Artikel Ilmiah Majalah Dinus Mei 2006

24
Hubungan Antara Kadar Fenol Dalam Urin Dengan Kadar Hb, Eritrosit, Trombosit dan Leukosit (Studi Pada Tenaga Kerja di Industri Karoseri CV Laksana Semarang) Oleh : Eni Mahawati Abstrak : Kadar fenol dalam urin merupakan indikator biologis yang akurat untuk mengetahui paparan benzen terhadap tenaga kerja. Salah satu efek kronis paparan benzen adalah kerusakan sumsum tulang yang mengganggu sistem pembentukan darah, sehingga menyebabkan penurunan jumlah komponen-komponen darah. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis hubungan antara kadar fenol urin dengan kadar Hb, eritrosit, trombosit dan leukosit pada tenaga kerja yang terpapar benzen di CV Laksana. Penelitian ini merupakan penelitian eksplanatori dengan pendekatan “cross sectional” melalui wawancara dan observasi untuk mengumpulkan data tentang kadar fenol urin, Hb, eritrosit, trombosit dan leukosit. Hasil analisis data menggunakan uji korelasi pearson menunjukkan adanya hubungan bermakna antara kadar fenol urin dan eritrosit pada tingkat signifikansi 0,05, dengan nilai p 0,036 dan koefisien korelasi –0,356. Ini berarti arah hubungan kedua variabel tersebut negatif, sehingga adanya peningkatan kadar fenol urin diikuti dengan penurunan jumlah eritrosit dalam darah. Uji statistik untuk variabel-variabel lain menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna. Kesimpulan penelitian ini adalah tingkat keracunan benzen berdasarkan kadar fenol urin masih dalam tahap awal. Jumlah eritrosit responden menunjukkan adanya penurunan, sedangkan jumlah komponen darah lainnya masih normal. Tenaga kerja, perusahaan dan Depnaker perlu menangani dan mencegah tingkat keracunan benzen lebih lanjut. Penelitian ini sebaiknya dilanjutkan dengan desain kohort. Kata Kunci : Fenol, benzen, Hb, eritrosit, trombosit, leukosit Abstract :The concentration of phenol within urine represent accurate biological indicator to know benzene exposure on workers. One of chronic effect of benzene 1

Transcript of Artikel Ilmiah Majalah Dinus Mei 2006

Page 1: Artikel Ilmiah Majalah Dinus Mei 2006

Hubungan Antara Kadar Fenol Dalam UrinDengan Kadar Hb, Eritrosit, Trombosit dan Leukosit

(Studi Pada Tenaga Kerja di Industri Karoseri CV Laksana Semarang)Oleh : Eni Mahawati

Abstrak : Kadar fenol dalam urin merupakan indikator biologis yang akurat untuk mengetahui paparan benzen terhadap tenaga kerja. Salah satu efek kronis paparan benzen adalah kerusakan sumsum tulang yang mengganggu sistem pembentukan darah, sehingga menyebabkan penurunan jumlah komponen-komponen darah. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis hubungan antara kadar fenol urin dengan kadar Hb, eritrosit, trombosit dan leukosit pada tenaga kerja yang terpapar benzen di CV Laksana. Penelitian ini merupakan penelitian eksplanatori dengan pendekatan “cross sectional” melalui wawancara dan observasi untuk mengumpulkan data tentang kadar fenol urin, Hb, eritrosit, trombosit dan leukosit. Hasil analisis data menggunakan uji korelasi pearson menunjukkan adanya hubungan bermakna antara kadar fenol urin dan eritrosit pada tingkat signifikansi 0,05, dengan nilai p 0,036 dan koefisien korelasi –0,356. Ini berarti arah hubungan kedua variabel tersebut negatif, sehingga adanya peningkatan kadar fenol urin diikuti dengan penurunan jumlah eritrosit dalam darah. Uji statistik untuk variabel-variabel lain menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna. Kesimpulan penelitian ini adalah tingkat keracunan benzen berdasarkan kadar fenol urin masih dalam tahap awal. Jumlah eritrosit responden menunjukkan adanya penurunan, sedangkan jumlah komponen darah lainnya masih normal. Tenaga kerja, perusahaan dan Depnaker perlu menangani dan mencegah tingkat keracunan benzen lebih lanjut. Penelitian ini sebaiknya dilanjutkan dengan desain kohort.

Kata Kunci : Fenol, benzen, Hb, eritrosit, trombosit, leukosit

Abstract :The concentration of phenol within urine represent accurate biological indicator to know benzene exposure on workers. One of chronic effect of benzene exposure is bone marrow disorder that disturbs hematopoesis system, which cause decreasing of blood component count. The aim of this research is to analyze correlation between phenol urine concentration with Hb, Erythrocyte, Thrombocyte, and Leukocyte Concentration on workers that exposed with benzene in CV Laksana. This is an explanatory research with cross sectional approach which use observation and interview for collecting data about phenol urine concentration, Hb; erythrocyte; thrombocyte; leukocyte concentration. The result of the research which are analyzed with Pearson correlation test shows that there is a significant correlation between phenol urine concentration and erythrocyte concentration at 0.05 significant levels with p value 0.036 and correlation coefficient –0.356. It is meaning that there is a negative correlation between those two kinds of variables. Other statistical tests between the other variables have no significant correlation. The conclusions of this research are benzene toxicity levels based on phenol urine concentration still in early exposure category. Erythrocyte count is decrease but Hb, thrombocyte and leukocyte concentration are still normal. Workers, company, and worker department need to handle and prevent of benzene toxicity furthermore. This research should be continued with cohort design.

