Post on 19-Jun-2015
HUKUM PERJANJIAN
Aspek Hukum Perjanjian Jual Beli Melalui Internet
I. Pendahuluan
Dalam era millenium ini, teknologi memegang peranan yang besar dalam
kehidupan manusia. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi modern ini akan
mempengaruhi dan memberikan dampak dalam berbagai perubahan dalam kinerja
manusia.
Salah satu produk inovasi dalam teknologi komunikasi adalah internet
(interconection networking) yaitu suatu koneksi antara jaringan komputer.
Penggunaan internet saat ini telah memasuki berbagai aktivitas manusia, baik dalam
sektor politik, sosial, budaya, maupun ekonomi dan bisnis.
Dalam bidang perdagangan, internet mulai banyak dimanfaatkan sebagai media
aktivitas bisnis terutama karena perannya terhadap efisiensi. Perdagangan melalui
internet ini populer disebut dengan e-commerce (electronic commerce). Namun
berbagai kendala muncul sehubungan dengan pengembangan e-commerce seperti
keterbatasan infrastruktur, ketiadaan undang-undang, jaminan keamanan transaksi
dan terutama sumber daya manusia. Dalam bidang hukum hingga saat ini Indonesia
belum memiliki perangkat hukum yang mengakomodasi perkembangan e-commerce.
1
Padahal hal ini merupakan salah satu unsur penting di dalam hubungan
perdagangan/bisnis. 1
Dengan latar belakang demikian, penulis melalui makalah ini akan mencoba
membahas mengenai perjanjian-perjanjian yang dilakukan melalui internet,
dikarenakan belum terdapatnya regulasi yang mengatur mengenai hal tersebut, maka
apakah transaksi yang terjadi melalui internet tersebut telah memenuhi syarat sahnya
suatu perjanjianyang diatur dalam pasal 1320 KUHPerdata, kapankah saat lahirnya
perjanjian dalam transaksi tersebut, dan siapakah pihak yang terlibat dalam e-
commerce selain penjual dan pembeli.
II. Sumber Perikatan dan Hubungan Perikatan dengan Perjanjian
Untuk dapat mengetahui hal-hal yang dipertanyakan di atas maka kita perlu
melihat terlebih dahulu dasar hukum dari perjanjian-perjanjian yang ada di Indonesia.
Berdasarkan Kitab Undang-undang Hukum Perdata pasal 1313 disebutkan bahwa
perjanjian adalah suatu perbuatan di mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya
terhadap satu orang lain atau lebih. Seorang atau lebih berjanji kepada seorang lain
atau lebih atau saling berjanji untuk melakukan sesuatu hal. Ini merupakan suatu
peristiwa yang menimbulkan satu hubungan hukum antara orang-orang yang
membuatnya, yang disebut perikatan.
1 Raharjo, Budi, Info Komputer, edisi Oktober 1999, hal 7
2
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dalam suatu perikatan terkandung hal-hal
sebagai berikut:2
Adanya hubungan hukum
mengenai kekayaan atau harta benda
antara dua orang/pihak atau lebih
memberikan hak kepada pihak yang satu, yaitu kreditur
meletakkan kewajiban pada pihak yang lain, yaitu debitur
adanya prestasi
Prof Subekti menulis bahwa perikatan adalah suatu hubungan hukum (mengenai
kekayaan harta benda) antara dua orang, yang memberi hak kepada yang satu untuk
menuntut barang sesuatu dari yang lainnya sedangkan orang yang lainnya ini
diwajibkan memenuhi tuntutan itu.3
1) Subjek Perjanjian
Subjek dalam perjanjian adalah:
a. Natural person (orang-natuurlijk persoon/private person)
b. Legal entity (badan hukum-rechtpersoon/artificial person)
Terdiri dari kreditur dan debitur sebagai para pihak.
a. Kreditur adalah pihak yang berhak atas sesuatu dari pihak lain/debitur
2 Rai Widjaya, I.G. Merancang Suatu Kontrak, hal 21, Jakarta:Megapoin, 2003.3 Ibid, hal 22
3
b. Debitur, berkewajiban memnuhi sesuatu kepada kreditur.
