55709520 Buku Pintar Migas

129
BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 1 dari 3 Kontributor : Adhi Budhiarto BAB I PENDAHULUAN Kilang minyak bumi berfungsi untuk mengubah crude oil (minyak mentah) menjadi produk jadi seperti Liquid Petroleum Gas/LPG, gasoline, kerosene, diesel, fuel oil, lube base oil, dan coke. Secara umum teknologi proses kilang minyak bumi dikelompokkan menjadi 3 macam proses, yaitu : 1. Primary Processing Unit-unit yang dikelompokkan ke dalam primary processing adalah unit-unit yang hanya melibatkan peristiwa fisis, yaitu distilasi. Proses distilasi adalah proses pemisahan komponen-komponen minyak bumi berdasarkan perbedaan titik didihnya. Primary processing terdiri dari Crude Distillation Unit/CDU dan Vacuum Distillation Unit/VDU. 2. Secondary Processing Unit-unit yang dikelompokkan ke dalam secondary processing adalah unit-unit yang melibatkan reaksi kimia. Secondary processing terdiri dari Hydrotreating process, Catalytic Reforming/Platforming process, Hydrocracking process, Fluid Catalytic Cracking/Residual Catalytic Cracking/Residual Fluid Catalytic Cracking/High Olefine Fluid Catalytic Cracking, Hydrogen Production Unit/HPU, Delayed Coking Unit/DCU, dan Visbraking. 3. Recovery Processing Unit-unit yang dikelompokkan ke dalam recovery processing adalah unit-unit yang bertujuan untuk memperoleh kembali minyak yang diproduksi atau chemical yang digunakan di unit-unit primary dan secondary processing atau untuk mengolah limbah cair atau gas sebelum dibuang ke laut atau udara luar/lingkungan sekitar. Recovery processing terdiri dari Amine unit, Sour Water Stripping Unit, dan Sulphur Recovery Unit.

Transcript of 55709520 Buku Pintar Migas

Page 1: 55709520 Buku Pintar Migas

BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA

Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 1 dari 3 Kontributor : Adhi Budhiarto

BAB I PENDAHULUAN

Kilang minyak bumi berfungsi untuk mengubah crude oil (minyak mentah) menjadi produk jadi seperti Liquid Petroleum Gas/LPG, gasoline, kerosene, diesel, fuel oil, lube base oil, dan coke. Secara umum teknologi proses kilang minyak bumi dikelompokkan menjadi 3 macam proses, yaitu : 1. Primary Processing

Unit-unit yang dikelompokkan ke dalam primary processing adalah unit-unit yang hanya melibatkan peristiwa fisis, yaitu distilasi. Proses distilasi adalah proses pemisahan komponen-komponen minyak bumi berdasarkan perbedaan titik didihnya. Primary processing terdiri dari Crude Distillation Unit/CDU dan Vacuum Distillation Unit/VDU.

2. Secondary Processing Unit-unit yang dikelompokkan ke dalam secondary processing adalah unit-unit yang melibatkan reaksi kimia. Secondary processing terdiri dari Hydrotreating process, Catalytic Reforming/Platforming process, Hydrocracking process, Fluid Catalytic Cracking/Residual Catalytic Cracking/Residual Fluid Catalytic Cracking/High Olefine Fluid Catalytic Cracking, Hydrogen Production Unit/HPU, Delayed Coking Unit/DCU, dan Visbraking.

3. Recovery Processing Unit-unit yang dikelompokkan ke dalam recovery processing adalah unit-unit yang bertujuan untuk memperoleh kembali minyak yang diproduksi atau chemical yang digunakan di unit-unit primary dan secondary processing atau untuk mengolah limbah cair atau gas sebelum dibuang ke laut atau udara luar/lingkungan sekitar. Recovery processing terdiri dari Amine unit, Sour Water Stripping Unit, dan Sulphur Recovery Unit.

Page 2: 55709520 Buku Pintar Migas

BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA

Blok Diagram Konfigurasi Kilang Minyak Bumi

Crude Oil

DCO

LCO Propylene

LCN/HCN/Sour HCN

HCGO LCGO

CN

CN

LN-HN

UCO

SR

HVGO

LVGO

HOMC

HOMC

HOMC

LR

HGO

LGO

Kerosene

LN

HN

SRN C D U

NHDT/ NRU

Fixed Bed Catalytic Reforming

Catalytic Reforming - CCR

LPG

OR

KHDT

OR

GO HDT

OR

GO HDT

OR

VDU

ARHDM OR RCC

OR

FCC

HCC

DCU

Visbreaker

OR

LBO

OR

Gasoline/Premium/ Pertamax/

Pertamax Plus

Kerosene

Avtur (Aviation Turbine)

Lube Base Oil

Green Coke/ Calcined Coke

OR

OR

OR

Diesel

Petrochem. Plants

LSWR

Produk RCC Spt Produk FCC

Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 2 dari 3 Kontributor : Adhi Budhiarto

Page 3: 55709520 Buku Pintar Migas

BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA

Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 3 dari 3 Kontributor : Adhi Budhiarto

Keterangan Gambar Blok Diagram Konfigurasi Kilang Minyak Bumi ARHDM Atmospheric Residue Hydrodemetalization (unit penghilang kandungan metal yang ada di produk atmospheric residue/long residue) CDU Crude Distillation Unit CN Coker Naphtha (Produk Naphtha dari DCU) CCR Continuous Catalytic Regeneration DCO Decant Oil DCU Delayed Coking Unit FCC Fluid Catalytic Cracking GO HDT Gas Oil Hydrotreater HCC Hydrocracking Complex HCGO Heavy Coker Gas Oil HCN Heavy Cracked Naphtha HGO Heavy Gas Oil HN Heavy Naphtha HOMC High Octane Mogas (Motor Gasoline) Component HVGO Heavy Vacuum Gas Oil Kerosene Minyak Tanah KHDT Kerosene Hydrotreater LBO Lube Base Oil LCGO Light Coker Gas Oil LCN Light Cracked Naphtha LCO Light Cycle Oil LGO Light Gas Oil LN Light Naphtha LPG Liquid Petroleum Gas LR Long Residue LSWR Low Sulphur Waxy Residue (biasanya dijual untuk dipakai sebagai bahan bakar) LVGO Light Vacuum Gas Oil NHDT Naphtha Hydrotreating unit NRU Naphtha Rerun Unit OR Atau (pilihan proses) RCC Residual Catalytic Cracking Sour HCN Fraksi HCN yan lebih berat SRN Straight Run Naphtha UCO Unconverted Oil (produk bottom kolom fraksinasi HCC) VDU Vacuum Distillation Unit

Page 4: 55709520 Buku Pintar Migas

BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA

Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 1 dari 9 Kontributor : Adhi Budhiarto

BAB II CRUDE DISTILLATION UNIT

(CDU)

I . Pendahuluan

Crude Distillation Unit (CDU) beroperasi dengan prinsip dasar pemisahan berdasarkan titik didih komponen penyusunnya. Kolom CDU memproduksi produk LPG, naphtha, kerosene, dan diesel sebesar 50-60% volume feed, sedangkan produk lainnya sebesar 40-50% volume feed berupa atmospheric residue. Atmospheric residue pada kilang lama, yang tidak memiliki Vacuum Distillation Unit/VDU, biasanya hanya dijadikan fuel oil yang value-nya sangat rendah atau dijual ke kilang lain untuk dioleh lebih lanjut di VDU. Sedangkan pada kilang modern, atmospheric residue dikirim sebagai feed Vacuum Distillation Unit atau sebagai feed Residuel Catalytic Cracking (setelah sebagiannya di-treating di Atmospheric Residue Hydro Demetalization unit untuk menghilangkan kandungan metal atmospheric residue).

II. Teori Crude Distillation Unit

II.1. Crude Oil Composition Crude oil terdiri dari atom carbon dan hydrogen yang bergabung membentuk molekul hydrocarbon. Berdasarkan struktur molekuler umum, hydrocarbon dikelompokkan menjadi 4 macam, yaitu paraffin, naphthene, aromatic, dan olefin.

II.1.1.Paraffin

Senyawa paraffin paling simple adalah methane (CH4). Contoh senyawa parafin lain adalah ethane (C2H6) atau biasa disebut dry gas, propane (C3H8), butane (C4H10), pentane (C5H12), hexane (C6H14), heptane (C7H16), octane (C8H18) dan seterusnya. Molekul paraffin mempunyai formula standard CnHn+2 dengan n adalah jumlah atom carbon. Penamaan senyawa parafin mempunyai keunikan, yaitu diberi akhiran “-ane”.

II.1.2.Naphthene

Struktur hydrocarbon jenis ini lebih kompleks daripada struktur hydrocarbon jenis paraffine karena atom carbon tersusun dalam suatu cincin. Contoh struktur hydrocarbon jenis naphthene adalah sebagai berikut :

Page 5: 55709520 Buku Pintar Migas

BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA

C

C

C

C C

C

H HH

H

H

H

H

H

H

H

H H

Cyclohexane (C6H12)

C

C

C

C C

C

H HH

H

H

H

H

H

H

H H

C

H H

C H

H H

Ethyl Cyclohexane (C8H16) Formula umum dari senyawa naphthene adalah CnH2n dengan n adalah jumlah atom carbon.

II.1.3.Aromatic

Senyawa aromatik yang paling sederhana dan yang memiliki boiling point paling rendah adalah benzene (C6H6). Senyawa ini serupa dengan senyawa naphthene dalam hal struktur ring namun berbeda dalam hal jumlah atom hydrogen yang hanya satu yang terikat pada atom carbon (naphthene memiliki 2 atom hydrogen yang terikat pada atom carbon).

C

C

C

C C

C

H

H

H

H

H

H

Benzene (C6H6)

Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 2 dari 9 Kontributor : Adhi Budhiarto

Page 6: 55709520 Buku Pintar Migas

BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA

C

C

C

C C

C

H

H

H

C

H

H

H

H

H

H

HC

Ethylbenzene (C8H10)

II.1.4.Olefin Olefin sangat jarang ditemukan dalam crude oil karena komponen ini merupakan produk dekomposisi dari jenis hydrocarbon lainnya. Konsentrasi olefin terbesar ditemukan dalam produk thermal cracking dan catalytic cracking.

H C C C C H

H H H H

H H

Butene (C4H8)

H H H H

H C C C C H

Butadiene (C4H6)

Seperti pemberian nama pada jenis paraffin, penamaan jenis olefin mempunyai keunikan. Jika senyawa memiliki 1 ikatan rangkap disebut dengan akhiran ”-ene” (seperti propene, butene) dan jika senyawa memiliki 2 ikatan rangkap disebut dengan akhiran ”-adiene” (seperti butadiene, propadiene).

II.1.5.Senyawa Lain

Selain mengandung senyawa-senyawa hydrocarbon seperti tersebut di atas, crude oil juga mengandung senyawa-senyawa lain dalam jumlah kecil yang dikelompokkan sebagai impurities, seperti sebagai berikut : • Salts/Garam

Senyawa garam yang paling banyak adalah senyawa chloride, seperti sodium chloride, magnesium chloride, dan calcium chloride. Senyawa garam ini dapat membentuk asam yang dapat menimbulkan korosi pada bagian atas kolom CDU. Senyawa garam juga bisa menyebabkan plugging pada peralatan seperti heat exchanger dan tray kolom fraksinasi.

Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 3 dari 9 Kontributor : Adhi Budhiarto

Page 7: 55709520 Buku Pintar Migas

BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA

• Senyawa sulfur Jika sulfur content suatu crude tinggi disebut ”sour crude”. Senyawa sulfur yang paling ringan adalah hydrogen sulfide (H2S) yang selain korosif juga merupakan deadly gas. Senyawa lain adalah mercaptan yang merupakan nama umum untuk paraffinic hydrocarbon yang satu atom hydrogennya diganti dengan radikal –SH. Senyawa sulfur lainnya mempunyai struktur ring olefin dan biasanya diberi nama depan “thio”.

H C C C C SH

H H H H

H H H H

Butyl Mercaptan

(C4H9SH) Mercaptan (RSH)

C

C

C

S

C

HH

H

H

Thiophene (C4H4S)

C-C-S-C-C

Sulfide (RSR)

H C C S S C C H

H H

H H

H H

H H

Disulfide (RSSH)

• Metal

Jenis metal yang biasa ditemukan di crude oil adalah arsenic, lead (timbal), vanadium, nikel, dan besi. Sebagian besar metal dalam umpan CDU akan keluar bersama atmospheric residue. Arsenic dan lead merupakan racun paling mematikan dari katalis unit catalytic reforming, sedangkan vanadium, nikel, dan besi akan mendeaktivasi katalis catalytic cracking.

Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 4 dari 9 Kontributor : Adhi Budhiarto

Page 8: 55709520 Buku Pintar Migas

BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA

• Sand, Mineral Matter and Water Senyawa-senyawa ini dikelompokkan bersama sebagai Base Sediment and Water (BS&W), dan biasanya berjumlah kurang dari 0,5 %wt total crude.

II.2. Desalter

Seperti telah dijelaskan di atas, crude oil mengandung salt water dan sediment. Salt content crude oil biasanya dilaporkan sebagai pounds salt (diukur sebagai sodium chloride) per thousand barrels minyak (ptb). Range salt content bervariasi antara 0 s/d 1000 ptb, biasanya antara 10 s/d 200 ptb.

Pada sebagian besar crude oil, sekitar 95% total salt content ditemukan dalam BS&W crude oil. Salt terjadi dalam bentuk highly concentrated brine droplet yang terdispersi dalam crude oil. Droplet ini sangat kecil dan sangat susah terpisah dari crude oil. Proses desalting berfungsi untuk mengencerkan high salt content brine dengan menambahkan fresh water pada crude oil untuk memproduksi low salt content water. Agar fresh water dapat berkontak dengan efektif dengan concentrated brine atau BS&W, suatu emulsi harus terbentuk untuk mendispersi air yang ada pada crude. Emulsi diproduksi dengan melewatkan liquid pada kecepatan tinggi melalui orifice kecil yang kemudian melalui mixing valve. Setelah demulsifikasi dan settling, BS&W yang tersisa dalam crude adalah diluted water, bukan lagi concentrated brine.

LC

MIXINGVALVE

PDCPDC

MIXINGVALVE

BRINERAW CRUDE

LC

2ND STAGE1ST STAGE

ELECTRODES ELECTRODES

STRIPPEDWATER

NNFPLANTWATER

DESALTEDCRUDE

TWO STAGE DESALTER

Gambar 1. Two Stage Desalter

Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 5 dari 9 Kontributor : Adhi Budhiarto

III. Feed dan Produk Crude Distillation Unit Jenis umpan CDU dapat berupa ”sour” crude atau “sweet” crude tergantung dari disainnya. Penggunaan crude non-disain tetap dimungkinkan namun terlebih dahulu harus dilakukan uji coba pemakaian untuk mengetahui efeknya terhadap unit-unit dowstream.

Page 9: 55709520 Buku Pintar Migas

BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA

Typical produk CDU adalah sebagai berikut :

Tabel I. Typical Produk CDU

Jenis Produk Cut Range Normal TBP, oC Overhead product (Gas, LPG) < 30 Naphtha 30-150 Kerosene 150-250 Diesel 250-370 Atmospheric residue 370+

Tingkat ketajaman pemisahan ditentukan berdasarkan gap antara 95% temperatur distilasi ASTM fraksi dengan boiling point lebih rendah dan 5% temperatur distilasi ASTM fraksi dengan boiling point lebih tinggi. Best practice gap tersebut adalah sebagai berikut:

• Straight run naphtha/Kerosene : 20 oF (11 oC). • Kerosene/Diesel : 10 oF (5,6 oC).

IV. Aliran Proses Crude Distillation Unit

Process Flow Diagram CDU dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar 2. Process Flow Diagram CDU

Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 6 dari 9 Kontributor : Adhi Budhiarto

Page 10: 55709520 Buku Pintar Migas

BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA

Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 7 dari 9 Kontributor : Adhi Budhiarto

V. Variabel Proses Crude Distillation Unit Beberapa variabel proses yang berpengaruh pada operasi CDU adalah sebagai berikut :

V.1. Flash Zone Temperature

Semakin tinggi flash zone temperature maka semakin banyak yield produk yang dihasilkan, dan sebaliknya semakin sedikit yield bottom CDU. Namun flash zone temperatue tidak boleh terlalu tinggi karena dapat mengakibatkan terjadinya thermal decomposition/cracking umpan. Temperature thermal decomposition/cracking tergantung jenis umpan. Pada umumnya temperature thermal decomposition/cracking crude adalah sekitar 370 oC (UOP menyebutkan 385 oC). Flash zone temperature diatur secara tidak langsung, yaitu dengan mengatur Combined Outlet Temperatur/COT fired heater.

V.2. Temperature Top Kolom CDU

Temperature top kolom CDU diatur dengan mengembalikan sebagian naphtha yang telah dikondensasi sebagai reflux kembali ke top kolom CDU. Jika temperature flash zone dinaikkan, maka reflux rate harus dinaikkan untuk menjaga temperature top tetap. Temperature top kolom merupakan salah satu petunjuk endpoint naphtha. Untuk memperoleh endpoint overhead produk yang lebih rendah maka top temperature harus diturunkan dengan cara menambah jumlah top reflux.

V.3. Tekanan Top Kolom CDU

Meskipun tekanan top kolom tidak pernah divariasikan, namun perubahan kecil pada tekanan top kolom akan menghasilkan perubahan besar pada temperature pada komposisi umpan yang tetap. Jika tekanan top kolom tidak dapat dijaga tetap dan operasi CDU hanya mengandalkan quality control produk hanya berdasarkan pengaturan temperature tray/temperature draw off, maka komposisi produk akan berubah cukup signifikan. Pressure swing yang sangat sering akan membuat operasi CDU menjadi tidak stabil. Untuk menjaga stabilitas tekanan top kolom maka dipasang temperature controller yang di-cascade dengan flow top reflux.

V.4. Stripping Steam

Jumlah stripping steam (superheated) yang dimasukkan ke bottom tiap side cut product stripper digunakan untuk menghilangkan uap ringan yang terlarut dalam produk, yang akan menentukan flash point produk. Stripping steam dapat juga dimasukkan ke bagian bawah/bottom kolom CDU sebagai pengganti reboiler dengan fungsi sama, yaitu menghilangkan fraksi ringan yang ada dalam produk bottom kolom CDU.

VI. Troubleshooting

Beberapa contoh permasalahan, penyebab, dan troubleshooting yang terjadi di Crude Distillation Unit dapat dilihat dalam table II berikut ini :

Page 11: 55709520 Buku Pintar Migas

BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA

Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 8 dari 9 Kontributor : Adhi Budhiarto

Tabel II. Contoh Permasalahan, Penyebab, dan Troubleshooting Crude Distillation Unit

Permasalahan Penyebab Troubleshooting Endpoint produk naphtha

tinggi. • Adanya fraksi kerosene terikut dalam produk

naphtha. • Turunkan temperture top kolom CDU

dengan menambah jumlah top reflux. • Turunkan temperature draw off kerosene

dengan tidak sampai mengganggu spesifikasi produk kerosene.

Derajat pemisahan naphtha-kerosene atau kerosene-diesel rendah.

• Perubahan komposisi umpan. • Perubahan temperature flash zone. • Perubahan temperature draw off produk.

• Atur temperature flash zone. • Atur temperature draw off masing-masing

produk. Korosi pada overhead line

kolom CDU. • Senyawa-senyawa garam tidak terpisahkan

dengan sempurna di desalter. • Evaluasi pemakaian corrosion

inhibitor/filming amine. Supply air laut pendingin

top kolom CDU bermasalah/tidak ada

supply air laut.

Pompa supply di unit utilities bermasalah.

• Turunkan feed hingga temperature/ tekanan top kolom tidak terlalu tinggi. Jika tidak dapat terkontrol, maka unit harus di-shutdown.

Pompa feed kavitasi. Terikutnya air dari tangki crude oil ke dalam umpan.

• Cek dan drain tangki umpan untuk mengurangi air yang mungkin ada di bagian bawah tangki.

• Over tangki umpan. • Jika tidak dapat terkontrol, maka unit

harus di-shutdown.

Page 12: 55709520 Buku Pintar Migas

BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA

VII. Istilah-istilah • Sour crude Crude oil yang mengandung impurities (terutama sulfur) yang tinggi. • Sweet crude Crude oil yang mengandung impurities (terutama sulfur) yang rendah. (VDU/CDU/fraksinasi). • TBP True Boiling Point

VIII. Daftar Pustaka

1. Operating Manual Crude Distillation Unit PERTAMINA Unit Pengolahan II

Dumai. 2. Operation Manual for Unit 100 Crude Distillation Unit, Pakistan-Arabian

Refinery Limited, Mid-Country Refinery Project (PARCO), Mahmood Kot, Pakistan.

3. 2006 UOP Engineering Design Seminar, Des Plaines, USA.

Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 9 dari 9 Kontributor : Adhi Budhiarto

Page 13: 55709520 Buku Pintar Migas

BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA

BAB III VACUUM DISTILLATION UNIT

(VDU)

I . Pendahuluan

Pada awalnya kilang hanya terdiri dari suatu Crude Distillation Unit (CDU) yang beroperasi dengan prinsip dasar pemisahan berdasarkan titik didih komponen penyusunnya. Dengan hanya memiliki CDU, maka CDU hanya memproduksi produk LPG, naphtha, kerosene, dan diesel sebesar 50-60% volume feed, sedangkan 40-50% volume feed yang berupa atmospheric residue biasanya hanya dijadikan fuel oil yang value-nya sangat rendah. Secara umum temperatur cracking minyak mentah/crude adalah sekitar 370 oC (UOP menyebut 385 oC) pada tekanan 1 atmosfer (sebenarnya bervariasi tergantung jenis crude, tetapi secara umum rata-rata pada temperatur tersebut). Oleh karena itu pemisahan minyak yang dilakukan di Crude Distillation Unit tidak boleh melebihi temperature 370 oC agar minyak tidak mengalami cracking. Ide dasar operasi VDU adalah bahwa titik didih (boiling point) semua material turun dengan menurunnya tekanan. Sebagai contoh, pada tekanan 1 atmosfer air mempunyai titik didih 100 oC, sedangkan pada tekanan 10 atmosfer air mempunyai titik didih 180 oC. Jika tekanan dikurangi hingga 1 psia maka titik didih air akan menjadi 39 oC.

II. Teori Vacuum Distillation Unit Crude oil mengandung berbagai macam komponen yang mempunyai titik didih berbeda-beda, seperti tergambar dalam gambar berikut :

Gambar 1. Komposisi Crude Oil

Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 1 dari 8 Kontributor : Adhi Budhiarto

Page 14: 55709520 Buku Pintar Migas

BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA

Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 2 dari 8 Kontributor : Adhi Budhiarto

Seperti terlihat pada gambar di atas, crude oil mengandung komponen yang mempunyai titik didih > 370 oC. Jika bottom CDU (atau biasa disebut atmospheric residue atau long residue atau reduced crude) pada tekanan atmosferis dipanaskan hingga temperature > 370 oC untuk dapat menguapkan komponen vacuum gas oil yang terkandung dalam long residue, maka akan terjadi thermal decomposition. Dengan menurunkan tekanan, hingga < 1 psia, maka komponen vacuum gas oil tersebut dapat dipisahkan dari bottom VDU (atau biasa disebut vacuum residue atau short residue) tanpa mengalami thermal decomposition. Kemudian keduanya (vacuum gas oil dan vacuum residue) dapat dipisahkan menjadi 2 stream yang bebeda untuk dapat meningkatkan margin kilang. Terdapat 2 jenis Vacuum Distillation Unit, yaitu : 1. Fuel type

Vacuum Distillation Unit fuel type merupakan fraksinasi terbatas, yang biasanya menghasilkan 3 macam produk, yaitu Light Vacuum Gas Oil, Heavy Vacuum Gas Oil, dan Vacuum Residue. Produk Light Vacuum Gas Oil biasanya sudah memenuhi spesifikasi diesel dan dapat langsung dikirim ke tangki penyimpanan. Produk Heavy Vacuum Gas Oil biasanya dikirim ke unit Hydrocracker atau Fluid Catalytic Cracking / FCC. Sedangkan vacuum residue dapat diolah di Delayed Coking Unit atau Visbraker atau sebagai komponen blending Low Sulfur Waxy Residue (LSWR) atau sebagai komponen blending fuel oil.

2. Lubes type Vacuum Distillation Unit lubes type memerlukan pemisahan yang baik diantara lube cuts. Umpan VDU jenis ini sudah sangat tertentu karena produk-produk lubes cut mempunyai spesifikasi yang sangat sempit. VDU lubes type biasanya mempunya pressure drop yang lebih tinggi dan cut point yang lebih rendah daripada VDU fuel type. VDU lubes type biasanya memproduksi 3-4 macam lube base oil dengan spesifikasi yang jauh lebih ketat jika dibandingkan produk VDU fuel type (terutama dalam hal spesifikasi viscosity dan viscosity index).

Perbedaan antara CDU dan VDU dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel I. Perbedaan antara CDU dan VDU

Parameter CDU VDU Flash Zone Pressure 1 atm (760 mmHg) 30 mmHgA Flash Zone Temp. 330-350 oC 400-410 oC Heater COT 330-350 oC 416-427 oC Produk LPG, Naphtha,

Kerosene, Diesel, Atmospheric Residue

Light Vacuum Gas Oil, Heavy Vacuum Gas Oil, Vacuum Residue (untuk VDU fuel type) dan Lube Cut-1, Lube Cut-2, Lube-Cut-3 (untuk VDU lubes type; nama tergantung viscosity atau viscosity index-nya).

Page 15: 55709520 Buku Pintar Migas

BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA

III. Feed dan Produk Vacuum Distillation Unit

III.1. Feed dan Produk VDU Fuel Type Seperti telah dijelaskan diatas, feed VDU fuel type adalah atmospheric residue yang berasal dari CDU (boiling range 370 s/d 540 oC+), sedangkan produknya berupa Light Vacuum Gas Oil (boiling range 243 s/d 382 oC), High Vacuum Gas Oil (boiling range 365 s/d 582 oC), dan Vacuum Residue (boiling rang 582 oC+).

Gambar 2. Typical Product CDU dan VDU

III.2. Feed dan Produk VDU Lubes Type Feed VDU lubes type dapat berupa atmospheric residue yang berasal dari CDU (untuk Lube Base Oil plant yang memproduksi lube base oil grade rendah/non-sintetis) atau berupa unconverted oil yang berasal dari unit Hydrocracker (untuk Lube Base Oil plant yang memproduksi lube base oil grade tinggi/sintetis).

Produk-produk VDU lubes type tergantung jenis grade lube base oil yang ingin dihasilkannya, biasanya ada 3 jenis grade yang dapat dihasilkan oleh VDU lubes type.

Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 3 dari 8 Kontributor : Adhi Budhiarto

Page 16: 55709520 Buku Pintar Migas

BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA

IV. Aliran Proses Vacuum Distillation Unit

IV.1. Aliran Proses VDU Fuel Type Aliran proses VDU Fuel Type secara umum dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 3. Process Flow Diagram VDU Fuel Type

IV.2. Aliran Proses VDU Lubes Type Aliran proses VDU Lubes Type secara umum dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 4. Process Flow Diagram VDU Lubes Type

Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 4 dari 8 Kontributor : Adhi Budhiarto

Page 17: 55709520 Buku Pintar Migas

BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA

Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 5 dari 8 Kontributor : Adhi Budhiarto

V. Variabel Proses Vacuum Distillation Unit Variabel proses yang berpengaruh pada operasi Vacuum Distillation Unit adalah tekanan kolom VDU, temperature flash zone, temperature draw off produk (LVGO-HVGO untuk VDU fuel type atau Lube Cut-1, Lube Cut-2, Lube Cut-3 untuk VDU lubes type).

V.1. Tekanan Variabel proses utama yang mempengaruhi operasi VDU dan yield produk gas oil adalah tekanan kolom VDU. Semakin vacuum tekanan kolom VDU, maka semakin banyak yield produk gas oil dapat dihasilkan. Tekanan kolom VDU yang dijadikan acuan adalah tekanan top kolom VDU. Biasanya tekanan top kolom VDU diatur sekitar 15 mmHg untuk dapat memaksimalkan yield produk. Semakin tinggi tekanan kolom maka yield produk gas oil akan semakin sedikit dan yield produk vacuum bottom semakin banyak. Untuk tekanan top kolom VDU sebesar 15 mmHg, maka tekanan bottom kolom VDU/tekanan flash zone biasanya sekitar 30 mmHg (untuk kondisi tray yang bersih).

V.2. Flash Zone Temperature

Setelah tekanan, maka temperatur flash zone menjadi variabel proses lain yang penting. Semakin tinggi flash zone temperature maka semakin banyak pula yield produk gas oil yang dihasilkan. Namun flash zone temperature tidak boleh terlalu tinggi karena dapat mengakibatkan kecenderungan pembentukan coke pada sekitar flash zone (terutama di area slop wax) menjadi tinggi. Best practice yang biasa dipakai adalah temperature flash zone dijaga agar temperature draw off slop wax tidak lebih dari 380 oC atau temperature stack slop wax tidak lebih dari 400 oC. Namun jika kondisi packing tray sangat kotor maka best practice ini menjadi hampir tidak mungkin dipakai, karena dengan menjaga kondisi operasi seperti ini yield gas oil akan sangat rendah dan yield vacuum bottom akan menjadi sangat tinggi. Best practice ini dapat sedikit diabaikan sambil menunggu kedatangan packing tray dan plant stop untuk penggantian packing tray. Kenaikan temperature draw off slop wax sebesar 10 oC akan menaikkan kecepatan pembentukan coking sebanyak 2 kali lipat (UOP Engineering Design Seminar, Des Plaines – Materi Vacuum Unit Design). Biasanya flash zone temperature dijaga antara 397 s/d 410 oC. Flash zone temperature diatur secara tidak langsung, yaitu dengan mengatur Combined Outlet Temperatur/COT fired heater.

V.3. Temperatur Bottom Kolom VDU

Temperatur bottom kolom VDU harus dijaga antara 370-380 oC dengan alasan yang sama seperti telah dijelaskan pada point V.2. Pengendalian temperatur bottom kolom VDU ini dilakukan dengan mengatur jumlah produk bottom kolom VDU yang dikembalikan lagi ke bottom kolom VDU setelah sebagian panasnya diserap di feed/bottom heat exchanger.

Page 18: 55709520 Buku Pintar Migas

BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA

Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 6 dari 8 Kontributor : Adhi Budhiarto

V.4. Residence Time Produk Bottom di Bottom Kolom VDU Semakin tinggi level bottom kolom VDU maka semakin tinggi juga residence time-nya. Biasanya level bottom kolom VDU dijaga sekitar 50 % yang merupakan optimasi antara residence time dan menghindari terjadinya loss suction pada pompa bottom kolom VDU.

