0069_M Ihsan Ash-Shiddiq REV_3
-
Upload
muhammad-ihsan-ash-shiddiq -
Category
Documents
-
view
221 -
download
0
Transcript of 0069_M Ihsan Ash-Shiddiq REV_3
-
8/19/2019 0069_M Ihsan Ash-Shiddiq REV_3
1/8
FUNGSI WAYFINDING PADA LOBBY RUMAH SAKIT DENGAN
PENDEKATAN ERGONOMI
M Ihsan Ash-Shiddiq
Jurusan Desain Interior, Fakultas Industri Kreatif, Telkom University
Jl. Telekomunikasi Terusan Buah Batu Bandung 40257 Indonesia
Abstrak
Rumah sakit merukapan bangunan gedun yang berisi sarana kesehatan yang memerlukan perhatian khusus dari segikeamanan, keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan bagi para pengguna sarana tersebut. Rumah sakit
memiliki berbagai macam zona ruang yang sangat kompleks dengan segala kebutuhannya masing masing. Dari semua
ruang-ruang yang ada aktifitas terbanyak terdapat pada area lobby. Seperti yang kita sering temui lobby merupakan sebuah
area pintu masuk utama dari segala aktifitas yang akan di tuju dalam sebuah gedung. Untuk itu dalam lobby perlu
ditempatkan sebuah wayfinding untuk menuntun para audiens menuju tempat atau area yang akan di tuju. Dalam
pernelitian ini akan membahas tentang wayfinding yang berada di dalam Rumah Sakit Al-Ihsan Bandung. fenomena yang
ditemukan dalam peletakan wayfinding dalam lobby rumaha sakit ini adalah audiens yang pertama kali datang kedalam
rumah sakit tersebut kemudian membaca wayfinding sejenak untuk menentukan arah tujuan yang ingin di tuju, namun
lokasi berdirinya audiens menghalangi sirkulasi lobby yang ada. Untuk itu perlu di teliti mengenai peletakan wayfinding
yang telah di letakan dalam lobby tersebut apakah sudah memenuhi standar ergonomi atau terdapat human faktor yang
lain dan membuat lokasi berdirinya audiens mengahalangi sirkulasi mengingat dalam lobby rumah sakit memilikit tingkat
kepadatan yang tinggi.
Keywords: Rumah sak it, Lobby, Wayfinding, Human Factor
I. Pendahuluan
Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan
perorangan secara paripurna yang menyedikan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.
(UU no 44 tahun 2009 tentang rumah sakit). Untuk menjalankan tugas sebagai mana fungsinya rumah
sakit dilengkapi dengan berbagai macam area yang terdiri dari ruang-ruang dengan fungsi yang
berbagai macam untuk menangani keluhan pasien yang berbagai jenis keluhan yang di derita.
Dengan kompleksitas yang tinggi dimiliki oleh Rumah Sakit, dibutuhkan pula sebuah area bangunan
yang sangat luas dengan berbagai macam sarana dan prasarana untuk menunjang segala aktifitas
perawatan dan pengobatan. Penerapan desain interior sebagai penunjang aktivitas pembentuk
karakter ruang dan membentuk sebuah kualitas ruang yang di mana terbentuk sebuah interiaksi antara
ruang interior dengan aplikasinya untuk menuntun dan memberikan informasi kepada pengguna
berupa wayfinding yang berfungsi sebagai pemberi petunjuk arah dan penyampaian informasi kepada
pengunjung berupa petunjuk arah. Penataan ruang yang dilakukan ini bertujuan menciptakan sebuah
-
8/19/2019 0069_M Ihsan Ash-Shiddiq REV_3
2/8
-
8/19/2019 0069_M Ihsan Ash-Shiddiq REV_3
3/8
titik a ke titik b daripada mengikuti tanda atau membaca peta. Namun wayfinding sangat membantu
seseorang apabila orang tersebut tidak dapat bertanya kepada siapapun yang ada di sekitarnya untuk
menuju ke tempat lain Calori (2007:6)
Kunci utama dari sebuah wayfinding menutur Calori (Signage and Wayfinding Design 2007:5)
wayfinding memungkinan seseorang memiliki bayangan peta lingkungan yang terdapat dalam
fikirannya. Jadi seseorang dapat dengan jelas mengamati layout secara fisik dari sebuah lokasi dengan
gambaran layout yang terdapat dalam fikirannya.
