Administrasi Negara

77
BAB I INTISARI TERJEMAHAN 1.1 Biro Sebagai Unit Pemerintahan Tulisan Charles T. Goodsell Biro sebagai Unit Pemerintahan Dalam tulisan Charles T. Goodsell Biro menjadi tendensi utama pembahasannya, “Biro” dalam konteks ini biro bukan sebagai pelaku dari satu aspek pemerintahan tetapi sebagai bagian integral dari seluruh proses. Oleh karena itu Charles T. Goddsell lebih menganalisis biro sebagai “unit” lembaga sebagai “bagian” dari pemerintahan. Selanjutnya nilai-nilai birokrasi memberikan kontribusi besar terhadap pemerintahan secara keseluruhan, pandangan yang hanya bisa dibuat dengan menggunakan perbedaan lain dari biasanya. Bahkan, dibandingkan dengan lembaga-lembaga pemerintahan lainnya kontribusi biro muengkin lebih besar. Selanjutnya Goddsell menjelaskan definisi “Biro” dalam konteks ini adalah semua kementrian, departemen, atau subunit sektor publik yang dibebankan dengan tanggung jawab admintrasi dan dioperasikan pada biaya publik. Dan biro dalam pandangan Goddsell bisa terletak di eksekutif, legeslatif atau yudikatif. Pemerintahan dalam konteks ini dalam Robert Keohane dan Josep Nye menyebutnya proses dan lembaga, baik formal atauapun informal yang memandu dan mengedalikan kegiatan kolektif dari kelompok ( Keohane dan Nye 2000:12). Dalam pemikiran Goodsell pemerintahanterdiri dari dua hal mendasar, dan dalam beberapa hal yang berlawanan, a) Peraturan dan b) Respon. Dalam salah satu karya klasiknya, Carl fraderich mendefinisikan peraturan sebagai “kekuasan politik yang dilembagakan” yaitu penggunaan yang distabilkan dan tersruktur dari otoritas terlegitimasi (1963:180) sedangkan respon

description

Makalah

Transcript of Administrasi Negara

Page 1: Administrasi Negara

BAB IINTISARI TERJEMAHAN

1.1 Biro Sebagai Unit Pemerintahan Tulisan Charles T. Goodsell

Biro sebagai Unit PemerintahanDalam tulisan Charles T. Goodsell Biro menjadi tendensi utama

pembahasannya, “Biro” dalam konteks ini biro bukan sebagai pelaku dari satu aspek pemerintahan tetapi sebagai bagian integral dari seluruh proses. Oleh karena itu Charles T. Goddsell lebih menganalisis biro sebagai “unit” lembaga sebagai “bagian” dari pemerintahan. Selanjutnya nilai-nilai birokrasi memberikan kontribusi besar terhadap pemerintahan secara keseluruhan, pandangan yang hanya bisa dibuat dengan menggunakan perbedaan lain dari biasanya. Bahkan, dibandingkan dengan lembaga-lembaga pemerintahan lainnya kontribusi biro muengkin lebih besar.

Selanjutnya Goddsell menjelaskan definisi “Biro” dalam konteks ini adalah semua kementrian, departemen, atau subunit sektor publik yang dibebankan dengan tanggung jawab admintrasi dan dioperasikan pada biaya publik. Dan biro dalam pandangan Goddsell bisa terletak di eksekutif, legeslatif atau yudikatif.

Pemerintahan dalam konteks ini dalam Robert Keohane dan Josep Nye menyebutnya proses dan lembaga, baik formal atauapun informal yang memandu dan mengedalikan kegiatan kolektif dari kelompok ( Keohane dan Nye 2000:12).

Dalam pemikiran Goodsell pemerintahanterdiri dari dua hal mendasar, dan dalam beberapa hal yang berlawanan, a) Peraturan dan b) Respon. Dalam salah satu karya klasiknya, Carl fraderich mendefinisikan peraturan sebagai “kekuasan politik yang dilembagakan” yaitu penggunaan yang distabilkan dan tersruktur dari otoritas terlegitimasi (1963:180) sedangkan respon sebailnya adalah sumber dari pengaruh demokratis pada peraturan. Esensinya adalah reaksi eksternal, seperti ketika pemerintah “ respon pada penentu luar’. Mengutif Friedrich lagi (1963:310). Dalam sistem demokrasi respon beroperasi baik untuk pemerintah, seperti ketika perarutran tidak populer mengarah ke pemilu yang menempatkan rezim baru berkuasa.

Selanjutnya Goodsell mengkaji politik demokrasi modern seperti Inggris dan Amerika Serikat, dalam kajian tersebut di pertanyakan fungsi apa yang dilakukan biro dengan sehubungan dengan peraturan di satu tangan dan respon di sisi lain?. Dalam menjawab pertanyaan hasil penelitian Goodsell membagi kedalam tiga hal. Pertama adalah kemampuan biro untuk pemerintahan kedua kontribusinya terhadap pemerintahan, dan tantangan dalam pemerintahan.

Kontribusi Biro Dalam Pemerintahan :Respon Terhadap Pemerintahan

Dalam bagian ini bagaimana biro membantu warga Negara dan kelompok masyarakat sipil untuk mempengaruhi kebijakan atau peraturan? dan bagaimana melakukannya?. Penulis disini mencontohkan lima kasus empiris yang bisa dipertimbangkan untuk dikaji.

Page 2: Administrasi Negara

Perwakilan PemerintahSejumlah peneliti telah menyelidiki apakah biro di Washington mematuhi

atau mengabaikan penguasa politik mereka. Dan dalam sebuah studi prilaku biro dalam membuat kebijakan, Cornell Hooten menemukan bahwa semantara birokrat individu tentu saja lebih memilih tujuan pribadi pada kebijakan, untuk secara sadar dan terarur dari pejabat politik yang memimpin organisasi mereka.di di saat yang sama pegawai negeri sipil selektif dalam mengambil tindakan terhadap inisiatif kebijakan.

Perwakilan BirokrasiDalam birokrasi, keterwakilan dari berbgai komponen masyarakat sangat

perlu untuk diperhatikan baik dari segi gender jenis kelamin, , kemampuan teknis dan bahkan ras. Sebagai contoh birokrasi di Amerika terutama di tingkat atas tampaknya lebih refresentatif daripada di Negara-negara lain. Misalnya laki-laki kulit putih masih tidak proporsional dan kadang-kadang dominan. Namun pada perkembangannya telah menurun secara signifikan dari waktu ke waktu. Antara tahun 1990-2000 porsi Pegawai Negeri Sipil federal tumbuh dari 27-30 persen,dengan keterwakilan Ras dari Afrika-Amerika, Hispanik, Asia, dan penduduk asli Amerika. Begitu juga dengan keterwakilan kaum perempuan yang menduduki jabatan serta pegawai negeri sipil di birokrasi meningkat signifikan. Dalam perang dunia tingkat keterwakilannya hanya 24 persen meningkat tajam pada tahun 1990-2000 menjadi 45 persen.

Inovasi sektor Publik Inovasi pegawai negeri dalam menjalankan birokrasi sector publik telah

menjadi topic yang hangat untuk diperbincangkan untuk menjadi topic suatu penelitian. Dalam studi sosiologi yang klasik menemukan bahwa birokrat kurang menerima perubahan dari pada pegawai yang bekerja pada perusahan swasta. Begitu juga sebaliknya tergantung studi kasus di setiap Negara dan instansi sangat berbeda dan bersifat situasional. Sebagai contoh Lembaga Swadaya Masyarakat Ford Foundation yang dikelola oleh Kennedy School di Harvad, sering memberikan penghargaan kepada birokrasi yang inovatif dalam pelayanan public. Para pemenenag pertama, kedua, dan ketiga setelah dilakukan kajian dan analisa di berbagai biro menemukan bahwa inovator atau kemunculan ide baru dari birokrasi paling sering dilakukan oleh manajer tingkat menengah dan staf yang berada di garis depan. Mereka jauh melampau pejabat terpilih atau kepala biro dan lembaga. Dalam studi lain yang dilakukan oleh John Donahue (1999), disimpulkan bahwa factor utama yang membuat inovasi sukses adalah kebanggaan terhadap pfofesi dalam birokrasi.

Nilai KemasyarakatanSelain kecenderungan untuk inovasi, nilai-nilai pegawai negeri tampaknya

berdiri terpisah antara satu dengan yang lainnya. Dalam penelitian Gregory Lewis (1990:223) menemukan bahwa pegawai negeri sipil lebih toleran terhadap kebebasan berbicara. Sedangkan untuk para profesionalitas dan manajer tingkat toleransinya lebih tinggi lagi. Selanjutnya dalam sebuah studi yang berusaha untuk membandingkan pegawai negeri sipil dengan masyarakat umum pada komitmen terhadap nilai-nilai demokrasi, William Blair dan James Garand (1995) menyimpulkan bahwa birokrat lebih cenderung untuk mendukung hak-hak

Page 3: Administrasi Negara

minoritas politik dan social serta gender dan kesetaraan ras. Demikian juga Gene Brewer dan Sally Seldon (1998) telah mencatat bahwa pegawai negeri sipil lebih memungkinkan disbanding warga lainnya untuk menjadi bagian dari kelompok sipil, social, dan masyarakat. Mereka juga lebih mungkin untuk memilih, mendukung kandidat, dan terlibat dalam organisasi politik. Selanjutnya Brewer (2003:14-16) mengamati bahwa pegawai negeri sipil, dibandingkan masyarakat umum mendapat skor yang lebih tinggi pada indeks kepercayaan social.

Partisipasi PublikSelama bertahun-tahun birokrasi telah melakukan upaya-upaya untuk

melibatkan masyararakat secara langsung dalam perencaan , manajemen, operasi, dan pengambilan keputusan dalam menentukan kebijakan. Kajian penelitian Roza Tsagarrousia, dikatakan bahwa ratusan kota-kota di Amerika dan Eropa telah menciptakan jaringan sipil yang digunakan untuk memperkaya proses demokrasi. Dengan menggunakan kombinasi dari teknologi digital, internet, telekomunikasi interaftif radio dan visual, dan teknologi lainnya.

Obeservasi dan Respon terhadap BirokrasiYang pertama adalah dalam proses pemilihan pimpinan publik dalam

pemilu birokrasi berperan dalam penyelenggaran pesta demokrasi dan birokrasi loyal akan pimpinan yang terpilih serta menjalankan tugas-tugas sesuai dengan fungsinya. Selain itu birokrasi dijabat oleh pegawai negeri sipil yang memiliki sumber daya yang profesionalitas. Kedua birokrasi terlibat aktif dalam mengarahkan demokrasi populer. Dalam arti menerima kebijakan langsung dari kelompok-kelompok dalam masyarakat dan dari warga negara individu di masyarakat.

1.2 Birokrasi dan Kebebasan:Negara, Otoritas, dan Kebebasa Tulisan Paul du Gay

PengantarOposisi terhadap gagasan 'negara', dan 'birokrasi', telah lama menjadi

perbincangan dari berbagai wacana politik. Selama tiga puluh tahun terakhir atau lebih, terjadi kebangkitan yang luar biasa. Salah satu yang paling menonjol dari kritik terakhir diarahkan pada 'tangan dingin' negara dan birokrasi dalam menekan kebebasan pribadi.1 Apakah dibungkus dalam istilah ekonomistik-negara dan birokrasi dianggap menghambat kebijakan. Mendasari yang pertama dari konsepsi ini, kita mungkin berpendapat, bahwa asumsi lah yang membuat kebebasan ekonomi, dan efisiensi kebijakan pemerintah, menjadi fungsi dari subordinasi negara terhadap hukum pasar 'bebas'. Untuk yang kedua, asumsi pembimbing adalah bahwa adilnya kebijakan pemerintah secara langsung berkaitan dengan derajat subordinasi birokrasi terhadap kehendak rakyat.

Dalam bab ini, penulis mencari untuk menilai kembali dan menegaskan dasar politik dan etis dari otoritas negara dan birokrasi. Dengan demikian, penulis berusaha untuk menunjukkan beberapa cara di mana kebebasan pribadi tergantung pada lembaga liberal negara dan birokrasi, dan tidak bertentangan dengan mereka. Libertarian, neo-liberal, komunitarian, dan lainnya apa, apa yang penulis istilahkan 'Ekspresif', 2 kritikus negara dan birokrasi umumnya mewakili sebagai

Page 4: Administrasi Negara

kemerdekaan 'Alami' ketergantungan mendalam pada kekuatan dari negara-negara berdaulat dan biro publik mereka.

Kewenangan NegaraSeperti pendapat Quentin Skinner (1989, 2002), di antara banyaknya

gagasan negara modern perlahan-lahan dikembangkan beberapa alternative untuk memfasilitasi pembangunan dengan sistem yang terintegrasi tunggal dari politik. Di tengah-tengah gagasan baru ini menggunakan konsep kedaulatan, kekuasaan duniawi tertinggi atas orang-orang dan wilayah, dan lokasinya di dalam institusi tertentu dan keputusan: hak untuk ditaati tanpa tantangan. "Entitas dimana hak itu menjadi bagian tetapnya ', sebagaimana John Dunn (2000: 80) menunjukkan, tidak lagi dipertimbangkansebagai manusia tertentu

“tetapi sebagai sebuah struktur yang terus dilakukan pemerintah, pengambilan keputusan, penafsiran dan penegakan hukum, yang berbeda tajam penguasanya. Struktur itu bisa mengambil atau kehilangan subyek atau wilayah tanpa mengubah identitasnya. Ini bisa mengubah sistem pemerintahan atau hukum tidak bisa dikenali, namun tetap kokoh sendiri”.Argumen-argumen untuk negara modern menemukan ekspresi klasik mereka

dalam karya Hobbes (meskipun tidak berarti hanya Hobbes). Sementara selalu ada orang-orang yang melihat dengan sebelah mata dari totalitarianism. 'ide' Hobbes otoritas yang berdaulat', tidak ada yang bisa lebih jauh dari kebenaran (Kriegel 1995). Sebab, tanpa menjadi liberal sendiri, Hobbes 'Memiliki dalam dirinya', sebagaimana Oakeshott (1975: 67) mengatakan, 'lebih dari filosofi liberalisme daripada kebanyakan pembela teorinya. karena ini masih penting untuk memahami hubungan konstitutif mutual dari kebebasan dan otoritas dalam politik liberal paling modern.

Seperti diketahui, Hobbes secara fundamental khawatir dengan menjabarkan dan membenarkan mekanisme yang diperlukan untuk pembentukan dari perdamaian sosial yang 'konstan dan abadi' dalam konteks melanggengkan perselisihan sipil di pada waktunya. Hobbes (1991: II: 94), seperti semua liberalis yang baik, menerima kenyataan pluralisme.

Pluralitas jika dibiarkan sendiri, dapat mengakibatkan perselisihan atau anarki, dan karena hanya tidak ada mekanisme di alam untuk menyelaraskan mereka, mekanisme buatan- sebuah alasan yang menenangkan dari negara-harus ditetapkan dan dipertahankan.

