ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK...

285
ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK (STUDI TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG RI No. 3956 K/Pdt/2000 JO PUTUSAN PENGADILAN TINGGI SBY No. 628/Pdt/1999/PT.SBY JO PUTUSAN PENGADILAN NEGERI GS No. 37/Pdt.G/1998/PN. GS) TESIS AMIN IMANUEL BURENI 1106030220 UNIVERSITAS INDONESIA FAKULTAS HUKUM PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER HUKUM KEKHUSUSAN PRAKTEK PERADILAN JAKARTA JANUARI 2013 Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Transcript of ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK...

Page 1: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

ASAS KESEIMBANGAN

DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK

(STUDI TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG RI

No. 3956 K/Pdt/2000 JO PUTUSAN PENGADILAN TINGGI

SBY No. 628/Pdt/1999/PT.SBY JO PUTUSAN PENGADILAN

NEGERI GS No. 37/Pdt.G/1998/PN. GS)

TESIS

AMIN IMANUEL BURENI

1106030220

UNIVERSITAS INDONESIA

FAKULTAS HUKUM

PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER HUKUM

KEKHUSUSAN PRAKTEK PERADILAN

JAKARTA

JANUARI 2013

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 2: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

ASAS KESEIMBANGAN

DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK

(STUDI TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG RI

No. 3956 K/Pdt/2000 JO PUTUSAN PENGADILAN TINGGI

SBY No. 628/Pdt/1999/PT.SBY JO PUTUSAN PENGADILAN

NEGERI GS No. 37/Pdt.G/1998/PN. GS)

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Hukum

AMIN IMANUEL BURENI

1106030220

UNIVERSITAS INDONESIA

FAKULTAS HUKUM

PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER HUKUM

KEKHUSUSAN PRAKTEK PERADILAN

JAKARTA

JANUARI 2013

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 3: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang

dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.

Nama : AMIN IMANUEL BURENI

NPM : 1106030220

Tanda Tangan :

Tanggal : 21 Januari 2013

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 4: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

iii

HALAMAN PENGESAHAN

Tesis ini diajukan oleh :

Nama : Amin Imanuel Bureni

NPM : 1106030220

Program Studi : Praktek Peradilan

Judul Tesis : ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN

KREDIT BANK (STUDI TERHADAP PUTUSAN

MAHKAMAH AGUNG RI No. 3956 K/Pdt/2000 JO

PUTUSAN PENGADILAN TINGGI SBY No.

628/Pdt/1999/PT.SBY JO PUTUSAN PENGADILAN

NEGERI GS No. 37/Pdt.G/1998/PN. GS)

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima

sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar

Magister Hukum pada Program Sudi Pascasarjana Program Kekhususan

Praktek Peradilan, Fakultas Hukum Universitas Indonesia.

DEWAN PENGUJI

Pembimbing : Prof. DR. Rosa Agustina, SH., MH. (…………….)

Penguji : Heru Susetyo, SH. LLM. M.Si (…………….)

Penguji : Dr. Yoni Agus Setyono, SH.MH (…………….)

Ditetapkan di : Jakarta

Tanggal : 21 Januari 2013

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 5: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

iv

KATA PENGANTAR

Puji dan puja syukur patut penulis haturkan ke hadirat Tuhan Yang Maha

Kuasa karena atas berkat dan rahmatNya serta taufik dan hidayahNya sehingga

karya tulis berupa tesis berjudul “ASAS KESEIMBANGAN DALAM

PERJANJIAN KREDIT BANK (STUDI TERHADAP PUTUSAN

MAHKAMAH AGUNG RI No. 3956 K/Pdt/2000 JO. PUTUSAN

PENGADILAN TINGGI SBY No. 628/Pdt/1999/PT.SBY JO. PUTUSAN

PENGADILAN NEGERI GS No. 37/Pdt.G/1998/PN. GS)” sebagai salah satu

syarat untuk memperoleh gelar Magister Hukum pada Program Pascasarjana

Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Program Kekhususan Praktek Peradilan,

dapat diselesaikan.

Penulis menyadari bahwa selesainya penulisan tesis ini tidak terlepas dari

bantuan dan dukungan berbagai pihak, karena itu sepatutnya penulis

menyampaikan ucapan terima kasih setulus-tulusnya kepada :

1. Yang sangat kukasihi dan kuhormati kedua orang tua kandungku (Bapak

Thitus Bureni, SH.M.Hum dan Ibu Stince Fatima Bureni) di Kupang – Nusa

Tenggara Timur yang telah membesarkanku dari kecil hingga saat ini dengan

penuh cinta dan kasih sayang tanpa pamrih, penuh harap dan bangga ketika

kuinjakkan kaki di Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Masih kuingat doa

restu papa dan mama ketika hendak kulangkahkan kaki ke Jakarta, tak

mampu kubalaskan semuanya, dalam doa aku meminta Tuhan Yesus selalu

memberkati papa dan mama.

2. Demikian pula bagi mertuaku Bapak David Adoe dan Ibu Sartje Panie yang

dari keberadaannya memaklumi keadaanku dan tak putus mendoakan aku.

Tuhan Yesus memberkati.

3. Isteriku tercinta Anung M. Bureni-Adoe, S.Pi dan anakku terkasih Reall

D‟Abraham Ceavinlee Bureni, dalam kesetiaan cinta dan dukungan moril

selalu memotivasiku untuk bertahan dan menyelesaikan perjuangan ini.

Kalian selalu menghiasi hari-hariku dengan cinta kasih dan kuakui kalianlah

yang terbaik bagiku. Dengan bangga papa persembahkan tesis ini buat kalian.

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 6: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

v

4. Yang Mulia Ketua Mahkamah Agung RI dan jajarannya yang telah

memberikan kesempatan kepada penulis untuk menempuh tugas belajar di

Universitas Indonesia selama 17 bulan, serta Perwakilan C4J-USAID yang

telah memberikan beasiswa kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan

Strata 2 (S2) di Universitas Indonesia. Suatu kehormatan bagiku.

5. Yang Mulia Bapak Th. Pudjiwahono, SH. MHum, selaku mantan Ketua

Pengadilan Tinggi Kupang (sekarang Wakil Ketua Pengadilan Tinggi

Jakarta), Yang Mulia Bapak Soesilo Utomo, SH selaku mantan Wakil Ketua

Pengadilan Negeri Ende (sekarang Ketua Pengadilan Negeri So‟e), Yang

Mulia Bapak Ahmad Petensili, SH. MH (selaku Ketua Pengadilan Negeri

Ende) dan Ibu Maria D. Angelina (selaku Panitera Pengadilan Negeri Ende)

yang telah memberikan motivasi kepada penulis untuk melanjutkan dan

menyelesaikan studi Magister Hukum,

6. Prof. Dr. Rosa Agustina, SH, MH, selaku Ketua Program Pascasarjana

Fakultas Hukum Universitas Indonesia, sekaligus selaku Dosen Pembimbing

sekaligus Penguji bagi Penulis, yang dengan ketulusan dan kesabaran telah

meluangkan waktu untuk membimbing penulis, dengan keikhlasan telah

memfasilitasi penulis memperoleh literatur-literatur langka, menuntun penulis

untuk dapat menelusuri berbagai literatur berkaitan dengan tesis ini, dan terus

memotivasi penulis untuk bergerak maju. Tak cukup ucapan terima kasih ini,

dalam doa aku berharap Tuhan yang kusembah memperhitungkan segala

kebaikan Guru Besar-ku.

7. Prof. Dr. der Soz. Gumilar Rusliwa Somantri, selaku Rektor Universitas

Indonesia. Pertama kali kukagumi Universitas Indonesia karena

diperkenalkan oleh Bapak Rektor Universitas Indonesia dalam kunjungan ke

Ende untuk penandatanganan MoU antara Universitas Indonesia dengan

Pemerintah Daerah Kabupaten Ende.

8. Dewan penguji tesis dari Penulis: Dr. Yoni Agus Setyono, SH. MH, Heru

Susetyo, SH, LLM, M.Si, penulis ucapkan terima kasih atas kesempatan,

waktu dan masukan-masukan yang diberikan kepada penulis.

9. Pimpinan Fakultas Hukum Universitas Indonesia dan Seluruh Dosen Program

Studi Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Indonesia.

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 7: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

vi

10. Seluruh Staf Tata Usaha Program Studi Magister Ilmu Hukum Program

Pascasarjana Universitas Indonesia, terkhusus yang kan kukenang Pak Udin.

11. Spesial kepada kedua sahabatku : bro I Dewa Gede Budhy Dharma Asmara,

SH.MH dan bro David Fredriek Albert Porajow, SH.MH. Dalam suka kita

nikmati bersama, dalam duka kita berbagi bersama. Kalian bukan sekedar

sahabat bagiku tetapi separuh dari jiwaku, walau nanti kita berpisah tapi diri

kalian dalam canda, tawa, sedih, letih dan stress akan selalu kukenang.

Terima kasih atas persahabatan dan kekompakan selama studi. Demikian juga

kepada semua rekan/rekanita kelas Praktek Peradilan / Mahkamah Agung : 1.

Afif Januarsyah, SH, MH, 2. Andre Trisandy, SH, MH, 3. Ben Ronald P.

Situmorang, SH, MH, 4. Dwi Hananta, SH, MH, 5. Hasanuddin, SH, MH, 6.

Harika Nova Yeri, SH, MH, 7. Hendro Wicaksono, SH, MH, 8. M.

Aliaskandar, SH, MH, 9. M. Fauzan Haryadi, SH, MH, 10. M. Sholeh, SH,

MH, 11. Ni Kadek Susantiani, SH, MH, 12. Nofita Dwi Wahyuni, SH, MH,

13. Ramon Wahyudi, SH, MH, 14. Rios Rahmanto, SH, MH, 15. R.A.

Asriningrum Kusumawardhani, SH, MH, 16. Wini Nofiarini, SH, MH, dan

17. Yudhistira Adhi Nugraha SH, MH. sukses dan provisiat untuk kita semua.

12. Para pihak yang tidak dapat penulis ucapkan satu persatu yang telah

membantu dalam penulisan tesis ini, baik dalam bentuk nasihat, bimbingan,

doa, maupun berbagai bantuan sekecil apapun itu kepada penulis, sangat

berharga bagiku.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, ibarat

tiada gading yang tak retak, tiada bumi yang tak bercacing. Demi penyempurnaan

tesis ini, segala usul, saran, kritikan yang sifatnya konstruktif, penulis terima

dengan tangan terbuka disertai ucapan terima kasih.

Akhirnya, semoga tesis ini dapat memberikan warna baru bagi hukum

perikatan khususnya perjanjian kredit bank di Indonesia.

Jakarta, 21 Januari 2013

Amin Imanuel Bureni

NPM: 1106030220

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 8: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

vii

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS

AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai civitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di

bawah ini :

Nama : Amin Imanuel Bureni

NPM : 1106030220

Program Studi : Program Pascasarjana Magister Hukum

Departemen : Peminatan Praktek Peradilan

Fakultas : Hukum

Jenis Karya : Tesis

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada

Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Nonekslusif (Non-exclusive Royalti

Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :

“ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK

(STUDI TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG RI No. 3956

K/Pdt/2000 JO PUTUSAN PENGADILAN TINGGI SBY No.

628/Pdt/1999/PT.SBY JO PUTUSAN PENGADILAN NEGERI GS No.

37/Pdt.G/1998/PN. GS)”

Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti

Nonekslusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan,

mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database),

merawat dan mempublikasikan tugas akhir saya tanpa meminta izin dari saya

selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai

pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Jakarta

Pada tanggal : 21 Januari 2013

Yang menyatakan,

(Amin Imanuel Bureni)

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 9: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

viii

ABSTRAK

Nama : Amin Imanuel Bureni

Program Studi : Praktek Peradilan / Mahkamah Agung

Judul : Asas Keseimbangan Dalam Perjanjian Kredit Bank (Studi

Terhadap Putusan Mahkamah Agung RI No. 3956 K/Pdt/2000

jo. Putusan Pengadilan Tinggi Surabaya No.

628/Pdt/1999/PT.SBY jo. Putusan Pengadilan Negeri Gresik

No. 37/PPdt.G/1998/PN.GS.

Perjanjian kredit bank merupakan media atau perantara pihak dalam

keterkaitan pihak yang mempunyai kelebihan dana surplus of funds dengan pihak-

pihak yang kekurangan dan memerlukan dana lack of funds. Perjanjian kredit

bank membentuk perikatan diantara para pihak dalam hubungan yang saling

membutuhkan dimana masing-masing pihak berkehendak memperoleh manfaat/

keuntungan dari perikatan tersebut. Karena itu dalam perjanjian kredit bank harus

ada keseimbangan kepentingan para pihak baik pada tataran pembuatan perjanjian

kredit bank maupun pada tataran pemenuhannya yang dimuat sebagai klausula

perjanjian. Kenyataannya, seringkali ditemukan tidak terdapatnya keseimbangan

pengaturan kepentingan para pihak diantaranya terdapat klausula “Penetapan dan

Perhitungan Bunga Bank dilakukan Oleh Bank” yang disinyalir sebagai klausula

eksonerasi karena dengan pencantuman klausula tersebut maka pihak bank dapat

secara sewenang-wenang mengubah bunga kredit dan juga sebagai benteng bagi

pihak bank menghindari pertanggungjawaban hukum. Dalam hal ini masyarakat

pencari keadilan mengharapkan hakim dapat memberi keadilan melalui pemulihan

keseimbangan kepentingan dalam perjanjian kredit bank tersebut. Pokok

permasalahan penelitian ini adalah : apakah pencantuman klausula “Penetapan

dan Perhitungan Bunga Bank dilakukan Oleh Bank” dalam perjanjian kredit bank

melanggar asas keseimbangan ? dan apakah hakim dapat mengintervensi suatu

perjanjian kredit yang disepakati para pihak ? Selanjutnya dengan menggunakan

metode penelitian deskriptif analisis, peneliti menganalisis pengaruh pencantuman

klausula “Penetapan dan Perhitungan Bunga Bank dilakukan Oleh Bank” terhadap

keseimbangan perjanjian kredit bank dan menganalisis kewenangan hakim dalam

mengintervensi suatu perjanjian kredit yang disepakati para pihak sekaligus

memberikan rekomendasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pencantuman

klausula “Penetapan dan Perhitungan Bunga Bank dilakukan Oleh Bank” tanpa

memuat klausula yang menjamin dilakukannya negosiasi ulang mengenai

perubahan bunga kredit bank adalah melanggar asas keseimbangan dan karena itu

hakim karena jabatannya (ex officio) maupun karena amanat undang-undang

berwenang mengintervensi perjanjian kredit bank tersebut untuk memulihkan

keseimbangannya. Atas terdapatnya kelemahan / kekosongan hukum positif

mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan dengan itikad baik

dan juga mengenai pengaturan peranan hakim dalam memulihkan keseimbangan

perjanjian kredit bank, maka direkomendasikan agar dilakukan revisi KUHPerdata

dan/atau revisi atas regulasi undang-undang terkait.

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 10: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

ix

ABSTRACT

Name : Amin Imanuel Bureni

Study Program : Practice of Judicial Administration/Supreme Court

Title : The Balance Principle in the Bank Credit Agreement (The

Study on the Decision of the RI Supreme Court No. 3956

K/Pdt/2000 jo. the Decision of the Surabaya High Court

No. 628/Pdt/1999/PT.SBY jo. the Decision of the Gresik

District Court No. 37/PPdt.G/1998/PN.GS.

The bank credit agreement is a medium or an intermediary of the parties in

the involvement of the parties that have surplus of funds with the parties having

lack of funds and needing funds. The bank credit agreement establishes the bond

among the parties in a relationship which mutually needs each other where each

party wishes to obtain advantages/benefits from the bond. Therefore, in the bank

credit agreement there has to be a balance of interests of the parties both in the

phase of the drawing of the bank credit agreement and in the phase of its

fulfillment set forth as one of the clauses of the agreement. In reality, the

imbalance of the parties‟ interest arrangement is often discovered, which among

others there is a clause of “Bank Interest Determined and Calculated by the Bank”

pointed out as an exoneration clause because by putting the clause the bank can

arbitrarily change the credit interest and also as the shield for the bank to avoid

legal liability. In this case, the society seeking for justice expect the judge can

provide it through the restoration of interest balance in the bank credit agreement.

The main problems of the research are: does the writing of the clause “Bank

Interests Determined and Calculated by the Bank” in the bank credit agreement

violate the balance principle? And can a judge intervene a credit agreement

approved by all parties? Furthermore, by using the descriptive analysis research

method, the researcher analyzes the influence of the writing of the clause “Bank

Interests Determined and Calculated by the Bank” to the balance of the bank

credit agreement and analyzes the authority of a judge in intervening a credit

agreement approved by all parties and in providing recommendations. The

research result shows that the writing of the clause “Bank Interests Determined

and Calculated by the Bank” without setting forth the clause which guarantees a

renegotiation to be done on the change of the bank credit interests violates the

balance principle, and therefore a judge because of his/her position (ex officio) and

because of the mandate of the laws has the authority to intervene the bank credit

agreement to restore its balance. As there are some weaknesses/positive law

disparities on the arrangement of the credit agreement implementation done with

good faith and also on the arrangement of the judge‟s roles in the restoration of

the bank credit agreement balance, it is recommended that the revision of Civil

Code and/or the revision on the relevant laws should be done.

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 11: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

x

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL .................................................................................. I

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ……………………….. Ii

HALAMAN PENGESAHAN …………………………………………….. Iii

KATA PENGANTAR ……………………………………………………. iv

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ………… vii

ABSTRAK ………………………………………………………………… viii

ABSTRACT ……………………………………………………………….. ix

DAFTAR ISI ………………………………………………………………

X

BAB 1 PENDAHULUAN ……………………………………………. 1

1.1. LATAR BELAKANG MASALAH …………………….. 1

1.2.POKOK PERMASALAHAN…………………..…………. 15

1.3.TUJUAN PENELITIAN …………………………………... 15

1.4.MANFAAT PENELITIAN ……………………………..… 16

1.4.1. Manfaat Teoritis ….…………………….………….. 16

1.4.2. Manfaat Praktis ….…………………….………….. 17

1.5.METODE PENELITIAN …………………………….…… 17

1.5.1. Tipologi Penelitian ………………….……………... 18

1.5.2. Sumber Data ………………………….…………… 19

1.5.3. Teknik Pengumpulan Data …………….………….. 20

1.5.4. Metode Analisa Data ………………….………….. 20

1.6.KERANGKA TEORI DAN KONSEP ………………….… 20

1.6.1. Kerangka Teori ………………………….………… 20

1.6.2. Kerangka Konsep ……………………….…………. 31

1.7.SISTEMATIKA PENULISAN ………………………….…

32

BAB 2 KONSEP PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM DAN

PERJANJIAN KREDIT DALAM REGULASI ……………

34

2.1.PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM ………………….… 35

2.2.PERJANJIAN KREDIT ……………………………….…

52

BAB 3 KEDUDUKAN ASAS KESEIMBANGAN DALAM

PERJANJIAN KREDIT BANK ……………………………..

80

BAB 4 ASAS KESEIMBANGAN PERJANJIAN KREDIT BANK

DALAM PUTUSAN HAKIM ………………………………

112

4.1.PENCANTUMAN KLAUSULA “PENETAPAN DAN

PERHITUNGAN BUNGA BANK DILAKUKAN OLEH

BANK” DALAM PERJANJIAN KREDIT ……………......

112

4.1.1. Putusan Nomor : 3956 K / Pdt / 2000 jo. Nomor :

628 / Pdt / 1999 / PT.Sby jo. Nomor : 37 / Pdt.G /

1998 / PN.GS ……………………………………….

112

4.1.2. Putusan Nomor : 1530 K/Pdt/2011 jo. Nomor : 448 123

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 12: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

xi

/ Pdt / 2010 / PT.Smg jo. Nomor : 11 / Pdt.G / 2010 /

PN.Jpr ………………………………………………

4.1.3. Putusan Nomor : 3431 K/Pdt/1985 jo. Nomor :

523/1983/Pdt/PT.Smg jo. Nomor : 12/G/1983/Pdt.Bla …..

133

4.2.PERANAN HAKIM DALAM MEMULIHKAN

KESEIMBANGAN PERJANJIAN KREDIT BANK ……

144

BAB 5 PENUTUP …………………………………………………….. 170

5.1.KESIMPULAN …………………………………………… 170

5.2.SARAN - SARAN ………………………………………...

172

DAFTAR REFERENSI …………………………………………………... 175

LAMPIRAN – LAMPIRAN

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 13: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG MASALAH

Kehadiran bank1 memiliki arti penting bagi wiraswastawan. Posisi

bank selaku pemegang modal dan wiraswastawan selaku yang membutuhkan

modal sering menempatkan wiraswastawan berada dalam posisi lemah dalam

hal modal/dana. Ketika wiraswastawan memanfaatkan jasa bank melalui

produk perjanjian kredit, biasanya wiraswastawan memiliki bargaining

power yang lemah ketimbang bank (kecuali wiraswastawan bermodal besar)

1 Bank pertama di Indonesia didirikan oleh pemerintah Hindia-Belanda pada

tahun 1824 dengan nama Nederlandsche Handel Maatschappij (NHM), dan pemerintah

Hidia-Belanda bertindak sebagai salah satu pemegang saham utama. Bank tersebut

didirikan untuk mengisi kekosongan akibat likuidasi Vereenigde Oost-Indische

Compagnie (VOC) yang mengalami kebangkrutan. NHM kemudian berubah menjadi

Bank Ekspor Impor Indonesia (BEII). Selain itu, pemerintah Hindia Belanda juga

mendirikan De Javasche Bank (kini menjadi Bank Indonesia) pada tahun 1827 dan NV

Escompto Bank yang kemudian dikenal sebagai Bank Dagang Negara. Bank terus

berkembang, diantaranya pada tahun 1928 di Surabaya oleh Dokter Soetomo, Samsi dan

Ir. Anwari mendirikan Bank Nasional Indonesia (BNI). Pada masa Jepang, tanggal 1

April 1942 telah didirikan Tyokin Kyotu (dulunya Bank Tabungan Hindia-Belanda)

dengan modal permulaan dari pihak Jepang. Pada awal kemerdekaan Indonesia, dalam

Sidang Dewan Menteri tanggal 19 september 1949, Pemerintah RI telah mempercayakan

pembentukan bank sirkulasi berbentuk bank milik negara kepada R.M. Margono

Djojohadikusumo yang kemudian mendirikan yayasan “Pusat Bank Indonesia” dengan

Akta Notaris R.M. Soerojo di Jakarta tanggal 14 Oktober 1945. Pada tahun 1946,

pemerintah mengeluarkan Perpu yang menggantikan UU No. 2 Tahun 1946 yang

menegaskan lahirnya BNI (17 Agustus 1946) dengan tugas mengeluarkan dan

mengedarkan uang kertas bank sekaligus sebagai pemegang kas negara. Berdasarkan PP

No. 1 Tahun 1946, pada tanggal 22 Februari 1946, pemerintah mendirikan Bank Rakyat

Indonesia. Pada tanggal 1 Januari 1947, pemerintah mendirikan Banking and Trading

Corporation Ltd (BTC) di Jakarta yang kemudian asetnya disita Belanda saat agresi

militer. Setelah pengakuan kedaulatan dimana pemerintah Indonesia berpusat di

Yogyakarta, BTC diaktifkan kembali dengan tugas memberikan perkreditan kecil atas

jaminan emas dan perhiasan. BTC kemudian berganti nama menjadi Indonesian Bank

Corporation (IBC). Pada tahun 1953 diterbitkan UU No. 11 Tahun 1953 tentang

penetapan UU Pokok Bank Indonesia yang dilengkapi dengan aturan tambahan berupa PP

No.1 Tahun 1955, Keputusan Dewan Moneter No. 25/1957, 26/1957 dan 27/1957,

dimana BI memiliki kekuasaan dan hak-hak prerogatif sebagai bank sentral modern

termasuk berwenang mengawasi perkreditan di Indonesia.(Lihat Widjanarto, Hukum Dan

Ketentuan Perbankan Di Indonesia, Edisi II Cetakan II, PT. Pustaka Utama Grafiti,

Jakarta, 1995, halaman 3-9).

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 14: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

2

dan karena itu kebanyakan wiraswastawan selaku calon nasabah debitur

bersikap „pasrah‟ akan ketentuan perjanjian kredit yang disodorkan bank.

Perjanjian kredit merupakan media atau perantara pihak dalam

keterkaitan pihak yang mempunyai kelebihan dana surplus of funds dengan

pihak-pihak yang kekurangan dan memerlukan dana lack of funds.2 Pihak

surplus of funds mengharapkan keuntungan dari peminjaman dananya dan

pihak lack of funds mengharapkan dengan dana yang dipinjamkan dapat

digunakan untuk memenuhi kebutuhannya. Jadi, baik pihak surplus of funds

maupun pihak lack of funds masing-masing memiliki kepentingan dalam

perjanjian kredit sehingga tidaklah dibenarkan dalam perjanjian kredit, pihak

lack of funds saja yang diperhatikan kepentingannya.

Ketika pihak bank dan pihak calon nasabah debitur menandatangani

perjanjian kredit maka perjanjian kredit tersebut mengikat kedua belah pihak

dan merupakan undang-undang3 bagi kedua belah pihak. Pemberlakuan

perjanjian sebagai undang-undang bagi mereka yang mengikatkan diri dalam

suatu perjanjian, telah menempatkan perjanjian itu sebagai hukum. Dalam hal

ini Roscoe Pound mengemukakan bahwa hukum adalah keseimbangan

kepentingan.4

Lahirnya perjanjian kredit mewajibkan pihak-pihak yang mengikatkan

diri dalam perjanjian kredit tersebut untuk tunduk pada syarat-syarat yang

diperjanjikan baik berupa hak maupun kewajiban kedua belah pihak

sebagaimana tertuang dalam perjanjian kredit itu. Mengikatnya syarat-syarat

dalam perjanjian kredit bagi para pihak dan kewajiban para pihak tunduk

pada perjanjian kredit itu dilindungi oleh hukum apabila perjanjian kredit

tersebut dilahirkan dalam keadaan yang sah yaitu sah proses pembuatan dan

penetapannya dan sah isi atau syarat-syarat yang termuat dalam perjanjian

kredit itu.

2 Ignatius Ridwan Widyadharma, Hukum Sekitar Perjanjian Kredit, Badan

Penerbit Universitas Diponegoro,1997, halaman 1. 3 Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata mengatur : semua persetujuan yang dibuat

secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. 4 Darji Darmodiharjo dan Shidarta, Pokok-Pokok Filsafat Hukum Apa dan

Bagaimana Filsafat Hukum Indonesia (Edisi Revisi), PT Gramedia Pustaka Utama,

Jakarta, 1996, halaman 130.

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 15: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

3

Pasal 1320 KUH Perdata telah mengatur 4 (empat) syarat sahnya

suatu perjanjian yaitu :

a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;

b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;

c. Suatu hal tertentu;

d. Suatu sebab yang halal.

Syarat kesatu dan kedua adalah syarat subyektif yang apabila tidak terpenuhi

maka konsekuensinya perjanjian itu dapat dibatalkan. Sedangkan syarat

ketiga dan keempat adalah syarat obyektif yang apabila tidak terpenuhi maka

perjanjian itu batal demi hukum.

Mengenai kesepakatan sebagai syarat sahnya perjanjian, Pasal 1321

KUH Perdata mengatur bahwa apabila kesepakatan tercapai karena

kekhilafan mengenai hakikat barang yang menjadi pokok perjanjian atau

karena paksaan atau penipuan maka dianggap tidak ada kesepakatan. Dengan

demikian, kesepakatan itu harus terjadi dalam keadaan para pihak yang bebas

dan jujur, tidak ada penipuan, tidak ada paksaan dan tidak terjadi kekhilafan.

Kesepakatan yang terjadi karena kekhilafan, penipuan ataupun paksaan dapat

dijadikan alasan meminta pembatalan perjanjian.

Selain itu, dalam perkembangannya, penyalahgunaan keadaan

(misbruik van omstandigheden) juga dijadikan alasan untuk membatalkan

perjanjian karena penggugat tidak menghendaki adanya perjanjian tersebut

atau karena perjanjian itu tidak dikehendaki penggugat dalam bentuk yang

demikian. Konsep ini diterapkan antara lain dalam putusan Mahkamah Agung

RI No. 3431 K/Pdt/1985, tanggal 4 Maret 1987 dan putusan Mahkamah

Agung RI No. 1904 K/Sip/1982, tanggal 28 Januari 1984.5

5 H.P. Panggabean, Penyalahgunaan Keadaan (Misbruik van Omstandigheden)

Sebagai Alasan (Baru) Untuk Pembatalan Perjanjian (Berbagai Perkembangan Hukum

di Belanda dan Indonesia), Edisi Revisi Kedua, Liberty Yogyakarta, 2010, halaman 66-

70. Juga dikemukakan bahwa konsep Misbruik van Omstandigheden sebagai alasan baru

pembatalan perjanjian telah diakomodir dalam NBW Belanda dan telah diterapkan dalam

perkara-perkara antara lain : a) Bovag II, HR 11 Januari 1957, NJ 1959, 57; b)

BUMA/Brinkman, HR 24 Mei 1968, NJ 1968, 252; c) Pensiun janda, HR 29 April 1971,

NJ 1972, 336; d) Van Elmbt/Feierabend, HR 29 Mei 1964, NJ 1965, 104; e)

Bluijssen/Kolhorn, HR 13 Juni 1975, NJ 1976, 98. (halaman 52-66).

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 16: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

4

Untuk mencapai kesepakatan diantara para pihak tentunya

penyampaian kehendak masing-masing pihak dilakukan dalam keadaan bebas

dan ada proses mencari persesuaian kehendak diantara para pihak dalam

wadah negosiasi. Fase negosiasi merupakan “crucial point” untuk

merumuskan pertukaran hak dan kewajiban para pihak yang nantinya

mengikat dan wajib untuk dipenuhi.6

Dewasa ini banyak perjanjian kredit yang terjadi bukan melalui proses

negosiasi di antara para pihak, melainkan format perjanjian telah disiapkan

secara sepihak oleh pihak bank berupa syarat-syarat baku yang dituangkan

dalam formulir yang sudah dicetak dan kemudian disodorkan kepada calon

nasabah debitur untuk disetujui dengan hampir tidak memberikan kebebasan

kepada calon nasabah debitur bernegosiasi. Kalaupun calon nasabah debitur

diberikan ruang bernegosiasi, keputusan mengubah syarat baku terdapat pada

pimpinan pusat bank dan bukan pada kepala cabang bank sehingga

memerlukan waktu yang cukup lama untuk proses negosiasi dan sudah tentu

merugikan pihak calon nasabah debitur karena kebutuhan dana mendesak.

Dalam keadaan demikian, calon nasabah debitur diperhadapkan pada

kondisi take it or leave it tanpa kebebasan bagi calon nasabah debitur

memutuskan pilihannya. Dengan kata lain, kalaupun terjadi kesepakatan

maka sepakat itu terjadi karena terpaksa. Sepakat yang diberikan dengan

terpaksa adalah contradiction in terminis. Adanya paksaan menunjukkan

tidak adanya sepakat.7 Dalam hal ini, Hood Philips berpendapat bahwa : The

contracts (standard contract) are the take-it-or leave it kind, for here the

customer cannot bargain over the terms : his only choice is to accept the term

in to or to reject the service together.8

6 Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas dalam

Kontrak Komersial, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2010, halaman 148. 7 Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan Yang

Seimbang Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, PT. Pustaka

Utama Graffiti, Jakarta, Agustus 2009, halaman 52. 8 Dewi Tenty Septi Artianty, Tinjauan Hukum Atas Klausula Baku dalam

Perjanjian Kerjasama Perusahaan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Minyak untuk Umum

(SPBU) Dihubungkan dengan Asas Kebebasan Berkontrak, (Tesis Program Pasca

Sarjana, Universitas Indonesia, Jakarta, 2006, halaman 9).

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 17: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

5

Perjanjian yang demikian dinamakan perjanjian standar atau

perjanjian baku9 atau perjanjian adhesi.

10 Menurut Sutan Remy Sjahdeini,

perjanjian baku adalah : “Perjanjian yang hampir seluruh klausula-

klausulanya sudah dibakukan oleh pemakainya dan pihak lain pada dasarnya

tidak mempunyai peluang untuk merundingkan atau meminta perubahan.”11

Lebih lanjut Sutan Remy Sjahdeini mengungkapkan bahwa yang belum

dibakukan dalam perjanjian kredit hanyalah beberapa hal misalnya yang

menyangkut jenis, harga, jumlah, warna, tempat, waktu dan beberapa hal

lainnya yang spesifik dari obyek yang diperjanjikan. Dengan kata lain, yang

dibakukan bukan formulir perjanjian tersebut tetapi klausula-klausulanya.12

Dalam literatur lain, A. Pitlo-Bolweg dalam Ignasius Ridwan Widyadharma

(1997) menekankan bahwa perjanjian standar adalah suatu dwangcontract.13

Kebijakan pengambilan keputusan mengenai kemungkinan perubahan

syarat baku yang diserahkan pada pimpinan bank pusat menjadikan proses

tercapainya kesepakatan/perjanjian menjadi berlarut-larut dan tidak efisien.

Tidak mengherankan apabila pihak bank lebih cenderung memberikan

pelayanannya kepada calon nasabah debitur yang sepakat dengan syarat baku

yang disodorkan.14

Situasi dimana kurangnya ruang negosiasi dalam perjanjian kredit

cenderung menimbulkan ketidakseimbangan hak dan kewajiban antara pihak

bank dengan nasabah debitur dalam perjanjian kredit yang ditetapkan.

Ketidakseimbangan tersebut umumnya merugikan pihak nasabah debitur.

Herlien Budiono mengemukakan 3 (tiga) aspek yang saling berkaitan

dari perjanjian yang dapat dimunculkan sebagai faktor penguji berkenaan

9 Lahirnya perjanjian baku dilatarbelakangi antara lain oleh perkembangan

masyarakat modern, dan perkembangan keadaan sosial ekonomi. Tujuan semula

diadakannya perjanjian baku adalah alasan efisiensi dan alasan praktis. Hubungan

ekonomi yang bergerak cepat telah menjadikan perjanjian baku sebagai suatu kebutuhan

karena dinilai lebih efisien. 10

Sutan Remy Sjahdeini, Op.Cit, halaman 73-74. 11

Ibid, halaman 66. 12

Ibid, halaman 74. 13

Ignatius Ridwan Widyadharma, Op.Cit, halaman 8. 14

R.Subekti dalam Djoni S. Gazali dan Rachmadi Usman, Hukum Perbankan,

Sinar Grafika, Jakarta,2010, halaman 338.

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 18: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

6

dengan daya kerja asas keseimbangan, yakni :15

pertama, perbuatannya

sendiri atau perilaku individual, kedua, isi kontrak, dan ketiga, pelaksanaan

dari apa yang telah disepakati.

Khusus mengenai faktor penguji pertama, perbuatannya sendiri atau

perilaku individu, Herlien Budiono mengungkapkan sebagai berikut :

Suatu perbuatan hukum tidak boleh bersumber dari ketidaksempurnaan

keadaan jiwa seseorang. Keadaan tidak seimbang dapat terjadi sebagai

akibat dari perbuatan hukum yang dengan cara terduga dapat

menghalangi pengambilan keputusan atau pertimbangan secara matang.

Yang dimaksud disini adalah keadaan yang berlangsung lama, seperti

ketidakcakapan bertindak (handelings-onbekwaamheid). Juga, tercakup

ke dalam itu ialah perbuatan (-perbuatan) sebagai akibat dari cacatnya

kehendak pelaku, misalnya karena ancaman (bedreiging), penipuan

(bedrog), atau penyalahgunaan keadaan (misbruik van

omstadigheden).16

Ketidakseimbangan hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian

kredit, setidaknya dipengaruhi oleh keleluasaan yang diberikan Bank

Indonesia melalui Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor

27/162/KEP/DIR tanggal 31 Maret 1995 kepada masing-masing bank induk

untuk menyusun dan menetapkan format baku perjanjian kredit.

Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 27/162/KEP/DIR

tanggal 31 Maret 1995 tersebut hanya memberikan rambu-rambu untuk

diperhatikan oleh masing-masing bank dalam menetapkan perjanjian kredit

sebagai berikut :17

1. Memenuhi keabsahan dan persyaratan hukum yang dapat melindungi

kepentingan bank;

2. Memuat jumlah, jangka waktu, tata cara pembayaran kembali kredit, serta

persyaratan-persyaratan kredit lainnya sebagaimana ditetapkan dalam

keputusan persetujuan kredit dimaksud.

15

Herlien Budiono, Asas Keseimbangan Bagi Hukum Perjanjian Indonesia

Hukum Perjanjian Berlandaskan Asas-Asas Wigati Indonesia, PT. Citra Aditia Bakti,

Bandung, 2006, halaman 334. 16

Ibid, halaman 335. 17

Djoni S. Gazali dan Rachmadi Usman, Op.Cit, halaman 328.

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 19: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

7

Rambu-rambu tersebut telah memberi keleluasaan pada masing-

masing bank untuk menetapkan klausula-klausula baku dalam format

perjanjian baku guna melindungi kepentingan bank yang terkadang tidak

wajar dan tidak adil sehingga merugikan kepentingan calon nasabah debitur

sebab tidak ada keseimbangan hak dan kewajiban antara pihak bank selaku

kreditur dengan pihak nasabah debitur dalam perjanjian kredit. Klausula baku

yang demikian disebut klausula eksonerasi, atau klausula eksemsi atau

klausula exclusion.

