An Tibi Otik

download An Tibi Otik

of 35

description

mm

Transcript of An Tibi Otik

BLOK OROMAXILLOFACIAL IANTIBIOTIK

OLEHKELOMPOK 1

Izzah SyahidahJ111 13 005Bagus SetiawanJ111 13 006Nurul AnnisahJ111 13 007Nadiah Galuh AzizahJ111 13 008Fikriyah NurJ111 13 009Nur AmaliaJ111 13 014Uce AyuandykaJ111 13 015Sovia Sampe PolanJ111 13 018Khalida Afra FadhilahJ111 13 019Yuli Prihastuti JJ111 13 020HasmawatiJ111 13 021NurmiatiJ111 13 022Andi Annisa Eka AprildaJ111 13 025Winny Adhitya DewiJ111 13 026A. ST. SafiraJ111 13 027

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGIUNIVERSITAS HASANUDDINMAKASSAR2015KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penyusunan tugas ini dapat selesai, dengan judul Antibiotik di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin.Dalam pembuatan makalah ini, penulis mendapat bantuan dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah memberikan bantuan dalam penyusunan makalah, sehingga makalah ini dapat selesai tepat pada waktunya. Begitu juga dengan teman kelompok 1 tutorial yang sudah bekerja sama dan turut andil dalam pembuatan makalah ini. Akhir kata semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan penulis pada khususnya. Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu penulis menerima saran dan kritik yang bersifat membangun demi perbaikan penyusunan makalah ini. Demikianlah tugas ini disusun semoga bermanfaat dan berguna bagi kehidupan masyarakat.

Makassar, 9 Mei 2015

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR2DAFTAR ISI3BAB I4PENDAHULUAN41.1. Latar Belakang41.2.Rumusan Masalah51.3.Tujuan6BAB II7PEMBAHASAN72.1. Defenisi dan Sejarah Munculnya Antibiotik 72.2. Klasifikasi Antibiotik.122.3. Indikasi dan Kontraindikasi Antibiotik132.4. Mekanisme Kerja Antibiotik142.5. Farmakokinetik Antibiotik152.6. Farmakodinamika Antibiotik162.7. Faktor-Faktor yang Diperhatikan dalam Pemberian Antibiotik162.8. Kombinasi Antibiotik202.9. Dosis Pemakaian Antibiotik dan Contoh212.10 Efek Samping Antibiotik242.11 Penyebab Kegagalan Terapi Penggunaan Antibiotik24BAB III25PENUTUP253.1 Kesimpulan25DAFTAR PUSTAKA..........................................................................26

BAB IPENDAHULUAN1.1 Latar BelakangPenggunaan antibiotik yang irasional akan memberikan dampak negatif, salahsatunya adalah meningkatnya kejadian resistensi bakteri terhadap antibiotik.Untuk itu penggunaan antibiotik yang rasional diharapkan dapat memberikan dampak positif antara lain mengurangi morbiditas, mortalitas, kerugian ekonomi, dan mengurangi kejadian resistensi bakteri terhadap antibiotik.Penjualan antibiotik di dunia diperkirakan dua per tiganya dilakukan tanpa ada peresepan. Upaya diagnostik yang akurat akan berakhir sia-sia bila tidak didukung oleh penanganan yang adekuat termasuk pemberian obat yang tepat. Masalah penggunaan obat yang tidak rasional hingga saat ini masih marak dalam dunia pelayanan atau pengobatan pasien. Kenyataan dilapangan masih banyak obat yang diresepkan, diracik, dijual ternyata tidak memadai atau tidak tepat, sementara sebagian pasien tidak menggunakanya secara tepat.Selain itu penulisan resep yang tidak rasional akan berdampak pada pengobatan yang kurang efektif dan tidak aman, sehingga dapat memperpanjang perjalanan penyakit dan sekaligus akan meningkatkan biaya pengobatan. Oleh karena itu pemahaman dan informassi mengenai pengobatan secara rasional harus digalakkan.Salah satu obat yang sering diresepkan oleh dokter adalah antibiotik. Antibiotika, yang pertama kali ditemukan oleh Paul Ehlrich pada 1910, sampai saat ini masih menjadi obat andalan dalam penanganan kasus-kasus penyakit infeksi. Pemakaiannya selama 5 dekade terakhir mengalami peningkatan yang luar biasa, hal ini tidak hanya terjadi di Indonesia tetapi juga menjadi masalah di negara maju seperti masalah di negaramaju seperti Amerika Serikat. The Center for Disease Control and Prevention in USA menyebutkan terdapat 50 juta peresepan antibiotik yang tidak diperlukan dari 150 juta peresepan setiap tahun.Oleh karena itu perlu diketahui bagaimana antibiotik itu dengan baik baik dari segi farmakokinetik dan farmakodinamiknya, dosisnya, efek sampingnya, dan lain sebagainya sehingga dapat tercapai maksud dari pengobatan rasional.

1.2 Rumusan MasalahBertitik tolak dari uraian latar belakang yang dikemukakan maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :1. Bagaimanakah Defenisi dan Sejarah Munculnya Antibiotik?2. Apa saja Klasifikasi Antibiotik?3. Apa Indikasi dan Kontraindikasi Antibiotik? 4. Bagaimana Mekanisme Kerja Antibiotik?5. Bagaimana Farmakokinetik Antibiotik?6. Bagaimana Farmakodinamika Antibiotik?7. Apa saja Faktor-Faktor yang Diperhatikan dalam Pemberian Antibiotik?8. Bagaimana Kombinasi Antibiotik?9. Bagaimana Dosis Pemakaian Antibiotik dan Contohnya?10. Apa saja Efek Samping Antibiotik?11. Apa saja Penyebab Kegagalan Terapi Penggunaan Antibiotik?1.3 TujuanAdapun tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut :1. Untuk mengetahui Defenisi dan Sejarah Munculnya Antibiotik2. Untuk mengetahui Klasifikasi Antibiotik3. Untuk mengetahui Indikasi dan Kontraindikasi Antibiotik 4. Untuk mengetahui Mekanisme Kerja Antibiotik5. Untuk mengetahui Farmakokinetik Antibiotik6. Untuk mengetahui Farmakodinamika Antibiotik7. Untuk mengetahui Faktor-Faktor yang Diperhatikan dalam Pemberian Antibiotik8. Untuk mengetahui Kombinasi Antibiotik9. Untuk mengetahui Dosis Pemakaian Antibiotik dan Contohnya10. Untuk mengetahui Efek Samping Antibiotik11. Untuk mengetahui Penyebab Kegagalan Terapi Penggunaan Antibiotik

