Post on 08-Jan-2020
PENYAKIT PERNAFASAN DAN REPRODUKSI
ANCAM EKSISTENSI PETERNAKAN BABI
Bulan april 2012 peternakan babi dengan populasi 400 ekor milik Bapak Tansil di
Lampung Timur mengalami musibah luar biasa. Beliau menghubungi kami Balai Penyidikan dan
Pengujian Veteriner Regional III Lampung dan menjelaskan tentang kronologis musibah yang
dialaminya. Jelas beliau, sejak maret – April 2012 ada puluhan indukan babi diawali dari gejala
demam tinggi, tidak mau makan, keguguran, mumifikasi fetus, kematian anak babi / genjik (
piglets ) sampai dengan kematian sebagian induk. Kerugian yang luar biasa beliau alami
dikarenakan perawatan induk bunting untuk pakan dan operasional lain semua sia sia dan
mengancam penyediaan bibit genjik yang dengan tujuan penggemukan ( replacement ).
Dari penjelasan Pak Tansil kemudian kami meminta beliau untuk mengirim sample
darah, janin dan plasenta dari abortus, bahan baku pakan ( dedak, jagung, bungkil kedelai ) dan
pakan konsentrat yang terdapat toksin binder dalam komposisinya. Sample darah , janin dan
plasenta dari abortus kami uji untuk mendiagnosa adanya dugaan Brucella suis penyebab abortus
dan hasilnya negative. Masing masing sample bahan pakan dan konsentrat jadi kami lakukan
kultur untuk mengetahui keberadaan jamur Aspergillus flavus dan ternyata ditemukan koloni
jamur Aspergillus flavus di dalam bungkil kedelai ( soybean meal ) dan bahan lainnya tidak ada
pertumbuhan jamur, terlebih pada konsentrat jadi sudah terproteksi oleh toksin binder. Agustus
2012 beliau datang lagi dan menjelaskan bahwa populasinya sekarang tinggal seratus ekor
setelah banyak induk mati dan tidak ada genjik yang selamat. Tetapi mulai bulan Mei 2012
sampai Agustus sudah tidak ada lagi kematian induk babi atau gejala keguguran, mumifikasi
fetus, dan kematian anak babi / genjik ( piglets ).
Hasil analisa kami bahwa di peternakan tersebut telah terkena wabah PRRSV ( Porcine
Reproductive and Respiratory Syndrome Virus ). Penyakit ini disebabkan oleh RNA virus, dari
genus artevirus, family arteviridae dan ordo vidoviridae. PRRSV menjangkit pada indukan yang
sedang bunting dimungkinkan tertular pada saat kawin alami dengan pejantan atau dengan
kondisi lingkungan yang sangat buruk seperti musim pancaroba ( peralihan kemarau – penghujan
atau sebaliknya ). Di luar negeri yang memiliki populasi babi besar, penyakit ini luar biasa
merugikan dan dikenal 2 strain yaitu strain Amerika Utara ( VR-2332 ) atau strain Eropa
( Lelystad Virus / LV ).
Gejala yang sangat menciri penyakit ini pada induk ( sows ) adalah:
1. Gejala demam tinggi 39-40ºC
2. Terjadi keguguran pada induk bunting
3. Warna kebiruan pada telinga (Blue ear disease )
4. Kejadian penyakit pada induk menyusui meningkat 10 – 15% dengan cepat 4 minggu
pertama dan naik kembali pada 21 -35 hari
5. Waktu birahi setelah penyapihan yang lama
6. Gejala pernafasan muncul ( sesak, batuk, ingus )
Gejala yang sangat menciri penyakit ini pada induk menyusui (farrowing period ) adalah:
