2709100075-chapter2.docx.pdf
-
Upload
haniffudin-nurdiansah -
Category
Documents
-
view
105 -
download
4
description
Transcript of 2709100075-chapter2.docx.pdf
Laporan Tugas Akhir
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Kluwak (Pangium Edule)
Kluwak merupakan produk yang terbuat dari biji picung
(Pangium edule Reinw) yang telah mengalami perebusan dan pemeraman dalam tanah selama kurang lebih 40 hari. Kluwak
dikenal sebagai rempah-rempah yang digunakan untuk bumbu
masakan khas Jawa Timur yaitu "rawon" atau "bronkos" (Karmila, 1998). Tanaman Pangium Edule memiliki sebutan yang
berbeda-beda di setiap daerah, misalnya di Sumatra Utara (Toba)
tanaman ini memiliki sebutan biji Hapesong, Kepayang dalam
bahasa Indonesia, Pangi dalam bahasa Melayu, Pucung untuk daerah Jakarta, Kepayang atau Kapecong di Minangkabau,
Kalowa untuk daerah Sumbawa dll. Sedangkan klasifikasi yang
dimiliki oleh Tanaman Pangium Edule adalah sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta Sub Divisio : Angiospermae
Kelas : Dikotiledoneae
Bangsa : Cistale
Suku : Flacourtiaceae Genus : Pangium
Spesies : Pangium Edule
Tanaman berupa pohon dengan tinggi sampai 40 m dengan
diameter batang 2,5 m. Daerah penyebaran hampir mencakup
seluruh nusantara. Terdapat liar di Pulau Jawa pada ketinggian 1000 m diatas permukaan laut. Pohon ini berbuah diawal musim
hujan pada umur 15 tahun dan dengan jumlah 300 biji setiap
pohon (Badan POM, 2004). Gambar buahnya seperti ditunjukkan
oleh gambar 2.1.
8
Laporan Tugas Akhir
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi
Gambar 2.1 Buah Kluwak
Kegunaan Pohon Kluwak adalah kayunya yang bisa digunakan untuk membuat batang korek api, daunnya sebagai
obat cacing, bijinya sebagai antiseptic, bijinya yang dihaluskan
dapat menghilangkan kutu pada kerbau, biji kluwak dapat dibuat minyak sebagai pengganti minyak kelapa serta Kluwak bisa
digunakan sebagai pengawet ikan.
Sedangkan kandungan kimia Biji Kluwak adalah sebagai
berikut:
Vitamin C
Ion besi Betakaroten
Asam sianida (sifatnya beracun, mudah menguap
pada suhu 26 derajat Celcius, bila terhirup binatang ternak dapat mengakibatkan kematian, aman untuk
pengawetan ikan).
Asam asam hidnokarpat.
Asam khaulmograt. Asam glorat. Tanin (sebagai pengawet ikan). (Anonymous, 2012)
Tempurung Kelapa dan Tempurung Kluwak merupakan bahan organik yang selalu terdiri dari beberapa komponen berupa
selulosa, hemiselulosa dan lignin. Selulosa merupakan senyawa
9
Laporan Tugas Akhir
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi
organik dengan formula (C6H10O5)n yang terdapat pada dinding
sel dan berfungsi untuk mengokohkan struktur.Struktur kimia
selulosa dapat dilihat pada gambar 2.2
Gambar 2.2 Struktur Kimia Selulosa (Wikipedia,2002)
Sedangkan hemiselulosa adalah polimer polisakarida heterogen yang tersusun dari unit D-Glukosa, L-Arabiosa dan D-
Xilosa yang mengisi ruang antara serat selulosa didalam dinding
sel tumbuhan. Dengan begitu hemiselulosa adalah matrix pengisi serat selulosa. Struktur dari hemiselulosa dapat dilihat pada
gambar 2.3.
Gambar 2.3 Struktur Kimia Hemiselulosa (Wikipedia, 2002)
Selain selulosa dan hemiselulosa pada tumbuhan juga terdapat lignin yang merupakan senyawa kimia yang sangat
kompleks dan berstruktur amorf. Lignin juga merupakan polimer
10
Laporan Tugas Akhir
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi
dengan berat molekular yang tinggi dengan struktur yang
bervariasi. Lignin berfungsi sebagai pengikat untuk sel-sel yang
lain dan juga memberikan kekuatan. Struktur kimia lignin dapat
dilihat pada gambar 2.4. Dan untuk pola difraksi selulosa, hemiselulosa dan lignin pada pengujian XRD dapat dilihat pada
gambar 2.5 yaitu pengujian XRD yang dilakukan oleh Rosa
(2010).
Gambar 2.4 Struktur Kimia Lignin (Wikipedia, 2002)
Pada dasarnya kandungan Selulosa, Hemiselulosa dan Lignin berpengaruh terhadap kandungan Karbon yang digunakan
sebagai karbon aktif.