BAB IIPEMBAHASAN2.1. Sejarah dan Defenisi Antibiotik2.1.1. DefenisiAntibiotik ialah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama fungi, yang dapat menghambat atau dapat membasmi mikroba jenis lain. Banyak antibiotik dewasa ini dibuat secara semisintetik atau sintetik penuh. Namun dalam praktek sehari- hari antibiotik sintetik yang tidak diturunkan dari produk mikroba (misalnya sulfonamid dan kuinolon) juga sering digolongkan sebagai antibiotik.2.1.2. SejarahAntibiotik untuk pertama kalinya ditemukan secara kebetulan oleh dr. Alexander Fleming (Inggris, 1928, penisilin). Tetapi penemuan ini baru dikembangkan dan digunakan pada permulaan Perang Dunia II ditahun 1941, ketika obat-obat antibakteri sangat dibutuhkan untuk menanggulangi infeksi dari luka-luka akibat pertempuran.Antibiotika semisintesis. Apabila pada persemaian (culture substrate) dibubuhi zat-zat pelopor tertentu, maka zat-zat ini diinkorporasi ke dalam antibiotikum dasarnya.hasilnya disebut senyawa semisintesis, misalnya penisilin-V.Antibiotika sintesis. tidak lagi dibuat secara biosintesis, melainkan seluruhnya melalui sintesis kimiawi, misalnya kloramfenikol.Obat yang digunakan untuk membasmi mikroba, penyebab infeksi pada manusia, ditentukan harus memiliki sifat toksisitas selektif setinggi mungkin. Artinya, obat tersebut haruslah bersifat sangat toksik untuk mikroba, tetapi relatif tidak toksik untuk hospes. Sifat toksisitas selektif yang absolut belum atau mungkin tidak akan diperoleh.Penggunaan antibiotika digunakan untuk mengobati berbagai jenis infeksi akibat kuman atau juga untuk preventif infeksi, misalnya pada pembedahan besar. Secara profilaktis juga diberikan kepada pasien dengan sendi dan klep jantung buatan, juga sebelum cabut gigi.2.2. Klasifikasi Antibiotik2.2.1.Penggolongan berdasarkan spektrum antibakteri :a. Antibiotik yang terutama efektif terhadap kuman Gram (+), biasanya spektrumnya sempit, misalnya penisilin G dan antibiotik golongan makrolid.b. Antibiotik yang terutama efektif terhadap kuman batang Gram (-), misalnya gentamisin, polimiksin.c. Antibiotik berspektrum luas, misalnya tetrasiklin dan kloramfenikol yang efektif terhadap kuman Gram (+) dan (-). Penggunaan antibiotik spektrum luas dapat mempengaruhi flora normal tubuh dan menimbulkan superinfeksi. Superinfeksi adalah berkembangnya flora normal tubuh karena pertumbuhan kuman patogen ditekan oleh adanya antibiotik.2.2.2.Penggolongan berdasarkan mekanisme kerja :a. Antibiotik yang menghambat sintesis dinding sel kuman, misalnya penisilin, sefalosporin dan sikloserin yang umumnya bersifat bakterisidal.b. Antibiotik yang mempengaruhi permeabilitas membran sel, misalnya polimiksin, antibiotik golongan polien.c. Antibiotik yang menghambat sintesis protein, Menghambat secara reversibel disebut bakteriostatik, misalnya tetrasiklin, kloramfenikol dan antibiotik golongan makrolid. Menghambat secara ireversibel disebut bakterisidal, misalnya golongan aminoglikosid.d. Antibiotik yang mengganggu sintesis asam nukleat kuman, misalnya rifampisin.e. Antibiotik yang bersifat sebagai antimetabolit, misalnya sulfonamid, trimetoprim, asam paraamino salisilat (PAS).

2.2.3.Penggolongan berdasarkan rumus kimia :a. Golongan penisilin : penisilin G, ampisilin, amoksisilin.b. Golongan sefalosporin : sefaleksin, sefotaksim, sftriakson.c. Golongan tetrasiklin : tetrasiklin, klortetrasiklin, doksisiklin, minosiklin.d. Golongan kloramfenikol : kloramfenikol, tiamfenikol.e. Golongan aminoglikosida : streptomisin, kanamisin, gentamisin.f. Golongan makrolid : eritromisin, spiramising. Golongan lain-lain : golongan AB polien, rifampisin, polimiksin, spektinomisin.2.3. Indikasi dan Kontraindikasi Antibiotik2.3.1.Golongan Penicilina. Indikasi :Penisilin G untuk infeksi karena kuman gram positif serta beberapa gram negative misalnya: pneumokokus, karena infeksi Streptococcus, beta-haemolyticus untuk keadaan ini penisilin merupakan obat pilihan utama. Pada infeksi staph. aureus di kulit, saluran napas dan luka banyak yang menghasilkan penisilinase, penggunaan obat ini sekarang menurun. Gonokokus, sekarang makin banyak kuman ini yang resisten terhadap penisilin sehingga diperlukan dosis yang besar, 2,4-4,8 juta unit. Penyakit sifilis bisa diobati dengan penisilin G atau benzatin penisilin. Untuk infeksi oleh H.Influenza, penisilin G bisa digunakan, tetapi yang terbaik adalah ampicilin atau kloramfenikol. Penicillin juga bisa digunakan pada infeksi karena aktinomikosis, antraks, difteri, klostridia dan fusospiroketa.b. Kontraindikasi :Penisilin dikontraindikasikan pada individu yang alergi penicillin karena dapat menimbulkan reaksi anafilaksis yang mengakibatkan kematian.2.3.2. Sefalosporina. Indikasi :1. Generasi I dan II bukan merupakan obat pilihan karena ada antibiotic lain yang lebih murah dan efektif. Bisa diindikasikan untuk infeksi jaringan lunak, dn infeksi saluran napas bagian bawah. Sebagian dapat digunakan sebagai obat pilihan utama hanya untuk infeksi klebsiella pneumonia2. Generasi III untuk terapi meningitis pada anak yang disebabkan kuman gram negative dan diplococcus pneumonia, H.influenzae. pada neonates dengan infeksi Gram negative, E.coli dan Salmonella dapat digunakan sefalosporin generasi III. Untuk H.influenzae penyebab infeksi saluran napas dan infeksi telinga tengah akut dapat digunakan sefalosporin generasi II dan III. Untuk infeksi gram positif, generasi I cukup baik karena efektif dan lebih murah.b. Kontraindikasi :Hipersensitivitas pada antibiotik sefalosporin atau golongan betalaktam lainnya. Sebelum penggunaan antibiotik sefalosporin, terlebih dahulu dilakukan skin test. Kontraindikasi pada pasien yang memiliki riwayat hipersensitif terhadap mereka. Karena mungkin ada reaktivitas silang, gunakan sefalosporin hati-hati pada pasien yang didokumentasikan hipersensitif terhadap antibiotik beta-laktam lain (misalnya, penisilin, cefamycins, carbapenems).2.3.3.Aminoglikosidaa. Indikasi :Gentamisin, hanya diberikan pada infeksi berat yang disebabkan kuman Ps.aeruginosa, A.aerogenes, E.coli, Proteus, K.pneumoniae, S.aureus.Gangguan fungsi ginjal tidak merupakan kontraindikasi untuk pemberian obat ini tetapi dosis dan interval pemberian harus disesuaikan dan dilakukan monitoring kadar terapi.Kanamisin, untuk infeksi gram negativeStreptomisin, untuk infeksi kuman tubercolosis, brucellosis, pes dan tularemia.Neomisin, diberikan oral untuk diare yang disebabkan E.coli. sediaan topikalnya biasa dikombinasikan dengan basitrasin.Amikasin, digunakan untuk kuman gram negative yang sudah resisten terhadap gentamisin, biasanya masih sensitive terhadap amikasin.b. Kontraindikasi :Gentamisin, tidak diindikasikan untuk infeksi ringan. Penggunaan topical bisa menimbulkan resiko kuman menjadi resisten.Kanamisin, tidak efektif terhadap Ps.aeruginosa.2.3.4.Tetrasiklina. Indikasi :Untuk berbagai infeksi yang disebabkan kuman yang peka terhadap tetrasiklin antara lain; eksaserbasi bronchitis kronik, infeksi Mycoplasma pneumonia, sifilis dan gonore yang resisten terhadap penisilin, infeksi karena ricketsia, psittacosis, brucellosis, limfagranuloma, venereum dan demam Q. Doksisiklin efektif untuk diare dalam perjalanan akibat E.coli dank arena ekskresinya sebagian besar melalui tinja. Obat ini pilihan utama untuk uretritis non spesifik akibat Chlamydia dan mycoplasma. Dalam kedokteran gigi lebih baik tidak digunakan pada infeksi yang tidak berhubungan dengan penyakit periodontal. Keberhasilan pemakaian antibiotic ini adalah karena kemampuannya untuk berkonsentrasi dengan Gingival Crevicular Fluid . Saat ini sedang dievaluasi pemakaian secara topical untuk untuk mengurangi pemakaian sistemik dengan menggunakan berbagai media seperti plastic strip, hollow fibers dll.b. Kontraindikasi :Bagi penderita dengan gangguan ginjal kecuali doksisiklin. Tetrasiklin juga dikontraindikasikan pada ibu hamil dan anak-anak yang dalam masa pertumbuhan.2.3.5.Kloramfenikola. Indikasi : Obat pilihan utama untuk demam tifoid, perbaikan klinis demam tifoid lebih cepat pada penggunaan kloramfenikol daripada ampicilin. Demam biasanya hilang setelah 3-5 hari . kloramfenikol juga digunakan pada infeksi ricketsia , abses otak dan berbagai infeksi oleh kuman anaerob. Pada pasien yang alergi penisilin, kloramfenikol merupakan obat pilihan utama pada infeksi karena H.Infkuenzae , S.pneumoniae, dan N.meningitis.b. Kontraindikasi:Wanita hamil, menyusui dan pasien porfiria2.3.6.Makrolidaa. EritromisinIndikasi: infeksi saluran nafas, infeksi kulit & jaringan lunak, pneumonia (radang parenkim paru), gonore, infeksi lain yang disebabkan oleh bakteri yang rentan terhadap Eritromisin, sebagai alternative untuk pasien yang alergi penisilin untuk pengobatan enteritis kampilobakter, pneumonia, penyakit legionaire, sifilis, uretritis non gonokokus, protatitis kronik, akne vulgaris, dan rpofilaksis difetri dan pertusis.Kontraindikasi: Hipersensitivitas, pasien dengan gangguan hati , karena eritromisin terakumulasi di hati sehingga dapat memperberat penyakit.b.AzitromisinIndikasi: infeksi saluran napas, otitis media, infeksi klamida daerah genital tanpa komplikasi.Kontraindikasi: Hipersensitivitas terhadap antibiotik makrolida.c. KlaritromisinIndikasi : infeksi saluran napas, infeksi ringan dan sedang pada kulit dan jaringan lunak; terapi tambahan untuk eradikasi helicobacter pylori pada tukak duodenum.Kontraindikasi : Hipersensitivitas.

