104667373-Laporan-SGOT
Click here to load reader
-
Upload
rahma-yumiwaki -
Category
Documents
-
view
90 -
download
3
description
Transcript of 104667373-Laporan-SGOT
Laporan SGOT & SGPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hati
2.1.1 Anatomi dan Histologi
Hati adalah organ intestinal terbesar dengan berat antara 1,2-1,8 kg atau lebih 25% berat badan
orang dewasa dan merupakan pusat metabolisme tubuh dengan fungsi sangat kompleks. Secara
mikroskopis didalam hati manusia terdapat 50.000-100.000 lobuli, setiap lobulus berbentuk
heksagonal yang terdiri atas sel hati berbentuk kubus yang tersusun radial mengelilingi vena
sentralis. Hati terdiri atas bermacam-macam sel.
Hepatosit meliputi kurang lebih 60% sel hati, sedangkan sisanya terdiri dari sel-sel epithelial system
empedu dalam jumlah yang bermakna dan sel-sel parenkimal yang termasuk di dalamnya
endotelium, sel kuffper dan sel stellata yang berbentuk seperti bintang. Sel-sel lain yang terdapat
dalam dinding sinusoid adalah sel fagositik. Sel Kupffer yang merupakan bagian penting sistem
retikuloendothellial dan sel stellata disebut sel itu, limfosit atau perisit. Yang memiliki aktifitas
miofibroblastik yang dapat membantu pengaturan aliran darah. Sel kupffer lebih permeabel yang
artinya mudah dilalui oleh sel-sel makro dibandingkan kapiler-kapiler yang lain Sinusoidal disamping
sebagai faktor penting dalam perbaikan kerusakan hati. Peningkatan aktifitas sel-sel stellata
tampaknya merupakan faktor kunci dalam pembentukan jaringan fibrotik di dalam hati.
2.1.2 Fisiologi
Berbagai macam fungsi hati dijalankan oleh sel yang disebut sebagai hepatosit, dimana 70-80%
menyusun sitoplasma hati. Berikut berbagai macam fungsi hepatosit:
1. Sintesis protein
2. Penyimpanan protein
3. Metabolisme karbohidrat
4. Sintesis kolesterol, garam empedu dan fosfolipid
5. Detoksifikasi, modifikasi, dan ekskresi substansi endogen dan eksogen.
Hepatosit merupakan sel tubuh yang memproduksi albumin serum, fibrinogen dan faktor
pembekuan darah kecuali faktor III dan IV. Selain itu, hati juga mempunyai peranan dalam sintesis
lipoprotein, ceruloplasmin, transferin, komplemen, dan glikoprotein. Hepatosit juga memproduksi
protein dan enzim intraselular termasuk transaminase. Enzim yang dihasilkan oleh hepatosit
yaitu Alanine Aminotransferase (ALT) atau Serum Glutamic Pyruvic Transaminase (SGPT), dan
Aspartate Aminotransferase (AST) atau Serum Glutamic Oksaloasetat Transaminase (SGOT).SGPT
terdapat pada sel darah merah, otot jantung, otot skelet, ginjal dan otak. Sedangkan SGOT
ditemukan pada hati. Enzim tersebut akan keluar dari hepatosit jika terdapat peradangan atau
kerusakan pada sel tersebut. Kedua enzim ini dapat meningkat karena adanya gangguan fungsi hati,
dan penanda kerusakan sel lainnya, yang salah satu penyebabnya adalah proses infeksi yang
disebabkan oleh virus.
Sintesis protein berlangsung di reticulum endoplasma yang kasar, sedangkan sekresi protein
berlangsung di reticulum endoplasma yang kasar dan yang halus. Retikulum endoplasmic juga ikut
berperan dalam konjugasi protein dengan lemak.
