Acute Coronary Syndrome (ACS)

31
TINJAUAN PUSTAKA 1. Definisi Acute Coronary Syndrome (ACS) atau yang lebih dikenal dengan sindrom koroner akut (SKA) merupakan manifestasi klinis dari fase kritis pada penyakit arteri koroner. Mekanisme yang mendasari penyakit ini adalah rupturnya plak atau erosi karena serangkaian pembentukan trombus sehingga menyebabkan penyumbatan parsial ataupun total pada pembuluh darah. Berdasarkan pemeriksaan elektrokardiografi (EKG) dan marker biokimia jantung, maka Acute Coronary Syndrome (ACS) dibedakan menjadi ST-segment elevation myocardial infarction (STEMI), Non ST-segment elevation myocardial infarction (NSTEMI), serta unstable angina pectoris. 2. Patofisiologi Pembentukan plak aterosklerotik a. Inisiasi proses aterosklerosis: peran endotel Aterosklerosis merupakan proses pembentukan plak di tunika intima arteri besar dan arteri sedang. Proses ini berlangsung terus selama hidup sampai akhirnya bermanifestasi sebagai SKA. Proses aterosklerosis ini terjadi melalui 4 tahap, yaitu kerusakan endotel, migrasi kolesterol LDL (low-density lipoprotein) ke dalam tunika intima, respons inflamatorik, dan pembentukan kapsul fibrosis.

description

Jurnal ACS

Transcript of Acute Coronary Syndrome (ACS)