11
Laporan Tugas Akhir
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi
Gambar 2.5 Pola difraksi XRD Selulosa Hemiselulosa dan
Lignin pada kondisi untreated
Selulosa
Lignin
Hemiselulosa
12
Laporan Tugas Akhir
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi
2.2 Kelapa dan Tempurung Kelapa
2.21. Kelapa
Kelapa adalah satu komoditi yang banyak diusahakan oleh
masyarakat karena manfaatnya cukup besar dalam memenuhi kebutuhan setiap hari. Indonesia merupakan negara penghasil
kelapa kedua di dunia setelah di filipina, namun penggunaan
kelapa tersebut pada umumnya sangat terbatas yaitu dagingnya dibuat kopra sebagai bahan baku industri minyak goreng dan juga
dibuat santan untuk keperluan rumah tangga. Berikut ini gambar
pohon kelapa.
Gambar 2.6 Kelapa
Varietas tanaman kelapa yang dikenal kurang lebih ada 100
macam. Tanaman ini mulai berbuah pada umur 6-7 tahun, sedangkan pada beberapa jenis mulai berbuah pada umur 4 tahun.
Produksi penuh dicapai pada umur 10 tahun, ini berlangsung
sampai umur 50 tahun. Pohon kelapa dikatakan tua pada umur 80 tahun dan biasanya akan mati pada umur 100 tahun. Buah kelapa
terdiri dari sabut, tempurung, daging buah dan air daging.
2.22. Arang Tempurung Kelapa Arang adalah suatu bahan padat yang berpori dan
merupakan hasil pembakaran dari bahan yang mengandung unsur
13
Laporan Tugas Akhir
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi
C. Sebagaian besar dari pori-porinya masih tertutup dengan
hidrokarbon dan senyawa organic lainya. Komponennya terdiri
dari : “fixed Carbon”, abu, air nitrogen dan sulfur. Dibawah ini
gambar tempurung kelapa dan arang tempurung kelapa sebagai bahan baku karbon aktif.
Gambar 2.7 Tempurung Kelapa
Gambar 2.8 Arang Tempurung Kelapa
Arang tempurung (coconut shell charcoal) adalah arang
yang dibuat dengan cara karbonisasi dari tempurung atau batok
14
Laporan Tugas Akhir
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi
kelapa. Arang tempurung yang baik adalah berwarna hitam
seragam dan jika dipatahkan atau dihancurkan, maka pada
pinggiran bekas patahannya tidak mengkilap.Sedangkan
tempurung yang terlalu lama pembakarannya (hangus) maka arang itu mudah hancur dan bila dijatuhkan pada benda keras
akan berbunyi nyaring. Komposisi arang tempurung yang baik
adalah sebagai berikut :
Tabel 2.1 Komposisi Arang Tempurung Kelapa
2.3 Karbon Aktif
Karbon aktif adalah suatu bahan padat berpori yang
merupakan hasil pembakaran bahan yang mengandung karbon.
Karbon aktif merupakan suatu bentuk arang yang telah melalui aktifasi dengan menggunakan gas CO2, uap air atau bahan-bahan
kimia sehingga pori-porinya terbuka dan dengan demikian daya
absorpsinya menjadi lebih tinggi terhadap zat warna dan bau. Karbon aktif mengandung 5 sampai 15 persen air, 2 sampai 3
persen abu dan sisanya terdiri dari karbon. Karbon yang sekarang
banyak digunakan berbentuk butiran (granular) dan berbentuk bubuk (tepung). Karbon yang berbentuk bubuk memerlukan
waktu kontak lebih sebentar dibandingkan karbon berbentuk
butiran, tetapi karbon berbentuk bubuk lebih sukar ditangani.
Karbon berbentuk butiran dapat diaktifkan kembali untuk digunakan selanjutnya, yaitu dengan cara memanaskan di dalam
pembakar (furnace) ganda.
15
Laporan Tugas Akhir
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi
Karbon aktif dapat mengeluarkan bahan organik terlarut
pada konsentrasi yang rendah pada air. Keduanya, baik itu karbon
aktif granular (Granular Activated Carbon/GAC) maupun bubuk
(Powdered Activated Carbon/PAC) diterapkan sebagai perkembangan dalam pengolahan limbah cair. Luas permukaan
karbon aktif yang besar akan mengasimilasi bahan organik
sedangkan mikroba mendegradasi untuk membuka kembali pori pada granular. Karenanya, bahan beracun pada limbah cair dapat
dikurangi kapasitasnya. Beberapa bahan yang dengan cepat
dibiodegradasi sulit mengadsorp karbon, membuatnya sulit untuk memprediksi effluent dari limbah (Tri Widjaja dkk, 2009).
