Post on 22-Jun-2015
LAPORAN TETAP
PRAKTIKUM OPERASI TEKNIK KIMIA II
METIL ESTER
OLEH :
JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
INDERALAYA
2013
KELOMPOK 4
RATIH KESUMA WARDHANI 03101003013
DEVI ANGGRAINI 03101003043
CHRISTOFORUS SANDERS 03091003047
RANDY JUNEDO SIMANJUNTAK 03101003067
FENI ALVIONITA 03101003089
ASISTEN
FEBIA KANIA HERNAWAN
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Penggunaan dan produksi biodiesel meningkat dengan cepat, terutama di
Eropa, Amerika Serikat, dan Asia, meskipun dalam pasar masih sebagian kecil
saja dari penjualan bahan bakar. Pertumbuhan SPBU membuat semakin
banyaknya penyediaan biodiesel kepada konsumen dan juga pertumbuhan
kendaraan yang menggunakan biodiesel sebagai bahan bakar. Saat ini
pengembangan bahan bakar nabati untuk menggantikan bahan bakar fosil terus
dilakukan. Biofuel akan menggantikan premium, solar, maupun kerosin atau
minyak tanah. Bahan bakar nabati (BBN) - bioethanol dan biodiesel - merupakan
dua alternatif kuat pengganti bensin dan solar yang selama ini digunakan sebagai
bahan bakar mesin Otto dan Diesel. Pemerintah Indonesia telah mencanangkan
pengembangan dan implementasi dua macam bahan bakar tersebut, bukan hanya
untuk menanggulangi krisis energi yang mendera bangsa namun juga sebagai
salah satu solusi kebangkitan ekonomi masyarakat. Saat ini pengembangan bahan
bakar nabati untuk menggantikan bahan bakar fosil terus dilakukan. Penelitian
menggunakan transesterifikasi minyak bunga matahari dan penyulingan menjadi
standard bahan bakar diesel, dilakukan di Afrika selatan pada tahun 1979. Tahun
1983, proses untuk memproduksi bahan bakar berkualitas dan uji coba mesin
untuk biodiesel telah rampung dan dipublikasikan kepada dunia internasional.
Biodiesel adalah sebuah alternatif untuk bahan bakar diesel berbasis minyak
bumi yang terbuat dari sumber daya terbarukan seperti minyak nabati, lemak
hewan, atau alga. Ia memiliki sifat pembakaran yang sangat mirip dengan diesel
petroleum, dan dapat menggantikannya dalam penggunaannya saat ini. Ini adalah
salah satu kandidat yang mungkin untuk menggantikan bahan bakar fosil sebagai
sumber energi utama dunia transportasi, karena merupakan bahan bakar
terbarukan yang dapat menggantikan solar pada mesin saat ini dan dapat diangkut
dan dijual dengan menggunakan infrastruktur sekarang ini.
Biodiesel merupakan bahan bakar yang terdiri dari campuran monoalkil
ester dari rantai panjang asam lemak, yang dipakai sebagai alternatif bagi bahan
bakar dari mesin diesel dan terbuat dari sumber terbaharui seperti minyak sayur
atau lemak hewan. Sebuah proses dari transesterifikasi lipid digunakan untuk
mengubah minyak dasar menjadi ester yang diinginkan dan membuang asam
lemak bebas. Setelah melewati proses ini, tidak seperti minyak sayur langsung,
biodiesel memiliki sifat pembakaran yang mirip dengan diesel (solar) dari minyak
bumi, dan dapat menggantikannya dalam banyak kasus. Namun, dia lebih sering
digunakan sebagai pelumas untuk diesel petroleum, meningkatkan bahan bakar
diesel petrol murni ultra rendah belerang yang rendah pelumas.
Biodiesel terdiri dari asam lemak rantai panjang dengan alkohol terpasang,
sering berasal dari minyak nabati. Hal ini dihasilkan melalui reaksi minyak nabati
dengan alkohol metil atau etil alkohol dengan adanya katalis. Lemak hewani
adalah sumber potensial. Umumnya katalis yang digunakan adalah kalium
hidroksida (KOH) atau sodium hidroksida (NaOH). Proses kimia yang disebut
transesterifikasi yang menghasilkan biodiesel dan gliserin. Dalam ilmu kimia,
biodiesel disebut metil ester, jika alkohol yang digunakan adalah metanol. Jika
etanol yang digunakan, disebut etil ester. Mereka adalah serupa dan saat ini, metil
ester lebih murah karena biaya yang lebih rendah untuk metanol. Biodiesel dapat
digunakan dalam bentuk murni, atau dicampur dalam jumlah dengan bahan bakar
solar untuk digunakan pada mesin pengapian kompresi.
Biodiesel memiliki efek pelumasan yang sangat tinggi, sehingga membuat
mesin diesel lebih awet. Biodiesel juga memiliki angka setana relatif tinggi,
mengurangi ketukan pada mesin sehingga mesin bekerja lebih mulus. Biodiesel
juga memiliki flash point yang lebih tinggi dibandingkan dengan solar, tidak
menimbulkan bau yang berbahaya sehingga lebih mudah dan aman untuk
ditangani. Keunggulan biodiesel lainya seperti dapat diperbaharui, biodegradable
(dapat terurai oleh mikroorganisme), tidak mengandung sulfur dan benzena yang
mempunyai sifat karsinogen, dapat dengan mudah dicampur dengan solar dalam
berbagai komposisi, dan tidak memerlukan modifikasi mesin apapun. Mengurangi
asap hitam dari gas buang mesin diesel secara signifikan walaupun penambahan
hanya 5% -10% volume biodiesel ke dalam solar, memberikan nilai tambah pada
sektor agribisnis mendorong penggunaan biodiesel mulai mendapat perhatian
dunia sebagai alternatif bahan bakar pengganti solar.
1.2. Tujuan Percobaan
Adapun tujuan dari percobaan ini adalah:
1. Mengetahui proses-proses apa saja yag harus dilakukan dalam membuat
metil ester.
