Arf

18
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN ACUTE RENAL FAILURE A. Konsep Dasar 1) Definisi Menurut Muttaqin (2011: 156), gagal ginjal akut adalah keadaan penurunan fungsi ginjal secara mendadak akibat kegagalan sirkulasi renal, serta gangguan fungsi tubulus dan glomerulus dengan manifestasi penurunan produksi urine dan terjadi azotemia (peningkatan kadar nitrogen darah, peningkatan kreatinin serum, dan retensi metabolit yang harus diekskresikan oleh ginjal). Menurut Baradero (2008: 109), GGA adalah penurunan fungsi ginjal tiba-tiba yang ditentukan dengan peningkatan kadar BUN dan keatinin plasma. Haluaran urine dapat kurang dari 40 ml per jam (oliguria), tetapi kadang-kadang jumlahnya normal atau dapat meningkat. Menurut Robinson (2014: 13), GGA merupakan suatu gangguan fungsi ginjal mendadak yang disebabkan oleh obstruksi, penurunan sirkulasi, atau penyakit parenkim ginjal. Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa ARF merupakan suatu gangguan fungsi ginjal yang terjadi secara mendadak oleh penurunan sirkulasi, obstruksi, gangguan fungsi tubulus dan glomerulus. 1

description

tugasss

Transcript of Arf

Page 1: Arf

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

ACUTE RENAL FAILURE

A. Konsep Dasar

1) Definisi

Menurut Muttaqin (2011: 156), gagal ginjal akut adalah keadaan penurunan

fungsi ginjal secara mendadak akibat kegagalan sirkulasi renal, serta gangguan

fungsi tubulus dan glomerulus dengan manifestasi penurunan produksi urine dan

terjadi azotemia (peningkatan kadar nitrogen darah, peningkatan kreatinin serum,

dan retensi metabolit yang harus diekskresikan oleh ginjal).

Menurut Baradero (2008: 109), GGA adalah penurunan fungsi ginjal tiba-

tiba yang ditentukan dengan peningkatan kadar BUN dan keatinin plasma.

Haluaran urine dapat kurang dari 40 ml per jam (oliguria), tetapi kadang-kadang

jumlahnya normal atau dapat meningkat.

Menurut Robinson (2014: 13), GGA merupakan suatu gangguan fungsi

ginjal mendadak yang disebabkan oleh obstruksi, penurunan sirkulasi, atau

penyakit parenkim ginjal.

Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa ARF merupakan

suatu gangguan fungsi ginjal yang terjadi secara mendadak oleh penurunan

sirkulasi, obstruksi, gangguan fungsi tubulus dan glomerulus.

2) Etiologi

Menurut Muttaqin (2012: 156) dan Baradero (2008: 110), etiologi dari GGA

meliputi.

(1) Prarenal masalah aliran darah akibat hipoperfusi ginjal dan turunnya laju

filtrasi glomerulus.

1. Hipovolemik (perdarahan, luka bakar, kehilangan cairan dari GI, sirosis,

pemakaian diuretik berlebih).

2. Vasodilatasi (sepsis, asidosis, dan anafilaksis).

3. Penurunan curah jantung (disritmia, IMA, GJK, syok kardiogenik, emboli

paru).

4. Obstruksi pembuluh darah ginjal bilateral (emboli, trombosis).

1

Page 2: Arf

2

(2) Renal akibat dari kerusakan struktur glomerulus atau tubulus ginjal.

1. Trauma langsung pada ginjal dan cedera akibat terbakar.

2. Iskemia (pemakaian NSAID, kondisi syok pascabedah).

3. Reaksi transfusi (DIC akibat transfusi tidak cocok).

4. Penyakit glomerovaskular ginjal: glomerulonefritis, hipertensi malignan.

5. Nefritis interstisial akut: infeksi berat, induksi obat-obat nefrotoksin.

(3) Pascarenal terutama obstruksi aliran urine pada bagian distal ginjal. Ciri

unik pascal renal adalah terjadinya anuria, yang tidak terjadi pada gagal

renal atau pre-renal (Tambayong, 2000).

1. Obstruksi muara VU: hipertrofi prostat, karsinoma.

2. Obstruksi ureter bilateral oleh obstruksi batu saluran kemih, bekuan darah

atau sumbatan dari tumor.

3) Manifestasi Klinis

Menurut Muttaqin (2012: 157), dan Kusuma (2013: 168), manifestasi klinis

dari GGA terbagi menjadi empat tahapan/stadium yaitu.