Hati berperan dalam pembentukan asam lemak dari karbohidrat dan mensintesis trigliserid
dari asam lemak dan gliserol. Hepatosit juga mensintesis apoprotein yang akan membawa
lipoprotein (VLDL, HDL). Hati juga merupakan organ dimana terjadi glukoneogenesis dan
pembentukan karbohidrat dari prekursor seperti alanine, gliserol, dan oksaloasetat, glikogenolisis
dan glikogenesis. Hati menerima lipid dari sirkulasi sistemik dan memetabolisme kilomikron. Hati
juga mensintesis kolesterol dari asetat dan sintesis garam empedu.
Hati mempunyai kemampuan untuk memetabolisme, detoksifikasi, dan menginaktivasi
substansi eksogen, seperti obat, metabolism obat, insektisida, dan substansi endogen seperti
steroid, dan mengubah ammonia menjadi urea untuk diekskresi dari tubuh.
Hati juga berperan dalam metabolism bilirubin, 75% dari total Bilirubin di dalam tubuh
diproduksi oleh sel darah yang hancur, sisanya oleh dihasilkan dari katabolisme protein heme, dan
juga oleh inaktivasi eritropoeisis sumsum tulang. Bilirubin yang tidak terkonjugasi bersama dengan
albumin ditranspor ke sirkulasi sebagai suatu kompleks dengan albumin, walaupun sejumlah kecil
dialirkan ke dalam sirkulasi secara terpisah. Bilirubin diubah dari larut lemak menjadi larut air di hati.
Kemudian masuk ke sistem pencernaan dalam bentuk empedu ke duodenum dan dieksresikan
menjadi sterekobilin. Melalui sirkulasi menuju ke ginjal dan dieksresikan dalam bentuk urobilin.
2.2 SGOT DAN SGPT
SGOT-SGPT merupakan dua enzim transaminase yang dihasilkan terutama oleh sel-sel hati.
Bila sel-sel liver rusak, misalnya pada kasus hepatitis atau sirosis, biasanya kadar kedua enzim ini
meningkat. Makanya, lewat hasil tes laboratorium, keduanya dianggap memberi gambaran adanya
gangguan pada hati.
Gangguan hati sendiri bentuknya berjenis-jenis, dengan jumlah penderita tak sedikit. Jumlah
pengidap hepatitis C saja sekitar 3% dari populasi. Belum lagi hepatitis A dan B yang jumlahnya jauh
lebih banyak. Apalagi jika ditambah dengan perlemakan hati, sirosis, intoksikasi obat, fibrosis hati,
dan penyakit lain yang nama-nya jarang kita dengar.
Penyakit-penyakit tadi umumnya ditandai dengan peningkatan angka SGOT-SGPT. Namun,
kedua enzim itu tidak 100% dihasilkan oleh liver. Sebagian kecil juga diproduksi oleh sel otot,
jantung, pankreas, dan ginjal. Itu sebabnya, jika sel-sel otot mengalami kerusakan, kadar kedua
enzim ini pun meningkat.
Rusaknya sel-sel otot bisa disebabkan oleh banyak hal, misalnya aktivitas fisik yang berat,
luka, trauma, atau bahkan kerokan. Ketika kita mendapat injeksi intra muskular (suntik lewat
jaringan otot), sel-sel otot pun bisa mengalami sedikit kerusakan dan meningkatkan kadar enzim
transaminase ini. Pendek kata, ada banyak faktor yang bisa menyebabkan kenaikan SGOT-SGPT.
Dibandingkan dengan SGOT, SGPT lebih spesifik menunjukkan ketidakberesan sel hati, karena
SGPT hanya sedikit saja diproduksi oleh sel nonliver. Biasanya, faktor nonliver tidak menaikkan
SGOT-SGPT secara drastis. Umumnya, tidak sampai 100% di atas BAN. Misalnya, jika BAN kadar SGPT
adalah 65 unit/liter (u/l), kenaikan akibat bermain sepakbola lazimnya tak sampai dua kali lipat.