Dalam dunia yang benar-benar otonom, di luar pemerintahan, tidak ada jaminan apriori. Hobbes (1991: II: 109) berpendapat, bahwa 'Kebebasan dari Subyek' yang tepat tergantung pada kehadiran bukan pada keabsenan otoritas mutlak (lihat juga Skinner 2002:. bab 6).

Setiap orang memang memiliki kepatutan yang mengecualikan Hak setiap Subyek lain: Dan dia itu onely dari kekuasaan berdaulat, tanpa perlindungan sekedarnya, setiap orang harus memiliki Hak setara untukyang sama. Tetapi jika Hak Berdaulat juga dikecualikan, ia tidak dapat bekerja di kantor tempat mereka memperkerjakannya, yang mana, untuk membela mereka berdua

Page 5: Administrasi Negara

dari musuh asing, dan dari cedera dari satu sama lain, dan akibatnya tidak ada lagi suatu persemakmuran.

Hal ini tidak mengherankan bahwa otoritarianisme cara hidup Hobbes Enggan muncul ketika mengacu kepada standar pikiran liberal (dan komunitarian) 'ekspresif' kontemporer. Hobbes ditandai negatif dalam mata liberal ekspresif kontemporer, untuk Misalnya, karena ia menolak untuk menegaskan dari doktrin pluralism dan kesetaraan nilai positif-otonomi, pilihan bebas, asosiasi bebas, realisasi diri individu -yang menginformasikan banyak pemikiran liberal modern. Sebagaimana Fish (1999: 180) berpendapat,

Bagi Locke, Kant, Rawls dan Mills (dengan cara yang berbeda), kesetaraan laki-laki dan nilai-nilai mereka selalu mendukung menunjuk pada penolakan segala bentuk Absolutisme: jika tidak ada pandangan seorang pun yang dapat dibuktikan benar absolut, tidak ada seorang pun yang seharusnya menempati posisi otoritas mutlak. Untuk Hobbes wawasan yang sama pada pluralisme nilai dan tidak tersedianya mekanisme untuk memilah mereka menyiratkan persis sebaliknya: karena tidak ada pandangan yang dapat dibuktikan benar (dan juga karena setiap orang menyukai pandangannya sendiri dan percaya itu benar), seseorang harus menempati posisi otoritas mutlak. (Fish 1999: 180)Dengan kata lain, pluralisme negara lemah atau tidak ada negara bukanlah

resep untuk kebebasan liberal melainkan sebuah resep untuk antagonisme dan anarkisme mematikan (Holmes dan Sunstein 1999). Seperti Michael Ignatieff (2001:35), misalnya, berpendapat dalam kritik wacana HAM anti-statis kontemporer:

Hari ini. . . ancaman utama untuk Hak Asasi Manusia berasal dari perang sipil dan anarki. Oleh karena itu kita menemukan perlunya tatanan negara sebagai jaminanhak. . . Hal ini utopis untuk melihat ke depan untuk sebuah era di luar kedaulatan negara. Alih-alih tentang kedaulatan negara sebagai prinsip usang, ditakdirkan untuk mati dalam era globalisasi, kita perlu menghargai perpanjangannya yang mana kedaulatan adalah dasar dari urutan sistem internasional.

Sebagaimana Holmes (1994: 605) katakan, 'tidak ada Negara berarti tidak ada hak. Orang tak bernegara, dalam prakteknya, tidak memiliki hak '. Penduduk negara lemah atau miskin cenderung memiliki pemenuhan hak yang sedikit atau rapuh. Tanpa kapasitas negara yang terpusat dan birokratis, tidak ada kemungkinan untuk menempa sistem hukum yang satu dan adil -aturan hukum-pada populasi bangsa besar. Tanpa sistem politik dan hukum yang terorganisir dengan baik, loyalitas eksklusif dan nafsu 'sulit untuk dikontrol (Holmes 1994: 605).

Dalam akun ekspresif liberalisme, di mana organisasi pribadi, asosiasi bebas, pemerintahan terbatas, dan sebagainya terlihat muncul dari kritik nalar negara dan berfungsi sebagai unsur ideal moral -sebuah praktek khusus - toleransi beragama, katakanlah-terikat prinsip moral yang mendalam- rasa hormat kantianis bagi otonomi agen bebas, misalnya. Sebagaimana telah kita lihat, meskipun, tidak

Page 6: Administrasi Negara

semua liberalisme ekspresif. Di bawah 'liberalisme otoriter' Hobbes, toleransi berlaku dari ketakutan kekacauan sipil dan sebagai sarana untuk hidup berdampingan secara damai. Ini tidak berfungsi sebagai suatu cita-cita moral. "Tidak ada dalam Hobbes ', John Gray berpendapat (2000: 3), "menunjukkan dia menyukai toleransi sebagai jalan menuju iman sesungguhnya. Baginya, toleransi adalah strategi perdamaian '.

Hobbes melihat bahwa, dalam kapasitasnya untuk menjamin perdamaian sosial, negara berdaulat tidak perlu agama atau filsafat pembenaran yang lebih tinggi. Ketidakpedulian negara terhadap keyakinan transenden dari masyarakat saingan di mana ia memerintah didasarkan tidak pada cita-cita kebebasan individu atau lembaga bebas ataupun pada komitmen untuk berbagi konsensus moral diantara warganya.

Otonomi etis yang muncul dari negara berarti bahwa 'warga negara' (yangketaatan masyarakatnya terhadap hukum adalah suatu kondisi perdamaian sosial) tidak bisa lagi dianggap identik dengan 'manusia' (yang mungkin bebas mengikuti cahaya hati nuraninya selama ini tidak mengganggu tugas publiknya untuk hukum). (Hunter, 1994: 41)Apa yang masih sangat kontroversial tentang posisi Hobbes ', dan apa

yang paling sering menghasilkan tuduhan 'totalitarianisme', adalah desakan tegasnya bahwa negara tidak dapat berharap untuk dapat melakukan fungsi inti nya kecuali dapat memutuskan sendiri 'tanpa hambatan internal pendapat apa yang dapat menyatakan secara terbuka dan siapa yang bisa memiliki apa dan mengapa '(Dunn 2000: 84). Tak satu pun dari pandangan-pandangan ini dianggap baik dalam masyarakat Barat pada saat ini. Tapi, keduanya sangat terlibat dalam gagasan negara modern dan kegiatan praktis banyak negara yang ada.

Ketika negara tidak melihat bahaya yang jelas dalam subyeknya mengungkapkan pendapat mereka secara bebas, atau dalam pola kepemilikan dan penggunaannya yang mereka percaya bahwa mereka berhak, " Hobbes, tentu saja tidak, merekomendasikan bahwa itu mengganggu di area manapun. Untuk melakukannya akan sesat dan tidak adil '(Dunn 2000: 87). Tapi itu tidak melemahkan tanggung jawab utama negara, yaitu untuk menilai tingkat bahaya ini di setiap kasus. Negara membawa (dan harus membawa) otoritas kehendak subjek sendiri dan pilihan untuk membuat penilaian yang atas nama mereka, dan untuk bertindak tegas atasnya (Oakeshott 1975; Dunn 2000: 87-8). Memang, seperti yang kita lihat sebelumnya, setiap subjek memiliki hak terhadap setiap subjek lain yang harus melakukan hal ini. Kewenangan negara demikian mengikat dan konten-bebas-itu membentuk premis untuk tindakan subyek tanpa itu subyek mempertimbangkan manfaat apa yang dibutuhkan (Hijau 1988: 19).

Untuk Hobbes, kemudian, tidak seperti kaum liberal saat ini, pembangunan dari negara berdaulat membawa peningkatan, bukan penurunan atau pembatalan dari, kebebasan individu. Jika 'rekonstruksi Hobbes atas otoritas politik membuat negara secara efektif mutlak dalam arena politik, juga berkelanjutan melahirkan domain 'liberal' dari hak politik ekstra dan kebebasan. Para komentator itu yang melihat Hobbes sebagai rasul despotisme oleh karena itu

Page 7: Administrasi Negara

dianggap menyimpang. Sekularisasi Hobbes atas politik disertai dengan pemisahan perilaku publik dan swasta. Sebab sama seperti pemisahan pemerintahan sipil dari moralitas transenden membuat negara mutlak dalam ranah politik, secara bersamaan menghalangi pelaksanaan kekuasaan politik dalam domain moral (kecuali tentu saja, para Negara menilai masalah dalam perilaku mengancam perdamaian dimana mereka berhenti menjadi murni moral).

Netralitas NegaraDalam perbedaan kontras dengan banyak teori liberal kontemporer,

Hobbes tidak tertarik pada ide konsensus rasional. Sebaliknya, ia khawatir dengan masalah praktis hidup berdampingan secara damai. Ini bukan dua sisi dari mata uang yang sama, namun lebih ke proyek persaingan. Proyek Hobbes dari cara hidup tidak didasarkan pada harapan sia-sia bahwa manusia akan berhenti membuat klaim universal untuk cara kehidupan mereka sendiri yang spesifik. Seperti John Gray (2000: 25) katakan, "Sebuah negara penganut Hobbesian meluas ke keyakinan pribadi toleransi radikal ketidakpedulian. Dalam tradisi ini, pembedaan gagasan liberal adalah netralitas negara.

Jelas, dalam prakteknya entitas yang kita sebut negara dapat datang untuk dilihat sebagai struktur murni dari dominasi oleh beberapa dari subyek itu pada kekuasaan mereka. Untuk satu hal, apa yang negara lakukan, keputusan yang mereka buat, dan kebijakan yang mereka mengejar umumnya menguntungkan beberapa orang lebih daripada yang lain, dan beberapa praktek dan konsepsi akan lebih baik dibandingkan yang lain. Ini, meskipun, adalah tidak mengejutkan dan tidak dapat dihindari. Cara hidup yang bergantung, misalnya, pada obligasi dekat dan eksklusif dari bahasa dan adat mungkin kehilangan, dalam asosiasi liberal juga menoleransi perbedaan cara hidup, beberapa otoritas dan kohesi akan mereka miliki jika mereka diizinkan untuk membentuk masyarakat yang lengkap kepada mereka sendiri. Ini mungkin harga toleransi. Tapi ini tidak berarti bahwa negara liberal tidak netral. Untuk netralitasnya adalah tidak dimaksudkan untuk menjadi salah satu hasil, tapi salah satu prosedur. Itu karena, sebagaimana CharlesLarmore (1988: 44) tunjukkan, 'netralitas politik terdiri dalam batasan pada faktor-faktor yang dapat dipakai untuk membenarkan keputusan politik. Dengan demikian, untuk menggambarkan negara liberal sebagai yang 'netral' dalam istilah ini tidak berarti bahwa ada suatu kondisi universal alami dari asosiasi yang kita dapat sebut 'netral' yang mana tindakan negara harus diperkirakan. Netralitas negara tidak seharusnya dilihat sebagai upaya sia-sia untuk memperoleh kapasitas umum untuk mengambil, dalam frase filsuf moral Inggris henry Sedgwick, 'sudut pandang alam semesta'. Sebaliknya, netralitas, dipahami secara prosedural, meninggalkan bukaan sampai batas tertentu tujuan yang setiap negara liberal dapat kejar-kecuali ini membahayakan hidup berdampingan secara damai. Jelas, ini mengganggu dengan obsesi kontemporer dengan 'kekinian', di mana klaim apapun untuk 'Netralitas' dengan cepat diwakili dan dikecam sebagai 'trik Tuhan', suatu percobaan oleh satu pihak untuk mendapatkan caranya sendiri di bawah mantel dari sudut pandang universal. Di sini, 'netralitas' dianggap sebagai suatu modus mustahil dari perilaku dan karenanya dengan menawarkan penutup longgar untuk berbagai kepentingan penindasan apakah itu rasis, patriarki, atau classist di orientasi. Dengan demikian, keberatan utama yang diartikulasikan di sini adalah

Page 8: Administrasi Negara

bahwa karena negara tidak bisa dibilang mencapai ketinggian netralitas yang dicita-citakannya, karena itu harus kehilangan klaim terhadap otoritas khusus. Setidaknya ada dua masalah dengan argumen ini. Pertama, sebagaimana Michael Seidler (2002: 247) telah tunjukkan, ada jawaban sederhana untuk menjawab 'ketidaksempurnaan': Kolektivitas lainnya masih kurang netral dan tidak menyediakan sebuah forum tidak sempurna untuk resolusi damai dari perbedaan. Atau, jika mereka melakukannya, itu hanyalah kebetulan belaka. Negara liberal setidaknya bertujuan eksplisit pada tujuan tersebut, sebagian besar kolektivitas lain bahkan tidak berpura-pura melakukan itu. Masalah kedua untuk argumen ini berputar sekitar bagaimana tepatnya orang kemudian akan menggambarkan peran negara jika salah satu adalah untuk menghilangkannya dari klaim apapun untuk netralitas prosedural, namun secara tidak sempurna itu mungkin diwujudkan dalam praktek. Ketika dilucuti secara praktis dari klaim untuk 'netralitas' dan sedang tertanam kembali 'di masyarakat bersama dengan segala sesuatu yang lain, negara menjadi sesuatu yang berbeda dari apa yang dalam istilahnya sendiri. Itu berhenti menjadi negara.

Lagi pula, itu adalah langkah yang sangat sederhana akademik untuk menunjukkan bagaimana negara adalah pembangunan (sosial) sosiolog, ilmuwan politik, dan sarjana hukum kritis telah melakukannya selama bertahun-tahun-tapi itu bukan sesuatu yang dapat diharapkan negara itu sendiri untuk mengambil tanggung jawab dan bertindak atas dan masih tetap beroperasi sebagai sebuah negara. Pencapaian kedaulatan 'kenegaraan'- pasifikasi sosial, hak-hak individu, toleransi beragama, dan sebagainya-mengalir dari asumsi dan kinerja kemerdekaan dari masyarakat dan otoritas tertinggi di atasnya. Untuk mengambil wawasan akademikpada ketergantungan negara pada beberapa struktur-extra-statis-lainnya dari perhatian dalam konstitusi diri sendiri dan kemudian mencoba untuk membuat operasi dari negara secara transparan sesuai dengan wawasan ini adalah resep untuk kebingungan, jika tidak lebih buruk. Sebagai contoh, bila negara menyebarkan prosedurnya di perusahaan pada analisis akar mereka diwacana dan teknik antar negara, itu tidak akan terlaksana, namun lebih terlucuti, kewenangannya, dalam jangka pendek, itu tidak akan lagi bertindak seperti negara, melainkan terlibat dalam beberapa jenis perusahaan akademik (Fish 1994). Daripada memproduksi otoritas, itu akan memanggil secara retroaktif, negara akan dalam bisnis terus mempertanyakan dasar kewenangannya, dan karenanya memproduksi ketidakpastian, salah satu hal yang dihindari.