2. Mengetahui bahan chemical yang dapat dipakai dalam proses pembuatan
metil ester.
3. Untuk mengetahui pengaruh dari waktu reaksi terhadap pembentukan metil
ester.
4. Untuk mengetahui pengaruh rasio reaktan terhadap konversi minyak
menjadi metil ester.
1.3. Permasalahan
Adapun permasalahan yang timbul pada percobaan ini adalah:
1. Bagaimana metode pengolahan minyak kedelai menjadi bahan bakar
alternatif?
2. Apa yang menjadi pertimbangan untuk menjadi bahan bakar yang dapat
digunakan?
3. Mengapa timbul pemikiran untuk membuat sebuah alternatif bahan bakar?
1.4. Manfaat
Manfaat dari percobaan ini adalah:
1. Dapat mengetahui dan membuat biodisel dari minyak jelanta dan dari
minyak goreng murni, serta dapat membandingkannya.
2. Dapat memahami prinsip kerjanya membuat metil ester.
3. Dapat mengaplikasikan percobaan ini dalam kehidupan sehari
4. Dapat mengetahui pengolahan minyak jelanta maupun dari pengolahan
minyak goreng murni sebagai bahan bakar alternatif.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Perkembangan Biodiesel
Transesterifikasi minyak sayur dilakukan pada awal 1853 oleh ilmuwan E.
Duffy dan J. Patrick. Pada tahun sebelumnya, mesin diesel yang ditemukan adalah
mesin milik Rudolf Diesel's yang dijadikan model utama, sebuah mesin berukuran
10 ft (3 m) silinder besi dengan roda gaya pada bagian dasar, melaju pada saat
pengoperasian pertama di Augsburg, Jerman, 10 Agustus 1893. Untuk mengenang
hal ini, 10 Agustus dideklarasikan sebagai Hari Biodiesel Internasional.
Rudolf Diesel mendemonstrasikan sebuah mesin diesel yang berjalan
dengan bahan bakar minyak kacang tanah (atas permintaan pemerintah Perancis)
dibangun oleh French Otto Company pada saat pameran dunia di Paris, Perancis
pada tahun 1900. Mesin ini mendapatkan harga tertinggi. Mesin ini dijadikan
prototipe Diesel's vision karena menggunakan tenaga minyak kacang tanah.
Sebuah bahan bakar yang bukan termasuk biodiesel, karena tidak diproses secara
transesterifikasi. Dia percaya bahwa penggunaan bahan bakar dengan biomassa
merupakan mesin masa depan. Pada tahun 1912 pidato Diesel mengatakan,
"Penggunaan minyak nabati untuk bahan bakar mesin terlihat tidak menarik pada
saat ini, akan tetapi menjadi hal yang sangat penting setara dengan petroleum dan
produk batubara di masa depan."
Pada tahun 1920-an, perusahaan mesin diesel mengutamakan pembuatan
mesin dengan petrodiesel sebagai bahan bakar utama yang memiliki viskositas
rendah (berbahan bakar fosil), dibandingkan mesin untuk bahan bakar nabati.
Industri petroleum dapat menentukan harga di pasar bahan bakar karena bahan
bakar fosil lebih murah dari bahan bakar alternatif. Pada akhirnya, persaingan ini
hampir menyebabkan infrastruktur produksi bahan bakar nabati hancur. Namun
akhir-akhir ini, karena terkait dampak lingkungan serta menurunnya harga bahan
bakar nabati, bahan bakar nabati semakin diminati.
Di samping itu, ketertarikan penggunaan minyak nabati sebagai bahan bakar
dalam pembakaran internal mesin dilaporkan oleh beberapa negara pada tahun
1920-an dan 1930-an serta pada akhir perang dunia ke-II. Belgia, Perancis, Itali,
Inggris, Portugal, Jerman, Brazil, Argentina, Jepang dan Cina telah melaporkan
pengujian serta penggunaan minyak nabati sebagai bahan bahan bakar diesel pada
masa ini. Beberapa masalah terjadi karena tingkat viskositas minyak nabati yang
tinggi dibandingkan dengan petroleum, yang mana menghasilkan kekurangan
dalam atomisasi bahan bakar saat penyemprotan bahan bakar serta sering
meninggalkan kerak pada injektor, ruang pembakaran dan katup. Untuk mengatasi
masalah ini dilakukan pemanasan minyak nabati, pencampuran dengan petroleum,
pirolisis, serta pemecahan minyak
Pada tanggal 31 Agustus 1937, G. Chavanne di University Brussels (Belgia)
meluluskan paten untuk "Prosedur transformasi minyak nabati yang digunakan
sebagai bahan bakar" Belgia Patent 422,877. Hak paten ini menggambarkan
alkoholisis (sering mengacu pada transesterifikasi) pada minyak nabati dengan
menggunakan metanol dan etanol untuk memisahkan asam lemak dari gliserol
dengan cara mengganti gliserol menjadi rantai pendek alkohol. Hal ini dikenal
sebagai biodiesel.
Tahun 1977, ilmuwan Brazil, Expedito Parente memproduksi biodiesel
menggunakan transesterifikasi dengan etanol, dan diberi paten untuk proses yang
sama. Proses ini diklasifikasikan sebagai biodiesel dengan aturan internasional,
hasil perundingan "standardisasi identitas dan kualitas”. Tidak ada yang
mengusulkan biofuel yang disahkan untuk industri motor. Saat ini, Perusahaan
Parente's Tecbio yang bekerja sama dengan Boeing dan NASA memberikan
sertifikasi untuk biokerosene, produk lain serta dipatenkan oleh ilmuwan Brazil.