1. Induk jarang minum, tidak keluar air susu atau mastitis
2. Ada alergi pada kulit (Discoloration )
3. Gejala pernafasan muncul ( sesak, batuk, ingus, pneumonia )
4. Mumifikasi fetus / piglets, 10-15% kematian pada kebuntingan 3 – 4 minggu
5. Kejadian stillbirth mencapai 30%.
6. Piglets lahir dalam kondisi lemah, kematian piglets mencapai 70% pada 3 – 4 minggu
setelah lahir
7. Dalam waktu lama akan menyebabkan perfoma dan efisiensi reproduksi menurun seperti
tinggingya kejadian berulang, pernanahan dari vulva dan keguguran
Pada pejantan akan menurunkan kualitas libido, kualitas dan kuantitas sperma turun,
demam, serta gangguan pertumbuhan. Jika dilakukan nekropsi maka akan terjadi kerusakan pada
limfa berupa nodul atau bintik bintik hampir seluruh permukaan Limfa. Penanganan dengan
antibiotic tidak memberikan hasil yang maksimal, namun menurut Ir. Anton Surianto dari Blue
Sky Biotechnologi ( Jakarta ) penanganan dlakukan dengan injeksi poly-γ-Glutamic Acid
menghasilkan hasil sangat baik karena poly-γ-Glutamic Acid akan mengaktifkan kekebalan
tubuh terhadap virus tersebut dan langkah ini sudah terbukti bagus untuk penanganan kasus
PRRSV di Medan.
Pencegahan, peningkatan perfoma dimulai dari pemeliharaan yang baik
Pemeliharaan dengan managemen yang baik mulai dari piglets lahir sampai dengan
dewasa akan mampu memberikan pencegahan dan kekebalan terhadap penyakit, menghasilkan
perfoma produksi dan reproduksi yang lebih baik. Berikut pemeliharaan yang baik dari setiap
fase perkembangan:
1. Pada masa piglets
Secara umum bobot lahir genjik adalah 1 - 1,5 kg / ekor dengan rata rata kelahiran 10 –
14 ekor/ induk / kelahiran. Kejadian ynag sering dialami induk 3 hari sebelum melahirkan
adalah menurunnya nafsu makan, lemah sehingga biasanya induk diberikan injeksi vitamin
dan ATP. Satu hal yang perlu dihindari adalah stress pada piglets, minimalisir kita
mengganggu atau menyentuh piglets karena mudah stress, sehingga pada umur 3 hari
sebagian peternak melakukan kastrasi sekaligus diberikan injeksi vitamin dan antibiotic.
Mengingat hampir semua piglets mengalami kekurangan zat besi pada saat lahir maka
biasanya hari ke 3 dan hari ke 10 diberikan injeksi zat besi. Kandang menyusui ( farrowing )
idealnya 1 induk dengan pigletsnya dan maksimal 2 induk dengan pigletsnya. Usahakan
kandang ini selalu bersih, tempat pakan juga selalu bersih. Kandang yang kotor akan
menimbulkan infeksi pencernakan pada piglets, sedangkan tempat pakan kotor, pakan sisa,
pakan basi apabila dimakan induk akan berpotensi menyebabkan mastitis. Peternak harus
selalu memperhatikan kompetisi piglets untuk menyusu induknya. Piglets yang lincah akan
mencari putting dengan air susu yang banyak ( di tengah ) dan piglets yang kurang lincah
akan kekurangan susu, sehingga perlu diperhatikan dan dibantu prioritas penyusuan pada
piglets yang kecil atau kurang agresif agar pertumbuhan tidak tertinggal. Untuk mencegah
agar piglets tidak bermain ditempat yang kotor maka di dalam kandang farrowing disediakan
bak kecil yang kita beri susu dengan tujuan agar piglets hanya akan bermain di sekitar bak
tersebut karena aroma susu, usahakan bak tersebut dicuci setiap hari. Pada umur 2 minggu
piglets mulai diperkenalkan pakan padat ( pre starter ).
2. Sapih
Penyapihan dilakukan pada usia satu bulan dengan rata rata berat 7 kg. 3 hari sebelum sapi
dilakukan program cleaning dengan pemberian antibiotic ceptiofour dengan tujuan piglets
lepas sapih bersih dari segala infeksi dan siap dilakukan program penggemukan. Jika masih
ditemukan piglets yang beratnya tidak seragam ( kecil ) atau kondisi sakit harus dipisahkan
dari koloni. Hari ke 33 injeksi poly-γ-Glutamic Acid dilakukan sebagai pencegahan terhadap
PRRS virus. Piglets betina siap dikawinkan pada berat badan 90 – 105 kg dengan rataan
makanan 3 – 4 kg /ekor/hari.