TINJAUAN PUSTAKA1. DefinisiAcute Coronary Syndrome (ACS) atau yang lebih dikenal dengan sindrom koroner akut (SKA) merupakan manifestasi klinis dari fase kritis pada penyakit arteri koroner. Mekanisme yang mendasari penyakit ini adalah rupturnya plak atau erosi karena serangkaian pembentukan trombus sehingga menyebabkan penyumbatan parsial ataupun total pada pembuluh darah. Berdasarkan pemeriksaan elektrokardiografi (EKG) dan marker biokimia jantung, maka Acute Coronary Syndrome (ACS) dibedakan menjadi ST-segment elevation myocardial infarction (STEMI), Non ST-segment elevation myocardial infarction (NSTEMI), serta unstable angina pectoris. 2. PatofisiologiPembentukan plak aterosklerotika. Inisiasi proses aterosklerosis: peran endotelAterosklerosis merupakan proses pembentukan plak di tunika intima arteri besar dan arteri sedang. Proses ini berlangsung terus selama hidup sampai akhirnya bermanifestasi sebagai SKA. Proses aterosklerosis ini terjadi melalui 4 tahap, yaitu kerusakan endotel, migrasi kolesterol LDL (low-density lipoprotein) ke dalam tunika intima, respons inflamatorik, dan pembentukan kapsul fibrosis.Beberapa faktor risiko koroner turut berperan dalam proses aterosklerosis, antara lain hipertensi, hiperkolesterolemia, diabetes, dan merokok. Faktor risiko ini dapat menyebabkan kerusakan endotel dan selanjutnya menyebabkan disfungsi endotel. Disfungsi endotel memegang peranan penting dalam terjadinya proses aterosklerosis. Jejas endotel mengaktifkan proses inflamasi, migrasi dan proliferasi sel, kerusakan jaringan lalu terjadi perbaikan, dan akhirnya menyebabkan pertumbuhan plak. b. Perkembangan proses aterosklerosis: peran proses inflamasiJika endotel rusak, sel-sel inflamatorik, terutama monosit, bermigrasi menuju ke lapisan subendotel dengan cara berikatan dengan molekul adhesif endotel. Jika sudah berada pada lapisan subendotel, sel-sel ini mengalami differensiasi menjadi makrofag.Makrofag akan mencerna LDL teroksidasi dan juga berpenetrasi ke dinding arteri, berubah menjadi sel foam dan selanjutnya membentuk fatty streaks. Makrofag yang teraktivasi ini melepaskan zat-zat kemoatraktan dan sitokin (misalnya monocyte chemoattractant protein-1, tumor necrosis factor , IL-1, IL-6, CD40, dan c-reactive protein) yang makin mengaktifkan proses ini dengan merekrut lebih banyak makrofag, sel T, dan sel otot polos pembuluh darah (yang mensintesis komponen matriks ekstraseluler) pada tempat terjadinya plak.c. Disrupsi plak, trombosis, dan SKABeberapa penelitian menunjukkan bahwa inti lipid yang besar, kapsul fibrosa yang tipis, dan infl amasi dalam plak merupakan predisposisi untuk terjadinya ruptur. Setelah terjadi ruptur plak maupun erosi endotel, matriks subendotelial akan terpapar darah yang ada di sirkulasi. Hal ini menyebabkan adhesi trombosit yang diikuti aktivasi dan agregasi trombosit, selanjutnya terbentuk trombus.3. Menifestasi klinisRiwayat perjalanan nyeri dada sangat penting untuk membedakan ACS dengan sejumlah penyakit lainnya. Gejalanya berupa gejala khas angina, yaitu nyeri dada tipikal yang berlangsung selama 10 menit atau lebih yang terasa seperti ditusuk-tusuk, ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat, rasa diperas dan terpelintir. Nyeri tidak sepenuhnya hilang dengan istirahat atau obat nitrat serta dapat dicetus oleh serangkaian faktor seperti latihan fisik, stress, emosi, udara dingin, dan sesudah makan. Nyeri juga bisa terjadi pada daerah-daerah yang independen dari nyeri dada. pasien dengan NSTE-ACS juga bisa timbul dengan diaphoresis, dyspnea, mual, sakit perut, atau sinkop. Dyspnea saat aktivitas adalah yang paling umum saat angina equivalent tanpa gejala nyeri. Faktor-faktor resiko lain yang harus menjadi pertimbangan adalah probabilitas usia yang lebih tua, jenis kelamin laki-laki, riwayat keluarga positif CAD, dan adanya penyakit arteri perifer, diabetes mellitus, insufisiensi ginjal, MI sebelumnya, dan revaskularisasi koroner sebelumnya. Meskipun pasien yang lebih tua (75 tahun) dan perempuan biasanya hadir dengan gejala khas ACS, namun frekuensi presentasi atipikal meningkat pada kelompok-kelompok ini serta pada pasien dengan diabetes mellitus, gangguan fungsi ginjal, dan demensia. Gejala atipikal, termasuk nyeri epigastrium, gangguan pencernaan, nyeri pleuritik, dan meningkatkan dyspnea dengan tidak adanya nyeri dada harus meningkatkan kepedulian terhadap ACS. Gejala lain termasuk masalah kejiwaan (misalnya, gangguan somatoform, serangan panik, gangguan kecemasan).

Gambar 1. Patofisiologi terjadinya sindroma koroner akut

4. DiagnosisDiagnosis infark miokard akut didasarkan atas sejumlah hal,dimulai dari anamnesa gejala klinis yang khas, pemeriksaan Elektrokardiografi (EKG), serta pemeriksaan biomarker jantung. Sebagian besar pasien ACS datang dengan keluhan nyeri dada, rasa berat, atau rasa seperti ditekan, rasa seperti dicengkram di belakang sternum bias menjalar ke rahang, bahu, punggung atau lengan, nyeri dada tipikal yang berlangsung selama 20 Nyeri tidak sepenuhnya hilang dengan istirahat atau obat nitrat. Maka, nyeri dada tersebut dicurigai sebagai suatu nyeri dada pada ACS. Selanjutnya segera lakukan pemeriksaan EKG, jika dijumpai adanya ST elevasi atau adanya suatu LBBB (Left Bundle Branch Block) baru, maka diagnosanya adalah STEMI, namun jika tidak dijumpai adanya ST elevasi namun dijumpai adanya ST depresi, T inverted atau gambaran EKG yang normal, maka selanjutnya dilakukan pemeriksaan biomarker jantung, yaitu Troponin I atau Troponin T. Jika terdapatnya peningkatan nilai biomarker tersebut maka diagnosanya adalah NSTEMI, namun jika nilai biomarker normal, maka diagnosanya menjadi Unstable Angina (UAP). Pada pemeriksaan laboratorium, perbedaan antara angina pectoris tidak stabil dengan infark miokard tanpa elevasi ST (NSTEMI) adalah pada beratnya iskemik. Pada NSTEMI, iskemia yang terjadi cukup berat sehingga mengakibatkan kerusakan miokard ditandai dengan peningkatan enzim petanda jantung (CK-MB, troponin). Pada pasien yang datang dalam 4 jam setelah awitan gejala, diagnosis APTS dan STEMI sulit dibedakan karena peningkatan troponin T dan CK-MB baru terdeteksi 4-6 jam setelah gejala.

