207924336 Gangguan Pendengaran Pada Bayi Dan Anak

20
GANGGUAN PENDENGARAN PADA BAYI DAN ANAK Oleh: Yurike Octovia Maani (K1A109013) Fauziah Ibrahim (K1A109016) Pembimbing: Dr. Nur Hilaliyah, M.Kes, Sp.THT-KL

description

gangguan pendengaran anak

Transcript of 207924336 Gangguan Pendengaran Pada Bayi Dan Anak

GANGGUAN PENDENGARAN PADA BAYI DAN ANAK

Oleh: Yurike Octovia Maani (K1A109013)

Fauziah Ibrahim (K1A109016)

Pembimbing: Dr. Nur Hilaliyah, M.Kes, Sp.THT-KL

Pendahuluan a. Umumnya seorang bayi atau anak yang mengalami gangguan pendengaran, lebih dahulu diketahui keluarganya sebagai pasien yang terlambat bicara (delayed speech).

b. Meskipun tidak umum, beberapa bayi mungkin memiliki beberapa gangguan pendengaran saat lahir. Gangguan pendengaran juga dapat berkembang pada anak-anak dan bayi yang memiliki perkembangan normal.

c. Gangguan pendengaran dapat terjadi pada satu atau kedua telinga. Mungkin ringan, sedang, berat, atau mendalam. Gangguan pendengaran sangat berat adalah apa yang kebanyakan orang sebut tuli.

d. Gangguan pendengaran dibagi menjadi tuli sebagian (hearing impaired) dan tuli total (deaf). Tuli sebagian (hearing impaired) adalah keadaan fungsi pendengaran berkurang namun masih dapat dimanfaatkan untuk berkomunikasi dengan atau tanpa bantuan alat bantu dengar, sedangkan tuli total (deaf) adalah keadaan fungsi pendengaran yang sedemikiaan terganggunya sehingga tidak dapat berkomunikasi sekalipun mendapat perkerasan bunyi (amplikasi)

Anatomi

Telinga

Fisiologi

Pendengaran

Bunyi ditangkap oleh daun telinga

Kanal ion terbuka Rangsangan mekanis

Membrane timpani

Defleksi stereo sel-sel silia rambut

Tulang- tulang pendengaran

Membrane reisner

Tingkap lonjong

Pelepasan neurotransmitter ke pusat pendengaran di otak

Bunyi diperbesarMenggetarkan perilimfe pada skala vestibuli

Epidemologi

Insidens gangguan pendengaran pada neonatus di Amerika berkisar antara 1-3 dari 1000 kelahiran hidup. Sedangkan US Preventive Services Task Force melaporkan bahwa prevalensi gangguan pendengaran neonatus di Neonatal Intensive Care Unit (NICU) 10- 20 kali lebih besar dari populasi neonatus. Di Indonesia sampai saat ini belum ada data, karena belum dilakukan program skrining pendengaran

Penyebab gangguan pendengaran pd bayi dan anak

Berdasarkan saat terjadinya

A. Masa Prenatal Masa prenatal dibagi menjadi genetik dan nongenetik. Yang paling penting adalah trimester I kehamilan, misalnya akibat infeksi bakteri atau virus (TORCHS). Disamping itu, beberapa jenis obat ototoksik dan teratogenik berpotensi menyebabkan gangguan pendengaran.

C. Masa Postnatal Adanya infeksi bakteri atau virus (rubela, campak, parotitis, infeksi otak), perdarahan telinga tengah, trauma tulang temporal yang mengakibatkan tuli saraf atau tuli konduktif.

B. Masa Perinatal Beberapa keadaan seperti Prematur , berat badan lahir rendah (< 2500 gram), hiperbilirubinemia, dan asfiksia. Umumnya ketulian yang terjadi akibat faktor prenatal dan perinatal adalah tulis sensorineural bilateral dengan derajat ketulian berat atau sangat berat

Faktor

resiko

A. Usia 0 – 28 hari : 1. Menjalani perawatan di NICU selama ≥ 48 jam2. Keadaan yang berhubungan dengan sindroma tertentu yang

mempunyai hubungan dengan tuli sensorineural atau tuli konduktif, misalnya sindroma Rubela;

