Post on 21-Jul-2015
Sajadah Muslim ~ Assalamu Alaikum wr wb. Pada dasarnya Daulah Bani Umayyah
merupakan lanjutan dari Daulah Khulafaur Rasyidin. Muawiyah adalah pendiri daulah ini.
Daulah ini berdiri ketika terjadi krisis politik dalam tubuh umat Islam. Perang siffin merupakan
bagian tengah dari episode krisis umat Islam pada masa itu. Sebab, sebelumnya terjadi pula
perang yaitu perang antara pemerintah Ali melawan pendukung Aisyah, Zubair, dan Talhah.
Perang yang dikenal sebagai perang Jamal (Perang Unta) tersebut terjadi karena peristiwa
sebelumnya, yaitu terbunuhnya Khalifah Ustman. Tetapi sebenarnya pangkal dari krisis tersebut
sudah ada pada masa Khalifah Ustman menjabat. Umat Islam resah ketika Khalifah dipandang
telah membiarkan praktek-praktek KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme) dalam
pemerintahannya. Keresahan umat itu terus berkembang hingga terjadinya aksi demonstrasi di
depan kediaman Khalifah Ustman di Madinah. Sayang, aksi yang awalnya hanya gerakan moral
anti KKN itu berakhir beringas dan tak terkendali sampai akhirnya menyebabkan Khalifah
Ustman terbunuh dan istri beliau terluka.
Karena kehilangan Khalifah, umat Islam mengangkat Khalifah baru. Pada waktu itu Ali
bin Abi Thalib dianggap sosok yang paling tepat menjadi Khalifah. Masyarakat Madinah dan
para demonstran ramai-ramai membaiat Ali menjadi Khalifah. Dengan naiknya Ali tersebut,
keadaan menjadi lebih tenang. Masyarakat Madinah tenang dan para demonstran yang
kebanyakan dari daerah luar Madinah, seperti Mesir, Kuffah, dan Basra, juga tenang dan kembali
ke daerah masing-masing. Namun, Zubair bin Awwam, Talhah bin Ubaidillah serta Aisyah (istri
Rasulullah SAW) menolak pembaiatan Ali menjadi Khalifah. Mereka menuntut agar para
pembunuh Ustman ditangkap dan diadili dahulu sebelum pemilihan Khalifah. Akibat dari
ketidaksetujuan itu pecahlah Perang Unta. Di sisi lain, Muawiyah yang bertempat tinggal di
Damaskus juga menyatakan hal yang sama dengan kelompok Zubair, Talhah, Aisyah. Akibat
dari penolakan itu, pecahlah perang Siffin.
Asal Usul Bani Umayyah
Nama Umayyah merujuk pada seorang Quraisy di masa Jahiliyah. Dia adalah Umayyah
bin Abdus Syam bin Abdi Manaf. Masih terhitung saudara dari Bani Hasyim (keluarga besar
Rasulullah SAW), karena Hasyim (ayah Abdul Muthalib) juga salah satu Putra Abdi Manaf.
Jadi, Abdi Manaf adalah kakek moyang kedua Bani tersebut. Tetapi, sekalipun satu kakek
moyangnya, sejak zaman Jahiliyah Bani Umayyah juga tidak jarang mengganggu keberhasilan
Bani Hasyim. Abdul Muthalib, pemimpin Ka’bah saat itu, diganggu oleh Abdus Syam dan
Umayyah. Ketika menemukan kembali mata air zamzam, Umayyah dan bapaknya meminta
bagian agar dapat mengurusi mata air itu. Tetapi karena penduduk Mekkah tidak berkenan
dengan tindakan mereka itu, maka keluarga Abdus Syam tersebut meninggalkan Mekkah menuju
Damaskus karena merasa malu.
Pada masa Muhammad diangkat sebagai Rasul Allah, Bani Umayyah merupakan
keluarga kaya, terdidik dan berpengaruh. Salah satu dari mereka adalah pemimpin Kaum Quraisy
Mekkah. Dia adalah Abu Sufyan bin Harb bin Umayyah. Kecintaannya kepada harta dan
kekuasaan membuat dia dan keluarganya tidak mau mengakui kebenaran Islam sebagai ajaran
yang mulia. Oleh karena itu, Abu Sufyan tidak mau tunduk terhadap ajakan Rasulullah SAW,
bahkan terus memusuhi. Aktivitas dakwah Rasulullah SAW yang dianggapnya akan mengubah
keadaan sosial, ekonomi, dan politik Mekkah, tentu merugikan para orang kaya, termasuk Bani
Umayyah. Untuk itu, berbagai cara dilakukan guna menggagalkan gerakan reformasi yang
dibangun Rasulullah SAW tersebut. Sampai-sampai, cara-cara kekerasan (perang) pun mereka
lakukan. Tercatat beberapa perang besar (Perang Badar, Perang Uhud, dan Perang Khandaq)
pasca hijrah, melibatkan kepemimpinan Abu Sufyan.