Hampir semua bahan yang mengandung karbon tinggi
dapat dijadikan karbon aktif. Bahan-bahan yang umum digunakan
untuk karbon aktif adalah batu bara, kayu, batok kelapa dan residu minyak bumi. Serta banyak lagi bahan-bahan yang telah
diteliti dapat dijadikan karbon aktif terutama bahan organik
seperti kulit kacang, kelapa, buah persik dan bahkan Tempurung Kelapa dan Tempurung Kluwak. Tetapi bahan-bahan alternatif
tersebut memiliki keterbatasan jumlah. Keterbatasan ini
dikarenakan kebutuhan bahan yang tinggi namun hasil yang didapat hanya sedikit. Sebagai gambaran dari 1000 ton bahan
organik hanya didapatkan 100 ton karbon aktif dengan kualitas
yang bagus.
Bahan-bahan yang digunakan untuk karbon aktif biasanya memiliki nilai porositas tertentu dan luas pemukaannya sekitar
10-15 m2/g. Namun saat diaktifasi luas permukaan tersebut dibuat
lebih tinggi dengan mengontrol oksidasi atom-atom karbon yang biasanya menggunakan uap air dengan temperatur tinggi. Setelah
proses aktifasi selesai luas permukaannya bisa mencapai 700-
1200 m2/g. Luas permukaan yang tinggi harus diimbangi dengan
tingginya fleksibilitas untuk dilewati zat cair ataupun gas. Karena fleksibilitas inilah yang akan menjadi kekuatan karbon aktif untuk
dapat memiliki kemampuan daya serap yang tinggi.
16
Laporan Tugas Akhir
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi
Besarnya daya serap karbon aktif sangat dipengaruhi oleh
keadaan pori-pori yang terbentuk. Pori-pori pada karbon aktif
memiliki beberapa jenis sebagai berikut :
1. Mikropori dengan ukuran dibawah 40 Angstrom 2. Mesopori dengan ukuran antara 40 - 5000 Angstrom
3. Makropori dengan ukuran diatas 5000 Angstrom
Gambar pori-pori seperti ditunjukkan pada gambar 2.9. Selama proses pembuatan karbon aktif pori-pori yang dibentuk pertama
kali oleh oksidasi pada temperatur rendah adalah makropori.
Makropori terbentuk dipermukaan bahan baku. Setelah itu mesopori terbentuk pada daerah yang lebih dalam yang terlihat
seperti saluran dari dinding yang terdapat makropori. Akhirnya
mikropori terbentuk karena akibat penyerangan oksidasi pada
struktur bahan baku. Pada bahan baku yang berbeda dan perlakuan yang berbeda
maka dominasi pori-pori yang terbentuk juga berbeda. Pada
karbon aktif dengandominasi mikropori sangat sesuai untuk digunakan sebagai penyerap molekul-molekus kecil seperti
molekul gas dan dengan tingkat kontaminan rendah. Sedangkan
karbon aktif dengan dominasi makropori sesuai untuk menyerap molekul yang lebih besar seperti molekul cairan dan sangat cocok
untuk decolorizing (cameron carbon corporated 2006).
. Gambar 2.9 pori-pori arang dan arang aktif (Harsanti, 2011)
17
Laporan Tugas Akhir
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi
Jika Menurut Meilita Tryana (2003) dan Gitun (2002),
karbon aktif merupakan arang yang telah mengalami perubahan
sifat-sifat fisika dan kimianya karena dilakukan perlakuan aktifasi
dengan aktifator bahan-bahan kimia ataupun dengan pemanasan pada temperatur tinggi (pirolisis pada temperatur 600-900
oC),
sehingga daya serap dan luas permukaan pertikel serta
kemampuan arang tersebut akan menjadi lebih tinggi. Karbon aktif merupakan senyawa amorf yang dapat
dihasilkan dari bahan-bahan yang mengandung karbon atau dari
arang yang diperlakukan dengan cara khusus untuk mendapatkan permukaan lebih luas. Karbon aktif memegang peranan yang
sangat penting baik sebagai bahan baku maupun sebagai bahan
pembantu pada proses industri dalam meningkatkan kualitas atau
mutu produk yang dihasilkan. Banyaknya bermunculan proses industri didalam dan diluar negeri semakin banyak pula
kebutuhan arang aktif, untuk itu semakin banyak peluang untuk
memproduksi dan memasarkan karbon aktif. Permintaan yang sangat besar, baik domestik maupun internasional, maka tingkat
persaingan dalam memproduksi arang aktif juga semakin
membaik. Kompetisi pasar saat ini telah didukung dengan
dikeluarkannya Standard Industri Indonesia (SII) yang mencakup
persyaratan - persyaratan minimum yang harus dipenuhi untuk
menjaga kualitas produk karbon aktif. Namun SII telah diperbarui dengan dikeluarkannya SNI (1995) yang menentukan nilai
minimum daya serap terhadap larutan iodine sebesar 750 mg/g.
