437. Immunopatogenesis Lupus Eritematosus Sistemik
-
Upload
bachri-hidayat -
Category
Documents
-
view
244 -
download
0
Transcript of 437. Immunopatogenesis Lupus Eritematosus Sistemik
-
7/25/2019 437. Immunopatogenesis Lupus Eritematosus Sistemik
1/16
-
7/25/2019 437. Immunopatogenesis Lupus Eritematosus Sistemik
2/16
-
7/25/2019 437. Immunopatogenesis Lupus Eritematosus Sistemik
3/16
3332
LUPUS ERITEMATOSUS DAN SINDROM ANTIBODI ANTIFOSFOLIPID
risiko
tinggi
berkembang menjadi
SLE.
Selain
itu SLE
berhubungan dengan
pewarisan
defisiensi
C1q, C1rls
dan C2.
Penurunan
aktivitas
komplemen meningkatkan
kepekaan
terhadap
penyakit
oleh
karena berkurangnya
kemampuan
netralisasi
dan
pembersihan,
baik
terhadap
antigen
diri
sendiri
(self
antigen)
maupun antigen
asing.
Jika
beban antigen melebihi
kapasitas
pembersihan
dari
sistem
imun,
maka
autoimunitas mungkin terjadi.
Selain
itu
banyak
gen
non-MHC
polimorfik
yang
dilaporkan
berhubungan
dengan SLE,
termasuk
gen
yang
mengkode
mannose
binding
protein
(MBP),
TNF-q,
reseptor sel
I
interleukin 6
(lL-6),CR1,
imunoglobulin Gm
dam Km allotypes, FcyRlllA dan
heat shock
protein
70
(HSP
70).
Penemuan daerah kromosom
yang multipel (multiple
chromosome
regions) sebagai risiko berkembangnya
SLE,
mendukung
pendapat bahwa
SLE
merupakan
penyakit
poligenik. Gen-gen
yang
terlibat dalam
perkembangan
SLE manusia
dirangkum
pada
tabel
1.
Tabelr,l.
:Gen,,ge[,,y4ng'lerlibat,D-alam'Perl(em
ba
ngan
SLE Manusia
Gen-gen HLA
DR2, DR3
(risiko
relatif 2-5)
DR2,
DR3,
DR7, DQw1, DQw2, DQA1,
DQB1, B8
(anti-Ro)
DR3, DR8,
DRw12
(anti-La)
DR3,
DQw2, DQA1,
DQB1,
BB
(anti-Ro
dan
anti-La)
DR2, DR3, DR7,
DQB1
(anti-DNA)
DRz,
DR4,
DQws,
DQw8, DQA1, DQBl
(anti-U1
ribonuclear
protein)
DRz, DR4, DR7,
DQw6, 861
(anti-Sm)
DR4 DR7,
DQ6,
DQ7, DQw7, DQw8, DQwg
(antikardiolipin
,
atau lupus antikoagulan)
Complement
genes
(C2,
C4,
C1q)
Gen-gen
non-HLA
Mannose binding
lectin
polymorphisms
Tumour necrosis
foctor
a
T cell receptor
lnterleukin
6
cR1
lmmunoglobulin
Gm
dan
Km
FcgRllA
(lgG
Fc
receptor)
FcgRlllA
(lgG
Fc receptor)
PARP
(poly-ADP
ribose
polymerose)
Heat
shock
protein
70
(HSP
70)
Humhr
3005
HIA
=
humon
leucocyte
ontigen; Sm
=
Smifh ontigen;
CR1
=
complement receptor
1
FAKTOR
HORMONAT
Hormon
Seks
SLE
adalah penyakit yang
lebih
banyak
menyerang
perempuan
menjadi kurang
nyata
diluar rentang
usia
produktif.
Selain
itu
penderita sindrom
Klinefelter's
dengan
karakteristik
hypergonadotrophic
hypogonodism,
cenderung
akan berkembang
menjadi SLE. Hal
ini
menunjukkan
adanya
peran
hormon
sex endogen
dalam
predisposisi
penyakit.
