Post on 03-Jan-2017
DAFTAR ISI
Halaman
Kata Pengantar …………………………………………………………. i
Daftar Isi ……………………………………………………………….. ii
Daftar Tabel ……………………………………………………………. iii
Daftar Gambar …………………………………………………………. iv
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang .............………………………………….. 1
1.2. Rumusan Masalah ………………………………………. 5
1.3. Tujuan Penelitian ………………………………………. 6
1.4. Ruang Lingkup Penelitian ........................................... 6
1.5. Sistimatika Penyajian ................................................ 6
BAB II LANDASAN TEORITIS
2.1. Political Voluntarism…………………………………… 8
2.1.1. Pengertian Politik..…….………………………….. 8
2.1.2. Pengertian Voluntarism......................………..… 9
2.1.3. Pengertian Political Voluntarism ………….………. 12
2.2. Pemilu ……………………………………………………. 12
2.2.1. Pengertian Pemilu………………………………….. 12
2.2.2. Sistim Pemilu ………………………………………. 13
2.2.3. Sejarah Pemilu Indonesia ………………………… 14
2.3. Organisasi Kepemudaan………………………………. 17
2.3.1. Pengertian Organisasi …………………………….. 17
2.3.2. Organisasi Kepemudaan …………………………. 19
2.3.3. Organisasi Kepemudaa Bidang Keagamaan ….. 20
2.3.4. Pengertian Kabupaten …………………………… 28
2.3.5. Pengertian Masyarakat Adat ……………………. 33
2.3.6. Sekilas Budaya Manggarai ……………………… 34
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Desain Penelitian……… …………………………….. 41
3.2. Metodologi dan Rancangan Penelitian ................. 41
3.3. Waktu dan Tempat Penelitian ............................. 42
3.4. Populasi dan Sampel ........................................ 51
3.5. Metode Pengumpulan Data ............................... 52
3.6. Instrumen Pengumpulan Data ............................ 52
3.7. Prosedur Penelitian .......................................... 53
3.8. Teknik Analisis Data ........................................ 53
BAB IV PENYAJIAN DATA DAN PEMBAHASAN
4.1. Deskripsi Data …………………………………………….. 54
4.1.1. Kelompok Masyarakat Adat.……………………….. 54
4.1.2. Kelompok Pendidikan………………………………. 72
4.1.3. Kelompok Keagamaan………………………………. 87
4.2. Pembahasan …………………………………………….... 104
BAB V PENUTUP
5.1. Kesimpulan ……………………………………………….. 105
5.2. Rekomendasi dan Saran ............………………………… 111
DAFTAR PUSTAKA
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Hajatan pesta demokrasi nasional yakni pemilu legislatif dan pemilu Presiden dan
Wakil Presiden tahun 2014 sudah berakhir. Dalam konteks nasional, rakyat Indonesia
sebagai pemegang kedaulatan tertinggi telah berhasil memilih wakil-wakilnya yang
terbaik untuk duduk di Seyanan. Dalam perhelatan pemilu legislatif, partai PDI
Perjuangan berhasil mendapat kursi terbanyak di DPR pusat.
Para wakil rakyat yang telah terpilih diharapkan menjadi penyuara aspirasi rakyat demi
terwujudnya kesejatraan bangsa. Selanjutnya dalam pemilu Presiden dan Wakil Presiden
tampil dua kekuatan politik yang bersaing ketat antara kubu Joko Widodo-Jusuf Kalla
dengan Prabowo subianto–Hatta Rajasa. Selama proses pemilu Presiden berlangsung
rivalitas antara kedua kekuatan ini sungguh sangat menegangkan. Namun sebagai bangsa
yang besar dan ditopang oleh kedewasaan berpolitik yang semakin matang, rakyat
Indonesia berhasil keluar dari ketegangan itu dan Joko Widodo dan Jusuf Kalla dipilih
oleh rakyat menjadi Presiden dan Wakil Presdien.
Dalam skop yang lebih kecil Kabupaten Manggarai Timur, atmosfir yang sama
yakni hingar bingar perhelatan pesta demokrasi pemilu legislatif dan pemilu Presiden dan
Wakil Presiden tahun 2014 yang lalu juga terasa. Bahkan atmosfir hajatan pesta rakyat
yakni pemilu terasa lebih panjang di Kabupaten Manggarai Timur, karena sejak tahun
2013 hajatan pesta demokrasi sudah mulai dilaksanakan. Dimulai dengan pemilukada
Gubenur dan Wakil Gubenur NTT, Lanjut dengan Pemilukada Bupati dan Wakil Bupati
2
Kabupaten Manggarai Timur, selanjutnya pemilu legislatif dan berpuncak pada pemilu
Presiden dan Wakil Presdiden. Satu catatan penting yang sangat terjaga dari seluruh
rangkaian perhelatan pesta demokrasi di Kabupaten Manggarai Timur adalah bahwa
seluruh perhelatan itu berlasung dalam suasana aman, damai dan tertib. Dikatakan catatan
fakta yang masih terjaga, karena suasana harmoni-damai dalam pemilu sudah terasa sejak
pemilu pertama dilaksanakan di Kabupaten Manggarai Timur. Sejak Pemilu pertama
dilaksanakan tahun 2008/2009, suasana gaduh, demo, kerusuhan, konflik bahkan
pertumpahan darah belum sekalipun terjadi. Jelas ini fakta yang membagakan. Sebuah
Prestasi yang luar biasa yang diaktori oleh KPU Kabupaten Manggarai Timur, dan
didukung oleh pemerintah, Panwaslu, partai politik dan segenap elemen masyarakat.
Lalu pertanyaan yang paling menukik adalah mengapa setiap hajatan pemilu di
kabupaten Manggarai Timur selalu berlangsung aman? Bila dibandingkan dengan tiga
kabupaten di Manggarai Raya kenapa hanya di Manggarai Timur saja harmoni-damai
dalam pemilu masih terjaga? Pada hal masyarakat dari ketiga kabupaten ini lahir dari
kandung sejarah nenek moyang yang sama, di pengaruhi oleh adat istiadat budaya yang
sama dan mengalami kehidupan di satu tanah yang sama yakni kuni agu kalo tanah
Manggarai.Pasti ada suatu keunikan – khas Manggarai Timur yang mungkin diperankan
oleh KPU, partai atau elit politik atau kekuatan lain di luar penyelenggara dan partai yang
hidup di Manggarai Timur yang terabaikan namun punya peran fundematal dalam
merendah harmoni-damai pemilu. Bila dicermati dari segi penyelenggara pemilu jelas
sangat mudah dinilai. Bahwa integritas dan kompetensi seorang penyelenggara pemilu
yakni KPU adalah garansi yang paling fundamen untuk meredam pontensi konflik dalam
pemilu. Dan dalam rangkain pelaksanaan pemilu 2013 – 2014 pengakuan tulus dari
3
tokoh-tokoh partai, pemerintah, tokoh masyarakat dan tokoh agama bahwa KPU
Kabupaten Manggarai Timur sudah memainkan peranya dengan tepat. Aspek integritas,
kompetensi dan penekanan pada pelayanan yang sudah dilaksanakan oleh KPU
Kabupaten Manggarai Timur merupakan kekuatan ampuh untuk mencekal potensi
terciptanya kekacauan dalam pemilu.
Pertanyaan paling merangsang adalah adakah kekuatan non-partisan hidup di
Manggarai Timur yang lahir dari kesukarelaan politik (Politic voluntarism) dan sangat
kuat merangkai simpul-simpul terciptanya harmoni-damai dalam pemilu? Selama pemilu
berlangsung adakah orang atau kelompok yang dengan sukarela menggalang kekuatan
untuk menciptakan suasana politik yang damai dan suasana kemasyarakatan yang lega?
Pertanyaan ini muncul karena dipicu oleh tema riset yang ditawarkan oleh KPU Propinsi
kepada KPU Manggarai Timur yakni Kesukarelaan Politik (Politic Voluntarism). Alasan
mendasarnya adalah karena Kabupaten Manggarai Timur adalah salah satu kabupaten di
NTT yang pelaksanaan pemilunya paling aman. Tema riset ini menjadi sangat menarik
karena belum ada orang yang melakukan studi khusus tentang mengapa pemilu di
Manggarai Timur selalu berlangsung aman. Tema riset ini merangsang akal untuk
melakukan studi ilmiah yang lebih mendalam tentang denyut nadi kehidupan komunal
masyarakat Manggarai Timur terutama selama perhelatan pemilu 2013/2014 berlangsung.
Bertitik tolak dari pertanyaan-pertanyaan panduan di atas , kami mencoba menelisik lebih
jauh untuk mencari kelompok non partisan (tidak terikat pada parpol/tim sukses kandidat),
yang memiliki visi dan orientasi perubahan politik, dan mempunyai agenda aksi
menyuburkan atmosfir politik yang kondusif, dan mencerahkan rasionalitas berpolitik
masyarakat. Setelah melalui pencarian dan pengumpulan informasi, kami berani
4
mengakatan bahwa pada pemilu 2013/2014 tidak ada kelompok masyarakat sipil, seperti
LSM di bidang demokrasi yang berperan sebagai aktor penggerak politik voluntaris di
Manggarai Timur. Tidak ada kelompok yang terorganisir secara rapi yang menjadi aktor
intelektual dari gerakan memperbaiki sistem pemilu yang lebih demokratis dan
mendukung kandidat yang membawah perubahan dalam masyarakat. Lalu di manakah
kekuatan voluntaris politik itu berada? Lewat diskusi yang mendalam bersama rekan-
rekan Komisioner KPU Kabupaten Manggarai Timur, kami menemukan tiga pilar dasar
penggerak politik voluntaris di Manggarai Timur. Ketiga pilar itu adalah agama,
pendidikan dan budaya/adat istiadat. Titik pijaknya adalah bahwa agama, pendidikan, dan
budaya adalah pilar dasar dimana masyarakat hidup dan berada. Agama, pendidikan dan
budaya adalah kekuatan yang mempengaruhi sendi-sendi kehidupan manusia. Ketiga
kekutan ini menuntun sekaligus membentuk manusia mejadi manusia yang beriman,
berilmu dan berbudaya. Masyarakat Manggarai Timur juga hidup dan dipengaruhi oleh
ketiga pilar tersebut. Ketiga pilar tersebut menuntun dan membimbing masyarakat dalam
berbagai segi kehidupan. Nilai-nilai yang terkandung dalam ajaran agama, pendidikan
dan budaya adalah kekuatan terdepan dan yang paling dasariah dalam membentuk sikap,
kepribadian, sekaligus menjadi panduan langkah hidup dalam berbagai segi kehidupan
setiap insan masyarakat Manggarai Timur.
Salah satu segi kehidupan yang digeluti oleh masyarakat Manggarai Timur adalah
kehidupan politik terutama perhelatan pemilu. Lalu bagaimana nilai-nilai agama,
pendidikan dan budaya menjadi simpul kekuatan penggerak harmoni aman – damai
dalam pemilu? Melalui ajaran agama yang disampaikan oleh para pemimpin agama
seperti Pastor, Pendeta dan Imam Mesjid umat beragama dipandu tentang bagaimana
5
berpolitik yang benar dan santun. Melalui pendidikan yang disampaikan oleh guru-guru
di sekolah setiap insan dibekali pengetahuan bagaimana berpolitik yang cerdas. Melalui
nilai-nilai budaya yang dihidupi dan disampaikan oleh tua-tua adat, Masyarakat adat
dituntun, bahwa hubungan darah – kekerabatan yang sudah kental tidak boleh dikikis
oleh kepentingan politik yang sempit. Jadi jelas ketiga pilar yakni agama, pendidikan dan
budaya memberi sumbangsi yang sangat fundamental bagi terwujudnya harmoni aman-
damai pemilu di Manggarai Timur. Selanjutnya, dari ketiga pilar tersebut, siapakah aktor
penggerak dari gerakan sukarelawan politik? Dari pemaparan di atas jelas tersaji bahwa
pemimpim agama, guru dan pemimpin adat adalah penggerak dari terwujudnya suasana
aman-damai dalam pemilu di Manggarai Timur. Pemimpin agama , guru dan pemimpin
adat telah bersama-sama membangun simpul-simpul kekuatan yang menuntun
masyarakat Manggarai Timur merajut harmoni aman dan damai dalam pemilu 2013/2014.
Karena itu berdasarkan latar belakang kajian yang telah kami paparkan di atas kami
merumuskan judul riset adalah: PERAN PEMIMPIN AGAMA, GURU DAN
PEMIMPIN ADAT DALAM MEWUJUDKAN GERAKAN KESUKARELAAN
POLITIK DI KABUPATEN MANGGARAI TIMUR . Kami menyadari judul ini
adalah hipotesis yang perlu pembuktian faktual. Karena itu lewat wawancara dan
quisioner yang telah kami lakukan secara jujur dalam riset ini, pembaca akan menemukan
jawaban dari hipotesis judul diatas.
1.2. RUMUSAN MASALAH
Agenda utama dari riset ini adalah mencari dan menemukan aktor atau kelompok
non partisan penggerak kesukarelaan politik di Kabupaten Manggarai Timur dalam
pemilu legislatif dan pemilu Presiden dan Wakil Presiden tahun 2014. Dari latar belakang
6
yang sudah dipaparkan diatas tersaji inti permasalahan yang akan digarap dalam riset ini.
Benang merahnya dapat dirumuskan demikian: “ Sejauh manakah Pemimpin agama,
guru dan pemimpin adat mengambil peran sentral dalam menggerakkan kesukarelaan
politik masyarakat Manggarai Timur dalam pemilu legislatif dan pemilu Presiden
2014 “ ?
1.3. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peran pemimpin agama, guru dan
pemimpin adat dalam menggerakkan kesukarelaan politik masyarakat Manggarai
Timur pada pemilu legislatif dan pemilu Presiden 2014.
1.4. RUANG LINGKUP PENELITIAN
Ruang likup penelitian ini adalah mendalami seputar peran Pemimpin agama,
guru dan pemimpin adat dalam menggerakan energi kesukarelaan politik (Political
Voluntarism) masyarakat manggarai Timur dalam pemilu legislatif dan pemilu Presiden
dan Wakil Presiden tahun 2014. Lembaga agama dan pemimpin agama yang digarap
dalam penelitian ini adalah lembaga dan pemimpin agama yang hidup di Kabupaten
Manggarai Timur yakni agama Katolik, Islam dan Protestan. Dalam lingkup agama
Katolik riset akan mendalami peran Pastor atau imam Gereja Katolik sebagai aktor
penggerak kesukarelaan politik umat Katolik. Dalam Llingkup agama Islam riset akan
mendalami peran imam mesjid sebagai aktor penggerak kesukarelaan politik umat islam.
Dalam lingkup agama Protestan riset akan menggarap peran Pendeta sebagai aktor
penggerak kesukarelaan politik umat Protestan. Dalam lingkup dunia pendidikan wilayah
penelitian adalah menggarap peran guru Sekolah Menengah Atas dalam menyebarkan
energi kesukarelaan politik bagai siswa pemilih pemula dan pemilih potensial.
7
Selanjutnya dalam lingkup dunia adat riset akan mendalami paran tua adat sebagai aktor
penggerak kesukarelaan politik masyarakat adatnya.
1.5. SISTEMATIKA PENYAJIAN
Garapan riset ini akan disajikan dalam lima bab. Dengan rincian penyajian adalah sebagai
berikut :
BAB I Pendahuluan : meyajikan tentang latar belakang, ruang lingkup penelitian dan
tujuan penelitian
BAB II Landasan Teori: menyajiakan teori-teori yang berkaitan dengan tema riset ini
yakni pemilu, pendidikan, agama dan adat istiadat masyarakat Manggarai Timur.
BAB III Metode Penelitian : terutama menyajikan metode yang dipakai dalam melakukan
riset ini.
BAB IV Pemimpin Agama, Guru dan Pemimpin Adat adalah penggerak Kesukarelaan
Politik di Kabupaten Manggarai Timur : bab ini merupakan baba inti . Dalam bab ini
akan disajikan hasil wawancara kepada peimpin agama (Katolik, Islam dan
Protestan), Guru Sekolah Menengah Atas dan para Pemimpin adat atau Tua-tua
Gendang. Bab ini juga menampilkan hasil Quisioner dalam bentuk tabel yang
disebarkan ke masyarakat adat, kaum muda agama ( Katolik, Islam dan Kristen
Protestan) dan pemilih potensial di SMA. Kajian penting bab ini adalah menemukan
jawaban atas hipotesis: PERAN PEMIMPIN AGAMA, GURU DAN PEMIMPIN
ADAT DALAM MEWUJUDKAN GERAKAN KESUKARELAAN POLITIK DI
KABUPATENMANGGARAI TIMUR .
BAB V Merupakan bab penutup yang menyajikan kesimpulan dan saran
8
BAB II
LANDASAN TEORITIS
2.1. Political Voluntarism
2.1.1. Pengertian Politik
Politik (dari bahasa Yunani: politikos, yang berarti dari, untuk, atau yang
berkaitan dengan warga negara), adalah proses pembentukan dan pembagian
kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan,
khususnya dalam negara. Pengertian ini merupakan upaya penggabungan antara
berbagai definisi yang berbeda mengenai hakikat politik yang dikenal dalam ilmu
politik.
Politik adalah seni dan ilmu untuk meraih kekuasaan secara konstitusional
maupun nonkonstitusional. Di samping itu politik juga dapat ditilik dari sudut pandang
berbeda, yaitu antara lain: politik adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk
mewujudkan kebaikan bersama (teori klasik Aristoteles), politik adalah hal yang
berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan dan Negara, politik merupakan
kegiatan yang diarahkan untuk mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan di
masyarakat, serta politik adalah segala sesuatu tentang proses perumusan dan
pelaksanaan kebijakan publik.
Dalam konteks memahami politik perlu dipahami beberapa kunci, antara lain:
kekuasaan politik, legitimasi, sistem politik, perilaku politik, partisipasi politik, proses
politik, dan juga tidak kalah pentingnya untuk mengetahui seluk beluk tentang partai
politik. (Wikipedia.org;Selasa, 21 Juli 2015).
9
2.1.2 Pengertian Voluntarism
Voluntarism is sometimes used to mean the use of, or reliance on voluntary
action to maintain an institution, carry out a policy, or achieve an end.[1] In this
context the word voluntary action means action based on free will, which in turn
means action which is performed free from certain constraints. The constraint of
(government) coercion is often considered in this context, where it remains the
question what constitutes coercion. (Wikipedia.org;Selasa, 21 Juli 2015).
Pengertian voluntarism tersebut jika diterjemahkan secara bebas sebagai
berikut : voluntarism biasanya digunakan untuk menjelaskan arti sesuatu, atau
kepercayaan pada sikap voluntir dalam mempertahankan oragnisasi/institusi,
membawa kebijakan, atau mencapai tujuan akhir. Pada konteks ini, aksi voluntir
menujukkan aksi yang didasari oleh kemauan yang bebas, atau dalam arti lain
merupakan aksi yang dibuat secara bebas tanpa paksaan. Ketidakleluasaan
(pemerintah) dalam memaksan voluntir juga dapat dipertimbangkan dalam konteks
voluntir ini, yang pada gilirannya menyisakan pertanyaan apa yang dipaksakan oleh
Undang-Undang terhadap voluntir ini.
Voluntarismei adalah paham yang menyatakan bahwa kehendak adalah kunci
untuk segala yang terjadi dalam hidup manusia.Kehendak manusia memiliki kontrol
penuh atas apa yang ia anggap baik dan benar (Tjahjadi, Simon Petrus L. 2004 : 330-
332).
a. Asal Volunterisme
Istilah ini berasal dari bahasa Latin voluntas yang artinya 'kehendak'. F.
Toennies adalah orang yang pertama kali memperkenalkan istilah ini pada tahun
10
1883. Ketika itu, Tonnies sedang melakukan kajian atas pemikiran Spinoza.
Menurutnya, voluntarisme bertolak belakang dengan rasionalisme yang sedang
berkembang saat itu.
Jenis-Jenis Voluntarisme dibedakan atas beberapa jenis antara lain sebagai
berikut :
1) Voluntarisme Metafisis
Voluntarisme metafisis adalah paham voluntarisme yang memandang bahwa
kehendak adalah inti terdalam dari realitas. Filsuf yang mendukung pandangan
ini misalnya Schopenhauer dan Eduard von Hartmann. Schopenhauer
mengatakan bahwa dasar paling fundamental yang mengatur segala hal di
dunia bukanlah rasio atau moral melainkan kehendak. Lebih jelasnya,
Schopenhauer mengatakan bahwa kehendak untuk hidup adalah hakikat dari
segala realitas di dunia.
2) Voluntarisme Psikologis
Paham voluntarisme model ini menyatakan bahwa kehendak memiliki posisi
lebih tinggi dibandingkan intelek manusia. Misalnya saja, Yohanes Duns
Scotus menyatakan bahwa intelek hanya merupakan tambahan bagi kehendak.
3) Voluntarisme Teologis
Paham ini percaya bahwa tatanan dunia dan segala hal di dalamnya bergantung
mutlak pada kehendak Allah.Contoh teolog yang termasuk jenis ini dalam taraf
tertentu adalah Martin Luther dan William Ockham. Mereka menjadikan
seluruh hukum moral tergantung pada kemauan Allah.
4) Voluntarisme Epistemologis
11
Voluntarisme model ini berasal dari pemikiran Kant. Kant mengatakan bahwa
akal budi praktis lebih unggul ketimbang akal budi teoretis.
5) Voluntarisme Etis
Paham voluntarisme etis ini didasarkan pada pemikiran Friedrich Nietzsche.
Menurut Nietzsche, kehendak untuk berkuasa adalah nilai tertinggi yang harus
dicapai oleh manusia.
6) Voluntarisme Sejarah
Voluntarisme sejarah menyatakan bahwa kehendak manusia adalah faktor
utama berjalannya sejarah. Pandangan model ini amat bertentangan dengan
pandangan Marxisme terhadap sejarah.
b. Pandangan Filsafat Volunterisme
Voluntarisme adalah istilah yang diterapkan pada aliran-aliran filosofis
yang dengan cara apa saja condong kepada kehendak ketimbang intelek
(bertentangan dengan intelektualisme). Namun, voluntarisme dapat terjadi dengan
banyak cara yang berlainan.
Menurut voluntarisme metafisis, realitas dalam intinya yang terdalam
adalah kehendak (Schopenhauer, Eduard von Hartmann). Voluntarisme psikologis
tidak berjalan sejauh itu, akan tetapi voluntarisme psikologis sungguh
mengunggulkan kehendak atas intelek (Henry of Ghent: Intelek pasif semata-mata
dan objeknya tunduk kepada objek kehendak. Duns Scotus, dengan cara lebih
moderat: Intelek adalah sebab tambahan bagi kehendak, namun kebenaran tidak
tergantung pada kehendak). Voluntarisme psikologis biasanya diperluas sampai ke
voluntarisme teologis (hakikat keindahan adalah cinta Allah.Tatanan alam dan
12
hukum moral sebagian tergantung pada kehendak Allah).Martin Luther dan dalam
arti tertentu William Ockham menjadikan seluruh tatanan moral tergantung pada
kemauan Allah. Menurut Luther, Allah tidak bisa diketahui, sebab Dia adalah
kehendak mutlak. (Tjahjadi, Simon Petrus L. 2004 : 330-332)
c. Politics Voluntary (Sukarelawan Politik)
Sukarelawan politik adalah gerakan/aktifitas dari orang (actor)/kelompok
orang yang bersifat idependen untuk mencapai tujuan perubahan kondisi politik
yang lebih baik dengan cara mendudukung rezim, parpol atau kandidat tertentu
yang dinilai dapat membawa perubahan politik yang lebih baik (demokratis, adil,
sejahtera,dll). Gerakan ini berusaha menciptakan suasana politik dan
kemasyarakatan yang lega (Kleden,Ignas: Kembalinya Voluntarime Dalam
Politik: Tempo 15 -21 Desember 2014).
2.1.3. Pengertian Political Voluntarism (Kesukarelaan Dalam Berpolitik)
Dalam pedoman Riset KPU tentang political vluntarism kesukarelaan
berpolitik (2015:2) dijelaskan bahwa political vluntarism/kesukarelaan berpolitik
berpengaruh luas dalam kehidupan berpolitik. Absennya kesukarelaan warga dapat
merusak sendi-sendi demokrasi. Dalam jangka pendek, biaya politik mahal menjadi
resiko yang harus ditanggung karena segalanya serba berbayar. Dalam jangka panjang,
korupsi menjadi virus endemik yang pasti menyerang. Sebaliknya, tatanan demokrasi
akan semakin kuat apabila kesukarelaan warga tumbuh dan hidup dalam masyarakat.
Jadi berdasarkan uraian di atas, maka dapat diketahui bahwa political
vluntarism/kesukarelaan berpolitik merupakan aksi yang didasari oleh kemauan yang
13
bebas, atau dalam arti lain merupakan aksi yang dibuat secara bebas tanpa paksaan
dalam berpolitik warga negara.
2.2. Pemilu
2.2.1. Pengertian Pemilu
Pemilihan Umum (pemilu) merupakan sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat
dimana rakyat dapat memilih pemimpin politik secara langsung. Yang dimaksud
dengan pemimpin politik disini adalah wakil-wakil rakyat yang duduk di lembaga
perwakilan rakyat (parlemen) baik di tingkat pusat maupun daerah dan pemimpin
lembaga eksekutif atau kepala pemerintahan seperti presiden, gubernur, atau
bupati/walikota (Modul Pendidikan Pemilih KPU RI, Buku 1, 2010:1).