Gambar2. EKG, Seorang pria berusia 54 tahun dengan dua jam nyeri dada, tampak ST elevasi Lead V6 dan ST depresi di I, aVL, dan V1-V4.(4)5. PenatalaksanaanSecara umum tatalaksana STEMI dan NSTEMI hampir sama baik pra maupun saat di rumah sakit hanya berbeda dalam strategi reperfusi terapi, dimana STEMI lebih ditekankan untuk segera melakukan reperfusi baik dengan medikamentosa (trombolisis) atau intervensi percutaneus coronary intervention (PCI). Berdasarkan rekomendasi AHA/ACC tahun 2013, sangat ditekankan waktu efektif reperfusi terapi. Tatalaksana ACS dibagi atas:1. Prehospital Monitoring dan amankan ABC, persiapkan RJP dan defibrilasi Berikan Aspirin dan pertimbangkan oksigen, nitrogliserin dan morfin jika diperlukan Pemeriksaan EKG 12 sadapan dan interpretasi Lakukan pemberitahuan ke Rumah sakit untuk persiapan penerimaan pasien dengan STEMI2. Hospital Cek tanda vital, evaluasi saturasi oksigen Pasang intravena Lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang singkat dan terarah Lengkapi check list fibrinolitik, cek kontraindikasi Lakukan pemeriksaan enzim jantung, elektrolit dan pembekuan darah Pemeriksaan sinar X ( BJ I : di ICS II garis parasternal dextra dan sinistraBunyi jantung tambahan dan bising: tidak adaAbdomenInspeksi: Distensi (-)Palpasi: Soepel (+), Nyeri tekan (-) Undulasi (-)Perkusi: Timpani (+), Shifting dullness (-) undulasi (-)Auskultasi: Peristaltik usus kesan normalGenetalia: tidak dilakukan pemeriksaanEkstremitas: udema (-), sianosis (-), pucat (-), CTR < 3 detik4. Diagnosis Banding1. Infark miokard akut dengan ST elevasi onset 1 hari killip 1 dan AV block grade 12. Infark miokard akut tanpa ST elevasi3. Angina pektoris tidak stabil4. Angina pektoris stabil.5. Pemeriksaan penunjang1. Elektrokardiografi2. Lab darah rutin, troponin I dan CKMB3. Cor angiografi4. Echocardiografi

a. Elektrokardiografi Elektrokardiografi tanggal 10-03-2015Jam 10.30 WIB

Interpretasi : Irama: aritmia Heart rate: 70 x/ menit Axis: normoaxis Kelainan: elevasi segment ST di lead II dan III, aVF AV blok grade 1 di lead II