Karbon aktif dibagi atas dua tipe yaitu arang aktif sebagai pemucat dan arang aktif sebagai penyerap uap. Bahan baku arang
aktif berasal dari hewan, tumbuh-tumbuhan, limbah ataupun
mineral yang mengandung karbon antara lain : tulang, kayu
lunak, sekam, tongkol jagung, tempurung kelapa, sabut kelapa, ampas penggilingan tebu, ampas pembuatan kertas, serbuk
gergaji, kayu kertas dan batu bara. Produksi arang aktif di
Indonesia masih banyak dijumpai industri arang aktif secara tradisional, proses sangat sederhana atau disebut proses
18
Laporan Tugas Akhir
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi
bergantian (batch process) dalam scale produces yang sangat
kecil dan rendahnya kualitas, disebabkan oleh investasi dan
teknologi proses yang terbatas, namun pasar masih tetap
menyerap produk tersebut.
Tabel 2.2 Persyaratan Karbon Aktif Menurut SNI 1995
2.4 Proses Pembuatan Karbon Aktif
Di negara tropis masih dijumpai arang yang dihasilkan
secara tradisional, itu dengan menggunakan drum atau lubang
dalam tanah, dengan tahap pengolahan sebagai berikut: bahan yang akan dibakar dimasukkan dalam lubang atau drum yang
terbuat dari plat besi. Kemudian dinyalakan sehingga bahan baku
tersebut terbakar. Pada saat pembakaran, drum atau lubang ditutup sehingga hanya ventilasi yang dibiarkan terbuka. lni
bertujuan sebagai jalan keluarnya asap. Ketika asap yang keluar
berwarna kebiru-biruan, ventilasi ditutup dan dibiarkan selama kurang lebih 8 jam atau satu malam. Dengan hati-hati lubang
dibuka dan dicek apakah masih ada bara yang menyala. Jika
masih ada yang menyala drum ditutup kembali. Tidak dibenarkan
mengggunakan air untuk mematikan bara yang sedang menyala, karena dapat menurunkan kualitas arang.
19
Laporan Tugas Akhir
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi
Selain cara di atas, arang juga dapat dihasilkan dengan
cara destilasi kering. Dengan cara ini, bahan baku dipanaskan
dalam suatu ruangan vakum. Hasil yang diperoleh berupa residu
yaitu arang dan destilat yang terdiri dari campuran metanol dan asam asetat. Residu yang dihasilkan bukan merupakan karbon
murni, tetapi masih mengandung abu dan tar yang mempunyai
titik didih 1991oC. Hasil yang diperoleh seperti metanol, asam
asetat dan arang tergantung pada bahan baku yang digunakan dan
metoda destilasi.
Proses aktifasi merupakan hal yang penting diperhatikan, disamping bahan baku yang digunakan. Yang dimaksud dengan
aktifasi adalah suatu perlakuan terhadap arang yang bertujuan
untuk memperluas pori yaitu dengan cara memecahkan ikatan
hidrokarbon atau mengoksidasi molekul-molekul permukaan sehingga arang mengalami perubahan sifat, baik fisika maupun
kimia, dimana luas permukaannya bertambah besar dan
berpengaruh terhadap daya adsorpsi (Meilita Tryana S, 2003). Proses yang berlangsung selama pembuatan karbon aktif
pada dasarnya adalah penghilangan air (dehidrasi), pemecahan
senyawa-senyawa organik dan dekomposisi tar yang sekaligus memperluas pori-pori. Proses aktifasi karbon aktif dapat dibagi
dua:
1. Proses Kimia
Bahan baku dicampur dengan bahan-bahan kimia tertentu, kemudian dibuat padatan. Selanjutnya padatan tersebut
dibentuk menjadi batangan dan dikeringkan serta dipotong-
potong. Aktivasi dilakukan pada temperatur 100°C. Karbon aktif yang dihasilkan, dicuci dengan air selanjutnya dikeringkan pada
temperatur 300 °C. Dengan proses kimia, bahan baku dapat
dikarbonisasi terlebih dahulu, kemudian dicampur dengan bahan-
bahan kimia. 2. Proses Fisika
Bahan baku terlebih dahulu dibuat arang. Selanjutnya
arang tersebut digiling, diayak untuk selanjutnya diaktivasi dengan cara pemanasan pada temperatur 1000 °C yang disertai
20
Laporan Tugas Akhir
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi
pengaliran uap. Proses fisika yang banyak digunakan dalam
aktivasi arang adalah suatu proses penguraian suatu bahan akibat
adanya pemanasan pada temperatur tinggi dalam keadaan sedikit
maupun tanpa udara. Dengan cara destilasi kering, diharapkan daya serap karbon aktif yang menghasilkan dapat menyerupai
atau lebih baik dari pada daya serap arang aktif yang diaktifkan
dengan menyertakan bahan-bahan kimia. Dengan cara ini, pencemaran lingkungan sebagai akibat adanya penguraian
senyawa-senyawa kimia dari bahan-bahan pada saat proses
pengarangan dapat dihindari. Jadi bisa disimpulkan bahwa dalam pembuatan karbon
aktif terdiri dari tiga tahap yaitu:
a. Dehidrasi:
Proses penghilangan air. Bahan baku dipanaskan sampai temperatur 170 °C.
