07 Hadi Purnomo Kawasan Karst

7
Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV ”Pemanfaatan EfektifPenginderaan Jauh Untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa” KLASIFIKASI KAWASAN KARST MENGGUNAKAN LANDSAT TM 7 DAERAH WONOSARI, YOGYAKARTA Hadi Purnomo 1 , Sugeng 1 Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknologi Mineral, UPN “Veteran” Yogyakarta, jl SWK 104 (Lingkar Utara) CondongCatur 55283, Indonesia Telp : (0274) 486403, Fax (0274)487816 Email : [email protected] / [email protected] Abstract Until now, karst area is assumed as not suitable for settlement. This research is able to gather information of karst usage. This research was aimed to determine karst classification based on dale lineament, karst hill and coastal form. The method of research that use was an image interpretation of Landsat TM7 with lineament analysis of dale and hill of karst and it was expressed as a roset diagram which was supported by field observation. According to the image analysis it can be determined that the karst area of Wonosari was classified as three classes: I. Rongkop-Saptosari range, II. Purwasari-Girisubo range, and III. Wonosari-Semanu-Ponjong range. Keyword : Roset diagram, Lineament 1. PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Topografi karst adalah bentukan rupa bumi yang unik dengan kenampakan atau fenomena khas akibat proses pelarutan dan pengendapan kembali CaCO 3 diatas dan dibawah permukaan bumi. Selain itu, bentang alam seperti karst juga dapat terjadi dari proses pelapukan, hasil kerja hidrolik misalnya pengikisan, pergerakan tektonik, pencairan es dan evakuasi dari batuan beku (lava). Karena proses utama pembentukanya bukan pelarutan, maka bentang alam demikian disebut pseudokarst (Milanovic, 1996). Sementara itu karst yang terbentuk oleh pelarutan disebut truekarst. (Sari Bahagiarti, 2004). Salah satu potensi yang ada di daerah karst adalah air bawah tanah yang tersimpan dlm bentukan morfologi karst, dimana batuan karbonat bertindak sebagai akuifer dengan jumlah penyimpanan air tanah yang melebihi akifer jenis lain. Air tanah merupakan salah satu unsur sumber daya alam (“Natural Resources”) yang sangat penting keberadaanya untuk kehidupan makhluk hidup (manusia, hewan dan tumbuh- tumbuhan) karena menunjang berbagai aktivitas kehidupan. Maka dari itu pengoptimalan pemanfaatan dan perlindungan karst dengan pembagian daerah karst perlu diperhatikan untuk menunjang kelestarian daerah karst. Pembagian daerah telitian berdasarkan Keputusan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral nomor 1456.K/20/MEM/2000 bab V pasal 12 dan meng- overlay peta-peta tematik yang ada. Kawasan karst Perbukitan Seribu di DIY perlu digali potensi yang terkandung di dalamnya dengan tetap memperhatikan kelestariannya, yaitu dengan menggali potensi estetika untuk dikembangkanmenjadiaset geowisata. Potensi estetika eksokarst dan endokarst yang terkandung di kawasan karst Perbukitan Seribu adalah sangat besar dan masih merupakan aset yang penting untuk perencanaan geowisata daerah. 1.2. TUJUAN Tujuan penelitian adalah untuk mengklasifikasikan kawasan karst berdasarkan kelurusan-kelurusan bukit dan lembah melalui interpretasi citra Landsat TM 7. Gedung Rektorat lt. 3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, 14 – 15 September 2005 SDA - 41

Transcript of 07 Hadi Purnomo Kawasan Karst

Page 1: 07 Hadi Purnomo Kawasan Karst

Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV ”Pemanfaatan EfektifPenginderaan Jauh Untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa”

KLASIFIKASI KAWASAN KARST MENGGUNAKAN LANDSAT TM 7 DAERAH WONOSARI, YOGYAKARTA

Hadi Purnomo1, Sugeng 1

Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknologi Mineral,

UPN “Veteran” Yogyakarta, jl SWK 104 (Lingkar Utara) CondongCatur 55283, Indonesia Telp : (0274) 486403, Fax (0274)487816

Email : [email protected] / [email protected]

