ANALISA PENGGUNAAN SURAH AL-KÂFIRÛN DAN AL-...
Transcript of ANALISA PENGGUNAAN SURAH AL-KÂFIRÛN DAN AL-...
ANALISA PENGGUNAAN SURAH AL-KÂFIRÛN DAN AL-BAYYINAH DALAM BUKU AJAR KELAS VII MTS
(Kajian Atas Buku Teks Pelajaran Al-Qur’an Hadis Terbitan Kemenag RI dan Arya Duta )
Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar
Sarjana Agama (S.Ag)
Oleh
Yusup Kurniawan
NIM 1112034000029
PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1440 H / 2019 M
ii
ABSTRAK
Yusup Kurniawan
“ANALISA PENGGUNAAN SURAH AL-KÂFIRÛN DAN SURAH AL-BAYYINAH DALAM BUKU AJAR KELAS VII MTS (Kajian Atas Buku Teks Pelajaran al-Qur’an Hadis Terbitan Kemenag RI dan Arya Duta).”
Buku ajar merupakan salah satu media pikiran yang berisi ilmu pengetahuan hasil analisis terhadap kurikulum secara tertulis dan disusun menggunakan bahasa yang sederhana, menarik dan mudah dipahami oleh pemakainya di sekolah-sekolah dan perguruan tinggi sehingga dapat menunjang suatu program pengajaran. Tulisan ini bertujuan memberikan pemahaman terhadap makna toleransi yang terdapat pada surah al-Kâfirûn dan surah al-Bayyinah berdasarkan kurikulum 2013 madrasah tsanawiyah.
Penulis menggunakan metode deskriptif-komparatif yang menjelaskan data apa adanya dan mengkomparasikannya dengan data yang lain. Dengan metode ini penulis berupaya menggali informasi yang terdapat dalam kitab tafsir al-Qurthubi dan tafsir al-Misbâh dan menganalisa buku teks pelajaran al-Qur’an Hadis dari dua penerbit berbeda yang bersifat primer, maupun sekunder kemudian dideskripsikan secara lengkap serta dianalisis. Penelitian ini merupakan analisis dokumen (documentary analysis), atau proses analisisnya menggunakan teknik analisis isi (content analisis).
Penulis berkesimpulan surah al-Kâfirûn berbicara untuk menghormati agama dan kepercayaan yang dipeluk oleh umat lain dan tidak ada kerjasama dalam hal ibadah atau keyakinan antar satu agama dengan agama yang lain.
Surah al-Bayyinah berbicara tentang ahl al-Kitâb dan kaum musyrik yang menutupi kebenaran setelah datangnya penjelasan kepada mereka, dan ganjaran mereka adalah neraka, dan bagi seseorang yang beriman dan beramal saleh akan mendapatkan balasan dan ganjaran bagi mereka surga.
Toleransi yang dipaparkan dalam buku teks al-Qur’an Hadis memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari yaitu menghargai, menghayati, berprilaku sikap jujur, disiplin tanggungjawab, peduli, santun, percaya diri dalam berinteraksi sosial secara efektif di lingkungan,
Kata Kunci: Toleransi, Al-Kâfirûn, Al-Bayyinah, Buku Teks
iii
KATA PENGANTAR
بسم هللا الرمحن الرحيم
Segala puji bagi Allah swt., yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang yang
senantiasa melimpahkan segala nikmat dan pertolongannya kepada penulis. Berkat
izin dari-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian ini. Shalawat dan salam selalu
tercurahkan kepada Nabi Muhammad saw. Semoga kita termasuk umatnya yang
istiqamah mengikuti perintahnya, dan mendapatkan syafa’at darinya pada hari
Kiamat kelak.
Penulis menyadari betul bahwa skripsi yang berjudul “ANALISA
PENGGUNAAN SURAH AL-KÂFIRÛN DAN AL-BAYYINAH DALAM
BUKU AJAR KELAS VII MTS (Kajian Atas Buku Teks Pelajaran al-Qur’an
Hadis Terbitan Kemenag RI dan Arya Duta )” ini tidak akan rampung jika hanya
mengandalkan daya yang penulis miliki. Ada banyak sosok, kerabat, dan orang-
orang yang secara langsung maupun tidak langsung telah banyak membantu
penulis. Maka dalam pengantar skripsi ini penulis mengucapkan banyak
terimakasih kepada:
1. Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Umar Lubis, Lc, MA. selaku Rektor UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Yusuf Rahman, M.A. selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, beserta jajarannya.
3. Dr. Eva Nugraha, M.Ag. selaku Ketua Jurusan Ilmu al-Qur’an dan Tafsir dan
bapak Fahrizal Mahdi, Lc., MIRKH. selaku Sekertaris Jurusan Ilmu al-Qur’an
dan Tafsir Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Bapak Dr. Eva Nugraha, MA., selaku dosen pembimbing akademik sekaligus
dosen pembimbing skripsi yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk
membimbing, mengarahkan, memberikan motivasi, dan mengoreksi dalam
penulisan skripsi ini. bahkan penulis diarahkan dari nol dan menyelesaikan
skripsi ini. Terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada
beliau serta keluarga, karena telah menerima penulis untuk datang ke rumah
selama penulisan skripsi ini dengan segala fasilitasnya. jazâkumullah khairal
iv
jazâ. Hanya Allah yang dapat membalas semua kebaikan bapak dengan balasan
yang lebih baik.
5. Segenap dosen Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tulus
dan ikhlas memberikan ilmu dan pengalaman berharga kepada penulis.
Semoga Allah selalu memberikan keberkahan dalam segala hal.
6. Yang tercinta kepada kedua orang tua Babeh Asep dan Mamah Aminah, yang
selalu mendoakan kebaikan, kesuksesan dan kesehatan dalam setiap aktifitas
penulis, yang tidak henti-hentinya memberikan motivasi dan kasih sayang
kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
7. Kepada Nabilah dan Lukman selaku adik yang selalu mengingatkan dalam
menyelesaikan skripsi ini.
8. Bunda yang selalu memberikan motivasi dan semangat dalam menyelesaikan
skripsi ini, semoga selalu diberikan kesehatan dan kemudahan dalam
urusannya.
9. Drs. Zaenal Abidin, selaku Pengasuh Pondok Pesantren Modern Al-Ghozali,
yang tak henti-hentinya selalu membimbing, mengingatkan, mengarahkan, dan
mengajarkan penulis menjadi pribadi yang lebih baik dan amanah dalam
menjalankan tugas.
10. Kepada asâtidz wal ustadzât, Pondok Modern Al-Ghozali, yang selalu
memberikan semangat, membimbing, dan motivasi kepada penulis.
11. Kepada Hilmy, Harry, Haris, Fajar, ‘Ali Muharam, Dewi, Hilda, Ririn, Mery
dan Marhamah, Aripin, Badru, Irfan, Qomari, Ucup, Riadi, terima kasih sudah
membantu dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan skripi ini.
12. Teman-teman tafsir hadis angkatan 2012, yang tidak bisa disebutkan satu
persatu, terima kasih telah menjadi bagian dari warna warni kehidupan selama
kuliah dan selama menyusun skripsi. Semoga kita bisa menjaga almamater dan
hubungan keluarga ini.
13. Terakhir istriku Siska Indriyani yang selama ini selalu menemani dan
membantu dalam penulisan serta memberikan semangat dalam menyelesaikan
skripsi ini, terima kasih.
Serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, mudah-
mudahan bantuan bimbingan, arahan dan doa yang telah kalian berikan menjadi
v
amal ṣaleh serta mendapat balasan yang setimpal dari Allah swt. semoga skripsi ini
dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan untuk pengembangan ilmu
pengetahuan umumnya. Ȃmîn...
Akhir kata penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan skripsi ini
masih terdapat kekurangan dan bahkan tidak menutup kemungkinan di dalamnya
terdapat kekeliruan dan kesalahan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik
dan sarannya untuk penulisan yang lebih baik serta untuk pengembangan kajian ke
depan.
Jakarta, 28 Juli 2019
Penulis
vi
PEDOMAN TRANSLITERASI
Transliterasi Arab-Latin yang digunakan dalam skripsi ini berpedoman pada
buku pedoman penulisan skripsi yang terdapat dalam Buku Pedoman Akademik
Program Strata 1 Tahun 2012-2013 Uin Syarif Hidayatullah Jakarta.
A. Padanan Aksara
Berikut adalah daftar aksara Arab dan padanannya dalam aksara latin:
Huruf Arab Huruf Latin Keterangan
tidak dilambangkan ا
B Be ب
T Te ت
Ts te dan es ث
J Je ج
ẖ h dengan garis bawah ح
Kh ka dan ha خ
D de د
Dz de dan zet ذ
R Er ر
Z Zet ز
S Es س
Sy es dan ye ش
S Es dengan garis di bawah ص
ṯ De dengean garis di bawah ض
ṯ Te dengan garis di bawah ط
vii
ẕ Zet dengan garis di bawah ظ
Koma terbalik di atas hadap kanan ‘ ع
Gh ge dan ha غ
F Ef ف
Q Ki ق
K Ka ك
L El ل
M Em م
N En ن
W We و
H Ha ه
Apostrof ` ء
Y Ye ي
B. Vokal
Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal dalam bahasa Indonesia, terdiri dari
vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk vokal tunggal,
ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
◌ A Fatẖah
◌ I Kasrah
◌ U Ḏammah
viii
Adapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai
berikut:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
Ai a dan i ي
au a dan u و
C. Vokal Panjang
Ketentuan alih aksara vokal panjang (mad), yang dalam bahasa Arab
dilambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
â a dengan topi di atas ـا
î i dengan topi di atas ـي
û u dengan topi di atas ـو
D. Kata Sandang
Kata sandang yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan huruf,
yaitu dialihaksarakan menjadi huruf /l/, baik diikuti huruf syamsiyah maupun huruf
kamariah. Contoh: al-rijâl bukan ar-rijâl, al-dîwân bukan ad-dîwân.
E. Syaddah (Tasydid)
Syaddah atau tasydid yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan sebuah
tanda ( ◌) dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu dengan
menggandakana huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi, hal ini tidak
berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kata sandang
yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyah. Misalnya, kata (الضرورة) tidak ditulis ad-
darûrah melainkan al-ḏarûrah, demikian seterusnya.
F. Ta Marbûṯah
Berkaitan dengan alih aksara ini, jika huruf ta marbûṯah terdapat pada kata
yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /h/ (lihat
contoh 1 di bawah). Hal yang sama juga berlaku jia ta marbûṯah tersebut diikuti
oleh kata sifat (na’t) (lihat contoh 2). Namun, jika huruf ta marbûṯah tersebut diikuti
ix
kata benda (ism), maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /t/ (lihat
contoh 3).
No Kata Arab Alih Aksara
Ṯarîqah طريقة 1
Al-jâmi’ah al-Islamiyyah اجلامعة اإلسالمية 2
waẖdat al wujûd وحدة الوجود 3
G. Huruf Kapital
Meskipun dalam sistem tulisan Arab huruf kapital tidak dikenal, dalam alih
aksara ini huruf kapital tersebut juga digunakan, dengan mengikuti ketentuan yang
berlaku dalam Ejaan Bahasa Indonesia (EBI), antara lain menuliskan permulaan
kalimat, huruf awal nama tempat, nama bulan, nama diri, dan lain-lain. Jika nama
diri didahului oleh kata sandang, maka yang ditulis dengan huruf kapital tetap huruf
awal nama diri tersebut, bukan huruf awal atau kata sandangnya, Contoh: Abû
Hâmid al-Ghazâlî, bukan Abû Hâmid Al-Ghazâlî al-Kindi bukan Al-Kindi.
Beberapa ketentuan lain dalam EBI sebetulnya juga dapat diterapkan dalam
alih aksara ini, misalnya ketentuan mengenai huruf cetak miring (italic) atau cetak
tebal (bold). Jika menurut EBI, judul buku itu ditulis dengan cetak miring, maka
demikian halnya dalam alih aksaranya, demikian seterusnya.
Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang berasal
dari dunia Nusantara sendiri, disarankan tidak dialihaksarakan meskipun akar
katanya berasal dari bahasa Arab. Misalnya ditulis Abdussamad al-Palimbani, tidak
‘Abd al-Samad al-Palimbânî; Nuruddin al-Raniri, tidak ditulis Nûr al-Dîn al-Rânîrî.
H. Cara Penulisan Kata
Setiap kata, baik kata kerja (fi’il) kata benda (ism), maupun huruf (harf)
ditulis secara terpisah. Berikut adalah beberapa contoh alih aksara atas kalimat-
kalimat dalam bahasa Arab, dengan berpedoman pada ketentuan-ketentuan di atas:
x
Kata Arab Alih Aksara
Dzahaba al-ustâzu ذهب االستاذ
االجر ثـبت Tsabata al-ajru
al-ẖarakah al-‘asriyyah احلركة العصرية
Asyhadu an lâ ilâha illâ Allâh أشهد أن ال إله إال هللا
Maulânâ Malik al-Sâliẖ موال� ملك الصالح
يـوثركم هللاYu’atstsirukum Allâh
ظاهر العقلية al-maẕâhir al-‘aqliyyah امل
Penulisan nama orang harus sesuai dengan tulisan nama diri mereka. Nama
orang berbahasa Arab tetapi bukan asli orang Arab tidak perlu dialihaksarakan.
Contoh: Nurcholis Madjid, bukan Nûr Khâlis Madjîd; Mohamad Roem, bukan
Muhammad Rûm; Fazhlur Rahman bukan Fadl al-Rahmân.
xi
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................ i ABSTRAK ........................................................................................................... ii KATA PENGANTAR ......................................................................................... iii PEDOMAN TRANSLITERASI ......................................................................... vi DAFTAR ISI ....................................................................................................... xi BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ............................................................................... 1 B. Identifikasi Masalah ..................................................................................... 6 C. Pembatasan dan Rumusan Masalah .............................................................. 7 D. Tujuan Penelitian ......................................................................................... 7 E. Manfaat Penelitian ....................................................................................... 7 F. Kajian Pustaka ............................................................................................. 8
G. Metodologi Penelitian .................................................................................. 12 1. Metode Pengumpulan Data ..................................................................... 12 2. Metode Pembahasan ................................................................................ 13 3. Teknik Penulisan ..................................................................................... 14
H. Sistematika Penulisan .................................................................................. 14
BAB II MAKNA TOLERANSI DAN TASÂMUḤ
A. Pengertian Toleransi .................................................................................... 16 1. Toleransi Secara Umum ......................................................................... 17 2. Toleransi Dalam Islam ........................................................................... 19
B. Pengertian Tasâmuḥ ..................................................................................... 21 1. Perilaku Tasâmuḥ Dalam Kehidupan ........................................................... 23
a. Perilaku Tasâmuḥ Dalam Keluarga .................................................... 24 b. Perilaku Tasâmuḥ Dalam Kehidupan Bermasyarakat .......................... 25 c. Perilaku Tasâmuḥ Dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara ........ 26
BAB III SURAH AL-KÂFIRÛN DAN AL-BAYYINAH PERSPEKTIF
MUFASSIR
A. Asbab al-Nuzûl surah al-Kâfirûn dan al-Bayyinah ........................................ 27 1. Surah al-Kâfirûn ....................................................................................... 27 2. Surah al-Bayyinah .................................................................................. 29
B. Surah al-Kâfirûn dan al-Bayyinah Menurut al-Qurthubi ................................ 31 1. Surah al-Kâfirûn dalam tafsir al-Jâmi li Ahkam al-Qur’an ..................... 34 2. Surah al-Bayyinah dalam tafsir al-Jâmi li Ahkam al-Qur’an .................... 33
C. Surah al-Kâfirûn dan al-Bayyinah Menurut Quraish Shihab ......................... 36 1. Surah al-Kâfirûn dalam tafsir al- Misbâh ............................................... 36 2. Surah al-Bayyinah dalam tafsir al- Misbâh .............................................. 40
xii
BAB IV SURAH AL-KÂFIRÛN DAN AL-BAYYINAH DALAM BUKU
KEMENAG RI DAN ARYA DUTA A. Sistematika Penyajian Tema Toleransi .................................................... 45 B. Belajar Toleransi Dari Surah al-Kâfirûn dan al-Bayyinah dalam buku ajar
KEMENAG RI ..................................................................................... 46 1. Al-Qur’an Surah al-Kâfirûn 109/: 1-6 .................................................. 46
Penjelasan Surah ............................................................................... 46 2. Al-Qur’an Surah al-Bayyinah 89/: 1-8 ................................................. 48
Penjelasan Surah ............................................................................... 49 Belajar HadisTentang Toleransi ......................................................... 50 1. Hadis Tentang Berbuat Baik Terhadap Tetangga ......................... 50 2. Hadis Tentang Mencintai Tetangga ............................................. 50
C. Surah Al-Kâfirûn dan Al-Bayyinah Dalam Buku Ajar Arya Duta ............ 51 1. Kajian Surah al-Kâfirûn ....................................................................... 51
a. Membaca Surah al-Kâfirûn .......................................................... 51 Isi Kandungan Surah al-Kâfirûn ................................................... 52
2. Kajian Surah al-Bayyinah ................................................................... 53 a. Membaca Surah al-Bayyinah ...................................................... 53
Isi Kandungan Surah al-Bayyinah ............................................... 54 3. Kajian Hadis Tentang Toleransi .......................................................... 56
a. Membaca Hadis Tentang Berbuat Baik Terhadap Tetangga ........ 56 Isi Kandungan Hadis ................................................................... 56
b. Hadis Tentang Mencintai Tetangga ............................................. 57 D. Komentar Penulis ................................................................................... 57
a. Kelebihan Dari Materi Toleransi Pada Buku Ajar Al-Qur’an Hadis ........................................................................................... 57
b. Kekurangan Materi Toleransi Pada Buku Ajar al-Qur’an Hadis .. 58
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan .................................................................................................. 60 B. Saran dan Rekomendasi ............................................................................... 60
DAFTAR PUSTAKA
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Islam menempatkan pendidikan pada kedudukan sebagai sesuatu yang
penting dan tinggi dalam doktrin Islam dan sesuatu yang mutlak menjadi
kebutuhan manusia di manapun ia berada. Hal ini bisa dilihat dalam al-Qur’an dan
Hadis yang banyak menjelaskan tentang arti pendidikan bagi kehidupan umat
Islam sebagai hamba Allah.1 Dalam pendidikan, ilmu adalah hal yang paling
penting dan esensial. Dengan demikian, pendidikan agama sebagai salah satu unsur
yang sangat penting, turut memiliki andil untuk membentuk peserta didik menjadi
manusia yang kokoh iman dan taqwa serta mampu mengaplikasikan ajaran-ajaran
Islam dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam bentuk sikap ataupun kebiasaan.
Menurut Islam pendidikan merupakan kewajiban, sebagaimana hadis Nabi yang
mendorong umat Islam untuk senantiasa menuntut ilmu seperti hadis berikut ini:
ار حد ثـنا كثري بن شنظري حدثـنا هشام بن عم عن حممد بن سريين ثـنا حفص بن سليمان حد
عليه وسلم طلب العلم فريضة على كل مسلم عن أنس بن مالك قال قال رسول ا� صلى ا�
غري أهله كمقلد اخلنازير اجلوهر واللؤلؤ والذهب وواضع العلم عند
Telah menceritakan kepada kami Hisyam bin Ammar berkata, telah menceritakan kepada kami Hafs bin Sulaiman berkata, telah menceritakan kepada kami Katsir bin Syinẕir dari Muhammad bin Sirîn dari Anas bin Mâlik ia berkata; Rasulullah Sallallahu'alaihi wasallam bersabda: "Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap muslim. Dan orang yang meletakkan ilmu bukan pada ahlinya, seperti seorang yang mengalungkan mutiara, intan dan emas ke leher babi."2
Dengan pendidikan manusia akan selalu berfikir lebih maju sehingga dapat
menciptakan kehidupan yang lebih bermakna dan berkualitas. Sesuai dengan
tujuan pendidikan nasional UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional (Sisdiknas) pada bab II Pasal 3 bahwa:
“pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
1 Harun Asrohah, Sejarah Pendidikan Islam (Ciputat: LOGOS, 1999), h. 2. 2 Ibn Majah, Sunān Ibnu Mājah (Kitabul ‘Ilm,Mishkātul-Masābīh), h. 218.
