anemia
-
Upload
ferry-krisnamurti -
Category
Documents
-
view
14 -
download
5
description
Transcript of anemia
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anemia Pada Kehamilan
1. Pengertian
Anemia atau sering disebut kurang darah adalah keadaan dimana
darah merah kurang dari normal, dan biasanya yang digunakan sebagai
dasar adalah kadar Hemoglobin (Hb). WHO menetapkan kejadian anemia
hamil berkisar antara 20% sampai 89 % dengan menentukan Hb 11 gr%
sebagai dasarnya. Anemia kehamilan adalah anemia karena kekurangan zat
besi. Anemia pada kehamilan merupakan masalah nasional mencerminkan
nilai kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat, dan pengaruhnya sangat
besar terhadap kualitas sumber daya manusia. Anemia hamil disebut
“potensial danger to mother and child” anemia (potensial membahayakan
ibu dan anak). Kerena itulah anemia memerlukan perhatian serius dan
semua pihak yang terkait dalam pelayanan kesehatan pada masa yang akan
datang (Manuaba, 2003).
2. Macam-macam Anemia Selama Kehamilan
a. Anemia Defisiensi Besi
Anemia jenis ini paling banyak dijumpai. Penyebab anemia defisiensi
besi adalah kurang gizi, kurang besi dalam diet, malabsorbsi,
kehilangan darah yang banyak seperti persalinan yang lalu, haid, dll,
serta dapat disebabkan oleh penyakit – penyakit kronik meliputi tbc,
paru, cacing usus, malaria, dll (Sarwono, 2002). Keperluan akan besi
bertambah dalam kehamilan, terutama dalam trimester terakhir. Apabila
masuknya besi tidak ditambah selama hamil, maka mudah terjadi
anemia defisiensi besi, lebih – lebih pada kehamilan kembar
(Wiknjosastro, 2002).
b. Anemia Megaloblastik
Anemia megaloblastik biasanya disebabkan karena kekurangan asam
7
folik. Jarang sekali akibat kekurangan vitamin B. Selama masa hamil,
asupan folat yang direkomendasikan setiap hari ialah 0,4 mg asam folat
(Mochtar, 1998). Gejala klinis megaloblastik anemia antara lain mual
muntah, cepat lelah, sering pusing dan sinkop. Terapi asam folat dapat
diberikan kepada ibu hamil yang menderita anemia megaloblastik
sebanyak 1gr/hari per oral (Manuaba, 2001). Apabila penderita
mencapai masa nifas dengan selamat dengan atau tanpa pengobatan,
maka anemianya akan sembuh dan tidak akan timbul lagi. Hal ini
disebabkan karena dengan lahirnya anak keperluan akan asam folik
jauh berkurang (Wiknjosastro, 2002).
c. Anemia hemolitik
Anemia hemolitik disebabkan penghancuran/pemecahan sel darah
merah yang lebih cepat dari pembuatannya. Ini dapat disebabkan oleh :
1) Faktor intra kopuskuler dijumpai pada anemia hemolitik heriditer,
talasemia, anemia sel sickle (sabit), hemoglobin, C, D, G, H, I dan
paraksismal nokturnal hemoglobinuria
2) Faktor ekstrakorpuskuler, disebabkan malaria, sepsis, keracun zat
logam, dan dapat beserta obat-obatan, leukemia, penyakit endokrin
dan lain-lain.
Gejala utama adalah anemia dengan kelainan - kelainan gambaran
darah, kelelahan, kelemahan, serta gejala komplikasi bila terjadi
kelainan pada organ-organ vital. Pengobatan bergantung pada jenis
anemia hemolitik serta penyebabnya. Bila disebabkan oleh infeksi
maka infeksinya di berantas dan diberikan obat-obat penambah darah.
Namun, pada beberapa jenis obat-obatan, hal ini tidak memberikan
hasil. Maka transfusi darah yang berulang dapat membantu penderita
ini (Mochtar, 1998).
d. Anemia Hipoplastik
Anemia hipoplastik disebabkan karena sumsum tulang kurang mampu
membuat sel – sel darah baru. Penyebabnya belum diketahui, kecuali
yang disebabkan oleh infeksi berat (sepsis), keracunan, dan sinar
8
rontgen atau radiasi (Sarwono, 2002). Karena obat – obat penambah
darah tidak memberi hasil, maka satu – satunya cara untuk
memperbaiki keadaan penderita ialah tranfusi darah yang perlu sering
diulang sampai berkali – kali (Wiknjosastro, 2002).