Jika kadarnya melampaui dua kali lipat, ini pertanda mulai menyalanya lampu merah yang
harus diwaspadai. Jangan “sakit hati” jika dokter curiga kita mengidap sakit hati. BAN sendiri bisa
berbeda antarlaboratorium. Jika pernah tes darah di dua laboratorium yang berbeda, dan
mendapatkan BAN yang berbeda, Anda tak perlu heran. “Batas atas normal tergantung pada reagen
dan alat yang digunakan,” jelas Rino. Di rumah sakit tertentu, BAN kadar SGPT bisa 40 u/l, tapi di
klinik lain bisa 65 u/l. Ini hanya masalah teknis pemeriksaan. itu sebabnya, kita tak bisa menyatakan
tinggi rendahnya SGOT-SGPT dari angka absolut, tetapi dari nilai relatif (dibandingkan dengan BAN).
2.2.1 SGPT
SGPT atau juga dinamakan ALT (alanin aminotransferase) merupakan enzim yang banyak
ditemukan pada sel hati serta efektif untuk mendiagnosis destruksi hepatoseluler. Enzim ini dalam
jumlah yang kecil dijumpai pada otot jantung, ginjal dan otot rangka. Pada umumnya nilai tes
SGPT/ALT lebih tinggi daripada SGOT/AST pada kerusakan parenkim hati akut, sedangkan pada
proses kronis didapat sebaliknya.
SGPT/ALT serum umumnya diperiksa secara fotometri atau spektrofotometri, secara semi
otomatis atau otomatis. Nilai rujukan untuk SGPT/ALT adalah :
Laki-laki : 0 - 50 U/L
Perempuan : 0 - 35 U/L
Masalah Klinis
Kondisi yang meningkatkan kadar SGPT/ALT adalah :
Peningkatan SGOT/SGPT > 20 kali normal : hepatitis viral akut, nekrosis hati (toksisitas obat atau
kimia)
Peningkatan 3-10 kali normal : infeksi mononuklear, hepatitis kronis aktif, sumbatan empedu ekstra
hepatik, sindrom Reye, dan infark miokard (SGOT>SGPT)
Peningkatan 1-3 kali normal : pankreatitis, perlemakan hati, sirosis Laennec, sirosis biliaris.
Faktor yang dapat mempengaruhi temuan laboratorium :
Pengambilan darah pada area yang terpasang jalur intra-vena dapat menurunkan kadar
Trauma pada proses pengambilan sampel akibat tidak sekali tusuk kena dapat meningkatkan kadar
Hemolisis sampel
Obat-obatan dapat meningkatkan kadar : antibiotik (klindamisin, karbenisilin, eritromisin,
gentamisin, linkomisin, mitramisin, spektinomisin, tetrasiklin), narkotika (meperidin/demerol,
morfin, kodein), antihipertensi (metildopa, guanetidin), preparat digitalis, indometasin (Indosin),
salisilat, rifampin, flurazepam (Dalmane), propanolol (Inderal), kontrasepsi oral (progestin-estrogen),
lead, heparin.
Aspirin dapat meningkatkan atau menurunkan kadar.
2.2.2 SGOT
SGOT atau juga dinamakan AST (Aspartat aminotransferase) merupakan enzim yang dijumpai
dalam otot jantung dan hati, sementara dalam konsentrasi sedang dijumpai pada otot rangka, ginjal
dan pankreas. Konsentrasi rendah dijumpai dalam darah, kecuali jika terjadi cedera seluler,
kemudian dalam jumlah banyak dilepaskan ke dalam sirkulasi. Pada infark jantung, SGOT/AST akan
meningkat setelah 10 jam dan mencapai puncaknya 24-48 jam setelah terjadinya infark. SGOT/AST
akan normal kembali setelah 4-6 hari jika tidak terjadi infark tambahan. Kadar SGOT/AST biasanya
dibandingkan dengan kadar enzim jantung lainnya, seperti CK (creatin kinase), LDH (lactat
dehydrogenase). Pada penyakit hati, kadarnya akan meningkat 10 kali lebih dan akan tetap demikian
dalam waktu yang lama.