Abu Sufyan dan keluarga, akhirnya masuk Islam dengan terpaksa pada saat berpuluh-
puluh ribu kaum Muslimin mengepung Mekkah dari segala penjuru. Walapun banyak sahabat
tidak suka terhadap masuk Islamnya keluarga Abu Sufyan, Rasulullah SAW tetap menghormati
perubahan sikapnya. Kesalahan-kesalahannya diampuni, bahkan Muawiyah putra Abu Sufyan
diangkat sebagai sekretaris beliau dan saudara perempuannya, Ummu Habibah diperistri oleh
Beliau. Setelah beberapa tahun bergabung sebagai kaum Muslimin, keluarga terdidik dan
berpengaruh ini ikut membesarkan Islam. Di masa Abu Bakar Sidiq, keluarga Abu Sufyan dan
Bani Umayyah merasa rendah diri karena kelas mereka berada di bawah kaum Muhajirin dan
Ansar. Mereka tahu diri bahwa perjuangan mereka belum apa-apa dibanding dengan kedua kaum
di atas. Apalagi di masa dahulu, mereka memusuhi perjuangan Rasulullah SAW dan kaum
Muslimin. Oleh karena itu, mereka maklum ketika Khalifah Abu Bakar menyatakan di depan
umum bahwa keluarga besar Bani Umayyah harus ikut berjuang membela Islam termasuk di
medan perang, bila ingin setingkat dengan kaum Muhajirin dan Ansar. Beberapa peperangan
yang terjadi di masa Abu Bakar ini anggota Bani Umayyah ikut serta dibarisan kaum Muslimin.
Bahkan, Yazid bin Abu Sufyan menjadi salah satu panglima untuk memimpin pasukan ke Syiria
melawan Bizantium.
Pada masa Umar, ketika wilayah Islam semakin meluas dan membutuhkan banyak tenaga
administratif, sang Khalifah memanfaatkan tenaga-tenaga Bani Umayyah yang umumnya
terdidik untuk membaca, menulis, dan berhitung. Bahkan, Yazid dan Muawiyah dipercaya untuk
mengelolah wilayah Syiria. Kepercayaan Khalifah Umar ini tidak disia-siakan oleh Bani
Umayyah. Mereka bekerja dengan tekun dan dikenal sukses dalam mengerjakan tugas-tugas
administratif. Periode Umar inilah awal mula Bani Umayyah menduduki posisi-posisi penting.
Namun karena kewibawaan sang Khalifah yang bersih dan berwibawa, mereka tidak berani
bertindak macam-macam, seperti korupsi dan sejenisnya.
Pada masa Ustman, kebijakan mempekerjakan tenaga-tenaga Bani Umayyah seperti masa
Umar, tetap dilanjutkan. Bahkan Ustman mempercayai mereka untuk jabatan-jabatan strategis.
Enam tahun pertama, Ustman sukses membangun Negara. Namun, pada enam tahun berikutnya,
karena usia Ustman yang semakin uzur, maka posisi Bani Umayyah semakin kuat. Melalui
sekretaris Negara Marwan bin Hakam yang juga salah satu anggota Bani Umayyah, mereka
menempatkan kroni-kroninya pada posisi strategis. Praktek-praktek KKN (Korupsi, Kolusi, dan
Nepotisme) dijalankan dengan penuh kesungguhan. Hal inilah yang menjadi awal bencana
hingga terbunuhnya Khalifah Ustman.
Pada era Ali, keluarga Umayyah yang menjabat posisi-posisi penting pada pemerintahan
Ustman, semuanya dicopot. Kebijakan Ali yang keras inilah yang mendorong mereka menentang
pengangkatan Ali sampai membuat pecahnya Perang Siffin. Namun, keberuntungan memang ada
dipihak mereka pada saat Perang Siffin mengangkat Muawiyah menjadi Khalifah tandingan.
Bahkan lebih beruntung lagi ketika Hasan bin Ali yang menggantikan kepemimpinan ayahnya
mengakui Muawiyah sebagai Khalifah yang sah di seluruh wilayah kekuasaan Islam. Sejak
itulah mereka mulai membangun pemerintahan Islam warisan Rasulullah SAW dan para sahabat
tersebut menjadi pemerintahan milik keluarga besar Bani Umayyah.
