4 RINGKASAN EKSEKUTIF Desentralisasi Pendidikan

16
LOKAKARYA DESENTRALISASI PENDIDIKAN “PROBLEMATIK, PROSPEK, DAN TATANGAN DI MASA DEPANBADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

Transcript of 4 RINGKASAN EKSEKUTIF Desentralisasi Pendidikan

Page 1: 4 RINGKASAN EKSEKUTIF Desentralisasi Pendidikan

LOKAKARYA DESENTRALISASI PENDIDIKAN“PROBLEMATIK, PROSPEK, DAN TATANGAN DI MASA DEPAN”

BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

2011

Page 2: 4 RINGKASAN EKSEKUTIF Desentralisasi Pendidikan
Page 3: 4 RINGKASAN EKSEKUTIF Desentralisasi Pendidikan

RINGKASAN EKSEKUTIF

PUSAT PENELITIAN KEBIJAKANBADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL

WORLD BANK

KATA PENGANTAR

Dengan rasa syukur kepada Allah SWT, Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah berhasil melaksanakan lokakarya tentang Desentralisasi Pendidikan: Problematik, Prospek, dan Tantangan di Masa Depan.

Ringkasan eksekutif yang tersaji ini merupakan hasil akhir yang telah dirumuskan pada lokakarya dan akan disampaikan kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Komisi X DPR RI dan instansi terkait untuk mendapat perhatian penuh serta tindak lanjut.

Semoga ringkasan eksekutif ini dapat bermanfaat dan sebaga bahan masukan para pengambil kebijakan dari berbagai level penerapan kebijakan pendidikan di tingkat pusat, propinsi dan kabupaten/kota.

Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,

ttd.

Prof. Dr.Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS

Page 4: 4 RINGKASAN EKSEKUTIF Desentralisasi Pendidikan

RINGKASAN EKSEKUTIF

PUSAT PENELITIAN KEBIJAKANBADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL

WORLD BANK

Daftar isi

A. Pendahuluan 1

B. Permasalahan 2

C. Hasil Pembahasan 2

D. Simpulan dan Rekomendasi 6

Page 5: 4 RINGKASAN EKSEKUTIF Desentralisasi Pendidikan

1

PUSAT PENELITIAN KEBIJAKANBADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL

WORLD BANK

RINGKASAN EKSEKUTIF

A. Pendahuluan

Guna mencapai pendidikan yang bermutu, beradab, dan yang dapat memanusiakan manusia perlu memperhatikan prinsip pendidikan sepanjang hayat (lifelong education) dan memperhatikan empat pilar (sendi) pendidikan, yakni (1) learning to know (belajar untuk mengetahui), (2) learning to do (belajar dengan berbuat), (3) learning to be (belajar menjadi seseorang), dan (4) learning to live together with to live others (belajar hidup bersama) dalam pelaksanaannya. Sebab, dengan mengaktualisasikan empat pilar dan prinsip-rpinsip pendidikan sepanjang hayat maka proses pendidikan akan mendapatkan perolehan berupa pengetahuan, keterampilan, dan penanaman sikap diri manusia (karakter kebangsaan) secara berkualitas yang berguna bagi kehidupannya.

Pemerintah Indonesia secara berkelanjutan mengupayakan terwujudnya pendidikan berkualitas. Upaya itu, salah satunya dilakukan melalui kajian analitis-kritis dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dalam mengawal dan menjawab perkembangan pendidikan nasional di masa depan. Pemerintah Indonesia dalam upaya menjawab tantangan tersebut telah menetapkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang kemudian diubah menjadi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemerintahan Daerah) sehingga pengelolaan dan penyelenggaraan sistem pendidikan nasional yang berbentuk desentralisasi dapat diwujudkan bersama-sama antara pemerintah pusat dan daerah secara harmonis dan berkeadilan yang bermanfaat untuk seluruh bangsa Indonesia dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Kekurangharmonisan pengelolaan pendidikan secara desentralisasi antara pemerintah pusat dan daerah perlu diupayakan pembenahannya, khususnya dengan meninjau peraturan yang digunakan. Upaya itu salah satunya dapat dilakukan dengan mengharmonisasi hubungan pelaksanaan kedua UU termasuk PP tentang hal tersebut, khususnya dalam fungsi teknis yang berkenaan dengan pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan nasional, termasuk mengusulkan kepada komisi X DPR RI untuk menetapkan sarana pengaturan lebih lanjut dalam pelaksanaannya. Sehingga secara urusan pemerintahan menjadi lebih transparan dan jelas dalam pembagian urusan yang menjadi kewenangan pemerintah pusat, kewenangan pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota.