V.5. Temperatur Slop Wax

Slop wax section pada kolom VDU berfungsi untuk menghilangkan 5% gas oil terberat dari aliran uap yang mengalir ke atas dari flash zone. Kepentingan penghilangan 5% gas oil terberat adalah untuk menghilangkan kandungan metal dan asphaltene yang biasanya terkandung di dalam fraksi terberat gas oil. Pengaturan temperature slop wax tidak dilakukan secara langsung tetapi dengan cara mengatur temperature flash zone/combined outlet temperature fired heater. Best practice pengaturan temperature slop wax adalah seperti telah dijelaskan pada point V.2.

V.6. Jumlah/Temperature Hot Reflux HVGO

Hot reflux HVGO biasa disebut juga sebagai HVGO wash karena aliran reflux ini berfungsi untuk mencuci/membasahi packing tray yang berada pada bagian bawah HVGO accumulator agar pada packing tray tidak terjadi coking. Best practice UOP, jumlah hot reflux HVGO adalah 0,3-0,5 gpm/ft2 luas permukaan packing tray (2006 UOP Engineering Design Seminnar, Des Plaines, USA).

V.7. Jumlah/Temperature Cold Reflux HVGO Cold reflux HVGO berfungsi untuk mengatur spesifikasi produk HVGO. Semakin tinggi temperature cold reflux HVGO (dan/atau semakin banyak jumlah cold reflux HVGO) maka semakin banyak fraksi yang lebih berat yang terkandung di dalam produk HVGO sehingga akan berefek pada kualitas HVGO seperti end point HVGO dan kandungan metal meningkat.

V.8. Gas Oil Draw off Temperature Gas oil draw off temperature diatur untuk dapat menghasilkan yield produk gas oil (LVGO-HVGO untuk VDU fuel type atau Lube Cut-1, Lube Cut-2, Lube Cut-3 untuk VDU lubes type). Untuk VDU fuel type dapat diatur dengan memaksimalkan produk LVGO atau dengan memaksimalkan produk HVGO. Jika spesifikasi produk LVGO sudah dapat memenuhi spesifikasi produk diesel, maka lebih baik unit VDU dioperasikan dengan memaksimalkan produk LVGO dan meminimalkan produk HVGO. Namun jika spesifikasi produk LVGO tidak dapat memenuhi spesifikasi produk diesel dan hanya digunakan sebagai salah satu komponen blending diesel, maka lebih baik unit VDU dioperasikan dengan memaksimalkan HVGO, karena HVGO dapat diolah di unit Hydrocracker yang akan meng-crack HVGO menjadi produk-produk yang bernilai lebih tinggi, yaitu, LPG, Naphtha, Kerosene, dan Diesel.

Page 19: 55709520 Buku Pintar Migas

BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA

VI. Troubleshooting

Tabel II. Contoh Permasalahan, Penyebab, dan Troubleshooting Vacuum Distillation Unit Permasalahan Penyebab Troubleshooting

Pour Point LVGO tinggi. • Adanya fraksi HVGO yang terikut sebagai produk LVGO.

• Naikkan jumlah reflux LVGO, dan/atau • Turunkan temperature reflux LVGO.

Yield produk gas oil rendah/yield produk

vacuum bottom tinggi

• Terbentuk coking pada packing tray sehingga proses kontak uap-cair dalam kolom VDU terganggu.

• Kevakuman kolom VDU kurang (tekanan top kolom VDU naik).

• Temperature flash zone rendah. • Temperature draw off gas oil rendah.

• Naikkan temperature flash zone. • Naikkan kevakuman kolom VDU (turunkan

tekanan top kolom VDU dengan mengatur operasi steam ejector).

• Naikkan temperature draw off gas oil.

Leaking pada downstream top kolom

VDU (biasanya di daerah condenser).

• Kondensasi gas yang mengandung senyawa korosif.

• Kebocoran pada sisi pendingin yang medianya biasanya adalah air laut.

• Jika masih mungkin mem-bypass condenser, maka dilakukan bypass condenser dan kemudian dilakukan perbaikan condenser. Biasanya disain VDU masih tersedia spare untuk condenser, sehingga dapat dilakukan change over condenser untuk kemudian condenser yang bermasalah dilakukan perbaikan.

• Jika tidak mungkin mem-bypass condenser atau tidak ada spare condenser, maka unit harus stop untuk dilakukan perbaikan.

Loss suction pompa bottom VDU. Level indicator bottom VDU bermasalah.

• Perbaiki level indicator bottom VDU. • Jika perbaikan level indicator bottom VDU

memakan waktu lama atau sudah tidak dapat diperbaiki, maka gunakan acuan temperature pada bottom kolom VDU (biasanya bottom kolom VDU didisain memiliki 3 level indicator).

Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 7 dari 8 Kontributor : Adhi Budhiarto

Page 20: 55709520 Buku Pintar Migas

BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA

VII. Istilah-istilah

• COT Combined Outlet Temperatur, yaitu

temperature gabungan pada outlet dari tiap flow pass fired heater.

• Flash zone temperature Temperatur inlet kolom (VDU/CDU/fraksinasi). • Reflux Aliran produk kolom fraksinasi yang dikembalikan ke kolom fraksinasi untuk mengatur spesifikasi dan jumlah produk yang dihasilkan oleh kolom fraksinasi. • Temperature draw off Temperature tarikan produk dari kolom (VDU/CDU/fraksinasi).

• UCO Unconverted oil, yaitu minyak yang tidak konversi (biasanya sebutan UCO ini adalah untuk bottom kolom fraksinasi unit Hydrocracker).

VIII. Daftar Pustaka

1. Operating Manual High Vacuum Unit PERTAMINA Unit Pengolahan II

Dumai. 2. Operation Manual for Unit 110 Vacuum Distillate Unit, Pakistan-Arabian

Refinery Limited, Mid-Country Refinery Project (PARCO), Mahmood Kot, Pakistan.

3. 2006 UOP Engineering Design Seminar, Des Plaines, USA.

Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 8 dari 8 Kontributor : Adhi Budhiarto

Page 21: 55709520 Buku Pintar Migas

BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA

BAB IV

Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 1 dari 21 Kontributor : Adhi Budhiarto

lor unstability produk diesel.

II. Teori Hydrotreating

Reaksi hydrotreating dikelompokkan menjadi :

1. Saturasi olefin (penjenuhan hidrokarbon). 2. Desulfurisasi (penghilangan sulfur) atau sering disebut HDS

(hydrodesulfurization). 3. Denitrifikasi (penghilangan nitrogen) atau sering disebut

(hydrodenitrification). 4. Deoksigenasi (penghilangan oksigen). 5. Demetalisasi (penghilangan logam) atau sering disebut HDM

(hydrodemetalization). Tujuan proses hydrotreating/hydroprocessing adalah :

1. Memperbaiki kualitas produk akhir (seperti diesel) 2. Pretreating stream (persiapan umpan proses lanjutan) untuk mencegah

keracunan katalis di downstream process : • Catalytic Reforming (Platforming) • Fluid Catalystic Cracking (FCC) • Hydrocracking

3. Memenuhi standar lingkungan (untuk diesel sebelum dikirim ke tangki penyimpanan produk)

Perbandingan laju reaksi relatif masing-masing reaksi hydrotreating :

• Desulfurisasi : 100 • Saturasi Olefin : 80 • Denitrifikasi : 20

Panas reaksi dalam kilojoule per kg umpan per meter kubik hidrogen yang dikonsumsi untuk masing-masing reaksi :

• Desulfurisasi : 8.1 • Saturasi Olefin : 40.6

HYDROTREATING PROCESS

I. Pendahuluan

Hydrotreating atau disebut juga hydroprocessing adalah proses hidrogenasi katalitik untuk menjenuhkan hidrokarbon dan menghilangkan sulfur, nitrogen, oksigen, dan logam dari aliran proses. Hydrotreating biasa dilakukan untukumpan naptha sebelum dialirkan ke unit platforming, karena katalis platforming (platina) sangat sensitif terhadap impurities seperti sulfur, nitrogen,oksigen, dan logam. Hydrotreating biasa juga dilakukan untuk umpan diesel untuk perbaikan kualitas diesel terutama untuk mengurangi kandungan sulfurdalam diesel (spesifikasi produk diesel dari tahun ke tahun semakin ketat terutama dalam hal kandungan sulfur maksimum) dan juga untuk mengurangi kandungan nitrogen dalam diesel yang dapat menyebabkan terjadinya co

HDN

Page 22: 55709520 Buku Pintar Migas

BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA

Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 2 dari 21 Kontributor : Adhi Budhiarto

• Denitrifikas Pemilihan tipe katalis bergayang diinginkan.

• Tipe CoMo : cocok u• Tipe NiMo : cocok u• Tipe NiW : cocok u

II.1. Reaksi yang Terjadi di Un II.1.1. Reaksi Hydrode

Reaksi hydrodesulfurization (HDS) yang usebagai berikut : Merkaptan

C – C – C – C – SH + – C – C

Sulfida

C – C – S – C – C + 2 H2 → 2 C – C + H2S

Disulfida

C – C – S – S – C – C + 3 H2 → 2 C – C + 2 H2S

Sulfida siklik C – C – C – C + H2S

C C

+ H2 C

C C

S C – C – C + H2S

Thiophene C – C – C – C + H2S

C C

+ 4 H2 C

C C

S C – C – C + H2S H2S hasil reaksi akan bereaksi dengan sejumlah kecil olefin untuk membentuk mercaptan. C – C – C – C = C – C + H2S → C – C – C – C – C – C

S

i : 0 8 .

ntung pada aplikasi dan aktivitas / selektivitas

ntuk HDS ntuk HDN, penjenuhan olefin ntuk Hydrocracking, penjenuhan olefin

it Hydrotreating

sulfurization

mum terjadi di hydrocracker adalah

H2 → C – C + H2S

Page 23: 55709520 Buku Pintar Migas

BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA

Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 3 dari 21 Kontributor : Adhi Budhiarto

Umumnya reactor inlet temperature 315-340 oC akan memberikan kecepatan reaksi hydorgenasi yang cukup dan tidak akan menyebabkan rekombinasi olefin dan hydrogen sulfide (namun tergantung komposisi feed, tekanan operasi, dan LHSV). Untuk unit naphtha hydrotreater, karena heavy naphtha produk naphtha hydrotreater aka ka batasan maksimum kandungan sulfur dalam produk heavy naphtha adalah 0,5 ppm, agar tidak meracuni kimpurities. Sedangkan sdn

r

II.1.2.

endapan ammonium chloride di sirkuit recycle gas atau di system overhead stabilizer. Penghilangan nitrogen di unit naphtha hydrotreater terutama sangat penting jika naphtha hydrotreater mengolah cracked feed.

Sedangkan untuk unit distillate/diesel hydrotreater, walaupun tidak ada

batasan maksimum nitrogen dalam produk diesel, namun kandungan nitrogen dalam produk diesel akan mempengaruhi color stability. Semakin rendah kandungan nitrogen, maka semakin tinggi color stability-nya.

Reaksi penghilangan nitrogen yang umum terjadi adalah sebagai berikut :

Pyridine

C C – C – C – C – C + NH3 C C + 5 H2 C C C N C – C – C – C + NH3

n digunakan sebagai umpan unit platforming ma

atalis platforming yang sangat sensitive terhadap untuk unit distillate/diesel hydrotreater, kandungan pat dijaga sesuai keinginan kita (spesifikasi produk masih 500 ppm sulfur, sedangkan spesifikasi diesel di a yang mencapai maksimum 30 ppm atau bahkan

ulfur outlet reactor daiesel Indonesia saat iniegara maju sudah ad

maksimum 10 ppm sulfur). Untuk mengatur kandungan sulfur dalam produkdapat dilakukan denganeactor akan mengurang

Reaksi Hydrodenitrification

Biasanya kandungan nitrogen dalam umpan lebih sedikit daripada kandungansulfur dalam umpan. Namun, reaksi penghilangan nitrogen jauh lebih sulitdaripada reaksi penghilangan sulfur, yaitu kurang lebih 5 kali lebih sulit.

Untuk unit naphtha hydrotreater, karena heavy naphtha produk naphtha hydrotreater akan digunakan sebagai umpan unit platforming maka batasan maksimum kandungan sulfur dalam produk heavy naphtha adalah 0,5 ppm,agar tidak meracuni katalis platforming yang sangat sensitive terhadapimpurities. Nitrogen yang masuk ke unit platforming akan menyebabkan

mengatur temperature reactor (naiknya temperatur i kandungan sulfur dalam produk).

Page 24: 55709520 Buku Pintar Migas

BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA

Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 4 dari 21 Kontributor : Adhi Budhiarto

Quinoline

II.1.3. Reaksi Penghilangan Oksigen

Reaksi penghilangan oksigen yang umum terjadi adalah sebagai berikut :

II.1.4.

C C C C C – C + 4 H2 + NH3 C C

C C C C – OH C C

C C C – C – C

Pyrrole

Methyl Amine

C N C

C – C – C – C + NH3 C C + 4 H2 C C C N C – C – C + NH3 H

H – C – N + 4 H2 CH4 + NH3 H H

C C C

Reaksi Penjenuhan Olefin

Reaksi penjenuhan olefin yang umum terjadi adalah sebagai berikut :

Olefin linier

C – C = C – C – C – C + H2 → C – C – C – C – C – C (dan isomer)

+ H2 + H2O C C C C C C Phenol

Page 25: 55709520 Buku Pintar Migas

BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA

enyawa Halida

idekomposisi di unit Naphtha Hydrotreater menjadi emudian diserap oleh wash water yang diijeksikan di bil sebagai stripper gas. Dekomposisi org

C C C 2 C C C

Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 5 dari 21 Kontributor : Adhi Budhiarto

Olefin siklik

II.1.5. Reaksi Penghilangan S

Halida organic dapat dhydrogen halide yang koutlet reaktor atau diam anic halide jauh lebih sulit daripada desulfurization. Biasanya maximum organic halide removal sekitar 90%, teuntuk penghilangan sul isa periodic terhadap kandungan chloride dalam hydrotreated naphtha harus dilakukan, karen g digunakan untuk mengatur jumlah injeksi chloride di Platformer (chloride di Platformer dibutuhkan untuk menja Reaksi penghilangan sberikut : C-C-C-C-C-C-Cl HCl + C-C-C-C-C-C

II.1.6. Reaksi Penghilangan Senyawa Logam

Sebagian besar impurities metal terjadi pada level part per billion (ppb) di dalam naphtha. Biasanya katalis naphtha hydrotreater atau distillate hydrotreater mampu menghilangkan senyawa metal ini pada konsentrasi yang cukup tinggi, yaitu hingga 5 ppmwt atau lebih, dengan basis intermittent pada kondisi normal operasi. Impurities metal ini tetap berada di dalam katalis hydrotreater dan dianggap sebagai racun katalis permanent karena meracuni katalis secara permanen, tidak dapat dihilangkan dengan cara regenerasi katalis. Beberapa logam yang sering terdeteksi dalam spent catalyst hydrotreater adalah arsenic, iron, calcium, magnesium, phosphorous, lead (timbal), silicon, copper, dan sodium. Iron biasanya ditemukan terkonsentrasi pada bagian atas catalyst bed sebagai iron sulfide. Sedangkan arsenic walaupun jarang ditemukan lebih dari 1 ppbwt

C C C + 2 HC C C

C C C C – C – C - Cl C C– C – C + H2 → + HCl C C C C C C HCl + NH3 → NH4Cl

tapi dapat lebih kecil jika kondisi operasi hanya di-set fur dan nitrogen saja. Untuk alasan ini, maka anal

a tin kat kandungan chloride ini akan

ga suasana asam katalis Platformer).

enyawa halida yang umum terjadi adalah sebagai

+ H2

Page 26: 55709520 Buku Pintar Migas

BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA

Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 6 dari 21 Kontributor : Adhi Budhiarto

pada straight run naphtha, namun sangat penting diperhatikan karena merupakan potensi racun katalis platformer (yang berupa logam platina). Lead yang terk n rasal dari kontaminasi fasilitas tangki oleh legasoline di crude distillaberasal dari adanyaterkontaminasi oleh ball

Penghilangan metal daloading sekitar 2-3% berat total kata katalis akan m a etimbang, sehingga memungkinkan terjadinya metal breakthrough (metal dalam umpan tidakdapat lagi dihilangkapenghilangan metal terja

andu g dalam spent catalyst hydrotreater beaded gasoline atau dari reprocessing leaded

tion unit. Sodium, calcium, dan magnesium biasanya kontak umpan dengan salt water (misalnya ast water) atau additives.

pat dilakukan di atas temperatur 315 oC hingga metal lis. Dengan metal loading diatas 3%,

endek ti tingkat penjenuhan yang s

n dan terikut ke downstream process). Reaksi di dengan mekanisme sebagai berikut :

Gambar 1. Mekanisme Penghilangan Metal pada Permukaan Katalis

II.2. Catalyst Sulfiding

Penjelasan detil mengenai sulfiding dapat merujuk bab Hydrocracking.

II.3. Catalyst Loading

Loading katalis hydrotreater biasanya cukup dilakukan dengan menggunakan metode sock loading, yaitu dengan cara mencurahkan katalis melalui sock yang dipasang menjulur dari permanent hopper ke dasar reaktor atau permukaan katalis (jarak ujung sock ke permukaan katalis tidak boleh melebihi 60 cm untuk menghindari pecahnya katalis). Sedangkan metode dense loading (yaitu dengan menggunakan dense loading machine) jarang dilakukan karena jumlah katalis yang di-loading sedikit dan fenomena channeling tidak merupakan sesuatu yang sangat critical yang dapat sangat mengganggu operasi reaktor. Reaktor hydrotreating dapat terdiri dari satu reaktor (dengan 2 bed catalyst) atau dapat juga terdiri dari dua unit reaktor.

Page 27: 55709520 Buku Pintar Migas

BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA

Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 7 dari 21 Kontributor : Adhi Budhiarto

Reactor Inlet

Gas-Liquid Distributor

Inert catalyst

Graded Catalyst/Hydrotreating Catalyst

Silica Guard/Hydrot reating Catalyst

Hydrotreating Catalyst

Hydrotreating Catalyst

Catalyst Support Material/Alumina Ball 1/8”

Catalyst Support Material/ Alumina Ball ¼”

Catalyst Support Material/Alumina Ball 3/4”

Catalyst Support Material/Alumina Ball 1/8”

Catalyst Support Material/ Alumina Ball ¼”

Unloading spout

Reactor Effluent/Outlet

Quenching Distributor

Unloading spout

Catalyst Support Material/Alumina Ball 3/4”

Manway

Space

Outlet Collector (Basket system)

UGambar 2. Reaktor Hydrotreater yang Terdiri dari 1 Reaktor (2 catalyst bed)

Page 28: 55709520 Buku Pintar Migas

BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA

Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 8 dari 21 Kontributor : Adhi Budhiarto

Gas-liquid distriataupun yang removable seperti pada gambar di atas. Inert catalyst berfungsi sebagai high voidage support material untuk menahan kotoran-kotoran yang mungkin terikut bersama feed. Graded catalyst biasanya merupakan katalis yang selain fungsi utamanya sebagai particulate trap juga berfungsi sebagai demetalization catalyst dan hydrotreating catalyst (NiMo, CoMo, atau Mo). Bentuk terbaik untuk graded catalyst adalah ring karena mempunya void fraction yang tinggi. Untuk naphtha hydrotreater yang memiliki 2 reaktor, maka reaktor 1 biasanya berisi silica trap, untuk menangkap silica yang mungkin terikut dengan feed. Silica trap mandatory untuk naphtha hydrotreater yang mengolah cracked naphtha, karena cracked naphtha biasanya berasal dari unit thermal cracking yang menggunakan silicon based antifoam untuk mencegah terjadinya foaming pada coke chamber. Reaktor yang ada pada Distillate/Diesel hydrotreater juga seperti pada naphtha hydrotreater.

butor pada bed 1 dapat berupa distributor yang permanent

Gambar 3. Quenching Distributor (Tampak Atas) Gambar 4. Gas-Liquid Distributor

II.4. Catalyst Unloading Sebelum dilaksanakan unloading katalis, agar pelaksanaan unloading dapat dilaksanakan dengan lancar, maka saat shutdown dilakukan proses sweeping terlebih dahulu. Sweeping adalah mengalirkan recycle gas semaksimal mungkin ke dalam reactor untuk mengusir minyak yang masih tertinggal di dalam reactor setelah cut out feed. Waktu pelaksanaan sweeping disesuaikan dengan perkiraan kondisi katalis. Biasanya sweeping selama 2 s/d 4 jam sudah cukup membuat katalis di dalam reactor kering sehingga pelaksanaan unloading dapat dilakukan dengan lancar.

Page 29: 55709520 Buku Pintar Migas

BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA

Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 9 dari 21 Kontributor : Adhi Budhiarto

Catalyst unloading dilakukan dengan memasang canvas sock pada unloading spout yang menjulur masuk ke dalam drum penampung spent catalyst. Setelah siap, maka sliding gate pada unloading spout dapat dibuka untuk mengeluarkan katalis dari dalam reactor.

II.5. Catalyst Skimming

Catalyst skimming adalah mengambil sejumlah katalis bagian atas yang banyak mengandung impurities/coke. Proses catalyst skimming biasanya dilakukan untuk katalis yang performance-nya masih bagus tetapi menghadapi masalah pressure drop yang tinggi. Pelaksanaan catalyst skimming harus dilakukan secara inert dengan menggunakan nitrogen untuk mencegah terjadinya flash akibat adanya senyawa pirit akibat katalis berkontak dengan udara. Pengambilan katalis dilakukan oleh pekerja yang masuk ke dalam reactor menggunakan breathing apparatus. Pelaksanaan catalyst skimming harus dilakukan dengan sangat hati-hati untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, seperti kenaikan temperature bed reactor akibat kurangnya supply nitrogen, atau terputusnya supply oksigen ke breathing apparatus yang akan mengakibatkan pekerja tidak sadarkan diri. Berdasarkan pengalaman, katalis yang di-skimming biasanya seluruh inert catalyst, seluruh graded catalyst, dan 50 cm layer hydrocracking catalyst (tergantung banyaknya kotoran yang ada pada permukaan katalis).

II.6. Kinerja Katalis

Kinerja katalis dapat diketahui atau diukur dengan beberapa parameter sebagai berikut :

• Analisa laboratorium kandungan sulfur, nitrogen, dan olefin (bromine number) pada produk. Jika kandungan sulfur, nitrogen, dan olefin naik pada temperature inlet reactor dan kapasitas serta komposisi feed yang sama, maka berarti kinerja katalis sudah mulai menurun dan untuk menjaga kandungan sulfur, nitrogen, dan olefin yang sama maka temperature inlet reactor harus dinaikkan.

• ∆T reaktor, yaitu selisih antara temperature bed reaktor tertinggi dengan temperature inlet reaktor. Jika ∆T reaktor menurun pada kapasitas dan komposisi feed yang sama, maka berarti kinerja katalis sudah mulai menurun.

• ∆P (pressure drop) reaktor, yaitu penurunan tekanan reaktor akibat adanya impurities yang mengendap pada katalis. Biasanya terjadi kalo feed mengandung cracked feed dalam jumlah yang besar atau feed berasal dari tangki penyimpanan yang tidak dilengkapi dengan gas/nitrogen blanketting sehingga feed akan bereaksi dengan oksigen yang akan membentuk gums pada permukaan katalis.

II.7. Deaktivasi Katalis

Deaktivasi katalis atau penurunan aktivitas katalis dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu :

Page 30: 55709520 Buku Pintar Migas

BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA

Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 10 dari 21 Kontributor : Adhi Budhiarto

• Akumulasi senyawa ammonia pada katalis Reaksi hydrotreating akan mengubah senyawa nitrogen organic yang ada dalam umpan menjadi ammonia. Jika kandungan ammonia dalam recycle gas tinggi, maka ammonia akan berebut tempat dengan umpan untuk mengisi active site katalis. Jika active site katalis tertutup oleh ammonia maka aktivitas katalis akan langsung menurun. Untuk menghindari terjadinya akumulasi ammonia pada permukaan katalis, diinjeksikan wash water pada effluent reactor, sehingga ammonia akan larut dalam air dan tidak menjadi impurities bagi recycle gas. Ammonia bersifat racun sementara bagi katalis. Jika injeksi wash water dihentikan atau kurang maka akan terjadi akumulasi ammonia pada permukaan katalis, namun setelah injeksi wash water dijalankan kembali maka akumulasi ammonia pada permukaan katalis akan langsung hilang.

• Coke Coke dapat terjadi karena beberapa hal sebagai berikut :

Temperature reaksi yang tidak sesuai (temperatur terlalu tinggi atau umpan minyak terlalu ringan).

Hydrogen partial pressure yang rendah (tekanan reaktor atau hydrogen purity recycle gas yang rendah).

Jumlah recycle gas yang kurang (jumlah H2/HC yang kurang/lebih rendah daripada disain).

Pembentukan coke dapat dihambat dengan cara menaikkan hydrogen partial pressure (tekanan reaktor atau hydrogen purity pada recycle gas), atau penggunaan carbon bed absorber untuk menyerap HPNA.

• Keracunan logam Pada proses penghilangan logam dari umpan, senyawa logam organic terdekomposisi dan menempel pada permukaan katalis. Jenis logam yang biasanya menjadi racun katalis hydrocracker adalah nikel, vanadium, ferro, natrium, kalsium, magnesium, silica, arsenic, timbal, dan phospor. Keracunan katalis oleh logam bersifat permanent dan tidak dapat hilang dengan cara regenerasi. Keracunan logam dapat dicegah dengan membatasi kandungan logam dalam umpan. Best practice batasan maksimum kandungan logam yang terkandung dalam umpan hydrotreater adalah 1,5 ppmwt untuk nikel dan vanadium, 2 ppmwt untuk ferro dan logam lain, serta 0,5 ppmwt untuk natrium.

• Severity operasi Severity operasi yang melebihi disain akan menyebabkan laju pembentukan coke meningkat, sehingga akan meningkatkan laju deaktivasi katalis.

Page 31: 55709520 Buku Pintar Migas

BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA

Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 11 dari 21 Kontributor : Adhi Budhiarto

II.8. Regenerasi Katalis Seiring dengan berjalannya waktu, maka katalis akan mengalami deaktivasi karena alasan-alasan seperti yang telah disebutkan di atas. Untuk mengembalikan keaktifan katalis, maka dapat dilakukan regenerasi katalis. Regenerasi katalis yaitu proses penghilangan karbon, nitrogen, dan sulfur dari permukaan katalis dengan cara pembakaran. Regenerasi katalis dapat dilakukan secara in-situ (dilakukan di dalam hydrotreating plant) atau secara ex-situ (dilakukan diluar hydrotreating plant oleh vendor regenerasi katalis). Namun, sudah sejak lama regenerasi katalis untuk katalis-katalis hydrotreater tidak dilakukan karena tidak menguntungkan.

III. Feed dan Produk Hydrotreating Unit hydrotreating dapat berupa naphtha hydrotreater atau distillate/diesel hydrotreater. Umpan naphtha hydrotreater adalah naphtha yang dapat berupa straight run naphtha, naphtha dari tangki penyimpan, ataupun cracked naphtha. Jika umpan naphtha berasal dari tangki maka harus diyakinkan bahwa tangki dilengkapi dengan gas atau nitrogen blanketing. Jika tangki tidak dilengkapi dengan gas atau nitrogen blanketing, maka naphtha kemungkinan akan bereaksi dengan oksigen (yang berasal dari udara; biasanya tangki naphtha adalah floating roof yang sangat mungkin terdapat kebocoran seal sehingga dapat menyebabkan udara luar masuk ke dalam tangki) yang kemudian akan menyebabkan terbentuknya gums. Gums ini biasanya terbentuk pada preheater atau bahkan pada permukaan katalis. Sedangkan umpan distillate/diesel hydrotreater adalah straight run diesel atau cracked diesel. Jika mengolah cracked diesel, maka perlu diketahui batasan maksimumnya karena cracked diesel membawa cracked material/olefin yang akan mempengaruhi operasi hydrotreater. Selain itu cracked diesel sangat mungkin mengandung nitrogen yang tinggi. Kandungan nitrogen yang tinggi akan mempengaruhi tingkat color stability produk diesel. Produk unit hydrotreating dapat berupa hydrotreated heavy naphtha atau hydrotreated diesel. Hydrotreated heavy naphtha merupakan intermediate product yang kemudian merupakan umpan unit platforming. Hydrotreated heavy naphtha harus mempunyai kandungan sulfur dan nitrogen maksimum 0,5 ppmwt dan kandungan logam maksimum 2 ppmwt. Sedangkan hydrotreated diesel merupakan produk jadi siap dipasarkan dengan kandungan sulfur antara 10 ppmwt, 30 ppmwt, atau 500 ppmwt.

IV. Aliran Proses Hydrotreating

Page 32: 55709520 Buku Pintar Migas

BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA

Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 12 dari 21 Kontributor : Adhi Budhiarto

Dengan semakin meningkatnya kebutuhan akan kualitas produk terutama akibat semakin ketatnya peraturan lingkungan, maka penggunaan hydrotreater untuk meningkatkan kualitas produk semakin banyak. Dalam konfigurasi kilang, penggunaan hydrotreater sangat umum untuk stream-stream seperti pada gambar dibawah ini :

UGambar 5U. UHydrotreater pada Operasi Kilang

UGambar 6U. USimplified Process Flow Diagram Naphtha Hydrotreating

CRUDE OIL

CRUDEDESALTER

ATMOSPHERICCRUDEDISTILLATION

GAS

GAS DARI UNIT-UNIT LAIN

GASPLANT

LPGPOLIMERISASI

OLEFINS

C4

ALKILASI

LIGHT NAPHTHA

HEAVY NAPHTHA

KEROSENE

ATM GAS OIL

HYDROTREATER

HYDROTREATER

HYDROTREATER

HYDROTREATER

HYDROTREATER/HYDROCRACKER

HYDROTREATER

HYDROTREATER

DEASPHALTING

VACUUMCRUDEDISTILLATION

VACUUMGAS OIL

COKER

DAOFCC

REFORMER AROMATICSEXTRACTION

GASOLINE

AROMATICS

KEROSENE

FUEL OILS

ASPHALT

COKE

H2

Page 33: 55709520 Buku Pintar Migas

BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA

Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 13 dari 21 Kontributor : Adhi Budhiarto

UGambar 7U. USimplified Process Flow Diagram Distillate/Kerosene Hydrotreating

UTabel IU. UTypical Kondisi Operasi Proses Hydrotreating Berdasarkan Feed V. Variabel Proses Hydrotreating

V.1. Reactor Pressure/Hydrogen Partial Pressure

Secara umum desulfurization dan denitrification meningkat dengan meningkatnya reactor pressure (atau tepatnya hydrogen partial pressure). Namun biasanya reactor pressure bukan suatu varuabel operasi yang dapat “dimainkan”. Pada operasi normal, tekanan reactor di-set semaksimal mungkin seperti disain. Namun ada sering terjadi kendala seperti

P roses T em pera tu r T ekana n P a rs ia l LH S V K o nsum si H yd ro tre a ting (oC ) H id rogen H id rogen

(a tm ) (N m 3 m -3)

N aph tha 320 10 -20 3 -8 2 -10K erosen e 330 20 -30 2 -5 5 -15A tm . G O 340 25 -40 1 .5 -4 20 -40V G O 360 50 -90 1 -2 50 -80A R D S 370-410 80 -130 0 .2 -0 .5 100 -175V G O H C R 380-410 90 -140 1 -2 150 -300R esidue H C R 400-440 100 -150 0 .2 -0 .5 150 -300

Page 34: 55709520 Buku Pintar Migas

BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA

Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 14 dari 21 Kontributor : Adhi Budhiarto

ketidakmampuan compressor untuk mempertahankan tekanan reactor/system seperti disain, hal ini dapat dikompensasi dengan menaikkan purity recycle gas. Untuk straight run naphtha desulfurization, biasanya digunakan tekanan 20 s/d 35 kg/cm2g. Namun jika kandungan nitrogen dan/atau sulfur dalam feed tinggi, maka tekanan yang dibutuhkan lebih tinggi. Cracked naphtha biasanya mengandung nitrogen dan sulfur yang jauh lebih besar daripada straight run naphtha, sehingga membutuhkan tekanan yang lebih tinggi, yaitu hingga 55 kg/cm2g. Tekanan setinggi ini juga dibutuhkan untuk menghilangkan semua organic halides. Pemilihan tekanan operasi dipengaruhi oleh tingkat hydrogen to feed ratio disain, karena kedua parameter ini menentukan tekanan partial hydrogen dalam reactor. Hydrogen partial pressure dapat ditingkatkan dengan meningkatkan ratio gas to feed pada inlet reactor.