3. Riwayat keluarga dengan gangguan pendengaran sensorineural yang menetap sejak masa anak-anak;

4. Kelainan kraniofasial termasuk kelainan morfologi pinna (daun telinga) atau liang telinga;

5. Infeksi intra uterin, seperti TORCHS (toksoplasma, rubella, sitomegalovirus, herpes dan sifilis).

6. Kegagalan skrining gangguan pendengaran pada bayi baru lahir

7. Berat badan lahir kurang dari 1500 gram8. Meningitis bacterial9. Penggunaan obat-obatan ototoksik10. Apgar skor 0-4 saat 1 menit atau 0-6 saat 5 menit setelah

lahir

Usia 29 hari – 2 tahun : 1. keterlambatan bicara, afasia atau keterlambatan

perkembangan lain;2. Riwayat keluarga dengan gangguan pendengaran yang

menetap masa anak-anak;3. Keadaan yang berhubungan dengan sindroma tertentu yang

diketahui mempunyai hubungan dengan tuli sensorineural, tuli konduktif atau gangguan fungsi tuba Eustachius;

4. Infeksi postnatal yang menyebabkan gangguan pendengaran sensorineural, termasuk meningitis bakterialis;

5. Infeksi intra uterin seperti TORCHS6. Adanya faktor risiko tertentu pada masa neonatus,

terutama hiperbilirubinemia yang memerlukan transfusi tukar, hipertensi pulmonal yang membutuhkan ventilator serta kondisi lainnya yang membutuhkan ECMO (extra corporeal membrana oxygenation);

7. Sindroma tertentu yang berhubungan dengan gangguan pendengaran yang progresif seperti sindroma Usher, neurofibromatosis dan lain-lain

8. Adanya kelainan neurodegeneratif seperti sindroma Hunter dan kelainan neuropati sensomotorik (Friederich’s ataxia, sindroma Charcot - Marie Tooth)

9. Trauma kapitis; 10.Otitis media yang berulang atau menetap disertai efusi

telinga tengah minimal 3 bulan.

Gangguan pendengaran pada anak juga dapat dibagi menjadi

A. Gangguan pendengaran congenital1. Infeksi pada masa kehamilan 2. Konsumsi obat-obatan

ototoksik selama kehamilan 3. Komplikasi saat kelahiran 4. Kelainan pada otak atau

system saraf khususnya system saraf yang berperan untuk mendengar

5. Sindrom genetic seperti down syndrome

6. Ada riwayat keluarga yang mengalami gangguan pendengaran

B. Gangguan pendengaran yang didapat

1. Infeksi telinga tengah yang tidak diobati

2. Perforasi membrane timpani 3. Mendengar bunyi yang

terlalu kuat seperti kembang api

4. Penyakit pada telinga seperti otosklerosis atau meniere’s disease

A. Gangguan pendengaran konduktifGangguan terdapat pada telinga tengah atau luar yang biasanya dapat terapi dengan obat-obatan atau pembedahan

B. Ganguan pendengaran sensorineural Gangguan pada telinga dalam ataupun pada saraf pendengaran yang biasanya permanen dan memerlukan rehabilitasi pendengaran

Berdasarkan bagian telinga yang terlibat

Gangguan pendengaran pada anak perlu dideteksi seawal mungkin mengingat pentingnya peranan fungsi pendengaran dalam proses perkembangan bicara

The Joint Committee on Infant Hearing merekomendasikan deteksi gangguan pendengaran harus dilakukan sebelum usia 3 bulan dan dilakukan intervensi sebelum usia 6 bulan.

Beberapa syarat skrining pendengaran neonates yang dipakai di seluruh dunia, diantaranya adalah cepat dan mudah dikerjakan, tidak bersifat invasif, mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi serta tidak mahal

Skrining

Penggunaan daftar indikator risiko tinggi direkomendasikan untuk mengidentifikasi kemungkinan adanya gangguan pendengaran kongenital maupun didapat pada neonatus : 1. Riwayat keluarga gangguan pendengaran sensorineural permanen 2. Anomali telinga dan kraniofasial3. Infeksi intrauterin berhubungan dengan gangguan pendengaran

sensorineural (infeksi toksoplasmosis, rubella, sitomegalovirus, herpes, sifilis)

4. Gambaran fisik atau stigmata lain yang berhubungan dengan sindrom yang diketahui berhubungan dengan gangguan pendengaran sensorineural, seperti sindrom Down, sindrom Wardenburg

5. Berat lahir kurang dari 1500 gram6. Nilai Apgar yang rendah (0-3 pada menit kelima, 0-6 pada menit

kesepuluh)7. Kondisi penyakit yang membutuhkan perawatan di NICU 48 jam 8. Distres pernafasan (misalnya aspirasi mekoneum)9. Ventilasi mekanik selama 5 hari atau lebih10. Hiperbilirubinemia pada kadar yang memerlukan transfusi tukar11. Meningitis bacterial12. Obat-obatan ototoksik (misalnya gentamisin) yang diberikan lebih

dari 5 hari atau digunakan sebagai kombinasi dengan loop diuretic.