Melalui UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, pada Pasal 13 ayat (1) huruf (f) bahwa salah satu urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah provinsi adalah penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumber daya manusia potensial sedangkan pada Pasal 14 ayat (1) huruf (f) menetapkan bahwa penyelenggaraan pendidikan merupakan satu dari 16 belas urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah kabupaten/kota. Selanjutnya, dalam penjabaran melalui PP Nomor 38 Tahun 2007 tentang urusan pemerintahan antara pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintahan kabupaten/kota, pada lampiran A ditegaskan bahwa kewenangan pemerintah daerah dalam penyelenggaraan pendidikan khususnya di bidang kebijakan dan standar pembiayaan, kurikulum, sarana dan prasarana, guru, dan pengendalian penilaian hasil belajar, evaluasi, akreditasi, dan penjaminan mutu.

Page 6: 4 RINGKASAN EKSEKUTIF Desentralisasi Pendidikan

2

PUSAT PENELITIAN KEBIJAKANBADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL

WORLD BANK

RINGKASAN EKSEKUTIF

Di samping itu, menyangkut tanggung jawab dalam pembiayaan pendidikan telah diterbitkan PP Nomor 48 Tahun 2008 tentang pendanaan pendidikan dan PP nomor 66 Tahun 2010 sebagai perubahan PP Nomor 17 Tahun 2010 tentang pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan.

Adanya ketidakselarasan perangkat hukum yang menjadi rambu-rambu pelaksanaan tugas dalam pengelolaan pendidikan dan otonomi daerah yang semuannya mengacu pada penyelenggaraan desentralisasi pendidikan perlu lebih diperjelas dan dikembalikan kepada fungsinya sehingga menghasilkan kebijakan dalam penataan ulang pengelolaan pendidikan yang terkait dengan pembagian kewenangan pemerintahan, antara pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota.

Adanya ketidaksinkronan peraturan perundang-undangan perlu disusun suatu naskah usulan revisi terhadap kedua UU termasuk PP yang terkait dengan hal tersebut. Untuk itu, Badan Penelitian dan Pengembangan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan perlu menjawab permasalahan dalam implementasi pembagian kewenangan pemerintahan antara urusan pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota dalam bidang pendidikan sesuai pelaksanaan otonomi daerah melalui lokakarya desentralisasi pendidikan.

B. Permasalahan

Berbagai masalah terkait pelaksanaan desentralisasi pendidikan khususnya dalam pembagian kewenangan pemerintahan, teridentifikasi diantaranya (1) ketidaksinkronan peraturan perundang-undangan tentang Otonomi Daerah antara UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, (2) terjadinya tumpang tindih kewenangan dalam pelaksanaan otonomi pendidikan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah (provinsi dan kabupaten/kota), (3) ketidakprofesionalan dalam mengelola pendidik dan tenaga kependidikan, dan (4) terpisahnya pengelolaan komponen pendidikan antara komponen pendidikan di bawah Kemenag, Kemdikbud dan pemerintah daerah.

C. Hasil Pembahasan

1. Kewenangan Pemerintahan

Berdasarkan upaya penataan ulang pengelolaan pendidikan dalam kerangka kewenangan pemerintahan terdapat tiga peran pemerintah, yakni:

Peran Pemerintah Pusat dalam Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan di Masa Depan

Dalam kajian ini terdapat dua permasalahan utama yang perlu segera diberikan alternatif penataannya, yakni berkenaan dengan pengelolaan pendidik dan tenaga kependidikan (guru) dan kurikulum.

