Akhlak - Urgensi Menepati Janji
Click here to load reader
-
Upload
jefry-alfarizy -
Category
Documents
-
view
232 -
download
3
description
Transcript of Akhlak - Urgensi Menepati Janji
-
Khutbah Jum'at, Masjid Al Falah IWKZ e.V, Berlin 21 Desember 2007
Akhlak - Urgensi Menepati Janji
QS. Al Ma'idah 1:
QS. Al Isra' 34:
QS. An Nahl 91:
1
-
Khutbah Jum'at, Masjid Al Falah IWKZ e.V, Berlin 21 Desember 2007
Marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang karena nikmatnya jualah kita masih
bisa berkumpul untuk menunaikan ibadah solat jum'at hari ini, baik nikmat berupa keimanan,
kesehatan, kelapangan waktu, kemudahan beraktifitas, keberadaan sarana ibadah, dan ni'mat-ni'mat
lainnya yang tidak mungkin kita sebutkan satu persatu. Dan Dia telah memberikan kepadamu dari
segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. Dan jika kamu menghitung ni'mat Allah, tidaklah
dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari
ni'mat Allah QS Ibrahim : 34.
Dan kami bersaksi bahwa tiada Ilah kecuali ALLAH Yang Maha Esa dan kami bersaksi bahwa
Muhammad adalah Nabi & rasul-NYA. Semoga sholawat serta salam tercurah kepada junjungan
kita, suri tauladan kita, Nabi besar, Muhammad SAW, keluarganya, para sahabat dan semua
pengikut risalahnya sampai akhir jaman.
Melalui mimbar ini, khotib kembali mengajak, terutama untuk khotib sendiri, dan jamaah sidang
jum'at, untuk terus meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT, keimanan dan
ketaqwaan yang dilandasi oleh suatu kefahaman, baik melalui ayat-ayat kauniah (Al Qur'an dan
Hadist) maupun melalui ayat-ayat kauliah yang ada di lingkungan sekitar kita. Dan di antara
tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah penciptakan langit dan bumi dan beragam bahasa dan warna
kulitmu. Sesungguhnya pada yang demikan itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang
yang mengetahui QS Ar Ruum : 22
Jama'ah sidang jum'at yang dirahmati Allah !
Pada kesempatan jum'at ini, khotib akan mencoba untuk membahas kembali tema tentang Janji
dan Urgensi Menepatinya.
Kehidupan kita didunia ini sesungguhnya merupakan suatu mata rantai daripada ikatan janji. Baik
janji ke atas, yaitu kepada Allah SWT, maupun janji sesama manusia. Mengakui sebagai hamba
Allah, artinya akan menepati janji dengan Allah. Bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah,
artinya janji bahwa akan mematuhi segala perintah dan larangan Rasul. Mendirikan suatu negara
adalah suatu janji bersama untuk dapat hidup dengan rukun dan damai. Mendahulukan kepentingan
bersama diatas kepentingan kelompok atau golongan, itulah negara. Ketika akan bekerja atau
memangku jabatan, terlebih dahulu berjanji untuk melaksanakan pekerjaan dengan sebaik-baiknya
dan mematuhi semua aturan yang terkait. Bahkan akad-nikah seorang ayah ketika dia menikahkan
anak perempuannya kepada seorang laki-laki, yang dinamakan ijab, lalu disambut dan diterima
2
-
Khutbah Jum'at, Masjid Al Falah IWKZ e.V, Berlin 21 Desember 2007
dihadapan dua saksi, yang dinamakan qobul, adalah janji. Pendek kata kehidupan kita didunia ini
merupakan mata rantai daripada ikatan janji.
Berbicara tentang janji terutama jika ditinjau dari ajaran Islam, maka B akan banyak sekali aspek-
aspek yang terkait di dalamnya. Di antara aspek-aspek tersebut adalah perintah menepati janji.