2
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara demokratis dan bertanggung jawab.”3
Dewasa ini, masalah penting yang sering dihadapi guru dalam kegiatan
pembelajaran adalah memilih atau menentukan materi pembelajaran atau bahan
ajar4 yang tepat dalam rangka membantu siswa mencapai kompetensi. Sehubung
dengan itu, perlu disusun rambu-rambu pemilihan dan pemanfaatan buku ajar untuk
membantu guru agar mampu memilih buku ajar dan memanfaatkannya dengan
tepat. Rambu-rambu yang dimaksud antara lain mengacu pada ketentuan BNSP
yang menilai buku ajar pelajaran melalui empat unsur kelayakan buku ajar tersebut,
yaitu 1) isi atau mata pelajaran, 2) penyajian materi, 3) bahasa dan keterbacaan, dan
4) format buku atau grafik.5
Bahan ajar juga harus memiliki kriteria yang sudah ditetapkan oleh
pemerintah. Pada kenyataannya masih banyak buku yang belum sesuai dengan
instrumen penilaian buku panduan pendidik,6 diantaranya: Banyak buku yang
isinya kurang sesuai dengan materi, diragukannya kualitas isi buku dan adanya
pemahaman yang kurang efektif pada ayat al-Qur’an dan hadis, kalimat dan
terjemahan ayat-ayat versi Depag dan PT. Tiga Serangkai yang tidak sesuai dengan
kaidah bahasa indonesia, belum sesuainya penulisan, kompetensi maupun sistem
evaluasi yang sesuai dengan kurikulum KTSP. Dalam kurikulum 2013 buku ajar
pelajaran merupakan sumber pembelajaran utama untuk mencapai Kompetensi
Dasar dan Kompetensi Inti.7
Dalam Islam paham yang mengedepankan indoktrinisasi dan
mengesampingkan paham yang lain hanya akan membuat para siswa memiliki
3 Anwar Arifin, Memahami Paradigma Baru Pendidikan Nasional Dalam Undang-Undang
SISDIKNAS(Jakarta: Ditjen Kelembagaan Agama Islam Depag, 2003), h. 37. 4 Yuli Yanti, Analisis Buku Ajar Fikih (Studi Komparasi di MI Sultan Agung dan SD IT Ar-
Rahmah Yogyakarta) (Tesis, 2001), h. 28. 5 Yuli, Analisis Buku Ajar Fikih, h. 28. 6 Nur Azizah Fitriani, Analisis Buku Pendidikan Agama Islam Dan Budi Pekerti SMK/MAK
Kelas X Penerbit Erlangga Berdasarkan Kurikulum 2013, h. 33. 7 Bambang Kesowo, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2013
Tentang Standar Nasional Pendidikan (Jakarta: 2008,) h. 17.
3
sikap eksklusif yang nantinya kurang menghargai keberadaan liyan8atau others.9
Bentuk radikalisme dalam pendidikan tidak semuanya berupa aksi kekerasan, tetapi
juga dapat diwujudkan dalam bentuk ucapan dan sikap yang berpotensi melahirkan
kekerasan yang tidak sesuai dengan norma-norma pendidikan.10
Salah satu bentuk perubahan manusia yang bersifat global dan berhubungan
dengan komunitas muslim adalah perubahan perilaku dan fungsi lembaga
keagamaan. Berbagai nilai yang tumbug dan berkembang dari cara manusia
merealisasi ajaran agamanya mulai dipertanyakan fungsinya dalam modernitas
kehidupan masyarakat. Dalam menumbuhkan dan mengkonstruksi bertoleransi
adalah melalui pendidikan. Karena pendidikan memiliki peran urgen membentuk
karakter anak didik sebagai upaya memenuhi tuntutan cara modern dan global
sekarang ini, di mana seluruh elemen masyarakat bertanggung jawab terciptanya
perdamaian abadi. Dalam hal ini, pendidikan agama sebagai media penyadaran
umat perlu mengembangkan nilai-nilai bertoleransi antar umat beragama.
Sebuah keniscayaan bahwa dalam masyarakat yang multi agama seringkali
timbul pertentangan antar pemeluk agama yang berbeda. Secara umum konflik
antar pemeluk agama tersebut disebabkan oleh beberapa faktor antara lain seperti:
pelecehan terhadap agama dan pemimpin spiritual sebuah agama tertentu,
perlakuan aparat yang tidak adil terhadap pemeluk agama tertentu, kecemburuan
ekonomi dan pertentangan kepentingan politik.
Salah satu bagian penting dari konsekuensi tata kehidupan global yang
ditandai kemajemukan etnis, budaya, dan agama tersebut, adalah membangun dan
menumbuhkan kembali semangat bertasâmuh dalam masyarakat. Karena pada
hakikatnya semua adalah sebagai seorang “saudara” dan “sahabat”. Bahkan, Islam
melalui Al-Qur’an dan Hadisnya juga mengajarkan sikap-sikap toleran.
Sebagai lembaga pendidikan, semua lembaga sekolah baik pendidikan
agama maupun pendidikan karakter memiliki tantangan berat untuk merubah
paradigma berfikir manusia, dari ekslusif menuju inklusif. Permusuhan menjadi
8 Merupakan ‘yang lain’ yang berada diluar ‘diri’ (K. Bertens, Filsafat Barat Kontemporer,
(Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2006), h. 89-99. 9 Abdul Munip, “Menangkal Radikalisme Agama di Sekolah,” Jurnal Pendidikan Islam, No
2, 2012/1434, h. 178. 10 Saekan Muchith, “Radikalisme Dalam Dunia Pendidikan” ADDIN, Volume 10, No 1,
Febuari 2016, h. 171.
4
persaudaraan, karena pada hakekatnya pendidikan adalah suatu proses dari “upaya
memanusiakan manusia” ini mengandung maksud bahwa tanpa adanya media
berupa pendidikan maka kegiatan toleransi akan sulit berkembang di bumi
nusantara ini.
Bergulirnya era reformasi mengharuskan seluruh masyarakat Indonesia
untuk tetap menegakkan persatuan bangsa. Oleh karena itu, hal ini menjadi dasar
adanya pembangunan di bidang agama, terutama yang berkaitan dengan sikap
tasâmuḥ atau toleransi umat Beragama. Sikap tasâmuḥ yang harus dipegang
menurut Harun Nasution yang menjadi dasar penyusunan konsep teologi
kerukunan, yakni 1). Mencoba melihat kebenaran yang ada pada agama lain, 2).
Memperkecil perbedaan di antara agama-agama, 3). Menonjolkan persamaan yang
ada dalam agama, 4). Menghimpun rasa persaudaraan setuhan, 5). Memusatkan
usaha pada pembinaan individu dan masyarakat yang baik, yang menjadi tujuan
beragama dari semua agama monotheism, 6). Mengutamakan pelaksanaan ajaran-
ajaran yang membawa kepada toleransi beragama dan 7). Menjauhi praktek serang
menyerang antar agama.11
Dalam mata pelajaran al-Qur’an hadis, dimana mata pelajaran al-Qur’an
Hadis ini mengajarkan tentang bagaimana menciptakan hubungan baik kepada
sesama manusia, peduli terhadap sesama, saling menghormati, dan bagaimana cara
kita menghargai orang lain walaupun terdapat banyak perbedaan.
Realitas sosial ini telah mejadi kajian kalangan akademisi di lingkungan
Kementerian Agama dengan memasukkan konsep toleransi pada kurikulum
pendidikan dasar tingkat Madrasah Tsanawiyah. Konsep tasȃmuh dimasukkan pada
Standar Isi Kurikulum Madrasah Tsanawiyah Kelas VII Semester II.
Realita sosial dari masa ke masa tiada hentinya menyuguhkan tindakan
intoleransi yang pada akhirnya turut mempengaruhi citra agama, sehingga sejarah
agama-agama pun menjadi sejarah intoleransi.12 Intoleransi mengakibatkan
terjadinya konflik antar kelompok umat manusia. Konflik yang menajam
disebabkan oleh ekslusivitas kelompok, serta pada saat yang sama kekurang
11 Ahmad Sholeh, “Pemahaman Konsep Tasamuh (toleransi) Siswa dalam Ajaran Islam,”
Jurnal PAI. Vol I No.1, Juli-Desember 2014, h. 102. 12 Zuhairi Misrawi, Al-Qur’an Kitab Toleransi (Jakarta: Firah, 2007). h. 178.
5
mampuan mengurangi penyeragaman sesuai dengan keinginan kelompok itu
sendiri.13
Buku teks pelajaran al-Qur’an Hadis sebagai materi pelajaran di kelas telah
banyak ditulis dan dicetak oleh berbagai penerbit, seperti CV. Arya Duta, Erlangga,
Tiga Seragkai, Mizan, dan Kementerian Agama RI. Salah satu buku tersebut adalah
buku al-Qur’an Hadis kelas VII untuk madrasah tsanawiyah (MTs) dan sederajat,
yang dicetak oleh Kementrian Agama Republik Indonesia / Departemen Agama
(Depag RI) dan CV. Arya Duta.
Dalam buku tersebut penulis menemukan permasalahan bahwa Islam
mempunyai pandangan terhadap toleransi dengan menggunakan dalil QS. al-
Kâfirûn 109/: 1 - 6 dan QS. al-Bayyinah 89/: 1-8.
QS. al-Kâfirûn 109/: 1 - 6 Allah SWT. berfirman:
“Katakanlah:Hai orang-orang kafir. Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmu agamamu, dan untukkulah agamaku.”
QS. al-Bayyinah 89/: 1-8 Allah SWT. Berfirman:
13 Abd A’la, Melampuai Dialog Agama (Jakarta: Kompas, 2002). h. 33.
6
“Orang-orang kafir yakni ahli Kitab dan orang-orang musyrik (mengatakan bahwa mereka) tidak akan meninggalkan (agamanya) sebelum datang kepada mereka bukti yang nyata (1), (yaitu) seorang rasul dari Allah (Muhammad) yang membacakan lembaran-lembaran yang suci (al-Qur’an) (2), di dalamnya terdapat (isi) kitab-kitab yang lurus (benar) (3), dan tidaklah terpecah belah orang-orang ahli kitab melainkan setelah datang kepada mereka bukti yang nyata (4), padahal mereka hanya diperintah menyembah Allah dengan ikhlas menanti-Nya semata-mata karena (menjalankan) agama, dan juga agar melaksanakan salat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus (benar (5), Sungguh orang-orang yang kafir dari golongan ahlul kitab dan orang-orang musyrik (akan masuk) ke neraka jahannam, mereka kekal didalamnya selama-lamanya. Mereka itu adalah sejahat-jahat makhluk (6), sungguh, orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, mereka itu adalah sebaik-baik makhkuk (7), balasan di sisi Tuhan mereka ialah surga ‘Adn yang mengalir dibawahnya sungai-sungai, mereka kekal didalamnya selama-lamanya. Allah ridha terhadap mereka dan mereka pun ridha kepada-Nya. Yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada Tuhannya (8).
Berdasarkan latar belakang di atas, maka perlu adanya penelitian pada buku
teks pelajaran al-Qur’an Hadis kelas VII Madrasah Tsanawiyah yang selama ini
beredar.14
Oleh karena itu, penulis ingin mengetahui lebih dalam dan menuangkan
permasalahan ini dalam bentuk skripsi dengan judul “ANALISA PENGGUNAAN
SURAH AL-KÂFIRÛN DAN SURAH AL-BAYYINAH DALAM BUKU
AJAR KELAS VII MTS (Kajian Atas Buku Teks Pelajaran al-Qur’an Hadis
Terbitan Kemenag RI dan Arya Duta).”
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, identifikasi masalah dalam
pembahasan penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:
a. Terdapat pembahasan mengenai toleransi dalam buku terbitan CV. Arya
Duta dan Kemenag RI.
14 Lampiran.-SK-Dirjen-No.2676-2013.K1-KD-PAI-2013-rivised 16 Juni 2014, h. 56.
7
b. Terdapat perbedaan terjemahan makna من di dalam surah al-Bayyinah.
c. Surah al-Kâfirûn dan al-Bayyinah yang di jadikan sebagai dalil toleransi di
dalam buku teks pelajaran al-Qur’an Hadis Madrasah Tsanawiyah kelas
VII.
d. Belum adanya penelitian yang membahas buku teks pelajaran al-Qur’an
Hadis.
C. Pembatasn dan Perumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah yang telah penulis uraikan di atas, maka
untuk lebih memfokuskan penelitian ini, penulis membatasi masalah penelitian
hanya pada pencarian analisa penggunaan surah al-Kâfirûn dan al-Bayyinah dalam
buku ajar al-Qur’an Hadis dalam pandangan beberapa mufassir.
Berdasarkan pembatasan di atas, masalah pokok yang akan penulis teliti
dalam penelitian ini adalah:
a. Bagaimanakah pandangan mufassir tentang surah al-Kâfirûn dan al-
Bayyinah ?
b. Adakah hubungan toleransi di dalam surah al-Kâfirûn dan al-Bayyinah?
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan tersebut, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai
berikut:
a. Untuk mengetahui pandangan mufassir dalam mengkaji surah al-Kâfirûn
dan al-Bayyinah;
b. Untuk menganalisa hubungan di antara surah al-Kâfirûn dan al-Bayyinah
yang mana di dalam buku teks pelajaran al-Qur’an Hadis tersebut
menerangkan tentang toleransi.
c. Untuk memahami penggunaan surah al-Kâfirûn dan al-Bayyinah di dalam
buku teks pelajaran al-Qu’an Hadis terbitan CV. Arya Duta dan Kemenag
RI.
E. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang didapat dari penelitian ini adalah manfaat teoritis dan
praktis. Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat menambah pertimbangan
8
peletakan ayat atau surah al-Qur’an dalam buku teks pelajaran al-Qur’an Hadis.
Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat memberitakan gambaran lebih baik
tentang panadangan mufasir di dalam buku teks pelajaran al-Qur’an Hadis. Adapun
manfaat praktis dari kajian ini adalah hasil kajian ini dapat menjadi referensi untuk
penelitian lebih lanjut.
F. Kajian Pustaka
Studi terhadap buku teks agama Islam, khususnya yang berhubungan
dengan buku teks/ajar al-Qur’an Hadis, tampaknya tidak begitu banyak mendapat
perhatian bagi para pengkaji di Ushuluddin jika dibandingkan dengan cabang ‘ulûm
al-Qur’an /‘ulûm al-Hadis lainnya.
Maraknya kajian tentang toleransi dalam beragama. Serta menghindari
adanya perpecahan antar umat beragama, untuk itu penulis menelusuri kajian-
kajian yang pernah dilakukan atau memiliki kesamaan. Dari hasil karya ilmiah yang
penulis temukan, ada beberapa tema penelitian dengan buku ajar al-Qur’an Hadis
dan sikap toleransi, diantaranya:
1. Tesis oleh Mokhammad Ainul Yaqin, Pasca sarjana, “Analisis Buku Ajar Al-
Qur’an Hadis Kurikulum 2013 Kelas XI Madrasah Aliyah”. Isi tesis ini
membahas masalah yang ada di dalam buku ajar al-Qur’an Hadis kelas XI
Aliyah, bahwasanya perlu adanya koreksi pada buku ajar al-Qur’an Hadis
dikarenakan masih diragukan kualitas isi buku tersebut, bahwa adanya
pemahaman yang kurang efektif pada ayat al-Qur’an dan hadisnya.Persamaan
dengan skripsi ini adalah berkaitan dengan buku teks al-Qur’an Hadis.
Sedangkan perbedaannya adalah pada skripsi ini penulis akan membahas
Analisa Penggunaan Surah Al-Kafirun Dan Surah Al-Bayyinah Dalam Buku
Ajar Kelas VII Mts (Kajian Atas Buku Teks Pelajaran al-Qur’an Hadis
Terbitan Kemenag RI dan Arya Duta).
2. Skripsi karya Khoirus Sholihin,15 dengan judul, “Pendidikan Toleransi dalam
Pembelajaran al-Qur’an Hadis di MAN Manguwoharjo Yogyakarta: Analisis
15 Khoirus Sholihin,“Pendidikan Toleransi dalam Pembelajaran al-Qur’an Hadis di MAN
Manguwoharjo Yogyakarta: Analisis Buku Teks al-Qur’an Hadis Madrasah Aliyah Kelas XII,” (Skripsi S1 Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2014).
9
Buku Teks al-Qur’an Hadis Madrasah Aliyah Kelas XII”. Penelitian ini
membahas pentingnya mempelajari Pendidikan toleransi yang terdapat di dalam
buku ajar al-Qur’an Hadis yang mengajarkan tentang perbedaan, kedamaian
hidup bersama dalam lingkungan masyarakat di setiap kalangan yang berbeda,
peduli terhadap sesama, saling menghormati satu sama lain. Persamaan dengan
skripsi ini adalah berkaitan dengan buku teks al-Qur’an Hadis. Sedangkan
perbedaannya adalah pada skripsi ini penulis akan membahas Analisa
Penggunaan Surah Al-Kafirun Dan Surah Al-Bayyinah Dalam Buku Ajar Kelas
VII Mts (Kajian Atas Buku Teks Pelajaran al-Qur’an Hadis Terbitan Kemenag
RI dan Arya Duta).
3. Skripsi karya Nikmatul Solikhah,16 dengan judul “Analisis Buku Ajar
Pendidikan Agama Islam (PAI) Kelas VII SMPN 13 Malang”, permasalahan
dalam penelitian ini adalah 2 buku ajar Pendidikan Agama Islam Kelas VII
SMPN 13 ini, bahwa buku yang digunakan oleh sekolah tersebut buku terbitan
Yudistira dan buku Cempaka Putih. Dari berbagai kajian terhadap kesesuain isi,
ketersediaan dan kesesuaian rangkuman, ketersediaan dan kesesuaian soal dan
latihan, kesesuaian sampul, kesesuaian gambar. Telah menghasilkan terbitan
Yudistira lebih layak digunakan dari pada buku ajar terbitan Cempaka Putih.
Persamaan dengan skripsi ini adalah berkaitan dengan buku teks agama.
Sedangkan perbedaannya adalah pada skripsi ini penulis akan membahas
Analisa Penggunaan Surah Al-Kafirun Dan Surah Al-Bayyinah Dalam Buku
Ajar Kelas VII Mts (Kajian Atas Buku Teks Pelajaran al-Qur’an Hadis Terbitan
Kemenag RI dan Arya Duta).
4. Skripsi Erwan Rustandi, Fakultas Adab dan Humaniora, “Analisis Gramatikal
Terjemahan Al-Qur’an Terbitan Depag dan PT. Tiga Serangkai Pustaka Mandiri
(Studi Kasus Surat Yasin)” skripsi ini menganalisa kalimat dan terjemahan ayat-
ayat antara versi Depag dan PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri yang tidak
sesuai dengan Kaidah Bahasa Indonesia yang disempurnakan. Kemudian
penulis menyempurnakan terjemahannya dengan terjemahan yang sesuai
menurut Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan. Persamaan dengan
16 Nikmatul Solikhah, “Analisis Buku Ajar Pendidikan Agama Islam (PAI) Kelas VII SMPN
13 Malang” (Skripsi, S1 Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, 2011).
10
skripsi ini adalah berkaitan dengan ayat al-Qur’an. Sedangkan perbedaannya
adalah pada skripsi ini penulis akan membahas Analisa Penggunaan Surah Al-
Kafirun Dan Surah Al-Bayyinah Dalam Buku Ajar Kelas VII Mts (Kajian Atas
Buku Teks Pelajaran al-Qur’an Hadis Terbitan Kemenag RI dan Arya Duta).
5. Muhamad Arif Mustofa,17jurnal Mizani, dengan judul “Kerukunan Umat
Beragama: Studi Analisis Tentang Non Muslim, Ahl al-Kitab & Pluralisme”.
Dalam tulisannya dikatakan bahwa manusia pada hakikatnya hidup di dunia ini
tidak bisa untuk hidup sendiri dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia
tidak hanya dapat berinteraksi kepada satu golongan saja. Manusia
membutuhkan suatu komunitas kelompok, suku, agama yang berbeda dalam
kehidupannya, hal ini untuk menunjukkan bahwa Tuhan dalam menciptakan
manusia dari suku, bangsa yang berbeda begitu juga dalam agama yang ada
sebagian kelompok menganggap agama mereka yang paling benar. Persamaan
dengan jurnal ini adalah berkaitan dengan toleransi. Sedangkan perbedaannya
adalah pada skripsi ini penulis akan membahas Analisa Penggunaan Surah Al-
Kafirun Dan Surah Al-Bayyinah Dalam Buku Ajar Kelas VII Mts (Kajian Atas
Buku Teks Pelajaran al-Qur’an Hadis Terbitan Kemenag RI dan Arya Duta).
6. Skripsi oleh Abdul Bari Nasrudin, “Pemahaman Intelektual Muslim Indonesia
atas Ayat-ayat Hubungan Antar umat Beragama”, penelitian ini membahas QS.
al-Baqarah /2:62, hampir tidak ada perbedaan antara Intelektual Indonesia
dengan perwakilan mufasir klasik (Ibn Katsir, Fakhr al-Dîn al-Râzî) dan modern
(Wahbah al-Zuḥailî, Hamka dan M.Quraish Shihab). Tidak ada paksaan
beragama adalah hak setiap orang untuk memilih suatu agama mana yang
dianggaap baik dan buruk, tanpa ada unsur pemaksaan. Kemudian QS. al-
An’am/6:108, Islam memandang bahwa sikap menghormati menghargai sebagai
wujud kecintaan Islam terhadap agama lain. Dalam rangka penghormatan dan
perlindungan terhadap simbol keagamaan, Islam tidak membolehkan mencaci
maki atau menghina sesembahan Tuhan agama lain. Persamaan dengan skripsi
ini adalah berkaitan dengan toleransi. Sedangkan perbedaannya adalah pada
skripsi ini penulis akan membahas Analisa Penggunaan Surah Al-Kafirun Dan
17 Muhamd Arif Mustofa, “Kerukunan Umat Beragama: Studi Analisis Tentang Non Muslim,
Ahlul Kitab & Pluralisme,” Mizani, Vol, IX, No. 1 (Februari 2015).
11
Surah Al-Bayyinah Dalam Buku Ajar Kelas VII Mts (Kajian Atas Buku Teks
Pelajaran al-Qur’an Hadis Terbitan Kemenag RI dan Arya Duta).
7. Skripsi oleh Mokhamad Ainul Yakin, “Analisis Buku Teks al-Qur’an Hadis
Kurikulum 2013 Kelas XI Madrasah Aliyah” , penelitian ini membahas ayat-
ayat dan hadis-hadis pada buku teks al-Qur’an Hadis semester 1 kelas XI
Madrasah Aliyah, dan bagaiamana takhrij serta kualitas sanad dan matan dan
pemahaman ayat-ayat al-Qur’an dan pemahaman hadis pada buku teks al-Qur’an
Hadis. Persamaan dengan skripsi ini adalah berkaitan dengan buku teks
pelajaran al-Quran Hadis. Sedangkan perbedaannya adalah pada skripsi ini
penulis akan membahas Analisa Penggunaan Surah Al-Kafirun Dan Surah Al-
Bayyinah Dalam Buku Ajar Kelas VII Mts (Kajian Atas Buku Teks Pelajaran
al-Qur’an Hadis Terbitan Kemenag RI dan Arya Duta).
