A11dda_BAB II Tinjauan Pustaka

12
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fauna Tanah Sebagai Suatu Komunitas Fauna tanah merupakan organisme yang seluruh atau sebagian besar daur hidupnya dilakukan di dalam tubuh tanah juga permukaan tanah yang berperan dalam membantu mendekomposisi bahan organik (Suin, 2006). Menurut Rahmawaty (2004), fauna tanah adalah bagian dari organisme tanah yang merupakan kelompok heterotrof utama dalam tanah. Fauna tanah yang tergolong dalam kelompok heterotrof ini mendapatkan energi dari substrat organik dalam tanah. Selain itu terdapat pula kelompok autotrof yang tidak memerlukan energi dari substrat organik (Singer dan Munns, 2006). 2.1.1. Lingkungan Hidup Fauna Tanah Tanah didefinisikan sebagai medium alami untuk pertumbuhan tanaman yang tersusun atas mineral, bahan organik, dan organisme hidup. Kegiatan biologis seperti pertumbuhan akar dan metabolisme mikroba dalam tanah berperan dalam membentuk tekstur dan kesuburannya (Rao, 1986). Lingkungan tanah merupakan lingkungan yang terdiri dari gabungan antara lingkungan abiotik dan lingkungan biotik. Gabungan dari kedua lingkungan ini menghasilkan suatu wilayah yang dapat dijadikan tempat tinggal bagi beberapa jenis makhluk hidup. Kualitas tanah merupakan kemampuan tanah yang menggambarkan ekosistem tertentu untuk keberlanjutan sistem pertanian. Kualitas tanah menunjukkan sifat fisik, kimia dan biologi tanah yang berperan dalam menyediakan kondisi untuk pertumbuhan tanaman, aktivitas biologi, mengatur aliran air dan sebagai filter lingkungan terhadap polutan (Doran dan Parkin, 1994). Menurut Burges dan Raw (1967), sifat biologi tanah merupakan kisaran luas dari organisme hidup yang tinggal di dalam tanah dan mendukung secara langsung produktivitas serta kelestarian dari ekosistem terestrial. Adapun komponen sifat biologi tanah itu terdiri dari fauna tanah, bakteri, fungi, akar tanaman, dan biji-bijian. Fauna tanah termasuk ke dalam salah satu komponen sifat biologi tanah. Kehidupan fauna tanah sangat tergantung pada habitatnya, karena keberadaan dan kepadatan populasi suatu jenis fauna tanah di suatu daerah sangat ditentukan oleh keadaan daerah tersebut. Dengan perkataan lain keberadaan dan

Transcript of A11dda_BAB II Tinjauan Pustaka

Page 1: A11dda_BAB II Tinjauan Pustaka

4

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Fauna Tanah Sebagai Suatu Komunitas

Fauna tanah merupakan organisme yang seluruh atau sebagian besar daur

hidupnya dilakukan di dalam tubuh tanah juga permukaan tanah yang berperan

dalam membantu mendekomposisi bahan organik (Suin, 2006). Menurut

Rahmawaty (2004), fauna tanah adalah bagian dari organisme tanah yang

merupakan kelompok heterotrof utama dalam tanah. Fauna tanah yang tergolong

dalam kelompok heterotrof ini mendapatkan energi dari substrat organik dalam

tanah. Selain itu terdapat pula kelompok autotrof yang tidak memerlukan energi

dari substrat organik (Singer dan Munns, 2006).

2.1.1. Lingkungan Hidup Fauna Tanah Tanah didefinisikan sebagai medium alami untuk pertumbuhan tanaman yang

tersusun atas mineral, bahan organik, dan organisme hidup. Kegiatan biologis seperti

pertumbuhan akar dan metabolisme mikroba dalam tanah berperan dalam membentuk

tekstur dan kesuburannya (Rao, 1986). Lingkungan tanah merupakan lingkungan

yang terdiri dari gabungan antara lingkungan abiotik dan lingkungan biotik.