2) Objek Perjanjian
Hak dan kewajiban untuk memenuhi sesuatu yang disebut prestasi, yang menurut
undang-undang bisa berupa:4
Menyerahkan sesuatu, bisa memberikan benda atau memberikan sesuatu
untuk dipakai
Melakukan sesuatu
Tidak melakukan sesuatu
3) Asas-asas Dalam Hukum Perjanjian
Beberapa asas-asas penting dalam Hukum Perjanjian diantaranya:5
a. Tidak boleh main hakim sendiri
Meskipun hukum menjamin hak seseorang sebagai pihak yang beritikad baik
untuk memperoleh perlindungan atas hak-haknya yang dilanggar, dengan
adanya “asas tidak boleh main hakim sendiri” pihak yang merasa dirugikan
dapat menegakkan haknya menurut prosedur dan ketentuan hukum yang
4 Ibid.5 Ibid, hal 31.
4
berlaku. Artinya pihak yang dirugikan tidak bisa sekehendak hatinya meminta
kepada pihak lain supaya perjanjian itu segera dipenuhi, atau dengan cara-
caranya sendiri memaksa pihak lain untuk memenuhi perjanjian. Tetapi tidak
berarti bahwa hak yang dimiliki oleh yang bersangkutan untuk menegakkan
kepentingannya akan hilang atau tidak ada, melainkan dapat ditegakkan
melalui prosedur yang berlaku, yaitu melalui pengadilan atau meminta
bantuan hakim.
b. Kebebasan berkontrak
Dalam Hukum Perjanjian dianut sistem terbuka yang artinya bahwa hukum
perjanjian memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada masyarakat
untuk mengadakan perjanjian yang berisi apa saja, asalkan tidak melanggar
ketertiban umum dan kesusilaan. Pasal-pasal dari Hukum Perjanjian
merupakan apa yang dinamakan hukum pelengkap, yang berarti bahwa pasal-
pasal itu boleh diabaikan manakala dikehendaki oleh yang membuat suatu
perjanjian. Mereka diperbolehkan untuk mengatur sendiri kepentingan mereka
dalam perjanjian-perjanjian yang mereka adakan itu. Kalau mereka tidak
mengatur sendiri sesuatu hal, berarti mereka akan tunduk kepada undang-
undang mengenai hal itu.6
6 Subekti, Hukum Perjanjian, Cetakan XVI, hal 17, Jakarta: Intermasa, 1987
5
Sistem terbuka yang mengandung suatu asas kebebasan membuat perjanjian,
dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata diatur dalam pasal 1338 ayat
(1), yang berbunyi:
“ Semua Perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang
bagi mereka yang membuatnya”
c. Konsensualisme
Asas konsensual termuat dalam pasal 1320 KUHPerdata. Asas konsensual
menganut paham dasar bahwa suatu perjanjian itu sudah lahir sejak saat
tercapainya kata sepakat. Pada detik tercapainya kesepakatan, lahirlah suatu
perjanjian.
Menurut pasal 1458 KUHPerdata, disebutkan bahwa:
“Jual beli dianggap telah terjadi seketika setelah tercapai kata sepakat
tentang benda dan harganya, meskipun barang itu belum diserahkan dan
harganya belum dibayar”.
Jadi menurut asas konsensual, perjanjian itu sudah ada dan sah mengikat
apabila sudah dicapai kesepakatan mengenai hal-hal dalam perjanjian, tanpa
diperlukan lagi adanya suatu formalitas, kecuali ditetapkan berdasarkan
6
undang-undang, seperti perjanjian perdamaian yang harus dibuat secara
tertulis
4) Syarat-syarat Sahnya Suatu Perjanjian
Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat:
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
2. Cakap untuk membuat suatu perjanjian
3. Mengenai suatu hal tertentu
4. Suatu sebab yang halal
Dua syarat yang pertama dinamakan syarat-syarat subjektif, karena mengenai
orang-orangnya atau subjeknya yang mengadakan perjanjian, sedangkan dua
syarat yang terakhir dinamakan syarat-syarat objektif karena mengenai
perjanjiannya sendiri atau objek dari perbuatan hukum yang dilakukannya itu.7
Kesepakatan para pihak yang terlibat dalam perjanjian merupakan hal penting.