8. Skripsi, oleh Nurkholis “Penafsiran Sayid Quthb terhadap Surah al-Kafirun
dalam Fi Dzilalil al-Qur’an”, penelitian ini menjelaskan bahwa surah al-Kafirun
merupakan surah yang memberikan ketegasan untuk melakukan pemisahan
secara total, karena tauhid adalah sebuah system dan syirik adalah system yang
lain. Karena keduanya tidak akan dapat bertemu. Sayyid Quthb memandang
surah al-Kafirun ini sebagai modal social umat Islam dalam membangun
kebersamaan. Surah al-Kafirun ini mengajak kepada kita untuk tetap ramah
dalam perbedaan, tetapi tidak pada soal akidah. Persamaan dengan skripsi ini
adalah berkaitan dengan surah al-Kafirun. Sedangkan perbedaannya adalah pada
skripsi ini penulis akan membahas Analisa Penggunaan Surah Al-Kafirun Dan
Surah Al-Bayyinah Dalam Buku Ajar Kelas VII Mts (Kajian Atas Buku Teks
Pelajaran al-Qur’an Hadis Terbitan Kemenag RI dan Arya Duta).
9. Skripsi, oleh Hendri Gunawan, “Toleransi Beragama Menurut Pandangan
Hamka dan Nurcholis Madjid”, penelitian ini menjelaskan perbandingan
pemikiran Hamka dan Nurcholis Madjid tentang toleransi beragama. Keduanya
sama menekankan tentang pentingnya prinsip toleransi dalam kehidupan
beragama yaitu dengan menghormati kebebasan beragama. Batas-batas dalam
toleransi beragama di mana Hamka menyatakan toleransi bahwa toleransi
beragama dalam Islam hanya bias dilakukan jika tidak menyangkut masalah
keimanan sedangkan Nurcholis Madjid dalam praktek toleransi beragamanya
12
lebih inklusif dan pluralism. Seperti dengan mengikuti do’a bersama antar umat
beragama. Persamaan dengan skripsi ini adalah berkaitan dengan toleransi.
Sedangkan perbedaannya adalah pada skripsi ini penulis akan membahas
Analisa Penggunaan Surah Al-Kafirun Dan Surah Al-Bayyinah Dalam Buku
Ajar Kelas VII Mts (Kajian Atas Buku Teks Pelajaran al-Qur’an Hadis Terbitan
Kemenag RI dan Arya Duta).
10. Skripsi, oleh Sifah Fauziah, “Toleransi Umat Islam Dalam Perspektif Hadis
(Sebuah Kajian Hadis Tematik), penelitian ini membahas hadis toleransi dan
pendapat para ulama tentang toleransi, peneliti berkesimpulan bahwa Islam
merupakan agama yang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai toleransi,
sebagaimana perilaku Nabi Muhammad Saw. Persamaan dengan skripsi ini
adalah berkaitan dengan toleransi. Sedangkan perbedaannya adalah pada skripsi
ini penulis akan membahas Analisa Penggunaan Surah Al-Kafirun Dan Surah
Al-Bayyinah Dalam Buku Ajar Kelas VII Mts (Kajian Atas Buku Teks Pelajaran
al-Qur’an Hadis Terbitan Kemenag RI dan Arya Duta).
Adapun Buku-buku yang membahas permasalahan penulisan, seperti
Pedoman Memahami al-Qur’an oleh Didin Saefudin Buchari, Al-Qur’an dari Masa
ke Masa oleh H. Munawar Chalil, al-Qur’an Kitab Terbesar oleh Dr. Phil. M. Nur
Kholis Setiawan, Al-Qur’an Kitab Toleransi oleh Zuhairi Misrawi, 40 Hadits
Shahih: Pedoman Membangun Toleransi oleh Khotimatul Husna, Ngaji Toleransi
oleh Ahmad Syarif Yahya, Vonis Kafir dalam Timbangan Islam oleh ‘Abd Allah
Ibn ‘Abd al-’Aziz Jibrin, Meniti Kalam Kerukunan oleh Mohamad Nur Kholis
Setiawan dan Djaka Soetapa, Kutipan Pencerahan Nurcholis Madjid Tentang Islam
Rahmatan Lil ‘Alamin oleh Budhy Munawar Rachman.
G. Metodologi Penelitian
1. Metode Pengumpulan Data
Dalam Penelitian ini, penulis menggunakan penelitian kepustakaan (library
research), yaitu mengumpulkan data-data dan menelaah sejumlah referensi yang
berhubungan dengan permasalahan yang akan dibahas. Kemudian penulis
klasifikasi menjadi dua jenis sumber data, yaitu:
13
a. Sumber data primer yaitu data yang berlangsung dan diperoleh dari
sumber data pertama, disebut dengan sumber utama. Dalam hal ini yang
menjadi sumber utamanya adalah kitab-kitab tafsir dan buku teks
pelajaran al-Qur’an Hadis kelas VII Madrasah Tsanawiyah. Dari dua
penerbit berbeda yaitu CV. Arya Duta dan Kemenag RI.
b. Sumber data sekunder yang terdiri dari buku, tulisan, dan karya ilmiah
lainnya yang memiliki relevansi dengan pokok permasalahan yang dikaji
dalam penelitian ini.
2. Metode Pembahasan
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode deskriptif analitik18yaitu
suatu metode yang bermaksud menggambarkan data-data dalam menguji dan
menjelaskan sebuah hipotesis untuk menjawab pertanyaan dari satu
permasalahan. Sedangkan analitik yaitu sebuah tahapan untuk menguraikan data-
data yang telah terkumpul dan tersusun secara sistematis. Jadi metode deskriptif
analitik adalah sebuah metode pembahasan untuk menerapkan data-data yang
telah tersusun dengan melakukan kajian terhadap data-data tersebut.
Penelitian ini merupakan analisis dokumen (documentary analysis),
atauproses analisisnya menggunakan teknik analisis isi (content analisis). Definisi
tentang konsep analisis isi atau kajian isi, seperti yang ditulis oleh Lexy J.
Moleong dalam Metodologi Penelitian Kualitatif, menurut Holsti menyatakan
bahwa kajian isi adalah teknik apapun yang digunakan untuk menarik kesimpulan
melalui usaha menemukan karakteristik pesan dan dilakukan secara objektif dan
sistematis.19
Menurut Jusuf Soewadji dalam bukunya mengatakan bahwa studi dokumen
merupakan kajian yang menitik beratkan pada analisis atau interpretasi bahan
tertulis berdasarkan konteksnya. Bahan bisa berupa catatan yang terpublikasikan,
buku teks, surat kabar, dan sejenisnya. Studi dokumentasi ini dilakukan dengan
18 Metode deskriptif adalah metode penyajian fakta secara sistematis sehingga dapat dengan
mudah dipahami dan disimpulkan. Sedangkan metode analitis adalah sebuah metode penelitian yang berusaha mengurai sesuatu dengan tepat dan terarah. Lihat Saifuddin Azwar, Metode Penelitian (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999), h. 6.
19 Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1999), h. 220.
14
mengumpulkan dokumen atau data-data yang diperlukan dalam permasalahan
penelitian lalu ditelaah secara mendalam.20
3. Teknik Penulisan
Adapun teknik penulisan, skripsi ini berpedoman pada Buku Pedoman
Akademik Program Strata 1 Tahun 2012-2013 Uin Syarif Hidayatullah Jakarta.21
H. Sistematika Penulisan
Penulisan dalam skripsi ini dibagi dalam lima (5) bab, yaitu:
Bab I adalah pendahuluan meliputi: latar belakang masalah, identifikasi
masalag, batasan dan perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,
kajian pustaka, metodologi penelitian terbagi pada, 1) Metode pengumpulan data
2) metode pembahasan 3) Teknik penulisan, dan terakhir sistematika penulisan.
pada bab ini penulis melatar belakangi masalah toleransi dari buku teks pelajaran
al-qur’an hadis yang selama ini beredar
Bab II adalah Makna Toleransi dan Tasâmuḥ, meliputi: pengertian
toleransi, meliputi 1) toleransi secara umum, 2) toleransi dalam Islam, pengertian
tasâmuḥ, meliputi 1) perilaku tasâmuḥ dalam kehidupan, meliputi a. perilaku
tasâmuḥ dalam keluarga b. perilaku tasâmuḥ dalam kehidupan bermasyarakat c.
Perilaku tasâmuḥ dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. pada bab ini penulis
memaparkan makna toleransi dan tasâmuḥ yang berkaitan dengan bab pertama
bahwa surah al-kâfirûn dan al-bayyinah membahas tentang toleransi.
Bab III adalah surah al-Kâfirûn dan al-Bayyinah perspektif mufassir,
meliputi A) asbab al-Nuzûl surah al-Kâfirûn dan al-Bayyinah, terbagi pada 1) surah
Kâfirûn, 2) surah al-Bayyinah, B) surah al-Kâfirûn dan al-bayyinah menurut al-
Qurthubi. Meliputi: 1) surah al-Kâfirûn dalam tafsir al-Jâmi’ li Ahkâm al-Qur’an
karangan al-Qurthubi, 2) surah al-Bayyinah dalam tafsir al-Jâmi’ li Ahkâm al-
Qur’an karangan al-Qurthubi. C) Surah al-Kâfirûn dan al-bayyinah menurut
Quraish Shihab. Meliputi: 1) surah al-Kâfirûn dalam tafsir al-Misbāh karangan
Quraish Shihab, 2) surah al-Bayyinah dalam tafsir al-Misbāh karangan Quraish
Shihab. Hubungan pada bab II adalah surah al-Kâfirûn dan al-bayyinah dijadikan
20 Jusuf Soewadji, Pengantar Metodologi Penelitian (Jakarta: Mitra Wacana, 2012), h. 59. 21 Tim Penyusun, Pedoman Penulisan Akademik Universitas Islam Negeri (Jakarta: UIN
Jakarta Press, 2000), h. 368.
15
dalil sebagai pembahasan toleransi di dalam buku teks pelajaran al-Qur’an hadis
dari dua penerbit berbeda yaitu KEMENAG RI dan Arya Duta.
BAB IV adalah surah al-Kâfirûn dan al-Bayyinah dalam buku KEMENAG
RI dan buku Arya Duta. Meliputi: A) Sistematika Penyajian Tema Toleransi,
terdapat table perbandingan sistematika penyajian. B) Belajar Toleransi dari surah
al-Kâfirûn dan al-Bayyinah dalam buku KEMENAG RI. Meliputi 1) Al-Qur’an
Surah al-Kâfirûn 109/: 1 - 6 Allah SWT, kemudian penjelasan surah, 2) Al-Qur’an
Surah al-Bayyinah 89/: 1-8 Allah SWT, kemudian penjelasan surah, belajar hadis
tentang toleransi, berbuat baik kepada sesama, meliputi 1.hadis tentang berbuat baik
terhadap tetangga. 2. Hadis tentang mencintai tetangga. C) Belajar Toleransi dari
surah al-Kâfirûn dan al-Bayyinah dalam buku Arya Duta. Meliputi 1) Kajian Surah
al-Kâfirûn, meliputi Membaca surah al-Kâfirûn, isi kandungan surah al-Kâfirûn. 2)
Kajian surah al-Bayyinah. Meliputi membaca surah al-Bayyinah, isi kandungan
surah al-Bayyinah. 3) Kajian hadis tentang toleransi, meliputi membaca hadis
tentang berbuat baik terhadap tetangga, isi kandungan hadis. Hadis tentang
mencintai tetangga, isi kandungan hadis. C) Komentar Penulis. Hubungan Bab III
pada bab ini adalah komentar ulama dalam mengomentari surah al-Kâfirûn dan al-
Bayyinah di dalam tafsirnya. Pada bab ini penulis menganalisa isi kandungan surah
al-Kâfirûn dan al-Bayyinah pada buku teks pelajaran al-Qur’an Hadis. D) Komentar
Penulis, meliputi a) Kelebihan dari materi toleransi pada buku ajar al-Qur’an Hadis
b) Kekurangan materi toleransi pada buku ajar al-Qur’an Hadis,
Bab V adalah penutup dari skripsi yang berisi kesimpulan dari
pembahasan pada bab-bab sebelumnya dan juga jawaban dari perumusan masalah,
serta saran yang dapat disampaikan dalam penyusunan skripsi ini.
16
BAB II
MAKNA TOLERANSI DAN TASÂMUḤ
A. Pengertian Toleransi
Ada beberapa pendapat para tokoh yang mengemukakan pengertian
toleransi. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia W.J.S. Poerwadarminta
mengungkapkan bahwa toleransi berasal dari kata “toleran” yakni sikap atau sifat
tenggang rasa (menghargai, membiarkan, membolehkan) pendirian (pendapat,
pandangan, kepercayaan, kebiasaan, kelakuan) yang lain atau yang bertentangan
dengan pendirinya sendiri.1
Menurut Webster’s New American Dictionary arti tolerance adalah liberty
toward the opinions of others, patience with others apabila diterjemahkan ke
dalam bahasa Indonesia artinya adalah memberi kebebasan (membiarkan)
pendapat orang lain, dan berlaku sabar menghadapi orang lain. 2
Sahibi Naim dalam bukunya “kerukunan antar umat beragama,”
menerangkan bahwa istilah toleransi berasal dari bahasa inggris yaitu; tolerance
yang berarti sikap membiarkan, mengakui dan menghormati keyakinan orang lain
tanpa melakukan persetujuan. Sedangkan, dalam bahasa Arab toleransi biasanya
disebut dengan “tasâmuḥ”, yang berarti bersikap membiarkan, murah hati, ramah,
lunak dan berhati ringan. 3
Pengertian toleransi secara luas yaitu suatu sikap atau perilaku manusia
yang tidak menyimpang dari aturan, di mana seseorang menghargai atau
menghormati setiap tindakan yang orang lain lakukan.4
Dalam percakapan sehari-hari, di samping kata toleransi, juga dipakai
kata “tolerer”. Kata ini adalah bahasa Belanda berarti membolehkan,
membiarkan; dengan pengertian membolehkan atau membiarkan yang pada
prinsipnya tidak perlu terjadi. Jadi toleransi mengandung konsensi, artinya
1 W.J.S, Poerwaderminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1982),
Cet. Ke-5, h. 1084. 2 Mohammad Daus Ali, Islam untuk Disiplin Ilmu Hukum, Sosial Politik,(Jakarta:
Wirabuana, 1986), h. 81. 3 Sahibi Naim, Toleransi Dalam Pergaulan Antar Umat Beragama, (Jakarta: PT. Gunung
Agung, 1983), h. 60. 4 Julianti, Internalisasi Nilai Toleransi Melalui Model Telling Story pada Pembelajaran
PKN untuk Mengatasi Masalah Tawuran, Jurnal Penelitian Pendidikan, Vol. 14 No. 1, April 2013, h. 3.
17
pemberian yang hanya didasarkan kepada kemurahan dan kebaikan hati, dan
bukan didasarkan kepada hak.5
Menurut Umar Hasyim, toleransi diartikan sebagai pemberian kebebasan
kepada sesama manusia atau kepada semua warga masyarakat untuk menjalankan
keyakinannya atau mengatur hidupnya dalam menentukan nasibnya masing-
masing. Selama di dalam menjalankan dan menentukan sikapnya itu tidak
melanggar dan tidak bertentangan dengan syarat-syarat atas terciptanya ketertiban
dan perdamaian masyarakat.6
Dalam pengertian lain, Zuhairi Misrawi dalam karyanya al-Qur’an Kitab
Toleransi; Inklusivisme, Pluralisme dan Multikulralisme (2007) menyatakan
bahwa toleransi berarti kelonggaran, kelembutan hati, keringanan, dan kesabaran.
Maka dapat dipahami bahwa toleransi adalah sikap terbuka untuk mengakui
keberadaan orang lain dan memberikan kesempatan bagi mereka untuk
menyampaikan gagasannya sekalipun berbeda dan salah di mata orang lain.7
Dari berbagai pengertian di atas, penulis menyimpulkan, pengertian
toleransi merupakan suatu sikap atau tindakan sosial yang saling membutuhkan
satu sama lain, dengan menerima setiap perbedaan secara tulus, berlapang dada,
saling menghormati, dan saling mengerti.
1. Toleransi Secara Umum
Toleransi dan kerukunan hidup antar umat beragama di Indonesia
merupakan faktor yang sangat urgen dan strategis, tanpa adanya toleransi dan
kerukunan hidup, hubungan antar umat beragama akan menjadi rawan dan
mudah terganggu, dan gangguan ini akan mengakibatkan terjadinya instabilitas
dalam kehidupan sosial dan politik yang tentunya tidak diinginkan oleh
pemerintah.8
5 Said Agil Husin Al-Munawar, M.A, Fikih Hubungan Antar Agama, (Jakarta: Ciputat
Press, 2003), Cet Ke-2, h. 13. 6 Umar Hasyim, Toleransi dan Kemerdaan Beragama dalam Islam Sebagai Daser Menuju
Dialog dan Kemerdekaan Antar Agama, ( Surabaya: P. Bina Ilmu, 1997), h. 22. 7 Zuhairi Misrawi, Al-Qur’an Kitab Toleransi; Iklusivisme, Pluralisme dan
Multikulturalisme, (Jakarta: Fitrah, 2007), h. 181. 8 Faisal Ismai, Islam Idealitas Ilahiyah dan Realitas Insaniyah, (Yogyakarta: Tiara Wacana
Group, 1999), Cet. Ke-I, h. 195.
18
Toleransi dalam pergaulan hidup antar umat beragama, yang didasarkan
kepada setiap agama menjadi tanggungg jawab pemeluk agama itu sendiri dan
mempunyai bentuk ibadat (ritual) dengan sistem dan cara tersendiri dan
ditaklifkan (dibebankan) serta menjadi tanggung jawab orang yang pemeluknya.
atas dasar itu, maka toleransi dalam pergaulan hidup antar umat beragama
bukanlah toleransi dalam bentuk keagamaan, melainkan perwujudan sikap
keberagamaan pemeluk suatu agama dalam pergaulan hidup antara orang yang
tidak seagama, dalam masalah-masalah kemasyarakatan atau kemaslahatan.9
Menjalani hidup yang berdampingan secara damai antar kelompok umat
beragama telah ditetapkan dalam peraturan undang-undang tentang Agama,
pada bab XI pasal 29 ayat 2 yang berbunyi:
(1). Negara berdasar atas ke-Tuhanan Yang Maha Esa. (2). Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadah menurut agamanya dan kepercayaannya itu. Negara sendiri menjamin penduduknya dalam memilih dan memeluk
agama atau keyakinan masing-masing serta menjamin dan melindungi
penduduknya di dalam menjalankan peribadatan menurut agama dan kepercayaan
masing-masing.
Toleransi merupakan bentuk akomodasi dalam interaksi sosial. Manusia
beragama secara sosial tidak bisa menafikan bahwa mereka harus bergaul bukan
hanya dengan kelompoknya sendiri, tetapi juga dengan kelompok berbeda
agama. Umat beragama musti berupaya memunculkan toleransi untuk menjaga
kestabilan sosial sehingga tidak terjadi benturan-benturan ideologi dan fisik di
antara umat berbeda agama.10
Toleransi itu cukup mensyaratkan adanya sikap membiarkan dan tidak
menyakiti orang atau kelompok lain, baik yang berbeda maupun yang sama.
Toleransi ditumbuhkan oleh kesadaran yang bebas dari segala macam bentuk
tekanan atau pengaruh serta terhindar dari rasa munafik atau sikap berpura-pura.
Toleransi mengandung mak-sud untuk memungkinkan terbentuknya sistem yang
9 Said Agil Husein al-Munawar, Fikih Hubungan antar Agama (Ciputat:Ciputat Press,
2005), Cet. Ke 3, h. 13. 10 Casram, “Membangun Sikap Toleransi Bragama Dalam Masyarakat Plural,” Jurnal
Ilmiah Agama dan Sosial Budaya, Juli 2016, h. 188.
19
menjamin keamanan pribadi, harta benda dan unsur-unsur minoritas yang terdapat
dalam masyarakat. Ini direalisasikan dengan menghormati agama, moralitas dan
lembaga-lembaga mereka serta menghargai pendapat orang lain dan perbedaan-
perbedaan yang ada di lingkungannya tanpa harus berselisih dengan sesamanya
hanya karena berbeda keyakinan atau agama. Dalam kaitan dengan agama,
toleransi mencakup masalah-masalah keyakinan pada diri manusia yang
berhubungan dengan akidah atau yang berhubungan dengan ketuhanan yang
diyakininya. Seseorang harus diberikan kebebasan untuk meyakini dan memeluk
agama (mempunyai akidah) masing-masing yang dipilihnya serta memberikan
penghormatan atas pelaksanaan ajaran-ajaran yang dianut atau diyakininya.
2. Toleransi Dalam Islam
Islam menegaskan bahwa tidak boleh ada pemaksaan dalam memeluk
agama, sebagaimana juga tidak boleh ada larangan bagi seseorang dalam
menjalankan ajaran agamanya. Karena salah satu tujuan Islam adalah
memberikan ketenangan jiwa bagi mereka yang menganut ajarannya dengan
jaminan kebebasan masing-masing dan melakukan ibadahnya dengan aman dan
tenang.11 Semua orang harus bebas dan aman dalam menjalankan agamanya
masing-masing.