2.2.2. Sistim Pemilu
a. Sistim Distrik
Sistim Distrik biasa disebut juga single member constituency. Pada intinya sistim
distrik merupakan sistim pemilihan dimana suatu negara dibagi menjadi beberapa
daerah pemilihan (distrik) yang jumlahnya sama dengan jumlah wakil rakyat yang
akan dipilih dalam suatu lembaga perwakilan.
b. Sistim Proporsional
Sistim proporsional pada dasarnya lahir untuk menjawab kelemahan dari sistim
distrik. Sistim proporsional merupakan sistim pemilihan yang memperhatikan
proporsi atau perimbangan antara jumlah penduduk dengan jumlah kursi di suatu
daerah pemilihan. Dengan sistim ini, maka dalam lembaga perwakilan, daerah
yang memiliki penduduk yang lebih besar akan memperoleh kursi lebih banyak di
suatu daerah pemilihan, begitu pun sebaliknya.
14
c. Sistim Campuran
Sistim ini menggabungkan kedua sistim yang telah dijelaskan terdahulu (sistim
distrik dan sistim proporsional) dimana setengah dari anggota parlemen dipilih
melalui sistim distrikdan setengahnya lagi melalui mekanisme proporsional
sehingga pada gilirannya akan ada keterwakilan sekaligus terdapat kesatuan
geografis. (Modul Pendidikan Pemilih KPU RI, Buku 1, 2010:3)
2.2.3. Sejarah Pemilu di Indonesia
a. Pemilu Tahun 1955
Pemilu tahun 1955 merupakan pemilu yang pertama dalam sejarah bangsa
Indonesia. Waktu itu Republik Indonesia berusia 10 tahun. Pemilihan Umum yang
diadakan sebanyak dua kali yaitu pertama pada tanggal 29 September 1955 untuk
memilih anggota DPR dan kedua pada tanggal 15 Desember 1955 untuk memilih
anggota konstituante.
Sejak berdirinya negara Indonesia, Bapak Hatta telah memikirkan untuk
segera melakukan pemilu sesuai maklumat X tanggal 3 November 1945. Tidak
terlaksananya pemilu pertama pada bulan Januari 1946 seperti yang diamanatkan
oleh Maklumat 3 Nopember 1945, paling tidak disebabkan 2 (dua) hal yaitu
belum siapnya pemerintah baru, termasuk dalam penyusunan perangkat UU
Pemilu dan belum stabilnya kondisi keamanan negara akibat konflik internal antar
kekuatan politik yang ada pada waktu itu, apalagi pada saat yang sama gangguan
dari luar juga masih mengancam. Dengan kata lain para pemimpin lebih
disibukkan oleh urusan konsolidasi.
15
Pemilu tahun 1955 memilih 257 anggota DPR dan 514 anggota
konstituante (harusnya 520 anggota, namun irian barat memiliki jatah 6 kursi,
tidak melakukan pemilihan) dengan 29 jumlah partai politik dan individu yang
ikut serta. Pemilu ini dilaksanakan pada pemerintahan perdana menteri
Burhanuddin Harahap, setelah menggantikan Perdana Menteri Ali Sastromidjojo
yang mengundurkan diri.
b. Pemilu Tahun 1971
Setelah pemilu pertama tahun 1955, Indonesia baru melakukan pemilu kembali
pada tanggal 5 Juli 1971, pertama di jaman Orde Baru dibawah pemerintahan
Presiden Kedua Indonesia, Bpk (alm) Soeharto. Pada pemilu kali ini, terdapat 9
partai politik dan 1 organisasi masyarakat yang berpartisipasi.
c. Pemilu Tahun 1977 – 1997
Pemilu pada periode ini, dilakukan setiap 5 tahun sekali, mulai tahun 1977, 1982,
1987, 1992, dan 1997 dengan 3 peserta yaitu Golongan Karya (GolKar), Partai
Demokrasi Indonesia (PDI), dan Partai Pembangunan Persatuan (PPP). Peserta
pemilu kali ini lebih sedikit dibanding pemilu sebelumnya. Ini terjadi setelah
sebelumnya pemerintah bersama-sama dengan DPR berusaha menyederhanakan
jumlah partai dengan membuat UU No. 3 Tahun 1975 tentang Partai Politik dan
Golkar. Kedua partai itu adalah Partai Persatuan Pembangunan atau PPP dan
Partai Demokrasi Indonesia atau PDI) dan satu Golongan Karya atau Golkar.
Dalam setiap kali digelar pemilu, partai golkar selalu menduduki peringkat
pertama perolehan kursi di DPR dengan meraih lebih dari 62% suara dalam setiap
gelaran pemilu, diikuti oleh PPP dan terakhir PDI.
16
Setelah Presiden Soeharto dilengserkan dari kekuasaannya pada tanggal 21
Mei 1998 jabatan presiden digantikan oleh Wakil Presiden Bacharuddin Jusuf
Habibie. Atas desakan publik, Pemilu yang baru atau dipercepat segera
dilaksanakan, sehingga hasil-hasil Pemilu 1997 segera diganti. Kemudian ternyata
bahwa Pemilu dilaksanakan pada 7 Juni 1999, atau 13 bulan masa kekuasaan
Habibie. Pada saat itu untuk sebagian alasan diadakannya Pemilu adalah untuk
memperoleh pengakuan atau kepercayaan dari publik, termasuk dunia
internasional, karena pemerintahan dan lembaga-lembaga lain yang merupakan
produk Pemilu 1997 sudah dianggap tidak dipercaya. Hal ini kemudian
dilanjutkan dengan penyelenggaraan Sidang Umum MPR untuk memilih presiden
dan wakil presiden yang baru. Pemilu ini dilakukan untuk memilih anggota DPR,
DPRD Tingkat I, dan DPRD Tingkat II.
d. Pemilu Tahun 1999
Pemilu tahun 1999 merupakan pemilu pertama sejak zaman orde baru runtuh dan
dimulailah era reformasi di Indonesia. Setelah tahun 1999, Indonesia pun kembali
melakukan pemilu setiap lima tahun sekali secara langsung. Bahkan pemilu 2004
merupakan pemilu pertama kali di Indonesia dimana setiap warga negara
Indonesia yang mempunyai hak pilih, dapat memilih langsung presiden dan
wakilnya selain pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD Tingkat I, dan DPRD
tingkat II. Selain itu, sejak pemilu 2004, juga dilakukan pemilihan Dewan
Perwakilan Daerah (DPD). Pada pemilu tahun 2004 dan 2009, ditetapkan
parliamentary threshold (PT) sebesar 2.5%. Apabila partai politik yang
17
memperoleh suara dengan persentase kurang dari 2,50% tidak berhak memperoleh
kursi di DPR.
e. Pemilu Tahun 2004 – 2014
Sejak pemilu tahun 2004 sampai dan puncaknya pada pemilu tahun 2014, seluruh
rakyat Indonesia kembali akan melakukan pesta demokrasi terbesar yaitu
pemilihan umum untuk menentukan tidak hanya anggota DPR, DPRD Tingkat 1,
DPRD Tingkat 2, dan DPD, tetapi juga memilih presiden dan wakil presiden
negeri ini. Pemilu legislatif akan dilakukan pada tanggal 09 April 2014 dan
pemilu presiden akan dilakukan pada tanggal 09 Juli 2014. Khusu Pemilu
Legislatif tahun 2014, dalam pelaksanaannya, terdapat 12 partai politik skala
nasional dan 3 partai lokal khusus untuk Provinsi Nangroe Aceh
Darrusalam.(kpu.go.id, 18 Juli 2015).
2.3. Pengertian Organisasi Kepemudaan
2.3.1. Organisasi
Pengertian organisasi pada dasarnya bermacam-macam. Menurut Kemala
et.al.(2004), terdapat dua teori penstrukturan, teori pertama (Negotiated-order theory)
berlandaskan pada pengertian struktur yang pertama yaitu struktur dinyatakan sebagai
suatu hubungan formal yang abstrak, yang membatasi bagaimana tingkah laku sosial
kita sehari-hari sedangkan teori kedua (Structuration) berlandaskan pada pengertian
struktur yaitu sebagai suatu perilaku, interaksi, kebiasaan, dan perasaan yang teratur
dan berpola. Pengertian kedua ini sangatlah bertentangan dengan pengertian pertama,
dimana pengertian pertama melihat struktur sebagai suatu aksi atau tindakan yang
berdiri sendiri dan sulit untuk dimengerti, pengertian kedua melihat bahwa struktur itu
18
merupakan suatu aksi atau tindakan yang sudah jelas dan dapat dimengerti. Walaupun
kedua teori ini berbeda, namun pada dasarnya mereka sama-sama melihat struktur
sebagai suatu proses dan bentuk, sehingga dapat disimpulkan bahwa struktur dapat
dilihat sebagai alur tindakan atau aksi yang secara teratur dan sebagai tradisi yang
sudah terbentuk yang merefleksikan dan membatasi tindakan atau aksi tersebut.
Dengan penjelasan ini, maka teori penstrukturan melibatkan penyelidikan
bagaimana perilaku dasar institusi dan aksi saling membentuk dan mempengaruhi satu
sama lainnya. Dari penjelasan-penjelasan di atas, didapatkan kesimpulan bahwa
sekuensial perubahan struktur (teori penstrukturan) dipengaruhi oleh institusi dan aksi
secara bersamaan (paralel). Institusi menjadi awal tolak ukur perubahan struktur,
sedangkan aksi menjadi batasan perubahan struktur tersebut.
Secara umum, terdapat beberapa prinsip dasar organisasi (Sutarto, 1999)
sebagai berikut :
1. Perumusan tujuan yang jelas
Sebuah organisasi yang didirikan tentunya mempunyai tujuan yang ingin dicapai.
Tujuan tersebut harus dirumuskan secara jelas agar dapat dipahami oleh anggota
organisasi. Hal ini dapat menambah keyakinan dan motivasi anggota organisasi
dalam menjalankan tugas. Dan anggota organisasi dapat mengetahui beberapa hal
antara lain :
a. Hal-hal yang diharapkan organisasi dari anggota masing-masing.
b. Hal-hal yang diharapkan anggota dari organisasi.
c. Kesesuaian tujuan organisasi dengan tujuan pribadi anggota.
19
2. Pembagian tugas pekerjaan
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam organisasi sangat banyak. Hal ini
memerlukan pembagian tugas pekerjaan, baik dalam satuan-satuan organisasi, dan
sub unit sampai dalam satuan pelaksana. Pembagian tugas ini dimaksudkan untuk
meringankan beban masing-masing anggota. Jadi pembagian tugas pekerjaan
merupakan aktivita untuk membagi tugas pekerjaan kedalam satuan tertentu atau
dalam bagian-bagian yang khusus.
3. Delegasi kekuasaan
Adalah penyerahan sebagian hak untuk mengambil tindakan yang diperlukan, dari
atasan kepada bawahan atau dari karyawan yang sederajat dalam suatu organisasi.
4. Rentangan kekuasaan
Adalah asas yang berkenaan dengan penentuan jumlah bawahan atau tanggung
jawab yang harus berada di bawah pengawasan pimpinan.
5. Tingkatan tata jenjang
Adalah jumlah tingkatan menuntut kedudukan dari atas ke bawah yang tiap-tiap
tingkatan terdapat pejabat dengan tugas, wewenang dan tanggung jawab tertentu.
6. Kesatuan perintah dan tanggung jawab
Adalah perintah dan tanggung jawab yang diterima setiap pelaksana hanya dari
satu atasan saja sehingga saluran komunikasinya tegas.
7. Koordinasi
Adalah kondisi keharmonisan hubungan orang-orang dan pekerjaannya dalam
kerjasama yang selaras dan serasi yang diarahkan pada pencapaian tujuan.
Koordinasi dapat dilakukan dengan :
20
a. Integrasi : usaha menyatu padukan unsur kegiatan sehingga tercipta kesatuan
yang utuh.
b. Simplifikasi : usaha membuat pekerjaan yang ruwet menjadi mudah.
c. Sinkronisasi : upaya menciptakan hubungan selaras, serasi dan seimbang antar
orang-orang dalam organisasi
2.3.2. Organisasi Kepemudaan
Dalam organisasi kepemudaan tercantum suatu tujuan yang harus dicapai sesuai
dengan bentuk organisasi tersebut bergerak pada bidang apa dan bagaimana cara
kerjanya. Bila dilihat dari tujuan organisasi kepemudaan yang ada pada saat awal
kemerdekaan, suatu organisasi pemuda hanya bergerak dalam pendidikan dan seni
budaya dan tidak terlalu jauh dari pada itu. Seperti halnya pada organisasi Boedi
Oetomo yang direkrut sebagai angota hanya terbatas dalam suatu wilayah. Namun
seiring dengan berjalanya waktu suatu oraganisasi berubah dan berkembang tujuannya
dan terbuka mengenai hal-hal yang bersifat umum, namun suatu oraganisasi di tuntut
untuk sangat peka terhadap lingkungan, kebijakan pemerintah, aparatur Negara, sosial
dan keagamaan.
Selain itu, organisasi kepemudaan juga merupakan lembaga nonformal yang
tumbuh dan eksis dalam masyarakat antara lain ikatan remaja masjid, kelompok pemuda
(karang taruna) dan sebagainya (Warastuti, 2006). Pengertian lain menyatakan
organisasi kepemudaan adalah organisasi sosial wadah pengembangan generasi
sehingga pada gilirannya organisasi kepemudaan memiliki tujuan terarah yang sesuai
dan diharapkan menjadi wadah komunikasi dan pemersatu generasi muda, sebagai
wadah penempatan diri bagi generasi muda.
21
2.3.3. Organisasi Kepemudaan Bidang Keagamaan
a. Orang Muda Katolik (OMK)
Yang dimaksud dengan OMK menurut Pedoman Karya Pastoral Kaum
Muda (PKPKM) yang dikeluarkan Komisi Kepemudaan KWI adalah mereka yang
berusia 13 s.d. 35 tahun dan belum menikah, sambil tetap memperhatikan situasi
dan kebiasaan masing-masing daerah. OMK mencakup jenjang usia remaja, taruna
dan pemuda.
Kaum muda (youth) adalah kata kolektif untuk orang yang berada pada
rentang umur 11-25 tahun. Sedangkan Komisi Kepemudaan mengambil batas 13-35
tahun. Rentang umur ini merujuk pada buku “Pendidikan Politik Bagi Generasi
Muda dan Keputusan Badan Koordinasi Penyelenggaraan Pembinaan dan
Pengembangan Generasi Muda No. 01/BK tahun 1982 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Pendidikan Politik Bagi Generasi Muda” yang dikeluarkan oleh
Kantor Menpora tahun 1985.
Rentang umur tersebut menunjukkan bahwa kaum muda terdiri atas usia
remaja sampai dengan dewasa awal. Rentang umur tersebut dikategorisasi lebih
rinci demi efektivitas pendampingan . Kategorisasi tersebut sebagai berikut:
1. Kelompok usia remaja (13 - 15 tahun)
2. Kelompok usia taruna (16 - 19 tahun)
3. Kelompok usia madya (20 - 24 tahun)
4. Kelompok usia karya (25 - 35 tahun)
Dalam pendampingan OMK harus dipandang sebagai pribadi yang sedang
berkembang. Mereka memiliki ciri khas dan keunikan yang tak tergantikan,
22
kualitas, bakat dan minat yang perlu dihargai. Mereka mempunyai perasaan, pola
pikir, tata nilai dan pengalaman tertentu, serta masalah dan kebutuhan yang perlu
dipahami. Mereka memiliki hak dan kewajiban, tanggung jawab dan peran
tersendiri yang perlu diberi tempat. Semua itu merupakan potensi untuk
dikembangkan dalam proses pembinaan, sehingga kaum muda dapat berperan aktif-
positif dalam kehidupan Keluarga, Gereja dan Masyarakatnya.
Hendaknya OMK diberi kemungkinan, kesempatan, kepercayaan dan
tanggung jawab sebagai subyek dan pelaku utama proses bina diri dan saling bina.
Mereka bukan lagi bejana kosong yang perlu diisi atau lilin yang harus dibentuk
menurut selera para pembina. Dengan demikian, segala bentuk pembinaan yang
sifatnya menggiring, mendikte, mengobyekkan dan memperalat kaum muda demi
suatu kepentingan di luar perkembangan diri mereka dan peran serta tersebut di atas
haruslah dihindari dan dihilangkan. Hakekat pembinaan kaum muda, sebagai karya
pastoral, adalah pelayanan dan pendampingan.
Secara teritorial OMK, sebagai umat muda dalam suatu paroki adalah
OMK paroki, walaupun mereka dapat juga menjadi anggota pelbagai
wadah/kelompok/organisasi/gerakan kategorial sesuai minat, bakat dan keinginan
mereka. Dengan demikian, dimanapun mereka aktif dan melibatkan diri, bahkan
juga bila sama sekali belum aktif, secara teritorial merupakan warga paroki
setempat dengan OMK paroki sebagai “home base” (pangkalan induk) mereka.
Oleh karena itu, OMK haruslah menjadi basis pembinaan serta sumber inspirasi dan
motivasi untuk keterlibatan dalam berbagai wadah/ kelompok/organisasi/gerakan
kategorial, baik intern maupun ekstern gerejawi. Apabila konsep akomodatif OMK
23
ini dipahami, maka pelbagai wadah/kelompok/organisasi/gerakan kaum muda
katolik dalam berbagai tingkatan tidak perlu saling menganggap sebagai pesaing
apalagi ancaman, melainkan justru sebagai kekayaan dan kekuatan OMK.
b. Remaja/Pemuda Masjid (REMAS)
Remaja masjid adalah perkumpulan pemuda masjid yang melakukan
aktivitas sosial dan ibadah di lingkungan suatu masjid. Pembagian tugas dan
wewenang dalam remaja masjid termasuk dalam golongan organisasi yang
menggunakan konsep Islam dengan menerapkan asas musyawarah, mufakat, dan
amal jama'i (gotong royong) dalam segenap aktivitasnya. Di Indonesia, organisasi
pemuda remaja masjid seperti BKPRMI (Badan Komunikasi Pemuda remaja
Masjid Indonesia, Tahun berdiri 1977), JPRMI (Jaringan Pemuda Remaja Masjid
Indonesia, tahun berdiri 2003).
Terdapat dua jenis organisasi kepemudaan Agama Islam yaitu Remaja
Masjid dan Pemuda Masjid. Remaja Masjid memiliki kriteria rentang umur antara
Usia 15 - 25 tahun, hanya Mampu menjadi Muadzin dan pembaca Acara Hari Besar
Islam, serta hanya mampu membantu manajerial Dakwah dalam upaya
memakmurkan Masjid. Sedangkan Pemuda Masjid memiliki kriteria usia antara
Usia 25 - 40 tahun dan telah mampu menjadi Imam dan Khatib Salat Jama'ah serta
memiliki kemampuan manajerial secara fiqud Dakwah Islamiyah.
Komposisi yang mengisi struktur organisasi pengurus REMAS dan Pemuda
Masjid yang lengkap umumnya terdiri dari Ketua Umum, Ketua Bidang Pembinaan
Anggota, Ketua Bidang Kemasyarakatan, Ketua Bidang An-nisa', Sekretris Umum,
Bendahara Umum, Wakil Sekum Bidang Pembinaan anggota, Wakil Sekum Bidang
24
Kemasyarakatan, Wakil Sekum Bidang An-Nisa', Wakil Bendahara Umum,
Departemen Dakwah, Departemen Pendidikan & Olahraga, Departemen
Perpustakaan, Departemen Mading & Buletin (Jurnalistik), Departemen Humas,
Departemen Sosial, dan Departemen An-Nisa'.
c. Organisasi Kepemudaan GMIT
Jabatan Keorganisasian menurut tata aturan Gereja Masehi Injili Di timor
(GMIT) Jabatan keoganisasian lingkup jemaat terdiri atas Jabatan pada kemajelisan,
Jabatan pada badan pembantu pelayanan (BPP) dan Jabatan pada penbantu
pelayanan (UPP).
Jabatan kemajelisan berpola pada dan pada prinsip presbiterialsinodal yaitu
dilaksanakan secara kolektif dengan jiwa saling menunjang dan saling melengkapi
sebagai wujud tanggung jawab timbal balik antara jemaat, klasis dan sinode.
Kemudian Jabatan pada badan pembantu pelayanan (BPP) dibentuk oleh
persidangan majelis jemaat atas rekomendasi persidangan untuk membantu
penyelenggaran pelayanan oleh majelis dalam bidan tertentu. Sedangkan Jabatan
pada unit pembantu pelayanan (UPP) dibentuk oleh majelis jemaat sebagai unit
pelayanan lingkup jemaat unutk melaksanakan tugas majelis jemaat pada kategorial
dan funsional dan profesional tertentu.
Pejabat pada kemajelisan dan pejabat pada badan pembantu pelayanan
(BPP) adalah prebister sedangkan pejabat pada unit pembantu Pelayanan (UPP)
diangkat oleh prebister dan/atau anggota jemaat non prebister.
Majelis jemaat adalah badan pelayanan jemaat yang menjalakan funsi
keorganisasian yang memimpin dan mengoordinasikan pelayanan jemaat. Anggota
25
majelis jemaat terdiri dari semua anggota sidi jemaat dan telah dipilih dan
ditabiskan dalam pelayanan penatua, diaken dan pengajar ditambah pendeta yang
ditempatkan oleh MS GMIT. Majelis jemaat terbentuk sesudah pentabisan penatu
dan diaken serta pengajar. Majelis jemaat terbentuk diri dan pelaksanaan tugas
kepemimpinan dalam rapat majelis jemaat. Menurut aturan seharusnya majelis
jemaat mengadakan rapat paling kurang tiga kali setahun. Diluar majelis jemaat
tidak berfunsi.
Sebagai badan pemimpin jemaat maka majelis jemaat memiliki dua tugas
penting yaitu merencanakan kepemimpinan dan pelayanan serta mengakomodir
pelaksanakan pelayanan. Dalam jemaat. Kedua tugas itu dilaksanakan melalui
persidangan majelis jemaat. Supaya sidang majelis jemaat dapat berlangsung
dengan baik maka sinode GMIT menetapkan asa kerja yaitu presbiterial – sinodal
yang menekankan kemajelisan, kebersamaan, kesetaraan dalam pemusyaaratan, jadi
dalam sistim presbiterial sinodal, sidang merupakan kata kunci bagi kebersamaan
yang mencari dan merumuskan kehendak Allah Tritungal.
Dalam praktek ada kendala dalam melaksanakan asas presbiterial sinodal
antara lain usia dan usia kerja dalam jemaat, budaya (soal gender) kendala sosial
(jabtan dalam masyarakat asli dan pendatang) Hasil rapat jemaat umumnya
dituangkan dalam program pelayanan dilengkapi APBJ dan dan keputusan non
program yang menyangkut hal teknis kepemimpinan dan koordinasi dan kebijakan
lainya.
Materi rapat untuk meyusun program diperoleh, sebagai konsep, dari
majelis jemaat harian , UPP kategorial-funsional,profesional. Dll. Untuk
26
kelancaraan tugas tugas kepemimpinan dan pelayanan maka majelis jemaat
menetapkan, menata dan membentuk hal-hal yang menunjang pelaksanaan
pelayanan yaitu menata jemaat dan rayon .
Menetapkan adanya kantor dan sistim kerja di kantor dan tenaga tata usaha
serta fasilitas penunjangnya. Mengatus pembagian tugas para pendeta (kalau lebih
dari satup pendeta menetapkan pengajar, penatua diaken ditiap rayon.
Merencanakan bentuk pelayanan lain sesuai kebutuhan dalam jemaat. Dan dalam
masyarakat.
Majelis jemaat membatu mejelis jemaat harian untuk melaksanakan tugas
kepemimpinan sehari-hari. Majelis jemaat majelis jemaat harian bertanggung jawab
kepada majelis jemaat pada persidangan MJ. Dengan kata lain majelis jemaat
harian adalah alat kerja majelis jemaat dan bertanggung jawab kepada mejelis
jemaat.sekali pun mejellis jemaat harian juga memiliki kewenangan unutk
memutuskan hal-hal yang belum diatur oleh majelis jemaat dengan kewajiban
untuk melaporkan kepada mejelis memaat dalam rapat berikut.
Tugas mejelis jemaat harian adalah melaksanakan tugas administrasi MJ,
memimpin dan mengawasi pelaksanaan progaram pelayanan jemaat,
mengkoordinasi pelaksanaan tugas, UPP, mentusun konseb anggaran dan
pendapatan jemaat, megelola dan mengawasi pembendaharaan GMIT. Yang ada di
jemaat, merencanakan dan melaksanakan sidang MJ, dan persidangan jemaat.
Teknis nya dapat dirinci sebagai berikut : menyipkan alak kerja (buku catatan),
mejelaskan alur laporan kerja dan hasih kerja penatua diaken di rayon, mengawasi
pelayanan rayon, menyiapkan alat kerja bagi UPP kategorial, funsional, temaksuk
27
keuangan untuk dibukukan, meminta laporan pelayanan dan hasil pelayanan dari
rayon da UPP, kategorial, funsional termaksud keuangan unutk di bukukan,
mengadakan hubungan kerja dan menyelaisaikan tugas-tugas kejemaatan dengan
dengan jemaat GMIT. Lainya, dengan mejelis klasik dan mejelis sinode, mengelola
dan melaksanakan pelayanan yang diadakan terousat digedung ibadah ( kebaktian
hari minggu, pelayanan sakramen, pelayanan khusus) dan bersama dengan penatua
diaken yang bertugas di rayon, mengatur pelayana khusus, di rayon, mengeatur dan
menyebar informasi pelayanan, menerima dan meyebar informasi pelayanan,
menerima dan melayani permintaan warga dibidang organisasi administrasi,
mempersiapkan segala hal, bagi lancarnya rapat mejelis jemaat, waktu, tempat dan
agenda rapat.