2.4. Mekanisme Kerja AntibiotikSecara umum, mekanisme kerja antibiotik terhadap sel mikroba adalah terdiri atas :1. Menghambat metabolisme sel mikroba2. Menghambat sintesis dinding sel mikroba.3. Mengganggu keutuhan membran sel mikroba4. Menghambat sintesis protein sel mikroba5. Menghambat sintesis asam nukleat sel mikrobaBerikut paparan mekanisme kerja masing-masing golongan antibiotik :2.4.1. PenisilinPenisilin menghambat sintesis dinding sel kuman dan bersifat bakterisid. Dinding sel kuman terdiri dari suatu jaringan peptidoglikan, yaitu polimer dari senyawa amino dan gula yang saling terikat satu dengan yang lain (crosslinked) dan dengan demikian memberikan kekuatan mekanis pada dinding. Penisilin dan sefalosporin menghalangi sintesa lengkap dari polmer ini yang spesifik bagi kuman dan disebut nurein. Bila sel tumbuh dan plasmanya bertambah atau menyerap air dengan jalan osmosis, maka dinding sel yang tak sempurna itu akan pecah dan bakteri musnah. Dinding sel manusia dan hewan tidak terdiri dari nurein, maka antibiotik ini tidak toksis untuk manusia.2.4.2. SefalosporinSeperti halnya antibiotik betalaktam lain, mekanisme kerja antimikroba sefalosporin ialah menghambat sintesis dinding sel mikroba. Yang dihambat ialah reaksi transoeotidase tahap ketiga dalam rangkaian reaksi pembentukan dinding sel.2.4.3. AminoglikosidaAminoglikosida bersifat bakterisidal karena aminoglikosida menghambat sintesis protein yang ireversibel sehingga kuman mati. Aminoglikosida berdifusi lewat kanal air yang dibentuk oleh porin protein pada membran luar dari bakteri gram-negatif masuk ke ruang periplasmik. Sedangkan transpor melalui membran dalam sitoplasma membutuhkan energi. Fase transpor yang tergantung energi ini bersifat rate limiting, dapat di blok oleh Ca++ dan Mg++, hiperosmolaritas, penurunan pH dan anaerobiosis.Hal ini menerangkan penurunan aktivitas aminoglikosida pada lingkungan anaerobik suatu abses atau urin asam yang bersifat hiperosmolar. Setelah masuk sel, aminoglikosida terikat pada ribosom 30S dan menghambat sintesis protein. Terikatnya aminoglikosida pada ribosom ini mempercepat transpor aminoglikosida ke dalam sel diikuti dengan kerusakan membran sitoplasma dan disusul kematian sel. Yang diduga terjadi adalah salah baca (mis reading) kode genetik yang mengakibatkan terganggunga sintesis protein. Dalam hal ini, jenis asam amino yang sala (berbeda dari yang seharusnya) disambung pada rantai polipeptida, sehingga terbentuk jenis protein yang salah.Aminoglikosida bersifat bakterisidal cepat. Pengaruh aminoglikosida menghambat sintesis protein dan menyebabkan salah baca dalam penerjemahan mRNA, tidak menjelaskan efek letalnya yang cepat berdsarkan kenyataan tersebut, diperkirakan aminoglikosid menimbulkan pula berbagai efek sekunder lain terhdap fungsi sel mikroba, yaitu terhadap respirasi, adaptasi enzim, keutuhan membrane dan keutuhan RNA.2.4.4. TetrasiklinGolongan tetrasiklin termasuk antibiotik yang terutama bersifat bakteriostatik. Hanya mikroba yang cepat membelah yang dipengaruhi obat ini.2.4.5. KloramfenikolKloramfenikol bekerja dengan menghambat sistesis protein kuman. Obat ini terikat pada ribosom subunit 50s dan menghambat enzim peptidil transferase sehingga ikatan peptide tidak terbentuk pada proses sintesis protein kuman. Efek toksik kloramfenikol pada sistem hemopoetik sel mamalia didugan berhubungan dengan mekanisme kerja obat ini.Kloramfenikol umumnya bersifat bakteriostatik. Pada konsentrasi tinggi kloramfenikol kadang-kadang bersifat bakterisid terhadap kuman-kuman tertentu.2.4.6. Kuinolon dan FluorokuinolonBentuk double helix DNA harus dipisahkan menjadi 2 rantai DNA pada saat akn berlangsungnya replikasi dan transkripsi. Pemisahn ini akan selalu mengakibatkan terjadinya puntiran berlebihan (overwinding) pada double helix DNA sebelum titik pisah. Hambatan mekanik ini dapat diatasi kuman dengan bantuan enzim DNA girase (topoisomerase II) yang kerjanya menimbulkan negative supercoiling. Golongan kuinolon menghambat kerja enzim DNA girase pada kuman dan bersifat bakterisidal.Fluorokuinolon baru menghambat topoisomerase II dan IV pada kuman. Enzim topoisomerase II berfungsi menimbulkan relaksasi pada DNA yang mengalami positive supercoiling (pilinan positif yang berlebihan) pada waktu transkripsi dalam proses replikasi DNA. Topoisomerase IV berfungsi dalam pemisahan DNA baru yang terbentuk setelah proses replikasi kuman selesai.2.4.7. EritromisinGolongan makrolida menghambat sintesis protein kuman dengan jalan berikatan secara reversible dengan ribosom subunit 50s, dan umumnya bersifat bakteriostatik, walaupun terkadang dapat bersifat bakterisidal untuk kuman yang sangat peka.2.4.8. PolipetidaBakterisidnya berdasarkan altivitas permukaan dan kemampuan untuk melekatkan diri pada membrane sel bakteri sehingga permeabilitas sel meningkat dan akhirnya sel meletus. Kerjanya tidak tergantung dari keadaan membelah tidaknya kuman, maka dapat dikombinasi dengan bakteriostatis, seperti kloramfenikol dan tetrasiklin.