Penggunaan istilah yang berbeda untuk keadaan klausula yang sama

tersebut lebih ditekankan pada selera masing-masing penulis tentunya dengan

dasar argumentasi ilmiah. Misalnya, Sutan Remy Sjahdeini cenderung

menggunakan istilah klausula eksemsi yang sering digunakan dalam

peristilahan perbankan di Amerika Serikat yaitu istilah yang sering digunakan

dalam pustaka Inggris exemption clauses, dengan mendasarkannya pada

keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI No. 0389/U/1988 tanggal

11 Agustus 1988 tentang Pedoman Umum Pembentukan Istilah yang

mengarahkan demi keseragaman , sumber rujukan yang diutamakan adalah

istilah Inggris yang pemakaiannya sudah internasional, yakni yang

dilazimkan para ahli dalam bidangnya.18

Penulis menggunakan istilah klausula eksonerasi dalam penulisan

tesis ini sebagaimana digunakan dalam berbagai literatur Mariam Darus

Badrulzaman. Klausula eksonerasi merupakan peristilahan yang ditemukan

dalam berbagai pustaka Belanda exoneratie clausule. Pengambilalihan istilah

yang dipakai dalam pustaka Belanda ini menurut penulis lebih tepat

digunakan dalam pengkajian klausula baku perbankan yang pada intinya

merupakan klausula hukum perjanjian, karena sejarah hukum perjanjian

Indonesia berasal dari Belanda sebagai akibat penerapan asas konkordasi. Hal

ini dimaksudkan untuk lebih memudahkan dalam memahami perkembangan

hukum perjanjian dan pemaknaan istilah yang digunakan.

Rijken mengungkapkan bahwa klausula eksonerasi adalah klausula

yang dicantumkan di dalam suatu perjanjian dengan mana satu pihak

18

Sutan Remy Sjahdeini, Op.Cit, halaman 82.

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 20: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

8

menghindarkan diri untuk memenuhi kewajibannya dengan membayar ganti

rugi seluruhnya atau terbatas, yang terjadi karena ingkar janji atau perbuatan

melawan hukum.19

Klausula eksonerasi merupakan klausula yang bertujuan untuk

membebaskan atau membatasi tanggung jawab salah satu pihak terhadap

gugatan pihak lainnya dalam hal yang bersangkutan tidak atau tidak dengan

semestinya melaksanakan kewajibannya yang ditentukan di dalam perjanjian

tersebut.20

Dengan kata lain, merupakan klausula yang berisi pembatasan

pertanggungjawaban dari kreditur.21

Untuk itu Mariam Darus Badrulzaman mengemukakan ciri-ciri

klausula eksenorasi/perjanjian baku yang meniadakan atau membatasi

kewajiban salah satu pihak (kreditur) sebagai berikut :22

1. Isinya ditetapkan secara sepihak oleh kreditur yang posisinya relatif kuat

dari debitur;

2. Debitur sama sekali tidak ikut menentukan isi perjanjian itu;

3. Terdorong oleh kebutuhannya debitur terpaksa menerima perjanjian itu;

4. Bentuknya tertulis;

5. Dipersiapkan terlebih dahulu secara massal atau individual.

H.P. Panggabean dalam penelitian terhadap model-model perjanjian

kredit yang dikeluarkan oleh BRI, BNI, BEII, BAPIN, SBU, BCA, BDNI,

BPDSU, dan BII menemukan klausula-klausula eksonerasi sebagai berikut :23

1. Bank sewaktu-waktu berhak untuk mengakhiri perjanjian secara

sepihak dan kemudian menagih utang secara sekaligus dan seketika

menurut waktu yang ditentukan bank;

2. Bank berhak menentukan sendiri jumlah utang debitur berdasarkan

jumlah utang pokok, bunga kredit, provisi, dan lain-lain sebagainya;

3. Bank diberi kuasa mutlak yang tidak dapat dicabut kembali menjual

barang jaminan;

4. Bank tidak wajib memberikan kredit kepada debitur walaupun

maksimum kredit (plafon kredit) belum tercapai;

19

Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, Alumni, Bandung, 1994,

halaman 47. 20

Sutan Remy Sjahdeini, Op.Cit, halaman 84. 21

Mariam Darus Badrulzaman, Perjanjian Baku (Standard) Perkembangannya

di Indonesia. Beberapa Guru Besar Berbicara Tentang Hukum dan Pendidikan Hukum

(Kumpulan Pidato-Pidato Pengukuhan), Alumni, Bandung, 1981, halaman 109. 22

Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, Op.Cit, halaman50. 23

Djoni S. Gazali dan Rachmadi Usman, Op.Cit, halaman 347-349.

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 21: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

9

5. Bank berhak dengan nama dan/atau cara apapun juga melakukan

tindakan hukum yang dianggap baik oleh bank atau menurut peraturan

yang berlaku, apabila debitur lalai, atau tidak dapat melunasi kreditnya.

6. Bank berhak menangguhkan pelaksanaan perjanjian semata-mata atas

pertimbangannya sendiri;

7. Bank tidak bertanggung jawab atas kerugian yang disebabkan

kerusakan, kelambatan atau karena hilangnya surat telegram termasuk

juga kerugian yang disebabkan tindakan pihak yang menjadi perantara;

8. Semua surat-surat berharga, barang-barang bergerak dan tetap yang

diterima bank atau yang berada di tangan pihak ketiga berdasarkan

apapun juga menjadi jaminan bagi bank untuk pengembalian utang si

debitur dan semua surat-surat berharga dan barang-barang tersebut

apabila hilang atau rusak menjadi risiko dan tanggung jawab debitur;

9. Bank tidak bertanggung jawab atas kekurangan pihak ketiga yang

ditunjukkannya untuk melaksanakan perintah-perintah debitur;

10. Semua pengiriman kepada atau oleh bank dari pihak-pihak ketiga

dilakukan untuk perkiraan dan risiko nasabah;

11. Bank berhak untuk mengadakan perubahan-perubahan pada syarat-

syarat perjanjian kredit;

12. Bank berhak untuk menggadaikan kembali kepada orang lain segala

benda yang digadaikan debitur kepadanya;

13. Bahwa dengan lewatnya waktu yang diperjanjikan untuk melunasi

kredit, sudah merupakan bukti terjadinya keadaan wanprestasi (tidak

perlu pemberitahuan).

Dalam penelitian terpisah, Sutan Remy Sjahdeini mengungkapkan

bahwa dari penelitiannya terdapat 14 (empat belas) klausula eksonerasi dalam

perjanjian kredit, yaitu :24

1. Kewenangan bank untuk sewaktu-waktu tanpa alasan dan tanpa

pemberitahuan sebelumnya secara sepihak menghentikan izin tarik

kredit.

2. Bank berwenang secara sepihak menentukan harga jual dari barang

agunan dalam hal penjualan barang agunan karena kreditt nasabah

debitur macet.

3. Kewajiban nasabah debitur untuk tunduk kepada segala petunjuk dan

peraturan bank yang telah ada dan yang masih akan ditetapkan

kemudian oleh bank.

4. Keharusan nasabah debitur untuk tunduk kepada syarat-syarat dan

ketentuan-ketentuan umum hubunngan rekening koran dari bank yang

bersangkutan namun tanpa sebelumnya nasabah debitur diberi

kesempatan untuk mengetahui dan memahami syarat-syarat dan

ketentuan-ketentuan umum hubungan rekening koran tersebut.

24

Sutan Remy Sjahdeini, Op.Cit, halaman 214-264.

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 22: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

10

5. Kuasa nasabah debitur yang tidak dapat dicabut kembali kepada bank

untuk dapat melakukan segala tindakan yang dipandang perlu oleh

bank.

6. Kuasa nasabah debitur kepada bank untuk mewakili dan melaksanakan

hak-hak nasabah debitur dalam setiap rapat umum pemegang saham.

7. Pencantuman klausula-klausula eksemsi yang membebaskan bank dari

tuntutan ganti kerugian oleh nasabah debitur atas terjadinya kerugian

yang diderita olehnya sebagai akibat tindakan bank.

8. Pencantuman klausula eksemsi mengenai tidak adanya hak nasabah

debitur untuk dapat menyatakan keberatan atas pembebanan

rekeningnya.

9. Pembuktian kelalaian nasabah debitur secara sepihak oleh pihak bank

semata.

10. Penetapan dan perhitungan bunga bank secara merugikan nasabah

debitur.

11. Denda keterlambatan merupakan bunga terselubung.

12. Perhitungan bunga berganda menurut praktik perbankan bertentangan

dengan Pasal 1251 KUHPerdata.

13. Pengabaian Pasal 1266 dan 1267 KUH Perdata berkenaan dengan

klausula events of default.

14. Kewajiban pelunasan bunga terlebih dahulu adalah sesuai dengan

undang-undang (Pasal 1397 KUH Perdata) tetapi sangat memberatkan

nasabah.

Klausula-klausula eksonerasi tersebut memang memberatkan calon

nasabah debitur dan menempatkan pihak bank pada posisi yang lebih kuat.

Atas keadaan tersebut, Djoni S. Gazali dan Rachmadi Usman mengemukakan

sebagai berikut :

Perjanjian-perjanjian kredit bank yang telah dibakukan tersebut banyak

mengandung sejumlah klausula yang memberatkan nasabah debitur,

yakni memuat sejumlah klausula yang tidak wajar dan tidak adil dengan

menyalahgunakan keadaan nasabah debiturnya. Penyalahgunaan

keadaan nasabah debitur ini ternyata dikarenakan secara ekonomis dan

psikologis, kedudukan bank sangat kuat dan tidak seimbang dengan

nasabah debiturnya pada saat penandatanganan perjanjian kredit.25

Keadaan lemahnya kedudukan pihak calon nasabah debitur akan

berubah apabila perjanjian kredit telah ditetapkan dimana kedudukan pihak

bank akan menjadi lebih lemah dan kedudukan pihak nasabah debitur berada

pada posisi yang lebih kuat. Dalam hal ini Sutan Remy Sjahdeini

mengemukakan bahwa :

25

Djoni S. Gazali dan Rachmadi Usman, Op.Cit, halaman 354.

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 23: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

11

Pada waktu kredit akan diberikan, pada umumnya memang bank dalam

posisi yang lebih kuat disbanding dengan calon nasabah debitur. Hal

tersebut karena pada saat pembuatan perjanjian itu calon nasabah

debitur sangat membutuhkan bantuan kredit itu dari bank. … Hal itu

menyebabkan posisi tawar menawar bank menjadi sangat kuat. …

Tetapi setelah kredit diberikan berdasarkan perjanjian kredit ternyata

kedudukan bank lemah. Kedudukan bank setelah kredit diberikan

banyak bergantung pada integritas nasabah debitur.26

Dalam praktek peradilan, klausula-klausula eksonerasi tersebut sering

dijadikan dasar gugatan perbuatan melawan hukum yaitu untuk menyatakan

perjanjian kredit tersebut batal karena tidak adanya keseimbangan hak dan

kewajiban para pihak dalam perjanjian kredit.

Fakta munculnya gugatan-gugatan mengenai perjanjian kredit antara

nasabah debitur melawan pihak bank menunjukkan bahwa masyarakat

semakin sadar akan kedudukannya yang lemah dalam suatu perjanjian kredit

di bank. Selain itu, lahirnya Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen (UU RI No.8 Tahun 1999, LN RI Tahun 1999 No.

42 TLN RI No. 3821) khususnya Bab V Pasal 18 tentang Ketentuan

Pencantuman Kalusula Baku telah berperan memberikan keberanian bagi

nasabah debitur memperjuangkan hak-haknya dalam perjanjian kredit.27

Kehadiran Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen untuk melindungi kepentingan konsumen di Indonesia yang belum

ada28

agar terdapat suatu perjanjian yang seimbang antara konsumen dan

produsen berdasarkan asas kesetaraan berkontrak.29

26

Sutan Remy Sjahdeini, Op.Cit, halaman 207-208. 27

Lihat konsiderans menimbang angka 4 UU No. 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen yang menyatakan : bahwa untuk meningkatkan harkat dan

martabat konsumen perlu meningkatkan kesadaran, pengetahuan, kepedulian,

kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi dirinya serta

menumbuhkembangkan sikap pelaku usaha yang bertanggung jawab (Republik

Indonesia, Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen,

UU RI No.8 Tahun 1999, LN RI Tahun 1999 No. 42 TLN RI No. 3821). 28

Lihat konsiderans menimbang angka 5 UU No. 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen (Republik Indonesia, Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 1999

tentang Perlindungan Konsumen, Ibid). 29

Try Widiyono, Aspek Hukum Operasional Transaksi Produk Perbankan di

Indonesia Simpanan, Jasa & Kredit, Ghalia Indonesia, Bogor, Mei 2006, halaman 69.

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 24: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

12

Menurut Sriwati dalam Djoni S. Gazali dan Rachmadi Usman (2010),

adanya pengaturan terhadap perlindungan konsumen terutama pada peraturan

yang berkaitan dengan klausula baku, sedikit banyak menyadarkan

masyarakat bahwa mereka sebagai pihak dalam perjanjian memiliki hak yang

(semestinya) sejajar dengan pihak lainnya dalam perjanjian itu. Dimana

pengaturan ini merupakan tonggak awal bagi adanya keseimbangan dalam

penempatan pihak pada suatu perjanjian.30

Kehadiran Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen tidak untuk mematikan kreatifitas pelaku usaha

dalam melindungi diri dan asetnya dalam dunia wirausaha melainkan untuk

menyeimbangkan kembali kedudukan pelaku usaha dan konsumen. Dalam

hal ini, Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani dalam Djoni S. Gazali dan

Rachmadi Usman (2010) mengemukakan bahwa pada prinsipnya Undang-

Undang Nomor 8 Tahun 1999 tidak melarang pelaku usaha untuk membuat

perjanjian baku yang memuat klausula baku atas setiap dokumen dan/atau

perjanjian transaksi usaha perdagangan barang dan/atau jasa, selama dan

sepanjang perjanjian baku dan/atau klausula baku tersebut tidak

mencantumkan ketentuan yang dilarang serta tidak berbentuk sebagaimana

dilarang dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999.31

Fenomena dalam perjanjian kredit di bank tersebut perlu disikapi

Mahkamah Agung RI melalui pemberian pendapatnya melalui putusan-

putusan khususnya mengenai penerapan/penggunaan asas keseimbangan

dalam perjanjian kredit di bank. Hal ini penting sebagai hukum yang pasti

bagi bank masing-masing dalam membuat dan menetapkan perjanjian kredit.

Dalam penulisan tesis ini, penulis memilih memfokuskannya pada

klausula “penetapan dan perhitungan bunga bank dilakukan oleh bank”

karena sepanjang pengamatan penulis klausula tersebut sering digunakan

pihak bank terutama dalam keadaan tidak menentunya suku bunga yang

dikeluarkan oleh Bank Indonesia untuk menguntungkan dirinya tanpa

mempertimbangkan keadaan dari nasabah debitur. Lebih jauh, atas gugatan

30

Djoni S. Gazali dan Rachmadi Usman, Op.Cit, halaman 358 – 359. 31 Ibid, halaman 358

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 25: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

13

yang mendasarkan pada klausula tersebut sebagai obyek gugatan baik di

dalam perjanjian kredit bank maupun perjanjian pinjam meminjam uang telah

mengharuskan hakim bersikap memasuki ranah perjanjian dan memberikan

putusan.

Dari berbagai literatur setidak-tidaknya penulis mencatat 3 (tiga)

perkara yang berkaitan dengan klausula bunga kredit dalam perjanjian, yaitu :

1. Perkara No. 3956 K/Pdt/2000 jo. No. 628/Pdt/1999/PT.Sby jo. No.

37/Pdt.G/1998/PN.GS antara SG dan AK Melawan PT. Bank X dan

Kepala Kantor Badan Y.

2. Perkara No. 1530 K/Pdt/2011 jo. No. 448/Pdt/2010/PT.Smg jo.

No.11/Pdt.G/2010/PN.Jpr antara SW melawan PT. Bank Y dan

Pemerintah RI Cq. Menteri Z Cq. Dirjen Z1 Cq. Kanwil Z2.

3. Perkara No. 3431 K/Pdt/1985 jo. No. 523/1983/Pdt/PT. Smg jo. No.

12/G/1983/Pdt. Bla. Antara SS melawan Ny. B dan RB.

Dalam penulisan tesis ini, penulis memfokuskan kajian pada Putusan

Mahkamah Agung RI No. 3956 K/Pdt/2000 jo Putusan Pengadilan Tinggi

Sby No. 628/Pdt/1999/PT.SBY jo Putusan Pengadilan Negeri GS No.

37/Pdt.G/1998/PN. GS dan sebagai perbandingannya, penulis juga akan

mengkaji Putusan Mahkamah Agung RI No. 1530 K/Pdt/2011 jo. No.

448/Pdt/2010/PT. Smg jo. No.11/Pdt.G/2010/PN.Jpr serta Putusan

Mahkamah Agung RI No. 3431 K/Pdt/1985 jo. No. 523/1983/Pdt/PT. Smg jo.

No. 12/G/1983/Pdt. Bla.

Putusan Mahkamah Agung RI No. 3956 K/Pdt/2000 jo Putusan

Pengadilan Tinggi SBY No. 628/Pdt/1999/PT.SBY jo Putusan Pengadilan

Negeri GS No. 37/Pdt.G/1998/PN. GS adalah putusan yang diberikan

lembaga yudikatif dalam perkara antara SG dahulu bernama GSA (Penggugat

I) dan AK alias LAK (Penggugat II) melawan PT. Bank X (Tergugat) dan

Kepala Kantor Badan Y (Turut Tergugat).

Dalam perkara tersebut, para penggugat mendalilkan bahwa para

penggugat pernah menerima fasilitas kredit dari tergugat sejumlah

Rp.1.850.000.000,-, belum termasuk bunga, provisi kredit, serta biaya-biaya

lain yang ditanggung oleh para penggugat. Adapun bunga yang ditetapkan

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 26: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

14

oleh tergugat adalah sebesar 21 % per tahun dihitung dari jumlah pemakaian

dana kredit. Para penggugat selalu tertib membayar kredit tersebut. Namun

dalam perjalanannya, per juli 1998 tergugat secara sepihak menaikkan bunga

kredit menjadi 61% per tahun yang tidak sesuai dengan isi perjanjian. Akta

perjanjian yang tidak seimbang dan kabur dimanfaatkan tergugat untuk

menafsirkan secara sepihak isi perjanjian tersebut.

Sebaliknya tergugat membantah dalil gugatan para penggugat.

Menurut tergugat kenaikan bunga kredit yang dilakukan tergugat sudah sesuai

dengan isi Akta Pengakuan Hutang No. 76 Tanggal 27 Januari 1995 yang

telah disepakati bersama antara para penggugat dengan tergugat. Dalam akta

tersebut diperjanjikan bahwa bunga bersifat fariable, yaitu :”suku bunga

tersebut setiap waktu dapat berubah menurut penetapan pihak pertama

(tergugat), dan akan diberitahukan kepada pihak kedua (para penggugat)”,

sehingga tidak benar tergugat menafsirkan secara sepihak isi perjanjian untuk

menguntungkan tergugat. Tentang isi perjanjian mengenai suku bunga

tersebut telah dibenarkan penggugat dalam surat gugatannya.

Dalam putusan Pengadilan Negeri, majelis hakim memutuskan

mengembalikan suku bunga pada posisi 21% dengan pertimbangan :

perlindungan hukum harus diberikan dalam proporsinya dalam

keseimbangan. Pencantuman klausula jumlah bunga setiap saat bisa berubah

sesuai ketentuan bank tidaklah berarti dalam keadaan situasi krisis yang

berkepanjangan bank lalu menaikkan bunga sesuka hatinya tanpa

mengindahkan norma-norma kepatutan, keadilan serta kelayakan dalam

masyarakat dimana debitur saat-saat krisis ekonomi ini juga pasti mengalami

kemunduran dalam usahanya.

Dalam tingkat banding, kuasa kukum para penggugat dan kuasa

hukum tergugat telah mencabut pernyataan banding. Meskipun kemudian

perkara tersebut diajukan kasasi dengan alasan bahwa pencabutan banding

tersebut dilakukan kuasa penggugat asli tanpa sepengetahuan dan seijin dari

penggugat asli dan tidak disertai dengan surat kuasa khusus untuk mencabut

permohonan banding. Mahkamah Agung dalam putusannya menolak

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 27: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

15

permohonan kasasi tersebut dengan pertimbangan bahwa Pengadilan Tinggi

tidak salah menerapkan hukum dalam perkara tersebut.

Putusan Pengadilan Negeri GS yang mendudukkan kembali suku

bunga pada 21% sesuai suku bunga awal didasarkan pada pertimbangan

kepatutan dan kelayakan. Disisi lainnya, isi perjanjian tersebut secara jelas

memungkinkan adanya perubahan suku bunga karena menganut floating rate

of interest, dan hal itu disepakati oleh para penggugat maupun tergugat. Hal

ini sangat menarik, karena untuk memberikan kepastian hukum, keadilan

hukum dan kemanfaatan hukum, hakim telah masuk dalam ranah perjanjian

dan dapat mengenyampingkan isi perjanjian dengan menggali, mengikuti dan

memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat

sesuai amanat Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 48 Tahun 2009

Tentang Kekuasaan Kehakiman.32

1.2. POKOK PERMASALAHAN

Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi pokok

permasalahan adalah :

1. Apakah pencantuman klausula “penetapan dan perhitungan bunga bank

dilakukan oleh bank” dalam perjanjian kredit melanggar asas

keseimbangan ?

2. Apakah Hakim dapat mengintervensi suatu perjanjian kredit yang

disepakati para pihak ?

1.3. TUJUAN PENELITIAN

Adapun tujuan yang ingin dicapai melalui penulisan tesis ini adalah :

1. Ingin menganalisis pengaruh pencantuman klausula “penetapan dan

perhitungan bunga bank dilakukan oleh bank” terhadap keseimbangan

32

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang

Kekuasaan Kehakiman, UU RI No.48 Tahun 2009, Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor

157, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5076.

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 28: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

16

perjanjian kredit perbankan serta memberikan rekomendasi berkaitan

dengan hasil analisis.

2. Ingin menganalisis kewenangan Hakim dalam mengintervensi suatu

perjanjian kredit yang disepakati para pihak serta memberikan

rekomendasi berkaitan dengan hasil analisis.

1.4. MANFAAT PENELITIAN

Dalam penulisan tesis ini, sedikitnya ada dua manfaat yang kiranya

dapat diperoleh, yaitu :

1.4.1. Manfaat Teoritis.

Dari sisi teoritis, penulisan ini diharapkan dapat membuktikan

bahwa pencantuman klausula “penetapan dan perhitungan bunga bank

dilakukan oleh bank” memberikan pengaruh terhadap keseimbangan

kepentingan para pihak yang terakomodir dalam suatu perjanjian

kredit perbankan. Dipilihnya asas keseimbangan sebagai medan uji

karena pada prinsipnya pihak-pihak yang membuat suatu perjanjian

kredit memiliki kepentingan masing-masing dan untuk memenuhi

kepentingan tersebut, dilakukan dengan bekerjasama di antara para

pihak dengan tujuan saling menguntungkan.

Penulisan tesis ini juga diharapkan dapat memberikan

sumbangsih bagi pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya

menjadikan asas keseimbangan dalam perjanjian sebagai salah satu

asas perjanjian yang diakomodir dalam hukum positif. Dengan

diakomodirnya asas keseimbangan secara tegas dalam hukum positif,

diharapkan dapat digunakan sebagai asas pokok dalam perjanjian

kredit perbankan yang bermanfaat dalam memberikan perlindungan

hukum yang berkeadilan bagi para pihak yang mengikatkan diri dalam

suatu perjanjian kredit perbankan.

Selain itu, dalam praktik peradilan, juga didapati adanya

intervensi hakim dalam merubah suku bunga yang diperjanjikan.

Karena itu, penulisan tesis ini diharapkan dapat membuktikan ada atau

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 29: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

17

tidaknya kewenangan hakim dalam mengintervensi perjanjian kredit

perbankan. Hal ini demi membuat terang batasan kewenangan hakim

yang dapat bermanfaat bagi pencari keadilan dan praktisi hukum serta

kaum akademisi.

1.4.2. Manfaat Praktis.

Dari sisi praktis, penulisan tesis ini diharapkan dapat

menjadikan asas keseimbangan sebagai asas yang dapat diterapkan

pelaku usaha untuk memberikan kedudukan yang seimbang bagi para

pihak ketika mengadakan suatu perjanjian kredit, dengan memberi

ruang negosiasi kepentingan masing-masing seluas-luasnya dan

mengakomodir kepentingan yang seimbang dalam perjanjian kredit

perbankan.

Selain itu, hasil penulisan tesis ini juga diharapkan dapat

dijadikan bahan referensi oleh hakim dalam mengadili perkara yang

berkaitan dengan perjanjian kredit. Bagi pencari keadilan, penulisan

tesis ini diharapkan dapat dijadikan referensi untuk memperjuangkan

pemenuhan hak-haknya secara seimbang dalam perjanjian kredit.

1.5. METODE PENELITIAN

Soetandio Wignjosoebroto mengemukakan bahwa apabila orang

hendak mempelajari secara tuntas metode penelitian hukum, maka orang

tersebut harus memahami terlebih dahulu “penelitian”, “metode”, dan

“hukum”.33

Lebih lanjut disarikan bahwa penelitian sebagai suatu usaha

pencarian jawaban yang benar sedangkan metode adalah prosedur terkontrol

untuk menemukan pengetahuan.34

Dengan demikian, dapat disimpulkan

bahwa metode penelitian adalah prosedur terkontrol untuk menemukan

pengetahuan sebagai jawaban yang benar atas suatu pertanyaan ilmiah.

33

Sulistyowati Irianto dan Shidarta (editor), Metode Penelitian Hukum

Konstelasi dan Refleksi, Yayasan Pustaka Obor Indonesia, Jakarta, 2011, halaman 95. 34

Ibid, halaman 96-97.

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 30: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

18

Sebagai prosedur terkontrol maka metode penelitian memuat langkah-

langkah teratur dan terarah yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah

termasuk pada akhirnya jawaban yang ditemukan tidak saja benar tetapi dapat

dipertanggungjawabkan. Karena itu menurut Prof. Sunaryati Hartono,

metode penelitian sebagai cara atau jalan atau proses pemeriksaan atau

penyelidikan, menggunakan cara penalaran dan berpikir yang logis-analitis

(logika), berdasarkan dalil-dalil, rumus-rumus dan teori-teori suatu ilmu (atau

beberapa cabang ilmu) tertentu, untuk menguji kebenaran (atau mengadakan

verifikasi) suatu hipotesis atau teori tentang gejala-gejala atau peristiwa

alamiah, peristiwa sosial atau peristiwa hukum tertentu.35

Dengan demikian,

metode penelitian adalah roh dari suatu penelitian. Penggunaan metode yang

salah berimbas pada tidak sakihnya hasil penelitian.

Metode yang digunakan penulis dalam penulisan tesis ini adalah

metode penelitian normatif, yaitu dengan cara meneliti bahan pustaka atau

data sekunder yang berkaitan dengan Perjanjian maupun Asas Keseimbangan

sebagai proses untuk menentukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum

maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi

berupa argumentasi, teori atau konsep baru sebagai preskripsi dalam

menyelesaikan masalah yang dihadapi.36

1.5.1. Tipologi Penelitian.

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang sifatnya analisis

kualitatif dengan tujuan menggambarkan dan menganalisa secara

tepat, sifat individu, suatu gejala, keadaan atau kelompok tertentu.

Kaitannya dengan penulisan tesis ini, penulis menggambarkan suatu

peraturan hukum yang dikaitkan dengan teori-teori hukum yang

relevan dan putusan-putusan pengadilan kemudian menganalisanya

secara cermat tentang pengaruh pencantuman klausula “penetapan dan

35

Teguh Wicaksono Saputra, Tesis, Penerapan Asas Keseimbangan dan Asas

Kebebasan Berkontrak Dalam Putusan Pengadilan, Program PAsca Sarjana Magister

Hukum Universitas Indonesia, Juli 2011, halaman 20. 36

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group,

Jakarta, 2010, halaman 35,

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 31: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

19

perhitungan bunga bank dilakukan oleh bank” terhadap asas

keseimbangan dalam perjanjian kredit di bank X.

Untuk itu, penulis menggunakan pendekatan kasus (case

approach) dengan tujuan untuk mempelajari penerapan norma-norma

atau kaidah hukum yang dilakukan dalam praktik hukum, terutama

mengenai kasus-kasus yang telah diputus sebagaimana dalam perkara-

perkara yang menjadi fokus penelitian, dengan mempergunakan data

yang bersumber pada hukum positif, maupun bahan-bahan

kepustakaan seperti tesis, makalah-makalah, jurnal, majalah-majalah,

surat kabar dan literatur lainnya, yang berkaitan dengan perjanjian

kredit dan asas keseimbangan.

1.5.2. Sumber Data.

Data-data dalam penelitian ini merupakan data sekunder, yaitu

data yang diperoleh dari kepustakaan berupa :

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan yang terdapat dalam

peraturan-peraturan perundang-undangan maupun di dalam putusan

pengadilan.37

b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan untuk membantu

menganalisis dan memahami sumber hukum primer berupa buku-

buku, makalah-makalah, tesis, jurnal-jurnal hukum, kamus-kamus

hukum, komentar-komentar atas putusan pengadilan dan sumber-

sumber lain yang berhubungan dengan penelitian ini. Putusan

pengadilan sebagai bahan hukum sekunder yang diteliti adalah

putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, tidak

terpaku pada landmark decision tetapi juga putusan pengadilan

yang memiliki relevansi dengan penelitian ini.38

Kegunaan bahan hukum sekunder adalah memberikan kepada

penulis semacam petunjuk kearah mana penulis melangkah, dapat

pula sebagai pemberi inspirasi melakukan penelitian lanjutan, juga

37

Ibid, halaman 144-155. 38

Ibid, halaman 195.

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 32: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

20

dapat sebagai panduan berfikir dalam menyusun argumentasi yang

akan diajukan dalam persidangan atau memberikan pendapat

hukum.39

c. Bahan hukum tertier, yaitu bahan-bahan yang memberi penjelasan

terhadap sumber hukum primer dan sekunder, yang berupa artikel,

jurnal ilmiah, internet dan sumber-sumber lain yang berhubungan

dengan penulisan tesis ini.

1.5.3. Teknik Pengumpulan Data

Data-data untuk penulisan tesis ini dikumpulkan dengan teknik

pengumpulan data berupa studi dokumen, yaitu melakukan penelitian

terhadap dokumen-dokumen yang berhubungan dengan permasalahan

yang akan diteliti guna memperoleh landasan teoritis dan informasi

dalam bentuk ketentuan formal.

1.5.4. Metode Analisa Data.

Data yang diperoleh dianalisa dengan menggunakan metode

normatif kualitatif. Secara normatif karena penelitian dalam penulisan

tesis ini bertitik tolak dari peraturan-peraturan yang ada sebagai

hukum positif. Secara kualitatif karena merupakan analisis data yang

berasal dari hasil penelusuran bahan pustaka termasuk putusan-

putusan pengadilan.

1.6. KERANGKA TEORI DAN KONSEP

1.6.1. Kerangka Teori.

Sutan Remy Sjahdeini berpendapat bahwa yang dimaksudkan

dengan teori adalah serangkaian proposisi atau keterangan yang saling

berhubungan dan tersusun dalam sistem deduksi yang mengemukakan

penjelasan atas suatu gejala.40

Teori juga digunakan untuk menggali

39

Ibid, halaman 155. 40

Sutan Remy Sjahdeini, Op.Cit, halaman 8.

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 33: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

21

lebih mendalam aturan hukum dengan memasuki teori hukum demi

mengembangkan suatu kajian hukum tertentu41

, yang diperinci lagi

oleh Soerjono Soekanto dalam kegunaan teori sebagai berikut :42

1. Untuk mempertajam atau lebih mengkhususkan fakta yang hendak

diselidiki atau diuji kebenarannya.

2. Sebagai suatu ikthisar daripada hal-hal yang telah diketahui serta

diuji kebenarannya yang menyangkut objek yang diteliti.

3. Sebagai kemungkinan prediksi pada fakta mendatang, oleh karena

telah diketahui sebab-sebab terjadinya fakta tersebut dan mungkin

faktor-faktor tersebut akan timbul lagi pada masa-masa mendatang.

Penulisan tesis ini, akan terfokus pada urgenitas asas

keseimbangan dalam pembuatan/penyusunan perjanjian kredit di bank

dan pengakomodiran kepentingan para pihak secara seimbang dalam

perjanjian kredit bank. Perjanjian kredit yang mengakomodir

kepentingan pihak-pihak secara seimbang diharapkan akan

memberikan manfaat dan keadilan bagi para pihak yang bermuara

pada tercapainya tujuan hukum, yakni berubahnya kehidupan

masyarakat dari keadaan sebelumnya yang terkesan “pasrah” atas

klausula perjanjian kredit yang memberatkannya menjadi masyarakat

yang memperjuangkan kepentingan perdatanya dalam suatu perjanjian

kredit. Karena itu, teori Roscoe Pound bahwa hukum itu

keseimbangan kepentingan dimana apabila keseimbangan kepentingan

telah tercapai akan merubah kehidupan masyarakat dan terciptanya

kemajuan hukum, dianggap penulis tepat digunakan sebagai landasan

teori dalam penulisan tesis ini.

Roscoe Pound (1870-1964) dari aliran Neo-Positivisme

adalah tokoh teori hukum abad ke-20, mengemukakan teori tentang

hukum itu keseimbangan kepentingan.43

Bagi Pound, hukum tidak

boleh dibiarkan mengawang dalam konsep-konsep logis-analitis

41

Peter Mahmud Marzuki, Op.Cit, halaman 73. 42

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Cetakan ke-3, UI Press,

Jakarta, 2006, halaman 121. 43

Bernard L. Tanya, Yoan N. Simanjuntak dan Markus Y. Hage, Teori Hukum

Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang dan Generasi, Genta Publishing, Yogyakarta :

2010, halaman 154.

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 34: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

22

ataupun tenggelam dalam ungkapan-ungkapan teknis yuridis yang

terlampau eksklusif. Sebaliknya, hukum itu mesti didaratkan di dunia

nyata, yaitu dunia sosial yang penuh sesak dengan kebutuhan dan

kepentingan-kepentingan yang saling bersaing.44

Karena itu perlu

langkah progresif yaitu memfungsikan hukum untuk menata

ketimpangan-ketimpangan struktural dalam pola keseimbangan yang

proporsional sebagai langkah perubahan menciptakan dunia yang

beradab dalam masyarakat.45

Dari sinilah muncul teori Pound tentang

law is a tool of social engineering46

.

Fokus utama Pound dalam konsep social engineering adalah

keseimbangan kepentingan. Menurut Pound, antara hukum dan

masyarakat terdapat hubungan yang fungsional. Hukum tidaklah

menciptakan kepuasan tetapi hanya memberi legitimasi atas

kepentingan manusia untuk mencapai kepuasan tersebut dalam

keseimbangan.47

Tujuannya ialah untuk sebaik-baiknya mengimbangi

kebutuhan-kebutuhan sosial dan individual yang satu dengan yang

lain. Cita-cita keadilan yang hidup dalam hati rakyat dan yang ditujui

oleh pemerintah merupakan simbol dari harmonisasi yang tidak

memihak antara kepentingan-kepentingan individual yang satu

terhadap yang lain. Ideal keadilan ini didukung oleh paksaan. Paksaan

digunakan oleh negara demi kontrol sosial, yaitu untuk menjamin

keamanan sosial, dan dengan demikian memajukan kepentingan

umum sebaik-baiknya.48

44

Ibid. 45

Gurvitch Georges dalam Mertodipuro Sumantri dan Moh. Radjab

(Penerjemah), Sosiologi Hukum, Penerbit Bhratara, Jakarta, 1996, halaman 142,

mengemukakan bahwa pikiran Pound dibentuk oleh konfrontasi terus-menerus dari

masalah sosiologis (masalah pengawasan sosial dan kepentingan sosial), masalah flsafat

(pragmatisme serta teori eksperimental tentang nilai-nilai), masalah sejarah hukum

(berbagai kemantapan dan keluwesan dalam tipe sistem hukum) dan masalah sifat

pekerjaan pengadilan Amerika (unsur kebijaksanaan administratif dalam proses

pengadilan). 46

Bernard L.Tanya, Yoan N. Simanjuntak dan Markus Y. Hage, Op.Cit,

halaman 155. 47

Ibid, halaman 161. 48

Theo Huijbers, Filsafat Hukum dalam Lintasan Sejarah, Yayasan Kanisius,

Yogyakarta, 1982, halaman 180.

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 35: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

23

Lebih lanjut Pound mengemukakan bahwa dalam

perkembangannya telah terjadi perubahan sistem hukum yaitu

meliputi :49

(1) pembatasan penggunaan kekayaan; (2) pembatasan

kebebasan perjanjian; (3) pembatasan kekuasaan memiliki kekayaan;

(4) pembatasan kekuasaan pemiutang (creditor) atau pihak yang

dirugikan untuk menjamin kepuasannya; (5) perubahan gagasan

tentang pertanggungjawaban dalam arti adanya dasar yang lebih

objektif; (6) keputusan pengadilan mengenai kepentingan masyarakat,

dengan pembatasan peraturan umum untuk lebih mengutamakan

pedoman yang luwes dan kebijaksanaan; (7) pengadaan dana umum

untuk mengganti kerugian individu yang dirugikan oleh alat

kekuasaan negara; (8) perlindungan anggota rumah tangga yang

hidupnya masih bergantung.