Gabungan dari kedua lingkungan ini menghasilkan suatu wilayah yang dapat

dijadikan tempat tinggal bagi beberapa jenis makhluk hidup. Kualitas tanah

merupakan kemampuan tanah yang menggambarkan ekosistem tertentu untuk

keberlanjutan sistem pertanian. Kualitas tanah menunjukkan sifat fisik, kimia dan

biologi tanah yang berperan dalam menyediakan kondisi untuk pertumbuhan

tanaman, aktivitas biologi, mengatur aliran air dan sebagai filter lingkungan

terhadap polutan (Doran dan Parkin, 1994).

Menurut Burges dan Raw (1967), sifat biologi tanah merupakan kisaran luas

dari organisme hidup yang tinggal di dalam tanah dan mendukung secara

langsung produktivitas serta kelestarian dari ekosistem terestrial. Adapun

komponen sifat biologi tanah itu terdiri dari fauna tanah, bakteri, fungi, akar

tanaman, dan biji-bijian. Fauna tanah termasuk ke dalam salah satu komponen sifat

biologi tanah. Kehidupan fauna tanah sangat tergantung pada habitatnya, karena

keberadaan dan kepadatan populasi suatu jenis fauna tanah di suatu daerah sangat

ditentukan oleh keadaan daerah tersebut. Dengan perkataan lain keberadaan dan

Page 2: A11dda_BAB II Tinjauan Pustaka

5

kepadatan populasi suatu jenis fauna tanah di suatu daerah sangat tergantung dari

faktor lingkungan, yaitu lingkungan biotik dan lingkungan abiotik. Fauna tanah

merupakan bagian dari ekosistem tanah, oleh karena itu dalam mempelajari ekologi

fauna tanah, faktor fisika-kimia tanah selalu diukur (Suin, 2006).

Suhu tanah merupakan salah satu faktor fisika tanah yang sangat menentukan

kehadiran dan kepadatan organisme tanah, dengan demikian suhu tanah akan

menentukan tingkat dekomposisi material organik tanah. Fluktuasi suhu tanah lebih

rendah dari suhu udara, dan suhu tanah sangat tergantung dari suhu udara. Suhu tanah

lapisan atas mengalami fluktuasi dalam satu hari satu malam dan tergantung musim.

Fluktuasi itu juga tergantung pada keadaan cuaca, topografi daerah dan keadaan tanah

(Suin, 2006). Menurut Wallwork (1970), besarnya perubahan gelombang suhu di

lapisan yang jauh dari tanah berhubungan dengan jumlah radiasi sinar matahari yang

jatuh pada permukaan tanah. Besarnya radiasi yang terintersepsi sebelum sampai pada

permukaan tanah, tergantung pada vegetasi yang ada di atas permukaannya. Pengukuran pH tanah juga sangat diperlukan dalam melakukan penelitian

mengenai fauna tanah. Suin (2006) menyebutkan bahwa ada fauna tanah yang hidup

pada tanah yang pH-nya asam dan ada pula yang senang hidup pada tanah yang

memiliki pH basa. Untuk jenis Collembola yang memilih hidup pada tanah yang asam

disebut dengan Collembola golongan asidofil, yang memilih hidup pada tanah yang

basa disebut dengan Collembola golongan kalsinofil, sedangkan yang dapat hidup

pada tanah asam dan basa disebut Collembola golongan indifferen.

Keadaan iklim daerah dan berbagai tanaman yang tumbuh pada tanahnya

serta berlimpahnya mikroorganisme yang mendiami suatu daerah sangat

mempengaruhi keanekaragaman relatif populasi mikroorganisme. Faktor-faktor lain

yang mempunyai pengaruh terhadap keanekaragaman relatif populasi

mikroorganisme adalah reaksi yang berlangsung di dalam tanah, kadar kelembaban

serta kondisi-kondisi serasi (Sutedjo et al., 1996). Menurut Soepardi (1983),

dibandingkan dengan area yang masih utuh, lahan yang diusahakan umumnya

mempunyai jumlah dan biomassa fauna tanah lebih sedikit, sedangkan penggunaan

lahan dengan praktek pengelolaan lahan seperti penggunaan pupuk organik,

pengelolaan lahan dengan mempraktekan teknik konservasi tanah dan air dapat

meningkatkan jumlah, biomassa, dan keragaman fauna tanah.