Menurut Tanuwidjaja dalam paper (Tinjauan Pustaka Wayfinding & Orientation System)
mengatakan bahawa terdapat beberapa faktor yang dapat memepengaruhi wayfinding diantaranya,
kemampuan individu manusia yang berbeda-beda untuk menemukan jalan dan berorientasi,kemudian proses kognisi dan peta kognisi yang tehubung dalam pikiran individu tentang lingkungan
mendasari proses pertama. Lalu keberadaan environmental information dan Other Sensory
Information atau sensor atau rangsangan informasi dalam bentuk lain (tetapi tidak dibahas dalam
lingkup karya tulis ini).
Menurut Follis dan Dave (1979) Peletakan wayfinding kerterkaitan dengan faktor fisik manusia. Ilmu
pengetahuan mengindikasi bahwa wilayah penglihatan normal atau sudut pandang yang sesuai untuk
tanda berada pada sudut pandang 60o. Area di luar sudut pandang tadi tidak efisien karena akan
terlihat kurang detail. Ketika benar adanya bahwa wilayah penglihatan dapat diperluas dengan
menengokkan atau mendongakkan kepala, rata-rata pengguna jalan menolak untuk memberikan
usaha yang lebih demi melihat sesuatu di luar sudut pandangnya. Sebagai contoh, bila sebuah tanda
diletakkan pada langit-langit yang tinggi sehingga garis pandang penglihatan dari mata pengguna
jalan hingga titik horisontalnya mencapai lebih dari 30o, hal ini akan mempersulit atau berlebihan.
Umumnya, para pengguna jalan tidak memiliki kebiasaan untuk mendongakkan kepala mereka untuk
melihat tanda, mereka juga tidak akan menggerakkan kepala mereka di luar kebiasaan untuk melihatsesuatu secara khusus di luar sudut pandang mereka. Konsistensi dari ketinggian tanda yang dibuat
pada sistem akan mempermudah pengguna jalan untuk melihat untuk mencari informasi di berbagai
tempat (Follis dan Dave, 1979).
Pengguna mengamati aka mengamati lingkungan berdasarkan kemampuan mereka untuk melihat
secara jelas (Follis dan Dave, 1979), dimana ketajaman visual sangat lah di perhatikan dalam
peletakan wayfinding seperti warna yang diterapkan harusla kontras dengan lingkungan sekitar agar
pengguna mampu menemukan wayfinding dengan mudah dan cepat.
-
8/19/2019 0069_M Ihsan Ash-Shiddiq REV_3
4/8
Dari semua kemampuan umum membaca, ada begitu banyak kecepatan membaca dari masing-
masing pengguna jalan. Dari seseorang dengan kecepatan membaca sekitar 125 kata per menit,
hingga 500-600 kata per menit.Faktor-faktor seperti umur, kepandaian, dan pendidikan memengaruhi
kecepatan membaca. Rata-rata kecepatan membaca pada umumnya adalah 250 kata per menit.
Berdasarkan pada kecepatan membaca ini, tanda sebagai pengantar atau penyampai pesan yang hanya
dapat dilihat sepersekian detik saja, sebaiknya tidak memuat lebih dari enam sampai delapan item
singkat (Follis dan Dave, 1979).
Rata-rata manusia mampu membaca dengan bidang datar pada saat berdiri dengan ketinggian objek
1.7 meter sedangkan ketika sedang duduk manusia mampu melihat objek terbaca dengan ketinggian
1.3 meter. Kemudian jarak mulai terbacanya wayfinding Lalu peletakan wayfinding harus terlihat
dengan jalas dan kontras dengan lingkungan sekitar dikarenakan wayfinding harus dapat ditemukan
secara cepat dan jelas oleh penggunanya. Dalam kasus pembaca yang memiliki keterbatasan
(Disabled people) harus diperhatikan pula yang dimana wayfinding mampu terbaca dalam jarak 7.5
meter dari jarak pembaca berdiri (Follis dan Dave, 1979).
Studi tentang jarak mengindikasi bahwa di bawah cahaya matahari normal, seseorang dengan
kemampuan melihat 20/20 dapat melihat huruf setinggi 1 inci (25 milimeter) sesuai dengan standar
tabel Snellen yang digunakan oleh optometris pada jarak 50 kaki (15 meter). Akan tetapi,
laboratorium ideal seperti ini harus dimodifikasi untuk keterbacaan desain tanda (Follis dan Dave,
1979).