Dalam tulisan-tulisannya, Roscoe Pound berusaha menjelaskan

social engineering dengan formulasi social interest yaitu perimbangan

kepentingan-kepentingan masyarakat akan menghasilkan perubahan

kehidupan masyarakat dan kemajuan hukum.

Pound dalam Lili Rasjidi (1985)50

mengklasifisir interest-

interest yang dilindungi oleh hukum dalam 3 kategori pokok :

1. Public interest (kepentingan umum);51

2. Social interest (kepentingan masyarakat);52

49

Gurvitch Georges dalam Mertodipuro Sumantri dan Moh. Radjab

(Penerjemah), Op.Cit, halaman 145. 50

Lili Rasjidi, Dasar-Dasar Filsafat Hukum, Alumni, Bandung, 1985, halaman

130. 51

Public interest yang terutama adalah : pertama : kepentingan dari negara

sebagai badan hukum dalam mempertahankan kepribadian dan substansinya, dan kedua,

kepentingan-kepentingan dari negara sebagai penjaga kepentingan-kepentingan

masyarakat. 52

Social interest menurut Pound dalam Bernard L.Tanya, Yoan N. Simanjuntak

dan Markus Y. Hage, Op.Cit, halaman 156-157, meliputi enam jenis kepentingan,

pertama¸kepentingan sosial dalam soal keamanan umum meliputi kepentingan dalam

melindungi ketenangan dan ketertiban, kesehatan dan keselamatan, keamanan atas

transaksi-transaksi dan pendapatan, kedua, kepentingan sosial dalam hal keamanan

institusi sosial meliputi : a) perlindungan hubungan-hubungan rumah tangga dan

lembaga-lembaga politik serta ekonomi yang sudah lama diakui dalam ketentuan-

ketentuan hukum yang menjamin lembaga perkawinan atau melindungi keluarga sebagai

lembaga sosial, b) keseimbangan antara kesucian perkawinan dan hak untuk bercerai, c)

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 36: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

24

3. Private interest (kepentingan pribadi);

Kepentingan-kepentingan yang diklasifikasikan Pound tersebut

sifatnya tidak absolut karena sangat bergantung pada sistem politik

dan sosial masyarakat. Titik kekuatan Pound terletak pada kerangka

pengelompokan yang dibangunnya serta peran sentral dari

pengelompokan itu, pertama, hukum perlu didayagunakan sebagai

sarana menuju tujuan sosial dan sebagai alat dalam perkembangan

sosial, kedua, pengelompokan semacam itu sangat membantu untuk

memperjelas kategori kepentingan yang ada dalam masyarakat secara

keseluruhan, berikut bagaimana menyeimbangkannya secara tepat

sesuai dengan aspirasi dan tuntutan yang berkembang kini dan di

sini.53

Tentang private interest, Pound membedakannya atas tiga

macam yaitu :54

1. Interest of personality, meliputi perlindungan terhadap integritas

(keutuhan) fisik, kemerdekaan kehendak, reputasi (nama baik)

terjaminnya rahasia-rahasia pribadi, kemerdekaan keyakinan

agama dan kemerdekaan pendapat. Oleh Pound hal-hal tersebut

mencakup cabang-cabang hukum seperti hukum pidana mengenai

serangan dan penganiayaan, hukum tentang fitnah, prinsip-prinsip

kontrak atau pembalasan kekuasaan polisi bercampur tangan

perbuatan-perbuatan yang tidak diinginkan antara suami dan isteri terhadap hak bersama

untuk menuntut ganti rugi karena perbuatan yang tidak patut, d) keseimbangan antara

perlindungan lembaga-lembaga keagamaan dan tuntutan akan kemerdekaan beragama, e)

menyangkut kepentingan keamananan lembaga-lembaga politik, maka perlu ada

keseimbangan antara jaminan kebebasan berbicara dan kepentingan keselamatan negara,

ketiga, kepentingan-kepentingan sosial menyangkut moral umum meliputi perlindungan

masyarakat terhadap merosotnya moral seperti korupsi, judi, fitnah, transaksi-transaksi

yang bertentangan dengan kesusilaan, serta ketentuan-ketentuan yang ketat mengenai

tingkah laku wali, keempat, kepentingan sosial menyangkut pengamanan sumber daya

sosial termasuk penyalahgunaan hak atas barang yang dapat merugikan orang, kelima,

kepentingan sosial menyangkut kemajuan sosial berkaitan dengan keterjaminan hak

manusia memanfaatkan alam untuk kebutuhannya, tuntutan agar rekayasa sosial

bertambah banyak dan lain sebagainya, keenam, kepentingan sosial menyangkut

kehidupan individual (pernyataan diri, kesempatan, kondisi kehidupan). 53

Ibid, halaman 157-158. 54

Lili Rasjidi, Loc.Cit, halaman 130.

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 37: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

25

dalam rapat-rapat, proses-proses, jaminan hak milik, dan

sebagainya;

2. Interest in domestic meliputi kepentingan dalam hubungan rumah

tangga terutama mengenai perlindungan hukum bagi perkawinan,

tuntutan bagi pemeliharaan keluarga dan hubungan hukum antara

orang tua dan anak-anak yang meliputi pula masalah-masalah

nafkah dari anak-anak dan kekuasaan pengawasan pengadilan-

pengadilan anak-anak terhadap hubungan hukum antara orang tua

dan anak-anak;

3. Interest of substance meliputi perlindungan terhadap harta,

kemerdekaan penggantian mewaris dalam penyusunan testament,

kemerdekaan industri dan kontrak dan pengharapan legal akan

keuntungan-keuntungan yang akan diperoleh. Juga dimasukkan

hak untuk berserikat yang masih dipolemikkan tergolong interest

of personality dari pada interest of substance.

Dalam konteks perjanjian kredit perbankan maka konsep

pendekatan interest Pound yang bertalian dengan obyek kajian adalah

private interest sebagai lingkup keperdataan yakni hubungan hukum

antara orang sebagai nasabah atau debitur dengan badan hukum bank

sebagai kreditur, khususnya interest of personality mengenai prinsip-

prinsip kontrak dan interest of substance mengenai kemerdekaan

berkontrak.

Pound mengemukakan bahwa pada awalnya kontrak berupa

pertukaran janji secara lisan diantara dua belah pihak. Dalam

pertukaran janji lisan tersebut, moral55

selalu dikedepankan dalam

bentuk selalu berfikir positif bahwa para pihak yang saling bertukar

55

Kaum Puritein mengemukakan doktrin bahwa manusia ialah “a free moral

agent”, dengan kemampuan untuk memilih apa yang akan ia perbuat dan suatu tanggung

jawab yang mengiringi kemampuan itu. Ia mengutamakan kesadaran batin individual dan

penilaian individual. Tak ada kekuasaan yang diperbolehkan memaksanya, tetapi tiap-tiap

orang patut menduga dan menanggung segala konsekuensi tentang pilihan yang bebas

dilakukannya. (Ibid, halaman 74).

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 38: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

26

janji tersebut memiliki itikad yang baik dalam bertukar janji.

Pertukaran janji lisan tersebut didasarkan pada “saling percaya”.56

Dalam pemikiran-pemikiran sarjana-sarjana Romawi, dikenal

dua macam janji, yaitu :57

1. Janji-janji formal,

a. Dengan ketentuan, mempergunakan perkataan penyucian

spandeo dan demikian menganggap bahwa dengan upacara

pencurahan air suci dewa-dewa akan memperhatikan janji itu.

b. Dengan upacara umum yang rupanya melambangkan satu

transaksi sejati di depan seluruh rakyat.

c. Dimasukkan ke dalam buku belanja rumah tangga.

2. Janji-janji formal saja yang tidak diakui oleh hukum dan

bergantung seluruhnya kepada itikad baik dari orang yang berbuat

janji.

Menurut teori equivalent sebagai rasionalisasi dari causa

debendi58

hukum Jerman Kuno, model janji lisan diistilahkan sebagai

janji abstrak59

yang tidak dikenakan equivalent, tidak mengikat secara

otomatis dan karena itu tidak mengikat secara hukum, kecuali hal

yang terlebih dulu telah diakui hukum.

Pound mengemukakan tiga alasan tidak mengikatnya secara

hukum model janji abstrak, sebagai berikut :

1. Alasan pertama, mempercayai janji abstrak adalah suatu

kecerobohan dan tidak dapat dimintakan jaminan kecuali apa

yang dijamin oleh hukum. Artinya bahwa jika sesuatu yang

diperjanjikan tersebut sebelumnya tidak diatur oleh hukum

56

Bandingkan pula dengan pendapat Charles Fried dalam tulisannya Contract

as Promise, dalam Craswell, Richard dan Alan Schwartz (editor) dalam Foundations of

Contract Law, Oxford University Press, New York, 1994. 57

Roscoe Pound dalam Mohamad Radjab (Penterjemah), Pengantar Filsafat

Hukum, Bhratara Karya Aksara, Jakarta, 1982, halaman 150. 58

Causa debendi merupakan alasan untuk mengutang pelaksanaan yang

dijanjikan. Bila sesuatu ditukar untuk satu janji, maka sesuatu itu adalah satu causa

debendi. Jadi, causa debendi adalah reason dari penundaan pelaksanaan kewajiban dalam

perjanjian. 59

Menurut Hegel, janji abstrak hanyalah satu kualifikasi subyektif dari kemauan

seseorang, yang mempunyai kebebasan untuk mengubahnya.

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 39: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

27

sebagai hal yang diperjanjikan maka tidak ada jaminan

perlindungan hukum atas perjanjian tersebut. Karena janji abstrak

di luar yang telah diatur hukum tidak dijamin oleh hukum maka

tidak ada kepentingan dalam janji abstrak tersebut dan karena itu

kita tidak dapat membuktikan kepentingan hukumnya.

2. Alasan kedua, suatu janji abstrak tanpa equivalent menunjukkan

bahwa janji tersebut dibuat secara tidak sungguh-sungguh dan

tanpa pemikiran yang matang, karena itu janji seperti itu tidak

dapat dipercayai. Hanya janji yang dibuat melalui pemikiran yang

matang dan dengan niat yang sungguh-sungguh saja yang dapat

diuji secara equivalent.

3. Alasan ketiga, apabila janji abstrak tidak ditepati maka akan

menerbitkan kerugian pada pihak lainnya dan tidak ada sarana

untuk menuntut ganti kerugian atas tidak dilaksanakannya janji

tersebut.

Menurut Pound, unsur yang paling menentukan dalam

pemikiran abad ke-17 mengenai kontrak adalah gagasan hukum alam;

gagasan tentang deduksi dari sifat manusia sebagai salah satu makhluk

bersusila, dan dari kaidah hukum dan lembaga hukum yang

menyatakan cita-cita sifat manusia ini60

dimana pada abad ke-19 telah

terjadi pergeseran paradigma, yaitu menekankan pada kebebasan

dalam membuat kontrak ketimbang memaksakan pelaksanaan kontrak

sebagai deduksi dari hukum kebebasan.61

Tiap orang agar dibebaskan

untuk memakai kekuasaan alamiah dengan merdeka dalam melakukan

penawaran dan pertukaran serta dalam mengadakan perjanjian

(kontrak), dengan ketentuan bahwa kebebasan tersebut tidak boleh

60

Roscoe Pound dalam Mohamad Radjab (Penerjemah), Op.Cit, halaman 154. 61

Menurut Theo Huijberg dalam Abdul Ghofur Anshori, Filsafat Hukum, Gadja

Mada University Press, Yogyakarta, 2006, halaman 117-118, inti sari kebebasan adalah

bahwa manusia dapat bertindak menurut inisiatif sendiri dan pilihan sendiri atas dasar

pandangannya yang universal. Tiap-tiap tindakan terdiri dari tiga unsure : 1) tindakan itu

sendiri, 2) asal tindakan, 3) tujuan tindakan. Makna kebebasan adalah bila manusia

mampu mengarahkan dirinya kea rah suatu tujuan yang bernilai baginya. Makna

kebebasan semacam inilah yang disebut sebagai kebebasan eksistensial, karena

kebebasan dipandang sebagai sarana untuk mencapai tujuan hidupnya, dan dengan

demikian mengembangkan eksistensinya sesuai dengan cita-cita inti pribadinya.

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 40: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

28

mengganggu kebebasan orang lain (kebebasan terbatas).62

Kebebasan

sebagai satu gagasan etis yang menjelmakan dirinya di dalam satu

kebebasan yang lebih besar dari pengemukaan diri (self-assertion) dan

penentuan sendiri (self-determination) melalui janji dan persetujuan,

dan memberikan satu efek yang lebih luas kepada kehendak yang

dikemukakan dan diperjanjikan tersebut.63

Aliran utilitarianism sebagai gagasan hukum alam dan laissez

faire sebagai paham ekonomi klasik memiliki pengaruh yang besar

dalam perkembangan hukum perjanjian abad ini, yaitu menempatkan

kebebasan berkontrak sebagai prinsip umum dalam pembuatan

perjanjian.

Kebebasan berkontrak adalah refleksi dari perkembangan

paham pasar bebas yang dipelopori oleh Adam Smith dimana teori

ekonomi klasik yang dikemukakannya telah didasarkan pada ajaran

hukum alam. Hal yang sama menjadi dasar pemikiran Jeremy

Bentham yang dikenal dengan utilitarianism. Itulah sebabnya

Utilitarianism dan teori klasik laissez faire dianggap saling

melengkapi dan sama-sama menghidupkan pemikiran liberal

individualistis.64

Demikian halnya, dalam konsep Laissez-Faire,

individu harus diberikan kebebasan untuk menetapkan langkahnya,

dengan sekuat akal dan tenaganya, untuk mencapai kesejahteraan yang

62

Menurut Theo Huijberg, Ibid, halaman 117, kebebasan manusia tidak tanpa

batas. Tiap-tiap pilihan adalah terbatas, baik karena faktor eksternal maupun internal.

Terbatasnya pilihan disebabkan halangan-halangan baik yang bersifat eksternal maupun

yang bersifat internal. Dalam filsafat tradisional, ada empat halangan yang dimaksud :

a. Halangan yang berasal dari batin, yaitu ketidakpengetahuan (ignorantia), ketakutan

(metus) dan nafsu (passio).

b. Halangan yang berasal dari luar batin, yaitu kekerasan (violentia) atau tekanan atau

paksaan. 63

Roscoe Pound dalam Muhammad Radjab (Penerjemah), Tugas Hukum,

Bhratara, Jakarta, 1965, halaman 23, mengemukakan bahwa ahli-ahli filsafat hukum dari

abad ke-19 yang beriktiar mendasarkan seluruh teorinya di atas gagasan kebebasan,

memandang persetujuan atau kontrak sebagai lembaga-lembaga hukum yang penting.

Lembaga-lembaga ini menyadari kebebasan itu sebagai ide. Dikatakan bahwa

penyelenggaraan kontrak, persetujuan, penyelesaian perkara dan akte penyerahan adalah

legislatif sifatnya. Pihak-pihak peserta perjanjian adalah membuat undang-undang untuk

mereka sendiri. 64

P.S. Atiyah dalam Sutan Remy Sjahdeini, Op.Cit, halaman 21.

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 41: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

29

seoptimal mungkin. Jika individu berhasil mencapai kesejahteraan,

masyarakat yang merupakan kumpulan individu tersebut akan

sejahtera pula. Dalam mencapai kesejahteraan ekonomi individu harus

mempunyai kebebasan dan raja serta pejabatnya tidak boleh campur

tangan.”65

Dalam kebebasan berkontrak terdapat kebebasan seluas-

luasnya yang oleh undang-undang diberikan kepada masyarakat untuk

mengadakan perjanjian tentang apa saja, asalkan tidak bertentangan

dengan peraturan perundang-undangan, kepatutan dan ketertiban

umum.66

Dengan demikian, kebebasan berkontrak bukanlah keadaan

sebebas-bebasnya membuat perjanjian tanpa memperhatikan undang-

undang, kepatutan dan kepentingan umum, melainkan kebebasan

berkontrak yang bertanggung jawab dan dibatasi oleh undang-undang,

kepatutan dan kepentingan umum. Karena itu, meskipun para pihak

memiliki kebebasan dalam berkontrak, namun perjanjian tersebut

hendaknya tidak memuat unsur yang bertentangan dengan undang-

undang, kepatutan dan kepentingan umum. Dalam hal ini Nili Cohen

dalam tulisannya Pre-Contractual Duties mengemukakan sebagai

berikut :

no legal system would legitimize use of violence, fraud or other

unlawful menas in negotiating process; … A contract concluded

by violence or fraud is not a product of the free will of the

contracting parties.67

Menurut hukum perjanjian Indonesia, asas kebebasan

berkontrak meliputi ruang lingkup sebagai berikut :68

1. Kebebasan untuk membuat atau tidak membuat perjanjian.

65

Kennnet Lux dalam Dewi Tenty Septi Artiany, Op.Cit, halaman 24. 66

Rahman Hasanudin, Aspek-Aspek Hukum Pemberian Kredit Perbankan di

Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1995, halaman 148. 67

Nili Cohen dalam Jack Beatson and Daniel Friedman (editor), Good Faith

and Fault in Contract Law, Clarendon Press Oxford, New York, 1995, halaman 25. 68

Sutan Remy Sjahdeini, Op.Cit, halaman 47.

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 42: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

30

2. Kebebasan untuk memilih pihak dengan siapa ia ingin membuat

perjanjian.

3. Kebebasan untuk menentukan atau memilih causa dari perjanjian

yang akan dibuatnya.

4. Kebebasan untuk menentukan obyek perjanjian.

5. Kebebasan untuk menentukan bentuk suatu perjanjian.

6. Kebebasan untuk menerima atau menyimpangi ketentuan undang-

undang yang bersifat opsional (aanvulled, optional).

Kebebasan berkontrak yang merupakan „roh‟ dan „napas‟

sebuah kontrak atau perjanjian, secara implisit memberikan panduan

bahwa dalam berkontrak pihak-pihak diasumsikan mempunyai

kedudukan yang seimbang. Selanjutnya masing-masing pihak akan

merasa saling membutuhkan dan perjanjian dapat dipandang sebagai

kerjasama mencapai tujuan bersama yang memberi kebahagiaan

bersama, ada saling menghormati dan memiliki tanggung jawab

bersama menjalankan ikhtisiar janji yang diikat bersama. Dengan

demikian, diharapkan akan muncul kontrak yang adil dan seimbang

pula bagi para pihak.69

Namun demikian, dalam praktik masih banyak ditemukan

model kontrak standar (kontrak baku) yang dianggap cenderung berat

sebelah dan tidak seimbang. Agus Yudha Hernoko mengibaratkan

kontrak yang demikian sebagai pertarungan antara David vs Goliath,

dimana berhadapan dua kekuatan yang tidak seimbang, antara pihak

yang mempunyai bargaining position kuat yang diposisikan sebagai

Goliath dengan pihak yang lemah bargaining position-nya yang

diposisikan sebagai David. Dengan demikian pihak yang lemah

bargaining position hanya sekedar menerima segala isi kontrak

dengan terpaksa (taken for granted), sebab apabila ia mencoba

menawar dengan alternatif lain kemungkinan besar akan menerima

konsekuensi kehilangan apa yang dibutuhkan. Jadi hanya ada dua

alternatif pilihan bagi pihak yang lemah bargaining position-nya

untuk menerima atau menolak (take it or leave it).70

69

Agus Yudha Hernoko, Op.Cit, halaman 2. 70

Ibid.

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 43: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

31

Mengenai keadaan tersebut, Sutan Remy Sjahdeini

mengemukakan pendapatnya bahwa bila dalam perjanjian dimana

tidak adanya keseimbangan kedudukan para pihak maka yang saling

berhadapan adalah dua lawan janji dan bukan dua mitra janji.71

Kebebasan berkontrak hanya dapat mencapai keadilan jika para pihak

memiliki bargaining power yang seimbang. 72

Dalam literatur lain,

Tan Kamello berpendapat bahwa “…tekanan dari salah satu pihak

melalui posisi inequality of bargaining power dapat mengakibatkan

prestasi perjanjian tidak seimbang, dan hal ini melanggar asas iustum

pretium”.73

Menyikapi ketidakseimbangan dalam perjanjian baku tentunya

diperlukan sikap dan pemahaman yang objektif serta komprehensif

dalam menilai isi kontrak. Akan lebih fair dan obyektif apabila

menilai keberadaan suatu kontrak terutama dengan mencermati

substansinya.74

1.6.2. Kerangka Konsep.

Konsepsi adalah pengembangan image untuk menerjemahkan

suatu ide atau gagasan, yang biasanya berbentuk kata sebagai usaha

menerjemahkan sesuatu yang abstrak menjadi sesuatu yang konkrit

yang disebut operational definition.

Dalam penulisan tesis ini, terdapat beberapa istilah yang sering

terdapat dalam bidang hukum perjanjian yaitu asas keseimbangan dan

posisi tawar (bargaining position) yang lebih kuat. Sebagai upaya

menghindari kesimpangsiuran pengertian mengenai istilah-istilah

tersebut, maka perlu penulis memberikan batasan arti dari kedua

istilah di atas sebagai berikut :

71

Sutan Remy Sjahdeini, Op.Cit, halaman 2. 72

Ibid, halaman 204. 73

Tan Kamello, Karakter Hukum Perdata dalam Fungsi Perbankan Melalui

Hubungan Antara Bank dengan Nasabah, Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap

dalam Bidang Ilmu Hukum Perdata pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara,

Tahun 2006, halaman 11. 74

Agus Yudha Hernoko, Op.Cit, halaman 5.

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 44: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

32

1. Asas keseimbangan adalah keadaan hening atau keselarasan karena

dari pelbagai gaya yang bekerja tidak satupun mendominasi yang

lainnya atau karena tidak satu elemen menguasai yang lainnya.75

2. Posisi tawar (bargaining position) yang lebih kuat adalah posisi

salah satu pihak yang karena hal-hal tertentu dapat memaksakan

kehendaknya agar pihak yang lain menerima klausula-klausula

yang diinginkan sehingga perjanjian itu menguntungkan dirinya

sendiri dan sebaliknya merugikan pihak yang lain.76

1.7. SISTEMATIKA PENULISAN

Dalam penulisan tesis ini, pembahasan hanya terbatas pada hal-hal

yang tercantum pada bab-bab yang dikemukakan yaitu :

BAB 1 PENDAHULUAN

Pada bab pertama ini akan dijabarkan mengenai latar belakang

masalah dilakukannya penelitian, pokok permasalahan dari

penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori dan

konsep, metode penelitian dan sistematika penulisan.

BAB 2 KONSEP PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM DAN

PERJANJIAN KREDIT DALAM REGULASI.

Pada bab kedua ini akan dijelaskan mengenai tinjauan umum /

konsepsi perjanjian pinjam meminjam sebagai dasar dari perjanjian

kredit dan tinjauan umum mengenai perjanjian kredit khususnya

perjanjian kredit perbankan sebagai perkembangan dari perjanjian

pinjam meminjam, dengan mendasarkannya pada KUH Perdata,

regulasi pendukung lainnya, doktrin atau pendapat ahli, serta

yurisprudensi.

75

Herlien Budiono, Op.Cit, halaman 304. 76

Sutan Remy Sjahdeini,Op.Cit, halaman 12.

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 45: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

33

BAB 3 KEDUDUKAN ASAS KESEIMBANGAN DALAM

PERJANJIAN KREDIT BANK.

Pada bab ketiga ini akan dijelaskan mengenai tinjauan umum asas

keseimbangan dan tinjauan umum perjanjian kredit bank di

Indonesia yaitu dengan mendasarkannya pada KUH Perdata,

regulasi pendukung lainnya, doktrin atau pendapat ahli, serta

yurisprudensi.

BAB 4 ASAS KESEIMBANGAN PERJANJIAN KREDIT BANK

DALAM PUTUSAN HAKIM.

Pada bab keempat, penulis akan menganalisis pengaruh

pencantuman klausula “Penetapan dan perhitungan bunga bank

dilakukan oleh bank” terhadap asas keseimbangan dalam perjanjian

kredit di bank X. Selanjutnya juga akan dianalisis mengenai ada

atau tidaknya kewenangan hakim dalam mengintervensi perjanjian

kredit bank.

BAB 5 PENUTUP

Bab kelima merupakan penutup yang akan berisikan kesimpulan

penulis atas penelitian ini dan saran yang penulis berikan terkait

dengan penulisan tesis ini.

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 46: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

34

BAB 2

KONSEP PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM DAN

PERJANJIAN KREDIT DALAM REGULASI

Perjanjian pinjam meminjam dipandang sebagai padanan yang tepat bagi

perjanjian kredit dikarenakan lembaga perjanjian kredit itu sendiri secara khusus

tidak dikenal dalam KUHPerdata. Bahkan beberapa pakar hukum berpendapat

bahwa perjanjian kredit bank itu pada hakikatnya merupakan perjanjian pinjam

meminjam sebagaimana yang diatur dalam ketentuan Pasal 1754 KUHPerdata.77

Meskipun demikian, Sutan Remy Sjahdeini mengungkapkan bahwa

sesungguhnya perjanjian pinjam meminjam dan perjanjian kredit memiliki

perbedaan yang dapat diuraikan sebagai berikut :78

1. Sifatnya yang konsensual dari suatu perjanjian kredit bank itulah yang

merupakan ciri pertama yang membedakan dari perjanjian peminjaman uang

yang bersifat riil.

2. Kredit yang diberikan oleh bank kepada nasabah debitur tidak dapat

digunakan secara leluasa untuk keperluan atau tujuan yang tertentu oleh

nasabah debitur, seperti yang dilakukan oleh peminjam uang (debitur) pada

perjanjian peminjaman uang biasa.

3. Perjanjian kredit bank yang membedakannya dari perjanjian peminjaman

uang ialah mengenai syarat cara penggunaannya, dimana kredit bank hanya

dapat digunakan menurut cara tertentu, yaitu dengan menggunakan cek atau

perintah pemindahbukuan, sedangkan pada perjanjian peminjaman uang

biasa, uang yang dipinjamkan diserahkan seluruhnya oleh kreditur dalam

kekuasaan debitur dengan tidak diisyaratkan bagaimana caranya debitur akan

menggunakan uang pinjaman itu.

Berdasarkan uraian diatas, maka adalah tepat terlebih dahulu penulis

menguraikan tentang perjanjian pinjam meminjam sebagai pemahaman dasar

sebelum menguraikan materi perjanjian kredit.

77

Djoni S. Gazali dan Rachmadi Usman, Op.Cit, halaman 313. 78

Ibid, halaman 316-317.

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 47: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

35

2.1. PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM

Perjanjian merupakan salah satu sumber perikatan79

. Selain perjanjian,

sumber perikatan lainnya adalah undang-undang dan perjanjian-perjanjian

tertentu. Sebagai sumber perikatan maka segala ketentuan tentang perjanjian

menjadi syarat perikatan karena perjanjian. Dengan kata lain, seluruh syarat

perikatan karena perjanjian juga menjadi ketentuan yang berlaku atas semua

perjanjian yang dibuat oleh para pihak, termasuk jenis perjanjian yang tidak

diatur dalam BW (Burgelijk Wetbook). Dengan demikian, perjanjian apapun

yang dibuat acuannya adalah ketentuan umum tentang perikatan sebagaimana

diatur dalam Pasal 1233 sampai Pasal 1456 BW.80

Pasal 1313 KUH Perdata mengatur bahwa suatu perjanjian adalah

suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya

terhadap satu orang lain atau lebih.81

Menurut Subekti, suatu perjanjian

adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji untuk melaksanakan sesuatu

hal.82

Selanjutnya Herlien Budiono merumuskan perjanjian sebagai

perjumpaan kehendak dari pihak-pihak,83

dan Wirjono Prodjodikoro

79

Menurut Gr. Van der Burght, perikatan adalah suatu hubungan hukum harta

kekayaan antara dua orang atau lebih, yang menurut ketentuan seseorang atau lebih

berhak atas sesuatu, sedangkan yang seorang lagi atau lebih berkewajiban untuk itu. (Gr.

Van der Burght disadur oleh Freddy Tengker dan Wila Chandrawila Supriadi (editor),

Buku Tentang Perikatan Dalam Teori dan Yurisprudensi, Cv. Mandar Maju, Bandung,

2012, halaman 1). 80

Ahmadi Miru dan Sakka Pati, Hukum Perikatan Penjelasan Makna Pasal

1233 sampai 1456 BW, PT. Rajagrafondo Persada, Jakarta, 2008, halaman1. 81

Para sarjana hukum perdata pada umumnya berpendapat bahwa definisi

perjanjian yang terdapat di dalam ketentuan di atas adalah tidak lengkap dan pula terlalu

luas. Tidak lengkap karena yang dirumuskan hanya mengenai perjanjian sepihak saja dan

terlalu luas karena dapat mencakup hal-hal mengenai janji kawin, yaitu perbuatan di

dalam lapangan hukum keluarga yang menimbulkan perjanjian juga, namun sifatnya

istimewa karena dikuasai oleh ketentuan-ketentuan tersendiri sehingga Buku III KUH

Perdata secara langsung tidak berlaku terhadapnya. Selain itu, mencakup pula perbuatan

melawan hukum dimana di dalam perbuatan melawan hukum tidak ada unsur persetujuan

(Mariam Darus Badrulzaman, KUH Perdata Buku III Hukum Perikatan Dengan

Penjelasan, Alumni, Bandung, 1993, halaman 89). 82

Perjanjian juga dinamakan persetujuan, karena dua pihak itu setuju untuk

melakukan sesuatu. Sedangkan kontrak memiliki arti yang lebih sempit karena diitujukan

kepada perjanjian atau persetujuan yang tertulis (Lihat Subekti, Hukum Perjanjian,

Intermasa, Jakarta, 2010, halaman 1). 83

Herlien Budiono dalam Elly Erawati dan Herlien Budiono, Penjelasan

Hukum Tentang Kebatalan Perjanjian, PT. Gramedia, Jakarta, 2010 halaman 61.

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 48: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

36

merumuskan bahwa perjanjian adalah peristiwa hukum yang menimbulkan

perikatan dimana dua subyek hukum melakukan hubungan hukum yang

bersifat mengikat. Suatu hubungan hukum antara dua pihak dimana satu

pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan suatu hal atau untuk

tidak melakukan suatu hal, sedangkan pihak lain berhak menuntut

pelaksanaan janji itu.84

Berdasarkan uraian di atas, dapatlah disimpulkan bahwa perjanjian

adalah kesepakatan antara dua pihak atau lebih tentang suatu hal tertentu.

Kesepakatan yang dibuat haruslah kesepakatan atas kehendak bersama

sebagai mufakat atas perjumpaan kehendak masing-masing pihak mengenai

suatu hal yang halal atau tidak dilarang oleh hukum (rechtmatigedaad).

Para pihak yang membuat perjanjian pada dasarnya memiliki

kepentingan masing-masing dimana tujuan dari kepentingannya tersebut tidak

dapat dicapai secara sendiri-sendiri karena bertalian dengan kepentingan

pihak lain. Karena itu pada prinsipnya suatu perjanjian dibuat atas dasar

kepentingan masing-masing pihak yang saling bergantung. Dalam hal ini,

P.S. Atiyah mengemukakan bahwa “some indication of the fact the people

who make promises very often-perhaps usually-do so because they want to

get something from the promise which they can only get by doing so.”85

Dengan demikian maka perjanjian itu merupakan alat bagi para pihak dalam

memenuhi kepentingannya.

Berdasarkan pemahaman sederhana mengenai perjanjian di atas,

secara mendasar perjanjian terbentuk karena terdapatnya subyek pembuat

perjanjian dan obyek sebagai hal yang diperjanjikan. Mengenai subyek

perjanjian, KUHPerdata membedakan atas tiga golongan, yaitu :86

a. Para pihak yang mengadakan perjanjian itu sendiri.

b. Para ahli waris mereka dan mereka yang mendapat hak dari padanya.

c. Pihak ketiga.

84

Wiryono Prodjodikoro, Azaz-azaz Hukum Perjanjian, Penerbit : Mandar

Maju, Bandung, 2000, halaman 4. 85

P.S.Atiyah, Promisses, Morals, And Law, Clarendon Press Oxford, New

York, 1981, page 143. 86

Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, Op.Cit, halaman 22.

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 49: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

37

Sedangkan mengenai obyek perjanjian, dengan merujuk pada ketentuan Pasal

1234 KUH Perdata, obyek perjanjian dapat berbentuk perikatan untuk

memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu.

“Sesuatu” yang dimaksudkan Pasal 1234 KUH Perdata diperjelas dalam

rumusan Pasal 1332 KUH Perdata yaitu hanya barang-barang yang dapat

diperdagangkan saja termasuk barang-barang yang baru akan ada dikemudian

hari (sesuai Pasal 1334 KUH Perdata). Selain itu “sesuatu” juga dapat

diartikan sebagai :87

a. Barang yang cara pelaksanaan kewajibannya dilakukan dengan cara

menyerahkan.

b. Jasa (tenaga atau keahlian) yang cara pelaksanaan kewajibannya dilakukan

dengan cara berbuat sesuatu.

c. Tidak berbuat sesuatu yang cara pelaksanaan kewajibannya dengan cara

tidak berbuat sesuatu.

Perjanjian untuk memberikan sesuatu adalah perjanjian yang bersifat

konsensual88

yang obyeknya adalah barang. Barang yang akan diserahkan

tersebut haruslah sesuatu yang telah ditentukan secara pasti jenisnya dan

sebaiknya dapat ditentukan jumlahnya. Mengenai jenis dan volume barang

telah diatur dalam Pasal 1333 KUH Perdata yang rumusan lengkapnya

sebagai berikut :

Suatu perjanjian harus mempunyai sebagai pokok perjanjian berupa

suatu kebendaan yang paling sedikit ditentukan jenisnya.

Tidaklah menjadi halangan bahwa jumlah kebendaan tidak tentu, asal

saja jumlah itu kemudian dapat ditentukan atau dihitung.

Perjanjian pinjam meminjam adalah bentuk perjanjian “memberikan

sesuatu” yang pemenuhannya akan dilakukan dikemudian waktu. Perjanjian

87

Ahmadi Miru dan Sakka Pati, Op.Cit, halaman 5. 88

Asas konsesualitas menyatakan bahwa suatu perjanjian dianggap telah lahir

dan mengikat para pihak terhitung semenjak tercapainya secara sah kesepakatan para

pihak mengenai hal-hal pokok yang diperjanjikan. Syarat sahnya perjanjian yang

dimaksud adalah sebagaimana disyaratkan oleh Pasal 1320 KUH Perdata (Sunu Widi

Purwoko, Catatan Hukum Seputar Perjanjian Kredit dan Jaminan, Nine Seasons

Communication, Jakarta, 2011, halaman 9).

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 50: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

38

untuk memberikan sesuatu mengandung unsur perjanjian untuk menyerahkan

(leveren) sebagai kewajiban pokok dan merawat benda (prestasi) sampai pada

saat penyerahan dilakukan sebagai kewajiban preparatoir yaitu hal-hal yang

harus dilakukan oleh debitur menjelang penyerahan benda yang diperjanjikan

sebagai seorang bapak rumah tangga yang baik (al seen goed huis vader).89

Dalam hal ini, pihak yang dibebankan kewajiban menyerahkan barang harus

merawat barang tersebut selama belum diserahterimakan selayaknya barang

tersebut tidak akan diserahterimakan kepada pihak lain90

seperti terhadap

barang milik sendiri (culpa levis lata concreto).91

Dalam keadaan pihak

berutang janji tidak mampu menyerahkan barangnya atau telah tidak merawat

sepatutnya sesuai perjanjian maka pihak berutang janji wajib memberikan

ganti biaya, rugi dan bunga kepada pihak berpiutang janji.92

Perjanjian pinjam meminjam dapat dideskripsikan sebagai terdapatnya

sesuatu pinjaman yang diserahkan oleh pihak kreditur kepada pihak debitur

dan terdapatnya tagihan dari pihak kreditur terhadap pihak debitur atau beban

kewajiban pihak debitur untuk mengembalikan pinjaman tersebut disertai

dengan pemenuhan kewajiban para pihak sesuai dengan isi perjanjian.

Pasal 1754 KUH Perdata sebagai dasar yuridis perjanjian pinjam

meminjam, memberikan definisi perjanjian pinjam meminjam sebagai

perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain

suatu jumlah tertentu barang-barang yang menghabis karena pemakaian,

dengan syarat bahwa pihak yang belakangan ini akan mengembalikan

sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula. Ketentuan

Pasal 1754 KUH Perdata tersebut mempertegas bahwa dalam perjanjian

pinjam meminjam yang berlaku sebagai obyek hanyalah barang bernilai

ekonomis sebagaimana dimaksud Pasal 1332 KUH Perdata.