Sebagai seorang muslim hendaknya meyakini bahwa perbedaan manusia
dalam beragama merupakan kehendak Allah SWT. Allah menciptakan manusia
memang untuk berbeda-beda. Karena itu, Allah memberikan akal pikiran untuk
memilih jalan masing-masing, seperti dalam firman-Nya:
1. Surah Hûd ayat 118-119
“Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentu dia menjadikan manusia umat yang satu, tetapi mereka senantiasa berselisih pendapat. Kecuali orang-orang yang diberi rahmat oleh Tuhanmu. dan untuk Itulah Allah menciptakan mereka. kalimat Tuhanmu (keputusan-Nya) Telah ditetapkan: Sesungguhnya Aku akan memenuhi neraka Jahannam dengan jin dan manusia (yang durhaka) semuanya”. (QS. Hûd 11 / 118-119)
11 Nurcholis Madjid, dkk, Fiqih Lintas Agama (Jakarta: Paramadina, 2004), h. 112.
20
2. Surah Yûnus ayat 99-100
“ Dan Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi seluruhnya. Maka apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya ? Dan tidak ada seorangpun akan beriman kecuali dengan izin Allah; dan Allah menimpakan
kemurkaan kepada orang-orang yang tidak mempergunakan akalnya.” (QS.Yûnus 10 / 99-100).
Allah mengutus para Rasul untuk menyampaikan agama-Nya yang
menerangkan kepada manusia mana yang baik dilakukan dan mana yang terlarang
dilakukan. Manusia dengan akal, pikiran, dan perasaan yang dianugerahkan Allah
kepadanya dapat menilai apa yang disampaikan para Rasul. Tidak ada paksaan
bagi manusia dalam menentukan pilihannya, baik atau buruk. Dan manusia
dihukum berdasarkan pilihannya itu.
Toleransi agama harus dimaknai sebagai sikap untuk hidup berdampingan
dengan agama lain dan memberikan kebebasan untuk setiap pemeluk agama agar
dapat menjalankan prinsip-prinsip keagamaan masing-masing. Dalam ajaran
Islam, toleransi tidak hanya diterapkan pada segi keagamaan saja, tetapi juga
dalam segi bahasa, budaya, suku, ras, dan bangsa.
3. Surah Al-Mumtahanah ayat 8-9
“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu Karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.. Sesungguhnya Allah Hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu Karena agama dan mengusir kamu dari negerimu, dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. dan barangsiapa
21
menjadikan mereka sebagai kawan, Maka mereka Itulah orang-orang yang
zalim.”(QS. Al-Mumtahanah 60 / 8-9)
Ayat–ayat di atas menggariskan prinsip dasar hubungan interaksi antara
kaum muslimin dan non muslim. Dalam ayat tersebut mengizinkan mennjalin
hubungan dengan non muslim selama tidak membawa dampak negatif pada
orang Islam. Allah tidak melarang kamu berbuat baik dalam bentuk apapun
kepada mereka (orang kafir) dan tidak pula melarang kamu berlaku adil kepada
mereka.12
Islam sebagai agama damai dan penuh cinta, Islam bertujuan untuk
melindungi seluruh alam dengan kedamaian. Kedamaian dalam Islam
menunjukkan bahwa semua manusia dihimpun dari Panji Ilahi dalam kedudukan
sebagai saudara-saudara yang saling kenal mengenal dan cinta mencintai.
Islam tidak datang hanya bertujuan mempertahankan eksistensinya
sebagai agama, tetap juga mengakui eksistensi agama-agama lain, dan
memberinya hak untuk hidup berdampingan sambil menghormati pemeluk
agama-agama lain.13 Dengan kata lain agama Islam telah memberikan toleransi
antar pemeluk agama yang ada di dunia ini.
B. Pengertian Tasâmuḥ
Secara etimologi, kata “tasâmuḥ” berasal dari bahasa Arab ح مس yang
artinya berlapang dada, toleransi. Tasâmuḥ merupakan kalimat isim, dengan
bentuk madly dan mudlori’nya ح ام س ت يـ -ح ام س ت yang artinya toleransi. Makna ini
selanjutnya berkembang menjadi sikap lapang dada/ terbuka (welcome) dalam
menghadapi perbedaan yang bersumber dari kepribadian yang mulia.
Tasâmuḥ secara etimologis adalah mentoleransi atau menerima perkara
secara ringan. Secara terminologis berarti menoleransi atau menerima perbedaan
dengan ringan hati.
Menurut Badawi bahwa tasâmuḥ (toleransi) adalah pendirian atau sikap
yang termanifestasikan pada kesediaan untuk menerima berbagai pandangan dan
12 M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Cetakan VIII (Tanggeng: Lentera Hati, 2007), h.
170. 13 M.Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an (Bandung: Mizan, 2005), h. 379.
22
pendirian yang beranekaragam, meskipun tidak sependapat dengannya. Lebih
lanjut dijelaskan bahwa tasâmuḥ (toleransi) ini, erat kaitannya dengan masalah
kebebasan atau kemerdekaan hak asasi manusia dan tata kehidupan
bermasyarakat, sehingga mengizinkan berlapang dada terhadap adanya perbedaan
pendapat dan keyakinan dari setiap individu. Orang yang bersifat tasâmuḥ akan
menghargai, membiarkan, membolehkan pendirian, pendapat, pandangan,
kepercayaan, kebiasaan, kelakuan, dan sebagainya yang berbeda dengan
pendiriannya.
Tasâmuḥ adalah sikap suka mendengar dan menghargai pendapat dan
pendirian orang lain. Lawan dari tasâmuḥ ialah ashabiyah, fanatisme atau
chauvinisme. Tasâmuḥ merupakan kebesaran jiwa, keluasan pikiran dan
kelapangan dada, sedangkan ta’ashub merupakan kekerdilan jiwa, kepicikan
pikiran dan kesempitan dada.14
Dengan demikian, berbeda dengan kata tolerance yang mengandung
nuansa keterpaksaan, maka kata tasâmuḥ memiliki keutamaan, karena
melambangkan sikap yang bersumber pada kemuliaan diri dan keikhlasan. Jika
dicermati dengan seksama, pemahaman tentang toleransi tidak dapat berdiri
sendiri. Ia terkait erat dengan suatu realitas lain di alam yang merupakan
penyebab langsung dari lahirnya toleransi. Memahami toleransi tidak akan ada
artinya tanpa memahami realitas lain tersebut, yaitu kemajemukan.15
Dalam Islam toleransi dijelaskan dalam Al-Qur'an dapat dengan mudah
mendukung etika perbedaan dan toleransi. Al-Qur'an tidak hanya mengharapkan
tetapi juga menerima kenyataan perbedaan dan keragaman dalam masyarakat. Hal
ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam Surah Al-Hujurât ayat 13, ayat
tersebut menunjukkan adanya ketaatan manusia yang essensial dengan
mengabaikan perbedaan-perbedaan yang memisahkan antara golongan yang satu
dengan golongan yang lain.
14 Shalahuddin Sanusi, Integrasi Ummat Islam: Pola Pembinaan Kesatuan Ummat
Islam, (Bandung: Penerbit Iqamatuddin, 1987), h. 121. 15 Said Agil Husin Al-Munawar, Fikih Hubungan Antar Agama, (Penerbit Ciputat
Press, Jakarta), h. 13.
23
QS. Al-Hujurât ayat 13
“Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.”(QS. Al-Hujurât/ 49: 13).
Semua manusia sama dari segi kemanusiannya, jenis kelamin, suku ras,
dan keturunan bukan faktor pembeda kemanusiaan. Tujuan perbedaan adalah
untuk saling mengenal dalam rangka bantu membantu dan saling melengkapi.
Karena itu, semakin kuat pengenalan satu pihak kepada selainnya, semakin
terbuka peluang untuk saling memberi manfaat.16
Di dalam memaknai toleransi ini terdapat dua penafsiran tentang konsep
tersebut. Pertama, penafsiran negatif yang menyatakan bahwa toleransi itu cukup
mensyaratkan adanya sikap membiarkan dan tidak menyakiti orang atau
kelompok lain baik yang berbeda maupun yang sama. Sedangkan, yang kedua
adalah penafsiran positif yaitu menyatakan bahwa toleransi tidak hanya sekedar
seperti pertama (penafsiran negatif) tetapi harus adanya bantuan dan dukungan
terhadap keberadaan orang lain atau kelompok lain.17
1. Perilaku Tasâmuḥ Dalam Kehidupan
Islam adalah agama kemanusiaan, asas dari kemanusian ini dalam
Islam adalah penghormatannya terhadap manusia melebihi daripada yang
lainnya, tanpa melihat perbedaan warna kulit, ras, agama, suku, jenis
kelamin dan kasta. Dalam Al-qur’an diterangkan bahwa, Allah menciptakan
semua manusia berbeda-beda dan bersuku bangsa bukanlah untuk saling
menindas, saling menghina, dan saling menjatuhkan, tetapi perbedaan ini
ditunjukkan semata-mata agar semua manusia saling mengenal antara
16 M.Quraish Shihab, Al-Lubab (Tanggerang: Lentera Hati, 2012), h. 14. 17 Maskuri Abdullah, Pluralisme Agama dan Kerukunan dalam Keagamaan, (Penerbit
Buku Kompas, Jakarta, 2001), h. 13.
24
satu dengan yang lainnya, saling melengkapi kekurangan dan kelebihan
masing-masing. Al-qur’an juga menjelaskan semua manusia bersaudara,
mereka adalah anak dari satu ayah dan satu ibu yang sama yaitu Adam
dan Hawa.18
Sikap Tasâmuḥ yang pernah ditunjukkan Nabi Muhammad SAW, para
sahabat, serta generasi-generasi muslim sesudahnya, baik terhadap sesama
mereka maupun terhadap pihak-pihak lain yang, terutama, tidak seagama
merupakan hal yang memang perlu kita ketahui lebih jauh. Semua muslim
mendapatkan kesempatan yang sama untuk berkarya dengan sebaik-baiknya,
tanpa harus teralienasi hanya karena perbedaan fisik, bahasa, atau suku
bangsa. Dalam hal ini Rasulullah SAW bersabda:
ى . رواه امحدو ق لتـ � ال ا ى م ج ع ى ا ل ع ىب ر ع ل ل ض ف ال آل ا اب ر تـ ن م م آد و م د آل م ك ل ك
Artinya: “Kamu semua adalah keturunan Adam sedang Adam diciptakan dari debu. Tidak ada perbedaan antara Arab dengan yang lainnya, kecuali dengan ketakwaan” (HR. Ahmad).19
Seseorang harus memiliki sifat tasâmuḥ yang tertanam secara mendalam
dalam diri setiap orang. Tasâmuḥ ini, tidak bisa dipungkiri akan menjadi
perekat yang paling kuat untuk mendekatkan antara manusia yang satu
dengan manusia yang lain. Dalam Tasâmuḥ atau toleransi ada ketulusan dan
kesediaan untuk menerima perbedaan dan pemikiran dari pihak lain.20
Perilaku tasâmuḥ hendaknya diterapkan dalam kehidupan sehari-hari
agar keharmonisan dapat tercipta
a. Perilaku tasâmuḥ dalam keluarga
Perilaku tasâmuḥ yang dimiliki oleh anggota keluarga akan
menciptakan suasana yang harmonisa antar anggota keluarga tersebut.
Seorang pemimpin keluarga atau ayah dan seorang ibu rumah tangga
hendaknya mengajarkan perilaku tasâmuḥ pada anak-anaknya dalam
18Rahmad Asril Pohan, Toleransi Inklusif: Menapak Jejak Sejarah Kebebasan Beragama
Dalam Piagam Madinah, (Yogyakarta: Kaukaba Dipantara, 2014), h. 167. 19Ahmad ibn Hanbal, Musnad Ahmad ibn Hanbal. (Beirut: al- Maktab al-Islâmi; 1993.)
Cet. Ke-1. Jilid 5. h. 411. 20 Zuhairi Misrawi, Al-qur’an Kitab Toleransi Tafsir Tematik Islam Rahmatan Lil’alamin,
(Jakarta: Grasindo,2010), h. 9.
25
kehidupan berumah tangga. Cara berperilaku tasâmuḥ terhadap anggota
keluarga maupun masyarakat diajarkan dalam keluarga. Jika perilaku
tasâmuḥ telah tertanam dalam hati tiap-tiap anggota keluarga,
keharmonisan dan ketentraman akan dirasakan.
Perilaku tasâmuḥ bisa di contohkan ada salah satu keluarga sedang
sakit. Anggota keluarga yang lain harus bersikap tasâmuḥ dengan tidak
menimbulkan kegaduhan atau kericuhan di rumah. Sehingga ketenangan
harus tetap dijaga agar anggota keluarga yang sakit dapat beristirahat
dengan tenang.
b. Perilaku tasâmuḥ dalam kehidupan bermasyarakat
Perilaku tasâmuḥ diperlukan dalam kehidupan bermasyarakat. Jika
seluruh anggota memiliki perilaku tasâmuḥ ketentraman dan
keharmmonisan masyarakat akan tercipta. Terapkan prinsip hormatilah
orang lain jika ingin dihormati. Menghormati dan menghargai orang lain
merupakan perwujudan dari perilaku tasâmuḥ dalam kehidupan
bermasyarakat.
Pada zaman Rasulullah betapa beliau sangat menghormati
masayarakat yang beragama lain.21
“Pada saat itu ketika rombongan jenazah Yahudi melewatinya, Rasulullah berdiri (sebagai penghormatan). Sahabat protes “wahai rasulullah tapi dia itu orang Yahudi?” Rasulullah menjawab “bukankah dia manusia?” bahkan di lain kesempatan ketika Rasulullah ditanya tentang memberi bantuan materi kepada Non muslim, “Apakah kami boleh member bantuan kepada orang-orang Yahudi?” Tanya sahabat kepada Rasulullah saw. “Boleh, sebab mereka juga makhluk Allah, dan Allah akan menerima sedekah kita”, Jawab Rasulullah sambil bangga atas inisiatif sahabat-nya.
“Bukankah dia manusia?” kata ini penting, sebab darinya kita membangun hubungan antar manusia. Saling menghargai, menghormati dan menumbuhkan sikap saling pengertian”.
Hormati dan hargailah hak orang lain agar kerukunan dan
kedamain dapat tercapai dari apa yang di lakukan.
21 Toleransi beragama pada zaman rasululloh, Diakses pada tanggal 17 Januari 2019,
http://arieskur.wordpres.com/2019/17/01/toleransi-beragama-pada-zaman-rasululloh/.
26
c. Perilaku tasâmuḥ dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
Perilaku tasâmuḥ diperlukan dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara. Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara tentu timbul
perbedaan, baik itu perbedaan pendapat maupun pandangan. Selain itu,
negara Indonesia terdiri atas berbagai suku, bahasa, warna kulit, dan
beberapa perbedaan lainnya. Perbedaan tersebut hendaknya dijadikan
sarana untuk saling melengkapi. Jangan jadikan perbedaan yang ada
sebagai jurang pemisah.
Ajaran Islam menganjurkan untuk selalu bekerjasama dengan
orang lain dan saling tolong menolong dengan sesama manusia. Hal ini
menggambarkan bahwa umat Islam diperintahkan untuk menjaga
kerukunan umat beragama baik yang seagama maupun yang berbeda
agama. Bentuk universalisme Islam digambarkan pada ketidakadaanya
paksaan bagi manusia dalam memeluk agama Islam. Hal ini menunjukkan
bahwa Islam adalah agama yang menghormati agama lain.22
22Syarbini Amirulloh, Al-Qur’an Indonesia, (Yogyakarta:Logung Pustaka, 2011), h. 7
27
BAB III
SURAH AL-KÂFIRÛN DAN AL-BAYYINAH PERSPEKTIF MUFASSIR
A. Asbab al-Nuzûl Surah al-Kâfirûn dan al-Bayyinah
1. Surah al-Kâfirûn
Surah ini turun di Mekkah sebelum Nabi Saw. Berhijarah ke Madinah.
Demikian para ulama al-Qur’an kecuali segelintir diantara mereka. Namanya yang
paling popular adalah surat al-Kâfirûn. Nama lainnya adalah surah al-‘Ibâdah, surat
ad-Dîn. Ada juga yang menamainya surah al-Muqasyqisyah (penyembuh), yakni
kandungannya menyembuhkan dan menghilangkan penyakit kemusyrikan. Nama
terkahir ini diberikan juga kepada surah Qul Huwa Allâh Ahad. Di sisi lain, surah
Qul Huwa Allâh Ahad, yang populer dengan nama surah al-Ikhlâsh, merupakan
juga salah satu nama dari surat al-Kâfirûn ini.
Tema utamanya adalah penolakan usul kaum musyrikin untuk penyatuan
ajaran agama dalam rangka mencapai kompromi, sambil mengajak agar masing-
masing melaksanakan ajaran agama dan kepercayaannya tanpa saling
mengganggu.1
Salah satu riwayat menyebutkan bahwa sebab turunnya surat al-Kâfirûn ketika
Walid bin Mughîrah, As Ibn Wa’il, Aswad bin Abdul Mutalib, Umaiyah bin Khalaf,
mereka berkata kepada Rasulullah bagaimana jika kami menyembah Tuhanmu
terlebih dahulu kemudian kamu menyembah Tuhan kami, maka dengan demikian
akan terjadi kedamaian di antara kita serta tidak ada lagi pertengkaran di antara kita.
Jika ajaran agamamu lebih baik, maka kami akan mengikutinya. Tapi jika ajaran
agama kami lebih baik, maka kamu hendaknya mengikuti ajaran kami.2
Setelah itu turunlah ayat ini disertai ayat yang lain yang berbunyi:
ن و ل اه ا اجل ه يـ أ د ب ع أ ىن و ر م � هللا ر يـ غ فـ أ ل ق
Apakah kamu hendak menyuruhku menyembah selain Allah wahai orang-orang yang bodoh. (Az-Zumar: 64)
1 M.Quraish Shihab, Tafsir al-Misbāh: pesan kesan dan keserasian al-Qur’an, (Jakarta:
Lentera Hati, 2002), h. 675. 2 Abi Ja’far Muhammad bin Hasan al-Tawî, Al-Tibyânfi Tafsîr al-Qur’an, tahqîq Ahmad
Habîb Qusair al-‘Âmilî, (Dâr Ihya al-Turâts al-‘Arabî), h. 420.
28
Terkadang mereka disebut orang bodoh dan terkadang disebut dengan orang
kafir. Orang bodoh itu seperti pohon dan kufur adalah buahnya.3
Pendapat yang sama dikemukakan oleh Abu Muhammad Husain bin Mas’ud
al-Farra’i al-Baghawi al-Syafi’i. Menurutnya surat al-Kâfirûn diturunkan pada saat
orang-orang Quraisy seperti: Harits bin Qais al-Sahmi, ‘As bin Wa’il dan Walid bin
Mughirah, Aswad bin ‘Abd Yaghuts, Aswaad bin Muthalib bin Asad, Umaiyah bin
Khalaf berkata: Wahai Muhammad sudikah engkau mengikuti agama kami dan
kami akan mengikuti agamamu serta kami akan selalu bekerjasama dalam setiap
urusan, engkau menyembah Tuhan kami satu tahun dan kami akan menyembah
Tuhanmu satu tahun, jika apa yang engkau bawa itu baik buat kami maka kami akan
mengikutinya, namun jika agama yang kami anut baik engkau harus mengikutinya.
Nabi berakata: Aku berlindung kepada Allah dari hal yang menyekutukan-Nya.
Mereka berkata: terimalah sebagian Tuhan kami maka kami akan mempercayai mu
dan menyembah Tuhanmu. Nabi berkata: tunggulah apa yang akan datang dari
Tuhanku, Maka Allah menurunkan surat al-Kâfirûn, lalu pergilah Rasulullah ke
Masjidil Haram yang di dalamnya terdapat orang-orang Quraisy, berdiri di hadapan
mereka dan membacakan surat tersebut.4
Dikemukakan oleh al-Tabrani dan Ibn Abî Hâtim yang bersumber dari Ibn
‘Abbâs ra, bahwa orang-orang Quraisy memanggil Rasulullah saw untuk
menawarkan harta benda, agar menjadi orang yang terkaya di Makkah dan akan
mengawinkan beliau dengan wanita siapapun yang dikehendaki, mereka berkata:
“Inilah yang kami janjikan kepadamu hai Muhammad, dengan syarat engkau tidak
mencaci maki Tuhan-Tuhan kami dan tidak menyebut-nyebutnya buruk. Jika hal
itu kau enggan melakukannya, maka sambahlah Tuhan-Tuhan kami selama satu
tahun,” Rasulullah menjawab: “Saya akan menunggu turunnya wahyu dari
Tuhanku.” Maka Allah menurunkan ayat qul yâ ayyuha al-Kâfirûna … sampai
akhir surat,” Juz 30 109/al-Kâfirûn 1-6, berkenaan dengan peristiwa itu sebagai
perintah untuk menolak tawaran orang-orang musyrik, maka turun pula ayat ل ق
3 Muhammad Fakhrurrazi Ibn ‘Alamah Diyauddin Umar, Tafsir Fakhrurazzi, juz 32, (Beirut;
Darul Fikr, 1985), Cet. Ke 3, h. 144. 4 Abu Muhammad Husain bin Mas’ud al-Farrâ’I al-Baghawi al-Syâfi’I, Tafsir al-Baghawi,
(Beirut; Dâr al-Kutub al-‘Ilmiah) Juz IV, h. 505.