V.2. Reactor Temperature Berbeda dengan tekanan reactor yang tidak bisa “dimainkan”, temperature reactor dapat “dimainkan” tergantung kebutuhan kandungan sulfur dan nitrogen yang diinginkan pada produk keluar reactor (untuk naphtha hydrotreater biasanya maksimum sulfur dan nitrogen adalah 0,5 ppmwt). Reaksi desulfurisasi mulai terjadi pada temperature 230 oC dengan kecepatan reaksi yang meningkat dengan makin tingginya temperature. Namun di atas temperature 340 oC, pengaruh temperature terhadap reaksi penghilangan sulfur sangat kecil. Penghilangan senyawa chloride dengan konsentrasi rendah (<10 wtppm) akan terjadi pada temperature yang sama dengan penghilangan senyawa sulfur. Penjenuhan olefin juga seperti penghilangan senyawa chloride dan sulfur, semakin tinggi temperature maka reaksi penjenuhan olefin semakin cepat. Namun biasanya penjenuhan olefin membutuhkan temperature yang jauh lebih tinggi. Karena reaksi penjenuhan olefin sangat eksotermis maka kandungan olefin pada feed harus dimonitor dan jika mungkin dibatasi agar reactor peak temperature tetap dalam acceptable temperature range dan tidak terjadi temperature excursion/runaway.

Pada temperature yang sangat tinggi, kondisi keseimbangan membatasi tingkat penjenuhan olefin. Hal ini dapat menyebabkan residual olefin dalam produk menjadi lebih besar pada temperature yang lebih tinggi daripada pada temperature yang lebih rendah. Saat memproses naphtha dengan jumlah light end yang sangat besar dengan katalis baru, H2S dapat bereaksi dengan olefin tersebut untuk membentuk merkaptan. Namun, jika hydrotreater memiliki 2 unit reactor, maka temperature inlet reactor kedua akan cukup rendah (karena di-quenching dengan hydrogen) untuk menghilangkan residual olefin yang dapat bereaksi membentuk merkaptan.

Page 35: 55709520 Buku Pintar Migas

BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA

Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 15 dari 21 Kontributor : Adhi Budhiarto

Dekomposisi senyawa oksigen dan nitrogen memerlukan temperature yang lebih tinggi daripada desulfurization ataupun penjenuhan olefin. Unit hydrotreater dengan kandungan nitrogen dan oksigen yang sangat tinggi harus didisain dengan tekanan reactor yang tinggi dan LHSV yang rendah untuk menjamin konversi yang tinggi. Reaksi penghilangan logam memerlukan temperature minimum 315 oC. Oleh karena itu temperature minimum ini yang direkomendasikan, karena :

• Pada temperature dibawah 315 oC, kecepatan reaksi penghilangan contaminant sangat rendah.

• Temperatur harus dijaga cukup tinggi untuk menjamin agar combined feed (recycle gas plus naphtha) ke charge heater semuanya berbentuk uap.

Temperatur operasi reactor bervariasi tergantung jenis feed, yaitu antara 285 oC s/d 385 oC. Cracked feed akan memerlukan temperature yang lebih tinggi karena biasanya mengandung sulfur, nitrogen, dan olefin yang lebih tinggi. Reaktor delta T untuk reaksi hydrotreater biasanya antara 10 s/d 55 oC. Jika kandungan sulfur, nitrogen, dan olefin dalam produk keluar reactor meningkat, maka temperature reactor dapat dinaikkan sebagai kompensasi untuk mempertahankan tingkat kandungan sulfur, nitrogen, dan olefin dalam produk keluar reactor. Jika kenaikan temperature tidak dapat meningkatkan kualitas produk atau kenaikan temperature sudah tidak mungkin karena keterbatasan disain mechanical reactor (biasanya didisain hingga 400 oC), maka diperlukan catalyst regeneration atau penggantian katalis. Saat ini pelaksanaan catalyst regeneration sudah jarang dilakukan untuk katalis-katalis hydrotreater karena tidak ekonomis.

V.3. Kualitas Umpan Untuk normal operasi, perubahan temperature inlet reactor hydrotreater untuk mengkompensasi adanya perubahan kualitas feed biasanya tidak diperlukan. Namun, jika umpan diimpor dan memiliki kualitas yang jauh berbeda dari biasanya, maka kualitas naphtha produk akan sangat berubah, sehingga diperlukan pengaturan temperature inlet reactor. Perubahan kandungan olefin umpan juga akan mempengaruhi panas reaksi.

V.4. Hydrogen to Hydrocarbon Ratio

SCFB (BPD) FeedFresh

H iKonsentras x (SCFD) Gas RecycleLaju /HCH 22 =

Peningkatan laju alir recycle gas akan meningkatkan rasio H2/HC. Pengaruh perubahan H2/HC sama dengan pengaruh tekanan parsial hidrogen terhadap severity reaksi. Variabel yang dikendalikan untuk menjaga H2/HC adalah laju recycle gas, hydrogen purity dalam recycle gas, dan laju umpan. Batasan minimum hydrogen to hydrocarbon ratio (Nm3/m3 atau SCFB) tergantung pada konsumsi hydrogen, karakteristik umpan, dan kualitas produk yang diinginkan.

Page 36: 55709520 Buku Pintar Migas

BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA

Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 16 dari 21 Kontributor : Adhi Budhiarto

Untuk straight run naphtha dengan kandungan sulfur moderate, biasanya diperlukan hydrogen to hydrocarbon ratio sebesar 40-75 Nm3/m3 (250-400 SCFB). Cracked naphtha harus diproses pada hydrogen to hydrocarbon ratio yang lebih tinggi, yaitu hingga 500 Nm3/m3 (3000 SCFB). Ratio diatas 500 Nm3/m3 tidak lagi memberikan efek apapun terhadap kecepatan reaksi. Jika hydrogen to hydrocarbon ratio actual lebih rendah daripada disain maka selain kecepatan reaksi menjadi lebih rendah, kecenderungan terbentuknya coke juga akan semakin besar. Untuk reaksi desulfurization, recycle gas dengan kandungan H2S hingga 10% dan dengan kandungan CO dan nitrogen yang besar tidak membahayakan katalis. Namun untuk penghilangan nitrogen dan penghilangan seluruh sulfur diperlukan kemurnian hydrogen dalam recycle gas yang tinggi (minimum 70%), dan CO merupakan racun katalis sementara.

V.5. Space Velocity Jumlah katalis yang dibutuhkan untuk tiap satuan umpan akan tergantung pada feed properties, kondisi operasi, dan kualitas produk yang diperlukan. Liquid Hourly Space Velocity (LHSV) didefinisikan sebagai (feed, m3/jam)/(volume katalis, m3), sehingga satuan LHSV adalah 1/jam. Kenaikan feed rate dengan volume katalis yang tetap akan menaikkan nilai LHSV. Untuk memperoleh tingkat konversi reaksi yang sama, maka sebagai kompensasinya maka temperature reaksi (temperature inlet reactor) harus dinaikkan. Namun kenaikan temperature catalyst akan menyebabkan peningkatan kecepatan pembentukan coke pada permukaan katalis sehingga akan mengurangi umur katalis.

Jika LHSV berubah, maka inlet temperature reactor naphtha hydrotreater dapat diatur dengan persamaan sebagai berikut :

LHSV1 T2 = T1 – 45 ln ---------- (untuk T dalam oF) LHSV2

LHSV1 T2 = T1 – 25 ln ---------- (untuk T dalam oC) LHSV2 Dimana : T1 = temperature inlet reactor yang diperlukan pada LHSV1 T2 = temperature inlet reactor yang diperlukan pada LHSV2

Persamaan diatas dengan asumsi LHSV 4 s/d 12 dan temperature reaktor antara 285 s/d 385 oC.

V.6. Injeksi wash water

Injeksi wash water pada unit hydrotreater diperlukan untuk : • Menghilangkan ammonia dalam recycle gas

Adanya ammonia dalam recycle gas walaupun dalam jumlah sangat kecil (biasanya sekitar 200-400 ppm tergantung dari jenis umpannya) akan

Page 37: 55709520 Buku Pintar Migas

BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA

Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 17 dari 21 Kontributor : Adhi Budhiarto

sangat mengganggu aktivitas katalis karena ammonia akan mengisi active site katalis.

NH3 + H2O NH4OH • Mencegah terjadinya fouling akibat pembentukan garam ammonia

(terutama pada fin fan cooler effluent reactor, upstream high pressure separator karena pada temperature rendah senyawa garam mudah mengendap). NH3 + H2S NH4HS Pembentukan NH4HS adalah akibat dari reaksi senyawa ammonia anorganik (NH3) dengan senyawa sulfur anorganik (H2S). Fungsi wash water adalah melarutkan NH4HS agar tidak mengendap pada bagian dalam fin fan cooler yang akan menyebabkan plugging.

Best practice jumlah injeksi wash water yang direkomendasikan biasanya antara 3 s/d 8% volume on feed hydrotreater. Atau untuk implementasi yang lebih akurat adalah dengan melihat kandungan NH4HS yang terlarut dalam sour water di high pressure separator. Kandungan NH4HS dalam sour water diusahakan sekitar 8%wt (di bawah 8%wt pelarutan oleh wash water dianggap kurang efektif sehingga injeksi wash water harus ditambah dan di atas 8%wt akan menyebabkan sour water yang dialirkan ke unit sour water stripper menjadi korosif sehingga injeksi wash water harus dikurangi. Injeksi wash water biasanya dilakukan pada inlet fin fan cooler upstream high pressure separator. Temperature wash water tidak boleh terlalu tinggi. Best practice-nya, temperature wash water harus cukup rendah sehingga minimal 20% dari injeksi wash water masih tetap berbentuk cair pada outlet fin fan cooler (inlet high pressure separator).

V.7. Umur, Proteksi, dan Racun Katalis

Variabel proses yang ada di hydrotreater mempengaruhi umur katalis terutama terhadap efek kecepatan pembentukan carbon pada permukaan katalis. Pada saat awal startup, kecepatan pembentukan carbon pada permukaan katalis cukup tinggi. Namun kecepatan pembentukan carbon pada permukaan katalis akan turun saat normal operasi. Pengendalian reaksi pembentukan carbon pada permukaan katalis dilakukan dengan menjaga hydrogen to hydrocarbon ratio di atas disain dan dengan menjaga temperatur reaktor pada tingkat yang sesuai.

Penyebab utama deaktivasi katalis adalah sebagai berikut : 1. Akumulasi coke pada active site katalis. Pada operasi normal, tingkat

carbon hingga 5 %wt masih dapat ditoleransi tanpa mengurangi kecepatan

Page 38: 55709520 Buku Pintar Migas

BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA

Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 18 dari 21 Kontributor : Adhi Budhiarto

reaksi desulfurisasi, namun kemampuan penghilangan nitrogen akan berkurang.

2. Kombinasi kimiawi dari contaminant yang berasal dari feed dengan komponen katalis.

Penurunan aktivitas katalis permanent yang membutuhkan penggantian katalis biasanya disebabkan oleh akumulasi inorganic species (terutama logam) yang diambil dari feed, makeup hydrogen, atau effluent wash water. Contoh dari contaminant ini adalah arsenic, lead (timbale), calcium, sodium, silicon, dan phosphorous. Konsentrasi yang sangat rendah dari contamininat ini, ppm atau ppb (seperti dijelaskan pada point II.1.6.) akan menyebabkan deaktivasi katalis..

Jika katalis deaktivasi terjadi akibat akumulasi endapan pada bagian atas bed catalyst, maka untuk men-troubleshoot-nya cukup dengan melakukan catalyst skimming (seperti dijelaskan pada point II.5). Dissolved oxygen, meskipun bukan merupakan racun katalis, seharusnya dihilangkan dari feed, karena jika oxygen terlarut dalam umpan, terutama dengan kehadiran olefin, akan terjadi fouling pada peralatan, terutama pada feed-effluent heat exchanger atau bahkan pada permukaan katalis bagian atas reactor. Dissolved oxygen dalam feed sangat mungkin terjadi terutama jika feed tidak diambil langsung dari unit (bukan straight run naphtha) melainkan diambil dari tangki penyimpan yang tidak mempunyai gas/nitrogen blanketing.

Page 39: 55709520 Buku Pintar Migas

VI. Troubleshooting Permasalahan yang sering terjadi di unit hydrotreating tidak sebanyak permasalahan yang terjadi pada unit hydrocracker. Beberapa contoh permasalahan, penyebab, dan troubleshooting yang terjadi di unit hydrotreating dapat dilihat dalam tabel VI berikut ini :

UTabel IUUI U. UContoh Permasalahan, Penyebab, dan Troubleshooting Unit Hydrotreater

Permasalahan Penyebab Troubleshooting Meningkatnya cracked

feed (yang berarti meningkatnya kandungan sulfur, nitrogen, dan olefin)

Mengolah umpan import yang spesifikasinya jauh berbeda dengan disain atau komposisi cracked feed

miningkat

Cek kualitas feed dan produk, jika kandungan sulfur, nitrogen, dan olefin pada produk tinggi, maka lakukan kompensasi dengan menaikkan temperatur

reaktor dan hydrogen partial pressure (jika mungkin).

Fouling pada feed/effluent heat exchanger atau bahkan pada reactor

Pembentukan gums akibat adanya dissolved oxygen yang mungkin

terikut pada feed akibat umpan ditarik dari tangki yang tidak mempunyai

gas/nitrogen blanketing.

Jika fouling sangat parah makan menyebabkan ketidakmampuan compressor menyediakan

hydrogen partial pressure (hydrogen to hydrocarbon ratio) sesuai disain. Untuk mengkompensasinya dapat dilakukan pengurangan feed untuk tetap menjaga hydrogen to hydrocarbon ratio di atas disain atau jika tidak mungkin maka unit harus shutdown untuk cleaning heat exchanger atau

catalyst skimming.

Peningkatan kandungan sulfur, nitrogen, dan olefin

pada produk yang melebihi batasan disain.

Peningkatan kandungan sulfur, nitrogen, dan olefin dalam feed (akibat mengolah lebih banyak

cracked feed) atau karena penurunan kinerja katalis akibat pembentukan

coke pada permukaan katalis

Lakukan kompensasi dengan menaikkan temperatur hingga kandungan sulfur, nitrogen, dan

olefin di bawah batasan yang seharusnya.

Wash water tidak cukup atau bahkan tidak ada

supply wash water Kerusakan pompa wash water

Jika berlangsung lebih dari 30 menit, maka unit harus shutdown karena dapat menyebabkan plugging pada fin fan cooler effluent reactor

sebelum high pressure separator (fungsi wash

Page 40: 55709520 Buku Pintar Migas

water adalah mencegah terjadinya endapan NH4HS yang mungkin terjadi akibat reaksi antara

H2S dan NH3.

Rendahnya tekanan reactor/system

Penurunan kinerja recycle gas compressor

Lakukan kompensasi dengan meningkatkan purity hydrogen dalam recycle gas agar hydrogen partial pressure (hydrogen partial pressure = H2 purity x tekanan reaktor/sistem) dapat tetap terjaga, jika

mungkin. Jika tidak mungkin, maka unit harus turun feed hingga batasan H2/HC dapat terpenuhi

(karena jika unit beroperasi pada H2/HC yang lebih rendah daripada disain maka akan menyebabkan peningkatan kecepatan pembentukan coke pada

permukaan katalis dan menurunkan aktivitas katalis).

Page 41: 55709520 Buku Pintar Migas

VII. Istilah-istilah • Catalyst bed adalah lapisan katalis yang terdapat pada reactor. • Color stability adalah kestabilan warna dari produk; color stability sangat

dipengaruhi oleh kandungan nitrogen yang ada dalam produk, semakin tinggi kandungan nitrogen maka semakin color stability semakin rendah (warna produk semakin cepat berubah).

• Cracked naphtha/diesel yaitu naphtha/diesel yang berasal dari unit thermal cracking; biasanya mengandung sulfur, nitrogen, dan olefin yang tinggi.

• Cracked feed didefinisikan sebagai umpan yang sebelumnya telah mengalami pengolahan di unit thermal cracking seperti delayed coking unit atau visbraker.

• Hydrogen partial pressure yaitu jumlah hydrogen yang terkandung dalam sistem atau didefinisikan sebagai hydrogen purity dikali tekanan reaktor/sistem.

• Metal loading yaitu kandungan metal yang ada dalam katalis. • Ppbwt yaitu part per billion (1 bagian per 1 miyar) berat. • Ppmwt yaitu part per million (1 bagian per 1 juta) berat. • SCFB = standard cubic feet per barrel. • Straight run naphtha/diesel yaitu naphtha/diesel yang berasal langsung

dari unit dan bukan dari tangki penyimpan. • Temperature runaway atau temperature excursion adalah kenaikan

temperature reaksi yang mendadak dengan peak temperature dan ∆T (peak – inlet) melebihi batasan disain.

• Unloading spout adalah pipa tempat mengeluarkan katalis saat pelaksanaan unloading katalis.

VIII. Daftar Pustaka

1. Operating Manual Naphtha Hydrotreater PERTAMINA Unit Pengolahan II

Dumai. 2. Operating Manual Distillate Hydrotreater PERTAMINA Unit Pengolahan II

Dumai. 3. Operation Manual for Unit 200 Naphtha Hydrotreating Process Unit,

Pakistan-Arabian Refinery Limited, Mid-Country Refinery Project (PARCO), Mahmood Kot, Pakistan.

4. UOP CCR-Platforming General Operating Manual. 5. UOP CCR-Platforming Workshop Presentation Material.

Page 42: 55709520 Buku Pintar Migas

BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA

Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 1 dari 14 Kontributor : Adhi Budhiarto

BAB V CATALYTIC REFORMING PROCESS/

PLATFORMING PROCESS I . Pendahuluan

Catalytic reforming (atau UOP menyebut Platforming) telah menjadi bagian penting bagi suatu kilang di seluruh dunia selama bertahun-tahun. Fungsi utama proses catalytic reforming adalah meng-upgrade naphtha yang memiliki octane number rendah menjadi komponen blending mogas (motor gasoline) dengan bantuan katalis melalui serangkaian reaksi kimia. Naphtha yang dijadikan umpan catalytic reforming harus di-treating terlebih dahulu di unit naphtha hydrotreater untuk menghilangkan impurities seperti sulfur, nitrogen, oksigen, halide, dan metal yang merupakan racun berbahaya bagi katalis catalytic reformer yang tersusun dari platina. Selain itu, catalytic reforming juga memproduksi by-product berupa hydrogen yang sangat bermanfaat bagi unit hydrotreater maupun hydrogen plant atau jika masih berlebih dapat juga digunakan sebagai fuel gas bahan bakar fired heater. Butane, by-product lainnya, sering digunakan untuk mengatur vapor pressure gasoline pool.

II. Teori Catalytic Reforming Feed naphtha ke unit catalytic reforming biasanya mengandung C6 s/d C11, paraffin, naphthene, dan aromatic. Tujuan proses catalytic reforming adalah memproduksi aromatic dari naphthene dan paraffin. Kemudihan reaksi catalytic reforming sangat ditentukan oleh kandungan paraffin, naphthene, dan aromatic yang terkadung dalam naphtha umpan. Aromatic hydrocarbon yang terkandung dalam naphtha tidak berubah oleh proses catalytic reforming. Sebagian besar napthene bereaksi sangat cepat dan efisien berubah menjadi senyawa aromatic (reaksi ini merupakan reaksi dasar catalytic reforming). Paraffin merupakan senyawa paling susah untuk diubah menjadi aromatic. Untuk aplikasi low severity, hanya sebagian kecil paraffin berubah menjadi aromatic. Sedangkan pada aplikasi high severity, konversi paraffin lebih tinggi, tetapi tetap saja berlangsung lambat dan inefisien. Gambar berikut menggambarkan konversi hydrocarbon yang terjadi pada operasi typical catalytic reforming, yaitu untuk lean naphtha (high paraffin, low naphtha content) dan untuk rich naphtha (lower paraffin, higher naphthene content) :

Page 43: 55709520 Buku Pintar Migas

BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA

Lean Reformate/ Rich Reformate/ Naphtha Platformate Naphtha Platformate

Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 2 dari 14 Kontributor : Adhi Budhiarto

P P P P N A N A A A

Keterangan :

P = Paraffin Loss : Karena cracking dan shrinkage N = Naphthene A = Aromatic

Gambar 1. Konversi Hydrocarbon pada Proses Catalytic Reformer

II.1. Reaksi-reaksi yang Terjadi di Catalytic Reforming

Reaksi-reaksi yang terjadi di catalytic reforming adalah sebagai berikut :

II.1.1.Dehidrogenasi Naphthene

Naphthene merupakan komponen umpan yang sangat diinginkan karena reaksi dehidrogenasi-nya sangat mudah untuk memproduksi aromatic dan by-product hydrogen. Reaksi ini sangat endotermis (memerlukan panas). Reaksi dehidrogenasi naphthene sangat terbantu oleh metal catalyst function dan temperatur reaksi tinggi serta tekanan rendah. R R + 3 H2

Keterangan : S S : saturated ring (naphthene) : dehydrogenated ring (aromatic) R : radikal atau rantai samping yang terikat pada ring, misal –CH2CH3, radikal ethyl

N

Loss Loss

Dari P

Dari NDari P

Dari N

Dari ADari A

N

Page 44: 55709520 Buku Pintar Migas

BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA

II.1.2.Isomerisasi Napthene dan Paraffin Isomerisasi cyclopentane menjadi cyclohexane harus terjadi terlebih dahulu sebelum kemudian diubah menjadi aromatic. Reaksi ini sangat tergantung dari kondisi operasi. R R’

Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 3 dari 14 Kontributor : Adhi Budhiarto

Contoh reaksi isomerisasi paraffin adalah sebagai berikut :

C R - C - C - C - C R - C - C - C II.1.3.Dehydrocyclization Paraffin

Dehydrocyclization paraffin merupakan reaksi catalytic reforming yang paling susah. Reaksi dehydrocyclization terjadi pada tekanan rendah dan temperature tinggi. Fungsi metal dan acid dalam katalis diperlukan untuk mendapatkan reaksi ini.

R’ S + H2 R - C - C - C - C R” S + H2

II.1.4.Hydrocracking

Kemungkinan terjadinya reaksi hydrocracking karena reaksi isomerisasi ring dan pembentukan ring yang terjadi pada alkylcyclopentane dan paraffin dank area kandungan acid dalam katalis yang diperlukan untuk reaksi catalytic reforming. Hydrocracking paraffin relative cepat dan terjadi pada tekanan dan temperature tinggi. Penghilangan paraffin melalui reaksi hydrocracking akan meningkatkan konsentrasi aromatic dalam produk sehingga akan meningkatkan octane number. Reaksi hydrocracking ini tentu mengkonsumsi hydrogen dan menghasilkan yield reformate yang lebih rendah.

C C R - C - C - C + H2 RH + C - C - C H

Page 45: 55709520 Buku Pintar Migas

BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA

II.1.5.Demetalization Reaksi demetalisasi biasanya hanya dapat terjadi pada severity operasi catalytic reforming yang tinggi. Reaksi ini dapat terjadi selama startup unit catalytic reformate semi-regenerasi pasca regenerasi atau penggantian katalis.

R - C - C - C - C + H2 R - C - C – CH + CH4

dan

R-C RH + H2 + CH4

Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 4 dari 14 Kontributor : Adhi Budhiarto

II.1.6.Dealkylation Aromatic

Dealkylation aromatic serupa dengan aromatic demethylation dengan perbedaan pada ukuran fragment yang dihilangkan dari ring. Jika alkyl side chain cukup besar, reaksi ini dapat dianggap sebagai reaksi cracking ion carbonium terhadap rantai samping. Reaksi ini memerlukan temperature dan tekanan tinggi.

Reaksi-reaksi yang terjadi pada unit catalytic reforming dapat diringkas sebagai berikut :

Tabel I. Reaksi yang Terjadi pada Unit Catalytic Reforming

Jenis Reaksi Catalyst Function Temperatur Pressure Naphthene dehydrogenation Metal Tinggi Rendah Naphthene isomerization Acid Rendah - Paraffin isomerization Acid Rendah - Parafin dehydrocyclization Metal/Acid Tinggi Rendah Hydrocracking Acid Tinggi Tinggi Demethylation Metal Tinggi Tinggi Aromatic dealkylation Metal/Acid Tinggi Tinggi

II.2. Catalytic Reforming Catalyst Dual Function Balance Seperti terlihat pada tabel 1 (Reaksi yang terjadi pada Unit Catalytic Reforming), sebagian reaksi menggunakan fungsi metal dari katalis dan sebagian reaksi lainnya menggunakan fungsi acid dari katalis. Pada unit catalytic cracking sangat penting untuk memiliki balance yang sesuai antara fungsi metal dan fungsi acid dari katalis, seperti terlihat pada gambar berikut :

Page 46: 55709520 Buku Pintar Migas

BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA

Desired Metal-Acid Balance

Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 5 dari 14 Kontributor : Adhi Budhiarto

Platina Chloride (Metal Function) (Acid Function) Demethylation Cracking

Dehydrogenation Dehydrocyclization

Isomerization

Gambar 2. Desired Metal-Acid Balance Pada proses catalytic reforming, sangat penting untuk meminimumkan reaksi hydrocracking dan memaksimumkan reaksi dehydrogenation dan dehydrocyclization. Balance ini dijaga dengan pengendalian H2O/Cl yang tepat selama siklus katalis semi-regeneration dan dengan menggunakan teknik regenerasi yang tepat. Fase uap H2O dan HCl berada dalam kesetimbangan dengan permukaan chloride dan kelompok hydroxyl. Terlalu banyak H2O dalam fase uap akan memaksa chloride dari permukaan katalis keluar dan menyebabkan katalis menjadi underchloride (fungsi acid dalam katalis tidak dapat dijalankan dengan baik), sedangkan terlalu banyak chloride dalam fase uap akan menjadikan katalis overchloride yang juga tidak baik untuk katalis (fungsi metal dalam katalis tidak dapat dijalankan dengan baik).

II.3. Catalyst Unloading II.3.1.Catalyst Unloading untuk Fixed Bed Catalytic Reformer

Prosedur catalyst unloading untuk fixed bed catalyst reformer serupa dengan prosedur catalyst unloading untuk hydrotreater (silahkan merujuk ke bab hydrotreating process).

II.3.1.Catalyst Unloading untuk Catalytic Reformer-Continuous Catalytic Regeneration

Prosedur unloading untuk catalytic reformer-CCR lebih susah dibandingkan prosedur unloading untuk fixed bed catalytic reformer. Beberapa hal yang perlu diperhatikan saat melakukan catalyst unloading untuk catalytic reformer-CCR adalah sebagai berikut : • Jangan pernah membiarkan udara masuk ke dalam reactor

karena akan menyebabkan spontaneous combution.

Page 47: 55709520 Buku Pintar Migas

BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA

Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 6 dari 14 Kontributor : Adhi Budhiarto

• Jangan pernah membuka top dan bottom reaktor secara bersamaan karena akan menciptakan natural chimney draft effect yang akan menarik udara masuk ke dalam reactor.

• Jangan menggunakan kayu, kanvas, atau material mudah terbakar lainnya.

• Yakinkan beberapa CO2 extinguisher tersedia di sekitar lokasi unloading dan siapkan selang water hydrant menjulur ke lokasi unloading.

• Selama unloading, reaktor harus dijaga dalam kondisi inert dengan menggunakan nitrogen blanketting sehingga katalis tidak berkontak dengan udara.

• Semua orang yang masuk ke dalam reaktor harus dilengkapi peralatan keselamatan yang sesuai untuk confined space dan kondisi inert (breathing apparatus).

• Gunakan drum metal sebagai penampung spent catalyst dan setiap drum harus di-purge dengan nitrogen selama proses unloading untuk mencegah kontak katalis dengan udara.

• Semua orang yang berada di sekitar area unloading harus menggunakan pelindung muka dan mata dan menggunakan baju lengan panjang (jika mungkin yang flame-resistant) karena sewaktu-waktu spark/api dapat saja terjadi dengan kehadiran pyrites.

• Jika timbul pyrite dalam reaktor selama proses unloading, maka naikkan supply nitrogen semaksimal mungkin, jangan pernah menggunakan air untuk memadamkannya, karena dapat merusak struktur katalis dan internal reaktor.

• Setelah drum berisi spent catalyst hasil unloading mengalami pendinginan alami dan pendinginan dengan supply nitrogen ke dalam drum, maka drum dapat ditutup dengan penutup yang sesuai untuk menghindari masuknya moisture ke dalam drum.

II.4. Catalyst Loading II.4.1.Catalyst Loading untuk Fixed Bed Catalytic Reformer

Prosedur catalyst loading untuk fixed bed catalyst reformer serupa dengan prosedur catalyst loading untuk hydrotreater (silahkan merujuk ke bab hydrotreating process).

II.4.1.Catalyst Loading untuk Catalytic Reformer-Continuous Catalytic Regeneration

Terdapat 3 metode catalyst loading untuk catalytic reformer-CCR, yaitu:

• Reactor by reactor loading procedure • Entire Reactor Stack Loading Procedure • Pneumatic Catalyst Loading Procedure

Page 48: 55709520 Buku Pintar Migas

BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA

Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 7 dari 14 Kontributor : Adhi Budhiarto

Karena prosedur ketiga metode catalyst loading di atas sangat rumit dan sangat technical, maka ketiga metode catalyst loading tersebut tidak akan diuraikan disini.

