. Setelah Smartel ini digabung dengan
Mobile-8, maka jadilah SmartFren dengan total nilai pasar 6.7 trilyun.
Hal yang perlu diperhatikan dari nilai baru SmartFren (FREN) pasca merger dengan Smartel
adalah, secara fundamental nilai pasar 6.7 trilyun tersebut agak terlalu tinggi. Setelah merger,
ekuitas SmartFren per 31 Agustus 2010 akan menjadi 4.1 trilyun, sehingga PBV FREN =
6.7 / 4.1 = 1.6 kali). Untuk sebuah perusahaan yang kerjaannya rugi melulu dengan neraca
yang dipenuhi defisit, PBV 1.6 kali tersebut tentunya terlalu mahal. Pada kuartal III 2010,
FREN mencatat rugi bersih 1.1 trilyun. Sementara pada Agustus 2010, Smartel juga mencatat
rugi bersih 416 milyar.
Tapi karena saham FREN di market tidak mungkin turun lebih rendah dari 50, maka nilai
FREN juga tidak mungkin turun dari posisi 6.7 trilyun. Sehingga disisi lain, nilai pasar
Smartel juga tidak akan turun dari 3.8 trilyun. Disinilah letak kejeniusan Grup Sinarmas.
Seandainya mereka memasukkan Smartel ke bursa dengan cara IPO, dimana harga IPO-nya
tentunya gak bisa ditetapkan pada harga 50 per saham (sebenarnya bisa saja sih, tapi masa iya
50 perak banget?), maka nilai Smartel bisa saja turun jika harga sahamnya turun lebih rendah
dari harga IPO-nya. Mengingat fundamental Smartel sama rapuhnya dengan fundamental
Mobile-8, maka hal tersebut sangat mungkin bisa terjadi.
Sementara tujuan Sinarmas bukanlah meraih dana dari masyarakat, melainkan ‘memberi’
Smartel nilai pasar yang stabil. Dengan menggunakan jasa FREN, Sinarmas lalu berhasil
menghargai Smartel 3.8 trilyun, pada harga saham minimum yaitu 50 per saham, yang
tentunya tidak bisa lebih rendah lagi. Sekarang, siapapun yang berminat untuk membeli
100% saham Smartel, maka dia harus membayar 3.8 trilyun, tidak bisa kurang.
Kesimpulan:
Merger antara PT Sinar Mas Telecom (Smart) dan PT Mobile-8 (Fren-Hepi) menjadi
Smart-Fren merupakan salah satu merger yang berhasil. Dengan merger kedua perusahaan
tersebut dapat melakukan penghematan besar dalam biaya modal dan biaya operasi,
juga dalam biaya pemasaran, terutama biaya tawar keduanya akan menurun tajam.
Penghematan besar-besaran secara langsung menguntungkan pelanggan karena mutu
layanan keduanya akan meningkat, selain biaya modal yang lebih difokuskan ke
pengembangan jaringan.