Abstract

Until now, karst area is assumed as not suitable for settlement. This research is able to gather information of karst usage. This research was aimed to determine karst classification based on dale lineament, karst hill and coastal form. The method of research that use was an image interpretation of Landsat TM7 with lineament analysis of dale and hill of karst and it was expressed as a roset diagram which was supported by field observation. According to the image analysis it can be determined that the karst area of Wonosari was classified as three classes: I. Rongkop-Saptosari range, II. Purwasari-Girisubo range, and III. Wonosari-Semanu-Ponjong range. Keyword : Roset diagram, Lineament 1. PENDAHULUAN

I.1. LATAR BELAKANG Topografi karst adalah bentukan rupa bumi yang unik dengan kenampakan atau fenomena khas akibat proses pelarutan dan pengendapan kembali CaCO3 diatas dan dibawah permukaan bumi. Selain itu, bentang alam seperti karst juga dapat terjadi dari proses pelapukan, hasil kerja hidrolik misalnya pengikisan, pergerakan tektonik, pencairan es dan evakuasi dari batuan beku (lava). Karena proses utama pembentukanya bukan pelarutan, maka bentang alam demikian disebut pseudokarst (Milanovic, 1996). Sementara itu karst yang terbentuk oleh pelarutan disebut truekarst. (Sari Bahagiarti, 2004). Salah satu potensi yang ada di daerah karst adalah air bawah tanah yang tersimpan dlm bentukan morfologi karst, dimana batuan karbonat bertindak sebagai akuifer dengan jumlah penyimpanan air tanah yang melebihi akifer jenis lain. Air tanah merupakan salah satu unsur sumber daya alam (“Natural Resources”) yang sangat penting keberadaanya untuk kehidupan makhluk hidup (manusia, hewan dan tumbuh-

tumbuhan) karena menunjang berbagai aktivitas kehidupan. Maka dari itu pengoptimalan pemanfaatan dan perlindungan karst dengan pembagian daerah karst perlu diperhatikan untuk menunjang kelestarian daerah karst. Pembagian daerah telitian berdasarkan Keputusan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral nomor 1456.K/20/MEM/2000 bab V pasal 12 dan meng-overlay peta-peta tematik yang ada. Kawasan karst Perbukitan Seribu di DIY perlu digali potensi yang terkandung di dalamnya dengan tetap memperhatikan kelestariannya, yaitu dengan menggali potensi estetika untuk dikembangkanmenjadiaset geowisata. Potensi estetika eksokarst dan endokarst yang terkandung di kawasan karst Perbukitan Seribu adalah sangat besar dan masih merupakan aset yang penting untuk perencanaan geowisata daerah. 1.2. TUJUAN Tujuan penelitian adalah untuk mengklasifikasikan kawasan karst berdasarkan kelurusan-kelurusan bukit dan lembah melalui interpretasi citra Landsat TM 7.

Gedung Rektorat lt. 3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Surabaya, 14 – 15 September 2005

SDA - 41

Page 2: 07 Hadi Purnomo Kawasan Karst

Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV ”Pemanfaatan EfektifPenginderaan Jauh Untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa”

1.3. PERUMUSAN MASALAH Kelurusan struktur (“lineament”) merupakan kenampakan kelurusan yang dapat dipetakan menggunakan citra Landsat TM, “lineament” bisa menunjukkan sesar, kekar dan rekahan (struktur retakan). Rekahan di atas permukaan sebagai media masuknya air permukaan ke dalam tanah yang akhirnya akan terkumpul pada akifer rongga (gua-gua) yang akhirnya akan membentuk aliran air tanah bawah permukaan Pengklasifikasian daerah karst ini perlu dilkakukan untuk mengetahui potensi yang terkandung di dalamnya dengan tetap memperhatikan kelestarian daerah telitian yaitu Kabupaten Gunung Kidul, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. I.4. METODOLOGI Pegumpulan data-data sekunder yaitu pengumpulan peta-peta tematik yang berkaitan dengan potensi karst . Metode interpretasi litologi dan kelurusan (lineament) secara visual Interpretasi geologi dilakukan dengan kunci untuk menginterpretasikan suatu kenampakan pada citra seperti rona, tekstur, pola, ukuran, dan asosiasi, diisamping itu di dalam interpretasi geologi juga memakai unsur penunjang antara lain: analisa bentuk lahan, analisa pola pengaliran dan vegetasi. Metode interpretasi secara manual yang dilakukan meliputi: Teknik pemfilteran (filtering) ;ipe filter yang digunakan mengacu pada model klasifikasi filter yang dikembangkan oleh Sabins.Jr, 1996 yaitu filter” directional “ dan filter “non directional”. Metode ini untuk mengetahui lineament dan batas-batas litologi. 2.TATANAN GEOLOGI