b. Karbonisasi:
Pemecahan bahan-bahan organik menjadi karbon. Karbonasi dilakukan pada suhu 400-900ºC hasilnya didinginkan
dan dicuci, untuk menghilangkan dan mendapatkan kembali
bahan kimia pengaktif, disaring dan dikeringkan Temperatur diatas 170°C akan menghasilkan CO, CO2 dan asam asetat. Pada
temperatur 275°C, dekomposisi menghasilkan tar, metanol dan
hasil sampingan lainnya. Pembentukan karbon terjadi pada
temperatur 400-600 ºC. c. Aktivasi:
Dekomposisi tar dan perluasan pori-pori. Dapat dilakukan
dengan uap atau CO2 sebagai aktivator. Karbon dihasilkan dari pembakaran tidak sempurna. Secara umum reaksinya dapat ditulis
sebagai berikut: CxHyOn + O2 (g) → C(s) + CO(g) + H2O(g)
Pembakaran tidak sempurna tidak terjadi bila hidrokarbon
berlebih atau kekurangan oksigen pada penukaran sempurna hanya dihasilkan CO2 dan H2O, sedangkan pada pembakaran
tidak sempurna selain dihasilkan CO2 dan H2O juga dihasilkan
CO2 dan C (Siti Salamah, 2008).
21
Laporan Tugas Akhir
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi
Pada penelitian yang dilakukan oleh Abu A Busana pada
tahun 2012 menerangkan bahwa setelah dilakukan proses
pengeringan kembali dan dilakukan pengujian proximate, sampel
yang terbuat dari eceng gandok selanjutnya dikarbonisasi. Proses karbonisasi dilakukan didalam furnace dengan variasi temperatur
300oC, 500
oC, dan 700
oC dengan waktu tahan 2 jam pada masing-
masing variasi temperatur. Proses annealing dilakukan pada spesimen setelah selesai waktu holdingnya. Sampel hasil
karbonisasi tersebut selanjutnya dihaluskan hingga lolos 120
mesh sebelum dilakukan aktivasi kimia. Pada aktivasi kimia, aktifier yang digunakan adalah zink klorida (ZnCl2) dengan dua
variasi yakni 5% ZnCl2 dan 30% ZnCl2. Dalam proses
ini,digunakan perbandingan 1:10 antara karbon aktif dan air. Pada
proses ini, alat yang digunakan adalah hot plat magnetic stirrer dengan putaran 200 rpm dan temperatur 80
oC serta waktu tahan 4
jam. Setelah aktivasi selesai, dilakukan proses netralisasi pada
hasil aktivasi kimia tersebut. Proses ini bertujuan untuk menghilangkan pengotor hasil aktivasi kimia. Proses penetralan
dilakukan dengan pencucian sampel secara berulang-ulang
menggunakan aquades sampai aquades jernih atau mendekati pH normal. Setelah penetralan selesai, dilakukan pengeringan sampel
pada T=100oC selama 4 jam hingga sampel kering. Proses
pengeringan sampel dilakukan di hot plate.
Selanjutnya, sampel kering hasil aktivasi kimia di aktivasi fisika dengan cara steam. Steam adalah proses
pembesaran luas permukaan karbon aktif dengan cara penguapan.
Autoclave digunakan sebagai alat dalam proses ini. Sampel kering hasil aktivasi kimia dimasukkan kedalam crussibel
kemudian crussibel tersebut dimasukkan kedalam autoclave.
Didalam autoclave terdapat 2 bagian yakni bagian atas tempat
crussibel dan bagian bawah tempat air. Kedua bagian tersebut dipisahkan oleh saringan yang terbuat dari tembaga. Selanjutnya,
autoclave ditutup sedemikian rupa hingga autoclave tersebut
kedap udara. Tujuan pengkedapan ini adalah untuk meminimalisir oksigen sehingga proses penguapan yang terjadi diiringi dengan
22
Laporan Tugas Akhir
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi
oksigen yang terbatas sehingga karbon aktif yang dihasilkan
optimal. Proses aktivasi fisika dilakukan didalam furnace pada
temperatur 700oC selama 2 jam. Selanjutnya dilakukan annealing
pada proses tersebut. Kemudian, Rio Latifan (2012) juga melakukan penelitian
mengenai penggunaan karbon aktif dari Tempurung Kluwak
sebagai elektroda EDLC. Dari
Tabel 2.3 Penelitian tentang karbon aktif yang pernah dilakukan
beserta hasilnya
Nama Bahan Aktifier SBET
(m2/g)
Bil. iodine
(mg/g)
Siti Salimah
(2008)
Kulit Buah
Mahoni KOH 3,8438 311
Busana (2011)
Eceng gondok ZnCl - 352,22
Suhariyono (2011)
Eceng gondok KOH 331 430,70
Wei Li
(2008)
Tempurung
kelapa Steam 1926
Tidak
diuji
Latifan
(2012)
Tempurung
Kluwak KOH 303,26 1657,88
2.5 Kapasitor Kapasitor merupakan perangkat elektronik yang dapat
menyimpan dan memberikan energi dengan sama baiknya.