Page 3: A11dda_BAB II Tinjauan Pustaka

6

2.1.2. Klasifikasi Fauna Tanah

Fauna tanah merupakan komponen dari komunitas dalam tanah yang dapat

diklasifikasikan ke dalam beberapa kategori tergantung dari tujuannya, yaitu:

ukuran tubuh, habitat, pola makan, dan kehadiran dalam tanah.

2.1.2.1. Ukuran Tubuh

Van der Drift (1951) membagi fauna tanah berdasarkan ukuran tubuh

menjadi 4 kelompok, yaitu:

1. Kelompok mikrofauna yang memiliki ukuran tubuh < 0.2 mm.

2. Kelompok mesofauna yang memiliki ukuran tubuh 0.2 - 2.0 mm.

3. Kelompok makrofauna yang memilki ukuran tubuh 2.0 - 20.0 mm.

4. Kelompok megafauna yang memilki ukuran tubuh > 20.0 mm.

Menurut Wallwork (1970), berdasarkan ukuran tubuhnya fauna tanah

dikelompokkan menjadi 3 kelompok, yaitu:

1. Kelompok mikrofauna yang memilki ukuran tubuh 20 µm - 200 µm,

seperti: Protozoa, Acarina, Nematoda, Rotifera, dan Tardigrada.

2. Kelompok mesofauna yang memiliki ukuran tubuh 200 µm - 1 cm,

seperti: Acarina, Collembola, Nematoda, Rotifera, Araneida (Spiders),

Isopoda, Diplura, Protura, Mollusca, Diplopoda, dan larva Coleoptera.

3. Kelompok makrofauna yang memiliki ukuran tubuh > 1 cm, seperti:

Coleoptera, vertebrata kecil, dan Chilopoda.

Wild (1993) mengelompokkan fauna tanah menurut ukuran tubuh menjadi

3 kelompok, yakni mikrofauna (<0.1 mm), mesofauna (0.1-10 mm), dan

makrofauna (>10 mm). Sedangkan Suhardjono dan Adisoemarto (1997)

mengelompokkannya menjadi: (1) mikrofauna adalah kelompok binatang yang

berukuran tubuh < 0.15 mm, seperti: Protozoa dan stadium pradewasa beberapa

kelompok lain misalnya Nematoda, (2) Mesofauna adalah kelompok yang berukuran

tubuh 0.16 – 10.4 mm dan merupakan kelompok terbesar dibanding kedua kelompok

lainnya, seperti: Insekta, Arachnida, Diplopoda, Chilopoda, Nematoda, Mollusca, dan

bentuk pradewasa dari beberapa binatang lainnya seperti kaki seribu dan

kalajengking, (3) Makrofauna adalah kelompok binatang yang berukuran panjang

tubuh > 10.5 mm, seperti: Insekta, Crustaceae, Chilopoda, Diplopoda, Mollusca, dan

termasuk juga vertebrata kecil.

Page 4: A11dda_BAB II Tinjauan Pustaka

7

2.1.2.2. Habitat

Sistem klasifikasi tanah berdasarkan habitatnya dibagi menjadi epigeon,

hemiedafon, dan eudafon. Epigeon merupakan fauna tanah yang hidup pada

lapisan tumbuhan di permukaan tanah. Hemiedafon merupakan fauna tanah yang

hidup pada lapisan bahan organik tanah, sedangkan Eudafon hidup pada lapisan

tanah mineral (Suin, 2006).

Menurut Van der Drift (1951) dalam Szujecki (1987) membedakan fauna

tanah berdasarkan habitatnya menjadi 3 kelompok yaitu endogeic (fauna yang

hidup pada lapisan tanah yang lebih dalam), epigeic (fauna yang hidup pada

serasah dan lapisan yang lebih dangkal), dan anecic (fauna yang hidup pada

permukaan tanah, namun terkadang dapat ditemui pada tanah yang lebih dangkal).