Materi rapat seperti surat masuk surat keluar, mesalah yang hendak dibahas
termaksud meminta konseb program dari UPP kategorial dan funsional, dari
penatua diaken di rayon, dari penatuan dan diaken dirayon, dan menyatukannya
sebagai konseb PP Jemaat. Untuk kelancaraan tugas mejelis jemaat harian
mengadakan rapat majelis harian sekurang kurangnya sekali sebulan.
Penatua dalam GMIT memiliki tugas antara lain bersama dengan pendeta
melaksanakan panca pelayanan, melaksankan kunjungan rumah tangga dan
pelayanan pastoral secara mandiri dan/atau bersama dengan pejabat pelayanan
lainya, ikut menjaga dan memelihara keuntuhan dan persekutuan jemaat sebagai
keluarga Allah, ikut melaksanakan pelaynan terhadap kelopok keterogial dan
funsional, memimpin kebaktian dan pemahanan alkitabiah di rumah tangga, serta
memimpin kebaktian orang mati.
28
Penatua melaporkan pertanggung jawapkan kepada Tuhan dan melaporkan
pelaksanaan tugasnya melalui laporan majelis jemaat kepada persidangan jemaat.
Sedangkan wewenang diaken antara lain melaksanakan pelayanan kasih, dalam
dalam berbagai bentuk yaitu diakonia karikatif dan tranformasi, mengikuti
persidangan jemaat dan turut mengambil keputusan, serta mengemban jabatan
keorganisasian dalam majelis jemaat. Selain itu, Diaken bertugas untuk bersama
dengan pendeta melaksanakan panca pelayanan, mendoakan, dan merawat anggota
jemaat yang sakit, mengoganisasian pemberian bantuan bagi kaum miskin di dalam
dan diluar jemaat, memfasilitasi pemberdayaan ekonomi anggota jemaat, bekerja
sama dengan berbagai pihak didalam dan dilluar jemaat unutk menjelangaraan
pendidikan formal dan informal dalam jemaat, serta mengoganisasikan bantuan
hukum dan afokasi bagi korban kekerasan, ketidakadilan dan penindasan, serta
pemberdayaan dan pedampingan hak-hak mayarakat baik yang berada didalam dan
diluar jemaat.
Selain Diaken, juga terdapat jabatan pengajar yang memiliki kewenangan
untuk melaksanakan kegiatan pengajaran dalam jemaat, mengikuti persidangan
jemaat dan turut mengambil keputusan, mengawasi ajaran dalam jemaat, serta
mengemban jabatan keorganisasian dalam mejelis jemaat. Sedangkan tugas
pengajar adalah bersama-sama dengan pendeta unutk melaksanakan panca
pelayanan, mengorganisasikan pelayanan pengajaran dalam jemaat, melaksanakan
pengajaran iman kristen bagi anggota sidi dan kelompok kategorial funsional, serta
bersama pendeta mempersiapkan dan membahas bahan-bahan peengajaran bagi
anggota jemaat, terutama PAR dan katekasasi.
29
2.3.4. Pengertian Kabupaten
a. Pengertian Pemerintah Kabupaten
1) Pemerintah Kabupaten
Pemerintah daerah dalam penyelenggaraan pemerintah daerah memegang
peranan yang paling utama disamping faktor nasyarakat, wilayah, maupun modal
kerja. Di Indonesia, penyelenggaraan pemerintah daerah didasarkan pada prinsip–
prinsip pemberian otonomi yang nyata dan bertanggung jawab, yang dalam
pelaksanaannya dilakukan bersama – sama dengan atas desentralisasi, asas
dekonsentrasi dan atas asas tugas perbantuan. Prinsip dasar hukum berdirinya
pemerintah daerah tercantum dalam Undang - Undang Dasar1945 pasal 18
berbunyi :
Pembagian daerah di Indonesia atas daerah besardan kecil dengan bentuk susunan
pemerintahannya ditetapkan dengan Undang – Undang dengan mengingat dan
memandang dasar permusyawaratan dalam sistim pemerintahan Negara dan hak–
hak asal–usul dalam daerah daerah yang bersifat istimewa.
Untuk pelaksanaan pemerintah di daerah, maka diterbitkan Undang–
Undang No 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, pasal 2 ayat 1
menyatakan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah–
daerah Propinsi dan daerah propinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota yang
masing masing mempunyai pemerintahan daerah dengan tugas antara lain sebagai
berikut :
a) Mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi
dan tugas pembantuan.
30
b) Menjalankan otonomi seluas – luasnya kecuali urusan pemerintahan yang
menjadi urusan pemerintah, dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat, pelayanan umum, dan daya saing daerah.
c) Pemerintah daerah dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan memiliki
hubungan dengan pemerintah dan dengan pemerintah daerah lainnya.
d) Hubungan tersebut meliputi hubungan wewenang, keuangan, pelayanan
umum, pemanfaatan sumber daya alam, dan sumber daya lainnya.
e) Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam, dan
sumber daya lainnya dilaksanakan secara adil dan selaras.
f) Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam, dan
sumber daya lainnya menimbulkan hubungan administrasi dan kewilayahan
antarsusunan pemerintahan.
g) Negara menghormati dan mengakui satuan – satuan pemerintahan daerah
yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang –
undang.
h) Negara mengakui dan menghormati kesatuan – kesatuan masyarakat hukum
adat beserta hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan
perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Menurut Undang–Undang No 32 Tahun 2004, daerah otonom, selanjutnya
disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas
wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi
masyarakat dalam sistim Negara Kesatuan Republik Indonesia. Untuk mengetahui
31
suatu daerah mampu mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri, terdapat
beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain :
(1) Kemampuan struktural organisasi, yaitu struktur organisasi pemerintahan
daerah yang mampu menampung segala aktivitas dan tugas – tugas yang
menjadi tanggung jawabnya.
(2) Kemampuan aparatur pemerintah daerah, aparat pemerintah mampu
menjalankan tugasnya dalam mengatur dan mengurus rumah tangga daerah,
keahlian, moral, disiplin, dan kejujuran dapat menunjang tercapainya tujuan
pemerintah daerah.
(3) Kemampuan mendorong partisipasi masyarakat, maksudnya dengan struktur
organisasi dan kemampuan aparat pemerintah daerah menginginkan rakyat
mau berperan serta dalam kegiatan pembangunan.
(4) Kemampuan keuangan daerah, hal ini berkaitan dengan tercapainya semua
kegiatan guna mencapai tujuan tertentu dan memerlukan biaya yang tidak
sedikit, untuk itu diharapkan untuk itu pemerintah diharapkan mampu
membiayai semua kegiatan sebagai pelaksanaan pengaturan dan pengurusan
rumah tangga sendiri.
2) Kabupaten Manggarai Timur
a. Dasar Hukum Pembentukan Kabupaten dan Letak Geografis Kabupaten
Manggarai Timur
Kabupaten Manggarai Timur merupakan hasil pemekaran dari
kabupaten Manggarai,tepatnya pada tanggal 11 Nopember 2007. Secara
formal-legal, pembentukan Kabupaten Manggarai Timur ditetapkan dengan
32
Undang–Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2007 tentang
Pembentukan kabupaten Manggarai Timur (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun2007 Nomor 102, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4725),dengan demikian Kabupaten Manggarai Timur
menjadi salah satu Kabupaten dari Propinsi Nusa Tenggara Timur.
Secara Astronomis Kabupaten Manggarai Timur terletak antara 08°,
14’- 09°,00 Lintang Selatan dan 120°, 20’-120°, 55’ Bujur Timur, dan
berdasarkan posisi georgafisnya,kabupaten Manggarai Timur memiliki batas-
batas sebagai berikut :
Sebelah Utara : Laut Flores
Sebelah Selatan : Laut Sawu
Sebelah Timur : Kabupaten Ngada
Sebelah Barat : Kabupaten Manggarai
Pola topografi ini sedikit banyak mempengaruhi bentuk tata guna
lahan yang ada sebagai berikut :
Daerah Timur hingga barat kota Borong terutama sepanjang jalan lintas
Flores merupakan daerah pemukiman penduduk dimana daerah ini
mempunyai tingkat kemiringan yang relatif agak rendah.selain itu
disekitar pemukiman penduduk dimanfaatkan oleh warga untuk lahan
pertanian,seperti membuat sawah.
Lahan dengan tingkat kemiringan Tinggi yang berada di Utara,Kota
Borong adalah daerah kawasan hutan lindung,disamping itu merupakan
kawasan perkebunan kemiri,kopi dan cocoa,vanili.
33
b. Pertumbuhan Penduduk
Jumlah Penduduk suatu suatu daerah menjadi salah satu tolak ukur
pemerintah daerah dalam mengambil berbagai kebijakan strategis dalam
pembangunan. Dengan data kependudukan yang benar, akurat dan dapat
dipertanggungjawabkan, akan memperbesar tingkat keberhasilan suatu
kebijakan yang nantinya tepat guna dan tepat sasaran.
Jumlah penduduk Kabupaten Manggarai Timur berdasarkan hasil
sensus penduduk tahun 2010 adalah sebesar 258.931 orang, yang terdiri atas
128.375 laki-laki dan 130.556 perempuan. Penyebaran penduduk Kabupaten
Manggarai Timur masih bertumpu di Kecamatan Borong yakni sebesar
59.867 orang atau 23,12 persen, kemudian diikuti oleh Kecamatan Poco
Ranaka sebesar 59 193 orang atau 22,86 persen,kemudian Kecamatan Kota
Komba sebesar 48 898 orang atau 18,88 persen dan kecamatan lainnya di
bawah sepuluh persen.
c. Luas Wilayah
Luas wilayah KabupatenManggarai Timur sekitar 2.518,55 kilometer persegi
atau 100,00% yang didiami oleh 258.391 orang maka rata-rata tingkat
kepadatan penduduk Kabupaten Manggarai Timur adalah sebanyak 80 orang
per kilometer persegi. Kecamatan yang paling tinggi tingkat kepadatan
penduduknya adalah Kecamatan Borong yakni sebanyak 565 orang per
kilometer persegi sedangkan yang paling rendah adalah Kecamatan
Lambaleda yakni sebanyak 34 orang per kilometer persegi.
34
d. Persebaran Kepadatan Penduduk
Distribusi penduduk Kabupaten Manggarai Timur dapat dikatakan
tersebar tidak secara merata untuk masing-masing kecamatan. Kecamatan
dengan jumlah penduduk paling banyak adalah Kecamatan Borong dengan
59.876 jiwa (23,12%), sedangkan Kecamatan Sambi Rampas merupakan
kecamatan dengan jumlah penduduk paling sedikit yaitu27.226 jiwa
(10,51%). Kepadatan penduduk rata-rata di Kabupaten Manggarai Timur pada
Tahun 2010 adalah 102,81 jiwa/km2. Kepadatan penduduk paling tinggi
adalah di Kelurahan Rana Loba Kecamatan Borong dengan tingkat kepadatan
sebesar 5.490.jiwa/km2, sedangakan Desa Compang Congkar Kecamatan
Sambi Rampas memiliki tingkat kepadatan terendah dengan 1.167 jiwa/km2.
(Buku Putih Percepatan Perkembangan Sanitasi Permukiman Kabupaten
Manggarai Timur, 2010 : II-1).
2.3.5. Pengertian Masyarakat Adat
Masyarakat adat merupakan istilah umum yang dipakai di Indonesia untuk
paling tidak merujuk kepada empat jenis masyarakat asli yang ada di dalam negara-
bangsa Indonesia. Dalam ilmu hukum dan teori secara formal dikenal Masyarakat
Hukum Adat, tetapi dalam perkembangan terakhir, masyarakat asli Indonesia
menolak dikelompokkan sedemikian mengingat perihal adat tidak hanya menyangkut
hukum, tetapi mencakup segala aspek dan tingkatan kehidupan.
Pengertian ini tidak merujuk kepada defenisi secara tertutup tetapi lebih
kepada kepada kriteria, agar dimaksudkan untuk memberikan kesempatan yang besar
35
kepada komunitas untuk melakukan self identification/ mengidentifikasikan dirinya
sendiri.
Pengertian Menurut AMAN (Aliansi Masyarakat Adat Nusantara) pada
Kongres I tahun 1999 dan masih dipakai sampai saat ini adalah: "Komunitas-
komunitas yang hidup berdasarkan asal usul leluhur secara turun-temurun di atas
suatu wilayah adat, yang memiliki kedaulatan atas tanah dan kekayaan alam,
kehidupan sosial budaya yang diatur oleh Hukum adat dan Lembaga adat yang
mengelolah keberlangsungan kehidupan masyarakatnya”.
2.3.6.Sekilas Budaya Manggarai
Secara historis, pelaksanaan pemerintahan di wilayah Manggarai telah berjalan
sebelum kedatangan bangsa Eropa dan pengaruh kesultanan dari luar. Terdapat tiga
subjek pemerintahan yang berlaku di Manggarai yaitu Tu’a Golo, Tua’a Teno dan
Tu’a Panga. Tu’a Pangamemiliki peran memimpin Tu’a-Tu’a Kilo (Gabungan Kilo-
Kilo atau keluarga), Tu’a Teno memiliki tugas khusus berkaitan dengan pembagian
tanah masyarakat komunal dan Tu’a Golo adalah pemimpin atas seluruh Golo yang
tergabung dalam wilayah yang lebih luas.
1) Bentuk Rumah Adat Manggarai
Mbaru tembong adalah istilah untuk rumah adat manggarai baik manggarai barat
maupun manggarai timur. Mbaru tembong terdiri dari dua kata yaitu mbaru dan
tembong. Mbaru = rumah; tembong = gendang (sejenis tiffa/ketipung gendang adalah
sebuah alat kesenian daerah yang terbuat dari kulit kambing dan kayu enau/pohon aren.
Dalam tatacara membuka sebuah kampong baru, di manggarai timur biasanya
membangun mberu tembong terlebih dahulu. Letaknya harus berada ditengah nantaI
36
atau halaman umum kampong. Mbaru tembong sederhananya adalah rumah untuk
menyimpan gendang, dibeberapa tempat di manggarai raya mbaru tembong biasa juga
disebut sebagai mbaru gendang. Setelah pembangunan selesai barulah dibangun
rumah-rumah tempat tinggal lainya yang disebut mbaru pa’ang agu pepa, karena
rumah-rumah tempat tinggal ini dibangun mengelilingi mbaru tembong.
Mbaru tembong adalah sebuah bangunan besar dan harus luas, didalamnya
dibikin bilik-bilik sejumlah turunan yang mendirikan kampong halaman tersebut.
Bangunan mbaru tembong berbentuk bulat, atapnya kerucut, yang ditengah atapnya
yang tinggi dipasang kepala hewan kurban untuk diatas atap dipasang kepala kerbau
sebagai hewan kurban awal dikampung halaman tersebut, dibawah atap dipasang
sayap ayam jantan putih/ atau ayam jantan berwarna /berbulu tiga. Dalam
pembangunan mbaru tembong semua warga kampong wajib mengambil bagian,
partisipasi warga dapat berupa tenaga, pangan, laukpauk atau material lainya.
Mbaru tembong beratapkan ijuk murni, berdindingkan papan/pelupu, berbentuk
mbaru niang, yaitu rumah yang berbentuk kerucut dan tidak dibangun langsung diatas
tanah tetapi diatas tiang-tiang batu atau kayu menyerupai panggung, atapnya dibuat
dari wunut/ijik dan diujung atas atap dipasang rangga kaba atau tanduk kerbau.
Dipilihnya kerbau karena bagi orang manggarai timur kerbau memiliki peranan lebih
dalam kehidupan sehari-hari, kerbau lambang kejantanan, kebesaran dan kerbau juga
dipakai sebagai maskawin (belis) saat upacara lamaran, kerbau juga dipakai dalam
upacara besar penti atau syukuran keluarga besar kerbau juga dipakai sebagai hewan
kurban dalam acara kelas (kenduri), untuk orang yang sudah meninggal.
37
Jumlah kamar dalam mbaru tembong sesuai dengan jumlah panga atau
keluarga.Satu kepala keluarga mewakili satu panga untuk tinggal atau menjaga kamar
di mbaru temong.Mbaru tembong yang dihuni oleh lebih dari satu keluarga disebut
juga dengan mbaru neki, atau mbaru lappu artinya rumah tinggal bersama.Jumlah
panga dapat dilihat pada banyaknya kinang(kuda-kuda atap).
Pada umumnya orang yang tertua memperoleh kamar paling belakang, pintu
kamarnya menghadap kedepan.Ini merupakan tempat terhormat baginya.Bagian depan
dekat pintu masuk ditempati oleh mereka yang lebih muda sebagai symbol kadernisasi
dan mendorong peran anak cucu kepentas public. Ukuran kamar dalam mbaru
tembong sama, dan memiliki pembatas/sekat-sekat. Pada bagian tengah terdapat
ruangan yang luas yang diperuntukan untuk pertemuan atau aktivitas lainya yang
berkaitan dengan social kemasyarakatan komunitas.
Pada titik pusat dalam lingkaran mbaru tembong terdapat siri bongkok, (tiang
penyanggah utama). Didalam mbaru tembong ada juga disiapkan tempat untuk
perapian /tungku api untuk mengolah makan minum komunitas. Lengkap dengan
tungku masing-masing panga. Diatas tungku selalu ada leba/ loteng kecil untuk
menyimpan stock lauk pauk dan daging yang selalu diasapi (diawetkan secara alami)
untuk bisa disimpan dalam jangka waktu yang lama. Dihalaman depan diluar rumah
dibangun compang (mesbah) sebagai pusat kegiatan ritus-ritus adat, yang berkaitan
dengan penti, tempal, barong wae, dan dipercaya sebagai tempat yang cocok untuk
berkomunikasi dengan leluhur sebelum memulai kegiatan bercocok tanam, mohon
berkat atas bibit yang digunakan di areal pertanian, sykururan hasil panen. Compang
38
ini terbuat dari batu bersusun berbentuk melingkar, dan bahan utamanya adalah batu
kali dan batu gunung.
Ditengah-tengah compang terdapat batu yang berukuran besar untuk menutupi
bagian atas compang karena masyarakat adat manggarai timur percaya compang
adalah tempat untuk menaruh sesajian kepada Mori Kraeng (Mori Kraeng adalah
Tuhan Maha Pencipta, Maha Tahu, Maha kasih) bagi yang ada di bumi. Mori kraeng
dipahami sebagai yang punya alam semesta diperkuat dengan mantra awal setiap acara
adat.
2) Fungsi Rumah Gendang (mbaru tembong)
Mbaru tembong merupakan tempat untuk melaksanakan acara-acara adat
didalam kampung (beo), mbaru tembong juga sebagai tempat yang pertama dikunjungi
oleh tamu-tamu kalau untuk pertama kalinya datang ke kampung halaman tersebut.
Mbaru tembong juga memiliki dan menyimpan beberapa alat pertanian, alat berburu
dan kesenian setempat sebagai bagian dari budaya dan adat istiadat. Gong dan
gendang dan barang-barang pusaka lainya hanya bisa disimpan di mbaru tembong.
Dapat dimainkan pada waktu-waktu tertentu, untuk meramaikan suasana suatu acara,
bahkan gong dan gendang dibunyikan Kalau ada informasi tentang kegiatan yang
berlangsung ditengah masyarakat.pemuka adat biasanya membunyikan gong, yang
oleh anggota masyarakat dipahami dari banyak sedikitnya pukulan (bertalu-talu
artinya mendesak, tersendat-sendat artinya siap-siap, satu – tiga kali artinya sebagai
undangan untuk berkumpul. Oleh komunitas adat suara gong sama dengan panggilan
dari rumah tembong. Mbaru tembong juga dipandang sebagai tempat berlangsungnya
musyawarah adat untuk melahirkan suatu putusan (rinteng). Pengumuman dari tua
39
adat atau tua gendang tentang suatu keputusan yang sudah diikuti (disepakati) oleh
seluruh tua panga. Contoh jika terjadi masalah antara keluarga, antar kelompok, antara
etnis mbaru tembong dipakai sebagai ruangan pengadilan adat. “ ..… doong tombo,
taang palak, coom ba le tua golo, sasa sangen sala wedus sanggen nggeluk coom
tombo molor ele tua teno…” ( ini diinterpretasikan jikalau pembicaraan sudah tak ada
jalan antara yang bermasalah, sebaiknya diselesaikan di mahkamah adat; supaya
menyelesaikan semua perkara dengan adil dan jujur, untuk mengembalikan/menjaga
keberlangsungan kehidupan bersama dalam suku dan adat istiadat yang sama).
Meski jaman terus berubah keberadaan mbaru tembong di pedalaman
manggarai timur masih berdiri kokoh dalam spiritualitas untuk keseimbangan jari agu
dedekdia yang cipta dia juga yang melipatgandakan hasil yang berlimpah, kalau kita
sungguh tekun dan telaten menyelesaikan segala pekerjaan kita.
3) Nilai hayati Mbaru Tembong
(a) Persatuan dan musyawarah
Bentuk dan keberadaan mbaru tembong menunjukan sifat orang manggarai yang
musyawarah untuk kata sepakat/mufakat; yang didukung dengan goet
(kiasan)”….bantang sama reje leleng, nai sa anggit, tuka sa leleng kudut, todo
kongko kope oles, neho muku sa puu neka woleng curup, teu sa ambo neka
woleng lako, rangka lama kaeng sama sa nantas, duat gula we’e mane, ejor beo
lonto remo, uwa gula bok leso, One sa beo lejong, sa nantas labar, sa mbaru
kapu…” Makna ungkapan tersebut adalah seia sekata dalam segala perkataan dan
perbuatan. Prinsip ini mengajak kita untuk selalu mengedepankan musyawarah
dalam memecahkan persoalan bersama.
40
(b) Kepemimpinan
Siri bongkok didalam mbaru tembong adalah symbol pemimpin/ kepemimpinan.
Sebagai orang manggarai/ manggarai timur pemimpin dapat dimaknai sebagai
kepala keluarga, kepala suku, kepala pada suatu acara adat juga sebagai kepala
pemerintahan desa. Sebagai orang manggarai timur semuanya diutus untuk
menjadi kepala/perutusan dari masyarakat adat. Pemimpin yang baik harus seperti
siri bongkok yang menyanggah beban utama bangunan rumah adat. Dan harus
berada ditengah-tengah, pembela kebenaran dan keadilan, jujur dan tegas dalam
setiap putusan. Yang didukung dengan goet atau ungkapan “… olong anor po
lako; olong nuuk po curup, widang one wina ata dian, naa one anak ata pas,
kawe ase kae neka woleng tae, sa tuka sa nai teti wa, na’a eta, kudut sama-sama
tawa agu daler ali ghaengs taungs kawe, mena taungs depa; kudut toto molor
ngger olon, neka nuring kole musi; ndorik olon wenggong musi kudut sai morijari
tiba mori di’a…..hal ini dapat dimaknai Harus kuat dan selalu mendorong anggota
komunitas kepada hal-hal yang mendatangkan kebaikan bersama dalam rupa-rupa
karunia tetapi satu arah demi Kemuliaan Allah Yang Maha Tinggi.
4) Beberapa istilah dalam Adat Manggarai
(a) lingko
lingko adalah hamparan tanah pertanian yang dibagikan kepada anggota
kluarga komunitas suku adat, sebagai lahan garapan untuk kegiatan pertanian dan
peternakan.Lahan pertanian dibagi dalam dua kelompok garapan.Lodok dan sular.
Lingko adalah lahan garapan untuk pertanian dan peternakan, dibagi
kepada semua anggota komunitas suku, serta dibagi dengan cara moso. Moso
41
adalah pembagian lahan pertanian seperti pembagian segitiga sama kaki, setiap
orang memperoleh bagian dan ukuran yang sama dari lodok sampai dengan sising.
(c) Lodok adalah titik pusat perkebunan lalu ditarik garis lurus kea rah sising dengan
sangat adil dan merata.Menyerupai jarring laba-laba di pusatnya kecil di luarnya
besar.Dipusat sering digunakan untuk upacara adat yang berkaitan dengan ritus-
ritus adat dalam kegiatan pertanian.
Keunggulan lodok adalah semua orang dapat, semua sama lebar dan
panjang, sama-sama mulai garap, sama-sama menuai hasil panen, dalam semangat
leles, kokor tago, yaitu kerjasama saling bantu antara anggota masyarakatdalam
mengelola lahan.Kepemilikan didalam lingko ini dilarang untuk menjual dengan
sesuka hati kecuali atas persetujuan komunitas adat yang memilikinya. Lodok
juga sering dimaknai sebagai tanah yang harus ditanami benih untuk ketahanan
pangan masyarakat setempat, dimaknai sebagai lahan garapan dari titipan leluhur,
untuk kehidupan yang berkecukupan.
(d) Sising adalah batas terluar wilayah lingko, bias berbatasan dengan lingko-longko
yang lain, bahkan dari komunitas adat gendang yang lain.