II.5. Catalyst Poison

Beberapa racun katalis catalytic reforming adalah sebagai berikut : • Sulfur

Konsentrasi sulfur maksimum yang diij inkan dalam umpan naphtha adalah 0,5 wt-ppm. Biasanya diusahakan kandungan sulfur dalam umpan naphtha sebesar 0,1-0,2 wt-ppm untuk menjamin stabilitas dan selektivitas katalis yang maksimum. Beberapa sumber yang membuat kandungan sulfur dalam umpan naphta tinggi adalah : proses hydrotreating yang tidak baik (temperature reactor kurang tinggi atau katalis sudah harus diganti), recombination sulfur dari naphtha hydrotreater (dan terbentuknya sedikit olefin) akibat temperature hydrotreater yang tinggi dan tekanan hydrotreater yang rendah, hydrotreater stripper upset, memproses feed yang memiliki end point tinggi.

• Nitrogen Konsentrasi nitrogen maksimum yang diij inkan dalam umpan naphtha adalah 0,5 wt-ppm. Kandungan nitrogen dalam umpan naphtha akan menyebabkan terbentuknya deposit ammonium chloride pada permukaan katalis. Beberapa sumber yang membuat kandungan nitrogen dalam umpan naphtha tinggi adalah : proses hydrotreating yang tidak baik (temperature reactor kurang tinggi atau katalis sudah harus diganti), penggunaan filming atau neutralizing amine sebagai corrosion inhibitor di seluruh area yang tidak tepat guna.

• Water Kandungan air dalam recycle gas sebesar 30 mol-ppm sudah menunjukkan excessive water, dissolved oxygen, atau combined oxygen di unit catalytic reforming. Tingkat moisture di atas level ini dapat menyebabkan reaksi hydrocracking yang excessive dan juga dapat menyebabkan coke laydown. Lebih lanjut lagi, kondisi ini akan menyebabkan chloride ter-strip dari katalis, sehingga mengganggu kesetimbangan H2O/Cl dan menyebabkan reaksi menjadi terganggu. Beberapa sumber yang membuat kandungan air dalam system tinggi adalah : proses hydrotreating yang tidak sesuai, kebocoran heat exchanger yang menggunakan pemanas/

Page 49: 55709520 Buku Pintar Migas

BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA

Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 8 dari 14 Kontributor : Adhi Budhiarto

pendingin steam/water di upstream unit, system injeksi water catalytic reforming, kebocoran naphtha hydrotreater stripper feed effluent heat exchanger, proses drying yang tidak cukup di drying zone di dalam regeneration tower, dan kebocoran steam jacket di regeneration section.

• Metal

Karena efek reaksi irreversible, maka kontaminasi metal ke dalam katalis catalytic reforming sama sekali tidak dibolehkan, sehingga umpan catalytic reformer tidak boleh mengandung metal sedikit pun. Beberapa sumber kandungan metal dalam umpan naphtha adalah : arsenic (ppb) dalam virgin naphtha, lead mungkin timbul akibiat memproses ulang off-spec leaded gasoline atau kontaminasi umpan dari tangki yang sebelumnya digunakan untuk leaded gasoline, produk korosi, senyawa water treating yang mengandung zinc, copper, phosphorous, kandungan silicon dalam cracked naphtha yang berasal dari sil icon based antifoam agent yang diijeksikan ke dalam coke chamber untuk mencegah foaming, dan injeksi corrosion inhibitor yang berlebihan ke stripper naphtha hydrotreater.

• High feed end point Catalytic reforming didisain untuk memproduksi aromatic hydrocarbon. Produksi aromatic ini tidak dapat terjadi tanpa kondensasi single ring aromatic menjadi mulgi-ring polycyclic aromatic, yang merupakan petunjuk adanya coke. Endpoint naphtha maksimum yang diij inkan sebagai umpan catalytic reforming adalah 204 oC. Pada endpoint > 204 oC, konsentrasi polycyclic aromatic dalam umpan naphtha akan meningkat tajam. Jika umpan catalytic reforming merupakan hasil blending dari berbagai sumber (straight run naphtha, hydrocracker naphtha, cracked naphtha), maka tiap arus umpan harus dianalisa secara terpisah dan tiap stream tidak boleh memiliki endpoint > 204 oC. Hasil blending antara high end point stream dengan low end point stream akan ”mengaburkan” kandungan fraksi endpoint yang tinggi.

III. Feed dan Produk Catalytic Reforming Unit Feed unit catalytic reforming adalah heavy naphtha yang berasal dari unit naphtha hydrotreating yang telah mengalami treating untuk menghilangkan impurities seperti sulfur, nitrogen, oxygen, halida, dan metal yang merupakan racun bagi katalis catalytic reforming. Boiling range umpan heavy naphtha antara 70 s/d 150 oC.

Page 50: 55709520 Buku Pintar Migas

BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA

Produk unit catalytic reforming berupa high octane motor gasoline component (HOMC) yang digunakan sebagai komponen blending motor gasoline. Produk unit catalytic reforming ini mempunyai RONC > 95 dan bahkan dapat mencapai RONC 100. Produk lain adalah LPG dan byproduct hydrogen. Produk LPG dikirim ke tangki produk (jika sudah memenuhi spesif ikasi produk LPG) atau dikirim ke unit Amine-LPG recovery terlebih dahulu. By product hydrogen dikirim ke unit hydrotreater dan hydrogen plant.

IV. Aliran Proses Catalytic Reforming

IV.1. Aliran Proses Semi-Regenerative Catalytic Reforming (Fixed

Bed Catalytic Reforming) Process Flow Diagram Fixed Bed Catalytic Reforming dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar 3. Process Flow Diagram Fixed Bed Catalytic Reforming

IV.2. Aliran Proses Catalytic Reforming-Continuous Catalytic Regeneration/CCR

Process Flow Diagram Catalytic Reforming-Continuous Catalytic Regeneration dapat dilihat pada gambar berikut :

Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 9 dari 14 Kontributor : Adhi Budhiarto

Page 51: 55709520 Buku Pintar Migas

BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA

Gambar 4. Process Flow Diagram Catalytic Reforming-CCR (Seksi Reaktor)

Gambar 5. Process Flow Diagram Catalytic Reforming-CCR (Seksi CCR)

Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 10 dari 14 Kontributor : Adhi Budhiarto

Page 52: 55709520 Buku Pintar Migas

BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA

Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 11 dari 14 Kontributor : Adhi Budhiarto

V. Variabel Proses Catalytic Reforming Unit Beberapa variabel proses yang berpengaruh pada operasi Catalytic Reforming adalah sebagai berikut :

V.1. Catalyst Type

Tipe katalis berpengaruh terhadap operasi catalytic reforming terutama dalam hal basic catalyst formulation (metal-acid loading), chloride level, platinum level, dan activator level.

V.2. Temperatur Reaksi

Catalytic reformer reactor catalyst bed temperature merupakan parameter utama yang digunakan untuk mengendalikan operasi agar produk dapat sesuai dengan spesifikasi. Katalis catalytic reformer dapat beroperasi hingga temperatur yang cukup tinggi, namun pada temperatur di atas 560 oC dapat menyebabkan reaksi thermal yang akan mengurangi reformate dan hydrogen yield serta meningkatkan kecepatan pembentukan coke pada permukaan katalis.

Temperatur reactor dapat didefinisikan menjadi 2 macam, yaitu :

• Weighted Average Inlet Temperature (WAIT), yaitu total (fraksi berat katalis dalam bed dikali temperature inlet bed).

• Weighted Average Bed Temperature (WABT), yaitu total (fraksi berat katalis dalam bed dikali rata-rata temperatur inlet dan outlet).

Dari kedua macam definisi tersebut di atas, WAIT paling sering digunakan dalam perhitungan karena kemudahan perhitungan, walaupun WABT sebenarnya adalah ukuran yang lebih baik dari kondisi reaksi dan temperatur katalis rata-rata.

V.3. Space Velocity

Space velocity merupakan ukuran jumlah naphtha yang diproses untuk jumlah katalis yang tertentu selama waktu tertentu. Jika volume umpan naphtha per jam dan volume katalis yang digunakan, isti lah yang digunakan adalah Liquid Hourly Space Velocity (LHSV). Sedangkan jika berat umpan naphtha per jam dan berat katalis yang digunakan, maka istilah yang digunakan adalah Weight Hourly Space Velocity (WHSV). Satuannya sama, yaitu 1/jam

Semakin tinggi space velocity atau semakin rendah residence time, maka semakin rendah octane number (RONC) produk atau semakin rendah jumlah reaksi yang terjadi pada WAIT yang tetap. Jika space velocity naik, untuk mempertahankan RONC produk, maka kompensasi yang dilakukan adalah dengan menaikkan temperatur reaktor.

Page 53: 55709520 Buku Pintar Migas

BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA

Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 12 dari 14 Kontributor : Adhi Budhiarto

V.4. Reactor Pressure Sebenarnya lebih tepat mengatakan hydrogen partial pressure sebagai variabel proses dibandingkan reactor pressure, namun untuk kemudahan penggunaan, maka reactor pressure dapat digunakan sebagai variabel proses (hydrogen partial pressure = purity hydrogen x tekanan reactor). Penyederhanaan ini dapat diterima karena hydrogen yang ada dalam sistem merupakan produk samping reaksi sehingga juga tergantung tekanan reaktor, berbeda dengan di unit hydrocracker yang menggunakan supply hydrogen dari hydrogen plant. Tekanan reaktor akan mempengaruhi struktur yield produk, kebutuhan temperatur reaktor, dan kecepatan pembentukan coke pada permukaan katalis. Menurunkan tekanan reaktor akan meningkatkan jumlah hydrogen dan yield reformate, mengurangi kebutuhan temperatur untuk membuat produk dengan octane number yang sama, dan meningkatkan kecepatan pembentukan coke pada permukaan katalis.

V.5. Hydrogen/Hydrocarbon Ratio

Hydrogen/hydrocarbon ratio didefinisikan sebagai mol recycle hydrogen per mol naphtha umpan. Kenaikan H2/HC ratio akan menyebabkan naphtha melalui reaktor dengan lebih cepat (residence time lebih singkat), sehingga akan menurunkan kecepatan pembentukan coke pada permukaan katalis dengan pengaruh yang kecil terhadap kualitas dan yield produk.

VI. Troubleshooting

Beberapa contoh permasalahan, penyebab, dan troubleshooting yang terjadi di Catalytic Reforming Unit dapat dilihat dalam table II berikut ini :

Page 54: 55709520 Buku Pintar Migas

BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA

Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 13 dari 14 Kontributor : Adhi Budhiarto

Tabel II. Contoh Permasalahan, Penyebab, dan Troubleshooting Catalytic Reforming Unit

Permasalahan Penyebab Troubleshooting ∆T reaktor rendah • Umpan kurang naphthenic.

• Kontaminasi sulfur. • Kontaminasi metal. • Injeksi chloride yang berlebihan. • Bad temperature indicator.

• Tidak perlu troubleshooting. • Cari sumber kontaminasi. • Cari sumber kontaminasi. • Kurangi injeksi chloride. • Perbaiki atau ganti temperature indicator.

∆T reaktor tinggi • Umpan lebih naphthenic. • Kontaminasi nitrogen.

• Tidak perlu troubleshooting. • Cari sumber kontaminasi.

Produksi H2 purity-nya rendah

• Umpan kurang naphthenic. • Kontaminasi sulfur. • Injeksi chloride yang berlebihan. • Kontaminasi metal. • Kontaminasi water.

• Tidak perlu troubleshooting. • Cari sumber kontaminasi. • Kurangi injeksi chloride. • Cari sumber kontaminasi. • Cari sumber kontaminasi.

Yield reformate rendah

• Umpan kurang naphthenic. • Kontaminasi sulfur. • Injeksi chloride yang berlebihan. • Water tinggi.

• Tidak perlu troubleshooting. • Cari sumber kontaminasi. • Kurangi injeksi chloride. • Kurangi injeksi water dan cari sumbernya.

Kecepatan pembentukan coking yang tinggi

• H2/HC ratio rendah. • Umpan sangat parafinic.

• Naikkan recycle rate. • Tidak perlu troubleshooting.

ΔP reaktor tinggi • Internal screen plugging. • Excessive coke level. • Bad pressure indicator.

• Shutdown dan cleaning reaktor. • Shutdown dan cleaning reaktor. • Perbaiki atau ganti pressure indicator.

ΔP reaktor rendah • Loss of catalyst bed. • Bad pressure indicator.

• Shutdown dan repair reaktor. • Perbaiki atau ganti pressure indicator.

Loss of chloride injection • Pompa injeksi stop atau valve tertutup. • Suction atau discharge plugging.

• Restart pompa dan line up jika perlu. • Stop pompa dan repair suction/discharge.

Page 55: 55709520 Buku Pintar Migas

BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA

VII. Istilah-istilah • Mogas Motor gasoline • RONC Research Octane Number Clear (unleaded) • Straight run naphtha Naphtha yang berasal dari unit naptha hydrotreater

VIII. Daftar Pustaka

1. Operating Manual CCR-Platforming Unit PERTAMINA Unit Pengolahan II

Dumai. 2. Operation Manual for Unit 300 Platforming Process Unit, Pakistan-Arabian

Refinery Limited, Mid-Country Refinery Project (PARCO), Mahmood Kot, Pakistan.

Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 14 dari 14 Kontributor : Adhi Budhiarto

Page 56: 55709520 Buku Pintar Migas

BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA

BAB VI HYDROCRACKING PROCESS

I. Pendahuluan

Hydrocracking merupakan unit proses kilang minyak bumi yang termasuk kelompok secondary processing, yaitu proses downstream kilang minyak bumi yang menggunakan reaksi kimia untuk menghasilkan produk-produknya. Walaupun menggunakan katalis dan prosesnya meng-cracking umpan, namun seringkali Hydrocracking tidak dikelompokkan ke dalam catalytic cracking. Seringkali istilah catalytic cracking hanya diperuntukkan kepada unit-unit proses Fluid Catalytic Cracking atau Residual Catalytic Cracking atau Residual Fluid Catalytic Cracking (perbedaan ketiganya terutama hanya pada jenis umpannya). Sedangkan hydrocracking dikelompokkan terpisah, berdiri sendiri sebagai Hydrocracking.

Komposisi proses pengolahan minyak bumi secara katalitik yang ada di kilang-kilang seluruh dunia dapat digambarkan sebagai berikut :

Proses Pengolahan Minyak Bumi Secara Katalitik di Seluruh Dunia(1997)

52%

24%

7%

17%

Hydrotreating FCC Hydrocracking Catalytic Reforming

Basis : 701 kilang seluruh dunia pada tahun 1997

Gambar 1. Komposisi Proses Pengolahan Minyak Bumi Secara Katalitik di Seluruh Dunia

Pada beberapa tahun terakhir ini, proses Catalytic Cracking (FCC - Fluid Catalytic Cracking / RCC - Residual Catalityc Cracking / RFCC - Residual Fluid Catalytic Cracking) lebih diminati terutama karena keunggulannya yang dapat mengubah minyak berat (gas oil dan bahkan residu) menjadi gasoline/bensin (maksimasi gasoline) serta dapat menghasilkan umpan untuk kilang Petrokimia (propylene).

Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 1 dari 33 Kontributor : Adhi Budhiarto

Page 57: 55709520 Buku Pintar Migas

BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA

Namun proses Hydrocracking tetap tidak kehilangan pamor dan tetap diminati karena keunggulannya yang dapat mengubah minyak berat (gas oil) menjadi distillate (maksimasi kerosene dan diesel).

II. Teori Hydrocracking

Hydrocracking merupakan proses mengubah umpan berupa minyak berat menjadi produk-produk minyak yang lebih ringan dengan kehadiran hydrogen dengan bantuan katalis dan menggunakan tekanan tinggi (hingga 100 s/d 200 kg/cm2; umumnya 175 kg/cm2) dan temperatur medium (290 s/d 454 oC). Catalyst yang digunakan berbasis silica alumina dengan kombinasi nikel, molybdenum, tungsten. Feed hydrocracking yang umum adalah heavy atmospheric gas oil, heavy vacuum gas oil, catalytically gas oil, atau thermally cracked gas oil. Feedstock ini diubah menjadi produk-produk dengan berat molekul yang lebih ringan dan biasanya dengan memaksimalkan produk naphtha atau distillates (kerosene atau diesel).

Hydrocracking plant terpasang (data tahun 1997) adalah sebagai berikut :

Hydrocracking Plant Terpasang di Seluruh Dunia(1997)

1% 6%

15%

38%1%5%

14%

20%FSU

India Timur TengahAmerika UtaraAmerika LatinCinaNegara Asia LainnyaEropa-Afrika

Basis : 701 kilang seluruh dunia pada tahun 1997

Gambar 2. Hydrocracking Plant Terpasang (1997)

II.1. Reaksi Kimia Hydrocracking

Reaksi yang terjadi pada proses hydrocracking adalah :

Reaksi utama : • Hydrogenasi PNA (Poly Nucleic Aromatic) • Ring opening dan pemisahan rantai samping • Reaksi cracking paraffine

Reaksi lain • Isomerisasi (Senyawa cincin, rantai samping, paraffine) • Penjenuhan olefin • Penghilangan sulfur, nitrogen, oksigen • Konversi polynaphthene dan PNA • Akumulasi parafin di unconverted oil/UCO

Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 2 dari 33 Kontributor : Adhi Budhiarto

Page 58: 55709520 Buku Pintar Migas

BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA

Bersamaan dengan proses hydrocracking, impurities yang terkandung dalam feed, seperti senyawa sulfur, nitrogen, oksigen, halide, dan metal juga dihilangkan. Selain itu senyawa olefin juga dijenuhkan.

• Penghilangan sulfur dilakukan dengan cara mengubah senyawa sulfur organic menjadi hydrogen sulfide dan hydrocarbon.

• Penghilangan nitrogen dilakukan dengan cara mengubah senyawa nitrogen organic menjadi ammonia dan hydrocarbon.

• Penghilangan oksigen dilakukan dengan cara mengubah senyawa oksigen organic menjadi air dan hydrocarbon.

• Penghilangan halida dilakukan dengan cara mengubah senyawa halide menjadi chloride acid dan hydrocarbon.

• Penjenuhan olefin dilakukan dengan cara meng-hydrogenasi senyawa olefin menjadi parafin. Tujuan penjenuhan olefin adalah untuk peningkatan stabilitas produk saat penyimpanan (warna dan sediment).

• Penghilangan metal : senyawa organik metal akan terdekomposisi dan metal akan secara permanen diserap atau beraksi dengan katalis. Metal ini merupakan racun katalis yang permanen (tidak dapat dihilangkan).

Semua reaksi di atas bersifat eksotermis sehingga temperatur akan naik saat feed melewati unggun katalis (catalyst bed).

Urutan kemudahan reaksi yang terjadi di hydrocracking adalah sebagai berikut (mulai dari yang paling mudah hingga yang paling susah) :

• Penghilangan logam • Penjenuhan olefin • Penghilangan sulfur • Penghilangan nitrogen • Penghilangan oksigen • Penjenuhan cincin (heteroaromatic → multiring aromatic → monoaromatic) • Cracking naphthene (multiring naphthene → mono naphthene) • Cracking parafin

Urutan reaksi hydrocracking pada reaktor hydrocracker adalah sebagai berikut :

Gambar 3. Urutan Reaksi Hydrocracking pada Reaktor Hydrocracker

Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 3 dari 33 Kontributor : Adhi Budhiarto

Page 59: 55709520 Buku Pintar Migas

BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA

Reaksi hydrodesulfurization (HDS) yang umum terjadi di hydrocracker adalah sebagai berikut : Merkaptan

C – C – C – C – SH + H2 → C – C – C – C + H2S

Sulfida

C – C – S – C – C + 2 H2 → 2 C – C + H2S

Disulfida

C – C – S – S – C – C + 3 H2 → 2 C – C + 2 H2S

Sulfida siklik C – C – C – C + H2S

C C

+ H2 C

C C

S C – C – C + H2S

Thiophene C – C – C – C + H2S

C C

+ 4 H2 C

C C

S C – C – C + H2S

Sedangkan untuk reaksi hydrodenitrification (HDN), sebelum penghilangan nitrogen, terjadi postulated mechanism sebagai berikut :

Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 4 dari 33 Kontributor : Adhi Budhiarto

Page 60: 55709520 Buku Pintar Migas

BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA

Sedangkan reaksi penghilangan nitrogen yang umum terjadi di hydrocracker adalah sebagai berikut : Pyridine

C C – C – C – C – C + NH3 C C + 5 H2 C C C N C – C – C – C + NH3

Quinoline

Pyrrole

C C C C C C C C – C – C – C + 4 H2 + NH3 C C C C C C N C

Reaksi penjenuhan olefin yang umum terjadi di hydrocracker adalah sebagai berikut :

C – C – C – C + NH3 C C + 4 H2 C C C N C – C – C + NH3 H

Olefin linier

C – C = C – C – C – C + H2 → C – C – C – C – C – C

Olefin siklik

C C C C C C + 2 H2 C C C C C C

Reaksi penjenuhan aromatik yang umum terjadi di hydrocracker adalah sebagai berikut :

C C C C C C + 3 H2 C C C C C C

Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 5 dari 33 Kontributor : Adhi Budhiarto

Page 61: 55709520 Buku Pintar Migas

BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA

Reaksi penghilangan metal terjadi dengan mekanisme sebagai berikut :

Gambar 4. Mekanisme Reaksi Penghilangan Metal oleh Katalis Reaksi penghilangan oksigen yang umum terjadi di hydrocracker adalah sebagai berikut :

C C C C – OH C C + H2 + H2O C C C C C C

Organic halides seperti chloride dan bromide terdekomposisi di dalam reaktor hydrocracker seperti reaksi di bawah ini :

C C C C – C – C - Cl C C– C – C + H2 → + HCl C C C C C C HCl + NH3 → NH4Cl

II.2. Katalis Hydrocracking II.2.1. Catalyst Properties

Katalis yang digunakan dalam proses hydrocracking adalah bi-functional catalyst (mempunyai dua fungsi, yaitu metal function dan acid function). Metal function digunakan untuk sulfur removal, nitrogen removal, olefin saturation, dan aromatic saturation. Sedangkan acid function digunakan untuk hydrocracking. Berkaitan dengan katalis hydrocracking, dikenal istilah supports dan promoters.

Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 6 dari 33 Kontributor : Adhi Budhiarto

Page 62: 55709520 Buku Pintar Migas

BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA

Supports – menyediakan acid function • Amorphous • Zeolite

Promoters – menyediakan metal function • Grup VI A (Mo/Molybdenum, W/Tungsten) • Grup VIII A (Co/Cobalt, Ni/Nikel, Pd/Palladium, Pt/Platinum) Biasanya promoter berupa Pd, Pt, NiW, NiMo, CoMo, dan CoW. Kekuatan hydrogenation-nya berturut-turut adalah Pt > Pd > NiW > NiMo > CoMo > CoW > PdS > PtS. Namun Pd dan Pt sangat tidak toleran terhadap sulfur dan harganya sangat mahal.

Umumnya katalis hydrocracking dikelompokkan menjadi 2 tipe berdasarkan support-nya, yaitu amorphous dan zeolite. Tipe amorphous digunakan jika diinginkan maksimasi produk distilat (kerosene dan diesel), sedangkan tipe zeolite digunakan jika diinginkan maksimasi produk naphtha. Perbandingan antara tipe amorphous dan zeolite adalah sebagai berikut :

Table I. Perbandingan Katalis Tipe Amorphous dan Zeolite

Katalis Tipe Amorphous Katalis Tipe Zeolite Pori-pori besar Pori-pori kecil (+) Moderate acidity High acidity (+) Lower surface area Higher surface area (+) Initial temperature lebih tinggi Initial temperature lebih rendah (+) Deactivation rate tinggi Deactivation rate rendah (reaksi lebih

stabil) (+) Maksimasi distilat (kerosene dan diesel)

Maksimasi naphtha (dapat + atau -; tergantung jenis produk yang diinginkan)

Lebih tidak tahan terhadap impurities (sulfur, nitrogen, oksigen)

Lebih tahan terhadap impurities (sulfur, nitrogen, oksigen) (+)

Umur katalis lebih cepat Umur katalis lebih lama (+) Design pressure lebih tinggi Design pressure lebih rendah (+) H2 consumption lebih rendah (+) H2 consumption lebih tinggi

Berdasarkan tabel di atas, katalis tipe zeolite mempunyai banyak keunggulan dibandingkan tipe amorphous. Namun tipe zeolite mempunyai kelemahan utama, yaitu lebih sedikit memproduksi distilat (kerosene dan diesel). Oleh karena itu beberapa tahun belakangan ini diproduksi katalis tipe semi-zeolite, yaitu katalis yang mempunyai keunggulan seperti tipe zeolite dan mempunyai kemampuan produksi distilat (kerosene dan diesel) mendekati kemampuan tipe amorphous. Secara umum pemilihan katalis adalah berdasarkan pada 5 faktor utama sebagai berikut : • Initial activity (temperature) • Selectivity (produk yang diinginkan)

Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 7 dari 33 Kontributor : Adhi Budhiarto

Page 63: 55709520 Buku Pintar Migas

BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA

• Stability (deactivation rate) • Product quality (desired specification) • Regenerability (kemudahan untuk diregenerasi)

Faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan aktivitas katalis :

Catalyst properties • Meningkatkan acid site strength • Meningkatkan acid site concentration • Meningkatkan metal site strength

Kondisi operasi • Hydrogen partial pressure yang lebih tinggi • CFR/Combined Feed Ratio yang lebih tinggi • End point produk yang lebih tinggi • LHSV/Liquid Hourly Space Velocity yang lebih rendah • Feed components (Aromatic vs Parafinic)

Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan selektivitas katalis :

Catalyst properties • Mengurahi acid site concentration • Metal-acid balance yang sesuai • Struktur pori yang sesuai

Kondisi operasi • Hydrogen partial pressure yang lebih tinggi • CFR/Combined Feed Ratio yang lebih tinggi • End point produk yang lebih tinggi • LHSV/Liquid Hourly Space Velocity yang lebih rendah

Faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan stabilitas katalis :

Catalyst properties • Metal-acid balance yang sesuai • Initial metal dispersion yang tinggi

Kondisi operasi • PNA/Poly Nucleic Aromatic concentration yang rendah • Metal content yang rendah • Salt concentration yang rendah

Mekanisme deaktivasi katalis hydrocracking dan faktor pengendalinya dapat dilihat pada tabel berikut :

Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 8 dari 33 Kontributor : Adhi Budhiarto

Page 64: 55709520 Buku Pintar Migas

BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA

Tabel II. Mekanisme Deaktivasi Katalis Hydrocracking versus Faktor

Pengendalinya

Mekanisme Deaktivasi Katalis Faktor Pengendalinya Coking Feed composition, H2 pressure, temperature Metal Agglomeration Temperature Acid site poisoning Feed contaminants, temperature Surface area loss Temperature, water concentration

Bentuk katalis hydrocracking bermacam-macam seperti dapat dilihat pada gambar di bawah ini :

(Inert Catalyst)

Gambar 5. Bentuk Katalis Hydrocracker

II.2.2. Catalyst Sulfiding Umumnya katalis hydrocracking yang baru (fresh catalyst) dibuat berbentuk oksida. Bentuk aktif dari katalis adalah metal sufide, sehingga untuk mengaktifkan katalis yang berbentuk metal oksida tersebut, maka dilakukan proses sulfiding. Proses sulfiding adalah proses injeksi senyawa sulfide ke dalam system reactor sehingga bentuk metal oksida dari katalis akan bereaksi dengan senyawa sulfide dan berubah menjadi metal sulfide. Jumlah sulfur yang diinginkan untuk dapat diserap oleh katalis selama proses sulfiding untuk dapat mengaktifkan katalis adalah sebesar 8%wt katalis untuk katalis hydrocracking. Sedangkan untuk graded catalyst yang digunakan di hydrocracker, kebutuhan sulfur bervariasi antara 8 s/d 12%wt katalis. Kondisi operasi yang penting diperhatikan saat proses sulfiding adalah sebagai berikut : • Hydrogen atmosphere (suasana hydrogen) • Tekanan operasi normal

Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 9 dari 33 Kontributor : Adhi Budhiarto

Page 65: 55709520 Buku Pintar Migas

BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA

• Temperatur terkendali • Aliran recycle gas maksimum • Tidak ada quenching kecuali keadaan emergency • Tidak ada injeksi air

Pelaksanaan proses sulfiding dapat dilakukan dengan 2 cara/metode, yaitu in-situ sulfiding atau ex-situ sulfiding.