3. Penyebab Anemia Kehamilan
Penyebab anemia pada kehamilan dibedakan menjadi (Manuaba, 2003):
a. Faktor dari konsumsi makanan
Faktor konsumsi makanan ini akibat dari tidak terpenuhinya beberapa
sumber makanan yang terdiri dari sumber protein, glukosa, lemak,
vitamin B12, V6, asam folat, vitamin C dan elemen dasar yang terdiri
dari Fe, Ion Cu serta Zink.
b. Kemampuan reabsorbsi usus halus terhadap bahan yang diperlukan
c. Umur sel darah merah yang terbatas sekitar 120 hari, sementara sumber
pembentukan sel darah yang baru berjalan lambat.
d. Terjadinya perdarahan kronik seperti gangguan menstruasi, penyakit
yang menyebabkan perdarahan pada wanita serta parasit usus seperti
askariasis, ankilostomiasis dan taenia.
Penyebab anemia pada ibu hamil menurut Saefudin (2002) meliputi
infeksi kronik, penyakit hati dan thalasemia. Royadi (2011) juga
menyebutkan bahwa penyebab anemia meliputi kurang gizi / malnutrisi,
kurang zat besi dalam diit, malabsorbsi, kehilangan darah banyak seperti
persalinan yang lalu, haid dan lain-lain serta penyakit-penyakit kronik
seperti: TBC, paru, cacing usus, malaria dan lain-lain.
Anggarini (2011) menyebutkan bahwa faktor lain penyebab anemia
adalah:
a. Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan masyarakat yang rendah dapat menyebabkan
kurangnya pengetahuan yang didapat tentang gizi selama masa hamil
dan bahaya anemia pada kehamilan (Manuaba, 2002).
9
b. Pekerjaan
Anemia defisiensi zat besi mencerminkan kemampuan sosial ekonomi
masyarakat untuk dapat memenuhi kebutuhannya dalam jumlah dan
kualitas gizi (Manuaba, 2002).
c. Umur
Kehamilan diusia < 20 tahun dan diatas 35 tahun dapat menyebabkan
anemia karena pada kehamilan diusia < 20 tahun secara biologis
belum optimal, emosinya cenderung labil, mentalnya belum matang
sehingga mudah mengalami keguncangan yang mengakibatkan
kurangnya perhatian terhadap pemenuhan kebutuhan zat – zat gizi
selama kehamilannya, sedangkan pada usia > 35 tahun terkait dengan
kemunduran dan penurunan daya tahan tubuh serta berbagai penyakit
yang sering menimpa di usia ini.
d. Status Gizi
Status gizi ibu sebelum dan selama hamil dapat mempengaruhi
pertumbuhan janin yang sedang dikandung. Bila status gizi ibu normal
pada masa sebelum dan selama hamil kemungkinan besar akan
melahirkan bayi yang sehat, cukup bulan dengan berat badan normal.
Gizi kurang pada ibu hamil dapat menyebabkan resiko dan komplikasi
pada ibu antara lain: anemia, perdarahan, berat badan ibu tidak
bertambah secara normal.
e. Suku Bangsa
Salah satu jenis anemia spesifik adalah anemia sel sabit, yaitu anemia
yang secara genetik diturunkan dan terutama mengenai warga kulit
hitam. Orang kulit hitam memiliki hemoglobin 1 gr/dl lebih rendah
dari orang kulit putih tanpa mempedulikan tingkat sosial ekonomi.
Anemia spesifik lainnya adalah thalasemia, yang banyak ditemukan
pada keturunan Mediterania.
4. Tanda dan Gejala Anemia Pada Ibu Hamil
Tanda dan gejala anemia defisiensi zat besi tidak khas hampir sama
dengan anemia pada umumnya yaitu a) cepat lelah/kelelahan, hal ini
10
terjadi karena simpanan oksigen dalam jaringan otot kurang sehingga
metabolisme otot terganggu, b) nyeri kepala dan pusing merupakan
kompensasi dimana otak kekurangan oksigen, karena daya angkut
haemoglobin berkurang, c) kesulitan bernapas, terkadang sesak napas
merupakan gejala, dimana tubuh memerlukan lebih banyak lagi oksigen
dengan cara kompensasi pernapasan lebih dipercepat, d) palpasi, dimana
jantung berdenyut lebih cepat diikuti dengan peningkatan denyut nadi.,
dan e) pucat pada muka, telapak tangan, kuku, membran mukosa mulut
dan konjungtiva (Wasnidar, 2007).