Dalam hal peran pemerintah pusat dalam pengelolaan pendidikan masih terkendala dengan adanya permasalahan guru. Desentralisasi pendidikan yang menempatkan guru sebagai penjamin mutu pendidikan belum sepenuhnya murni untuk berkiprah

Page 7: 4 RINGKASAN EKSEKUTIF Desentralisasi Pendidikan

3

PUSAT PENELITIAN KEBIJAKANBADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL

WORLD BANK

RINGKASAN EKSEKUTIF

dalam profesinya. Artinya, guru merupakan faktor penentu keberhasilan penyelenggaraan pendidikan yang bermutu. Oleh karena itu, pengelolaan guru perlu dilakukan secara terpusat mulai dari pengadaan, pengangkatan, penempatan, pembinaan, dan pengembangan karier. Pengembangan kurikulum pendidikan harus memuat empat pilar kebangsaan secara tersirat dalam setiap bidang studi, yakni Pancasila, UUD Tahun 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika. Kebijakan pengelolaan kurikulum harus bersifat terpusat atau menjadi kewenangan pemerintah.

Peran Pemerintah Provinsi dalam Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan di Masa Depan

Dalam kajian peran pemerintah provinsi ini terdapat tiga permasalahan utama yang perlu segera diberikan alternatif penataannya, yakni berkenaan dengan pembinaan pendidik dan tenaga kependidikan (guru), perinzinan, dan pendanaan.

Pemerintah provinsi diharapkan memiliki kewenangan dalam perizinan bagi pembukaan sekolah kejuruan (SMK), pendidikan khusus, dan layanan khusus. Dalam pembinaan profesional pendidik dan tenaga kependidikan dan pemerataan mutu menjadi kewenangan provinsi. Dalam hal penyaluran pendanaan untuk sekolah guna menghindari penyalahgunaan pemfungsiannya perlu menjadi kewenangan pemerintah provinsi.

Peran Pemerintah Kabupaten dan Kota dalam Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan di Masa Depan

Dalam kajian peran pemerintah kabupaten dan kota terdapat sepuluh permasalahan utama yang perlu segera diberikan alternatif penataannya, yakni berkenaan dengan sarana dan prasarana, pengendalian mutu, pengelolaan pendidikan, kurikulum, dan pembiayaan, pembinaan pendidik dan tenaga kependidikan (guru), perinzinan, dan pendanaan.

Dalam pemfungsian peran strategis maka pemerintah kabupaten dan kota diharapkan memiliki kewenangan dalam beberapa hal, seperti (a) penyediaan sarana dan prasarana pendidikan, seperti infrastruktur, gedung dan lainnya, (b) menyusun perencanaan strategis pembangunan PAUD dan pendidikan dasar sebagai pelaksanaan dari kebijakan pendidikan nasional, (c) melakukan koordinasi pengelolaan dan penyelenggaraan PAUD dan pendidikan dasar, (d) memberikan pendapingan kepada satuan pendidikan PAUD dan SD dalam mengembangkan dan melaksanakan kurikulum satuan pendidikan dan yang berbasis keunggulan lokal, (e) membiayai penyelenggaraan PAUDdan pendidikan dasarselain gaji pendidik dan tenaga kependidikan sesuai biaya satuan dan mutu layanan pendidikan yang ditetapkan oleh Pemerintah, (f) memberikan bantuan biaya operasional kepada satuan pendidikan PAUD dan pendidikan dasar untuk memenuhi mutu layanan pendidikan sesuai dengan standar nasional pendidikan, (g) membantu pembiayaan penyelenggaraan bagi pendidikan tinggi dan madrasah, (h) menyusun strategi dan pendampingan kepada satuan pendidikan PAUD dan pendidikan dasar untuk melaksanakan kebijakan Pemerintah tentang standar sarana pendidikan, (i) memberikan subsidi dan beasiswa peningkatan kualifikasi akademik dan kompetensi

Page 8: 4 RINGKASAN EKSEKUTIF Desentralisasi Pendidikan

4

PUSAT PENELITIAN KEBIJAKANBADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL

WORLD BANK

RINGKASAN EKSEKUTIF

kepada pendidik dan tenaga kependidikan, dan (j) melaksanakan pengendalian mutu kepada satuan pendidikan PAUD dan pendidikan dasar.