Rata-rata ketinggian dari penglihatan seseorang diukur dari tanah ketika ia berdiri adalah sekitar 5
kaki, 6 inci (1.7 meter); ketika sedang duduk, ketinggian penglihatannya adalah sekitar 4 kaki, 3 inci
(1.3 meter); ketika sedang mengemudi kendaraan, ketinggian penglihatannya adalah sekitar 4 kaki, 6
inci (1.4 meter). Ketinggian penglihatan mata dari seorang pengguna jalan yang sedang mengendarai
mobil truk jauh lebih tinggi dari pada seorang pengemudi mobil biasa dan sebaiknya disesuaikan
dengan kendaraan-kendaraan khusus yang berkaitan dengan masalah tanda yang akan didesain (Follisdan Dave, 1979).
Pada era bertambahnya populasi usia lanjut dan orang-orang cacat secara fisik, fasilitas umum yang
digunakan oleh mereka meningkat jangkauan kebutuhannya. Untuk memenuhi kebutuhan umum,
maka jangkauan penglihatan untuk ketinggian huruf berkisar dari 1 inci hingga 25 kaki (7.5 meter),
berdasarkan huruf kapital jenis Helvetica. Hal ini disesuaikan dengan panduan lebih praktis untuk
tanda bagi pejalan kaki (Follis dan Dave, 1979).
-
8/19/2019 0069_M Ihsan Ash-Shiddiq REV_3
5/8
III. Metode
Penulisan disusun atas dasar pendeketan studi lapangan dengan mengobservasi objek penelitan
dengan fokus Wayfinding dalam interior lobby rumah sakit. Obeservasi dilakukan pada tanggal 17
November 2015 di RS Al-Ihsan Baleendah, Bandung. Observasi dilakukan selama 6 jam dari pukul
10.00 pagi sampai puluk 03.00 sore. Observasi yang dilakukan yaitu mengamati fenomena yang
terjadi dan mencatat gambara umum dari layout dan peletakan wayfinding layout lobby RS Al-Ihsan.
Pengukurang ruang di hitung menggunakan pola penghitungan keramik dan perkiraan ketinggian.
Hasil dari observasi akan di komparasi dengan literatur yang di dapat dari buku buku dan studi
jaringan elektronik berupa peper terpercaya yang diupload kedalam internet. Sumber – sumber data
di atas dijadikan sumber informasi utama dan dikembangkan yang berdasarkan pada pengamatan,
hipotesis dan pengembangan ide dari materi yang di dapat.
IV. Analisa
Calori (2007) menyebutkan bahwa lokasi site dari sebuah area mempengaruhi peletakan wayfinfing
program petunjuk arah ada dalam konteks lingkungan, baik itu interior, eksterior, atau keduanya perlu
mempertimbangkan karakteristik fisik dari lingkungan di mana tanda-tanda yang akan dipasang.
Jarak langit-langit, dinding dan koridor mempengaruhi peletakan wayfinding. Dalam data observasi
yang terlah dilakukan dalam lobby rumah sakit Al-Ihsan peletkan wayfinding berada di atas dengan
pemasangan dengan cara ditempel di dinding void. Dengan informasi wayfinding berisi petunjuk arah
ruang dengam membagi 4 lantai. Maksud dari wayfinding ini adalah untuk memberikan informasi
kepada pasien dan pengunjung terhadap arah lokasi ruang ruang yang berada di setiap lantai dengan
membaginya dalam 4 grup dengan perbedaan warna sehingga memudahkan audiens untuk melihat
secara kontras pembagiannya.
Gambar 1 Wayfinding dalan interior Lobby RS Al-Ihsan Bandung
Sumber: Dokumentasi pribadi
-
8/19/2019 0069_M Ihsan Ash-Shiddiq REV_3
6/8
Gambar 2 menggambarkan layouting dari interior lobby RS Al-Ihsan. Dapat dilihat bahwa Pintu
masuk utama lasung mengarah kedalam lobby dan dihadapkan langsung terhadap bidang wayfinding
yang diletakan di dinding void. Peletakan bidang wayfinding terhadap pintu masuk utama bertujuan
agar pengunjung dan pasien yang pertama kali datang akan dihadapkan langsung terhadap bidang
wayfinding . Seuai dengan isi konten dati wayfinsing tersebut, setelah melitasi bidang wayfinding
audiens akan di hadapkan lansung dengan eskalator yang menuju lantai 2, 3 dan 4. Sehingga
wayfinding dalam lobby tersebut bertujuan untuk memberikan pilihan kepada audiens terdapat area
yang akan di pilih. Dalam lobby RS Al-Ihsan terdapat area tunggu yang berbaris di bagian kiri dari
arah pintu masuk utama. Area tunggu ini memakan stengah dari sirkulasi yang berada dalam lobby
tersebut yang di isi dengan bench yang membuat sisa sirkulasi yang dapat dilalui hanya 3 meter
Dapat di lihat pada gambar 3. Bahwa wayfinding dalam lobby RS Al-Ihsan berada di ketinggian 4
meter dari permukaan lantai. Degan lebar 4 meter dan tinggi 1 meter yang di tempatkan pada dinding
void. Dalam obeser vasi ini terlihat bahwa jarak pandang dari mulai pintu masuk utama lobby hingga
bidang wayfinsiding berjarak 12 meter, dan apa bila seorang audiens berdiri tepat pada pintu masuk
maka audiens tersebut dapat melihat dengan jelas wayfinding yang berada di hadapannya langsung
Gambar 2. Layout interior Lobby RS Al-Ihsan Bandung
Sumber: Dokumentasi pribadi
Gambar 3. Tampak samping Lobby RS Al-Ihsan Bandung
Sumber: Dokumentasi pribadi
-
8/19/2019 0069_M Ihsan Ash-Shiddiq REV_3
7/8
dengan sudut normal pandangan 30o secara penuh. Dapat dikatakan bahwa apabila seseorang yang
baru pertama kali datang ke rumah sakit tersebut dan ingin menuju sebuah area dalam rumah sakit
tersebut makan audiens sudah dapat menentukan jalan yang ingin di tuju mulai dari pintu masuk
utama lobby dikarenakan masih dapat terlihat dengan jelas.
