A. Tinjauan Teori Inisiasi Menyusu Dini...
Transcript of A. Tinjauan Teori Inisiasi Menyusu Dini...
9
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Tinjauan Teori
1. Inisiasi Menyusu Dini
a. Definisi
Inisiasi menyusu dini (early initiation) atau permulaan menyusu
dini adalah bayi mulai menyusu sendiri setelah lahir. Cara bayi
melakukan inisiasi menyusu dini dinamakan the breast crawl atau
merangkak mencari payudara (Roesli, 2008, p.3). Jika bayi baru lahir
segera dikeringkan dan diletakkan di perut ibu dengan kontak kulit ke
kulit dan tidak dipisahkan dari ibunya setidaknya satu jam, semua bayi
akan melalui lima tahapan perilaku (pre-feeding behaviour) sebelum ia
berhasil menyusui (Saleha, 2009, p.28).
b. Tahapan inisiasi menyusu dini
Menurut (Roesli, 2008, p.17-19)
1) Dalam 30 menit pertama: Stadium istirahat atau diam dalam keadaan
siaga (rest/quite alert stage). Bayi diam tidak bergerak. Sesekali
matanya terbuka lebar melihat ibunya. Masa tenang yang istimewa ini
merupakan penyesuaian peralihan dari keadaan dalam kandungan ke
keadaan di luar kandungan. Bonding (hubungan kasih sayang) ini
merupakan dasar pertumbuhan bayi dalam suasana aman. Hal ini
meningkatkan kepercayaan diri ibu terhadap kemampuan menyusui
9
10
dan mendidik bayinya. Kepercayaan diri ayah pun menjadi bagian
keberhasilan menyusui dan mendidik anak bersama-sama ibu.
Langkah awal keluarga sakinah.
2) Antara 30-40 menit: Mengeluarkan suara, gerakan mulut seperti mau
minum, mencium, dan menjilat tangan. Bayi mencium dan merasakan
cairan ketuban yang ada di tangannya. Bau ini sama dengan bau
cairan yang dikeluarkan payudara ibu. Bau dan rasa ini akan
membimbing bayi untuk menemukan payudara dan puting susu ibu.
3) Mengeluarkan air liur
Saat menyadari bahwa ada makanan di sekitarnya, bayi mulai
mengeluarkan air liurnya.
4) Bayi mulai bergerak kearah payudara. Areola (kalang payudara)
sebagai sasaran, dengan kaki menekan perut ibu, menghentak-
hentakkan kepala ke dada ibu, menoleh ke kanan dan kekiri, serta
menyentuh dan meremas daerah puting susu dan sekitarnya dengan
tangannya yang mungil.
5) Menemukan, menjilat, mengulum puting, membuka mulut lebar, dan
melekat dengan baik.
c. Teknik Inisiasi Menyusu Dini
1) Inisiasi Menyusu Dini yang Kurang Tepat
(Roesli, 2008, p.9-11) Saat ini, umumnya praktek inisiasi menyusu
dini seperti berikut:
11
a) Begitu lahir, bayi diletakkan di perut ibu yang sudah di alasi kain
kering.
b) Bayi segera dikeringkan dengan kain kering. Tali pusat dipotong,
lalu diikat.
c) Karena takut kedinginan, bayi dibungkus (dibedong) dengan
selimut bayi.
d) Dalam keadaan dibedong, bayi diletakkan di dada ibu (tidak terjadi
kontak dengan kulit ibu). Bayi dibiarkan didada ibu (bonding)
untuk beberapa lama (10-15 menit)atau sampai tenaga kesehatan
selesai menjahit perinium .
e) Selanjutnya, diangkat dan disusukan pada ibu dengan cara
memasukkan puting susu ibu kemulut bayi.
f) Setelah itu, bayi dibawa ke kamar transisi atau kamar pemulihan
(recovery room) untuk ditimbang, diukur, dicap, diazankan oleh
ayah, diberi suntikan vitamin K, dan kadang diberi tetes mata.
2) Inisiasai Menyusu Dini yang Dianjurkan
Berikut ini adalah langkah-langkah melakukan inisiasi menyusu dini
yang dianjurkan.
a) Begitu lahir, bayi diletakkan di perut ibu yang sudah di alasi kain
kering.
b) Keringkan seluruh tubuh bayi termasuk kepala secepatnya, kecuali
kedua tangannya.
c) Tali pusat dipotong, lalu diikat.
12
d) Vernix (zat lemak putih) yang melekat di tubuh bayi sebaiknya
tidak dibersihkan karena zat ini membuat nyaman kulit bayi.
e) Tanpa dibedong bayi langsung di tengkurapkan di dada atau perut
ibu dengan kontak kulit bayi dan kulit ibu. Ibu dan bayi diselimuti
bersama-sama. Bayi diberi topi untuk mengurangi pengeluaran
panas dari kepalanya.
Langkah Inisiasi Menyusu Dini dalam Asuhan Bayi Baru Lahir (JNPK-
KR, 2008, p.2-5)
Langkah 1
Lahirkan,Keringkan dan lakukan penilaian pada bayi
1) Saat bayi lahir, catat waktu kelahiran
2) Kemudian letakkan bayi di perut bawah ibu
3) Nilai usaha nafas dan pergerakan bayi apa diperlukan resusitasi atau
tidak (2 detik)
4) Setelah itu keringkan bayi. Setelah kering, selimuti bayi dengan kain
kering untuk menunggu 2 menit sebelum tali pusat di klem.
Keringkan tubuh bayi mulai dari muka, kepala, dan bagian tubuh
lainnya dengan halus tanpa membersihkan verniks. Verniks akan
membantu menghangatkan tubuh bayi.
5) Hindari mengeringkan tangan bayi. Bau cairan amnion pada tangan
bayi juga membantu nya mencari puting ibunya yang berbau sama.
13
6) Lendir cukup dilap dengan kain bersih. Hindari isap lendir di dalam
mulut atau mulut bayi karena penghisap dapat merusak selaput lendir
hidung bayi dan meningkatkan resiko infeksi pernapasan.