2.1. Fisiografi Berdasarkan sosiografi regional, kondisi geomorfologi daerah penelitian berada di zona pegunungan selatan Jawa Tengah-Jawa Timur (Van Bemmellen, 1949). Pegunungan ini menurut Van Bemmellan dibagi menjadi tiga sub zona,

yaitu: � Zona Utara, disebut Zona Baturagung dengan ketinggian 200-700 m diatas permukaan laut, meliputi Kecamatan Patuk, Nglipar, Gendangsari, Ngawen, Semin, dan Pojong bagian utara. � Zona Tengah, disebut Zona Ledoksari dengan ketinggian 150-200 m diatas permukaan laut meliputi Kecamatan Playen, Wonosari, Karangmojo, Pojong bagian tengah dan Semanu bagian utara. � Zona Selatan, disebut Zona Gunung Seribu dengan ketinggian 100-300 m diatas permukaan laut, meliputi Kecamatan Pangang, Paliyan, Tepus Saptosari, Rongkop, Semanu bagian selatan dan Pojong bagian selatan. Sub zona Gunungsewu merupakan perbukitan karst berporos relatif barat-timur, dengan beda ketinggian 10-100 m. Bukit-bukit kapur yang berjajar di dalamnya berdiameter 50-300 m. Meskipun luas keseluruhannya lebih kurang 1.485 km2, area Gunungkidul yang berada di daerah karst hanyakurang lebih 800 km2 (sisi selatan), terdiri dari kurang lebih 45.000 bukit besar dan kecil (jumlah ini ditaksir dari foto udara). 2.2.Stratigrafi Stratigrafi Regional daerah penelitian berada pada daerah pegunungan selatan yang berumur diperkirakan berumur Tersier. Batuan tertua yang tersingkap di Kabupaten Gunungkidul yang berumur Eosen akhir hingga miosen awal. Batuan penyusun dari batuan dasar ini adalah Formasi Gamping Wungkal, Formasi Kebobutak, Formasi Mandalika, Formasi Semilir, Formasi Nglanggran, Formasi Sambipitu, Formasi Wuni, Formasi Oyo. Kemudian diatasnya diendapkan Formasi Wonosari, dan Formasi Kepek. 1. Formasi Gamping Wungkal Menempati bagian terkecil sebarannya dibagian Timur Laut dan daerah Inventarisasi. Batuan penyusunnya dibagian bawah napal pasiran dengan lensa batugamping, sedangkan bagian atasnyaperselingan batupasir, batulanau, dan lensa batugamping. 2. Formasi Mandalika Dijumpai setempat dengan sebaran terbatas dibagian Timur Laut daerah Inventerisasi. Batuan pembentuknya umumnya leleran piroklastik yang diendapkan dilingkungan darat, dicirikan oleh lava andesit dan tuff dasit dengan retas diorit.

Gedung Rektorat lt. 3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Surabaya, 14 – 15 September 2005

SDA - 42

Page 3: 07 Hadi Purnomo Kawasan Karst

Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV ”Pemanfaatan EfektifPenginderaan Jauh Untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa”