Sedangkan Goombridge (1992) mengklasifikasikannya menjadi 3 kategori,

yaitu:

1. Hemiedaphon adalah binatang tanah yang mendiami lapisan serasah

yang membusuk, contoh: kutu kayu dan kaki seribu.

2. Epedaphon adalah binatang tanah yang mendiami permukaan tanah,

contoh: kumbang dan kalajengking.

3. Eudaphon adalah binatang tanah yang mendiami tanah mineral,

contoh: cacing tanah dan kutu.

2.1.2.3 Pola Makan

Berdasarkan kegiatan makannya fauna tanah ada yang bersifat herbivora,

saprovora, fungifora dan perdator (Suin, 2006). Sedangkan Wallwork (1970)

mengklasifikasikannya menjadi:

1. Carnivore yaitu predator dan binatang parasit, antara lain beberapa

anggota Coleoptera dari famili Carabidae, Pselaphidae, Scydmaenidae,

Staphylinidae, tungau Mesostigmatid dan Prostigmatid, Opiliones,

Chelonitida, Scorpion, Centipedes, Mollusca, Ichneumonidae, Diptera,

parasit dan beberapa Nematoda.

2. Phytophagus, terdiri dari pemakan tumbuhan (larva Lepidoptera dan

Mollusca), pemakan akar (Nematoda parasit tumbuhan, Symphyla,

beberapa larva Diptera, Scarabidae, Lepidoptera, Mollusca dan Orthoptera

pelubang).

Page 5: A11dda_BAB II Tinjauan Pustaka

8

3. Saprophagus yaitu fauna pemakan tumbuhan mati atau bahan organik

yang busuk, diantaranya Lumbricida, Enchytraeidae, Isopoda,

Milipedes, dan beberapa tungau Hemiedaphic, Collembola, dan

Coleoptera.

4. Microphytic-feeders yaitu pemakan jamur dan spora ; algae ; lichen dan

bakteri, diantaranya tungau Saprophagus, Collembola, serangga pemakan

jamur (semut, rayap, Nematoda, Mollusca, Protozoa)

5. Miscellaneus-feeders yaitu pemakan tumbuhan dan hewan segar atau

busuk ; kayu atau herba, diantaranya Nematoda, tungau Cryptostigmata,

Collembola, larva Diptera, dan Coleoptera.

2.1.2.4. Kehadirannya Dalam Tanah

Berdasarkan kehadirannya, Coleman et al. (2004) membagi fauna tanah

menjadi empat kelompok, yaitu:

1. Transient à yaitu fauna tanah yang saat fase tidur (istirahat) berada di

dalam tanah, pada saat musim dingin sebaliknya hidup dan beraktivitas

pada lapisan tanaman, seperti ”Ladybird beetle”.

2. Temporary residents à yaitu fauna tanah yang pada fase telur hingga

”juvenile” berada di dalam tanah sedangkan pada fase dewasa hidup di

atas permukaan tanah, seperti Tipula spp.

3. Periodic residents à yaitu fauna tanah yang menghabiskan hidupnya di

dalam tanah. Fase dewasa terkadang hidup di atas permukaan tanah,

seperti Forticula spp.

4. Permanent residents à yaitu fauna tanah yang secara permanen menetap

di dalm tanah dan mampu beradaptasi pada berbagai kedalaman tanah,

seperti Collembola.

2.1.3. Ekstraksi Fauna Tanah

Menurut Suin (2006), ekstraksi contoh fauna tanah pada prinsipnya dibagi

menjadi dua metode, yaitu metode dinamik dan metode mekanik. Pada metode

dinamik fauna tanah dirangsang untuk berkumpul pada bejana koleksi dan

kemudian diambil. Sedangkan pada metode mekanik fauna tanah yang hidup dan

Page 6: A11dda_BAB II Tinjauan Pustaka

9

berada pada contoh tanah diperlakukan sedemikian rupa sehingga secara pasif

fauna tersebut akan terkumpul pada bejana koleksi.