Antibiotik yang bekerja terhadap sintesis protein :Golongan antibiotik ini menghambat sintesis protein dengan mengganggu proses translasi, berkaitan dengan ribosom kuman dan selanjutnya akan menghambat pembentukan rantai peptida. Diantaranya yaitu :a. Tetrasiklin b. Kloramfenikol (menghambat sintesis protein)c. EritromisinMenghambat sisntesis protein, bersifat bakteriostatik. Terkadang obat ini dapat bersifat bakterisid tergantung kadarnya dan jenis kumannya. Mekanisme kerjanya sama seperti tetrasiklin, yakni melalui pengikatan reversible pada ribosom kuman, sehingga sintesa proteinnya dirintangi. Bila digunakan terlalu lama atau sering dapat terjadi resistensi. Absorpsinya tidak teratur, agak sering menimbulkan efek samping saluran cerna, sedangkan masa-paruhnya singkatd. Klindamisin (Sama seperti eritromisin)2.5. Farmakokinetik AntibiotikFarmakokinetik merupakan kondisi yang dialami obat pada tubuh atau efek tubuh terhadap obat. Dalam prosesnya terdapat 4 cakupan yang meliputi proses absrobsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi.1. AbsorbsiAbsorbsi merupakan proses masuknya obat dari tempat pemberian ke dalam darah. Bergantung pada pemberiannya, tempat pemberian obat diantaranya adalah saluran cerna, kulit, paru, otot, dll. Absorbsi sebagian besar obat terjadi secara difusi pasif. Sebagai barier absorpsi adalah membrane sel epitel slauran cerna yang seperti halnya semua membrane sel seluruh tubuh berupa lipid bilayer. Sehingga molekul obat harus mempunyai kelarutan lemak. Dimana kecepatan difusi berbanding lurus dengan derajat kelarutan lemak molekul obat.2. DistribusiDalam darah, obat akan diikat oleh protein plasma dengan berbagai ikatan lemah (ikatan hidrofobik, van der waals, hydrogen, dan ionic). Obat yang terikat pada protein plasma akan dibawa oleh darah ke seluruh tubuh. Obat akan bebas keluar jaringan (dengan cara yang sama seperti cara masuknya) ke tempat kerja obat, ke jaringan tempat depotnya, ke hati (dimana obat mengalami metabolisme menjadi metabolit yang dikeluarkan melalui empedu atau masuk kembali ke darah), dan ke ginjal (dimana obat/metabolitnya diekskresi ke dalam urin).3. Metabolisme atau BiotransformasiMetabolisme obat terutama terjadi di hati, yakni membrane endoplasmic reticulum (mikrosom) dan di cytosol. Tempat metabolisme yang lain adalah dinding usus, ginjal, paru, darah, otak, dan kulit, juga di lumen kolon (oleh flora usus). Tujuan metabolisme obat adalah mengubah obat yang nonpolar (larut lemak) menjadi polar (larut air) agar dapat di ekskresi melalui ginjal atau empedu.4. EkskresiEkskresi obat terutama terjadi pada organ ginjal. Biasanya diekskresi dalam bentuk utuh atau metabolitnya. Dalam ginjal, proses ekskresi ini melalui 3 proses, yaitu filtrasi glomelurur, sekresi aktif di tubulus proksimal dan reabsorpsi pasif di sepanjang tubulus.Ekskresi obat yang kedua penting adalah melalui empedu ke dalam usus dan keluar bersama feses. Selain itu, ekskresi obat juga melalui paru terutama untuk mengeliminasi gas anestetik umum. Serta ekskresi dalam ASI, saliva, keringat, air mata.Berikut farmakokinetika beberapa antibiotik2.5.1.Golongan PenisilinAmoksisilin diabsorbsi dengan baik melalui saluran gastrointestinal, dimana kloksasilin hanya sebagian diabsorbs. Kekuatan pengikatan pada protein dari dua obat ini berbeda amoksisilin 20% berikatan pada protein, dan kloksasilin tinggi berikatan pada protein >90% . toksisitas obatdapat terjadi jika obat-obat lain yang tinggi berikatan pada protein dipakai bersamaan dengan kloksasilin. Kedua obat ini mempunyai waktu paruh yang singkat. 70% dari amoksisilin diekskresikan ke dalam urin; kloksasilin diekskresikan ke dalam empedu dan urin.

2.5.2.Sefalosporin Kebanyakan sefalosporin mudah dirusak asam lambung sehingga harus diberikan parenteral. Obat yang dapat diberika per oral ialah sefaleksin, sefradin, sefadroksil, sefaklor, dan sefiksim. Distribusi sefalosporin ke seluruh tubuh baik, tetapi hanya generasi III yang dapat mencapai kadar terapi pada meningitis. Obat ini dapat melewati sawar uri dan air susu ibu (ASI), diekskresi melalui ginjal. Sekresi tubuler sefalosporin dihambat probenesid.2.5.3.AminoglikosidaAminoglikosida tidak diserap pada pemberian oral. Neomisin digunakan untuk infeksi intralumen usus. Sejumlah kecil obat terikat protein plasma. Pada payah ginjal obat inidapat terakumulasi dalam plasma dan dapat menimbulkan efek toksik pada telinga dan ginjal, karena itu dosis harus dikurangi. Distribusi ke seluruh tubuh secara merata, kecuali susunan saraf pusat dan mata, diekskresi melalui urin terutama dalam bentuk utuh.2.5.4.TetrasiklinAbsorpsi, pada pemberian oral baik, tetapi tidak sempurna. Absorpsinya terganggu oleh makanan yang berasal dari susu karena tetrasiklin membentuk senyawaan dengan ion kalsium yang sukar diserap. Hal yang sama juga terjadi bila dimakan bersama antasida yang mengandung aluminium dan magnesium serta sediaan yang mengandung besi.Distribusi, tetrasiklin terkonsentrasi di hati, ginjal, limpa, dan kulit. Tetrasiklin terikat pada jarinngan yang sedang mengalami kalsifikasi misalnya gigi dan tulang, dan juga pada tumor yang mengandung kalsium tinggi. Penetrasi ke cairan tubuh cukup adekuat. Semua tetrasiklin dapat mencapai cairan serebrospinal tetapi kadarnya tidak cukup tinggi. Minosiklin kadarnya cukup tinnggi di otak dan juga air mata serta saliva, sehingga digunakan pada pasien dengan karier meningokokus. Semua tetrasiklin melewati plasenta dan terkonsentrasi di tulang serta bakal gigi janin. Nasib, tetrasiklin dimetabolisme di hati serta dikonjugasi oleh glukoronid. Tetrasiklin dan metabolitnya disekresi melalui empedu, direabsorpsi di usus halus dan mengalami filtrasi glomerular.2.5.5.KloramfenikolKloramfenikol dapat diberi oral atau suntikan. Absorpsi pada pemberian oral sempurna karena obat ini bersifat lipofilik. Metabolisme di hati dan diekskresi melalui ginjal, 10 % diekskresi dalam bentuk utuh.2.5.6.EritromisinEritromisin dalam bentuk basa diserap baik melalui usus, dirusak asam lambung dan absorpsinya terganggu oleh adanya makanan. Agar tidak dirusak asam lambung biasanya eritromisin dibuat dalam bentuk tablet bersalut atau dalam bentuk garam esternya, yaitu stearat atau etilsuksinat. Ekskresinya terutama melalui hati.2.5.7.KlindamisinKlindamisin diabsorpsi baik pada pemberian per oral, didistribusi ke seluruh jaringan kecuali cairan serebrospinal. Kadar terapi tidak dicapai di otak, walaupun pada peradangan selaput otak. Dapat berpenetrasi ke tulang walaupun tidak ada peradangan. Obat ini dimetabolisme di hati dan diekskresi melalui empedu dan urin. Dapat terjadi akumulasi obat pada penderita gangguan fungsi ginjal dan gagal hati.2.5.8.QuinolonSekitar 70% dari siprofloksasin hidroklorida (Cipro) diabsorpsi melalui saluran gastrointestinal. Obat ini mempunyai efek pengikatan pada protein yang rendah dan mempunyai waktu paruh yang cukup singkat yaitu 3-4 jam. Sekitar setengah dari obat ini diekskresikan tanpa mengalami perubahan ke dalam urin.