In-situ sulfiding adalah proses sulfiding yang dilakukan di hydrocracking plant setelah katalis di loading ke dalam reactor. Metode in-situ sulfiding merupakan metode yang paling sering dilakukan. Variabel operasi yang dimonitor selama pelaksanaan in-situ sulfiding adalah : • Reactor bed temperatures (jangan sampai terjadi temperature runaway) • Recycle gas H2S (untuk mengetahui saat sufur breakthrough) • Injeksi sulfiding agent (untuk mengendalikan kenaikan reactor bed

temperature) dan kecepatan penambahan sulfur (untuk mengetahui jumlah sulfur yang sudah diserap oleh katalis)

• Kandungan sulfur di stream yang keluar sistem Pelaksanaan in-situ sulfiding dapat dilakukan dengan 2 macam cara, yaitu fase liquid atau fase gas. Yang dimaksud dengan fase liquid atau fase gas adalah fase dari sulfiding agent yang digunakan saat diinjeksikan ke dalam sistem. Perbadingan antara cara fase liquid dan fase gas dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel III. Perbandingan In-situ Sulfiding Fase Liquid dan Fase Gas

In-situ Sulfiding Fase Liquid In-situ Sulfiding Fase Gas Jumlah waktu total yang dibutuhkan lebih sedikit daripada yang dibutuhkan untuk fase gas (+)

Jumlah waktu total yang dibutuhkan lebih lama daripada yang dibutuhkan untuk fase liquid

Tidak perlu pendinginan sebelum cut in feed (+)

Perlu cooling down sebelum cut in feed

Unit lebih cepat on-line dan produk lebih cepat diproduksi (+)

Unit lebih lama on-line dan produk lebih lama diproduksi

Kemungkinan terjadi cracking minyak pada temperature tinggi

Tidak ada kemungkinan terjadi cracking minyak (+)

Lebih banyak loss H2S ke seksi fraksinasi (konsumsi sulfiding agent lebih banyak)

Konsumsi sulfiding agent lebih sedikit (+)

Jumlah startup oil yang diperlukan banyak (jika prosesnya once through)

Tidak diperlukan startup oil

Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 10 dari 33 Kontributor : Adhi Budhiarto

Page 66: 55709520 Buku Pintar Migas

BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA

Diantara kedua metode sulfiding ini, in-situ sulfiding fase liquid paling banyak dilakukan terutama karena waktu yang dibutuhkan lebih singkat. Prosedur in-situ sulfiding fase liquid dapat dilihat pada gambar di bawah ini :

Gambar 6. Prosedur In-situ Sulfiding Fase Liquid

Prosedur in-situ sulfiding fase gas dapat dilihat pada gambar di bawah ini :

Gambar 7. Prosedur In-situ Sulfiding Fase Gas

Ex-situ sulfiding adalah proses sulfiding yang dilakukan di luar hydrocracking

plant sebelum katalis di loading ke dalam reactor. Ex-situ sulfiding biasanya dilaksanakan di tempat yang biasa melakukan regenerasi katalis. Prosedur yang biasa dilakukan oleh vendor untuk aktivasi dengan cara ex-situ sulfiding adalah sebagai berikut :

Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 11 dari 33 Kontributor : Adhi Budhiarto

Page 67: 55709520 Buku Pintar Migas

BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA

• Pressure up dengan hydrogen • Heat up hingga 150 oC • Monitor kenaikan temperatur hingga temperatur tidak mengalami kenaikan

lagi • Heat up hingga 350 oC • Tahan pada temperature 350 oC untuk meyakinkan bahwa proses sulfiding

telah lengkap • Kurangi temperatur • Lakukan prosedur cut in feed

Keunggulan pelaksanaan ex-situ sulfiding dibandingkan in-situ sulfiding adalah waktu startup yang lebih singkat (karena dilakukan di luar hydrocracking plant), namun ex-situ mempunyai kelemahan yang cukup mendasar yaitu pelaksanaan loading harus dilakukan secara inert untuk menghindari reaksi katalis yang sudah berbentuk metal sulfide dengan udara luar. Loading secara inert membutuhkan biaya lebih banyak (karena harus menggunakan nitrogen) dan mempunyai resiko yang lebih tinggi serta waktu yang lebih lama (karena harus dilakukan dengan sangat hati-hati). Sulfur balance selama proses sulfiding adalah sebagai berikut :

Gambar 8. Sulfur Balance Selama Proses Sulfiding

Senyawa sulfide yang dapat dipakai dalam proses sulfiding adalah DMDS (Dimethyl disulfide), Ethyl mercaptan, TBPS (Di-Tertiary Butyl Poly Sulfide), DMS (Dimethyl Sulfide), DMSO (Dimethyl Sulfide Oxyde), dan n-Butyl mercaptan (3 senyawa pertama adalah yang paling sering digunakan untuk proses sulfiding).

Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 12 dari 33 Kontributor : Adhi Budhiarto

Page 68: 55709520 Buku Pintar Migas

BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA

Reaksi yang terjadi selama proses sulfiding adalah sebagai berikut : Ethyl Mercaptan

C2H5SH + H2 C2H6 + H2S DMDS

CH3SSCH3 + 3H2 2CH4 + 2H2S DMSO

CH3SOCH3 + 3H2 2CH4 + H2S + H2O

II.2.3. Catalyst Loading Loading katalis hydrocracker dilakukan dengan 2 macam metode, yaitu dense loading dan sock loading. Dense loading dilakukan dengan menggunakan dense loading machine, sedangkan sock loading dilakukan dengan hanya mencurahkan katalis melalui sock yang dipasang menjulur dari permanent hopper ke dasar reaktor atau permukaan katalis (jarak ujung sock ke permukaan katalis tidak boleh melebihi 60 cm untuk menghindari pecahnya katalis). Dense loading method sangat mandatory dilakukan untuk katalis hydrocracker, sedangkan untuk graded catalyst dan inert catalyst dapat menggunakan sock loading terutama karena ukurannya yang cukup besar sehingga tidak memungkinkan untuk menggunakan dense loading machine untuk me-loading. Jumlah reaktor hydrocracker bervariasi tergantung kapasitas unit dan jenis hydrocracker (single stage atau two stage). Jika single stage maka jumlah reaktor biasanya dua. Reaktor pertama biasanya terdiri dari 2 bed, bed 1 terdiri dari inert catalyst dan graded catalyst yang terutama berfungsi sebagai particulate trap yang menangkap partikel-partikel yang dapat menyebabkan tingginya pressure drop reaktor atau mengakibatkan terjadinya channeling. Pada lapisan setelah inert catalyst dan graded catalyst adalah hydrotreating catalyst dan kemudian baru hydrocracking catalyst. Inert catalyst berfungsi sebagai high voidage support material untuk menahan kotoran-kotoran yang mungkin terikut bersama feed. Graded catalyst biasanya merupakan katalis yang selain fungsi utamanya sebagai particulate trap juga berfungsi sebagai demetalization catalyst dan hydrotreating catalyst (NiMo, CoMo, atau Mo). Bentuk terbaik untuk graded catalyst adalah ring karena mempunya void fraction yang tinggi. Hydrocracking catalyst berfungsi untuk hydrocracking, sering juga dilengkapi dengan kemampuan untuk hydrotreating. Sedangkan reaktor kedua berisi hydrocracking catalyst seluruhnya. Jika two stage maka jumlah reaktor biasanya tiga. Reaktor pertama dan kedua seperti pada single stage hydrocracker. Sedangkan reaktor ketiga seperti pada reaktor kedua, seluruhnya berisi hydrocracking catalyst. Reaktor ketiga ini berfungsi untuk mengolah recycle feed yang berasal dari main fractionator bottom. Quenching distributor diperlukan untuk mengontrol reactor bed temperature agar tidak terjadi temperature excursion/runaway.

Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 13 dari 33 Kontributor : Adhi Budhiarto

Page 69: 55709520 Buku Pintar Migas

BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA

Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 14 dari 33 Kontributor : Adhi Budhiarto

Gambar 9. Reaktor Hydrocracker no. 1

Gas-Liquid Distributor/Chimney DistributorSpace

Inert catalyst Graded Catalyst/Hydrotreating Catalyst

Johnson’s screen

Hydrocracking Catalyst

Graded Catalyst/Hydrotreating Catalyst

Gas-Liquid Distributor/Chimney Distributor

Catalyst Support Material/Alumina Ball ¼”

Catalyst Support Material/Alumina Ball 1/8”

Quenching Distributor Thermowell

Unloading spout

Catalyst Support Material/ Alumina Ball ¼”

Catalyst Support Material/ Alumina Ball 3/4”

Hydrocracking Catalyst

Catalyst Support Material/Alumina Ball 1/8”

Catalyst Support Material/ Alumina Ball ¼”

Catalyst Support Material/Alumina Ball 3/4”

Reactor Effluent/Outlet

Reactor Inlet

Unloading spout

Outlet Collector (Basket system)

Page 70: 55709520 Buku Pintar Migas

BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA

Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 15 dari 33 Kontributor : Adhi Budhiarto

Gambar 10. Reaktor Hydrocracker no. 2

Reactor Inlet

Gas-Liquid Distributor/Chimney Distributor

Catalyst Support Material/Alumina Ball ¼”

Hydrocracking Catalyst

Catalyst Support Material/Alumina Ball 1/8”

Catalyst Support Material/ Alumina Ball ¼”

Catalyst Support Material/Alumina Ball 3/4”

Johnson’s screen

Reactor Effluent/Outlet

Space

Thermowell

Unloading spout

Page 71: 55709520 Buku Pintar Migas

BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA

Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 16 dari 33 Kontributor : Adhi Budhiarto

Gas-Liquid Distributor/Chimney Distributor

Reactor Inlet

Thermowell Hydrocracking Catalyst

Reactor Effluent/Outlet

Catalyst Support Material/Alumina Ball 1/8”

Catalyst Support Material/Alumina Ball 3/4”

Johnson’s screenUnloading spout

Gambar 11. Reaktor Hydrocracker no. 3

Catalyst Support Material/ Alumina Ball ¼”

Catalyst Support Material/ Alumina Ball ¼”

Catalyst Support Material/Alumina Ball 1/8”

Catalyst Support Material/Alumina Ball 3/4”

Page 72: 55709520 Buku Pintar Migas

BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA

Gambar 12. Johnson’s Screen Tampak Atas

II.2.4. Catalyst Unloading

Sebelum dilaksanakan unloading katalis, agar pelaksanaan unloading dapat dilaksanakan dengan lancar, maka saat shutdown dilakukan proses sweeping terlebih dahulu. Sweeping adalah mengalirkan recycle gas semaksimal mungkin ke dalam reactor untuk mengusir minyak yang masih tertinggal di dalam reactor setelah cut out feed. Waktu pelaksanaan sweeping disesuaikan dengan perkiraan kondisi katalis. Biasanya sweeping selama 2 s/d 4 jam sudah cukup membuat katalis di dalam reactor kering sehingga pelaksanaan unloading dapat dilakukan dengan lancar.

II.2.5. Catalyst Skimming

Catalyst skimming adalah mengambil sejumlah katalis bagian atas yang banyak mengandung impurities/coke. Proses catalyst skimming biasanya dilakukan untuk katalis yang performance-nya masih bagus tetapi menghadapi masalah pressure drop yang tinggi. Pelaksanaan catalyst skimming harus dilakukan secara inert dengan menggunakan nitrogen untuk mencegah terjadinya flash akibat adanya senyawa pirit akibat katalis berkontak dengan udara. Pengambilan katalis dilakukan oleh pekerja yang masuk ke dalam reactor menggunakan breathing apparatus. Pelaksanaan catalyst skimming harus dilakukan dengan sangat hati-hati untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, seperti kenaikan temperature bed reactor akibat kurangnya supply nitrogen, atau terputusnya supply oksigen ke breathing apparatus yang akan mengakibatkan pekerja tidak sadarkan diri. Berdasarkan pengalaman, katalis yang di-skimming biasanya seluruh inert catalyst, seluruh graded catalyst, dan 50 cm layer hydrocracking catalyst (tergantung banyaknya kotoran yang ada pada permukaan katalis).

Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 17 dari 33 Kontributor : Adhi Budhiarto

Page 73: 55709520 Buku Pintar Migas

BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA

II.2.6. Kinerja Katalis

Kinerja katalis dapat diketahui atau diukur dengan beberapa parameter sebagai berikut : • Peak temperature, yaitu temperature bed maksimum. Peak temperature

biasanya dibatasi oleh desain reactor atau dibatasi oleh kecenderungan kemungkinan terjadinya temperature runaway. Reaktor yang didesain menggunakan katalis amorphous mempunyai mechanical design reactor maksimum 454 oC.

• ΔT reaktor, yaitu selisih antara temperature bed reaktor tertinggi dengan temperature inlet reaktor. Untuk katalis amorphous ΔT maksimum agar tidak terjadi temperature runaway adalah 28 oC (fresh feed reactor) dan 14 oC (recycle feed reactor). Sedangkan untuk katalis zeolite, ΔT maksimum agar tidak terjadi temperature runaway adalah 42 oC (fresh feed reactor) dan 21 oC (recycle feed reactor).

• ΔP (pressure drop) reaktor, yaitu penurunan tekanan reaktor akibat adanya impurities yang mengendap pada katalis.

• Jumlah produk gasoline ataupun middle distillate (kerosene atau diesel). • Radial temperature difference, yaitu perbedaan temperature radial. Radial

temperature difference yang tinggi dapat terjadi karena terjadi channeling, yaitu distribusi aliran dalam reaktor yang tidak merata. Channeling dapat terjadi pelaksanaan loading katalis yang tidak baik, frekuensi start-stop yang sering, frekuensi emergency stop yang sering (terutama saat depressuring reaktor), pelaksanaan prewetting yang kurang sempurna, atau perubahan komposisi feed yang mendadak yang menyebabkan temperature bed reaktor menjadi lebih tinggi daripada kebutuhan dan menyebabkan terjadinya coking pada katalis.

II.2.7. Deaktivasi Katalis

Deaktivasi katalis atau penurunan aktivitas katalis dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu : • Umur katalis

Umur katalis hydrocracker diukur berdasarkan kemampuan setiap satuan berat katalis hydrocracker untuk mengolah feed. Umur katalis hydrocracker dapat mencapai 18 m3 feed/kg katalis.

• Akumulasi senyawa ammonia pada katalis Reaksi hydrotreating yang terjadi di dalam reaktor hydrocracker akan mengubah senyawa nitrogen organic yang ada dalam umpan menjadi ammonia. Ammonia akan berebut tempat dengan umpan untuk mengisi active site katalis. Jika active site katalis tertutup oleh ammonia maka aktivitas katalis akan langsung menurun. Untuk menghindari terjadinya akumulasi ammonia pada permukaan katalis, diinjeksikan wash water pada effluent reactor, sehingga ammonia akan larut dalam air dan tidak menjadi impurities bagi recycle gas. Ammonia bersifat racun sementara bagi katalis. Jika injeksi wash

Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 18 dari 33 Kontributor : Adhi Budhiarto

Page 74: 55709520 Buku Pintar Migas

BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA

water dihentikan atau kurang maka akan terjadi akumulasi ammonia pada permukaan katalis, namun setelah injeksi wash water dijalankan kembali maka akumulasi ammonia pada permukaan katalis akan langsung hilang.

• Coke Coke dapat terjadi karena beberapa hal sebagai berikut : Terjadi reaksi kondensasi HPNA (heavy polynucleic aromatic). Temperature reaksi yang tidak sesuai (temperature terlalu tinggi atau

umpan minyak terlalu ringan). Hydrogen partial pressure yang rendah (tekanan reaktor atau hydrogen

purity recycle gas yang rendah). Jumlah recycle gas yang kurang (jumlah H2/HC yang kurang/lebih rendah

daripada disain). Pembentukan coke dapat dihambat dengan cara menaikkan hydrogen partial pressure (tekanan reaktor atau hydrogen purity pada recycle gas), atau penggunaan carbon bed absorber untuk menyerap HPNA.

• Keracunan logam Pada proses penghilangan logam dari umpan, senyawa logam organic terdekomposisi dan menempel pada permukaan katalis. Jenis logam yang biasanya menjadi racun katalis hydrocracker adalah nikel, vanadium, ferro, natrium, kalsium, magnesium, silica, arsenic, timbal, dan phospor. Keracunan katalis oleh logam bersifat permanent dan tidak dapat hilang dengan cara regenerasi. Keracunan logam dapat dicegah dengan membatasi kandungan logam dalam umpan. Best practice batasan maksimum kandungan logam yang terkandung dalam umpan hydrocracker adalah 1,5 ppmwt untuk nikel dan vanadium, 2 ppmwt untuk ferro dan logam lain, serta 0,5 ppmwt untuk natrium.

• Kandungan air dalam katalis Air dapat masuk ke dalam katalis jika pemisahan air dari feed hydrocracker di dalam tangki penyimpanan tidak sempurna ataupun terjadi kerusakan steam coil pemanas tangki penyimpanan. Air dapat dicegah masuk ke dalam reactor dengan memasang filter 25 micron.

• Severity operasi Severity operasi yang melebihi disain akan menyebabkan laju pembentukan coke meningkat, sehingga akan meningkatkan laju deaktivasi katalis.

II.2.8. Regenerasi Katalis Seiring dengan berjalannya waktu, maka katalis akan mengalami deaktivasi karena alasan-alasan seperti yang telah disebutkan di atas. Untuk mengembalikan keaktifan katalis, maka dapat dilakukan regenerasi katalis. Regenerasi katalis yaitu proses penghilangan karbon, nitrogen, dan sulfur dari permukaan katalis dengan cara pembakaran. Regenerasi katalis dapat dilakukan secara in-situ (dilakukan di dalam hydrocracking plant) atau secara ex-situ (dilakukan diluar hydrocracking plant oleh vendor regenerasi katalis). Seiring dengan meningkatnya margin hydrocracker maka pada beberapa tahun belakangan ini sudah tidak pernah lagi dilakukan in-situ catalyst regeration karena

Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 19 dari 33 Kontributor : Adhi Budhiarto

Page 75: 55709520 Buku Pintar Migas

BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA

memakan waktu operasi dan biaya yang tinggi. Ex-situ catalyst regeneration menjadi pilihan utama, karena dapat menghilangkan potential loss operasi dan biaya lebih murah serta resiko yang jauh lebih kecil. Dengan semakin tingginya margin hydrocracker bahkan banyak kilang hydrocraker yang sudah tidak lagi melakukan regenerasi katalis; sebagai gantinya kilang hydrocracker tersebut selalu menggunakan katalis baru untuk operasinya. Pola seperti ini dapat dilakukan untuk hydrocracker yang mengolah umpan yang tidak banyak impurities-nya, sehingga umur katalis tidak dibatasi oleh pressure drop reactor tetapi sepenuhnya disebabkan oleh aktivitas katalis.

III. Feed, Produk, dan Margin Hydrocracking

Dalam aplikasinya, umpan dan produk hydrocracking adalah sebagai berikut :

Table IV. Feedstocks dan Products Hydrocracking

Umpan Produk Naphtha Propane dan butane (LPG) Kerosene Naphtha Straight run diesel Naphtha dan/atau jet fuel Atmospheric gas oil Naphtha, jet fuel dan/atau distillates Natural gas condensates Naphtha Vacuum gas oil Naptha, jet fuel, distillates, lube oils Deasphalted oils dan demetalized oils Naptha, jet fuel, distillates, lube oils Catalytically cracked light cycle oil Naphtha Catalytically cracked heavy cycle oil Naphtha dan/atau distillates Coker distillate Naphtha Coker heavy gas oil Naphtha dan/atau distillates

Komposisi produk hydrocracking plant di seluruh dunia dapat digambarkan :

Komposisi Produk Hydrocracking Plant di Seluruh Dunia(1997)

28%

21%

41%

10%

Naphtha Naphtha-Distillates Middle Distillates Others

Basis : 701 kilang seluruh dunia pada tahun 1997

Gambar 13. Komposisi Produk Hydrocracking Plant di Seluruh Dunia

Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 20 dari 33 Kontributor : Adhi Budhiarto

Page 76: 55709520 Buku Pintar Migas

BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA

Contoh yield produk hydrocracker adalah sebagai berikut :

Table V. Contoh Yield Produk Hydrocracker untuk Berbagai Jenis Katalis

No. Yield, % vol Katalis Katalis Katalis Katalis A B C D

1. C3-C4 (LPG) 2.6 0.46 3.8 8.52. Light Naphtha 4.6 7.69 8.1 21.33. Heavy Naphtha 9.8 20.74 8.4 26.54. Light Kerosene 9.5 12.05 10.9 12.35. Heavy Kerosene 15.1 17.68 21.4 26.146. Diesel 63.7 42.82 55.4 36.77. Middle Distillate 88.3 72.55 87.7 75.148. Bottom 4.3 10.28 2.7 2.8

Gross margin (dihitung berdasarkan selisih harga produk dan feed belum termasuk biaya bahan bakar/fuel) hydrocracker untuk komposisi yield produk seperti di atas adalah antara Rp 1500 s/d 2300/liter feed hydrocracker (berdasarkan harga rata-rata tahun 2006; tergantung juga dari komposisi produk/jenis katalis dan kapasitas).

IV. Aliran Proses Hydrocracking Proses hydrocracking dapat digambarkan dengan skema sebagai berikut :

Umpan

Hydrocarbon berat molekul tinggi Kandungan Sulfur, Nitrogen,

Oksigen tinggi Senyawa hydrocarbon tidak jenuh

Catalytic Process

Hydrogenation Cracking

Produk Hydrocarbon berat molekul rendah Kandungan Sulfur, Nitrogen, Oksigen

rendah Senyawa hydrocarbon jenuh

(isoparaffine, naphthene) High yields (C4+ ~ 125%; C5+ ~

110%)

Gambar 14. Proses Hydrocracking

Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 21 dari 33 Kontributor : Adhi Budhiarto

Page 77: 55709520 Buku Pintar Migas

BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA

Pemilihan skema proses hydrocracking didasarkan pada beberapa hal seperti dapat dilihat pada flow chart berikut :

Gambar 15. Diagram Alir Petunjuk Pemilihan Skema Aliran Proses Hydrocracker

Berbagai macam skema alir proses hydrocracking dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 16. Jenis Skema Alir Proses Hydrocracking

Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 22 dari 33 Kontributor : Adhi Budhiarto

Page 78: 55709520 Buku Pintar Migas

BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA

Typical proses hydrocracking seksi reactor (single stage) adalah sebagai berikut :

Gambar 17. Typical Proses Hydrocracking Seksi Reaktor (Single Stage)

Typical proses hydrocracking seksi reactor (2 stage) adalah sebagai berikut :

Gambar 18. Typical Proses Hydrocracking Seksi Reaktor (2 stage)

Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 23 dari 33 Kontributor : Adhi Budhiarto

Page 79: 55709520 Buku Pintar Migas

BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA

Typical hydrocracking process seksi reactor (once through) adalah sebagai berikut :

Gambar 19. Typical Proses Hydrocracking Seksi Reaktor (Once Through)

Typical hydrocracking process seksi fraksinasi adalah sebagai berikut :

Gambar 20. Typical Proses Hydrocracking Seksi Fraksinasi

Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 24 dari 33 Kontributor : Adhi Budhiarto

Page 80: 55709520 Buku Pintar Migas

BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA

V. Variabel Proses Hydrocracking

V.1. Fresh Feed Quality

Kualitas feed hydrocracker akan mempengaruhi : • Temperatur yang dibutuhkan untuk mencapai konversi penuh • Jumlah hydrogen yang dikonsumsi • Umur katalis • Kualitas produk Beberapa hal penting yang berkaitan dengan kualitas feed hydrocracker adalah sebagai berikut : • Boiling range (Rentang Titik Didih)

Peningkatan boiling range umpan akan mengakibatkan umpan tersebut lebih susah untuk diproses, sehingga membutuhkan temperatur yang lebih tinggi yang kemudian akan menyebabkan umur katalis menjadi lebih pendek. Umpan dengan end point tinggi biasanya juga mengandung sulfur dan nitrogen lebih banyak. Initial boiling point umpan yang rendah (< 370 oC) tidak berpengaruh buruk terhadap operasi, namun akan mengurangi efisiensi operasi karena fraksi < 370 oC tidak mengalami konversi di katalis.

• Kandungan Sulfur dan Nitrogen Kenaikan jumlah senyawa sulfur dan nitrogen organik akan meningkatkan severity operasi. Kandungan sulfur tinggi akan meningkatkan konsentrasi H2S dalam recycle gas sehingga akan menurunkan purity recycle gas dan kemudian menurunkan tekanan partial hydrogen. Namun hal ini tidak terlalu berpengaruh terhadap aktivitas katalis karena konsentrasi H2S hanya berkisar ratusan ppm (part per million). Namun kandungan senyawa nitrogen organik yang terkonversi menjadi ammonia dan terakumulasi dalam recycle gas akan menurunkan aktivitas katalis. Oleh karena itu, umpan dengan kandungan nitrogen organik tinggi akan lebih sulit diproses dan membutuhkan temperatur lebih tinggi.

• Kandungan Senyawa Tak Jenuh Jumlah senyawa tak jenuh seperti olefin dan aromatik yang terkandung dalam umpan akan meningkatkan kebutuhan gas hidrogen dan meningkatkan panas reaksi yang dilepas. Secara umum untuk boiling range umpan tertentu, penurunan API gravity mengindikasikan peningkatan kandungan senyawa aromatik tak jenuh. Selain itu parameter lain yang mengindikasikan peningkatan senyawa tidak jenuh adalah tingginya angka insoluble normal Heptane (n-C7). Kandungan hidrokarbon tak jenuh yang berlebihan dapat menyebabkan permasalahan kesetimbangan energi bila suatu unit tidak dirancang khusus untuk jenis umpan tersebut.

Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 25 dari 33 Kontributor : Adhi Budhiarto

Page 81: 55709520 Buku Pintar Migas

BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA

• Komponen Cracked Feed

Catalytically cracked feed dan thermally cracked feed biasanya memiliki kandungan sulfur, nitrogen, dan particulate yang lebih besar. Selain itu juga mengandung aromatik dan senyawa pembentuk HPNA yang lebih banyak. Hal ini menyebabkan cracked feed lebih sulit diproses dan membutuhkan hidrogen lebih banyak. Pengolahan cracked feed akan meningkatkan laju deaktivasi katalis dan juga pressure drop reaktor.

• Racun Katalis Permanen Pada proses penghilangan logam dari umpan, senyawa logam organic terdekomposisi dan menempel pada permukaan katalis. Jenis logam yang biasanya menjadi racun katalis hydrocracker adalah nikel, vanadium, ferro, natrium, kalsium, magnesium, silica, arsenic, timbal, dan phospor. Keracunan katalis oleh logam bersifat permanent dan tidak dapat hilang dengan cara regenerasi. Keracunan logam dapat dicegah dengan membatasi kandungan logam dalam umpan. Best practice batasan maksimum kandungan logam yang terkandung dalam umpan hydrocracker adalah 1,5 ppmwt untuk nikel dan vanadium, 2 ppmwt untuk ferro dan logam lain, serta 0,5 ppmwt untuk natrium.

• Racun Katalis Tidak Permanen (Regenerable Catalyst Contaminant) Racum katalis tidak permanen adalah pengotor yang dapat dilepaskan dari katalis dengan cara regenerasi katalis. Contoh racun katalis tidak permanen adalah coke. Kandungan asphaltene yang tinggi akan mengakibatkan pembentukan coke di permukaan katalis dan menurunkan aktivitas katalis. Kandungan asphaltene diukur dengan menggunakan parameter insoluble normal heptane (n-C7). Batasan maksimum insoluble n-C7 dalam umpan adalah 0,05 %wt. Selain insoluble n-C7, parameter lain untuk mengetahui jumlah kandungan asphalthene adalah Conradson Carbon Ratio (CCR). Batasan maksimum CCR dalam umpan adalah 1 %wt.

V.2. Fresh Feed Rate atau LHSV (Liquid Hourly Space Velocity) LHSV didefinisikan sebagai (fresh feed, m3/jam)/(volume katalis, m3), sehingga satuan LHSV adalah 1/jam. Kenaikan feed rate dengan volume katalis yang tetap akan menaikkan nilai LHSV. Untuk memperoleh tingkat konversi reaksi yang sama, maka sebagai kompensasinya maka temperatur reaksi (temperature inlet reactor) harus dinaikkan. Namun kenaikan temperatur catalyst akan menyebabkan peningkatan kecepatan pembentukan coke pada permukaan katalis sehingga akan mengurangi umur katalis.

V.3. Combined Feed Ratio (CFR) CFR didefinisikan sabagai (fresh feed + recycle feed)/(fresh feed). Bottom fraksionator yang tidak terkonversi dikembalikan ke reaktor dengan tujuan untuk :

Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 26 dari 33 Kontributor : Adhi Budhiarto

Page 82: 55709520 Buku Pintar Migas

BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA

• Menurunkan panas yang dilepaskan oleh reaksi, karena recycle feed tersebut

telah terdesulfurisasi dan telah jenuh serta hanya membutuhkan reaksi hidrocracking. Hal ini dapat menurunkan beban katalis.

• Menurunkan severity reaksi. • Efek langsung kenaikan CFR adalah pengurangan yield naphtha (dan kenaikan

yield produk 150 oC+) dan dari kenaikan yield produk 150 oC+ yang tertinggi adalah kenaikan jumlah produksi diesel.

CFR optimum untuk operasi Hydrocracker adalah antara 1,6 s/d 1,65. CFR > 1,65 berarti unit dijalankan dengan low severity, sedangkan jika CFR < 1,6 berarti unit dijalankan dengan high severity. CFR ini bisa juga untuk mensiasati umur katalis; jika peak temperature fresh feed reactor sudah tercapai, CFR dapat dinaikkan untuk menurunkan severity operasi fresh feed reactor.

V.4. Hydrogen Partial Pressure Selain digunakan untuk reaksi, hydrogen juga berfungsi untuk menjaga tingkat kecepatan pembentukan coke pada permukaan katalis. Hydrogen partial pressure yang rendah akan meningkatkan kecepatan deaktivasi katalis. Hydrogen partial pressure dikendalikan dengan cara menjaga tekanan reaktor dan purity hydrogen dalam recycle gas. Purity hydrogen dapat ditingkatkan dengan cara : • Meningkatkan kandungan hydrogen dari make up compressor. • Venting recycle gas dari High Pressure Separator untuk membuang impurities

seperti NH3 dan H2S. • Menurunkan temperatur High Pressure Separator.

V.5. Hydrogen to Hydrocarbon Ratio (H2/HC Ratio)

SCFB (BPD) FeedFresh

H iKonsentras x (SCFD) Gas RecycleLaju /HCH 22 =

Peningkatan laju alir recycle gas akan meningkatkan rasio H2/HC. Pengaruh perubahan H2/HC sama dengan pengaruh tekanan parsial hidrogen terhadap severity reaksi. Variabel yang dikendalikan untuk menjaga H2/HC adalah laju recycle gas, hydrogen purity dalam recycle gas, dan laju umpan.

V.6. Kualitas Make up Hydrogen

Seperti telah dijelaskan pada point 4 dan 5 di atas, kualitas make up hydrogen penting untuk menjaga tingkat kemurnian hydrogen dalam recycle gas.

V.7. Temperatur Kenaikan temperatur akan menaikkan konversi yang kemudian akan menyebabkan kenaikan laju deaktivasi katalis. Kenaikan temperature yang mendadak dan sangat tinggi disebut dengan istilah temperature runaway atau

Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 27 dari 33 Kontributor : Adhi Budhiarto

Page 83: 55709520 Buku Pintar Migas

BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA

temperature excursion. Temperature runaway atau temperature excursion didefinisikan sebagai berikut : • ΔT reaktor (peak – inlet temperature) > 28 oC (untuk 1st stage amorphous

catalyst) atau > 14 oC (untuk 2nd stage amorphous catalyst) atau > 42 oC (untuk 1st stage zeolite catalyst) atau > 21 oC (untuk 2nd stage zeolite catalyst), dan

• Peak temperature reaktor melebihi batasan disain (untuk amorphous catalyst > 454 oC).

V.8. Katalis

Telah dijelaskan pada point II.2.5.

V.9. Wash Water Injection Injeksi wash water pada unit hydrocracker diperlukan untuk : • Menghilangkan ammonia dalam recycle gas

Adanya ammonia dalam recycle gas walaupun dalam jumlah sangat kecil (biasanya sekitar 200-400 ppm tergantung dari jenis umpannya) akan sangat mengganggu aktivitas katalis karena ammonia akan mengisi active site katalis.

NH3 + H2O NH4OH • Mencegah terjadinya fouling akibat pembentukan garam ammonia (terutama

pada fin fan cooler effluent reactor, upstream high pressure separator karena pada temperatur rendah senyawa garam mudah mengendap). NH3 + H2S NH4HS Pembentukan NH4HS adalah akibat dari reaksi senyawa ammonia anorganik (NH3) dengan senyawa sulfur anorganik (H2S). Fungsi wash water adalah melarutkan NH4HS agar tidak mengendap pada bagian dalam fin fan cooler yang akan menyebabkan plugging.