Metabolisme
estrogen
yang
abnormal
telah
ditunjukkan
pada
kedua
jenis
kelamin,
dimana
peningkatan
hidroksilasi
16q
dari
estrone
mengakibatkan
peningkatan
yang
bermakna
konsentrasi 16q hidroksiestron.
Metabolit
16c lebih
kuat dan
merupakan
feminising
estrogen.
Perempuan
dengan SLE
juga
mempunyai
konsentrasi
androgen
plasma
yang
rendah,
termasuk
testosteron,
dehidrotestosteron, dehidroepiandrosteron
(DHEA) dan
dehidroepiandrosteron
sulfat
(DHEAS).
Abnormalitas
ini
mungkin disebabkan
oleh
peningkatan
oksidasi testosteron
pada
C-17 atau
peningkatan
aktivitas aromatase
jaringan-
Konsentrasi
androgen
berkorelasi
negatif dengan aktivitas
penyakit.
Konsentrasi
testosteron
plasma
yang
rendah
dan
meningkatnya
konsenlrasi luteinising hormone
(LH)
ditemukan
pada
beberapa
penderita
SLE laki-laki.
Jadi
estrogen
yang
berlebihan dengan aktivitas
hormon
androgen
yang
tidak
adekuat
pada
laki-laki maupun
perempuan,
mungkin bertanggungjawab
terhadap
perubahan
respon imun.
Konsentrasi
progesteron
didapatkan lebih rendah pada penderita
SLE
perempuan
dibandingkan dengan
kontrol sehat.
Pada
konsentrasi
fisiologis
maupun
suprafisiologis,
estrogen
memfasilitasi
respon
imun
humoral
dengan
meningkatkan
proliferasi
sel
B
dan
produksi
antibodi-
Sebaliknya estrogen
dosis
tinggi
menghambat
respons
sel
T,
seperti
proliferasi
dan
produksi
lL-2,
Estrogen
juga
meningkatkan
kadar calcineurin
mRNA
dan
menambah
ekspresi CD40
ligand
(CD40L)
permukaan
sel
pada
kultur
sel T
dari
penderita
SLE. Efek ini
mengindikasikan
bahwa
sel
T
lupus lebih sensitif terhadap
estrogen.
Selain itu
estrogen
diduga
memperburuk
SLE
dengan
memperpanjang hidup
sel-sel
autoimun,
meningkatkan
produksi
sitokin
sel
T helper tipe 2
(Th2)
dan menstimulasi
produksi
autoantibodi
oleh sel
B.
Penghambatan
respons
Th1
dan
penambahan
ekspresi CD40L
pada
sel
T
lupus,
secara
tidak
langsung meningkatkan
respon Th2
dan
selanjutnya
akan
mengakibatkan
hiperaktivitas sel
B.
Efek
androgen
terhadap
fungsi
limfosit
tidak
begitu
banyak
diteliti.
Testosteron
menurunkan
produksi
imunoglobulin
sel-sel darah
mononuklear
perife6
baik
pada
subyek sehat
maupun
penderita
SLE. DHEA
meningkatan
respon
imun
Th1
dan
menghambat
respons
Th2
baik
pada
manusia
maupun tikus.
Efek
yang bertentangan
dari
estrogen
dan androgen
pada
sistem
imun
dan
juga
ketidakseimbangan aktivitas estrogenik dan androgenik
kelainan
-
7/25/2019 437. Immunopatogenesis Lupus Eritematosus Sistemik
4/16
-
7/25/2019 437. Immunopatogenesis Lupus Eritematosus Sistemik
5/16
3334
TUPUS ERITEMATOSUS
DAN
SINDROM
ANTIBODI
ANTIFOSFOLIPID
Leptin?
Jaringan adipose
perilimfonodus
.+=
: dr;ruJ1
ol^
s
I*
_-
j
;.+Hro,
***ffi*
MonosiV
makrofag
Gambar 1. Peran leptin
pada
autoimunitas
(dimodifikasi
dari La
Cava &
Matarese,
2004)
rendah bila dibandingkan dengan
penderita
SLE
yang
tidak
mendapat imuno-supresan.