R. Subekti berpendapat bahwa perjanjian pinjam meminjam berbeda

dengan perjanjian pinjam pakai yaitu pada kriterium apakah barang yang

89

Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, Op.Cit, halaman 8. 90

Ahmadi Miru dan Sakka Pati, Loc.Cit, halaman 5. 91

Istilah “al seen goed huisvader” (seperti seorang kepala rumah tangga yang

baik) tersebut tidak dijelaskan dalam undang-undang (Wiryono Prodjodikoro, Op.Cit,

halaman 42).. 92

Lihat Pasal 1236 KUH Perdata.

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 51: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

39

dipinjamkan itu menghabis karena pemakaian atau tidak. Kalau barang yang

dipinjamkan itu menghabis karena pemakaian, itu adalah pinjam meminjam.93

Disebabkan barang dalam pinjam meminjam sifatnya habis karena

pemakaian, maka Pasal 1755 KUH Perdata memberi hak kepada penerima

pinjaman bertindak selaku pemilik barang yang dipinjam. Konsekuensinya,

apabila barang tersebut musnah atau hilang atau lepas dari penguasaannya

maka menjadi tanggungan penerima pinjaman. Ketentuan Pasal 1755 KUH

Perdata tersebut memberikan kewajiban bagi penerima pinjaman untuk

merawat barang pinjaman sebagaimana miliknya sendiri dengan kewajiban

untuk mengganti barang tersebut apabila musnah.

Dewasa ini perjanjian pinjam meminjam dilakukan secara tertulis

yang dimaksudkan sebagai bukti tertulis telah terjadinya perjanjian pinjam

meminjam diantara para pihak. Perjanjian pinjam meminjam secara tertulis

memuat kesepakatan para pihak termasuk syarat-syarat tertentu yang

disepakati.

Syarat-syarat yang tercantum dalam perjanjian pinjaman meminjam

merupakan syarat-syarat khusus yang dirumuskan dalam perjanjian sesuai

kebutuhan dan berdampak pada dapat dibatalkannya atau diubahnya atau

dibuat perjanjian baru apabila terdapat pihak ingkar janji. Syarat-syarat

khusus tersebut barulah dapat berkekuatan hukum mengikat apabila

perjanjian tersebut sah sesuai ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata, yaitu jika

syarat kata sepakat94

dan syarat kecakapan sebagai syarat subyektif, serta

syarat hal tertentu dan syarat suatu sebab yang halal sebagai syarat obyektif

telah dipenuhi.

Perjanjian pinjam meminjam lahir melalui proses penawaran-

penawaran atau ijab kabul atau negosiasi untuk mempertemukan persesuaian

93

R. Subekti, Aneka Perjanjian, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1995,

halaman 125. 94

Dengan diperlakukannya kata sepakat mengenai perjanjian, maka berarti

kedua belah pihak haruslah mempunyai kebebasan kehendak dan tidak mendapat suatu

tekanan yang mengakibatkan adanya cacat kehendak bagi perwujudan kehendak tersebut.

“Sepakat” dilukiskan sebagai pernyataan kehendak yang disetujui (overeenstemende

wilsverklaring) antara para pihak. Pernyataan pihak yang menawarkan dinamakan

tawaran (offerte) sedangkan pernyataan pihak yang menerima tawaran dinamakan

akseptasi (acceptatie). (Mariam Darus Badrulzaman, KUH Perdata Buku III Hukum

Perikatan Dengan Penjelasan, Op.Cit, halaman 98).

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 52: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

40

penawaran dan penerimaan diantara para pihak yang akan melakukan

perjanjian. Dalam hal ini, kecocokan penawaran dengan penerimaan sebagai

tujuan persetujuan haruslah dinyatakan dengan cukup terang. 95

Untuk menjadikan suatu persetujuan “terang” maka para pihak

haruslah menyatakan secara terus terang dan jujur kehendak masing-masing

dalam mencari persesuaiannya. Pernyataan kehendak para pihak secara terang

dan jujur akan efektif apabila perjanjian dibuat dalam keadaan bebas.

Tentang kebebasan berkontrak, Randy E. Barnett berpendapat bahwa

kebebasan berkontrak memiliki dua dimensi yang berbeda, pertama, freedom

from contract yaitu seseorang tidak memiliki kewajiban kontraktual jika

kewajiban tersebut tidak didasarkan pada kesepakatan diantara mereka, dan

kedua, freedom to contract yaitu seseorang akan memiliki kewenangan yang

didasarkan pada kesepakatan dalam hubungan hukum mereka.96

Kebebasan berkontrak bukanlah kekebasan tanpa batas sebab terdapat

sejumlah pembatasan terhadap kebebasan berkontrak dalam sistem hukum

yang diatur melalui peraturan perundang-undangan maupun putusan

hakim/pengadilan. Dalam kaitannya dengan perjanjian pinjam meminjam

maka tidak dibenarkan dilakukannya perjanjian pinjam meminjam atas dasar

keterpaksaan maupun tanpa itikad baik.

Keadaan pembuatan perjanjian pinjam meminjam dalam keadaan

terpaksa dan tanpa itikad baik dapat menimbulkan kekhilafan97

, paksaan98

maupun penipuan99

. Kekhilafan, paksaan maupun penipuan dalam perjanjian

95

Wirjono Prodjodikoro, Op.Cit, halaman 28. 96

Ridwan Khairandy, Itikad Baik Dalam Kebebasan Berkontrak, Pascasarjana

FH-UI, Jakarta, 2003, halaman 99. 97

Pasal 1322 KUH Perdata mengatur : Kekhilafan tidak mengakibatkan

batalnya suatu perjanjian, kecuali jika kekhilafan itu terjadi mengenai hakikat barang

yang menjadi pokok perjanjian. Kekhilafan tidak menjadi sebab kebatalan, jika

kekhilafan itu hanya terjadi mengenai dirinya orang dengan siapa seseorang bermaksud

untuk membuat perjanjian, kecuali jika perjanjian itu dibuat terutama karena mengingat

dirinya orang tersebut.” 98

Pasal 1324 KUH Perdata mengatur apabila dalam pembuatan perjanjian

terjadi perbuatan sedemikian rupa yang membuat takut pihak lainnya yang berpikiran

sehat yaitu bahwa dirinya atau kekayaannya terancam dengan sesuatu kerugian yang

terang dan nyata. 99

Pasal 1328 KUH Perdata mengatur : Penipuan merupakan suatu alasan untuk

membatalkan suatu perjanjian, apabila tipu muslihat yang dipakai oleh salah satu pihak

adalah sedemikian rupa, sehingga terang dan nyata bahwa pihak yang lain tidak telah

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 53: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

41

pinjam meminjam dapat mengakibatkan perjanjian tersebut batal demi hukum

yang memberi konsekuensi perjanjian pinjam meminjam tersebut dianggap

tidak pernah ada.

Kekhilafan dalam suatu perjanjian pinjam meminjam, dapat terjadi

mengenai orangnya dan mengenai hakekat bendanya. Kekhilafan mengenai

hakekat benda maksudnya ialah bahwa kekhilafan itu adalah mengenai sifat

benda, yang merupakan alasan yang sesungguhnya bagi kedua belah pihak

untuk mengadakan perjanjian,100

mengenai jenis dan kadar pinjaman dan

besarnya utang (jika pinjaman berupa uang) serta keliru pihak dengan siapa

perjanjian diadakan.

Selanjutnya mengenai paksaan, paksaan dalam perjanjian pinjam

meminjam acap kali dilakukan dengan cara memaksakan pihak debitur

menyetujui persyaratan-persyaratan tertentu yaitu dengan tidak memberikan

pilihan lain bagi pihak debitur selain menerima dan menyetujui persyaratan

yang ditentukan pihak kreditur. Paksaan tersebut terutama dilakukan dengan

cara mencantumkan syarat pembebanan bunga yang memberatkan pihak

debitur, antara lain pencantuman syarat mengenai waktu pengembalian

pinjaman, penentuan bunga dan persyaratan sanksi yang tidak melindungi

kepentingan pihak debitur sebagai bentuk memanfaatkan kelemahan psikis

dan ekonomis dari pihak penerima pinjaman.101

Sedangkan penipuan dalam perjanjian pinjam meminjam dapat terjadi

apabila satu pihak dengan sengaja memberikan keterangan-keterangan yang

membuat perikatan itu jika tidak dilakukan tipu muslihat tersebut. Penipuan tidak

dipersangkakan, melainkan harus dibuktikan.” 100

Mariam Darus Badrulzaman, KUH Perdata Buku III Hukum Perikatan

dengan Penjelasan, Op.Cit, halaman 100. 101

Van Dunne mengemukakan persyaratan suatu perbuatan dapat dikategorikan

sebagai penyalahgunaan keadaan dalam hal keunggulan ekonomis, yaitu : a) salah satu

pihak harus mempunyai keunggulan ekonomi terhadap yang lainnya; b) pihak lain

terpaksa mengadakan perjanjian dan persyaratan suatu perbuatan dapat dikategorikan

sebagai penyalahgunaan keadaan dalam hal keunggulan kejiwaan, yaitu : a) salah satu

pihak menyalahgunakan kebergantungan relatif, misalnya : antara suami-isteri, dokter-

pasien, pendeta-jemaat; b) salah satu pihak menyalahgunakan keadaan jiwa yang

istimewa dari pihak lawan, misalnya: adanya gangguan kejiwaan, tidak berpengalaman,

gegabah, kurang pengetahuan, kondisi badan yang tidak baik. (Lihat Henry Pandapotan

Panggabean, Peranan Mahkamah Agung Melalui Putusan-Putusan Hukum Perikatan,

Alumni, Bandung, 2008, halaman 292-293).

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 54: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

42

palsu atau tidak benar disertai dengan tipu muslihat untuk membujuk pihak

lawannya memberikan perizinannya.102

Pokok penipuan harus berkaitan

dengan hakikat perjanjian atau sesuatu yang bersifat esensial dalam perjanjian

tersebut.103

Kebebasan berkontrak saja tidak cukup menjamin suatu perjanjian

pinjam meminjam akan terlaksana sebagaimana tujuan perjanjian itu sendiri.

Dalam hal ini diperlukan itikad baik104

masing-masing pihak yaitu itikad baik

pada saat penyusunan perjanjian pinjam meminjam dan itikad baik dalam

melaksanakan perjanjian pinjam meminjam. Itikad baik dalam menyusun

perjanjian pinjam meminjam akan menghasilkan kesepakatan yang terang dan

jujur, dengan demikian menghindari suatu perjanjian pinjam meminjam yang

cacat kehendak.

Dengan itikad baik setidaknya lebih memberikan penguatan bahwa

suatu perjanjian pinjam meminjam telah dilakukan secara sah, dapat

dilaksanakan dan terdapat garansi pemenuhan prestasi. Dalam hal ini James

Gordley dalam Ridwan Khairandy mengemukakan bahwa idealnya dalam

lembaga perjanjian para pihak harus berperilaku sebagai berikut :105

1. Para pihak harus memegang teguh janji atau perkataannya.

2. Para pihak tidak boleh mengambil keuntungan dengan tindakan yang

menyesatkan terhadap salah satu pihak.

3. Para pihak mematuhi kewajibannya dan berperilaku sebagai orang

terhormat dan jujur, walaupun kewajiban tersebut tidak secara tegas

diperjanjikan.

Pentingnya itikad baik karena esensinya suatu perjanjian pinjam

meminjam didasarkan pada kepercayaan pihak pemberi pinjaman kepada

pihak penerima pinjaman. Mariam Darus Badrulzaman berpendapat bahwa

102

Subekti, Hukum Perjanjian, Op.Cit, halaman 24. 103

Widjaja Gunawan dan Kartini Muljadi, Perikatan Yang Lahir Dari

Perjanjian, Penerbit PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006, halaman 126. 104

Doktrin itikad baik mulai berkembang seiring dengan mulai diakuinya

kontrak konsensual informal yang pada mulanya hanya meliputi kontrak jual beli, sewa

menyewa, persekutuan perdata, dan mandate. Doktrin itikad baik berakar pada etika

sosial Romawi mengenai kewajiban yang komprehensif akan ketaatan dan keimanan

yang berlaku bagi warga negara maupun bukan (Ridwan Khairandy, Op.Cit, halaman

132). 105

Ibid.

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 55: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

43

pada prinsipnya suatu perjanjian peminjaman uang didasarkan pada

kepercayaan akan kemampuan ekonomi penerima kredit (pinjaman).106

Itikad baik memiliki relevansi dengan sebab yang halal sebagai syarat

sahnya perjanjian.107

Mengenai sebab yang halal, ketentuan Pasal 1335 KUH

Perdata mengatur bahwa suatu perjanjian tanpa sebab, atau yang telah dibuat

karena suatu sebab yang palsu atau yang terlarang, tidaklah mempunyai

kekuatan. Lebih lanjut, penjelasan atas Pasal 1335 KUH Perdata menjelaskan

bahwa yang disebut dengan sebab yang halal adalah :

1) Bukan tanpa sebab;

2) Bukan sebab yang palsu;

3) Bukan sebab yang terlarang.

Ketentuan Pasal 1336 KUH Perdata telah memberikan perluasan

makna “sebab yang halal” yaitu tidak terbatas pada apa yang dimaksudkan

dalam Pasal 1335 KUH Perdata tetapi juga meliputi sebab tidak terlarang

lainnya yang tidak dinyatakan secara tegas dalam perjanjian tersebut. Intinya,

menurut Pasal 1337 KUH Perdata, sebab terlarang adalah apabila dilarang

oleh undang-undang atau berlawanan dengan kesusilaan baik atau ketertiban

umum. Keabsahan suatu perjanjian digantungkan pada sebab yang halal,

walaupun hal itu tidak dicantumkan secara jelas dalam perjanjian.108

Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja menyatakan bahwa sebab yang

halal yang dimaksudkan dalam rumusan Pasal 1320 KUH Perdata dan Pasal

1337 KUH Perdata tidak lain dan tidak bukan adalah prestasi dalam

perjanjian yang melahirkan perikatan, yang wajib dilakukan atau dipenuhi

oleh para pihak, yang tanpa adanya prestasi yang ditentukan tersebut, maka

perjanjian tersebut tidak mungkin dan tidak akan pernah ada diantara para

pihak.109

Dalam literatur lain, Elsi Kartika Sari dan Advendi Simanungsong

merumuskan suatu sebab yang halal, artinya isi dari perjanjian itu harus

mempunyai tujuan (causa) yang diperbolehkan oleh undang-undang,

106

H.M.Hazniel Harun, Hukum Perjanjian Kredit Bank, Tritura‟66, Jakarta,

1991, halamana 3. 107

Tentang syarat sahnya perjanjian dapat dilihat rumusan Pasal 1320 KUH

Perdata. 108

Ahmadi Miru dan Sakka Pati, Op.Cit. halaman 77. 109

Widjaja Gunawan dan Kartini Muljadi, Op.Cit, halaman 164.

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 56: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

44

kesusilaan, atau ketertiban umum.110

Selanjutnya menurut yurisprudensi,

causa adalah isi atau maksud dari perjanjian.111

Dalam kaitannya dengan syarat sebab yang halal, maka suatu

perjanjian pinjam meminjam tidak boleh bertentangan dengan undang-

undang, harus sesuai dengan kesusilaan, tidak bertentangan dengan ketertiban

umum, dapat dilaksanakan dan didasarkan pada kehendak bersama. Suatu

larangan dalam undang-undang merupakan halangan untuk membuat suatu

persetujuan yang bersifat melanggar larangan itu, sedangkan kesusilaan dan

pelanggaran atas ketertiban umum merupakan causa yang sifatnya relatif

tergantung pada sifat-sifat hidup suatu negara dan masyarakat.112

Dalam hal ini, Munir Fuady mengemukakan larangan atas

pencantuman syarat-syarat dalam perjanjian berupa :113

1. Syarat yang tidak mungkin terlaksana;

2. Syarat yang bertentangan dengan kesusilaan;

3. Syarat yang bertentangan dengan undang-undang yang berlaku;

4. Syarat yang semata-mata bergantung kepada kemauan orang yang terikat;

Syarat yang tidak mungkin terlaksana, bertentangan dengan kesusilaan

atau bertentangan dengan undang-undang yang berlaku, apabila termuat

dalam perjanjian, maka syarat tersebut batal demi hukum dan kontraknya

menjadi tidak berdaya (Pasal 1254 KUH Perdata). Sedangkan perjanjian yang

mengandung syarat bahwa pelaksanaannya semata-mata bergantung kepada

kemauan orang yang terikat, maka perjanjian tersebut menjadi batal demi

hukum (Pasal 1256 ayat (1) KUH Perdata).114

Perjanjian yang dibuat dengan

sebab yang palsu atau terlarang tidak mempunyai kekuatan (Pasal 1335 KUH

Perdata).

Pasal 1754 KUH Perdata secara jelas mengkategorikan perjanjian

pinjam meminjam sebagai perjanjian atas beban, yaitu adanya kewajiban

110

Elsi Kartika Sari dan Advendi Simanungsong, Hukum Dalam Ekonomi Edisi

Kedua,PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta, 2008, halaman 31. 111

Mariam Darus Badrulzaman, KUHPerdata Buku III Hukum Perikatan

dengan Penjelasan, Op.Cit, halaman 106. 112

Wirjono Prodjodikoro, Op.Cit, halaman 38. 113

Munir Fuady, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis) Bagian

Kedua, Penerbit PT. Citra Aditya Bhakti, Bandung, 2003, halaman 106. 114

Ibid, halaman 107.

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 57: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

45

mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama

pula. Apabila barang pinjaman berwujud benda (emas, perak, atau lain-lain

barang perdagangan), maka penerima pinjaman hanya berkewajiban

mengembalikan benda-benda tersebut sesuai berat dan mutu barang yang

dipinjamnya (Pasal 1758 KUH Perdata) dan tidak diwajibkan lebih dari itu.

Artinya, apabila atas kehendak sendiri atau kemudian diperjanjikan lain

bahwa pengembalian barang pinjaman akan disertai sesuatu bentuk tertentu,

undang-undang tidak melarangnya sepanjang disepakati bersama dan tidak

melanggar hukum, kepatutan, dan kesusilaan.

Demikian pula apabila barang tersebut berupa uang, maka utang

penerima pinjaman hanyalah terdiri atas jumlah uang yang disebutkan dalam

perjanjian berdasarkan mata uang yang berlaku pada waktu pelunasan,

dihitung menurut harga yang berlaku pada saat itu (Pasal 1756 KUH Perdata),

kecuali diperjanjikan akan dikembalikan sesuai keadaan semula baik jumlah

maupun kadar logamnya (Pasal 1757 KUH Perdata).

Yurisprudensi Mahkamah Agung menetapkan jumlah uang yang harus

dibayar oleh si berutang dalam perjanjian-perjanjian sebelum perang dunia

kedua, yang mengambil dasar untuk penilaian kembali jumlah yang terutang

itu : harga emas sebelum perang dibandingkan dengan harga emas sekarang,

namun resiko tentang kemerosotan nilai mata uang itu dipikul oleh masing-

masing pihak separoh. Yurisprudensi tersebut mencerminkan suatu

pengetrapan asas itikad baik yang harus diindahkan dalam hal pelaksanaan

suatu perjanjian, seperti terkandung dalam Pasal 1338 ayat (3) BW.115

Selain itu dalam perjanjian pinjam meminjam juga memberikan beban

atas sejumlah kewajiban-kewajiban pemberi pinjaman dan penerima

pinjaman dimana kewajiban pemberi pinjaman merupakan hak penerima

pinjaman, sebaliknya, kewajiban penerima pinjaman merupakan hak pemberi

pinjaman.

Pasal 1759 KUH Perdata hingga Pasal 1762 KUH Perdata secara

khusus mengatur tentang hak pemberi pinjaman. Dalam hal ini, diatur khusus

mengenai hak tagih pemberi pinjaman, yaitu pemberi pinjaman tidak dapat

115

R. Subekti, Aneka Perjanjian, Op.Cit, halaman 126.

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 58: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

46

meminta kembali apa yang dipinjamkan sebelum jatuh tempo (Pasal 1759

KUH Perdata). Sedangkan tentang kewajiban-kewajiban penerima pinjaman,

yaitu mengenai kewajiban mengembalikan pinjaman, telah diatur dalam Pasal

1763 KUH Perdata dan Pasal 1764 KUH Perdata. Adanya kewajiban

mengembalikan pinjaman semakin mempertegas bahwa perjanjian pinjam

meminjam terkategorisasi sebagai perjanjian atas beban.

Pasal 1763 KUH Perdata mewajibkan penerima pinjaman untuk

mengembalikan pinjaman dalam jumlah dan keadaan yang sama, dan pada

waktu yang ditentukan. Artinya, terdapat 2 (dua) kewajiban utama penerima

pinjaman dalam hal mengembalikan pinjaman, yaitu :

1. Meneliti jumlah dan keadaan pinjaman yang dikembalikan sesuai dengan

pinjaman yang diiterimanya.

2. Memperhatikan batas waktu pengembalian pinjaman agar tidak lampau

waktu.

Apabila penerima pinjaman tidak mampu memenuhi kewajibannya,

maka penerima pinjaman wajib membayar harga barang yang dipinjamnya

sesuai yang harus dikembalikan menurut perjanjian, sesuai dengan harga pada

waktu dan tempat yang ditentukan untuk pengembalian barang pinjaman.

Sedangkan apabila waktu dan tempat tidak ditentukan maka pelunasannya

disesuaikan dengan harga pada waktu dan tempat penerimaan pinjaman.

Khusus mengenai pembebanan bunga sebagai syarat tambahan dalam

perjanjian pinjam meminjam, Pasal 1765 KUH Perdata memperbolehkan

untuk diperjanjikan bunga atas pinjaman uang atau barang yang sifatnya

habis dipakai. Bunga yang diperjanjikan atas peminjaman beras atau gandum,

lazimnya juga berupa beras atau gandum, meskipun tidak dilarang untuk

menetapkan bunganya berupa uang.116

Tentunya jika obyek perjanjian pinjam

meminjam berupa barang maka harganya harus dapat ditaksir. Pentingnya

ketentuan menaksir harga barang dalam rangka menjaga kemungkinan

musnahnya barang tersebut sehingga memberikan kewajiban bagi penerima

pinjaman menggantinya dengan barang serupa yang sama jenis, bentuk dan

kadarnya, atau dengan sejumlah uang tertentu.

116

Ibid, halaman 129.

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 59: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

47

Bunga dapat dikategorikan sebagai bentuk peningkatan nilai atas

barang atau uang. Dalam hal ini Aristoteles berpendapat bahwa uang harus

digunakan di dalam proses transaksi dan untuk meningkatkan nilainya

melalui bunga.117

Dalam sistem keuangan modern, seringkali dibuat pembedaan bunga

atas bunga sederhana dan bunga berbunga. Pada konsep bunga sederhana,

pembebanan bunga dilakukan hanya pada utang pokoknya saja, sedangkan

pada konsep bunga berbunga, pembebanan bunga dilakukan pada jumlah

pokok dan bunga dalam interval waktu tertentu.118

Penentuan bunga dalam perjanjian pinjam meminjam haruslah bunga

yang wajar dan layak dijalankan yaitu sesuai dengan kesepakatan para pihak

atau bunga yang diperjanjikan maupun atas ketentuan undang-undang (Pasal

1767 KUH Perdata). Dalam Yurisprudensi Tetap Mahkamah Agung tercatat

bahwa dalam lingkungan Hukum Adat, besarnya suku bunga pinjaman adalah

sebagaimana yang telah diperjanjikan bersama (Putusan MA Nomor 289

K/Sip/1972 tanggal 22 Juli 1972).119

Dalam hal bunga tersebut berupa bunga yang diperjanjikan maka

bunga yang diperjanjikan para pihak tersebut haruslah dituangkan secara

tertulis dalam perjanjian pinjam meminjam dan besarnya bunga tidak dapat

melebihi ketentuan undang-undang. Selanjutnya penerima pinjaman wajib

membayarkan bunga tersebut hingga tuntas meskipun pinjaman telah jatuh

tempo.

KUH Perdata juga memberi landasan yuridis untuk memperjanjikan

bunga tetap atau bunga abadi. Memperjanjikan bunga tetap atau bunga abadi

menurut Pasal 1770 KUH Perdata ialah suatu perjanjian dengan mana pihak

yang memberi pinjaman uang memperjanjikan pembayaran bunga atas

pembayaran sejumlah uang pokok yang tidak akan dimintanya kembali.

117

Tarek El-Diwaby, The Problem With Interest (Sistem Bunga dan

Permasalahannya), diterjemahkan oleh Amdiar Amir, Akbar Media Eka Sarana, Jakarta,

Juni 2003, halaman 30. 118

Ibid, halaman 13. 119

R. Subekti, Aneka Perjanjian, Op.Cit, halaman 130.

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 60: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

48

Pembayaran bunga tetap dapat diangsur kecuali disepakati lain120

(Pasal

1771 KUH Perdata).

Atas pengingkaran pembayaran bunga tetap atau bunga abadi Pasal

1772 KUH Perdata memberikan hak kepada kreditur untuk memaksakan

debitur mengembalikan uang pokok pinjaman, yaitu dalam hal :

a. Jika ia tidak membayar sesuatu apapun atas bunga yang harus dibayarnya

selama dua tahun berturut-turut;

b. Jika ia lalai memberikan jaminan yang dijanjikan kepada si berpiutang.

c. Jika ia telah dinyatakan pailit.

Dalam waktu dua puluh hari setelah diperingatkan atas perantaraan

hakim ternyata debitur membayarkan angsuran-angsurannya yang sudah

harus dibayarkan atau memberikan jaminan yang dijanjikan, maka debitur

dibebaskan dari paksaan mengembalikan pinjaman pokok (Pasal 1773 KUH

Perdata). Artinya, hak kreditur untuk memaksakan debitur mengembalikan

pokok pinjaman disalurkan melalui proses hukum yaitu melalui hakim.

Mengenai bunga yang tidak diperjanjikan, Pasal 1768 KUH Perdata

menentukan, dalam hal suatu perjanjian pinjam meminjam ditentukan

pengembalian pinjaman disertai bunga namun besar bunga tidak

diperjanjikan, maka bunga yang dibayarkan haruslah tunduk pada bunga yang

diatur oleh undang-undang yaitu sebesar enam prosen setahun menurut

Staatsblad (Lembaran Negara) Tahun 1848 No. 22.121

Regulasi lainnya, Pasal 1766 KUH Perdata mengatur bahwa atas

bunga yang tidak diperjanjikan dan dibayarkan oleh penerima pinjaman atas

kehendak sendiri, karena tidak diwajibkan untuk dibayarkan maka tidak dapat

dituntut untuk dikembalikan. Bunga yang tidak diperjanjikan tersebut hanya

dapat diperhitungkan apabila terdapat permintaan pengembalian pembayaran

bunga yang tidak diperjanjikan dan hanya diperhitungkan apabila bunga yang

tidak diperjanjikan tersebut dibayarkan melebihi bunga yang ditetapkan

120

Kesepakatan yang dimaksud adalah diperjanjikan bahwa pengangsuran itu

tidak dilakukan selain setelah lewatnya suatu waktu tertentu, waktu mana tidak boleh

ditetapkan lebih lama dari sepuluh tahun, atau tidak boleh dilakukan tanpa pemberitahuan

lebih dahulu kepada si berpiutang dengan suatu tenggang waktu yang sebelumnya telah

ditetapkan oleh mereka yang tidak boleh lebih dari satu tahun. 121

R. Subekti, Aneka Perjanjian, Op.Cit, halaman 129.

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 61: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

49

undang-undang. Selisih antara bunga sesuai ketentuan undang-undang dengan

bunga yang dibayarkan dimana tidak diperjanjikan sebagai kelebihan

pembayaran bunga itulah yang dikembalikan kepada penerima pinjaman.

Atas pembayaran pinjaman yang tidak disebutkan dalam bukti

pembayaran termasuk juga di dalamnya bunga, Pasal 1769 KUH Perdata

menetapkan bahwa bukti pembayaran uang pokok dengan tidak menyebutkan

sesuatu apa mengenai bunga, memberikan persangkaan tentang sudah pula

dibayarnya bunga itu, dan si berutang dibebaskan dari pada itu.

R. Subekti mengemukakan bahwa apabila seorang kreditur

memberikan tanda pembayaran yang sah tentang telah dibayarnya uang

pokok, dianggap bahwa bunga-bunga yang terutang juga sudah dibayar. Jika

sebenarnya tidak demikian, itu menjadi beban bagi kreditur untuk

membuktikannya.122

Dalam perjanjian pinjam meminjam, haruslah dinyatakan secara jelas

jenis pinjaman, besaran utang (jika pinjaman berupa uang), cara

penyerahannya maupun cara pengembaliannya termasuk pengaturan bunga

yang disepakati dan lamanya waktu pengembalian serta sanksi apabila salah

satu pihak mengingkari perjanjian. Putusan Mahkamah Agung Nomor :

2423K/Pdt/1986 menyatakan : diperkenankan adanya klausula penghukuman

bila salah satu pihak melanggar perjanjian.

Suharnoko mengemukakan bahwa dengan dipenuhinya syarat sahnya

perjanjian yaitu syarat subyektif dan syarat obyektif, maka suatu perjanjian

menjadi sah dan mengikat secara hukum bagi para pihak yang

membuatnya.123

Meskipun demikian bukan berarti dengan telah sahnya suatu

perjanjian pinjam meminjam akan menjamin para pihak taat pada isi

perjanjian.

Dalam hal suatu perjanjian telah dilaksanakan sebagaimana mestinya,

menurut Wirjono Prodjodikoro, maka tercapailah tujuannya dan musnahlah

perjanjian itu, artinya, terhentilah adanya suatu perhubungan hukum, yang

122

Ibid, halaman 131. 123

Suharnoko, Hukum Perjanjian Teori dan Analisa Kasus, Prenada Media,

Jakarta, 2005, halaman 1.

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 62: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

50

dinamakan perjanjian.124

Lebih lanjut, juga dikemukakan bahwa pelaksanaan

perjanjian yang terjadi tepat seperti yang disepakati dinamakan “betaling”

atau pembayaran, seolah-olah semua pelaksanaan perjanjian berupa suatu

pembayaran uang tunai.125

Lain halnya apabila perjanjian tidak dilaksanakan sebagaimana

mestinya. Atas tidak dipenuhinya prestasi dalam perjanjian pinjam

meminjam, maka pihak pemberi pinjaman dapat melakukan penagihan

kepada pihak penerima pinjaman untuk memenuhi prestasinya. Penagihan

dapat dilakukan kreditur dalam keadaan perjanjian pinjam meminjam tersebut

tidak ditentukan waktu untuk melaksanakan janji atau telah lampau waktu

untuk melaksanakan janji namun janji tidak dipenuhi.126

Apabila tidak diperjanjikan mengenai jatuh tempo maka hakim berhak

menentukan batas waktu pengembalian pinjaman dengan memberikan sedikit

kelonggaran waktu bagi penerima pinjaman (Pasal 1760 KUH Perdata), atau

apabila diperjanjikan bahwa pengembalian pinjaman akan dilakukan pada

waktu penerima pinjaman mampu mengembalikannya, maka hakim dengan

mengingat keadaan para pihak berwenang menentukan waktu pengembalian

pinjaman (Pasal 1761 KUH Perdata).

Penentuan tanggal jatuh tempo pengembalian pinjaman oleh hakim

dimuat dalam putusan hakim yang sifatnya condemnatoir. Perintah

mengembalikan pinjaman tersebut diberikan dengan kelonggaran waktu

apabila sebelumnya tidak diperjanjikan mengenai jatuh tempo pengembalian

pinjaman dengan dapat dibebani bunga moratoir terhitung sejak putusan

dijatuhkan.

Dalam keadaan sebelum diajukan gugatan, penggugat telah menagih

pinjaman pada tergugat disertai penentuan jatuh tempo pengembalian

pinjaman, maka tidak pada tempatnya lagi kalau hakim masih juga

memberikan pengunduran waktu pengembalian pinjaman. Sedangkan dalam

hal apabila pemberian pinjaman tersebut dilakukan dengan akte otentik

(notaris) maka jika dimintakan oleh penggugat, hakim dapat memerintahkan

124

Wirjono Prodjodikoro, Op.Cit, halaman 117. 125

Ibid. 126

Ibid, halaman 175.

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 63: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

51

agar putusannya tersebut dapat dijalankan terlebih dahulu meskipun terdapat

upaya hukum.127

Putusan yang memerintahkan agar putusan tersebut

dijalankan terlebih dahulu, dalam hukum acara perdata disebut putusan serta

merta (uitvoerbaar bij voorraad).

Apabila hakim menjatuhkan putusan serta merta (uitvoerbaar bij

voorraad), hakim terikat pada Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 3

Tahun 2000 tentang Acara Penerapan Lembaga Paksa Badan, khususnya pada

butir keempat, yang mengatur keadaan-keadaan dapat dijatuhkannya putusan

serta merta, yaitu :

a. Gugatan didasarkan pada bukti surat otentik atau surat tulisan tangan

(handschrift) yang tidak dibantah kebenarannya tentang isi dan tanda

tangannya, yang menurut undang-undang tidak mempunyai kekuatan

bukti.

b. Gugatan tentang utang piutang yang jumlahnya sudah pasti dan tidak

dibantah.

c. Gugatan tentang sewa menyewa tanah, rumah, gudang, dan lain-lain,

dimana hubungan sewa-menyewa sudah habis/lampau, atau penyewa

terbukti melalaikan kewajibannya sebagai penyewa yang beritikad baik.

d. Pokok gugatan mengenai tuntutan pembagian harta perkawinan (gono-

gini) setelah putusan mengenai gugatan cerai mempunyai kekuatan hukum

tetap.

e. Dikabulkan gugatan provisional, dengan mempertimbangkan hukum yang

tegas dan jelas serta memenuhi Pasal 332 Rv.

f. Gugatan berdasarkan putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum

tetap (in kracht van gewisde) dan mempunyai hubungan dengan pokok

gugatan yang diajukan.

g. Pokok sengketa mengenai bezitrecht.

Selanjutnya pelaksanaan putusan serta merta tersebut barulah dapat

dijalankan apabila telah ada penetapan mengenai pemberian jaminan yang

nilainya sama dengan nilai barang/obyek eksekusi. Hal ini sesuai dengan

Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2001 tentang Permasalahan

127

R. Subekti, Aneka Perjanjian, Op.Cit, halaman 127.

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 64: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

52

Putusan Serta Merta (Uitvoerbaar Bij voorraad) dan Provisionil yang

mengatur : setiap kali akan melaksanakan Putusan Serta Merta (Uitvoerbaar

bij voorraad) harus disertai penetapan sebagai diatur dalam butir 7 SEMA

Nomor 3 Tahun 2000 yang menyebutkan : “Adanya pemberian jaminan yang

nilainya sama dengan nilai barang/obyek eksekusi sehingga tidak

menimbulkan kerugian pada pihak lain apabila ternyata dikemudian hari

dijatuhkan putusan yang membatalkan putusan tingkat pertama.”

Lepasnya pihak penerima pinjaman dari kewajiban membayarkan

biaya, rugi, dan bunga apabila pihak penerima pinjaman mampu

membuktikan bahwa terdapat keadaan memaksa atau suatu kejadian yang tak

disengaja atau hal tersebut merupakan perbuatan yang terlarang (Pasal 1245

KUH Perdata) atau pihak penerima pinjaman mampu membuktikan bahwa

kerugian yang dialami pemberi pinjaman bukan akibat perbuatan dari

penerima pinjaman.

2.1. PERJANJIAN KREDIT

Secara sederhana, pemberian kredit dapat diartikan sebagai pemberian

pinjaman “sesuatu” yang pada waktunya harus dikembalikan. Pemberian

kredit dapat berupa barang ataupun uang dan meliputi berbagai sektor

perekonomian atas kesepakatan pihak-pihak.

Sutan Remy Sjahdeini mengemukakan bahwa perjanjian kredit tidak

identik dengan perjanjian pinjam uang sebagaimana tertuang dalam KUH

Perdata, sebab perjanjian kredit memiliki ciri khusus yang membedakannya

dengan perjanjian pinjam uang biasa.

Ciri khusus perjanjian kredit dapat dilihat dalam tindakan bank yang

memuat dalam perjanjian kreditnya klausul yang dinamakan condition

precedent sebagai peristiwa atau kejadian yang harus dipenuhi atau terjadi

terlebih dahulu setelah perjanjian ditandatangani oleh para pihak sebelum

penerima kredit dapat menggunakan kreditnya.128

128

Lukman Santoso AZ, Hak dan Kewajiban Hukum NNasabah Bank, Pustaka

Yustisia, Yogyakarta, 2011, halaman 60.

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 65: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

53

Tri Widiyono mengemukakan syarat utama penarikan kredit yang

harus terlebih dahulu dipenuhi sebagai condition precedent adalah agunan

telah diikat dengan sempurna (telah didaftarkan), telah diasuransikan dan

debitur telah membayar seluruh kewajibannya, termasuk biaya-biaya, ongkos,

administrasi, komisi, dan lain sebagainya.129

Disamping syarat-syarat

penarikan kredit tersebut, juga diatur mengenai tata cara penarikan kredit

yang harus dipatuhi para pihak, misalnya dengan cara revolving, yaitu

penarikan sesuai dengan kebutuhan sampai dengan maksimum plafond

fasilitas kredit/limit kredit, atau dengan cara aflopend yang penarikannya

secara seketika dan sekaligus.130

Secara etimologis “kredit” berasal dari bahasa latin “credere” yang

berarti kepercayaan. Berpijak dari sini, maka dasar pemberian kredit adalah

kepercayaan.131

Berdasarkan arti harafiah tersebut, maka seseorang atau

badan usaha mendapatkan kedit dari bank karena orang atau badan usaha

tersebut telah mendapatkan kepercayaan dari bank pemberi kredit.