Namun dapat kita temukan bahwa pembaca wayfinding tersebut tidak lah selalu audiens dengan mata
yang masih normal ataun pun audies yang memiliki fisik normal. Dikarenakan pembaca bisa saja
memiliki keterbatasan membaca seperti mata minus atau pun penyandang disabilitas. Sehingga perlu
melakukan perndekatan dengan bidang wayfindin sehingga dapat terbaca dengan jelas.
Wayfinding dalam lobby RS Al-Ihsan memiliki tinggi 1 meter dengan lebar 4 meter. Dalam
watfinding ini terdapat 2 head line. Head line pertama membarikan informasi identitas dari gedung
tersebut yaitu RS Al-Ihsan. Lalu ter dapat headline 2 menunjukan pembagian lantai dengan
ketinggian font 11 cm dengan ketinggian space 30 cm. lalu konten berisikan arah tata letak lokasi
yang ingin di tuju oleh audiens. Dalam wayfinding ini terdapat 20 konten yang dapat di pilih oleh
audiens dengan pembagian 4 lantai dengan warna kontras yang berbeda. Hal ini membantu audiens
dengan mudah menemukan wayfinding tersebut dikarenakan warna yang di gunakan kontras dengan
lingkungan sekitarnya.
V. Kesimpulan
Wayfinding dalam lobby rumhah sakit Al-Ihsan Bandung, sudah memenuhi standar
ergonomi pembacanya secara normal maupun yang berkebutuhan khusus, hal ini didasari
oleh faktor fisik yang disebutkan Follis dan Dave (1979) dalam Architectural signing
and graphics yang terdiri dari bidang normal penglihatan, ketajaman visual, kecepatan
membaca, keterbacaan, ketinggian penglihatan, ketinggian kata, dan Peninjauan
Kebutuhan dari Usia Lanjut dan Orang-orang Kurang Mampu secara Fisik namun
berhentinya audiens sejenak di area sirkulasi untuk membaca wayfinding, yang berjarak
Gambar 4. Wayfinding pada Lobby RS Al-Ihsan
Sumber: Dokumentasi pribadi
-
8/19/2019 0069_M Ihsan Ash-Shiddiq REV_3
8/8
6 meter terhadap bidang baca dan hanya tersisa 3 meter dengan arus sirkulasi yang datang
membuat terganggunya sirkulasi itu sendiri. Berhentinya audiens ditempat tersebut
menjadi human factor seperti kecepatan membaca, terbatasnya jarak pandang seperti
mata (-) dan juga kaum disabilitas yang menggunakan kursi roda. Membuat jarak baca
wayfinding perlu lebih dekat dan posisi kedekatannya berada dalam sirkulasi lobby itu
sendiri.
VI. Daftar Pustaka
- Calori, Chris, (2007), Signage and Wayfinding Design, John Wiley & Sons Inc.,
Hoboken New Jersey.
- Follis, J., Hammer, D. (1968). Architectural Signing and Graphics. New York:
Watson-Guptill.- Gibson, David, (2009), The Wayfinding Handbook: Information Design for Public
Places, Princeton Architectual Press, New York.
- https://greenimpactindo.wordpress.com/2012/03/24/tinjauan-pustaka-wayfinding-
and-orientation-system/