Keyword : Fenol, benzen, Hb, eritrosit, trombosit, leukosit

1

Page 2: Artikel Ilmiah Majalah Dinus Mei 2006

PENDAHULUAN

Penggunaan bahan kimia dalam industri jika tidak ditangani sesuai dengan

prosedur yang tepat akan menyebabkan gangguan kesehatan. Salah satu bahan kimia

yang dapat menimbulkan gangguan tersebut dan banyak digunakan dalam industri

adalah benzen. Tenaga kerja yang mempunyai risiko terbesar terpapar benzen adalah

tenaga kerja petrokimia; tenaga kerja di industri kimia dan laboratorium yang

menggunakan benzen; pembuat lem sintetis di perusahaan sepatu, kulit dan furniture;

pembuat zat warna; dan penyemprot cat Nilai ambang batas (NAB) benzen di tempat

kerja berdasarkan Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja Nomor SE-01/MEN/1997

tentang NAB Faktor Kimia di Lingkungan Kerja adalah sebesar 10 ppm.

Jalur absorbsi benzen adalah melalui pernafasan/inhalasi, kulit atau mukosa

mata. Paparan tersebut dapat menyebabkan keracunan yang bersifat akut maupun

kronik. Efek paparan benzen secara akut yaitu depresi pada susunan saraf pusat

merupakan kasus yang jarang terjadi dibandingkan efek secara kronik yaitu kerusakan

pada sistem pembentukan darah (sumsum tulang). Salah satu dampak lanjut dari

kerusakan sumsum tulang ini adalah risiko terjadinya penurunan jumlah elemen sel

darah secara progresif yang meliputi penurunan kadar hb, jumlah eritrosit, trombosit

dan leukosit.

Metabolisme benzen yang masuk ke dalam tubuh terutama melalui inhalasi,

sebagian dikeluarkan lagi oleh paru-paru dan sebagian mengalami proses

metabolisme. Pada proses metabolisme, benzen mengalami oksidasi menjadi senyawa

fenolik seperti fenol, katekol dan quinol. Fenol kemudian dikonyugasikan dengan

sulfat anorganik menjadi fenol sulfat lalu dikeluarkan melalui urin. Oleh karena itu

kadar fenol di dalam urin digunakan sebagai indikator biologik atas paparan benzen

terhadap manusia pada umumnya dan tenaga kerja pada khususnya. American

Conference of Governmental Industrial Hygienists (ACGIH) pada tahun 1996

menetapkan Biological Exposure Indices (BEI) untuk tenaga kerja yang terpapar

benzen adalah kadar fenol dalam urin tidak melampaui 20 mg per gram kreatinin urin.

Semakin tinggi kadar fenol dalam urin mengindikasikan semakin tingginya derajat

keracunan benzen pada tenaga kerja. Hal ini didukung oleh hasil penelitian tentang

benzen yang menyatakan adanya hubungan yang bermakna antara kadar benzen di

udara tempat kerja dengan kadar fenol dalam urin tenaga kerja. Berdasarkan hasil

penelitian pada tenaga kerja yang terpapar benzen di pabrik sepatu, juga telah

2

Page 3: Artikel Ilmiah Majalah Dinus Mei 2006

dilaporkan adanya kasus anemia 33 persen, leukopenia 9,7 persen, trombositopenia

1,8 persen, pansitopenia 2,7 persen, trombositopenia dan leukopenia 4,6 persen.

CV Laksana Semarang merupakan salah satu industri karoseri yang

memproduksi mobil jenis bus dengan kapasitas produksi dalam 10 tahun terakhir rata-

rata 425 bus per tahun dan menggunakan benzen sebagai pelarut cat dengan tenaga

kerja sebanyak 437, dimana bagian produksi terdiri dari 243 orang yang meliputi

beberapa bagian yaitu : pembentukan rangka mobil (92 orang); pendempulan

(53 orang); pengecatan (12 orang); pengoplosan (1 orang); pengovenan (2 orang);

finishing (82 orang). Berdasarkan jenis pekerjaan tersebut, tenaga kerja yang berisiko

mengalami keracunan benzen diperkirakan di bagian pendempulan, pengecatan,

pengovenan, dan pengoplosan. Dari data awal diketahui bahwa kadar benzen di

udara 4 bagian kerja tersebut telah melebihi nilai ambang batas (lebih dari 10 ppm).

Dalam sebuah penelitian yang pernah dilakukan di perusahaan tersebut juga

ditemukan adanya kejadian anemia 68,9 persen; anemia dan trombositopenia 6,6

persen; serta anemia dan leukopenia 1,6 persen pada tenaga kerja yang terpapar

benzen .