Gambar : Pigletss lepas sapih
3. Induk bunting, melahirkan dan menyusui
Lama kebuntingan pada babi adalah 115 hari ( 3 bulan , 3 minggu , 3 hari ). 2 minggu
sebelum dan sesudah melahirkan sebaiknya induk diberikan antibiotic campur pakan seperti
golongan Oxytetraciclin, Lyncomycin, cloramphenicol atau Tylmicocin untuk pencegahan.
Masalah yang biasa muncul setelah melahirkan adalah air susu tidak keluar atau air susu
tidak mencukupi. Pemberian oxytocin akan sangat membantu mengatasi masalah tidak
keluarnya air susu. Induk menyusui dengan berat badan sekitar 110 kg harus mendapatkan
pakan 5 - 6 kg/ekor/hari dan kondisi tubuh diusahakan cukup fit untuk menyusui dan tidak
boleh mengalami kekurusan.
Gambar 2. Induk sedang menyusui pigletss
4. Pakan untuk penggemukan
Fase penggemukan dimulai setelah sapih dengan berat 8 – 30 kg menggunakan pakan
Stater, diteruskan fase grower pada berat 31 – 75 kg dan fase finisher pada berat 76 – 95 kg.
Berat jual babi standartnya pada 95 kg pada umur 6,5 bulan tetapi realita di lapangan berat
tersebut tercapai pada umur 9 bulan.
Gambar : Penggemukan penggemukan Babi
Mengenal penyakit babi, program pencegahan dan penanganannya
Disamping penyakit PRRSV, banyak juga penyakit pada babi yang menyerang pada
saluran pencernakan, pernafasan dan saluran lain. Penyakit babi yang banyak dikenal di
Indonesia seperti Hog Cholera, Porcine Respiratory Disease Complek, Swine Influensa, serta
penyakit bekterial, mikal dan parasite lainya.
a. Porcine Respiratory Disease Complek ( PRDC )
PRDC adalah penyakit pernafasan komplek pada babi dengan penyebab utama infeksi
virus ( PRRSV, Swine Influensa, Pseudo rabies, Porcine Circovirus Tipe 2 ) dengan infeksi
sekunder bacterial dan mikal seperti Mycoplasma hypopneumonia, Bordetella
bronchiseptica, Actynobacillus pleuro pneumonia, Actynobacillus suis, Pasteurella
multocida, Haemophilus parasuis, Streptococcus suis, dan agen infeksi lain dari lingkungan
meliputi perubahan suhu yang drastic, kelembapan tinggi dan kepadatan kandang yang
terlalu tinggi. Gejala yang menciri pada PRDC batuk, seringkali lemah, penurunan feed
intake, pertumbuhan tidak bagus ( kurus, perut dan dada kempis, punggung melengkung dan
terlihat vertebrae melengkung ), kurang aktif, tidak mau makan, demam, kadang terjadi
perdarahan dari mata dan hidung. Kerugian ekonomi yang ditimbulkan adalah pertumbuhan
berat badan harian ( ADG ) akan menurun 50%, FCR tinggi, dan kematian tinggi.
Beberapa langkah untuk mengatasi penyakit pernafasan komplek adalah menjaga
kebersihan dan hygiene kandang, menjaga kepadatan dan kelembapan optimum,
meningkatkan sirkulasi udara, mengurangi potensi debu, gas, bau dan melakukan program
vaksinasi.
b. Hog cholera
Penyakit ini masih cukup banyak ditemukan peternakan babi di jawa dengan gejala pada
kasus berat ditandai dengan tubuh dan daun telinga berwarna cyanosis. Perubahan pasca
mati dari hewan yang terserang penyakit ini perdarahan dan nekrosa kulit, limfa terlihat
infark-infark, bouton ulcer pada lidah dan rongga mulut , dinding usus besar di sekitar
katup ileo-caecal. Kematian karena hog cholera mencapai 70% populasi kandang.