7) Lakukan rangsang taktil dengan menepuk atau menyentil telapak
kaki. Menggosok punggung , perut, dada atau tungkai bayi dengan
telapak tangan. Rangsangan ini dapat memulai pernapasan bayi serta
membantu bayi dapat bernapas lebih baik.
8) Setelah satu menit mengeringkan dan menilai bayi, periksa kembali
uterus untuk memastikan tidak ada lagi bayi dalam uterus (hamil
tunggal) kemudian suntikan intramuskular 10 UI oksitosin pada ibu.
Biarkan bayi di atas handuk atau kain bersih di perut ibu.
Langkah 2
Lakukan kontak kulit dengan kulit selama paling sedikit satu jam
1) Setelah 2 menit pasca persalinan, lakukan penjepitan tali pusat
dengan klem pada sekitar 3 cm pada dinding perut bayi. Dari titik
jepitan, tekan tali pusat dengan 2 jari, kemudian dorong isi tali pusat
ke arah ibu. Lakukan penjepitan kedua dengan jarak 2 cm dari tempat
jepitan pertama pada sisi ibu. Pemotongan tali pusat ditunda sampai
tali pusat berhenti berdenyut agar nutrien dan oksigen yang mengalir
dari plasenta ibu ke bayi lebih optimal.
2) Kemudian pegang tali pusat di antara dua klem tersebut. Satu tangan
menjadi landasan tali pusat sambil melindungi bayi, dan tangan yang
lain memotong tali pusat di antara kedua klem tersebut.
14
3) Ikat puntung tali pusat dengan jarak kira-kira 1 cm dari dinding perut
bayi dengan tali yang steril. Lingkarkan tali di sekeliling puntung tali
pusat dan ikat untuk kedua kalinya dengan simpul mati di bagian
yang berlawanan.
4) Letakkan bayi tengkurap di dada ibu. Luruskan bahu bayi sehingga
bayi menempel di dada ibu. Kepala bayi harus berada di antara
payudara ibu, tapi lebih rendah dari puting.
5) Kemudian selimuti ibu dan bayi dengan kain hangat dan pasang topi
di kepala bayi.
6) Biarkan bayi tetap melakukan kontak kulit ke kulit di dada ibu paling
sedikit satu jam. Mintalah ibu untuk memeluk dan membelai bayinya.
Bila perlu letakkan bantal di bawah kepala ibu untuk mempermudah
kontak visual antara ibu dan bayi. Sebagian besar bayi akan berhasil
melakukan inisiasi menyusu dini dalam waktu 30-60 menit
7) Hindari membasuh atau menyeka payudara ibu sebelum bayi
menyusu.
8) Selama kontak kulit ke kulit tersebut, lanjutkan langkah manajemen
aktif kala3 persalinan.
Langkah 3
Biarkan bayi mencari dan menemukan puting ibu dan mulai menyusu
1) Biarkan bayi mencari dan menemukan puting dan mulai menyusu
2) Anjurkan ibu dan orang lain untuk tidak menginterupsi menyusu
misalnya memindahkan bayi dari satu payudara ke payudara lainnya.
15
Menyusu pertama biasaanya berlangsung sekitar 10-15 menit. Bayi
cukup menyusu dari satu payudara
3) Menunda semua asuhan bayi baru lahir normal lainnya hingga bayi
selesai menyusu. Tunda pula memandikan bayi 6-24 jam setelah bayi
lahir untuk mencegah terjadinya hipotermia
4) Usahakan untuk tetap menempatkan ibu dan bayi di ruang bersalin
hingga bayi selesai menyusu
5) Segera setelah bayi baru lahir selesai menghisap, bayi akan berhenti
menelan dan melepaskan puting. Bayi dan ibu akan merasa ngantuk.
Bayi kemudian dibungkus dengan kain bersih lalu lakukan
penimbangan dan pengukuran bayi, memberikan suntikan vitamin K1,
dan mengoleskan salep antibiotik pada mata bayi.
a) Jika bayi belum melakukan inisiasi menyusu dini dalam waktu 1
jam, posisikan bayi lebih dekat dengan puting ibu dan biarkan
kontak kulit dengan kulit selama 30-60 menit berikutnya
b) Jika bayi masih belum melakukan inisiasi menyusu dini dalam
waktu 2 jam, pindahkan ibu ke ruang pemulihan dengan bayi
tetap di dada ibu. Lanjutkan asuhan bayi bari lahir dan kemudian
kembalikan bayi kepada ibu untuk menyusu
6) Kenakan pakaian pada bayi atau tetap diselimuti untuk menjaga
kehangatannya. Tetap tutupi kepala bayi dengan topi selama beberapa
hari pertama. Bila suatu saat kaki bayi terasa dingin saat disentuh,
16
buka pakaiannya kemudian telungkupkan kembali di dada ibu sampai
bayi hangat kembali.
7) Satu jam kemudian, berikan bayi suntikan Hepatitis B pertama.
d. Keuntungan Inisiasi Menyusu Dini Bagi Ibu dan Bayi
1) Keuntungan kontak kulit dengan kulit untuk bayi (JNPK-KR, 2008,
p.1-2)
a) Mengoptimalkan keadaan hormonal ibu dan bayi
b) Kontak memastikan perilaku optimum menyusu berdasarkan
insting dan bisa diperkirakan :
(1) Menstabilkan pernapasan
(2) Mengendalikan temperatur tubuh bayi
(3) Memperbaiki atau mempunyai pola tidur yang lebih baik
(4) Mendorong ketrampilan bayi untuk menyusu yang lebih cepat
dan efektif
(5) Meningkatkan kenaikan berat badan (kembali ke berat
lahirnya lebih cepat)
(6) Meningkatkan antara hubungan ibu dan bayi
(7) Tidak perlu banyak menangis selama satu jam pertama
(8) Menjaga kolonisasi kuman yang aman dari ibu di dalam perut
bayi sehingga memberikan perlindungan terhadap infeksi
(9) Bilirubin akan lebih cepat normal dan mengeluarkan
mekonium lebih cepat sehingga menurunkan kejadian ikterus
bayi baru lahir
17
(10) Kadar gula dan parameter biokimia lain yang lebih baik
selama beberapa jam pertama hidupnya
2) Keuntungan kontak kulit dengan kulit untuk ibu
a) Merangsang produksi oksitosin dan prolaktin pada ibu
b) Oksitosin :
(1) Membantu kontraksi uterus sehingga perdarahan pasca
persalinan lebih rendah
(2) Merangsang pengeluaran kolostrum
(3) Penting untuk kelekatan hubungan ibu dan bayi
(4) Ibu lebih tenang dan lebih tidak merasa nyeri pada saat
plasenta lahir dan prosedur pasca persalinan lainnya
c) Prolaktin :
(1) Meningkatkan produksi ASI
(2) Membantu ibu mengatasi stres. Mengatasi stres adalah fungsi
oksitosin.