SGOT/AST serum umumnya diperiksa secara fotometri atau spektrofotometri, semi otomatis
menggunakan fotometer atau spektrofotometer, atau secara otomatis menggunakan chemistry
analyzer. Nilai rujukan untuk SGOT/AST adalah :
Laki-laki : 0 - 50 U/L
Perempuan : 0 - 35 U/L
Masalah Klinis
Kondisi yang meningkatkan kadar SGOT/AST :
Peningkatan tinggi ( > 5 kali nilai normal) : kerusakan hepatoseluler akut, infark miokard, kolaps
sirkulasi, pankreatitis akut, mononukleosis infeksiosa
Peningkatan sedang ( 3-5 kali nilai normal ) : obstruksi saluran empedu, aritmia jantung, gagal
jantung kongestif, tumor hati (metastasis atau primer), distrophia muscularis
Peningkatan ringan ( sampai 3 kali normal ) : perikarditis, sirosis, infark paru, delirium tremeus,
cerebrovascular accident (CVA)
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi temuan laboratorium :
Injeksi per intra-muscular (IM) dapat meningkatkan kadar SGOT/AST
Pengambilan darah pada area yang terpasang jalur intra-vena dapat menurunkan kadar SGOT/AST
Hemolisis sampel darah
Obat-obatan dapat meningkatkan kadar : antibiotik (ampisilin, karbenisilin, klindamisin, kloksasilin,
eritromisin, gentamisin, linkomisin, nafsilin, oksasilin, polisilin, tetrasiklin), vitamin (asam folat,
piridoksin, vitamin A), narkotika (kodein, morfin, meperidin), antihipertensi (metildopa/aldomet,
guanetidin), metramisin, preparat digitalis, kortison, flurazepam (Dalmane), indometasin (Indosin),
isoniazid (INH), rifampin, kontrasepsi oral, teofilin. Salisilat dapat menyebabkan kadar serum positif
atau negatif yang keliru.
BAB V
PENUTUP
5.1 KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat kami ambil dari praktikum yang sudah dilakukan adalah sebagai berikut :
1. SGOT atau juga dinamakan AST (Aspartat aminotransferase) merupakan enzim yang dijumpai
dalam otot jantung dan hati, sementara dalam konsentrasi sedang dijumpai pada otot rangka, ginjal
dan pankreas.
2. SGPT atau juga dinamakan ALT (alanin aminotransferase) merupakan enzim yang banyak
ditemukan pada sel hati serta efektif untuk mendiagnosis destruksi hepatoseluler. Enzim ini dalam
jumlah yang kecil dijumpai pada otot jantung, ginjal dan otot rangka.
3. Setelah di Inkubasi dalam fotometer menghasilkan :
· SGOT ( serum jenis kelamin laki-laki)
Nilai Normal : < 40
500 ul reagen SGOT + ureum 50 ul : C = 38 U/L
· SGPT ( serum jenis kelamin laki-laki)
Nilai Normal : < 50
500 ul reagen SGPT + ureum 50 ul : C = 15 U/L
DAFTAR PUSTAKA
Frances K. Widmann, alih bahasa : S. Boedina Kresno dkk., Tinjauan Klinis Atas Hasil Pemeriksaan
Laboratorium, edisi 9, cetakan ke-1, EGC, Jakarta, 1992.
Joyce LeFever Kee, Pedoman Pemeriksaan Laboratorium & Diagnostik, EGC, Jakarta, 2007.
Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi Klinik Cabang Jakarta, SI Units : Tabel Konversi Sisten Satuan
SI – Konvensional dan Nilai Rujukan Dewasa – Anak Parameter Laboratorium Klinik, Jakarta, 2004.
Ronald A. Sacher & Richard A. McPherson, alih bahasa : Brahm U. Pendit dan Dewi Wulandari, editor
: Huriawati Hartanto, Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium, Edisi 11, EGC, Jakarta, 2004.
The Royal College of Pathologists of Australasia, Manual of Use and Interpretation of Pathology Test,
Griffin Press Ltd., Netley, Australia, 1990.