(1) Periode awal dengan awitan awal (kerusakan nefron) dan diakhiri dengan

terjadinya oliguria.

(2) Periode oliguria volume urine < 400 ml/24 jam disertai dengan

peningkatan konsentrasi urea, kreatinin, asam urat, kation intraseluler-

kalium dan magnesium. Jumlah urine minimal yang diperlukan untuk

membersihkan produk sampah normal tubuh adalah 400 ml. Pada tahap ini

gejala uremik untuk pertama kalinya muncul dan kondisi hiperkalemia dapat

terjadi.

(3) Periode diuresis pasien menunjukkan peningkatan jumlah urine secara

bertahap, disertai tanda perbaikan filtrasi glomerulus. Meskipun urine

output mencapai kadar normal atau meningkat, fungsi renal masih dianggap

normal. Pasien harus dipantau dengan adanya dehidrasi selama tahap ini.

(4) Periode penyembuhan merupakan tanda perbaikan fungsi ginjal dan

berlangsung selama 3-12 bulan. Nilai laboratorium akan kembali normal.

Page 3: Arf

3

Menurut Robinson (2014: 14), manifestasi lain dari GGA seperti.

(1) Riwayat demam yang baru terjadi, menggigil, dan sakit kepala.

(2) Gangguan GI, seperti anoreksi, mual, muntah, diare, dan konstipasi.

(3) Kejang dan koma (stadium lanjut).

(4) Oliguria (< 500 ml/24 jam) atau anuria (< 100 ml/24 jam).

(5) Petekie dan ekimosis.

(6) Kulit kering dan gatal, membran mukosa kering, napas bau ureum.

(7) Kelemahan otot (bila ada hiperkalemia)

(8) Pembengkakan tungkai, kaki atau pergelangan kaki. Pembengkakan yang

menyeluruh (karena terjadi penimbunan cairan).

4) Patofisiologi

Menurut Muttaqin (2012: 157), pada disfungsi vasomotor, prostaglandin

dianggap bertanggungjawab terjadinya GGA. Dalam keadaan normal, hipoksia

merangsang ginjal untuk melakukan vasodilator sehingga aliran darah ginjal

diredistribusi ke korteks yang mengakibatkan diuresis. Iskemia akut yang berat

atau berkepanjangan dapat menghambat ginjal untuk menyintesis prostaglandin.

Penghambatan prostaglandin (aspirin) diketahui dapat menurunkan aliran darah

renal. Teori glomerulus menganggap bahwa kerusakan primer terjadi pada tubulus

proksimal, sehingga gagal menyerap jumlah normal natrium yang terfiltrasi dan

air. Akibatnya makula densa mendeteksi adanya peningkatan natrium pada cairan

tubulus distal dan merangsang peningkatan produksi renin. Terjadi aktivasi

angiotensin II yang menyebabka vasokonstriksi aferiol aferen sehingga

mengkibatkan penurunan aliran darah ginjal dan laju aliran glomerulus.

Menurut Baradero (2008: 111), kedua ginjal menerima sekitar seperempat

curah jantung sehingga sangat peka terhadap perubahan perfusi. ARF biasanya

disebabkan oleh iskemia, yang menyebabkan kerusakan jaras nefron. Walaupun

keseimbangan cairan dan elektrolit dapat dipertahankan hanya dengan 25% dari

nefron yang masih berfungsi. Haluaran urine paling sedikit 400 ml/hari diperlukan

untuk ekskresi zat sisa. Berkurangnya GFR yang terjadi pada ARF merupakan

penyebab peningkatan BUN dan kreatinin serum.

Page 4: Arf

4

Page 5: Arf

5

Respons ginjal terhadap hipoperfusi adalah mengeluarkan renin untuk

mmpertahankan perfusi pada glomeruli. ARF dapat terjadi apabila respon ini tidak

efektif untuk mempertahankan fungsi ginjal. Karena fungsi ginjal berkurang, ada

retensi cairan dalam tubuh yang mengakibatkan edema dan kelebihan beban

cairan. Apabila kelebihan cairan menjadi berat, akan terjadi edema paru dan GJK.

Hipervolemia akan disertai hipertensi.

Ginjal yang tidak mampu mengekskresikan kelebihan cairan akan

menyebabkan haluaran urine berkurang. Oliguria atau anuria dapat terjadi. Pasien

dengan ARF klasik menunjukkan haluaran urine hanya 50-400 ml/hari dalam 1-2

hari.