(3) Mendorong ibu untuk tidur dan relaksasi setelah bayi selesai
menyusu
(4) Menunda ovulasi
3) Keuntungan menyusu dini untuk bayi
a) Makanan dengan kualitas dan kuantitas optimal agar kolostrum
segera keluar yang disesuaikan dengan kebutuhan bayi
b) Memberikan kesehatan bayi dengan kekebalan pasif yang segera
kepada bayi. Kolostrum adalah imunisasi pertama bagi bayi
18
c) Meningkatkan kecerdasan
d) Membantu bayi mengkoordinasikan hisap, telan dan napas
e) Meningkatkan jalinan kasih sayang ibu-bayi
f) Mencegah kehilangan panas
g) Merangsang kolostrum segera keluar
4) Keuntungan menyusu dini untuk ibu
a) Merangsang produksi oksitosin dan prolaktin
b) Meningkatkan keberhasilan produksi ASI
c) Meningkatkan jalinan kasih sayang ibu-bayi
5) Memulai menyusu dini akan
a) Mengurangi 22% kematian bayi berusia 28 hari kebawah
b) Meningkatkan keberhasilan menyusui secara eksklusif dan
meningkatkan lamanya bayi disusui
c) Merangsang produksi susu
d) Memperkuat reflek menghisap bayi. Reflek menghisap awal pada
bayi paling kuat dalam beberapa jam pertama setelah lahir
e. Pentingnya Kontak Kulit dan Menyusu Sendiri
(Menurut Roesli, 2008, p.12-14) Kontak kulit dengan kulit segera
setelah lahir dan bayi menyusu sendiri dalam satu jam pertama penting
dalam kehidupan:
1) Dada ibu menghangatkan bayi dengan tepat selama bayi merangkak
mencari payudara. Ini akan menurunkan kematian karena kedinginan
(hypothermia).
19
2) Ibu dan bayi merasa lebih tenang. Pernapasan dan letak jantung bayi
lebih stabil. Bayi akan lebih jarang menangis sehingga mengurangi
pemakaian energi.
3) Saat merangkak mencari payudara, bayi memindahkan bakteri dari
kulit ibunya dan ia akan menjilat-jilat kulit ibu, menelan bakteri
“baik” di kulit ibu. Bakteri “baik” ini akan berkembang biak
membentuk koloni di kulit dan usus bayi, menyaingi bakteri “jahat”
dari lingkungan.
4) “Bonding” (ikatan kasih sayang) antara ibu-bayi akan lebih baik
karena pada 1-2 jam pertama, bayi dalam keadaan siaga. Setelah itu,
biasanya bayi tidur dalam waktu yang lama.
5) Makanan awal non-ASI mengandung zat putih telur yang bukan
berasal dari susu manusia, misalnya dari susu hewan. Hal ini dapat
mengganggu pertumbuhan fungsi usus dan mencetuskan energi lebih
awal.
6) Bayi yang diberi kesempatan menyusu dini lebih berhasil menyusui
eksklusif dan akan lebih lama disusui.
7) Hentakan kepala bayi ke dada ibu, sentuhan tangan bayi di puting
susu dan sekitarnya, emutan, dan jilatan bayi pada puting ibu
merangsang pengeluaran hormon oksitosin.
8) Bayi mendapatkan ASI kolostrum-ASI yang pertama kali keluar.
Cairan emas ini kadang juga dinamakan the gift on life. Bayi yang
diberi kesempatan inisiasi menyusu dini lebih dulu mendapatkan
20
kolostrum dari pada yang tidak diberi kesempatan. Kolostrum, ASI
istimewa yang kaya akan daya tahan tubuh, penting untuk ketahanan
terhadap infeksi, penting untuk pertumbuhan usus, bahkan
kelangsungan hidup bayi. Kolostrum akan membuat lapisan yang
melindungi dinding usus bayi yang masih belum matang sekaligus
mematangkan dinding usus ini.
9) Ibu dan ayah akan merasa sangat bahagia bertemu dengan bayinya
untuk pertama kali dalam kondisi seperti ini. Bahkan, ayah mendapat
kesempatan mengazankan anaknya di dada ibunya. Suatu pengalaman
batin bagi ketiganya yang amat indah.
f. Penghambat Inisiasi Menyusu Dini
Berikut ini beberapa pendapat yang menghambat terjadinya
kontak dini kulit ibu dengan kulit bayi (Roesli 2008 p.28-31).
1) Bayi kedinginan
Bayi berada dalam suhu yang aman jika melakukan kontak kulit
dengan sang ibu, suhu payudara ibu meningkat 0,5 derajat dalam dua
menit jika bayi diletakkan di dada ibu. Berdasarkan hasil penelitian
Dr.Niels Bergman (2005) dalam Roesli 2008, ditemukan bahwa suhu
dada ibu yang melahirkan menjadi 1˚C lebih panas daripada suhu
dada ibu yang tidak melahirkan. Jika bayi yang diletakkan di dada ibu
ini kepanasan, suhu dada ibu akan turun 1˚C. Jika bayi kedinginan,
suhu dada ibu akan meningkat 2˚C untuk menghangatkan bayi.
21
2) Setelah melahirkan ibu terlalu lelah untuk segera menyusui bayinya
Seorang ibu jarang terlalu lelah untuk memeluk bayinya segera
setelah lahir. Keluarnya oksitosin saat kontak kulit ke kulit serta saat
bayi menyusu dini membantu menenangkan ibu.
3) Tenaga kesehatan kurang tersedia
Saat bayi di dada ibu, penolong persalinan dapat melanjutkan
tugasnya. Bayi dapat menemukan sendiri payudara ibu, libatkan ayah
atau keluarga terdekat untuk menjaga bayi sambil memberi dukungan
pada ibu.