Keluhan anemia yang paling sering dijumpai dimasyarakat adalah
yang lebih dikenal dengan 5L, yaitu lesu, lemah, letih, lelah dan lalai.
Disamping itu penderita kekurangan zat besi akan menurunkan daya tahan
tubuh yang mengakibatkan mudah terkena infeksi (Depkes RI, 2003).
Anemia dapa kehamilan akan ditemukan tanda-tanda seperti cepat lelah,
sering pusing, mata berkunang-kunang, mual muntah yang sangat hebat
terutama pada saat usia kehamilan masih muda (Manuaba, 2003).
5. Kebutuhan Zat Besi Pada Wanita Hamil
Wanita memerlukan zat besi lebih tinggi dari laki-laki karena
terjadi menstruasi dengan pendarahan sebanyak 50 sampai 80 cc setiap
bulan dan kehillangan zat besi sebesar 30 sampai 40 mgr. Disamping itu
kehamilan memerlukan tambahan zat besi untuk meningkatkan jumlah sel
darah merah dan membentuk sel darah merah janin dan plasenta.
Sebagai gambaran banyak kebutuhan zat besi pada kehamilan
adalah 900 mgr Fe. Jumlah ini meliputi sebanyak 500 mgr Fe digunakan
untuk meningkatkan sel darah ibu. Kemudian 300 mgr Fe terdapat pada
plasenta dan 100 mgr Fe untuk darah janin. Jika persalinan cadangan Fe
minimal, maka setiap kehamilan akan mengurangi persediaan Fe tubuh dan
akhirnya menimbulkan anemia pada kehamilan berikutnya (Manuaba,
2003).
6. Pengaruh anemia pada kehamilan dan janin
Kejadian anemia memberi dampak kepada ibu yang sedang hamil besarta
11
bayinya. Pengaruh tersebut meliputi (Manuaba, 2003) :
a. Bahaya selama hamil
Bahasa selama kehamilan ini meliputi dapat terjadi abortus, persalinan
prematuritas, hambatan tumbuh kembang janin dan rahim, mudah
terjadi infeksi, ancaman dekompensasi kordis (Hb < 6 gr%), mola
hidatidosa, hiperemesis gravidarum, perdarahan antepartum dan
ketuban pecah dini (KPD)
b. Bahaya saat persalinan :
Bahaya saat persalinan ini seperti gangguan his–kekuatan mengejan,
kala pertama dapat berlangsung lama, dan terjadi partus terlantar, kala
dua berlangsung lama sehingga dapat melelahkan dan sering
memerlukan tindakan operasi kebidanan, kala uri dapat diikuti retensio
plasenta, dan perdarahan post partum karena atonia uteri dan kala
empat dapat terjadi perdarahan postpartum sekunder dan atonia uteri.
c. Pada kala nifas
Bahaya anemia pada saat nifat meliputi terjadi subinvolusi uteri
menimbulkan perdarahan postpartum, memudahkan infeksi
puerperium, pengeluaran ASI berkurang, terjadi dekompensasi kordis
mendadak setelah persalinan dan anemia kala nifas.
d. Bahaya terhadap janin
Anemia pada ibu hamil juga berpengaruh pada janin yaitu abortus,
terjadi kematian intrauterine, persalinan prematuritas tinggi, berat
badan lahir rendah, kelahiran dengan anemia, dapat terjadi cacat
bawaan, bayi mudah mendapat infeksi sampai kematian perinatal dan
intelegensi rendah.
7. Faktor resiko kesejahateraan ibu dan janin.
Manuaba (2003) menyebutkan bahwa indeks kehamilan resiko tinggi
meliputi umur ibu, paritas, graviditas, riwayat kehamilan dan keadaan
antenatal, sementara untuk kesejahteraan ibu meliputi faktor pendidikan,
faktor biologis dan budaya, tingkat social ekonomi dan factor
kegawatdauratan.