Dengan sepakat, kedua subjek yang mengadakan perjanjian setuju mengenai hal-
hal pokok dari perjanjian yang diadakan. Apa yang dikehendaki oleh pihak yang
satu, juga dikehendaki oleh pihak yang lain.
7
? Ibid, hal. 17
7
Orang yang membuat suatu perjanjian harus cakap menurut hukum. Pada
dasarnya, setiap orang yang sudah dewasa atau akilbalig dan sehat pikirannya
adalah cakap menurut hukum. Dalam pasal 1330 KUHPerdata disebutkan
mengenai orang-orang yang tidak cakap untuk membuat suatu perjanjian:
1. orang-orang yang belum dewasa
2. mereka yang ditaruh di bawah pengampuan
3. orang perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan oleh Undang-undang dan
semua orang kepada siapa Undang-undang telah melarang membuat
perjanjian-perjanjian tertentu.
Untuk orang yang belum dewasa diwakili oleh walinya, sedangkan untuk orang
yang tidak sehat pikirannya diwakili oleh pengampunya karena
ketidakmampuannya untuk melakukan tindakan hukum, tanggung jawab yang
harus dipikul serta akibatnya.
Menurut KUHPerdata, seorang perempuan yang bersuami, untuk mengadakan
suatu perjanjian, memerlukan bantuan atau izin (kuasa tertulis) dari suaminya
(pasal 108 KUHPerdata). Namun berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung
No.3 Tahun 1963 yang ditujukan kepada Ketua Pengadilan seluruh Indonesia,
menyatakan antara lain bahwa pasal 108 dan 110 KUHPerdata tidak berlaku lagi.8
8 Ibid, hal 19
8
Syarat yang ketiga bahwa suatu perjanjian harus mengenai suatu hal tertentu,
artinya apa yang diperjanjikan hak-hak dan kewajiban kedua belah pihak jika
timbul suatu perselisihan. Barang yang dimaksudkan dalam perjanjian paling
tidak harus sudah ditentukan jenisnya.
Syarat keempat untuk suatu perjanjian yang sah adalah suatu sebab yang halal.
Dengan sebab ini dimaksudkan bahwa pada isi perjanjian. Sebab yang halal bukan
pada sesuatu yang menyebabkan seseorang membuat perjanjian termaksud.
Hukum pada asanya tidak menghiraukan apa yang berada dalam gagasan seorang
atau pada apa yang dicita-citakan seorang. Yang diperhatikan oleh hukum atau
undang-undang hanyalah tindakan orang-orang dalam masyarakat.9
Jadi yang dimaksud dengan sebab atau causa dari suatu perjanjian adalah isi
perjanjian itu sendiri. Jika seorang membeli pisau di toko dan dengan maksud
untuk membunuh orang, jual beli pisau itu mempunyai suatu sebab yang halal
seperti jual beli barang-barang lainnya. Lain halnya apabila soal membunuh itu
dimasukkan dalam perjanjian misalnya, si penjual hanya bersedia menjual
pisaunya, kalau si pembeli membunuh orang. Isi perjanjian ini menjadi sesuatu
yang terlarang.
9 Ibid,
9
Jika syarat-syarat sah tersebut di atas atau salah satu syarat tidak terpenuhi maka
hal ini harus dilihat terlebih dahulu antara syarat subjektif dengan syarat objektif.
Dalam hal syarat objektif, kalau syarat itu tidak terpenuhi, perjanjian itu batal
demi hukum. Artinya dari semula tidak pernah dilahirkan suatu perjanjian dan
tidak pernah ada suatu perikatan.
Sedangkan untuk syarat subjektif, jika syarat itu tidak terpenuhi, perjanjiannya
bukan batal demi hukum tetapi salah satunya pihak mempunyai hak untuk
meminta supaya perjanjian itu dibatalkan. Pihak yang dapat meminta pembatalan
itu adalah pihak yang tidak cakap atau pihak yang memberikan sepakatnya
(perizinannya) secara bebas.