Umur batuan tersebut diperkirakan Oligosen Akhir (Sartono, 1964) atau mungkin hingga Miosen Awal. Formasi Mandalika tersebut tertindih oleh satuan batuan yang berumur Miosen yang termasuk dalam formasi Wuni, Formasi Semilir dan Formasi Wonosari. Nama lain satuan ini adalah “Old Andesite Formation” (Bemmellen, 1949). 3. Formasi Nglanggran Terdiri dari breksi gunung api, angglomerat dan lava andesit-basalt dan tuff. Batuan ini menempati bagian utara daerah Inventarisasi tersingkap di Sungai Dengkeng, Kecamatan Nglipar. Batuan pembentuk utamanya breksi gunung api, tidak berlapis, dengan komponen dari batuan andesit hingga basal, berukuran 2 hingga 50 sentimeter. Lensa batugamping koral terdapat di bagian tengah dari satuan ini. Batupasir gunung api epiklastika dan tuff berlapis baik terdapat sebagai sisipan dan sebarannya setempat. Struktur sedimen perairan sejajar, perlapisan bersusun, dan cetakan beban memberikan indikasi adanya aliran longsoran (debris flow). Pada lapisan bagian atas permukaannya ererosi yang menunjukan adanya arus kuat. Hadirnya batugamping koral menunjukkan lingkungan laut. Lingkungan pengendapan batuan ini adalah laut yang disertai dengan longsoran bawah laut. Formasi semilir ditindih selaras oleh satuan batuan gunung api yang dikenal sebagai Formasi nglanggaran. Satuan ini tidak mengandung fosil, dan umurnya diduga akhir Miosen Awal hingga permulan Miosen Tengah (Samosusastro, 1956). Formasi Nglanggaran berlokasi tipa di Gunung Nglanggran, di Pematnag Baturagung Utara Wonosari. Formasi Nglanggran berumur Miosen Awal hingga Miosen Tengah, ketebalannya sekitar 530 meter, Formasi ini menjemari dengan Formasi semilir, tertindih selaras dengan formasi Sambipitu, selanjutnya tertindih tidak selaras dengan Formasi Oyo dan Formasi Wonosari. 4. Formasi Semilir Tediri dari tuff, breksi batuapung dasitan, batupasir tuffaan dan serpih batuan ini menempati bagian utara dari bagian daerah inventarisasi. Formasi ini di bagian bawahnya mempunyai struktur sedimen berlapis baik, perairan, silangsiur berskala menengah dan permukaan erosi. Lignit

yang berasosiasi dengan batupasir tufa gampingan dan kepingan koral pada breksi gunung api mewarnai satuan ini pada bagian tengan. Bagian atas satuan ini terdapat batulempung dan serpih, ketebalannya sekitar 15 sentimeter, mempunyai struktur longsoran bawah laut. Secara keseluruhan ketebalan satuan ini diperkirakan 460 meter. Formasi Semilir menindih selaras Foermasi Kebobutak, secara setempat tidak selaras, kemudian menjemari dengan Formasi Nglanggran dan Formasi Oyo menindih secara tidak selaras. Formasi Semilir menindih selaras satuan di bawahnya. Runtutannya terdiri dari tuff, serpih, tuff batuapung dasitik, breksi dasitik, breksi batuapung, batupasir, dan batulempung. Bothe (1928) menyebutkan jika satuan ini jarang mengandung fosil dan beberapa jenis foraminifera yang ditemukannya menunjukkan lingkungannya adalah laut. Ismoyowati & Sumarno (1975) menemukan satuan yang berlokasi tipe di gunung semilir (Pematang Baturagung) ini merupakan endapan turbidit yang terbentuk di lingkungan Bathial (Ismoyowati & Sumarno, 1975 ; Rahardjo 1995). 5. Formasi Sambipitu Terdiri dari batupasir dan batulempung. Satuan ini menempati bagian utara. Satuan ini bagian bawahnya disusun oleh batupasir kasar tidak berlapis dan batupasir halus, secara setempat diselingi serpih, batulanau gampingan, lensa breksi andesit, klstika lempung dan fragmen karbon. Arus turbidit telah membentuk struktur sedimen perlapisan bersusun, perairan sejajar, dan gelembur gelombang. Bagian atas dari satuan ini terdapat struktur sedimen perlapisan bersusun, perairan sejajar, silang siur dan gelembur gelombang yang memberikan indikasi adanya endapan longsoran bawah laut kemudian berkembang menjadi arus turbidit. Runtutan sedimen klasik Formasi Sambipitu menindih selaras satuan gunung api di bawahnya. Formasi Sambipitu mempunyai lokasi tipe di Desa Sambipitu, Utara Wonosari. Umur satuan ini diperkirakan Miosen Tengah dengan ketebalan sekitar 230 meter. 6. Formasi Wuni Terdiri dari agglomerat bersisipan batupasir tuffan dan batupasir kasar. Satuan ini menempati secara