Pada
penelitian
eksperimental
didapatkan bahwa AM meningkatkan
konsentrasi
cAMP
(cyclic
odenosine monophsphafe)
pada
kultur sel
mesangial
tikus
yang
mampu menekan
proliferasi
sel
mesangial
glomerular
melalui negative cross-folk sehingga
menghambat mitogenesis
sel mesangial
glomerular. AM
diduga berperanan dalam
menekan
aktivitas dari
nefritis
lupus.sl Peranan AM dalam imunopatogenesis SLE
tampak
pada
gambar
2.
Gambar
2.
Hipotesis
tentang
peran
adrenomedullin
pada
DISFUNGSI IMUN
Autoantibodi
Gangguan imunologis
utama
pada penderita
SLE adalah
produksi
autoantibodi.
Antibodi
ini ditujukan
kepada seff
molecules
yang
terdapat
pada
nukleus, sitoplasma,
per-
mukaan
sel,
dan
juga
terhadap molekulterlarut seperti
lgG
dan faktor
koagulasi.
Antibodi
antinuklear
(ANA)
adalah
antibodi
yang paling
banyak
ditemukan
pada penderita
SLE
(lebih
dari 95o/o).
Anti-double
stranded
DNA
(anti
ds-
DNA)
dan anti-Sm antibodi
merupakan
antibodi
yang
spesifik
untuk SLE,
sehingga
dimasukkan dalam kriteria
klasifikasi dari
SLE.52Antigen Sm
merupakan suatu small
nuclear ribonucleoprofein
(snRNP),
terdiri dari rangkaian
uridine
yang
kaya molekul RNA, berikatan dengan
kelompok
protein
inti
dan
protein
lain
yang
berhubungan
dengan
RNA. Anti-Sm
antibodi
berikatan
dengan
protein
inti snRNP,
sedangkan antibodi
anti-DNA
berikatan
dengan
conserved
nucleic ocid
determinantyang
tersebar
luar dalm
DNA. Titer antibodi anti-DNA sering kali berubah
sesuai
dengan
waktu dan aktivitas
penyakit,
sedangakan
titer
antibodi anti-Sm
biasanya konstan.
Antibodi anti-
DNA
pada
umumnya
berhubungan dengan adanya
glomerulonefritis,
walaupun korelasi antara antibodi
anti-DNA
dengan
nefritis
lupus tidaklah sempurna karena
beberapa
penderita
dengan
nefritis lupus
yang
aktif tidak
ditemukan
antibodi
anti-DNA,
sedangkan
beberapa
penderita
dengan titer antibodi
anti-DNA
yang
menetap
tinggi,
tidak
menunjukkan
adanya
keterlibatan
ginjal.
Keterlibatan
antibodi
anti-DNA
pada
nefritis
lupus
didukung
oleh
adanya
bukti-bukti:
1. Observasi klinis
pada
sebagian
besar
pasien
menunjukkan
bahwa
nefritis
TNF
cr,,
IL-l, IFNy
Deposisi kompleks imun
pada paru-paru, ginjal,
pembuluh
darah, dll
Makrofag, limfosi
endotelium
Sel
glomerular
dan mesangial
ginjal
Proliferasi dan
mitosis
sel
glomerular
dan mesangial
-
7/25/2019 437. Immunopatogenesis Lupus Eritematosus Sistemik
6/16
-
7/25/2019 437. Immunopatogenesis Lupus Eritematosus Sistemik
7/16
3336
LUPUS
ERITEMATOSUS
DAN
SINDROM
ANTIBODI
ANTIFOSFOTIPID
Autoantibodi
Antinuklear
antibodi
Anti-Ro
antibodi
Anti-La
antibodi
Antifosfolipid
antibodi
Anti-dsDNA
antibodi
Anti-Sm
antibodi
Anti-nuklear
ribonukleoprotein
antibodi
*
Nilai
plus-minus
adalah
rerata
+
simpang baku
lnterval
antara
hasil
tes
positif
dan diagnosis
(tahun)
3,01 t 0,25
3,68
r
0,34
3,61
r
0,38
2,94
t O,5o
2,24
t
0t,31
1,47
t 0,34
0,88
r
0,32
lnterval
antara
tes
positif
dan
timbulnya
gejala
(tahun)
2,25 t
0,27
2,97
t O,3g
2,83 r
0,43
2,29 t
0,56
1,24
t
0,31
0,47
0,44
O,2O t
0,47
Untuk menstimulasi
sel T,
dibutuhkan
molekul
tambahan
(costimulatory
molecule)
seperti
CD40-CD40L
dan
87-
CD28
untuk mengaktivasi
signal kedua.