29
ن و ل اه ا اجل ه يـ أ د ب ع أ ىن و ر م � هللا ر يـ غ فـ أ Katakanlah: maka apakah kamu menyuruh aku
menyembah selain Allah, hai orang-orang yang tidak berpengetahuan? Juz 24 39/al-
Zumar 64 juga berkenaan dengan peristiwa itu, sebagai perintah untuk menolak
tawaran mereka yang tidak berpengetahuan itu.5
Hadis yang sama dikemukakan oleh Ibn al-Munzir yang bersumber dari Ibn
Juraij dikemukakan oleh Ibn Abî Hatim yang bersumber dari Sa’id bin Minâ,
berkata bahwa al-Walîd bin al-Mughîrah, al-As bin Wa’il, al-Aswad bin al-Mutalib
dan Umayyah bin Khalaf menemui Rasulullah saw lalu berkata: Hai Muhammad !
Silahkan, kamu menyembah bersama kami apa yang kami sembah dan kami akan
menyembah apa yang kamu sembah dan kita bersekutu di dalam segala urusan kita.
Maka Allah menurunkan ayat qul yâ ayyuha al-Kâfirûna … sampai akhir surat,”
Juz 30 109/al-Kâfirûn 1-6, berkenaan dengan peristiwa itu, larangan keras terhadap
ajakan mereka itu.6
2. Surah al-Bayyinah
Surah ini (al-Bayyinah) diperselisihkan oleh para ulama tentang masa
turunnya. Ada yang menyatakan Makkiyyah, yakni turun sebelum Nabi
Muhammad saw. hijrah dan ada pula yang menilainya Madaniyyah.7 Bahkan Ibn
‘Athiyah berpendapat bahwa mayoritas ulama menilainya Makkiyah, sedang al-
Qurtubi menyatakan sebaliknya, yakni mayoritas ulama menilainya Madaniyyah.
Agaknya surat ini Madaniyah, karena uraiannya menyangkut ahl al-kitâb dan sikap
mereka yang tegas terhadap ajaran yang disampaikan oleh Nabi Muhammad saw.,
sedang kita semua mengetahui bahwa interaksi yang kental antara Nabi
Muhammad saw., dengan ahl al-kitâb barulah terjadi setelah beliau berhijrah ke
Madinah.8
Diriwayatkan oleh Imâm Bukhâri dan Muslim melalui sahabat Nabi saw.,
Anas bin Mâlik, bahwa Nabi saw., berkata kepada Ubay bin Ka’b bahwa: “Allah
5 Jalaludin as-Suyuti, Riwayat Turunnya ayat-ayat Suci al-Qur’an, (Surabaya; Mutiara Ilmu,
1986), h. 70. 6 Jalaludin as-Suyuti, Riwayat Turunnya ayat-ayat Suci al-Qur’an,, h. 670-671. 7 M.Quraish Shihab, Al-Lubāb (makna,tujuan dan pelajaran dari surah-surah al-Quran),
(Ciputat Tanggerang: Lentera Hati, 2012), h. 703. 8 M.Quraish Shihab, Tafsir al-Misbāh Juz ‘Amma, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), h. 435.
30
menyuruhku membacakan kepadamu lam yakunilladzîna kafarû.” Ubay bertanya:
“Apakah Dia (Yang Maha Kuasa itu) menyebut namaku kepadamu ?” Nabi
menjawab: “Ya.” Ubay pun menangis. Dari sini diketahui bahwa nama surah ini
adalah seperti sabda Nabi saw., itu, karena tentu saja yang dimaksud Nabi saw.,
membacakannya adalah seluruh ayat-ayatnya. Menurut keterangan al-Qurtubi di
dalam tafsirnya, makanya sampai Allah menuruh bacakan surah ini kepada Ubay
bin Ka’ab karena Ubay ini sangat kuat ingatannya, sehingga apa saja yang
didengarnya dari Rasulullah saw., lekas dapat ditangkapnya dan diajarkannya
kepada orang lain. Kekuatan ingatan dan kesungguhan menghafal dan
mengajarkan ayat-ayat kepada orang lain itulah yang mendapat penghargaan dari
langit.9
Sementara ulama mempersingkat nama itu sehingga hanya menyatakan surah
lam yakun. Ada juga yang menamainya surah al-Bayyinah seperti bunyi kata pada
ayat pertamanya, atau surah al-Qayyimah seperti bunyi kata terakhir pada ayat
ketiga, dan surah al-Bayyinah sebagaimana disebut dua kali dalam surah ini. Nama
lain bagi kumpulan ayat – ayat surah ini adalah surah ahl al-kitāb. As Suyûthi
meriwayatkan bahwa nama ini tercantum pada Mushaf Ubay Ibn Ka’b.
Thabâthabâ’i berpendapat bahwa surah ini menguraikan risalah Nabi
Muhammad saw. kepada seluruh ahl al-kitâb dan kaum musyrikin yakni kepada
seluruh penganut agama dan selain mereka yakni manusia secara umum. Atau
dengan kata lain surah ini menegaskan universalitas (keumuman) risalah serta
ajaran yang disampaikan oleh Nabi Muhammad kepada seluruh manusia dan
bahwa hal demikian itu merupakan salah satu yang diharuskan oleh ketentuan
Ilahi, yakni ketentuan-Nya untuk memberi petunjuk umat manusia seluruhnya
sebagaimana ditegaskan-Nya:
إ� هديناه السبيل إما شاكرا وإما كفورا
“Sesungguhnya Kami telah menunjukinya jalan yang lurus; ada yang bersyukur
dan ada pula yang kafir” (Q.S. al-Ihsān: 76 : 3), dan firmn-Nya:
ها نذيـر وإن من أم ة إال خال فيـ
“Dan tidak ada satu umat pun melainkan telah ada padanya seorang pemberi
peringatan” (Q.S. Fāthir: 35 : 24).
9 Hamka, Juz ‘Amma Tafsir Al-Azhar, (Depok: Gema Insani, 2015), h. 264.
31
Untuk membuktikan universalitas agama ini maka diuraikan bahwa ajarannya
tidak mengandung kecuali apa yag bermanfaat bagi masyarakat manusia, baik
yang berkaitan dengan akidah (kepercayaan) maupun amal perbuatan.
B. Surah al -Kâfirûn dan al-Bayyinah Menurut al-Qurthubi
1. Surah al-Kâfirûn dalam tafsir al-Jâmi’ li Ahkâm al-Qur’an
“Katakanlah: Hai orang-orang kafir. Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmu agamamu, dan untukkulah agamaku.”
Firman Allah Swt, ن و ر اف ك اال ه يـ أ � ل ق “Katakanlah, “Hai orang-orang kafir.” Ibn
Ishak dan ulama lainnya meriwayatkan, dari Ibn Abbas: sebab turunnya ayat ini
adalah, ketika beberapa pemuka Quraisy di antaranya Al-Walid bin Al Mughirah,
Al Ash bin Wail, Al Aswad bin Abdul Muthalib, dan Umayah bin Khalaf, bertemu
dengan Nabi Saw, mereka berkata, “Wahai Muhammad, kami akan menyetujui
ajakanmu untuk menyembah Tuhan yang engkau sembah, namun dengan syarat
kamu juga harus menyembah Tuhan yang kami sembah. Dengan begitu kami dan
kamu dapat berbagi dalam segala hal, maksudnya apabila ajaran yang kamu bawa
lebih baik daripada yang kami percayai maka kami sudah berusaha untuk
mengikutimu dan kami pasti akan mendapatkan apa yang kami usahakan itu, dan
apabila yang kami percayai ini lebih baik dari pada ajaran yang kamu bawa, maka
kamu sudah berusaha untuk ikut bersama kami, dan kamu pasti akan menerima
hasil dari usahamu itu.” Lalu diturunkanlah firman Allah Swt, ن و ر اف ك اال ه يـ أ � ل ق
“Katakanlah, Hai orang-orang kafir.” Abu Shalih meriwayatkan, dari Ibn Abbas, ia berkata: mereka (para pemuka
kaum Quraisy) berkata kepada Nabi Saw, “Apabila kamu bersedia untuk mencium
sebagian dari Tuhan yang kami sembah ini (atau mengusapnya, sebagai tanda
penghormatan atau meminta keberkahannya) maka kami akan mempercayai ajaran
32
yang kamu bawa.” Lalu malaikat Jibril pun turun untuk memberikan surah ini
kepada Nabi Saw. Maka setelah itu mereka pun menyerah untuk menyeret Nabi
Saw dalam kemusyrikan mereka, lalu mereka menggantinya dengan menyakiti hati
dan raga Nabi Saw, dan tidak sampai di situ saja, mereka juga menyakiti dan
menyiksa para sahabat beliau. 10
huruf alif dan lam pada kata ن و ر اف الك memiliki makna tertentu, walaupun
biasanya digunakan untuk makna keseluruhan jenis. Karena, karena kata tersebut
adalah sifat dari kata ay pada kalimat � اه يـ أ (yakni: wahai kamu orang-orang kafir,
dan bukan: wahai sekalian orang-orang kafir).
Ayat ini adalah percakapan langsung yang ditujukan kepada orang-orang yang
kafir pada saat itu dan akan kafir selamanya menurut Ilmu Allah. Kalimat seperti
ini adalah kalimat yang menggunakan lafazh umum namun memiliki makna
khusus.
Hal yang sama juga disampaikan oleh Al Mawardi, ia mengatakan surat ini
diturunkan sebagai jawaban, dan kata ن و ر اف الك pada ayat ini dimaksudkan untuk
kaum tertentu, tidak orang-orang kafir secara keseluruhan, karena dari seluruh
orang-orang kafir ada diantara mereka yang memang mati atau terbunuh dalam
keadaan kafir, namun ada juga diantara mereka yang beriman lalu menyembah
Allah. Orang-orang kafir yang mati dalam kafir itulah yang dimaksud oleh ayat ini,
merekalah yang disebutkan disini. 11
Abu Bakar al-Anbari mengatakan: orang-orang yang berusaha untuk menikam
al-Qur’an dari belakang, mencoba untuk merubah qira’ah ayat ini menjadi: qul
lilladzina kafarû, lâ a’budu mâ ta’budûn (katakanlah kepada orang-orang kafir, aku
tidak menyembah apa yang kalian sembah). Dan mereka juga mengklaim bahwa
qira’ah itulah yang benar.
Ibn Abbas meriwayatkan, pada saat itu kaum kafir Quraisy berkata kepada
Nabi Saw, “Kami akan memberikan harta apa saja yang kamu minta, hinga kamu
menjadi orang yang paling kaya di kota Makkah, dan kami juga kan memberikan
10Al-Qurthubi, Tafsir Al-Qurthubi (Jakarta: Pustaka Azzam, 2009), h. 831. 11 Al-Qurthubi, Tafsir Al-Qurthubi (Jakarta: Pustaka Azzam, 2009), h. 832.
33
wanita mana saja yang kamu ingin nikahi, dan kami juga akan berjalan di belakang
kamu (kiasan untuk merendahkan diri). Asalkan, kamu mau berhenti mencibir
Tuhan-Tuhan kami. Apabila kamu tidak juga mau melakukannya, maka kami akan
menawarkan satu hal yang dapat mendatangkan perdamaian diantara kita semua,
yaitu kamu menyembah Tuhan-Tuhan kami, Lâta wa Uzza, selama satu tahun dan
sebagai gantinya kami akan menyambah Tuhan kamu selama satu Tahun.”
Kemudian diturunkan surah ini. Adapun pengulangan pada kalimat, ن و د ب ع ا تـ م د ب ع أ آل
“Aku tidak akan menyembah aoa yang kamu sembah.” Karena kaum Quraisy
mengulang-ulang perkataan mereka terus menerus. Ada juga yang berpendapat, bahwa makna dari surah ini adalah: aku tidak akan
menyembah apa yang kamu sembah walaupun dalam satu jam, hingga kamu tidak
perlu menyembah Tuhan yang aku sembah selama satu jam. Dan aku juga tidak
akan pernah menyembah apa yang kamu sembah di masa yang akan datang, dan
kamu juga tidak perlu menyembah Tuhan yang aku sembah pada masa yang akan
datang. Makna ini disampaikan oleh Al Akhfasy dan Al Mubarrad.
Firman Allah Swt, لكم ديـنكم ويل دين“Untukmulah agamamu, dan untukkulah
agamaku.” Pada ayat ini terdapat makna ancaman, sama seperti yang terdapat pada
firman Allah Swt, م ك ـل م ع أ م ك ل ا و ن ـال م ع آ أ ن ل “Bagi kami amal-amal kami dan bagimu
amal-amalmu.” Yakni maknanya adalah: kalian telah ridha dengan agama yang kalian anut,
dan kami juga telah ridha dengan agama yang kami anut.
Adapun makna dari kalimat adalah: kamu akan mendapat ganjaran لكم ديـنكم
menurut agamamu, dan aku juga akan mendapat ganjaran menurut agamaku. Dan
sebab penyebutan “agama” atas ajaran yang mereka jalankan, karena mereka
mempercayainya dan menjalankannya.12
2. Surah al-Bayyinah dalam tafsir al-Jâmi’ li Ahkâm al-Qur’an
Firman Allah Swt, يكن الذين كفروا مل “orang-orang kafir .. (tidak akan).”
Beginilah yang dibaca oleh jumhur ulama dan yang ditulis di dalam mushaf
12 Al-Qurthubi, Tafsir Al-Qurthubi (Jakarta: Pustaka Azzam, 2009), h. 838.
34
kebanyakan umat Islam. Namun riwayat dari Ibnu Mas’ud menyebutkan bacaan
yang berbeda, yaitu lam yakunil musyrikûna wa ahlul kitâbi munfakkîna (tanpa al
ladzîna kafarû min).
Firman Allah swt, من أهل الكتب و المشركني“Yakni ahl al-Kitâb dan orang-
orang musyrik,” yang dimaksud اهل الكتب adalah orang-orang Yahudi dan orang-
orang Nasrani. Kata ني ك ر ش م ال و pada ayat ini menempati posisi majrur, karena
ma’thuf dari kalimat اهل الكتب.
Ibnu Abbas menafsirkan, bahwa yang dimaksud dari kalimat اهل الكتب
adalah orang-orang Yahudi yang dahulu berada di kota Yastrib (sebelum berganti
menjadi kota Madinah), yaitu, Bani Nadhir, Bani Quraizhah, dan Bani Qaiqa’.
Sedangkan yang dimaksud dari kata ني ك ر ش م ال و adalah orang-orang Quraisy yang
dahulu berad di kota Mekah dan sekitarnya atau juga yang berada di kota Madinah
dan sekitarnya.13
Firman Allah Swt, ة ن ي ب ال م ه يـ ت � ىت ح ني ك ف نـ م “(mengatakan bahwa mereka)
tidak akan meninggalkan (agamanya) sebelum dating kepada mereka bukti nyata.”
Yakni, berhenti dari kekufuran mereka, atau berpaling darinya, sampai Muhammad
dating kepada mereka dengan memberi penjelasan.
Beberapa ahli bahasa mengatakan, bahwa makna dari ني ك ف نـ م adalah binasa.
Makna ini diambil dari ungkapan: infakka shalaa al mar’ah ‘inda al wilaadah
(wanita tersebut terbelah anggota tubuhnya ketika sedang melahirkan), yakni pada
saat melahirkan bayinya alat vital wanaita tersebut robek dan tidak kembali lagi
hingga membuatnya wafat. Dan makna ayat ini adalah: mereka tidak akan diazab
atau dibinasakan kecuali setelah adanya hujjah atas mereka dengan diutusnya para
Rasul dan diturunkannya Kitab-Kitab suci. Lalu setelah adanya hujjah ini, tidak ada
toleransi lagi terhadap orang-orang musyrik yang berkata bahwa merekalah orang-
orang ahlul kitan (hamba Allah), atau orang Yahudi yang mengatakan Uzair adalah
anak Allah, atau orang-orang Nasrani yang mengatakan bahwa Isa itu adalah
Tuhan, atau juga menagatakan bahwa Isa itu adalah anak Tuhan, atau juga yang
13 Al-Qurthubi, Tafsir al-Qurṭubi Juz ‘Amma (Jakarta: Pustaka Azzam, 2009), h. 607.
35
mengatakan bahwa Isa itu adalah salah satu Tuhan dari tiga Tuhan, atau
kepercayaan-kepercayaan yang menyimpang lainnya.
Firman Allah Swt, Sesungguhnya“ ني ك ر ش م ال و اب ت ك ال ل ه أ ن ا م و ر ف ك ن ي ذ ال ن إ
orang-orang kafir yakni ahl al-Kitab dan orang-orang musyrik” kata ني ك ر ش م ال و pada
ayat ini ma’thuf (terhubung) dengan kata yakni: sesungguhnya ahl al-kitab) ن ي ذ ل ا
yang kafir dan sesungguhnya orang-orang yang musyrik..) atau juga ma’thuf
dengan kata ل ه أ (yakni sesungguhnya orang-orang kafir dari golongan ahl al Kitab
dan dari golongan musyrikin..)
Firman Allah Swt, يف � ر ج ه ن م خ ال د ي ن ف يـ ه ا ج أ و ل ئ ك ه م ش ر ال رب ي ة , إ ن ال ذ ي ن ء ام نـ و ا
, ة ي رب ال ر يـ خ م ه ك ئ ل و أ ت احل ا الص و ل م ع و “akan masuk ke neraka Jahannam; mereka kekal
di dalamnya. Mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk. Sesungguhnya orang-
orang yang beriman akan mengerjakan amal shalih mereka itu adalah sebaik-baik
makhluk.” Nafi’ dan Ibnu Dzakwan membaca kata di akhir kedua ayat ini ةي رب ال
dengan menggunakan kata awalnya, yaitu dengan menggunakan huruf hamzah
(yakni al barii ‘ah).
Firman Allah Swt, م ه آؤ ز ج “Balasan mereka.” Yakni, pahala atau ganjaran
yang akan mereka dapatkan. Di sisi Tuhan mereka.” Yakni, dari pencipta“ م � ر د ن ع
dan Pemilik mereka. ت ن ج “Surga.” Yakni, taman-taman. ن د ع “And.” Yakni
tempat kediaman.
Firman Allah swt “Sesungguhnya orang-orang kafir Yakni ahl al-Kitâb dan
orang-orang Musyrik.” Kata ني ك ر ش م ال و pada ayat ini ma’thuf (terhubung) dengan
kata ن ي ذ ل ا (yakni: sesungguhnya ahl al-Kitâb yang kafir dan sesungguhnya orang-
orang yang Musyrik..), atau bisa juga ma’thuf dengan kata :yakni) ل ه ا
sesungguhnya orang-orang kafir dari golongan ahl al-Kitâb dan dari golongan
Musyrikin..).
36
C. Surah al-Kâfirûn dan al-Bayyinah Menurut Quraish Shihab
1. Surah al-Kâfirûn dalam tafsir al-Misbāh
“Katakanlah wahai orang-orang kafir, aku tidak menyembah apa yang kamu
sembah.”
Menurut al-Biqâ’i, karena pada akhir surat yang lalu (al-Kautsar) telah
dinyatakan bahwa siapa yang membenci Nabi Muhammad Saw maka dia tidak
berarti sama sekali, sudah sewajarnya jika Nabi Saw, mengarahkan semua perhatian
kepada Allah dan mensyukuri nikmat-Nya. Karena itu pula pada surah ini beliau
diajar untuk berucap kepada para pembencinya itu bahwa: Katakanlah, hai Nabi
Muhammad, kepada tokoh-tokoh kaum musyrikin yang telah mendarah daging
kekufuran dalam jiwa mereka bahwa: Wahai orang-orang kafir yang menolak
keesaan Allah dan mengingkari kerasulanku, aku sekarang hingga masa datang
tidak akan menyembah apa yang sedang kamu sembah.14
Kata dicantumkan pada awal ayat di atas walau jika anda mendiktekan
sesuatu kepada orang lain agar dia mengucapkan sesuatu, anda tidak harus
mengulangi kata “Katakanlah”, hal ini untuk menunjukkan bahwa Rasulullah tidak
mengurangi sedikit pun dari wahyu yang beliau terima, walaupun dari segi lahiriah
kelihatannya kata itu tidak berfungsi. Di sisi lain, kita tidak dapat berkata bahawa
pencantuman kata qul tidak mengandung makna. Menurut Quraish Shihab, ada
ajaran-ajaran Islam yang tidak harus anda kumandangkan keluar.
Kata terambil dari kata كفر yang pada mulanya berarti menutup.
Al-Qur’an menggunkan kata tersebut untuk berbagai makna yang masing-masing
dapat dipahami sesuai dengan kalimat dan konteksnya.
Sementara ulama merumuskan bahwa semua kata kufur dalam berbagai
bentuknya yang terdapat dalam ayat-ayat yang turun sebelum Nabi Saw., berhijrah
kesemuanya bermakna orang-orang musyrik atau sikap-sikap mereka yang tidak
14 M.Quraish Shihab, Tafsir al-Misbāh: pesan kesan dan keserasian al-Qur’an, (Jakarta:
Lentera Hati, 2002), h. 678.
37
mengakui kerasulan Nabi Muhammad atau meninggalkan ajaran-ajaran pokok
Islam.
Yang dimaksud dengan orang-orang kafir pada ayat pertama ini surah ini
adalah tokoh-tokoh kaum kafir yang tidak mempercayai keesaan Allah serta tidak
mengakui kerasulan Nabi Muhammad Saw.
Kata د ب ع أ berbentuk kata kerja masa kini dan datang (Mudhari’), yang
mengandung arti dilakukannya pekerjaan dimaksud pada saat ini, atau masa yang
akan datang, atau secara terus-menerus. Dengan demikian, Nabi Muhammad Saw.
diperintahkan untuk menyatakan bahwa: Aku sekarang dan di masa datang bahkan
sepanjang masa tidak akan menyembah, tunduk, atau taat kepada apa yang sedang
kamu sembah, wahai kaum musyrikin.