Best practice jumlah injeksi wash water yang direkomendasikan biasanya antara 3 s/d 8% volume on feed hydrotreater. Atau untuk implementasi yang lebih akurat adalah dengan melihat kandungan NH4HS yang terlarut dalam sour water di high pressure separator. Kandungan NH4HS dalam sour water diusahakan sekitar 8%wt (di bawah 8%wt pelarutan oleh wash water dianggap kurang efektif sehingga injeksi wash water harus ditambah dan di atas 8%wt akan menyebabkan sour water yang dialirkan ke unit sour water stripper menjadi korosif sehingga injeksi wash water harus dikurangi. Injeksi wash water biasanya dilakukan pada inlet fin fan cooler upstream high pressure separator.

Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 28 dari 33 Kontributor : Adhi Budhiarto

Page 84: 55709520 Buku Pintar Migas

BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA

Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 29 dari 33 Kontributor : Adhi Budhiarto

Temperatur wash water tidak boleh terlalu tinggi. Best practice-nya, temperatur wash water harus cukup rendah sehingga minimal 20% dari injeksi wash water masih tetap berbentuk cair pada outlet fin fan cooler (inlet high pressure separator). Jika injeksi wash water terganggu dalam waktu lebih dari 30 menit maka efeknya akan langsung terasa, yaitu jumlah unconverted oil meningkat (karena konversi menurun akibat meningkatnya kandungan ammonia pada recycle gas yang berebut untuk menempati active site katalis). Oleh karena itu, jika dalam waktu 30 menit gangguan injeksi wash water tidak dapat diatasi, maka unit hydrocracker harus turun feed atau bahkan harus shutdown jika injeksi wash water sama sekali tidak ada karena ketidakadaan wash water akan menyebabkan plugging pada fin fan cooler upstream high pressure separator.

Page 85: 55709520 Buku Pintar Migas

BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA

VI. Troubleshooting

Permasalahan yang sering terjadi di unit hydrocracker sangat banyak karena unit hydrocracker merupakan unit yang sangat kompleks. Beberapa contoh permasalahan, penyebab, dan troubleshooting yang terjadi di unit Hydrocracking dapat dilihat dalam table VI berikut ini :

Tabel VI. Contoh Permasalahan, Penyebab, dan Troubleshooting Unit Hydrocracking

Permasalahan Penyebab Troubleshooting Feed Filter

Excessive pressure drop or excessive backwash cycle

Malfunction in auto-backwash filter sequence

Jika terjadi excessive backwash cycle, manualkan operasi filter untuk menjamin kestabilan feed (jika

tidak maka akan dapat menyebabkan unit harus turun feed atau bahkan shutdown). Lakukan pengecekan

filter dan cleaning jika diperlukan Feed supply dari Vacuum

Distillation Unit/VDU berubah (lebih banyak mengandung partikel

atau minyak yang lebih berat)

Check kualitas feed, lakukan pengaturan kondisi operasi di VDU (mungkin flash zone temperature di kolom VDU terlalu tinggi yang dapat menyebabkan

terjadinya coking). Umpan dari tangki mempunyai

viskositas yang lebih tinggi sehingga pressure drop filter

meningkat.

Kurangi umpan dari tangki dan maksimalkan straight run feed (umpan langsung dari VDU).

Tangki umpan tidak di-cleaning dengan benar sebelum digunakan,

yang dapat menyebabkan scale atau partikel di dalam tangki terikut

dengan umpan.

Jika mungkin, tarik umpan dari tangki lain dan lakukan cleaning tangki yang bermasalah.

Steam coil pada tangki umpan bocor yang dapat menyebabkan

excessive backwash.

Segera lakukan analisa water content pada tangki dengan metode bottom tegak (ambil analisa feed

dalam tangki pada sekitar suction pompa) dan jangan lakukan analisa water content dengan metode

blending top, middle, bottom. Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 30 dari 33 Kontributor : Adhi Budhiarto

Page 86: 55709520 Buku Pintar Migas

BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA

Kenaikan Temperatur Reaktor

Pada saat normal operasi,

temperature bed katalis bagian atas reactor meningkat

Perubahan hot feed (feed dari VDU)

Lakukan pengecekan kondisi operasi upstream process. Kurangi hot feed jika mungkin.

Feed mengandung banyak cracked feed yang banyak

mengandung olefin dan aromatic

Lakukan pengecakan komposisi umpan cracked/non-cracked. Kurangi umpan cracked jika

memungkinkan. Operasi fired heater tidak stabil

sehingga menyebabkan temperatur outlet-nya, yang merupakan inlet temperatur

reactor, naik.

Lakukan pengecekan dan troubleshooting terhadap operasi fired heater. Jika temperature bed reactor tidak terkendali, kurangi feed atau shutdown unit.

Pada saat normal operasi, delta

temperature bed catalyst reactor

(peak temperature – inlet temperature)

menurun.

Komposisi feed berubah menjadi lebih berat atau komponen cracked feed berkurang.

Lakukan pengecekan feedstock properties. Untuk feed yang lebih berat, naikkan temperature bed

catalyst dalam batasan yang aman. Kualitas make up hydrogen

menurun, terdapat lebih banyak CO-CO2

Jangan pernah menaikkan temperature reactor untuk mengkompensasi menurunnya konversi (karena jika kualitas make up hydrogen kembali ke normal, maka akan dapat menyebabkan temperature excursion).

Lakukan pengecekan operasi hydrogen plant. Water carry over dalam feed

(salah satu indikasinya adalah jika operasi feed filter fluktuasi)

Segerak lakukan analisa bottom tegak tangki feed. Jika water content tinggi, stop supply feed dari tangki yang bermasalah. Water carry over dalam feed dapat

menyebabkan katalis rusak. Reactor Pressure Drop

Pressure drop reactor meningkat

tajam

Differential pressure instrument plugging atau rusak sehingga

memberikan penunjukan salah.

Jika differential pressure instrument dilengkapi dengan purge gas, cek flow-nya.

Terdapat scale pada reactor catalyst bed.

Cek operasi feed filter.

Umpan yang diolah diimpor yang jika berkontak dengan udara akan menyebabkan terbentuknya gums

yang terbentuk akibat oksidasi olefin hydrocarbon.

Cek kandungan contaminant pada feed.

Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 31 dari 33 Kontributor : Adhi Budhiarto

Page 87: 55709520 Buku Pintar Migas

BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA

Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 32 dari 33 Kontributor : Adhi Budhiarto

Korosi pada kolom fraksinasi sehingga scale terikut dengan

recycle feed.

Cek strainer fractionator bottom pump.

Reactor Catalyst Bed Maldistribution Catalyst bed radial temperature profile

menunjukkan adanya channeling

Loading katalis tidak dilakukan dengan baik.

Pada saat plant stop lakukan unloading katalis dan re-load dengan metode yang baik.

Page 88: 55709520 Buku Pintar Migas

BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA

VII. Istilah-istilah

• Channeling didefinisikan sebagai pembentukan aliran tertentu pada reactor

catalyst bed, distribusi aliran melalui reactor catalyst bed tidak merata. • Cracked feed didefinisikan sebagai umpan yang sebelumnya telah mengalami

pengolahan di unit thermal cracking seperti delayed coking unit atau visbraker. • Demetalization catalyst adalah katalis yang berfungsi untuk menghilangkan

kandungan metal dalam umpan. • Graded catalyst adalah katalis yang selain fungsi utamanya sebagai particulate

trap juga berfungsi sebagai demetalization catalyst dan hydrotreating catalyst (NiMo, CoMo, atau Mo).

• HDN (Hydrodenitrification) adalah reaksi penghilangan nitrogen dengan menggunakan hydrogen dan dengan bantuan katalis.

• HDS (Hydrodesulfurization) adalah reaksi penghilangan sulfur dengan menggunakan hydrogen dan dengan bantuan katalis.

• HPNA (Heavy Poly Nucleic Aromatic) merupakan PNAs dengan lebih dari 7 ring.

• Hydrotreating catalyst adalah katalis yang berfungsi untuk men-treating umpan, menghilangkan impurities yang ada dalam umpan seperti sulfur (HDS), nitrogen (HDN), maupun oxygen.

• Inert catalyst adalah katalis yang tidak melakukan fungsi sebgai pemercepat reaksi namun hanya berfungsi sebagai high voidage support material untuk menahan kotoran-kotoran yang mungkin terikut bersama feed.

• Olefin adalah senyawa tidak jenuh yang mengandung ikatan rangkap. • PNA (Poly Nucleic Aromatic) adalah polycyclic hydrocarbon yang

terkondensasi yang mengandung > 2 atomic rings. • Secondary processing merupakan proses downstream setelah CDU (Crude

Distillation Unit), yang tidak lagi menggunakan pemisahan fisika namun sudah terkait dengan kehadiran reaksi kimia.

• Temperature runaway atau temperature excursion adalah kenaikan temperature reaksi yang mendadak dengan peak temperature dan ΔT (peak – inlet) melebihi batasan disain.

• UCO (Unconverted Oil) adalah bottom kolom fraksinasi utama. • Unggun catalyst atau catalyst bed adalah tumpukan katalis yang terletak dalam

1 ruangan (bed) reactor. • Unloading spout adalah pipa tempat mengeluarkan katalis saat pelaksanaan

unloading katalis.

VIII. Daftar Pustaka 1. Hydrocracking Process Technology Seminar, Dumai, Juli 2000. 2. Operating Manual Hydrocracker Unibon PERTAMINA Unit Pengolahan II

Dumai. 3. 1999 UOP Hydrocracking Unibon General Operating Manual.

Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 33 dari 33 Kontributor : Adhi Budhiarto

Page 89: 55709520 Buku Pintar Migas

BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA

BAB VII INTRODUCTION TO

FLUID CATALYTIC CRACKING (FCC)

Ringkasan Terjemahan dari Materi Presentasi Quak Foo, Lee – Chemical and Biological Engineering, the University of British Columbia

I . Apakah FCC i tu?

FCC ada lah un i t secondary process ing d i k i lang yang menggunakan mic ro-spherod ia l ca ta lys t (zeo l i t ic ca ta lys t ) yang akan ter f lu id isas i dengan pengaturan supp ly udara yang tepat . FCC ber tu juan untuk mengubah f raks i minyak bumi yang memi l ik i bo i l ing po in t t ingg i menjad i gaso l ine dengan ok tan t ingg i . Perbedaan dengan RCC (Res idua l Cata ly t ic Crack ing) te ru tama hanya pada jen is feed yang d io lah. B iasanya RCC mengolah a tmospher ic res idue yang berasa l dar i Crude Dis t i l la t ion Un i t / CDU (sete lah sebe lumnya d ih i langkan kandungan meta l -nya d i un i t A tmospher ic Res idue Hydrodemeta l iza t ion un i t ) , sedangkan FCC mengolah gaso i l yang berasa l dar i Vacuum Dis t i l la t ion Un i t /VDU.

II. Mengapa FCC Menggunakan Circulating Fluidized Bed? • Sangat baik dalam hal kontak antara gas dan padatan. • Sangat baik dalam hal keefektifan katalis. • Sangat baik dalam hal pengendalian temperature internal. • Sangat menguntungkan dalam hal regenerasi katalis.

III. FCC Reactor-Regenerator

Gambar 1. Reaktor-Regenerator FCC

Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 1 dari 5 Kontributor : Adhi Budhiarto

Page 90: 55709520 Buku Pintar Migas

BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA

Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 2 dari 5 Kontributor : Adhi Budhiarto

IV. ambaran Proses FCC

n. Reaksi yang di reactor hanya dalam hitungan detik.

ter/detik, sedangkan hydrocarbon residence ah 2 detik.

oduk keluar cyclone dan mengalir ke main fractionation column.

Gambar 2. Proses yang Terjadi di Cyclone FCC

G

Reactor Feed masuk melalui bagian bawah riser, berkontak dengan katalis yang sudah diregenerasi. Reaksi cracking terjadi dalam fase uap. Kenaikan volum uap mengangkat katalis dan meningkatkan jumlah minyak yang teruapkaterjadiRiser Aliran umpan yang mengalir dalam riser adalah plug flow. Steam digunakan untuk mengatomisasi umpan. Kecepatan uap keluar adalah sekitar 18 metime adalCyclone Cyclone terletak pada bagian akhir riser untuk memisahkan katalis dari uap minyak. Cyclone menggunakan deflector device untuk membelokkan arah katalis ke bawah. Biasanya digunakan 2 stage cyclone. Cyclone mengembalikan katalis ke stripper melalui dipleg. Uap pr

Riser

Stripping Bed

Page 91: 55709520 Buku Pintar Migas

BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA

Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 3 dari 5 Kontributor : Adhi Budhiarto

ssure head yang membuat katalis mengalir menuju regenerator.

Gambar 3. Proses yang Terjadi di Stripper FCC

r 2 psi untuk menjamin positive air flow melalui semua nozzle.

Stripper Spent catalyst setelah bereaksi dengan minyak kemudian jatuh ke stripper. Selama proses reaksi di riser, valuable hydrocarbon akan terserap dalam catalyst bed. Oleh karena itu diperlukan stripper untuk men-strip valuable hydrocarbon ini dari permukaan katalis. Stripping steam, dengan kecepatan 4 kg per 1000 kg sirkulasi katalis, digunakan untuk men-strip hydrocarbon dari permukaan katalis. Level katalis menyediakan pre

Steam

Stripper

st Level

r Riser

Cataly

ReactoReactor

Regenerator Regenerator mempunya dua fungsi, yaitu mengembalikan aktivitas katalis (dengan cara membakar coke yang ada pada permukaan katalis) dan menyediakan panas untuk meng-crack umpan. Udara merupakan sumber oksigen untuk pembakaran coke yang ada pada permukaan katalis. Kecepatan udara dari main air blower adalah 1 meter/detik untuk mempertahankan catalyst bed dalam kondisi fluidized. Pressure drop pada air distributor dijaga sekita

Page 92: 55709520 Buku Pintar Migas

BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA

Catalyst (high carbon)

Low Oxygen

Gambar 4. Reaksi yang Terjadi di Regenerator

Udara

Catalyst

Dense Phase Bed

High Oxygen

Catalyst (low carbon)

• Standpipe dan Slide Valve Standpipe memberikan pressure head yang diperlukan untuk mensirkulasikan katalis di sekitar unit. Densitas katalis dalam standpipe adalah 642 kg/m3. Slide valve digunakan untuk mengatur kecepatan aliran dari regenerated catalyst ke riser. Slide valve berfungsi untuk memberikan katalis yang cukup untuk memanaskan umpan hingga mencapai temperature reactor yang diinginkan.

Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 4 dari 5 Kontributor : Adhi Budhiarto

Page 93: 55709520 Buku Pintar Migas

BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA

Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 5 dari 5 Kontributor : Adhi Budhiarto

V. FCC Heat Balance

Regenerator Reactor Flue gas Spent Catalyst

Products Heat of Coke Combustion Heat Losses

Heat losses

Heat of Reaction

Recycle

Fresh Feed Regenerated Catalyst

Regeneration Air Feed Preheater

Gambar 5. FCC Heat Balance

Page 94: 55709520 Buku Pintar Migas

BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA

Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 1 dari 17 Kontributor : Adhi Budhiarto

BAB VIII HYDROGEN PRODUCTION UNIT

(HPU) I . Pendahuluan

Hydrogen Production Unit (HPU) menggunakan proses steam/hydrocarbon reforming. Hydrogen production unit di kilang minyak bumi biasanya diperlukan oleh unit Hydrocracker untuk menyediakan kebutuhan hydrogen yang digunakan untuk proses treating-cracking di unit Hydrocracker. Selain di kilang minyak bumi, HPU juga ada di pabrik ammonia dan methanol dengan tujuan yang sama, yaitu hydrotreating dan hydrocracking.

II. Teori Hydrogen Production Unit Pada masa sekarang ini semua produksi hydrogen diproduksi dengan menggunakan proses steam reforming atau partial oxidation. Proses electrolysis untuk memproduksi hydrogen digunakan untuk skala terbatas. Metode lain adalah thermal decomposition, photolysis, dan bioconvertion. HPU terdiri dari beberapa unit proses sebagai berikut :

• Desulfurization umpan hydrocarbon. • Steam reforming (pre-reforming dan reforming). • Shift conversion. Shift conversion pada HPU dapat terdiri dari high temperature

shift conversion dan low temperature shift conversion atau hanya terdiri dari medium temperature shift conversion.

• Carbondioxide removal. Carbondioxide removal pada HPU dapat berupa benfield

system atau Pressure Swing Absorber. • Mehtanation.

II.1. Desulfurization

Umpan hydrocarbon harus didesulfurisasi untuk melindungi katalis yang digunakan di HPU. Jenis proses desulfurisasi tergantung jenis umpan dan tipe komponen sulfur dalam umpan. Hydrogen sulfide dan komponen sulfur reaktif dalam umpan dapat dihilangkan baik dengan cara absorbsi dengan menggunakan activated carbon atau dengan cara absorbsi dengan menggunakan hot zinc oxide. Komponen-komponen sulfur non-reaktif dalam umpan dapat dihilangkan dengan hydrogenation menjadi hydrogen sulfide dan kemudian diabsorbsi dengan menggunakan hot zinc oxide.

Selain hot zinc oxide, biasanya desulphurizer juga dilengkapi dengan chloride guard untuk melindungi katalis steam reformer dari chloride. Chloride sangat mungkin terkandung dalam umpan HPU mengingat umpan HPU berasal biasanya berasal dari unit catalytic

Page 95: 55709520 Buku Pintar Migas

BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA

reforming yang menggunakan chloride untuk mengatur aktivitas katalis catalytic reforming. Jika umpan hydrogen plant berasal dari natural gas, maka chloride guard tidak diperlukan. ”Katalis” zinc oxide dalam unit desulfurizer sebenarnya tidak berfungsi sebagai katalis, namun lebih tepatnya zinc oxide adalah absorbent, yang menyerap senyawa sulfur hingga jenuh. Biasanya absorbent zinc oxide dapat menyerap senyawa sulfide hingga 25% berat total absorbent zinc oxide. Untuk yang menggunakan chloride guard, biasanya desulfurizer terdiri dari 2 bed catalyst, yaitu bed pertama untuk chloride guard dan bed kedua untuk zinc oxide. Untuk kemudahan operasi, biasanya terdapat 2 unit desulfurizer yang beroperasi secara lead-leg atau secara seri. Keuntungan operasi secara lead-leg adalah jika terjadi breaktrhough senyawa sulfur dari unit desulfurizer ”lead”, maka masih dapat diabsorbsi di unit desulfurizer ”leg”, sehingga senyawa sulfur tetap tidak meracuni katalis steam reformer. Jika sudah terjadi breakthrough senyawa sulfur pada unit desulfurizer ”lead”, maka unit desulfurizer ”lead” dapat di-bypass untuk dilakukan penggantian absorbent zinc oxide tanpa menghentikan operasi HPU karena unit desulfurizer ”leg” dapat tetap dioperasikan. Setelah selesai penggantian absorbent zinc oxide tersebut maka unit desulfurizer ”lead” tersebut kemudian dioperasikan sebagai unit desulfurizer ”leg”. Saat proses desulfurisasi, zinc oxide diubah menjadi zinc sulfide. ZnO + H2S ZnS + H2O Absorbent zinc oxide dapat digunakan pada temperatur ambient hingga 454 oC, namun operasi paling efektif adalah pada temperature diatas 340 oC. Absorbent zinc oxide dapat digunakan pada tekanan atmospheric hingga tekanan lebih dari 50 kg/cm2. Space velocity disain biasanya antara 200 s/d 2000 jam-1.

II.2. Steam Hydrocarbon Reforming HPU dengan menggunakan metode steam hydrocarbon reforming telah menjadi aplikasi produksi hydrogen yang paling banyak digunakan di seluruh dunia. Umpan hydrocarbon setelah melalui desulfurizer kemudian bergabung dengan umpan steam di di-reform melalui nickel on alumina based catalyst yang ada dalam reforming furnace tube. Reaksi yang terjadi dalam reforming furnace tube adalah sebagai berikut : CmHn + mH2O m CO + ((2m+n)/2) H2

CO + H2O CO2 + H2 Keterangan : CmHn dapat berupa CH4, C2H6, C3H8, dan lain-lain.

Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 2 dari 17 Kontributor : Adhi Budhiarto

Page 96: 55709520 Buku Pintar Migas

BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA

Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 3 dari 17 Kontributor : Adhi Budhiarto

Pada temperatur yang tinggi dan tekanan yang rendah, kesetimbangan akan bergeser ke kanan (produksi hydrogen). Produk gas hasil reforming berupa hydrogen, carbondioxide, carbomonoxide, methane (sisa), dan steam (excess/berlebih). Reaksi steam reforming bersifat endotermis (memerlukan panas). Panas disediakan oleh burner dalam suatu reforming furnace. Kondisi operasi optimum tergantung pada jenis feed dan spesifikasi produk. Biasanya steam reformer beroperasi pada temperatur outlet 760 s/d 850 oC dan temperatur tube skin hingga 980 oC. Sedangkan tekanan operasi dapat mencapai 37 kg/cm2g. Kinerja katalis steam reformer dapat dipengaruhi oleh impurities berupa senyawa sulfur, chloride, phosphorous, lead, dan arsenic. Steam reformer biasanya dioperasi dengan steam berlebih untuk menjamin ketersediaan steam untuk reaksi (baik reaksi di steam reformer maupun reaksi di shift converter) dan untuk mencegah coke build up (carbon deposit) pada permukaan katalis steam reformer. Steam to carbon ratio biasanya antara 2,5 s/d 8 mol steam per atom carbon. Pada steam to carbon ratio minimum akan terbentuk methane, sedangkan pada steam to carbon ratio maksimum akan terbentuk butane. Pembentukan methane pada outlet steam reformer (atau biasa disebut methane slip) akan meningkat dengan menurunnya temperature outlet steam reformer. Oleh karena itu menjaga temperature outlet steam reformer pada kisaran 760 s/d 850 oC adalah sesuatu yang mandatory. Katalis steam reforming biasanya tersusun atas nikel dengan balance alumina. Komposisi katalis steam reforming biasanya adalah nikel 10-14%wt, SiO2 0,2%wt (maksimum), dan Al2O3 (balance). Katalis steam reformer biasanya terdiri dari pre-reformer catalyst dan reformer catalyst. Pre-reformer catalyst dapat berada di luar steam reformer furnace (dalam reaktor yang terpisah) atau dapat juga bergabung dalam steam reformer tube. Umumnya pre-reformer catalyst bergabung dengan reformer catalyst dalam steam reformer tube. Jika pre-reformer dan reformer catalyst berada dalam steam reformer tube, maka biasanya pre-reformer catalyst mengisi 1/3 bagian tube atas dan reformer catalyst mengisi 2/3 bagian tube bawah (jika jenis furnace ada top fire). Pertimbangan mengisi 1/3 bagian tube atas dengan pre-reformer untuk top fired steam reformer adalah pada 1/3 bagian tube atas reaksi belum terlalu banyak terjadi karena temperatur belum terlalu panas, dan flame pattern yang bagus adalah jika api menjulur ke bawah 1/3 s/d ½ ketinggian tube dari atas (jika top fired furnace) dengan temperatur api terpanas adalah pada 1/3 bagian dari ujung api. Selain itu, pre-reformer juga menjalani fungsi sebagai graded catalyst, yaitu sebagai particulate trap, sehingga biasanya bentuknya adalah bentuk yang biasa digunakan oleh graded catalyst (bentuk terbaik untuk graded catalyst adalah bentuk ring karena mempunyai void fraction terbesar dibandingkan bentuk lainnya). Pre-reformer juga

Page 97: 55709520 Buku Pintar Migas

BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA

digunakan untuk mengantisipasi sulfur atau chloride breaktrhough sehigga tidak merusak katalis utama yang kemudian akan membuat produk hydrogen menjadi off-spec.

II.3. Shift Converter II.3.1.Shift Converter di HPU dengan Absorption System

Menggunakan Larutan Benfield Produk gas outlet steam reformer masih mengandung carbon monoxide sekitar 10% (dry basis). Carbon monoxide dalam gas produk steam reformer tidak dapat diabsorbsi di absorption system yang menggunakan larutan benfield sebagai absorbent, sehingga carbon monoxide harus di-convert menjadi CO2 di shift converter agar CO2 kemudian dapat diabsorbsi di absorption system. Fungsi shift converter adalah mereaksikan carbonmonoxide dengan steam untuk membentuk carbondioxide dan hydrogen.

CO + H2O CO2 + H2

Berdasarkan teori kinetika reaksi maka pada temperatur tinggi, kecepatan reaksi akan meningkat, namun konversi tidak dapat lengkap. Sedangkan pada temperatur rendah konversi dapat lengkap, namun kecepatan reaksi rendah.

Berlandaskan teori kinetika reaksi inilah maka sebagian HPU didisain untuk memiliki 2 tahap shift conversion, yaitu high temperatur shift conversion (untuk mengakomodir kecepatan reaksi yang tinggi) dan low temperature shift conversion (untuk mengakomodir konversi reaksi yang tinggi). High temperatur shift converter (HTSC) biasanya beroperasi pada temperatur antara 330 oC s/d 510 oC dengan tekanan operasi hingga 50 kg/cm2g. Normal wet gas space velocity berkisar antara 1000 s/d 5000 volume gas pada STP per jam per volume katalis. Katalis high temperature shift converter tersusun dari Fe2O3 (sekitar 85%wt), Cr2O3 (7-10%wt), dan balance Al2O3. Kandungan CO inlet HTSC sekitar 12%mol (dry), sedangkan kandungan CO outlet HTSC sekitar 3%mol (dry). Low temperatur shift converter (LTSC) biasanya beroperasi pada temperatur antara 190 s/d 250 oC dengan tekanan operasi hingga 50 kg/cm2g. Normal wet gas space velocity berkisar antara 2000 s/d 5000 volume gas pada STP per jam per volume katalis. Katalis low temperature shift converter tersusun dari CuO (31-34%wt), ZnO (48-53%wt), dan Al2O3 (balance). Kandungan CO inlet LTSC sekitar 3%mol (dry), sedangkan kandungan CO outlet HTSC sekitar 0,3%mol (dry).

Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 4 dari 17 Kontributor : Adhi Budhiarto

Page 98: 55709520 Buku Pintar Migas

BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA

II.3.2.Shift Converter di HPU dengan Adsorption System Berupa Pressure Swing Adsorber Sebagian HPU lainnya didisain hanya memiliki 1 tahap shift conversion, yaitu medium temperature shift converter (MTSC) atau high temperature shift converter (HTSC), terutama untuk HPU yang dilengkapi dengan Pressure Swing Adsorber (PSA). Kandungan CO inlet MTSC/HTSC sekitar 12%mol (dry), sedangkan kandungan CO outlet sekitar 4%mol (dry). Jika dibandingkan dengan HPU yang mempunyai 2 tahap shift conversion, maka kandungan CO outlet shift conversion ini jauh lebih besar (3,9% mol versus 0,3%mol; dry basis). Namun dengan menggunakan adsorption system berupa Pressure Swing Adsorber, maka Hydrogen purity produk dapat lebih tinggi daripada HPU yang hanya menggunakan benfield system sebagai CO2 absorption system.

II.4. CO2 Absorption System/Pressure Swing Adsorption System II.4.1.CO2 Absorption System

Terdapat beberapa jenis absorbtion system yang digunakan untuk menghilangkan CO2 dari produk gas, yaitu :

• Mono Ethanol Amine (MEA) • Hot potassium carbonate process (benfield process). • Sulfinol process.

Hot potassium carbonate process memerlukan temperature jauh lebih tinggi daripada MEA atau sulfinol process. Larutan MEA dan sulfinol menyerap pada temperature sekitar 35 oC, sedangkan hot potassium carbonate process efektif pada temperatur 125 oC. Namun karena upstream process (shift conversion) bertemperatur tinggi (sekitar 215 oC), maka proses hot potassium carbonate lebih diminati dengan alasan heat recovery (tidak perlu mendinginkan aliran gas hingga ke temperature 35 oC). Larutan benfield adalah larutan yang mengandung :

• K2CO3 (potassium carbonate) = 25-27 %wt. • DEA (Diethanol Amine) = 3 %wt. • V2O5 (Vanadium Pentoxide) = 0,7-0,8 %wt.

Reaksi yang terjadi di CO2 absorption system adalah sebagai berikut : K2CO3 + H2O KOH + KHCO3 KOH + CO2 KHCO3

Sehingga reaksi totalnya adalah :

K2CO3 + H2O + CO2 2KHCO3

Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 5 dari 17 Kontributor : Adhi Budhiarto

Page 99: 55709520 Buku Pintar Migas

BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA

Proses benfield merupakan hot carbonate process dengan DEA sebagai activating agent. Kehadiran amine (DEA) adalah sebagai katalisator. CO2 + R2NH R2NCOOH R2NCOH + KOH R2NH + KHCO3 Sedikit amine sangat significant terhadap kecepatan reaksi CO2 dengan potassium carbonate. Proses yang serupa dengan benfield process adalah Catacarb process yang menggunakan activity agent berupa amine borates menggantikan DEA.

Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 6 dari 17 Kontributor : Adhi Budhiarto

II.4.2.Pressure Swing Adsoption (PSA) System

Feed gas PSA adalah syntesis gas dari reformer furnace yang carbon monoxide-nya telah diubah menjadi carbon dioxide di Shift Converter. Biasanya HPU yang menggunakan PSA cukup memiliki satu Shift Converter, yaitu High Pressure Shift Converter. Purity hydrogen product HPU yang memiliki PSA dapat mencapai 99,9 %, dengan recovery sekitar 90 % on feed gas PSA.

Pressure Swing Adsorption process menggunakan fenomena adsobsi f isis, yaitu senyawa yang sangat mudah menguap dengan polaritas rendah (seperti diwakili oleh hydrogen atau helium) biasanya lebih tidak dapat di-adsorb dibandingkan dengan senyawa-senyawa seperti CO2, CO, N2, dan hydrocarbon. Oleh karena itu sebagian besar impurities yang terkandung di dalam aliran yang mengandung hydrogen dapat secara selektif di-adsorb sehingga dapat diperoleh high-purity hydrogen product. Proses PSA beroperasi pada 2 jenis tekanan, yaitu : • Tekanan tinggi (10 s/d 40 barg) untuk meningkatkan tekanan

parsial dan loading impurities pada material adsorbent (pada proses adsorbsi impurities).

• Tekanan rendah (sedikit diatas tekanan atmosferis) untuk mengurangi residual loading impurities sebanyak mungkin untuk mencapai purity produk yang tinggi, delta loading adsorption/desorption yang tinggi, dan hydrogen recovery yang tinggi (pada proses desorption/regeneration).

Proses PSA beroperasi pada temperature ambient dan tidak memerlukan panas untuk regenerasi. Perubahan temperatur kecil hanya terjadi pada proses adsorption (heat production) dan desorption & depressurization (heat loss). Hal ini yang menyebabkan material adsorbent dapat berumur panjang karena tidak ada pengaruh panas yang membuat adsorbent mengalami deaktivasi.