Beberapa dalil yang terkait dengan hal ini telah khotib bacakan diawal khutbah ini, antara lain:
QS Al Isra' : 34 - ... dan tepatilah janji, sesungguhnya janji itu nanti pasti akan dimintai
pertanggungjawabannya
QS An-Nahl : 91 - Tepatilah perjanjian dengan Allah bila kamu sekalian berjanji
QS Al Maidah : 1 - Wahai orang-orang yang beriman, tepatilah janji-janjimu itu
QS Al Baqarah : 177 - Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu
kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari
kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya
kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan
pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya,
mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila
ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam
peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-
orang yang bertakwa
Dari Abu Hurairah ra bahwasannya Rasululah SAW bersabda: Tanda orang munafik itu
ada tiga, yaitu: bila berkata ia dusta, bila berjanji ia melanggar dan bila dipercaya ia
berkhianat (HR Bukhari dan Muslim). Dalam riwayat Muslim ada tambahan walaupun ia
berpuasa dan mengerjakan shalat serta beranggapan bahwa dirinya Muslim
Dari beberapa dalil diatas, D menunjukkan bahwa ajaran Islam sangat menekankan betapa pentingnya
menepati suatu m janji. Bahkan para ulama telah sepakat bahwa menepati janji hukumnya wajib, yang
jika j diingkari maka seseorang akan berdosa. d
Dalam khazanah intelektual Islam, kajian tentang hukum menepati janji sebetulnya m tidak hanya
terdapat dalam kitab-kitab tentang akhlaq al-karimah atau etika menurut t Islam. Dalam kitab-kitab
fiqh, terutama dalam bab-bab tentang muamalah, para ulama f juga selalu membahas tentang hukum
menepati janji, terutama yang berkaitan dengan akad-akad muamalah. Dengan demikian, menepati
janji juga termasuk dalam wilayah kajian fiqh atau j hukum Islam. Jadi, menepati janji tidak hanya
3
-
Khutbah Jum'at, Masjid Al Falah IWKZ e.V, Berlin 21 Desember 2007
merupakan sikap dan perilaku yang terpuji d (mahmudah), melainkan juga merupakan pelaksanaan
dari hukum wajib, yang oleh d karenanya akan mendapat pahala dari Allah SWT.k
Jama'ah sidang jum'at yang dirahmati Allah !
Hukum Allah terhadap suatu persoalan, baik berupa wajib, sunah, haram, dll, sering kita pahami
sebagai suatu konsekuensi yang berdimensi akhirat saja. Sehingga sering menyebabkan kita lalai,
acuh tak acuh atau bahkan melupakannya sama sekali. Padahal, jika kita telaah lebih jauh, maka
sesungguhnya hukum tersebut juga memiliki konsekuensi keduniawian. Misalnya: ketika Allah
menetapkan haramnya minum khomar. Maka bukan hanya berakibat dosa pada dimensi akhirat
saja, tetapi dapat mengakibatkan keburukan dan kerugian pada kehidupan di dunia ini juga. Kita
bisa baca, misalnya, bagaimana beberapa negara mulai memberikan perhatian yang besar terhadap
dampak negatif dari minuman khomar ini. Sudah berapa banyak korban yang berjatuhan, dan kalau
dilihat dari sisi materi sudah berapa besar uang yang diinvestasikan untuk pencegahan dan
penanggulangan akibat dosa dari minum khomar ini dalam dimensi keduniawian. Maha benar
Allah dengan segala firmannya !
Kembali ke tema tentang janji dan urgensi menepatinya. Suatu janji dapat terjadi baik sesama
manusia maupun dengan Allah SWT. Janji sesama manusia dapat terjadi dalam beragam ruang
lingkup, misal: janji dalam suatu keluarga (suami, istri, anak-anak), janji dengan teman sejawat atau
masyarakat sekitar, janji dalam lingkungan bisnis dan profesi, janji dalam skala negara atau bahkan
antar negara. Ketika janji-janji ini tidak ditepati, jika kita analisa dan telaah lebih jauh, maka kita
akan mendapatkan tidak hanya dosa yang berdimensi akhirat saja tetapi juga dosa atau
kerugian yang berdimensi keduniawian, misal:
(1) Dalam suatu keluarga, orang tua sering berjanji pada anak-anaknya, baik memang diniatkan
atau hanya sekadar spontan, misal untuk menenangkan anak-anak yang mungkin sedang
menangis. Ketika janji-janji ini tidak ditepati, maka akan ada yang sedih, kecewa yang
sedikit banyak akan mengganggu suasana di keluarga. Atau minimal dapat menimbulkan
persepsi yang salah oleh anak bahwa tidak menepati janji adalah suatu hal yang biasa.