Pengertian kredit lainnya dikemukakan oleh O.P. Simorangkir dalam

H.R. Daeng Naja (2005) yang mengartikan kredit sebagai pemberian prestasi

(misalnya uang, barang) dengan balas prestasi (kontra prestasi) akan terjadi

pada waktu mendatang.132

Mariam Darus Badrulzaman juga memberikan pengertian perjanjian

kredit sebagai penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan

itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank

dan pihak lain yang mewajibkan pihak penerima pinjaman melunasi utangnya

setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan atau pembagian

hasil keuntungan.133

Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa

pemberian kredit merupakan pemberian pinjaman yang akan dikembalikan

129

Try Widiyono, Op.Cit, halaman 271. 130

Ibid, halaman 272. 131

Bambang Sunggono, Pengantar Hukum Perbankan, CV. Mandar Maju,

Bandung , 1995, halaman 127. 132

H.R. Daeng Naja, Hukum Kredit dan Bank Garansi, PT. Citra Aditya Bhakti,

Bandung ,2005, halaman 123. 133

Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, Op.Cit, halaman 34.

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 66: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

54

pada waktunya. Pinjaman yang diberikan merupakan utang yang harus

dilunasi oleh debitur. Dalam praktek bisnis, pengembalian utang diikuti

dengan bunga atau imbalan tertentu.134

Dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah

diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan

akan ditemukan dua istilah yang berbeda namun memiliki makna yang sama

untuk pemberian kredit yaitu istilah kredit yang digunakan pada bank

konvensional dalam menjalankan kegiatan usahanya dan kata pembiayaan

berdasarkan prinsip syariah yang digunakan pada bank syariah.135

Istilah kredit banyak dipakai dalam sistem perbankan konvensional

yang berbasis pasar bunga (interest based), sedangkan dalam hukum

perbankan syariah lebih dikenal dengan istilah pembiayaan (financing) yang

berbasis pada keuntungan riil yang dikehendaki (margin) ataupun bagi hasil

(profit sharing).136

Untuk lebih jelasnya dapat diperhatikan pengertian yang diatur

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan yaitu ketentuan

Pasal 1 angka 11 memberikan pengertian kredit sebagai berikut :

Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan

dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam

meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak

peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu

dengan pemberian bunga.137

Ketentuan Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998

tersebut memberikan unsur-unsur pokok kredit sebagai berikut :

a. Adanya kesepakatan pinjam meminjam.

b. Obyeknya adalah uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan

uang.

134 Tan Kamello dalam Lukman Santoso AZ, Hak dan Kewajiban Hukum

Nasabah Bank, Op.Cit, halaman 59. 135

Djoni S. Gazali dan Rachmadi Usman, Op.Cit, halaman 264. 136

Abdul Ghofur Anshori dalam Gazali, Djoni S dan Rachmadi Usman, Ibid. 137

Republik Indonesia, Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan

Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, UU RI No.10 Tahun 1998, LN RI

Tahun 1998 No. 182 TLN RI No. 3790.

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 67: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

55

c. Pinjaman tersebut merupakan utang.

d. Dapat ditagih dalam jangka waktu tertentu.

e. Pembayaran pokok utang disertai bunga pinjaman.

Sedangkan pengertian pembiayaan diatur dalam Pasal 1 angka 12

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan sebagai berikut :

Pembiayaan berdasarkan Prinsip Syahriah adalah penyediaan uang atau

tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau

kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak

yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah

jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.138

Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 12 Undang-Undang Nomor 10

Tahun 1998 tersebut, terkandung unsur-unsur pokok pembiayaan sebagai

berikut :

a. Adanya kesepakatan pinjam meminjam.

b. Obyeknya adalah uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan

uang.

c. Dapat ditagih dalam jangka waktu tertentu.

d. Pembayaran pinjaman disertai imbalan atau bagi hasil.

Dengan menarik unsur-unsur “kredit” dan “pembiayaan” maka terlihat

bahwa sebenarnya antara “kredit” dan “pembiayaan” memiliki kesamaan

bentuk sebagai pemberian pinjaman berdasarkan kesepakatan berupa uang

atau tagihan lainnya yang dapat disamakan dengan uang. Perbedaannya,

dalam “kredit”, pinjaman tersebut sebagai utang, sedangkan dalam

“pembiayaan”, pinjaman tersebut tetap sebagai pinjaman. Perbedaan lainnya,

dalam “kredit”, pengembalian utang disertai dengan bunga, sedangkan dalam

“pembiayaan”, pengembalian pinjaman disertai dengan imbalan atau bagi

hasil.

Dari rumusan istilah kredit dan pembiayaan dalam Undang-Undang

Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang

Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, semakin jelas terlihat

138 Republik Indonesia, Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan

Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, Ibid.

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 68: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

56

perbedaannya yaitu terletak pada bentuk prestasi yang akan diberikan debitur

kepada kreditur atas pemberian kredit atau pembiayaan. Pada bank

konvensional, prestasi yang diberikan berupa bunga sebagai keuntungan,

sedangkan pada bank syariah, prestasi yang diberikan debitur berupa imbalan,

bagi hasil, atau bahkan tanpa imbalan sesuai kesepakatan pihak debitur dan

kreditur dalam perjanjian kredit.

Terlepas dari perbedaan peristilahan tersebut, perjanjian kredit yang

dimaksudkan penulis adalah perjanjian kredit yang terjadi pada bank

konvensional yang menerapkan bunga sebagai keuntungan yang diperoleh

bank kreditur dari nasabah debitur.

Secara umum, hubungan perjanjian antara bank dengan nasabah dapat

dilihat dalam 4 (empat) bentuk yaitu :139

1. Debtor-creditor relationship, as regard any money deposited by the

customer with the banker and as regards any money lent to the customer

by the banker.

2. Agent and principal relationship, as the customer gives the banker a

mandate to do certain acts in connection with his account or to permit

any other person to do such and act.

3. Fiduciary relationship, an example is where equity imposes e duty on a

bank not to take undue advantage over a costumer.

4. Constructive trustee and beneficiary relationship.

Kajian penulisan tesis ini difokuskan pada debtor-creditor

relationship yaitu dalam hubungan pemberian kredit dimana pihak bank

berlaku sebagai kreditur dan pihak nasabah berlaku sebagai debitur.

Pemilihan kajian sektor pemberian kredit oleh bank dikarenakan bank dalam

menyalurkan dana masyarakat melakukan perjanjian kredit secara

baku/standar/adhesi yang sering kali dianggap sebagai perjanjian sepihak.

Pemberian kredit oleh bank berkaitan dengan fungsi utama bank

sebagai intermediasi yaitu menghimpun dana masyarakat dan

menyalurkannya secara efektif dan efisien pada sektor-sektor riil untuk

139

Lee Mei Pheng, Banking Law : The Banker - Customer Relationship, artikel

sebagaimana termuat dalam Reading Material Hukum Perbankan 1 yang dikumpulkan

oleh Yunus Husen dan Zulkarnain Sitompul, Program Pascasarjana Fakultas Hukum

Universitas Indonesia Jakarta, halaman 21-22.

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 69: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

57

menggerakkan pembangunan dan stabilitas perekonomian negara.140

Edward

L. Symons, Jr mengemukakan bahwa fungsi intermediasi tersebut

menunjukkan fungsi bank sebagai deposit-taking, credit-granting and credit-

exchange activities.141

Dalam menjalankan fungsi credit-granting, bank

memainkan perannya melalui program jasa pemberian kredit.142

Secara sederhana, seseorang yang bermaksud memperoleh kredit bank

memulai langkahnya dengan mengajukan permohonan kredit dan mengisi

formulir tertentu yang telah disediakan oleh bank. Selanjutnya, setelah syarat-

syarat yang berkenaan dengan permohonan kredit dipenuhi, maka bank,

dalam hal ini bagian analisa kredit, akan melakukan penilaian, apakah

permohonan kredit itu dapat diteruskan/diajukan kepada direksi atau tidak.

Apabila permohonan tersebut diteruskan kepada direksi (dalam hal tertentu

juga dengan persetujuan komisaris) hal ini dimaksudkan untuk meminta

persetujuan direksi. Dalam hal permohonan kredit tersebut disetujui, maka

dilakukanlah penandatanganan persetujuan pemberian kredit dalam bentuk

“Perjanjian Kredit”.143

Pentingnya dilakukan analisa kredit sebelum penentuan sikap apakah

permohonan kredit diterima atau ditolak, dimaksudkan agar kredit-kredit

yang diberikan tidak mudah menjadi kredit macet. Dalam hal ini, bank harus

melakukan penelitian secara seksama terhadap berbagai aspek termasuk

kewajiban bank untuk memiliki dan menerapkan pedoman perkreditan atau

pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah sesuai dengan ketentuan yang

ditetapkan oleh Bank Indonesia.144

Terjadinya kredit macet karena kebanyakan bank menerapkan patokan

pemberian kredit yang lebih bersifat pendekatan ekonomis (likuiditas dan

profitabilitas) ketimbang pendekatan yuridis. Dalam hal ini pihak bank lebih

140

Lukman Santoso AZ, Op.Cit, halaman 13. 141

Artikel Edward L. Symons, Jr, Business of Banking : The “Business of

Banking´in Historical Perspective, artikel sebagaimana termuat dalam Reading Material

Hukum Perbankan 1 yang dikumpulkan oleh Yunus Husen dan Zulkarnain Sitompul,

Op.Cit, halaman 704. 142

Pasal 6 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan dapat

dijadikan dasar yuridis pengaturan jasa bank dalam memberikan kredit. 143

H.M. Nazniel Harun, Aspek-Aspek Hukum Perdata Dalam Pemberian Kredit

Perbankan, IND-HILL-CO, Jakarta, 1995, halaman 5. 144

Djoni S Gazali dan Rachmadi Usman, Op.Cit, halaman 270.

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 70: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

58

mengutamakan analisis keuntungan bisnis ketimbang penerapan jaminan

kredit yang memenuhi syarat yuridis.145

Seyogyanya baik pendekatan

ekonomis maupun pendekatan yuridis dilakukan secara berbarengan dengan

mempertimbangkan keseimbangannya. Intinya dalam analisa kredit

diperlukan kehati-hatian untuk mencegah timbulnya kredit macet.146

Kehati-hatian yang dimaksud adalah pengendalian risiko melalui

penerapan peraturan perundang-undangan dan ketentuan yang berlaku secara

konsisten.147

Dalam posisi tersebut, pihak bank selaku kreditur harus mampu

145

H.P. Panggabean, Praktik Standard Contract Dalam Perjanjian Kredit

Perbankan, Alumni, Bandung, 2012, halaman 112. 146

Berdasarkan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor

31/147/KEP/DIR tanggal 12 November 1998 tentang Kualitas Aktiva Produksi jo.

Peraturan Bank Indonesia No. 4/6/PBI/2002 tanggal 6 September 2002, Keputusan

Direksi Bank Indonesia Nomor 26/22/KEP/DIR tanggal 29 Mei 1993 dan Surat Edaran

Bank Indonesia Nomor 26/4/BPPP tanggal 29 Mei 1993 tentang Kualitas Aktiva

Produktif dan Pembentukan Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif, menggolongkan

kolektifitas kredit dengan empat kriteria, yaitu :

1. Kriteria kredit lancar :

a. Tidak terdapat tunggakan, baik angsuran pokok maupun bunganya.

b. Terdapat tunggakan angsuran pokok ataupun tunggakan bunga, tetapi belum

melampaui 1 bulan bagi kredit yang masa angsurannya kurang dari 1 bulan, atau

belum melampaui 3 bulan bagi kredit yang masa angsurannya 2 bulanan sampai 3

bulanan, atau belum melampaui 6 bulan bagi kredit yang masa angsurannya 4

bulanan atau lebih.

2. Kriteria kredit kurang lancar :

a. Terdapat tunggakan angsuran pokok yang melampaui 1 bulan dan belum

melampaui 2 bulan bagi kredit yang masa angsurannya kurang dari 1 bulan, atau

melampaui 3 bulan dan belum melampaui 6 bulan bagi kredit yang masa

angsurannya 2 bulanan atau 3 bulanan, atau melampaui 6 bulan dan belum

melampaui 12 bulan bagi kredit yang masa angsurannya 6 bulanan atau lebih.

b. Terdapat tunggakan bunga yang melampaui 3 bulan bagi kredit yang masa

angsurannya kurang dari 1 bulan, atau melampaui 3 bulan dan belum melampaui 6

bulan bagi kredit yang masa angsurannya lebih dari 1 bulan.

3. Kriteria kredit diragukan :

Apabila suatu kredit tidak memenuhi kriteria lancar dan kurang lancar, yang

berdasarkan penilaian dapat disimpulkan bahwa kredit masih dapat diselamatkan dan

agunannya bernilai sekurang-kurangnya 75% dari utang peminjam termasuk

bunganya, atau kredit tidak dapat diselamatkan tetapi agunannya masih bernilai

sekurang-kurangnya 100% dari utang peminjam.

4. Kriteria kredit macet :

Apabila suatu kredit tidak memenuhi kriteria lancar, kurang lancar dan diragukan, atau

memenuhi criteria diragukan, tetapi dalam jangka waktu 21 bulan sejak digolongkan

diragukan belum ada pelunasan atau usaha penyelamatan kredit. (H.R. Daeng Naja,

Hukum Kredit dan Bank Garansi, PT. Citra Aditya Bhakti, Bandung : 2005, halaman

304-305). 147

H.R. Daeng Naja, Op.Cit, halaman 293.

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 71: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

59

melindungi dana nasabah yang telah dipercayakan padanya dan karena itu

tidak mengherankan apabila pihak bank kreditur kemudian menerapkan

berbagai persyaratan yang dapat dinilai lebih menguntungkan pihak bank

dalam suatu perjanjian kredit. Selain itu, kehati-hatian ditujukan pada

keamanan dan kesehatan lembaga keuangan dalam kaitannya dengan

perlindungan nasabah ketika institusi tersebut bangkrut.148

Keharusan kehati-hatian dalam pemberian kredit bank merupakan

amanat Pasal 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan

sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998

yang menegaskan bahwa perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya

berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian,

dimana dalam penjelasannya dipertegas bahwa prinsip kehati-hatian harus

dipegang teguh.

Untuk itu terdapat 4 (empat) hal pokok yang harus diperhatikan dalam

pemberian kredit, yaitu :149

a) Kepercayaan, yaitu, setiap pelepasan kredit dilandasi oleh keyakinan

bahwa kredit tersebut akan dapat dibayar kembali oleh debiturnya sesuai

dengan jangka waktu yang telah diperjanjikan;

b) Waktu, yaitu, antara pelepasan kredit oleh bank dan pembayaran kembali

oleh debitur tidak dilakukan pada waktu yang bersamaan tetapi ada

tenggang waktunya;

c) Resiko, yaitu, setiap pelepasan kredit jenis apapun akan terkandung resiko

di dalamnya yang sangat dipengaruhi oleh perbandingan lurus jangka

waktu lamanya pemberian kredit; dan

d) Prestasi, yaitu, pada saat terjadinya kesepakatan antara bank dan debitur

mengenai suatu pemberian kredit, maka pada saat itu pula akan terjadi

suatu prestasi atau kontra prestasi. Prestasi yang wajib dilakukan oleh

debitur bukan hanya melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu

148

Ibid, halaman 294. 149

Ibid, halaman 124.

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 72: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

60

tetapi juga prestasi wajib melakukan pembayaran bunga sesuai dengan

perjanjian yang telah disepakati sebelumnya.150

Mengenai prinsip-prinsip penilaian pemberian kredit tersebut selalu

dimanifestasikan pihak kreditur bank sebagai suatu syarat baku yang terkesan

sebagai klausula151

baku eksonerasi atau eksemsi atau undue influence dalam

suatu perjanjian baku/standar/adhesi. Dalam hal demikian, perjanjian

baku/standar/adhesi dimaknai sebagai perjanjian yang hampir seluruh

klausul-klausulnya sudah dibakukan oleh pemakainya dan pihak yang lain

pada dasarnya tidak mempunyai peluang untuk merundingkan atau meminta

perubahan. Menurut Sutan Remy Sjahdeini, yang belum dibakukan hanyalah

beberapa hal misalnya menyangkut jenis, harga, jumlah, warna, tempat,

waktu dan beberapa hal lainnya yang spesifik dari obyek yang

diperjanjikan.152

Untuk membedakan apakah suatu perjanjian kredit bank merupakan

perjanjian baku atau tidak maka sebagai pembeda adalah karakteristik

perjanjian itu sendiri. Mengenai karakteristik perjanjian baku telah

dirumuskan Sudaryatmo sebagai berikut :153

1. Isinya ditetapkan secara sepihak oleh pihak yang posisinya dapat lebih

kuat.

2. Pihak yang menjadi debitur sama sekali tidak turut menentukan isi

perjanjian.

3. Bentuknya tertulis.

4. Telah terlebih dahulu dipersiapkan secara massal.

Berdasarkan karakteristik tersebut, maka perjanjian baku bukan hanya

sekedar format klausulanya saja yang telah dibakukan dalam bentuk tertulis,

akan tetapi juga membatasi partisipasi pihak nasabah debitur dalam

merumuskan klausula perjanjian. Artinya, dalam perjanjian baku telah terjadi

pembatasan hak kebebasan berkontrak dari nasabah debitur.

150

Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Cetakan keenam,

Kencana Prenada Media Group, Jakarta, Januari 2011, halaman 56. 151

Kesepakatan yang dibuat dan dinyatakan secara tertulis disebut sebagai

klausula. (Sunu Widi Purwoko, Op.Cit, halaman 11). 152

Sutan Remy Sjahdeini, Op.Cit, halaman 74. 153

Lukman Santoso AZ, Op.Cit, halaman 71.

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 73: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

61

Perjanjian baku/standar/adhesi dianggap memaksakan pihak lain yang

posisinya lemah untuk menerima syarat-syarat baku yang disiapkan pihak

yang berposisi kuat. Dalam keadaan demikian, perjanjian baku dianggap berat

sebelah karena perjanjian itu hanya atau terutama mencantumkan hak pihak

bank saja tanpa mencantumkan kewajiban pihak bank, sebaliknya hanya atau

terutama mencantumkan kewajiban pihak debitur saja tanpa menyebutkan

hak debitur.154

Munir Fuady mengemukakan faktor-faktor penyebab perjanjian baku

menjadi tidak seimbang, yaitu :155

1. Kurang adanya atau bahkan tidak adanya kesempatan bagi salah satu pihak

untuk melakukan tawar-menawar, sehingga pihak yang kepadanya

disodorkan perjanjian tidak banyak kesempatan untuk mengetahui isi

perjanjian tersebut.

2. Karena penyusunan perjanjian yang sepihak, pihak penyedia dokumen

biasanya memiliki cukup banyak waktu untuk memikirkan klausula-

klausula dalam dokumen tersebut, bahkan mungkin saja sudah

berkonsultasi dengan ahli, atau dokumen tersebut justeru dibuat oleh ahli

sedangkan debitur tidak banyak kesempatan untuk memahami dokumen

tersebut dan seringkali tidak familiar dengan klausula-klausula tersebut.

3. Pihak yang kepadanya disodorkan perjanjian baku menempati kedudukan

yang sangat tertekan, sehingga hanya dapat bersikap take it or leave it.

Meskipun demikian, kehadiran bentuk perjanjian baku/standar/adhesi

dalam praktik perbankan sesungguhnya ditujukan untuk memenuhi tuntutan

kebutuhan masyarakat itu sendiri.156

Digunakannya perjanjian

baku/standar/adhesi dalam praktek perbankan secara khusus disebabkan oleh

:157

1. Makin banyak perusahaan-perusahaan yang dalam transaksi bisnisnya

sehari-hari menggunakan perjanjian-perjanjian baku.

154

Sutan Remy Sjahdeini, Op.Cit, halaman 79. 155

Djoni S Gazali dan Rachmadi Usman, Op.Cit, halaman 324. 156

Sutan Remy Sjahdeini, Op.Cit, halaman 78. 157

Ibid, halaman 131.

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 74: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

62

2. Makin banyaknya penduduk Indonesia yang dalam kehidupannya sehari-

hari sangat membutuhkan jasa-jasa yang ditawarkan oleh perusahaan-

perusahaan tersebut di atas, pada umumnya para konsumen yang

kedudukannya lemah berhadapan dengan perusahaan-perusahaan yang

kuat dan karena itu kedudukan konsumen yang lemah perlu dilindungi.

3. Makin banyaknya perusahaan-perusahaan asing yang bertransaksi dengan

perusahaan-perusahaan Indonesia menggunakan perjanjian-perjanjian

baku yang biasanya digunakan di negara asalnya.

Alasan lainnya, disatu sisi perjanjian baku menjadikan waktu

dibuatnya perjanjian kredit menjadi lebih efisien dan dipandang efektif karena

menghemat hal-hal yang perlu dinegosiasikan.

Sebagai perjanjian yang melibatkan kepercayaan sebagai modal

utama, maka setiap nasabah debitur maupun bank ketika melakukan

perjanjian kredit harus memaknai fungsi perjanjian kredit dalam pemberian,

pengelolaan dan penatalaksanaan kredit tersebut, yaitu dalam fungsi sebagai

perjanjian pokok, sebagai alat bukti mengenai batasan-batasan hak dan

kewajiban diantara kreditur dan debitur, dan sebagai alat untuk melakukan

monitoring kredit.158

Selain itu, perjanjian kredit juga berfungsi sebagai agen

pembaharuan untuk meningkatkan kegairahan berusaha dan pemerataan

pendapatan dan fungsi sebagai bank komersil untuk peningkatan ekonomi dan

perdagangan.159

Dengan fungsi tersebut diharapkan setiap pihak mampu

menunjukkan transparansi dan akuntabilitas dalam melakukan perjanjian

kredit.

Berdasarkan fungsi tersebut, melalui perjanjian kredit diharapkan

dapat memberikan manfaat berupa :160

a. Memberikan hak dan kekuasaan kepada bank untuk mendapat pelunasan

dari agunan apabila debitur melakukan cidera janji, yaitu untuk membayar

kembali utangnya pada waktu yang telah ditetapkan dalam perjanjian.

158

Hermansyah, Op.Cit, halaman 72. 159

H.P. Panggabean, Praktik Standard Contract Dalam Perjanjian Kredit

Perbankan, Op.Cit, halaman 114. 160

Djoni S. Gazali dan Rachmadi Usman, Op.Cit, halaman 286.

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 75: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

63

b. Menjamin agar debitur berperan serta dalam transaksi untuk membiayai

usahanya, sehingga kemungkinan untuk meninggalkan usaha atau

proyeknya dengan merugikan diri sendiri atau perusahaannya dapat

dicegah atau sekurang-kurangnya kemungkinan untuk berbuat demikian

dapat diperkecil.

c. Memberikan dorongan kepada debitur untuk memenuhi janjinya,

khususnya mengenai pembayaran kembali sesuai dengan syarat-syarat

yang telah disetujui agar debitur dan/atau pihak ketiga yang ikut menjamin

tidak kehilangan kekayaan yang telah dijaminkan kepada bank.

Mengingat pentingnya fungsi dan manfaat dari suatu perjanjian kredit,

maka dalam suatu perjanjian kredit perlu dimuatkan hak dan kewajiban para

pihak secara terang dan dapat dimengerti tanpa dilakukan penafsiran. Dengan

merujuk kepada Pasal 1 c Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1967, dapat

disimpulkan adanya kewajiban pokok penerima kredit (debitur) adalah untuk

mengembalikan uang kredit setelah jangka waktu tertentu dengan bunga

tertentu yang telah ditetapkan.161

Lebih lanjut Hazniel Harun mengemukakan bahwa selain kewajiban

berdasarkan Pasal 1 c Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1967, terdapat pula

kewajiban debitur, yaitu :162

1. Kewajiban membayar utang pokok pada saat batas waktu yang ditentukan

dalam perjanjian kredit berakhir yang besarnya sesuai dengan jumlah yang

disepakati kedua belah pihak dalam perjanjian kredit tersebut.

2. Kewajiban membayar biaya yang diperlukan guna persiapan pembuatan

perjanjian kredit bank, misalnya, biaya meterai, provisi bank, biaya

pembuatan akta hipotik, biaya notaris, premi asuransi, dan sebagainya.

3. Kewajiban membayar bunga163

kredit sebagai kontra prestasi penggunaan

uang oleh nasabah yaitu :

a. Bunga moratoir, yaitu bunga yang harus dibayar karena debitur lalai

membayar utangnya.

161

H.M. Nazniel Harun, Aspek-Aspek Hukum Perdata Dalam Pemberian Kredit

Perbankan, Op.Cit, halaman 19. 162

Ibid, halaman 19-23. 163

Berdasarkan Pasal 1246 KUH Perdata, bunga ialah keuntungan yang

sedianya harus dinikmati.

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 76: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

64

b. Bunga yang diperjanjikan atas peminjaman uang dimana besarnya

bunga yang diperjanjikan dapat melampaui besarnya bunga yang

berlaku menurut undang-undang dan bentuk bunga yang diperjanjikan

haruslah tertuang secara tertulis.

c. Bunga yang tidak diperjanjikan, yaitu bunga yang tidak wajib dibayar,

tetapi apabila dibayar maka sebesar bunga moratoir. Pembayaran itu

dianggap sebagai telah diperjanjikan. Berdasarkan Pasal 1766 KUH

Perdata, tidak ada hak menuntut pada kreditur tentang bunga yang

tidak diperjanjikan.

d. Bunga Berganda/Compound Interest/Bunga Majemuk, dimana

besarnya diserahkan kepada kehendak bebas para pihak dalam

perjanjian. Jenis bunga ini menurut Pasal 1251 KUH Perdata dapat

ditagih dan dapat pula menghasilkan bunga dengan syarat :

1. Bunga berganda yang harus dibayar itu hanya untuk jangka waktu

satu tahun.

2. Bunga berganda hanya dapat dikenakan atas ijin pengadilan atau

karena adanya persetujuan khusus para pihak.

Dalam praktik perjanjian kredit bank, penentuan besarnya bunga

kredit tidak diserahkan kepada kehendak bebas para pihak akan tetapi

ditetapkan oleh bank. Penetapan besarnya bunga kredit oleh bank haruslah

dilakukan sedemikian rupa sehingga lebih tinggi dari biaya dana rata-rata

yang harus dibayarkan oleh bank kepada para nasabah debiturnya dimana

selisih antara bunga kredit dan rata-rata biaya dana (giro, deposito dan

tabungan), atau yang dikenal dengan istilah spread atau margin harus cukup

untuk menutup overhead cost dari bank yang bersangkutan disamping masih

harus mampu menghasilkan dana cadangan bagi penyelesaian kredit macer

dan menghasilkan laba untuk bank yang bersangkutan.164

Meskipun

demikian, dengan ruang negosiasi yang tersedia, dapat dibenarkan untuk

164

Sutan Remy Sjahdeini, Kredit Sindikasi Proses pembentukan dan Aspek

Hukum : Bab XI Perjanjian Kredit Sindikasi, sebagaimana termuat dalam Reading

Material Hukum Perbankan 1 yang dikumpulkan oleh Yunus Husen dan Zulkarnain

Sitompul, Op.Cit, halaman 127.

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 77: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

65

disepakati besarnya bunga kredit bank, yang tentunya tetap memperhatikan

kelayakan suku bunga pinjaman.

Mengenai sistem perhitungan bunga kredit, Thomas Suyatno, dkk

mengemukakan 3 (tiga) golongan terpenting cara-cara perhitungan bunga

kredit sebagai berikut :165

1. Sliding rate, yaitu suatu rumus pembebanan bunga terhadap nilai pokok

pinjaman akan semakin menurun dari bulan ke bulan, sesuai dengan

menurunnya pokok pinjaman sebagai akibat adanya pembayaran cicilan

pokok pinjaman.

2. Flate rate, yaitu suatu rumus pembebanan bunga terhadap nilai pokok

jaminan akan tetapi dari satu periode ke periode lainnya, walaupun pokok

pinjaman menurun sebagai akibat adanya pembayaran cicilan pokok

pinjaman.

3. Floating rate, yaitu suatu cara penentuan bunga yang besarnya tidak

ditetapkan untuk suatu jangka waktu, namun diambangkan sesuai dengan

perkembangan tingkat bunga yang ada di pasar uang.

Mengenai jenis suku bunga mana yang diterapkan dalam suatu

perjanjian kredit haruslah diterangkan secara jelas dalam perjanjian kredit dan

debitur sesuai dengan haknya harus mendapat penjelasan mengenai jenis

bunga kredit yang diterapkan secara detail.

Apabila dicermati dalam KUH Perdata, tidak didapati pencantuman

klausula-klausula apa yang harus dituangkan dalam suatu perjanjian kredit.

Bahkan lembaga perjanjian kredit tidak dikenal dalam KUH Perdata.

Kebanyakan ahli berpendapat bahwa perjanjian kredit merupakan kekhususan

dari perjanjian pinjam meminjam.

Menurut Sunu Widi Purwoko, pada intinya suatu perjanjian kredit

harus memuat klausula-klausula berupa :166

a. Klausula-klausula yang lahir karena kesepakatan langsung kreditur dan

debitur;

165

H.P. Panggabean, Praktik Standard Contract Dalam Perjanjian Kredit

Perbankan, Op.Cit, halaman 110. 166

Sunu Widi Purwoko, Op.Cit, halaman 12.

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 78: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

66

b. Klausula-klausula standar yang berlaku di tempat kreditur dan disetujui

oleh kreditur dan debitur untuk masuk dalam perjanjian kredit.

Pendapat Sunu Widi Purwoko tersebut mengandung 2 (dua) hal yang

menurut peneliti adalah penting, yaitu :

a. Pemberian ruang negosiasi terbatas dalam perjanjian kredit atas hal-hal

yang tidak diatur sebagai klausula standar.

b. Pemilihan atas klausula-klausula standar apa saja yang ingin dimasukkan

sebagai klausula perjanjian kredit.

Dalam praktik, ruang negosiasi diberikan kreditur kepada calon

nasabah debitur hanya sebatas pemilihan atas jangka waktu pemberian kredit

yang sudah disusun dalam tabel, meliputi jangka waktu pengembalian kredit,

besaran kredit yang dapat disalurkan beserta rincian angsuran per bulan,

termasuk besaran angsuran pokok dan besaran angsuran bunga, juga atas

jaminan yang dipandang memiliki nilai sebanding dengan jumlah kredit yang

akan disalurkan. Sedangkan mengenai klausula-klausula standar, biasanya

tidak diberikan ruang negosiasi kecuali terhadap calon nasabah debitur

berkekuatan ekonomis kuat. Bagi calon nasabah debitur berkekuatan

ekonomis lemah, umumnya diperhadapkan pada pilihan take it or leave it.

Menurut Rachmadi Usman, idealnya suatu perjanjian kredit bank

minimal memuat klausula-klausula yang berhubungan dengan :167

1. Ketentuan mengenai fasilitas kredit yang diberikan, diantaranya tentang

jumlah maksimum kredit, jangka waktu kredit, tujuan kredit, bentuk

kredit, dan batas izin tarik.

2. Suku bunga dan biaya-biaya yang timbul sehubungan dengan pemberian

kredit, diantaranya bea meterai, provisi/commitment fee dan denda

kelebihan tarik.

3. Kuasa bank untuk melakukan pembebasan atas rekening giro dan/atau

rekening kredit penerima kredit untuk bunga denda kelebihan tarik dan

bunga tunggakan serta segala macam biaya yang timbul karena dan untuk

pelaksanaan hal-hal yang ditentukan yang menjadi beban penerima

kredit.

167

Djoni S Gazali dan Rachmadi Usman, Op.Cit, halaman 334.

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 79: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

67

4. Representation and warranties, yaitu pernyataan dari penerima kredit

atas pembebanan segala harta kekayaan penerima kredit menjadi jaminan

guna pelunasan kredit.

5. Conditions precedent, yaitu tentang syarat-syarat tangguh yang harus

dipenuhi terlebih dahulu oleh penerima kredit agar dapat menarik kredit

untuk pertama kalinya.

6. Agunan kredit dan asuransi barang-barang agunan.

7. Affirmative and negative covenant, yaitu kewajiban-kewajiban dan

pembatasan tindakan penerima kredit selama masih berlakunya penerima

kredit.

8. Tindakan-tindakan bank dalam rangka pengawasan dan penyelamatan

kredit.

9. Event of default/wanprestasi/cidera janji/trigger clauses/opeisbaar

clause, yaitu tindakan-tindakan bank sewaktu-waktu dapat mengakhiri

perjanjian kredit dan untuk seketika akan menagih semua utang beserta

bunga dan biaya lainnya yang timbul.

10. Pilihan domisili/forum/hukum apabila terjadi pertikaian di dalam

penyelesaian kredit dan nasabah penerima kredit.

11. Ketentuan mulai berlakunya perjanjian kredit dan penandatangan

perjanjian kredit.

Khusus mengenai klausa bunga kredit, dalam perjanjian kredit

biasanya ditetapkan perhitungan bunga kredit dihitung dari hari ke hari

terhadap outstanding kredit, juga ditetapkan pula secara spesifik saat bunga

itu harus dibayar (umumnya dibayar setiap bulan pada tanggal tertentu).168

Selanjutnya mengenai format perjanjian, KUH Perdata tidak

mensyaratkan format perjanjian sebagai syarat sahnya suatu perjanjian.

Apabila dicermati ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, ketentuan

tersebut hanya mencantumkan syarat kesepakatan para pihak secara sah

168

Sutan Remy Sjahdeini, Kredit Sindikasi Proses pembentukan dan Aspek

Hukum : Bab XI Perjanjian Kredit Sindikasi, sebagaimana termuat dalam Reading

Material Hukum Perbankan 1 yang dikumpulkan oleh Yunus Husen dan Zulkarnain

Sitompul, Op.Cit, halaman 128.

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 80: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

68

dalam perjanjian sebagai syarat mengikatnya suatu perjanjian dan berlaku

sebagai undang-undang bagi para pihak.

Syarat kesepakatan para pihak tersebut, dalam hasil rumusan

pertemuan ilmiah tentang Perkembangan Hukum Kontrak Dalam Praktek

Bisnis di Indonesia yang diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 22 Februari

1993, dirumuskan bahwa : perjumpaan kehendak antara kedua belah pihak

dalam perjanjian baku dapat dicapai dengan “diterimanya dokumen

perjanjian” yang disebut dalam perjanjian baku tersebut oleh pelanggan atau

nasabah, tanpa ada protes sewaktu menerima atau setelah beberapa lama

dengan waktu yang cukup untuk membaca perjanjian waktu terbatas.169

Meskipun Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata tidak mensyaratkan

perlunya format perjanjian sebagai syarat sahnya perjanjian, namun format

perjanjian tetap menjadi bagian yang penting karena menjadi tempat

penuangan kesepakatan para pihak.170

Dalam format perjanjian akan

dituangkan klausula-klausula yang mengikat para pihak berdasarkan

kebijaksanaan yang diterapkan bank atas kredit tersebut dan juga sesuai

dengan jenis kreditnya. Karena itu tidaklah mengherankan apabila format

perjanjian masing-masing bank berbeda sebab format perjanjian itu sendiri

dipengaruhi oleh perbedaan jenis-jenis kredit dan juga dipengaruhi oleh

kebijaksanaan perkreditan yang ditentukan masing-masing bank secara

mandiri.171

Menurut H.M. Hazniel Harun, pada intinya format perjanjian kredit

bank terdiri atas 5 (lima) bagian, yaitu :172

- Bagian pertama isinya adalah para pihak yang tersangkut dalam perjanjian

tersebut beserta besarnya jumlah kredit dan lamanya jangka waktu kredit

beserta sewa modal dan provisi atas kredit tersebut.

169

Badan Pembinaan Hukum Nasional, Departemen Kehakiman, Pertemuan

Ilmiah Tentang Perkembangan Hukum Kontrak dalam Bisnis Di Indonesia, 1994, hal.83. 170

Sunu Widi Purwoko, Op.Cit, halaman 14. 171

H.P. Panggabean, Praktik Standard Contract Dalam Perjanjian Kredit

Perbankan, Op.Cit, halaman 113. 172

H.M. Nazniel Harun, Aspek-Aspek Hukum Perdata Dalam Pemberian Kredit

Perbankan, Op.Cit, halaman 30.

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 81: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

69

- Bagian kedua memuat ketentuan umum yang isinya adalah ketentuan-

ketentuan mengenai barang jaminan yang sifatnya adalah barang tak

bergerak.

- Bagian ketiga memuat ketentuan mengenai barang yang digadaikan

kepada bank (barang bergerak) dan gadai efek-efek.

- Bagian keempat memuat mengenai memindahkan piutang atas nama orang

(cessie).

- Bagian kelima memuat mengenai hal-hal lain/Pasal tambahan.

Dari sudut pandang yang berbeda, H.P. Panggabean mengelompokkan

format perjanjian kredit atas 3 (tiga) bagian, yaitu :173

1. Bagian pokok, berisi peminjaman uang, penentuan bunga, masa waktu dan

peruntukan kredit.