Yang dapat meminta pembatalan dalam hal seorang anak yang belum dewasa
adalah anak itu sendiri apabila ia sudah dewasa atau orang tua/walinya. Dalam hal
seorang yang berada di bawah pengampuan, maka pengampunya. Dalam hal
seorang yang telah memberikan sepakat atau perizinannya secara tidak bebas,
orang itu sendiri.
III. Perjanjian Jual Beli E-commerce
Saat ini perkembangan teknologi semakin modern, khususnya perkembangan
dalam teknologi komputer. Semua berkembang dengan cepat namun tidak seiring
10
dengan perkembangan hukum berupa peraturan yang mengaturnya. Masyarakat
dituntut untuk melakukan segalanya dengan lebih cepat, begitupun dalam melakukan
berbagai transaksi jual beli. Lintas negara dan lintas waktu bukan lagi menjadi
masalah.
Transaksi sat ini tidak hanya dilakukan secara konvensional tetapi juga melalui
media internet. Di Indonesia jual beli melalui internet ini sudah ada dan dikenal sejak
tahun 1996 dengan munculnya situs http://www.sanur.com sebagai toko buku online
pertama. Namun pengaturan mengenai jual beli melalui internet ini belum terdapat
peraturan khususnya. Saat ini terdapat Rancangan Undang-Undang mengenai
Telematika, yang di dalamnya mengatur mengenai aspek-aspek dalam dunia
komunikasi melalui komputer beserta dampak-dampaknya. Namun sampai saat
inibelum disahkan, maka perjanjian yang terjadi pengaturannya berdasarkan hukum
perjanjian non elektronik yang berlaku.
Hukum Perjanjian Indonesia menganut asas kebebasan berkontrak berdasarkan
pasal 1338 KUHPerdata. Asas ini memberi kebebasan kepada para pihak yang
sepakat untuk membentuk suatu perjanjian untuk menentukan sendiri bentuk dan isi
suatu perjanjian. Dengan demikian para pihak yang membuat perjanjian dapat
mengatur sendiri hubungan hukum diantara mereka.
Sebagaimana dalam perjanjian konvensional, e commerce menimbulkan perikatan
antara para pihak untuk memberikan suatu prestasi. Dan dampak dari perikatan itu
11
adalah timbulnya hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh para pihak yang
terlibat.
Jual beli merupakan salah satu jenis perjanjian yang diatur dalam KHUPerdata,
sedangkan e-commerce merupakan model perjanjian jual beli yang mempergunakan
sarana modern berupa internet sebagai media transaksi. Karena belum terdapatnya
pengaturan yang khusus, dengan demikian selama tidak diperjanjikan lain, maka
ketentuan umum tentang perikatan dan perjanjian jual beli yang diatur dalam Buku III
KUHPerdata berlaku sebagai dasar hukum aktifitas transaksi e-commerce di
Indonesia. Penyelesaian sengketa pun mengacu kepada aturan di dalam KUHPerdata
tersebut.10
A. Perjanjian jual beli konvensional
Dalam perjanjian jual beli konvensioanl, yang harus diserahkan oleh
penjual kepada pembeli adalah hak milik atas barangnya, jadi bukan hanya
sekedar kekuasaan atas barang tadi. Yang harus dilakukan adalah penyerahan
barang atau levering secara yuridis.
Menurut hukum perdata ada tiga macam penyerahan yuridis, yaitu:11
a. penyerahan barang bergerak
10 http:// www.geocities.com/yogyacarding/ hukum_di_internet_mau_kemana.htm.11 Opcit, Subekti, hal 79
12
Dilakukan dengan penyerahan nyata atau menyerahkan kekuasaan atas
barangnya (pasal 612 KUHPerdata)
b. penyerahan barang tak bergerak
Melalui akta transport dalam register tanah, pembuatan akta jual beli oleh
Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)
c. penyerahan piutang atas nama
Dengan pembuatan sebuah akta Cessie, pasal 613 KUHPerdata.