5) Komplikasi

Pada kasus yang datang terlambat gejala komplikasi GGA ditemukan lebih

menonjol yaitu gejala kelebihan cairan berupa gagal jantung kongestif, edema

paru, perdarahan gastrointestinal berupa hematemesis, kejang-kejang dan

kesadaran menurun sampai koma.

6) Pemeriksaan Penunjang

Menurut Muttaqin (2012: 160), pemeriksaan penunjang yang dilakukan

untuk memastikan diagnosa meliputi.

(1) Urinalisis warna kotor, sedimen kecokelatan menunjukkan adanya darah,

Hb, dan mioglobulin. Berat jenis < 1,020 menunjukkan penyakit ginjal, pH

urine > 7,00 menunjukkan adanya ISK dan GGK. Osmolalitas < 350

mOsm/kg menunjukkan kerusakan ginjal.

(2) Pemeriksaan BUN dan kreatinin terdapat peningkatan tetap BUN dan

laju peningkatannya bergantung pada tingkat katabolisme. Serum kreatinin

meningkat pada kerusakan glomerulus.

(3) Pemeriksaan elektrolit pasien yang mengalami penurunan GFR tidak

mampu mengekskresikan kalium. Katabolisme protein menghasilkan

pelepasan kalium seluler ke dalam cairan tubuh, menyebabkan

hiperkalemia.

(4) Pemeriksaan pH pasien oliguri akut tidak dapat mengeliminasi muatan

metabolik seperti substansi jenis asam yang dibentuk oleh proses metabolik

normal. Mekanisme buffer ginjal normal turun. Ditunjukkan dengan adanya

Page 6: Arf

6

penurunan kandungan CO2 darah dan pH darah sehingga asidosis metabolik

progresif menyertai gagal ginjal.

(5) Ultrasono ginjal menunjukkan ukuran kandung kemih, dan adanya

massa, kista, obstruksi pada saluran perkemihan bagian atas.

(6) EKG mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan

asam basa, aritmia, hipertrofi ventrikel dan tanda-tanda perikarditis.

7) Penatalaksanaan Medis

Menurut Muttaqin (2012: 161), tujuan penatalaksanaan adalah menjaga

keseimbangan dan mencegah komplikasi meliputi.

(1) Dialisis dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal ginjal akut

yang serius, seperti hiperkalemia, perikarditis dan kejang. Perikarditis

memperbaiki abnormalitas biokimia; menyebabkan caiarn, protein dan

natrium dapat dikonsumsi secara bebas; menghilangkan kecendurungan

perdarahan; dan membantu penyembuhan luka.

(2) Penanganan hiperkalemia keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan

masalah utama pada gagal ginjal akut; hiperkalemia merupakan kondisi

yang paling mengancam jiwa pada gangguan ini. Peningkatan kadar kalium

dapat dikurangi dengan pemberian ion pengganti resin (Natrium polistriren

sulfonat [kayexalatel]), secara oral atau melalui retensi enema. Anjurkan

pasien diet rendah protein, tinggi karbohidrat.

(3) Mempertahankan keseimbangan cairan penatalaksanaan keseimbanagan

cairan didasarkan pada berat badan harian, pengukuran tekanan vena sentral,

konsentrasi urin dan serum, cairan yang hilang, tekanan darah dan status

klinis pasien. Masukkan dan haluaran oral dan parentral dari urine, drainase

lambung, feses, drainase luka dan perspirasi dihitung dan digunakan sebagai

dasar untuk terapi penggantian cairan.

Page 7: Arf

7

B. Asuhan Keperawatan

1) Pengkajian (Muttaqin, 2012: 159)

(1) Keluhan utama terjadi penurunan produksi miksi. Keluhan lain seperti

nyeri, demam, reaksi syok, atau gejala dari penyakit yang ada sebelumnya

(prerenal).

(2) Riwayat penyakit sekarang perawat menanyakan berapa lama keluhan

penurunan jumlah urine output; apakah penurunan jumlah urine output

tersebut ada hubungannya dengan predisposisi penyebab (perdarahan pasca

melahirkan, diare, muntah berat, luka bakar luas, mengalami episode

serangan infark, riwayat penggunaan obat NSAID atau pemakaian

antibiotik, serta riwayat trauma langsung pada ginjal)

(3) Riwayat kesehatan dahulu kaji adanya riwayat penyakit batu saluran

kemih, infeksi sistem perkemihan, penyakit DM dan hipertensi, dan riwayat

penggunaan obat.

(4) Pemeriksaan fisik

1. Keadaan umum dan TTV klien lemah, terlihat sakit berat, dan letargi.

Sering didapatkan adanya perubahan pada TTV.