Setelah ayat yang lalu memerintahkan Nabi Muhammad Saw. Untuk
menyatakan bahwa beliau tidak mungkin untuk masa kini dan datang menyembah
sembahan kaum musyrikin, ayat di atas melanjutkan bahwa: dan tidak juga kamu,
wahai tokoh-tokoh kaum musyrikin, akan menjadi penyembah-penyembah apa
yang sedang aku sembah.
Jika demikian, ayat ketiga ini mengisyaratkan bahwa mereka itu tidak akan
mengabdi atau pun taat kepada Allah, Tuhan yang sekarang dan di masa datang
disembah oleh Rasulullah Saw. Pernyataan ayat ini tidak bertentangan dengan
kenyataan sejarah yaitu berduyun-duyunnya penduduk Mekkah yang tadinya kafir
itu memeluk agama Islam dan menyembah apa yang disembah oleh Rasulullah
Saw. Karena, seperti telah dikemukakan di atas. Ayat ini ditujukan kepada tokoh-
tokoh kafir Mekkah yang ketika itu datang kepada Rasulullah Saw. Menwarkan
kompromi dan yang dalam kenyataan sejarah tidak memeluk agama Islam bahkan
sebagian dari mereka mati terbunuh karena kekufurannya.
Ayat 1-3 berpesan kepada Nabi Muhammad Saw. Untuk menolak secara tegas
usul kaum musyrikin. Bahkan, lebih dari itu, ayat-ayat tersebut bukan saja menolak
usul yang mereka ajukan sekarang tetapi juga menegaskan bahwa tidak mungkin
ada titik temu antara Nabi Saw.dan tokoh-tokoh tersebut karena kekufuran sudah
38
demikian mantap dan mendarah daging dalam jiwa mereka. Kekeraskepalaan
mereka telah mencapai puncaknya sehingga tidak ada sedikit harapan atau
kemungkinan, baik masa kini maupun masa datang, untuk bekerjasama dengan
mereka.
Setelah ayat yang lalu menegaskan bahwa tokoh-tokoh kafir itu tidak akan
menyembah di masa datang apa yang sedang disembah oleh Nabi Saw. ayat di atas
melanjutkan bahwa: Dan tidak juga aku menjadi penyembah di masa datang dengan
cara yang selama ini kamu telah sembah, yakni aneka macam berhala. Dan tidak
juga kamu, wahai tokoh-tokoh kaum musyrikin, akan menjadi penyembah-
penyembah dengan cara yang aku sembah.
وآل أنـتم عابدون ما أعبد
Maka sementara ulama membedakannya dengan memberi arti yang berbeda
terhadap kata ما pada masing-masing ayat. Menurut mereka, ما pada ayat ketiga
(demikian juga pada ayat kedua) berarti apa yang sehingga
berarti kamu tidak akan menjadi penyembah apa yang sedang dan akan saya
sembah. Sedangkan ما pada ayat kelima dan keempat adalah mashdariyyah
sehingga kedua ayat ini berbicara tentang cara beribadah: “Aku tidak pernah
menjadi penyembah dengan cara penyembahan kamu, kamu sekalian pun tidak
akan menjadi penyembah-penyembah dengan cara penyembahannku.”
Cara kaum muslimin menyembah adalah berdasarkan petunjuk ilahi, sedang
cara mereka adalah berdasarkan hawa nafsu mereka. Demikianlah terlihat dengan
jelas bahwa tidak ada penggulangan dalam ayat-ayat di atas.
Firman Allah, لكم ديـنكم ويل دين setelah menegaskan tidak mungkinnya bertemu
dalam keyakinan ajaran Islam dan kepercayaan Nabi Muhammad Saw. Dengan
kepercayaan kaum yang mempersekutukan Allah, ayat tersebut menetapkan cara
pertemuan dalam kehidupan bermasyarakat yakni: bagi kamu secara khusus agama
kamu. Agama itu tidak menyentuhku sedikit pun, kamu bebas untuk
mengamalkannya sesuai kepercayaan kamu dan bagiku juga secara khusus
39
agamaku, aku pun mestinya memperoleh kebebasan untuk melaksanakannya, dan
kamu tidak akan disentuh sedikit pun olehnya.
Kata دين dapat berarti agama, atau balasan, atau kepatuhan. Sementara ulama
memahami kata tersebut di sini dalam arti balasan. Antara lain dengan alasan
bahwa kaum Musyrikin Mekkah tidak memiliki agama. Mereka memahami ayat di
atas dalam arti masing-masing kelompok akan menerima balasan yang sesuai. Bagi
mereka, ada balasannya, dan bagi Nabi pun demikian. Baik atau buruk balasan itu
diserahkan kepada Tuhan. Dialah yang menentukannya.
Didahulukannya kata لكم dan لي berfungsi menggambarkan kekhususan, karena
itu pula masing-masing agama biarlah berdiri sendiri dan tidak perlu
dicampubaurkan. Tidak perlu mengajak kami untuk menyembah sembahan kalian
setahun agar kalian menyembah pula Allah. Kalau دين diartikan agama, ayat ini
tidak berarti bahwa Nabi diperintahkan mengakui kebenaran anutan mereka. Ayat
ini hanya mempersilahkan mereka menganut apa yang mereka yakini. Apabila
mereka mengetahui tentang ajaran agama yang benar dan mereka menolaknya serta
bersikeras menganut ajaran mereka, silahkan, karena memang seperti firman Allah
Swt:
بـ تـ د ق ◌ ن ي الد يف اه ر ك إ آل الرشد من الغي ني
“Tidak ada paksaan dalam memeluk agama, sesungguhnya telah jelas jalan yang
benar dari jalan yang sesat” (QS. al-Baqarah (2): 256) Kelak di hari kemudian
masing-masing mempertanggungjawabkan pilihannya.15
Ayat tersebut merupakan pengakuan eksistensi secara timbal balik, bagi kamu
agamamu dan bagiku agamaku. Sehingga dengan demikian masing-masing pihak
dapat melaksanakan apa yang dianggapnya benar dan baik, tanpa memutlakan
pendapat kepada orang lain tetapi sekaligus tanpa mengabaikan keyakinan masing-
masing. Awal surah ini menanggapi usul kaum musyrikin untuk berkompromi dalam
akidah dan kepercayaan tentang Tuhan. Usul tersebut ditolak dan akhirnya ayat
terakhir surah ini menawarkan bagaiamana sebaiknya perbedaan tersebut disikapi.
Demikian bertemu akhir surah ini dengan awalnya.
15 M.Quraish Shihab, Tafsir al-Misbāh: pesan kesan dan keserasian al-Qur’an, (Jakarta:
Lentera Hati, 2002), h. 685.
40
2. Surah al-Bayyinah dalam tafsir al-Misbāh
Menurut M. Quraish Shihab ayat-ayat awal surah ini menjelaskan bahwa
orang-orang kafir yang menutupi kebenaran, yakni ahl al-Kitâb, yaitu orang-orang
Yahudi dan Nasrani, demikian juga orang-orang Musyrik mengatakan bahwa
mereka tidak akan meninggalkan agama dan kepercayaan mereka sebelum datang
kepada mereka bukti yang nyata, yaitu Rasul yang dijanjikan Allah swt. dan yang
tercantum sifat-sifatnya dalam kitab suci kaum Yahudi dan Nasrani ini bagi ahl al-
Kitâb – dan berupa mukjizat indrawi yang mereka lihat secara gamblang bagi kaum
Musyrik.16
Sebelum kehadiran Nabi Muhammad Saw.orang-orang Yahudi yang
bermukim di Madinah sering kali bermohon kepada Allah: “Wahai Tuhan!
Menangkanlah kami atas musu-musuh kami, demi Nabi yang engkau sebutkan
sifatnya dalam Taurat.” Mereka juga sering berkata kepada musuh-musuh mereka
bahwa jika Nabi yang kami nantikan datang, kami akan menyambut dan
mempercayainya dan kami akan mengalahkan kalian (bacalah QS. Al-Baqarah (2):
89). Atas dasar keyakinan orang Yahudi dan Nasrani menyangkut pernyataan di
atas, mereka selalu menyatakan bahwa, “kami baru akan meninggalkan tuntunan
agama yang selama ini kami percayai jika Nabi yang dijanjikan itu datang
mengajari kami.”
Kata منفكین adalah bentuk kata yang menunjuk subjek (pelaku). Ia terambil
dari kata إنفك yang berarti berpisah sedang sebelumnya menyatu dengan kukuh
sesuatu yang berpisah dari yang lain menjadikannya meninggalkan yang lain itu.
Dalam konteks ayat ini adalah meninggalkan keyakinan dan pandangan hidup
mereka. Bias juga kata munfakkina bukan dalam arti subjek (pelaku) yang
meninggalkan, tetapi dalam arti objek, yakni yang ditinggalkan. Dari sini, mereka
memahami ayat di atas dalam arti ahl al-Kitâb dan kaum musyrikin itu tidak akan
16 Bisa juga ayat pertama surah ini bagaikan menyatakan bahwa al-Quran diturunkan Allah
karena orang-orang kafir dari ahl al-Kitab, demikian juga orang-orang musyrik yakni penganut agama dan kepercayaan lainnya sudah demikian jauh dari kebenaran dan hidup dalam kesesatan yang menyesatkan sehingga mereka sebelum datang kepada mereka bukti yang nyata. M. Quraish Shihab, Al-Lubāb (makna,tujuan dan pelajaran dari surah-surah al-Quran), (Ciputat Tanggerang: Lentera Hati,2012), h. 704.
41
ditinggalkan oleh Allah terus menerus di dalam kekufuran tanpa diutus kepada
mereka seorang Rasul yang memberi mereka peringatan.
Ayat kedua dan ketiga, “seorang Rasul dari Allah yang membacakan
lembaran-lembaran yang disucikan di dalamnya terdapat kitab-kitab yang sangat
lurus.” Kalau anda memahami ayat pertama di atas dalam arti bahwa
kandungannya merekam ucapan kaum Yahudi dan Nasrani, ayat di atas lebih
menegaskan lagi ucapan mereka itu, yakni bahwa bukti nyata yang mereka
harapkan itu dan yang siapa yang selama ini mereka nantikan itu adalah seorang
Rasul yang merupakan utusan dari Allah yang membacakan kepada mereka
lembaran-lembaran yang disucikan dari segala najis dan kekotoran immaterial,
seperti syirik dan dosa, dan yang di dalamnya terdapat kitab-kitab, yakni ketetapan
hukum, yang sangat lurus yang menjadi pedoman bagi kebahagiaan hidup pribadi
dan masyarakat dunia dan akhirat.
Ayat di atas menjadikan sosok Rasulullah Muhammad Saw.sebagai bukti
yang nyata. Yakni beliau bukan saja membawa bukti, tetapi kepribadian beliau
sendiri walau tanpa mukjizat dan bukti yang lain telah cukup untuk dijadikan bukti
tentang kebenaran beliau.
Kataيتلو membaca digunakan al-Qur’an untuk bacaan yang sifatnya benar
dan haq. Karena itu, objek kata ini sering kali adalah wahyu ilahi. Di sini pun kata
yatlû memngisyaratkan bahwa yang dibaca oleh Rasul dimaksud adalah wahyu
Allah yang tentu saja sifatnya adalah haq dan benar.
Kata كتب kutub terambil dari kata كتب kataba yang antara lain bermakna
menetapkan seperti pada firman-Nya: كتب عليكم الصيام diwajibkan atas kamu
berpuasa. Dari sini, ada yang memahami kata tersebut di sini dalam arti ketetapan-
ketetapan hukum dan petunjuk-petunjuk Allah. Kata كتاب kitâb juga berarti buku.
Dari sini, ada yang memahami kata di atas dalam arti kitab-kitab yang diturunkan
kepada nabi-nabi sebelum Nabi Muhammad Saw.yakni bahwa al-Qur’an
membenarkan kitab-kitab suci yang lalu sebelum diubah oleh manusia dan di dalam
al-Qur’an terdapat sebagian dari kandungan kitab-kitab itu.
42
Kata قيمة terambil dari kata قوم yang berarti berdiri tegak lurus. Kata
tersebut digunakan dalam berbagai makna namun kesimpulan maknanya adalah
sempurna memenuhi semua kriteria yang diperlukan. Al-Qur’an al-Karîm,
demikian juga bagian-bagiannya dari yang terkecil hingga yang terbesar,
merupakan tuntunan yang sangat sempurna, lurus tidak ada kebengkokan di
dalamnya.
Ayat keempat, dan tidaklah berpecah belah ahl al-Kitâb melainkan sesudah
datang kepada mereka bukti yang nyata.” Ayat di atas menjelaskan kenyataan
dalam masyarakat yakni dan tidaklah berpecah belah ahl al-Kitâb, yakni orang-
orang Yahudi dan Nasrani itu, dalam kesepakatan mereka untuk mendukung Nabi
yang diutus Allah melainkan sesudah datang kepada mereka bukti yang nyata yakni
setelah datangnya Rasul yang diutus Allah itu, dalam hal ini adalah Nabi
Muhammad Saw.perselisihan tersebut terbukti dengan adanya di antara mereka
yang beriman dan ada juga yang menolak.
Bisa juga ayat di atas menjelaskan kenyataan yang selama ini terjadi di
kalangan ahl al-kitâb, yakni bahwa mereka itu sejak dahulu hingga kini selalu saja
berselisih dan justru perselisihan itu terjadi dan meningkat pada saat kehadiran
bukti yang nyata, baik bukti nyata yang lalu maupun yang kini sedang ada. Ayat ini
bagaikan menghibur Nabi Muhammad Saw.bahwa memang demikianlah perangai
ahl al-kitâb. Mereka itu tidak berselisih menyangkut kenabianmu kecuali setelah
bukti yang gambling engkau sampaikan17
Kata مخلصین terambil dari kata خلص khalusha yang berarti murni setelah
sebelumnya diliputi atau disentuh keseluruhan. Dari sini, ikhlas adalah upaya
memurnikan dan menyucikan hati sehingga benar-benar hanya terarah kepada
Allah semata, sedang sebelum keberhasilan usaha itu, hati masih diliputi atau
dihinggapi oleh sesuatu selain Allah, misalnya pamrih dan semacamnya.
Kata حنفاء adalah bentuk jamak dari kata حنیف yang biasa diartikan lurus atau
cenderung kepada sesuatu. Kata ini pada mulanya digunakan untuk
17 M.Quraish Shihab, Tafsir al-Misbāh: pesan kesan dan keserasian al-Qur’an, (Jakarta:
Lentera Hati, 2002), h. 517.
43
menggambarkan telapak kaki dan kemiringannya kepada telapak pasangannya.
Yang kanan condong kea rah kiri dan yang kiri condong ke arah kanan. Ini
menjadikan manusia dapat berjalan dengan lurus. Ajaran Islam adalah ajaran yang
berada dalam posisi tengah, tidak cenderung kepada materialism yang mengabaikan
hal-hal yang bersifat spiritual tetapi tidak juga kepada spiritualisme murni yang
mengabaikan hal-hal yang bersifat materil.
“Sesungguhnya orang-orang kafir yakni ahl al-Kitâb dan orang-orang
musyrik (akan masuk) ke neraka Jahannam, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk.”
Ayat di atas menyatakan: sesungguhnya orang-orang kafir, yaitu mereka
yang menutupi kebenaran agama, yakni ahl al-kitâb dari kelompok Yahudi dan
Nasrani dan orang-orang musyrik penduduk Mekkah serta semua yang
mempersekutukan Allah.
Ayat di atas dijadikan salah satu alas an untuk membedakan antara kaum
musyrikin dan ahl al-Kitâb. Kendati orang-orang Yahudi pada hakikatnya
mempersekutukan Allah juga dengan menyatakan bahwa ‘Uzair anak Tuhan atau
‘Isâ adalah salah satu dari oknum Trinitas, demikian al-Qur’an membedakan
mereka dengan kaum musyrikin bahwa mereka tidak dinamai musyrik, tetapi ahl
al-Kitâb.
Kata الربية ada yang berpendapat bahwa ia terambil dari kata برء yakni
mencipta, dan dengan demikian kata tersebut dibaca الربيئة makhluk yang diciptakan
Allah. Ada juga yang berpendapat bahwa kata di atas terambil dari kata الربى yakni
tanah. Dengan demikian, ia dibaca الربية yang dimaksud adalah manusia karena
manusia diciptakan dari tanah.
“Sungguh, orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, mereka itu adalah sebaik-baik makhkuk (7), balasan di sisi Tuhan mereka ialah surga ‘Adn yang mengalir dibawahnya sungai-sungai, mereka kekal didalamnya selama-lamanya. Allah ridha terhadap mereka dan mereka pun ridha kepada-Nya. Yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada Tuhannya (8).
Sebagaimana kebiasaan al-Qur’an setelah menguraikan tentang
pendurhakaan atau penghuni neraka, di sini disusulnya dengan menguraikan lawan
44
mereka agar membandingkannya lalu memilih apa yang berkenan di hatinya. Allah
berfirman “Sungguh, orang-orang yang beriman secara benar dan membuktikan
kebenaran iman mereka dengan mengerjakan kebajikan, mereka itulah yang
sungguh tinggi dan jauh kedudukan mereka yang secara khusus adalah sebaik-baik
makhkuk. Balasan mereka di sisi Tuhan pemelihara dan pembimbing mereka ialah
surga ‘Adn yang senantiasa mengalir dibawahnya pepohonan dan istana-istana-
Nya sungai-sungai; setiap orang memeroleh satu surga atau beberapa surge;
mereka kekal didalamnya selama-lamanya. Allah ridha terhadap mereka yakni
menerima amal dan pengabdian mereka serta memberinya ganjaran yang
memuaskan, dan mereka pun ridha kepada-Nya, atas ganjaran yang diberikan-Nya
itu. Yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang takut lagi kagum kepada
Tuhannya
Sementara ulama memahami ridha seorang hamba terhadap tuhan adalah
bahwa hatinya tidak merasa keruh atau tidak enak menerima ketetapan Allah, apa
pun bentuknya. Sedang ridha Allah kepada hambanya tercermin dalam keberadaan
hamba itu di tempat dan situasi yang dikehendaki Allah.
Awal surah ini berbicara tentang ahl al Kitâb dan kaum musyrikin yang
bertahan dalam kesesatan mereka. Di akhir surah ini menjelaskan sanski yang akan
mereka terima jika bertahan dalam kesesatan itu. Ganjaran tersebut bukan hanya
surga, tetapi lebih dari itu, yakni Ridha Allah kepada mereka.18
18 M.Quraish Shihab, Tafsir al-Misbāh: pesan kesan dan keserasian al-Qur’an, (Jakarta:
Lentera Hati, 2002), h. 522.
45
BAB IV
SURAH AL-KÂFIRÛN DAN AL-BAYYINAH DALAM BUKU KEMENAG
RI DAN BUKU ARYA DUTA
Pada Bab IV ini, penulis akan memaparkan kajian surah al-kâfirûn dan al-
bayyinah dalam buku ajar al-Qur’an hadis dari dua penerbit berbeda yaitu
KEMENAG RI dan Arya Duta. Yang mana surah ini di kaji pada Bab IV Semeter
II tentang sikap toleranku mewujudkan kedamaian pada buku ajar KEMENAG RI
dan toleransi dalam kehidupan sehari-hari pada buku ajar Arya Duta.
A. Sistematika Penyajian1 Tema Toleransi
Berdasarkan penelitian buku teks pelajaran al-Qur’an Hadis, sistematika
penulisan buku teks mempunyai tiga ciri utama, yaitu 1) pelajaran terstruktur dan
terorganisasikan dalam bab-bab dan unit-unit; 2) konten (isi) pembelajaran
(informasi, penjelasan, komentar, latihan-latihan praktik, rangkuman dan evaluasi)
disajikan secara teratur; dan 3) terdapat kemajuan pembelajaran sistematik yang
mengarah kepada pemerolehan pengetahuan baru dan pembelajaran konsep baru
yang didasarkan pada item-item pengetahuan yang telah diketahui.2 Untuk
memudahkan pemahaman terhadap penyajian3 buku teks al-Qur’an Hadis, maka
perhatikan tabel berikut ini:
Tabel IV. A. 1: Perbandingan Sistematika Penyajian
KEMENAG RI CV. ARYA DUTA
Judul Bab Sikap Toleranku Mewujudkan kedamaian
Toleransi dalam Kehidupan Sehari-hari
Penjelasan Bab Meliputi Kompetensi Inti dan kompetensi Dasar
Meliputi Kompetensi Dasar, Indikator dan Peta Konsep
1Sistematika Penyajian terdiri atas bagian-bagian yang sudah tertentu. Secara umum dibagi
atas tiga bagian yaitu: Halaman Pendahuluan, yang berisikan Halaman Judul, Daftar Isi, Daftar Gambar, Pengantar, Prakata, Bagian Isi,yang berisikan Pendahuluan, Sub Bab, Ringkasan, Soal Latihan, Daftar Pustaka. Bagian Penyudah,yang berisikan Lampiran, Pustaka, Penjurus/Indeks Daftar Istilah, Takarir (Glosarry). http://aseharry7.blogspot.com/2013/08/makalah-menganalisis-sistematika-dan.html/m=1. Diakses pada tanggal 22 September 2018. Pukul 14:25.
2Suryadi, Ace, dan Tilaar, Analisis Kebijakan Pendidikan, (Bandung; Remaja Rosdakarya; 1993), h. 18.