Penelitian menggunakan transesterifikasi minyak bunga matahari dan
penyulingan menjadi standard bahan bakar diesel, dilakukan di Afrika selatan
pada tahun 1979. Tahun 1983, proses untuk memproduksi bahan bakar berkualitas
dan uji coba mesin untuk biodiesel telah rampung dan dipublikasikan kepada
dunia internasional. Perusahaan Austria, Gaskoks, memperoleh teknologi dari
insinyur pertanian Afrika Selatan. Pperusahaan tersebut untuk pertama kalinya
menjadi pabrik percontohan pada November 1987, dan berproduksi dalam skala
industri pada April 1989 (dengan kapasitas 30,000 ton kanola per tahun).
Sepanjang tahun 1990-an, pabrik didirikan di berbagai negara Eropa
termasuk Republic Ceko, Jerman dan Swedia. Perancis meluncurkan produksi
lokal bahan bakar biodiesel dari minyak kanola (mengacu pada produk diester),
dimana mencampurkan petrodiesel sebanyak 5%, dan digunakan pada perusahaan
penerbangan sebanyak 30% (untuk penerbangan publik). Renault, Peugeot dan
perusahaan lain mensertifikasi mesin truk untuk digunakan dari pencampuran
bahan bakar biodiesel. Uji coba dilakukan dengan 50% biodiesel dapat berjalan
mulus. Pada periode yang sama, produksi biodiesel mulai meningkat starting up
di tahun 1998, The Austrian Biofuels Institute telah mengidentifikasikan 21
negara dengan proyek biodiesel komersial, 100% biodiesel sudah tersedia di
stasiun pengisian bahan bakar di Eropa. Pada September 2005, Minnesota menjadi
negara bagian pertama di Amerika yang dimandatkan bahwa semua bahan bakar
diesel dijual dengan campuran biodiesel minimal kandungan 2% biodiesel.
Banyak pendukung menunjukkan bahwa limbah minyak nabati adalah
sumber terbaik untuk menghasilkan minyak biodiesel. Namun, pasokan yang
tersedia secara drastis kurang dari jumlah bahan bakar berbasis minyak bumi yang
dibakar untuk transportasi dan pemanasan rumah di dunia. Bahan bakar
transportasi dan rumah diperkirakan menggunakan minyak pemanas sekitar
230.000 juta gallon, limbah minyak nabati dan lemak hewan tidak akan cukup
untuk memenuhi permintaan. Sehingga diperkirakan produksi minyak nabati
untuk semua penggunaan adalah sekitar 33.000 juta pound (15.000.000 t) atau
4.500 juta US galon (17.000.000 m³), dan produksi diperkirakan lemak hewan
adalah 12.000 juta pound (5.000.000 t). Untuk benar-benar sumber minyak
terbarukan, tanaman atau sumber cultivatable serupa harus dipertimbangkan.
Tanaman memanfaatkan fotosintesis untuk mengubah energi matahari
menjadi energi kimia. Hal ini energi kimia yang menyimpan biodiesel dan
dilepaskan ketika dibakar. Oleh karena itu, tanaman dapat menawarkan sumber
minyak yang berkelanjutan untuk produksi biodiesel. Tanaman yang berbeda
menghasilkan minyak yang dapat digunakan pada tingkat yang berbeda. Beberapa
studi telah menunjukkan produksi tahunan sebagai berikut:
a. Kedelai: 40 sampai 50 US gal / acre (40 sampai 50 m³ / km²)
b. Mustard: 140 US gal / acre (130 m³ / km ²)
c. Brassica napus: 110-145 US gal / acre (100-140 m³ / km²)
d. Kelapa sawit: 650 US gal / acre (610 m³ / km²)
e. Alga: 10.000 hingga 20.000 US gal / ha (10.000 hingga 20.000 m³ / km²)
Produksi minyak panen ganggang untuk biodiesel belum dilakukan pada
skala komersial, tetapi studi kelayakan kerja telah dilakukan untuk sampai pada
nomor di atas. Khusus dibesarkan varietas sawit dapat menghasilkan cukup
menghasilkan minyak yang tinggi, dan memiliki manfaat tambahan bahwa sisa
makanan setelah minyak telah ditekan keluar dapat bertindak sebagai pestisida
efektif dan biodegradable. Ada penelitian yang sedang berlangsung dalam
menemukan tanaman lebih cocok dan meningkatkan produksi minyak.
Menggunakan hasil saat ini, sejumlah besar tanah harus dimasukkan ke dalam
produksi untuk menghasilkan minyak cukup untuk sepenuhnya menggantikan
penggunaan bahan bakar fosil.
Biodiesel adalah bahan bakar alternatif untuk mesin diesel yang dihasilkan
dari sumber agricultural terbarukan. Biodiesel adalah salah satu ester metil atau
etil berasal dari minyak nabati, limbah minyak goreng atau lemak hewan melalui
proses yang disebut transesterifikasi. Di Amerika Serikat, minyak kedelai adalah
minyak nabati utama yang digunakan dalam memproduksi biodiesel, tetapi
minyak dari tanaman seperti kanola, bunga matahari, safflowers dan lain-lain
dapat digunakan juga. Minyak ini mengandung berbagai proporsi asam lemak
yang mempengaruhi karakteristik mereka, terutama kemampuan untuk mengalir
di daerah beriklim dingin. Biodiesel dapat digunakan dalam mesin diesel dengan
sedikit modifikasi atau tidak.
Biodiesel terdiri dari metil ester asam lemak nabati, sedangkan petroleum
diesel adalah hidrokarbon. Biodiesel mempunyai sifat kimia dan fisika yang
serupa dengan petroleum diesel sehingga dapat digunakan langsung untuk mesin
diesel atau dicampur dengan petroleum diesel. Pencampuran 20 % biodiesel ke
dalam petroleum diesel menghasilkan produk bahan bakar tanpa mengubah sifat
fisik secara nyata. Produk ini di Amerika dikenal sebagai Diesel B-20 yang
banyak digunakan untuk bahan bakar bus.