(e) Sular adalah lahan garapan yang didapat diluar wilayah lingko, sular ini tidak
wajib dibagikan kepada setiap anggota masyarakat adat.Karena sular sering
diperuntukan untuk keturunan weta garis keturunan mama anak wina.Asal rajin
dan mau bekerja keras silakan garap sepengetahuan tua teno/tetua adat.Dalam
kehidupan orang manggarai timur pengarap-penggarap lahan di daerah SULAR
ini sering dilakukannya transaksi jual beli tanah.
42
Dengan demikian falsafah orang manggarai GENDANG ONE LINGKO
PEANG adalah spirit untuk hidup selalu berdampingan dengan alam semesta, saling
berbagi, saling melayani saling mendukung, dan saling menghormati.yang didukung
dengan goetyang membentuk karakter. Manggarai timur adalah karakter : karakter
tekun,ulet, pekerja keras cerdik pandai, terak puung etan, tango puung danong, artinya
kesuksesan itu adalah berkat leluhur, yang didukung oleh karakter tekun,ulet, pekerja
keras cerdik pandai
43
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. DESAIN PENELITIAN
Rancangan penelitian dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas
terhadap pelaksanaan penelitian sehingga mampu menjawab pertanyaan dan permasalahan
setepat mungkin. Jenis penelitian yang digunakan peneliti adalah studi deskriptif, karena
berusaha menjelaskan kondisi dari suatu fenomena yang akan diteliti. Dalam penelitian ini,
peneliti ingin mengetahui dan mendapatkan informasi tentang peran tokoh agama, tokoh
adat, dan guru terhadap political voluntarism di Kabupaten Manggarai Timur, Provinsi NTT.
3.2. METODOLOGI DAN RANCANGAN PENELITIAN
Metode penelitian adalah suatu cara untuk mendapatkan data yang valid untuk
memecahkan permasalahan yang muncul, sehingga langkah-langkah yang ditempuh dalam
penelitian harus sesuai dengan masalah yang dirumuskan. Metode penelitian dipakai sebagai
acuan tentang rencana dan prosedur bagaimana penelitian itu dilaksanakan.
Sedangkan rancangan penelitian menggunakan pendekatan deksriptif kualitatif dalam
menjelaskan hubungan antara peran tokoh agama, tokoh adat, dan guru terhadap political
voluntarism di Kabupaten Manggarai Timur, Provinsi NTT yang menggunakan teknik
penelitian survey yaitu penelitian yang dilakukan pada populasi besar maupun kecil, tetapi
data yang dipelajari adalah data dari sampel yang diambil dari populasi tersebut, sehingga
ditemukan kejadian-kejadian relatif, distributif, dan hubungan-hubungan antar variabel
sosiologis maupun psikologis. (Sugiyono, 2003: 7).
44
3.3. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN
3.3.1. Waktu Penelitian
Waktu pelaksanaan penelitian ini dimulai selama Bulan Juni 2015.
3.3.2. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada beberapa kelompok yaitu :
a. Kelompok muda-mudi keagamaan yang terdiri dari Mudika Katolik yang tergabung
dalam organisasi OMK (Orang Muda Katolik), REMAS (Remaja Masjid/Pemuda
Masjid) untuk yang beragama Islam, dan GMIT untuk organisasi Kepemudaan Kristen;
b. Kelompok Masyarakat Adat yang terbagi dalam tiga Gendang yang terdiri dari
Masyarakat Adat Gendang Mano, Masyarakat Adat Gendang Riwu, dan Masyarakat
Adat Gendang Manus.
c. Kelompok Sekolah yaitu siswa-siswi pada SMUN 1 Sita Kaca, SMUN 4 Borong, dan
SMUK Pancasila Borong
Secara prosedural, kegiatan penelitian yang dilakukan dapat digambarkan sebagai
berikut : (1) mengurus surat tugas atau ijin penelitian yang ditanda-tangani oleh Ketua
KPU Kabupaten Manggarai Timur (2) Melakukan pengumpulan data dan penelitian.
Pengumpulan data dilakukan selama satu minggu, yaitu dari tanggal 29 Juli 2015 sampai
dengan tanggal 4 juli 2015 melalui penyebaran kuesioner dan pertanyaan wawancara.
3.3.3. Gambaran Umum Obyek Penelitian
3.3.3.1. Kelompok Organisasi Keagamaan
a. Organisasi Kepemudaan Katolik Paroki St. Gregorius Borong
Gereja Katolik St. Gregorius Borong merupakan salah satu dari 76 paroki
yang bernanung dibawah Keuskupan Ruteng dengan luas wilayah mencapai 7.136
45
KM2
, dengan wilayah keuskupan mencakup tiga kabupaten yaitu Kabupaten
Manggarai, Kabupaten Manggarai Barat, dan Kabupaten Manggarai Timur dengan
batas wilayah meliputi Keuskupan Agung Ende di timur, Laut Flores di Utara,Laut
Sawu di selatan, dan Selat Sape di bagian barat.
PAROKI ST. GREGORIUS BORONG, Tahun Berdiri 15 Agustus 1964
dengan 50 orang umat perdana, dan sampai dengan sekarang pada Tahun 2015,
jumlah umat mencapai 14.022 orang. Secara administratif struktural, Paroki Borong
berada dibawah Kevikepan Borong. Kevikepan Borong sndiri berdiri pada tahun
1982 dengan Nama Dekenat Borong dan sampai saat ini dikenal dengan sebutan
KEVIKEPAN BORONG yang menaungi 28 Paroki diseluruh Kabupaten
Manggarai Timur. (Info P Robertus secretariat Paroki St. Gregorius Borong).
Dalam kegiatan pelayanan pastoral kepada umat, serta sebagai sebuah
bagian penting dalam wilayah Keuskupan Ruteng, Paroki St. Gregorius Borong
terdiri dari 4 wilayah stasi yaitu Stasi Jawang, stasi Toka, Stasi Peot, dan Stasi
Longko. Masing-masing stasi tersebut tetap merupakan kesatuan wilayah Paroki St.
Gregorius Borong dan dinahkodai oleh hanya seorang Pastor Paroki serta didukung
oleh berbagai elemen antara lain umat, wilayah paroki, dewan paroki, termasuk
organisasi kpemudaan Katolik bernama OMK (Orang Muda Katolik). Organisasi
Kepemudaan Katolik Paroki St Gregorius Borong bernaung dalam wadah bernama
Orang Muda Katolik (OMK) dan dikoordinir oleh seorang Ketua OMK dan Pastor
Paroki Borong sebagai pelindung. Menurut Pedoman Karya Kaum Muda (PKPKM)
dari Komisi Kepemudaan KWI, OMK adalah mereka yang berusia 13 sampai
dengan 35 tahun dan belum menikah, sambil tetap memperhatikan situasi dan
46
kebiasaan masing-masing daerah. Dalam pendampingan OMK harus dipandang
sebagai pribadi yang sedang berkembang. Mereka memiliki ciri khas dan keunikan
yang tak tergantikan, kualitas, bakat dan minat yang perlu dihargai. Mereka
mempunyai perasaan, pola pikir, tata nilai dan pengalaman tertentu, serta masalah
dan kebutuhan yang perlu dipahami. Mereka memiliki hak dan kewajiban,
tanggung jawab dan peran tersendiri yang perlu diberi tempat. Semua itu
merupakan potensi untuk dikembangkan dalam proses pembinaan, sehingga kaum
muda dapat berperan aktif-positif dalam kehidupan Keluarga, Gereja dan
Masyarakatnya.
Berdasarkan berbagai potensi tersebut, maka hendaknya OMK diberi
kemungkinan, kesempatan, kepercayaan dan tanggung jawab sebagai subyek dan
pelaku utama proses bina diri dan saling bina. Mereka bukan lagi bejana kosong
yang perlu diisi atau lilin yang harus dibentuk menurut selera para pembina.
Dengan demikian, segala bentuk pembinaan yang sifatnya menggiring, mendikte,
mengobyekkan dan memperalat kaum muda demi suatu kepentingan di luar
perkembangan diri mereka dan peran serta tersebut di atas haruslah dihindari dan
dihilangkan. Hakekat pembinaan kaum muda, sebagai karya pastoral, adalah
pelayanan dan pendampingan.
Secara teritorial OMK, merupakan umat muda dalam suatu paroki,
walaupun mereka dapat juga menjadi anggota berbagai
wadah/kelompok/organisasi/gerakan kategorial sesuai minat, bakat dan keinginan
mereka. Dengan demikian, dimanapun mereka aktif dan melibatkan diri, bahkan
juga bila sama sekali belum aktif, secara teritorial merupakan warga paroki
47
setempat dengan OMK paroki sebagai “home base” (pangkalan induk) mereka.
Oleh karena itu, OMK haruslah menjadi basis pembinaan serta sumber inspirasi dan
motivasi untuk keterlibatan dalam berbagai wadah/ kelompok/organisasi/gerakan
kategorial, baik intern maupun ekstern gerejawi. Apabila konsep akomodatif OMK
ini dipahami, maka berbagai wadah/kelompok/organisasi/gerakan kaum muda
katolik dalam berbagai tingkatan tidak perlu saling menganggap sebagai pesaing
apalagi ancaman, melainkan justru sebagai kekayaan dan kekuatan OMK.
b. Organisasi Kepemudaan GMIT Ebenhaezer Borong (Gereje Masehi Injili Timor)
Organisasi Kepemudaan GMIT Ebenhaezer Borong (Gereja Masehi Injili
Timor) Wilayah Kabupaten Manggarai Timur berpusat di Ibu kota Kabupaten
Manggarai Timur di Borong dan mencakup seluruh organisasi kepemudaan GMIT
lingkup Kabupaten Manggarai Timur yang tersebar di 9 kecamatan dan 176
Desa/Kelurahan. Organisasi Kepemudaan GMIT ini, sama seperti organisasi
kepemudaan pada umumnya memiliki struktur organisasi dan Pendeta GMIT
sekaligus merupakan pelindung organisasi kepemudaan ini.
Jemaat Ebenhaezer Borong awalnya merupakan sebuah jemaat yang berada
dalam wilayah pelayanan majelis jemaat wilayah Manggarai Tengah dan
Manggarai Timur tepatnya di Klasis Flores sebagai mata dari jemaat-jemaat dari
wilayah pelayanan jemaat Emanuel Ruteng. Dalam sejarah perkembangan awalnya,
GMIT Ebenhaezer Borong pertama kali beridiri pada tanggal 31 Januari 1956 yang
merupakan hasil kerjasama dari beberapa perintis awal yaitu Bapak Lukas Lodo
(Sabu), Bapak Nikolaus Mahulete (Maluku), Bapak Thobias Ledo (Rote), Bapak
Ompong Taka (Rote), serta Bapak R. Ully, Bapak Kolo Bunga, Bapak Bapak
48
Mbuik, dan Bapak Ebenhaezer Baun (Pulau Semau). Sedangkan gedung gereja
darurat sendiri baru berdiri pada tanggal 29 Januari 1971. (Laporan Tahunan GMIT
Ebenhaezer Borong Tahun 2014).
Secara sruktural organisasi, Jabatan Keorganisasian menurut tata aturan
Gereja Masehi Injili Di timor (GMIT) lingkup jemaat Manggarai Timur terdiri
atas Jabatan pada kemajelisan, Jabatan pada Badan Pembantu Pelayanan (BPP), dan
Jabatan pada Pembantu Pelayanan (UPP). Jabatan kemajelisan tersebut berpola
pada dan pada prinsip presbiterialsinodal yaitu dilaksanakan secara kolektif dengan
jiwa saling menunjang dan saling melengkapi sebagai wujud tanggung jawab
timbal balik antara jemaat, klasis dan sinode. Jabatan pada badan pembantu
pelayanan (BPP) dibentuk oleh persidangan majelis jemaat atas rekomendasi
persidangan untuk membantu penyelenggaran pelayanan oleh majelis dalam bidan
tertentu, serta jabatan pada unit pembantu pelayanan (UPP) dibentuk oleh majelis
jemaat sebagai unit pelayanan lingkup jemaat unutk melaksanakan tugas majelis
jemaat pada kategorial dan funsional dan profesional tertentu.
Dalam pelaksanaan kegiatan keorganisasian GMIT Borong, pejabat pada
kemajelisan dan pejabat pada badan pembantu pelayanan (BPP) adalah prebister
sedangkan pejabat pada unit pembantu Pelayanan (UPP) diangkat oleh prebister
dan/atau anggota jemaat non prebister.
Dalam perkembangannya, GMIT Ebenhaezer Borong memiliki anggota
berumlah 68 Kepala Keluarga untuk GMIT Ebenhaezer Borong yang terdiri dari
257 jiwa, 231 anggota baptisan, serta 146 anggota Sidi. (Laporan Tahunan GMIT
Ebenhaezer Borong Tahun 2014).
49
c. Remaja Masjid (REMAS)
Remaja masjid adalah perkumpulan pemuda masjid yang melakukan
aktivitas sosial dan ibadah di lingkungan suatu masjid. Pembagian tugas dan
wewenang dalam remaja masjid termasuk dalam golongan organisasi yang
menggunakan konsep Islam dengan menerapkan asas musyawarah, mufakat, dan
amal jama'i (gotong royong) dalam segenap aktivitasnya. Di Indonesia, organisasi
pemuda remaja masjid seperti BKPRMI (Badan Komunikasi Pemuda remaja
Masjid Indonesia, Tahun berdiri 1977), dan JPRMI (Jaringan Pemuda Remaja
Masjid Indonesia, tahun berdiri 2003).
Khusus wilayah Borong, organisasi kepemudaan REMAS merupakan
wadah pengembangan generasi muda bidang Agama Islam dan sepenuhnya
berada dibawah pengawasan dan otoritas MUI Borong. MUI Borong sendiri pada
awalnya merupakan pengembangan dari MUI Manggarai (Ruteng), namun seiring
dengan pengembangan daerah otonomi baru yaitu Kabuaten Manggarai Timur,
maka MUI wilayah manggarai timur pun ikut terbentuk. Dengan demikian, maka
dapat dikatakan bahwa sejarah awal terbentuknya organisasi kepemudaan
REMAS dan Pemuda Masjid Borong terbentuk bersamaan dengan terbentuknya
MUI Borong yaitu sejak Kabupaten Manggarai Timur terbentuk secara definitif
yaitu pada saat ditetapkannya Kepres Nomor 3 Tahun 2007 tanggal 10 Agustus
2007 tentang Pembentukkan Kabupaten Manggarai Timur di Provinsi NTT.
REMAS dan Pemuda Masjid Borong memiliki sekretariat di Masjid Jami
Borong yang terdiri dari Pemuda Masjid (usia 26-40 tahun) dan Remaja Masjid
dengan usia 15-25 tahun dan dalam pelaksanaan kegiatan keorganisasiannya,
50
Imam Masjid Jami Borong merupakan pelindung utama organisasi kepemudaan
ini. Adapun dalam struktur organisasi pemuda dan remaja masjid bidang kerja
yang digunakan oleh pengurusan organisasi remaja masjid pada umumnya adalah
Bidang Pembinaan Anggota, Bidang Kemasyarakatan, Bidang An-Nisa', Bidang
Kesekretariatan, dan Bidang Keuangan. Namun dalam perkembangannya,
komposisi kesekretariatan tersebut dapat bertambah sesuai dengan kebutuhan
organisasinya.
3.3.3.2. Kelompok Masyarakat Adat
a. Gendang Mano
Gendang Mano menurut Hemo (1987:110) merupakan satu kesatuan
wilayah lingkup Kecamatan Lamba Leda dan Perwakilan Kecamatan Lamba Leda.
Kecamatan Lamba Leda merupakan bekas Kedaluan Lamba Leda dari pesisir Laut
Flores sampai sebelah utara Rejo, sebelah baratnya sepanjang Wae Naong dan Wae
Pesi, sebelah timurnya sepanjang Wae Togong sampai pesisir Laut Flores. Untuk
Perwakilan Kecamatan Lamba Leda, dari sebelah utara Rejo, sebelah Selatan Desa
Compang Necak (bagian utara), bagian barat dari kaki gunung sepanjang Wae Reno.
Bagian Selatan sepanjang pegunungan yang membujur dari hulu Wae Reno sampai
Desa Ngkiong Dora, bagian timur Desa Wunis dan sebelah barat Watunggong.
Secara administratif adat kedaluan di Kabupaten Manggarai (Hemo,
1987:41), cikal bakal kedaluan di Manggarai berkembang dari penguasa-penguasa
pada empat turunan yaitu Paju Lae (Cibal), Ra Ame Re alias Retung Masa (Todo),
Mbula (Lamba Leda), dan Latung Ame Redung (Bajo).
51
b. Gendang Manus
Gendang Manus menurut Hemo (1987:110) merupakan satu kesatuan
wilayah lingkup Kecamatan Borong (saat ini) dan Perwakilan Kecamatan Borong
yang meliputi bekas Kedaluan Riwu, Sita, dan Torok Golo. Sedangkan Perwakilan
Kecamatan Borong meliputi bekas Kedaluan Manus, Rongga Koe, dan Kipo.
Secara administratif pemerintahan, Gendang Manus dan Gendang Riwu saat
ini berada dalam wilayah administratif masing-masing Kecamatan Kota Komba dan
Kecamatan Borong, Kabupaten Manggarai Timur.
3.3.3.3. Kelompok Sekolah
Dalam penelitian ini, variabel kelompok sekolah terdiri dari 3 (tiga) Sekolah
Menengah Umum yang terdiri dari SMUN 1 Borong, SMUN 1 Sita, Kaca, dan SMUK
Pancasila Borong.
a. SMUN 4 Borong
SMAN 4 BORONG, Tahun Berdiri 4 Mei 2011, dengan 3 Rombongan
Belajar (Rombel) sebagai kelas perdana. Sampai dengan Bulan Juli Tahun 2015,
SMAN 4 Borong telah memiliki 12 Rombongan Belajar, dan perkelas diisi oleh 30
Siswa/i.
Dalam kaitanya dengan penelitian ini, responden penelitian yang diambil
dari SMUN 4 Borong berjumlah 20 (dua puluh) responden dengan rincian 11
(sebelas) responden laki-laki, dan 9 (sembilan) responden wanita.
b. SMUN 1 Sita, Kaca
SMUN 1 Sita Kaca didirikan pada tanggal 20 Agustus 2006 dan pada tahun
2015 ini telah merayakan ulang tahun yang ke 9 serta telah tiga kali berganti Kepala
52
Sekolah. Adapun NPSN SMUN 1 Sita Kaca adalah 30.01.24.20.07.001 serta NSS
50308592.
Keadaan siswa SMUN 1 Kaca pada priode Juli 2015 berjumlah 530 orang
siswa dengan rincian 290 siswa laki-laki dan 240 siswa perempuan yang terbagi ke
dalam 13 rombongan belajar (Rombel). Sedangkan tenaga guru pendukung SMUN
1 Kaca berjumlah 28 orang guru dengan rincian 15 orang guru laki-laki dan 13
orang guru perempuan.
Dan untuk mendukung terlaksananya penelitian ini, responden penelitian
yang diambil dari SMUN 1 Sita Kaca berjumlah 50 (lima puluh) responden dengan
rincian 22 (dua puluh dua) responden laki-laki, dan 28 (dua puluh delapan)
responden wanita.
c. SMUK Pancasila Borong
SMUK Pancasila Borong terletak di Golo Karot, Kelurahan Rana Loba,
Borong didirikan pada Tahun 1980 dengan ijin operasional dikeluarkan oleh
Kanwil Depdikbud Provinsi NTT Nomor 22/1 No. 19829/1.21 4/I c 81 dan
diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Yaspen St. Stanislaus Borong dengan
NSS/NPSN 302242008018/50 30 85 92.
Keadaan sekolah SMUK Pancasila Borong pada Bulan Juli 2015, memiliki
490 (empat ratus Sembilan puluh) orang siswa dengan rincian 294 (dua ratus
Sembilan puluh empat) orang siswa perempuan dan 196 (seratus Sembilan puluh
enam) orang siswa laki-laki yang terbagi dalam tiga jurusan yaitu umum, IPA, dan
IPS. Jumlah siswa dan siswi tersebut didukung dengan jumlah guru sebanyak 33
(tiga puluh tiga) orang guru dengan rincian 22 (dua puluh dua) orang guru laki-laki
53
dan 11 (sebelas) orang guru perempuan; serta didukung pula oleh pegawai tetap dan
pegawai perpustakaan berjumlah 6 (enam) orang pegawai. (Laporan Bulanan
SMUK Pancasila Borong, tanggal 10 Juli 2015).
Adapun responden penelitian yang diambil dari SMUK Pancasila Borong
berjumlah 31 (tiga puluh satu) responden dengan rincian 5 (lima) responden laki-
laki, dan 26 (dua puluh enam) responden wanita.
3.3.3.2. Letak Geografis
Letak geografis kabupaten Manggarai Timur terletak antara 080.14
’ LS dan 09
0.00
LS dan 080.14
’ LS dan 120
0.20
’ BT – 120
0.55
’ BT dengan batas-batas wilayah sebagai
berikut :
Sebelah Timur : berbatasan dengan Kabupaten Ngada
Sebelah Barat : berbatasan dengan Kabupaten Manggarai
Sebelah Selatan : berbatasan dengan Laut Sawu
Sebelah Utara : Berbatasan dengan Laut Flores
Kabupaten Manggarai Timur terdiri dari 9 kecamatan dan 176 Desa/Kelurahan,
dengan total jumlah penduduk mencapai 232.020 jiwa dan kepadatan penduduk
mencapai 87,77 jiwa/KM2.
. (wikipedia.org: jumat, 17 Juli 2015)
3.4. POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN
3.4.1. Populasi
Populasi sebagai wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang
mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari
dan kemudian ditarik kesimpulan. Sugiyono (2004:72) mendefinisikan “Populasi adalah
wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan
54
karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh penelitian untuk dipelajari dan kemudian
ditarik kesimpulannya”. Sedangkan Arikunto (2004:115) mendefinisikan populasi
sebagai “ Keseluruhan obyek penelitian”.
Dalam penelitian ini, jumlah populasinya sebanyak 3360 orang yang sekaligus
merupakan jumlah populasi dari organisasi kepemudaan bidang keagamaan, masyarakat
adat dari 3 Gendang Adat, serta jumlah populasi siswa SMU dari 3 sekolah model di
Kabupaten Manggarai Timur, sedangkan jumlah informan adalah sebanyak 8 orang yang
terdiri dari 2 Pastor (Pastor Paroki Borong dan Romo Vikep Borong), 1 orang pendeta
Kristen, 1 orang Imam Masjid Borong, serta 4 orang guru pada ketiga sekolah model
(SMUN 1, SMUN 4, dan SMUK Pancasila Borong).
3.4.2. Sampel
Jika jumlah subyeknya besar, sampel dapat diambil antara 10 %-15 % atau 20 %-
25% atau lebih (Arikunto, 2004:115).Sehingga berdasarkan pertimbangan tersebut maka
jumlah sampel penelitian ini hanya diambil sebesar 10% dari total populasi yaitu
sebanyak 336 orang sampel penelitian.
3.5. METODE PENGUMPULAN DATA
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode pengumpulan data dengan
memberikan pertanyaan wawancara kepada beberapa tokoh agama, tokoh masyarakat adat,
dan beberapa guru serta memberikan angket atau kuesioner kepada responden yaitu
kelompok masyarakat adat, organisasi kepemudaan bidang keagamaan, dan siswa/siswi
sekolah. Angket ini digunakan untuk mengetahui sejauh mana peran tokoh agama, tokoh adat,
dan guru terhadap political voluntarism di Kabupaten Manggarai Timur. Model angket yang
55
digunakan adalah angket tipe skala Guttman dengan memberikan 2 (dua) alternative jawaban
yang tegas sebagai berikut :
a. Ya
b. Tidak
3.6. INSTRUMEN PENGUMPULAN DATA
Instrumen pengumpulan data yang digunakan oleh penulis antara lain:
a. Studi Kepustakaan yaitu dengan menggunakan berbagai literatur kepustakaan yang sesuai
dengan obyek penelitian
b. Observasi yaitu pengamatan langsung pada obyek penelitian.
c. Kuesioner atau angket yaitu memberikan pertanyaan yang sudah ada jawabannya
(kuesioner tertutup), Sehingga responden dalam hal ini tidak diberi kesempatan untuk
menjawab selain pilihan jawaban yang telah disiapkan dalam angket/kuesioner tersebut.
3.7. PROSEDUR PENELITIAN
3.7.1. Studi Pendahuluan
Studi pendahuluan merupakan suatu kegiatan awal yang dilakukan oleh peneliti untuk
mengumpulkan sejumlah informasi tentang obyek dan subyek penelitian sebelum
melakukan penelitian.Dengan melakukan studi pendahuluan, seorang peneliti dapat lebih
memahami gejala atau permasalahan sehingga drapkan dapat merumuskan masalah dengan
lebih tepat. Senada dengan hal demikian, Surachmad (1997:17) menyatakan bahwa studi
pendahuluan juga dimaksudkan untuk mencari informasi yang diperlukan oleh peneliti agar
masalahnya menjadi lebih jelas kedudukannya.
56
3.7.2. Studi Kepustakaan
Studi kepustakaan dalah salah satu prosedur yang dilakukan oleh peneliti sebelum
mengadakan penelitian.Tahap ini merupakan langkah awal bagi peneliti untuk mengkaji
lebih dalam referensi pokok yang lebih relevan dengan masalah penelitian.
3.7.3. Studi Lapangan
Studi lapangan merupakan salah satu proses dalam memperoleh data yang berkaitan
dengan masalah penelitian. Studi lapangan yang digunakan penulis adalah dengan
menggunakan metode kuesioner atau angket pada obyek yang diteliti guna memperoleh
informasi mengenai perumusan masalah.