12
B. Umur
Umur adalah usia ibu yang secara garis besar menjadi indikator dalam
kedewasaan dalam setiap pengambilan keputusan yang mengacu pada setiap
pengalamannya. Umur individu terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat
berulang tahun. Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan
seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan logis (Notoatmodjo,
2003). Seperti yang dikatakan Hurlock (2000), bahwa semakin tinggi umur
maka tingkat kematangan dan kekuatan seseorang lebih dipercaya. Semakin
tua umur seseorang, makin konstruktif dalam menggunakan koping terhadap
masalah yang dihadapi. Pengalaman dan kematangan jiwa seseorang
disebabkan semakin cukupnya umur dan kedewasaan dalam berfikir dan
bekerja
C. Pendapatan (Status sosial ekonomi)
Status ekonomi didasarkan pada jumlah pendapatannya. Mulyanto dan
Dieter (1984 dalam Syamsul, 2002) menyebutkan pendapatan adalah jumlah
penghasilan riil dari seluruh anggota rumah tangga yang di sumbangkan untuk
memenuhi kebutuhan bersama maupun perseorangan dalam rumah tangga,
dalam kehidupan sehari-hari pendapatan erat kaitannya dengan gaji, upah,
serta pendapatan lainnya yang di terima seseorang setelah orang itu
melakukan pekerjaan dalam kurun waktu tertentu. Tingkat pendapatan
keluarga dipengaruhi oleh pekerjaan. Semakin rendah pendapatan keluarga
semakin tidak mampu lagi ibu dalam membelanjakan bahan makanan yang
lebih baik dalam kualitas maupun kuantitasnya, sebagai ketersediaan pangan
di tingkat keluarga tidak mencukupi (Syamsul, 2002)
D. Paritas
1. Pengertian Paritas
Paritas adalah keadaan seorang ibu yang melahirkan janin lebih
dari satu orang. Paritas adalah status seorang wanita sehubungan dengan
jumlah anak yang pernah dilahirkannya. Ibu yang baru pertama kali hamil
13
merupakan hal yang sangat baru sehingga termotivasi dalam
memeriksakan kehamilannya ketenaga kesehatan. Sebaliknya ibu yang
sudah pernah melahirkan lebih dari satu orang mempunyai anggapan
bahwa ia sudah berpengalaman sehingga tidak termotivasi untuk
memeriksakan kehamilannya (Sarwono, 2002). Paritas adalah banyaknya
kelahiran hidup yang dipunyai oleh seorang wanita (BKKBN, 2006).
Sedangkan menurut Manuaba (2008), paritas adalah wanita yang pernah
melahirkan bayi aterm.
2. Penggolongan Paritas
Menurut Prawirohardjo (2009), paritas dapat dibedakan menjadi :
a. Primipara
Primipara adalah wanita yang telah melahirkan seorang anak, yang
cukup besar untuk hidup di dunia luar (Varney, 2006).
b. Multipara
Multipara adalah wanita yang telah melahirkan seorang anak lebih dari
satu kali (Prawirohardjo, 2009). Multipara adalah wanita yang pernah
melahirkan bayi viabel (hidup) beberapa kali (Manuaba, 2008).
Multigravida adalah wanita yang sudah hamil, dua kali atau lebih
(Varney, 2006).
c. Grandemultipara
Grandemultipara adalah wanita yang telah melahirkan 5 orang anak
atau lebih dan biasanya mengalami penyulit dalam kehamilan dan
persalinan (Manuaba, 2003). Grandemultipara adalah wanita yang
pernah melahirkan bayi 6 kali atau lebih hidup atau mati (Rustam,
2005). Grandemultipara adalah wanita yang telah melahirkan 5 orang
anak atau lebih (Varney, 2006).
E. Kepatuhan Minum Tablet Fe
1. Pengertian kepatuhan
Kepatuhan adalah tingkat perilaku pasien yang tertuju terhadap
intruksi atau petunjuk yang diberikan dalam bentuk terapi apapun yang
14
ditentukan, baik diet, latihan, pengobatan atau menepati janji pertemuan
dengan dokter (Stanley, 2007). Kepatuhan adalah merupakan suatu
perubahan perilaku dari perilaku yang tidak mentaati peraturan ke perilaku
yang mentaati peraturan (Green dalam Notoatmodjo, 2007).
Kepatuhan adalah tingkat seseorang dalam melaksanakan suatu
aturan dan perilaku yang disarankan (Notoatmodjo, 2007). Kepatuhan ini
dibedakan menjadi dua yaitu kepatuhan penuh (total compliance) dimana
pada kondisi ini penderita hipertensi patuh secara sungguh-sungguh
terhadap diet, dan penderita yang tidak patuh (non compliance) dimana
pada keadaan ini penderita tidak melakukan diet terhadap hipertensi.