Biodiesel adalah senyawa mono alkil ester yang diproduksi melalui reaksi
tranesterifikasi antara trigliserida (minyak nabati, seperti minyak sawit, minyak
jarak dan lain-lain) dengan metanol menjadi metil ester dan gliserol dengan
bantuan katalis basa. Biodiesel mempunyai rantai karbon antara 12 sampai 20
serta mengandung oksigen. Adanya oksigen pada biodiesel membedakannya
dengan petroleum diesel (solar) yang komponen utamanya hanya terdiri dari
hidrokarbon. Jadi komposisi biodiesel dan petroleum diesel sangat berbeda
Energi yang dihasilkan oleh biodiesel relatif tidak berbeda dengan
petroleum diesel (128.000 BTU vs 130.000 BTU), sehingga engine torque dan
tenaga kuda yang dihasilkan juga sama. Walaupun kandungan kalori biodiesel
serupa dengan petroleum diesel, tetapi karena biodiesel mengandung oksigen,
maka flash pointnya lebih tinggi sehingga tidak mudah terbakar.
Biodiesel juga tidak menghasilkan uap yang membahayakan pada suhu
kamar, maka biodiesel lebih aman daripada petroleum diesel dalam penyimpanan
dan penggunaannya. Di samping itu, biodiesel tidak mengandung sulfur dan
senyawa benzen yang karsinogenik, sehingga biodiesel merupakan bahan bakar
yang lebih bersih dan lebih mudah ditangani dibandingkan dengan petroleum
diesel. Penggunaan biodiesel juga dapat mengurangi emisi karbon monoksida,
hidrokarbon total, partikel, dan sulfur dioksida. Emisi nitrous oxide juga dapat
dikurangi dengan penambahan konverter katalitik.
Kelebihan lain dari segi lingkungan adalah tingkat toksisitasnya yang 10
kali lebih rendah dibandingkan dengan garam dapur dan tingkat biodegradability
sama dengan glukosa, sehingga sangat cocok digunakan di perairan untuk bahan
bakar kapal/motor. Biodiesel tidak menambah efek rumah kaca seperti halnya
petroleum diesel karena karbon yang dihasilkan masih dalam siklus karbon.
Untuk penggunaan biodiesel pada dasarnya tidak perlu modifikasi pada mesin
diesel, bahkan biodiesel mempunyai efek pembersihan terhadap tangki bahan
bakar, injector, dan selang.
Biodiesel mempunyai beberapa keunggulan diantaranya adalah mudah
digunakan, limbahnya bersifat ramah lingkungan (biodegradable), tidak beracun,
bebas dari logam berat sulfur dan senyawa aromatik serta mempunyai nilai flash
point (titik nyala) yang lebih tinggi dari petroleum diesel sehingga lebih aman jika
disimpan dan digunakan. Secara teknis, biodiesel yang berasal dari minyak nabati
dikenal sebagai VOME (Vegetable Oil Metil Ester) dan merupakan sumberdaya
yang dapat diperbaharui karena umumnya dapat diekstrak dari berbagai hasil
produk pertanian seperti minyak kacang kedelai, minyak kelapa, minyak bunga
matahari maupun minyak sawit.
Biodiesel tidak mudah terbakar, dan berbeda dengan diesel, minyak bumi
itu adalah non-ledakan, dengan titik nyala 150 °C selama biodiesel dibandingkan
dengan 64 °C untuk solar. Tidak seperti solar, biodiesel bersifat biodegradable
dan tidak beracun, dan secara signifikan mengurangi emisi beracun dan lainnya
ketika dibakar sebagai bahan bakar. Dilihat dari komposisi kimianya, biodisel
adalah bahan bakar terdiri dari campuran mono alkil ester asam lemak rantai
panjang. Bentuk yang paling umum digunakan adalah metanol untuk
menghasilkan metal ester, meskipun etanol dapat digunakan untuk menghasilkan
biodiesel etil ester. Sebuah proses produksi, transesterifikasi lipid digunakan
untuk mengubah minyak dasar untuk ester yang diinginkan dan membuang asam
lemak bebas. Sebuah hasil sampingan dari proses produksi gliserol.
Saat ini, biodiesel lebih mahal untuk menghasilkan minyak bumi dari diesel,
yang tampaknya menjadi faktor utama digunakan lebih luas. Kini produksi
minyak nabati dan lemak hewan di seluruh dunia tidak cukup untuk menggantikan
penggunaan bahan bakar fosil cair. Beberapa kelompok lingkungan, terutama
NRDC (Natural Resources Defense Council), objek dengan jumlah besar
pertanian dan di atas hasil pemupukan, penggunaan pestisida, dan konversi lahan
yang akan dibutuhkan untuk menghasilkan minyak nabati tambahan.
2.2. Manfaat metil ester
Metil ester mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan asam
lemak, diantaranya yaitu:
1. Pemakaian energi sedikit karena membutuhkan suhu dan tekanan lebih
rendah dibandingkan dengan asam lemak.
2. Peralatan yang digunakan murah. Metil ester bersifat non korosif dan metil
ester dihasilkan pada suhu dan tekanan lebih rendah. Oleh karena itu,
proses pembuatan metil ester menggunakan peralatan yang terbuat dari
carbon steel, sedangkan asam lemak bersifat korosif sehingga membutuhkan
peralatan stainless steel yang kuat.
3. Lebih banyak menghasilkan hasil samping gliserin yaitu konsentrat gliserin
melalui reaksi transesterifikasi kering sehingga menghasilkan konsentrat
gliserin, sedangkan asam lemak, proses pemecahan lemak menghasilkan
gliserin yang masih mengandung air lebih dari 80%, sehingga
membutuhkan energi yang lebih banyak
4. Metil ester lebih mudah didestilasi karena titik didihnya lebih rendah dan
lebih stabil terhadap panas.
5. Dalam memproduksi alkanolamida, ester dapat menghasilkan superamida
dengan kemurnian lebih dari 90% dibandingkan dengan asam lemak yang
menghasilkan amida dengan kemurnian hanya 65-70%
6. Metil ester mudah dipindahkan dibandingkan asam lemak karena sifat
kimianya lebih stabil dan non korosif. Metil ester dihasilkan melalui reaksi
kimia esterifikasi dan transesterifikasi.