Perjanjian jual beli memiliki sifat konsensuil, artinya Jual beli dianggap telah
terjadi antara kedua belah pihak sewaktu mereka telah mencapai sepakat tentang
barang dan harga meskipun barang itu belum diserahkan maupun harganya belum
dibayar.(pasal 1458 KUHPerdata)
B. Perjanjian Jual Beli Melalui Internet
Suatu transaksi atau perjanjian harus memenuhi syarat sahnya suatu
perjanjian. Karena prinsip yang dianut oleh KUHPerdata merupakan prinsip
universal dari transaksi. Perkembangan teknologi tidak dapat dihindari dan karena
pemahaman yang berkembang selama ini, syarat perjanjian yang tertera dalam
pasal 1320 KUH Perdata hanya bisa berlaku untuk transaksi konvensional.
Padahal tidak demikian halnya, perkembangan teknologi adalah satu dari sebuah
13
realitas teknologi. Realitas teknologi hanya berperan untuk membuat hubungan
hukum konvensional bisa berlangsung efektif dan efisien. 12
Saat terjadinya transaksi dalam perjanjian e-commerce ini, terdapat beberapa teori
diantaranya:13
a. Teori Kehendak
Dikaitkan dengan teori ini maka terjadinya kontrak adalah ketika pihak
penerima menyatakan penerimaannya dengan menulis e-mail.
b. Teori Pengiriman,
Menurut teori ini terjadinya kontrak adalah pada saat penerima mengirim e-
mail.
c. Teori Pengetahuan
Menurut teori ini terjadinya kontrak adalah sejak diketahuinya e-mail dari
penerima oleh penawar.
d. Teori Kepercayaan
Menurut teori ini kontrak terjadi pada saat pernyataan penerimaan tersebut
selayaknya telah diterima oleh penawar.
Dalam transaksi jual beli dikenal proses pembayaran dan penyerahan barang.
Konsep dari jual beli tersebut tetap ada dimana dengan adanya internet atau e-
commerce hanya membuat transaksi jual beli atau hubungan hukum yang terjadi 12 Ramli, Ahmad M, Prinsip-prinsip Cyber Law dan Kendala Hukum Positif Dalam Menanggulangi Cyber Crime, Fakultas Hukum Universitas Padjajaran, 2004.13 http://202.183.1.26:2121/pls/PORTAL30/indoreg.irp_analysis, Supancana, B.R. DRI, Kekuatan Akta Elektronis Sebagai Alat Bukti Pada Transaksi E-commerce Dalam Sistem Hukum Indonesia, , 2003.
14
menjadi lebih singkat, mudah dan sederhana. Kapankan suatu perjanjian dalam
transaksi e-commerce tersebut berlangsung, akan berhubungan dengan para pihak
yang melakukan transaksi tersebut. Dalam transaksi jual beli biasa, perjanjian
berakhir pada saat masing-masing pihak melakukan kewajibannya masing-
masing, pembeli menyerahkan uang dan penjual menyerahkan barang.
Tidak berbeda dengan transaksi yang berlangsung secara online, walaupun tidak
seperti transaksi biasa. Dalam transaksi online, tanggung jawab (kewajiban) atau
perjanjian dibagi kepada para pihak yang terlibat dalam jual beli tersebut.
Sedikitnya ada empat pihak yang terlibat di dalam transaksi online. Pihak tersebut
antara lain perusahaan penyedia barang (penjual), pembeli, perusahaan penyedia
jasa pengiriman, dan jasa pembayaran.14
Dalam transaksi online terdapat bagian-bagian tanggung jawab pekerjaan yaitu
untuk penawaran, pembayaran pengiriman. Pada proses penawaran dan proses
persetujuan jenis barang yang dibeli, maka transaksi antara penjual dan pembeli
selesai. Penjual menerima persetujuan jenis barang yang dipilih dan pembeli
menerima konfirmasi bahwa pesanan atau pilihan barang telah diketahui oleh
penjual.
14
?http//:www.hukumonline.com, Seto, Sulung Anggoro, Transaksi Melalui Internet dan aspek Hukumnya.
15
Dapat dikatakan bahwa transaksi antara penjual dan pembeli dalam tahapan
persetujuan barang telah selesai sebagian sambil menunggu barang yang telah
dipesan tadi tiba atau diantar ke alamat pembeli. Dalam transaksi yang melibatkan
pihak bank, maka bank baru akan mengabulkan permohonan dari pembeli setelah
penjual menerima konfirmasi dari Bank yang ditunjuk penjual dalam transaksi e-
commerce tersebut. Setelah penjual menerima konfirmasi bahwa pembeli telah
membayar harga barang yang dipesan, selanjutnya penjual akan melanjutkan atau
mengirimkan konfirmasi kepada perusahaan jasa pengiriman untuk mengirimkan
barang yang dipesan ke alamat pembeli.