Gedung Rektorat lt. 3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Surabaya, 14 – 15 September 2005

SDA - 43

Page 4: 07 Hadi Purnomo Kawasan Karst

Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV ”Pemanfaatan EfektifPenginderaan Jauh Untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa”

terisolasi di bagian selatan. Bagian bawah satuan ini disusun oleh breksi agglomerat, kayu dan bongkah terkersikan. Komponen agglomerat terdiri dari andesit dan basal berukuran 10 hingga 15 sentimeter, setempat bisa mencapai 2 meter. Bagian tengah satuan ini terdapat sisipan batupasir tuffan, batulanau dan konglomerat. Sisipan batugamping koral menempati bagian atas satuan ini. Ketebalan satuan ini diperkirakan 150 meter. Satuan ini ke arah barat berubah menjadi formasi Nglanggran, namun sulit dibedakan. Formasi ini menjemari dengan Formasi Wonosari. 7. Formasi Oyo Disusun oleh sedimen klasik gampingan terdiri dari batupasir gampingan, batugamping tuffaan, batugamping berlapis bersisipan napal dan tuff. Pengendapan batugamping ini berbarengan dengan aktifitas gunung api sehingga tuff mewarnai endapan ini. Semakin ke arah atas unsur material gunung api berkurang. Kemiringan lapisan ke selatan dengan derjat kemiringan 200 - 250. lapisan ini mudah dikenali di lapangan sepanjang singkapan di Kali Oyo. Pada batupasir gampingan, batugamping berlapis dan napal banyak dijumpai kandungan fosil. Formasi Oyo yang manindih tidak selaras dengan satuan klasik dibawahnya terdiri dari batupasir tuffaan, napal tuffaan, batugamping dan konglomerat, bersisipan tuff, konglomerat batugamping dan breksi gampingan. Satuan ini berlokasi tipe di Sungai Oyo di Gunung Tugu dan Gunung Temas (perbukitan Bayat), Rahardjo (1995) menjumpai batugamping tuffaan berlapis bersisipan nepal ; sedang di Gunung kampak ia mengamati adanya perubahan fasies batugamping menjadi batugamping algae dan batugamping oral, sehingga lingkungannya berhimpun dengan terumbu. 8. Formasi Wonosari Disusun oleh batugamping baik batugamping berlapis maupun batugamping terumbu, batugamping napalan dan batugamping konglomeratan. Satuan ini juga terdapat batupasir tuffaan dan lanau. Foermasi wonosari di bagian Selatan menempati perbukitan Karst dominannya disusun oleh batugamping terumbu yang bersifat pejal (bioherm) menunjukkan lingkungn

pengerndapannya relatif stabil sehingga terumbu batugamping tumbuh secara sempurna. Pada bagain lereng-lereng bukit terjal biasanya disusun oleh batugamping konglomeratan sebagai endpan hancuran berupa talus yang mengelilingi bukit tubuh terumbu tersebut. 9. Formasi Kepek Penyusun utama Formasi Kepek adalah selang-seling antara lempung, napal pasiran dan batugamping berlapis .Formasi ini siendapkan dalam lingkungan laut dangkal terisolasi 3. PEMBAHASAN DAN ANALISIS 3.1 Geologi Berdasarkan interpretasi citra landsat TM 7 maka daerah penelitian dapat dibagi menjadi 4. (empat) satuan batuan: 1. Satuan breksi pada citra umumnya nampak adanya pola lembah yang lurus dan sejajar serta bentuk bukitnya lurus dan lebar. Satuan ini menenpati di sebelah utara pantai parangtritis sampai panggang dan disebelah timur Wonosari. 2. Satuan batupasir satuan ini dapat diinterpretasikan dengan mudah dari pembuatn citra komposit saluran 457, satuan ini terdapt di sebelah barat daya Wonosari. 3.Satuan batugamping berlapis pada citra nampak bentuk bukit umumnya berbentuk melengkung, satuan ini terdapat di daerah wonosari. 4.Satuan batugamping terumbu, pada citra nampak dari bentuk lembah dan bentuk-bentuk bukit yang berupa menara, asimetri , dan poligonal, terdapatnya lembah-lembah yang melingkar seperti uvala dan dolina. Penjajaran bukit-bukit nampak jelas dan dapat diinterpretasikan lewat citra. Penyebaran batugamping terumbu ini mulai sebelah timur pantai Parangtritis sampai daerah Sadeng. 3.2. Pola Kelurusan Pola kelurusan yang berupa lembah dan perbukitan dapat dikelompokkan menjadi 4 (empat). 1.Pola kelurusan lembah dan bukit yang arahnya umumnya utara - selatan (N 30 E) . (gambar 1 A & B) , pola ini terdapat di sekitar pantai Parangtritis sampai daerah panggang di kecamatan Purwosari