Beberapa pemeriksaan pendengaran yang dapat dilakukan pada bayi:

1. Behavioral Observation AudiometryTes ini berdasarkan respons aktif pasien terhadap

stimulus bunyi dan merupakan respons yang disadari (voluntary response). Tes BOA sederhana yang sering dilakukan di klinik Ibu dan Anak adalah dengan menggunakan benda / mainan yang berbunyi seperti bel, terompet. Dinilai kemampuan anak dalam memberikan respons terhadap sumber bunyi tersebut.

Pemeriksaan Behavioral Observation Audiometry dibedakan menjadi (1) Behavioral Reflex Audiometry dan (2) Behavioral Response Audiometry Teknik Behavioral Response Audiometry yang sering kali digunakan adalah (a) Tes Distraksi dan (b) Visual Reinforcement Audiometry(VRA)

2. Play audiometry (usia 2-5 tahun)Pemeriksaan Play Audiometry (Conditioned play

audiometry) meliputi teknik melatih anak untuk mendengar stimulus bunyi disertai pengamatan respons motorik spesifik dalam suatu aktivitas permainan. Anak yang cukup kooperatif , mau pakai headphone dan bisa diajarkan bagaimana memberikan respons apabila mendengar suara dapat dilakukan metode audiometri nada murni seperti tes pada orang dewasa.

3. TimpanometriPemeriksaan ini diperlukan untuk menilai kondisi

telinga tengah. Gambaran timpanometri yang abnormal (adanya cairan atau tekanan negative di telinga tengah) merupakan petunjuk adanya gangguan pendengaran konduktif. Timpanometri merupakan pemeriksaan pendahuluan sebelum tes OAE, dan bila terdapat gangguan pada telinga tengah maka pemeriksaan OAE harus ditunda sampai telinga tengah normal

4. Audiometri Nada MurniPemeriksaan dilakukan dengan menggunakan

audiometer, dan hasil pencatatannya disebut sebagai audiogram. Dapat dilakukan pada anak berusia lebih dari 4 tahun yang koperatif. Sebagai sumber suara digunakan nada murni (pure tone) yaitu bunyi yang hanya terdiri dari 1 frekuensi. Suara dengan intensitas terendah yang dapat didengar dicatat pada audiogram untuk memperoleh informasi tentang jenis dan derajat ketulian.

5. Octopus Emission (OAE) Terdapat 2 jenis OAE yaitu (1) Spontaneous OAE

(SPOAE) dan (2) Evoked OAE. Pemeriksaan OAE merupakan pemeriksaan elektrofisiologik untuk menilai fungsi koklea yang obyektif, otomatis (menggunakan kriteria pass/ lulus/ dan refer/tidak lulus), tidak invasif, mudah, tidak membutuhkan waktu lama dan praktis sehingga sangat efisien untuk program skrining pendengaran bayi baru lahir

6. Brainstem Evoked Response AudiometryIstilah lain: Auditory Brainstem Response (ABR). BERA

merupakan pemeriksaan elektrofisiologik untuk menilai integritas sistim auditorik, bersifat obyektif, tidak invasif. Dapat memeriksa bayi, anak, dewasa, penderita koma. BERA merupakan cara pengukuran evoked potential (aktifitas listrik yang dihasilkan n.VIII, pusat – pusat neutral dan traktus di dalam batang otak) sebagai respons terhadap stimulus auditorik

Gangguan pendengaran yang dialami oleh anak dapat terjadi sejak masa prenatal, perinatal maupun postnatal oleh sebab itu diperlukan deteksi dini terhadap kelainan pendengaran yang dialami pada anak, deteksi dini atau pemeriksaan pendengaran pada anak

Beberapa pemeriksaan pendengaran yang dapat dilakukan pada bayi;1. Behavioral Observation Audiometry (BOA)2. Timpanometri3. Audiometri bermain (play audimetry)4. Oto Acoustic Emission (OAE)5. Brainstem Evoked Response Audiometry (BERA)

Untuk dapat melakukan deteksi dini pada seluruh bayi dan anak relatif sulit, karena akan mebutuhkan waktu yang lama dan biaya yang besar. Program skrining sebaiknya diprioritaskan pada bayi dan anak yang mempunyai risiko tinggi terhadap gangguan pendengaran.

Saat ini baku emas pemeriksaan skrining pendengaran pada bayi adalah pemeriksa Otoacousti Emission (OAE) dan Automated ABR (AABR).

Kesimpulan

Terima Kasihv(^o^)v