Masing-masing metode tersebut mempunyai kelebihan dan kekurangan.

Dalam metode dinamik, fauna yang nantinya akan terkumpul hanyalah fauna yang

hidup dan aktif sehingga mampu mencapai bejana koleksi. Melihat kondisi

tersebut, maka fauna yang lemah tidak akan dapat terambil karena tidak mampu

mencapai bejana koleksi. Kelemahan ini menyebabkan contoh yang didapat akan

lebih rendah dari kenyataan yang sebenarnya. Selain itu, pupa dan telur tidak akan

didapat. Terjadi sebaliknya pada metode mekanik, akan didapat contoh yang

melebihi kenyataan yang sebenarnya karena hewan yang telah mati pun dapat

terkumpul. Namun dengan metode ini hewan yang terambil sering tidak dalam

kondisi utuh.

2.1.3.1. Alat Ekstraksi Kering

Ekstraktor kering seperti pada alat corong Berlese Tullgren menggunakan

panas untuk memaksa fauna tanah menuju bejana koleksi. Beberapa alat yang

termasuk dalam ekstraktor kering antara lain corong Berlese (Berlese Funnel),

ekstraktor horizontal (Horisontal Extractor), ekstraktor canister (Multiple

Canister Extractor), dan ekstraktor bejana Kempson (Kempton Bowl Extractor).

2.1.3.2. Alat Ekstraksi Basah

Perlakuan ekstraksi basah yang sederhana adalah dengan memakai alat

corong Baerman. Pada alat ini, tanah tetap dalam keadaan basah atau dijenuhkan

dengan air. Terdapat sumber panas berupa lampu bohlam. Pemanasan yang

diberikan tersebut akan menyebabkan fauna tanah yang ada dalam contoh tanah

keluar dan menuju bejana koleksi.

Alat ekstraksi corong Baerman dapat digunakan untuk mengekstraksi

nematoda dan Enchytraeidae. Banyak juga modifikasi dari corong Baerman yang

telah dibuat oleh para peneliti antara lain yang dibuat oleh Nielsen tahun 1952

yang baik sekali digunakan untuk mengekstraksi cacing Enchytraeidae dari tanah.

Page 7: A11dda_BAB II Tinjauan Pustaka

10

2.1.4. Beberapa Contoh Fauna Tanah

1. Acari

Kelompok Acari yang sering dijumpai di tanah yaitu Oribatida,

Prostigmata, Mesostigmata, dan Astigmata. Oribatida merupakan kelompok

saprophagus. Sedangkan Mesostigmata merupakan kelompok Acari yang hampir

seluruh anggotanya merupakan predator bagi fauna tanah lain yang berukuran

lebih kecil (Coleman et al., 2004).

Acari memiliki panjang tubuh antara 0.1 mm sampai 2 mm. Warna tubuh

Acari mulai dari coklat muda hingga hitam dengan bentuk tubuh yang bervariasi.

Ukuran tubuh Acari akan semakin mengecil seiring dengan kedalaman tanah

tempat tinggalnya. Acari berperan dalam menghancurkan bahan organik ke

ukuran yang kebih kecil, mengaduk bahan organik, dan berpengaruh pada

dinamika populasi fungi (Gobat et al., 2004).

2. Collembola

Collembola merupakan salah satu kelompok mikroarthropoda yang

memiliki distribusi menyebar pada berbagai jenis tanah di dunia. Warna tubuh

Collembola bervariasi dari pucat hingga mencolok, yaitu putih, abu-abu, biru tua,

hitam sampai merah merona. Ukuran tubuh Colembolla berkisar antara 0.25 mm

sampai 8.0 mm (Coleman et al., 2004).