Kapasitor memiliki dua jenis yaitu kapasitor elektrolitik dan kapasitor elektrokimia. Kapasitor elektrolitik terdiri dari dua
keping permukaan logam sejajar yang merupakan elektroda
23
Laporan Tugas Akhir
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi
dipisahkan pada jarak kecil dengan udara, vakum, cair atau
padatan berupa film tipis, yang disebut „dielektrik‟. Kapasitansi
sebanding dengan luas permukaan plat elektroda dan permitivitas
dielektrik antar dua plat serta berbanding terbalik dengan jarak antar dua plat. Kapasitansi dalam kapasitor keping sejajar dapat
ditulis sebagai berikut :
Sedangkan Kapasitor elektrokimia adalah kapasitor jenis khusus yang bekerja berdasarkan charging (pemasukan muatan)
dan discharging (pelepasan muatan) dari interface dari material-
material yang mempunyai luas spesifik yang tinggi seperti material karbon yang berpori atau beberapa oksida logam yang
berpori. Kapasitansinya 10000 kali lebih tinggi daripada
kapasitansi kapasitor elektrolitik dengan ukuran yang sama. Oleh karenanya, kapasitor elektrokimia sering juga disebut
„superkapasitor‟ atau „ultrakapasitor‟ (Conway, 1999).
Kapasitor elektrokimia (ECs) dibuat untuk menjebatani
perbedaan kinerja kritis diantara kapasitor konvensional yang mempunyai densitas daya yang tinggi dengan baterai / sel bahan
bakar yang mempunyai densitas energi yang tinggi, karena
karakteristik uniknya yang mencakup wilayah yang luas pada densitas daya dan densitas energi. Kapasitor elektrokimia
24
Laporan Tugas Akhir
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi
merupakan tipe perangkat yang berorientasi pada daya dengan
efisiensi densitas energi yang tinggi dan siklus hidup yang
lama.(Chang, 2010).
Kapasitor elektrokimia telah mampu menarik banyak perhatian karena densitas dayanya yang lebih tinggi dan siklus
hidupnya yang lebih panjang jika dibandingkan dengan baterai,
dan densitas energinya yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan kapasitor konvensional (elektrolitik). Gambar Plot Ragone
menunjukkan posisi berbagai alat penyimpan energi ditinjau dari
energi spesifik dan daya spesifiknya, yang menempatkan kapasitor elektrokimia di antara kapasitor elektrolitik dan
baterai.Berikut ini gambar plot Ragone.
Gambar 2.10 Plot Ragone untuk berbagai alat penyimpan
dan pengkonversi energi
2.6 EDLC (Electric Double Layer Capasitor)
Kapasitor elektrokimia itu secara prinsip berdasar dari dua jenis perilaku kapasitative. Yang pertama diklasifikasikan dengan
nama Double Layer yang terletak pada antar muka pada elektroda
dan yang kedua diklasifikasikan dengan nama Pseudocapasitor yang dibentuk dalam macam-macam proses elektroda tertentu.
Skeme EDLC secara lengkap seperti terlihat pada gambar
25
Laporan Tugas Akhir
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi
2.11.Seperti yang telah banyak dijelaskan, prinsip kerja dari
kapasitor elektrokimia double-layer adalah penggunaan dari
pengembangan capasitansi yang besar pada material serbuk
karbon atau karbon berpori yang memiliki luas permukaan spesifik yang tinggi kira-kira 1000 hingga 2000 m
2 g
-1. Hal yang
paling penting dalam penjelasan sistem kerja pada kapasitor dua
layer adalah kapasitor itu menggunakan antar permukaan elektroda/larutan pada double-layer capasitance, yang harus
disusun dari dua permukaan yang berlawanan (+/-) yang dipicu
oleh larutan elektrolit dengan separator yang biasanya diletakkan diantara dua elektroda.
Gambar 2.11 Skema EDLC
Prosedur yang paling banyak dipilih untuk perlakuan sebelum
aktivasi pada material karbon untuk pembuatan kapasitor
elektrokimia double-layer adalah karbonisasi thermal yang dibuat dari batu bara, kayu, tempurung kelapa atau polimer seperti
polyacrylonitrile. Hal ini dibutuhkan untuk mendapatkan luas
26
Laporan Tugas Akhir
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi
area yang terbaik, pori yang optimum dan begitu juga kapasitansi
per gramnya (Conway, 1999)
Kapasitor listrik dua layer atau EDLC didasari pada prinsip
kerja dari lapisan listrik ganda yang terbentuk pada antar permukaan lapisan antara karbon aktif dan elektrolit sebagai
dielektrik. Adanya mekanisme absorpsi dan desorpsi ion pada
kedua layer elektroda karbon aktif berperan dalam pengisian dan pengosongan EDLC. Dengan memberikan tegangan pada
elektroda yang saling berhadapan maka ion akan tertarik ke
permukaan kedua elektroda dan terjadilah proses pengisian atau charging. Sebaliknya, ion akan bergerak menjauh saat EDLC
digunakan atau discharging (Murata Manufacturing Co., Ltd
2011). Proses charging and discharging dari EDLC dapat dilihat
pada gambar 2.12.