Pencegahan dilakukan wajib dengan memberikan vaksin pada piglets umur 14 hari diulang 2
minggu kemudian dengan booster dan 2 minggu sebelum kawin bagi calon indukan.
Gambar : Tanda tanda Hog Cholera
c. Actynobacillus pleuro pneumonia
Penyakit ini menyerang pada alat pernafasan dengan gejala menciri babi mengalami
batuk basah dan dalam selama 3 hari dan berakhir dengan kematian. Gejala penyakit :
kesusahan bernafas, telinga kebiruan, hemoragi pada hidung, tidak mau makan, lemah,
biasanya sampai pincang, apabila terjadi kematian mendadak akan keluar darah dari lubang
hidung dan terjadi pneumonia. Perubahan pasca mati, pada bagian ujung lobus paru paru
( apex ) terlihat adanya bintik perdarahan, kebengkakan dan nodul.
d. Mycoplasma hypopneumonia
Infeksi karena jamur ini menyebabkan gangguan pernafasan. Jika kita amati pada siang
hari terdengar ada babi batuk batuk menandakan bahwa kandang tersebut sudah mengalami
outbreak Mycoplasma hypopneumonia. Namun bila kita mendengar babi mengalami batuk
hanya pada saat malam hari ( siang hari tidak ada yang batu ) dapat dipastikan bahwa masil
periode awal infeksi Mycoplasma hypopneumonia. Perubahan pasca mati yang menciri
adalah perdarahan pada trachea. Penanganannya adalah pemberian Tylosin atau
Chloramphenicol melalui pakan.
e. Penyakit parasiter ( endo dan ektoparasit )
Babi dengan pengelolaan intensif tidak banyak menderita gangguan parasit internal
seperti cacing pada saluran pencernaan. Penyakit parasite ini ekan mengganggu perfoma
produksi, sehingga akan mengurangi pertumbuhan berat badan harian ( ADG ) sampai
dengan 3%. Kejadian yang sering ditemukan adalah ektoparasit berupa kutu yang biasa
bertempat pada paha belakang, kutu ini akan merusak karkas karena menimbulkan titik titik
kehitaman pada karkas paha belakang. Pencegahan yang dilakukan adalah pemberian
ivermectin dalam pakan selama 10 hari berturut turut pada fase finisher. Jika kejadian
ektoparasit hanya terjadi pada 1 – 2 ekor babi maka pisahkan ke kendang isolasi dan berikan
ivermectin injeksi.
Dari paparan di atas baru menjelaskan beberapa penyakit babi yang sering dijumpai pada
peternakan dan masih banyak lagi penyakit babi lainnya. Secara umum penyakit pada
pencernaan pada babi seperti diare, mudah ditangani dengan pemberian antibiotic
Oxytetraciclin, sedangkan untuk penyakit pada saluran pernafasan lebih tepat menggunakan
Lyncomycin, cloramphenicol atau Tylmicocin tentunya dengan melihat masa bebas obat. Selain
factor penyakit, factor lain yang membebani peternak adalah harga pakan. Menurut bapak
Sunaryo, peternak babi di Kabupaten Pesawaran, Lampung mengatakan bahwa ternak babi
sekarang sudah lesu karena peminat dagingnya terbatas hanya kaum tertentu dan diharamkan
bagi muslim masih ditambah lagi dengan beban pakan yang semakin hari semakin naik
harganya. Bahan baku pakan seperti dedak, bungkil kedelai, jagung, pollard dan lainnya pelan
tapi pasti tiap hari naik kata beliau, sementara pertumbuhan berat badan harian juga tidak
maksimal. Minimnya konsumen daging babi sementara peternak babi yang cukup banyak
menyebabkan persaingan harga yang tidak sehat. Peternak akan berlomba segera menjual
babinya, karena apabila dipertahankan biaya pakan tidak seimbang dengan harga jual dan
pertumbuhan babinya.