Collembola umumnya ditemukan pada lapisan teratas serasah daun,

terutama dari jenis Entomobrydae. Jenis Collembola yang hidup pada atau dekat

dengan permukaan tanah umumnya memiliki tubuh dengan warna yang lebih

mencolok, indera yang berkembang dengan baik, serta memiliki antena dan

furkula. Jenis lain yang berukuran lebih kecil lebih banyak ditemukan pada bagian

tanah yang lebih dalam dengan karakteristik sebaliknya, yaitu warna yang pucat,

indera yang kurang berkembang dengan baik, dan tanpa furkula. Bahan organik

yang biasa dicerna mencakup hifa dan spora fungi, sisa-sisa tanaman, dan

ganggang hijau uniseluler (Wallwork, 1976). Collembola berpengaruh pada

dinamika populasi fungi karena kebiasaannya memakan hifa dan spora fungi

(Gobat et al., 2004).

Page 8: A11dda_BAB II Tinjauan Pustaka

11

3. Hymenoptera

Hymenoptera merupakan salah satu ordo serangga yang terbesar dan

memiliki peranan sebagai ecosystem engineer bersama dengan cacing tanah dan

rayap. Kelompok fauna tanah ini termasuk serangga sosial atau serangga yang

hidupnya membentuk koloni. Hymenoptera, terutama yang berasal dari kelompok

Formicidae memiliki pengaruh besar terhadap struktur tanah, terutama di

lingkungan gurun di mana cacing tanah memiliki kepadatan yang rendah

(Coleman et al., 2004).

Hymenoptera umumnya merupakan phytophagus dan dalam habitatnya

akan berperan sebagai predator utama fauna tanah lain yang berukuran lebih kecil,

seperti Acari dan Collembola. Tingginya kepadatan populasi Hymenoptera pada

suatu habitat akan mengurangi kepadatan predator lainnya pada habitat tersebut,

seperti Aranae dan Coleoptera (Coleman et al., 2004).

4. Isoptera

Rayap (Isoptera) merupakan serangga sosial seperti Hymenoptera. Isoptera

dibedakan menjadi 3 kelompok berdasarkan makanannya, yaitu pemakan kayu

(selulosa), pemakan humus atau perombak bahan organik, dan pemakan fungi

(Richards, 1974). Menurut Borror et al. (1989) umumnya Isoptera mampu hidup

pada habitat yang lembab ( di dalam tanah) dan kering (di atas tanah).

2.2. Peranan Fauna Tanah

Keanekaragaman organisme tanah menciptakan keragaman fungsi dan

proses dalam tanah. Setiap komunitas organisme menjalankan fungsi yang

berbeda, antara lain sebagai penambat nitrogen, pelarut fosfat, perombak bahan

organik, penghasil fitohormon dan antibiotik, dan dapat dipandang sebagai arsitek

ekosistem tanah. Salah satu organisme penghuni tanah yang berperan sangat besar

dalam perbaikan kesuburan tanah adalah fauna tanah. Beberapa peranan dari fauna

tanah antara lain dalam perbaikan kesuburan tanah dengan menghancurkan fisik,

menggabungkan bahan yang membusuk pada lapisan tanah bagian atas,

membentuk kemantapan agregat antara bahan organik dan bahan mineral tanah,

memperbaiki struktur tanah melalui penurunan berat jenis, peningkatan ruang

pori, aerasi, drainase, kapasitas penyimpanan air, penyebaran mikroba,

Page 9: A11dda_BAB II Tinjauan Pustaka

12

pencampuran partikel tanah, serta dekomposisi bahan organik. Selain itu berperan

juga pada aliran karbon, redistribusi unsur hara, siklus unsur hara, dan

pembentukan struktur tanah (Anderson, 1994).