Gambar 2.12Skema proses charging and discharging pada
EDLC
Pada mekanisme kerja EDLC sangat bergantung pada
adanya ion yang memiliki muatan listrik. Ion yang digunakan didapat dari elektrolit yang berada diantara kedua elektroda
karbon aktif terdisosiasi. Disosiasi sendiri merupakan peristiwa
terurainya suatu zat menjadi beberapa zat yang lebih sederhana. Pada EDLC misalnya, sebuah larutan elektrolit AB terdisosiasi
menjadi komponennya A- dan B+. Hal tersebut dinamakan
disosiasi elektrolit atau ionisasi dan reaksi ini juga merupakan
27
Laporan Tugas Akhir
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi
reaksi reversibel atau berjalan bolak-balik karena ion-ion A- dan
B+ juga bisa kembali membentuk elektrolit AB seperti yang
terlihat pada persamaan 2.2. Melalui proses seperti inilah ion-ion
bermuatan listrik dapat dimanfaatkan pada sistem kerja EDLC (Takeuchi, 2006).
AB ⇄ A- + B
+ (2.2)
Setelah ion bermuatan listrik diproduksi selanjutnya ion-
ion tersebut akan bergerak secara difusi menuju elektroda seperti yang terlihat pada gambar 2.8 dan terjadilah proses charging. Dan
hal tersebut akan terjadi juga saat proses discharging.
Karbon aktif digunakan sebagai elektroda, karena (1) biaya
rendah, (2) luas permukaan yang tinggi, (3) ketersediaan, dan (4) teknologi produksi mudah. Karbon aktif yang tersedia dapat
memiliki luas permukaan spesifik hingga 2500 m2g
-1. Karbon
aktif yang digunakan dalam bentuk padatan sedangkan larutan elektrolitnya dalam bentuk cair. Ketika bahan-bahan ini
melakukan kontak antara satu dengan yang lainnya, maka kutub
positif dan negatif didistribusikan relatif terhadap satu dan yang
lainnya dengan jarak yang sangat dekat. Fenomena seperti ini dikenal dengan sebutan listrik layer ganda (elektrical double
layer). Ketika medan listrik eksternal diterapkan, maka listrik dua
layer yang terbentuk disekitar permukaan karbon aktif didalam cairan elektrolit itulah yang digunakan sebagai struktur dasar
kapasitor.
Desain pada EDLC tidak memiliki dielektrik padat seperti yang digunakan pada desain sebelumnya, juga tidak memiliki
reaksi kimia seperti yang ditemukan dalam baterai selama
pengisian dan pemakaian. Sebaliknya desain EDLC memiliki
karakteristik sebagai berikut :
28
Laporan Tugas Akhir
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi
Kelebihan
Desain ini memungkinkan orde farad kapasitansi
dalam perangkat kecil. (Bila arang aktif dengan
luas permukaan yang besar, digunakan ketebalan dielektrik yang sangat tipis).
Tidak dibutuhkan sirkuit charging khusus atau
untuk kontrol selama discharging Charging yang berlebihan atau pemakaian berlebih
tidak memiliki efek negatif pada jangka hidup
Teknologi ini sangan clean energy dalam hal ramah lingkungan.
Karena bagian elektroniknya dapat disolder maka
tidak akan ada masalah dengan kontak yang tidak
stabil karena penggunaan bersama dengan baterai. Kelemahan
Jangka hidup terbatas karena penggunaan elektrolit
Elektrolit bisa bocor jika kapasitor tidak digunakan dengan benar (ELNA Co., Ltd 2011)
29
Laporan Tugas Akhir
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi
2.7 Kajian Penelitian Sebelumnya
Penelitian tentang pembuatan karbon aktif telah banyak
dilakukan oleh beberapa orang. Seperti penelitian yang dilakukan
oleh Suhariyono (2011) tentang potensi Eceng Gondok untuk bahan baku karbon aktif. Proses pembuatan karbon aktif dari
Eceng Gondok dimulai dengan pengeringan dan pemotongan
hingga bahan berukuran 1-3 mm. Lalu potongan Eceng Gondok dihaluskan hingga berbentuk serbuk dan dipanas pada temperatur
110oC selama 24 jam. Serbuk Eceng Gondok, dikarbonisasi pada
temperatur 300oC, 500
oC dan 700
oC selama 2 jam. Berikutnya
arang hasil karbonisasi diaktifasi kimia menggunakan KOH
dengan perbandingan massa 1:2 (arang:KOH) pada temperatur
80oC selama 4 jam. Sampel selanjutnya dicuci menggunakan
aquades untuk menghilangkan pengotornya dan dikeringkan. Setelah itu sampel diayak hingga lolos 120 mesh dan diaktifasi
fisika menggunakan Steam pada temperatur 300oC dan 700
oC
selama 2 jam pada furnace kedap. Hasil arang aktif yang didapat selanjutnya dikarakterisasi menggunakan pengujian XRD, BET,
Iodine dan SEM dengan hasil sebagai berikut :
1. XRD : dari pengujian ini suhariyono mendapatkan bahwa
hasilnya bukan hanya karbon namun terdapat juga K2CO3
2. BET : besarnya luas permukaan spesifik tertinggi yang
didapat adalah 331,539 m2/g.