3.8. TEKNIK ANALISIS DATA
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif
kuantitatif dan kualitatif yaitu menggambarkan data jawaban responden dalam bentuk angka-
angka. Untuk menghitung rata-rata jawaban responden setiap pemilih jawaban adalah :
x 100
57
BAB IV
PENYAJIAN DATA DAN PEMBAHASAN
4.1. DESKRIP SI DATA
Pada bagian ini, penulis mendeskripsikan hasil jawaban responden. Jawaban responden
akan dideskripsikan menurut identitas reponden, jenis kelamin, serta jumlah responden.
Adapun dalam penelitian ini, jumlah responden berjumlah 336 orang responden.
4.1.1. Kelompok Masyarakat Adat
Kelompok Masyarakat Adat merupakan komunitas-komunitas yang hidup
berdasarkan asal usul leluhur secara turun-temurun di atas suatu wilayah adat, yang
memiliki kedaulatan atas tanah dan kekayaan alam, kehidupan sosial budaya yang
diatur oleh Hukum adat dan Lembaga adat yang mengelolah keberlangsungan
kehidupan masyarakatnya.
Dalam penelitian ini, kelompok masyarakat adat dibagi kedalam tiga Gendang
Adat yaitu Gendang Adat Mano, Gendang Adat Riwu, dan Gendang Adat Manus.
Adapun peran kelompok masyarakat adat dalam penelitian political voluntarism ini
dijelaskan sebagai berikut :
4.1.1.1 Peran Tokoh Adat dalam Masayarakat Adat
Pada tabel 1 berikut dijelaskan mengenai item-item pertanyaan tentang
peran tokoh adat terhadap political voluntarism di Kabupaten Manggarai
Timur :
58
Tabel 1
Item Pertanyaan Tentang
peran tokoh adat terhadap political voluntarism di Kabupaten Manggarai
Timur
Item
Pertanyaan
Pertanyaan
12 Setujukah anda dengan pernyataan ini : bahwa Tua Adat
adalah salah satu penggerak utama dari terwujudnya pemilu
yang aman dan tertib?
13 Apakah Tua Adat sering menghimbau atau mengajak anda
untuk turut serta terlibat dalam mewujudkan pemilu yang
aman dan tertib?
14 Apakah dalam kegiatan-kegiatan seremonial adat (misalnya
penti, teing hang,cear cumpe, dll) , para tua adat
pernah menyampaikan himbauan tentang seruan untuk
mewujudkan pemilu yang aman dan tertib?
15 Apakah himbauan/ajakan dari Tua Adat mempengaruhi anda
untuk menolak berbagai bentuk kampanye hitam?
16 Untuk pemilu-pemilu di masa yang akan datang, apakah dirasa
perlu untuk membentuk kegiatan-kegiatan khusus bagi
masyarakat adat terkait kepemiluan?
4.1.1.1.1. Setujukah anda dengan pernyataan ini : bahwa Tua Adat adalah salah satu
penggerak utama dari terwujudnya pemilu yang aman dan tertib?
Jawaban responden terhadap pertanyaan setujukah anda dengan
pernyataan ini : bahwa Tua Adat adalah salah satu penggerak utama dari
terwujudnya pemilu yang aman dan tertib, dijelaskan pada tabel 2 sebagai
berikut :
59
Tabel 2
Distribusi Jawaban Atas Pertanyaan
Setujukah anda dengan pernyataan ini : bahwa Tua Adat adalah salah satu
penggerak utama dari terwujudnya pemilu yang aman dan tertib?
No Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase (%)
1 Ya 69 98,6
2 Tidak 1 1,4
Jumlah 70 100
Tabulasi jawaban responden terhadap pertanyaan tersebut dijelaskan
pada diagram 1 sebagai berikut :
Diagram 1
Distribusi Jawaban Atas Pertanyaan
Setujukah anda dengan pernyataan ini : bahwa Tua Adat adalah salah satu
penggerak utama dari terwujudnya pemilu yang aman dan tertib?
Dari Tabel 2 di atas diketahui bahwa sebanyak 69 responden (98,6
persen) mengatakan Ya bahwa mereka setuju dengan pernyataan bahwa Tua
Adat adalah salah satu penggerak utama dari terwujudnya pemilu yang
60
aman dan tertib. Sedangkan sisanya sebanyak 1 responden (1,4 persen)
mengatakan penggerak utama dari terwujudnya pemilu yang aman dan tertib
bukan digerakkan oleh Tua Adat.
Untuk menjelaskan jawaban responden tersebut, kemudian
dibandingkan dengan data hasil wawancara pada tiga gendang obyek
penelitian ini. Wawancara dilakukan pada tanggal 16 dan 17 Juni 2015
terhadap 3 (tiga) nara sumber yaitu Yohanes Djeharum (Mantan Tua
Golo/Mantan Kepala Desa Bangka Pau), Bapak Hironimus Pengko (Tua
Teno/Kepala Desa Bangka Pau sekarang), dan Bapak Wensislaus Burhanu
(Tomas/ Mantan BPD Desa Bangka Pau).
Hasil wawancara terhadap ketiga nara sumber tersebut, ketiganya
sepakat mengatakan bahwa mereka setuju dengan pernyataan dalam lingkup
masyarakat adat, Tua Adat adalah salah satu penggerak utama dari
terwujudnya pemilu yang aman dan tertib.
Lebih lanjut, ketiga nara sumber tersebut memberikan penjelasan
lebih lugas tentang bagaimana sejatinya peran Tua Adat dalam adat istiadat
Manggarai merupakan jabatan adat yang dipercayakan masyarakat kepada
mereka. Umumnya kepercayaan tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor,
antara lain :
Jabatan yang dimiliki seperti tua golo atau tua teno adalah jabatan/status
yang diwariskan dari para nenek moyang/leluhur (warisan genelogis) ,
sehingga jabatan yang diberikan tidak saja bersifat lahiriah tapi juga
sakral-magis.
61
Memiliki kemampuan dalam melaksanakan riual-rual adat yang
diuangkapkan dalambahasa-bahasa adat (goet). Itu berarti dia adalah
perantara manusia dengan roh nenek moyang atau leluhur.
Memiliki kearifan/kebijakan adat dalam penyelesain konflik/perselisihan
dalam liangkungan adat seperti konflik lahan/tanah, rumah tangga dan
bebebagai permasalahan sosial lainnya.
Memiliki wilayah (golo) dan persekutuan/ komunitas adat yang jelas,
sehingga secara sosial, lembaga ada diakui keberadaanya.
Karena memiliki kepercayaan tersebut maka tua adat berperan penting
dalam memberikan himbuan dalam keamanan dan ketertipan sosial,
termasuk dalam menentukan keamanan dan ketertipan dalam pelaksanaan
Pemilu. Peran strategis inilah yang menjadi dasar kepatuhan warga adat atau
komunitas adat (pang olo ngaung musi , gendang onen lingko peang).
Oleh karena itu, setelah membandingkan jawaban responden dengan
hasil wawancara, diketahui bahwa ada kesesuaian jawaban yang diberikan
responden dengan hasil wawancara.
Di Gendang Gendang deru ara – jong bentengraja Rongga Koe,
wawancara terhadap Bapak Yohanes Ngalas pada tanggal 17 Juni 2015,
terhadap pertanyaan apakah Tua Adat merupakan salah satu penggerak
utama dari terwujudnya pemilu yang aman dan tertib benar adanya dan
beliau sangat setuju dengan pernyataan tersebut. Hal tersebut karena tua adat
sangat memiliki pengaruh dalam masyarakat adat khususnya di gendang
deru ara – jong bentengraja . Tua adat atau tokoh masyarakat adat
merupakan tokoh yang berpengaruh dalam menggerakan atau mengarahkan
anggota masyakatnya untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan
sesuatu. Biasanya dalam masyarakat kami disini, mereka selalu
berkoordinasi dengan tua adat menyangkut hal-hal penting dalam kehidupan
bermasyarat. Sehingga berkaitan dengan pemilu tahun 2014 yang lalu,
beliau dan beberapa tokoh masyarakat selalu memberikan himbauan kepada
62
warga untuk selalu menjaga keamanan dan ketertiban dalam pemilu mulai
dari kampanye hingga pelaksanaan di hari pemungutan suara di TPS.
Sedangkan untuk Tua Adat Gendang Suku Agos Kipo, Kota Komba
pada tanggal 17 Juni 2015 (Bapak Yohanes Ngalas), pun memberikan
jawaban setuju, karena hal ini sudah diatur dalam UU bahwa Lembaga Adat
Desa yang keanggotaannya terdiri dari tokoh Adat, berkewajiban untuk
melaksanakan setiap kegiatan pembangunan termasuk untuk melaksanakan
pemilu yang aman dan tertib.
Dengan membandingkan hasil kuesioner dan wawancara yang
dilakukan pada tiga Tua Gendang Adat, maka dapat diketahui terdapat
hubungan keterkaitan dan kesesuaian jawaban yang diberikan.
4.1.1.1.2. Apakah Tua Adat sering menghimbau atau mengajak anda untuk turut serta
terlibat dalam mewujudkan pemilu yang aman dan tertib?
Jawaban responden terhadap pertanyaan apakah Tua Adat sering
menghimbau atau mengajak anda untuk turut serta terlibat dalam
mewujudkan pemilu yang aman dan tertib, dijelaskan pada Tabel 3 sebagai
berikut :
Tabel 3
Distribusi Jawaban Atas Pertanyaan
. Apakah Tua Adat sering menghimbau atau mengajak anda untuk turut serta
terlibat dalam mewujudkan pemilu yang aman dan tertib?
No Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase (%)
1 Ya 66 94,3
2 Tidak 4 5,7
Jumlah 70 100
63
Tabulasi jawaban responden terhadap pertanyaan tersebut dijelaskan
pada diagram 2 sebagai berikut :
Diagram 2
. Apakah Tua Adat sering menghimbau atau mengajak anda untuk turut serta
terlibat dalam mewujudkan pemilu yang aman dan tertib?
Pada tabel 3 di atas, sebanyak 66 responden (94,3 persen) menjawab
Tua Adat sering menghimbau untuk turut serta terlibat dalam mewujudkan
pemilu yang aman dan tertib, sedangkan 1 responden (5,7 persen) menjawab
Tua Adat tidak sering menghimbau untuk turut serta terlibat dalam
mewujudkan pemilu yang aman dan tertib.
Untuk membandingkan jawaban responden, maka dilakukan
wawancara di Gendang Bealaing pada tanggal 16 dan 17 Juni 2015
terhadap 3 (tiga) nara sumber yaitu Yohanes Djeharum (Mantan Tua
Golo/Mantan Kepala Desa Bangka Pau), Bapak Hironimus Pengko (Tua
Teno/Kepala Desa Bangka Pau sekarang), dan Bapak Wensislaus Burhanu
(Tomas/ Mantan BPD Desa Bangka Pau). Jawaban ketiga nara sumber
64
hampir seragam bahwa Tua Adat sering menghimbau untuk turut serta
terlibat dalam mewujudkan pemilu yang aman dan tertib, tapi tidak sering.
Tidak sering karena kami sebagai tokoh masyarakat tidak memiliki
kepentingan langsung dengan Pemilu. Seruan-seruan atau himbuan itu
dilakukan secara informal baik kepada individu maupun kelompok dalam
kehidupan masyarakat adat.
Di Gendang Gendang deru ara – jong bentengraja Rongga Koe,
wawancara terhadap Bapak Yohanes Ngalas pada tanggal 17 Juni 2015, pun
memberikan jawaban yang hampir sama dengan jawaban dari Tua Adat
Gendang Bealaing, namun dengan penekanan bahwa untuk secara khusus
tidak pernah seorang Tua Adat sering menghimbau untuk turut serta terlibat
dalam mewujudkan pemilu yang aman dan tertib, melainkan hanya
dilakukan pada saat semua anggota gendang semua berkumpul bersama dan
bertemu saat bertamu atau dalam kegiatan-kegiatan adat.
Demikian pun dengan wawancara dengan Tua Adat Suku Agos Kipo,
Kota Komba pada tanggal 17 Juni 2015 (Bapak Yohanes Ngalas), menurut
beliau dalam setiap kegiatan Pemilu Tua Aadat selalu menghimbau
masyarakat dalam lingkup suku Agos Kipo untuk memperlakukan setiap
caleg atau calon-calon Kepala Daerah yang datang dengan baik dan sopan.
Dan pada hari pelaksanaan pemilu selalu menghimbau anggota suku agar
menggunakan hak pilihnya dengan baik dan menjaga keamanan dan
ketertiban, karena sampai saat ini masyarakat dalam suku Agos Kipo sangat
65
taat dan patuh pada tua adat untuk mengambil keputusan dan ketetapan
yang berkaitan dengan aturan-aturan adat.
Dengan membandingkan hasil kuesioner dan wawancara yang
dilakukan pada tiga Tua Gendang Adat, maka dapat diketahui terdapat
hubungan keterkaitan dan kesesuaian jawaban yang diberikan.
4.1.1.1.3. Apakah dalam kegiatan-kegiatan seremonial adat (misalnya penti, teing
hang,cear cumpe, dll) , para tua adat pernah menyampaikan himbauan
tentang seruan untuk mewujudkan pemilu yang aman dan tertib?
Jawaban responden terhadap pertanyaan apakah dalam kegiatan-
kegiatan seremonial adat (misalnya penti, teing hang,cear cumpe, dll) , para
tua adat pernah menyampaikan himbauan tentang seruan untuk mewujudkan
pemilu yang aman dan tertib, dijelaskan pada Tabel 4 sebagai berikut :
Tabel 4
Distribusi Jawaban Atas Pertanyaan
. Apakah dalam kegiatan-kegiatan seremonial adat (misalnya penti, teing hang,cear
cumpe, dll) , para tua adat pernah menyampaikan himbauan tentang seruan untuk
mewujudkan pemilu yang aman dan tertib?
No Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase (%)
1 Ya 38 54,3
2 Tidak 32 45,7
Jumlah 70 100
Tabulasi jawaban responden terhadap pertanyaan tersebut dijelaskan
pada diagram 3 sebagai berikut :
66
Diagram 3
.Apakah dalam kegiatan-kegiatan seremonial adat (misalnya penti, teing
hang,cear cumpe, dll) , para tua adat pernah menyampaikan himbauan
tentang seruan untuk mewujudkan pemilu yang aman dan tertib?
Terhadap pertanyaan ini, menarik untuk disimak dimana jika
diperhatikan, jawaban terhadap pertanyaan apakah dalam kegiatan-kegiatan
seremonial adat (misalnya penti, teing hang,cear cumpe, dll) , para tua adat
pernah menyampaikan himbauan tentang seruan untuk mewujudkan pemilu
yang aman dan tertib, menunjukkan jawaban yang hampir berimbang
dimana sebanyak 38 responden (54,3 persen) mengatakan bahwa tua adat
pernah menyampaikan himbauan tentang seruan untuk mewujudkan pemilu
yang aman dan tertib, sedangkan sisanya sebanyak 2 responden (45,7
persen) mena bahwa tua adat tak menyampaikan himbauan tentang seruan
untuk mewujudkan pemilu yang aman dan tertib.
Untuk membandingkan jawaban ini, maka dilakukan wawancara
pada tanggal 16 dan 17 Juni 2015 di tiga gendang yaitu Gendang Bealaing
dengan nara sumber Bapak Yohanes Djeharum (Mantan Tua Golo/Mantan
67
Kepala Desa Bangka Pau), Bapak Hironimus Pengko (Tua Teno/Kepala
Desa Bangka Pau sekarang), dan Bapak Wensislaus Burhanu (Tomas/
Mantan BPD Desa Bangka Pau); Gendang Gendang deru ara – jong
bentengraja Rongga Koe (Bapak Yohanes Ngalas pada tanggal 17 Juni
2015), serta Tua Adat Suku Agos Kipo, Kota Komba pada tanggal 17 Juni
2015 (Bapak Yohanes Ngalas). Jawaban-jawaban nara sumber tersebut
dijelaskan pada tabel 5 sebagai berikut :
Tabel 4
Rekapitulasi Hasil Wawancara Terhadap Pertanyaan
pada saat kegiatan-kegiatan apa saja, tua adat membicarakan tentang himbauan pemilu
yang aman dan tertib?
GENDANG BEALAING
(Bapak Yohanes Djeharum,
Bapak Hironimus Pengko,
Bapak Wensislaus Burhanu)
GENDANG AGOS KIPO
(Bapak Yohanes Ngalas) GENDANG GENDANG
DERU ARA – JONG
BENTENGRAJA
(Bapak Nikolaus Anggal)
Ya, tapi tidak sering. Tidak
sering karena kami sebagai
tokoh masyarakat tidak
memiliki kepentingan
langsung dengan Pemilu.
Seruan-seruan atau himbuan
itu dilakukan secara informal
baik kepada individu maupun
kelompok dalam kehidupan
masyarakat adat.
Saya melakukan himbauan
ini pada saat bekumpul
bersama yakni pada saat
tatap muka para Caleg saya
menyempatkan diri untuk
memberikan himbaun
tersebut dan juga pada saat
pesta-pesta adat seperti Wa’u
anak, Penti dan pesta dat
lainnya.
Kami memberi himbauan
kepada anggota suku kami
pada saat acara Penti dan
acara- acara adat lainnya
dan pada saat ada tamu
yang berkunjung untuk
memberitahu kepada Naga
Beo tentang himbauan
untuk melaksanakan Pemilu
dengan aman dan tertib agar
pembicaraan ini di dengar
oleh Wura seki atau para
leluhur kami
68
Berdasarkan tabel 4 tersebut, dapat diketahui bahwa jawaban dari
para tua adat di tiga gendang di atas umumya menekankan jawaban pada
kegiatan-kegiatan seremonial untuk tujuan dan kepentingan individu tertentu
dalam menyampaikan pesan terselenggaranya pemilu yang aman dan tertib
misalnya pada saat para calon anggota legislatif yang akan mengikuti
pemilu, calon kepala daerah, dan perayaan-perayaan adat khusus lainnya.
Artinya bahwa, dengan membandingkan jawaban dari 38 responden yang
menjawab kegiatan-kegiatan seremonial adat (misalnya penti, teing
hang,cear cumpe, dll), para tua adat menyampaikan himbauan tentang
seruan untuk mewujudkan pemilu yang aman dan tertib dan dibandingkan
denga hasil wawancara terdapat kesesuaian jawaban yang pada intinya
menekankan bahwa ritual adat tetaplah ritual adat, sedangkan untuk
kepentingan individu (caleg maupun calon kepala daerah), ritual adat yang
dilakukan disesuaikan dengan kepentingan para caleg atau calon kepala
daerah tersebut.
Dengan demikian, untuk jawaban tidak dari 32 responden dapat
dijelaskan bahwa ritual adat tetaplah ritual adat dengan berbagai ungkapan
adat kepada leluhur (wura seki), sedangkan untuk kepentingan lain,
penggunaan doa adat disesuaikan dengan kebutuhan dan kepentingan dari
individu yang bersangkutan serta tidak merubah tata aturan doa adat yang
sudah menjadi tradisi dari masing-masing gendang tersebut.
Pada saat pertemuan keluarga, para tua adat tidak jarang
menyarankan agar jangan terlibat dalam berbagai bentuk keributan/konflik
69
antar partai politik atau calon legislatif. Bahkan tua adat kerap
menyarankan kepada warganya untuk tidak terlibat dalam tim sukses/tim
kampanye bila bukan pengurus Parpol. Selain itu pula, pada saat
kunjungan Caleg ke rumah adat (gendang), tua teno atau tua golo sering
dimintah untuk melakukan kegiatan/ritual teing hang (pemberian sesajian)
atau selek. Kegiatan atau riual seperti ini adalah bentuk penghormatan dari
Caleg terhadap roh nenek moyang dari komunitas adat dan memintah
dukungan leluhur (wura agau ceki) . Rutual ini biasanya dalam bentuk
persembahan binatang seperti ayam atau babi dan tuak (laru) yang
prosesnya langusng ditangani oleh tua adat. Dalam kesempatan seperti di
atas, tua adat tidak pernah mengarahkan pilihan warganya untuk memilih
atau memenangkan calon tertentu. Dengan kata lain netralitas tua adat dalam
Pemilu sudah tampak dalam pernyataan-pernyatan saat seremoni adat teing
hang atau acara selek berlangsung. Tua adat adalah fugur teladan di
komunitasnya karena itu dia menjadi pemimpin adat untuk semua bukan
untuk kepentingan partai atau calon tertentu.
Netralitas seorang tua adat ,tampak dalam ungkapan Tuat Adat
Bealaing saat teing hang salah satu calon anggota legislatif, berikut:
“ Io, denge lite ase kaen. Hoo ase kae dita ata Celeg ata mai tegi papi
agu kinda dite. Ite kali ga ngaji kudu weang gerak agu nggalis naid
kudu neka manga doong le ronggo agu renang cengkang nia pa agu
lakon kreng Caleg hoo. Jadi , toe tombo bon ite, hoo tuak lele agu
manuk kapun. Kepok ite.”
Inti dari ungkapan itu, bahwa tua adat merestui dan mendoakan
calon anggota legislatif yang datang ke tengah komunitas adat. Komunitas
70
adat mengharapkan tidak ada aral dan rintangan dalam perjuangan sang
Caleg. Jadi pilihan politik warga sama sekali tidak diarahkan oleh tua adat.
4.1.1.1.4. Apakah himbauan/ajakan dari Tua Adat mempengaruhi anda untuk menolak
berbagai bentuk kampanye hitam?
Jawaban responden terhadap pertanyaan apakah apakah
himbauan/ajakan dari Tua Adat mempengaruhi anda untuk menolak
berbagai bentuk kampanye hitam, dijelaskan pada Tabel 5 sebagai berikut :
Tabel 5
Distribusi Jawaban Atas Pertanyaan
. Apakah apakah himbauan/ajakan dari Tua Adat mempengaruhi anda untuk
menolak berbagai bentuk kampanye hitam?
No Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase (%)
1 Ya 60 85,7
2 Tidak 10 14,3
Jumlah 70 100
Tabulasi jawaban responden terhadap pertanyaan tersebut dijelaskan
pada diagram 4 sebagai berikut :
71
Diagram 4
Apakah apakah himbauan/ajakan dari Tua Adat mempengaruhi anda untuk
menolak berbagai bentuk kampanye hitam?
Pada tabel 5 dan diagram 4 tersebut di atas, diketahui bahwa sebanyak
60 responden (85,7 persen) mengatakan bahwa himbauan atau ajakan dari tua
adat berpengaruh terhadap penolakan berbagai bentuk kampanye hitam,
sedangkan sisanya sebanyak 10 responden (14,3 persen) mengatakan bahwa
himbauan tersebut tidak berpengaruh terhadap berbagai bentuk penolakan
kampanye hitam.
Sebagai pembanding terhadap jawaban responden tersebut, berikut
disajikan data hasil wawancara yang dilakukan pada tanggal 16-17 Juni 2015
dan dirangkum dalam tabel 6 sebagai berikut :
72
Tabel 6
Rekapitulasi Hasil Wawancara Terhadap Pertanyaan
Apakah himbauan/ajakan dari Tua Adat mempengaruhi anda untuk menolak berbagai
bentuk kampanye hitam?
GENDANG BEALAING
(Bapak Yohanes Djeharum,
Bapak Hironimus Pengko,
Bapak Wensislaus Burhanu)
GENDANG AGOS KIPO
(Bapak Yohanes Ngalas) GENDANG GENDANG
DERU ARA – JONG
BENTENGRAJA
(Bapak Nikolaus Anggal)
Ya. Bentuk kampanye hitam
seperti menjelek-jeleksan
nama Parpol atau caleg, upaya
menghasut, pengerusakan
fasilitas umum, keributan dan
sebagainya adalah larangan
yang ditegaskan oleh undang-
undang. Larangan tersebut
juga dibenarkan oleh norma-
norma adat yang berlaku.
Kehidupan yang serasi,
harmoni dan penuh
kekeluragaan antara sesama
warga adalah prinsip hidup
yang dipegang teguh dalam
persekutuan masyarakat adat.
Susasana ini terbawa juga
dalam hajatan politik Pemilu.
Sesungguhnya norma-norama
ini tidak saja dipahami oleh
tua-tua adat, tetapi juga sangat
dijunjung tinggi oleh semua
warga termasuk para Caleg
dan timnya. Ada keyakinan
bahwa apabila seorang Caleg/
anggota Parpol melangkahi
tatanan ini maka dia akan
mendapat kutukan leluhur.
Ya justru itulah yang sering
saya himbaukan, karena
kampanye hitam seringkali
merusak situasi dan bahkan
membawa perpecahan dalam
kehidupan bermasyarakat.
Sehingga saya sering
menghimbau untuk
menghindari politik uang dan
hasutan-hasutan yang
membawa perpecahan.
Ya, karena sudah diatur
dalam UU bahwa tua adat
untuk tidak melakukan
kampanye hitam kepada
masyarakat karena ada
sanksi yang diberlakukan
oleh negara dan juga ada
sanksi yang berkaitan
dengan adat jika kami
menghimbau atau mengajak
anggota suku kami untuk
melakukan dan mengikuti
kampanye hitam yang kami
lakukan karena setiap
tingkah laku dan perkataan
kita didengar oleh para
leluhur
Berdasarkan tabel 6 tersebut, jawaban dari ke 5 Tua Adat pada
masing-masing Gendang sepakat mengatakan bahwa himbauan/ajakan dari
Tua Adat berpengaruh terhadap sikap untuk menolak berbagai bentuk
73
kampanye hitam sehingga dapat diketahui kesesuaian jawaban responden
dengan hasil wawancara.