2. Pemberdayaan Kewenangan Pemerintahan

Pemberdayaan pemerintah daerah untuk menjalankan otonomi seluas-luasnya secara bertanggung jawab melalui penerapan ketatapemerintahan yang baik merupakan pilihan intrumentasi nasional guna mewujudkan suatu idealisme. Dengan demikian, diharapkan kehidupan kemasyarakatan, kebangsaan, dan kebernegaraan Indonesia mengalami perubahan kemajuan yang cepat dan meningkat kualitasnya. Guna mewujudkan hal tersebut, pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia, dalam suatu ketetapan regulasi nasional berbentuk desentralisasi. Desentralisasi pendidikan merupakan pelimpahan urusan pendidikan nasional secara luas kepada pemerintah kabupaten atau kota dan secara parsial terbatas kepada provinsi, sebagaimana hal-hal itu diatur dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas dan UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah beserta ketentuan perundang-undangan turunannya. Regulasi ini sesungguhnya dianggap sebagai keniscayaan tetapi dimaksudkan secara mulia untuk peningkatan mutu proses dan luaran pendidikan melalui upaya mendekatkan layanan pendidikan dengan komitmen dan tanggung jawab yang tinggi dan merata dari seluruh pemangku kepentingan pendidikan baik di daerah maupun di pusat.

Desentralisasi Pendidikan

Dalam mengimplementasikan desentralisasi pendidikan sebagaimana diatur dalam semua regulasi, pada 10 tahun kurun waktu pelaksanaan tercatat profil praksis yang sarat dengan hal-hal sebagai berikut (a) benturan regulasi, (b) kekeliruan penetapan kebijakan, (c) ketimpangan luasnya urusan dengan kebijakan fiskal, (d) ketidak-konsistenan struktur dan fungsi pengelolaan pendidikan di daerah dan pusat, (e) konflik kepentingan dalam pengambilan keputusan dan dalam koordinasi antarunsur terkait secara vertikal dan horizontal, (f) deprofesionalisasi dan politisasi pendidik di daerah, (g) pengabaian kemampuan dan keunikan masing-masing daerah, (h) pembiaran layanan pendidikan yang buruk, dan (i) perluasan peluang penyimpangan atas berbagai ketentuan, seperti korupsi, pemalsuan hasil pendidikan, dan lain-lain. Pembiaran atau pengabaian terhadap kenyataan yang sangat tidak menguntungkan bagi pencerdasan dan pensejahteraan kehidupan bangsa melalui instrumentasi dan praksis sistem pendidikan, bukan hanya mengingkari semangat konstitusional dari sistem pendidikan nasional tetapi akan menciptakan masa depan kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia yang salah kelola.

Upaya mengembalikan desentralisasi pendidikan sesuai tujuan yang diamanatkan dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 dan UU Nomor 32 Tahun 2004, maka diperlukan tindakan penataan ulang pembagian urusan pemerintahan dalam sektor pendidikan sehingga urusan pendidikan nasional terdistribusikan sesuai kewenangannya dalam pemerintahan, baik pemerintah pusat, pemerintah provinsi, maupunpemerintah kabupaten/kota, termasuk pemerintah daerah khusus/daerah istimewa. Khususnya kewenangan yang ditugaskan dalam hal ini kepada Kementrian Pendidikan dan

Page 9: 4 RINGKASAN EKSEKUTIF Desentralisasi Pendidikan

5

PUSAT PENELITIAN KEBIJAKANBADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL

WORLD BANK

RINGKASAN EKSEKUTIF

Kebudayaan, dan kementrian lain penyelenggara pendidikan seperti kemenag sehingga dapat dilaksanakan secara nyata dan bertanggung jawab. Dengan desentralisasi pendidikan yang tepat sasaran akan memungkinkan terjadinya peningkatan SDM yang berkualitas dan berdaya saing tinggi yang berguna dalam memenangi persaingan global (global competitiveness). Selain itu, melalui otonomi pendidikan diharapkan akan terjadi pemerataan mutu dan kualitas pendidikan di semua daerah dalam wilayah negara kesatuan republik Indonesia.