35

2.6. Farmakodinamika AntibiotikFarmakodinamika merupakan subdisiplin farmakologi yang mempelajari efek biokimiawi dan fisiologi obat, serta mekanisme kerjanya. Tujuannya yakni untuk mengetahui interaksi obat dengan sel, dan mengetahui urutan peristiwa serta spectrum efek dan respon yang terjadi.2.6.1.Mekanisme kerja obatPada umumnya obat menimbulkan efek melalui interaksi dengan reseptornya. Ini yang mencetuskan perubahan biokimiawi dan fisiologi yang merupakan respons khas untuk obat tersebut. Reseptor obat merupakan komponen makromolekul fungsional yang mencakup 2 konsep penting. Pertama yaitu obat dapat mengubah kecepatan kegiatan fisiologi tubuh, dan kedua yaitu obat tidak menimbulkan fungsi baru.2.6.2.Reseptor obatReseptor obat yang paling penting adalah protein dan asam nukleat. Struktur kimia suatu obat sangat berhubungan dengan afinitasnya terhadap reseptor dan aktifitas intrinsiknya. Protein seluler yang secara normal berfungsi sebagai reseptor bagi ligand endogen, terutama hormon, neurotransmitter, groeth factor, dan autakoid merupakan reseptor fisiologik obat. Fungsi reseptor ini meliputi pengikatan ligand yang sesuai dan penghantaran sinyal yang dapat secara langsung menimbulkan efek intrasel atau secara tidak langsung memulai sintesis.2.6.3.Transmisi sinyal biologisPenghantaran sinyal biologis merupakan proses yang menyebabkan suatu substansi ektraseluler menimbulkan suatu respon seluler fisiologis yang spesifik. Sekarang dikenal 5 jenis reseptor fisiologik. Empat dari reseptor ini terdapat di permukaan sel, sedangkan satunya terdapat di dalam sitoplasma.2.6.4.Interaksi obat-reseptorIkatan antara obat dan reseptor biasanya terdiri dari berbagai ikatan lemah (ikatan ion, hydrogen, hidrofobik, dan van der waals). Mirip ikatan antara substrat dan enzim, jarang terjadi ikatan kovalen. Menurut teori pendudukan reseptor, intensitas efek obat berbanding lurus dengan fraksi reseptor yang diduduki atau diikatnya, dan intensitas efek mencapai maksimal jika seluruh reseptor diduduki oleh obat.2.6.5.Antagonisme farmakodinamik1. Antagonisme fisiologikMerupakan antagonisme pada sistem fisiologik yang sama, tetapi pada sistem reseptor yang berlainan. Misalnya efek histamine dan autakoid lainnya yang dilepaskan tubuh sewaktu syok anafilaktik dapat dapat diantagonisasi dengan pemberian adrenalin.2.Antagonisme pada reseptorMerupakan antagonisme melalui sistem reseptor yang sama (antagonisme antara agonis dengan antagonisnya). Misalnya efek histamine yang dilepaskan dalam reaksi alergi dapat dicegah dengan pemberian antihistamin, yang mengikat reseptor yang sama.Farmakodinamik AntibiotikFarmakodinamik menggambarkan efek kerja suatu obat. Secara umum, aktivitas antibiotik dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu bakteriostatik (menghambat pertumbuhan mikroba) dan bakterisidal (membunuh mikroba). Contoh antibiotik yang bersifat bakterisidal antara lain aminoglycoside, beta-lactam, metronidazole, kuinolon, rifampicin, pirazinamide, vancomycin, isoniazide, dan bacitracin. Sedangkan antibiotik yang memiliki sifat bakteriostatik antara lain chloramphenicol, clindamycin, ethambutol, macrolide, sulfonamide, tetracycline dan trimethoprim.Namun sifat bakteriostatik dan bakterisid dari antimikroba tidak mutlak karena antibiotik dengan sifat bakteriostatik dapat pula bersifat bakterisid bila kadarnya ditingkatkan. Kadar antibiotik minimal yang diperlukan untuk menghambat pertumbuhan atau membunuh mikroba dikenal dengan istilah kadar hambat minimal (KHM) dan kadar bunuh minimal (KBM). Fungsi antibiotik terhadap KHM dapat dibagi menjadi fungsi terhadap konsentrasinya (concentration dependent) dan terhadap waktu (time dependent). Pada antibiotik golongan concentration dependent maka semakin tinggi kadar obat dalam darah maka semakin tinggi pula daya kerjanya sehingga kecepatan dan efektivitas kerjanya dapat ditingkatkan dengan menaikkan kadar obat dalam darah hingga jauh di atas KHM. Sedangkan pada antibiotik jenis time dependent, selama kadarnya dapat dipertahankan sedikit di atas KHM sepanjang masa kerjanya, kecepatan dan efektivitas kerja obat tersebut akan mencapai nilai maksimal. Contohantibiotik golongan concentration dependent adalah quionolone dan aminoglycoside, sedangkan contoh antibiotik golongan time dependent adalah beta-lactam.Beberapa golongan antibiotik masih dapat menunjukkan aktifitas dalam menghambat pertumbuhan mikroorganisme meskipun kadarnya lebih rendah dari KHM. Fenomena ini disebut post-antibiotik effect. Efek ini dipengaruhi oleh jenis antibiotik dan mikrooragnismenya sendiri, contohnya quionolone dan aminoglycoside yang memiliki post-antibiotik effect yang cukup lama terhadap kuman gram negatif.2.7. Faktor Faktor yang Diperhatikan dalam Pemilihan AntibiotikDalam memberikan antibiotik pada pasien, terdapat beberapa hal yang menjadi penting untuk diperhatikan. Yaitu sebagai berikut :2.7.1.Mekanisme pertahanan tubuh penderitaBila ada gangguan pertahanan tubuh misalnya penderita kanker, perlu diberikan antibiotik yang bersifat bakterisidal. Misalnya gentamisin atau sefalosporin.2.7.2.Faktor LokalBila terdapat pus atau nanah dapat mengikat antibiotik golongan aminoglikosida, pH rendah dapat menurunkan efektivitas aminoglikosida dan makrolid. Bila ada abses harus di insisi terlebih dahulu, benda asing dibersihkan misalnya dengan H2O2. Bila tindakan ini dilakukan dengan baik, kadang-kadang tidak perlu lagi pemberian antibiotik.2.7.3.Faktor GenetikPenderita dengan defisiensi glukosa 6-fosfat dehidrogenase (G-6-PD) jika mendapat sulfonamide, nitrofurantoin, kloramfenikol, dll dapat menimbulkan hemolisis akut.2.7.4.UsiaKhususnya pada usia neonatus dan usia lanjut. Pada neonates faal ginjalnya belum sempurna juga metabolisme obatnya tidak sempurna. Misalnya jika diberi kloramfenikol dosis tinggi dapat menimbulkan sindrom Grey. Begitu pun pada usia lanjut, mungkin faal ginjal atau hati sudah menurun sehingga pemberian dosis obat juga harus disesuaikan.2.7.5.KehamilanPemberian tetrasiklin pada kehamilan trimester II dapat menyebabkan gigi atau tulang berwarna kuning kecoklatan karena deposisi tetrasiklin ke jaringan yang mengandung kalsium. Pemberian sulfonamide pada trimester akhir kehamilan dapat menimbulkan kernicterus yaitu bayi lahir kuning.2.7.6.Kebiasaan merokok atau minum minuman kerasMerokok maupun minum minuman keras menginduksi enzim-enzim hati P450. Enzim ini mempercepat metabolisme sejumlah obat. Dalam beberapa kasus, akibatnya adalah konsentrasi obat lebih rendah dari yang diharapkan. Sehingga menyebabkan penurunan efektivitas terapeutik. Tetapi, prodrugs dapat dimetabolisme menjadi bentuk yang lebih aktif. Dalam beberapa kasus, obat yang aktif ini mencapai kadar toksis.2.7.7.Penyakit hati atau ginjalPengurangan dosis mungkin penting untuk pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau hati. Gagal ginjal mengekskresikan metabolit obat yang lebih sedikit. Gagal hati kurang dapat memetabolisme obat dibanding hati yang berfungsi baik. Gagal hati dan gagal ginjal khususnya sering pada populasi geriatri.2.7.8.Interaksi ObatHal ini meliputi bagaimana keefektifan suatu antibiotik ditinjau dari interaksinya dengan antibiotik lainnya. Yang meliputi, hubungan berupa penjumlahan, sinergisme, potensiasi, dan antagonisme.2.7.9.Faktor psikososialKetidaktaatan pasien merupakan penyebab banyaknya kegagalan obat. Sebelum meresepkan obat, sebaiknya perlu mempertimbangkan biaya, kemudahan pemberian, dan jadwal dosis obat. Serta nilai tingkat tanggung jawab pasien.