Elektrokardiografi tanggal 11-03-2015

Interpretasi : Irama: aritmia Heart rate: 70 x/ menit Axis: normoaxis Kelainan: elevasi segment ST di lead II dan III, aVF b. Laboratorium Tanggal 10-03-2015Tanggal 09-3-2015Hemoglobin: 13,9 mg/dlKolesterol: 213 Hematokrit: 42 %Trigliserida: 146Eritrosit: 4,8HDL: 52Leukosit: 12,7LDL: 132Trombosit: 274SGOT:75,75Difftel: 0/ 0/ 76/ 18/ 6SGPT: 82,57CT/BT: 7/ 2 detikTroponin I: 13,08CKMB: 256KGDS: 138 mg/dLUreum: 45Creatinin: 1,58Natrium: 143Kalium: 3,8Klorida: 105Pemeriksaan angiografi koroner

Kesimpulan: CAD 3 VD + LM disease dengan small vessel Telah dilakukan PCI di RCA dengan 1 BMS, hasil baik6. Diagnosis KlinisInfark miokard akut dengan ST elevasi onset 1 hari killip 1 TIMI risk 3/7 dan AV block grade I7. Penatalaksanaana. Farmakoterapi H1: Bed rest O2 2 L/i NaCl 0,9% 20 gtt/ menit Inj. Lovenox 0,6/ 12 jam Drip dopamin 10 meq/kgBB/ menit Inj. Ondansetron 1 amp/ 12j Inj. Omeprazole 1amp/12 j Aspilet 1x160 mg Plavix 1x75 mg Simvastatin 1x40 mg Alprazolam 1x0,5 mg Laxadyn sirup 3xCI Diet jantung Balance cairanH 2: Bed rest O2 2 L/i NaCl 0,9% 20 gtt/ menit Inj. Lovenox 0,6/ 12 jam Drip dopamin 10 meq/kgBB/ menit Inj. Ondansetron 1 amp/ 8 j Inj. Omeprazole 1 vial/ 12 j Aspilet 1x160 mg Plavix 2x75 mg Simvastatin 1x40 mg Alprazolam 1x0,5 mg Laxadyn sirup 3xCI Diet jantung Balance cairanH3 : Bed rest O2 2 L/i NaCl 0,9% 20 gtt/ menit Inj. Lovenox 0,6/ 12 jam Drip dobutamin 250/50 5 meq/kgBB/ menit Drip cordaron 150/50 habis dalam 4 jam Drip intergrilin 8,0 cc/ jam Inj. Ondansetron 1 amp/ 8 jam Inj. Omeprazole 1 vial/12 jam Aspilet 1x160 mg Plavix 2x75 mg Simvastatin 1x40 mg Alprazolam 1x0,5 mg Tyarid 3x1 Laxadyn sirup 3xCI Diet jantung Balance cairanH4: Bed rest O2 2 L/i NaCl 0,9% 20 gtt/ menit Inj. Lovenox 0,6/ 12 jam Drip dobutamin 250/50 5 meq/kgBB/ menit Drip cordaron 150/50 habis dalam 4 jam Drip intergrilin 8,0 cc/ jam Inj. Ondansetron 1 amp/ 8 jam Inj. Omeprazole 1 vial/12 jam Aspilet 1x160 mg Plavix 2x75 mg Simvastatin 1x40 mg Alprazolam 1x0,5 mg Tyarid 3x1 Laxadyn sirup 3xCI Diet jantung Balance cairanH5 : Bed rest O2 2 L/i (k/p) IVFD NaCl 0,9% 10 gtt/ menit Inj. Lovenox 0,6/ 12 jam Drip dobutamin 250/50 3 meq/kgBB/ menit Inj. Omeprazole 1 vial/12 jam Aspilet 1x160 mg Plavix 2x75 mg Simvastatin 1x40 mg Alprazolam 1x0,5 mg Laxadyn sirup 3xCI Diet jantung Balance cairanH6 : Bed rest IVFD NaCl 0,9% 10 gtt/ menit Inj. Omeprazole 1 vial/12 jam Aspilet 1x80 mg Plavix 1x75 mg Simvastatin 1x40 mg Diet jantung