Corak Khas Pemerintahan Bani Umayyah
Pada masa Khulafaur Rasyidin, Khalifah adalah sosok pemimpin yang alim dalam ilmu
agama, sederhana dalam hidup, dan tanggung jawab kepada rakyatnya. Dia menjadi imam di
Masjid, sekaligus komandan di medan perang. Dia hidup sederhana dan jauh dari sikap mewah.
Bahkan, sebagai kepala Negara tidak ada pengawal yang menjaga di sekitarnya. Karena baginya,
hidup mati adalah urusan Allah. Adapun untuk mengetahui denyut nadi keadaaan rakyatnya,
hampir setiap malam seorang Khalifah mengunjungi kehidupan rakyatnya. Keinginan dan
kebutuhan rakyat harus disaksikan dan dirasakan sendiri dengan cara seperti itu. Khalifah sadar
bahwa tanggung jawab sebagai pemimpin umat sangatlah berat.
Pada masa kekuasaan Bani Umayyah, sikap hidup seperti itu tidak akan ditemukan. Sejak
Muawiyah memegang kekuasaan, gaya hidup seorang Khalifah sudah berubah drastis.
Muawiyah hidup di dalam benteng dengan pengawalan ketat dan bermewah-mewah sebagai raja.
Tradisi “Harem” dan perbudakan ditumbuhkan kembali. Pesta-pesta diadakan di istana, lengkap
dengan hiburan-hiburan yang jauh dari nilai-nilai Islam. Hal seperti ini diwariskan kepada
Khalifah-Khalifah sesudahnya kecuali pada Khalifah Umar bin Abdul Aziz (Umar II). Hal lain
yang berubah pada masa Bani Umayyah adalah fungsi dan kedudukan Baitul Mal. Ketika era
Khulafaur Rasyidin. Baitul Mal adalah harta Negara yang harus dipergunakan untuk
kesejahteraan rakyat. Namun pada masa Bani Umayyah, fungsi dan kedudukan Baitul Mal telah
bergeser, sebab Khalifah memiliki wewenang yang besar untuk menggunakan harta Baitul Mal
sesuai keinginannya. Kewenangannya, khalifah menggunakan harta tersebut untuk kepentingan
pribadi maupun keluarganya. Kecuali Khalifah Umar II, semua Khalifah memperlakukan Baitul
Mal seperti itu. Khalifah Umar II berusaha mengembalikan fungsi dan kedudukan Baitul Mal
sebagaimana yang dicontohkan oleh para Khulafaur Rasyidin.
Bani Umayyah juga meninggalkan tradisi musyawarah dan keterbukaan yang dirintis oleh
pendahulunya. Pada masa Khulafaur Rasyidin, Khalifah didampingi oleh sebuah Dewan
penasehat yang ikut berperan dalam setiap kebijakan-kebijakan penting Negara. Lebih dari itu,
seorang rakyat biasa pun dapat menyampaikan pendapatnya tentang kebijakan Khalifah secara
terbuka. Tradisi positif itu tidak dilanjutkan oleh Muawiyah dan para penerusnya. Walapun lagi-
lagi, Umar II berusaha menghidupkan kembali tradisi tersebut, namun penguasa setelahnya
segera mengembalikan pada cara-cara kerajaan yang menempatkan sang raja di atas segala-
galanya. Satu hal yang memprihatinkan pada masa pemerintahan Bani Umayyah adalah
diabaikannya nilai-nilai ajaran Islam oleh para pejabat Negara dan keluarganya. Mereka lebih
suka hidup mewah, mengembangkan budaya KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme), serta tidak
segan-segan menggunakan kekerasan untuk tujuan politiknya. Dan tampaknya hal seperti itu
direstui oleh sang Khalifah. Bahkan, para Khalifah Bani Umayyah justru menikmati kondisi
seperti itu.
Namun demikian, ada pula kemajuan positif yang terjadi pada masa Bani Umayyah. Di
antaranya adalah bertambah luasnya daerah kekuasaan pemerintahan Islam yang membentang
dari Afganistan sampai Andalusia. Suksesnya politik ekspansi ini menempatkan Islam menjadi
kekuatan Internasional yang paling disegani di Timur dan di Barat. Imbas positifnya, dakwah
Islam cepat tersebar ke berbagai penjuru dunia. Islam dapat tersebar dengan cepat dan meluas.