2.3. Proses Pembuatan Metil Ester
2.3.1. Esterifikasi
Esterifikasi adalah tahap konversi dari asam lemak bebas menjadi ester.
Esterifikasi mereaksikan minyak lemak dengan alkohol. Katalis-katalis yang
cocok adalah zat berkarakter asam kuat, dan karena ini, asam sulfat, asam sulfonat
organik atau resin penukar kation asam kuat merupakan katalis-katalis yang biasa
terpilih dalam praktek industrial (Soerawidjaja, 2006). Untuk mendorong agar
reaksi bisa berlangsung ke konversi yang sempurna pada temperatur rendah
(misalnya paling tinggi 120 °C), reaktan metanol harus ditambahkan dalam
jumlah yang sangat berlebih (biasanya lebih besar dari 10 kali nisbah
stoikhiometrik) dan air produk ikutan reaksi harus disingkirkan dari fase reaksi,
yaitu fase minyak.
Melalui kombinasi-kombinasi yang tepat dari kondisi-kondisi reaksi dan
metode penyingkiran air, konversi sempurna asam-asam lemak ke ester metilnya
dapat dituntaskan dalam waktu 1 sampai beberapa jam. Reaksi esterifikasi dari
asam lemak menjadi metil ester adalah :
R-COOH + CH3OH R-COOH3 + H2O
Asam Lemak Metanol Metil Ester Air
Esterifikasi biasa dilakukan untuk membuat biodiesel dari minyak
berkadar asam lemak bebas tinggi (berangka-asam P 5 mg-KOH/g). Pada tahap
ini, asam lemak bebas akan dikonversikan menjadi metil ester. Tahap esterifikasi
biasa diikuti dengan tahap transesterfikasi. Namun sebelum produk esterifikasi
diumpankan ke tahap transesterifikasi, air dan bagian terbesar katalis asam yang
dikandungnya harus disingkirkan terlebih dahulu.
Faktor-faktor yang berpengaruh pada reaksi esterifikasi antara lain :
a. Waktu Reaksi
Semakin lama waktu reaksi, maka kemungkinan kontak antar zat semakin
besar sehingga akan menghasilkan konversi yang besar. Jika kesetimbangan
reaksi sudah tercapai, maka dengan bertambahnya waktu reaksi tidak akan
menguntungkan karena tidak memperbesar hasil.
b. Pengadukan
Pengadukan akan menambah frekuensi tumbukan antara molekul zat
pereaksi dengan zat yang bereaksi sehingga mempercepat reaksi dan reaksi terjadi
sempurna. Sesuai dengan persamaan Archenius:
k = A e(-Ea/RT) ... (2.1)
dimana: T = Suhu absolut ( ºC)
R = Konstanta gas umum (cal/gmol ºK)
E = Tenaga aktivasi (cal/gmol)
A= Faktor tumbukan (t-1)
k = Konstanta kecepatan reaksi (t-1)
Dari persamaan Arrhenius tersebut kita bisa mengambil kesimpulan korelasi
antara tumbukan dan konstanta kecepatan reaksi yaitu semakin besar tumbukan
maka semakin besar pula harga konstanta kecepatan reaksi. Sehingga. dalam hal
ini pengadukan sangat penting mengingat larutan minyak katalis metanol
merupakan larutan yang immiscible.
c. Katalisator
Katalisator berfungsi untuk mengurangi tenaga aktivasi pada suatu reaksi
sehingga pada suhu tertentu harga konstanta kecepatan reaksi semakin besar. Pada
reaksi esterifikasi yang sudah dilakukan biasanya menggunakan konsentrasi
katalis antara 1 - 4 % berat sampai 10 % berat campuran pereaksi (Mc Ketta,
1978).
d. Suhu Reaksi
Semakin tinggi suhu yang dioperasikan maka semakin banyak konversi
yang dihasilkan, hal ini sesuai dengan persamaan Archenius. Bila suhu naik maka
harga k makin besar sehingga reaksi berjalan cepat dan hasil konversi makin
besar.
2.3.2. Transesterifikasi
Transesterifikasi adalah proses yang mereaksikan trigliserida dalam minyak
nabati atau lemak hewani dengan alkohol rantai pendek seperti methanol atau
etanol (pada saat ini sebagian besar produksi biodiesel menggunakan metanol)
menghasilkan metal ester asam lemak (Fatty Acids Methyl Esters / FAME) atau
biodiesel dan gliserol (gliserin) sebagai produk samping. Katalis yang digunakan
pada proses transeterifikasi adalah basa/alkali, biasanya digunakan natrium
hidroksida (NaOH) atau kalium hidroksida (KOH).
Esterifikasi adalah proses yang mereaksikan asam lemak bebas (FFA)
dengan alkohol rantai pendek (metanol atau etanol) menghasilkan metil ester
asam lemak (FAME) dan air. Katalis yang digunakan untuk reaksi esterifikasi
adalah asam, biasanya asam sulfat (H2SO4) atau asam fosfat (H2PO4).
Berdasarkan kandungan FFA dalam minyak nabati maka proses pembuatan
biodiesel secara komersial dibedakan menjadi 2 yaitu :
1. Transesterifikasi dengan katalis basa (sebagian besar menggunakan kalium
hidroksida) untuk bahan baku refined oil atau minyak nabati dengan
kandungan FFA rendah.
2. Esterifikasi dengan katalis asam ( umumnya menggunakan asam sulfat)
untuk minyak nabati dengan kandungan FFA tinggi dilanjutkan dengan
transesterifikasi dengan katalis basa.