Untuk aktif mencoba mengotonomikan negara, di bawah naungan statusnya sebagai 'konstruksi' sosial, atau keharusan expressivisme moral, adalah secara efektif untuk menteologikan kembali itu (Hunter 1998). Satu hanya perlu menunjuk munculnya gerakan-gerakan demokrasi dan nasionalis dalam abad sembilan belas dipersenjatai dengan kekhawatiran ekspresif yang sama untuk menunjukkan bahaya theologisasi kembali pada pengamanan sosial, aturan hokum dan praktek toleransi beragama. Bodin (dikutip dalam Holmes, 1995: 129) membuat titik ini secara elegan dan tegas ketika ia berpendapat bahwa negara hanya bisa berfungsi sebagai wasit antara faksi-faksi agama jika menolak untuk mengidentifikasi dirinya terlalu dekat dengan aspirasi spiritual dari setiap sekte

Page 9: Administrasi Negara

tunggal. Seperti Holmes (1995: 129) katakan, ' Rezim penjaga perdamaian selalu tidak responsif '.

Netral, acuh tak acuh, tidak responsif. Sulit untuk memikirkan satu set Perilaku yang lebih bertentangan dengan itu-apakah komunitarian, liberal ekspresisivist atau neo-liberal-cari, untuk satu alasan atau lainnya, dan dalam satu atau lain cara, untuk membuat tatanan politik mengekspresikan cita-cita moral tertentu, dan untuk menggantikan dunia suram dari kekuasaan negara dan paksaan birokrasi dengan, misalnya, bidang riang kesukarelaan ekonomi atau semua rangkulan masyarakat. Namun, usaha ini merupakan dasar bagi alasan keberadaan negara, dan, dengan demikian, fitur konstitutif penting dari pelaksanaan status dari hukum negara dan lembaga administrasi.

Birokrasi sebagai Perilaku Non-Sektariam PerseoranganRepresentasi dari lembaga negara, terutama yang tidak eksklusif seperti

birokrasi negara, adalah sebagian 'tidak responsif' dalam berbagai wacana politik, dan tidak pernah positif. Dengan demikian, tak henti-hentinya tuntutan 'modernisasi' dan 'penciptaan kembali' biro negara dibuat atas nama pendukung pemerintahan demokratis yang ditingkatkan, didasarkan pada keyakinan bahwa birokrasi harus lebih 'responsif' dengan keinginan penguasa politik dan kepada orang-orang yang mereka layani. Namun, peran yang diberikan kepada biro negara di berbagai kebijakan telah sengaja dirancang untuk mengisolasi pejabat dari proses pemilihan, sehingga melembagakan ' Ketidak responsifan '.

Perilaku birokrasi non-sektarian perseorangan, melawan begitu banyak kritik yang telah mencerca, dapat dilihat sebagai prestasi etik dan politik positif ketimbang sebaliknya. Max Weber salah satu ilmuwan diantara yang paling awal dan paling fasih untuk menarik pada perhatian disiplin etika dan perilaku jabatan birokrasi. Lebih dari ini, Weber (1978) menunjukkan bagaimana pembangunan 'buffer' Hobbesian antara manusia dan warga negara-antara, nilai-nilai sipil dan prinsip pribadi –tidak akan mungkin terjadi tanpa munculnya gaya hidup tertentu: biro dan birokrat. Hobbes tidak diragukan lagi benar bersikeras bahwa hukum sipil mendefinisikan hak dan kewajiban dari individual sebagai warga negara. Hukum sendiri, tidak cukup untuk melepaskan administrasi politik dari cita-cita dan loyalitas'pribadi'. Sebagaimana Weber tunjukkan, itu adalah biro yang muncul untuk melakukan tugas yang sulit ini.

Menurut Weber (1978:. 958 ff) biro terdiri dari kondisi sosial dan budaya dari perilaku yang khas dan independen dari pribadi tersebut, yang pada dasarnya non-sektarian dalam karakter. Untuk Weber, ini menandai biro sebagai spesifik lebensordung atau tujuan hidup, dan mereka memberikan birokrat dengan bantalan etika khas dan status-perilaku.

Bagi Weber, atribut etis dari birokrat baik –ketaatan pada prosedur, penerimaan bawahan dan atasan, semangat korps, pelepasan diri dari antusiasme moral pribadi, komitmen terhadap tujuan kantor-harus dilihat sebagai suatu prestasi moral yang positif yang membutuhkan penguasaan teknik etika dan rutinitas pasti – menyatakan salah satu kepentingan 'pribadi', mengembangkan hubungan profesional yang sesuai dengan satu kolega, mensubordinasi 'diri' dengan ketetapan pengambilan keputusan prosedural -melalui yang mana individu datang untuk memperoleh disposisi dan kemampuan untuk melakukan sendiri

Page 10: Administrasi Negara

sesuai dengan etos kantor birokrasi. Sebagaimana Hobbes sadari, itu adalah tugas warga tidak membiarkan semangat spiritual mereka untuk mengalahkan sikap warga negara mereka; dan sebagaimana Weber menunjukkan, itu adalah kehormatan birokrat tidak mengizinkan komitmen 'pribadi' mereka untuk menentukan cara yang mana mereka melakukan tugas-tugas administrasi kantor mereka. Dan 'impersonality' ini adalah sumber dari banyak kebebasan. Weber, untukmisalnya, menggambarkan impersonality formalistic administrasi birokrasi-kebutaannya mewariskan perbedaan dalam status dan prestise-dengan menghasilkan demokratis, efek penyama: norma dominan adalah konsep tugas langsung tanpa memperhatikan pertimbangan pribadi. Setiap orang dikenakan kesetaraan formal dari perlakuan '.

Weber (1994: 330) menggambarkan etos kantor birokrasi sebagaimana membutuhkan pejabat untuk melakukan dirinya sendiri ‘sine ira et studio ', tanpa gairah atau prasangka. Dia melanjutkan untuk berdebat bahwa birokrat negara, tidak seperti politisi, tidak seharusnya dilihat sebagai, atau didorong untuk menjadi, hewan partisan partai politik. Tentu saja, tujan hidup pemerintahan di mana birokrat menemukan diri mereka adalah secara khas 'politis', dan tindakan birokrasi resmi bisa menghasilkan konsekuensi politik, tapi ini tidak berarti bahwa birokrat itu sendiri binatang partisan politik. Sebaliknya, etos yang mengatur perilaku pejabat membutuhkan mereka untuk menghindari 'pertempuran'.

1.4 Birokrasi dan Kontroversi antara Intervensionisme Liberal dan Non-Intervensionisme

Thomas ArmbrusterKritik birokrasi biasanya menyajikan argumen ganda untuk mengapa

administrasi publik dalam demokrasi perlu dikurangi. Salah satu bagian dari argumen adalah ekonomi, dikatakan bahwa biro publik tidak efisien dan mensia-siakan pajak. Perusahaan swasta, dikontrak oleh otoritas yang lebih tinggi dan secara ideal terekspos kekuatan pasar, bisa melakukan pekerjaan yang lebih efisien dan menghemat uang pajak. Bagian lain dari argumen itu adalah lebih politis ketimbang ekonomis.

Berdasarkan pada argumen ini, pencarian untuk privatisasi birokrasi Negara dikaitkan dengan memperlakukan warga sebagai klien bukan sebagai subyek administratif, dan dengan menerapkan prinsip-prinsip pasar terhadap prosedur dari biro publik. Buku yang paling menonjol dalam konteks ini, yaitu oleh Osborne dan Gaebler (1992) dan Osborne dan Plastrik (1997) dipahami sebagai netral secara politik. Di Amerika Serikat misalnya, mereka didukung oleh administrasi Clinton /Gore dan kedua Gubernur dan walikota dari partai Demokrat dan Republik telah mengikuti saran mereka.

Ahli-ahli teori Politik seperti Rawls (1971; 1993) dan Nozick (1974), misalnya, membahas peran negara, tetapi bukan peran konsekuensial dari birokrasi negara untuk cita-citademokrasi mereka. Meskipun jelas bahwa ‘masyarakat tertata’ Rawls itu tidak bisa tanpa sejumlah signifikan dari lembaga pemerintah, dia tampaknya mengambil peran administrasi publik untuk diberikan. Bagi Nozick (1974), kekuatan pasar adalah penting untuk kebebasan

Page 11: Administrasi Negara

individu bahkan jika mereka tidak mengarah pada alokasi Sumber daya yang optimal.

Sebuah Pertimbangan Ekonomi BirokrasiKita akan mulai dengan suatu pertimbangan ekonomi debat 'birokrasi vs

pasar '. Williamson (1999), yang berhati-hati untuk tidak mengadopsi posisi politik apapun, menerapkan instrumen ekonomi biaya transaksi ke pertanyaan apakah transaksi berdaulat seperti urusan luar negeri harus ditangani oleh badan publik, lembaga swasta, atau bentuk hibrida dalam arti sebuah perusahaan swasta yang diatur. Dia menyadari bahwa merenungkan privatisasi Departemen Negara adalah membingungkan, namun ia berpendapat bahwa itu adalah instruktif untuk menilai kasus ekstrim dan untuk menjelaskan yang jelas untuk mendapatkan arahan untuk yang tidak jelas.1 Williamson menyatakan bahwa, ' penyisihan politik ', suatu apresiasi ekonomi bagi sifat mode alternatif pemerintahan diperlukan.

Tipe ideal birokrasi digambarkan oleh Max Weber (dan sekarang banyak dicemooh) benar-benar memenuhi banyak kebutuhan luar negeri: arahan yurisdiksi oleh aturan dan peraturan resmi, jelas didirikan otoritas hirarkis dan daya tarik melalui proses administrasi, pemisahan aset bisnis dari kekayaan pribadi, pengetahuan yang mendalam tentang prosedur; dan Komitmen kejuruan untuk memasukkan pelatihan dan loyalitas ke kantor. . . insentif berdaya besar, menurut agen individu (atau kelompok) yang sesuai dengan aliran penerimaan bersih, terutama absen pada deskripsi birokrasi Weberian.

Aturan Birokrasi, peraturan, prosedur operasi standar, dan sejenisnya sehingga sebagian dijelaskan oleh kenyataan bahwa kelalaian yang mengerikan dapat dibatasi dengan cara ini. Pada argument yang dikemukakan di sini, tujuan utama dari pengendalian administrasi adalah untuk mempromosikan kejujuran dalam misi, keresponsifan, dan hal komunikasi. (Williamson 1999: 325)

Williamson menyimpulkan bahwa setidaknya di konteks transaksi urusan luar negeri, praktek yang banyak dikecam, seperti insentif bertenaga rendah, prosedur birokrasi berbelit-belit, dan ekses keamanan kerja, melayani tujuan penghematan yang sah.

Liberal Intervensionisme dan BirokrasiJika pemikir seperti Williamson berpendapat bahwa pertimbangan

ekonomi Mengarah ke legitimasi birokrasi, maka mungkin masih ada alasan politik untuk membuang birokrasi.

liberalisme klasik, intervensionisme liberal berakar pada karya John Stuart Mill (1859), karena ia tidak hanya khawatir bahwa penguasa mungkin tidak berdaya terhadap birokrasi bawahan mereka jika birokrasi itu menjadi terlalu kuat, tetapi juga tentang peran upah buruh, dan ia berbicara bukan hanya perlindungan dari campur tangan tetapi juga pengembangan individu sebagai fitur liberalisme. intervensionisme Liberal berkaitan dengan penyediaan dan pengamanan dalam derajat tertentu atas kebebasan positif bagi semua warga negara, dan mendukung suatu Sistem institusi untuk mengamankan kesempatan yang sama yang sensitif terhadap ambisi warga dan upaya individu, namun tidak sensitif terhadap endowmen alami mereka. Birokrasi dianggap elemen penting

Page 12: Administrasi Negara

dari suatu negara yang menawarkan kebebasan positif untuk warganya, dan komitmen terhadap aturan hukum tidak boleh dicemarkan dengan komitmen berlebihan untuk efisiensi.

Berbeda dengan non-intervensionis, intervensionis menganggap pemerintah dan regulasi sebagai instrumen positif dalam diri mereka sendiri dan bukan sebagai kejahatan yang diperlukan. Untuk tujuan ini, birokrasi negara harus responsif dan berfungsi secara efisien dan efektif, jika tidak mereka kehilangan legitimasi di mata rakyat. Reformasi birokrasi negara menuju efisiensi dan keefektifan yang lebih tinggi, oleh karena itu, merupakan salah satu perhatian utama dari intervensionis liberal, karena ini mengamankan penerimaan kebebasan positif dan yang penegakannya di populasi.

Untuk intervensionis liberal, oleh karena itu, masalah utama menyangkut birokrasi bukanlah ukurannya, tetapi kontrol politik dan publik di atasnya. Birokrasi dapat tumbuh dan menyusut sesuai dengan tugas yang diberikan pemerintah terpilih. Apakah birokrasi kemudian mengembangkan 'logika sendiri' atau menjadi terlalu kuat adalah masalah desain institusional dan kontrol daripada perkembangan yang tak terelakkan.

Non-Intervensionisme Liberal dan Permintaan untuk Birokrasi Ramping tapi Kuat

Sebagian besar terasosiasi dengan teori politik anti-birokrasi, tentu saja, adalah klasik liberalisme. Pada penulis abad kedua puluh, liberalisme klasik diwakili dalam karya Friedrich von Hayek (1944; 1960 [1990], 1982), Hayek guru Ludwig von Mises (1944; 1949), dan Milton Friedman (1962). Salah satu asumsi mereka adalah pasar yang memaksa memastikan sebuah Pareto optimal yang pada akhirnya mengarah ke saling menguntungkan dari semua. Istilah 'keadilan sosial' untuk mereka adalah kontradiksi dalam dirinya, karena mereka menganggap bahwa intervensi dan redistribusi negara menghalangi mencapai optimal Pareto.

Tapi mereka mendukung kekuatan pasar tidak hanya untuk ekonomi tetapi juga karena alasan politik.Tidak diragukan lagi, administrasi publik dan birokrasi negara banyak berhubungan dengan antitesis ke posisi liberalisme klasik. Sementara Mises, Hayek, dan Friedman cermat menguraikan peran Rechtsstaat (negara hukum, aturan hukum) untuk kedua demokrasi dan ekonomi pasar yang berfungsi, salah satu keprihatinan utama mereka adalah kekuasaan menyeluruh dari pemerintah pusat, dinyatakan dalam birokrasi negara.

Ketakutan terhubung ke birokrasi yaitu bahwa pemerintah demokratis kehilangan kontrol atas mereka, bahwa birokrasi mengejar logika internal mereka sendiri dari pada tujuan dibentuk secara demokratis, dan bahwa mereka terus-menerus tumbuh dan menjadi melanda semua kehidupan sipil. Sebagaimana dalam buku Hayek sebelumnya (1944), administrasi masyarakat dan intervensi negara terlihat dalam konteks kekuasaan negara yang menyeluruh dan bahkan totalitarianisme. Namun, dengan membaca Hayek pertanyaan muncul tentang bagaimana konstitusionalitas dan aplikasi setara dari aturan yang ahli liberal klasik sungguh-sungguh menekankan, dapat diadministrasikan jika bukan oleh birokrasi.

Page 13: Administrasi Negara

Mises berangkat untuk melihat birokrasi baik sebagai ukuran dari penjaga hak-hak individu dan kebebasan, dan sebagai ukuran mengeksekusi kehendak otoritas tertinggi. Dia cermat membedakan antara manajemen birokrasi dan komersial dan berpendapat bahwa keduanya memiliki tempat mereka dalam demokrasi.