3Penyajian materi merupakan cara atau sistem yang ditempuh oleh penyusun agar buku yang disusun menarik perhatian, mudah dipahami, dan dapat membangkitkan keaktifan siswa. Lihat Mudzakir AS, Penulisan Buku Teks Yang Berkualitas, (Yogyakarta) h. 9.
46
Pengantar Kajian Mengamati gambar Uraian kondisi umat
manusia penganut agama Islam
Tema Inti
Toleran menciptakan kedamaian, fanatik penyeimbang sikap toleran, belajar toleransi dari QS. al-Kâfirûn dan QS. al-Bayyinah.
Sikap tasamuh/toleransi, kajian QS. al-Kâfirûn dan QS. al-Bayyinah, kajian hadis tentang toleransi.
Kegiatan Siswa
Mengamati gambar, berdiskusi sikap toleransi dan fanatisme, berkisah, mengartikan ayat/potongan ayat, menghafal hadis, dan merefleksi diri.
Menceklis pernyataan yang benar atau salah, mengikuti langkah-langkah dalam membaca dan menghafal, uji kompetensi siswa
Rangkuman Tidak dicantumkan Tasamuh dan toleransi
Evaluasi Pertanyaan terkait toleransi Pertanyaan terkait
toleransi
Rujukan Tidak dicantumkan
Ulumul Qur’an, Ulumul Hadis, Mukjizat al-Qur’an, Ihtisar Hadis Shahih Bukhari, Lintasan Sejarah al-Qur’an,
B. Belajar Toleransi Dari Surah al-Kafirun dan al-Bayyinah dalam buku ajar
KEMENAG RI
1. Al-Qur’an Surah al-Kâfirûn 109/: 1 - 6 Allah SWT. berfirman:
Ayat Terjemah Bunyi ayat
1 Katakanlah: ”Hai orang-orang kafir.
2 Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah.
3 Dan kamu bukan penyembah tuhan yang aku sembah.
4 Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah.
5 Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah.
6 Untukmu agamamu, dan untukkulah agamaku.”
Penjelasan surah
Turunnya surah al-Kâfirûn dilatarbelakangi oleh ajakan kaum musyrikin
Quraisy yang selalu berupaya untuk membendung dakwah Rasulullah Saw. Dengan
47
bujukan sampai dengan penyiksaan dan intimidasi mengalami kegagalan. Akhirnya
ada gagasan untuk menyembah tuhan mereka dengan cara mereka menyembah
selama 1 tahun, kemudian 1 tahun berikutnya mereka bersedia untuk menyembah
Allah Swt. dengan tuntunan Rasulullah. Dari peristiwa itu lalu Allah mewahyukan
kepada Rasulullah Saw. Sebagai respon ajakan kaum musyrikin Quraisy.
Dari peristiwa yang melatarbelakangi turunnya surah ini dapat diketahui
bahwa ayat-ayat dalam surah al-Kâfirûn adalah jawaban Rasulullah Saw, atas
ajakan kaum Quraisy untuk bertukar keyakinan. Namun Rasulullah dengan tegas
menolak dengan mengatakan “aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah”
dan beliaupun menyatakan bahwa mereka orang-orang kafir Quraisy pun tidak akan
ikhlas dan sepenuh hati menyembah Allah sebagaimana yang mereka janjikan. Dan
pada ayat terakhir semakin jelas sikap yang ditunjukkan Rasulullah dalam hal
aqidah, bahwasanya dalam hal beribadah maka kita berhak untuk melaksanakan
ajaran sesuai dengan tuntunan agama kita. Sebagaimana mereka pun bebas
melaksanakan aktivitas peribadatan sesuai dengan kepercayaannya. “bagimu
agamamu dan bagiku agamaku” ayat ini selaras dengan surah al-Baqarah: 2/256.
د الرش ني بـ تـ د ين ق راه يف الد ك ي ال إ غ ل ن ا لطا م ر� ف ك ن ي م � ف ن � وت ويـؤم غ
ام ص ف ن ا ى ال ق وثـ ل ا روة ع ل ك � س م ت س ا د ق يم فـ ل يع ع وا� مسا هل
Artinya: “tidak ada paksaan dalam memasuki agama Islam. Sesungguhnya telah jelas jalan yang benar dari jalan yang sesat. Karena itu barang siapa yang ingkar kepada Thagut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”
Ayat tersebut menjelaskan bahwasanya Allah menghendaki setiap
orang merasakan kedamaian. Agama-Nya dinamakan Islam, yakni
damai. Kedamaian tidak akan diraih kalau jiwa tidak damai, dan paksaan
menyebabkan jiwa tidak damai. Karena itu tidak ada paksaan dalam
menganut keyakinan agama Islam. Namun begitu, telah jelas jalan yang
benar dan jalan yang sesat. Sehingga jika sudah mengetahui, maka
tidaklah perlu paksaan itu dilakukan. Allah menghadirkan pilihan.
Barang siapa yang ingin selamat maka janganlah menempuh jalan sesat
dengan menyembah selain Allah.
48
2. Al-Qur’an Surah al-Bayyinah 89/: 1-8 Allah SWT. Berfirman:
Ayat Terjemah Bunyi ayat
1
“Orang-orang kafir yakni ahli Kitab dan orang-orang musyrik (mengatakan bahwa mereka) tidak akan meninggalkan (agamanya) sebelum datang kepada mereka bukti yang nyata
ل ه ن أ روا م ف ين ك ن الذ ك مل ي
ىت كني ح ف نـ ني م رك ش م اب وال ت ك ل ا
ه يـ ة �ت ين بـ ل م ا
2
(yaitu) seorang rasul dari Allah (Muhammad) yang membacakan lembaran-lembaran yang suci (al-Qur’an)
ه ط ا م ف ح و ص ل يـتـن ا� ول م رة رس
3 Di dalamnya terdapat (isi) kitab-kitab yang lurus
ة يم ب قـ ت ا ك يه ف
4
dan tidaklah terpecah belah orang-orang ahli kitab melainkan setelah datang kepada mereka bukti yang nyata
اب إ ت ك ل وا ا وت ين أ لذ رق ا ف ا تـ ال وم
ة ين بـ ل م ا ه تـ اء ا ج د م ن بـع م
5
padahal mereka hanya diperintah menyembah Allah dengan ikhlas menanti-Nya semata-mata karena (menjalankan) agama, dan juga agar melaksanakan salat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus (benar
ص وا ا� خمل د ب ع يـ ال ل روا إ م ا أ ني وم
وا الصال يم ق اء وي ف نـ ين ح ه الد ة ل
اة لزك وا ا ك ◌ ويـؤت ل ين وذ ة ا د يم ق ل
6
Sungguh orang-orang yang kafir dari golongan ahlul kitab dan orang-orang musyrik (akan masuk) ke neraka jahannam, mereka kekal didalamnya selama-lamanya. Mereka itu adalah sejahat-jahat makhluk
اب ت ك ل ال ه ن أ روا م ف ين ك ن الذ إ
ين د ال نم خ ه ر ج ني يف � رك ش م ل وا
ا يه م ◌ ف ه ك ئ ول ربية أ ل را ش
7
sungguh, orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, mereka itu adalah sebaik-baik makhkuk
ين آ ن الذ وا الصاحل إ ل م وا وع ن ات م
ربية ل ر ا يـ م خ ك ه ئ ول أ
8
balasan di sisi Tuhan mereka ialah surga ‘Adn yang mengalir dibawahnya sungai-sungai, mereka kekal didalamnya selama-lamanya. Allah ridha terhadap mereka dan mereka pun ridha kepada-Nya. Yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada Tuhannya
ن د نات ع د ر�م ج ن م ع زاؤه ج
ين د ال ار خ ه ا األنـ ه ت ن حت جتري م
ا د ب ا أ يه ف
ي ◌ ه ا� رض نـ م ع
ه ن واع ك ◌ ورض ل ن ذ م ي ل ش به ر خ
49
Penjelasan Surah
Ahl al-Kitab adalah orang-orang Yahudi dan Nasrani. Dan yang dimaksud
dengan orang-orang musyrik adalah para penyembah berhala dan api, baik dari
masyarakat Arab maupun non Arab. Mujahid mengatakan bahwa mereka
“munfakkiina” (tidak akan meninggalkan) artinya, mereka tidak akan berhenti
sehingga kebenaran tampak jelas di hadapan mereka. Demikian itu pula yang
dikemukakan oleh Qatadah. Hal ini merupakan sikap fanatic mereka dalam
mempertahankan keyakinan mereka.
“Sehingga datang kepada mereka bukti yang nyata” yaitu al-Qur’an ini.
Oleh karena itu, Allah Ta’ala berfirman dalam ayat 1 yang artinya “Orang-orang
kafir, yakni ahli Kitab dan orang-orang musyrik [mengatakan bahwa mereka tidak
akan meninggalkan [agamanya] sebelum datang kepada mereka bukti yang nyata”
kemudian Allah Ta’ala menafsirksn bukti tersebut dalam melalui firman-di ayat 2
yang berarti Yaitu seorang Rasul dari Allah yang membaca lembaran yang
disecikan al-Qur’an” yakni Muhammad Saw. Dan al-Qur’an al-Adzim yang beliau
bacakan, yang sudah tertulis di Mala-ul a’la di dalam lembaran-lembaran yang
disucikan.
Ayat 3 dalam surat ini dijelaskan oleh Ibnu Jarir at-Thobah yakni di dalam
lembaran-lembaran yang disucikan itu terdapat kandungan Kitab-kitab dari Allah
yang sangat tegak, adil, dan lurus, tanpa adanya kesalahan sedikitpun, karena ia
berasal dari Allah.
Dalam surah Ali-Imran: 105 Allah berfirman yang artinya “janganlah kamu
menyerupai orang-orang yang bercerai berai dan berselisih sesudah datang
keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang mendapat
siksa yang berat.” Yang dimaksud dengan hal tersebut adalah orang-orang yang
menerima kitab-kitab yang diturunkan kepada umat-imat sebelum kita, dimana
setelah Allah memberikan hujjah dan bukti kepada mereka, mereka malah
berpecah-belah dan berselisih mengenai apa yang dikehendaki Allah dari kitab-
kitab mereka. Mereka mengalami banyak perselisihan. Hal tersebut sama dengan
penjelasan firman Allah dalam QS. Al-Bayyinah ayat 4.
Ayat 6-8 menjelaskan balasan dan ganjaran bagi orang kafir Ahl al-Kitab
dan juga orang-orang musyrik yang menolak kitab-kitab Allah yang diturunkan
50
serta menentang Nabi-nabi Allah yang diutus, bahwa pada hari kiamat kelak tempat
mereka adalah neraka jahannam, mereka kekal di dalamnya, yakni tidak akan
pindah dari neraka itu selamanya dan Allah Ta’ala juga menceritakan tentang
keadaan orang-orang yang berbuat baik, yaitu yang beriman dengan sepenuh hati
dan mengerjakan amal shalih dengan badan mereka bahwa mereka adalah sebaik-
baik mahluk. Mereka akan mendapatkan balasan surge yang mengalir di bawahnya
sungai-sungai.
Belajar hadis tentang toleransi
Rasulullah saw.meninggalkan mutiara indah bagi kita umat Islam setelah
beliau wafat. Kita dapat mengambil hikmah dan meneladani sifat-sifat beliau dari
peninggalan beliau tersebut. Itulah hadits yang keberadaannya dapat mendekatkan
jiwa kita kepada beliau, yang keberadaannya mampu memperkuat wawasan
keislaman yang telah kita pelajari dari al-Qur’an. Toleransi salah satu sifat unggul
beliau pun dapat kita ketahui dari hadits. Maka kita lestarikan hadits ini dengan
mengahaflkan dan mempelajari isi kandungannya.
Berbuat baik kepada sesama
1. Hadis tentang berbuat baik terhadap tetangga
Hadis yang disuguhkan dalam buku teks pelajaran al-Qur’an Hadis terbitan
KEMENAG RI adalah hadis riwayat Ahmad, Turmudzi, Ibn Hibban, Hakim, dan
Baihaqi.
ر األص عن ابن عمرو رضي رهم هللا عنه أن رسول هللا صلى هللا عليه وسلم قال : خيـ حاب عند هللا خيـ
رهم جلاره (أخرجه أمحد, والرتمذي وابن حبان, واحلاكم والبي ران عند هللا خيـ ر اجليـ )هقي لصاحبه وخيـ
Dari Ibn ‘Amr R.A, Sesungguhnya Rasulullah SAW, bersabda, “Sebaik-baik sahabat di sisi Allah adalah yang paling baik di antara mereka terhadap sesama saudaranya. Dan, sebaik-baik tetangga di sisi Allah adalah yang paling baik di antara mereka terhadap tetangganya.” (HR. Ahmad, Turmudzi, Ibn Hibban Hakim Baihaqi)
2. Hadis tentang mencintai tetangga
Hadis yang disuguhkan dalam buku teks pelajaran al-Qur’an Hadis terbitan
KEMENAG RI adalah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dan Abu Ya’la.
51
الذى نـفسى بيده اليـؤمن عبد حىت و رضي هللا عنه أن رسول هللا صلى هللا عليه وسلم قال : أنس عن
حيب جلاره ما حيب لنـفسه (أخرجه مسلم و أبو يعلى)
Dari Anas bin Malik RA, sesungguhnya Rasulullah SAW. bersabda, “Demi (Allah) yang jiwa di tangan-Nya, tidaklah beriman seorang hamba sehingga dia mencintai tetangganya sebagaiman dia mencintai dirinya sendiri.” (HR. Muslim dan Abu Ya’la: 2967)
Mustahil ada seseorang yang mengatakan bahwa dia dapat hidup sendiri
tanpa orang lain. Manusia adalah mahluk social yang diciptakan Allah sehingga
kehidupannya tidak akan lepas dari interaksi dengan orang lain. Baik ayah, ibu
isteri, suami, anak, saudara, teman, tetangga dan relasi lainnya. Dalam berinteraksi,
pergesekan akan sangat mungkin terjadi. Jika tidak diantisipasi, hal ini dapat
menimbulkan konflik. Dalam bertetangga misalnya, jika seseorang tidak berhati-
hati dalam bersikap dan berucap, maka bukan tidak mungkin kesalahpaham akan
terjadi. Karena masing-masing individu memiliki perbedaan-perbedaan yang jika
kita tidak menghargai perbedaan tersebut dan saling ingin menang sendiri, merasa
baik sendiri, merasa benar sendiri, maka tali persaudaraan pasti akan terputus, dan
kerukunan tidak akan bisaterjalin baik, maka hadits tersebut mengingatkan kita agar
lebih bias memosisikan diri kita sebagai orang yang lebih bias menghargai dan
berusaha untuk bias berbuat baik, dengan tanpa meninggal kan batas-batas norma
agama dan social yang berlaku.
C. Surah al-Kâfirûn dan al-Bayyinah dalam buku ajar Arya Duta
1. Kajian surah al-Kâfirûn4
Surah al-Kâfirûn merupakan surah ke 109 dalam al-Qur’an. Surah ini terdiri
atas 6 ayat dan termasuk surah makkiyah. Nama al-Kâfirûn (orang-orang kafir)
diambil dari kata yang muncul pada ayat pertama surah ini. Pokok isi surah ini
adalah tidak diijinkannya kompromi dalam bentuk mencampuradukan ajaran
agama.
a. Membaca surah al-Kâfirûn 109/: 1 - 6
4Maulana Yusup, Al-Qur’an Hadits, Untuk Madrasah Tsanawiyah Kelas VII (Depok,
CV.Arya Duta: 2016) h.66.
52
“Katakanlah:Hai orang-orang kafir. Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmu agamamu, dan untukkulah agamaku.”
Isi kandungan surah al-Kâfirûn
Ayat pertama berisi tentang perintah Allah kepada Nabi Muhammad
Saw.untuk berlaku tegas kepada orang0orang kafir. Ayat ini sebenarnya
ditujukan pada orang-orang kafir di muka bumi ini. Akan tetapi, konteks ayat
ini membicarakan tentang kafir Quraisy. Mengenai surah ini, ada ulama yang
menyatakan bahwa karena kejahilan orang kafir Quraisy, maka mereka
mengajak Rasulullah Saw.untuk beribadah kepada berhala mereka selama satu
tahun, lalu mereka akan bergantian beribadah kepada Allah Swt.selama satu
tahun pula.
Ayat kedua sampai ayat kelima merupakan penegasan bahwa agama bukan
sesuatu yang dapat dipermainkan. Ayat ini merupakan jawaban yang tegas bagi
ajakan kaum kafir Quraisy yang mengajak Rasulullah Saw.untuk secara
bergantian melakukan praktik ibadah dengan orang kafir Quraisy.
Ajakan yang dilakukan oleh kafir Quraisy ditolak dengan tegas oleh
Rasulullah Saw.dengan mengatakan “Aku tidak akan menyembah apa yang
kamu sembah, dan kamu bukan penyembah apa yang aku sembah”. Hal ini
menandakan bahwa tidak ada kompromi dalam hal ibadah, karena ibadah yang
kaum muslimin lakukan berkaitan erat dengan aqidah yang mereka pegang. Jika
aqidah yang dipegang dapat digoyahkan oleh rayuan orang kafir, maka dapat
menurunkan sendi-sendi keimanan5.
Ayat keenam mengandung sikap toleransi yang tegas, di mana kalimat
penutup yang singkat pada ayat ini memberikan sebuah penegasan sikap atas
tidak bolehnya mencampuradukkan antara agama Islam dan agama lainnya.
5Maulana Yusup, Al-Qur’an Hadits, Untuk Madrasah Tsanawiyah Kelas VII (Depok,
CV.Arya Duta: 2016) h. 69.
53
Islam tidak boleh dicampur dengan unsur-unsur agama lainnya dan demikian
pula sebaliknya. Ayat ini juga memupus harapan orang-orang kafir yang
menginginkan umat Muslim untuk mengikuti dan terlibat dalam peribadatan-
peribadatan mereka.
Dari sisi yang lain, jika kita renungkan, surah ini pun dari awal sampai akhir
sebenarnya juga mengandung makna sikap toleransi Islam dan kaum muslimin
terhadap agama lain dan pemeluknya. Sikap toleran yang dimaksud berupa
sikap pengakuan terhadap eksistensi agama selain Islam dan keberadaan
penganut-penganutnya. Meskipun yang dimaksud tentulah sekedar pengakuan
terhadap realita dan sama sekali bukan pengakuan pembenarana. Toleransi yang
diajarkan Islam adalah dengan tidak memaksa orang lain untuk masuk ke dalam
agama Islam. Selain itu, toleransi juga mencakup perilaku menghargai
peribadatan yang dilakukan oleh agama lain. Hal inin menunjukkan bahwa
agama Islam merupakan agama yang rahmatan lil’âlamîn.
2. Kajian surah al-Bayyinah6
Surah al-Bayyinah merupakan surah ke 98 dalam urutan al-qur’an. Surah
ini terdiri atas 8 ayat, termasuk golongan surah-surah madaniyah dan di
turunkan sesudah surah aṭ-Ṭalâq. Kata al-Bayyinah (bukti yang nyata) diambil
dari ayat pertama surah ini.
a. Membaca surah al-Bayyinah 89/: 1-8.
6Maulana Yusup, Al-Qur’an Hadits, Untuk Madrasah Tsanawiyah Kelas VII (Depok,
CV.Arya Duta: 2016) h. 72.
54
“Orang-orang kafir dari ahli Kitab dan orang-orang musyrik (mengatakan bahwa mereka) tidak akan meninggalkan (agamanya) sebelum datang kepada mereka bukti yang nyata (1), (yaitu) seorang rasul dari Allah (Muhammad) yang membacakan lembaran-lembaran yang suci (al-Qur’an) (2), di dalamnya terdapat (isi) kitab-kitab yang lurus (benar) (3), dan tidaklah terpecah belah orang-orang ahli kitab melainkan setelah datang kepada mereka bukti yang nyata (4), padahal mereka hanya diperintah menyembah Allah dengan ikhlas menanti-Nya semata-mata karena (menjalankan) agama, dan juga agar melaksanakan salat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus (benar (5), Sungguh orang-orang yang kafir dari golongan ahlul kitab dan orang-orang musyrik (akan masuk) ke neraka jahannam, mereka kekal didalamnya selama-lamanya. Mereka itu adalah sejahat-jahat makhluk (6), sungguh, orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, mereka itu adalah sebaik-baik makhkuk (7), balasan di sisi Tuhan mereka ialah surga ‘Adn yang mengalir dibawahnya sungai-sungai, mereka kekal didalamnya selama-lamanya. Allah ridha terhadap mereka dan mereka pun ridha kepada-Nya. Yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada Tuhannya (8).
Isi kandungan surah al-Bayyinah
Ayat pertama menjelaskan tentang keadaan orang-orang kafir dari golongan
ahli kitab dan kaum musyrikin yang tidak akan meninggalkan agama mereka.
Maksud dari ahli kitab adalah orang-orang Yahudi dan Nasrani. Sedangkan
yang dimaksud dengan orang-orang musyrik adalah para penyembah berhala
dan api, baik dari masyrakat Arab maupun nonArab. Mereka tidak akan
meninggalkan agama yang mereka anut, mereka tidak akan berhenti sampai
kebenaran tampak jelas di hadapan mereka.