Molekul
cytotoxic
T-lymphocyte-ossocioted protein
4
(CTLA-4)
dapat
menghalangi interaksi
antara CD28
dengan
87 sehingga
dapat menghambat
respons
imun
(Gambar
4).
Sel T
yang
teraktivasi
mengeluarkan
sitokin
seperti
TNF-c, lL-10
dan
interferon-y, yang
akan
menstimulasi
sel
B
memproduksi
autoantibodi
patogenik.
(Gambar
5).
$&se#afr
Gambar
3.
Fase perkembangan
autoimunitas
patogenik
pada
SLE.
Ganguan Respons
lmun
SLE ditandai
oleh
banyaknya gangguan
dalam
sistem
imun yang
meliputi
sel
B,
sel
T, dan turunan
dari
sel-sel
monositik, yang
mengakibatkan
aktivasi
sel
B
poliklonal,
peningkatan
jumlah
sel
yang
memproduksi
antibodi,
hipergamaglobulinemia,
produksi
autoantibodi
dan
pembentukan
kompleks
imun.
Bantuan
sel T
yang
berlebihan
dan tidak
terkontrol
terhadap
diferensiasi
dan
aktivasi sel
B
pembentuk autoantibodi adalah
hasil
akhir
darijalur ini.Aktivasi
sel T
dan
sel B
memerlukan
stimulasi
gen
yang
spesifik.
Bahan kimia yang
iritatif
seperti
pristine,
DNA
bakteri,
dan fosfolipid
dinding
sel,
serta antigen
virus
dapat
menginduksi
antibodi
anti-DNA
pada
tikus.
Selain itu self
ontigen
seperti kompleks
protein-DNA
dan
protein-RNA
dapat
menginduksi
produksi
autoantibodi.
Antigen
dari luar
(environmentol
ontigen) dan
se/f
antigen
ditangkap
oleh antigen presenting
cel/
(APC)
profesional
atau terikat
pada
permukaan
sel B
sehinggga
menginduksi produksi
antibodi. APC
profesional
dan
sel
B
akan
memproses
antigen menjadi
peptida
untuk
dipresentasikan kepermukaan
sel melalui molekul
HLA
(Humon
Leukocyte
Antrgen).
Peptida yang
dipresentasikan
Gambar 4.
lnteraksi
antara
sel T
dengan
Antigen-Presenting
Cell
(APC).
bkffi",n*
i
fi{}ai
i;,
;
:ie t*,ad,T
.'i::
.:,...1:
:
t
k**tr*t4*i-16
a,",:**;'
*:,
.
'',"'
##"ii.i
-
7/25/2019 437. Immunopatogenesis Lupus Eritematosus Sistemik
8/16
-
7/25/2019 437. Immunopatogenesis Lupus Eritematosus Sistemik
9/16
3338
LUPUS ERITEMATOSUS DAN
SINDROM ANTIBODI ANTIFOSFOLIPID
tL-2
Sitokln
tL- 1
tL-1 2
TGF-p
IFN-q
IFN-y
rL-1
5
tL-1 6
lL-1 8
tL-23/tL-17
TNF.q
i.d. iliirB,ti.-.q,i,
tL-4
lL-6
tL- 10
BAFF/APRIL Konsentrasi
BAFF
pada
serum
penderita
SLE berkorelasi
dengan
peningkatan
konsentrasi
antibodi
autoreaktif.