4) Kamar bersalin atau kamar operasi
Dengan bayi di dada ibu, ibu dapat dipindahkan ke ruang pulih atau
kamar perawatan. Beri kesempatan pada bayi untuk meneruskan
usahanya mencapai payudara dan menyusu dini
5) Ibu harus dijahit
Kegiatan merangkak mencari payudara terjadi di area payudara, yang
dijahit adalah bagian bawah tubuh ibu.
6) Suntikan vitamin K dan tetes mata untuk mencegah penyakit gonore
harus segera diberikan setelah lahir
Menurut American College of Obstetrics and Gynecology dan
Academy Breastfeeding Medicine (2007), tindakan pencegahan ini
dapat ditunda setidaknya selama satu jam sampai bayi menyusu
sendiri tanpa membahayakan bayi.
7) Bayi harus segera dibersihkan,dimandikan,ditimbang,dan diukur
22
Menunda memandikan bayi berarti menghindarkan hilangnya panas
pada bayi. Selain itu, kesempatan vernix meresap,melunakkan,dan
melindungi kulit bayi lebih besar. Bayi dapat dikeringkan segera
setelah lahir, penimbangan dan pengukuran dapat ditunda sampai
menyusu awal selesai.
8) Bayi kurang siaga
Pada 1-2 jam pertama kelahirannya bayi sangat siaga (alert), setelah
itu bayi tidur dalam waktu yang lama. Jika bayi mengantuk akibat
obat yang diasup ibu, kontak kulit akan lebih penting lagi karena bayi
memerlukan bantuan lebih untuk bonding.
9) Kolostrum tidak keluar atau jumlah kolostrum tidak memadai
sehingga diperlukan cairan lain (cairan prelaktal)
Kolostrum cukup dijadikan makanan pertama bayi baru lahir. Bayi
dilahirkan dengan membawa bekal air dan gula yang dapat dipakai
pada saat itu.
10) Kolostrum tidak baik bahkan berbahaya untuk bayi
Kolostrum sangat diperlukan untuk tumbuh kembang bayi. Selain
sebagai imunisasi pertama dan mengurangi kuning pada bayi baru
lahir, kolostrum melindungi dan mematangkan dinding usus yang
masih muda.
23
g. Inisiasi Menyusu Dini dan Millenium Development Goals
Dalam (Roesli 2008 p.32-40) Inisiasi menyusu dini berperan
dalam pencapaian tujuan Millenium Development Goals (MDGs).
Adapun tujuan MDGs adalah sebagai berikut :
1) Membantu mengurangi kemiskinan
Inisiasi menyusu dini dapat meningkatkan keberhasilan ASI
eksklusif enam bulan dan lama menyusui.
Jika seluruh bayi yang lahir di indonesia dalam setahun disusui
secara eksklusif enam bulan berarti:
a) Harga rata-rata satu kaleng susu formula Rp 60.000,00 (tahun
2007)
b) Jumlah bayi lahir di Indonesia 5,5 juta per tahun
c) Biaya pembelian susu formula selama enam bulan untuk bayi
ini: 5,5 juta x 55 kaleng x Rp 60.000,00 = Rp 18,120 triliun
d) Setiap bayi memerlukan sekitar Rp 3,3 juta dalam enam bulan
. biaya ini lebih dari 100% pendapatan buruh yang cuma Rp
500.000 per bulan.
2) Membantu Mengurangi Kelaparan
Bagi anak usia dua tahun, sebanyak 500 cc ASI ibunya mampu
memenuhi kebutuhan kalori 31%, protein 38%, vitamin A 45%, dan
vitamin C 95%. ASI masih memenuhi kebutuhan kalori 70% untuk
bayi 6-8 bulan, 55% untuk bayi 9-11 bulan, dan 40% untuk bayi 12-
23 bulan. Keadaan ini akan secara bermakna memenuhi kebutuhan
24
makanan bayi sampai usia 2 tahun. Artinya pemberian ASI eksklusif
membantu mengurangi angka kejadian kurang gizi dan pertumbuhan
yang terhenti yang umumnya terjadi pada usia ini.
Bayi yang berkesempatan melakukan inisiasi menyusu dini,
persentase masih menyusunya bayi usia enam bulan adalah 59% dan
bayi usia 12 bulan adalah 38%. pada bayi yang tidak diberi
kesempatan inisiasi menyusu dini, persentase yang masih
menyusunya hanya 19% untuk bayi usia enam bulan dan 8% untuk
bayi usia 12 bulan. Bayi yang diberi kesempatan menyusu dini akan
delapan kali lebih berhasil dalam menyusu eksklusif. Berarti bayi
yang diberi kesempatan inisiasi menyusu dini akan lebih mungkin
disusui sampai usia 2 tahun bahkan lebih.
3) Membantu Mengurangi Angka Kematian Anak Balita
Sekitar 40% kematian balita terjadi pada usia bayi baru lahir
(dibawah satu bulan). Menurut The World Health Report 2005, angka
kematian bayi baru lahir di Indonesia adalah 20 per 1.000 kelahiran
hidup. Sekitar 20 per 1.000 x 5 juta = 246 bayi meninggal dan
kematian balita 46 per 1.000 kelahiran hidup atau 430 balita
meninggal setiap tahun. Berdasarkan penelitian WHO (2000) di
enam negara berkembang, risiko kematian bayi antara usia 9-12 bulan
meningkat 40% jika bayi tersebut tidak disusui. Untuk bayi berusia
dibawah 2 bulan, angka kematian ini meningkat menjadi 480%.
Adapun peran inisiasi menyusu dini adalah sebagai berikut:
25
a) Sekitar 40% kematian balita terjadi pada satu bulan pertama
kehidupan bayi. Inisiasi menyusu dini dapat mengurangi 22%
kematian bayi 28 hari. Berarti inisiasi menyusu dini mengurangi
angka kematian balita 8,8%.
b) Inisiasi menyusu dini meningkatkan keberhasilan menyusu
eksklusif dan lama menyusu sampai 2 tahun. Dengan demikian
dapat menurunkan kematian anak secara menyeluruh.