Pada ayat kedua Allah menjelaskan pengertian bukti yang meragu-ragukan
mereka, bahwa yang dimaksud dengan bukti tersebut adalah diri pribadi Nabi
Saw.yang membacakan untuk orang kafir ayat-ayat al-Qur’an yang bersih dari
campur tangan manusia, bersih dari segala macam kesalahan, dan bersih dari
penambahan, yaitu bukti yang memancarkan kebenaran.7
Pada ayat ketiga dijelaskan bahwa al-Qur’an yang dibawa Nabi Muhammad
Saw.merupakan kitab suci yang berisi tentang kebenaran yang akan membawa
manusia ke jalan yang lurus. Al-Qur’an merupakan kitab suci yang menjadi
pedoman hidup bagi umat manusia yang di dalamnya terkandung segala ilmu
7Maulana Yusup, Al-Qur’an Hadits, Untuk Madrasah Tsanawiyah Kelas VII (Depok,
CV.Arya Duta: 2016) h. 75.
55
dan aturan yang mengatur kehidupan manusia. Di dalam al-Qur’an juga
tersimpul ajaran-ajaran yang benar yang terdapat dalam kitab-kitab para nabi
yang terdahulu, seperti Nabi Musa as, Nabi Isa as, dan Nabi Daud as.
Pada ayat keempat, Allah menjelaskan bahwa orang-orang ahli kitab
terpecah belah setelah datangnya bukti yang nyata kepada mereka, yakni nabi
Muhammad Saw.yang membawa kitab suci al-Qur’an sebagai pedoman bagi
kehidupan manusia seluruhnya.
Pada ayat kelima, Allah menegaskan bahwa mereka tidak diperintahkan
kecuali untuk menyembah Allah. Perintah yang ditujukan kepada mereka
adalah untuk kebaikan dunia dan agama mereka, untuk mencapai kebahagiaan
dunia dan akhirat, yang berupa ikhlas lahir dan batin dalam berbakti kepada
Allah dan membersihkan amal perbuatan dari syirik serta mematuhi agama
Nabi Ibrahim yang menjauhkan dirinya dari kekafiran kaumnya kepada agama
tauhid dengan mengikhlaskan ibadah kepada Allah Swt.
Maksud mendirikan salat pada ayat ini adalah mengerjakan terus menerus
setiap waktu dengan memusatkan jiwa kepada kebesaran Allah ketika salat
untuk membiasakan diri tunduk kepada-Nya. Kemudian yang dimaksud dengan
mengeluarkan zakat yaitu membagi-bagikannya kepada yang berhak
menerimanya sebagaimana yang telah ditentukan oleh al-Qur’an.
Pada ayat keenam dijelaskan tentang hukuman bagi orang-orang kafir dari
golongan ahl al-kitab dan orang-orang musyrik adalah dimasukkan ke dalam
neraka jahannam yang berisi siksaan yang sangat pedih. Mereka akan
menempati neraka jahannam selama-lamanya. Hukuman ini diperuntukkan bagi
orang yang mengingkari Allah dan mereka adalah seburuk-buruknya makhluk.
Pada ayat ketujuh dijelaskan tentang orang yang beriman dan beramal saleh.
Mereka selalu taat akan perintah allah dan menjauhi larangan-nya. Mereka
selalu melakasanakan salat dan senantiasa mengeluarkan zakat di jalan Allah.
Dalam ayat ini mereka disebut dengan makhluk yang paling baik.
Pada ayat kedelapan dijelaskan tentang balasan bagi orang yang beriman
dan berbuat baik. Balasan bagi mereka ialah dimasukkannya mereka kedalam
surga ‘Adn yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di
dalamnya selama-lamanya. Allah ridha terhadap mereka dan mereka pun ridha
56
kepada-Nya. Hal yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang-orang yang
takut kepada tuhannya.
3. Kajian hadis tentang toleransi
a. Membaca hadis tentang berbuat baik terhadap tetangga
Hadis yang disuguhkan dalam buku teks pelajaran al-Qur’an Hadis terbitan
Arya Duta adalah hadis riwayat Ahmad, Turmudzi, Ibn Hibban, Hakim, dan
Baihaqi.
ر األصح اب عند هللا عن ابن عمرو رضي هللا عنه أن رسول هللا صلى هللا عليه وسلم قال : خيـ
رهم لصاحبه وخيـر رهم جلاره (أخرجه أمحد, والرتمذي واخيـ ران عند هللا خيـ بن حبان, واحلاكم اجليـ
)والبيهقي
Dari Ibn ‘Amr R.A, Sesungguhnya Rasulullah SAW, bersabda, “Sebaik-baik sahabat di sisi Allah adalah yang paling baik di antara mereka terhadap sesama saudaranya. Dan, sebaik-baik tetangga di sisi Allah adalah yang paling baik di antara mereka terhadap tetangganya.” (HR. Ahmad, Turmudzi, Ibn Hibban Hakim Baihaqi)
Isi kandungan hadis
Toleransi dalam kajian fiqih Islam termasuk kajian muamalat (interaksi
sosial) yang mendapatkan porsi besar. Hal ini tampak dalam berbagai penjelasan
Rasulullah Saw. yang termaktub dalam banyak literatur hadis. Bahkan dalam
konsep al-Qur’an, manusia akan terpuruk dalam kesesatan jika dia tidak
menemukan sinkronisasi kebajikan, baik yang ada hubungannya secara vertical
maupun horizontal, baik hubungannya dengan pencipta, yakni Allah Swt.,
ataupun dengan semua makhluk-Nya.8
Sejak hijrah ke Madinah, kegiatan pertama yang dilakukan Rasulullah
Saw.adalah menata keharmonisan hidup di tengah lingkungan masyarakat yang
majemuk. Sebagaimana dimaklumi, penduduk Madinah memiliki latar belakang
multi agama dan kepercayaan, bahkan multi kultural.
Salah satu factor yang mendorong hijrah Rasulullah Saw. dari Makkah ke
Madinah adalah tidak ditemukannya sosok yang mampu mendamaikan
8Maulana Yusup, Al-Qur’an Hadits, Untuk Madrasah Tsanawiyah Kelas VII (Depok,
CV.Arya Duta: 2016) h. 77.
57
pertikaian antarsuku penduduk Madinah, terutama kelompok Khazraj dan ‘Aus.
Suku-suku Madinah itu menyadari sepenuhnya bahwa hanya dengan kehadiran
Rasulullah Saw.cita-cita hidup bersama secara toleran akan tercapai.
3. Hadis tentang mencintai tetangga
Hadis yang disuguhkan dalam buku teks pelajaran al-Qur’an Hadis terbitan
Arya Duta adalah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dan Abu Ya’la.
الذى نـفسى بيده اليـؤمن عبد و رضي هللا عنه أن رسول هللا صلى هللا عليه وسلم قال : أنس عن
حىت حيب جلاره ما حيب لنـفسه (أخرجه مسلم و أبو يعلى)
Dari Anas bin Malik RA, sesungguhnya Rasulullah SAW. bersabda, “Demi (Allah) yang jiwa di tangan-Nya, tidaklah beriman seorang hamba sehingga dia mencintai tetangganya sebagaiman dia mencintai dirinya sendiri.” (HR. Muslim dan Abu Ya’la: 2967)
Hadis di atas menjelaskan tentang perintah untuk mencintai tetangga.
Dalam Islam, kedudukan tetangga mendapat tempat yang tinggi. Berbuat baik
kepada tetangga memiliki arti yang luas, tidak hanya pada kerabat dekat atau
karena adanya ikatan agama, tetapi meluas sampai kepada tetangga
nonmuslim. Sejarah mencatat bahwa ahl al-Kitab hidup bertetangga dengan
kaum Muslimin di berbagai belahan dunia Islam dalam keadaan aman dan
tentram baik harta, jiwa, kehormatan, dan keyakinan.
Islam juga berpesan supaya kita mendahulukan berbuat baik kepada
tetangga terdekat sebagai usaha untuk mempertahankan kekuatan hubungan
antara dua yang berdampingan dan menjaga kemungkinan timbulnya
kesalahpahaman, dalam rangka mewujudkan kasih saying, kecintaan, dan
keharmonisan.9
D. Komentar Penulis
a. Kelebihan dari materi toleransi pada buku ajar al-Qur’an hadis
Dalam hal ini, surah al-Kâfirûn dapat di terapkan dalam materi
pelajaran untuk memupuk siswa/i agar dapat menjaga persatuan dan
kesatuan antar umat seagama dan umat beragama, sehingga terciptalah
9Maulana Yusup, Al-Qur’an Hadits, Untuk Madrasah Tsanawiyah Kelas VII (Depok,
CV.Arya Duta: 2016) h. 79.
58
kedamaian dan ketentraman, mengingat Negara kesatuan republic
Iindonesia memiliki banyak agama dan suku yang berbeda-beda dalam satu
Negara.
Dalam hal ini, surah al-Bayyinah dapat di terapkan dalam materi
pelajaran al-Qur’an hadis lantaran surah al-Bayyinah berbicara dengan
tegas mengenai derajat orang kafir dan Muslim. Bahwa mereka memiliki
tempat yang berbeda di akhirat kelak. Untuk itu surah ini mengajarkan
kepada kita bahwa segala sesuatu yang kita lakukan akan mendapat balasan
yang setimpal dengan apa yang kita kerjakan.
Materi ini cocok untuk siswa/i Madrasah Tsanawiyah karena,
mengajarkan tentang sikap toleransi dalam kehidupan sehari-hari. Sebab, di
masa-masa Madrasah biasanya anak-anak yang mengenal teman
sepergaulan jauh lebih luas dan lebih banyak, bahkan tidak hanya se agama
melainkan dengan yang berbeda agama. Oleh karena itu, materi ini sangat
penting diajarkan agar siswa/i dikenalkan dengan sikap toleransi,
menghargai, menghormati dan memiliki sikap toleran terhadap sesama
makhluk walaupun berbeda agama, ras, suku dan budaya. Namun, dalam
hal keyakinan ibadah tidak bias dicmpuradukan dalam masalah ini.
b. Kekurangan materi toleransi pada buku ajar al-Qur’an Hadis
Adapun kekurangan materi ini adanya perbedaan dalam
penerjemahan kata من أهل الكتاب pada penerjemahan surah al-Bayyinah ayat 1
yang berbeda di dalam buku teks pelajaran al-Qur’an Hadis madrasah
tsanawiyah.
1. Dalam buku cetak Kemenag RI 2014, pada bab IV Tentang Sikap
Toleranku Mewujudkan Kedamaian. Pada sub bab Belajar Toleran dari
QS. al-Bayyinah pada ayat ke 1 halaman 42. Diartikan:
ني حىت �تيـهم البـينة (فك ) 1مل يكن الذين كفروا من أهل الكتاب والمشركني منـ
“Orang-orang kafir yakni ahli Kitab dan orang-orang musyrik (mengatakan bahwa mereka) tidak akan meninggalkan (agamanya) sebelum datang kepada mereka bukti yang nyata.
59
2. Sedangkan dalam buku cetak CV. Arya Duta, pada bab IV tentang
Toleransi dalam Kehidupan Sehari-hari. Pada sub bab Sikap Tasamuh/
Toleran dan Kajian Surah al-Bayyinah Surah Ke-98 dalam urutan al-
Qur’an pada ayat ke 1 halaman 70. Diartikan:
“Orang-orang kafir dari ahli Kitab dan orang-orang musyrik (mengatakan bahwa mereka) tidak akan meninggalkan (agamanya) sebelum datang kepada mereka bukti yang nyata.
Oleh karena itu, dikhawatirkan akan menimbulkan pemahaman yang
berbeda dari pandangan siswa/i yang mempelajari buku teks pelajaran al-Qur’an
Hadis. Karena menyajikan terjemahan al-Qur’an yang berbeda di dalam satu
pembahasan. Yaitu pada kata من أهل الكتاب menurut versi Kemenag RI kata من
diartikan sebagai yakni, maka ketika dipahami maksud dari arti ayat diatas bahwa
orang-orang kafir yakni ahl al-kitâb, yang mengindikasikan semua ahl al-kitâb
adalah kafir. Sedangkan menurut CV. Arya Duta kata diterjemahkan kedalam من
bahasa Indonesia menjadi dari, maka ketika dipahami maknanya menjadi sebagian
ahl al-kitab adalah kafir.
60
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian kepustaakaan yang telah penulis lakukan, Imam al-
Qurthubi dalam tafsirnya menjelaskan bahwa Rasulullah tidak akan menyembah
apa yang disembah oleh kaum kafir Quraisy, dan beliau menolak mentah-mentah
ajakan mereka dalam beribadah. Begitu juga dengan Quraish Shihab mengatakan
bahwa Rasulullah menolak tegas ajakan kaum kafir Quraisy lantaran kekufuran
sudah mendarah daging dalam jiwa mereka. Hal ini serupa dengan materi yang
dicantumkan dalam buku teks pelajaran al-Qur’an Hadis bahwa Rasulullah
menolak ajakan untuk saling bertukar keyakinan dalam ibadah. Sebagaimana
toleransi yang diajarkan dalam buku al-Qur’an hadis Sesuai dengan pendapat
mufassir.
Adapun keterkaitan toleransi dengan surah al-kafirun dan al-bayyinah adalah
sikap toleransi dan akidah harus seimbang dan sejalan agar toleransi yang
diterapkan sejalan dengan al-Qur’an dan hadis sehingga tidak menjadikan toleransi
sebagai alat untuk memainkan akidah dalam beribadah.
B. SARAN DAN REKOMENDASI
Berdasarkan hasil penelitian yang telah penulis lakukan, berikut adalah,
sejumlah saran dan rekomendasi:
1. Kementerian Agama RI: Penulis menyarankan agar Kementerian Agama RI
merancang kembali muatan-muatan materi pendidikan dalam kurikulum
madrasah tsanawiyah guna menyamakan pembahasan di dalam buku teks
pelajaran al-Quran Hadis agar sesuai dengan maksud dan tujuan kompetensi
inti dan kompetensi dasar dalam kurikulum 2013.
2. Penyusun Buku: Penulis menyarankan agar para penerbit buku memperhatikan
dan mengikuti rambu-rambu dan petunjuk penulisan buku teks dengan cermat
61
dan seksama, agar buku teks yang disusun dan ditulis terhindar dari kekurangan
dan kelemahan disebabkan tidak mengikuti aturan dan ketentuan yang berlaku.
3. Peneliti: Penulis menyarankan agar melakukan penelitian-penelitian yang lebih
banyak lagi terkait buku teks pelajaran al-Qur’an Hadis dengan menambah
jumlah buku teks maka hasilnya akan lebih bagus.
62
DAFTAR PUSTAKA
A’la, Abd, Melampuai Dialog Agama Jakarta: Kompas, 2002.
Abdullah, Maskuri, Pluralisme Agama dan Kerukunan dalam Keagamaan, Penerbit Buku Kompas, Jakarta, 2001.
Ali, Mohammad Daus, Islam untuk Disiplin Ilmu Hukum, Sosial Politik,Jakarta:
Wirabuana, 1986. Amirulloh, Syarbini, Al-Qur’an Indonesia, Yogyakarta:Logung Pustaka, 2011.
Arifin, Anwar Memahami Paradigma Baru Pendidikan Nasional Dalam Undang-Undang SISDIKNAS(Jakarta: Ditjen Kelembagaan Agama Islam Depag, 2003.
AS, Mudzakir, Penulisan Buku Teks Yang Berkualitas, Yogyakarta.
Asrohah, Harun Sejarah Pendidikan Islam, Ciputat: LOGOS, 1999.
Azwar, Saifuddin, Metode Penelitian, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999.
Bertens, K, Filsafat Barat Kontemporer, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2006.
Casram, “Membangun Sikap Toleransi Bragama Dalam Masyarakat Plural,” Jurnal Ilmiah Agama dan Sosial Budaya, Juli 2016.
Fitriani, Nur Azizah, Analisis Buku Pendidikan Agama Islam Dan Budi Pekerti
SMK/MAK Kelas X Penerbit Erlangga Berdasarkan Kurikulum 2013. Hamka, Juz ‘Amma Tafsir Al-Azhar, Depok: Gema Insani, 2015.
Hanbal, Ahmad Ibn, Musnad Ahmad ibn Hanbal. Beirut: al- Maktab al-Islâmi;
1993. Cet. Ke-1. Jilid. 5. Hasyim, Umar, Toleransi dan Kemerdaan Beragama dalam Islam Sebagai Daser
Menuju Dialog dan Kemerdekaan Antar Agama, Surabaya: P. Bina Ilmu, 1997.
Ismail, Faisal, Islam Idealitas Ilahiyah dan Realitas Insaniyah, Yogyakarta: Tiara
Wacana Group, 1999), Cet. Ke-I. Julianti, Internalisasi Nilai Toleransi Melalui Model Telling Story pada
Pembelajaran PKN untuk Mengatasi Masalah Tawuran, Jurnal Penelitian Pendidikan, Vol. 14 No. 1, April 2013.
Kesowo, Bambang, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun
2013 Tentang Standar Nasional Pendidikan Jakarta: 2008. Lampiran.-SK-Dirjen-No.2676-2013.K1-KD-PAI-2013-rivised 16 Juni 2014.
Madjid, Nurcholis, dkk, Fiqih Lintas Agama Jakarta: Paramadina, 2004.
63
Majah, Ibn Sunān Ibnu Mājah, Kitabul ‘Ilm,Mishkātul-Masābīh.
Misrawi, Zuhairi, Al-Qur’an Kitab Toleransi; Iklusivisme, Pluralisme dan Multikulturalisme, Jakarta: Fitrah, 2007.
Moleong, Lexy J.,Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1999.
Muchith, Saekan, “Radikalisme Dalam Dunia Pendidikan” ADDIN, Volume 10, No
1, Febuari 2016. Munawar, Said Agil Husin, Fikih Hubungan Antar Agama, Jakarta: Ciputat Press,
2003), Cet Ke-2 Munip, Abdul, “Menangkal Radikalisme Agama di Sekolah,” Jurnal Pendidikan
Islam, No 2, 2012/1434. Mustofa, Muhamad Arif, “Kerukunan Umat Beragama: Studi Analisis Tentang Non
Muslim, Ahlul Kitab & Pluralisme,” Mizani, Vol, IX, No. 1 Februari 2015. Naim, Sahibi, Toleransi Dalam Pergaulan Antar Umat Beragama, Jakarta: PT.
Gunung Agung, 1983. Poerwaderminta, W.J.S, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,
1982. Pohan, Rahmad Asril, Toleransi Inklusif: Menapak Jejak Sejarah Kebebasan
Beragama Dalam Piagam Madinah, Yogyakarta: Kaukaba Dipantara, 2014.
Sanusi, Shalahuddin, Integrasi Ummat Islam: Pola Pembinaan Kesatuan Ummat
Islam, Bandung: Penerbit Iqamatuddin, 1987. Shihab, M.Quraish, Al-Lubāb (makna,tujuan dan pelajaran dari surah-surah al-
Quran), Ciputat Tanggerang: Lentera Hati, 2012. Shihab, M.Quraish, Tafsir Al-Misbah Cetakan VIII Tanggeng: Lentera Hati, 2007.
Shihab, M.Quraish, Tafsir al-Misbāh: pesan kesan dan keserasian al-Qur’an, Jakarta: Lentera Hati, 2002.
Shihab, M.Quraish, Wawasan Al-Qur’an, Bandung: Mizan, 2005.
Sholeh, Ahmad, “Pemahaman Konsep Tasamuh (toleransi) Siswa dalam Ajaran
Islam,” Jurnal PAI. Vol I No.1, Juli-Desember 2014.
Sholihin, Khoirus, “Pendidikan Toleransi dalam Pembelajaran al-Qur’an Hadis di
MAN Manguwoharjo Yogyakarta: Analisis Buku Teks al-Qur’an Hadis Madrasah Aliyah Kelas XII,” Skripsi S1 Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2014.
64
Soewadji, Jusuf, Pengantar Metodologi Penelitian, Jakarta: Mitra Wacana, 2012.
Solikhah, Nikmatul, “Analisis Buku Ajar Pendidikan Agama Islam (PAI) Kelas VII SMPN 13 Malang” Skripsi, S1 Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, 2011.
Suyuti, Jalaludin, Riwayat Turunnya ayat-ayat Suci al-Qur’an, (Surabaya; Mutiara
Ilmu, 1986. Syâfi’i, Abu Muhammad Husain bin Mas’ud al-Farrâ’I al-Baghawi, Tafsir al-
Baghawi, (Beirut; Dâr al-Kutub al-‘Ilmiah) Juz IV. Tawî, Abi Ja’far Muhammad bin Hasan, Al-Tibyânfi Tafsîr al-Qur’an, tahqîq
Ahmad Habîb Qusair al-‘Âmilî, Dâr Ihya al-Turâts al-‘Arabî. Tilaar, Suryadi, Ace,Analisis Kebijakan Pendidikan, Bandung; Remaja
Rosdakarya; 1993. Tim Penyusun, Pedoman Penulisan Akademik Universitas Islam Negeri, Jakarta:
UIN Jakarta Press, 2000. Umar, Muhammad Fakhrurrazi Ibn ‘Alamah Diyauddin, Tafsir Fakhrurazzi, juz 32,
(Beirut; Darul Fikr, 1985), Cet. Ke 3. Yanti, Yuli Analisis Buku Ajar Fikih (Studi Komparasi di MI Sultan Agung dan SD
IT Ar-Rahmah Yogyakarta. Tesis, 2001. Yusup, Maulana, Al-Qur’an Hadits, Untuk Madrasah Tsanawiyah Kelas VII,
Depok, CV.Arya Duta: 2016.
Reverensi Web
Menganalisis sisktematika (2018) http://aseharry7.blogspot.com/2013/08/makalah-menganalisis-sistematika-dan.html/m=1. Diakses pada tanggal 22 September 2018. Pukul 14:25.
Toleransi beragama pada zaman rasululloh, Diakses pada tanggal 17 Januari 2019,
http://arieskur.wordpres.com/2019/17/01/toleransi-beragama-pada-zaman-rasululloh/.