Kita sekarang dapat beralih ke karya Milton Friedman, Untuk ahli etika bisnis dan teori pemangku kepentingan, ini terdengar keterlaluan, karena prinsip Friedman seharusnya datang dengan ‘semuanya menuju ke business'-perusahaan memiliki hak untuk terlibat dalam segala macam kegiatan tanpa kekhawatiran moral. Namun, ini adalah salah tafsir atau bahkan salah presentasi dari pernyataan Friedman (1962), karena itu mengabaikan bagian kedua dari kalimat. Dengan demikian Friedman membuat kasus kuat untuk pemisahan jelas atas manajemen ekonomi dan publik. Dia menulis, 'Keberadaan pasar bebas tentu tidak menghilangkan kebutuhan untuk pemerintah. Sebaliknya, pemerintah sangat penting baik sebagai forum untuk menentukan "aturan main" dan sebagai wasit untuk menafsirkan dan menegakkan aturan yang diputuskan '(Friedman 1962: 15). Dalam tradisi liberalisme klasik, dia menguraikan tentang peran pemerintah dalam menegakkan persaingan melawan kartel atau bisnis monopoli, mendefinikan dan menegakkan hak-hak properti dan kontrak, menyediakan kerangka kerja moneter, dll. Asumsinya adalah bahwa, jika undang-undang berhasil dalam menangkap etika dalam huruf-huruf hukum, maka bisnis beroperasi dalam batas-batas etika dan tanggung jawab sosial selama itu tidak terlibat dalam aktivitas ilegal.

Dari Non-Intervensionisme bijaksana ke moralis non-intervensionis liberal menawarkan dukungan yang berkualitas bagi

administrasi publik yang kuat, maka muncul pertanyaan seperti mengapa di dua dekade yang lalu telah terjadi pencarian terus-menerus dan dramatis pada pemerintah debirokratisasi?

Hayek tidak terlibat dalam diskusi yang lebih spesifik tentang apa arti ini untuk administrasi publik, selain itu perlu 'ramping'. Selain itu, perbandingannya antara kebijakan intervensionis Inggris di tahun 1930-an dan kediktatoran totaliter Nazi Jerman (Hayek 1944), yaitu penggabungan intervensionisme dan totalitarianisme, adalah kesalahan kategori yang jelas. Dalam Hukumnya, Legislasi dan Kebebasan (1982), Hayek tampaknya mengakui bahwa Rawls, juga, adalah seorang liberal.

Friedman lebih percaya pada monopoli swasta daripada peraturan publik dari bisnis swasta. Argumennya bahwa ini adalah karena monopoli swasta yang lebih responsif terhadap masyarakat dan perubahan teknis (Friedman 1962: 28-9) tidak meyakinkan karena mengabaikan, untuk misalnya, kemungkinan untuk monopoli swasta menyebabkan harga tinggi dan isu-isu redistribusi dan politik yang terlibat dalam mengadministrasi monopoli alami. Ketiga, masalah positivisme hukum Friedman adalah bahwa dalam banyak kasus hukum tidak cukup halus untuk melindungi kerangka keadilan yang lebih luas yang berusaha untuk diamankannya. Seperti Regan (1998: 305) katakan, 'Hukum tidak bisa mengantisipasi setiap hal di mana tindakan perusahaan mungkin memiliki dampak sosial yang luas. Jika Friedman telah akrab dengan kontroversi antara positivisme

Page 14: Administrasi Negara

hukum dan teori hukum alam dalam filsafat hukum (lihat, misalnya Bix 1999; Coleman dan Leiter 1999), ia mungkin masih mengadopsi posisi positivis tapi mungkin tidak bingung akan keabsahan positivis dengan tanggung jawab moral.

filsafat dan ekonomi Non-intervensionis, oleh karena itu, dicirikan oleh dua komponen: suatu kebijaksanaan, yang tidak memihak, dan, suatu moralisasi, yang bergairah. Komponen kebijaksanaan Mises (1944), Hayek (1944), dan Friedman (1962) adalah desakan mereka pada pemisahan jelas masalah ekonomi dan masyarakat, pada perlindungan ruang masyarakat dari kesenjangan ekonomi, dan tentang masalah prosedur yang dapat diprediksi dan keputusan oleh lembaga-lembaga birokrasi kunci. Komponen moral dan bergairah melibatkan maksimalisasi keuntungan yang mewakili sebagai kewajiban moral daripada sebagai penjualan bijaksana jasa dan produk kepada yang paling menghargai mereka; representasi intervensionisme liberal sebagai setara dengan sosialisme negara dan totalitarianisme, argumen bahwa monopoli swasta dapat dipercaya lebih dari monopoli publik dan regulasi publik; dan presentasi kebebasan sebagai dalam kontradiksi abadi, daripada hanya pendahulu, tuntutan kesetaraan.

Pada 1980-an, komunitarian mengkritik liberal dan libertarian untuk mengabaikan pengembangan nilai-nilai sipil untuk demokrasi yang berfungsi. Baru-baru ini, Sandel (1996) menyalahkan munculnya netralitas negara liberal dan gerhana politik republik sipil untuk tidak mendorong nilai-nilai kondusif untuk deliberatif pemerintahan sendiri. Dia menganjurkan perubahan budaya dan filsafat publik yang lebih selaras dengan nilai-nilai sipil. Komunitarian dan republiken sipil menunjukkan bahwa kebijakan public perlu mendorong filsafat publik yang komprehensif ketimbang mengeksekusi hanya proseduralisme netral.tujuan Sosial yang melibatkan penempatan kebijakan ekonomi untuk bekerja sebagai sarana untuk akhir pembangunan masyarakat yang kuat meliputi: Untuk menawarkan orang insentif ekonomi yang kuat untuk memperkuat

kehidupan masyarakat, menambah vitalitas masyarakat sipil kita, mendorong kesukarelaan, dan sebaliknya memperkuat ikatan yang menghubungkan kita bersama sebagai orang yang berbagi kesatuan tujuan yang asli.

Untuk menciptakan struktur ekonomi yang secara bersamaan memajukan kebebasan individu dan tanggung jawab sosial.

Untuk menyediakan jaring pengaman untuk mencegah yang termiskin dan yang paling membutuhkan di masyarakat dari menderita konsekuensi terburuk dari kemiskinan dan penyakit.

Untuk mempertahankan rasa legitimasi moral bagi perekonomian dimana warga rata-rata menganggap sistem ekonomi selain adil dan merata juga efisien. (Garfinkle 1997: 5)

Komunitarianisme, bagaimanapun, lebih memilih nilai-nilai moral internal dari pelaku ekonomi pada peraturan eksternal, dan mengasosiasikan yang selanjutnya dengan ' ekonomi oligopolistik korporatis ' atau 'ekonomi komando'. Garfinkle (1997) merumuskan keyakinan ini sebagai berikut:Sementara itu tidak realistis untuk berharap altruisme perusahaan tak terbatas, itu wajar untuk mengharapkan bahwa dorongan kepemimpinan dan inspirasi sosial dapat memastikan bahwa motif keuntungan akan diredam oleh keprihatinan untuk kesejahteraan umum. Ini akan berarti bahwa perusahaan akan menghindari upaya

Page 15: Administrasi Negara

untuk mengambil keuntungan yang tidak adil dari formasi monopoli atau oligopoli yang mengendalikan harga, membatasi akses konsumen ke inovasi dan pada akhirnya berdampak negatif pada PDB. Sebuah ekonomi oligopolistik korporatis, seperti ekonomi komando, terlalu sangat dikontrol untuk menjadi produktif bagi masyarakat yang lebih luas. Daripada mengandalkan hanya pada peraturan pemerintah untuk memerangi kolusi bisnis yang tidak adil, dukungan sosial untuk inisiatif mengatur diri sendiri dapat membantu untuk mempertahankan persaingan energik. (Garfinkle 1997: 19)

Komunitarian sehingga tampaknya berasumsi bahwa perilaku moral aktor individu ('kepemimpinan terinspirasi', 'dorongan sosial'), daripada aturan dan penegakannya, membatasi efek eksternal perilaku memaksimalkan keuntungan. Ini menunjukkan hal yang sangat berbeda dari posisi intervensionisme liberal, yang membatasi efek eksternal dari perilaku memaksimalkan keuntungan, dan mengarahkan buah penciptaan kesejahteraan ke saluran redistribusi, adalah masalah perundang-undangan dan penegakan hokum bukan dari perekonomian itu sendiri. Tapi komunitarianisme melihat regulasi sebagai jalan untuk 'ekonomi oligopolistik korporatis ', yang datang mendekat diawal asosiasi intervensionisme dengan totalitarianisme Hayek

Oposisi komunitarian terhadap birokrasi juga tercermin pada tingkat studi manajemen dan organisasi. Rothschild (1979) dan Rothschild dan Whitt (1986) mendekatkan 'organisasi demokrasikolektivis' pada birokrasi dan dengan demikian menempatkan birokrasi menjadi pihak anti demokrasi. Seperti yang saya telah mencatat di tempat lain (Armbruster dan Gebert 2002), dan Rothschild Whitt mengkritik aturan tetap dan universal sebagai merugikan manajemen yang demokratis. Kalkulabilitas, kita diberitahu, muncul bukan atas dasar aturan yang transparan dan dapat aplikasi yang dapat diprediksi mereka, tetapi atas dasar mengetahui 'etika substantif' oligopolistik korporatis, yaitu, kita diberitahu, 'seperti ekonomi komando, terlalu tinggi dikontrol untuk menjadi produktif bagi masyarakat yang lebih luas '(lihat di atas). Seperti Kymlicka (1998) menunjukkan, dalam praktek politik non-intervensionisme liberal telah membentuk aliansi dengan barisan pemikiran politik non-liberal.Dari sudut pandang intervensionisme liberal, birokrasi dan proseduralisme netral diperlukan untuk memberikan kebebasan positif dan untuk mengamankan kompetisi dan dengan demikian memastikan kebebasan negatif (kebebasan dari intrusi yang lebih kuat

Page 16: Administrasi Negara

BAB IIANALISIS DAN PEMBAHASAN

2.1 Data dan Fenomena di Badan Perencanaan Daerah dan Penanaman Modal Kabupaten Kolaka

Visi dan Misi Pemerintahan Kabupaten Kolaka

A. Dasar FilosifiPenyusun rencana pembangunanjangka menengah memerlukan sau filosofi

pembangunan yang memilki cakrawala yang luas dan mampu menjadi pedoman bagi daerah untuk menentukan visi, misi , dan arah pembangunan. Filosofi pembangunan daerah Kabupaten Kolaka didasari oleh semangat daerah yang memperlihatkan jati dirinya sebagai :

Daerah perjuangan , maknanya bahwa masyarakat senantiasa mempunyai jiwa dan semangat patriotisme dan menjunjung tinggi nilai-nilai luhur budaya bangsa. Daerah Kolaka memilki semangat atau spirit perjuangan dalam membangun yang didasari semangat heroik masyarakat Kolaka dalam peristiwa 19 November 1945 guna mempertahankan daerahnya dari ke inginan penjajah kembali ke Wonua Sorumi Bumi Mekongga.

Daerah berbudaya, bermakna bahwa pembangunan di laksanakan dengan menciptakan inovasi-inovasi yang tetap berlandaskan kearifan dan budaya lokal serta dijiwai nilai kebersamaan dan semangat gotong royong yang cerminannya pada “kalo sara” dan berbagai nilai adat istiadat lainnya, sebagaiman salah satu semboyan yang di kenal dalam buday Tolaki Mekongga yakni Sanggai-sanggai Olutmu Pekiki Ine Samba yang mengandung makna kemandirian. Kalo adalah salah satu symbol tertinggi untuk menciptakan suasana hubungan antara dua pihak atau beberapa pihak yang ingin berkomunikasi dalam suatu urusan . KALO mengandung unsur persatuan dalam kesatuan, saling hormat menghormati, menjunjung tinggi nilai-nilai adat budaya dan religius, kepedulian dan tanggung jawab.

Daerah religious, tergambar dalam kehidupan masyarakat yang taat dalam mempertahankan dan melaksanakan norma – norma agama di dalam kehidupan sehari-hari, sehingga mampu menciptakan keselarasan, keimbangan intern dan antar umat agama.

Jati diri Kabupaten Kolaka tersebut menjadi kekuatan dalam memelihara semangat persatuan dan kesatuan dalam nuansa kesejukan, etika sopan santun, saling menghormati , serta stbilitas keamanan yang semakin kondusif untuk mengantar masyarakat menuju kehidupan yang lebih baik, sejahtera lahir dan batin (baldatun thayyibatun warabbun gafur).

B. Visi PembangunanVisi pembangunan Kabupaten Kolaka merupakan gambaran kesuksesan

yang ingin dicapai dalam kurun waktu 5 tahun ke depan yang disusun dengan memperhatikan Visi RPJPD Kabupaten Kolaka Tahun 2005-2025, subtansi RPJM Nasional, dinamika lingkungan strategis, aspirasi masyarakat masyarakat dan pemerintah kabupaten Kolaka, serta Visi dan Misi Bupati/Wakil terpilih. Untuk

Page 17: Administrasi Negara

itu, Visi pembangunan Kabupaten Kolaka untuk 5 Tahun RPJMD Kabupaten Kolaka Tahun 2009 -2014 adalah : “KOLAKA EMAS 2010”

Dalam hal ini perlu di jelaskan mengenai konsep dasar dari visi itu : Kolaka EMAS terbentuk atas dua kata yaitu : KOLAKAN EMAS, merupakan symbolisasi dari suatu keadaan masyarakat yang menjadi harapan yaitu kondisi Kabupaten Kolaka yang religious, berkeadilan, aman, berbudaya dan sejahtera. Yang bermakna menata masa depan , dimana apabiala dijabarkan lebih jauh hal ini dapat bermakna bahwa segala kebutuhan pokok masyarakat dapat terpenuhi, meningkatnya IPM (Indeks Pembanguna Manusia ) mencapai 75. Jika di uraikan secara terminology dari kata pernyataan visi di atas, sebagai berikut :

Religius; terwujudnya kerukuna antar umat beragama, terpenuhinya hak-hak dasar dalam menjalankan ajaran agama, dan terwujudnya keseimbangan kehidupan beragama, antara kecerdasan spiritual dan kecerdasan emosional ( kepedulian sosial).

Berkeadilan ; seluruh lapisan masyarakat di beri peluang yang sama dalam menjalankan aktifitas social, ekonomi dan mendapat perlindungan hokum, hak asasi manusia yang sama dan pelyanan pemerintah, pembangunan serta pembinaan kemasyarakatan yang merata.

Aman ; Terjaminya rasa aman masyarakat khususnya masyarakat Kabupaten Kolaka dalam melakukan aktifitas sosial, politik dan ekonomi.