Intervensi yang dapat dilakukan :
(1) Inisiasi menyusu dini
Memberikan kesempatan kepada bayi untuk menyusu sendiri.
Dengan mengadakan kontak kulit dengan ibu setidaknya satu
jam akan menurunkan kematian bayi baru lahir sebanyak
22%. Berarti 8,8% menurunkan angka kematian balita.
(2) Menyusui eksklusif enam bulan
Menyusui eksklusif enam bulan dan tetap diberi ASI sampai
11 bulan saja dengan makanan pendamping ASI pada usia
enam bulan menurunkan kematian balita sebanyak 6%.
(3) Makanan pendamping ASI (MP-ASI)
Makanan pendamping ASI dari makanan keluarga dengan gizi
seimbang dapat menurunkan kematian bayi sebanyak 13%.
Berarti dengan IMD, ASI eksklusif enam bulan, diteruskan
dengan pemberian ASI sampai 11 bulan dan MP-ASI
menyelamatkan setidaknya 27,8% kematian balita indonesia.
26
2. Nifas
a. Definisi
Adalah yang dimulai setelah partus selesai dan berakhir kira-kira
6 minggu. Akan tetapi, seluruh alat genital baru pulih kembali seperti
sebelum ada kehamilan dalam waktu 3 bulan (Sarwono, 2007, p.237).
Masa nifas dimulai setelah placenta lahir dan berakhir ketika alat-alat
kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas
berlangsung selama kira-kira 6 minggu. Wanita yang melalui periode
puerperium disebut puerpura. Puerperium (Nifas) berlangsung selama 6
minggu atau 42 hari, merupakan waktu yang diperlukan untuk pulihnya
alat kandungan pada keadaan yang normal (ambarwati dan wulandari,
2009, p.1).
Masa nifas disebut juga masa post partum atau puerperium yaitu
masa atau waktu sejak bayi dilahirkan dan placenta keluar lepas dari
rahim, sampai enam minggu berikutnya, disertaidengan pulihnya
kembali organ-organ yang berkaitan dengan kandungan, yang
mengalami perubahan seperti perlukaan dan lain sebagainya berkaitan
dengan melahirkan (Suhernik, dkk, 2008, p.1).
b. Tahapan masa nifas
Adapun tahapan-tahapan masa nifas (post partum atau
puerperium) Menurut ( Anggraini, 2010, p.3) adalah:
1) Puerperiun Dini (immediate puerperium)
27
Waktu 0-24 jam post partum. Yaitu kepulihan dimana ibu telah
diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan. Dalam agama islam telah
bersih dan boleh bekerja setelah 40 hari.
2) Puerperium Intermedial (early puerperium)
Waktu 1-7 hari post partum. Kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia
yang lamanya 6-8 minggu.
3) Remote Puerperium (later puerperium)
Waktu 1-6 minggu post partum. Waktu yang diperlukan untuk pulih
dan sehat sempurna, terutama bila selama hamil dan waktu persalinan
mempunyai komplikasi. Waktu untuk sehat bisa berminggu-minggu,
bulan atau tahun.
c. Perubahan psikologi pada masa nifas
Menurut (Anggaini, 2010, p.80-81) Reva rubin dalam varney
(2007) membagi menjadi 3 tahap:
1) Taking In
Fase taking in yaitu periode ketergantungan. Periode ini
berlangsung dari hari pertama sampai kedua setelah melahirkan.
Pada fase ini ibu sedang fokus terutama pada dirinya sendiri. Ibu
akan berulang kali menceritakan proses persalinan yang dialaminya
dari awal sampai akhir. Ibu yang baru melahirkan ini perlu istirahat
atau tidur untuk mencegah gejala kurang tidur dengan gejala lelah,
cepat tersinggung, campur baur dengan proses pemulihan.
2) Taking Hold
28
Fase taking hold yaitu periode yang berlangsung antara 2-4 hari
setelah melahirkan. Pada fase ini ibu timbul rasa khawatir akan
ketidakmampuan dan rasa tanggung jawabnya dalam merawat
bayinya. Ibu mempunyai perasaan sangat sensitif sehingga mudah
tersinggung dan mudah marah.
3) Letting Go
Fase letting go yaitu periode menerima tanggung jawab akan
peran barunya. Ibu harus menyesuaikan diri dengan ketergantungan
bayi, begitu juga karena adanya grefing karena dirasakan sebagai
mengurangi interaksi sosial tertentu. Depresi post partum sering
terjadi pada masa ini.
3. Pengetahuan
a. Definisi
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah
orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.
Penginderaan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indra
penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar
pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo,
2003, p.121). Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil
tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata,
hidung, telinga, dan sebagainya). Dengan sendirinya, pada waktu
penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat
29
dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek.
Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indera
pendengaran (telinga), dan indera penglihatan (mata). Pengetahuan
seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkat yang
berbeda-beda (Notoatmodjo, 2005, p.50). Pengetahuan pada dasarnya
terdiri dari sejumlah fakta dan teori yang memungkinkan seseorang
untuk dapat memecahkan masalah yang dihadapinya. Pengetahuan
tersebut diperoleh baik dari pengalaman langsung maupun melalui
pengalaman orang lain (Notoatmodjo, 2005, p.10).
b. Tingkat pengetahuan
Menurut (Notoatmodjo,2007 p.140), Pengetahuan yang dicakup
didalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan yakni :
1) Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah
mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan
yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu,
tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata
kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari
antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan,
menyatakan dan sebagainya. Contoh: ibu nifas dapat mengetahui
tentang inisiasi menyusu dini (IMD).
30
2) Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara
benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasi
materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap
objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh,
menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap suatu objek
yang dipelajari. Misalnya : dapat menjelaskan mengapa harus
dilakukan inisiasi menyusu dini (IMD).
3) Aplikasi (Aplication)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi
yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi real (sebenarnya).
Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan
hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam
konteks atau situasi yang lain. Misalnya dapat menggunakan rumus
statistik dalam perhitungan-perhitungan hasil penelitian, dapat
menggunakan prinsip-prinsip siklus pemecahan masalah (problem
solving cyclel) di dalam pemecahan masalah kesehatan dari kasus
yang diberikan.