Bahasa Arab menjadi bahasa dunia, Masjid-masjid dibangun di setiap kota besar serta kegiatan
pendalaman agama dan pengembangan ilmu pengetahuan Islam semarak di mana-mana. Saat itu,
Daulah Bani Umayyah adalah sebuah Negara adikuasa di dunia. Sebagai Negara besar, Daulah
Bani Umayyah memiliki militer yang sangat kuat. Tidak seperti para pejabat istana, kaum militer
ini umumnya terdiri atas orang-orang yang sederhana dan taat beribadah. Mereka berjuang bukan
demi Khalifah, melainkan demi tersiarnya Islam diseluruh penjuru bumi. Bagi mereka, mati di
medan perang adalah persembahan terbaik kepada Tuhan. Gugur di medan laga adalah syahid di
jalan Allah. Tidak dapat dipungkiri bahwa kemenangan pasukan Islam di berbagai wilayah
disebabkan oleh semangat seperti ini. Karena itu, Bani Umayyah sangat terkenal dalam
suksesnya politik ekspansi. Salah satu kesuksesannya adalah mampu menembus hingga wilayah
Spanyol.
Kemajuan Islam Pada Masa Bani Umayyah
Kemajuan Islam di masa Daulah Umayyah meliputi berbagai bidang, yaitu politik,
ekonomi, sosial, ilmu pengetahuan, seni dan budaya. Di antaranya yang paling spektakuler
adalah bertambahnya pemeluk Agama Islam secara cepat dan meluas. Semakin banyaknya
jumlah kaum Muslimin ini terkait erat dengan makin luasnya wilayah pemerintahan Islam pada
waktu itu. Pemerintah memang tidak memaksakan penduduk setempat untuk masuk Islam,
melainkan mereka sendiri yang dengan rela hati tertarik masuk Islam. Akibat dari makin
banyaknya orang masuk agama Islam tersebut maka pemerintah dengan gencar membuat
program pembangunan Masjid di berbagai tempat sebagai pusat kegiatan kaum Muslimin. Pada
masa Khalifah Abdul Malik, masjid-masjid didirikan di berbagai kota besar. Selain itu, beliau
juga memperbaiki kembali tiga Masjid utama umat Islam, yaitu Masjidil Haram (Mekkah),
Masjidil Aqsa (Yerusalem) dan Masjid Nabawi (Madinah). Al-Walid, Khalifah setelah Abdul
Malik yang ahli Arsitektur, mengembangkan Masjid sebagai sebuah bangunan yang indah.
Menara Masjid yang sekarang ada dimana-mana itu pada mulanya merupakan gagasan Al-Walid
ini. Perhatian pada Masjid ini juga dilakukan oleh Khalifah-Khalifah Bani Umayyah setelahnya.
Perkembangan lain yang menggembirakan adalah makin meluasnya pendidikan Agama
Islam. Sebagai ajaran baru, Islam sungguh menarik minat penduduk untuk mempelajarinya.
Masjid dan tempat tinggal ulama merupakan tempat yang utama untuk belajar agama. Bagi orang
dewasa, biasanya mereka belajar tafsir Al-Quran, hadist, dan sejarah Nabi Muhammad SAW.
Selain itu, filsafat juga memiliki penggemar yang tidak sedikit. Adapun untuk anak-anak,
diajarkan baca tulis Arab dan hafalan Al-Quran dan Hadist. Pada masa itu masyarakat sangat
antusias dalam usahanya untuk memahami Islam secara sempurna. Jika pelajaran Al-Quran,
hadist, dan sejarah dipelajari karena memang ilmu yang pokok untuk memahami ajaran Islam,
maka filsafat dipelajari sebagai alat berdebat dengan orang-orang Yahudi dan Nasrani yang
waktu itu suka berdebat menggunakan ilmu filsafat. Sedangkan ilmu-ilmu lain seperti ilmu alam,
matematika, dan ilmu social belum berkembang. Ilmu-ilmu yang terakhir ini muncul dan
berkembang denga baik pada masa dinasti Bani Abbasiyah maupun Bani Umayyah Spanyol.
Bidang seni dan budaya pada masa itu juga mengalami perkembangan yang maju. Karena
ajaran Islam lahir untuk menghapuskan perbuatan syirik yang menyembah berhala, maka seni
patung dan seni lukis binatang maupun lukis manusia tidak berkembang. Akan tetapi, seni
kaligrafi, seni sastra, seni suara, seni bangunan, dan seni ukir berkembang cukup baik. Di masa
ini sudah banyak bangunan bergaya kombinasi, seperti kombinasi Romawi-Arab maupun Persia-
Arab. Apalagi, bangsa Romawi dan Persia sudah memiliki tradisi berkesenian yang tinggi.