Proses pembuatan biodiesel dari minyak dengan kandungan FFA rendah
secara keseluruhan terdiri dari reaksi transesterifikasi, pemisahan gliserol dari
metil ester, pemurnian metil ester (netralisasi, pemisahan methanol, pencucian dan
pengeringan/dehidrasi), pengambilan gliserol sebagai produk samping (asidulasi
dan pemisahan metanol) dan pemurnian metanol tak bereaksi secara
destilasi/rectification. Proses esterifikasi dengan katalis asam diperlukan jika
minyak nabati mengandung FFA di atas 5%. Jika minyak berkadar FFA tinggi
(>5%) langsung ditransesterifikasi dengan katalis basa maka FFA akan bereaksi
dengan katalis membentuk sabun. Terbentuknya sabun dalam jumlah yang cukup
besar dapat menghambat pemisahan gliserol dari metil ester dan berakibat
terbentuknya emulsi selama proses pencucian. Jadi esterifikasi digunakan sebagai
proses pendahuluan untuk mengkonversikan FFA menjadi metil ester sehingga
mengurangi kadar FFA dalam minyak nabati dan selanjutnya ditransesterifikasi
dengan katalis basa untuk mengkonversikan trigliserida menjadi metil ester.
Proses transesterifikasi maupun esterifikasi dapat dijalankan secara batch
maupun sinambung, dimana pada proses batch menggunakan labu leher tiga atau
autoclave. Selain itu dalam autoclave proses dapat berjalan pada suhu tinggi
dalam fase cair, sehingga akan bisa berlangsung lebih cepat. Proses sinambung
dilaksanakan dalam reactor CSTR dengan alat pencampur yang berupa pengaduk
atau gas inert.
Metanolisis merupakan reaksi pembentukan metal ester dengan
menggunakan methanol dimana reaksinya seimbang dan kalor reaksinya kecil.
Untuk menggeser reaksi ke kanan biasanya menggunakan metanol berlebihan
disbanding gliserida, maka reaksi yang terjadi bisa dianggap reaksi searah. Rekasi
penyabunan merupakan reaksi samping yang tidak dikehendaki. Dengan adanya
reaksi samping yang berupa penyabunan inilah konversi minyak menjadi ester
(biodeisell) menjadi kecil. Karena itu, reaksi transesterifikasi dengan katalisator
KOH dan NaOH disarankan untuk minyak nabati yang melewati tahapan
deasifikasi,sehingga kadar air kurang dari 0,3 % dan kadar FFA kurang dari 0,5
%. Sedangkan pada katalisator asam tidak menyebabkan reaksi penyabunan sepeti
halnya pada katalisator biasa.
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
3.1. Peralatan dan Bahan
Keterangan :
1. Heating mantle
2. Magnetic stirrer
3. Labu leher tiga
4. Termometer
5. Kondenser
6. Pipet hisap
7. Pompa
8. Ember
3.2. Persiapan Bahan Baku
a. Minyak
Minyak yang digunakan dapat berupa minyak goreng, minyak jelantah,
minyak CPO.
b. Metanol
c. Katalis NaOH
3.3. Analisa Bahan Baku
Analisa bahan baku dilakukan untuk mengetahui asam lemak bebas, asam
lemak total, dan berat jenisnya.
3.4. Prosedur Pembuatan Metil Ester :
1. Reaksi Esterifikasi
1. Cairkan bahan baku terlebih dahulu bila bahan baku berwujud padat
hingga mencapai ukuran 100 ml.
2. Setelah minyak berbentuk liquid, masukkan minyak ke dalam labu leher
tiga yang telah dilengkapi dengan termometer, pemanas, dan kondenser.
Kemudian dipanaskan sampai suhu mencapai 70oC. Reaksi ini
berlangsung secara batch.
3. Campurkan methanol dan katalis dalam jumlah tertentu ke dalam minyak
yang telah dipanaskan tersebut.
4. Reaksikan campuran tersebut selama 1 jam.
5. Setelah 1 jam minyak tersebut diangkat dan didinginkan.
2. Reaksi Trans Esterifikasi
Setelah minyak didinginkan dan dihilangkan alkoholnya, kemudian
dilanjutkan dengan reaksi transesterifikasi yaitu :
1. Minyak yang telah terbentuk pada reaksi esterifikasi dipanaskan kembali
pada suhu 70 oC.
2. Setelah mencapai temperatur 70 oC, minyak tersebut ditambahkan dengan
campuran methanol dan katalis KOH dalam jumlah tertentu.
3. Reaksikan campuran minyak, alcohol, dan KOH tersebut selama 1 jam,
reaksi ini berlangsung pada kondisi batch.
4. Setelah 1 jam, minyak tersebut diangkat dan didinginkan, serta
dihilangkan alkoholnya.
5. Diamkan selama 24 jam agar terlihat dua lapisan yaitu lapisan atas metil
ester dan lapisan bawah berupa gliserol, kemudian kedua lapisan tersebut
dipisahkan dengan corong pemisah.
6. Metil ester yang telah terpisah kemudian dicuci dengan cara
mencampurkan air yang telah dipanaskan pada suhu 50 oC.
7. Diamkan sampai terbentuk dua lapisan, kemudian dua lapisan tersebut
dipisahkan dengan corong pemisah. Lakukan hal ini beberapa kali hingga
hasil cucian terakhir terlihat bersih.
8. Terakhir lakukan pemanasan pada metil ester (biodiesel) sampai suhu
100oC untuk menghilangkan kadar alkohol yang masih ada pada biodiesel.
9. Lakukan percobaan yang sama untuk variasi minyak & methanol (1:1,
1:1,5, 1:2), perbandingan katalis H2SO4 (1%, 2%, dan 3%) serta
perbandingan katalis KOH (1%, 2%, dan 3%).