2. Bagian tambahan, berisi syarat-syarat peminjaman uang.

3. Bagian khusus, berisi syarat-syarat eksonerasi.

Apabila dibandingkan pengelompokan format perjanjian kredit

menurut H.P. Panggabean dengan pengelompokkan format kredit menurut

H.M. Haziel Harun, terlihat bahwa H.P. Panggabean ingin menonjolkan

terdapatnya bagian khusus yang berisi syarat-syarat eksonerasi dalam

perjanjian kredit perbankan.

Syarat-syarat eksonerasi yang acap kali termuat dalam perjanjian baku

antara lain dalam bentuk pembebasan sama sekali dari tanggung jawab yang

harus dipikul oleh pihak kreditur apabila terjadi wanprestasi, dapat pula

berbentuk pembatasan jumlah ganti rugi yang dapat dituntut oleh debitur,

dapat pula berbentuk pembatasan waktu bagi orang yang dirugikan untuk

dapat mengajukan gugatan atau ganti rugi.174

Penulis Engels juga memaparkan bahwa secara umum syarat-syarat

eksonerasi dituangkan dalam tiga bentuk yuridis, yaitu :175

173

H.P. Panggabean, Praktik Standard Contract Dalam Perjanjian Kredit

Perbankan, Op.Cit, halaman 112. 174

Sutan Remy Sjahdeini, Op.Cit, halaman 85. 175

H.P. Panggabean, Praktik Standard Contract Dalam Perjanjian Kredit

Perbankan, Op.Cit, halaman 85-86.

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 82: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

70

a. Bentuk bahwa tanggung jawab untuk akibat hukum karena tidak atau

kurang baik memenuhi kewajiban-kewajiban, dikurangi atau dihapuskan

(misalnya ganti kerugian dalam hal ingkar janji).

b. Bentuk bahwa kewajiban-kewajiban sendiri, yang biasanya dibebankan

pada pihak untuk mana syarat dibuat, dibatasi atau dihapuskan (misalnya

perluasan pengertian keadaan darurat).

c. Bentuk bahwa kewajiban-kewajiban dicipta (syarat-syarat pembebasan-

vrijwaring bedigen); salah satu pihak dibebankan dengan kewajiban untuk

memikul tanggung jawab pihak lain yang mungkin ada untuk kerugian

yang diderita oleh pihak ketiga.

Klausula eksonerasi ini akan membatasi tanggung jawab pihak apabila

dikemudian hari terdapat gugatan dari pihak lain, karena wanprestasi.176

Selain modus di atas, menurut Munir Fuady, klausula eksonerasi

dalam perjanjian kredit juga dapat berwujud sebagai berikut :177

1. Dicetak dengan huruf kecil.

2. Bahasa yang tidak jelas artinya.

3. Tulisan yang kurang jelas dan susah dibaca.

4. Kalimat kompleks.

5. Bahkan, ada perjanjian baku yang tidak berwujud (seperti perjanjian

tersamar).

6. Kalimat ditempatkan pada tempat-tempat yang kemungkinan besar tidak

dibacakan oleh satu pihak.

Secara umum isi model perjanjian kredit yang berlaku di bank-bank

umum tidak mencantumkan suatu ketentuan yang memberikan perlindungan

bagi nasabah debitur. Bahkan dalam proses pra negosiasi maupun pada proses

penandatanganan perjanjian kredit pihak bank lebih menekankan syarat-

syarat yuridis dan/atau syarat-syarat ekonomis yang harus dipenuhi debitur.178

176

Djoni S. Gazali dan Rachmadi Usman, Op.Cit, halaman 337. 177

Ibid, halaman 325. 178

H.P. Panggabean, Praktik Standard Contract Dalam Perjanjian Kredit

Perbankan, Op.Cit, halaman 116.

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 83: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

71

Bahkan pihak debitur berada dalam kedudukan yang tidak seimbang dalam

negosiasi mendapatkan fasilitas kredit bank.179

Klausula-klausula yang memberatkan pihak nasabah debitur tersebut

merupakan pelanggaran atas pelarangan pencantuman klausula tertentu dalam

perjanjian kredit sebagaimana dimaksud Pasal 18 ayat 1 g Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen sebagai berikut :180

a. Ketentuan-ketentuan yang ditetapkan kemudian secara sepihak oleh bank,

baik mengenai penetapan bunga, biaya, ongkos, denda kurs, termasuk

pemberlakuan ketentuan yang sudah ada maupun yang akan berlaku

dikemudian hari.

b. Persyaratan-persyaratan dan atau tindakan-tindakan dan atau bukti-bukti

yang secara sepihak ditetapkan oleh bank.

c. Ketentuan-ketentuan yang mempunyai pengertian sangat luas, misalnya

kata-kata “termasuk tetapi tidak terbatas pada”.

Kedudukan yang tidak seimbang menjadikan pihak yang memiliki

posisi tawar yang lebih kuat dapat menekan pihak yang posisi tawarnya lebih

lemah yaitu memaksakan isi kontrak sesuai keinginannya yang merugikan

pihak dengan posisi tawar yang lebih lemah tersebut. Idealnya, para pihak

dalam kontrak harus memiliki posisi tawar yang seimbang dimana kebebasan

berkontrak yang sebenarnya akan eksis jika para pihak memiliki

keseimbangan secara ekonomi dan sosial.181

Ketidakseimbangan kedudukan para pihak tersebut dapat dilihat pada

ketentuan yang memihak pada kepentingan bank, yaitu :182

1. Ketentuan yang memberikan kewenangan bagi bank melaksanakan isi

model perjanjian kredit, antara lain :

- Menghentikan hubungan perjanjian secara sepihak.

- Menghentikan pencairan dana meskipun plafon kredit belum ditarik

seluruhnya.

- Menentukan sendiri barang jaminan.

179

Ibid, halaman 119. 180

Try Widiyono, Op.Cit, halaman 73. 181

Ridwan Khairandy, Op.Cit, halaman 123. 182

H.P. Panggabean, Praktik Standard Contract Dalam Perjanjian Kredit

Perbankan, Op.Cit, halaman 117.

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 84: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

72

- Menjual sendiri barang jaminan.

2. Ketentuan yang membebani debitur melaksanakan isi model perjanjian

kredit, antara lain :

- Mengurus barang jaminan.

- Memikul berbagai jenis biaya-biaya sehubungan penggunaan fasilitas

kredit.

Dengan model perjanjian kredit tersebut yang memberikan

perlindungan dominan kepada kepentingan bank, sudah tentu tidak

memberikan keseimbangan dalam perjanjian kredit. Isi model perjanjian

kredit yang lebih memihak pada perlindungan kepentingan kreditur jelas

memberikan ketidakadilan bagi pihak debitur, padahal dapat saja terjadi

kesalahan bersama dalam pelaksanaan perjanjian kredit, atau justeru

kesalahan tersebut bersumber dari pihak bank selaku kreditur.

Atas kesalahan bersama dalam pelaksanaan perjanjian kredit, idealnya

ditanggung secara bersama-sama. Hal ini sesuai dengan kaidah hukum dalam

Putusan Mahkamah Agung Nomor : 1887K/Pdt/1986 yang menyatakan :

sesuai asas keadilan adalah adil bila resiko yang timbul akibat kesalahan

bersama ditanggung secara bersama. Dengan demikian, perlindungan

kepentingan haruslah disepakati secara berimbang yang dituangkan dalam

perjanjian kredit.183

Meskipun secara umum klausula yang termuat dalam perjanjian kredit

bank dianggap tidak mengindahkan unsur keseimbangan perlindungan

kepentingan para pihak, bahkan dianggap tidak adil bagi debitur, namun

apabila ditilik dari kepentingan pihak bank guna melindungi dana

nasabahnya, dapat dimaklumi apabila pihak bank menerapkan syarat yang

ketat seolah-olah memihak pada kepentingan pihak bank.

Upaya pihak bank melindungi dana nasabah dapat dilihat dari klausula

yang lazim termuat dalam perjanjian kredit sebagai berikut :

183

Mahkamah Agung RI, Himpunan Kaidah Hukum Putusan Perkara Dalam

Buku Yurisprudensi Mahkamah Agung RI Tahun 1969 – 2001, diterbitkan tahun 2002.

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 85: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

73

Selama debitur masih memiliki kewajiban membayar kepada kreditur,

maka tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu dari kreditur, debitur

dilarang :

a. Memperoleh pinjaman baru atau mengakibatkan debitur menjadi

berutang baik secara langsung maupun tidak langsung.

b. Meminjamkan uang termasuk tetapi tidak terbatas kepada

perusahaan afiliasinya, kecuali untuk utang dagang.

c. Membubarkan debitur atau memohon debitur agar dinyatakan pailit

atau melakukan perubahan atas bidang usaha.184

Sutan Remy Sjahdeini mengemukakan bahwa tidak dapat dianggap

bertentangan dengan ketertiban umum dan keadilan apabila di dalam

perjanjian kredit dimuat klausul yang dimaksudkan justeru untuk

mempertahankan atau melindungi eksistensi bank atau bertujuan untuk

melaksanakan kebijakan pemerintah di bidang moneter, misalnya :

1. Berdasarkan pertimbangan demi menghindari keadaan likuid yang dapat

membahayakan eksistensi bank atau membahayakan kepentingan para

nasabah penyimpan dana mengingat pada saat itu bank sudah diambang

keadaan yang likuid, dengan tidak perlu memberitahukan terlebih dahulu

kepada nasabah debitur, bank berhak untuk menolak penarikan kredit yang

masih dalam batas izin tariknya.

2. Bank tidak bertanggung jawab atas kerugian apapun juga yang diderita

oleh nasabah debitur yang diakibatkan oleh penolakan penarikan kredit

itu.185

Di sisi lainnya, ketika perjanjian kredit telah ditandatangani dan dana

telah dikucurkan justru terjadi pergantian kekuatan kedudukan para pihak

dimana pihak bank menjadi pihak yang lebih lemah ketimbang nasabah

debitur terutama jika nasabah debitur melakukan cidera janji atau dalam

keadaan kredit macet. Kedudukan itu akan terus dialami pihak bank selama

tagihan terhadap debitur belum dapat dilunasi.186

Karena itu, suatu perjanjian

kredit haruslah memperhitungkan keadaan-keadaan debitur dan kreditur

184

Sunu Widi Purwoko, Op.Cit, halaman 13. 185

Sutan Remy Sjahdeini, Ibid, halaman 202. 186

H.P. Panggabean, Praktik Standard Contract Dalam Perjanjian Kredit

Perbankan, Op.Cit, halaman 128.

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 86: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

74

selama proses pembuatan perjanjian kredit maupun setelah dikucurkannya

dana kredit.

Selain itu, oleh karena perjanjian kredit bank dan perumusan klausula-

klausula di dalamnya sangat tergantung dari kebutuhan calon nasabah debitur

secara pribadi dan bank harus dapat mengantisipasinya secara cepat, maka

perumusan klausula perjanjian kredit bank harus dapat dinegosiasikan oleh

kedua belah pihak dan perundang-undangan harus menentukan batasan-

batasan klausul yang boleh maupun yang dilarang dicantumkan dalam

perjanjian kredit sebagai kaidah hukum yang sifatnya mengatur (aanvullend,

optional) saja.187

Artinya, perjanjian kredit bank tidak sepenuhnya merupakan

perjanjian baku.188

Sebagaimana dikemukakan di atas, faktor utama munculnya klausula

eksonerasi dalam perjanjian kredit karena tidak adanya ruang negosiasi.

Ketiadaan ruang negosiasi sudah tentu merupakan pengekangan atas

kebebasan berkontrak yang meliputi :189

1. Kebebasan untuk membuat atau tidak membuat perjanjian;

2. Kebebasan untuk memilih pihak dengan siapa ia ingin membuat

perjanjian;

3. Kebebasan untuk menentukan atau memilih kausa dari perjanjian yang

akan dibuatnya;

4. Kebebasan untuk menentukan obyek perjanjian;

5. Kebebasan untuk menentukan bentuk suatu perjanjian;

6. Kebebasan untuk menerima atau menyimpangi ketentuan undang-undang

yang bersifat opsional (aanvullend, optional).

Kebebasan berkontrak bukanlah kebebasan yang absolut tetapi harus

dimaknai sebagai kebebasan dari kesewenang-wenangan atau dari

pembatasan yang tidak beralasan, dan bukan berarti kekebalan terhadap

tindakan pengaturan demi melindungi kepentingan masyarakat.

187

Pendapat Johanes Ibrahim sebagaimana dikutip oleh Djoni S. Gazali dan

Rachmadi Usman, Op.Cit, halaman 327. 188

Ibid. 189

Sutan Remy Sjahdeini, Op.Cit, halaman 54.

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 87: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

75

Dalam kebebasan berkontrak maka masing-masing pihak harus saling

menghargai kepentingan pihak mitra perjanjian dan menghindari pemaksaan

kehendak. Sedapat mungkin klausula yang tercantum dalam formulir

perjanjian dapat diubah atas kehendak bersama kedua belah pihak dan karena

itu formulir perjanjian haruslah dipandang sebagai draft perjanjian kredit.

Draft tersebut harus dapat di-review untuk disesuaikan dengan status hukum

debitur, jenis kredit, jaminan yang diagunkan, dan isi lainnya dari offering

letter kepada calon debitur.190

Kesepakatan para pihak atas klausula yang diperjanjikan merupakan

tanda lahirnya suatu perjanjian kredit. Perjanjian kredit dianggap telah lahir

dan mengikat kreditur dan debitur terhitung semenjak tercapainya secara sah

kesepakatan kreditur dan debitur, antara lain mengenai jumlah uang yang

akan diutangkan kreditur, jangka waktu pembayaran utang, bunga utang dan

jaminan utang yang mulai mengikat sejak tanggal ditandatanganinya

perjanjian kredit tersebut.191

Kesepakatan para pihak mengenai klausula perjanjian, dalam praktik

selalu ditandai dalam bentuk pemarafan pada setiap lembaran perjanjian

kredit. Hal ini bertujuan bahwa dengan telah diparaf atau ditandatangani

setiap lembaran formulir perjanjian kredit menunjukkan persetujuan para

pihak akan isi dari setiap lembaran formulir perjanjian kredit dimana

perjanjian tersebut telah dilandaskan pada kesepakatan bersama tanpa ada

paksaan, penipuan, atau kekhilafan. Jika tidak diparaf, dapat dijadikan alasan

dikemudian hari oleh salah satu pihak untuk mempertanyakan keabsahan isi

perjanjian.192

Pemarafan tersebut hanyalah suatu kebiasaan dalam praktik

perjanjian kredit di bank dan bukan suatu perintah undang-undang. Meskipun

demikian, lazimnya pemarafan tersebut dianggap sebagai bukti kesepakatan.

Terhadap asumsi mengenai pemarafan tersebut, dapat diajukan tiga

pertanyaan, yaitu :193

190

Sunu Widi Purwoko, Op.Cit, halaman 35. 191

Ibid, halaman 10. 192

Ibid, halaman 37. 193

Sutan Remy Sjahdeini, Op.Cit, halaman 89.

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 88: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

76

1. Apakah ada kewajiban hukum bagi seseorang untuk membaca dan

memahami satu per satu syarat-syarat dari suatu perjanjian baku dimana

yang bersangkutan menjadi pihak ?

2. Apakah akibatnya apabila yang bersangkutan tidak membaca (dengan

demikian tidak pernah memahami) isi perjanjian baku tersebut dan

kemudian ternyata ada ketentuan-ketentuan dan syarat-syarat dari

perjanjian baku itu, yang secara tidak adil sangat memberatkan dan

merugikan pihaknya ?

3. Apakah akibatnya apabila yang bersangkutan memang telah membacanya

tetapi ternyata tidak memahami isi perjanjian itu, karena sifatnya yang

sangat teknis bagi seorang awam, dan ternyata isinya banyak mengandung

klausula-klausula yang memberatkan yang secara tidak adil telah sangat

merugikan pihaknya ?

Atas pertanyaan-pertanyaan tersebut, Sutan Remy Sjahdeini sampai

pada kesimpulan bahwa pada umumnya tidak mungkin bagi pengadilan

membebaskan pihak-pihak yang telah membubuhkan tanda tangannya pada

perjanjian yang dimaksud dari keterikatannya terhadap perjanjian itu kecuali

apabila terdapat fraud, misrepresentation atau plea of non est factum.

Menurut Calamari dan Perillo, bahwa tak mungkin akan ada seorangpun yang

dapat mempercayai suatu dokumen yang telah ditandatangani apabila pihak

yang lain dapat menghindarkan diri dari transaksi yang bersangkutan dengan

hanya mengemukakan bahwa pihaknya belum pernah membaca atau tidak

memahami tulisan dalam dokumen tersebut.194

Menurut penulis, asumsi demikian tidak dapat diberlakukan untuk

semua perjanjian kredit. Hanya perjanjian kredit yang memberi ruang

negosiasi yang cukup saja yang dapat diterapkan asumsi demikian.

Sedangkan bagi perjanjian kredit bank yang pada umumnya mengandung

klausula baku yang sulit dinegosiasikan tidak dapat disamakan atau terikat

dengan asumsi demikian, karena diparafnya atau ditandatanganinya

perjanjian kredit belum tentu berlandaskan pada kesepakatan bersama

194

Ibid, halaman 91.

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 89: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

77

melainkan bisa saja berdasarkan keterpaksaan pihak calon nasabah debitur

yang berada dalam tekanan ekonomi maupun tekanan kejiwaan.

Perjanjian kredit baku yang tidak dapat dinegosiasikan merupakan

perjanjian kredit yang didasarkan atas kehendak satu pihak saja yaitu pihak

bank. Karena itu, untuk menilai apakah suatu perjanjian kredit bank

didasarkan atas kehendak bersama atau kehendak sepihak, hakim dapat

mencermatinya dari indikasi sebagai berikut :195

a. Adanya syarat-syarat yang diperjanjikan, yang sebenarnya tidak masuk

akal atau yang tidak patut atau yang bertentangan dengan perikemanusiaan

(onredelijke contractsvoorwaarden atau unfair contract term).

b. Tampak atau ternyata pihak debitur berada dalam keadaan tertekan

(dwang positie).

c. Apabila terdapat keadaan dimana bagi debitur tidak ada pilihan-pilihan

lain kecuali mengadakan perjanjian a quo dengan syarat-syarat yang

memberatkan.

d. Nilai dari hasil perjanjian tersebut sangat tidak seimbang kalau

dibandingkan dengan prestasi timbal balik daripada bank.

Sebagaimana perjanjian pada umumnya, terhadap perjanjian kredit

yang tidak memenuhi syarat Pasal 1320 KUH Perdata wajib dan atau dapat

berakibat batal demi hukum atau dibatalkan.

Terhadap perjanjian kredit yang tidak memenuhi syarat subyektif,

yaitu terdapatnya kesepakatan sepihak dalam perjanjian kredit, atau

terdapatnya fraud, misrepresentation atau plea of non est factum dalam

perjanjian kredit, atau terdapatnya klausula baku yang memberatkan salah

satu pihak, atau terdapatnya kesepakatan yang tidak wajar dan bertentangan

dengan hukum, kepatutan, ketelitian, kehati-hatian, kesusilaan, dan keadilan

dan atau terjadi kesalahan pihak yang membuat perjanjian kredit atau pihak

yang membuat perjanjian kredit tidak cakap hukum, atau pihak yang

membuat perjanjian kredit tidak berwenang secara hukum, maka perjanjian

kredit tersebut dapat dibatalkan apabila salah satu pihak menginginkannya.

195

Pendapat Setiawan sebagaimana dikutip oleh H.P. Panggabean, Praktik

Standard Contract Dalam Perjanjian Kredit Perbankan, Op.Cit, halaman 94.

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 90: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

78

Untuk itu dapat dicermati kaidah hukum dalam Putusan Mahkamah

Agung Nomor : 3909K/Pdt/1994 yang menyatakan : Tidak adanya kata

sepakat mengenai jumlah utang dan barang jaminan dalam perjanjian kredit

adalah cacat hukum dan karenanya tidak sah.196

Sebagai pembanding, dapat

pula dilihat kaidah hukum dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor :

1721K/Pdt/1996 yang menyatakan : Apa yang telah disepakati oleh debitur

dalam perjanjian kredit wajib dipenuhi dan peranan kantor akuntan

dibenarkan Mahkamah Agung.197

Terhadap perjanjian kredit yang tidak memenuhi syarat obyektif, yaitu

mengenai suatu sebab tertentu yang tidak bernilai ekonomis atau yang tidak

dapat ditaksir harganya, dan atau terhadap sesuatu sebab yang dilarang oleh

hukum, kepatutan, ketelitian, kehati-hatian, kesusilaan, maka perjanjian kredit

tersebut wajib dinyatakan batal demi hukum jika pihak yang dirugikan

memintakan pembatalannya kepada hakim. Batal demi hukum dapat

diartikan bahwa dari semula tidak pernah disepakati suatu perjanjian dan

tidak pernah timbul perikatan diantara para pihak.198

Selain pembatalan perjanjian kredit karena tidak memenuhi syarat

Pasal 1320 KUH Perdata, suatu perjanjian kredit juga dapat menjadi batal

oleh karena salah satu pihak ingkar janji, cidera janji atau melakukan

wanprestasi. Untuk dinyatakan terdapatnya ingkar janji, cidera janji atau

melakukan wanprestasi, maka pihak yang merasa dirugikan dapat

mengajukan gugatan wanprestasi kepada hakim untuk diadili persengketaan

diantara mereka.

Berdasarkan uraian-uraian di atas, pemberian kredit begitu penting

dan memberikan multi manfaat bagi masyarakat. Meskipun demikian,

pemberian kredit tidak terlepas dari dampak-dampak negatif diantaranya

sebagai berikut :199

1. Bisa membuat masyarakat menjadi konsumtif, karena kemudahan-

kemudahan dalam pemberian kredit.

196

Mahkamah Agung RI, Op.Cit. 197

Ibid. 198

Sunu Widi Purwoko, Op.Cit, halaman 8. 199

H.M. Nazniel Harun, Aspek-Aspek Hukum Perdata Dalam Pemberian Kredit

Perbankan,Op.Cit, halaman 14.

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 91: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

79

2. Bisa menambah laju inflasi dimana peredaran uang secara fiktif akan

semakin cepat yang mengakibatkan permintaan suatu barang semakin

meningkat cepat yang mengakibatkan naiknya harga barang sedangkan

jumlah uang dimasyarakat tidak bertambah.

3. Bisa juga membahayakan kesehatan bank dimana semakin tingginya kredit

dikucurkan bank maka semakin tinggi pula resiko yang dihadapi bank.

Dampak negatif tersebut pada umumnya tidak diperhitungkan oleh

calon nasabah debitur. Bagi calon nasabah debitur yang difikirkan adalah

bagaimana caranya memperoleh kredit untuk mengatasi kebutuhan dananya.

Keadaan calon nasabah debitur yang demikian seringkali dimanfaatkan oleh

kreditur untuk menekan kejiwaan calon nasabah debitur. Disisi lainnya,

terkadang nasabah debitur “nakal” menjadikan keadaan kebutuhan ekonomi

mendesak sebagai alasan adanya paksaan dalam menyepakati perjanjian

kredit.

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 92: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

80

BAB 3

KEDUDUKAN ASAS KESEIMBANGAN

DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK

Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang

lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal200

dengan mendasarkannya pada prinsip saling percaya untuk menepati janji.

Perjanjian yang didasarkan pada prinsip saling percaya tidak cukup hanya

dilakukan secara lisan dan karena itu dibutuhkan wadah untuk menuangkan

perjanjian secara tertulis.

Perjanjian tertulis (kontrak) memiliki arti penting bagi para pihak yaitu :201

a. Sebagai wadah bagi para pihak dalam menuangkan hak dan kewajiban

masing-masing (bertukar konsesi dan kepentingan).

b. Sebagai bingkai aturan main.

c. Sebagai alat bukti adanya hubungan hukum.

d. Menjamin kepastian hukum.

e. Menunjang iklim bisnis yang konduktif (win-win solution, efisiensi-profit).

Sangat berartinya perjanjian tertulis bagi para pihak telah mendorong para

pihak menaruh harapan yang besar pada diberlakukannya perjanjian tertulis dalam

fungsi dan peranannya yaitu :202

a. Wajib untuk dilaksanakan (memaksa) serta memberikan perlindungan

terhadap suatu pengharapan yang wajar.

b. Berupaya mencegah terjadinya suatu penambahan kekayaan secara tidak adil.

c. Bertujuan untuk mencegah terjadinya kerugian tertentu dalam hubungan

kontraktual.

Berdasarkan fungsi dan peranan di atas, maka perjanjian tertulis dapat

digunakan para pihak untuk mengawasi tindakan pihak lainnya agar taat dan

tunduk pada isi perjanjian. Ketidaktaatan salah satu pihak pada isi perjanjian akan

merugikan kepentingan pihak lainnya.

200

Subekti, Hukum Perjanjian, Op.Cit, halaman 1. 201

Agus Yudha Hernoko, Op.Cit, halaman 100. 202

P.S. Atiyah dalam Agus Yudha Hernoko, Op.Cit, halaman 98.

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 93: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

81

Ketidaktaatan pada isi perjanjian yang berpengaruh pada kerugian yang

dialami pihak terugi mencerminkan bahwa perjanjian merupakan alat yang

digunakan para pihak untuk mencapai tujuan. Hal ini karena masing-masing pihak

dalam perjanjian memiliki kepentingan dimana kepentingan tersebut tidak dapat

dicapai secara sendiri-sendiri dan memerlukan perjanjian untuk memenuhi

kepentingannya. Dengan demikian dalam perjanjian terdapat hubungan saling

ketergantungan kepentingan.

Kepentingan para pihak dalam perjanjian kredit bank dapat dideskripsikan

dalam bentuk kepentingan pihak nasabah debitur untuk memperoleh pinjaman

modal yang besar dan kepentingan bank kreditur untuk memperoleh keuntungan

yang besar dari bunga kredit yang ditariknya atas modal yang dipinjamkan kepada

nasabah debitur. Kepentingan nasabah debitur dan bank kreditur tersebut tidak

akan terpenuhi apabila tidak dilakukan perjanjian kredit diantara mereka. Dalam

hubungan ketergantungan, apabila bank kreditur tidak memenuhi prestasinya

maka akan mendatangkan kerugian bagi nasabah debitur, demikian sebaliknya.

Hubungan saling ketergantungan diantara bank kreditur dengan nasabah

debitur dalam memenuhi kepentingannya, mengharuskan penyelarasan

kepentingan-kepentingan para pihak agar kepentingan salah satu pihak tidak

mendominasi kepentingan pihak lainnya. Hal ini penting mengingat jika

terjadinya dominasi kepentingan maka kepentingan pihak terdominasi tidak akan

terpenuhi dan dengan demikian tujuan diilakukannya perjanjian yaitu agar

bersama-sama dapat memenuhi kepentingannya tidak akan terwujud. Dengan

demikian kepentingan pihak yang berposisi lebih tinggi tidak boleh mendominasi

kepentingan pihak lainnya dan harus diseimbangkan sebagaimana dimaksudkan

Roscoe Pound bahwa hukum itu keseimbangan kepentingan. Hukum tidaklah

menciptakan kepuasan tetapi hanya memberi legitimasi atas kepentingan manusia

untuk mencapai kepuasan tersebut dalam keseimbangan.203

Berpijak pada pengertian hukum menurut Roscoe Pound tersebut, jika

diterapkan dalam perjanjian kredit bank, maka keadaan tidak terdapatnya

keseimbangan kepentingan pihak bank kreditur dengan pihak nasabah debitur

203

Lihat pendapat Bernard L. Tanya, Yoan N. Simanjuntak dan Markus Y.

Hage sebagaimana telah dikemukakan dalam bab 1 bagian kerangka teori penelitian ini.

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 94: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

82

dalam perjanjian kredit bank menunjukkan tidak terdapatnya hukum dalam

perjanjian kredit tersebut dan karena itu perjanjian kredit bank yang demikian

tidak memenuhi syarat pemberlakuan sebagai undang-undang bagi para pihak dan

tidak dapat memaksa para pihak untuk tunduk pada perjanjian kredit bank

tersebut. Perjanjian kredit bank yang tidak berlaku sebagai hukum tidak memiliki

kekuatan hukum dan karena itu harus dibatalkan.

Perjanjian kredit bank merupakan perjanjian pendahuluan yang bersifat

konsensuil sedangkan penyerahan uangnya bersifat riil.204

Perjanjian kredit bank

disebut sebagai perjanjian pendahuluan karena perjanjian kredit bank merupakan

awal dari suatu transaksi perkreditan bank, sedangkan bersifat konsensuil karena

perjanjian kredit bank pada umumnya didasarkan pada konsensus atau

kesepakatan para pihak yang dilandasi kepercayaan para pihak satu sama lainnya.

Dalam keadaan demikian meskipun perjanjian kredit bank telah disetujui namun

nasabah debitur tidak dapat dengan segera mencairkan pinjamannya sebab antara

kesepakatan dan penyerahan uang terdapat waktu tunggu yang menangguhkan

kesempurnaan perjanjian kredit bank.205

Produk perkreditan bank adalah salah satu bentuk implementasi fungsi

intermediasi bank. Pada intinya, fungsi intermediasi bank berhubungan dengan

keberadaan bank sebagai lembaga penghimpun dana nasabah dan sekaligus

menyalurkannya guna memperoleh sejumlah bunga, imbalan atau bagi hasil.

Dalam menyalurkan dana nasabah melalui produk perkreditan, pihak bank

melakukannya dengan cara mengadakan perikatan dengan nasabah debitur yang

memerlukan dana melalui lembaga perjanjian kredit bank.

Perjanjian kredit bank206

adalah perjanjian antara bank sebagai kreditur

dengan nasabah sebagai debitur mengenai penyediaan uang atau tagihan yang

204

Lukman Santoso AZ, Op.Cit, halaman 60. 205

Ibid, halaman 61. 206

Salah satu hal yang membedakan perjanjian kredit bank dengan perjanjian

kredit lainnya adalah obyek perjanjian kredit. Obyek dalam perjanjian kredit bank

bukanlah barang dalam arti harafiah melainkan uang atau tagihan yang dapat

dipersamakan dengan uang, sehingga yang dimaksudkan “memberikan sesuatu” sesuai

Pasal 1234 KUH Perdata sebagai obyek perjanjian, dalam konteks perjanjian kredit bank

diartikan sebagai memberikan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan uang.

Uang atau tagihan sebagai obyek kredit bank berkaitan dengan fungsi intermediasi bank

sebagai lembaga yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan

menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 95: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

83

dapat dipersamakan dengan itu yang mewajibkan nasabah debitur untuk melunasi

utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan sejumlah bunga, imbalan atau

pembagian hasil keuntungan. Hakekatnya, perjanjian kredit bank merupakan

perhubungan hukum antara kreditur dengan debitur berdasarkan atas suatu janji

untuk melakukan prestasi dan masing-masing pihak berhak menuntut pelaksanaan

prestasi yang dijanjikan.207

Berdasarkan definisi di atas, dapat ditarik unsur-unsur perjanjian kredit

bank sebagai berikut :

1. Subyek perjanjian kredit adalah bank selaku kreditur dan nasabah selaku

debitur.

2. Obyek perjanjian kredit adalah uang atau tagihan yang dapat dipersamakan

dengan uang.

3. Dalam perjanjian kredit terkandung hak dan kewajiban.

4. Adanya batasan waktu tertentu yang disepakati untuk pelunasan utang.

Unsur “subyek perjanjian kredit” berkaitan dengan syarat kecakapan

bertindak secara hukum dan syarat kewenangan bertindak oleh hukum. Syarat

kecakapan bertindak berkaitan dengan kedewasaan, keadaan kejiwaan dan

kemampuan bertindak, sedangkan syarat kewenangan bertindak berkaitan dengan

keadaan-keadaan tertentu sebagai bentuk larangan bertindak oleh hukum. Tentang

syarat subyek hukum ini yang bertindak sebagai pihak kreditur adalah bank

sedangkan sebagai pihak debitur adalah nasabah.

Berkaitan dengan unsur “hak dan kewajiban” yang harus termuat dalam

perjanjian kredit bank, terkandung hak pihak bank untuk menerima pelunasan

utang dengan sejumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan dan

kewajiban pihak bank untuk menyediakan uang atau tagihan yang dapat

dipersamakan dengan uang sebagai utang. Pembebanan kewajiban kepada bank

untuk menyediakan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan uang,

disebabkan kedudukan yang dimiliki oleh bank sebagai :208

a. Pencipta uang (uang kartal dan uang giral),

dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak (Lihat Undang-Undang RI nomor

10 Tahun 1998 tentang Perbankan.) 207

Bandingkan dengan Wirjono Prodjodikoro, Op.Cit, halaman 7. 208

Lukman Santoso AZ, Op.Cit, halaman 32.

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 96: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

84

b. Penyalur simpanan-simpanan dari masyarakat, dan

c. Badan yang berfungsi sebagai perantara dalam menerima dan membayar

transaksi dagang di dalam negeri maupun di luar negeri.

Hak dan kewajiban pihak bank berlaku kebalikannya bagi pihak nasabah

debitur. Hak dan kewajiban masing-masing pihak akan saling mempengaruhi

pemenuhan prestasi dalam perjanjian kredit bank dan memberikan hak tagih209

pada masing-masing pihak terhadap pihak lainnya untuk memenuhi prestasinya.

Penggunaan hak tagih berkaitan dengan batasan waktu tertentu yang

disepakati untuk pelunasan utang, yaitu berkaitan dengan jatuh tempo untuk

menentukan batasan waktu maksimal debitur mengembalikan utangnya dan

sebagai titik awal dapat dilakukannya penagihan apabila debitur lalai

melaksanakan kewajibannya atau sebagai patokan pemberitahuan kepada debitur

mengenai akan jatuh temponya suatu tagihan. Hak tagih merupakan sarana yang

diberikan KUH Perdata untuk menyeimbangkan pelaksanaan perjanjian.

Dalam praktik perbankan di Indonesia, umumnya perjanjian kredit yang

digunakan berbentuk baku atau standar atau adhesi yang sifatnya membatasi asas

kebebasan. Pembatasan asas kebebasan berkontrak ini sangat berkaitan dengan

kepentingan umum sehingga diperlukan pengaturannya dalam undang-undang

atau setidak-tidaknya diawasi oleh pemerintah.210

Menurut Hondius, suatu perjanjian baku biasanya mengandung syarat-

syarat baku berupa syarat-syarat konsep tertulis yang dimuat dalam beberapa

perjanjian yang masih akan dibuat, yang jumlahnya tidak tertentu, tanpa

merundingkan lebih dulu isinya.211

Dengan demikian suatu perjanjian baku dapat

mengandung klausula eksonerasi yang dianggap sebagai klausula yang berat

sebelah dan tidak adil sebab mengucilkan hak pihak nasabah debitur dan lebih

melindungi hak bank kreditur.

209

Penagihan dapat diartikan sebagai pemberitahuan oleh pihak berhak kepada

pihak berwajib bahwa pihak pertama ingin supaya pihak kedua melaksanakan janji, yaitu

dengan segera atau pada suatu waktu yang disebutkan dalam perjanjian itu. (Wirjono

Prodjodikoro, Op.Cit, halaman.50). 210

Mariam Darus Badrulzaman, Kerangka Dasar Hukum Perjanjanjian

(Kontrak), sebagaimana terangkum dalam Hukum Kontrak di Indonesia (Seri Dasar

Hukum Ekonomi 5) yang diterbitkan oleh ELIPS, 1998, halaman 1. 211

Purwahid Patrick, Perjanjian Baku dan Penyalahgunaan Keadaan,

sebagaimana terangkum dalam Hukum Kontrak di Indonesia (Seri Dasar Hukum

Ekonomi 5) yang diterbitkan oleh ELIPS, 1998, halaman 146.

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 97: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

85

Memang disatu sisi terlihat bahwa klausula eksonerasi adalah klausula

yang tidak adil bagi penerima pinjaman atau nasabah debitur. Namun disisi

lainnya, pencantuman klausula secara sepihak memberikan keuntungan bagi

pemberi pinjaman atau kreditur dalam melindungi modal kreditur dari

ketidaksungguhan debitur melaksanakan isi perjanjian. Fakta yang perlu

diperhitungkan, dalam keadaan suatu perjanjian telah ditetapkan maka kreditur

berada dalam posisi yang lemah dan debitur berada dalam posisi yang kuat, sebab

ketergantungan pihak kreditur kepada debitur dalam hal pengembalian pinjaman

sangatlah tinggi.

Dengan demikian, meskipun klausula eksonerasi dianggap sebagai faktor

yang mempengaruhi ketidakseimbangan perjanjian kredit bank, namun kita masih

perlu mencerna maksud dari para pihak (khususnya pihak bank kreditur)

mencantumkan klausula eksonerasi tersebut. Walaupun terbaca secara kasat mata

klausula tersebut sebagai klausula eksonerasi akan tetapi tidak dapat secara serta

merta kita menggolongkannya sebagai klausula eksonerasi. Sebab itu, penilaian

atas klausula perjanjian kredit bank untuk menggolongkannya apakah tergolong

sebagai klausula eksonerasi selain dari segi pertentangan dengan hukum juga

patut dicermati dari segi kelayakan atau kepatutan.