(2) Dalam lingkungan pergaulan atau masyarakat sekitar. Ada suatu fenomena menarik di
tengah masyarakat kita yang erat kaitannya dengan masalah janji ini, yaitu: jam karet. Kita
sedikit banyak sudah perna merasakan dampak negatif dari budaya jam karet ini. Tapi
karena sudah menjadi hal yang kronisnya, kita binggung bagaimana mengatasinya.
Mungkin karena sudah terlalu lama larut, kita sudah menganggapnya sebagai suatu hal yang
4
-
Khutbah Jum'at, Masjid Al Falah IWKZ e.V, Berlin 21 Desember 2007
lumrah. Sehingga ketika kita berjanji, sudah tertanam dikepala kita pasti terlambat atau
ngaret istilah populernya.
(3) Dalam lingkungan bisnis atau propesi. Kepercayaan adalah hal yang sangat vital dalam
dunia bisnis. Apalagi dengan maraknya transaksi melalui dunia maya (internet), dimana
antara penjual dan pembeli tidak bertemu secara langsung. Maka yang menjadi pegangan
adalah janji. Ketika janji ini tidak ditepati, maka sesungguhnya bisnis tersebut sedang
menuju kearah kebangkrutan, karena penopang utamanya, kepercayaan, sudah hilang.
Apalagi kalau kita lihat karakteristik informasi dewasa ini yang sangat gampang disebar,
maka akan dapat menimbulkan tertutupnya pintu-pintu rezeki yang lainnya.
(4) Dalam skala negara atau antar negara. Pada sistem demokrasi, salah satu fase yang harus
ditempuh adalah kampaye. Pada masa inilah kita sering mendengar janji-janji yang
disampaikan oleh masing-masing kandidat. Ketika janji ini tidak ditepati pada sudah
terpilih, maka sedikit banyak akan menimbulkan perasaan kecewa dikalangan pemilih,
yang dapat mengakibatkan tertutupnya peluang untuk dapat dipilih kembali. Hal ini akan
menjadi lebih parah, kalau kekecewaan tersebut bersifat komunal dan meluas ke lembaga
negara. Bagaimana jadinya nasib suatu negara jika lembaga penopangnya, sudah tidak
mendapat kepercayaan dari masyarakat lagi.
Inilah beberapa contoh dosa dalam dimensi keduniawian yang mungking kita terima ketika kita
lalai dalam menjalankan hukum allah terkait dengan menepati janji. Sebaliknya, jika kita menepati
janji, karena hukumnya wajib, kita akan mendapatkan pahala dalam dimensi akhirat. Tapi, seperti
juga dosa, pahala ini dapat juga kita rasakan dalam dimensi kehidupan dunia ini.
Memang sebagai manusia, mahluk yang dibatasi oleh dimensi ruang dan waktu, serta kealfaan dan
kehilafan, kita tidak dapat selalu memenuhi janji-janji yang kita ucapkan. Di sinilah k kita dituntut
untuk bersikap hati-hati dalam berjanji dan selalu menyertakan unsur insya Allah untuk setiap
perjanjian tersebut. Insya Allah disini artinya saya berjanji, tapi sebagai manusia, ada banyak hal
diluar kemampuan saya, untuk itu saya berserah diri kepada Allah SWT untuk hal-hal diluar
kemampuan saya tersebut. Tapi saat ini, kata insya Allah telah mengalami pergeseran makna,
digunakan ketika kita ragu-ragu dalam berjanji. Atau karena kita tidak enak menolak, maka
digunakan kata insya Allah. Sehingga, kita sering mendengar jawaban ketika orang mengucapkan
insya Allah: jangan insya Allah, ya atau tidak. Yang tanpa sadar telah meniadakan unsur kehendak
Allah dalam aktifitas kita.
5
-
Khutbah Jum'at, Masjid Al Falah IWKZ e.V, Berlin 21 Desember 2007
6