Proses dekomposisi dalam tanah tidak akan mampu berjalan dengan cepat bila

tidak ditunjang oleh kegiatan makrofauna tanah. Makrofauna tanah mempunyai

peranan penting dalam dekomposisi bahan organik tanah dalam penyediaan unsur

hara. Makrofauna akan meremah-remah substansi nabati yang mati, kemudian bahan

tersebut akan dikeluarkan dalam bentuk kotoran. Fauna tanah memainkan peranan

yang sangat penting dalam pembusukan zat atau bahan-bahan organik dengan cara :

(1) Menghancurkan jaringan secara fisik dan meningkatkan ketersediaan daerah bagi

aktifitas bakteri dan jamur; (2) Melakukan pembusukan pada bahan pilihan seperti

gula, sellulosa dan sejenis lignin; (3) Merubah sisa-sisa tumbuhan menjadi humus; (4)

Menggabungkan bahan yang membusuk pada lapisan tanah bagian atas; dan

(5) Membentuk kemantapan agregat antara bahan organik dan bahan mineral tanah

(Barnes et al., 1997). Walaupun pengaruhnya terhadap pembentukan tanah dan

dekomposisi bahan organik bersifat tidak langsung, secara umum fauna tanah

dapat dipandang sebagai pengatur terjadinya proses dalam tanah.

Secara garis besar terdapat tiga kelompok invertebrata yang hidup di tanah,

yaitu mikrofauna (protozoa dan nematoda), mesofauna, dan makrofauna.

Mikrofauna memacu dekomposisi bahan organik dengan memperkecil ukuran

dengan ezim selulase yang kemudian dimanfaatkan oleh mikroba dekomposer

lainnya. Mesofauna dan makrofauna selain memperkecil ukuran sisa organik,

aktivitas metabolismenya menghasilkan feses yang mengandung berbagai hara

tersedia bagi tanaman maupun mikroba tanah. Beberapa makrofauna tanah seperti

cacing tanah dan rayap memiliki peran penting dalam mempengaruhi kesehatan

dan produktivitas tanah. Cacing tanah yang dalam siklus hidupnya dapat membuat

lubang/liang dalam tanah dapat mencegah pemadatan tanah, meningkatkan aerasi,

penetrasi akar, dan infiltrasi air. Kotoran cacing, yang merupakan campuran tanah

dan sisa organik yang telah tercerna, mengandung berbagai hara yang tersedia

bagi tanaman. Rayap berperan dalam pembentukan struktur tanah dan

dekomposisi bahan organik.

Page 10: A11dda_BAB II Tinjauan Pustaka

13

2.3. Tanah Sawah

Tanah sawah dapat terbentuk dari tanah kering dan tanah basah atau tanah

rawa sehingga karakterisasi sawah-sawah tersebut akan sangat dipengaruhi oleh

bahan pembentuk tanahnya. Tanah sawah dari tanah kering umumnya terdapat di

daerah dataran rendah, dataran tinggi volkan atau nonvolkan yang pada awalnya

merupakan tanah kering yang tidak pernah jenuh air, sehingga morfologinya akan

sangat berbeda dengan tanah sawah dari tanah rawa yang pada awalnya memang

sudah jenuh air.

Pengelolaan tanah sawah (padi) mempunyai ciri khas bila dibandingkan

dengan pengelolaan tanah untuk budidaya tanaman lain. Hal yang

membedakannya adalah karena tanah tersebut mengalami proses penggenangan

dan pelumpuran. Proses pelumpuran dapat didefinisikan sebagai penghancuran

agregat tanah menjadi lumpur yang sama rata, yang dilakukan dengan

menggunakan kekuatan mekanis terhadap tanah pada kadar kelengasan tinggi

(Sanchez, 1976). Profil tanah yang tergenang tidak seluruhnya tereduksi, zona

oksidasi dijumpai pada lapisan tipis di permukaan dan pada rhizosfer. Oksidasi

pada rhizosfer disebabkan karena kemampuan tanaman padi mensuplai oksigen

oleh aerenkima ke daerah perakaran (Yoshida, 1981).