3. Iodine : besarnya daya serap terhadap larutan iodine
tertinggi adalah 430,70 mg/g
4. SEM : pada karbon aktif eceng gondok terdapat banyak pori-pori.
Pada tahun 2008 Wei Li dkk melakukan penelitian terhadap karbon aktif yang dibuat dari tempurung kelapa.
Prosedur yang digunakan dalam pembuatan karbon aktif dari
tempurung kelapa adalah dengan melakukan dehidrasi pertama
kali pada temperatur 110OC selama 48 jam dan menghaluskan
sampel menggunakan roller mill. Kemudian sampel diuji
proximate dan didapatkan nilai fixed karbon sebesar 20,96%.
30
Laporan Tugas Akhir
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi
Sampel dikarbonisasi pada temperatur 400 O
C, 600OC, 800
OC dan
1000OC dengan dialiri gas Nitrogen selama 2 jam. Setelah itu
tempurung kelapa diaktifasi fisika pada temperatur 750OC,
800OC, 850
OC, 900
OC dan 950
OC selama 30, 60, 90 dan 120
menit. Pada penelitian ini didapatkan hasil sebagai berikut :
1. TGA/DTA : terdapat 3 puncak endoterm yang menunjukkan
terjadinya dehidrasi dan dekomposisi selulosa, hemiselulosa dan lignin yang menyebabkan adanya pengurangan massa
selama proses pembuatan karbon aktif. Grafik TGA/DTA
dapat dilihat pada gambar 2.9 2. BET : luas permukaan tertinggi adalah 1926 m
2/g. Dari uji
BET juga didapatkan bahwa semakin tinggi temperatur
karbonisasi maka semakin tinggi luas permukaannya dan
aktifasi fisika dapat meningkatkan luas permukaan karbon aktif.
Kemudian, penelitian mengenai karbon aktif juga dilakukan oleh Rio Latifan(2012) dengan menggunakan
Tempurung Kluwak (Pangium Edulee) sebagai bahan baku
karbon aktifnya. Secara garis besar penelitiannya adalah sebagai berikut.
Sampel dari tempurung Kluwak dikeringkan didalam
furnace pada temperature 1100C selama 24 jam.Kemudian
sebagian hasil dari pemanasan tersebut di haluskan menjadi serbuk untuk uji proximate dan sebagian lagi dilakukan proses
Karbonisasi.Dari pengujian Proximate didapat nilai fixed carbon
tempurung kluwak sebesar 92,15% dengan begitu tempurung kluwak sangat berpotensi sebagai bahan karbon aktif.
Tempurung kluwak dikarbonisasi pada temperatur 300OC
dan 700OC selanjutnya diaktifasi kimia dengan KOH dan
diaktifasi fisika dengan metode hidrothermal pada temperatur 200
OC, 300
OC dan 500
OC. Hasilnya didapatkan nilai kapasitif
tertinggi adalah 9 mF/gr pada sampel yang dikarbonisasi 700OC
dan didehidrasi 110OC. Sedangkan luas permukaan spesifik
tertinggi adalah 311,24 m2/gr pada sampel dengan karbonisasi
31
Laporan Tugas Akhir
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi
700OC dan diaktifasi fisika 500
OC serta bilangan iodine tertinggi
sebesar 1787,411 mg/g pada sampel yang dikarbonisasi 300OC
dan diaktifasi fisika 500OC. Sehingga dapat dikatakan bahwa
karbon aktif dari tempurung kluwak memilki kualitas yang sesuai standar SNI dan dapat dimanfaatkan sebagai EDLC.
Namun demikian,penelitian yang dilakukan oleh Rio
Latifan ini masih memiliki beberapa kelemahan, diantaranya proses karbonisasi dilakukan pada Muffle Furnace sehingga
kondisi vakum yang disyaratkan belum tercapai. Selain itu juga
dalam proses karbonisasi tidak dialiri gas N2, dimana gas N2
berfungsi sebagai pengatur ukuran pori-pori karbon aktif yang
terbentuk. Selain itu,dalam pencucian setelah aktivasi kimia
hanya dengan menggunakan aquades sehingga waktu yang
digunakan untuk pencucian sangat lama dan terbentuk senyawa lain yaitu K2CO3, yang justru akan mengurangi kualitas karbon
aktif.
32
Laporan Tugas Akhir
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi
~ halaman ini sengaja dikosongkan ~