2.8. Kombinasi AntibiotikKombinasi antibiotik yang digunakan menurut indikasi yang tepat dapat memberi manfaat klinik yang besar. Terapi kombinasi antibiotik yang tidak terarah akan meningkatkan biaya dan efek samping.menyeleksi mikroba yang resisten terhadap banyak antimikroba, dan tidak meningkatkan efektivitas terapi.2.8.1.Kombinasi Tidak TetapSecara garis besar, ada 4 indikasi kombinasi tidak tetap yaitu:1. Pengobatan infeksi campuranBeberapa infeksi tertentu dapat disebabka oleh lebih dari satu jenis mikroba yang peka terhadap antibiotik yang berbeda. Dalam hal ini diperlukan pemberian kombinasi antibiotik sesuai dengan kepekaan kuman-kuman penyebab infeksi campuran tersebut. 2. Pengobatan awal pada infeksi berat yang etiologinya belum jelasBeberapa infeksi berat misalnya septicemia, meningitis purulenta dan infeksi berat lainnya memerlukan kombinasi antibiotik, karena keterlambatan pengobatan dapat membahayakan jiwa pasien, sedangkan kuman penyebab belum diketahui. Kombinasi antibiotik disini diberikan dalam dosis penuh. Bila hasil pemeriksaan mikrobiologi telah diperoleh maka antibiotik yang tidak diperlukan dapat dihentikan pemberiannya.3. Mendapatkan efek sinergiSinergisme terjadi bila kombinasi antibiotik menghasilkan efek yang lebih besar dari pada sekedar efek aditif saja terhadap kuman tertentu. Kombinasi seperti ini bermanfaat untuk infeksi pseudomonas pada pasien neutropenia. Secara in vitro, kombinasi karbensilin atau tikarsilin dengan aminoglikosida menghasilkan efek sinergisme. Meskipun banyak data in vitro yang memperlihatkan efek sinergi, secara klinis manfaat ini hanya terlihat pada pengobatan endokarditis bacterial dan pada infeksi yang dialami pasien dengan neutropenia.

4. Memperlambat timbulnya resistensiBila mutasi merupakan mekanisme timbulnya resistensi terhadap suatu antibiotik maka secara teoritis kombinasi antibiotik merupakan cara efektif untuk memperlambat resistensi. 2.8.2.Kombinasi TetapAntibiotik hanya dibenarkan bila komponen-komponen yang membentuk kombinasi itu selalu dibutuhkan bersama. Dewasa ini hanya ada sedikit sekali kombinasi tetap antibiotik yang dianggap rasional yaitu sulfonamide-trimetroprim, (misalnya kotrimoksazol), sulfadoksin-primetamin, asam klavulanat-amoksisilin, sulbaktam-ampisilin, dan lazobaktam-piperasilin.2.8.3. Contoh Kombinasi Antibiotik1. Kombinasi amoksisilin/kalium klavulanatAmoksisilin tunggal in vitro aktif terhadap berbagai kuman aerobic dan anaerobic Gram-positif dan Gram-negatif bukan penghasil betalaktamase. Kombinasi amoksisilin/kalium klavulanat tidak meningkatkan aktivitas in vitro terhadap kuman yang sensitive tersebut, tetapi memperluas spectrum aktivitasnya terhadap kuman penghasil betalaktamase yang intrinsic termasuk strain yang sensitive. Kombinasi ini tidak aktif terhadap S.Aureus yang resisten terhadap metisilin.2. Dinatrium tikarsilin/kalium klavulanatTikarsilin ialah suatu karboksipenisilin, berspektrum antibakteri lebih luas dari ampisilin, termasuk P. aeruginosa dan kokus Gram-negatif. Obat ini aktif terhadap bakteri Gram-positif kecuali enterokok dan stafilikok penghasil betalaktamase atau resisten terhadap metisilin. Tambahan asam klavulanat tidak meningkatkan aktivitas tikarsilin terhadap P. aeruginosa, A. calcoacetious, s. marcescens, dan enterobacter. Seperti kombinasi amoksisilin/klavulanat, kombinasi tikarsilin/kalium klavulanat memperluas spectrum tikarsilin. Tetapi kombinasi ini kurang efektif terhadap stafilokokus yang resisten metisilin.

3. Natrium ampisilin/natrium sulbaktamIn vitro ampisilin (AP) aktif terhadap bebragai kuman Gram-positif dan Gram-negatif dan beberapa jenis kuman anaerob. Kombinasi dengan sulbaktam (SB) tidak mengubah aktivitas AP, tetapi memperluas spektrumnya mencakup kuman penghasil betalaktamase yang intrinsic termasuk galur peka terhadap AP dan kuman anaerob termasuk B. fragilis.4. Piperasilin/tazobaktamPiperasilin adalah suatu penisilin berspektrum luas yang mencakup aerob Gram-positif. Enterobacteriaceae, kuman Gram-negatif, dan kuman anaerob. Tazobaktam melindungi piperasilin dari hidrolisis oleh berbagai betalaktamase. Piperasilin dan tazobaktam dibuat dalam kombinasi tetap dengan rasio berat 8:1.sekitar 50-60 % obat dieksresi melalui ginjal dan sisanya melalui empedu. Dosis harus dikurangi pada pasien insufisiensi ginjal dengan klirens kreatinin kurang dari 40 mL/menit.Kuman yang peka terhadap obat ini antara lain; s.pyogenes, s. agalactiae, e. coli, klebsiella, e. aerogenes, h. influenza, m. catarrhalis, y. enterocolicita, b. fragilis, bacteroides sp, dan c. perfrianges.2.9. Dosis Pemakaian Antibiotik dan ContohnyaAgar menghasilkan efek yang diharapkan, pemberian dosis obat pada pasien perlu sangat diperhatikan. Hal ini sangat tergantung dari banyak faktor, antara lain sebagai berikut :1. Usia2. Bobot badan3. Jenis kelamin4. Besarnya permukaan badan5. Besarnya penyakit6. Keadaan imunitas dari pasien.Takaran pemakaian yang dimuat dalam Farmakope Indonesia dan Farmakope negara-negara lain hanya dimaksudkan sebagai pedoman saja. Begitu pula dosis maksimal, yang apabila dilampaui dapat mengakibatkan efek toksis, bukan merupakan batas yang harus mutlak ditaati. Sebagai gantinya, kini digunakan dosis lazim, yaitu dosis rata-rata yang biasanya lazim memberikan efek yang diinginkan.Hal ini dapat ditinjau dari aspek berikut :2.9.1.Usiaa. Usia LanjutYaitu orang yang berusia diatas 65 tahun, lazimnya lebih peka terhadap obat dan efek sampingnya. Karena perubahan fisiologis tubuh seperti menurunnya fungsi ginjal dan metabolisme hati, meningkatnya ratio lemak-air dan berkurangnya sirkulasi darah. Karena fungsi hati dan ginjalnya sudah menurun maka eliminasi obat pun berlangsung lebih lambat. Jumlah albuminnya pun lebih sedikit sehingga pengikatan obat pun berkurang. Hal ini berarti bahwa bentuk bebas dan aktif dari obat-obat ini menjadi lebih besar dan bahaya keracunan semakin meningkat. Oleh karena faktor-faktor tersebut bagi lansia dianjurkan menggunakan dosis yang lebih rendah, yakni : *usia 65-74 tahun : dosis biasa - 10%*usia 65-84 tahun : dosis biasa - 20%*usia 85 tahun dan lebih : dosis biasa - 30%b. Anak kecilAnak kecil terutama bayi yang baru lahir (neonati) menunjukkan kerentanan yang lebih besar terhadap obat karena fungsi hati dan ginjal serta sistem enzimnya belum berkembang secara lengkap. Sehingga pemberian dosis obat perlu sangat diperhatikan agar tidak memberikan efek samping yang tidak tepat.