Sejahtera ; Terpenuhinya kebutuhan dasar (sandang,pangan dan papan) dan hak dasar masyarakat yang berupa kemudahan akses pendidikan, kesehatan dan akses ekonomi, tersedianya infrastruktur secara merata dan terciptanya lapangan kerja yang memadai, dan terwjudnya peningkatan kualitas hidup masyarakat dari aspek sosial, ekonomi, budaya yang berbasis kerakyatan.

Berbudaya ; menumbuh kembangkan nilai-nilai dasar masyarakat Kolaka yang agamis, berbudaya dan nilai kejuangan kedalam etika sosial bermasyarakat, dimana masyarakat Kabupaten Kolaka memiliki karakteristik kepedulian yang tinggi antar sesama, tangguh dan disiplin, memasyarakatkan nilai-nilai musyawarah dan mufakat dalam menyelesaikan konflik, gotong royong, dan meningkatkan pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan.

2010, merupakan tahun momentum awal di mulainya Kolaka Emas menuju kesempurnaan tatanan kehidupan masyarakat dan secara bertahap-berkesinambungan hingga tahun 2014.

Adaun sasaran yang akan di jabarkan dari visi tersebut adalah: Terpenuhinya kebutuhan dasar sandang, pangan dan papan. Menekan jumlah penduduk miskin melalui perlindungan sosial dan pemberdayaan masyarakat dalam gerakan pembangunan. Peningkatan stabilitas sosial dan keagamaan. Meningkatkan sarana dan prasana dasar ; jalan, jembatan, pelabuhan, Bandar udara, sarana air minum, enrgi listrik.

Perluasan akses masyarakat dalam memperoleh pelayanan pendidikan dan kesehatan yang berkualitas.

Penguatan kemampuan daya saing ekonomi dan daya saing daerah melalui peningkatan investasi.

Page 18: Administrasi Negara

Pemanfaatan Sumber Daya secara optimal dan berkelanjutan untuk dapat memberikan nilai tambah bagi pembangunan daerah.

C. Misi PembangunanUntuk mewujudkan visi pembangunan di atas, maka di tetapkan empat misi yang digunakan sebagai pedoman dan arah dalam merumuskan strategi/kebijakan dan program kegiatan pada semua sektor pembangunan. Adapun misi tersebut adalah sebagai berikut :1. Mengembangkan Kualitas Hidup dan Kehidupan Masyarakat.

a. Mewujudkan sumber daya manusia yang memiliki kemampuan intelektual, emosional dan spiritual serta semangat nilai perjuangan dan budaya sosial.

b. Meningkatkan derjat kesehatan masyarakat melalui pembudayaan pola hidup bersih dan sehat, pemberdayaan generasi muda, peningkatan peran wanita dan pengembangan olahraga.

c. Mendorong tercapainya peningkatan kehidupan sosial kemasyarakatn yang sehingga dapat membangkitkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan melalui keberpihakan pada masyarakat lapis bawah, penguatan lembaga-lembaga sosial budaya, dalam mewujudkan kondisi masyarakat yang aman, damai, tertib dan tentran.

2. Mengembangkan tata kelola pemerintahan daerah yang baika. Mewujudkan system manajemen pemerintahan daerah yang

responsif, akuntabel, transparan, dan partisipatif.b. Mewujudkan system pelyanaan masyarakat yang terpadu, efektif

dan efisien.c. Mewujudkan aparatur yang professional, bersih dan berwibawa.d. Mewujudkan kepastian hokum dan Hak Asasi Manusia (HAM)

secara konsisten, adil dan tidak diskriminatif dalam rangka menciptakan kondisi masyarakat yang aman, dan menjunjung tinggi nilai-nilai hak asasi manusia.

3. Meningkatkan pembangunan Sarana daan Prasarana Wilayaha. Mengembangkan sarana dan prasarana wilayah secara

berkelanjutan. b. Mempercepat pemerataan pembangunan dalam rangka

memperkecil ketimpangan pembangunan antar wilayah, dan atar lapisan kelompok masyarakat.

4. Menigkatkan Perekonomian Masyarakata. Mendorong tercapainya peningkatan kehidupan perekonomian

melalui penguatan kelembagaan ekonomi pedesaan, pengembangan kemitraan pemerintahan, swasta dan masyarakat.

b. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui optimalisasi pemanfaatan sumber daya alam, UMKM dan investasi.

c. Mendorong pertumbuhan pertanian melalui revitalisasi pertanian dalam arti luas dan perkembangan agribisnis dan agroindustri.

5. Meningkatkan Kelestarian Lingkungan Hidup

Page 19: Administrasi Negara

a. Mendorong pengelolaan sumberdaya alam yang berwawasan lingkungan dalam kerangka mencapai pembangunan berkelanjutan.

b. Mendorong pemberdayaan masyarakat berdasarkan prinsip-prinsip pelestarian lingkungan hidup.

Prinsip-Prinsip dan Nilai-NilaiPrinsip-prinsip dan nilai-nilai yang perlu di kembangkan untuk mencapai

visi dan misi daerah Kabupaten Kolaka adalah sebagai berikut :Demokrasi menjunjung tinggi kebebasan mengeluarkan

pendapat yang di landasi nilai-nilai etika dan budaya lokal dalam kehidupan masyarakat.

Partispasi setiap warga memiliki hak yang sam dalam proses perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan penyelangaraan pemerintah, pembangunan dan pembinaan kemasyarakatn sesuai dengan kebutuhan, baik secara langsung maupun melalui fasilitas lembaga normal.

Transparasi transparasi di bangun atas dasar kebebasan arus informasi dan komunikasi, baik dalam proses-proses penyelenggaraan pemerintahan maupun dalam pelaksanaan pembangunan sesuai dengan peraturan perundang – undangan yang berlaku.

Akuntabilitas penyelenggaraan pemerintah, pembangunan dan pembinaan kemasyarakatn dapat dipertanggunggugatkan kepada publik.

Desentralisasi mengembangkan inovasi, kreatif, dinamika masyarakat dalam mewujudkan otonomi daerah yang nyata dan bertanggung jawab.

Page 20: Administrasi Negara

Standar Prosedur Operasional Badan Perencanaan Daerah dan Penanaman Modal Kabupaten Kolaka

PEMERINTAH KABUPATEN KOLAKABADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DAN PM

KABUPATEN KOLAKAJl. Pemuda No. 177 Tlp. (0405) 2321079 Kolaka 93517

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)PERENCANAAN, PENGANGGARAN, MONITORING DAN EVALUASI,

SERTA TUGAS KEDINASAN LAINNYA

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)

Page 21: Administrasi Negara

PERENCANAAN, PENGANGGARAN, MONITORING DAN EVALUASI, SERTA TUGAS KEDINASAN LAINNYA

BUPATI KOLAKABUPATI KOLAKA

PERATURAN BUPATI KOLAKANOMOR : TAHUN 2012

TENTANG

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PERENCANAAN, PENGANGGARAN, MONITORING DAN EVALUASI, SERTA TUGAS KEDINASAN LAIN PADA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN

DAERAH DAN PENANAMAN MODAL KABUPATEN KOLAKA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI KOLAKA,

Menimbang: a.bahwa sesuai amanat Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: PER/21/M.PAN/11/2008 tentang Pedoman Penyusunan Standar Operasional Prosedur (SOP) Perencanaan, Penganggaran, Monitoring dan Evaluasi, serta Tugas Kedinasan Lain, salah satu aspek penting dalam rangka mewujudkan birokrasi yang memiliki kriteria efektif, efisien dan ekonomis adalah dengan menerapkan Standar Operasional Prosedur (SOP) pada seluruh proses penyelenggaraan administrasi pemerintahan;

b. bahwa bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Bupati tentang Standar Operasional Prosedur (SOP) Perencanaan, Penganggaran, Monitoring dan Evaluasi, serta Tugas Kedinasan lain pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Penanaman Modal Kabupaten Kolaka.

Page 22: Administrasi Negara

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1959 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II di Sulawesi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1959 Nomor 44 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3206);

2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);

3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik IndonesiaNomor 4355)

4. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksanaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4400);

5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4848);

6. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);

7. UU RI No. 26 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional;

7. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005 – 2025 (Lembaran Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4700);

8. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005 – 2025 (Lembaran Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4700);

Page 23: Administrasi Negara

9. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005 – 2025 (Lembaran Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4700);

10. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234);

8. Peraturan Daerah Kabupaten Kolaka Nomor 6 Tahun 2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Kabupaten Kolaka Tahun 2005-2025

9. Peraturan Daerah Kabupaten Kolaka Nomor 8 Tahun 2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Kolaka Tahun 2009-2014

10. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578);

11. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan;

12. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4737);

13. Peraturan Daerah Kabupaten Kolaka Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembentukan Organisasi dan tata Kerja Lembaga Teknis daerah Kabupaten Kolaka.

14. Peraturan Daerah Kabupaten Kolaka Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penjabaran Tugas Pokok dan Fungsi Badan Perencanaan Pembangunan daerah dan Penanaman Modal Kabupaten Kolaka;

15. Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2011 tentang Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan Daerah Kabupaten Kolaka;

16. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: PER/21/M.PAN/11/2008 tentang Pedoman Penyusunan Standard Operating Procedure (SOP) Administasi Pemerintahan.

Page 24: Administrasi Negara

M E M U T U S K A N :

Menetapkan : PERATURAN BUPATI KOLAKA TENTANG STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PERENCANAAN, PENGANGGARAN, MONITORING DAN EVALUASI, SERTA TUGAS KEDINASAN LAIN PADA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DAN PENANAMAN MODAL KABUPATEN KOLAKA

BAB IKETENTUAN UMUM

Pasal 1Dalam Peraturan Bupati ini yang dimaksud dengan :1. Daerah adalah Kabupaten Kolaka.2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Kolaka.3. Bupati adalah Bupati Kolaka.4. Sekretaris Daerah adalah Sekretaris Daerah Kabupaten Kolaka.5. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Penanaman Modal adalah

unsur penunjang pemerintah daerah yang beradaa dibawah dan bertanggungjawab kepada Bupati melalui Sekretaris Daerah.

6. Perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urusan pilihan dengan memperhitungkan sumberdaya yang tersedia.

7. Rencana Pembangunan jangka Panjang, yang selanjutnya disingkat RPJP adalah dokumen perencanaan untuk periode 20 tahun yang memuat visi, misi dan arah pembangunan .

8. Rencana Pembangunan Jaangkah Menengah yang selanjutnya disingkat RPJM adalah dokumen perencaanaan untuk periode 5 tahun yang merupakan penjabaraan visi, misi dan program Bupati Kolaka dan memuat strategi pembangunan daerah, kebijakan umum, kerangka ekonomi makro, program-program dan kegiatan pembangunan.

9. Rencana Strategis SKPD adalah dokumen perencanaan SKPD untuk periode 5 tahun.

10. Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) adalah dokumen perencanaan daerah untuk periode 1 tahun

11. Rencana Kerja SKPD adalah dokumen perencanaan SKPD untuk periode 1 tahun

12. Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang) adalah proses penyusunan dokumen perencanaan pembangunan melalui koordinasi antar instnsi pemerintah daerah dan partisipasi seluruh pelaku pembangunan.

Page 25: Administrasi Negara

13. Pengendalian dilakukan dengan maksud untuk dapat menjamin bahwa pelaksanaan rencana pembangunan sesuai dengan tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan.

14. Pemantauan dimaksudkan untuk mengamati perkembangan pelaksanaan rencana pembangunan; mengidentifikasi serta mengantisipasi permasalahan yang timbul dan atau akan timbul untuk dapat diambil tindakan sedini mungkin.

15. Evaluasi dilakukan dengan maksud untuk dapat mengetahui dengan pasti apakah pencapaian hasil, kemajuan dan kendala yang dijumpai dalam pelaksanaan rencana pembangunan dapat dinilai dan dipelajari untuk perbaikan pelaksanaan rencana pembangunan di masa yang akan datang. Fokus utama evaluasi diarahkan kepada keluaran (outputs), hasil (outcomes), dan dampak (impacts) dari pelaksanaan rencana pembangunan.

16. Tahapan Evaluasi yaitu :- Evaluasi pada Tahap Perencanaan (ex-ante), yaitu evaluasi dilakukan

sebelum ditetapkannya rencana pembangunan dengan tujuan untuk memilih dan menentukan skala prioritas dari berbagai alternatif dan kemungkinan cara mencapai tujuan yang telah dirumuskan sebelumnya

- Evaluasi pada Tahap Pelaksanaan (on-going), yaitu evaluasi dilakukan pada saat pelaksanaan rencana pembangunan untuk menentukan tingkat kemajuan pelaksanaan rencana dibandingkan dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya, dan

- Evaluasi pada Tahap Pasca-Pelaksanaan (ex-post), yaitu evaluasi yang dilaksanakan setelah pelaksanaan rencana berakhir, yang diarahkan untuk melihat apakah pencapaian (keluaran/hasil/dampak) program mampu mengatasi masalah pembangunan yang ingin dipecahkan. Evaluasi ini digunakan untuk menilai efisiensi (keluaran dan hasil dibandingkan masukan), efektivitas (hasil dan dampak terhadap sasaran).

17. Pelaporan merupakan salah satu kegiatan yang sangat penting di dalam proses pembangunan. Kegiatan ini dilakukan untuk memberikan informasi yang cepat, tepat, dan akurat kepada pemangku kepentingan sebagai bahan pengambilan keputusan sesuai dengan kondisi yang terjadi serta penentuan kebijakan yang relevan. Di dalam pelaksanaannya kegiatan pelaporan dilakukan secara berkala dan berjenjang.

18. Standard Operating Procedure yang selanjutnya disingkat SOP adalah serangkaian instruksi tertulis yang dilakukan mengenai berbagai proses penyelenggaraan administrasi pemerintah tentang bagaimana dan kapan harus dilakukan dan oleh siapa pekerjaan dilakukan.

19. Akuntabilitas adalah pertanggung jawaban atas proses kinerja atau hasil akhir dari program maupun kegiatan.

20. Pelayanan Internal adalah berbagai jenis pelayanan yang dilakukan oleh unit-unit pendukung (sekretariat dan bidang) kepada seluruh unit-unit atau pegawai yang berada dalam lingkungan internal organisasi pemerintah sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya.

Page 26: Administrasi Negara

21. Jabatan adalah suatu kedudukan yang menunjukkan tugas dan wewenang, dan hak seorang pegawai negeri sipil dalam rangka memimpin suatu organisasi.

22. Prosedur adalah rangkaian tata kerja yang berkaitan satu sama lain, sehingga menunjukkan adanya urutan tahapan secara jelas dan pasti serta cara-cara yang harus ditempuh dalam rangka penyelesaian sesuatu bidang tugas.

23. Administrasi Pemerintahan adalah pengelolaan proses pelaksanaan tugas dan fungsi pemerintahan yang dijalankan oleh organisasi pemerintah.