Khususnya dalam bidang seni lukis, seni patung maupun seni arsitektur bangunan. Contoh dari
perkembangan seni bangunan ini, antara lain adalah berdirinya Masjid Damaskus yang
dindingnya penuh dengan ukiran halus dan dihiasi dengan aneka warna-warni batu-batuan yang
sangat indah. Perlu diketahui bahwa untuk membangun Masjid ini, Khalifah Walid
mendatangkan 12.000 orang ahli bangunan dari Romawi. Tetapi di antara kemajuan-kemajuan
yang terjadi pada masa Daulah Bani Umayyah tersebut, prestasi yang paling penting dan
berpengaruh hingga zaman sekarang adalah luasnya wilayah Islam. Dengan wilayah yang
sedemikian luas itu ajaran Islam menjadi cepat dikenal oleh bangsa-bangsa lain, tidak saja
bangsa Arab.
Masa Kemunduran Bani Umayyah
Daulah Bani Umayyah yang megah akhirnya runtuh juga. Namun keruntuhannya tidaklah
datang secara tiba-tiba. Melainkan melalui sebuah proses yang panjang. Setelah Khalifah Umar
bin Abdul Aziz. Khalifah-Khalifah sesudahnya bukanlah orang-orang yang cakap dalam
memimpin pemerintahan. Namun, lebih dari itu sistem sosial dan politik yang berkembang oleh
pemerintahan Bani Umayyah memang mengandung banyak kelemahan. Di antara kelemahan-
kelemahan sistem itu sebagai berikut :
1. Ketidakjelasan Sistem Suksesi, sistem pergantian Khalifah melalui garis keturunan adalah
sesuatu yang baru bagi tradisi Arab. Tradisi asli Arab adalah masyarakat terbentuk atas
kabilah-kabilah. Dan kepemimpinan masyarakat yang terdiri dari kabilah-kabilah tersebut
dilakukan dengan sistem perwakilan tiap pimpinan kabilah. Adapun tradisi kepemimpinan
yang turun-temurun merupakan tradisi kerajaan Romawi dan kerajaan Persia. Tampaknya,
Muawiyah meniru kedua kerajaan besar tersebut. Kelemahan dari tradisi kepemimpinan
turun-temurun adalah adanya ketidakjelasan sistem pergantian. Ketidakjelasan tersebut
menyebabkan terjadinya persaingan yang tidak sehat di kalangan anggota keluarga Istana.
Akibatnya, ketidakkompakkan anggota keluarga Istana memperlemah kekuatan
kekhalifahan.
2. Sistem Sosial yang Diskriminatif, Bani Umayyah menerapkan sistem diskriminasi sosial.
Padahal ajaran Islam menganggap bahwa semua manusia itu sederajat. Namun, Bani
Umayyah memperlakukan orang-orang Islam non-Arab (kaum mawali) sebagai warna kelas
dua. Hal ini jelas menimbulkan kecemburuan. Apalagi para pemeluk Islam non-Arab makin
hari makin besar jumlahnya. Tampaknya, pemerintah Bani Umayyah tidak
mempertimbangkan persoalan ini sejak awal. Selain itu, Bani Umayyah juga bersikap buruk
kepada Bani Hasyim, lebih-lebih keturunan Ali. Kecuali Khalifah Umar II, semua Khalifah
Bani Umayyah melakukan kezaliman tersebut.
3. Sikap Mewah Kalangan Istana, lemahnya pemerintahan daulah Bani Umayyah juga
disebabkan oleh sikap hidup mewah di lingkungan istana. Kemewahan itu membuat anak-
anak Khalifah tidak sanggup memikul beban berat kenegaraan tatkala mereka mewarisi
kekuasaan. Selain itu, golongan agama banyak yang kecewa karena perhatian penguasa
terhadap perkembangan agama sangat kurang.
Selain persoalan-persoalan sistem tersebut. Daulah Bani Umayyah juga mengalami
persoalan dengan adanya kaum oposisi maupun kaum pemberontak. Golongan Syiah (pengikut
Ali) dan kaum Khawarij merupakan gerakan oposisi utama sejak Daulah Bani Umayyah berdiri.
Mereka melakukan oposisi secara terbuka maupun bersembunyi. Penumpasan terhadap gerakan
kedua oposisi itu banyak menyedot kekuatan pemerintah. Adapun gerakan oposisi yang paling
kuat adalah oposisi yang dilakukan Bani Abbasiyah. Gerakan ini merupakan gerakan gabungan
antara keluarga (Orang-orang Muslim Non-Arab) dan orang-orang Khurasan pimpinan Abu
Muslim. Gerakan ini menggelembung menjadi besar, dan pada tahun 750 M mampu
menggulingkan Daulah Bani Umayyah. Sekian dan Semoga dapat menjadi pembelajaran buat
kita. Wassalamu Alaikum wr wb.