Menyadari potensi besar yang dimiliki Indonesia (letak geografis, sumber daya alam, kedudukan geopolitis, kekayaan sosial-kultural, peluang ekonomi, akses pada masyarakat dunia, dan spirit nilai dan moral Pancasila, kesadaran keberagaman dalam makna Bhinneka Tunggal Ika dan komitmen untuk hidup langgeng dalam NKRI yang diatur dengan UUD NRI 1945, masih sangat terbuka peluang untuk menjadikan sistem pendidikan nasional sebagai determinan kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia yang jauh Iebih baik di masa depan. Untuk itu sangat diperlukan revitalisasi sistem pendidikan nasional yang diselenggarakan dengan menerapkan sistem desentralisasi pendidikan yang nyata dan bertanggung jawab (asimentris).

Untuk itu, diperlukan komitmen bersama semua komponen bangsa khusus instrumentasi pemerintahan (pemangku kepentingan) dalam mewujudkan pengelolaan dan penyelenggaraan sistem pendidikan nasional bermutu yang terdesentralisasi secara nyata dan bertanggung jawab. Artinya, jika terlaksana sesuai sistem maka tidak perlu adanya pengembalian pengelolaan pendidikan secara terpusat (sentralisasi). Untuk mencapai hal itu, semua pemangku kepentingan perlu melakukan hal-hal sebagai berikut:

a. Menyelaraskan seluruh tataaturan dalam sistem pendidikan nasional untuk mewujudkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional dalam konteks keberagaman kondisi dan potensi daerah dalam bingkai NKRI.

b. Meningkatkan kesadaran, komitmen, dan tanggung jawab seluruh unsur pemerintahan dalam konteks pendidikan nasional di pusat dan daerah untuk menerima dan mewujudkan amanah konstitusional pendidikan nasionalsesuai dengan kedudukan, peran, dan tanggung jawabnya masing dan secara kolektif nasional.

c. Menataulang urusan pendidikan nasional secara desentralisasi nyata dan bertanggung jawab (melalui pendekatan asimetris) dengan menetapkan prinsip- prinsip ketersediaan layanan pendidikan prima (availability), keterjangkauan oleh semua lapisan masyarakat (accessability), keberterimaan secara konteks ruang dan waktu (acceptability), kesesuaian dengan konteks sosial dan kultural (adaptability), dan keterujiannya secara intelektual, personal, dan sosial (assessability).

d. Mengantisipasi secara kritis dan prospektif serta menetapkan urusan-urusan pendidikan yang strategis dan harus dikelola secara nasional seperti kebijakan nasional pendidikan, standar nasional pendidikan, kurikulum, pendidik, pola sistem penyelenggaraan urusan pendidikan nasional di daerah, hari libur nasional, supervisi dan pengawasan strategis, dan kebijakan khusus terkait penyelenggaraan pendidikan tinggi oleh/di daerah.

Page 10: 4 RINGKASAN EKSEKUTIF Desentralisasi Pendidikan

6

PUSAT PENELITIAN KEBIJAKANBADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL

WORLD BANK

RINGKASAN EKSEKUTIF

e. Menyelaraskan struktur penyelenggaraan urusan pendidikan nasional di pusat dan di daerah dengan fungsi yang diemban sesuai dengan tugas dan tanggung jawab kelembagaan secara konstitusional dan sosial kultural yang didukung dengan sistem fiskal yang akuntable secara nasional.

f. Meningkatkan secara berkelanjutan kualitas kepemimpinan, managemen, dan profesionalitas pribadi dari seluruh personalia birokrasi pendidikan nasional di pusat dan daerah disertai pemberian jaminan capaian karier, kesejahteraan, dan hari tua secara berkeadilan (sesuai standar kompetensi) dan transparan.

Pengelolaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan

Pelaksanaan otonomi pendidikan yang telah berjalan, banyak mengalami permasalahan yang berpotensi mengganggu efektivitas, efisiensi, dan profesionalisme pengelolaan pendidikan secara nasional. Khususnya, terjadi penurunan profesionalisme dan politisasi pendidik dan tenaga kependidikan (guru) yang secara teknis sebenarnya masih mengacu pada Kemdikbud tetapi karena kepentingan otoritas lebih kuat mengacu kepada pimpinan daerah. Akibatnya, hal-hal yang dianggap penting oleh Kemdikbud belum tentu dianggap penting oleh dinas pendidikan provinsi, kabupaten/kota. Oleh karena itu, upaya peninjauan kembali pelaksanaan desentralisasi pendidikan khususnya yang terkait dengan pengelolaan guru semakin diperlukan.

Distribusi pengelolaan guru yang menjadi kewenangan pemerintah pusat dilakukan untuk menyelamatkan dan meningkatkan mutu pendidikan di seluruh Indonesia. Hal ini sebagaimana telah dilakukan pemerintah dalam bentuk SKB lima menteri, yakni sebagai upaya penajaman kewenangan pemerintahan dalam distribusi guru secara fleksibel baik yang dilakukan pemerintah pusat maupun pemerintah provinsi dengan menganut prinsip sukarela dan optimalisasi jumlah PTK yang ada.

Pembenahan pelaksanaan pengelolaan guru secara sentralisasi atau desentralisasi yang bertanggung jawab diperlukan adanya perangkat hukum, khususnya melalui usulan revisi UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas yang dapat dijabarkan dalam bentuk peraturan pemerintah (PP) termasuk revisi UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemda yang juga dijabarkan dalam bentuk PP seperti PP Nomor 17 Tahun 2010 tentang pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan dan PP Nomor 38 Tahun 2007 tentang pembagian urusan pemerintahan antara pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota.

Melalui penetapan payung hukum yang kredibel dan profesional maka penyelenggaraan pendidikan yang berkualitas akan dimungkinkan tercapai secara profesional. Artinya, adanya urusan pemerintahan, baik kewenangan pemerintah pusat, provinsi maupun kabupaten/kota akan benar-benar dipahami dan dilaksanakan sesuai dengan peran, kapasitas dan tanggung jawabnya. Kewenangan dalam urusan pendidikan tersebut dapat dijabarkan sesuai komponen dan substansinya yang meliputi (a) kebijakan pendidikan nasional, (b) kurikulum, (c) pembiayaan, (d) sarana dan prasarana, (e) pendidik dan tenaga kependidikan, dan (f) pengendalian mutu pendidikan.

Page 11: 4 RINGKASAN EKSEKUTIF Desentralisasi Pendidikan

7

PUSAT PENELITIAN KEBIJAKANBADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL

WORLD BANK

RINGKASAN EKSEKUTIF

Proses pendistribusian, penempatan, dan penugasan guru perlu dilakukan secara sistematis dalam prinsip sukarela. Sukarela artinya tidak memaksa guru untuk didistribusi ke sekolah yang mungkin bukan pilihannya. Pola distribusi guru yang dikaitkan dengan jalur karier guru di kabupaten/kota, sejak guru menjadi CPNS sampai dengan masa pensiun. Dalam jangka pendek, pemerintah kota dan kabupaten hendaknya melakukan sistem distribusi guru sesuai perencanaan sekolah. Penempatan guru di daerah khusus, perlu pendekatan khusus. Bupati atau walikota perlu mengambil kebijakan untuk menetapkan pola pengangkatan guru bagi daerah khusus agar semua warga terlayani pendidikannya.