10. Metil ester (biodiesel) dapat dianalisa.
BAB IV
HASIL PENGAMATAN DAN PENGOLAHAN DATA
4.1. Hasil Pengamatan
Dari hasil pengamatan didapatkan data sebagai berikut :
Berat minyak yang digunakan = 90 gr
Katalis HCl yang digunakan = 2,36 gr
Katalis NaOH yang digunakan = 1,87 gr
Metanol yang digunakan = 27,65gr
Berat gliserol = 468 gr
Berat metil ester = 2,8 gr
Berat wadah kosong = 69 gr
4.2. Pengolahan Data
Data :
Minyak = 90 gr
NaOH = 1,87 gr
Metanol = 27,65 gr
BM minyak jelantah = 890 gram/mol
BM Metanol = 32 gram/mol
BM metil ester = 298 gram/mol
BM gliserol = 92 gram/mol
Reaksi Saponifikasi :
(C17H35COO)3C3H5 + 3 CH3OH 3 C17H35COOCH3 + C3H5(OH)3
Minyak methanol metil ester gliserol
1. Perhitungan secara teoritis
Mol minyak = _ berat minyak__ = 90 gram = 0,101 mol
BM minyak 890 gram/mol
Mol minyak sebagai Limiting Reaktan
Mol metil ester = 3/1 x limiting reaktan = 3 x 0,101 = 0,303 mol
Massa metil ester yang terbentuk = mol metil ester yang terbentuk x BM
= 0,303 mol x metil ester
= 0,303 mol x 298 gram/mol
= 90,294 gram
Mol gliserol = mol Limiting Reaktan = 0,101 mol
Massa gliserol yang terbentuk = mol gliserol x BM gliserol
= 0,101 mol x 92 gram/mol
= 9,292 gram
Mol metanol = B erat CH 3OH = 27,65 gram = 0,864 mol
BM CH3OH 32 gram/mol
Mol CH3OH yang bereaksi = 3/1 x 0,101 mol = 0,303 mol
Mol CH3OH yang bersisa = 0,864 mol – 0,303 mol = 0,561 mol
Massa CH3OH yang bersisa = mol CH3OH x BM CH3OH
= 0,561 mol x 32 gram/mol
= 17,952 gram
Tabel 1. Material Balance secara Teori
2.
Perhitungan secara praktek
Data :
Berat gliserol = 468 gram
Berat metil ester = 2,8 gram
Mol metil ester = berat metil ester = 2,8 gram = 0,0094 mol
BM metil ester 298 gram/mol
Mol CH3OH yang bereaksi = 3/3 x 0,0094 mol = 0,0094 mol
Mol CH3OH yang bersisa = 0,864 mol – 0,0094 mol = 0,8546 mol
Massa CH3OH yang bersisa = mol CH3OH x BM CH3OH
= 0,8546 mol x 32 gram/mol
No. Material Input (gram) Output(gram)
1. CH3OH 27,65 17,952
2. Minyak 90 -
3. Gliserol - 9,292
4. Metil Ester - 90,294
Total 117,65 117,54
= 27,3472 gram
Mol minyak yang bereaksi = 1/3 x 0,0094 mol = 0,0031 mol
Mol minyak yang bersisa = 0,101 mol – 0,0031 mol = 0,0979 mol
Massa minyak yang bersisa = mol minyak sayur x BM minyak
= 0,0979 mol x 890 gram/mol
= 87,131 gram
Massa gliserol yang terbentuk = mol gliserol x BM gliserol
= 0,0031 mol x 92 gram/mol
= 0,2852 gram
Tabel 2. Material Balance secara Praktek
No. Material Input (gram) Output(gram)
1. CH3OH 27,65 27,3472
2. Minyak Sayur 90 87,131
3. Gliserol - 0,2852
4. Metil ester - 2,8
Total 117,65 117,56
% Konversi minyak = Mol minyak yang bereaksi x 100%
Mol minyak mula-mula
= 0,0031 mol x 100%
0,101 mol
= 3,07 %
% Konversi CH3OH = Mol CH3OH yang bereaksi x 100%
Mol CH3OH mula-mula
= 0,0094 mol x 100%
0,864 mol
= 1,088 %
% Yield metil ester = Mol metil ester secara praktek x 100%
Mol metil ester secara teori
= 0,0094 mol x 100%
0,303 mol
= 3,102 %
% Yield gliserol = Mol gliserol secara praktek x 100%
Mol gliserol secara teori
= 0,0031 mol x 100%
0,101 mol
= 3,07 %
BAB V
PEMBAHASAN
Pada percobaan ini digunakan bahan-bahan berupa minyak jelanta (yaitu
minyak yang sudah digunakan secara berulang-ulang untuk memasak atau
menggoreng). Percobaan ini bertujuan untuk membuat minyak bekas dalam hal
ini minyak jelanta yang selama ini hanya menjadi limbah, mengubahnya menjadi
lebih berguna dan bermanfaat dalam hal meningkatkan mutu bahan bakar. Maka
diubahlah minyak bekas tadi menjadi biodiesel.
Pada percobaan ini kami memulainya dari memasukkan atau menaruh
minyak jelanta kedalam labu leher tiga sebanyak 100ml. Setelah itu labu leher tiga
dipanaskan diatas hotplate sampai suhunya berkisar 400C. Selama minyak tadi
dipanaskan, kami menggunakan Metanol 1 N sebanyak 35% dari bobot minyak
jelanta yang digunakan, kegunaan dari metanol dalam percobaan ini adalah
sebagai pereaksi dan juga sebagai pemutus ikatan rantai panjangdari minyak
sehingga akan terjadi reaksi baik esterifikasi ataupun transesterifikasi dan
merubahnya menjadi metil ester dan gliserol. Sebelum memasukkan metanol
kedalam minyak yang dipanaskan tadi, maka dicampurkan metanol dengan HCl
2ml yang telah diencerkan dengan perbandingan 0,2 ml HCl ditambah dengan 1,8
ml air.
Fungsi dari HCl adalah sebagai katalis asam dimana untuk mempercepat
reaksi perubahan trigliserida menjadi metil ester. Dengan digunakannya katalis
asam kuat (HCl) maka reaksi yang akan terjadi adalah reaksi esterifikasi. Reaksi
esterifikasi dilakukan pertama kali pada praktikum ini adalah karena minyak
jelanta memiliki kandungan FFA > 5%. Guna terjadinya reaksi perubahan
menjadi metil ester, dan tidak menjadi reaksi safonifikasi apabila langsung
dilakukan reaksi transesterifikasi.