Umumnya perjanjian kredit bank yang mengandung klausula eksonerasi

adalah perjanjian kredit yang tidak seimbang. Hubungan atau keadaan yang tidak

seimbang dalam perjanjian kredit bank menjadikan ketentuan dalam perjanjian

kredit bank tersebut menjadi tidak patut atau tidak adil. Ketidakpatutan atau

ketidakadilan yang terjadi pada suatu hubungan para pihak yang tidak seimbang

dinamakan undue influence, sedangkan ketidakpatutan atau ketidakadilan terjadi

pada suatu keadaan (bukan hubungan) yang tidak seimbang dinamakan

unconscionability.212

Terhadap hubungan atau keadaan ketidakseimbangan dalam perjanjian

kredit bank, diperlukan kehadiran asas keseimbangan untuk menyeimbangkan

kepentingan para pihak yang terikat pada perjanjian kredit tersebut. Dalam hal ini,

asas keseimbangan adalah keadaan hening atau keselarasan karena dari pelbagai

212

Hardijan Rusli, Hukum Perjanjian Indonesia dan Common Law, Pustaka

Sinar Harapan, Jakarta : 1996, halaman 113.

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 98: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

86

gaya yang bekerja tidak satupun mendominasi yang lainnya atau karena tidak satu

elemen menguasai yang lainnya.213

Daya kerja asas keseimbangan yang optimal akan menyeimbangkan

kepentingan pihak-pihak, memberikan hukum yang ideal bagi para pihak dan

memberikan keadilan dalam perjanjian kredit bank. Karena itu perjanjian kredit

bank haruslah diuji keseimbangannya dimana untuk menguji apakah suatu

perjanjian kredit bank telah seimbang ataukah tidak dapat dilakukan dengan

memperhatikan 3 (tiga) aspek penguji asas keseimbangan, yaitu :214

1. Perbuatannya sendiri atau pelaku individual.

2. Isi kontrak.

3. Pelaksanaan dari apa yang telah disepakati.

Hal yang selalu dikedepankan berkaitan dengan keseimbangan dalam

menyusun perjanjian kredit bank adalah kebebasan berkontrak para pihak dalam

menetapkan klausula perjanjian. Tentang kebebasan berkontrak, Ridwan

Khairandy mengemukakan bahwa pada dasarnya kebebasan berkontrak dapat

dimaknai dalam dua segi yaitu makna kebebasan berkontrak yang positif dimana

para pihak memiliki kebebasan untuk membuat kontrak yang mengikat yang

mencerminkan kehendak bebas para pihak, dan kebebasan berkontrak dalam

makna negatif yaitu para pihak bebas dari suatu kewajiban sepanjang kontrak

yang mengikat itu tidak mengatur.215

Kebebasan berkontrak memiliki ruang lingkup berupa kebebasan

melakukan perjanjian dengan siapa saja dan mengenai apa saja yang tidak

bertentangan dengan hukum, kepatutan dan kesusilaan serta ruang lingkup

kewajiban tunduk pada apa yang diperjanjikan. Ruang lingkup tersebut bertalian

dengan asas kebebasan berkontrak dan asas kekuatan mengikat dari suatu

perjanjian. Ruang lingkup tersebut adalah sesuai dengan Article 1.1 UNIDROIT

yang berbunyi : “The parties are free to enter into a contract and to determine its

content”.216

213

Agus Yudha Hernoko, Op.Cit, halaman 5. 214

Herlien Budiono, Op.Cit, halaman 334. 215

Ridwan Khairandy, Op.Cit, halaman 42-43. 216

UNIDROIT, Principles of International Commercial Contract, Rome :1994,

page 7.

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 99: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

87

Azas kebebasan berkontrak217

berpangkal pada kedudukan kedua belah

pihak yang sama kuatnya, sedang kenyataannya seringkali tidaklah demikian.218

Kedudukan para pihak yang tidak seimbang yakni tidak sama kuat kedudukannya

atau tidak mempunyai bargaining position yang sama telah mempengaruhi daya

kerja asas kebebasan berkontrak sehingga menimbulkan ketimpangan-

ketimpangan dan ketidakadilan pengaturan kewajiban para pihak.219

Mengenai hal

tersebut P.S. Atiyah mengemukakan bahwa “contracts sometimes contain clauses

under which one party may vary the duty of the other party.”220

Pada umumnya ketidakseimbangan terjadi apabila para pihak berada

dalam kekuatan ekonomi yang berbeda. Pihak ekonomi lemah seolah-olah dipaksa

untuk menerima kehendak pihak ekonomi kuat. Ketidakseimbangan keadaan

ekonomi tersebut mempengaruhi kejiwaan pihak ekonomi lemah sehingga merasa

tertekan. Dalam keadaan tertekan pihak ekonomi lemah dipaksa untuk membuat

keputusan take it or leave it. Tekanan tersebut memicu ketidakbebasan

mengikatkan diri dalam perjanjian kredit bank.

Keadaan tidak bebasnya salah satu pihak dalam melakukan perjanjian

kredit bank merupakan keadaan yang bertentangan dengan asas kebebasan

berkontrak. Dalam asas kebebasan berkontrak, individu diberikan kebebasan

untuk membuat perjanjian seluas-luasnya sepanjang tidak bertentangan dengan

ketertiban umum.221

217

Asas kebebasan berkontrak atau freedom of contract di negara common law

dikenal dengan istilah Laissez Faire yang pengertiannya diterangkan oleh Jessel M.R

dalam kasus “Printing and Numerial Registering Co. vs Sampson” (1875) LR 19 Eq. 462

pada 465, yaitu men of full age and understanding shall have the utmost liberty of

contracting and that contracts which are freely and voluntarily entered into shall be held

sacred end enforced by the courts….. you are not lightly to interfere with this freedom of

contract ( setiap orang dewasa yang waras mempunyai hak kebebasan berkontrak

sepenuhnya dan kontrak-kontrak yang dibuat secara bebas dan atas kemauan sendiri,

adalah dianggap mulia/kudus dan harus dilaksanakan oleh pengadilan….. dan kebebasan

berkontrak ini tidak boleh dicampuri sedikitpun). Lihat Hardijan Rusli, Op.Cit, halaman

38. 218

R. Subekti, Kumpulan Karangan Hukum Perikatan, Arbitrase dan

Peradilan, Alumni, Bandung, 1992, halaman 5. 219

Sutan Remy Sjahdeini, Op.Cit, halaman 55. 220

P.S. Atiyah, Promises, Morals, And Law, Op.Cit, page 149. 221

Ridwan Khairandy, Op.Cit, halaman 91.

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 100: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

88

Asas kebebasan berkontrak berkaitan erat dengan isi perjanjian yaitu

kebebasan untuk menentukan apa yang hendak diperjanjikan.222

Isi perjanjian

kredit adalah penyataan kehendak para pihak berdasarkan kesepakatan. Jadi untuk

mengetahui kehendak para pihak yang disepakati mengenai suatu perjanjian kredit

dapat dilihat dari isi perjanjian kredit.

Kehendak atau maksud para pihak tersebut ada yang dinyatakan secara

terang dan ada yang dinyatakan secara samar-samar. Dinyatakan secara terang

artinya dengan membaca isi kontrak kita sudah langsung mengetahui secara jelas

maksud atau kehendak para pihak. Sedangkan yang dimaksud dengan dinyatakan

secara samar-samar adalah kehendak para pihak baru diketahui setelah melalui

penafsiran ataupun mencermati keadaan-keadaan disekitar pembuatan perjanjian

tersebut. Apapun bentuk pernyataan kehendak atau maksud para pihak, idealnya

maksud atau kehendak tersebut haruslah dapat dimengerti oleh masing-masing

mitra pihak dan juga dapat difahami oleh pihak ketiga.

Isi perjanjian kredit bank sebagai pernyataan kehendak para pihak tidak

boleh bertentangan dengan hukum, kepatutan dan kesusilaan. Kehendak para

pihak yang bertentangan dengan hukum atau menyinggung secara negatif

kepatutan dan kesusilaan adalah kehendak yang mempengaruhi

ketidakseimbangan suatu perjanjian. Suatu perjanjian yang seimbang adalah

perjanjian yang sesuai dengan hukum, kepatutan dan kesusilaan.

Dengan demikian kebebasan berkontrak haruslah dimaknai sebagai

kebebasan yang bertanggung jawab dalam arti bebas membuat perjanjian

sepanjang tidak merugikan pihak lainnya. Hal ini penting mengingat perjanjian itu

sendiri memerlukan keseimbangan pengaturan dan perlindungan kepentingan

masing-masing pihak. Artinya, kebebasan berkontrak dibatasi oleh kewajiban

menghormati kepentingan pihak lainnya dalam ikatan perjanjian.

Tentang hal tersebut, John Stuart Mill mengemukakan sebagai berikut :

That principle is, that the sole end for which mankind are warranted,

individually or collectively, in interfering with the liberty of action of any of

their number, is self protecton. That the only purpose for which power can

be right fully exercised over any member of a civilized community, against

his will, is to prevent harm to others. His own good, either physical or

222

Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, Op.Cit, halaman 52.

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 101: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

89

moral, is not a sufficient warrant. He can not rightfully be courpelled to do

for bear because it will be better for him to do so, because it will make him

happier, because in the options of others, to do so would be wise, or even

right. These are good reasons for remonstrating with him, but not for

compelling him or visiting him with any evil in case he do otherwise. To

justify that, the conduct form which it is desired to deter him, must be

calculated to produce evil to someone else. The only part of the conduct of

any one, for with concern others. In the part which merely concern himself,

his independence is, of right, absolute. Over himself, over his own body and

mind, the individual is sovereign.223

Adanya kedudukan dan/atau posisi tawar yang tidak seimbang dalam

perjanjian kredit adalah bertentangan dengan tujuan hukum yaitu keadilan karena

perjanjian dibentuk sebagai wadah yang mempertemukan kepentingan para pihak

sebagai bentuk pertukaran kepentingan yang adil.224

Berkaitan dengan itu, Agus Yudha Hernoko mengemukakan bahwa

seringkali terjadi kesalahan persepsi mengenai eksistensi kontrak yang pada

akhirrnya menjebak dan menyesatkan penilaian obyektif, khususnya mengenai

pertanyaan “apakah suatu perjanjian kontrak itu seimbang atau tidak seimbang

berat sebelah.”225

Lebih lanjut Agus Yudha Hernoko berpendapat bahwa kesesatan tersebut

karena hanya bergelut pada perbedaan status masing-masing pihak yang

berkontrak (barat-timur, asing-domestik, nasabah-bank, produsen-konsumen).

Pandangan tersebut tidak seluruhnya salah, namun akan lebih fair dan obyektif

apabila menilai keberadaan suatu kontrak terutama dengan mencermati

substansinya, serta kategori kontrak yang bersangkutan (kontrak konsumen atau

kontrak komersial).226

Pandangan yang fair dan obyektif atas suatu perjanjian harus

diinterpretasikan secara luas sebagai berikut :227

1. Lebih mengarahkan pada keseimbangan posisi para pihak, dimana para pihak

diberi muatan keseimbangan.

223

Sutan Remy Sjahdeini, Op.Cit, halaman 30. 224

Teguh Wicaksono Saputra, Op.Cit, halaman 76. 225

Agus Yudha Hernoko, Op.Cit, halaman 4. 226

Ibid, halaman.4-5. 227

Ibid, halaman 83-84.

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 102: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

90

2. Kesamaan pembagian hak dan kewajiban dalam hubungan kontraktual

seolah-olah tanpa memerhatikan proses yang berlangsung dalam penentuan

hasil akhir pembagian tersebut.

3. Keseimbangan seolah sekadar merupakan hasil akhir dari sebuah proses.

4. Intervensi negara merupakan instrument memaksa dan mengikat agar

terwujud keseimbangan posisi para pihak.

5. Keseimbangan posisi para pihak hanya dapat dicapai pada syarat dan kondisi

yang sama (ceteris paribus).

Cakupan interpretasi perjanjian dalam hubungannya dengan keseimbangan

perjanjian di atas memperlihatkan bahwa keseimbangan suatu perjanjian tidak

semata-mata mutlak ditentukan oleh keseimbangan kedudukan para pihak saja

tetapi juga mencakup keseimbangan aspek-aspek lainnya yang turut

mempengaruhi terciptanya keseimbangan suatu perjanjian khususnya aspek

internal dari para pihak yaitu aspek itikad baik.

Aspek itikad baik menjadi penting diketengahkan dalam melengkapi

kajian keseimbangan dalam perjanjian kredit bank, dengan asumsi bahwa

perbedaan kedudukan para pihak dalam perjanjian kredit bank tidak mutlak

menjadikan perjanjian kredit bank menjadi berat sebelah dan merugikan salah satu

pihak apabila masing-masing pihak memiliki itikad baik untuk tunduk pada

perjanjian kredit yang dibuatnya. Dalam hal ini Setiawan berpendapat bahwa asas

kebebasan berkontrak kini setidak-tidaknya tidak lagi tampil dalam bentuknya

yang utuh antara lain disebabkan pengaruh pensyaratan itikad baik pada masa pra

perjanjian (pre-contractual fase), masa pembuatan perjanjian maupun masa

pelaksanaan perjanjian.228

Itikad baik merupakan asas yang wajib ditaati para pihak sehingga tercipta

kesepakatan yang murni (fair) dalam suatu perjanjian. Kewajiban beritikad baik

dalam perjanjian telah diketengahkan dalam Restatement (Second) of Contract

228

Selain pengaruh asas itikad baik, tidak utuhnya lagi pemberlakuan asas

kebebasan berkontrak juga dipengaruhi oleh pengaruh ajaran tentang penyalahgunaan

keadaan (misbruik van omstandigheden ataupun undue influence), juga dipengaruhi

semakin banyaknya perjanjian yang dibuat dalam bentuk baku dan pengaruh

bertambahnya peraturan-peraturan di bidang hukum ekonomi yang merupakan

“mandatory rules of a public law nature”. Lihat Setiawan, Aneka Masalah Hukum dan

Hukum Acara Perdata, Alumni, Bandung, 2008, halaman 179.

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 103: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

91

Chapter 9 Topic 2 Section 205 yang menyatakan : Every contract imposes upon

each party a duty of good faith and fair dealing in its performance and its

enforcement.229

Demikian pula termuat dalam U.C.C section 1-203 yang

menyatakan “Every contract or duty within this Act imposes an obligation of good

faith in its performance or enforcement”.230

Asas itikad baik pada saat menyusun suatu perjanjian diartikan sebagai

kejujuran, yaitu orang yang beritikad baik menaruh kepercayaan sepenuhnya

kepada pihak lawan yang dianggapnya jujur dan tidak menyembunyikan sesuatu

yang buruk yang dikemudian hari dapat menimbulkan kesulitan-kesulitan.231

Pengertian tersebut sesuai dengan Section 1-201 (19) of the U.C.C yang

memberikan pengertian itikad baik sebagai : as honesty in fact in the conduct or

transaction concerned.232

Itikad baik yang terdapat pada saat menyusun perjanjian akan menghindari

timbulnya perbuatan melawan hukum dalam perjanjian dan itikad baik yang

diterapkan dalam melaksanakan perjanjian akan menghindari lahirnya wanprestasi

atau ingkar janji atau cidera janji dari suatu perjanjian.233

Itikad baik pihak bank selaku kreditur dapat pula dilihat dari perbuatan

bank kreditur yang tidak sewenang-wenang menetapkan besaran kredit, akan

tetapi besaran kredit ditetapkan setelah melalui proses analisa terlebih dahulu

dengan mempertimbangkan keadaan ekonomi dan rekam kelakuan calon nasabah

debitur sebelum pengajuan kredit, pada saat pengajuan kredit maupun

kemungkinannya setelah kredit dikucurkan,

Besaran pinjaman kredit uang yang dikucurkan disesuaikan dengan

kemampuan nasabah debitur mengembalikan pinjaman, artinya, kepada nasabah

229

Robert E. Scott, Douglas L. Leslie, Contract Law and Theory Selected

Provisions : Restatement of Contract and Uniform Commercial Code (Secondary

Materials), Contemporary Legal Eduction Series, The Michie Company Law Publisher,

Virginia : 1988, page 21. 230

Gordon D. Schaber, Claude D. Rohwer, Contracts, St. Paul, Minn West

Publishing Co, 1990, page 174. 231

R, Subekti, Aspek-Aspek Hukum Perikatan Nasional, Op.Cit, halaman 24. 232

Gordon D. Schaber, Claude D. Rohwer, Op.Cit, page 177. 233

Wanprestasi dapat berwujud tiga macam, yaitu :1. Pihak berwajib sama

sekali tidak melaksanakan janji, 2. Pihak berwajib terlambat dalam melaksanakannya, dan

3. Pihak berwajib melaksanakannya, tetapi tidak secara yang semestinya dan atau tidak

dengan sebaik-baiknya (Lihat Wirjono Prodjodikoro, Op.Cit, halaman 49).

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 104: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

92

debitur yang dinilai berekonomi lemah hendaknya diberikan kredit dalam jumlah

yang rendah, sesuai dengan kemampuan pengembalian, sedangkan bagi nasabah

debitur yang berekonomi kuat dapat diberikan pinjaman kredit dalam jumlah uang

yang besar.

Pemberian pinjaman yang tidak memperhitungkan kemampuan nasabah

debitur dalam mengembalikan pinjaman akan menyebabkan kredit macet yang

sangat merugikan pihak bank secara ekonomi dan menghilangkan kepercayaan

nasabah kreditur maupun masyarakat kepada bank secara moral. Karena itu,

sebelum bank menentukan besaran pinjaman yang dapat dikucurkan, hal utama

yang selalu harus dipertimbangkan pihak bank adalah keselamatan dana nasabah

kreditur.

Dalam praktik, bank sering memberikan pinjaman kredit yang tidak

mempertimbangkan kemampuan nasabah mengembalikan pinjaman dengan cara

membiarkan calon nasabah debitur memanipulasi data agunan atau jaminan atau

keadaan ekonomi nasabah debitur. Hal ini dapat terjadi karena pihak bank lebih

mengejar keuntungan tanpa mempertimbangkan resiko bagi pihak calon nasabah

debitur.

Tindakan bank memberikan pinjaman kredit yang tidak

mempertimbangkan kemampuan nasabah dan hanya berorientasi pada keuntungan

yang ingin diraihnya saja menujukkan itikad buruk yang dimiliki oleh pihak bank.

Dengan demikian, asas itikad baik berkaitan dengan penerapan kepatutan dan

kelayakan dalam perjanjian.

Berdasarkan pengalaman penulis, terdapat fakta dalam praktik pemberian

kredit berupa perbuatan bank kreditur memberikan pinjaman kredit tanpa

mempertimbangkan kemampuan nasabah debitur mengembalikan pinjamannya.

Hal tersebut dilakukan bank kreditur dengan cara membiarkan calon nasabah

debitur memanipulasi data agunan atau jaminan atau keadaan ekonomi nasabah

debitur sehingga terbaca dalam data bank bahwa calon nasabah debitur memiliki

agunan atau jaminan yang memadai untuk memperoleh pinjaman modal yang

besar.

Perbuatan pihak bank seperti fakta tersebut menunjukkan pihak bank

memiliki itikad buruk dalam melakukan perjanjian kredit oleh karena pihak bank

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 105: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

93

lebih mengejar keuntungan tanpa mempertimbangkan resiko kemampuan pihak

calon nasabah debitur mengembalikan pinjaman.

Dalam pelaksanaan perjanjian, itikad baik diartikan sebagai kepatutan

yaitu suatu penilaian baik terhadap tindak tanduk suatu pihak dalam hal

melaksanakan apa yang telah dijanjikan.234

Itikad baik pada waktu melaksanakan

hak-hak dan kewajiban yang timbul dari suatu hubungan hukum atau perjanjian

tidak lain dari pada itikad baik pada waktu melaksanakan hubungan hukum atau

perjanjian yang telah dibuat tersebut. Karena itu itikad baik sebenarnya terletak

pada hati sanubari manusia yang tercermin pada perbuatan-perbuatan nyata

pelaksanaan perjanjian yang akan memberikan ukuran objektif tentang ada

tidaknya itikad baik itu.235

Asas itikad baik mengandung pengertian bahwa kebebasan suatu pihak

dalam membuat perjanjian tidak dapat diwujudkan sekehendaknya tetapi dibatasi

oleh itikad baiknya.236

Apabila para pihak sama-sama beritikad baik dalam

mengikatkan diri dalam suatu perjanjian maka dalam pelaksanaannya akan

berjalan sebagaimana diharapkan dan tujuan perjanjian dapat tercapai. Lain

halnya apabila salah satu pihak beritikad buruk dalam mengikatkan diri dalam

suatu perjanjian, biasanya perjanjian tersebut tidak dapat dilaksanakan

sebagaimana yang dicitakan dan tujuan perjanjian tidak akan tercapai.

Hal yang perlu diwaspadai, dapat saja terjadi pada saat mengikatkan diri

dalam suatu perjanjian para pihak sama-sama beritikad baik namun dalam

pelaksanaannya barulah muncul itikad buruk. Hal ini sangat mempengaruhi

pelaksanaan perjanjian dan tujuan perjanjian tidak akan tercapai dan jelas

melahirkan wanprestasi.

Pelaku perjanjian yang beritikad buruk adalah pelaku perjanjian yang

“nakal” baik sejak awal berniat “nakal” maupun setelah perjanjian tersebut

berjalan barulah timbul niat untuk berbuat “nakal”. Perbuatan pelaku perjanjian

yang “nakal” sudah tentu mengganggu keseimbangan dalam pelaksanaan

perjanjian. Hak dan kewajiban tidak akan berjalan sebagaimana mestinya dan

sudah tentu pelaksanaan perjanjian tidak seimbang lagi.

234

R. Subekti, Aspek-Aspek Hukum Perikatan Nasional, Op.Cit, halaman 25. 235

Djoni S. Gazali dan Rachmadi Usman, Op.Cit, halaman 343. 236

Sutan Remy Sjahdeini, Op.Cit, halaman 55.

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 106: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

94

Terhadap perbuatan pelaku perjanjian yang “nakal”, pihak yang merasa

dirugikan dapat memintakan pembatalan perjanjian dengan alasan salah satu pihak

wanprestasi atau ingkar janji atau cidera janji. Permintaan pembatalan perjanjian

dapat dilakukan melalui jalur litigasi maupun non litigasi. Jika permintaan

pembatalan perjanjian dilakukan melalui jalur litigasi, maka pihak yang merasa

dirugikan dapat mengajukan gugatan wanprestasi atau ingkar janji atau cidera

janji yang ditujukan kepada Ketua Pengadilan dan selanjutnya Ketua Pengadilan

akan menunjuk majelis hakim untuk mengadilinya.

Selain itu, dapat saja terjadi dalam masa pelaksanaan perjanjian kredit

bank, muncul suatu “keadaan tertentu” yang tidak sebagaimana biasanya sehingga

menyebabkan tidak ada keseimbangan perolehan keuntungan dari perjanjian

kredit tersebut. Keadaan tertentu dapat berupa hanya salah satu pihak memperoleh

keuntungan dan pihak lainnya mengalami kerugian sehingga tidak lagi terdapat

keseimbangan dalam pelaksanaan perjanjian kredit bank.

Perjanjian kredit bank dianggap adil bila kedua belah pihak sebagai akibat

dari perjanjian berada dalam posisi yang lebih menguntungkan dibanding sebelum

perjanjian dibuat.237

Dengan demikian, tidak menjadi persoalan berapa besar

keuntungan yang diperoleh kedua belah pihak atau perimbangan keuntungan yang

diperoleh. Intinya, terdapat keuntungan yang diperoleh masing-masing pihak dan

adanya kepuasan masing-masing pihak atas keuntungan yang diperolehnya.

Dalam hal demikian, keseimbangan tidak mutlak harus dilandasi perhitungan

untung-rugi dalam artian materiil, namun dari prinsip keseimbangan juga dapat

dimengerti dalam artian tercapai atau terpenuhinya semua tujuan dari kontrak,

khususnya tercapainya eksistensi imateriil (immateriele zinjsmogelijkheid).238

Keseimbangan dalam perjanjian kredit bank juga dapat dimaknai sebagai

adanya hubungan timbal balik yang harmonis dalam bentuk masing-masing pihak

melakukan prestasi (yang berimbang atau sepadan) terhadap pihak lainnya.239

Prestasi dari pihak nasabah debitur merupakan kontra prestasi atas prestasi yang

diberikan pihak bank kreditur. Kontra prestasi yang diberikan haruslah sesuai

dengan yang diharapkan pemberi prestasi. Apabila kontra prestasi tersebut sesuai

237

Herlien Budiono, Op.Cit, halaman 351. 238

Ibid, halaman 349. 239

Ibid, halaman 339.

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 107: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

95

dengan harapan pemberi prestasi maka akan dirasakan adil dan terdapat

keseimbangan dalam pelaksanaan perjanjian tersebut. Sebaliknya, apabila pihak

nasabah debitur tidak mengembalikan pinjaman atau utangnya maka tidak ada

keseimbangan dalam pelaksanaan perjanjian kredit bank.

Dalam perjanjian kredit bank, penting untuk mendudukkan para pihak

pada posisi yang berimbang karena hakekatnya masing-masing pihak dalam suatu

perjanjian terikat dalam hubungan yang saling membutuhkan. Perjanjian sebagai

proses mata rantai hubungan para pihak harus dibangun berdasarkan pemahaman

keadilan yang dilandasi atas pengakuan hak para pihak yang termanifestasi dalam

pemberian peluang dan kesempatan yang sama dalam pertukaran kepentingan.240

Terhadap hal tersebut, Mariam Darus Badrulzaman mengemukakan bahwa

asas keseimbangan sebagai kelanjutan dari asas persamaan241

memberikan hak

kepada kreditur untuk menuntut pelunasan prestasi melalui kekayaan debitur, dan

juga memberikan kewajiban kepada kreditur untuk memikul beban melaksanakan

perjanjian itu dengan itikad baik. Dalam keadaan kedudukan kreditur yang kuat

diimbangi dengan kewajibannya untuk memperhatikan itikad baik, menjadikan

kedudukan kreditur dan debitur seimbang.242

Keseimbangan dalam perjanjian kredit bank dapat dicapai dengan

meningkatkan perlindungan terhadap konsumen karena posisi produsen lebih kuat

dibandingkan dengan konsumen243

yaitu dengan cara menegakkan hak-hak

konsumen.244

Perlindungan terhadap pihak yang lemah secara ekonomis dapat dilakukan

dengan memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada para pihak untuk

menegosiasikan kepentingan mereka. Tentunya perlindungan terhadap kedudukan

pihak ekomoni lemah dilakukan dengan tetap mengingat kepentingan pihak yang

kuat ekonominya dalam melindungi keselamatan modalnya. Salah satu

240

Agus Yudha Hernoko, Op.Cit, halaman 89. 241

Asas persamaan menempatkan para pihak di dalam kesamaan derajat dimana

masing-masing pihak wajib melihat adanya persamaan ini dan mengharuskan kedua

pihak untuk menghormati satu sama lain sebagai manusia ciptaan Tuhan (Mariam Darus

Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, Op.Cit, halaman 42). 242

Ibid, halaman 43. 243

Agus Yudha Hernoko, Op.Cit, halaman 28. 244

Ahmadi Miru, Prinsip-Prinsip Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Di

Indonesia, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2011, halaman 102.

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 108: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

96

manifestasi perlindungan terhadap pihak berkedudukan lemah adalah penyediaan

sarana negosiasi dalam perjanjian.

Pentingnya negosiasi karena pada hakekatnya suatu perjanjian adalah

kesepakatan dimana masing-masing pihak menyatakan haknya untuk mencapai

cita-cita dalam perjanjian dan kewajibannya untuk saling melindungi hak pihak

lainnya. Dalam tahap ini, itikad baik merupakan kewajiban untuk

memberitahukan atau menjelaskan dan meneliti fakta materiil bagi para pihak

yang berkaitan dengan pokok yang dinegosiasikan itu.245

Proses negosiasi adalah proses penawaran dan penerimaan. Dalam proses

negosiasi, pihak nasabah debitur memiliki hak untuk didengar berupa pertanyaan

tentang berbagai hal yang berkaitan dengan produk perkreditan bank apabila

informasi yang diperoleh tentang produk tersebut kurang memadai ataukah berupa

pengaduan atas adanya kerugian yang telah dialami akibat penggunaan produk,

atau yang berupa pernyataan/pendapat tentang suatu kebijakan pemerintah yang

berkaitan dengan kepentingan konsumen.246

Atas penawaran yang diajukan dalam

negosiasi, apabila penawaran tersebut diterima oleh pihak lainnya maka terjadi

kesepakatan dan bila kesepakatan telah terjadi maka terjadilah perjanjian.247

Perjanjian tersebut tidak diletakkan pada beban satu pihak, atau berupa

beban yang berlebihan atau tidak sepadan yang menguntungkan pihak lainnya,

tidak juga suatu perjanjian yang sangat merugikan pihak ketiga atau masyarakat

pada umumnya.248

Sebab itu bargaining power yang seimbang sangat menunjang

tercapainya kesepakatan yang sah sebab suatu kesepakatan tanpa bargaining

power yang seimbang menjadi tidak sah karena merupakan kesepakatan atas

kehendak sepihak. Kesepakatan sepihak menunjukkan tidak ada keadilan dalam

kesepakatan tersebut dan menghasilkan butir-butir klausul yang berat sebelah.

245

Budi Untung, Hukum dan Etika Bisnis, Penerbit ANDI, Yogyakarta, 2012,

halaman 182. 246

Ahmadi Miru, Op.Cit, halaman 107. 247

Penawaran tidak selamanya menghasilkan kesepakatan. Penawaran yang

tidak mencapai kesepakatan dapat disebabkan dalam hal : 1. Penawaran ditolak pada saat

penawaran diajukan, 2. Berlakunya suatu jangka waktu tertentu, dan 3. Si penawar

menarik kembali penawarannya (H.P.Panggabean, Penyalahgunaan Keadaan (Misbruik

van Omstandigheden) Sebagai Alasan (Baru) Untuk Pembatalan Perjanjian (Berbagai

Perkembangan Hukum di Belanda dan Indonesia), Op.Cit, halaman 20.) 248

Budi Untung, Op.Cit, halaman 101.

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 109: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

97

Kedudukan para pihak saat bernegosiasi sangat dipengaruhi bargaining

power para pihak. Jika bargaining power tidak seimbang maka suatu perjanjian

dapat menjurus atau menjadi unconscionable dalam konsep common law.249

Karena itu, hak dan kewajiban masing-masing pihak haruslah disusun secara

seimbang dalam kedudukan masing-masing pihak yang seimbang.250

Perbedaan

posisi para pihak ketika perjanjian kredit diadakan yaitu tidak memberikan

kesempatan kepada debitur untuk melakukan real bargaining dengan kreditur

memberikan ketidakseimbangan para pihak.251

Z. Asikin Kusumah Atmadja mengemukakan bahwa tolok ukur ada atau

tidak adanya bargaining power yang seimbang dalam suatu perjanjian adalah

mencakup keadaan yang tidak dapat dimasukkan dalam itikad baik, patut dan adil

atau bertentangan dengan ketertiban umum.252

Untuk itu dalam memberikan

keseimbangan dalam perjanjian kredit bank, asas keseimbangan memegang

peranan penting yang sifatnya alternatif yaitu :253

1. Mendayagunakan asas keseimbangan sebagai pelengkap, memberikannya

peran subsider untuk mengisi kekosongan-kekosongan yang tidak tercakup

oleh aturan ataupun asas-asas hukum lainnya, atau

2. Memfungsikan asas keseimbangan sebagai asas pokok keempat yang mandiri

dari hukum kontrak Indonesia.

Mengenai alternatif pertama, apabila asas keseimbangan hanyalah sebagai

pelengkap maka asas keseimbangan bukanlah asas pokok dalam suatu perjanjian.

Asas keseimbangan dengan sendirinya tercapai apabila ketiga asas lainnya dalam

hukum kontrak yaitu konsensualisme, kekuatan mengikat dan kebebasan

berkontrak telah difungsikan dengan baik dalam suatu perjanjian. Dalam keadaan

demikian, maka asas keseimbangan hanyalah menjadi pelengkap sebab dengan

berfungsi secara baik asas konsensualisme, kekuatan mengikat dan kebebasan

249

Sutan Remy Sjahdeini, Op.Cit, halaman 204. 250

Pengertian keseimbangan-seimbang atau evenwichtig-evenwichting (Belanda)

atau equality-equal-equilibrium (Inggris) bermakna leksikal sama, sebanding menunjuk

pada suatu keadaan, posisi, derajat, berat dan lain-lain. (Kamus Besar Bahasa Indonesia

sebagaimana dikutip Agus Yudha Hernoko, Op.Cit, halaman 26). 251

Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, Op.Cit, halaman 52. 252

Sutan Remy Sjahdeini, Op.Cit, halaman 207. 253

Herlien Budiono, Op.Cit, halaman 359.

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 110: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

98

berkontrak maka dengan sendirinya telah terjadi keseimbangan dalam suatu

perjanjian.

Hal berbeda terjadi dengan alternatif kedua dimana asas keseimbangan

ditempatkan sederajat dengan asas konsensualisme, kekuatan mengikat dan

kebebasan berkontrak yang berdiri secara mandiri dan merupakan asas pokok

dalam suatu perjanjian. Artinya, meskipun asas konsensualisme, kekuatan

mengikat dan kebebasan berkontrak telah difungsikan dengan baik namun belum

tentu suatu perjanjian telah menjadi seimbang. Suatu perjanjian kredit bank akan

seimbang apabila memenuhi syarat asas konsensualime, kekuatan mengikat,

kebebasan berkontrak dan asas keseimbangan.

Tentang peranan asas keseimbangan tersebut, Herlien Budiono

berpendapat bahwa konsep-konsep konsensualisme, kekuatan mengikat,

kebebasan berkontrak dan keseimbangan sarat dengan pengharapan normatif

perihal pengembanan ideal dari suatu peran sosial, selaras dengan aturan-aturan

sosial yang diterapkan oleh tradisi, norma-norma serta sejarah masyarakat yang

bersangkutan.254

Dengan demikian untuk menilai apakah suatu perjanjian telah

seimbang tidak saja dinilai dari hukum positif tetapi harus pula dilihat apakah

perjanjian tersebut telah adil bagi masyarakat ataukah tidak.

Berkaitan dengan daya kerja asas keseimbangan, Agus Yudha Hernoko

berpendapat bahwa asas keseimbangan mempunyai daya kerja baik pada proses

pembentukan maupun pelaksanaan kontrak.255

Dalam keadaan terjadinya

ketidakseimbangan baik pada saat pembentukan/penyusunan perjanjian, isi

perjanjian maupun pelaksanaan perjanjian, asas keseimbangan hadir dengan

menawarkan suatu pertanggungjawaban umum pemberlakuan keragaman norma

serta juga untuk menilai dan menetapkan apakah terjadi keterikatan perjanjian

yang adil.256

Ketidakseimbangan kedudukan para pihak dalam membuat kesepakatan

maupun menyusun klausula perjanjian kredit bank, menjadikan kesepakatan

senyatanya tidak terwujud dan jika lahir kesepakatan maka kesepakatan tersebut

lahir atas dasar keterpaksaan. Lahirnya kesepakatan atas dasar keterpaksaan

254

Ibid, halaman 377. 255

Agus Yudha Hernoko, Op.Cit, halaman 82. 256

Herlien Budiono, Op.Cit, halaman 358.

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 111: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

99

menjadikan perjanjian kredit bank menjadi tidak seimbang oleh karena

kesepakatan yang dibuat tidak berdasarkan kebebasan membuat kesepakatan atau

merupakan kesepakatan terpaksa atau kesepakatan sepihak. Keadaan tidak bebas

membuat kesepakatan atau kesepakatan yang dibuat dalam keadaan terpaksa atau

kesepakatan atas dasar kemauan sepihak bukanlah kesepakatan yang dimaksudkan

dalam Pasal 1338 KUH Perdata, sebab hakekatnya kesepakatan adalah

perjumpaan kehendak kedua belah pihak secara bebas dan leluasa.

Kesepakatan dalam perjanjian kredit bank akan terwujud apabila terdapat

kepercayaan diantara para pihak mengenai kesungguhan pihak lainnya

mengikatkan diri dalam perjanjian, kejujuran, keterusterangan dan itikad baik.

Kepercayaan tersebut lebih ditujukan pada keyakinan bahwa pihak lainnya akan

memenuhi prestasinya secara optimal.257

Dengan lahirnya kepercayaan maka tidak

akan ada keraguan untuk menyepakati suatu perjanjian. Dalam hal ini Subekti

berpendapat bahwa untuk melahirkan perjanjian cukup dengan sepakat saja dan

perjanjian itu (dan dengan demikian perikatan yang ditimbulkan karenanya) sudah

dilahirkan pada saat atau detik tercapainya konsensus sebagaimana di atas pada

detik tersebut perjanjian sudah jadi dan mengikat, bukannya pada detik-detik yang

lain yang terkemudian atau yang sebelumnya.258

Kesepakatan para pihak dalam perjanjian menimbulkan kekuatan mengikat

perjanjian sebagaimana layaknya undang-undang,259

dan berlaku sebagai tuntutan

kepastian hukum bahwa orang yang hidup dalam masyarakat yang teratur harus

dipegang perkataannya atau ucapannya.260

Tidak ada alasan bagi para pihak untuk

melanggar isi perjanjian tersebut, selayaknya kewajiban tunduk pada undang-

undang tanpa pengecualian.