4) Analisis ( Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau
suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam
struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.
Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja,
31
seperti dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan,
memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.
5) Sintesis (Synthesis)
Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan
atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk
keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu
kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-
formulasi yang ada. Misalnya, dapat menyusun, dapat
merencanakan, dapat meringkas, dapat menyesuaikan, dan
sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah
ada.
6) Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan
justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.
Penilaian-penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang
ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah
ada. Misalnya: dapat membandingkan antara bayi yang dilakukan
inisiasi menyusu dini dengan bayi yang tidak dilakukan insiasi
menyusu dini.
c. Cara memperoleh pengetahuan
Cara memperoleh pengetahuan menurut (Notoatmodjo, 2005, p.11)
dapat dikelompokkan menjadi dua, yakni:
1) Cara tradisional untuk memperoleh pengetahuan
32
a) Cara Coba-Salah (Trial and Error )
Cara yang paling tradisional, yang pernah digunakan oleh
manusia dalam memperoleh pengetahuan adalah melalui cara
coba-coba atau dengan kata lain yang lebih dikenal “ trial and
error”. Cara ini telah dipakai orang sebelum kebudayaan,
bahkan mungkin sebelum adanya peradaban. Apabila
menghadapi persoalan atau masalah, upaya pemecahannya
dilakukan dengan coba-coba saja. Cara coba-coba ini dilakukan
dengan menggunakan kemungkinan dalam memecahkan
masalah, dan apabila kemungkinan tidak berhasil, dicoba
kemungkinan yang lain. Apabila kemungkinan kedua ini gagal
pula, maka dicoba kembali dengan kemungkinan yang ketiga,
dan apabila kemungkinan ketiga gagal dicoba kemungkinan
keempat dan seterusnya, sampai masalah tersebut dapat
terpecahkan. Itulah sebabnya maka cara ini disebut metode trial
(coba) and error (gagal atau salah) atau metode coba-salah/coba-
coba.
b) Cara Kekuasaan atau Otoritas
Cara ini seolah-olah diterima dari sumbernya sebagai
kebenaran yang mutlak. Sumber pengetahuan tersebut dapat
berupa pemimpin-pemimpin masyarakat baik formal maupun
informal, ahli agama, pemegang pemerintahan, dan sebagainya.
33
Pengetahuan tersebut diperoleh berdasarkan pada otoritas atau
kekuasaan, baik tradisi, otoritas pemerintah, otoritas pemimpin
agama, maupun ahli ilmu pengetahuan. Prinsip ini adalah orang
lain menerima pendapat yang dikemukakan oleh orang yang
mempunyai otoritas, tanpa terlebih dulu menguji atau
membuktikan kebenarannya, baik berdasarkan fakta empiris
ataupun berdasarkan pengalaman sendiri. Hal ini disebabkan
karena orang yang menerima pendapat tersebut menganggap
bahwa apa yang dikemukakannya adalah sudah benar.
c) Berdasarkan pengalaman pribadi
Pengalaman pribadi dapat digunakan sebagai upaya
memperoleh pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara
mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam
memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa lalu.
Apabila dengan cara yang digunakan tersebut orang dapat
memecahkan masalah yang dihadapi, maka untuk memecahkan
masalah lain yang sama, orang dapat pula menggunakan cara
tersebut. Tetapi bila gagal, maka tidak akan menggunakan cara
itu, dan berusaha untuk mencari cara yang lain, sehingga dapat
berhasil memecahkannya.
d) Melalui jalan pikiran
Sejalan dengan perkembangan kebudayaan umat manusia,
cara berpikir manusia ikut berkembang. Dari sini manusia
34
mampu menggunakan penalarannya dalam memperoleh
pengetahuannya. Dalam memperoleh kebenaran pengetahuan
manusia telah menggunakan jalan pikirannya, baik melalui
induksi maupun deduksi.
2) Cara modern untuk memperoleh pengetahuan
Mengadakan pengamatan langsung terhadap gejala-gejala
alam atau kemasyarakatan. Kemudian hasil pengamatannya tersebut
dikumpulkan dan diklasifikasikan, dan akhirnya diambil kesimpulan
umum.
d. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan
Pengetahuan yang dimiliki seseorang dipengaruhi oleh faktor-faktor
sebagai berikut (Notoatmodjo, 2003, p.57-61)
1) Pendidikan
Tingkat pendidikan seseorang akan berpengaruh dalam memberikan
respon terhadap sesuatu yang datang dari luar orang berpendidikan
tinggi akan memberikan respon yang lebih rasional terhadap
informasi yang datang dan akan berpikir sejauhmana keuntungan
yang mungkin akan mereka peroleh.
2) Paparan media massa
Melalui berbagai media baik media cetak maupun elektronik
berbagai informasi dapat diterima oleh masyarakat, sehingga seorang
yang lebih sering berhadapan dengan media massa (televisi, radio,
35
majalah, dan lain-lain) akan memperoleh informasi yang lebih
banyak
3) Ekonomi
Dalam memenuhi kebutuhan pokok (primer) maupun sekunder,
keluarga dengan status ekonomi baik akan lebih mudah tercukupi
dibandingkan dengan keluarga dengan status ekonomi rendah. Jika
dapat disimpulkan ekonomi dapat mempengaruhi tingkat
pengetahuan seseorang.
4) Hubungan social
Manusia adalah makhluk sosial dimana dalam kehidupan saling
berinteraksi satu sama lain. Individu yang dapat berinteraksi secara
kontinyu akan dapat lebih besar mendapatkan informasi. Dengan
demikian sosial akan mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang.
5) Pengalaman
Pengalaman seseorang individu tentang berbagai hal biasa diperoleh
dari lingkungan kehidupan dalam proses perkembangan sering
mengikuti kegiatan yang mendidik misalnya seminar.
6) Perilaku kesehatan
Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu respon seseorang
(organisme) terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan
penyakit, sistem pelayanan kesehatan masyarakat serta lingkungan.
36
e. Pengukuran pengetahuan
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara
atau angket yang berisi pertanyaan sesuai materi yang ingin diukur dari
subjek penelitian atau responden yang disesuaikan dengan tingkat
pengetahuan yang diukur (Notoatmodjo, 2003, p.124).