Informasi tambahan yang turut berhasil digali adalah bahwa
masyarakat adat telah memiliki norma-norma adat yang sangat dijunjung
tinggi oleh semua warga termasuk para Caleg dan timnya. Ada keyakinan
bahwa apabila seorang Caleg/anggota Parpol melangkahi tatanan ini, maka
akan mendapat kutukan leluhur. Selain itu pula, karena sudah diatur dalam
UU bahwa tua adat untuk tidak melakukan kampanye hitam kepada
masyarakat, maka akan ada sanksi yang diberlakukan oleh negara dan juga
ada sanksi yang berkaitan dengan sanksi adat jika para tua adat menghimbau
atau mengajak anggota suku mereka untuk melakukan dan mengikuti
kampanye hitam, karena setiap tingkah laku dan perkataan seluruh
masyarakat adat didengar oleh para leluhur.
Jadi, setelah membandingkan jawaban responden dengan hasil
wawancara, maka dapat diketahui bahwa terdapat kesesuaian jawaban antara
kedua kelompok tersebut dengan persentase jawaban ya lebih dari 85 persen.
4.1.1.1.5. Untuk pemilu-pemilu di masa yang akan datang, apakah dirasa perlu untuk
membentuk kegiatan-kegiatan khusus bagi masyarakat adat terkait
kepemiluan?
Jawaban responden terhadap pertanyaan apakah Untuk pemilu-
pemilu di masa yang akan datang, apakah dirasa perlu untuk membentuk
kegiatan-kegiatan khusus bagi masyarakat adat terkait kepemiluan,
dijelaskan pada Tabel 7 sebagai berikut :
74
Tabel 7
Distribusi Jawaban Atas Pertanyaan
Untuk pemilu-pemilu di masa yang akan datang, apakah dirasa perlu untuk
membentuk kegiatan-kegiatan khusus bagi masyarakat adat terkait kepemiluan?
No Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase (%)
1 Ya 56 80
2 Tidak 14 20
Jumlah 70 100
Tabulasi jawaban responden terhadap pertanyaan tersebut dijelaskan
pada diagram 5 sebagai berikut :
Diagram 5
Untuk pemilu-pemilu di masa yang akan datang, apakah dirasa perlu untuk
membentuk kegiatan-kegiatan khusus bagi masyarakat adat terkait
kepemiluan?
Pada tabel 7 dan diagram 5 tersebut di atas, diketahui bahwa
sebanyak 56 responden (80 persen) mengatakan bahwa untuk pemilu-pemilu
75
di masa yang akan datang, perlu membentuk kegiatan-kegiatan khusus bagi
masyarakat adat terkait kepemiluan, sedangkan sisanya sebanyak 14
responden (20 persen) mengatakan bahwa himbauan tersebut tidak perlu
membentuk kegiatan-kegiatan khusus bagi masyarakat adat terkait
kepemiluan.
Sebagai pembanding terhadap jawaban responden tersebut, berikut
disajikan data hasil wawancara yang dilakukan pada tanggal 16-17 Juni
2015 dan dirangkum dalam tabel 8 sebagai berikut :
Tabel 8
Rekapitulasi Hasil Wawancara Terhadap Pertanyaan
Untuk pemilu-pemilu di masa yang akan datang, apakah dirasa perlu untuk
membentuk kegiatan-kegiatan khusus bagi masyarakat adat terkait kepemiluan?
GENDANG BEALAING
(Bapak Yohanes Djeharum,
Bapak Hironimus Pengko,
Bapak Wensislaus Burhanu)
GENDANG AGOS KIPO
(Bapak Yohanes Ngalas) GENDANG GENDANG
DERU ARA – JONG
BENTENGRAJA
(Bapak Nikolaus Anggal)
Ya, perlu dibentuk kegiatan
khusus. Wujudnya bisa dalam
bentuk sosialisasi atau
pendidikan politik pemilih di
lingkup komunitas gendang.
KPU dan pihak terkait
diharapkan dapat mewujudkan
kegiatan ini secara terpadu
dengan pihak pemerintah
setempat
Ya, kami sebagai anggota
masyarakat khususnya saya
sebagai tua adat sangat
mengharapkan agar ada
kegiatan-kegiatan khusus
berkaitan dengan pemilu di
pemilu yang akan datang
khususnya kegiatan
sosialisasi yang berkaitan
dengan kepemiluan. Karena
warga kami masih banyak
yang tidak tahu tentang
bagaiman yang baik dalam
menghadapi pemilu dan para
caleg yang seringkali nakal
Bergantung kepada KPU,
tetapi menurut kami perlu,
seperti sosialisasi di rumah
adat agar masyarakat dalam
suku kami memahami
dengan baik tentang
pentingnya pemilu
Dengan 56 responden (80 persen) yang mengatakan bahwa untuk
pemilu-pemilu di masa yang akan datang perlu membentuk kegiatan-
76
kegiatan khusus bagi masyarakat adat terkait kepemiluan, serta
membandingkan hasil wawancara pada kelima tua adat tersebut, maka
diketahui bahwa terdapat kesesuaian jawaban. Informasi tambahan yang
turut diperoleh adalah perlunya dilakukan kegiatan sosialisasi di rumah-
rumah adat (Gendang) yang dilakukan oleh pyelenggara (KPU) dan
pemerintah guna meminimalisir terjadinya penyelenggaraan pemilu yang
tidak jujur/curang.
4.1.2. Kelompok Pendidikan
Pada tabel 9 berikut dijelaskan mengenai item-item pertanyaan tentang
peran guru terhadap political voluntarism siswa sekolah di Kabupaten
Manggarai Timur. Dan untuk mengetahui peran guru tersebut, diuraikan dalam
6 (enam) pertanyaan sebagai berikut :
Tabel 9
Item Pertanyaan Tentang
peran guru terhadap political voluntarism di Kabupaten Manggarai Timur
Item
Pertanyaan
Pertanyaan
1 Apakah disekolahmu pada pemilu 2014 ada kegiatan-kegiatan
khusus tentang kepemiluan demi menciptakan pemilu yang
aman dan tertib?
2 Apakah kegiatan khusus kepemiluan tersebut digerakkan oleh
guru-guru di sekolahmu?
3 Selain kegiatan khusus tentang kepemiluan, apakah ada mata
pelajaran yang turut membantu anda untuk memahami tentang
pemilu?
4 Apakah ada momen-momen tertentu seperti pada saat apel
bendera kepala sekolah atau guru sering menghimbau anda
untuk turut menjaga terselenggaranya pemilu yang aman?
5 Apakah himbauan atau ajakan dari guru dan mata pelajaran
yang kalian dapat, berpengaruh terhadap anda untuk menolak
kekerasan dalam pemilu?
77
6 Untuk pemilu-pemilu di masa yang akan datang, apakah dirasa
perlu untuk menyediakan kurikulum/mata pelajaran khusus
terkait kepemiluan?
4.1.2.1 Apakah disekolahmu pada pemilu 2014 ada kegiatan-kegiatan khusus tentang
kepemiluan demi menciptakan pemilu yang aman dan tertib?
Jawaban responden terhadap pertanyaan apakah disekolahmu pada
pemilu 2014 ada kegiatan-kegiatan khusus tentang kepemiluan demi
menciptakan pemilu yang aman dan tertib, dijelaskan pada Tabel 10 sebagai
berikut :
Tabel 10
Distribusi Jawaban Atas Pertanyaan
Apakah disekolahmu pada pemilu 2014 ada kegiatan-kegiatan khusus tentang
kepemiluan demi menciptakan pemilu yang aman dan tertib?
No Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase (%)
1 Ya 67 66,3
2 Tidak 35 34,7
Jumlah 101 100
Tabulasi jawaban responden terhadap pertanyaan tersebut dijelaskan
pada diagram 6 sebagai berikut :
78
Diagram 6
Apakah disekolahmu pada pemilu 2014 ada kegiatan-kegiatan khusus
tentang kepemiluan demi menciptakan pemilu yang aman dan tertib?
Pada tabel 10 dan diagram 6 di atas, diketahui bahwa 67 responden
(66,3 persen) manjawab pada pemilu 2014 terdapat kegiatan-kegiatan
khusus tentang kepemiluan demi menciptakan pemilu yang aman dan tertib,
dan sisanya sebanyak 35 responden (34,7 persen) mengatakan sebaliknya
yaitu tidak ada kegiatan terkait kepemiluan pada pemilu 2014 lalu.
Sebagai pembanding terhadap jawaban responden tersebut, maka
dilakukan wawancara kepada beberapa guru di 3 (tiga) sekolah yaitu Bapak
Felianus Jiman, S.Pd (Wakasek SMUN 1 Sita Kaca) dan Ibu Rosana
Dalima, S.Pd (Guru PPkN SMUN 1 Sita Kaca), Bapak Drs. Simon Sabur
(Guru PPkN SMUK Pancasila), dan Ibu Edith Saka, S.Pd (Kepala Sekolah
SMUN 4 Borong), dan Bapak Charles L. S. Fil (Guru PPkN SMUN 4
Borong).
79
Berikut ini disajikan data hasil wawancara yang dilakukan pada
tanggal 10 Juni 2015 dan dirangkum dalam tabel 11 sebagai berikut :
Tabel 11
Rekapitulasi Hasil Wawancara Terhadap Pertanyaan
Apakah disekolah Bapak/Ibu pada pemilu 2014 ada kegiatan-kegiatan khusus tentang
kepemiluan demi menciptakan pemilu yang aman dan tertib?
SMUK PANCASILA
(Bapak Drs. Simon Sabu) SMUN 4 BORONG
(Ibu Edith Saka, S.Pd, Bapak
Charles L. S.Fil)
SMUN 1 SITA KACA
(Bapak Felianus Juman,
S.Pd, Ibu Rosana Dalima,
S.Pd)
Ada.Kegiatan tersebut
bernama Sosialisasi Gerakan
Sejuta Relawan Panwas
Pemilu Untuk Pemilih Pemula
dalam lingkup SMUK
Pancasila Borong.
Ada. Kegiatan tersebut
bernama Sosialisasi Gerakan
Sejuta Relawan Panwas
Pemilu Untuk Pemilih
Pemula dalam lingkup
SMUN 4 Borong.
Ada. Nama kegiatanya
adalah Tim Relawan
Sekolah Dalam Pemilu
berupa pemilihan
beberapa siswa/i dengan
prestasi akademik maupun
non akademik untuk
menjadi duta di
lingkungan sekolah
maupun luar sekolah yang
menyuarakan pentingnya
pelaksanaan pemilu yang
aman dan tertib. Dengan
adanya pelimpahan tugas
ini, maka tugas para guru
hanyalah memantau para
duta sekolah yang telah
diberikan tugas khusus
tersebut.
Ada. Kegiatan tersebut
diberi nama Sosialisasi
Gerakan Sejuta Relawan
Panwas Pemilu Untuk
Pemilih Pemula dalam
lingkup SMUN 1 Kaca,
Borong
Hasil wawancara terhadap para nara sumber pada tabel 11 tersebut di
atas jika disandingkan dengan jawaban responden pada tabel 10, ditemukan
bahwa terdapat kesesuaian jawaban dimana pada pemilu 2014 terdapat
80
kegiatan khusus tentang kepemiluan demi menciptakan pemilu yang aman
dan tertib yang diberi nama Sosialisasi Gerakan Sejuta Relawan Panwas
Pemilu Untuk Pemilih Pemula.
Dengan demikian, dengan jumlah persentase jawaban responden
yang mengatakan terdapat kegiatan khusus di sekolah masing-masing
dengan persentase lebih dari 66 persen, dapat dibuktikan dengan jawaban
hasil wawancara terhadap para guru.
4.1.2.2. Apakah kegiatan khusus kepemiluan tersebut digerakkan oleh guru-guru di
sekolahmu?
Jawaban responden terhadap pertanyaan apakah kegiatan khusus
kepemiluan tersebut digerakkan oleh guru-guru di sekolahmu, dijelaskan
pada Tabel 12 sebagai berikut :
Tabel 12
Distribusi Jawaban Atas Pertanyaan
Apakah kegiatan khusus kepemiluan tersebut digerakkan oleh guru-guru di
sekolahmu?
No Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase (%)
1 Ya 66 65,3
2 Tidak 34 33,7
Jumlah 101 100
Tabulasi jawaban responden terhadap pertanyaan tersebut dijelaskan
pada diagram 7 sebagai berikut :
81
Diagram 7
Apakah kegiatan khusus kepemiluan tersebut digerakkan oleh guru-guru di
sekolahmu?
Sebanyak 66 responden (65,3 persen) menjawab bahwa kegiatan
khusus kepemiluan yang diselenggarakan di sekolah digerakkan oleh para
guru di sekolah, dan 34 responden (33,7 persen) menjawab tidak digerakan
oleh guru di sekolah.
Sebagai pembanding jawaban responden tersebut, maka
digunakanlah hasil wawancara seperti yang telah terekapitulasi pada tabel
13 sebagai berikut :
Tabel 13
Rekapitulasi Hasil Wawancara Terhadap Pertanyaan
Apakah kegiatan khusus kepemiluan tersebut digerakkan oleh guru-guru di
sekolahmu?
SMUK PANCASILA
(Bapak Drs. Simon Sabur) SMUN 4 BORONG
(Ibu Edith Saka, S.Pd, Bapak
Charles L. S.Fil)
SMUN 1 SITA KACA
(Bapak Felianus Juman,
S.Pd, Ibu Rosana Dalima,
S.Pd)
Ya. Kegiatan Sosialisasi
Gerakan Sejuta Relawan
Panwas Pemilu Untuk Pemilih
Pemula dalam lingkup SMUK
Ya. Kegiatan Sosialisasi
Gerakan Sejuta Relawan
Panwas Pemilu Untuk
Pemilih Pemula dalam
Bapak Felianus Juman,
S.Pd. :
Tidak, kegiatan Sosialisasi
Gerakan Sejuta Relawan
82
Pancasila Borong merupakan
hasil kerjasama SMUK
Pancasila dengan Panwas
Kabupaten Manggarai Timur.
lingkup SMUN 4 Borong
merupakan hasil kerjasama
SMUN 1 Kaca dengan
Panwas Kabupaten
Manggarai Timur serta
digagas oleh Panwas
Kabupaten Manggarai
Timur.
Panwas Pemilu Untuk
Pemilih Pemula dalam
lingkup SMUN 1 Kaca,
Borong merupakan hasil
kerjasama SMUN 1 Kaca
dengan Panwas Kabupaten
Manggarai Timur serta
digagas oleh Panwas
Kabupaten Manggarai
Timur. Di sini, peran
sekolah hanyalah sebagai
pendamping kegiatan
Panwaslu serta siswa/I
pemilih pemula sebagai
Subyek Pelaksana.
Ibu Rosana Dalima, S.Pd :
Ya. Kegiatan Tim
Relawan Sekolah tersebut
lebih banyak dilakukan
pada saat jam pelajaran
terutama pada kegiatan-
kegiatan ekstrakurikuler
siswa/i
4 (empat) nara sumber pada wawancara yang telah dilakukan,
memberikan jawaban yang sama dengan sebagian besar jawaban responden
bahwa kegiatan khusus kepemiluan tersebut digerakkan oleh para guru di
sekolah, sebaliknya, berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Sekolah
SMUN 1 Sita Kaca (Bapak Felianus Juman, S.Pd), lebih menekankan pada
peran sekolah hanyalah sebagai pendamping kegiatan Panwaslu serta
siswa/I pemilih pemula sebagai Subyek Pelaksana.
Jadi berdasarkan uraian tersebut, maka dapat diketahui bahwa
terdapat kesesuaian jawaban responden dengan hasil wawancara kepada
para guru di ketiga sekolah obyek penelitian ini.
83
4.1.2.3. Selain kegiatan khusus tentang kepemiluan, apakah ada mata pelajaran yang
turut membantu anda untuk memahami tentang pemilu?
Jawaban responden terhadap pertanyaan selain kegiatan khusus
tentang kepemiluan, apakah ada mata pelajaran yang turut membantu anda
untuk memahami tentang pemilu, dijelaskan pada Tabel 14 sebagai berikut :
Tabel 14
Distribusi Jawaban Atas Pertanyaan
Selain kegiatan khusus tentang kepemiluan, apakah ada mata pelajaran yang turut
membantu anda untuk memahami tentang pemilu?
No Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase (%)
1 Ya 94 93,1
2 Tidak 7 6,9
Jumlah 101 100
Tabulasi jawaban responden terhadap pertanyaan tersebut dijelaskan
pada diagram 8 sebagai berikut :
Diagram 8
selain kegiatan khusus tentang kepemiluan, apakah ada mata pelajaran yang
turut membantu anda untuk memahami tentang pemilu
84
Rekapitulasi jawaban responden dengan persentase jawaban
responden lebih dari 90 persen (tepatnya 93,1 persen) menunjukkan bahwa
pertanyaan tentang mata pelajaran khusus tentang kepemiluan membantu
siswa untuk memahami pemilu benar adanya. Hal ini dibuktikan dengan
jawaban 94 responden yang menjawab bahwa ada mata pelajaran khusus
tentang pemilu dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah, sedangkan 7
responden (6,9 persen) menjawab tidak ada mata pelajaran khusus tentang
pemilu di sekolah.
Guna membandingkan jawaban para responden tersebut, maka
digunakanlah teknik wawancara kepada kelima nara sumber penelitian ini
pada tanggal 10 Juni 2015 dan dengan kompak menjawab bahwa mata
pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPkN) merupakan
mata pelajaran wajib dalam kurikulum pendidikan menengah dan di dalam
mata pelajaran PPkN tersebut terdapat materi tentang kepemiluan.
Oleh karena itu, berdasarkan hasil wawancara tersebut, dapat dilihat
hubungan antara jawaban 7 responden yang menjawab tidak ada mata
pelajaran khusus tentang pemilu. Penjelasan terhadap perbedaan pandangan
ini hanyalah pada cara siswa menterjemahkan kuesioner yang telah
dibagikan yaitu karena materi tentang pemilu hanya merupakan salah satu
muatan wajib dari sekian banyak muatan wajib lainnya dalam mata
pelajaran PPkN di sekolah menengah umum.
85
4.1.2.4. Apakah ada momen-momen tertentu seperti pada saat apel bendera kepala
sekolah atau guru sering menghimbau anda untuk turut menjaga
terselenggaranya pemilu yang aman?
Jawaban responden terhadap pertanyaan tersebut, dijelaskan pada
Tabel 15 sebagai berikut :
Tabel 15
Distribusi Jawaban Atas Pertanyaan
Apakah ada momen-momen tertentu seperti pada saat apel bendera kepala sekolah
atau guru sering menghimbau anda untuk turut menjaga terselenggaranya pemilu
yang aman?
No Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase (%)
1 Ya 79 78,2
2 Tidak 22 21,8
Jumlah 101 100
Tabulasi jawaban responden terhadap pertanyaan tersebut dijelaskan
pada diagram 9 sebagai berikut :
Diagram 9
Apakah ada momen-momen tertentu seperti pada saat apel bendera kepala
sekolah atau guru sering menghimbau anda untuk turut menjaga
terselenggaranya pemilu yang aman
86
Dari keseluruhan responden yang berjumlah 101 responden, 78
responden (78,2 persen) menjawab pada saat apel bendera atau moment-
moment tertentu, kepala sekolah atau guru sering menghimbau untuk turut
menjaga terselenggaranya pemilu yang aman, sedangkan sisanya sebanyak
22 responden (21,8 persen) mengatakan tidak.
Pembanding jawaban responden-responden tersebut adalah
berdasarkan hasil wawancara kepada para nara sumber pada tanggal 10 Juni
2015 sebagai berikut :
Tabel 16
Apakah ada momen-momen tertentu seperti pada saat apel bendera kepala sekolah
atau guru sering menghimbau anda untuk turut menjaga terselenggaranya pemilu yang
aman?
SMUK PANCASILA
(Bapak Drs. Simon Sabur) SMUN 4 BORONG
(Ibu Edith Saka, S.Pd, Bapak
Charles L. S.Fil)
SMUN 1 SITA KACA
(Bapak Felianus Juman,
S.Pd, Ibu Rosana Dalima,
S.Pd)
Ya ada dan bersifat situasional
sesuai dengan kondisi pada
saat penyampaian himbauan
tersebut diberikan kepada
siswa.
Ya ada pada apel bendera
dan kegiatan belajar
mengajar.
Bapak Felianus
Juman, S.Pd. :
Ya, Ada. Himbauan
tersebut umumnya berupa
upaya menjaga keamanan
dan ketertiban sekolah dan
lingkungan sekitar dengan
tidak melakukan kegiatan-
kegiatan yang berpotensi
menimbulkan kekacauan
seperti Konvoi sepeda
motor, kebut-kebutan, dan
bahkan melarang
penggunaan berbagai
atribut calon atau partai
tertentu dalam lingkungan
sekolah.
Ibu Rosana Dalima,
S.Pd :
Ya, ada. Himbauan tersebut
sama dengan penyampaian
87
wakil kepala sekolah
Bapak Felianus Juman,
S.Pd. Selain itu pula,
himbauan lisan pada saat
Kegiatan Belajar Mengajar
(KBM) sedang
berlangsung, meskipun
bukan pada saat KBM
PPkN.
Jawaban para nara sumber menunjukkan bahwa 78,2 persen jawaban
responden yang mengatakan bahwa terdapat moment-moment tertentu
kepala sekolah dan guru menyampaikan himbauan demi terselenggaranya
pemilu yang aman, dapat dipertanggungjawabkan. Artinya bahwa terdapat
kesesuaian jawaban responden dengan jawaban dari para nara sumber.
Dengan demikian, terkait pertanyaan apakah ada momen-momen
tertentu seperti pada saat apel bendera kepala sekolah atau guru sering
menghimbau anda untuk turut menjaga terselenggaranya pemilu yang aman,
adalah benar adanya.
4.1.2.5. Apakah himbauan atau ajakan dari guru dan mata pelajaran yang kalian dapat,
berpengaruh terhadap anda untuk menolak kekerasan dalam pemilu?
Jawaban responden terhadap pertanyaan tersebut, dijelaskan pada
Tabel 17 sebagai berikut :
88
Tabel 17
Distribusi Jawaban Atas Pertanyaan
Apakah himbauan atau ajakan dari guru dan mata pelajaran yang kalian dapat,
berpengaruh terhadap anda untuk menolak kekerasan dalam pemilu?
No Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase (%)
1 Ya 79 78,2
2 Tidak 22 21,8
Jumlah 101 100
Himbauan dan mata pelajaran yang telah diperoleh responden
berpengaruh terhadap perilaku responden dalam menolak kekerasan dalam
pemilu ditunjukkan dengan jawaban responden yang mencapai 78,2 persen
(79 responden), sebaliknya, 21,8 persen (22 responden) mengatakan jka
himbauan tersebut tidak berpengaruh dalam perilaku menolak kekerasan
dalam pemilu. Perlu digarisbawahi bahwa dengan jawaban responden yang
mencapai lebih dari 78 persen, termasuk cukup tinggi dalam menjelaskan
pengaruh himbauan guru terhadap perilaku menolak kekerasan dalam
pemilu.
Tabulasi jawaban responden terhadap pertanyaan tersebut dijelaskan
pada diagram 10 sebagai berikut :
89
Diagram 10
Apakah himbauan atau ajakan dari guru dan mata pelajaran yang kalian
dapat, berpengaruh terhadap anda untuk menolak kekerasan dalam pemilu
Sebagai pembanding jawaban responden, hasil wawancara kepada
kelima responden di tiga sekolah obyek penelitian ini pun menunjukkan
jawaban yang hampir sama dengan jawaban responden. Bapak Felianus
Juman, S.Pd dan Ibu Rosana Dalima, S.Pd pada wawancara tanggal 10 Juni
2015, menggarisbawahi penekanan pada terselenggaranya Pemilu yang
aman dan tertib, terutama lingkungan di sekitar sekolah, tidak adanya
konvoi kendaraan yang dilakukan oleh siswa/I, tidak adanya kebut-kebutan,
serta tidak adanya atribut-atribut dari calon legislatif dan partai tertentu di
lingkungan sekolah. Sedangkan pada ketiga nara sumber lainnya (Ibu Edith
Saka, S.pd, Bapak Charles L. S.Fil, serta Bapak Drs. Simon Sabur)
menekankan pada peran guru dalam pendampingan siswa baik di dalam
maupun diluar lingkungan sekolah termasuk perilaku siswa dalam
peneyelanggaraan proses pemilu.
90
Dengan demikian, setelah memperhatikan mayoritas jawaban
responden dengan hasil wawancara, maka dapat dikatakan bahwa himbauan
atau ajakan dari guru dan mata pelajaran berpengaruh terhadap siswa untuk
menolak kekerasan dalam pemilu.
4.1.2.6. Untuk pemilu-pemilu di masa yang akan datang, apakah dirasa perlu untuk
menyediakan kurikulum/mata pelajaran khusus terkait kepemiluan?
Jawaban responden terhadap pertanyaan tersebut, dijelaskan pada
Tabel 18 sebagai berikut :
Tabel 18
Distribusi Jawaban Atas Pertanyaan
Untuk pemilu-pemilu di masa yang akan datang, apakah dirasa perlu untuk
menyediakan kurikulum/mata pelajaran khusus terkait kepemiluan?
No Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase (%)
1 Ya 50 50,5
2 Tidak 51 49,5
Jumlah 101 100
Menarik untuk disimak, bahwa pada tabel 18 tentang rekapitulasi
jawaban responden, menunjukkan bahwa dari total jumlah responden
sebanyak 101 responden, jumlah dan persentasenya hampir sama serta
dengan selisih hanya sebesar 1 responden. Sebanyak 51 responden (50,5
persen) menjawab tidak perlu ada mata pelajaran atau kurikulum khusus
tentang pemilu, dan 50 responden (49,5 persen) menjawab perlu ada
kurikulum atau mata pelajaran khusus tentang pemilu.
91
Untuk membandingkan jawaban responden-responden tersebut,
jawaban dari para nara sumber dapat dijadikan sebagai tolok ukur
perbandingan. Bapak Felianus Juman, S.Pd dan Ibu Rosana Dalima, S.Pd
pada wawancara tanggal 10 Juni 2015 di SMUN 1 Sita Kaca, memberikan
penjelasan bahwa penambahan mata pelajaran atau kurikulum khusus
tentang pemilu tidak perlu untuk dilakukan. Terobosan yang dapat
dilakukan kedepan adalah dengan sosialisasi yang berkesinambungan yang
dilakukan oleh penyelenggara pemilu (KPU) yang tidak hanya terpusat pada
saat menjelang pelaksanaan pemilu, sudah ada materi khusus tentang pemilu
yang termuat dalam Mata Pelajaran Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan (PPkN), perlunya kerjasama antar berbagai pihak demi
terselenggaranya pemilu yang aman dan tertib seperti sosialisasi oleh
penyelenggara KPU dan PANWAS, kepolisian, serta instansi terkait seperti
Kesbangpolinmas Kabupaten, serta yang paling utama adalah penambahan
jam pelajaran PPkN. Jawaban senada juga diperoleh dari hasil wawancara
dengan tiga nara sumber di SMUK Pancasila (Drs. Simon Sabur) dan
SMUN 4 Borong (Ibu Edith Saka, S.Pd dan Bapak Charles L. S.Fil) pada
tanggal 10 Juni 2015. Menurut para nara sumber tersebut, tidak perlu ada
mata pelajaran khusus tentang pemilu karena sudah terintegrasi dengan mata
pelajaran PPkN di tingkat SMU.
Oleh karena itu, setelah membandingan mayoritas jawaban
responden dengan jawaban nara sumber, maka dapat ditarik kesimpulan
92
bahwa penambahan mata pelajaran khusus tentang kepemiluan belumlah
diperlukan karena sudah terintegrasi dengan mata pelajaran PPkN.
Tabulasi jawaban responden terhadap pertanyaan tersebut dijelaskan
pada diagram 11 sebagai berikut :
Diagram 11
Untuk pemilu-pemilu di masa yang akan datang, apakah dirasa perlu untuk
menyediakan kurikulum/mata pelajaran khusus terkait kepemiluan
4.1.3. Kelompok Agama
Pada tabel 19 berikut dijelaskan mengenai item-item pertanyaan tentang
peran tokoh agama terhadap political voluntarism di Kabupaten Manggarai
Timur dengan jumlah sampel kelompok masyarakat keagamaan dalam
penelitian ini berjumlah 165 responden. Dan untuk mengetahui peran tokoh
agama tersebut, diuraikan dalam 5 (lima) item pertanyaan sebagai berikut :
93
Tabel 19
Item Pertanyaan Tentang
peran tokoh agama terhadap political voluntarism di Kabupaten
Manggarai Timur
Item
Pertanyaan
Pertanyaan
7 Setujukah anda dengan pernyataan ini : bahwa pemimpin
agama adalah salah satu penggerak utama dari terwujudnya
pemilu yang aman dan tertib?
8 Apakah pemimpin agama sering menghimbau atau mengajak
anda untuk turut serta terlibat dalam mewujudkan pemilu yang
aman dan tertib?
9 Apakah ada kegiatan-kegiatan khusus bagi kaum muda yang
dibentuk oleh pemimpin agama untuk mewujudkan pemilu
yang aman dan tertib?
10 Pemilu 2014 telah selesai dilaksanakan dengan aman dan
tertib. Salah satu faktor kuncinya adalah karena kaum muda
tidak terprovokasi untuk melakukan kekerasan. Apakah sikap
menolak kekerasan dalam pemilu dipengaruhi oleh himbauan
pemimpin agama masing-masing?
11 Untuk pemilu-pemilu di masa yang akan datang, apakah dirasa
perlu untuk membentuk organisasi khusus kepemudaan terkait
kepemiluan?
4.1.3.1. Setujukah anda dengan pernyataan ini : bahwa pemimpin agama adalah salah
satu penggerak utama dari terwujudnya pemilu yang aman dan tertib?
Rekapitulasi distribusi jawaban responden yang berjumlah 165
responden, dijelaskan pada tabel 20 sebagai berikut :
94
Tabel 20
Distribusi Jawaban Atas Pertanyaan
Setujukah anda dengan pernyataan ini : bahwa pemimpin agama adalah salah satu
penggerak utama dari terwujudnya pemilu yang aman dan tertib?
No Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase (%)
1 Ya 162 98,2
2 Tidak 0 0
3 Tidak Menjawab 3 1,8
Jumlah 165 100
Pada tabel 20 di atas, dari keseluruhan responden yang berjumlah
165 orang, frekuensi jawaban terbanyak adalah pada jawaban bahwa
responden setuju dengan pernyataan bahwa pemimpin agama merupakan
salah satu faktor penggerak utama dari terwujudnya pemilu yang aman dan
tertib dengan jumlah jawaban sebanyak 162 responden (98,2 persen).
Kemudian secara berturut-turut, responden yang tidak menjawab sebanyak 3
responden (1,8 persen) serta tidak ada responden yang mengatakan pemimpin
agama bukan merupakan salah satu faktor penggerak pemilu yang aman dan
tertib.
Penjelasan grafis distribusi jawaban responden tersebut dijelaskan
pada diagram 12 sebagai berikut :
95
Diagram 12
Setujukah anda dengan pernyataan ini : bahwa pemimpin agama adalah
salah satu penggerak utama dari terwujudnya pemilu yang aman dan tertib
Sebagai pembanding jawaban responden, maka digunakan hasil
wawancara dengan nara sumber yang berperan sebagai pelindung/pimpinan
serta penasehat utama pada tiga kelompok organisasi kepemudaan
keagamaan pada tanggal 12 Juni 2015, yaitu :
a. Agama Katolik :
Romo Yohanes Mastaram, Pr (Pastor Paroki Borong sekaligus
Pelindung organisasi kepemudaan bernama Orang Muda Katolik/OMK),
serta Rm. Simon Nama, Pr (Pastor VIKEP Borong);
b. Agama Islam :
Imam Masjid Jami Borong (Ustad Muhammad Ali) sekaligus pelindung
organisasi kepemudaan Islam yaitu Remaja Masjid (REMAS) dan
Pemuda Masjid Borong.
96
c. Agama Protestan :
Pelindung organisasi kepemudaan Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT)
Eben Haezer Borong, Pendeta Melkisedek Smith.
Tabel 21
Rekapitulasi Jawaban Nara Sumber Terhadap Pertanyaan
Setujukah anda dengan pernyataan ini :bahwa pemimpin agama adalah salah satu
penggerak utama dari terwujudnya pemilu yang aman dan tertib?
Pemimpin Agama Katolik
(Rm Yohanes Mastaram, PR
dan Rm. Simon Nama, PR)
MUI Borong
(Ustad Muhammad Ali) GMIT Ebenhaezer
Borong
(Pendeta Melkisedek Smith)
YA Setuju, kami melihat
semua berperan. Bahwa
pemimpin agama salah
satu penggerak pada
dasarnya iya, tetapi ada
peran Allah sendiri,
melalui pemerintah,
parpol, penyelenggara dan
masyarakat umum juga
dari tokoh pendidikan,
memiliki semangat yang
sama yaitu menjaga
suasana yang aman tertib
pada semua segi kehidupan
di manggarai timur. ini
sungguh Tuhan terlibat.
Kita tau Pemilu selain
untuk memilih wakil
rakyat dan penimpin
bangsa pemilu juga
dipandang sebagai
pendidikan politik dalam
keberagaman agama demi
mencerdaskan kehidupan
bangsa, kebaikan bersama;
bertaqwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, beraklak
mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, inofatif,
produktif, energik, mandiri
dan demokratis serta
Ya, bahwa pemimpin agama
adalah salah satu penggerak
utama dari terwujudnya
pemilu yang aman dan tertib
iya setuju, Gereja
Protestan melalui Surat
Gembala PGI dan
himbauan dari para
pendeta, untuk para jemaat
agar memilih dengan hati,
dan menerima kekelahan
bagi yang maju caleg dan
kalah.
97
bertanggungjawab pada
dan negara.
Pada rekapitulasi tabulasi jawaban nara sumber terhadap wawancara
yang telah dilakukan kepada ketiga kelompok agama tersebut pada tabel 21 di
atas, diketahui bahwa jawaban seluruh nara sumber sejalan dengan jawaban
responden. Artinya bahwa, para pemimpin agama juga merupakan salah satu
faktor pendorong terciptanya pemilu yang aman dan tertib. Sehingga dengan
demikian dapat diketahui bahwa terdapat kesesuaian jawaban antara jawaban
responden dengan jawaban nara sumber penelitian ini.
4.1.3.2. Apakah pemimpin agama sering menghimbau atau mengajak anda untuk turut
serta terlibat dalam mewujudkan pemilu yang aman dan tertib?
Tabel 22 berikut menggambarkan total rekapitulasi jawaban dari 165
resonden penelitian ini yang diuraikan sebagai berikut :
Tabel 22
Distribusi Jawaban Atas Pertanyaan
Apakah pemimpin agama sering menghimbau atau mengajak anda untuk turut serta
terlibat dalam mewujudkan pemilu yang aman dan tertib?
No Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase (%)
1 Ya 162 98,2
2 Tidak 0 0
3 Tidak Menjawab 3 1,8
Jumlah 165 100
Distribusi jawaban responden terbanyak yang mencapai 162
responden (98,2 persen) adalah pada jawaban bahwa pemimpin agama
98
sering menghimbau atau mengajak responden untuk turut serta terlibat
dalam mewujudkan pemilu yang aman dan tertib, 3 responden (1,8 persen)
tidak menjawab, dan tidak ada responden yang menjawab tidak ada
himbauan dari pemimpin agama.
Dengan demikian, setelah melihat distribusi jawaban responden
tersebut di atas, maka dapat dikatakan bahwa menurut para responden,
pemimpin agama merupakan orang yang sering menghimbau umat termasuk
organisasi kepemudaan keagamaan pada masing-masing obyek penelitian
ini untuk turut terlibat dalam mewujudkan pemilu yang aman dan tertib.
Penjelasan grafis dalam bentuk diagram atas distribusi jawaban
responden penelitian ini, dijelaskan pada diagram 13 sebagai berikut :
Diagram 13
Apakah pemimpin agama sering menghimbau atau mengajak anda untuk
turut serta terlibat dalam mewujudkan pemilu yang aman dan tertib?
99
Sebagai pembanding jawaban responden, hasil wawancara dengan
keempat nara sumber pada tanggal 12 Juni 2015, dijelaskan sebagai
berikut :
Tabel 23
Rekapitulasi Jawaban Nara Sumber Terhadap Pertanyaan
Apakah pemimpin agama sering menghimbau atau mengajak anda untuk turut serta
terlibat dalam mewujudkan pemilu yang aman dan tertib?
Pemimpin Agama Katolik
(Rm Yohanes Mastaram, PR
dan Rm. Simon Nama, PR)
MUI Borong
(Ustad Muhammad Ali) GMIT Ebenhaezer
Borong
(Pendeta Melkisedek Smith)
Rm. Yohanes Mastaram,
PR : iya selalu kita lakukan
itu, dalam kegiatan
katekese KBG, mimbar
sabda pada pengumuman
akhir perayaan ekaristi
setiap selesai kurban misa.
dan kegiatan lainnya
bersama umat dan para
tokoh umat. Hal ini bentuk
kepedulian kita sebagai
pemimpin umat pada
pemilu, dalam semangat
kebhinekaan suku-suku
dan agama, sesuai
kebhinekaan kita sesama
anak bangsa.
Rm. simon nama, PR : iya
selalu kita lakukan itu,
dalam kegiatan katekese
para pastor paroki dan
dalam sidang kevikepan
setiap bulan. sehingga di
tingkat paroki ada kegiatan
di kelompok-kelompok
basis. hal ini bentuk
kepedulian kita sebagai
pemimpin umat pada
pemilu, negara, sesuai
kebhinekaan kita, juga kita
dituntun oleh iman
kristiani “jadilah saksi-
iya sering menghimbau dan
mengajak umat untuk turut
serta terlibat dalam
mewujudkan pemilu yang
aman dan tertib, melalui
kotbah-kotbah jumaat,
ceramah-ceramah, terawih
pada bulan ramadhan, dan
pengajian pada majelis
tas’lim
Gereja Protestan dalam
ibadah selalu menghimbau
dan mengajak jemaat,
untuk memilih dengan
melihat visi misi calon
100
saksi Kristus dan
mewartakan keselamatan
allah kepada manusia”.
kita juga diinspirasi oleh
surat gembala dan tema-
tema katekese umat.
Hasil wawancara terhadap keempat tokoh pada ketiga kelompok
agama sesuai rekapitulasi pada Tabel 23 tersebut di atas menunjukkan
bahwa masing-masing pemimpin agama dengan cara agamanya masing-
masing selalu menghimbau umatnya masing-masing demi terlaksananya
pemilu yang aman dan tertib. Sehingga dengan demikian, maka dapat
diketahui bahwa terdapat kesesuaian jawaban antara jawaban responden
dengan jawaban nara sumber, artinya bahwa pemimpin agama sering
menghimbau atau mengajak umatnya untuk turut serta terlibat dalam
mewujudkan pemilu yang aman dan tertib.
4.1.3.3. Apakah ada kegiatan-kegiatan khusus bagi kaum muda yang dibentuk oleh
pemimpin agama untuk mewujudkan pemilu yang aman dan tertib?
Tabel 24 berikut menggambarkan total rekapitulasi jawaban dari
seluruh responden yang berjumlah 165 resonden penelitian dan yang
diuraikan sebagai berikut :
101
Tabel 24
Distribusi Jawaban Atas Pertanyaan
Apakah ada kegiatan-kegiatan khusus bagi kaum muda yang dibentuk oleh
pemimpin agama untuk mewujudkan pemilu yang aman dan tertib?
No Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase (%)
1 Ya 154 93,3
2 Tidak 8 4,8
3 Tidak Menjawab 3 1,8
Jumlah 165 100
Terkait pertanyaan apakah ada kegiatan-kegiatan khusus bagi kaum
muda yang dibentuk oleh pemimpin agama untuk mewujudkan pemilu yang
aman dan tertib, sebagian besar responden (93,3 persen) atau sekitar 154
responden memberikan jawaban bahwa untuk mewujudkan pemilu yang
aman dan tertib, pemimpin agama membentuk kegiatan-kegiatan khusus.
Selanjutnya, 8 responden (3,8 persen) menjawab pemimpin agama tidak
membuat kegiatan-kegiatan khusus guna terwujudnya pemilu yang aman
dan tertib, serta 3 responden (1,8 persen) yang tidak menjawab.
Secara grafis, distribusi jawaban responden tersebut dijelaskan pada
diagram 14 sebagai berikut :
102
Diagram 14
Apakah ada kegiatan-kegiatan khusus bagi kaum muda yang dibentuk oleh
pemimpin agama untuk mewujudkan pemilu yang aman dan tertib?
Sebagai pembanding jawaban responden, hasil wawancara dengan
keempat nara sumber pada tanggal 12 Juni 2015, dijelaskan sebagai
berikut :
Tabel 25
Rekapitulasi Jawaban Nara Sumber Terhadap Pertanyaan
Apakah ada kegiatan-kegiatan khusus bagi kaum muda yang dibentuk oleh
pemimpin agama untuk mewujudkan pemilu yang aman dan tertib?
Pemimpin Agama Katolik
(Rm Yohanes Mastaram, PR
dan Rm. Simon Nama, PR)
MUI Borong
(Ustad Muhammad Ali) GMIT Ebenhaezer
Borong
(Pendeta Melkisedek Smith)
Iya ada. Tema – tema
pemilu selalu kita bawakan
dalam katekese umat, yang
khusus untuk mendalami
pemilu, kelompok
kategorial, dan diperkuat di
mimbar-mimbar ibadah,
(untuk kita ada buku
pegangannya) juga ada umat
kita yang kita dorong
menjadi penyelenggara
tingkat desa dan kecamatan.
Iya ada, melalui kegiatan
lomba-lomba dilingkungan
masing-masing mesjid dalam
rangka terciptanyan
keamanan dan persaudaraan
Ada, melalui perkumpulan
remaja saat kegiatan
ibadah untuk memilih
dengan bijak, dan turut
menjaga ketertiban saat
pemilu
103
Terdapat berbagai kegiatan-kegiatan khusus bagi kaum muda yang
dibentuk oleh pemimpin agama untuk mewujudkan pemilu yang aman dan
tertib dan disesuaikan dengan metode dan cara dari masing-masing agama.
Misalnya melalui kegiatan mimbar ibadah untuk agama Katolik, lomba
dilingkungan masjid untuk agama Islam, serta kegiatan ibadah untuk agama
Protestan.
Inti dari berbagai jenis kegiatan-kegiatan tersebut adalah guna
terwujudnya pemilu yang aman dan tertib. Dan berdasarkan rekapitulasi
seluruh nara sumber penelitian ini seperti yang tersaji pada tabel 25 tersebut
di atas, diketahui bahwa jawaban atas pertanyaan apakah ada kegiatan-
kegiatan khusus bagi kaum muda yang dibentuk oleh pemimpin agama
untuk mewujudkan pemilu yang aman dan tertib, secara gamblang masing-
masing pemimpin agama mengatakan ada. Sehingga dengan demikian,
maka diketahui bahwa seluruh jawaban nara sumber tersebut mampu
menjelaskan dan menguatkan jawaban responden penelitian ini.
4.1.3.4. Pemilu 2014 telah selesai dilaksanakan dengan aman dan tertib. Salah satu
faktor kuncinya adalah karena kaum muda tidak terprovokasi untuk
melakukan kekerasan. Apakah sikap menolak kekerasan dalam pemilu
dipengaruhi oleh himbauan pemimpin agama masing-masing?
Jawaban responden terhadap pertanyaan ini bervariasi, dan pada
tabel 26 berikut dijelaskan mengenai distribusi jawaban responden tersebut :
104
Tabel 26
Pemilu 2014 telah selesai dilaksanakan dengan aman dan tertib. Salah satu faktor
kuncinya adalah karena kaum muda tidak terprovokasi untuk melakukan kekerasan.
Apakah sikap menolak kekerasan dalam pemilu dipengaruhi oleh himbauan
pemimpin agama masing-masing?
No Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase (%)
1 Ya 161 97,6
2 Tidak 1 0,6
3 Tidak Menjawab 3 1,8
Jumlah 165 100
Frekuensi jawaban responden dengan persentase di atas 95 persen
(tepatnya 97,6 persen) yang dijawab oleh responden, termasuk kedalam
kategori tinggi. Artinya bahwa, sikap menolak kekerasan dalam pemilu
merupakan pengaruh dari himbauan masing-masing pemimpin agama
kepada umat atau organisasi kepemudaan bidang keagamaan masing-masing.
Hal ini cukup dimaklumi mengingat peran para pemimpin agama, cukup
vital dalam kehidupan beragama masing-masing agama.
Selanjutnya, 3 responden (1,8 persen) tidak menjawab, dan sisanya
sebanyak 1 responden (0,6 persen) dari total rekapitulasi jawaban responden
menjawab himbauan pemimpin agama tidak berpengaruh terhadap sikap
menolak kekerasan dalam pemilu.
Dengan demikian, penjelasan grafis dalam bentuk diagram atas
jawaban-jawaban responden tersebut dijelaskan pada diagram 15 sebagai
berikut :
105
Diagram 15
Pemilu 2014 telah selesai dilaksanakan dengan aman dan tertib. Salah satu
faktor kuncinya adalah karena kaum muda tidak terprovokasi untuk
melakukan kekerasan. Apakah sikap menolak kekerasan dalam pemilu
dipengaruhi oleh himbauan pemimpin agama masing-masing
Sebagai pembanding jawaban responden, hasil wawancara dengan
keempat nara sumber pada tanggal 12 Juni 2015, dijelaskan sebagai berikut :
Tabel 27
Rekapitulasi Jawaban Nara Sumber Terhadap Pertanyaan
Pemilu 2014 telah selesai dilaksanakan dengan aman dan tertib. Salah satu
faktor kuncinya adalah karena kaum muda tidak terprovokasi untuk
melakukan kekerasan. Apakah sikap menolak kekerasan dalam pemilu
dipengaruhi oleh himbauan pemimpin agama masing-masing?
Pemimpin Agama Katolik
(Rm Yohanes Mastaram, PR
dan Rm. Simon Nama, PR)
MUI Borong
(Ustad Muhammad Ali) GMIT Ebenhaezer
Borong
(Pendeta Melkisedek Smith)
Rm. Yohanes Mastaram,
PR : iya ada tema – tema
pemilu selalu kita bawakan
dalam katekese umat,
kelompok kategorial, dan
diperkuat di mimbar-
mimbar ibadah.
Rm. Simon Nama, PR : iya
ada. Himbauan berupa
melarang kampanye hitam
Iya; tokoh agama senantiasa
dekat dan turut serta dalam
segala kegiatan yang
dilakukan oleh kaum muda
sebagai tindakan prefentif.
Iya; sebagai pendeta kami
selalu memberi informasi
kepemiluan dan hasilnya.
kelompok remaja kami
tidak mudah terprovokasi
oleh isu-isu dalam saat
pemilu. Hal yang paling
pokok dalam pemilu dari
kacamata tokoh agama
adalah pendewasaan pribadi
106
dan melarang menghasut
sesama pasangan calon dan
caleg. Kita perdalam
pemahaman pemilu bersama
komisi Kerasulan Awam
dan komisi kepemudaan. di
paroki-paroki kita sudah ada
itu.
manusia, beriman,
memberikan kesaksian,
merubah, dunia menurut
tata nilai yang luhur. kita
semua terutama kpu
kabupaten, propinsi dan
pusat memberikan kita
semua harapan; diakui juga
masih cukup banyak
orang/kelompok yang
belum memahami pemilu,
hal ini menjadi agenda kita
semua diwaktu yang akan
datang. hal ini kalau dalam
gereja katolik kita di
inspirasi dengan adanya
surat gembala, kotbah
tematis ttg pemilu yang
tetap mendorong
independensi dan
kemerdekaan kita dalam
memilih.
Hasil rekapitulasi jawaban nara sumber tersebut di atas seperti yang
tersaji pada tabel 27, diketahui bahwa seluruh nara sumber menjawab bahwa
sikap menolak kekerasan dalam pemilu dipengaruhi oleh himbauan
pemimpin agama masing-masing. Dan berdasarkan jawaban tersebut, maka
diketahui bahwa terdapat kesesuaian antara jawaban responden dengan hasil
wawancara kepada para nara sumber sehingga terhadap pertanyaan apakah
sikap menolak kekerasan dalam pemilu dipengaruhi oleh himbauan
pemimpin agama masing-masing, dapat dibuktikan.
107
4.1.3.4. Untuk pemilu-pemilu di masa yang akan datang, apakah dirasa perlu untuk
membentuk organisasi khusus kepemudaan terkait kepemiluan?
Jawaban responden terhadap pertanyaan ini distribusikan pada tabel
28 sebagai berikut :
Tabel 28
. Untuk pemilu-pemilu di masa yang akan datang, apakah dirasa perlu untuk
membentuk organisasi khusus kepemudaan terkait kepemiluan?
No Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase (%)
1 Ya 111 67,3
2 Tidak 26 15,8
3 Tidak Menjawab 28 17
Jumlah 165 100
Penjelasan tabel 24 tersebut di atas, 111 responden atau sekitar 67,3
persen dari seluruh total responden penelitian ini menjawab perlu untuk
membentuk organisasi khusus kepemudaan terkait kepemiluan di masa yang
akan datang, 28 responden atau sekitar 17 persen responden tidak menjawab,
serta 26 responden atau sekitar 15,8 persen yang menjawab tidak perlu
membentuk organisasi kepemudaan khusus pemilu.
Secara grafis, distribusi jawaban responden tersebut dijelaskan pada
diagram 16 berikut :
108
Diagram 16
Untuk pemilu-pemilu di masa yang akan datang, apakah dirasa perlu untuk
membentuk organisasi khusus kepemudaan terkait kepemiluan?
Sebagai pembanding jawaban responden, hasil wawancara dengan
keempat nara sumber pada tanggal 12 Juni 2015, dijelaskan sebagai berikut :
Tabel 29
Rekapitulasi Jawaban Nara Sumber Terhadap Pertanyaan
. Untuk pemilu-pemilu di masa yang akan datang, apakah dirasa perlu untuk
membentuk organisasi khusus kepemudaan terkait kepemiluan?