24. SOP Administratif adalah standar prosedur yang diperuntukan bagi jenis-jenis pekerjaan yang bersifat administratif.

BAB IIMAKSUD DAN TUJUAN

Pasal 2Maksud ditetapkan Peraturan Bupati tentang Standar Operasional Prosedur (SOP) Perencanaan, Penganggaran, Monitoring dan Evaluasi, serta Tugas Kedinasan lain ini adalah 1. Sebagai standarisasi cara yang dilakukan pegawai dalam menyelesaikan

pekerjaan yang menjadi tugasnya.2. Mengurangi tingkat kesalahan dan kelalaian yang mungkin dilakukan oleh

seorang pegawai dalam melaksanakan tugas.3. Meningkatkan efisiensi dan efektivitas pelaksanaan tugas dan tanggung jawab

individual pegawai dan organisasi secara keseluruhan.4. Meningkatkan akuntabilitas pelaksanaan tugas.5. Memberikan informasi mengenai beban tugas yang dipikul oleh seorang

pegawai dalam melaksanakan tugasnya.6. Membantu penulusuran terhadap kesalahan-kesalahan prosedur dalam

memberikan pelayanan.7. Menjamin konsistensi pelayanan kepada masyarakat, baik dari sisi waktu

maupun prosedur.8. Menghindari tumpang tindih pelaksanaan tugas.

Pasal 3Tujuan ditetapkan Peraturan Bupati tentang Standar Operasional Prosedur (SOP) Perencanaan, Penganggaran, Monitoring dan Evaluasi, serta Tugas Kedinasan lain adalah sebagai acuan referensi bagi organisasi publik dalam melaksanakan pelayanan kepada masyarakat, maupun dalam penyelenggaraan aktivitas-aktivitas kegiatan internal di lingkungan instansi pemerintah.

BAB IIISUBYEK DAN OBYEK

Pasal 4(1) Subyek yang dilayani adalah orang pribadi dan/atau badan hukum.(2) Obyek pelayanan adalah semua jenis pelayanan yang dilakukan pada Sub

Bagian Perencanaan, Sekretariat Badan Perencanaan Pembangunan dan Penanaman Modal Kab. Kolaka.

Page 27: Administrasi Negara

BAB IVOPERASIONAL PROSEDUR (SOP)

Pasal 5Standar Operasional Prosedur (SOP) Perencanaan, Penganggaran, Monitoring dan Evaluasi, serta Tugas Kedinasan lain pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Penanaman Modal Kabupaten Kolaka adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Bupati ini.

BAB VKETENTUAN PENUTUP

Pasal 6Ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang Standar Operasional Prosedur Perencanaan, Penganggaran, Monitoring dan Evaluasi, serta Tugas Kedinasan lain sebagaimana dimaksud dalam Bab IV yang karena sifatnya kekhususannya tidak diatur dalam Peraturan Bupati ini, tetap mengikuti ketentuan-ketentuan yang berlaku.

Pasal 7

Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Bupati ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Kabupaten Kolaka.

Ditetapkan di : K o l a k aPada tanggal : 2012

BUPATI KOLAKA,

H. BUHARI MATTA

Diundangkan di : K o l a k aPada Tanggal : 2012

SEKRETARIS DAERAHKABUPATEN KOLAKA,

H. AHMAD SAFEI

Page 28: Administrasi Negara

BERITA DAERAH KABUPATEN KOLAKA TAHUN 2012, NOMOR

LAMPIRAN I. : PERATURAN BUPATI KOLAKANOMOR :TANGGAL :

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PERENCANAAN

BADAN PERENCANAAN

PEMBANGUNAN DAERAH DAN PM

KABUPATEN KOLAKA

Nomor StandarOperasional Prosedure (SOP)Tanggal PembuatanTanggal revisiTanggal pengesahanDisahkan oleh Kepala Badan

Perencanaan Pembangunan daerah dan PM Kab. Kolaka

Nama Standar Operasional Prosedur (SOP)

Perencanaan

DASAR HUKUM KUALIFIKASI PELAKSANAAN1. UU RI No. 26 Tahun

2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional;

2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005 – 2025 (Lembaran Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

A. Kualifikasi Kegiatan : PerencanaanB. Rincian Kualifikasi pelaksanaan

berdasarkan indikator pelaksanaan kegiatan adalah sebagai berikut :

1. Masukan (Input)1.1. Dana :

- APBD Kabupaten- APBD Provinsi- APBN- Dunia Usaha / Swadaya

1.2. SDM :- Perencana dengan

kualifikasi Pendidikan S2, S1, D3, dan SMA

Page 29: Administrasi Negara

Nomor 4700);

3. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005 – 2025 (Lembaran Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4700);

4. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005 – 2025 (Lembaran Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4700);

5. Peraturan Daerah Kabupaten Kolaka Nomor 6 Tahun 2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Kabupaten Kolaka Tahun 2005-2025

6. Peraturan Daerah Kabupaten Kolaka Nomor 8 Tahun 2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Kolaka Tahun 2009-2014

1.3. Kelengkapan Bahan / data :- ATK- Daftar Usulan Program

dan Kegiatan1.4. Peralatan :

- Komputer- Printer- Infokus

2. Proses (Process)2.1. Metode :

- Musyawarah- Persentase - Diskusi/ Perumusan.

2.2. Peserta :- SKPD, - Masyarakat - Dunia Usaha- Perbankan

3. Keluaran (Output) Prioritas Program dan Kegiatan

Pembangunan Daerah

4. Hasil (Outcome)Terpenuhinya kebutuhan masyarakat berdasarkan skala prioritas.

KETERKAITAN PERALATAN/PERLENGKAPAN

Page 30: Administrasi Negara

1. SKPD terkait Tingkat Kabupaten, Provinsi, dan Kementerian Lembaga

1. ATK2. Komputer/Internet3. Infokus/Printer4. Petunjuk Teknis5. Makalah Persentase6. Daftar Usulan Program Prioritas7. Ruang Rapat

PERINGATAN PENCATATAN DAN PENDATAANPelaksanaan harus sesuai dengan ketentuan tentang mekanisme penyusunan perencanaan pembangunan

Dokumen perencanaan pembangunan

Page 31: Administrasi Negara

URAIAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PENYUSUNAN PERENCANAANBADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DAN PM KABUPATEN KOLAKA

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IVKa. Badan Sekretaris Kabid Kasubag Staf

I

Undangan Daftar Undangan Agenda Rapat Surat Keputusan

1 Hari

Resume Rapat

II

Draft Matriks Busiens Plan Perencanaan dan Petunjuk Teknis Pelaksanaan

2 Hari

Bus ines Plan dan Petunjuk

Teknis

IIIBahan dan data Perencanaan

10 Hari

Data Base

4Bahan dan data Perencanaan

2 Hari Laporan Anal i s i s Bahan

dan Data Perencanaan

Mengundang rapat internal Bappeda dan PM tentang persiapan pelaksanaan dan penyusuanan perencanaan pembangunan

MARET APRIL

Melaksanakan hasil rapat internal Bappeda dan PM rencana pelaksanaan dan penyusunan perencanaan pembangunan daerah

MATRIKS PENJADUALAN

NO URAIAN PROSEDUR JUNI AGUSTPELAKSANA JAN. NOV DESJULIWAKTU (HARI) FEBR.

B A K U M U T UPERSYARATAN

/KELENGKAPAN OUTPUTMEI OKTSEPT

Mengumpulkan bahan dan data perencanaan untuk melaksanakan proses tahapan kegiatan Analisis rencana Bussines Plan Data Base tentang Pelaksanaan penyusunan Anggaran

Page 32: Administrasi Negara

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IVKa. Badan Sekretaris Kabid Kasubag Staf

A

B A K U M U T U

NOV DESPERSYARATAN

/KELENGKAPAN MEIMATRIKS PENJADUALAN

NO URAIAN PROSEDUR JUNI AGUSTJULI SEPT OKT OUTPUTPELAKSANA JAN. FEBR. MARET APRILWAKTU (HARI)

PERENCANAAN

Page 33: Administrasi Negara

4.1 Daftar Usulan Program dan Kegiatan

15 HariKesepakatan

usulan Program dan

Kegiatan Priori tas

4.2 a. Musrenbang Kecamatan Daftar Usulan Program dan Kegiatan

10 Hari Kesepakatan usulan

Program dan Kegiatan

b. Penyusunan Usulan Prog./Keg. SKPD Hasil Musrenbang Kec.

Daftar Usulan Program dan Kegiatan

5 Hari Kesepakatan usulan

Program dan Kegiatan

4.3

Daftar Usulan Program dan Kegiatan

2 Hari Kesepakatan usulan

Program dan Kegiatan

4.4 a. Musrenbang Kabupaten

Daftar Usulan Program dan Kegiatan

2 Hari Kesepakatan usulan

Program dan Kegiatan

b. Penyusunan Prog./Keg. SKPD yang dibiayai APBD I dan APBN

Daftar Usulan Program dan Kegiatan

4 Hari Kesepakatan usulan

Program dan Kegiatan

4.5

Daftar Usulan Program dan Kegiatan

3 HariKesepakatan

usulan Program dan

Kegiatan Priori tas

a.

Musrenbang Provinsi Sultra

Daftar Usulan Program dan Kegiatan

2 Hari Kesepakatan usulan

Program dan Kegiatan

b. Penyusunan Renja SKPD untuk Bahan RKPD

Daftar Usulan Program dan Kegiatan

10 Hari Kesepakatan usulan

Program dan Kegiatan

4.6 Daftar Usulan Program dan Kegiatan

5 Hari Kesepakatan usulan

Program dan Kegiatan

4.7 Daftar Usulan Program dan Kegiatan

5 Hari Kesepakatan usulan

Program dan Kegiatan

4.8 Daftar Usulan Program dan Kegiatan

5 Hari Kesepakatan usulan

Program dan Kegiatan

Pra Musrenbang Nasional

Musrenbang Nasional

Musrenbang Desa/Kel.

Musrenbang Regional

Pra Musrenbang Prov. Sultra

Forum SKPD

Page 34: Administrasi Negara

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IVKa. Badan Sekretaris Kabid Kasubag Staf

A

B A K U M U T U

NOV DESPERSYARATAN

/KELENGKAPAN MEIMATRIKS PENJADUALAN

NO URAIAN PROSEDUR JUNI AGUSTJULI SEPT OKT OUTPUTPELAKSANA JAN. FEBR. MARET APRILWAKTU (HARI)

PERENCANAAN

IV

Rancangan RKPD

30 HariRancangan

dokumen RKPD

V Dokumen RKPD 1 HariDokumen RKPD

VIDokumen RKPD

2 HariDokumen RKPD

Kompilasi, Perifikasi, dan Finalisasi Progran dan Kegiatan untuk menyusun rancangan RKPD

Menandatangani / Memaraf RKPDMendistribusikan RKPD kepada Stakeholders

KETERANGAN : Kpl. Bappeda & PM StafSekretaris Rancanga DokumenKabid - Kabid DokumenKasubag Jalur Pelaksanaan

Page 35: Administrasi Negara

PENJELASAN URAIAN PROSEDUR PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN

1. Kepala Bappeda dan PM Kab. Kolaka Mengundang Rapat Sekretaris, Kabid, dan Kasubag tentang Penyusunan Program -waktu yang diperlukan 2 hari-output surat –undangan, Agenda Rapat;

2. Kepala Bappeda dan PM Kab. Kolaka, Sekretaris, Kabid, dan Kasubag. melaksanakan Rapat rencana penyusunan Perencanaan Pembangunan -waktu yang diperlukan 1 hari-output notulen rapat;

3. Staf Penyusunan Program akan mengumpulkan data-data perencanaan, menyusun rencana Bussines Plan Perencanaan , waktu yang diperlukan 7 hari-outputnya berkas perencanaan;

4. Setelah data perencanaan terkumpul, antara Sekteraris, Kabid dan kasubag. menganalisis Rencana Bussines Plan kegiatan, dibuat petunjuk teknis pelaksanaan perencanaan pembangunan, waktu yang diperlukan 7 hari - Output data perencanaan;

5. Kepala Sub Bagian Penyusunan Program akan melaksanakan setiap tahapan perencanaan dengan melibatkan seluruh SKPD mulai dari Tingkat Desa/Kelurahan hingga Tingkat kabupaten, waktu yang diperlukan 78 hari (Januari-Mei) - outputnya berkas usulan Program dan Kegiatan prioritas setiap jenjang perencanaan;

6. Kepala Sub bagian Penyusunan Program dibantu staf dengan dengan melibatkan bidang-bidang teknis yang ada di bappeda dan PM melakukan Kompilasi, Perifikasi, dan Finalisasi Progran dan Kegiatan untuk menyusun rancangan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD)- waktu yang diperlukan 1 Bulan (Mei-Juni), outputnya rancangan RKPD;

7. Setelah Draft rancangan RKPD final, Kasubag Penyusunan Program membuat Dokumen RKPD yang ditetapkan melalui Peraturan Bupati, dan mengkoordinasikan dengan Bagian Hukum yang selanjutnya diparaf koordinasi dengan instansi teknis terkait- waktu yang diperlukan 1 Hari , outpunya Dokumen Rencana Kerja Pemerintah Daerah.

8. Kasubag Penyusunan Program mendistribusikan Dokumen Dokumen Rencana Kerja Pemerintah Daerah - waktu yang diperlukan 2 Hari - outpunya Daftar Distribusi Dokumen Rencana Kerja Pemerintah Daerah.

Page 36: Administrasi Negara

LAMPIRAN II. : PERATURAN BUPATI KOLAKANOMOR :TANGGAL :

STANDARD OPERATING PROCEDURE (SOP) PENGANGGARAN

BADAN PERENCANAAN

PEMBANGUNAN DAERAH DAN PM

KABUPATEN KOLAKA

Nomor StandarOperasional Prosedure (SOP)Tanggal Pembuatan

Tanggal revisi

Tanggal pengesahan

Disahkan oleh Kepala Badan Perencanaan Pembangunan daerah dan PM Kab. Kolaka

Nama Standar Operasional Prosedur (SOP)

Penganggaran

DASAR HUKUM KUALIFIKASI PELAKSANAAN

1. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007;

2. Peraturan Daerah Kabupaten Kolaka Nomor 1 Tahun 2005 tentang Pokok-pokok Pengelolaan Keuangan

3. DaerahPeraturan Daerah Kabupaten Kolaka Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah Kabupaten;

4. Peraturan Daerah Kabupaten Kolaka Nomor 6 Tahun 2009 tentang Rencana Pembangunan

A. Kualifikasi Kegiatan : PenganggaranB. Rincian Kualifikasi pelaksanaan

berdasarkan indikator pelaksanaan kegiatan adalah sebagai berikut :

1. Masukan (Input)1.1. Dana :

- APBD Kabupaten- APBD Provinsi- APBN- Dunia Usaha / Swadaya

1.2. SDM :- Perencana dengan

kualifikasi Pendidikan S2, S1, D3, dan SMA

1.3. Kelengkapan Bahan / data :- ATK- Prognosis Pendapatan

Daerah- Daftar Usulan Program

dan Keg.1.4. Peralatan :

- Komputer

Page 37: Administrasi Negara

Jangka Panjang Daerah Kabupaten Kolaka Tahun 2005-2025

5. Peraturan Daerah Kabupaten Kolaka Nomor 8 Tahun 2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Kolaka Tahun 2009-2014

- Printer- Infokus

2. Proses (Process)2.1. Metode :

- Rapat Panggar tentang Pendapatan/Belanja,

- Pemaparan Penggaran Program Prioritas

- Penentuan Penganggaran Program Prioritas

2.2. Peserta :- TAPD- PANGGAR Eksekutif- PANGGAR Legislatif- SKPD

3. Keluaran (Output)- Tersusunnya Kebijakan

Umum Anggaran- Tersusunnya Rencana

Kerja Anggaran/ Dokumen Pelaksanaan Anggaran.