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat keracunan benzene

berdasarkan indikator fenol urin serta hubungannya dengan gambaran penurunan

jumlah komponen darah yang terjadi pada tenaga kerja di industri karoseri.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah "explanatory research" dengan metode analitik

untuk menjelaskan hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat dengan

pendekatan "cross sectional" dalam pengambilan data, dimana subyek diobservasi

dan dilakukan pengukuran terhadap status, karakter atau variabel subyek pada satu

saat. Sampel yang diteliti sebanyak 35 orang tenaga kerja dari 65 orang total populasi

setelah disesuaikan dengan kriteria inklusi yang meliputi jenis kelamin laki-laki; tidak

sedang menderita penyakit/ gangguan kesehatan jantung, gangguan fungsi ginjal,

hepatitis, TBC, Typhus; tidak menderita penyakit berat / yang memerlukan opname /

rawat inap dalam 1 bulan terakhir; tidak mengalami perdarahan berat

dalam 1 bulan terakhir serta bersedia dijadikan sampel penelitian.

Data yang dikumpulkan berupa kadar fenol dalam urin, kadar Hb, jumlah eritosit,

jumlah trombosit dan jumlah leukosit. Semua data dalam penelitian

ini adalah data primer yang diukur dengan alat yang sudah distandarisasi. Kadar Hb

3

Page 4: Artikel Ilmiah Majalah Dinus Mei 2006

diperiksa menggunakan metode Sianmet-Hemoglobin, dengan satuan mg/dl. Jumlah

eritrosit diperiksa menggunakan metode Pipet Thoma Eritrosit, dengan satuan sel/l.

Jumlah trombosit diperiksa menggunakan metode Pipet Thoma Trombosit, dengan

satuan sel/l. Jumlah leukosit diperiksa menggunakan metode Pipet Thoma Leukosit,

dengan satuan sel/l. Kadar fenol dalam urin diperiksa menggunakan metode semi

kuantitatif, dengan satuan mg/l

Untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas (kadar fenol urin) dan

variabel terikat (kadar Hb, Jumlah eritrosit, leukosit dan trombosit) dalam penelitian

ini dilakukan analisis data secara bivariat dengan uji korelasi pearson dengan nilai

kemaknaan ( α ) = 0,05. Apabila hasil uji statistik memiliki nilai p ( p value ) < 0,05

maka dapat disimpulkan adanya hubungan yang bermakna antara di antara variabel

yang diuji.

HASIL PENELITIAN

CV Laksana adalah perusahaan yang bergerak di bidang karoseri, didirikan

pada tahun 1979 dan berlokasi di Jalan Raya Ungaran Km. 24,9 Semarang dengan

kapasitas produksi rata-rata 425 bus per tahun dan menggunakan benzen sebagai

pelarut cat. Proses pembuatan bus secara garis besar dapat dilihat pada gambar 1

berikut ini :

Pembentukan rangka bus Pendempulan Pengecatan

Produk Finishing Pengovenan

Gambar 1 Bagan Alir Proses Produksi di CV Laksana Tahun 2005

Tenaga kerja yang mampu diserap perusahaan saat ini sebanyak 437 orang

yang terdiri dari 142 orang tenaga kerja harian, 52 orang tenaga kerja bulanan dan 243

orang tenaga kerja borong bagian produksi. Adapun tenaga kerja produksi meliputi

beberapa bagian yaitu : pembentukan rangka mobil (92 orang); pendempulan

(53 orang); pengecatan (12 orang); pengoplosan (1 orang); pengovenan (2 orang);

finishing (82 orang). Adapun distribusi tenaga kerja berdasarkan jenis kelamin terdiri

dari 426 orang laki-laki dan 11 orang wanita (bagian gudang dan administrasi).

Perusahaan ini memiliki 6 hari kerja; hari Senin-Jum’at pukul 08.00–16.00 WIB,

sedangkan hari Sabtu pukul 08.00 – 13.00 WIB. Jam lembur seringkali diperlukan

saat kapasitas produksi tinggi dan target pesanan harus diselesaikan.

4

Page 5: Artikel Ilmiah Majalah Dinus Mei 2006

Perusahaan tidak menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan yang berada di

lingkungan perusahaan, sehingga tenaga kerja yang membutuhkan pelayanan

kesehatan harus pergi ke Rumah Sakit Umum Ungaran. Tidak tersedianya fasilitas

kesehatan tersebut, menyebabkan pelayanan kesehatan yang diperoleh tenaga kerja

hanya bersifat kuratif, sedangkan pelayanan kesehatan yang bersifat promotif dan

preventif belum dapat diperoleh.