2. B1 pada periode oliguria sering didapatkan adanya gangguan pola napas

dan jalan napas yang merupakan respons terhadap azotemia dan sindrom

akut uremia. Klien bernapas dengan bau urine (fetor uremik). Dapat

didapatkan kembali asidosis metabolik.

3. B2 pada kondisi azotemia berat, saat melakukan auskultasi akan

ditemukan adanya friction rub yang merupakan tanda khas efusi perikardial

sekunder dari sindrom uremik. Pada sistem hematologi sering didapatkan

anemia.

4. B3 gangguan status mental, penurunan lapang perhatian,

ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan

tingkat kesadaran. Klien beresiko kejang, sakit kepala, penglihatan kabur,

kram otot/kejang.

5. B4 penurunan frekuensi dan penurunan urine output < 400 ml/hari,

sedangkan pada periode diuresis terjadi peningkatan yang menunjukkan

Page 8: Arf

8

peningkatan jumlah urine secara bertahap. Pada pemeriksaan didapatkan

perubahan warna urine menjadi lebih pekat atau gelap.

6. B5 didapatkan adanya mual, muntah, dan anoreksis sehingga sering

didapatkan penurunan intake nutrisi dari kebutuhan.

7. B6 adanya kelemahan fisik secara umum efek sekunder anemia dan

penurunan perfusi perifer dari hipertensi.

2) Diagnosa Keperawatan

(1) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kerusakan fungsi ginjal

(2) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan anemi dan nyeri sendir sekunder

terhadap gagal ginjal

(3) Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi.

3) Intervensi Keperawatan

(1) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kerusakan fungsi ginjal.

Tujuan: dalam waktu 2x24 jam, diharapkan terpenuhinya kebutuhan cairan.

KH: pengeluaran urine normal, tidak ada edema, TTV dalam batas normal,

pemeriksaan laboratorium: natrium dan kaium serum dalam rentang normal.

Intervensi.

1. Pantau kreatinin dan BUN serum konsul dengan dokter. R/: Perubahan ini

menunjukkan dialisa segera.

a) Kalium serum diatas 5,5 mEq/L.

b) Edema pulmoner (nadi kuat cepat)

c) Perubhan pada status mental dengan peningkatan BUN dan kreatinin serum

d) Siapkan pasien untuk dialiasa sesuai program

2. Rujuk pasien ke ahli diet untuk penyuluhan diet dan bantuan dalam

merencanakan makanan untuk kebutuhan modifikasi dalam protein, kalium,

fosfor, natrium dan kalori. R/: Ahli diet adalah spesialis nutrisi dan dapat

menjelaskan alasan untuk modifikasi diet relatif terhadapp gagal ginjal dan

dapat membantu pasien dalam merencanakan makanan untuk memenuhi

kebutuhan nutrisi daam batasan yang diprogramkan

Page 9: Arf

9

3. Jangan memberi obat-obatan sampai setelah dialisa. Bila TD tetap dibawah

90/140 mmHg lanjutkan untuk tidak memberikan anti hipertensi dan sampai

TD dalam rentang normal. R/: Kebanyakan obat-obatan dikeluarkan

melalui dialisa.

(2) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan anemi dan nyeri sendir sekunder

terhadap gagal ginjal.

Tujuan: dalam waktu 1x24 jam, diharapkan pasien dapat melakukan aktivitas

sesuai toleransinya.

KH: Berkurangnya keluhan lelah, lemah dan nyeri sendi; frekuensi jantung

kembali dalam rentang normal; Laporan tentang lebihnya energi

Intervensi.

1. Pantau peningkatan kreatinin dan BUN serum, jumlah makanan yang

dikonsumsi dalam setiap makan, nilai protein serum, masukan dan haluaran,

hasil kalsium serum dan kadar fosfat. R/: Untuk mengidentifikasi indikasi

perkembangan atau penyimpangan dari hasil yang diharapkan.

2. Konsul dengan dokter bila keluhan kelelahan menetap. R/: Ini dapat

menandakan kemajuan kerusakan ginjal dan perlunya penilaian tambahan

dalam terapi.

3. Mungkinkan periode istirahat sepanjang hari bantu pasien dalam

merencanakn periode istirahat bila siap untuk pulang dengan meninjau

ulang rutinitas di rumah setiap hari. R/: Istirahat memungkinkan tubuh untuk

menyimpan energi yang digunakan oleh aktivitas.