Page 100: 55709520 Buku Pintar Migas

BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA

Meskipun proses PSA secara eksternal terlihat sebagai proses kontinyu, namun secara internal proses PSA merupakan proses yang tidak kontinyu yang terdiri dari sejumlah sequence operasi yang berlangsung paralel. Secara umum, tiap adsorber memiliki siklus PSA yang spesifik yang berulang dengan cara siklikal. Satu siklus PSA terdiri dari dua fase dasar, yaitu adsorption dan regeneration. Fase regeneration sendiri merupakan rangkaian sub fase yang terdiri dari : • Transisi tekanan tinggi hingga rendah : ekspansi, purging, dan

dump. • Purging pada tekanan rendah. • Transisi tekanan rendah hingga tinggi kembali ke tekanan

adsorption : pressurization. Proses pemisahan adsorptive dengan supply produk yang kontinyu dilakukan dengan sejumlah pressure vessel yang diisi dengan material adsorbent, yang dilengkapi dengan interconnecting piping dan control valve. Selama operasi, minimal satu adsorber dalam kondisi on-stream pada tekanan tinggi dan beroperasi memisahkan impurities dari feed stream sedangkan adsorber lainnya menjalani proses regenerasi. Control program menjamin sequence proses dan pergantian proses adsorber dari proses adsorption ke desorption dikendalikan dengan seksama sehingga impurities tidak sampai lolos terikut ke produk. Oleh karena itu sequence proses harus menjamin bahwa selama periode adsorption suatu adsorber, adsorber lain harus menjalani proses regenerasi sehingga dapat stand by menggantikan operasi adsorber lain sebelum adsorber tersebut jenuh.

II.5. Methanation

Proses methanation adalah proses mengubah CO dan CO2 menjadi methane/CH4. CO dan CO2 dibatasi dalam produk hydrogen karena CO dan CO2 dapat membuat reaksi di unit Hydrocracker, yaitu unit downstream HPU, menjadi tidak stabil dan dapat meningkatkan kecenderungan terjadinya temperatur excursion/runaway. Residual carbon monoxide dalam overhead gas CO2 absorber setelah mengalami carbon dioxide removal kemudian mengalami reaksi methanation dengan bantuan katalis hydrogenation yang sangat aktif untuk menghilangkan CO dan CO2. CO + 3 H2 CH4 + H2O CO2 + 4 H2 CH4 + 2H2O Pada proses methanation ini, residual carbon monoxide dapat dikurangi hingga 5-10 ppm. Biasanya temperatur operasi antara 232 s/d 454 oC dan tekanan operasi hingga 50 kg/cm2g (walaupun dapat juga hingga 250 kg/cm2g).

Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 7 dari 17 Kontributor : Adhi Budhiarto

Katalis yang digunakan adalah katalis yang mengandung NiO (Nickel Oxide) sebagai base metal dengan balance Al2O3. Katalis ini

Page 101: 55709520 Buku Pintar Migas

BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA

Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 8 dari 17 Kontributor : Adhi Budhiarto

harus dilindungi dari racun, yaitu senyawa sulfur, chlorine, dan arsenic. Umumnya methanator dioperasikan dengan space velocity 5000 s/d 12000 volum gas pada STP per jam per volum katalis. Untuk HPU yang dilengkapi unit PSA, proses methanation tidak diperlukan karena proses penghilangan impurities, terutama berupa CO dan CO2, dapat dilakukan dengan sangat efektif sehingga dapat menghasilkan produk hydrogen dengan purity yang sangat tinggi.

III. Feed dan Produk Hydrogen Production Unit

Feed gas HPU dapat berupa : • Catalytic Reformer/Platformer Hydrogen rich gas (70-80%

hydrogen, sisanya sebagian besar methane). • Saturated gases dari gas recovery (30-50% hydrogen, sisanya

methane dan ethane). • Natural gas (85-95% methane, sisanya sebagian besar ethane). • LPG (propane dan/atau butane). Spesifikasi produk gas HPU yang menggunakan CO2 absorber/benfield system adalah sebagai berikut :

• Hydrogen : 97 % vol (minimum). • Methane : 3 % vol (maksimum). • CO & CO2 : 30 ppm (maksimum). • Basic nitrogen : 0,1 ppm (maksimum). • Elemental nitrogen : nil. • Sulfur : nil.

Sedangkan spesifikasi produk gas HPU yang menggunakan PSA adalah sebagai berikut :

• Hydrogen : 99,9% mol (minimum). • Carbon monoxide : 70 ppm mol (maksimum). • Nitrogen : 1000 ppm mol (maksimum). • Methane + CO2 : 25 ppm mol (maksimum).

Page 102: 55709520 Buku Pintar Migas

BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA

IV. Aliran Proses Hydrogen Production Unit

Process Flow Diagram Fixed Bed Catalytic Reforming dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar 1. Process Flow Diagram Hydrogen Production Unit dengan Benfield System

Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 9 dari 17 Kontributor : Adhi Budhiarto

Page 103: 55709520 Buku Pintar Migas

BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA

Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 10 dari 17 Kontributor : Adhi Budhiarto

Gambar 2. Process Flow Diagram Hydrogen Production Unit dengan Pressure Swing Adsorber

Page 104: 55709520 Buku Pintar Migas

BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA

Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 11 dari 17 Kontributor : Adhi Budhiarto

V. Variabel Proses Hydrogen Production Unit V.1. Desulfurizer

Reaksi desulfurisasi merupakan reaksi eksotermis (mengeluarkan panas). Sulfur dapat di-absorb oleh katalis mulai temperatur 5 oC, namun temperatur operasi optimum adalah 200 s/d 400 oC. Pada desulfurizer, tekanan bukan merupakan variabel proses yang critical.

V.2. Steam Reformer

Seperti telah dibahas pada point II.2, reaksi yang terjadi di dalam steam reformer adalah sebagai berikut : CmHn + mH2O m CO + ((2m+n)/2) H2

CO + H2O CO2 + H2 Keterangan : CmHn dapat berupa CH4, C2H6, C3H8, dan lain-lain. Reaksi pertama berlangsung hingga mencapai kesetimbangan pada outlet steam reformer. Reaksi pertama ini bergeser ke kanan jika temperatur tinggi dan tekanan rendah. Sedangkan reaksi kedua akan bergeser ke kanan pada tekanan rendah dan tidak dipengaruhi oleh tekanan. Pada tekanan sekitar 815 oC, reaksi kedua menjadi tidak significant. Produksi hydrogen dipengaruhi oleh feed gas rate dan konversi. Komposisi produk steam reformer, terutama methane slip, dipengaruhi oleh beberapa variabel operasi berikut ini :

• Outlet pressure. • Outlet temperature. • Steam/carbon ratio.

Temperatur inlet steam reformer adalah antara 480 s/d 535 oC. Sedangkan temperatur outlet steam reformer adalah antara 760 s/d 850 oC (diatur dengan memperhatikan hydrogen purity dan methane slip). Tekanan operasi steam reformer biasanya antara 20 s/d 30 kg/cm2g.

V.3. High/Low Temperature Shift Converter

Seperti telah dijelaskan pada point II.3, berdasarkan teori kinetika reaksi maka pada temperatur tinggi, kecepatan reaksi akan meningkat, namun konversi tidak dapat lengkap; sedangkan pada temperatur rendah konversi dapat lengkap, namun kecepatan reaksi

Page 105: 55709520 Buku Pintar Migas

BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA

Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 12 dari 17 Kontributor : Adhi Budhiarto

rendah. Kondisi operasi di HTSC/LTSC diatur sehingga dapat mencapai tingkat konversi yang sempurna. Seiring dengan waktu maka aktivitas katalis HTSC/LTSC akan menurun. Untuk mempertahankan aktivitas katalis, maka temperatur inlet HTSC/LTSC harus dinaikkan. Batas atas temperatur inlet HTSC/LTSC adalah saat temperatur tertinggi di dalam reaktor sudah mendekati mechanical design temperatur reaktor (biasanya masih lebih rendah daripada temperatur sintering katalis).

V.4. Methanator Best practice kenaikan temperature untuk reaksi methanation (sebagai kompensasi untuk menurunkan CO/CO2 content) adalah sebagai berikut :

• CO : 7 oC setiap 0,1 % volum (dry basis). • CO2 : 5 oC setiap 0,1 % volum (dry basis).

Reaksi methanation dapat terjadi mulai temperature 232-260 oC. Temperatur inlet methanator harus di-set sehingga outlet temperature sekitar 370 oC.

V.5. Absorption System (Benfield System)

Menaikkan temperatur larutan akan meningkatkan kecepatan absorbsi CO2, tetapi kapasitas absorbsi larutan menjadi menurun. Benfield system biasanya terdiri dari 2 tahap proses absorbsi, yaitu: • Dengan menggunakan lean solution (masuk di bagian atas

absorber pada temperatur sekitar 70 oC). • Dengan menggunakan semi-lean solution (masuk di bagian

tengah absorber pada temperatur sekitar 105 oC). Kenaikan tekanan pada absorber akan meningkatkan kapasitas absorbsi, namun tekanan absorber ini bukan merupakan process variable independent melainkan process variable dependent. Biasanya absorber dioperasikan pada tekanan 14 s/d 15 kg/cm2g. Meningkatkan jumlah sirkulasi larutan akan meningkatkan kapasitas absorbsi. Rendahnya konsentrasi potassium carbonate (K2CO3) akan menurunkan kapasitas absorbsi CO2. Rendahnya kandungan DEA dalam larutan benfield (< 3%) akan menyebabkan penurunan kecepatan absorbsi CO2 dan akan meningkatkan CO2 vapor pressure. Berdasarkan pengalaman operasi , kandungan DEA sebesar 3% adalah kondisi optimum.

Page 106: 55709520 Buku Pintar Migas

BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA

Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 13 dari 17 Kontributor : Adhi Budhiarto

VI. Troubleshooting Beberapa contoh permasalahan, penyebab, dan troubleshooting yang terjadi di Hydrogen Production Unit dapat dilihat dalam table I berikut ini :

Tabel I. Contoh Permasalahan, Penyebab, dan Troubleshooting Hydrogen Production Unit

Permasalahan Penyebab Troubleshooting Methane slip produk

hydrogen tinggi • Steam/carbon ratio rendah. • Outlet temperatur steam reformer rendah. • Outlet pressure steam reformer tinggi. • Desulfurisasi feed gas tidak sempurna.

• Naikkan steam/carbon ratio. • Naikkan temperatur outlet steam reformer. • Cek penyebab naiknya outlet pressure steam

reformer. • Cek proses desulfurisasi, jika perlu ganti katalis

desulfurizer.

CO inlet methanator tinggi.

• LTSC di-bypass. • Penurunan kinerja/aktivitas katalis LTSC

• Cek line bypass LTSC. Jika line bypass terbuka, blok.

• Cek kinerja katalis LTSC. • Naikkan temperature inlet LTSC jika masih

mungkin. Jika tidak mungkin maka HPU harus turun feed atau stop untuk ganti katalis LTSC.

CO2 inlet methanator tinggi. • Kinerja benfield system tidak bagus.

• Cek konsentrasi larutan benfield (K2CO3), pertahankan konsentrasi larutan > 25%.

• Cek konsentrasi DEA dalam larutan benfield, pertahankan konsentrasi larutan sekita 3%.

Page 107: 55709520 Buku Pintar Migas

BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA

Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 14 dari 17 Kontributor : Adhi Budhiarto

VII. Case Study : Steam Reformer Tube Burst Jika terjadi steam reformer tube burst maka kemungkinan-kemungkinan penyebab terjadinya tube burst ada 4 faktor utama sebagai berikut : 1. Tube overheating

Overheating pada tube dapat terjadi apabila terjadi kondisi-kondisi sebagai berikut: a. Flame Impigement/Jilatan Api ke Permukaan Tube

Flame impigement yang bersifat terus menerus pada tube akan mengakibatkan terjadinya panas yang berlebihan pada daerah tube tersebut. Hal ini berdampak terhadap melemahnya struktur metal (creep), yang selanjutnya dapat mengakibatkan terjadinya tube burst.

b. Tube Plugging Apabila terjadi tube plugging, maka dapat terjadi hambatan aliran fluida di dalam tube yang dapat berakibat penyerapan panas oleh fluida berkurang, sehingga terjadi overheating pada tube tersebut. Adanya tube plugging dapat ditandai dengan terjadinya kenaikan pressure drop steam reformer, dan secara visual dapat terlihat permukaan luar tube yang memerah atau belang merah-hitam, yang menandakan tidak ada aliran (panas yang di-supply oleh burner hanya diserap oleh tube dan tidak diserap oleh reaksi). Tube plugging dapat terjadi karena pressure drop tube pada saat loading terlalu tinggi atau karena Steam/Carbon ratio yang rendah yang menyebabkan terbentuknya coke pada permukaan katalis atau feed gas mengandung olefin atau hydrocarbon berat. Pressure drop tube pada saat loading di HPU sangat penting karena diameter tube yang kecil sehingga jika ada sesuatu yang masuk ke dalam tube saat loading bisa sangat berpengaruh terhadap pressure drop. Oleh karena itu prosedur loading katalis steam reformer dibuat sangat ketat, yaitu pressure drop dicek sebelum loading (pressure drop tube kosong) dan setelah selesai loading (setelah tube terisi katalis), sehingga dapat diyakinkan bahwa loading telah dilaksanakan dengan baik. Jika terjadi tube plugging, cek data pressure drop hasil loading. Sedangkan untuk steam/carbon ratio, Steam/Carbon ratio yang rendah dapat mengakibatkan terbentuknya coke/carbon pada permukaan catalyst yang secara akumulatif akan mengakibatkan terhambatnya aliran fluida/tube plugging (yang juga ditandai dengan kenaikan pressure drop tube) yang selanjutnya akan mengakibatkan over heating/hot spot pada tube.

c. Hambatan Aliran Flue Gas Apabila terjadi hambatan pada aliran flue gas, maka aliran panas yang dibawa oleh flue gas akan tertahan, sehingga akan terjadi akumulasi panas pada cabin steam reformer yang kemudian akan mengakibatkan

Page 108: 55709520 Buku Pintar Migas

BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA

Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 15 dari 17 Kontributor : Adhi Budhiarto

overheating pada tube maupun cabin/dinding cabin. Adanya hambatan aliran flue gas ini ditandai dengan tejadinya kenaikan tekanan cabin Steam Reformer. Terhambatnya aliran flue gas dapat disebabkan oleh : i. Convection section kotor. ii. Opening tunnel yang tidak sesuai dengan dimensi design.

Opening tunnel berfungsi untuk mengarahkan dan mendistribusikan aliran flue gas dari radiant section ke convection section. Apabila jumlah maupun dimensi dari opening tunnel tidak sesuai dengan jumlah aliran flue gas, maka akan terjadi hambatan aliran panas flue gas yang berakibat pada overheating pada tube maupun pada cabin.

iii. Catalyst atau catalyst support material (alumina ball) pecah. Catalyst dan catalyst support material yang pecah dapat mengakibatkan terhambatnya aliran fluida di dalam tube/tube plugging.

d. Catalyst-Activity

Apabila catalyst activity menurun, maka reaksi reforming akan turun sehingga panasan yang diberikan tidak digunakan seluruhnya sehingga panas yang diterima tube akan menjadi lebih besar dan akibatnya temperatur tube akan naik. Semakin tinggi catalyst activity maka akan semakin tinggi juga daya absorb terhadap panas reaksi pada reaksi steam reforming (reaksi endotermis), sehingga akan menghasilkan temperature tube skin yang lebih rendah. Untuk menentukan performance catalyst reformer dapat dilihat dari temperatur approach (evaluasi katalis-katalis di Hydrogen plant biasanya menggunakan pendekatan temperatur approach) dan methane slip.

2. Tube Metal Deterioration

Tube metal deterioration dapat disebabkan oleh beberapa hal berikut : i. Tube-Life-Time Metal deterioration dapat terjadi apabila pada tube terjadi penurunan/

kenaikan temperatur yang sangat excessive. Penurunan/kenaikan temperatur ini dapat terjadi akibat :

- Temperatur operasi

Temperatur operasi yang berlebihan dan bersifat terus menerus dapat mengakibatkan life time tube yang pendek. Semakin tinggi temperatur

operasi semakin pendek life time tube. - Frekuensi emergency shut down unit

Terjadinya emergency shut down unit, akan menyebabkan terjadinya penurunan temperatur yang mendadak pada steam reformer (biasanya rate penurunan temperatur jika normal shutdown adalah 50 oC/jam, sedangkan saat emergency shutdown bisa hingga 100 oC/jam). Dengan penurunan temperatur secara mendadak akan berpengaruh terhadap struktur material tube tersebut. Semakin tinggi

Page 109: 55709520 Buku Pintar Migas

BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA

Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 16 dari 17 Kontributor : Adhi Budhiarto

frekuensi emergency shut down unit, semakin besar juga kemungkinan terjadinya creep pada struktur material tersebut sehingga semakin pendek life time tube tersebut.

ii. Kualitas Tube Material tube sangat tergantung dari design dan kondisi operasi dari peralatan, yaitu steam reformer, diantaranya : temperatur, tekanan, dan feed/fluida yang mengalir (naphtha, natural gas, refinery/off gas, LPG, light hydrocarbon). Oleh karena itu setiap pemilihan material harus disesuaikan dengan kondisi operasi dan design peralatan. Semakin tinggi temperatur, tekanan operasi maupun korosivitas dari fluida yang digunakan, maka material yang digunakan harus mampu dan tahan dengan kondisi temperatur dan tekanan yang tinggi serta korosifitas yang tinggi juga. Jika hal ini diabaikan, maka akan terjadi kerusakan material (creep) atau tube burst sebelum waktunya (life time tube pendek). Sebagai contoh : HP-40 Nb adalah austenitic iron dengan komposisi 35% Ni, 25% Chromium alloy dan Niobium. Material tube HP-40 Nb ini mempunyai keunggulan dalam structural stability dan high temperature stress rupture strength dan ketahanan terhadap carburization, tetapi mempunyai kelemahan, diantaranya sangat rentan terhadap impurities, terutama Chloride dan Sulfur.

iii. Metal Poison Setiap material tube mempunyai kelemahan terhadap impurities tertentu yang disebut dengan poison, diantaranya chloride dan sulfur. Impurities kemungkinan terdapat pada fluida yang digunakan (feed gas, feed steam, fuel oil, ataupun fuel gas). Poison ini pada konsentrasi tertentu akan merusak/melemahkan struktur material tube. Jika konsentrasi poison melebihi batasan dari daya dukung material tersebut dan terjadi secara terus menerus, maka material tube tersebut akan mengalami kerusakan (creep) atau tube burst.

3. Tube over pressure Tube over pressure harusnya tidak terjadi, karena steam reformer biasanya dilengkapi dengan safe guard seperti PSV di outlet steam reformer disamping PSV yang ada pada discharge compressor feed gas. Namun jika kedua PSV tersebut fail, maka tube over pressure dapat terjadi.

4. Tube expansion Pada dasarnya setiap material tube akan mengalami pemuaian apabila tube tersebut menerima panas. Dan setiap material tube mempunyai daya muai (tingkat elastisitas) yang berbeda-beda tergantung dari komposisi materialnya. Apabila terjadi pemuaian (tube expansion) melebihi daya muai material tube, maka material tube tersebut akan mengalami kerusakan (creep).

Page 110: 55709520 Buku Pintar Migas

BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA

Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 17 dari 17 Kontributor : Adhi Budhiarto

Design tube steam reformer dilengkapi dengan counter weight, dimana masing-masing counter weight biasanya meng-cover 4 tube. Adapun fungsi dari counter weight adalah untuk mengimbangi pemuaian tube akibat panas. Dengan adanya pemanasan/over heating pada tube, tube akan mengalami pemuaian (temperatur outlet steam reformer antara 760-850 oC). Pada waktu dipanaskan, tube akan memuai, dan akan kembali ke kondisi seperti semula setelah didinginkan (tergantung pada elastisitas dari material tube). Jika counter weight tidak berfungsi dengan baik, maka pada saat operasi normal tube akan mengalami pemuaian ke samping/radial (bulging) dan akibatnya level katalis yang ada dalam tube akan turun sehingga katalis akan mengisi volume tube sebesar muai tube/penambahan keliling tube tersebut. Saat shutdown, seharusnya pemuaian tidak terjadi lagi dan kondisi tube yang memuai akan kembali normal, namun karena tube sudah terisi dengan katalis, maka proses tersebut tidak terjadi. Proses tersebut terjadi berulang-ulang hingga akhirnya tube tidak mampu lagi menahan pemuaian ke samping/radial tersebut. Biasanya tube burst terjadi pada bagian bawah tube, karena bagian tube yang menerima beban terberat adalah bagian bawah.

VIII. Istilah-istilah

• Methane slip Methan content; kandungan methane pada produk gas hydrogen. • Space velocity Adalah flow rate (m3/jam) dibagi volume katalis (m3). Satuannya 1/jam. • STP Standard Temperatur Pressure, yaitu

kondisi standard, temperature 15,6 oC dan tekanan 1 atmosfer.

• Temperature runaway Keadaan dimana temperatur bed katalis suatu reaktor naik secara tiba-tiba dengan cepat melebihi batasan yang diperbolehkan sehingga tidak dapat dikendalikan. Proses kenaikan

temperatur yang sangat mendadak ini melebihi batasan maksimum temperatur disain dan batasan maksimum ∆T (peak temperature – inlet temperature) disain.

IX. Daftar Pustaka

Operating Manual Hydrogen Plant PERTAMINA Unit Pengolahan II Dumai.

Page 111: 55709520 Buku Pintar Migas

BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA

Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 1 dari 19 Kontributor : Adhi Budhiarto

BAB IX DELAYED COKING UNIT

(DCU)

I . Pendahuluan

Proses perengkahan panas (thermal cracking process) adalah suatu proses pemecahan rantai hydrocarbon dari senyawa rantai panjang menjadi hydrocarbon dengan rantai yang lebih pendek dengan bantuan panas. Proses perengkahan panas bertujuan untuk mendapatkan fraksi minyak bumi dengan boiling range yang lebih rendah dari feed (umpannya). Dalam proses ini dihasilkan gas, LPG, gasoline (cracked naphtha), gas oil (cracked diesel), residue atau coke. Feed proses perengkahan panas dapat berupa gas oil atau residue. Proses Coking merupakan proses yang menjadi semakin penting dengan semakin menurunnya kualitas minyak mentah dunia (semakin berat dan semakin banyak mengandung logam dan conradson carbon). Dengan semakin meningkatnya kandungan logam dan conradson carbon dari minyak mentah, delayed coking unit (sering disebut coker) menjadi pilihan utama untuk mengolah minyak mentah dengan kandungan logam dan conradson carbon yang tinggi.

II. Teori Delayed Coking Unit Ketika hidrokarbon ditahan pada temperatur yang tinggi selama periode waktu tertentu dapat diasumsikan akan pecah menjadi dua atau lebih radikal bebas. Radikal bebas ini kemudian masuk ke sederetan reaksi yang menghasilkan produk total dengan rentang molekul yang lebar. Rentang produk ini mulai dari hidrogen sampai bitumen dan coke. Secara teori, reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut : panas dipergunakan untuk mendisosiasikan senyawa (compound) membentuk radikal bebas.

C10H22 → C8H17* + C2H5*

Radikal reaktif yang lebih tinggi tidak muncul dalam effluent produk yang di direngkah secara thermal, tetapi tergantung pada ukuran dan lingkungan dimana mereka bereaksi dengan radikal yang lain. Senyawa-senyawa hydrocarbons terdekomposisi menjadi olefins, bergabung dengan radikal yang lain atau bereaksi dengan permukaan logam. Radikal yang besar tidak stabil dan terdekomposisi membentuk olefins serta radikal yang lebih kecil.

C6H13* → C5H10 + CH3* C8H17* → C4H8 + C4H9* C4H9* → C4H8 + H*

Reaksi rantai radikal bebas berhenti ketika dua radikal berkombinasi atau ketika terjadi reaksi radikal dengan logam atau racun (poison).

Page 112: 55709520 Buku Pintar Migas

BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA

C8H17* + H* → C8H18

Reaksi polimerisasi dan kondensasi yang muncul pada kondisi perengkahan thermal (thermal cracking) dapat berlangsung dalam berbagai cara membentuk tar aromatik.

x C 4H 8 + y C4H 6 + zC3 H →

Coke dan bitumen adalah polimer terakhir (ultimate polymers). Molekul menjadi sangat besar dengan ikatan silang yang banyak. Tidak adanya hidrogen akan menurunkan kelarutannya didalam hidrokarbon. Coke mempunyai rasio hidrogen terhadap carbon kira-kira 1 : 1.

III. Feed dan Produk Delayed Coking Unit Sumber utama dari umpan Delayed Coking Unit adalah reduced crude dari Vacuum Distillation Unit. Clarified oil yang merupakan produk dari Fluid Catalytic Crackers (FCC) dan thermal cracking tars dianggap sebagai komponen umpan yang juga penting yaitu untuk meningkatkan kualitas coke.

Coking yields dan sifat produk tergantung pada karakteristik umpan dan kondisi operasi. Terkait dengan operasi coking, klasifikasi yang sangat umum dipakai untuk menggambarkan unsur utama dari residu adalah asphaltenes, resins, dan aromatics.

Fraksi asphaltene adalah non-volatile, zat amorf (amorphous substance) dengan berat molekul tinggi yang mengandung banyak koloid yang terdispersi di dalam minyak. Asphaltenes terutama tersusun dari carbon, hidrogen, nitrogen, oksigen, sulfur, vanadium, dan molekul nickel yang tersusun dalam gugus kompleks (complex clusters) atau lapisan (layers). Fraksi resin dari residu mempunyai struktur yang sama dengan asphaltenes. Resin merupakan material yang kental (viscous), yang menjelujur (tacky materials) dengan volatilitas yang rendah. Berat molekul resin sedikit lebih rendah daripada asphaltenes dan mengandung sejumlah material yang lebih terkonsentrasi dari nitrogen dan sulfur.

Sedangkan aromatics adalah struktur yang sederhana yang tersusun dari enam cincin carbon polisiklis (polycyclic six carbon rings). Kandungan conradson carbon dari umpan merupakan sifat yang paling menonjol yang mempengaruhi yield coke. Carbon residue adalah carboneous material yang dibentuk dan di-pirolisa dari umpan residu dan diukur langsung dari potensi pembentukan coke dari umpan.

Sifat-sifat yang ikut membantu terjadinya superior coke adalah low sulfur, low volatile matter content, low metals and ash content, low porosity, low

Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 2 dari 19 Kontributor : Adhi Budhiarto

Page 113: 55709520 Buku Pintar Migas

BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA

Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 3 dari 19 Kontributor : Adhi Budhiarto

coefficient of thermal expansion (CTE) dan konduktivitas yang baik. Sifat-sifat yang terakhir ini diukur setelah kalsinasi (calcining).

Kandungan sulfur yang tinggi tidak disukai untuk pembuatan anoda. Selama proses grafitisasi (graphitization), evolusi sulfur dari kompleks carbon-sulfur akan mendorong untuk mematahkan (fracturing) anoda. Kandungan logam yang tinggi dari coke merusak kedua sifat electrical dan mechanical dari coke.

Volatile carbon matter merupakan sifat coke yang sangat menentukan yang mempengaruhi harga jual dari green coke yang digunakan untuk industri pabrik elektroda. Material ini mengandung volatile heavy hydrocarbon yang tersimpan didalam coke matrix. Selama langkah kalsinasi dari peng-konversian green coke menjadi calcined coke untuk carbon anodes, hidrokarbon yang berat diuapkan dan secara esensial dihilangkan untuk memperbanyak hasil coke yang mempunyai nilai carbon (carbon values) melebihi 98 persen.

Tiga klasifikasi yang umum dari produk coke adalah sponge (bunga karang), honeycomb (sarang madu), dan needle (jarum).

Sponge coke dihasilkan dari high resin asphaltene feedstock. Karena adanya impurities dan low electrical conductivity, sponge coke tidak cocok untuk pembuatan anoda. Penampakan fisis sponge coke adalah mengandung pori-pori yang kecil yang dipisahkan oleh dinding yang tebal. Penggunaan dari coke jenis ini adalah untuk : • Pembuatan electrode untuk digunakan dalam electrical furnace dalam

pabrik Titanium oxide, baja. • Pembuatan anode untuk cell electrolytic dipabrik alumina. • Digunakan sebagai sumber carbon didalam pembuatan elemen

phosphor, calcium carbide, silica carbide. • Pembuatan graphite.

Honeycomb coke dihasilkan dari low resin-asphaltene feedstock dan setelah kalsinasi dan grafitisasi dapat menghasilkan anoda dengan kualitas yang memuaskan. Pori-pori yang elipsoidal terdistribusi secara merata. Pori-porinya unidirectional dan ketika dipotong melintang minor diameter, struktur honeycomb terlihat jelas.

Needle coke dihasilkan dari highly aromatic thermal tar atau decanted oil feedstocks. Pada penampakannya, pori-pori yang unidirectional adalah sangat kecil (very slender), berbentuk elliptical, dan dihubungkan pada major diameter. Coke dengan sekelilingnya hampa yg mudah pecah dan setelah pecah membentuk serpihan (splintery) atau bagian berbentuk jarum (needle).

Disamping coke (typical yield 20% volume on feed) juga dihasilkan :

• Gas • LPG (typical yield : 6-7% volume on feed) • Gasoline/cracked naphtha (typical yield : 15-16% volume on feed)

Page 114: 55709520 Buku Pintar Migas

BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA

Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 4 dari 19 Kontributor : Adhi Budhiarto

• Light Coker Gas Oil/LCGO, typical yield : 35-36% volume on feed • Heavy Coker Gas Oil/HCGO, typical yield : 30-31%

Cracked distillates Delayed Coking Unit (LCGO dan HCGO) sungguh berbeda dari distillate yang dihasilkan oleh unit lainnya. Cracked materials lebih olefinic, lebih padat (denser), kurang stabil, dan incompatible untuk blending dengan material yang murni (virgin materials). Olefins bersifat tidak stabil, dengan adanya udara yang cenderung untuk bereaksi membentuk gum. Blending dari cracked materials dengan virgin materilas pada proporsi tertentu menyebabkan perubahan pada pelarutan material yang menghasilkan peningkatan kandungan BS & W-nya, selain juga akan mem-promote terjadinya color unstability produk.