Terdapat
peningkatan
konsentrasi
BAFF
dan
APRIL
pada
cairan serebrospinal
penderita
SLE dengan keterlibatan
susunan
saraf
pusat
dan konsentrasi
APRIL
pada
cairan serebrospinal
meningkat secara bermakna
pada penderita
N PSLE
(Neuro psych
iatric
Lu
p
u
s).
BAFF
=
B-cell-octivating
foctor,
APRIL
=
o
proliferotion-inducing
ligand
-
7/25/2019 437. Immunopatogenesis Lupus Eritematosus Sistemik
10/16
-
7/25/2019 437. Immunopatogenesis Lupus Eritematosus Sistemik
11/16
3340
LUPUS ERITEMATOSUS
DAN
SINDROM
ANTIBODI
ANTIFOSFOTIPID
Peran apoptosis
dalam
perkembangan
SLE
didukung
oleh
beberapa
model tikus dengan
fungsi abnormal
dari
faktor
yang
terlibat dalam
apoptosis.
I
nterferensi ekspresi
Fas
(lpr),
FasL
(gld),
BcIZ/Bim,
programmed
cell
death
1,
fosfatase dan
tensin
homolog,
stimulator
limfosit B'dan
TACI meni m bu
lkan
akumu
lasi sel/gelembun
g/kromati
n
apoptosis sehingga
mengakibatkan
gangguan
toleransi,
yang
akhirnya
terbentuk antibodi
anti-nuklear dan
lupus-
like
g
Io m e r u lo n e
p
h ritis.
Selama
proses
apoptosis,
protein,
DNA
dan RNA
akan
dipecah oleh
protease,
caspase
dan endonuklease.
Autoantigen
nuklear
(kromatin)
yang
merupakan
target
untuk
SLE,
membentuk
cluster dalam
blebs
pada
permukaan sel
apoptosis.
Dalam keadaan
normal,
sel-
sel apoptosis
dan
blebs
akan
segera dibersihkan
oleh
fagosit,
sebelum sempat
mengeluarkan
modified
content.
Pada
SLE,
proses
apoptosis dan/atau
pembersihan
material apoptosis terganggu. Apoptosis
menginduksi
modified nuklear autoantigen
yang
akan
merangsang
sistem
imun
dan dikenali
sebagai antigen
non-self
yang
mampu
mencetuskan
signal
yang
berbahaya.
Sel
dendritik
khususnya
plasmasitoid
dendritik
sel
(pDC)
memberikan
respon terhadap
asam
nukleat
yang mengandung
imun
kompleks dengan
memproduksi
IFN-q,
yang
merupakan
mediator
kunci
dalam
patogenesis
SLE.
Myeloid dendritik
sel memainkan
peran penting
dalam
memelihara
keseimbangan
antara imunitas
dan
toleransi,
serta
dapat
diaktivasi
oleh
modified
autoantigen.
Proses
ini
Akhirnya
menghasilkan
respon imunogenik
dan
pembentukan
autoantibodi
terhadap
modified
(nuklear)
autoantigen
(Gambar
6).
Hal
yang penting
adalah apoptosis
yang
memicu
antigen
modifikasi
(apoptosis-induced
modificotion
of
autoantigen)
telah dilaporkan
pada
beberapa
penyakit
autoimun
seperti
SLE dan
RA. Penelitian terbaru
memperlihatkan
bahwa
opoptosis
yang memicu
asetilasi
histon
(opopfosis-induced
histone ocetylofion) merupakan
target
dari autoantibodi
pada
penderita
SLE
dan
lupus
rnice.
Asetilasi
histon
bersifat
patogenik
pada
lupus-prone
mice, dan
hiperasetilasi
nukleosom dapat
mematurasi
sel
dendritik
yang
mengakibatkan aktivasi
sel
T,
selain
itu
blebs
apoptotik
juga
dapat
mematurasi sel dendritik.
Selain
adanya apoptosis
yang
menyimpang,
gangguan
pembersihan
sel-sel apoptosis dan debrisjuga
mengakibatkan
akumulasi sel-sel
apoptosis.
Gangguan
pembersihan
sel-sel
apoptosis
oleh sel fagosit ditemukan
baik
pada penderita
SLE maupun
pada
lupus
mice.