Sampel urin dikumpulkan setelah responden bekerja ± 4 jam yaitu pada pukul

12.00 WIB. Kadar fenol urin secara normal adalah < 20 mg,l. Berdasarkan data hasil

pemeriksaan laboratorium diketahui adanya responden yang sudah mengalami

paparan atau keracunan benzen (kadar fenol urin > 20 mg/l), namun tingkat paparan

dan keracunan benzen secara individual masih dapat dikategorikan dalam kadar

paparan awal yaitu dengan kadar rata-rata fenol dalam urin responden sebesar

20 (± SD 4,519) mg/l, dengan kadar terendah 17 mg/l dan teringgi 26 mg/l. Adapun

prevalensi keracunan benzen yang terjadi dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1 Prevalensi Keracunan Benzen Berdasarkan Kadar Fenol Urin

Responden di CV Laksana tahun 2005

Kategori Keracunan Benzen Frekuensi (orang) %

Tidak Mengalami Keracunan Benzen 20 57,1

Mengalami Keracunan Benzen 15 42,9

Berdasarkan data pada tabel 1 dapat diketahui bahwa prevalensi keracunan

benzen sudah hampir 50% yaitu terjadi pada 42,9% dari total responden.

Gambaran hematologi responden yang meliputi kadar Hb, jumlah eritrosit,

trombosit dan leukosit berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium terhadap sampel

darah responden dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2 Gambaran Hematologi Responden di CV Laksana tahun 2005

Jenis Pemeriksaan Hematologi Rata-rata ( ± SD ) Terendah Tertinggi Kadar Hb (mg/dl) 14,8 ± 0,7 13,5 16,3

Jumlah Leukosit (sel/l) 8.072,9 ± 1.627,9 4.500 12.200

Jumlah Trombosit (sel/l) 282.857,1 ± 64.389,5 175.000 425.000

Jumlah Eritrosit (sel/l) 4.651.428,6 ± 25.403,5 4.300.000 5.000.000

5

Page 6: Artikel Ilmiah Majalah Dinus Mei 2006

Berdasarkan data 2, maka dapat diketahui bahwa rata-rata kadar Hb, jumlah

trombosit maupun leukosit masih dalam kategori normal. Standart normal kadar Hb

untuk laki-laki adalah 13,8 – 17,2 sel/l darah; standart normal jumlah trombosit

untuk laki-laki adalah 150.000 – 400.000 sel/l darah; sedangkan standart normal

leukosit untuk laki-laki adalah 3900 – 10.600 sel/ darah. Jumlah eritrosit

(4.651.428,57 ± 225.403,465 sel/l darah) sudah menunjukkan adanya penurunan jika

dibandingkan dengan standart normal untuk laki-laki dewasa (5.200.000 ± 300.000

sel/l darah). Adapun hasil uji statistik secara lengkap dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3.Hasil Uji Korelasi Pearson Antara Kadar Fenol Dalam Urin

dengan Kadar Hb, Eritrosit, Trombosit dan Leukosit Responden

di CV Laksana tahun 2005

Parameter Hematologi Nilai p r

Kadar Hb 0,313 -0,176

Jumlah Eritrosit 0,036 -0,356

Jumlah Trombosit 0,824 -0,039

Jumlah Leukosit 0,788 0,047

Berdasarkan data pada tabel 3, dapat disimpulkan ada hubungan antara kadar

fenol dalam urin dengan jumlah eritrosit responden, karena nilai p (0,036) lebih kecil

dari α (0,05). Adapun arah hubungan adalah negatif berdasarkan koefisien korelasi (r)

sebesar –0,356. Hal ini berarti semakin tinggi kadar fenol dalam urin maka semakin

rendah jumlah eritrosit responden atau peningkatan kadar fenol dalam urin diikuti

dengan penurunan jumlah eritrosit responden.

Berdasarkan hasil uji korelasi pearson, juga disimpulkan tidak ada hubungan

antara kadar fenol urin dengan kadar Hb responden, antara kadar fenol urin dengan

jumlah trombosit responden, antara kadar fenol urin dengan jumlah leukosit

responden.

PEMBAHASAN

Kadar Fenol Urin

Berdasarkan data pada tabel 1 dapat kita ketahui bahwa 42,9 % responden

sudah mengalami paparan atau keracunan benzen yang dinyatakan dengan kadar fenol

urin lebih dari 20 mg/l (26mg/l). Meskipun demikian, tingkat paparan dan keracunan

6

Page 7: Artikel Ilmiah Majalah Dinus Mei 2006

benzen secara individual masih dapat dikategorikan dalam kadar paparan awal yaitu

dengan kadar rata-rata fenol dalam urin responden sebesar 20 ± 4,519 mg/l. Hal ini

berkaitan dengan kadar benzen di udara yang belum terlalu tinggi meskipun sudah

melebihi NAB. Dalam survei awal telah diketahui bahwa kadar benzen di lokasi

penelitian adalah 13,60 ± 0,74 ppm sampai dengan 17,90 ± 0,65 ppm. Efek toksik

kronis yang terjadi karena seringkali zat toksik dalam jumlah kecil diabsorbsi

sepanjang jangka waktu lama, terakumulasi mencapai konsentrasi toksik dan karena

itu akhirnya menimbulkan gejala keracunan.