Gedung Rektorat lt. 3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Surabaya, 14 – 15 September 2005

SDA - 44

Page 5: 07 Hadi Purnomo Kawasan Karst

Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV ”Pemanfaatan EfektifPenginderaan Jauh Untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa”

yang terdiri dari satuan breksi dan satuan batugamping berlapis. 2.Pola kelurusan lembah arah umumnya N 330 0 E dan bukit yang arah umumnya N 335 0 E, (Gambar 2 A & B), pola ini terdapat mulai dari daerah di kecamatan Saptosari dan kecamatan Tanjungsari. Pola kelurusan lembah dan bukit umumnya panjang-panjang. Satuan batuan berupa batugamping terumbu. 3.Pola kelurusan lembah N 2820 E dan bukit yang arah umumnya N 5 0 E , (gambar 3 A &B), pola ini terdapat di daerah kecamatan Girisobo, bentuk lembah dan bukit panjang. Pola ini menempati satuan batugamping terumbu. 4. Pola kelurusan lembah yang arah umumnya N 40 0 E ( gambar 4) dan kenmpakan bukitnya berbentuk melengkung. Pola ini menempati satuan batugamping berlapis. 3.2 Bentuk Pantai Berdasarkan interpretasi citra bentuk pantai dapat digolongkan menjadi 3 : 1. Pantai curam dan lurus, pantai ini terdapat disebelah timur Parangtritis sampai sebelah barat pantai Baron. 2.Pantai landai - curam, pantai ini dicirikan oleh adanya beberapa teluk, pada citra nampak pantai berkelok, pantai ini terdapat di Saptosari dan Tanjungsari. 3.Pantai landai - curam, pantai ini disamping adanya teluk juga tanjung, pada citra nampak pantai yang berkelok. Pantai ini terdapat di Girisobo. 3.3 Klasifikasi Pengklasifikasian daerah karst berdasarkan pada keputusan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral 1456.k/20/MEM/2000 tentang pedoman pengelompokan kawasan karst: 1. Kawasan karst kelas 1 Berfungsi sebagai kawasan yang menyimpan air, terdapat gua-gua dan sungai bawah tanah yang aktif, gua-gua yang ada peninggalan sejarah. Berdasarkan hasil penelitian dari pola kelurusan lembah (sturktur) dapat dilihat bahwa kelurusan di daerah ini umumnya panjang dan lebar, pola demikian dapat diterangkan bahwa proses pelarutan di daerah ini berjalan sangat intensif, dengan lembah yang luas akan sangat mudah untuk menampung air hujan yang kemudian diteruskan melalui pori=pori gerowong yang pada