2.9.2. Berat badanRumus clark menghasilkan dosis yang lebih seksama. Dan banyak digunakan dalam praktek sehari hari.

W/68 x DW : berat badan D : dosis dewasaDisamping itu ada pula daftar obat dengan dosis sekian mg pada berat badan sekian kg. 2.9.3.Permukaan badanAdanya hubungan langsung antara permukaan badan dengan kecepatan metabolisme obat. Misalnya parameter eliminasi seperti filtrasi glomeruler, volume darah dan arusnya di ginjal.Contoh Dosis Pemakaian Antibiotik yang Biasa Digunakan Pada Infeksi OdontogenikNama ObatCara PemberianDosisEfek Samping

Amoksisilinpo500 mg/8 jam1000 mg/12 jamDiare, Mual, Alergi

Amoksisilin + Asam klavulanatpo atau iv500-875 mg/8 jam*2000 mg/12 jam*1000-2000mg/8jam**Diare, mual, kandidiasis, alergi

Klindamisinpo atau iv300 mg/8 jam*600 mg/8 jam**Kolitis pseudomembranosa

Azitromisinpo500 mg/24 jam selama 3hari berturut turut.Gangguan gastrointestinal

Siprofloksasinpo500 mg/12 jamGangguan gastrointestinal

Metronidazolpo500-750 mg/8 jamKejang, anastesia atau parastesia di tungkai

Gentamisinim atau iv240 mg/24 jamOtotoksik

Penisilinim atau iv1,2-2,4 juta IU/24 jam*** sampai 24 juta IU/24 jam**Alergi, gangguan saluran cerna

Ket : po*(per oral), iv**(intravena), im***(intramuscular)2.10. Efek Samping AntibiotikEfek samping penggunaan antibiotik dapat dikelompokkan menurut sebagai berikut :2.10.1.Reaksi AlergiReaksi alergi dapat ditimbulkan oleh semua antibiotik dengan melibatkan sistem imun tubuh hospes. Dimana terjadinya tidak bergantung pada besarnya dosis obat. Manifestasi gejala dan derajat beratnya reaksi dapat bervariasi.Prognosis reaksi seringkali sukar diramalkan walaupun didasarkan atas riwayat reaksi alergi pasien. Orang yang pernah mengalami reaksi alergi umpanya oleh penisilin, tidak selalu mengalami reaksi itu kembali ketika diberikan obat yang sama. Sebaliknya, orang tanpa riwayat alergi dapat mengalami reaksi alergi pada penggunaan ulang penisilin.2.10.2.Reaksi IdiosinkrasiGejala ini merupakan reaksi hemolisis yang diturunkan secara genetik terhadap pemberian antibiotik tertentu, misalnya primakuin dan nitrofurantoin. Ini disebabkan mereka kekurangan enzim G-6-PD.2.10.3.Reaksi ToksikAntibiotik pada umumnya bersifat toksik-selektif, tetapi sifat ini relative. Efek toksik pada hospes ditimbulkan oleh semua jenis antibiotik. Yang mungkin dapat dianggap relative tidak toksik sampai kini adalah golongan penisilin. Dalam menimbulkan efek toksik, masing-masing antibiotik dapat memiliki predileksi terhadap organ atau sistem tertentu pada tubuh hospes. Di samping faktor jenis obat, berbagai faktor dalam tubuh dapat turut menentukan terjadinya reaksi toksik antara lain fungsi organ atau sistem tertentu sehubungan dengan biotransformasi dan ekskresi obat.2.10.4.Perubahan Biologik dan MetabolikPada tubuh hospes, baik yang sehat maupun yang menderita infeksi, terdapat populasi mikroflora normal. Dengan keseimbangan ekologik, populasi mikroflora tersebut biasanya tidak menunjukkan sifat pathogen. Penggunaan antibiotik terutama berspektrum luas dapat mengganggu keseimbangan ekologik mikroflora sehingga jenis mikroba yang meningkat jumlah populasinya dapat menjadi pathogen.Perubahan ini dapat menimbulkan superinfeksi yaitu infeksi baru yang terjadi akibat terapi infeksi primer dengan suatu antibiotik. Mikroba penyebab infeksi adalah biasanya jenis mikroba yang menjadi dominan pertumbuhannya akibat penggunaan antibiotik. Misalnya kandidiasis, sebagai akibat dari penggunaan antibiotik spectrum luas seperti tetrasiklin.Contoh efek samping dari beberapa antibiotik1. Golongan penisilinEfek samping dan efek toksik penisilin dapat berupa reaksi hipersensitvitas yaitu kemerahan kulit, urtikaria, syok anafilaktik, anemia hemolitik, asma dan nefritis interstisial. Dapat terjadi resistensi silang. Reaksi toksik tetrgantung besar dosis, dapat berupa: Kejang, karena iritasi susunan saraf pusat Gangguan keseimbangan Na-K, karena garam penisilin terdapat dalam bentuk garam natrium dan kalium Iritasi lokal pada tempat suntikan Penyakit serum dapat terjadi antara 2-21 hari penggunaan dengan gejala, demam, tidak enak badan, sakit sendi, angioedemea, eritema nodosa, dermatitis eksfoliatif dan sindoma Steven Johnson. Golongan penisilin mempunyai batas keamanan lebar.