Akumulasi
debris apoptosis ditemukan
pada
germinal
centre
(GC)
penderita
SLE.
Pada
limfonodi
yang
normal
nukleus apoptosis
hanya
ditemukan
pada
bagian
dalam
Penurunan
pembersihan
sel
*
,*
r*
8_
3
,*'*\
Deregulasi
*
d*t
\r
*
\}
dP
t
ib
{b
v
*
*
#
t[
*g
*
\
?^
TE}*
TF
I
nukleosom/antinukleosom
|
*
.6'
4
rL
s_
#
.lqqdddt:
ff.
-
7/25/2019 437. Immunopatogenesis Lupus Eritematosus Sistemik
12/16
-
7/25/2019 437. Immunopatogenesis Lupus Eritematosus Sistemik
13/16
3342
LUPUS ERITEMATOSUS
DAN
SINDROM
ANTIBODI
ANTIFOSFOTIPID
Jenis
kelamin
dan
hormon
seks
Gangguan
mekanisme
pembersihan
Hilangnya
aktivitas
supresor
dan kontrol idiotip
Gambar 7.
lmunopatogenesis
SLE
kompleks
imun, merupakan
konstributor
yang
penting
dalam
perkembangan
penyakit.
Hilangnya toleransi
imun,
meningkatnya
beban
antigenik,
bantuan
sel T
yang
berlebihan,
gangguan
supresi
sel
B
dan peralihan respons
imun
dari
Th1
ke
Th2
menyebabkan
ketidakseimbangan
sitokin
pro-
dan
anti-inflamasi,
hiperaktivitas
sel
B
dan
produksi
autoantibodi
patogenik.
Faktor lingkungan
tertentu
mungkin diperlukan
sebagai
pencetus
timbulnya
penyakit.
Pengetahuan
terhadap imunopatogenesis SLE
sangat diperlukan agar bisa
memberikan
penatalaksanaan
secara maksimal.
REFERENSI
1.
Pathak
S, Mohan
C.
Cellular
and
molecular
pathogenesis
of
systemic
lupus
erythematosus:
lessons
from animal
models.
Arthritis
Res
Ther
201'L,13.'241.
Anti-Inflammatory
Cytokines
in
the
Pathogenesis
of
SLE-
|
Biomed Biotechnol. 20722012:3
47
7 41.
Silva C,
Isenberg
DA. Aetiology
and
pathology
of systemic
lupus
erythematosus.
Hospt Pharm
2001.;7:L-7
Mok
CC,
Lau
CS.
Pathogenesis
of
systemic lupus
erythematosus.
J
Clin
Pathol
2003;56:481-490.
Manson
Jj,
Isenberg DA. The Pathogenesis
of systemic
lupus
erythematosus.
I
Netherl Med
2003;6L(11):343-346.
ZvezdanovicL, Dordevic
V
Cosic
V,
Cvetkovic
T, Kundalic
S, Stankovic
A.
The sign-ificance of cytokines in
diagnosis
of
autoimmune
diseases.
|ugoslov
Med
Biohem
2006;25:363-
372.
Cervera
R, Khamashta
MA,
Font
J,
et al. Systemic lupus
erythematosus:
clinical
and
immunologic
pattems of disease
expression
in a cohort of
1,000
patients. The European
Working
Party on Systemic Lupus Erythematosus. Medicine
(Baltimore)
1993
7
2:113
-24.
Formiga
F,
Moga I,
Pac
M,
et
al.
Mild
presentation
of systemic
lupus
erythematosus in elderly
patients
assessed
by SLEDAI.
Luprs1999;8:462-5.
French
MA,
Hughes
P. Systemic
lupus
erythematosus and
Klinefelter's syndrome. Ann
Rheum Dis
1983;42:471-3.
J.
4.
q
7.
9.
-
7/25/2019 437. Immunopatogenesis Lupus Eritematosus Sistemik
14/16
-
7/25/2019 437. Immunopatogenesis Lupus Eritematosus Sistemik
15/16
-
7/25/2019 437. Immunopatogenesis Lupus Eritematosus Sistemik
16/16