2.4. S.R.I. (System of Rice Intensification)

2.4.1. Sejarah S.R.I.

S.R.I. kependekan dari System of Rice Intensification, namun awalnya

S.R.I. adalah kependekan dari "Systeme de Riziculture Intensive". S.R.I.

merupakan salah satu metode budidaya padi yang dikembangkan sejak tahun

1980-an oleh pastor sekaligus agrikulturis Perancis, Fr. Henri de Laulanie, yang

ditugaskan di Madagaskar sejak 1961. Saat itu, penyebaran metode S.R.I. ini

terbatas dan hanya diketahui oleh beberapa petani setempat. Akhirnya, metode

S.R.I. mulai mendunia sejak tahun 1990-an sebagai hasil dari usaha Prof. Norman

Uphoff (mantan direktur Cornel International Institute for Food, Agriculture and

Development) yang tidak pantang menyerah. Sejak tahun 1999, untuk pertama

kalinya S.R.I. diuji di luar Madagaskar yakni di Indonesia dan China. Selanjutnya,

Page 11: A11dda_BAB II Tinjauan Pustaka

14

metode S.R.I. pun diuji coba di lebih dari 25 negara dengan hasil panen lebih dari

8 ton dan bahkan ada yang mencapai hasil panen 20 ton/ha.

2.4.2. Prinsip Budidaya Padi Metode S.R.I.

Terdapat beberapa prinsip dalam penerapan metode S.R.I., yakni:

a.) Transplantasi bibit ke lapangan dilakukan lebih awal (bibit muda).

b.) Penanaman bibit tidak dilakukan secara berumpun melainkan satu-satu

c.) Penanaman dengan jarak tanam yang lebar.

d.) Pengairannya dilakukan dengan sistem irigasi berselang (kondisi tanah tetap

lembab tapi tidak tergenang air).

e.) Dilakukan penyiangan sebanyak 2-3 kali untuk membersihkan gulma dan

memperbaiki struktur dan aerasi tanah.

2.4.3. Keunggulan Metode S.R.I.

Metode S.R.I. mempunyai beberapa keunggulan diantaranya:

a.) Tanaman padi dengan metode S.R.I. merupakan tanaman hemat air, sebab

selama pertumbuhan mulai dari tanam sampai panen maksimum pemberian air

adalah setinggi 2 cm dan paling baik dalam kondisi macak-macak setinggi 5

mm serta terdapat sistem irigasi terputus yakni periode pengeringan sampai

tanah retak.

b.) Hemat waktu, sebab bibit di taman ke lahan setelah 5-12 hari dari penyemaian

(bibit muda) sehingga waktu panen dapat dilakukan lebih awal.

c.) Cenderung lebih hemat biaya, tidak diperlukannya biaya untuk pancabutan

bibit, biaya pindah bibit, dan lainnya.

d.) Produksinya meningkat, pada beberapa tempat bisa mencapai 11 ton/ha.

e.) Metode S.R.I. merupakan metode yang ramah lingkungan, lebih cenderung

untuk menggunakan pupuk organik seperti pupuk kandang, kompos, dan MOL

(Mikro-Organisme Lokal). Begitu juga untuk penggunaan pestisida organik

akan lebih diprioritaskan.

Page 12: A11dda_BAB II Tinjauan Pustaka

15

2.4.4. Manfaat Metode S.R.I.

Secara umum manfaat dari penanaman padi dengan metode S.R.I. adalah

sebagai berikut:

a.) Penggunaan air untuk sistem irigasinya lebih hemat 70 – 80 % dibanding

dengan penanaman konvensional, sebab metode S.R.I. tidak menghendaki

penggenangan air yang berlebihan (macak-macak).

b.) Mewariskan tanah yang sehat untuk generasi mendatang, sebab metode

S.R.I. terbukti mampu memulihkan kesehatan dan kesuburan tanah serta

mampu menciptakan keseimbangan ekologi tanah.

c.) Membuka lapangan pekerjaan di pedesaan sehingga mampu mengurangi

jumlah pengangguran serta meningkatkan penghasilan keluarga petani.

d.) Menghasilkan produksi beras yang terbebas dari residu kimia sehingga

kesehatan para konsumen pun terjamin.

e.) Mampu membentuk petani mandiri yang dapat meneliti serta menjadi ahli

di lahannya sendiri. Tidak bergantung pada pupuk dan pestisida kimia

buatan pabrik yang semakin mahal dan terkadang langka.