Salah satu faktor penentu paparan suatu zat kimia antara lain adalah dosis

paparan. Dosis dapat ditentukan oleh konsentrasi dan lamanya paparan zat yang

diberikan pada seseorang. Dosis juga dipengaruhi oleh jumlah jam kerja dan waktu

kerja. Untuk membatasi paparan sebaiknya istirahat kerja dilakukan di tempat yang

tidak tercemari (terkontaminasi), juga penting untuk mempersingkat jangka waktu

paparan dengan melakukan pergantian kerja. Pergantian yang dimaksudkan di sini

adalah rotasi kerja dari bagian kerja yang memiliki risiko terpapar benzen dengan

bagian kerja lain yang tidak memiliki risiko terpapar benzen di perusahaan tersebut.

Faktor pada diri tenaga kerja sendiri, yang meliputi : usia, jenis kelamin, ras, status

gizi, kesehatan, faktor genetik dan kebiasaan lain juga berperan penting dalam

penentuan tingkat toksisitas yang dialami seseorang. Di samping itu, higiene

perorangan di tempat kerja juga mempengaruhi tingkat toksisitas tenaga kerja

terhadap bahan kimia. Higiene perorangan ini dapat dicapai antara lain dengan

menjelaskan pada tenaga kerja, misalnya bagaimana membatasi tercecernya bahan

kimia dan sedapat mungkin menghindari kontak langsung antara bahan berbahaya

dengan kulit, juga memakai alat-alat kerja dan alat pelindung diri secara benar. Alat

Pelindung Diri / Masker yang tepat dan efektif untuk meminimalkan risiko tersebut

berupa canister respirator yang dapat melindungi paparan partikel gas toksik karena

dilengkapi filter. Respirator ini berfungsi melindungi pemakainya dari paparan

(inhalasi) debu, gas, uap, mist, fumes, asap, dan fog. Alat ini dipakai terutama apabila

toksisitas zat kimia yang terpapar dan kadarnya dalam udara tempat kerja rendah.

Respirator tipe ini membersihkan udara yang terkontaminasi dengan cara filtrasi,

adsorbsi dan absorbsi.Canister gas mask (canister respirator) tidak boleh digunakan

ditempat kerja dengan kadar toksik tinggi (immedietly dengerous to life).Akan tetapi

alat ini dapat melindungi dari paparan partikel-partikel karena dilengkapi filter dan

7

Page 8: Artikel Ilmiah Majalah Dinus Mei 2006

kanister yang digunakan berfungsi untuk menghilangkan kontaminan kimia dalam

udara.

Kadar fenol dalam urin melebihi 20 mg/l dianggap berlebihan dan petunjuk

pemaparan minimal terhadap benzen. Pada paparan di atas 100 ppm, dapat terjadi

anemia aplastik total. Meskipun toksisitas memiliki hubungan langsung dengan

jumlah dan durasi paparan, namun masih memungkinkan adanya variasi individual.

Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan sumsum tulang setelah ditemukan adanya

kelainan pada hitung jenis darah.

Gambaran Hematologi Responden

Penurunan jumlah komponen darah merupakan indikasi awal yang perlu

dilanjutkan dengan biopsi / pemeriksaaan sumsum tulang untuk lebih jelas

mengetahui tingkat kerusakannya akibat paparan benzen. Pemeriksaan sumsum tulang

tersebut masih jarang dilakukan, mengingat keterbatasan yang ada dan tingkat

kerusakan elemen darah yang terjadi. Meskipun demikian, pemeriksaan ini diperlukan

untuk memastikan diagnosis penyakit akibat kerja yang berkaitan dengan gangguan

kesehatan akibat paparan di tempat kerja. Tingkat penurunan jumlah eritrosit, Hb,

trombosit dan leukosit akibat paparan benzen dapat bervariasi antara individu yang

satu dengan individu lainnya. Misalnya, pada seseorang tampak lebih jelas tanda-

tanda anemianya (penurunan jumlah eritrosit), sedangkan penurunan jumlah trombosit

(trombositopenia) dan jumlah leukosit (leukopenia) hanya ringan saja. Berdasarkan

data pada tabel 2 dapat diketahui bahwa jumlah eritrosit sudah mengalami penurunan

(4.651.428,57 ± 225.403,465 sel/l darah) jika dibandingkan dengan standart normal

untuk laki-laki dewasa yaitu 5.200.000 ± 300.000 sel/l darah. Hal ini berarti

komponen darah yang sudah menunjukkan adanya efek paparan benzen adalah

penurunan jumlah eritrosit, sedangkan pada elemen Hb, trombosit dan leukosit secara

umum belum menunjukkan adanya penurunan dibandingkan standart normal. Sel

darah merah berasal dari sel hemositoblast, yang secara kontinyu dibentuk dari stem

sel primordial yang terdapat di seluruh sumsum tulang. Jumlah eritrosit yang lebih

rendah dari normal mengindikasinya adanya anemia atau kegagalan / kerusakan

sumsum tulang. Anemia berarti defisiensi sel darah merah yang dapat disebabkan

karena kehilangan sel darah merah yang terlalu banyak atau pembentukan sel darah

merah yang terlalu lambat. Anemia dapat dibuktikan melalui jumlah sel darah merah /

eritrosit atau kadar hemoglobin. Tingkat keparahan anemia tersebut tergantung pada

8

Page 9: Artikel Ilmiah Majalah Dinus Mei 2006

beratnya kerusakan sumsum tulang. Namun indikasi awal yang akurat untuk

menggambarkan keracunan benzen adalah penurunan jumlah eritrosit.