akhirnya akan membentuk sitem pol pengaliran dibawah tanah. Pantai yang masuk ke daratan akan mempunyai flora dan fauna yang khas. 4. Terdapatnya sungai permukaan yang tiba-tiba hilang merupakan salah satu ciri adanya sungai bawa tanah . 2. Kawasan karst kelas 2. Kawasan ini mempunyai kritreria sebagai pengimbuh air bawah tanah, mempunyai jaringan gua-gua yang tidak aktif. Kawasan ini terdapat di daerah Purwosari dan Girisobo dari citra bahwa pola kelurusan lembah pendek dan sempit yang menidenditikasikan bahwa daerah ini bukan merupakan daerah penyimpan air. Keberadaan batugamping di sini berbeda dengan batugamping di kawasan kelas 1, dikawasan kelas 2 batugampingnya relatif lebih tipis karena berada di daerah tinggian, sehingga proses pelarutan pada daerah lembah tidak seintensif pada kawasan kelas 1. 3. Kawasan karst kelas 3 Kawasan ini tidak memiliki kriteria seperti diatas, kawasan ini terletak di daerah Wonosari yang dicirikan olah adanya bukit-bukit yang bentuknya melengkung. Bentuk bukit yang demikian disebabkan karena daerah ini terdiri dari perselingan batugamping berlapis, batupasir gampingan dan napal. Yang mempunyai tingkat pelarutan yang berbeda. 4. KESIMPULAN dari pembahasan diatas dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Pemfilteran akan membantu menajamkan pola kelurusan lembah dan bukit. 2. Pengelompokan arah kelurusan lembah dan bukit dapat membantu di dalam pengkelasan kawasan karst. 3.Bentuk pantai dapat dibagi 2 yaitu curam dan landai - curam. 5. DAFTAR PUSTAKA Edward A. Beaumont and Norman H. Foster, 1992, Remote Sensing, The American Association of Petroleum Geologist, Oklahoma, USA. Gabrielsen,R.H. 1990. characteristic of joints and faults. Rock Joint. Balkema,Roterdam ; barton & Stephansson Ltd.

Gedung Rektorat lt. 3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Surabaya, 14 – 15 September 2005

SDA - 45

Page 6: 07 Hadi Purnomo Kawasan Karst

Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV ”Pemanfaatan EfektifPenginderaan Jauh Untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa”

Juhari Mat Akhir & Ibrahim Abdullah. 1997. Geological applications of landsat thematic mapper imagery-mapping and analysis lineaments in Northwest Peninsular Malaysia. Proceeding of The 18th Asian Conference Kusumayudha, S.B., MT.Zen, S.Notosiswoyo, R.S. Gautama, 2000, Potensi air tanah 1998 - 1999 Sub Sistem Wonosari - Baron Daerah Gunungsewu, Pegunungan Selatan, Pros Pertemuan Ilmiah Tahunan IAGI XXIX, Hal 203 - 209. Ravi P. Gupta , 1991, Remate Sensing Geology, Springer - Verlag Berlin. Sabins, 1996, Remote Sensing Principles and Interpretation, W.H. Freeman and Company, New York. Smith,W.L. 1977. Remote-sensing application for mineral exploration. Dowden,Hachison & Ross, Inc. Pennsylvania.

Gedung Rektorat lt. 3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Surabaya, 14 – 15 September 2005

SDA - 46

Page 7: 07 Hadi Purnomo Kawasan Karst

Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV ”Pemanfaatan EfektifPenginderaan Jauh Untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa”

LAMPIRAN

3

3

3 3

6

6

6 6

9

9

9 9

12

12

12 12

1

1

N

S

EW

Apparent Strike15 max planes / arc

at outer circle

Trend / Plunge ofFace Normal = 0, 90

(directed away from viewer)

No Bias Correction

62 Planes PlottedWithin 45 and 90

Degrees of ViewingFace

Gambar 1 A

3

3

3 3

6

6

6 6

9

9

9 9

12

12

12 12

1

1N

S

EW

Apparent Strike15 max planes / arc

at outer circle

Trend / Plunge ofFace Normal = 0, 90

(directed away from viewer)

No Bias Correction

21 Planes PlottedWithin 45 and 90

Degrees of ViewingFace

Gambar 2A

2

2

2 2

4

4

4 4

6

6

6 6

8

8

8 8

1

1

N

S

EW

Apparent Strike10 max planes / arc

at outer circle

Trend / Plunge ofFace Normal = 0, 90

(directed away from viewer)

No Bias Correction

22 Planes PlottedWithin 45 and 90

Degrees of ViewingFace

Gambar 3A

Gambar Klasifikasi Kawasan Karst

Gedung Rektorat lt. 3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Surabaya, 14 – 15 September 2005

SDA - 47