2. Faktor – faktor yang mendukung kepatuhan
Menurut Feuer Stein ada beberapa faktor yang mendukung sikap
patuh, diantaranya (Faktul, 2009):
a. Pendidikan
Pendidikan adalah suatu kegiatan, usaha manusia meningkatkan
kepribadian atau proses perubahan perilaku menuju kedewasaan dan
penyempurnaan kehidupan manusia dengan jalan membina dan
mengembangkan potensi kepribadiannya, yang berupa rohni (cipta,
rasa, karsa) dan jasmani. Domain pendidikan dapat diukur dari
pengetahuan terhadap pendidikan yang diberikan (knowledge), sikap
atau tanggapan terhadap materi pendidikan yang diberikan (attitude)
dan praktek atau tindakan sehubungan dengan materi pendidikan yang
diberikan (Notoatmodjo, 2003).
b. Akomodasi
Suatu usaha harus dilakukan untuk memahami ciri kepribadian
pasien yang dapat mempengaruhi kepatuhan. Pasien yang mandiri
harus dilibatkan secara aktif dalam program pengobatan.
c. Modifikasi faktor lingkungan dan sosial.
Membangun dukungan sosial dari keluarga dan teman – teman
sangat penting, kelompok pendukung dapat dibentuk untuk membantu
memahami kepatuhan terhadap program pengobatan.
15
d. Perubahan model terapi .
Program pengobatan dapat dibuat sesederhana mungkin dan
pasien terlibat aktif dalam pembuatan program tersebut.
e. Meningkatkan interaksi profesional kesehatan dengan pasien.
f. Suatu hal yang penting untuk memberikan umpan balik pada pasien
setelah memperoleh informasi diagnosa.
Carpenito (2000) berpendapat bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi tingkat kepatuhan adalah segala sesuatu yang dapat
berpengaruh positif sehingga penderita tidak mampu lagi
mempertahankan kepatuhanya, sampai menjadi kurang patuh dan tidak
patuh. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan diantaranya :
a. Pemahaman tentang instruksi
Tidak seorang pun mematuhi instruksi jika dirinya salah paham
tentang instruksi yang diberikan padanya. Ley dan Spelman tahun
1967 menemukan bahwa lebih dari 60% responden yang di
wawancarai setelah bertemu dengan dokter salah mengerti tentang
instruksi yang diberikan kepada mereka. Kadang kadang hal ini
disebabkan oleh kegagalan profesional kesalahan dalam memberikan
informasi lengkap, penggunaan istilah-istilah medis dan memberikan
banyak instruksi yang harus diingat oleh penderita.
Kesalahan pemahaman ini juga dapat terjadi pada lanjut usia penderita
hupertensi. Instruksi dokter untuk melakukan diet rendah garam ini
disalah artikan oleh lanjut usia penderita hipertensi dengan hanya
tidak boleh menambahkan garam pada makanan.
b. Tingkat pendidikan.
Tingkat pendidikan pasien dapat meningkatkan kepatuhan, sepanjang
bahwa pendidikan tersebut merupakan pendidikan yang aktif yang
diperoleh secara mandiri, lewat tahapan-tahapan tertentu. Gunarso
(1990 dalam Suparyanto, 2010) mengemukakan bahwa semakin tua
umur seseorang maka proses perkembangan mentalnya bertambah
baik, akan tetapi pada umur – umur tertentu, bertambahnya proses
16
perkembangan mental ini tidak secepat ketika berusia belasan tahun,
dengan demikian dapat disimpulkan faktor umur akan mempengaruhi
tingkat pengetahuan seseorang yang akan mengalami puncaknya pada
umur – umur tertentu dan akan menurun kemampuan penerimaan atau
mengingat sesuatu seiring dengan usia semakin lanjut. Hal ini
menunjang dengan adanya tingkat pendidikan yang rendah. Lanjut
usia sebagai kelompok usia yang telah lanjut mengalami kemunduran
daya ingat, sehingga terkadang tidak dapat mencerna kepatuhan untuk
diet rendah garam dengan sempurna, namun hanya berkeinginan untuk
menuruti keinginannya yaitu makan dengan rasa yang diinginkannya.
c. Kesakitan dan pengobatan.