Pemimpin Agama Katolik
(Rm Yohanes Mastaram, PR
dan Rm. Simon Nama, PR)
MUI Borong
(Ustad Muhammad Ali) GMIT Ebenhaezer
Borong
(Pendeta Melkisedek Smith)
Rm. Yohanes Mastaram,
PR : Iya ada, kita fokus
pada ajakan hindari
kampanye hitam,
kampanye menghasut,
kampanye mengadudoma.
karena kita melihat itu
tidak menguntungkan
siapa-siapa karena ada
kelompok yang terluka,
secara manusia itu pasti
menimbulkan rasa
dendam, oleh semua
orang,: orang tua,
masyarakat, guru, lsm,
Tidak perlu, bagaimana
memanfaatkan lembaga
kepemudaan yang ada untuk
ditingkatkan perannya?
Iya bisa diinisiatifkan,
untuk membangun dialog
antar pemuda, antar agama,
tetapi sekarang sesuaikan
dengan kebutuhan kita, itu
kita sangan mendukung
keputusan lembaga yang
terkait
109
komite dan pemerintah,
semua komponen
masyarakat harus
mendukungnya; tanpa
membeda-bedakan sara
dan pilihan.
Rm. Simon Nama, PR :
tergantung, tidak bisa
dikatakan apakah perlu
atau tidak. untuk sekerang
bagaimana kalau
tingkatkan peran kelompok
dialog antara umat
beragama yang sudah ada
dan selama ini melakukan
kegiatan bersama
KESBANGPOLINMAS
Kabupaten Manggarai
Timur
.
Membandingkan hasil jawaban responden terhadap kuesioner yang
telah dibagikan dengan hasil wawancara kepada para nara sumber, diketahui
bahwa terdapat beberapa ketidak cocokan jawaban. Pada tabulasi jawaban
responden, terkait pertanyaan untuk pemilu-pemilu di masa yang akan
datang, apakah dirasa perlu untuk membentuk organisasi khusus
kepemudaan terkait kepemiluan, persentase jawaban responden hanya
sebesar 67,3 persen (kurang dari 75 persen). Hal ini jika dikaitkan dengan
jawaban para nara sumber, pun memberikan gambaran yang sama. Sebagai
contoh, jawaban Ketua MUI Borong dengan tegas menjawab bahwa tidak
perlu membentuk organisasi kepemudaan yang baru khususnya bidang
kepemiluan karena tinggal memaksimalkan peran organisasi kepemudaan
yang sudah ada. Sementara tokoh Agama Katolik Rm. Simon Nama, PR,
110
pun memberikan jawaban yang tidak pasti apakah perlu atau tidak
membentuk organisasi khusus kepemiluan, tetapi lebih khusus menekankan
pada peningkatan pola kerjasama yang sudah ada baik dengan organisasi
pemerintah maupun dengan dialog lintas agama.
Namun, perlu digarisbawahi, jawaban dari keempat nara sumber
dari tiga kelompok agama di atas, semuanya menekankan pada pentingnya
dialog lintas agama demi mewujudkan pemilu yang aman dan tertib.
Pernyataan tersebut dapat diterjemahkan sebagai peningkatan peran dari
oragnisasi keagamaan yang sudah ada saat ini melalui kerjasama dan dialog
yang berkelanjutan munuju terlaksananya pemilihan umum yang lebih baik
di masa datang.
4.2. Pembahasan
4.2.1. Sejauh manakah Pemimpin agama, guru dan pemimpin adat mengambil peran
sentral dalam menggerakkan kesukarelaan politik masyarakat Manggarai Timur
dalam pemilu legislatif dan pemilu Presiden 2014
Dari data yang diperoleh, secara umum terlihat bahwa kesukarelaan politik
masyarakat (political voluntarism) berdasar pada ketertarikan personalnya terhadap
pelaksanaan pemilihan umum. Kelompok masyarakat desa umumnya sangat tertarik
dan mengikuti setiap perkembangan politik walaupun memiliki akses informasi
yang terbatas. Di Kabupaten Manggarai Timur, peran pranata adat masih
sedemikian dominan sehingga pola laku dan cara pandang masyarakat terhadap
suatu isu sangat ditentukan oleh pandangan tradisional yang dilegitimasi oleh para
pemuka adat. Masyarakat pedesaan yang dalam konsepsi sosiologis berciri
111
solidaritas mekanik kemungkinan besar akan sangat terdorong menentukan
pandangan politiknya berdasarkan kebutuhan komunal dan tradisional. Segala
aktualitas politik masyarakat desa digerakkan oleh suatu arahan yang bersifat sosial.
Dengan demikian, berdasarkan hasil analisis jawaban responden dan wawancara
terhadap para nara sumber, maka dapat dikatakan bahwa pemimpin adat mengambil
peran sentral dalam menggerakkan kesukarelaan politik masyarakat Manggarai
Timur dalam pemilu legislatif dan pemilu Presiden 2014.
Sementara itu di komunitas pendidikan yang secara formal menjadi tempat
penanaman dan implementasi nilai-nilai sosial secara sadar dan terencana
melakukan upaya-upaya untuk menjaring keterlibatan peserta didiknya. Pendidikan
menempatkan dirinya dalam sebuah dimensi keilmuan yang benar-benar baku,
artinya pendidikan menjadi agen yang secara etis baik bagi tempat bersemainya
nilai-nilai demokrasi serta isu yang berkembang terkait nilai-nilai kepemiluan.
Selain itu. kelompok pendidikan menjadi tumpuan bagi pemerintah untu
menyosialisasikan pemilihan umum dan tahapan-tahapannya Terdapat berbagai
macam saluran yang dapat digunakan untuk menginisiasi nilai-nilai yang bermuara
pada lahirnya kesukarelaan politik para peserta didik seperti dalam pelajaran
Pendidikan Kewarganegaraan (PKn), dan dalam kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler
termasuk Gerakan Sejuta Relawan Pemilu yang pernah dilaksanakan oleh Panwas
Kabupaten Manggarai Timur. Dengan demikian, berdasarkan hasil analisis jawaban
responden dan wawancara terhadap para nara sumber, maka dapat dikatakan bahwa
guru mengambil peran sentral dalam menggerakkan kesukarelaan politik
112
masyarakat Manggarai Timur khususnya siswa dan siswi pemilih pemula dalam
pemilu legislatif dan pemilu Presiden 2014
Lembaga keagamaan juga merupakan salah satu agen sosialisasi yang
efektif untuk menginjeksi nilai-nilai baru terkait pemilu. Masyarakat di Kabupaten
Manggarai Timur sebagian besar tinggal di pedesaan serta sangat patuh pada nilai-
nilai keagamaan yang dianutnya. Para pemuka agama (pastor, pendeta, dan ustad)
pun menjadi salah satu referensi dalam setiap keputusan yang akan diambil oleh
individu-individu dalam pemilu. Komunalisme sebagai karakteristik dasar
masyarakat Manggarai Timur sangat jelas terlihat dalam pola pergaulan kelompok
atau komunitas antar agama. Konsensus yang dibangun ini tidak terlepas dari peran
para pemuka agama yang berupaya sekuat tenaga menjalin kerukunan yang
berbasiskan komunalisme termasuk dalam pemilu, sehingga masyarakat akan
sangat menaruh kepercayaan kepada mereka sebagai penentu pelaksanaan pemilu
yang aman dan damai. Untuk itu, segenap penyelenggara pemilihan umum (KPU)
sudah seharusnya melihat kelompok agama sebagai saluran yang tepat bagi
penanaman kesadaran akan demokrasi yang mengilhami terciptanya kesadaran akan
pentingnya pemilu bagi kesejahteraannya sehingga menggiring terciptanya
kesukarelaan politik yang masif. Peran lembaga keagamaan sebagai kultural sangat
terlihat dalam fungsinya sebagai penentu kecenderungan politik yang berbasiskan
pandangan religius. Dengan demikian, berdasarkan hasil analisis jawaban
responden dan wawancara terhadap para nara sumber, maka dapat dikatakan bahwa
pemimpin agama (pastor, pendeta, dan ustad) telah turut mengambil peran sentral
113
dalam menggerakkan kesukarelaan politik masyarakat Manggarai Timur dalam
pemilu legislatif dan pemilu Presiden 2014.
114
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
5.1. KESIMPULAN
Dari telaah lapangan yang dilakukan serta hasil analisa jawaban responden dan
wawancara kepada nara sumber penelitian, terdapat sejumlah temuan baru yang
mengkonfirmasi peran para tokoh agama, pemuka adat dan aktor pendidikan. Komunitas,
agama, pendidikan dan adat adalah kelompok-kelompok yang secara kreatif merumuskan
langkah-langkah spontan untuk mengartikulasi partisipasi dalam menciptakan kondisi aman-
damai dalam pemilu di Kabupaten Manggarai Timur.
Lembaga agama sebagai salah satu pilar kehidupan masyarakat Manggarai Timur
telah sangat kuat mempengaruhi cara pandang, pola sikap–tingkah laku penganutnya.
Agama bukan hanya mengajar dan menuntun bagaimana berelasi dengan Tuhan, tetapi juga
bagaimana berelasi dengan sesama dan mengambil peran yang tepat (sesuai ajaran
agamanya) dalam berbagai segi kehidupan salah satunya hajatan pesta demokrasi yakni
pemilu. Salah satu yang pasti dari setiap agama adalah bahwa agama selalu berpihak pada
kebenaran, keadilan dan perdamaian di dunia. Untuk dapat mewujudkan misi keberpihakan
kepada kebenaran, menegakan keadilan dan menciptakan perdamain, para pemimpin agama
mengambil peran yang sangat sentral. Para pemimpin agama ( Pastor, Pendeta dan Imam
Mesjid) dipercaya sebagai utusan Tuhan untuk menuntun umat dalam mempejuangkan
kebenaran, menegakan keadilan dan menabur kedamaian di bumi. Pemimpin agama
memiliki kuasa, kekuatan untuk menggerakan dan mempengaruhi umat. Kekuatan
mempengaruhi, menggerakan, menuntun dari pemimpin agama sangat dirasakan oleh
115
masyarakat Manggarai Timur dalam pemilu legislatif dan Pilpres 2014. Lewat ajarannya,
seruan-seruan moral dan khotbah-khotbah di tempat ibadat, pemimpin agama telah sanggup
menahkodai gerakan kesukarealaan politik masyarakat pada pemilu 2014. Gerakan
kesukarelaan politik yang dimotori oleh para pemimpin agama telah menuntun umat
beragama untuk berpihak kepada kebenaran, menolak kekerasan dalam pemilu, dan merajut
harmoni damai dalam pemilu di Manggarai Timur.
Selain lembaga agama yang telah dijelaskan di atas, lembaga pendidikan adalah juga
merupakan sebuah komunitas kritis yang lahir dan tumbuh di dalam hiruk pikuk aktivitas
masyarakat. Guru sebagai elemen penting dalam pendidikan diharapakan mampu
membentuk dan mengembangkan kepribadian individu peserta didik. Apabila pendidikan
ditelaah dalam konteks politik terutama pemilu , maka peran guru adalah membentuk
generasi kritis dan sadar politik. Generasi yang sadar poiltik dan kritis akan sanggup
mengambil peran yang benar dalam hajatan pemilu, tidak mudah terprovokasi dan menolak
segala bentuk kekerasan dalam pemilu. Pada pemilu 2014 di Manggarai Timur, para murid
pemilih pemula dan pemilih potensial di Sekolah Menengah Atas menyadari peran sentral
guru sebagai agen penggerak kesukarelaan politik di lembaga pendidikan. Lewat pengajaran
di sekolah terutama dalam mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan guru
telah sanggup menanamkan kesadaran politik dan berdemokrasi peserta didik. Bahkan pada
pemilu 2014 para sisiwa bersama guru tampil sebagai relawan demokrasi yang mengawal
seluruh tahapan pemilu di Manggarai Timur. Dengan berperan sebagai pengawal demokrasi,
guru dan siswa telah terlibat aktif mewujudkan pemilu yang aman dan damai di bumi
Manggarai Timur.
116
Peran pemimpin agama dan guru seperti yang dijelaskan di atas pasti juga dirasakan
oleh masyarakat di luar Kabupaten Manggarai Timur. Ada yang unik khas Manggarai Timur
yang kami temukan dalam pergumulan riset ini yakni dalam dinamika kehidupan
masyarakat adat. Kekuatan sosio-politik di Kabupaten Manggarai Timur tidak terletak di
Kota Borong sebagai ibu kota. Masyarakat yang hidup di kota Borong adalah masyarakat
multi kultural. Masyarakat multikultural seperti di kota Borong tidak memiliki ikatan
pemersatu yang kuat seperti ikatan emosional kekerabatan atau ikatan kesukuan. Lemahnya
ikatan pemersatu ini juga menyebabkan rendahnya rasa solidaritas sebagai satu rumpun
keluarga dalam satu kampung. Sebagai contoh bila seorang dari Golo Karot (salah satu nama
tempat di Borong) dipukul oleh orang dari kampung bugis, ini tidak menyulut rasa
solidaritas dari masyarakat Golo Karot untuk mengintimidasi masyarakat kampung Bugis.
Dalam konteks pemilu keadaan masyarakat kota Borong ini justru sangat membantu
mencipatakan suasana aman-damai dalam pemilu. Hal ini disebabkan masyakat tidak mudah
terprovokasi untuk menciptakan kekacauan dalam pemilu. Kekuatan sosio-politik justru ada
disetiap desa yang dibangun oleh ikatan emisonal kekerabatan, dalam satu suku dan adat
atau dalam istilah Manggarai Gendang One Lingko Peang. Konsep Gendang One Lingko
Peang menggambarkan bahwa setiap masyarakat pedesaan di Manggarai Timur berasal dari
rumah Gendang yang sama (ikatan emosional kekerabatan) dan bermata pencaharian di
ladang yang sama. Dalam rumah Gendang terjadi relasi tunduk-taat antara tua adat sebagai
pemimpin dan masyarakat adat. Tua adat merupakan posisi terhormat yang memiliki
kekuatan sakral-magis. Kekuatan sakral-magis yang dimiliki oleh pemimpin adat
memampukan dia untuk memimpin, menuntun, dan menggerakan para masyarakat adat
untuk tunduk-taat kepadanya. Jadi Kekuatan sosio-politik masyarakat desa di Manggarai
117
Timur terdapat pada dua hal penting yakni ikatan emosional yang kuat dalam satu gendang
dan pemimpin kharismatik pada diri tua adat. Sangatlah membanggakan bahwa dalam
konteks pemilu 2014 kekuatan sosio-politik tersebut tidak diarahkan kepada kegiatan-
kegiatan yang mengacaukan proses pemilu. Tetapi sebaliknya masyarakat adat yang
dimotori oleh pemimpin adat bersama-sama terlibat dalam gerakan kesukarelaan politik.
Aksi kesukarelaan politik ini dapat dilihat dari seruan dan ajakan tua adat kepada
masyarakat adat untuk menolak kekerasan dalam pemilu, tidak mudah terprovokasi dan
bersama-sama penyelenggara dan pemerintah mengawal proses pemilu sehingga berjalan
aman dan damai.Tua adat bukanlah orang terdepan yang memprovokasi masyarakat untuk
menciptakan kekacauan dalam pemilu. Tetapi sebaliknya, tua adat adalah orang terdepan
yang menggerakan masyarakat untuk turut merajut simpul-simpul perdamaian dalam pemilu.
Selain itu tua adat juga tidak terjebak pada kepentingan politik yang sempit seperti memaksa
masyarakat adat untuk memilih kandidat yang telah memberi uang atau memiliki kedekatan
personal kepadanya. Justru sebaliknya, tua adat memberi kebebasan kepada masyarakatnya
untuk memilih calon sesuai kehendak hati nuraninya. Sikap netralitas yang ditunjukan oleh
tua-tua adat sangat membantu mematikan benih-benih kekacauan dalam pemilu.
Oleh karena itu, berdasarkan uraian yang telah dijelaskan di atas, maka dapat
diketahui bahwa pemimpin agama, guru dan tokoh adat mengambil peran sentral
dalam menggerakkan kesukarelaan politik masyarakat Manggarai Timur dalam
pemilu legislatif dan pemilu Presiden 2014.
118
5.2. Rekomendasi Dan Saran
Dalam menimbang pemilu sebagai wacana bersama, masyarakat sebagai warga
negara haruslah tampil dalam wajah yang partisipatif, artinya pemilu bukanlah monopoli
segelintir orang, ia hadir dalam dimensi sosial kultural yang tak terlepas dari massa. Untuk
itu, pemerintah sebagai eksponen negara harus hadir dalam aktivitas masyarakat. Untuk
mewujudkan pemilu yang baik, partisipasi masyarakat mutlak dibutuhkan guna menunjang
iklim demokrasi yang baik.
Pemilu sebagai program kolektif dan terencana mesti dimaksimalkan oleh
pemerintah dan penyelenggara (baca: KPUKabupatenManggarai Timur) guna menjaring
pertisipasi masyarakat secara masif. Sosialisasi oleh pihak penyelenggara perlu digalakkan
dan harus seintensif mungkin. Dalam kaitannya dengan pranata-pranata sosial (adat,
keagamaan dan pendidikan), perannya sebagai agen kreatif harus digunakan sebaik mungkin
sehingga pembiayaan dari pemerintah terhadap kegiatan-kegiatannya mutlak diperlukan.
Kelompok kreatif yang tercermin dalam pranata keagamaan, adat dan pendidikan sejatinya
lahir dalam situasi masyarakat yang heterogen dan demokratis. Apabila daya kreatifnya
diaktualisasikan, tujuannya hanya berupa ketertarikan personal terhadap isu yang sedang
berkembang tanpa adanya ekspektasi finansial. Demokrasi lahir dalam tatanan dunia yang
semakin global dan kapitalistik sehingga kebutuhan akan uang menjadi sebuah kemutlakan
dalam demokrasi politis. (Sheldon, Arthur. 1998 :21)
Pandangan Sheldon lahir dari kekhawatiran terhadap perluasan kekuasaan
pemerintah yang cenderung memanfaatkan kekuasaan untuk memperoleh keuntungan
finansial. Dalam kaitannya dengan pendanaan kelompok kreatif, pemerintah perlu
menghindari asumsi masyarakat yang berlebihan terhadap kekuasaan dan politik, sehingga
119
setiap upaya kreatif masyarakat perlu didanai oleh pemerintah untuk menghilangkan
kecurigaan publik.
Umumnya, masyarakat Manggarai Timur adalah masyarakat yang religius,
berpendidikan dan berbudaya. Penghayatan nilai-nilai adat yang tinggi dipadukan dengan
pengalaman intelektualnya menjadikan masyarakat paham dan sadar akan tugasnya. Dalam
konteks sosiologis, peran lembaga kemasyarakatan sangat penting dalam penentuan pilihan
politik serta partisipasinya. Ketika peran lembaga-lembaga ini tereksploitasi dengan baik,
pemerintah dan KPU hanya perlu mengeluarkan sedikit tenaga dan anggaran guna
mensosialisasikan pemilu. Untuk itu, kesadaran sebagai modal utama berdemokrasi perlu
ditumbuhkembangkan melalui mekanisme yang relevan dengan status sosial masyarakat.
Situasi sosial pun memungkinkan lahirnya kekerasan yang diperparah oleh adanya tekanan
dan intimidasi oleh pihak-pihak tertentu. Untuk itu, perlu ada penyelarasan fungsi
kelembagaan sehingga tidak ada tumpang tindih peran yang berujung pertikaian.
Untuk itu, dalam menjalankan perannya sebagai agen sosialisasi, pranata adat, agama
dan pendidikan , maka saran penelitian ini adalah :
1. Perlunya perubahan pola prioritas intervensi baik dana, informasi, sistim kerja, prosedur,
serta segala hal terkait kepemiluan dari yang semula hanya terkonsentrasi pada sektor
pendidikan dan bidang keagaman ke kelompok adat;
2. Perubahan pola dan prioritas intervensi kepada kelompok adat ini disebabkan oleh hasil
penelitian ini yang menunjukkan tingginya peran tokoh adat dalam menciptakan
penyelenggaraan pemilu yang damai di Kabupaten Mangarai Timur;
120
3. Perlu dilakukanya penelitian lanjutan yang lebih komprehensif dan menggunakan analisis
statistik kuantitatif terhadap ketiga kelompok penelitian ini sehingga hasil pengukurannya
dapat menghasilkan data yang lebih reliabel.
4. Pengetahuan yang cukup bagi tiga kelompok penelitian ini yaitu kelompok adat, agama,
dan pendidikan terkait pemilu dan seluk beluknya, hal ini dibutuhkan guna menjaring
keterlibatan publik dalam skala besar.
5. Pihak penyelenggara pemilu (KPU) yang menjadi sumber pengetahuan tersebut harus
bersinergi dengan para petinggi setiap kelompok penelitian ini (kelompok adat, agama,
dan pendidikan) untuk benar-benar menaruh perhatian pada proses dan prosedur terkait
kepemiluan.
6. Pemerintah perlu mendukung tambahan dana pendidikan pemilih dalam kegiatan
sosialisasi tahapan pemilu, guna mendorong pemilu yang berintegritas.
7. Pengadaan Modul pendidikan pemilih serta agenda kerja relawan demokrasi yang
berbasiskan masyarakat adat, tokoh pendidikan dan pemimpin agama perlu dilakukan
secara intensif.
121
DAFTAR RUJUKAN
1. BUKU-BUKU
A. Mangunhardjana. 1997. Isme-Isme dalam Etika dari A sampai Z. Penerbit Kanisius.
Yogyakarta
Albert E. Avey. 1954. Handbook in the History of Philosophy. New York: Barnes &
Noble.
Arthur Sheldon. 1998. The Dilemma of Democracy. The Institute of Economic Affairs.
London England.
Hemo, Doroteus. 1988. Sejarah Daerah Manggarai Propinsi NTT. Percetakan Sendiri.
Kabupaten Manggarai, Provinsi NTT
Jilis A.J. Verheijen. 1991. Manggarai dan Wujud Tertinggi. LIPI-RUL. Jakarta;
Kanis Lina Bana (Ed). Makna Bertapak (Jejak Langkah Membangun Manggarai).
(Yogyakarta: Penerbit Lamalera,2009) Hlm. 68.
Kanisius Teobaldus Deki. 2011. Tradisi Lisan Orang Manggarai. Parrhesia Institute
Jakarta. Jakarta.
Lorens Bagus. 2000. Kamus Filsafat. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta;
Mata Pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan untuk Kelas XI Semester I
dalam Kurikulum 2013. 2013. Membahas materi Pemilu dalam Bab
Menelusuri Dinamika Demokrasi dalam Kehidupan Bermasyarakat,
Berbangsa dan Bernegara;
Richard Foley.1995. 'Voluntarism'. Robert Audi,ed. In The Cambridge Dictionary of
Philosophy. Cambridge:Cambridge University Press. 844-855.
Simon Petrus L. Tjahjadi. 2004. Petualangan Intelektual. Kanisius. Yogyakarta;
122
Sugiyono.1999. Metode Penelitian Bisnis. Bandung : Alfabeta
Suharsimi, Arikunto, 1993. Prosedur Penelitian. Tanpa penerbit
2. INTERNET
kpu.go.id, Diakses pada tanggal 18 Juli 2015;
Wikipedia.org. Diakses pada hari Selasa, tanggal 21 Juli 2015;
3. INFORMAN
Charles L. S.Fil. Guru PPKn SMUN 4 Borong. Kabupaten Manggarai Timur;
Drs. Simon Sabu. Kepala Sekolah SMUK Pancasila Borong. Kabupaten Manggarai
Timur;
Edith Saka, S.Pd. Kepala Sekolah SMUN 4 Borong. Kabupaten Manggarai Timur;
Felianus Juman, S.Pd, Wakil Kepala Sekolah SMUN 1 Sita, Kaca, Kabupaten
Manggarai Timur;
Hironimus Pengko (Tua Teno/Kepdes Bangka Pau sekarang) Kecamatan Poco Ranaka,
Kabupaten Manggarai Timur;
Nikolaus Anggal. Tokoh Adat Gendang Kobok Rongga Koe. Kecamatan Kota Komba,
Kabupaten Manggarai Timur;
Pendeta Melkisedek Smith. Ketua GMIT Ebenhaezer Borong. Kabupaten Manggarai
Timur;
Rm. Simon Nama, PR. Pastor Vikep Borong, Kabupaten Manggarai Timur;
Rm. Yohanes Mastaram, PR. Pastor Paroki Borong. Kabupaten Manggarai Timur;
Ustad Syafrudin Ali. Sekretaris MUI Borong. Kabupaten Manggarai Timur;
Rosana Dalima, S.Pd. Guru PPKn Sekolah SMUN 1 Sita, Kaca, Kabupaten Manggarai
Timur;
123
Wensislaus Burhanu (Tomas/Mantan BPD Desa Bangka Pau) Kecamatan Poco Ranaka,
Kabupaten Manggarai Timur;
Yohanes Djeharum (Mantan Tua Golo/Mantan Kepdes Bangka Pau), Kecamatan Poco
Ranaka, Kabupaten Manggarai Timur;
Yohanes Ngalas. Tokoh Adat Gendang Agos Kipo. Kecamatan Kota Komba,
Kabupaten Manggarai Timur;
4. DOKUMEN-DOKUMEN
KPU. Modul Pendidikan Pemilih KPU RI. Buku 1. Jakarta. 2010
Laporan Tahunan GMIT Ebenhaezer Borong. Tahun 2014.
Pedoman Riset KPU tentang political vluntarism kesukarelaan berpolitik. 2015
Undang–Undang No 32 Tahun 2004, daerah otonom. 2004
Undang–Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2007 tentang Pembentukan
kabupaten Manggarai Timur (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun2007 Nomor 102, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4725)