PEMBAHASANPenegakan diagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik serta penunjang. Diagnosis infark miokard akut didasarkan dari anamnesa gejala klinis yang khas, pemeriksaan elektrokardiografi (EKG), serta pemeriksaan biomarker jantung. Pada pasien didapatkan keluhan nyeri dada berlangsung selama 1 jam. Nyeri menjalar ke lengan kiri, nyeri seperti ditindih benda berat tidak berkurang dengan istirahat. Pasien juga mengeluh mual, muntah pusing dan badan lemas bersamaan dengan nyeri dada. Berdasarkan teori bahwa sangat penting membedakan nyeri pada ACS dibandingkan dengan penyakit lain. Nyeri klasik pada ACS adalah berupa gejala khas angina, yaitu nyeri dada tipikal yang berlangsung selama 10 menit atau lebih yang terasa seperti ditusuk-tusuk, ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat, rasa diperas dan terpelintir. Nyeri menjalar dari dada, dada belakang, rahang, leher, sampai ke lengan kiri. Nyeri tidak sepenuhnya hilang dengan istirahat atau obat nitrat. Pada pasien dengan NSTE-ACS juga bisa timbul dengan diaphoresis, dyspnea, mual, sakit perut, ataupun sinkop. Dyspnea saat aktivitas adalah yang paling umum saat angina equivalent tanpa gejala nyeri. Pada pasien juga terdapat faktor resiko dari coronary artery disease berupa kebiasaan merokok.(2) Pemeriksaan EKG didapatkan Sinus aritme 50x/menit dengan normoaxis dan ditemukan elevasi segment ST di Lead II, III, AVF, sebagai penanda infark inferor, selain itu juga ditemukan kelainan AV blok grade 2. Pemeriksaan laboratorium didapatkan peningkatan enzyme CKMB dan Troponin I. Seluruh kriteria klinis adanya Infark miokard akut telah terpenuhi. Sebagai panduan dalam penatalaksanaan dan prognosis pasien dengan STEMI maka klasifikasi Killip dan TIMI risk score diperlukan untuk mengidentifikasi resiko kematian. Pada pemeriksaan fisik tidak didapatkan adanya tanda-tanda udem paru. Adanya nyeri dada angina dan bukti adanya kelainan pada EKG berupa ST Elevasi dan peningkatan enzim jantung menandakan TIMI risk score pada pasien adalah 3. Diagnosa pasien adalah Akut STEMI inferior late onset 1 hari Killip 1 TIMI Risk Score 3/7. Pasien dilakukan pemeriksaan angiografi koroner. Pemeriksaan ini merupakan baku emas dalam penilaian penyakit jantung koroner. Pada pasien ditemukan stenosis 70-80% di LAD dan LCX, dan 80% stenosis di RCA. Pasien juga telah dilakukan PCI di RCA. Penatalaksanaan yang diberikan pada pasien adalah terapi non reperfusi dan reperfusi. Bed rest, O2 2 L/i, NaCl 0,9% 20 gtt/ menit, Inj. Lovenox 0,6/ 12 jam, drip dopamin 10 meq/kgBB/ menit, Inj. Ondansetron 1 amp/ 12j, Inj. Omeprazole 1amp/12 j, Aspilet 1x160 mg, Plavix 1x75 mg, Simvastatin 1x40 mg, Alprazolam 1x0,5 mg, Laxadyn sirup 3xCI, diet jantung, balance cairan. Tatalaksana awal pada stemi adalah reperfusi jika onset kurang 12 jam, namun ketika lebih dari 12 jam onset reperfusi masih perlu dilakukan jika masih ada gejala berupa nyeri dada. Reperfusi yang pertama dengan cara PCI, dan medikamentosa dengan obat fibrinolitik. Direkomendasikan pemberian antitrombolitik (antiplatelet dan antikoagulan) untuk mencegah terjadinya trombosis baru dan embololisai dari plak arterosklerosis yang ruptur atau erosi. Obat antihipertensi diberikan mengurangi beban jantung. Statin diberikan untuk stabilisasi plak aterosklerosis, target LDL