Setelah semua proses tersebut dilakukan, di mana ada proses penawaran,
pembayaran, dan penyerahan barang maka perjanjian tersebut dikatakan selesai
seluruhnya atau perjanjian tersebut telah berakhir.
Pihak yang terkait langsung dalam transaksi paling tidak ada empat pihak yang
terlibat, diatas telah disebutkan antara lain; penjual, pembeli, penyedia jasa
pembayaran, penyedia jasa pengiriman.
16
Sama seperti sahnya perjanjian/kontrak pada umumnya, keabsahan suatu transaksi
elektronis sebenarnya tidak perlu diragukan lagi sepanjang terpenuhinya syarat-
syarat kontrak.15 Dalam sistem hukum Indonesia, sepanjang terdapat kesepakatan
diantara para pihak; cakap mereka yang membuatnya; atas suatu hal tertentu; dan
berdasarkan suatu sebab yang halal, maka transaksi tersebut seharusnya sah,
meskipun melalui proses elektronis.
Untuk mendukung pandangan tersebut, dalam lingkup internasional terdapat
beberapa ketentuan yang dapat menjadi acuan, antara lain:16
a. The United Nations Conference on International Trade Law (UNCITRAL)
Model Law on E-Commerce of 1996, yang merumuskan bahwa akibat,
keabsahan atau dapat ditegakkannya suatu informasi tidak dapat disangkal
semata-mata karena formatnya sebagai pesan data (data message).
b. The European Union (EU) Directive on E-Commerce of 2000: menegaskan
bahwa negara anggotanya wajib menjamin bahwa sistem hukum mereka
memungkinkan kontrak dibuat dengan sarana elektronis;
c. Singapore’s E-Transaction Act of 1998: merumuskan bahwa untuk
menghindari keraguan, dinyatakan bahwa informasi tidak dapat disangkal
akibat hukumnya, keabsahannya maupun kemampuan untuk ditegakkannya
15 Opcit, Supancana.16 Ibid.
17
semata-mata dengan alasan bahwa informasi tersebut dalam bentuk rekaman
elektronis.
Penandatanganan atas transaksi tersebut dalam bentuk digital signature
merupakan bentuk persetujuan pihak pembeli atas informasi yang diberikan dan
atas transaksi yang telah diketahuinya.
Dengan demikian transaksi tersebut setelah melalui alur yang telah
dijelakan di atas maka perjanjian tersebut berakhir. Jadi transaksi e-commerce
yang dilakukan melalui media internet telah memenuhi persyaratan dalam 1320
KUHPerdata.
IV. Kesimpulan
Dalam dunia yang serba cepat dan modern saat ini perkembangan teknologi
merupakan salah satu hal yang tidak bisa kita elakkan, globalisasi merupakan syarat
dalam mengikuti perkembangan dunia. Perkembangan teknologi memberikan
kemudahan tersendiri dalam melakukan aktifitas-aktifitas termasuk dalam melakukan
transaksi jual beli. Jual beli secara konvensional telah didampingi dengan transaksi
jual beli yang dilakukan secara elektronik melalui media komputer. Dalam kaitannya
dengan syarat-syarat sahnya perjanjian, dikarenakan belum terdapatnya aturan khusus
mengenai hal ini maka pengaturan didasarkan pada Buku III KUHPerdata, dan unsur-
unsur dalam pasal tersebut telah terpenuhi dalam transaksi e-commerce denagn
18
penjelasan yang telah dikemukakan. Penulis berharap dengan semakin
berkembangnya teknologi, peraturan yang akan menjadi dasar pelaksanaan dari
aktifitas-aktifitas yang berhubungan dengan teknologi segera disahkan sehingga
masyarakat akan mendapatkan kepastian hukum mengeani tindakan-tindakan yang
berhubungan dengan hal tersebut.
19