Upaya redistribusi guru oleh pemerintah daerah kabupaten dan kota perlu dilakukan mengingat terjadi kecenderungan kelebihan guru di daerah perkotaan tetapi kekurangan di daerah pinggiran dengan memberikan insentif dan kemudahan lainnya. Disisi lain, guru mata pelajaran yang melaksanakan tugas mengajar kurang dari 24 jam per minggu di sekolah (induk), hendaknya didayagunakan dengan menugaskan di sekolah lain, baik sekolah negeri maupun sekolah swasta yang relatif terjangkau. Cara ini dapat mengurangi kebutuhan guru di suatu sekolah, sekaligus memenuhi azas keadilan, karena semua guru menjalankan tugas minimal 24 jam per minggu, dan sekaligus membantu upaya redistribusi guru dan meningkatkan keprofesionalannya.

D. Simpulan dan Rekomendasi

Berdasarkan hasil kajian dan pembahasan di atas, dapat dikemukakan simpulan dan rekomendasi pelaksanaan desentralisasi pendidikan, sebagai berikut:

1. Simpulan

Berdasarkan pembahasan dapat dikemukakan kesimpulan bahwa secara umum proses pelaksanaan desentralisasi pendidikan sudah berjalan, seperti tanggung jawab pengelolaan dan kurikulum untuk satuan pendidikan dasar menjadi kewenangan pemerintah kabupaten/kota, pengelolaan pendidikan menengah menjadi kewenangan pemerintah provinsi, sementara untuk perguruan tinggi menjadi kewenangan pemerintah pusat. Namun, khusus untuk pengelolaan pendidik dan tenaga kependidikan perlu upaya kearifan dalam membagi kewenangan antara pusat dan daerah sehingga pengelolaan dan distribusinya benar-benar tidak ditumpangi dengan kepentingan politis pemangku kepentingan di daerah. Di samping itu, dalam hal pendanaan pendidikan nasional perlu upaya fleksibel dalam pengalokasiannya.

2. Rekomendasi

Sesuai simpulan di atas maka dapat dikemukakan beberapa rekomendasi terhadap pelaksanaan desentralisasi pendidikan, sebagai berikut:

a. Kebijakan desentralisasi bidang pendidikan perlu menggunakan pendekatan nyata dan bertanggung jawab (asimetris) dengan memperhatikan keragaman sumber daya manusia, sumber daya alam, kekhususan, suku dan budaya

Page 12: 4 RINGKASAN EKSEKUTIF Desentralisasi Pendidikan

8

PUSAT PENELITIAN KEBIJAKANBADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL

WORLD BANK

RINGKASAN EKSEKUTIF

serta kondisi dan letak geografis antardaerah. Penataan urusan pendidikan nasional secara desentralisasi tersebut perlu menerapkan prinsip-prinsip ketersediaan (availability), keterjangkauan (accessability), keberterimaan (acceptability), kesesuaian (adaptability), dan keterujian (assessability).

b. Perlu dilakukan kajian secara mendalam dan komprehensif kemungkinan pemberian kewenangan yang lebih besar kepada pemerintah pusat dalam pengelolaan pendidik dan tenaga kependidikan, seperti dalam pengadaan, pengangkatan, penempatan, pembinaan, dan pengembangan karir.

c. Perlu revisi dan sinkronisasi berbagai peraturan perundang-undangan dalam bidang pendidikan yang terkait dengan ketentuan perundang-undangan desentralisasi agar pengaturan kewenangan urusan pemerintahan jelas, terarah, dan tidak multitafsir untuk mewujudkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional dalam konteks keberagaman kondisi dan potensi daerah.

d. Dalam pengaturan, penetapan kebijakan, dan impelementasi desentralisasi dalam bidang pendidikan tetap berpegang pada pilar-pilar kebangsaan, yaitu Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhineka Tunggal Ika.

e. Urusan pendidikan strategis, seperti kebijakan pendidikan nasional, kurikulum, pendidik dan tenaga kependidikan, penilaian, dan pola sistem penyelenggaraan pendidikan diatur secara nasional.