Kemudian setalah suhu mencapai 400C dicampurkan dengan metanol yang
terlebih dahulu dicampurkan dengan HCl tadi, lalu kemudian dipanaskan sampai
suhu tidak boleh lebih dari 70oC (suhu harus dijaga tetap dibawah atau mencapai
70oC). Rentang suhu yang harus dijaga sedemikian rupa karena dilihat dari
metanol tadi, metanol akan menguap bila melebihi titik didihnya. Maka dari itu
agar reaksi berjalan sesuai, suhu harus dijaga seperti demikian. Proses reaksi di
percepat juga dengan menggunakan pengaduk dalam hal ini menggunakan
magnetic strirrer. Kemudian dipanaskan sampai 1 jam.
Setelah sampai 1 jam, kemudian dilakukan proses pencucian dengan
menggunakan air hangat (suhu ± 40oC) tujuannya agar terlihat 2 lapisan yang
menandakan terbentuknya metil ester dan gliserol. Lapisan atas adalah metil ester
dan lapisan yang bawah adalah gliserol + air. Dicuci sebanyak 3 kali sehingga
didapat rendemen gliserol sebanyak 468 gr berat bersih gliserol. Kemudian metil
ester hasil reaksi esterifikasi tadi kami diamkan selama 1 hari untuk selanjutnya
dilanjutkan dengan proses transesterifikasi dengan cara kerja yang sama tetapi
menggunakan katalis berbeda yakni NaOH volume yang sama dengan HCl yang
digunakan sebelumnya. Setelah dilakukan proses transesterifikasi selama 1 jam,
kemudian campuran minya tadi dicuci dengan air sebanyak 4 kali. Kemudian
dipisahkan lagi antara metil ester yang didapat dengan gliserol. Metil ester berada
pada lapisan atas sedangkan gliserol dan air berada pada lapisan yang bawah.
Setelah ditimbang didapat berat bersih metil ester yang didapat adalah sebanyak
2,8 gr.
Perhitungan material balance dapat dilihat pada perhitungan diatas namun
disini akan dilihat perbandingan perhitungan secara teori dengan perhitungan
secara peraktek, Dilihat dari persen konversi alkohol atau metanol maka
didapatlah nilai sebesar 1,088 %. Bila dilihat dari perrsen konversi minyak jelanta
yang diubah menjadi metil ester maka didapatlah nilai sebesar 3,07 %. Sedangkan
jika dari persen yeild, untuk metil ester sebesar 3,102 % dan gliserol sebesar 3,07
%. Hal ini menunjukkan bahwa pada percobaan tidak semua reaktan bereaksi
secara transesterifikasi seluruhnya seperti apa yang di inginkan, mengurangi
persen konversi dari metil ester sehingga metil ester yang di dapat lebih sedikit
daripada seharusnya. Akan tetapi, perbedaannya tidak begitu besar, hal ini
menandakan bahwa dalam melakukan atau melaksanakan percobaan tersebut
bahan yang digunakan harus diperhatikan dengan jelas serta hal-hal seperti waktu
dan suhu harus benar-benar sehingga tidak ada atau sedikit kontaminasi.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
1. Minyak jelanta memiliki kadar FFA > 5% dapat dibuat menjadi metil ester
atau boidiesl dengan melakukan reaksi esterifikasi terlebih dahulu kemudian
dilanjutkan dengan reaksi transestrifikasi.
2. Metanol berfungsi sebangai reaktan dan juga sebagai pemutus ikatan rantai
panjang pada minyak-minyak atau trigliserida dan mengubahnya menjadi
metil ester dengan gliserol
3. Hal-hal yang mempengaruhi keberhasilan dalam praktikum ini adalah:
a. Pengaruh air dan asam lemak bebas
b. Pengaruh perbandingan molar alkohol dengan bahan mentah
c. Pengaruh jenis alkohol
d. Pengaruh jenis katalis
e. Metanolisis Crude dan Refined Minyak Nabati
f. Pengaruh temperatur
4. Katalis berfungsi untuk mempercepat reaksi dengan menurunkan energi
aktivasi reaksi namun tidak menggeser letak kesetimbangan reaksi katalis
basa dan dapat berjalan pada suhu kamar.
5. Biodiesel merupakan bahan bakar yang terdiri dari campuran mono-alkyl
ester dari rantai panjang asam lemak, yang dipakai sebagai alternatif bagi
bahan bakar dari mesin diesel dan terbuat dari sumber terbaharui seperti
minyak sayur, bahkan minyak bekas seperti minyak jelanta.
6.2. Saran
1. Sebaiknya digunakan minyak jelanta yang benar-benar coklat keruh sehingga
akan terlihat perbedaan mencolok antara biodiesel yang dihasilkan.
2. Usahakan dalam memakai jumlah reaktan benar-benar diukur agar tidak
terjadi kesalahan sehingga mempengaruhi hasil konversi dan yeild yang
didapat.
DAFTAR PUSTAKA
Widyastuti L, 2007, Bahan Bakar Pengganti Minyak Diesel, Penerbit Erlangga,
Jakarta.
Perry, RH and Chiton, CH, 1984, Chemical Engineering Hand Book, 7 th edition,
Mc. Graw Hill Kogakusha Ltd. Tokyo.
Warren L. Mc. Cabe, Julian C.Smith, and Peter Harriot, 1993, Operasi Teknik
Kimia, Penerbit Erlangga, Jakarta.
Fachry, Ir.RasyidiM.eng. 2010. Penuntun Praktikum Operasi Teknik Kimia II, Palembang : Korp Asisten Proses dan Operasi Teknik Kimia.
LAMPIRAN
I. GAMBAR HASIL PENGAMATAN
1. Metil Ester Saat Pencucian
2. Gliserol Setelah 3 kali pencucian
II. Gambar Alat
Labu leher tiga dan hotplate Corong Pemisah
Termometer Ember dan Pompa
Gelas Ukur Beker Gelas