Kadar Hb, trombosit dan leukosit secara umum belum menunjukkan adanya

penurunan dibandingkan standart normal. Pada orang normal, persentase hemogobin

tiap-tiap sel hampir selalu mendekati maksimal. Akan tetapi bila pembentukan

hemoglobin dalam sumsum tulang berkurang, persentase hemoglobin dalam sel dapat

turun sampai serendah 15 gram atau kurang. Pada umumnya satu mm3 darah orang

dewasa mengandung 150.000 – 400.000 butir trombosit. Pembentukan trombosit yang

menurun dibuktikan dengan oleh aspirasi dan biopsi sumsum tulang dan bisa terjadi

pada setiap keadaan yang mengganggu atau menghambat fungsi sumsum tulang,

misalnya pada kejadian anemia aplastik, leukemia akut, defisiensi vitamin B12 &

asam folat, paparan agen kimia seperti benzen,dll.

Batas normal jumlah sel darah putih adalah 3900 – 10.600 / mm3. Peningkatan

jumlah leukosit melebihi jumlah maksimal didefinisikan sebgai leukositosis, biasanya

sebagai respon fisiologis untuk melindungi tubuh dari serangan

mikroorganisme.Terhadap respon infeksi atau radang akut, sumsum tulang

melepaskan sumber cadangannya dan meningkatkan granulopoiesis. Ini akibat respon

terhadap infeksi, bahan toksik, peradangan, keganasan, khususnya pada ginjal, paru-

paru, payudara dan karsinoma metastatik. Hasil pemeriksaan terhadap sampel darah

responden menunjukkan adanya kecenderungan jumlah leukosit yang cukup tinggi

atau lebih mendekati nilai maksimal dari standart. Hal ini dapat merupakan indikasi

awal adanya respon tubuh terhadap zat toksik yaitu benzen.

Hubungan Antara Kadar Fenol Dalam Urin Dengan Kadar Hb, Jumlah

Eritrosit, Trombosit dan Leukosit.

Berdasarkan hasil uji korelasi pearson dapat disimpulkan adanya hubungan

yang signifikan antara kadar fenol dalam urin dengan jumlah eritrosit responden,

karena nilai p (0,036) lebih kecil dari α (0,05). Hal ini berarti tingkat keracunan

benzen secara individual yang telah dialami oleh responden sudah menunjukkan efek

yang signifikan terhadap gangguan pembentukan eritrosit meskipun tingkat keracunan

benzen yang terjadi masih dalam tingkat awal (kadar fenol dalam urin 20±4,519 mg/l)

dan masa paparan yang belum terlalu lama (11,9 ± 6,4 tahun). Sifat benzen yang

mudah menguap menyebabkan bahaya paparan utama di tempat kerja adalah melalui

proses pernapasan. Uap benzen yang masuk ke paru akan cepat terdifusi ke seluruh

9

Page 10: Artikel Ilmiah Majalah Dinus Mei 2006

permukaan membran saluran pemapasan, masuk dalam aliran darah, dan kemudian

didistribusikan ke organ tubuh lain. Sifat benzen yang dapat melarutkan lemak

menyebabkan benzen mudah masuk ke dalam aliran darah. Parke dan Williams adalah

orang yang pertama kali menyatakan bahwa salah satu metabolit benzen dapat

menyebabkan keracunan. Efek paparan benzen secara kronik adalah kerusakan pada

sistem pembentukan darah, berupa kerusakan sumsum tulang yang sifatnya sering

menetap. Efek ini kemungkinan disebabkan oleh metabolit benzen epoksida. Sumsum

tulang menunjukkan gambaran adanya infiltrasi yang luas dari sel-sel yang belum

terdiferensiasi, sebagian besar merupakan micromyeloblast atau paramyeloblast.

Gejala obyektif keracunan kronik adalah menurunnya jumlah elemen sel darah secara

progresif, yaitu: jumlah eritrosit (anemia), jumlah trombosit (trombositopenia),

jumlah leukosit (leukopenia), atau gabungan ketiga gejala tersebut (pansitopenia).

Penelitian pada manusia mengenai efek kronik paparan benzen, menunjukkan bahwa

indikasi awal yang akurat untuk menggambarkan gejala keracunan benzen adalah

menurunnya jumlah eritrosit Penderita keracunan benzen secara kronik hanya

mempunyai 50% jumlah eritrosit dari keadaan normal. Berdasarkan koefisien korelasi

sebesar –0,356 dapat diketahui bahwa hubungan antara kedua variabel tersebut

bersifat negatif, dimana peningkatan kadar fenol dalam urin diikuti dengan penurunan

kadar eritrosit pada responden yang terpapar benzen. Pada responden yang mengalami

penurunan kadar eritrosit / tidak normal ternyata lebih banyak mengalami keluhan-

keluhan subyektif yang berkaitan dengan gangguan kesehatan. Hal ini sesuai dengan

hasil uji statistik pada pembahasan sebelumnya yang menyatakan adanya hubungan

yang signifikan antara kadar fenol dalam urin dengan kadar eritrosit.