4. Bantu pasien dalam merencanakan jadwal aktivitas setiap hari untuk

menghindari immobilisasi dan kelelahan. R/: Immobilisasi meningkatkan

resorpsi kalsium dari tulang.

Page 10: Arf

10

(3) Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi.

Tujuan: dalam waktu 1x24 jam, pasien dapat mengerti tentang kondisinya.

KH: Mengungkap pemahaman tentang kondisi, pemeriksaan diagnostik rencana

tindakan, wajah tidak tegang, takut dan gugup.

Intervensi.

1. Berikan informasi tentang sifat gagal ginjal jamin pasien memahami bahwa

gagal ginjal dapat pulih dengan tindakan yang diperlukan untuk

mempertahankan fungsi tubuh normal, pemeriksaan diagnostik, dan tujuan

terapi yang diprogramkan. R/: Pasien sering tidak memahami bahwa dialisa

akan diperlukan selamanya bila gagal ginjal tidak dapat pulih memberi

pasien informasi mendorong partisipasi dalam pengambilan keputusan dan

membantu mengembangkan kepatuhan dan kemandirian maksimum.

2. Sediakan waktu untuk pasien dan orang terdekat masalah dan perasaan

tentang perubahan gaya hidup yang akan diperlukan untuk memilih terapi.

R/: Pengekpresian perasaan membantu mengurangi ansietas. Tindakan

untuk gagal ginjal berdampak pada seluruh keluarga.

4) Implementasi Keperawatan

Implementasi keperawatan adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana

keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan (Setiadi, 2012: 53).

Dalam melaksanakan tindakan perawatan, selain melaksanakannya secara

mandiri, harus adanya kerja sama dengan tim kesehatan lainnya. Implementasi

merupakan realisasi rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang telah

ditetapkan dan menilai data yang baru. Implementasi tindakan dibedakan menjadi

tiga kategori yaitu: independent (mandiri), interdependent (bekerja sama dengan

tim kesehatan lainnya: dokter, bidan, tenaga analis, ahli gizi, apoteker, ahli

kesehatan gigi, fisioterapi dan lainnya) dan dependent (bekerja sesuai instruksi

atau delegasi tugas dari dokter).

(1) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kerusakan fungsi ginjal.

1. Memantau kreatinin dan BUN serum, dan konsul dengan dokter.

2. Merujuk pasien ke ahli diet untuk penyuluhan diet dan bantuan dalam

merencanakan makanan untuk kebutuhan modifikasi dalam protein, kalium,

fosfor, natrium dan kalori.

Page 11: Arf

11

3. Mengobservasi TTV. Jangan memberi obat-obatan sampai setelah dialisa.

Bila TD tetap dibawah 90/140 mmHg lanjutkan untuk tidak memberikan

anti hipertensi dan sampai TD dalam rentang normal.

(2) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan anemi dan nyeri sendir sekunder

terhadap gagal ginjal.

1. Memantau peningkatan kreatinin dan BUN serum, jumlah makanan yang

dikonsumsi dalam setiap makan, nilai protein serum, masukan dan haluaran,

hasil kalsium serum dan kadar fosfat.

2. Berkonsul dengan dokter bila keluhan kelelahan menetap.

3. Membantu pasien dalam merencanakn periode istirahat bila siap untuk

pulang dengan meninjau ulang rutinitas di rumah setiap hari.

4. Membantu pasien dalam merencanakan jadwal aktivitas setiap hari untuk

menghindari immobilisasi dan kelelahan.

(3) Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi.

1. Memberikan informasi tentang sifat gagal ginjal jamin pasien memahami

bahwa gagal ginjal dapat pulih dengan tindakan yang diperlukan untuk

mempertahankan fungsi tubuh normal, pemeriksaan diagnostik, dan tujuan

terapi yang diprogramkan.

2. Menyediakan waktu untuk pasien dan orang terdekat menceritakan masalah

dan perasaan tentang perubahan gaya hidup yang akan diperlukan untuk

memilih terapi.

5) Evaluasi

Tahap evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan terencana tentang

kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara

berkesinambungan dengan melibatkan klien, keluarga, dan tenaga kesehatan

lainnya. Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien dalam mencapai

tujuan yang disesuaikan denagn criteria hasil pada tahap perencanaan (Setiadi,

2012: 57).

Hasil yang diharapkan setelah dilakukan tindakan keperawatan yaitu.

(1) Tidak terjadi kelebihan volume cairan

(2) Klien mampu melaksanakan aktivitasnya sesuai kemampuan.

(3) Klien tidak mengalami ansietas.