2. SefalosprinEfek samping dan efek toksik Toksik terhadap N VII, menyebabkan pendengaran berkurang dan kadang-kadang diikuti bunyi berdenging. Gangguan terhadap keseimbangan akan menyebabkan vertigo, ataksia dan gejala serupa sindrom miniere. Toksik terhadap ginjal dengan manifestasi proteinuria, azotemia. Nefrotoksitasnya akan mneingkat bila diberi bersama obat lain yang juga bersifat nefrotoksik misalnya furosemid. Terhadap transmisi neuromuskular. Pemberian bolus intravena dapat menimbulkan apnue yang dapat diatasi dengan pemberian kalsium dan neostigmin. Peberian obat ini harus dilakukan dengan hati-hati pada mereka dengan riwayat alergi, dermatitis kontak cukup sering terjadi dan juga demam obat, kemerahan jarang terjadi.3. TetrasiklinEfek samping, keluhan saluran cerna misalnya rasa tidak enak di ulu hati uang merupakan iritasi terhadap mukosa lambung. Keadaan ini dapat diatasi dengan memakan tetrasiklin bersama makanan, namun jangan diberikan bersama susu atau antasid.Pada anak dalam masa pertumbuhan, pemberian tetrasiklin dapat menyebabkan warna coklat keabuan pada gigi dan tulang, penggunaan tetrasiklin pada anak dalam masa pertumbuhan dan ibu hamil atau menyusui harus dihindarkan.Efek hepatotoksik yang fatal, dapat terjadi wanita hamil yang mendapat tetrasiklin dosis tinggi, terutama pada pasien dengan pielonefritis. Efek fototoksik dapat timbul akibat semua tetrasiklin, tetapi yang paling sering adalah pada meraka yang medapat doksisiklin atau demeklosiklin serta terpapar sinar matahari.Ganguan keseimbangan berupa pusing, mual dan muntah dapat timbul akibat pemggunaan minosiklin karena obat ini terkonsentrasi di endolimf telinga dan mengganggu fungsinya. Dapat pula terjadi superinfeksi, biasanya boleh kandida dan timbulnya stafilokokus yang resisten di usus halus. 4. KloramfenikolEfek samping, yang paling ditakuti adalah anemia aplastik yang dapat terjadi pada 1 dari 40.000 pasien yang diobati dengan kloramfenikol. Pada penggunaan jangka lama harus dilakukan pemeriksaan darah rutin. Sindroma Gray, merupakan efek toksik pada bayi baru lahir karena tidak mampu mengkonjugasi kloramfenikol. Gejalanya antara lain perut kembung, muntah, sianotik, hipotermia, kolaps dan dapat menyebabkan kematian pada 40% penderita.5. EritromisinEfek samping, yang sering dijumpai gangguan salura cerna, sehingga dapat mengganggu kepatuhan pasien minum obat. Hepatitis kolestatik, terutama timbul pada penggunaan eritromisin estolat, yang sekarang sudah tidak produksi lagi. Ototoksik, ketulian sementara, dapat terjadi pada penggunaan eritromisin terutama ada penggunaan eritromisin dosis tinggi.6. KlindamisinEfek samping, ruam kulit, kolitis pseudomembranosa yang dapat berakibat fatal karena berkembangnya kuman Clastridium difficile, yang menghasilkan toksin. Bila keadaan ini terjadi, maka pemberian klindamisin harus dihentikan dan diberikan vankomisin pada penderita.2.11. Penyebab Kegagalan Terapi Penggunaan Antibiotik2.11.1. Dosis yang kurangDosis suatu antibiotik seringkali tergantung dari tempat infeksi, walaupun kuman penyebabnya sama. Sebagai contoh dosis penisilin G yang diperlukan untuk mengobati meningitis oleh pneumokokus jauh lebih tinggi daripada dosis yang diperlukan untuk pengobatan infeksi saluran napas bawah yang disebabkan oleh kuman yang sama.2.11.2. Masa terapi yang kurangKonsep lama yang menyatakan bahwa tiap jenis infeksi perlu diberikan antibiotik tertentu selama jangka waktu tertentu kini telah ditingalkan . Pada umumnya para ahli cenderung melakukan individualisasi masa terapi, yang sesuai dengan tercapainya respon klinik yang memuaskan namun untuk penyakit tertentu seperti faringitis oleh S. pyogenes, osteomielitis, endokarditis, lepra dan tubercolosis paru tetap dipertahankan masa terapi yang cukup walaupun perbaikan klinis cepat terlihat.2.11.3. Adanya faktor mekanikAbses, benda asing, jaringan nekrotik, sekuester tulang, batu saluran kemih, mokus yang banyak, dll. Merupakan faktor-faktor yang dapat mengagalkan terapi dengan antibiotik. Tindakan mengatasi faktor mekanik tersebut yaitu pencucian luka, debridemen, insisi, dll sangat menetukan keberhasilan terapi.2.11.4. Kesalahan dalam menetapkan etiologiDeman tidak selalu disebabkan oleh kuman, virus, jamur, parasit, reaksi obat, yang dapat meningkatkan suhu badan. Pemberian antibiotik yang lazim diberikan dalam keadaan ini tidak bermanfaat.2.11.5. Faktor farmakokinetikTidak semua bagian tubuh dapat ditembus dengan mudah oleh antibiotik. Jaringan postat ialah contoh organ yang sulit dicapai oleh kebanyakan obat dengan kadar yang adekuat. Antiseptic traktus urinarius (misalnya nitrofurantion, asam nalidiksat dan lain-lain) hanya efektif untuk infeksi saluran kemih yang terlokalisasi. Obat-obat ini tidak dapat mencapai kadar terapeutik untuk infeksi di organ tubuh lain.2.11.6. Pemilihan antibiotik yang kurang tepatSuatu daftar antibiotik yang dinyatakan efektif dalam uji kepekaan tidak dengan sendirinya menyatakan bahwa setiap antibiotik yang tercantum akan memberikan efektivitas klinik yang sama. Disini dokter harus dapat mengenali dan memilih antibiotik yang secara klinis merupakan obat terpilih untuk suatu kuman tertentu. Sebagai contoh obat terpilih untuk infeksi oleh S. faecalis ialah ampisilin walaupun secara invitro kuman tersebut juga dinyatakan sensitive terhadap sefamandol atau gentasimin.

2.11.7. Faktor pasienKeadaan umum yang buruk dan gangguan mekanisme pertahanantubuh (selular dan humoral) merupakan faktor penting yang menyebabkan gagalnya terapi antibiotik. Sebagai contoh obat sitostatik, imunosupresan, penyakit agamaglubobulinemia congenital, AIDS dll, menyebabkan gangguan pertahanan tubuh.2.11.8. Melalaikan tindakan bedahMisalnya pada penderita dengan abses sebaiknya harus dilakukan insisi terlebih dahulu, bukan hanya diberi antibiotik.2.11.9. Interaksi obatPemberian tetrasiklin bersama antisida akan membentuk senyawa kompleks yang sukar diserap, sehingga efektivitas tetrasiklin menurun.2.11.10. ToksisitasAntibiotik toksis tidak boleh digunakan pada infeksi ringan.

BAB IIIPENUTUP3.1. KesimpulanKasus resistensi antibiotik terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Tingginya kasus resistensi mikrobia terhadap obat antibiotik ini salah satunya dikarenakan pemberian obat tidak dilakukan secara rasional atau tanpa adanya indikasi. Timbulnya resistensi obat dalam terapi menjadi kendala dalam upaya pengendalian suatu penyakit. Perlu diketahui bagaimana antibiotik itu dengan baik baik dari segi farmakokinetik dan farmakodinamiknya, dosisnya, efek sampingnya, dan lain sebagainya sehingga dapat tercapai maksud dari pengobatan rasional. Antibiotik ialah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama fungi, yang dapat menghambat atau dapat membasmi mikroba jenis lain. Banyak antibiotik dewasa ini dibuat secara semisintetik atau sintetik penuh. Namun dalam praktek sehari- hari antibiotik sintetik yang tidak diturunkan dari produk mikroba (misalnya sulfonamid dan kuinolon) juga sering digolongkan sebagai antibiotik.Klasifikasi antibiotik dapat digolongkan berdasarkan spektrum antibakteri, berdasarkan mekanisme kerjanya, serta berdasarkan rumus kimianya. Penting juga untuk mengetahui farmakokinetik serta farmakodinamik dari antiotik. Secara umum, mekanisme kerja antibiotik terhadap sel mikroba adalah terdiri atas :1. Menghambat metabolisme sel mikroba2. Menghambat sintesis dinding sel mikroba.3. Mengganggu keutuhan membran sel mikroba4. Menghambat sintesis protein sel mikroba5. Menghambat sintesis asam nukleat sel mikroba