4. Hasil (Outcome)- Tersedianya Dokumen

Kebijakan Umum Anggaran

- Tersedianya Dokumen Rencana Kerja Anggaran/ Dokumen Pelaksanaan Anggaran.

KETERKAITAN PERALATAN/PERLENGKAPAN1. SKPD terkait Tingkat

Kabupaten, Provinsi, dan Kementerian Lembaga

1. ATK2. Komputer/Internet3. Infokus/Printer4. Prognosis Pendapatan5. Daftar Usulan Program Prioritas6. Ruang Rapat

PERINGATAN PENCATATAN DAN PENDATAANPelaksanaan harus sesuai dengan ketentuan tentang mekanisme penyusunan penggaran

Dokumen Penganggaran

Page 38: Administrasi Negara
Page 39: Administrasi Negara

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IVKa. Badan Sekretaris Kabid Kasubag Staf

MARET APRILMATRIKS PENJADUALAN

NO URAIAN PROSEDUR JUNI AGUSTPELAKSANA JAN. NOV DESJULIWAKTU (HARI) FEBR.

B A K U M U T UPERSYARATAN

/KELENGKAPAN OUTPUTMEI OKTSEPT

URAIAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PENGANGGARANBADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DAN PM KABUPATEN KOLAKA

Page 40: Administrasi Negara

1 Undangan Daftar Undangan Agenda Rapat Surat Keputusan

1 HariDaftar Agenda

Rapat

2 Draft Matriks Bussines Plan Penganggaran dan Petunjuk Tekns Pelaksanaan

2 Hari

Notulen rapat

3Bahan dan data Penganggaran

10 HariData base

Penganggaran

4.1Bahan dan data Penganggaran Perubahan

2 Hari Laporan Anal i s i s Bahan

dan Data Penganggaran

5.1 Draft KUA-P 10 HariDraft KUA-P

Draft DPAP-P

4 Hari

Draft DPA-P

6.1Rancangan KUA/DPPA

7 HariRancangan KUA/DPPA

7.1 Dokumen KUA-P dan DPA

1 Hari Dokumen KUA dan DPA

Perbahan8.1 Dokumen KUA-P

dan DPA2 Hari Dokumen KUA

dan DPA Perbahan

Proses Verifikasi, tabulasi Dokumen Pelaksanaan Anggaran Perubahan

Melaksanakan hasil rapat internal Bappeda dan PM persiapan pelaksanaan dan penyusunan APBD

Mengumpulkan bahan dan data perencanaan untuk melaksanakan tahapan kegiatan penganggaran :

Pengesahan KUA-P dan DPA-Perubahan

Proses Verifikasi, tabulasi Kebijakan Umum Anggaran Perubahan

Kompilasi, Perifikasi, dan Finalisasi Progran dan Kegiatan untuk menyusun rancangan KUA/DPPA

Mengundang rapat internal internal Bappeda dan mempersiapan pelaksanaan dan penyusunan APBD

Analisis rencana Bussines Plan Data Base tentang Pelaksanaan penyusunan Anggaran APBD Perubahan

Mendistribusikan KUA dan RKA

Page 41: Administrasi Negara

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IVKa. Badan Sekretaris Kabid Kasubag Staf

MARET APRILMATRIKS PENJADUALAN

NO URAIAN PROSEDUR JUNI AGUSTPELAKSANA JAN. NOV DESJULIWAKTU (HARI) FEBR.

B A K U M U T UPERSYARATAN

/KELENGKAPAN OUTPUTMEI OKTSEPT

2 Hari

5.2 Draft KUA 10 HariDraft KUA

Draft RKA4 Hari

Draft RKA

6.2Rancangan KUA/RKA

7 HariRancangan KUA/DPPA

7.2 Dokumen KUA dan RKA

1 Hari Dokumen KUA dan RKA

8.2 Dokumen KUA dan RKA

2 Hari Dokumen KUA dan RKA

Bahan dan data Penganggaran APBD Awal

Analisis rencana Bussines Plan Data Base Pelaksanaan peny. Anggaran APBD PAwal

4.2Laporan

Anal i s i s Bahan dan Data

Penganggaran

Pengesahan KUA dan RKA

Proses Pelaksanaan Penyusunan Rencana Kerja Anggaran

Proses Pelaksanaan Penyusunan Kebijakan Umum Anggaran

Kompilasi, Perifikasi, dan Finalisasi Progran dan Kegiatan untuk menyusun rancangan KUA/RKA

Mendistribusikan KUA dan RKA

KETERANGAN : Kpl. Bappeda & PM StafSekretaris Rancanga DokumenKabid - Kabid DokumenKasubag Jalur Pelaksanaan

Page 42: Administrasi Negara

PENJELASAN URAIAN PROSEDUR PENYUSUNAN PENGANGGARAN

1. Kepala Bappeda dan PM Kab. Kolaka Mengundang Rapat Sekretaris, Kabid, dan Kasubag tentang Penggangaran - waktu yang diperlukan 2 hari-output surat –undangan, Agenda Rapat;

2. Kepala Bappeda dan PM Kab. Kolaka, Sekretaris, Kabid, dan Kasubag. melaksanakan Rapat rencana Penganggaran Pembangunan -waktu yang diperlukan 1 hari-output notulen rapat;

3. Staf Penyusunan Program mengumpulkan bahan dan data penggaran termasuk program dan kegiatan prioritas untuk dianggarkan untk menyusun rencana Bussines Plan penganggaran, waktu yang diperlukan 5 hari, output daftar rekapitulasi program dan kegiatan;

4. Setelah data penganggaran terkumpul, antara Sekteraris, Kabid dan kasubag. menganalisis Rencana Bussines Plan penganggaran, dibuat petunjuk teknis pelaksanaan perencanaan pembangunan, waktu yang diperlukan 7 hari- output Data Base Penganggaran;

5. Kepala Sub Bagian Penyusunan Program akan melaksanakan setiap tahapan penganggaran, waktu yang diperlukan 3 bulan (Juni-Agustus) -outputnya Rancangan KUA, RKA dan DPA;

6. Kepala Sub bagian Penyusunan Program dibantu staf dengan dengan melibatkan bidang-bidang teknis yang ada di bappeda dan PM melakukan Kompilasi, Perifikasi, dan Finalisasi Progran dan Kegiatan untuk membahas dan menyusun rancangan KUA/RKA/DPA - waktu yang diperlukan 7 Hari, outputnya Dokumen KUA, RKA dan DPA;

7. Kasubag Penyusunan Program mensahkan Dokumen KUA, RKA, dan DPA yang ditetapkan melalui TIM TAPD, dan mengkoordinasikan dengan Bagian Hukum - waktu yang diperlukan 1Hari, outpunya Dokumen Dokumen KUA, RKA, dan DPA.

8. Kasubag Penyusunan Program mendistribusikan Dokumen KUA, RKA, dan DPA. - waktu yang diperlukan 2 Hari - outpunya Daftar Distribusi Dokumen Dokumen KUA, RKA, dan DPA.

Page 43: Administrasi Negara

LAMPIRAN III. : PERATURAN BUPATI KOLAKANOMOR :TANGGAL :

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) MONITORING DAN EVALUASI (MONEV)

BADAN PERENCANAAN

PEMBANGUNAN DAERAH DAN PM

KABUPATEN KOLAKA

Nomor StandarOperasional Prosedure (SOP)Tanggal PembuatanTanggal revisiTanggal pengesahanDisahkan oleh Kepala Badan

Perencanaan Pembangunan daerah dan PM Kab. Kolaka

Nama Standar Operasional Prosedur (SOP)

Monitoring dan Evaluasi

DASAR HUKUM KUALIFIKASI PELAKSANAAN

1. Peraturan Menteri Dalam negeri Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian, dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah

2. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan;

3. Peraturan Daerah Kabupaten Kolaka Nomor 6 Tahun 2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Kabupaten Kolaka Tahun 2005-2025

4. Peraturan Daerah Kabupaten Kolaka Nomor 8 Tahun 2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Kolaka Tahun 2009-2014

A. Kualifikasi Kegiatan : MonevB. Rincian Kualifikasi pelaksanaan

berdasarkan indikator pelaksanaan kegiatan adalah sebagai berikut :

1. Masukan (Input)1.1. Dana :

- APBD Kabupaten- APBD Provinsi- APBN- Dunia Usaha / Swadaya

4.1. SDM :- Perencana dengan

kualifikasi Pendidikan S2, S1, D3, dan SMA

4.2. Kelengkapan Bahan / data :- ATK- Prognosis Pendapatan

Daerah- Daftar Usulan Program

dan Keg.4.3. Peralatan :

- Komputer- Printer- Infokus

2. Proses (Process)2.1. Metode :

- Kunjungan langsung

Page 44: Administrasi Negara

5. Peraturan Daerah Kabupaten Kolaka Nomor 15 Tahun 2009 tentang Revisi Peraturan Daerah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Kolaka

kelapangan (verifikasi)

2.2. Peserta :- BAPPEDA dan PM- SKPD teknis terkait

3. Keluaran (Output)- Kunjungan langsung

kelapangan (verifikasi)

4. Hasil (Outcome)- Laporan Hasil

Pemantauan, Evaluasi, dan monitoring

KETERKAITAN PERALATAN/PERLENGKAPAN2. SKPD terkait Tingkat

Kabupaten, Provinsi, dan Kementerian Lembaga

1. ATK2. Komputer/Internet3. Infokus/Printer4. Petunjuk Teknis5. Paket Informasi Wilayah6. Ruang Rapat

PERINGATAN PENCATATAN DAN PENDATAANPelaksanaan harus sesuai dengan ketentuan tentang mekanisme penyusunan perencanaan pembangunan

Dokumen Monitoring dan Evaluasi

Page 45: Administrasi Negara

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IVKa. Badan Sekretaris Kabid Kasubag Staf

A

B A K U M U T U

NOV DESPERSYARATAN

/KELENGKAPAN MEIMATRIKS PENJADUALAN

NO URAIAN PROSEDUR JUNI AGUSTJULI SEPT OKT OUTPUTPELAKSANA JAN. FEBR. MARET APRILWAKTU (HARI)

PERENCANAAN1 Undangan

Daftar Undangan Agenda Rapat Surat Keputusan

1 HariDaftar Agenda

Rapat

2 Draft Matriks Busiens Plan dan Petunjuk Teknis Pelaksanaan

2 Hari

Notulen Rapat

3Bahan dan data Monev

10 Hari

Data Base

4Hasil Analisis Bahan dan data Monev

Laporan Has i l Bahan dan

data Monev

5 Data Pemantauan dan Evaluasi

45 HariData Base

6 Rancangan Laporan Monev

7 HariRancangan

Laporan Monev

7Dokumen MONEV

1 Hari Dokumen Monev

8Dokumen MONEV

2 Hari Dokumen Monev

Analisis rencana Bussines Plan Data Base tentang Pelaksanaan Monev

Kompilasi, Perifikasi, dan Finalisasi Progran dan Kegiatan untuk menyusun rancangan Laporan Monev

Mendistribusikan Laporan Monev

Mengundang rapat internal internal Bappeda dan mempersiapan pelaksanaan MonevMelaksanakan hasil rapat internal Bappeda dan PM persiapan pelaksanaan monev

Proses Pelaksanaan pemantauan, evaluasi, dan Pelaporan

Pengesahan Laporan Monev

Mengumpulkan bahan dan data perencanaan untuk melaksanakan tahapan kegiatan penganggaran :

URAIAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR MONITORING DAN EVALUASIBADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DAN PM KABUPATEN KOLAKA

Page 46: Administrasi Negara

KETERANGAN : Kpl. Bappeda & PM StafSekretaris Rancanga DokumenKabid - Kabid DokumenKasubag Jalur Pelaksanaan

KETERANGAN : Kpl. Bappeda & PM StafSekretaris Rancanga DokumenKabid - Kabid DokumenKasubag Jalur Pelaksanaan

Page 47: Administrasi Negara

PENJELASAN URAIAN PROSEDUR PENYUSUNAN MONEV PEMBANGUNAN

1. Kepala Bappeda dan PM Kab. Kolaka Mengundang Rapat Sekretaris, Kabid, dan Kasubag tentang Pemantauan, Evaluasi dan pelaporan. -waktu yang diperlukan 2 hari-output surat –undangan, Agenda Rapat ;

2. Kepala Bappeda dan PM Kab. Kolaka, Sekretaris, Kabid, dan Kasubag. melaksanakan Rapat rencana Rapat Pemantauan, Evaluasi dan pelaporan -waktu yang diperlukan 1 hari-output notulen rapat ;

3. Staf Penyusunan Program mengumpulkan bahan dan data Pemantauan, Evaluasi dan pelaporan untuk menyusun rencana Bussines Plan Pemantauan, Evaluasi, dan Pelaporan, waktu yang diperlukan 5 hari, output Data Base Pemantauan, Evaluasi dan Pelaporan dan Rencana Tugas;

4. Setelah bahan dan data Pemantauan, Evaluasi dan pelaporan, terkumpul, antara Sekteraris, Kabid dan kasubag. menganalisis rencana Bussines Data Base Pemantauan, Evaluasi dan Pelaporan dan Rencana Tugas, waktu yang diperlukan 7 hari- output Busines Plan ;

5. Kepala Sub Bagian Penyusunan Program akan melaksanakan Pemantauan, Evaluasi dan pelaporan dengan melibatkan Instansi teknis terkait dan Sekretariat/Bidang-Bidang yang ada dilingkup Bappeda dan PM dengan tahapan - Evaluasi pada Tahap Perencanaan (ex-ante), yaitu evaluasi dilakukan

sebelum ditetapkannya rencana pembangunan dengan tujuan untuk memilih dan menentukan skala prioritas dari berbagai alternatif dan kemungkinan cara mencapai tujuan yang telah dirumuskan sebelumnya

- Evaluasi pada Tahap Pelaksanaan (on-going), yaitu evaluasi dilakukan pada saat pelaksanaan rencana pembangunan untuk menentukan tingkat kemajuan pelaksanaan rencana dibandingkan dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya, dan

- Evaluasi pada Tahap Pasca-Pelaksanaan (ex-post), yaitu evaluasi yang dilaksanakan setelah pelaksanaan rencana berakhir, yang diarahkan untuk melihat apakah pencapaian (keluaran/hasil/dampak) program mampu mengatasi masalah pembangunan yang ingin dipecahkan. Evaluasi ini digunakan untuk menilai efisiensi (keluaran dan hasil dibandingkan masukan), efektivitas (hasil dan dampak terhadap sasaran).

waktu yang diperlukan 45 Hari –outputnya Draft Laporan Pemantauan, Evaluasi, dan Pelaporan;

6. Kepala Sub bagian Penyusunan Program dibantu staf dengan dengan melibatkan bidang-bidang teknis yang ada di bappeda dan PM melakukan Kompilasi, Perifikasi, dan Finalisasi Progran dan Kegiatan untuk membahas dan menyusun Laporan Hasil Pemantauan, Evaluasi, dan Pelaporan - waktu yang diperlukan 7 Hari, outputnya Rancangan Draft Laporan Monev;

7. Kasubag Penyusunan Program melaporkan Draft Laporan Hasil Pemantauan, Evaluasi, dan Pelaporan kepada Kepala Bappeda dan PM untuk mendapatkan masukan dan koreksian - setelah mendapatkan masukan dan koreksian Laporan Pemantauan, Evaluasi, dan Pelaporan ditandatangani- waktu yang diperlukan 1 Hari, outpunya Laporan Akhir Pemantauan, Evaluasi, dan Pelaporan.