Berdasarkan hasil uji korelasi pearson dapat disimpulkan tidak adanya

hubungan yang signifikan antara kadar fenol urin dengan kadar Hb, jumlah tombosit

dan leukosit responden, karena nilai p lebih besar dari α (0,05). Hal ini dimungkinkan

karena tingkat keracunan benzen secara individual yang dialami responden masih

dalam tingkat awal ( kadar fenol dalam urin 20±4,519 mg/l ) sehingga tingkat

kerusakan sumsum tulang dan gangguan pembentukan elemen darah, khususnya Hb,

jumlah trombosit dan leukosit masih relatif ringan. Penurunan jumlah komponen

darah secara keseluruhan akan jelas tampak pada paparan benzen yang lama dan pada

kadar paparan di atas 100 ppm.

Dengan demikian dapat dikatakan penurunan jumlah komponen darah yang

terjadi pada responden belum ada variasi yang bermakna, yaitu hampir seluruh

10

Page 11: Artikel Ilmiah Majalah Dinus Mei 2006

komponen darah kecuali jumlah eritrosit masih dalam batas normal. Namun demikian,

masih perlu dilakukan pengujian lebih lanjut tentang hubungan variabel-variabel

tersebut pada kondisi yang lebih bervariasi dan tingkat keracunan benzen yang lebih

berat atau kadar paparan benzen di atas 100 ppm untuk lebih mengetahui dengan jelas

hubungan antara karakteristik tenaga kerja dan kadar fenol dalam urin dengan

gangguan pembentukan elemen darah akibat paparan benzen.

KESIMPULAN

1. Kadar fenol urin responden 17 – 26 mg/l; prevalensi keracunan benzen 42,9 %.

2. Komponen darah yang mengalami penurunan adalah jumlah eritrosit

(4.651.4528,6±225.403,5 sel/μl darah); sedangkan kadar Hb (14,8±0,7 mg/dl),

jumlah trombosit (282.857,1±64.389,5 sel/μl darah) dan jumlah leukosit

(8.072,9±1.627,9 sel/μl darah) masih dalam batas normal.

3. Ada hubungan antara kadar fenol urin dengan jumlah eritrosit

4. Tidak ada hubungan antara kadar fenol urin dengan kadar Hb, jumlah leukosit

dan trombosit

SARAN

1. Dalam upaya meminimalkan dampak gangguan kesehatan dan mencegah tingkat

keruskan organ tubuh secara lebih lanjut akibat keracunan benzen, sebaiknya

pihak perusahaan melakukan pemeriksaan kesehatan kerja secara berkala dan

khusus terutama untuk tenaga kerja yang terpapar benzen antara lain dengan

monitoring kadar fenol dalam urin yang dapat dilakukan melalui kerja sama

dengan Bali Keselamatan Kerja & Hiperkes Jawa Tengah.

2. Pihak perusahaan sebaiknya melaksanakan penyempurnaan prosedur kerja yang

berhubungan dengan penggunaan benzen / cat, antara lain dengan pembuatan

SOP ( Standart Operating Procedure ) tentang teknik pengecatan yang aman

dengan memperhatikan arah angin, sehingga mengurangi paparan langsung

benzen dalam cat tersebut kepada tenaga kerja.

3. Dalam upaya mendeteksi secara dini risiko keracunan benzen sebaiknya pihak

perusahaan melakukan pengukuran kadar benzen di lingkungan kerja secara

berkala di bagian kerja yang terpapar benzen ( pendempulan, pengecatan,

pengoplosan dan pengovenan )

11

Page 12: Artikel Ilmiah Majalah Dinus Mei 2006

4. Dalam upaya proteksi tenaga kerja dari bahaya pemaparan benzen sebaiknya

pihak perusahaan menyediakan alat pelindung pernafasan yang lebih tepat yaitu

berupa canister respirator. Adapun pengadaan APD tersebut dapat dilakukan

secara bertahap, disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi perusahaan.

5. Tenaga kerja wajib menggunakan alat pelindung diri yang telah disediakan pihak

perusahaan untuk pencegahan gangguan kesehatan dan penyakit akibat kerja.

Hal ini seharusnya disertai dengan adanya aturan dan sanksi yang jelas dari

pihak perusahaan.

6. Pihak departemen tenaga kerja sebaiknya melakukan evaluasi, monitoring dan

penyuluhan tentang nilai ambang batas benzen di teat kerja pada perusahaan-

perusahaan yang menggunakan benzene

7. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang efek benzen terhadap gangguan

hematologis dengan menggunakan desain penelitian kohort pada lokasi yang

sama.

DAFTAR PUSTAKA

1.Tusmiyati, Tutik. Faktor-Faktor Resiko Keracunan Benzen Pada Tenaga Kerja di

CV Laksana Semarang. Tesis, PPS UGM, Yogyakarta, 1998.

2.Wijaya, Caroline. Deteksi Dini Penyakit Akibat Kerja. EGC, Jakarta, 1995.