Perilaku kepatuhan lebih rendah untuk penyakit kronis (karena tidak
ada akibat buruk yang segera dirasakan atau resiko yang jelas), saran
mengenai gaya hidup dan kebiasaan lama, pengobatan yang kompleks,
pengobatan dengan efek samping, perilaku yang tidak pantas sering
terabaikan.
d. Keyakinan, sikap dan kepribadian.
Kepribadian antara orang yang patuh dengan orang yang gagal
berbeda. Orang yang tidak patuh adalah orang yang mengalami
depresi, ansietas, sangat memperhatikan kesehatannya, memiliki
kekuatan ego yang lebih lemah dan memiliki kehidupan sosial yang
lebih, memusatkan perhatian kepada dirinya sendiri. Kekuatan ego
yang lebih ditandai dengan kurangnya penguasaan terhadap
lingkunganya. Variabel-variabel demografis juga digunakan untuk
meramalkan ketidak patuhan. Bagi lanjut usia yang tinggal di daerah
sepanjang Pantura mungkin makanan yang terasa asin akan lebih
nikmat karena kebiasaan yang sudah dialami sebelumnya.
e. Dukungan Keluarga
Dukungan keluarga dapat menjadi faktor yang dapat berpengaruh
dalam menentukan keyakinan dan nilai kesehatan individu serta
menentukan program pengobatan yang akan mereka terima. Keluarga
17
juga memberi dukungan dan membuat keputusan mengenai perawatan
anggota keluarga yang sakit. Derajat dimana seseorang terisolasi dari
pendampingan orang lain, isolasi sosial, secara negatif berhubungan
dengan kepatuhan.
f. Tingkat ekonomi
Tingkat ekonomi merupakan kemampuan finansial untuk memenuhi
segala kebutuhan hidup, akan tetapi ada kalanya seseorang yang sudah
pensiun dan tidak bekerja namun biasanya ada sumber keuangan lain
yang bisa digunakan untuk membiayai semua program pengobatan
dan perawatan sehingga belum tentu tingkat ekonomi menengah ke
bawah akan mengalami ketidakpatuhan dan sebaliknya tingkat
ekonomi baik tidak terjadi ketidakpatuhan.
g. Dukungan sosial
Dukungan sosial dalam bentuk dukungan emosional dari anggota
keluarga teman, waktu, dan uang merupakan faktor penting dalam.
Keluarga dan teman dapat membantu mengurangi ansietas yang
disebabkan oleh penyakit tertentu, mereka dapat menghilangkan
godaan pada ketidakpatuhan dan mereka seringkali dapat menjadi
kelompok pendukung untuk mencapai kepatuhan. Dukungan sosial
nampaknya efektif di negara seperti Indonesia yang memiliki status
sosial lebih kuat, dibandingkan dengan negara-negara barat.
18
F. Kerangka teori
Bagan 2.1 Kerangka teori
Sumber : Manuaba (2003), Saefudin (2002), Anggarini (2010)
Anemia pada ibu hamil
Faktor dari konsumsi makanan
Kemampuan reabsorbsi usus halus terhadap bahan yang
diperlukan
Umur sel darah merah
Terjadinya perdarahan kronik
infeksi kronik, penyakit hati dan thalasemia
kehilangan darah banyak pada persalinan yang lalu
Tingkat Pendidikan
Pekerjaan
Umur
Status Gizi
19
G. Kerangka konsep
Bagan 2.2 Kerangka konsep
H. Variabel penelitian
1. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah umur, tingkat sosial ekonomi,
paritas dan kepatuhan minum tablet Fe.
2. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kejadian anemia pada ibu
hamil.
I. Hipotesis
1. Ada hubungan umur dengan kejadian anemia pada ibu hamil di
Puskesmas Pandaran Semarang.
2. Ada hubungan status sosial ekonomi dengan kejadian anemia pada ibu
hamil di Puskesmas Pandaran Semarang.
3. Ada hubungan paritas dengan kejadian anemia pada ibu hamil di
Puskesmas Pandaran Semarang.
4. Ada hubungan kepatuhan minum suplemen zat besi dengan kejadian
anemia pada ibu hamil di Puskesmas Pandaran Semarang.
Umur
Tingkat sosial ekonomi
Paritas
Kepatuhan minum tablet Fe
Anemia pada ibu hamil