Tabel I. Typical Yield Delayed Coking Unit

Parameter Wt % Vol % °API Sulfur,

wt% N2,

PPM Metals, wt-ppm

Charge products 100.0 100.0 6.6 4.3 3.00 91

H2 0.9 - - - - -

C4 9.5 - - - - -

C5 1.0 1.6 89.0 - - -

C6 1.8 2.7 76.0 - - -

C7 - 196°C 12.2 16.2 53.4 1.0 40 -

196 - 343°C 28.5 33.0 28.6 2.5 1000 -

343°C 12.5 13.6 19.1 3.7 2200 -

Coke 33.6 - - 5.9 7490 270

Tabel II. Typical Spesifikasi Green Coke dan Calcined Coke

Parameter Green Coke Calcined Coke

Ash content, %wt* 0,1-0,15 < 0,5 Fixed carbon, %wt* 85-87 > 99,5 Moisture, %wt 12-14 < 0,5 Volatile Matter, %wt* 13-15 < 0,5 Sulfur, %wt* 0,3-0,4 < 1,5 Silicon, %wt 0,02-0,03 < 0,05 Iron,%wt 0,01-0,015 < 0,05 Nikel, ppm 100-200 < 0,03 Vanadium, ppm 30-50 0,04 Vibrated Bulk Density (VBD) 0,77-0,84 0,85 Real density - > 2,05 Particle size > 5mm - 35% Resistivity, ohm-cm - 0,08

Keterangan : * = dry basis

Page 115: 55709520 Buku Pintar Migas

BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA

IV. Aliran Proses Delayed Coking Unit

Aliran proses Delayed Coking secara umum dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 1. Simplified Process Flow Diagram Delayed Coking Unit

Aliran proses dapat dikelompokkan menjadi lima seksi yang berbeda: 1. Seksi coking 2. Seksi fraksinasi 3. Seksi konsentrasi gas 4. Seksi pembangkit steam 5. Seksi penanganan air dan blowdown (dipakai secara intermittent). Selain kelima seksi tersebut di atas, di dowstream Delayed Coking Unit biasanya tersedia unit calciner untuk mengubah coke yang diproduksi oleh Delayed Coking Unit (biasanya disebut green coke) menjadi calcined coke yang merupakan bahan dasar untuk membuat anode. Di calciner, coke dipanaskan hingga temperature 1100 s/d 1260 oC terutama untuk menghilangkan volatile matter.

IV.1. Seksi Coking Seksi coking terdiri dari coking heaters (2 unit jika 1 train atau 4 unit jika 2 train), coke chambers (2 unit jika 1 train atau 4 unit jika 2 train), sebuah fasilitas injeksi anti foam, dan sebuah coke chamber condensate receiver.

Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 5 dari 19 Kontributor : Adhi Budhiarto

Page 116: 55709520 Buku Pintar Migas

BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA

Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 6 dari 19 Kontributor : Adhi Budhiarto

Bottom kolom fraksinasi (yang disebut sebagai combined feed karena terdiri dari fresh feed dan recycle liquid) ditarik oleh pompa bottom fraksinasi dan dialirkan ke coking heaters.

High Pressure Steam diinjeksikan ke heater radiant coil dengan menggunakan flow controller untuk membantu linear velocity agar tidak terbentuk coke pada bagian dalam tube heater. Sebagai tambahan, High Pressure Steam juga tersedia pada inlet tiap tube heater dengan menggunakan hand control, namun hanya digunakan dalam kondisi emergensi untuk mencegah terjadinya coking/plugging pada tube heater pada saat emergency stop.

Heater effluent kemudian mengalir ke coke chamber. Operasi coke chamber umumnya menggunakan cycle 48 jam. Pada saat 1 unit coke chamber mengalami proses coking selama 24 jam, 1 unit coking chamber lainnya melakukan tahapan proses decoking selama 24 jam juga. Sepasang coke chamber beroperasi dengan kerangan empat arah (four way valve) pada inlet coke chamber untuk memungkinkan switching dari satu coke chamber ke coke chamber lainnya. Untuk mengetahui level coke pada coke chamber digunakan level detector radioaktif. Sebagai tambahan terhadap line proses, disediakan line untuk quench water, steam, condensate removal, dan blowdown. Material yang tidak membentuk coke (fraksi ringan) meninggalkan top coke chamber melalui vapor line dan dialirkan ke main fractionator dibawah bottom tray. Untuk mencegah kemungkinan penyumbatan (plugging) pada overhead line coke chamber, maka dialirkan HCGO quench yang diambil dari stream gas oil HCGO. Tahapan proses (cycle) Coking-Decoking kedua chamber dapat digambarkan sebagai berikut :

Tabel III. Tahapan Proses (Cycle) Coking-Decoking Coke Chamber

Coke Chamber A Coke Chamber B 08:00 Start coking 08:00 Selesai proses coking;

switch feed ke A. 08:00 – 08:30 Steaming out (4 ton/jam

steam) coke chamber; uap dialirkan ke main

fractionator (karena masih banyak fraksi ringan yang

dapat di-recover). 08:30 – 11:00 Steaming out (8 ton/jam

steam) coke chamber; uap dialirkan ke blow down

knock out drum (blowdown system).

Page 117: 55709520 Buku Pintar Migas

BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA

Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 7 dari 19 Kontributor : Adhi Budhiarto

11:00 – 16:00 Water quenching (steam = 8 ton/jam & water = 20

m3/jam). 16:00 – 18:00 Water filling 17:00 Buka top head 18:00 – 20:00 Water draining 20:00 – 24:00 • Buka bottom head.

• Pasang telescopic chute. • Decoking (boring &

cutting) dengan menggunakan water jet (200 kg/cm2).

00:00 – 01:00 Head up 01:00 – 03:00 Stand by 03:00 – 04:00 Test press (s/d 3,8

kg/cm2) & depressure 04:00 – 08:00 Warming up

08:00 Selesai coking; switch feed ke coke chamber B.

08:00 Start coking

Jika diperlukan, anti foam agent diinjeksikan dengan menggunakan pompa injeksi anti foam agent ke bagian teratas dari masing-masing coke chamber untuk mencegah foam carry over. Jika level detector coke chamber tidak berfungsi maka dapat dilakukan injeksi antifoam dengan menggunakan time base. Injeksi anti foam dengan menggunakan time base biasanya mulai dilakukan 10 jam sebelum proses coking selesai/sebelum switch ke chamber lainnya hingga 1 jam setelah proses coking selesai/setelah switch ke chamber lainnya (11 jam injeksi).

Condensate receiver dipersiapkan untuk menangani kondensat hidrokarbon yang terakumulasi ketika off-line coke chamber dipanaskan (intermittent basis). Air dikumpulkan di water boot dan kemudian dikirim ke wour water degassing drum di sour water stripping unit.

Kondensat hidrokarbon dipompa dengan coke chamber condensate pump dengan menggunakan flow controller ke line fresh feed pada inlet main fractionator. Equalizing line diantara receiver dan main fractionator berfungsi untuk menjaga gas blanket dan mencegah build up vapors di drum.

IV.2. Seksi Fraksinasi Seksi fraksinasi terdiri dari main fractionator, LCGO Stripper, HCGO stripper, charge surge drum, main fractionator overhead receiver, dan tanki cracked slop.

Cold feed ke DCU dipompa dari tangki umpan dengan pompa storage feed yang dikendalikan oleh flow controller yang di-cascade dengan surge drum

Page 118: 55709520 Buku Pintar Migas

BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA

Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 8 dari 19 Kontributor : Adhi Budhiarto

bottom level controller. Cold feed bercampur dengan hot feed dari vacuum bottom di Vacuum Distillation Unit sebelum masuk ke feed surge drum.

Total fresh feed dari feed surge drum dipompa oleh feed pump dengan dikendalikan oleh flow controller yang di-cascade ke fractionator bottom level controller. Aliran ini kemudian dipanaskan di feed/HCGO heat exchanger, dan kemudian masuk ke main fractionator melalui distributor. Sebagai alternatif, terdapat line feed yang masuk ke bottom main fractionator melalui sebuah distributor yang berada di bawah level liquid normal (50%). Line alternatif ini biasanya dipakai selama start up atau kapan saja diperlukan untuk mempertahankan panas didalam kolom. Cracked slop oil dari tangki cracked slop juga dapat ditambahkan ke fresh feed upstream dari feed/HCGO heat exchanger yang dikendalikan oleh flow controller.

HCGO ditarik dari HCGO accumulator dan didistribusikan sebagai berikut :

• Dipompa dengan menggunakan pompa sirkulasi dikembalikan ke main fractionator sebagai reflux.

• Sebagian kecil digunakan sebagai quench ke coke chamber vapor line. • Mayoritas aliran HCGO dibagi menjadi 3 aliran, yaitu disirkulasi melalui

debutanizer reboiler (dengan dikendalikan oleh flow controller), disirkulasi melalui feed/HCGO heat exchanger (dengan dikendalikan oleh flow controller), dan disirkulasi melalui HCGO steam generator (dengan dikendalikan oleh flow controller), untuk kemudian dikembalikan ke main fractionator melalui distributor sebagai reflux.

• Net HCGO product mengalir dari HCGO accumulator ke HCGO stripper. Sebagai stripping medium digunakan Medium Pressure Steam (dikendalikan oleh flow controller). Net HCGO product kemudian dipompakan oleh pompa produk melalui HCGO product steam generator, HCGO product/BFW heat exchanger, dan HCGO product cooler sebelum dialirkan ke tangki atau ke unit downstream (Hydrocracker)).

LCGO ditarik dari LCGO accumulator dan dipompakan dengan menggunakan pompa sirkulasi LCGO, dialirkan ke rich oil/lean oil heat exchanger, didinginkan di absorber lean oil cooler dan di lean oil trim cooler untuk kemudian dialirkan ke absorber sebagai lean oil (dengan menggunakan flow controller). Absorber bottom stream, yang kaya LPG disebut rich oil, mengalir mengalir melalui rich oil/lean oil heat exchanger (dengan menggunakan bottom level controller) dan kemudian dikembalikan ke main fractionator sebagai reflux. Net LCGO product mengalir dari LCGO accumulator ke LCGO stripper. Sebagai stripping medium digunakan Medium Pressure Steam (dikendalikan oleh flow controller). Net LCGO product kemudian dipompakan melalui LCGO product cooler dan LCGO product trim cooler sebelum menuju tangki penyimpan atau ke unit downstream (distillate hydrotreater). Stripped vapor dari stripper dikembalikan ke main fractionator.

Overhead vapors yang meninggalkan top main fractionator dikondensasi didalam main fractionator overhead condenser, mengalir ke trim cooler dan

Page 119: 55709520 Buku Pintar Migas

BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA

Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 9 dari 19 Kontributor : Adhi Budhiarto

kemudian dikumpulkan di main fractonator overhead receiver. Liquid dari receiver sebagian dipompakan kembali ke main fractionator sebagai reflux dan sebagian lagi dipompakan ke high pressure separators cooler, high pressure separator trim cooler, dan kemudian ke high pressure separator di seksi konsentrasi gas. Net off-gas dikirim ke compressor suction drum pada seksi konsentrasi gas. Air dikumpulkan di water boot dan dipompakan ke Sour Water Stripping Unit.

IV.3. Seksi Konsentrasi Gas

Seksi konsentrasi gas terdiri dari fractionator off gas compressor, high pressure separator, kolom absorber, kolom debutanizer, dan LPG splitter.

Gas dari fractionator overhead receiver mengalir ke compressor suction drum. Condesate liquid yang terjadi di compressure suction drum dipompa dengan pompa suction drum dikembalikan ke fractionator overhead receiver. Setelah di-compress, gas dialirkan ke high pressure separator dan kemudian ke absorber dikontakkan dengan circulating HCGO (disebut juga sebagai lean oil) untuk mengambil LPG yang terkandung di dalam gas. Bottom absorber (disebut juga sebagai rich oil) kemudian mengalir kembali ke main fractionator. Lean gas dari absorber dialirkan ke fuel gas system. Liquid high pressure separator dipompakan ke debutanizer melalui debutanizer feed/bottom heat exchanger. Debutanizer memisahkan high pressure separator liquid untuk menghasilkan LPG (top product) dan C5+/cracked naphtha (bottom product). Bottom debutanizer sebagian dialirkan ke thermosiphon reboiler dan sebagian lagi diambil sebagai produk dialirkan tangki penyimpan atau ke unit downstream (naphtha hydrotreater) setelah melalui feed/bottom heat exchanger dan debutanizer bottom cooler.

Overhead kolom dikondensasi secara parsial di debutanizer overhead condenser sebelum masuk ke debutanizer overhead receiver. Liquidnya sebagian dipompa sebagai reflux dan sebagian lagi mengalir ke LPG splitter setelah dipanaskan di LPG splitter feed/bottom heat exchanger.

LPG splitter berfungsi untuk menghilangkan ethane dan komponen yang lebih ringan dari stream produk LPG. Bottom LPG splitter yang merupakan produk LPG sebagian dialirkan ke thermosiphon LPG splitter reboiler dan sebagian lagi diambil sebagai produk LPG dikirim ke tangki penyimpanan setelah sebelumnya melalui LPG splitter feed/bottom heat exchanger, digunakan sebagai pemanas. LPG splitter overhead vapor dikondensasi secara parsial di LPG splitter overhead condenser sebelum masuk ke LPG splitter overhead receiver. Liquid dari receiver dipompa dengan pompa LPG splitter reflux kembali ke LPG splitter digunakan sebagai reflux. Sedangkan gas dari receiver dikirim ke fuel gas system.

IV.4. Seksi Pembangkit Steam

Di Delayed Coking Unit, steam dibangkitkan di beberapa tempat, yaitu :

Page 120: 55709520 Buku Pintar Migas

BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA

Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 10 dari 19 Kontributor : Adhi Budhiarto

• Di dalam common convection section dari masing-masing sepasang coking heater

• Di circulating HCGO steam generator. • Di HCGO product steam generators.

Seksi pembangkit steam terdiri dari sebuah steam disengaging drum, dua common convection steam generators, sebuah circulating HCGO steam generator, sebuah product HCGO steam generator, sebuah blowdown system dan sebuah chemical feed system. Seksi pembangkit steam menghasilkan tiga macam steam, yaitu : • High Pressure Steam, dibangkitkan di coking heater common convection

section steam generator. • Medium Pressure Steam, dibangkitkan di circulating HCGO steam

generator dan di HCGO product steam generator. • Low Pressure Steam, dibangkitkan di continuous blowdown drum.

IV.5. Seksi Penanganan Air dan Blowdown

Fasilitas water handling dan blowdown terdiri dari sebuah coke pit, sebuah clarifier, sebuah jet water storage tank, sebuah blowdown condenser knock out drum, sebuah blowdown condenser, dan sebuah blowodown condenser separator. Peralatan water handling dipakai untuk hydraulic decoking, water quench dari coke chambers, dan fines handling. Line blowdown coke chamber, yang dipakai secara intermittent selama cooling down dan warming up dari chamber, mengalir ke blowdown condenser knock out drum.

Liquid yang ada di blowdown separator dan blowdown knock out drum dipompakan dengan pompa blowdown condenser knock out drum melalui blowdown condenser knockout drum cooler menuju tanki cracked slop pada seksi fraksinasi. Vapour dari blowdown knock out drum mengalir ke blowdown condenser separator. Air yang ada di blowodown condenser separator mengalir ke blowdown separator secara gravitasi. Vapor dari blowdown condenser separator mengalir ke flare header. Hidrokarbon dari blowdown separator dan blowdown knock out drum dipompa dengan pompa slop blowdown condenser separator dan dikirim ke tanki cracked slop pada seksi fraksionasi.

Coke yang terbentuk di coke chamber dibor dengan menggunakan hydraulic cutting tools yang menggunakan air tekanan tinggi dari pompa jet hidrolik. Coke chamber berada diatas coke pit sehingga coke yang telah dibor langsung dapat jatuh ke coke pit. Coke dari coke pit kemudian dipindahkan ke belt conveyor dengan menggunakan travelling gantry crane. Air yang digunakan untuk membor coke yang ada di coke chamber mengalir dari sloped coke pit melalui vertical bar screen ke dalam settling basin, untuk kemudian menggunakan settling basin pump out sump pump dipompakan ke clarifier. Fines and scum pumpout pumps memompa material dari clarifier kembali ke coke pit, sedangkan air dari clarifier mengalir ke water transfer and quench pump sump untuk kemudian dikirim ke tanki penampungan jet water. Air dari

Page 121: 55709520 Buku Pintar Migas

BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA

Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 11 dari 19 Kontributor : Adhi Budhiarto

tanki penampungan inilah yang digunakan untuk membor coke yang ada di coke chamber dengan menggunakan pompa jet hidrolik ke peralatan decoking.

IV.6. Level Detector Coke Chamber

Pengukuran level coke chamber tidak dapat menggunakan level indicator konvensional yang biasa dipakai untuk mengukur separator karena level yang diukur adalah level padatan berupa coke. Alat ukur yang biasa digunakan untuk mengukur level coke chamber adalah level detector radiometric. Level detector radiometric yang sering digunakan sebagai level detector coke chamber adalah level detector sinar gamma dan sinar neutron. Secara teoritis sebenarnya ketinggi coke dalam coke chamber dapat diperkirakan (linear terhadap total flow pass coking heater), namun level detector tetap sangat diperlukan untuk :

• Mencegah terjadinya foam over ke main fractionator. • Mengetahui ketinggian foam yang mungkin terjadi saat proses

coking di coke chamber. • Optimasi penggunaan antifoam. • Mengetahui ketinggian coke saat selesai proses coking.

Perbedaan kedua level detector tersebut adalah sebagai berikut :

Tabel IV. Perbandingan Level Detector Sinar Gamma & Sinar Neutron

Parameter Sinar Gamma Sinar Neutron Daya ionisasi Kecil Besar Daya tembus Sangat besar Sangat besar Penggunaan Mendeteksi semua

fluida yang melalui ruangan diantara

source dan detector

Dapat di-setting hanya untuk mendeteksi foam yang melalui ruangan diantara source dan

detector Harga Murah Sangat Mahal

Reliability Tinggi Rendah Maintenance Mudah Susah

Teknologi Teknologi Lama yang masih banyak

digunakan di banyak unit DCU

Teknologi baru

Tipe pengukuran level detector di coke chamber biasanya adalah point source-point detector (level switch; tidak ada trending) untuk top coke chamber dan point source-rod detector (continuous level measurement; ada trending) untuk middle dan bottom coke chamber.

Page 122: 55709520 Buku Pintar Migas

BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA

Keterangan gambar : Keterangan gambar : 1 : Point source 1 : Point source 2 : Point detector 2 : Rod detector 3 : Kabel 3 : Kabel 4 : Evaluation unit 4 : Evaluation unit

Gambar 2. Tipe Pengukuran Level Detector Coke Chamber

Berdasarkan pengalaman penulis, walaupun sinar gamma mempunyai kelemahan tidak dapat secara spesifik mengukur ketinggian foam pada permukaan coke di coke chamber melainkan mengukur semua fluida yang melalui source-detector, namun penggunaan sinar gamma sudah cukup karena mempunyai banyak keunggulan seperti telah disebutkan pada table II di atas. Mengenai kelemahan sinar gamma yang tidak dapat secara spesifik mengukur ketinggian foam sama sekali bukan masalah yang besar, karena secara teoritis pembentukan coke dapat diprediksi karena linear terhadap flow pass coking heater. Best practice perhitungan yield Delayed Coking Unit dapat digambarkan dalam tabel berikut :

Tabel V. Best Practice Perhitungan Yield DCU

Coke, wt% 1.6 x wt% Conradson Carbon a)

Gas (C4-) wt.% 7.8 + 0.144 (wt% Conradson Carbon a) )

Gasoline, wt.% 11.29 – 0.343 (wt% ConradsonCarbon a) )

Gas oil, wt.% 100 – wt% coke – wt% gas – wt% gasoline

Gasoline, vol.% (186.5/(131.5 + °API) (gasoline wt%) b)

Gas oil, vol. % (155.5/(131.5 + °API) (gas oil wt%)b) Basis perhitungan : 1. Coke drum pressure 35 – 45 psig a). Gunakan actual Conradson carbon bila ada 2. Feed adalah straight run residu b). Semua °API adalah untuk fresh feed coker 3. End point gasoil 875 – 925 °F 4. End point gasoline 400°F

Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 12 dari 19 Kontributor : Adhi Budhiarto

Page 123: 55709520 Buku Pintar Migas

BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA

Bottom tangent line

Top tangent line

9,4 meter

12,4 meter

15,4 meter

18,4 meter

3,2 meter

Ketinggian coke (normal) saat akhir coking (10,8-11 m dari top chamber)

19,6-19,8 meter

Middle point source 137Cs

Top point source 137Cs

Bottom pointsource 137Cs

3 meter

3 meter

Bottom rod detector

Middle rod detector

Top point detector

Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 13 dari 19 Kontributor : Adhi Budhiarto

Gambar 3

. Contoh Posisi Level Detector Coke Chamber

V. ariabel Proses Delayed Coking Unit

an kualitas produk dipengaruhi oleh variable-variabel operasi sebagai berikut:

V.1. umber Crude dan Jenis Umpan

omatic, serta tingkat impuritiesnya, sangat mempengaruhi kualitas dari coke.

dan resin. Disebabkan oleh sifat amorphnya dan konsentrasi impurities

V Coking unit dapat dioperasikan untuk menghasilkan high quality coke ataupun untuk memaksimumkan yield gas, gasoline, dan produk middle distillate. Yield d S Sumber crude dan jenis umpan mempunyai pengaruh yang besar pada yield dan kualitas coke. Conradson carbon content umpan merupakan sifat yang paling menonjol yang menentukan yield dari coke. Kandungan conradson carbon yang lebih tinggi dari feed menghasilkan coke yield yang lebih tinggi. Sifat-sifat umpan, yang terdiri dari komponen-komponen asphaltenes, resin, dan ar

Coke dibentuk dengan mekanisme reaksi yang berbeda, yaitu : • Mekanisme reaksi pertama, suspensi koloidal dari senyawa asphaltene

Page 124: 55709520 Buku Pintar Migas

BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA

Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 14 dari 19 Kontributor : Adhi Budhiarto

yang tinggi, coke yang dihasilkan dari senyawa resin dan asphaltene tidak dikehendaki untuk menghasilkan high grade carbon anodes.

• Mekanisme reaksi kedua meliputi polimerisasi dan kondensasi dari aromatics. Coke dihasilkan melalui mekanisme kedua ini mengandung konsentrasi aromatics yang tinggi dan konsentrasi impurities yang rendah, yang kemudian akan memberikan premium grade carbon anode setelah calcining dan graphitization.

V.2. Temperatur Coke Chamber

Temperatur dari coke chamber, yang diatur dengan mevariasikan temperatur transfer coking heater, mempunyai pengaruh yang penting terhadap yield maupun kualitas coke. Temperatur outlet dari heater harus dipertahankan antara 485°C s/d 510°C. Pada temperatur yang lebih rendah dari 485 oC dihasilkan coke jenis tarry coke, sedangkan pada temperatur yang lebih tinggi dari 510°C kecepatan pembentukan coke di dalam heater akan meningkat tajam.

Untuk rentang temperatur 485°C s/d 510°C untuk jenis umpan yang sama maka kenaikan temperatur akan memperbaiki kualitas coke. Kenaikan temperatur coke chamber akan meningkatkan penguapan hidrokarbon, sehingga akan mengurangi coke volatile carbon matter content, yang kemudian akan menghasilkan coke yang lebih keras (kualitas yang diinginkan untuk anode). Namun hal ini akan menyebabkan kandungan impurities meningkat, karena hidrokarbon yang teruapkan lebih banyak mengandung hidrokarbon daripada impurities seperti logam dan sulfur yang sebagian besar tertinggal dalam coke. Temperatur optimum yang mengakomodir tingkat kecepatan pembentukan coke pada tube coking heater dan juga mengakomodir kualitas coke dapat dicapai berdasarkan pengalaman operasi.

V.3. Tekanan Coke Chamber

Secara umum reaksi thermal cracking adalah fungsi waktu dan temperatur. Namun tekanan coke chamber dapat juga berpengaruh, yaitu dalam hal menentukan derajat penguapan. Semakin rendah tekanan maka semakin keras coke yang terbentuk, dan sebaliknya semakin tinggi tekanan maka semakin lunak coke yang terbentuk. Namun biasanya tekanan coke chamber dijaga pada kondisi disain, yaitu sekitar 4 kg/cm2g.

V.4. Residence Time

Seperti dijelaskan dalam point V.3, reaksi thermal cracking salah satunya merupakan fungsi waktu, yaitu residence time. Semakin lama residence time-nya maka yield coke semakin meningkat. Namun kondisi optimum harus dicapai untuk mengakomodir yield coke dan kecepatan pembentukan coke pada tube coking heater maupun pada transfer line (antara coking heater dan switching valve).

Page 125: 55709520 Buku Pintar Migas

BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA

V.5. Combined Feed Ratio/CFR Combined Feed Ratio/CFR didefinisikan sebagai volume dari fractionator bottoms (fresh feed + recycle; atau total flow pass coking heater) dibagi dengan volume fresh feed. Jika CFR turun maka coke yang dihasilkan akan lebih keras coke volatile carbon matter content akan berkurang akibat jumlah umpan yang mengalir dalam tube coking heater berkurang (sehingga linear velocity pun berkurang yang akan mengakibatkan residence time meningkat) pada temperature coking heater yang sama. Selain itu, kandungan impurities pun akan meningkat karena hidrokarbon yang menguap tidak membawa serta logam dan sulfur. Combined feed ratio dapat divariasikan dengan mengatur kecepatan penarikan gas oil (LCGO atau HCGO). Kenaikan penarikan gas oil akan menurunkan ratio. Typical combined feed ratio Delayed Coking Unit adalah 1,2 s/d 1,4.

Gambar 4. Coking Heater (Tampak Samping)

Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 15 dari 19 Kontributor : Adhi Budhiarto

Page 126: 55709520 Buku Pintar Migas

BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA

Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 16 dari 19 Kontributor : Adhi Budhiarto

Coke Pit

Gantry Crane

Coke Chamber

Belt Conveyor

Gambar 5. Coke Chamber, Gantry Crane, Coke Pit, Belt Conveyor

VI. Troubleshooting

Permasalahan yang terjadi di Delayed Coking Unit bukan hanya permasalahan yang terkait dengan proses tetapi tidak jarang juga permasalahan yang terkait dengan mechanical. Beberapa contoh permasalahan, penyebab, dan troubleshooting yang terjadi di Delayed Coking Unit dapat dilihat dalam table VI berikut ini :

Page 127: 55709520 Buku Pintar Migas

BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA

Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 17 dari 19 Kontributor : Adhi Budhiarto

Tabel VI. Contoh Permasalahan, Penyebab, dan Troubleshooting Delayed Coking Unit

Permasalahan Penyebab Troubleshooting Inlet pressure coking

heater meningkat. Terbentuknya coke pada bagian dalam tube coking

heater karena : • Flame pattern tidak bagus sehingga api

menyentuh tube yang menyebabkan hot spot. • Perubahan properties umpan (umpan yang lebih

ringan pada temperatur yang sama akan lebih mudah membentuk coke).

• Penurunan CFR yang drastis tidak diimbangi penurunan temperatur coking heater.

• Perbaiki flame pattern. • Cek properties umpan, atur kembali

komposisi umpan. • Imbangi penurunan CFR dengan

penurunan temperatur coking heater. • Jika inlet pressure meningkat sangat

tajam (dari 15 ke 19 kg/cm2) berarti pembentukan coke pada bagian dalam tube coking heater sudah sangat excessive, sehingga unit harus stop untuk melakukan SAD (Steam-Air Decoking).

Pompa bottom main fractionator loss suction

• Strainer pompa bottom main fractionator penuh coke.

• Loss of feed. • Menumpuknya coke pada bottom main

fractionator.

• Cleaning strainer pompa bottom fractionator; over strainer ke strainer yang stand by (strainer pompa bottom fractionator dibuat tersendiri dan dibuat memiliki spare, sedikit berbeda dengan pompa pada umumnya).

• Jika strainer bersih, cek flow fresh feed. Jika flow fresh feed normal maka kemungkinan besar terjadi penumpukan coke pada bottom main fractionator. Jika demikian maka unit harus distop dan main fractionator harus dibuka untuk mengeluarkan coke yang ada di bottom-nya. Coke yang menumpuk di bottom ini dapat berasal dari coke carry over dari coke chamber (bentuk coke akan seperti pasir, lunak dan berkaca-kaca karena

Page 128: 55709520 Buku Pintar Migas

BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA

Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 18 dari 19 Kontributor : Adhi Budhiarto

mengandung silicon based antifoam yang diinjeksikan ke dalam coke chamber untuk mencegah foaming) atau dapat juga berasal dari coke yang rontok dari dinding main fractionator yang terbentuk selama normal operasi karena temperature main fractionator yang lebih tinggi dari pada seharusnya.

Gantry crane rusak. Mechanical problem

• Sementara gantry crane diperbaiki, pemindahan coke dari coke pit ke belt conveyor dilakukan oleh beko (alat pengangkut/pemindah semacam traktor).

• Jika beko tidak mampu mengimbangi kecepatan produksi coke (coke pit untuk menampung coke penuh), maka cycle coking coke chamber dapat ditambah (penambahan ini maksimum sekali 28 jam versus 24 jam normal, karena di atas 28 jam maka kemungkinan coke carry over dari coke chamber ke main fractionator semakin besar.

• Jika cycle sudah mencapai 28 jam namun coke pit tetap penuh, maka unit harus distop.

Belt conveyor untuk mentransfer coke dari area coke pit ke bin (penampung) rusak.

Mechanical problem

Transfer coke menggunakan truk.

Page 129: 55709520 Buku Pintar Migas

BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA

VII. Istilah-istilah

• BS&W Basic Sediment & Water. • Cascade Penggabungan antara control satu dengan lainnya. • Cold feed Umpan dari tangki penyimpan (bukan dari unit upstream). • Color unstability Ketidakstabilan warna (biasanya terjadi pada produk diesel yang mengandung cracked material) • Cracked naphtha Naphtha yang diproduksi oleh proses thermal cracking seperti Delayed Coking Unit atau Visbraker. • Cracked slop Slop (sisa minyak/minyak yang terbuang atau

tercampur dengan air) yang berasal dari unit proses thermal cracking seperti Delayed Coking Unit atau Visbraker.

• Feed surge drum Vessel penampung umpan yang berfungsi untuk menjaga kestabilan penyediaan umpan. • Gantry crane Alat pengangkut coke untuk memindahkan coke dari coke pit ke belt conveyor. • HCGO Heavy Coker Gas Oil, gas oil (yang lebih berat) yang dihasilkan oleh main fractionator DCU. • HCGO accumulator Penampung produk HCGO di dalam main fractionator DCU. • Hot feed Umpan yang berasal dari unit upstream langsung (bukan dari tangki penyimpanan). • LCGO Light Coker Gas Oil, gas oil (yang lebih ringan) yang dihasilkan oleh main fractionator DCU. • LCGO accumulator Penampung produk LCGO di dalam main fractionator DCU.

VIII. Daftar Pustaka

1. “How to predict coker yield”; Castiglioni, B.P.; Hydrocarbon Processing,

September 1983. 2. Operating Manual Naphtha Hydrotreater PERTAMINA Unit Pengolahan II

Dumai.

Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 19 dari 19 Kontributor : Adhi Budhiarto