3.Heryuni, Siti. Kadar Fenol Dalam Kreatinin Urin Tenaga Kerja Industri Sepatu

“. Majalah Hiperkes & Keselamatan Kerja. Volume XXXIII No. Juli-

September, Jakarta, 2000.

4.Aksoy. Hematotoxicity and Carcinogenicity of Benzene. Environmental Health

Perspectives; Vol/Issue : 82, United States, 1989.

5.Guyton,C. Fisiologi Kedokteran. EGC, Jakarta, 1990.

6.Nanda,Rita. Hematology. Department of Hematology.

www.nlm.nih.gov/medlineplus, 2005.

7.Mayo Clinic Staff. Anemia. Mayo Foundation For Medical Education And

Research, www.mayoclinic.com , 2005.

8.Griffith, H.Winter. Complete Guide to Symptoms, Illness & Surgery. Copyright by

Putnam Publishing Group, Electronic Right by Medical Data Exchange,

2005.

12

Page 13: Artikel Ilmiah Majalah Dinus Mei 2006

9.Burson, J.L. and Williams, P.L. Industrial Toxicology : Safety and Health

Applications in the Workplace. Van Nostrand Reinhold, New York, 1985.

10.Anderson, Price Sylvia & Mc.Carty, Wilson Lorraine.. Fisiologi Proses-Proses

Penyakit. Penerbit EGC, Jakarta, 1995.

11.Suma'mur, PK. Higiene Perusahaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja. PT

Toko Gunung Agung, Jakarta, 1996.

12..ILO. Encyclopedia of Occupational Health and Safety. 3 th edition. Volume 1,

Geneva, 1983.

13.Chlereminsoff, Paul N. Norresi, Agela C. Pollution Engineering and Technology,

Benzene Basic and Hazardous Properties. Marcel Dekker, New York, 1989.

14..Casarett and Doull’s. Toxicology. The Basic Science of Poisons. Fourth Edition.

Pergamon Press, New York, 1991.

15.Santa, N, et.al.. Phenol Induced Haemolitic Anaemia. Journal Indian Academy of

Clinical Medicin, Vol 4, No.2, April – Juni 2003.

16.Hwa-Young Kim, et. Al. Effects of Phenol-Depleted and Phenol-Rich Diets on

Blood Marker of Oxidative Stress and Urinary Excretion of Quercetin and

Kaemferol in Healthy Volunteers. Journal of the American Colledge of

Nutrition, Vol. 22, No.3, 217-22, American Collegde of Nutrition. 2003.

17.Suwarno. Keluhan, Kadar Phenol Dalam Urine Seta Hb Rendah Sebagai Dasar

Pendugaan Terkena Efek Pemaparan Kronis Benzen Pada Tenaga Kerja

Bagian Produksi Industri Cat. Majalah Hiperkes dan Keselamatan Kerja.

Volume XXVII, No.2. April – Juni 1994, Depnaker RI, Jakarta, 1994.

BIODATA SINGKAT PENULIS

Nama : Eni Mahawati, SKM, M.Kes

13

Page 14: Artikel Ilmiah Majalah Dinus Mei 2006

Tempat/tanggal lahir : Kudus, 27 November 1975

Riwayat Pendidikan :

- SD Negeri Pasuruhan Lor II, Jati, Kudus; tamat tahun 1988

- SMP Negeri 2 Kudus; tamat tahun 1991

- SMA Negeri 1 Kudus; tamat tahun 1994

- Fakultas Kesehatan Masyarakat UNDIP; tamat tahun 1999

- Magister Kesehatan Lingkungan Program Pasca Sarjana UNDIP; tamat

tahun 2005

Pengalaman Kerja :

- Interviewer pada penelitian yang dilaksanakan oleh BKKBN tahun 1998

- Interviewer pada penelitian Jaring Pengaman Sosial Bidang Kesehatan

tahun 1998 – 1999

- Research Beareau Indonesia ( RBI ) Cabang Semarang tahun 1999

- Dosen APIKES Lintang Nuswantoro Semarang tahun 1999 –2000

- Dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat UDINUS tahun 2000 – sekarang

- Ketua Program Studi DIII Hiperkes & KK STKES Lintang Nuswantoro

tahun 2000 – 2003

- Koordinator Peminatan Keselamatan Kerja & Kesehatan Lingkungan

Industri Program Studi S1 Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan

UDINUS tahun 2003 - sekarang

Daftar Penelitian Yang Pernah Dilakukan:

- Hubungan antara Ergonomi dengan Beban Kerja Pada Penjahit Konveksi

di Desa Loram Wetan Kabupaten Kudus Tahun 1998

- Hubungan Antara Kadar Fenol Dalam Urin Dengan Kadar Hb, Eritrosit,

Trombosit dan Leukosit ( Studi Pada Tenaga Kerja Di Industri Karoseri

CV Laksana Semarang ) Tahun 2005

- Hubungan Antara Karakteristik Individu Dengan Keracunan Benzene

Pada Tenaga Kerja di Industri Karoseri CV Laksana Semarang Tahun

2005

14