8. Kasubag Penyusunan Program mendistribusikan laporan akhir tugas kedinasan lain ke instansi terkait- waktu yang diperlukan 2 Hari - outpunya Daftar Distribusi Laporan Akhir Pemantauan, Evaluasi, dan Pelaporan

Page 48: Administrasi Negara

LAMPIRAN IV. : PERATURAN BUPATI KOLAKANOMOR :TANGGAL :

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) TUGAS KEDINASAN LAIN

BADAN PERENCANAAN

PEMBANGUNAN DAERAH DAN PM

KABUPATEN KOLAKA

Nomor StandarOperasional Prosedure (SOP)Tanggal PembuatanTanggal revisiTanggal pengesahanDisahkan oleh Kepala Badan

Perencanaan Pembangunan daerah dan PM Kab. Kolaka

Nama Standar Operasional Prosedur (SOP)

Tugas Kedinasan lain

DASAR HUKUM KUALIFIKASI PELAKSANAAN

1. Peraturan Daerah Kabupaten Kolaka Nomor 15 Tahun 2009 tentang Revisi Peraturan Daerah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Kolaka

2. Peraturan Daerah Kabupaten Kolaka Nomor 6 Tahun 2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Kabupaten Kolaka Tahun 2005-2025

3. Peraturan Daerah Kabupaten Kolaka Nomor 8 Tahun 2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Kolaka Tahun 2009-2014

A. Kualifikasi Kegiatan : Tugas Kedinasan Lain

B. Rincian Kualifikasi pelaksanaan berdasarkan indikator pelaksanaan kegiatan adalah sebagai berikut :

1. Masukan (Input)1.1. Dana :

- APBD Kabupaten- APBD Provinsi- APBN- Dunia Usaha / Swadaya

1.2. SDM :- Perencana dengan

kualifikasi Pendidikan S2, S1, D3, dan SMA

1.3. Kelengkapan Bahan / data :- ATK- Paket Informasi Wilayah- Daftar Usulan Program

dan Keg.1.4. Peralatan :

- Komputer- Printer- Infokus

2. Proses (Process)2.1. Metode :

- Metode Konsep,

Page 49: Administrasi Negara

pendataan, pelaporan dan kunjungan lapang

2.2. Peserta :- Peserta Staf Subag

Penyusunan Program

3. Keluaran (Output)- Terlaksananya

pengumpulan Bahan dan Data, Draft Makalah, Draft Sambutan, dan Draft Laporan.

4. Hasil (Outcome)- Tersedianya Bahan dan

data, Makalah, Sambutan dan Laporan Kedinasan

KETERKAITAN PERALATAN/PERLENGKAPAN1. SKPD terkait Tingkat

Kabupaten, Provinsi, dan Kementerian Lembaga

2. ATK3. Komputer/Internet4. Infokus/Printer5. Petunjuk Teknis6. Ruang Rapat

PERINGATAN PENCATATAN DAN PENDATAANPelaksanaan harus sesuai dengan ketentuan tentang mekanisme penyusunan perencanaan pembangunan

Dokumen Tugas Kedinasan lain

Page 50: Administrasi Negara

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IVKa. Badan Sekretaris Kabid Kasubag Staf

A

B A K U M U T U

NOV DESPERSYARATAN

/KELENGKAPAN MEIMATRIKS PENJADUALAN

NO URAIAN PROSEDUR JUNI AGUSTJULI SEPT OKT OUTPUTPELAKSANA JAN. FEBR. MARET APRILWAKTU (HARI)

PERENCANAAN

1 Undangan Daftar Undangan Agenda Rapat Surat Keputusan

1 Hari

Daftar Agenda Rapat

2Rencana Tugas Kedinasan Lain

2 Hari

Notulen Rapat

3 Bahan dan data tugas kedinasan

10 HariData Base

4Hasil analisis Bahan dan data tugas kedinasan

2 HariLaporan Anal i s i s

5 Draft Data dan Laporan

84 HariDraft Data dan

Laporan

6 Draft Data dan Laporan

7 HariDraft Data dan

Laporan

7 Dokumen Data dan Laporan

1 HariDokumen Laporan

8Dokumen Data dan Laporan

2 Hari Dokumen Laporan

Analisis rencana Bussines Plan Data Base tentang Pelaksanaan Tugas Kedinasan Lain

Mengundang rapat internal internal Bappeda dan mempersiapan pelaksanaan Tugas Kedinasan Lain

Melaksanakan hasil rapat internal Bappeda dan PM persiapan pelaksanaan Tugas Kedinasan Lain

Proses Pelaksanaan dan Penyusunan tugas kedinasan lain

Melaporkan dan Menandatangani Hasil Tugas Kedinasan Lain

Kompilasi, Perifikasi, dan Finalisasi Progran dan Kegiatan untuk menyusun Data dan Laporan

Mendistribusikan Laporan Monev

Mengumpulkan bahan dan data Tugas Kedinasan Lain

URAIAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR TUGAS KEDINASAN LAINBADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DAN PM KABUPATEN KOLAKA

Page 51: Administrasi Negara

KETERANGAN : Kpl. Bappeda & PM StafSekretaris Rancanga DokumenKabid - Kabid DokumenKasubag Jalur Pelaksanaan

Page 52: Administrasi Negara

PENJELASAN URAIAN PROSEDUR PENYUSUNAN PELAKSANAAN TUGAS KEDINASAN LAIN

1. Kepala Bappeda dan PM Kab. Kolaka Mengundang Rapat Sekretaris, Kabid, dan Kasubag tentang Pelaksanaan Tugas Kedinasan Lain . -waktu yang diperlukan 2 hari-output surat –undangan, Agenda Rapat ;

2. Kepala Bappeda dan PM Kab. Kolaka, Sekretaris, Kabid, dan Kasubag. melaksanakan Rapat rencana Rapat tentang Pelaksanaan Tugas Kedinasan Lain - waktu yang diperlukan 1 hari - output notulen rapat ;

3. Staf Penyusunan Program mengumpulkan bahan dan data tentang Pelaksanaan Tugas Kedinasan Lain terkait dengan pembuatan konsep, makalah, sambutan, laporan, dan hal lain yang tidak tertulis dalam uraian tugas untuk menyusun rencana Bussines Plan, waktu yang diperlukan 10 hari, output Data Base tentang Pelaksanaan Tugas Kedinasan Lain dan Rencana Tugas;

4. Setelah bahan dan data tentang Pelaksanaan Tugas Kedinasan Lain, terkumpul, antara Sekteraris, Kabid dan kasubag menganalisis Data Base tentang Pelaksanaan Tugas Kedinasan Lain , waktu yang diperlukan 2 hari- output Hasil Analisis Bussines Plan ;

5. Kepala Sub Bagian Penyusunan Program akan melaksanakan Tugas Kedinasan Lain dengan melibatkan Instansi teknis terkait dan Sekretariat/Bidang-Bidang yang ada dilingkup Bappeda dan PM, waktu yang diperlukan 48 Hari –outputnya konseptugas kedinasa lain;

6. Kepala Sub bagian Penyusunan Program dibantu staf dengan dengan melibatkan bidang-bidang teknis yang ada di bappeda dan PM melakukan Kompilasi, Perifikasi, dan Finalisasi Progran dan Kegiatan untuk membahas dan menyusun Laporan Tugas Kedinasan Lain - waktu yang diperlukan 7 Hari, outputnya Rancangan Data dan Laporan Tugas Kedinasan Lain;

7. Sekteraris menyerahkan pada Kepala Bappeda dan PM Kab. Kolaka Hasil Rancangan Data dan Laporan Tugas Kedinasan Lain untuk ditandatangani, waktu yang diperlukan 1 hari - outputnya Laporan Akhir, Tugas Kedinasan Lain.;

8. Kasubag Penyusunan Program mendistribusikan laporan akhir tugas kedinasan lain ke instansi terkait- waktu yang diperlukan 2 Hari - outpunya Laporan Akhir, Tugas Kedinasan Lain.

Page 53: Administrasi Negara

2.2.Faktor Pendukung Kajian teoritis dengan hasil penelitan di Bappeda Kabupaten kolaka.

Badan perencanaan daerah dan penanaman modal pemerintahan kabupaten kolaka merupakan salah satu tipe dari organisisasi yang berupa birokrasi pemerintahan. Secara structural dipimpin oleh seorang kepala badan yang langsung bertanggung jawab kepada bupati kabupaten kolaka, dalam struktur organisasinya badan perencanaan daerah dan penanaman modal kabupaten kolaka dibantu oleh satu orang sekretaris badan dan dibantu oleh empat kepala bidang, serta membawahi kelompok jabatan fungsional.

Sistim organisasi badan perencanaan daerah dan penanaman modal kabupaten kolaka sudah dikategorikan sebagai organiasai yang sudah menerapkan partisipasi publik dalam penyusunan program yang menyentuh sektor publik. Dalam tulisan Charles T. goodsell yang berjudul biro sebagai unit pemerintahan salah satu poin yang dibahas adalah mengenai partisipasi publik dan dalam tulisannya disebutkan bawah “birokrasi telah melakukan upaya-upaya untuk melibatkan masyararakat secara langsung dalam perencaan , manajemen, operasi, dan pengambilan keputusan dalam menentukan kebijakan”.

Teori yang dikemukan Charles T. Goddsell mengenai peran birokrasi yang melibatkan pertisipasi publik dalam menentukan kebijakan berkorelasi dengan apa yang sudah dilakukan oleh badan perencanna daerah dan penanaman modal kabupaten Kolaka, seperti sudah menerapkan Standar Operasioanal prosedur dalam menyusun kebijakan yang berkaitan dengan perencaanan pembangunan, monitoring dan evaluasi pemerintah kabupaten kolaka. Selain itu pertisipasi masyarakat langsung dapat dilihat dalam Musyarawah Pembanguanan Daerah (MUSRENBANG) tingkat kecamatan dan kabupaten. Dalam Musrenbang masyarakat diuandang untuk ikut menyusun program perencaan pembangunan yang sesuai kondisi sosial ekonomi wilayah atau daerah masing-masing. Musrenbang sebagai agenda rutin dan merupakan bagian dari tugas dan fungsi badan perencaanan dan penanaman modal kabupaten Kolaka. Kegiatan ini melibatkan partisipasi masyarakat secara langsung dalam menentukan arah pembanguanan di setiap daerah.

2.3 Faktor Penghambat Kajian teoritis dengan hasil penelitan di Bappeda Kabupaten kolaka.

Secara koordinasi Badan perencanaan daerah dan Penanaman Modal kabupaten Kolaka sedikit mengalami kendala dengan satuan setingkat di atasnya seperti Badan Perencanaan Daerah Provinsi Provinsi Sulawesi Tenggara, menyangkut permasalahan-permasalahan yang berhubungan dengan rencana pemekeran wilayah di kolaka yang mekar menjadi Kolaka Timur. Tarik menarik kepentingan tapal batas antara kabupaten Konawe selatan denngan Kabupaten Kolaka. Dalam hal ini Provinsi selaku mediator untuk masalah pemekaran ini belum menemukan titik temu antara berbagai kepentingan antara kebijakan kabupaten dan provinsi. Tuntutan yang menjadi kendala bagi kabupaten kolaka adalah masalah sumber daya alam yang belum jelas sistem kebijakannya. Memang dalam hal ini bupati dan juga gubernur yang merupakan pejabat publik dan memiliki berbagai kepentingan politis menjadi kendala besar bagi birokrasi

Page 54: Administrasi Negara

untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan pembanguanan yang berorientasi pada kepentingan publik.

Dalam hal ini Badan Perencanan dan Penanaman Modal Daerah Kabupaten Kolaka sebagai unit dari pemerintahan kabupaten memiliki tugas dan fungsi yang strategis untuk pembangunan daerah. Yang memiliki dua fungsi ganda di satu sisi birokrasi harus profesional dan di satu sisi birokrasi harus loyal pada pimpinan dalam hal ini bupati dan gubernur. Dalam tulisannya Weber menjelaskan bahwa birokrasi adalah organiasai yang legal dan rasional artinya bappeda kabupaten Kolaka harus berjalan pada tataran tugas dan fungsi yang sudah di legalkan atau diundangkan, tetapi dalam realitasnya berbanding terbalik dengan teori Weber pada suatu keadaaan tertentu justru birokrasi dalam hal ini bappeda harus mengikuti kebijakan-kebijakan pimpinan di atasnya dalam hal ini Bupati dan Gubernur yang merupakan jabatan politik.

Pada dasarnya, tipe ideal birokrasi yang diusung oleh Weber bertujuan ingin menghasilkan efisiensi dalam pengaturan negara. Tapi, kenyataan dalam praktik konsep Weber sudah tidak lagi sepenuhnya tepat disesuaikan dengan keadaan saat ini, apalagi dalam konteks Indonesia. sama halnya dengan birokrasi di Kabupaten Kolaka khususnya Badan Perencaan Daerah dan Penanaman Modal kabupaten Kolaka, kepentingan-kepentingan individu dari pimpinan daerah membawa dampak yang sangat besar bagi profesionalisme birokrasi.

Tipe ideal birokrasi Weber Secara filosofis dalam paradigma Weberian, birokrasi merupakan organisasi yang rasional dengan mengedepankan mekanisme sosial yang “memaksimumkan efisiensi”. Pengertian efisiensi digunakan secara netral untuk mengacu pada aspek-aspek administrasi dan organisasi. Dalam pandangan ini, birokrasi dimaknai sebagai institusi formal yang memerankan fungsi pengaturan, pelayanan, pembangunan, dan pemberdayaan masyarakat. Jadi, birokrasi dalam pengertian Weberian adalah fungsi dari biro untuk menjawab secara rasional terhadap serangkaian tujuan yang ditetapkan pemerintahan.

2.4.Alternatif Pemecahan dari faktor penghambat.Permasalah koordinasi dan juga tarik menarik kepentingan politik di

Badan Perencaan Daerah dan Kabupaten Kolaka menjadi suatau permasalahan yang khas, mengingat dalam realitasnya dua pimpinan daerah Bupati Kolaka dan Gubernur Provinsi Sulawesi Tenggara mengalami ketidakharmonisan menyangkut permasalahan kepentingan politik praktis.