4. Pendidikan
a. Definisi
Pendidikan secara umum adalah segala upaya yang direncanakan
untuk mempengaruhi orang lain, baik individu, kelompok atau
masyarakat, sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh
pelaku pendidik (Notoatmodjo 2007, p.19). Pendidikan adalah proses
belajar yang berarti dalam pendidikan itu terjadi proses pertumbuhan,
perkembangan, atau perubahan ke arah yang lebih dewasa, lebih baik,
dan lebih matang pada individu, kelompok, atau masyarakat.
Pendidikan tidak lepas dari proses belajar. Kadang-kadang bahan
pengajaran disamakan dengan pendidikan. Memang kedua pengertian itu
identik, karena proses belajar itu berada dalam rangka mencapai tujuan
pendidikan. Dengan kata lain pendidikan itu dilihat secara makro
sedangkan pengajaran (proses belajar) itu dilihat secara mikro
(Notoatmodjo, 2003, p.36).
Pendidikan adalah usaha sadar untuk mengembangkan
kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan
37
berlangsung seumur hidup (GBHN,Drs.H.Abu Ahmadi, 2007, p.70).
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan
negara (Pasal 1butir 1, UU no.20 tahun 2003 p.3).
b. Jenjang Pendidikan
Jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan
berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan
dicapai, dan kemampuan yang dikembangkan (pasal 1 butir 8, UU no.20
tahun 2003 p.3).
Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang tersruktur dan
berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan
pendidikan tinggi (pasal 14, UU no.20 tahun 2003 p.10).
Mengacu undang-undang Nomor 20 tahun 2003, pasal 1 butir 3
tentang sistem pendidikan nasional:
1) Pendidikan dasar ( pasal 17, p.10)
Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi
jenjang pendidikan menengah. Pendidikan dasar berbentuk:
a) Sekolah dasar (SD) dan Madrasah ibtidaiyah (MI) atau bentuk
lain yang sederajat
38
b) Sekolah menengah pertama ( SMP) dan Madrasah Tsanawiyah
(MTs) atau bentuk lain yang sederajat
2) Pendidikan menengah ( pasal 18, p.11).
Pendidikan menengah merupakan jenjang pendidikan lanjutan
pendidikan dasar. Pendidikan menengah terdiri dari :
a) Pendidikan menengah umum.
b) Pendidikan menengah kejuruan
Pendidikan menengah berbentuk:
(1) Sekolah menengah atas (SMA)
(2) Madrasah aliyah ( MA)
(3) Sekolah menengah kejuruan (SMK)
(4) Madrasah aliyah kejuruan (MAK) atau bentuk lain yang
sederajat
c) Pendidikan tinggi ( pasal 19, p.11).
Pendidikan tinggi adalah jenjang pendidikan setelah
pendidikan menengah yang mencakup program diploma,
sarjana, magister, doktor, dan spesialis yang diselenggarakan
oleh perguruan tinggi.
Perguruan tinggi dapat berbentuk :
(1) Akademi
(2) Politeknik
(3) Sekolah tinggi
39
(4) Institut
(5) Universitas
c. Fungsi Pendidikan
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dam menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab (Pasal 3, UU no.20 tahun 2003 p.6).
d. Faktor yang mempengaruhi tingkat pendidikan
1) Umur
Umur merupakan indikator kedewasaan seseorang, semakin
bertambah umur, pendidikan yang didapat akan semakin bertambah
pula. Baik itu pendidikan formal maupun penambahan pengetahuan,
sikap atau ketrampilannya (notoatmodjo, 2003, p.17)
2) Tingkat sosial ekonomi
Tingkat sosial ekonomi sangat mempengaruhi perbaikan
pendidikan dan perbaikan pelayanan kesehatan yang diinginkan oleh
masyarakat. Rata-rata keluarga dengan sosial ekonomi yang cukup
baik akan memilih tingkat pendidikan dan sarana kesehatan yang
bagus dan bermutu (effendi,1998 dan notoatmodjo, 2003, p.19).
40
5. Perilaku
a. Pengertian
Menurut skiner (1938) dalam (notoatmodjo 2007, p.133) perilaku
merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan
dari luar). Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya
stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut
merespons.
b. Macam perilaku
1) Perilaku tertutup (covert behaviour)
Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung
atau tertutup (cover). Respons atau reaksi terhadap stimulus ini masih
terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan atau kesadaran, dan
sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan
belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain. Oleh sebab itu,
disebut covert behaviour atau unobservable behaviour, misalnya:
seorang ibu nifas tahu pentingnya dilakukan inisiasi menyusu dini.
2) Perilaku terbuka (overt behaviour)
Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan
nyata atau terbuka. Respons terhadap stimulus tersebut sudah jelas
dalam bentuk tindakan atau praktik (practice), yang dengan mudah
dapat diamati atau dilihat oleh orang lain. Oleh sebab itu disebut overt
behaviour, tindakan nyata atau praktik (practice) misalnya : seorang
41
ibu nifas tahu manfaat pelaksanaan inisiasi menyusu dini bagi
bayinya.
c. Proses adopsi perilaku
Menurut (Notoatmodjo, 2007, p.140), Penelitian Rogers (1974)
Mengungkapkan bahwa orang sebelum mengadopsi perilaku baru
(berperilaku baru) di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang
berurutan, yakni:
1) Awareness (Kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti
mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu.
2) Interest, yakni orang mulai tertarik kepada stimulus
3) Evaluation (menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus
tersebut bagi dirinya). Hal ini berarti sikap responden sudah lebih
baik lagi.
4) Trial, orang telah mulai mencoba perilaku baru.
5) Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,
kasadaran,dan sikapnya terhadap stimulus.
Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui
proses seperti ini didasari oleh pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang
positif, maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long lasting).
Sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan
kesadaran maka tidak akan berlangsung lama (Notoatmodjo,2007
p.140). Suatu contoh disini bahwa ibu nifas yang habis melahirkan
apabila di tanya tentang inisiasi menyusu dini atau kapan pemberian asi
42
secara dini tanpa ibu nifas tersebut mengetahui dan melihat secara
langsung bagaimana cara pelaksanaan inisiasi menyusu dini, maka
mereka tidak akan tahu, merasa takut untuk menyusui bayinya dan tidak
akan tahu kapan waktu yang tepat untuk pemberian inisiasi menyusu
dini.
d. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku kesehatan
Menurut teori Lawrence Green dalam Notoatmodjo (2003, p.13-
14) ada 3 faktor yang mempengaruhi perubahan perilaku individu
maupun kelompok sebagai berikut:
1) Faktor-faktor predisposisi (predisposing factor)
Faktor-faktor ini mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat
terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-
hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut
masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi dan
sebagainya. Untuk berperilaku kesehatan, misalnya: pemeriksaan
kesehatan bagi ibu nifas diperlukan pengetahuan dan kesadaran ibu
tersebut tentang manfaat pemeriksaan ibu nifas. Baik bagi kesehatan
ibu sendiri dan bayinya. Disamping itu, kadang-kadang kepercayaan,
tradisi dan sistem nilai masyarakat juga dapat mendorong atau
menghambat ibu untuk periksa masa nifasnya. Misalnya, orang yang
sudah melahirkan tidak perlu memeriksakan diri karena sudah
dianggap sudah tidak apa-apa. Faktor-faktor ini terutama yang positif
43
mempermudah terwujudnya perilaku, maka sering disebut faktor
pemudah.
2) Faktor-faktor pemungkin (enambling factors)
Faktor-faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana
atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat, misalnya: air bersih, tempat
pembuangan sampah, tempat pembuangan tinja, ketersediaan
makanan yang bergizi, dan sebagainya. Termasuk juga fasilitas
pelayanan kesehatan seperti Puskesmas, Rumah Sakit, Poliklinik,
Posyandu, Polindes, Pos Obat Desa, Dokter atau Bidan Praktek
Swasta, dan sebagainya. Untuk berperilaku sehat, masyarakat
memerlukan sarana dan prasarana pendukung. Misalnya: perilaku
pemeriksaan masa nifas, ibu nifas dilakukan inisiasi menyusu dini
tidak hanya karena ibu tahu dan sadar manfaat dari inisiasi menyusu
dini saja, melainkan ibu tersebut dengan mudah harus dapat
memperoleh fasilitas atau tempatpelaksanaan inisiasi menyusu dini,
misalnya: Puskesmas, Rumah Sakit, Poliklinik, Posyandu, Polindes,
Pos Obat Desa, Dokter atau Bidan Praktek Swasta, dan sebagainya.
fasilitas ini pada hakikatnya mendukung atau memungkinkan
terwujudnya perilaku kesehatan, maka faktor-faktornya disebut
faktor pendukung atau faktor pemungkin.
3) Faktor-faktor penguat (reinforcing faktor)
Faktor-faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku Tokoh
masyarakat (Toma), Tokoh agama (Toga), sikap dan perilaku para
44
petugas termasuk petugas kesehatan. Termasuk juga disini undang-
undang, peraturan-peraturan baik dari pusat maupun pemerintah
daerah yang terkait dengan kesehatan. Untuk berperilaku sehat,
masyarakat kadang-kadang bukan hanya perlu pengetahuan dan sikap
positif, dan dukungan fasilitas saja, melainkan diperlukan perilaku,
contoh (acuan) dari para Toma, Toga, para Petugas, lebih-lebih para
Petugas Kesehatan. Disamping itu undang-undang juga diperlukan
untuk memperkuat perilaku masyarakat tersebut. Seperti perilaku ibu
bersalin, serta kemudahan memperoleh fasilitas persalinan, juga
diperlukan peraturan atau perundang-undangan yang mengharuskan
ibu nifas perlu dilaksanakan inisiasi menyusu dini. Oleh sebab itu
intervensi pendidikan hendaknya dimulai mendiagnosis tiga faktor
penyebab (determinan) tersebut kemudian intervensinya juga
diarahkan terhadap tiga faktor tersebut. Pendekatan ini disebut model
preced, yakni: predispocing, reinforcing and enabling couse in
educational diagnosis and evaluation
45
B. Kerangka Teori
Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah diuraikan dapat digunakan
kerangka teori sebagai berikut:
Perilaku masalah
spesifik :
Pelaksanaan inisiasi
menyusu dini
Faktor penguat
1. Sikap dan Perilaku Tokoh
Masyarakat
2. Sikap dan Perilaku Tokoh
Agama
3. Sikap dan Perilaku Petugas
Kesehatan
Bagan 2.1 kerangka teori penelitian
Sumber : Lawrence green (1980) dalam notoatmodjo(2003,p.13-14 )
: yang diteliti
---------------- : yang tidak diteliti
Faktor predisposisi
1. Pengetahuan
2. Sikap
3. Kepercayaan
4. Tradisi
5. Nilai-nilai
6. Tingkat Pendidikan
7. Tingkat sosial ekonomi
Faktor pendukung
1. Sarana dan Prasarana
2. Keterjangkauan fasilitas
3. Ketersediaan pelayanan
kesehatan
46
C. Kerangka Konsep
Kerangka hubungan antara konsep-konsep yang ingin diamati atau diukur
melalui penelitian-penelitian yang akan dilakukan (Notoatmodjo,2005 p.69).
Variabel Independen Variabel Dependen
Pendidikan
Variabel Pengganggu
1. Sikap
2. Tingkat sosial ekonomi
3. Keterjangkauan fasilitas
Keterangan :
Variabel pengganggu tidak diukur
Skema 2.2 Kerangka konsep penelitian
Pengetahuan Pelaksanaan Inisiasi
Menyusu Dini
47
D. Hipotesis
Hipotesis adalah suatu pernyataan yang masih lemah dan membutuhkan
pembuktian untuk penegasan apakah hipotesis tersebut dapat diterima atau
harus ditolak, berdasarkan fakta atau ampiris yang telah dikumpulkan dalam
penelitian (Hidayat, 2007 p.45).
Ha : Ada hubungan antara tingkat pengetahuan pada ibu nifas dengan
pelaksanaan inisiasi menyusu dini
Ha : Ada hubungan antara pendidikan pada ibu nifas dengan pelaksanaan
inisiasi menyusu dini