Terhadap kondisi ketidakseimbangan dalam perjanjian kredit bank, Sutan

Remy Sjahdeini berpendapat bahwa ketidakseimbangan bargaining position

sering melahirkan perjanjian yang berat sebelah atau timpang, tidak adil dan

257

Agus Yudha Hernoko, Op.Cit, halaman 121. 258

H.P.Panggabean, Penyalahgunaan Keadaan (Misbruik van Omstandigheden)

Sebagai Alasan (Baru) Untuk Pembatalan Perjanjian (Berbagai Perkembangan Hukum

di Belanda dan Indonesia), Op.Cit, halaman 18. 259

Lihat Pasal 1338 KUH Perdata. 260

H.P.Panggabean, Penyalahgunaan Keadaan (Misbruik van Omstandigheden)

Sebagai Alasan (Baru) Untuk Pembatalan Perjanjian (Berbagai Perkembangan Hukum

di Belanda dan Indonesia), Op.Cit, halaman 19.

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 112: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

100

melanggar aturan-aturan kepatutan, untuk itu negara perlu campur tangan untuk

melindungi pihak yang lemah.261

Campur tangan negara memberikan perlindungan hukum yang seimbang

dapat dilihat dalam bentuk terbitnya Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 1999

tentang Perlindungan Konsumen. Kehadiran Undang-Undang Nomor 8 Tahun

1999 tentang Perlindungan Konsumen ini untuk memberikan keseimbangan atau

kesetaraan perlindungan antara konsumen (nasabah debitur) dengan produsen

(bank kreditur) sesuai dengan asas kebebasan berkontrak.262

Menurut Ahmadi

Miru, hal ini menunjukkan fungsi hukum sebagai sarana yang menyeimbangkan

kepentingan-kepentingan yang ada dalam masyarakat sebagaimana yang

dikemukakan oleh Roscoe Pound.263

Pasal 18 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen tersebut secara tegas mengatur pelarangan pencantuman klausula yang

tidak seimbang, yaitu :264

1. Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk

diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku pada

setiap dokumen dan/atau perjanjian apabila :

a. Menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha.

b. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali

barang yang dibeli konsumen.

c. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali

uang yang dibayarkan atas barang dan/atau jasa yang dibeli oleh

konsumen.

d. Menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik

secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala

tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli oleh

konsumen secara angsuran.

e. Mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau

pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen.

f. Memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau

mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi obyek jual beli jasa.

g. Menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan

baru, tambahan, lanjutan dan/atau pengubahan lanjutan yang dibuat

sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa

yang dibelinya.

261

Sutan Remy Sjahdeini, Op.Cit, halaman 9. 262

N.H.T. Siahaan, Hukum Konsumen (Perlindungan Konsumen dan Tanggung

Jawab Produk), Panta Rei, Bogor, Desember 2005, halaman 114. 263

Ahmadi Miru, Op.Cit, halaman 70. 264

Republik Indonesia, Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 1999 Tentang

Perlindungan Konsumen, Op.Cit.

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 113: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

101

h. Menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha

untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai atau hak jaminan terhadap

barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran.

2. Pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang letak atau

bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas, atau yang

pengungkapannya sulit dimengerti.

3. Setiap klausula baku yang telah ditetapkan oleh pelaku usaha pada dokumen

atau perjanjian yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) dan ayat (2) dinyatakan batal demi hukum.

4. Pelaku usaha wajib menyesuaikan klausula baku yang bertentangan dengan

undang-undang ini.

Adanya pelarangan pencantuman klausula baku dalam keadaan-keadaan

tertentu menunjukkan 2 (dua) hal, yaitu :

1. Klausula baku sering disalahgunakan dan menjadi penyebab tidak

seimbangnya isi suatu perjanjian.

2. Klausula baku tidak absolut dilarang, dapat digunakan dalam perjanjian

asalkan memenuhi keadaan-keadaan yang disyaratkan undang-undang.

Memang sekilas terlihat bahwa Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999

tentang Perlindungan Konsumen tidak memberikan perlindungan hukum yang

seimbang diantara pelaku usaha dengan konsumen. Hal tersebut dapat difahami

oleh karena kehadiran Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen adalah untuk melindungi konsumen dari berbagai

tindakan kesewenang-wenangan pelaku usaha dalam menetapkan berbagai

persyaratan yang sudah tidak seimbang.

Adanya pengaturan tentang perlindungan konsumen terutama pada

peraturan yang berkaitan dengan klausula baku, sedikit banyak menyadarkan

masyarakat bahwa mereka sebagai pihak dalam perjanjian memiliki hak yang

sejajar dengan pihak lainnya dalam perjanjian itu.265

Karena itu, kehadiran

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen ditujukan

untuk menyeimbangkan neraca kedudukan pelaku usaha dan konsumen dalam

hubungan perjanjian. Dengan kedudukan neraca yang seimbang niscaya

memberikan keadilan bagi para pihak.

Daya kerja asas keseimbangan mempunyai makna imperatif yang

memaksa para pihak tunduk dengan tujuan akan dicapai keseimbangan hak dan

265

Djoni S. Gazali dan Rachmadi Usman, Op.Cit, halaman 358.

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 114: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

102

kewajiban para pihak.266

Kewajiban memberikan perlindungan tersebut bukan

hanya kewajiban pemerintah semata akan tetapi juga sebagai kewajiban pihak

berekonomi kuat. Pemberian perlindungan oleh pihak berekonomi kuat kepada

pihak berekonomi lemah menunjukkan adanya itikad baik pihak berekonomi kuat

dalam menyusun suatu perjanjian. Demikian pula pihak berekonomi lemah juga

memiliki kewajiban memberi perlindungan terhadap pihak berekonomi kuat

dalam hal turut melindungi keselamatan modal pihak berekonomi kuat yang

dikucurkan padanya. Pentingnya keseimbangan hak dan kewajiban setiap pihak

dalam perjanjian menjadikan keseimbangan tersebut merupakan asas267

hukum

dalam suatu perjanjian.

Asas keseimbangan dalam perjanjian kredit bank juga dapat diterapkan

dalam tataran penentuan bunga kredit bank. Pada perjanjian kredit bank telah

ditentukan bahwa pengembalian uang pinjaman harus disertai bunga, imbalan atau

pembagian hasil.268

Pencantuman klausula bunga kredit secara tegas dalam

perjanjian kredit bank dimaksudkan untuk memberikan kepastian mengenai hak

bank membebankan bunga yang disepakati bersama atas pinjaman kredit uang.269

Atas pembebanan bunga, dalam perjanjian kredit bank sering ditemukan

klausula baku dalam hal penetapan dan perhitungan bunga kredit yang merugikan

nasabah debitur, yaitu “penetapan dan perhitungan bunga bank dilakukan oleh

bank”. Klausula tersebut secara formil merupakan kesepakatan kreditur dan

debitur, meskipun secara materiil kesepakatan tersebut adalah kesepakatan karena

keterpaksaan atau ketidakpahaman pihak nasabah debitur. Keadaan keterpaksaan

266

Agus Yudha Hernoko, Op.Cit, halaman 82. 267

Tentang pengertian asas-prinsip, Nieuwenhuis menunjukkan dua cara yang

dapat digunakan sebagai pendekatan atas pengertian asas-prinsip yaitu, pertama, adalah

dalam “makna global (globale betekenis)”, yakni asas dimengerti sebagai sifat yang

penting (belangrijke eigenschap), dan kedua, adalah dalam konteks yang sangat khusus

sebagai dasar pembenaran (ter rechtvaardiging) dari aturan-aturan maupun putusan-

putusan. (Herlien Budiono, Op.Cit, halaman 76). 268

Johannes Ibrahim, Cross Default & Cross Collateral Sebagai Upaya

Penyelesaian Kredit Bermasalah, PT. Refika Aditama, Bandung, April 2004, halaman

26. 269

Ibid, halaman 45.

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 115: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

103

menyetujui penetapan dan perhitungan bunga kredit bank sering dibawa oleh

pihak nasabah debitur ke pengadilan sebagai persoalan.270

Pengenaan bunga dalam transaksi bank tersebut dipengaruhi oleh fungsi

utama bank sebagai lembaga intermediasi dimana bank berlomba-lomba menarik

minat masyarakat untuk menyimpan dananya di bank melalui pemberian bunga

simpanan dan menyalurkan dana nasabah terhimpun melalui produk kredit dengan

pembebanan bunga kredit. Karena itu, bunga bank merupakan keuntungan yang

ditarik bank dari nasabah debitur yang digunakan bank untuk memberikan bunga

atas tabungan, giro, deposito nasabah kreditur, membayarkan head cost bank dan

selebihnya merupakan keuntungan bersih bank. Keuntungan bersih bank

digunakan untuk membiayai gaji karyawan dan juga sebagai tambahan modal

bank.

Korelasi tersebut memiliki pengaruh terhadap besar kecilnya bunga bank.

Pemberian bunga simpanan yang besar menjadikan bank bertindak menerapkan

bunga kredit yang semakin besar pula. Karena bank berlomba-lomba

menghimpun dana masyarakat dengan menggunakan metode pemberian bunga

simpanan yang besar maka nasabah debitur akan semakin dirugikan oleh karena

bank akan mengambil kebijakan untuk memberikan bunga kredit yang besar pula

terhadap nasabah debitur. Dalam hal ini bank menerapkan strategi agar penerapan

bunga kredit yang besar tidak dirasakan langsung menekan nasabah debitur,

sehingga tingkat kredit bank tetap terjaga. Semakin naiknya minat kredit pada

bank akan semakin meningkatkan pendapatan bank tersebut.

Sebagaimana sudah dikemukakan dalam bab 2, secara teori tingkat bunga

kredit dapat ditetapkan oleh bank dengan 3 (tiga) cara, yaitu bunga menurun yang

disebut sliding rate of interest, bunga mengambang (floating) yang disebut

floating rate of interest dan bunga yang ditetapkan secara tetap (fixed) yang

disebut fixed rate of interest. Sliding rate of interest adalah pembebanan bunga

terhadap nilai pokok pinjaman akan menurun dari bulan ke bulan seturut

menurunnya pokok pinjaman sebagai akibat pembayaran cicilan pokok

270

R. Subekti, Kumpulan Karangan Hukum Perikatan, Arbitrase dan

Peradilan, Op.Cit, halaman 20.

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 116: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

104

pinjaman.271

Floating rate of interest adalah tingkat bunga yang berfluktuasi

dengan mengacu kepada tingkat bunga dasar yang bersangkutan, yang disebut

based lending rate atau prime rate, atau mengacu kepada tingkat bunga yang

terjadi di pasar uang antar bank, sehingga tingkat bunga tersebut berubah-ubah

sejalan dengan perubahan tingkat bunga yang menjadi acuannya dan tidak dapat

ditentukan periodiknya.272

Sedangkan fixed rate of interest adalah tingkat bunga

yang ditetapkan berlaku tetap sepanjang kredit itu masih outstanding. Apabila

tingkat bunga ditetapkan sebesar 24% per annum, maka tingkat bunga tersebut

yang akan selalu dibebankan kepada outstanding pinjaman selama pinjaman itu

masih outstanding.273

Bank-bank di Indonesia pada umumnya menetapkan bunga kredit kepada

nasabahnya dengan cara fixed rate of interest. Melalui penerapan fixed rate of

interest maka suku bunga berlaku tetap dan tidak lagi bergantung kepada pasar.

Resikonya, ketika suku bunga kredit pasar menurun maka merupakan keuntungan

bagi nasabah debitur dan kerugian bagi bank, sedangkan ketika suku bunga kredit

pasar meningkat maka merupakan kerugian bagi nasabah debitur dan keuntungan

bagi bank.

Penerapan fixed rate of interest dalam perjanjian kredit menutup

kemungkinan terjadinya perubahan suku bunga kredit. Dengan demikian maka

dalam perjanjian kredit tidak perlu dicantumkan klausula “perubahan suku bunga

kredit” karena seharusnya suku bunga kredit yang diperjanjikan tidak mungkin

berubah melalui penerapan fixed rate of interest. Faktanya, dalam beberapa

perkara yang nantinya akan dianalisis dalam bab 4 menunjukkan keadaan

terjadinya perubahan suku bunga kredit. Hal ini terjadi karena meskipun

menganut fixed rate of interest namun terbuka lagi kemungkinan perubahan suku

bunga kredit melalui pencantuman klausula “penetapan dan perhitungan bunga

bank dilakukan oleh bank” yang membuka peluang penetapan dan perhitungan

bunga secara sewenang-wenang oleh bank.

271

Sutan Remy Sjahdeini, Kredit Sindikasi Proses pembentukan dan Aspek

Hukum : Bab XI Perjanjian Kredit Sindikasi, sebagaimana termuat dalam Reading

Material Hukum Perbankan 1 yang dikumpulkan oleh Yunus Husen dan Zulkarnain

Sitompul, Op.Cit, halaman 27. 272

Sutan Remy Sjahdeini, Op.Cit, halaman 253. 273

Ibid, halaman 256.

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 117: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

105

Sebelum deregulasi perbankan pada tanggal 1 Juni 1983, besarnya bunga

kredit ditentukan oleh Bank Indonesia sebagai bank sentral, yang besarnya

bervariasi menurut sektor kreditnya.274

Penentuan bunga kredit oleh Bank

Indonesia menjadikan penerapan bunga kredit di setiap bank dalam berbagai

sektor kredit adalah sama. Dari segi perlindungan konsumen, hal tersebut amatlah

baik sebab menghindari kesewenang-wenangan bank menerapkan bunga kredit

yang memberatkan nasabah debitur. Namun hal tersebut kuranglah baik apabila

dipandang dari sudut kesehatan bank yang tentunya mempengaruhi moneter

negara.

Melalui deregulasi perbankan ini, pihak bank diberikan kebebasan untuk

menentukan suku bunga kredit. Akibatnya suku bunga kredit di setiap sektor

perkreditan masing-masing bank berbeda. Bank bersaing menerapkan sebesar-

besarnya bunga simpanan dengan menjaga keseimbangan terhadap bunga kredit.

Akibatnya, nasabah baik kreditur maupun debitur, memperoleh perlakuan suku

bunga yang berbeda-beda disetiap bank.

Meskipun bank diberikan kebebasan menentukan suku bunga sendiri

namun kebebasan tersebut bukan tanpa batas sebab pemerintahlah yang

menetapkan batas suku bunga kredit maksimal sebagai pedoman penetapan bunga

kredit oleh masing-masing bank dengan tujuan menjaga kestabilan persaingan

perbankan.

Penetapan bunga kredit oleh bank yang melampaui suku bunga yang

ditetapkan oleh bank negara dan melampaui batas kepatutan dan kelayakan

dianggap bertentangan dengan itikad baik karena bank memiliki itikad

menerapkan prinsip meraih keuntungan dengan cara pembebanan bunga kredit

secara tidak wajar. Hal ini merupakan pengingkaran atas hakekat perjanjian

sebagai kesepakatan untuk melaksanakan perjanjian kredit secara rasional dan

patut dalam mencapai harapan para pihak.275

Seharusnya dalam posisi yang lebih

kuat, bank dapat memperhatikan posisi nasabah debitur yang lebih lemah dengan

melakukan penyesuaian - penyesuaian penerapan suku bunga kredit yang patut

dan layak termasuk menghidupkan kembali lembaga negosiasi untuk

274

Ibid, halaman 248. 275

Budi Untung, Op.Cit, halaman 106.

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 118: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

106

mendengarkan pendapat nasabah debitur. Dengan demikian maka kebebasan dan

kesetaraan akan kesempatan yang fair dapat terpenuhi.276

Pengalaman penulis ketika melakukan perjanjian kredit di bank, pihak

bank tidak memberikan informasi menyeluruh dan mendetail tentang perhitungan

angsuran kredit maupun jenis bunga yang dipakai dalam kredit tersebut termasuk

cara perhitungan bunga. Kalaupun informasi diberikan, pemberian informasi

tersebut dilakukan secara tergesa-gesa seolah-olah tidak iklas memberikan

informasi yang memadai terkait klausula bunga kredit bank padahal informasi

yang memadai terkait perjanjian kredit merupakan hak bagi calon nasabah debitur

selaku konsumen. Pentingnya penyampaian informasi yang benar terhadap

konsumen mengenai suatu produk agar konsumen tidak salah terhadap gambaran

mengenai produk tersebut.277

Disinilah asas keseimbangan diharapkan berperan

sesuai dengan kepatutan dan kelayakan.

Melalui putusan hakim diharapkan ketidakseimbangan dalam perjanjian

kredit bank dapat diseimbangkan untuk memberikan rasa keadilan kepada

masyarakat termasuk pihak bank kreditur dan pihak nasabah debitur. Menurut

Ahmadi Miru, jika pengadilan menemukan kontrak atau klausula kontrak yang

tidak adil maka pengadilan dapat menolak untuk melaksanakannya, atau

melaksanakannya tanpa klausul yang tidak adil.278

Dalam berbagai kasus, penetapan bunga kredit yang melebihi batas

maksimal oleh pengadilan dibatalkan sebab tidak sesuai dengan Pasal 18 ayat 1

huruf g Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

yang menyatakan :279

tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan

baru, tambahan, lanjutan dan/atau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh

pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya.

Selanjutnya pengadilan menyesuaikan bunga kredit dengan suku bunga kredit

yang berlaku secara umum sesuai dengan kepatutan dan kelayakan.

276

John Rawls, A Theory of Justice (Dasar-Dasar Filsafat Politik untuk

Mewujudkan Kesejahteraan Sosial dalam Negara), Pustaka Pelajar, Yogyakarta, Maret

2011, halaman 104. 277

Ahmadi Miru, Op.Cit, halaman 112. 278

Ibid, halaman 133. 279

Republik Indonesia, Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 1999 Tentang

Perlindungan Konsumen, Op.Cit.

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 119: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

107

Selain pembebanan bunga kredit yang dapat berubah sewaktu-waktu itu,

dalam praktik, bank menerapkan perhitungan bunga berganda yang bertentangan

dengan Pasal 1251 KUH Perdata. Bunga berganda disebut juga bunga majemuk

atau bunga atas bunga adalah pembebanan bunga atas tunggakan pembayaran

angsuran kredit yang dikenakan atas bunga yang belum dibayarkan. Keadaan

pembebanan bunga berganda ini kerapkali menyebabkan kredit macet oleh karena

membengkaknya jumlah utang yang harus dibayar bahkan melebihi tunggakan

pokok utang.

Secara regulasi, ketentuan Pasal 1251 KUH Perdata memperkenankan

dianutnya sistem bunga berganda yang diatur sebagai berikut :

“Bunga dari uang pokok yang dapat ditagih dapat pula menghasilkan

bunga, baik karena suatu permintaan di muka pengadilan, maupun karena

persetujuan khusus, asal saja permintaan atau persetujuan tersebut

mengenai bunga yang harus dibayar untuk satu tahun.”

Sutan Remy Sjahdeini mengemukakan bahwa terdapat 3 (tiga) hal dalam

Pasal 1251 KUH Perdata yang harus diperhatikan sebagai syarat pembebanan

bunga berganda, yaitu :280

a. Bunga yang dapat dibebani bunga harus merupakan bunga dari uang pokok

(pinjaman pokok). Dengan demikian bunga atas bunga yang berasal dari

bunga tidak dibenarkan.

b. Bunga hanya dapat dibebankan atas bunga yang harus dibayar untuk satu

tahun. Dengan demikian, bunga atas bunga yang dihitung bulanan, apalagi

harian, tidak dibenarkan.

c. Harus telah diperjanjikan secara khusus sebelumnya. Apabila tidak telah

diperjanjikan sebelumnya, maka pembebanannya hanya mungkin berdasarkan

keputusan pengadilan.

Dalam praktik perbankan di Indonesia, penerapan bunga berganda sering

tidak dituangkan sebagai klausula dalam perjanjian kredit bank. Barangkali karena

biasa diterapkan dalam kredit perbankan maka dianggap sudah menjadi kebiasaan

280

Sutan Remy Sjahdeini, Op.Cit, halaman 261.

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 120: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

108

praktik yang dibenarkan. Dengan tidak dimuatnya syarat bunga berganda dalam

perjanjian kredit bank membuat perjanjian kredit bank tersebut tidak terang.

Selain tidak termuat dalam perjanjian kredit bank, pembebanan bunga

berganda di Indonesia ternyata tidak berjalan sesuai ketentuan Pasal 1251 KUH

Perdata, dimana pihak bank kreditur membebankan bunga berganda per bulan

terhitung saat terjadinya tunggakan pembayaran kredit, bukan per tahun

sebagaimana diamanatkan Pasal 1251 KUH Perdata. Juga tidak terdapat dasar

hukum tertulis yang membenarkan pembebanan bunga berganda secara bulanan

baik melalui perjanjian kredit maupun keputusan pengadilan, sehingga

pembebanan bunga berganda yang dipraktekkan perbankan Indonesia hanya

berdasarkan kebiasaan saja dan sangat memberatkan nasabah debitur.

Pembebanan bunga berganda adalah perbuatan yang tidak memberikan

keseimbangan perlakuan pada kreditur dan debitur. Ketidakseimbangan tersebut

menjadikan tidak ada keadilan dalam perjanjian kredit bank sebab terjadi

dominasi kepentingan pihak bank kreditur atas kepentingan pihak nasabah

debitur. Lagi pula bunga berganda yang diterapkan tersebut tidak diperjanjikan

sehingga semakin mempertegas terdapatnya ketidakseimbangan dalam

pelaksanaan perjanjian kredit bank sebagai ketidakadilan. Dalam hal ini John

Rawls berpendapat, dengan memberikan keadilan kepada mereka yang sebagai

balasannya dapat memberikan keadilan, prinsip saling timbal balik dipenuhi pada

tingkat tertingginya.281

Berpijak pada pendapat John Rawls tersebut, kesetaraan atau

keseimbangan dalam perjanjian kredit bank akan terwujud apabila pihak kreditur

maupun debitur saling memberikan keadilan sesuai perjanjian yang sah dan patut.

Pembebanan bunga berganda yang memberatkan nasabah debitur merupakan

pelanggaran terhadap keseimbangan kepentingan dalam perjanjian kredit bank

dan bertentangan dengan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen yang menyatakan :282

Pelaku usaha dilarang

mencantumkan klausula baku yang letak atau bentuknya sulit terlihat atau tidak

dapat dibaca secara jelas, atau yang pengungkapannya sulit dimengerti.

281

John Rawls, Op.Cit, halaman 664. 282

Republik Indonesia, Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 1999 Tentang

Perlindungan Konsumen, Op.Cit.

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 121: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

109

Pengenaan bunga berganda dapat diartikan sebagai denda atas bunga

karena keterlambatan pembayaran pinjaman, sehingga bunga berganda dapat

dipersamakan sebagai bunga terselubung. Dalam hal ini kiranya diperhatikan

kepentingan pihak bank kreditur yang melihat ketepatan waktu dalam pelunasan

utang sebagai hal yang sangat penting bagi pihak bank kreditur dalam rangka

perputaran modal. Semakin sering modal diputarkan maka pihak bank kreditur

akan semakin besar meraup keuntungan. Karena itu, pihak bank kreditur sulit

bertoleransi dengan keterlambatan mengembalikan pinjaman dan sebagai cara

agar pihak bank kreditur tidak dirugikan karena keterlambatan nasabah debitur

mengembalikan pinjaman adalah melakukan pengenaan denda bukan hanya atas

perbuatan keterlambatan pengembalian pinjaman tetapi juga atas bunga kredit. Di

sisi lainnya, nasabah debitur seolah-olah diberatkan dengan pengenaan denda

apalagi jika jumlah denda yang dijatuhkan melebihi angsuran pokok pinjaman

atau melebihi bunga yang seharusnya dibayarkan nasabah debitur apabila tidak

terlambat melunasi utang.

Tentang hal ini, Mahkamah Agung RI dalam Putusannya Nomor : 2027

K/Pdt./1984 tanggal 23 April 1986 dalam perkara antara PT. Merchant Investment

Corporation (PT. Merincorp) melawan Widodo Sukarno telah memutuskan bahwa

denda (penalty) yang telah diperjanjikan oleh para pihak atas keterlambatan

pembayaran pokok pinjaman pada hakekatnya merupakan suatu bunga

terselubung, maka berdasarkan asas keadilan hal tersebut tidak dapat dibenarkan.

Selanjutnya, dengan menelusuri pertimbangan hukumnya dapat ditemukan bahwa

denda tersebut dianggap bunga terselubung karena jumlahnya terlalu besar

sehingga secara asas keadilan tidak dibenarkan.

Dari putusan Mahkamah Agung tersebut, dapat ditarik 2 (dua) kesimpulan,

yaitu :

1. Denda yang besar dan tidak sesuai dengan keadilan adalah bunga terselubung.

2. Pengadilan berwenang mengintervensi dan meluruskan isi kesepakatan para

pihak apabila dinilai tidak sesuai dengan asas keadilan.

Berdasarkan uraian-uraian di atas, suatu perjanjian kredit bank hendaknya

dilandaskan pada asas kemitraan dimana antara bank kreditur dengan nasabah

debitur merupakan mitra usaha yang saling membutuhkan. Keadaan saling

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 122: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

110

membutuhkan berarti nasabah debitur tidak dapat berkembang usahanya tanpa

bank kreditur dan sebaliknya bank kreditur juga tidak dapat berkembang usahanya

tanpa nasabah debitur. Hubungan antara bank kreditur dengan nasabah debitur

dalam kemitraan usaha dapat disepadankan sebagai simbiosis mutualisma yang

saling menguntungkan. Dalam hubungan kemitraan usaha maka kedua belah

pihak haruslah memiliki kekuatan negosiasi yang seimbang.283

Akibat hukum dari ketidakseimbangan dalam perjanjian kredit bank dapat

mengakibatkan perjanjian kredit tersebut dapat dibatalkan atau menjadi batal demi

hukum. Dibatalkannya perjanjian kredit bank dapat diartikan dalam dua makna,

yaitu : 1) perjanjian kredit bank itu dibatalkan secara utuh, dan 2) pembatalan

hanya atas klausula perjanjian kredit bank yang mengandung eksonerasi saja.

KUH Perdata tidak memberikan rujukan tegas mengenai maksud dari

batalnya suatu perjanjian. Ketidakjelasan tersebut memberikan kewenangan bagi

hakim untuk menafsirkan maksud “batalnya suatu perjanjian”, akibatnya

penafsiran hakim menjadi berbeda-beda.

Dari berbagai literatur, secara umum pengertian batal ditujukan untuk

keadaan batalnya suatu perjanjian secara utuh, dan dalam berbagai kasus, batalnya

perjanjian kredit diarahkan pada batalnya klausula yang memberatkan nasabah

debitur saja. Dalam hal ini, penulis lebih sependapat pada praktik peradilan, yaitu

batalnya perjanjian kredit harus dimaknai sebagai batalnya klausula perjanjian

kredit yang mengandung eksonerasi saja.

Dibatalkannya klausula eksonerasi dalam perjanjian kredit bank,

menjadikan perjanjian kredit tersebut tetap berlaku dan pembatalan hanya

sepanjang klausula eksonerasi saja. Konsekuensinya, utang nasabah debitur tetap

ada dan nasabah debitur tetap diwajibkan melakukan pelunasan utang berdasarkan

hukum, kepatutan, dan kelayakan. Misalnya, klausula bunga kredit yang tinggi

dibatalkan oleh hakim dan oleh hakim menetapkan besaran bunga kredit baru

yang sesuai dengan hukum, kepatutan, dan kelayakan.

Tentunya dengan hanya dilakukan pembatalan atas klausula eksonerasi

maka tujuan perjanjian kredit bank dapat diarahkan kembali pada tujuan awal

yaitu masing-masing pihak memperoleh keuntungan atas perjanjian kredit bank

283

Sutan Remy Sjahdeini, Op.Cit, halaman 214.

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 123: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

111

tersebut. Hal ini sesuai dengan kenyataan bahwa pihak-pihak yang terikat dalam

suatu perjanjian kredit bank adalah pihak-pihak yang saling membutuhkan dan

karena itu harus saling melengkapi.

Untuk itu perlu diciptakan iklim perjanjian kredit bank yang baik dan

bersahabat, menghindari adanya tekanan dan paksaan dan mengedepankan

negosiasi sebagai kebebasan melindungi kepentingan masing-masing dan mencari

keseimbangan kepentingan. Kesepakatan yang lahir dari keseimbangan

kepentingan adalah hukum yang berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak.

Penerapan keadaan yang demikian merupakan pengaplikasian asas keseimbangan

dalam perjanjian kredit bank.

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 124: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

112

BAB 4

ASAS KESEIMBANGAN PERJANJIAN KREDIT BANK

DALAM PUTUSAN HAKIM

4.1. PENCANTUMAN KLAUSULA “PENETAPAN DAN PERHITUNGAN

BUNGA BANK DILAKUKAN OLEH BANK” DALAM PERJANJIAN

KREDIT

Kajian atas pencantuman klausula “Penetapan dan Perhitungan Bunga

Bank Dilakukan Oleh Bank” dalam perjanjian kredit, ditampilkan penulis

dalam bentuk analisa terhadap putusan-putusan hakim terkait dimana hasil

analisis akan memberikan jawaban apakah pencantuman klausula tersebut

melanggar asas keseimbangan ataukah tidak. Untuk itu, berikut penulis

menyajikan 3 (tiga) buah putusan sebagai berikut :

4.1.1. Putusan Nomor : 3956 K/Pdt/2000 jo. Nomor :

628/Pdt/1999/PT.Sby jo. Nomor : 37/Pdt.G/1998/PN.GS.

Kasus Posisi :

Putusan Nomor : 37/Pdt.G/1998/PN.GS adalah putusan yang

dijatuhkan oleh Pengadilan Negeri GS atas gugatan perbuatan

melawan hukum yang diajukan SG dan AK selaku Penggugat kepada

Bank X selaku Tergugat dan Kepala Kantor Badan Y selaku Turut

Tergugat.

Dalam posita gugatannya, para penggugat mendalilkan bahwa

para penggugat dengan tergugat pada tanggal 2 Mei 1996 telah

menandatangani perjanjian kredit sebagaimana tertuang dalam Akta

Nomor : 2 dihadapan notaris YP dengan syarat pembebanan bunga

sebesar 21% per tahun dan juga agunan berupa sebidang tanah

bersertifikat hak milik Nomor 41/desa Randuagung, kecamatan

Kebomas, kabupaten Gresik di jalan Wahidin Sudirohusodo No. 123

Gresik.

Berdasarkan perjanjian kredit tersebut para penggugat telah

menerima fasilitas kredit sejumlah Rp.1.850.000.000,- (satu miliar

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 125: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

113

delapan ratus lima puluh juta rupiah) dan atas utang tersebut para

penggugat telah membayar sebesar Rp.540.000.000,- (lima ratus

empat puluh juta rupiah).

Para penggugat juga mendalilkan telah terjadi penyalahgunaan

keadaan dalam pembuatan perjanjian kredit tersebut dimana para

penggugat menyetujui perjanjian kredit tersebut dengan terpaksa

karena membutuhkan modal. Selain itu, dalam pelaksanaan perjanjian

tergugat telah menaikkan suku bunga kredit dari 21% menjadi 69%

tanpa pemberitahuan terlebih dahulu kepada para penggugat.

Atas gugatan tersebut, tergugat telah mengajukan eksepsinya

dengan alasan bahwa gugatan penggugat kabur (obscuur libel) karena

tidak jelas posita dan petitumnya, tidak benar dalil gugatan yang

menyatakan telah terjadi penyalahgunaan keadaan karena penggugat

telah mengakui berutang pada tergugat, dan gugatan tersebut hanya

didasarkan pada itikad buruk untuk menunda pelaksanaan eksekusi

hipotik (vide putusan PN halaman 17).

Terhadap eksepsi tersebut, majelis hakim berpendapat bahwa

alasan eksepsi yang dikemukakan tergugat telah termasuk dalam

materi pokok perkara sehingga eksepsi tergugat tidak cukup beralasan

dan harus dinyatakan ditolak (vide putusan PN halaman 18).

Selain eksepsi, tergugat juga mengajukan jawabannya atas

gugatan, halmana tergugat membenarkan dalil para penggugat

mengenai adanya utang para penggugat pada tergugat berdasarkan

Akta Nomor 2 dengan segala persyaratan yang telah dikemukakan

para penggugat dan untuk itu para penggugat telah memperoleh

fasilitas kredit sebesar Rp. Rp.1.850.000.000,- (satu miliar delapan

ratus lima puluh juta rupiah). Atas fasilitas kredit tersebut, para

penggugat telah membayarkan kewajibannya sebesar

Rp.540.000.000,- (lima ratus empat puluh juta rupiah).

Selebihnya, tergugat membenarkan adanya kenaikan suku

bunga kredit dimana hal tersebut sesuai dengan perjanjian kredit yaitu

penerapan suku bunga secara “fariable” sehingga perbuatan tergugat

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 126: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

114

menaikkan suku bunga kredit bukan penyalahgunaan keadaan

melainkan perbuatan melaksanakan isi perjanjian.

Terhadap jawaban tersebut, penggugat dalam repliknya

menyatakan tetap pada gugatannya, demikian pula tergugat dalam

dupliknya menyatakan tetap pada jawabannya.

Atas gugatan tersebut dan setelah mempertimbangkan fakta

persidangan, majelis hakim telah menjatuhkan putusan berupa

mengabulkan gugatan para penggugat untuk sebagian dan menyatakan

tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum dengan

penyalahgunaan keadaan dalam penentuan kenaikan bunga.

Selanjutnya Majelis Hakim telah membatalkan dan menyatakan tidak

sah kenaikan bunga yang dibebankan oleh tergugat pada penggugat,

dan dikembalikan pada keadaan bunga awal yaitu sebesar 21% (dua

puluh satu persen) per tahun (vide amar putusan PN halaman 25-26).

Majelis hakim berpendapat bahwa perbuatan Tergugat

menaikkan suku bunga kredit dalam keadaan krisis moneter adalah

perbuatan yang dilakukan sesuka hatinya, tanpa mengindahkan

norma-norma kepatutan, keadilan serta kelayakan dalam masyarakat,

dimana debitur saat-saat krisis ekonomi juga mengalami kemunduran

dalam usahanya (vide putusan PN hal.24).

Selanjutnya majelis hakim juga mempertimbangkan perihal

perbuatan tergugat tidak memberitahukan adanya kenaikan suku

bunga kredit kepada para penggugat sebagai berikut : merupakan

kebiasaan di dunia perbankan setiap kenaikan suku bunga haruslah

diberitahukan pada para debitur, sehingga debitur tahu pasti mengenai

berapa pinjamannya, dan sejak kapan kenaikan tersebut diperlakukan,

ini sangat penting dalam rangka debitur berhak atas pengkontrolan

pinjaman serta bunganya apa sudah sesuai dengan ketentuan dan

kelayakan (vide putusan PN halaman 24).

Atas putusan Pengadilan Negeri GS tersebut, para penggugat

maupun tergugat mengajukan banding dimana permohonan banding

tersebut kemudian dicabut kembali oleh kedua belah pihak.

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 127: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

115

Berdasarkan permohonan pencabutan banding tersebut,

Pengadilan Tinggi Sby melalui Penetapan Nomor : 628/Pdt/1999/PT.

Sby tanggal 4 Maret 2000 telah mengabulkan permohonan pencabutan

banding dan memerintahkan kepada Panitera Pengadilan Tinggi untuk

mencoret permohonan banding tersebut dari daftar register untuk

perkara-perkara perdata serta mengirimkan kembali berkas perkaranya

kepada Pengadilan Negeri GS untuk diberitahukan kepada kedua

belah pihak yang beperkara. Juga kepada para penggugat-

pembanding/terbanding dan tergugat-terbanding/pembanding

dihukum untuk membayar biaya perkara dalam tingkat banding

masing-masing separuh.

Dalam pertimbangan hukumnya, Pengadilan Tinggi Sby

berpendapat bahwa : tidak ada alasan lagi bagi Pengadilan Tinggi Sby

untuk memeriksa dan memutus perkara tersebut dalam tingkat

banding karena permohonan banding tersebut telah dicabut (vide

putusan PT halaman 2).

Atas penetapan Pengadilan Tinggi Sby tersebut, penggugat

prinsipal telah mengajukan permohonan kasasi dengan alasan bahwa

permohonan pencabutan banding tersebut tidak atas sepengetahuan

dan persetujuan penggugat prinsipal dan karena itu memohon kepada

Mahkamah Agung untuk memeriksa dan memutus perkaranya.

Mahkamah Agung dalam putusannya Nomor : 3956

K/Pdt/2000 tanggal 23 Desember 2003 telah menolak permohonan

kasasi tersebut dengan alasan bahwa Pengadilan Tinggi tidak salah

menerapkan hukum, karena perkara tersebut oleh pemohon banding

telah dicabut, dengan demikian Mahkamah Agung tidak berwenang

untuk memeriksa dan memutus perkara tersebut (vide putusan MA

halaman 12). Selanjutnya Mahkamah Agung juga mempertimbangkan

bahwa karena perkara tersebut oleh pemohon banding telah dicabut

maka pemohon kasasi tidak ada relevansinya lagi untuk mengajukan

keberatan atas putusan judex factie (Pengadilan Negeri) mengenai

materi pokok perkara (vide putusan MA halaman 12).

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 128: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

116

Analisis Kasus :

Perjanjian kredit dalam perkara tersebut dituangkan dalam

bentuk tertulis berupa akta notaris. Akta notaris adalah akta otentik284

yang dibuat oleh pejabat yang berwenang untuk itu dan tidak

disangkal keabsahannya. Perjanjian kredit tersebut telah digunakan

sebagai alat bukti surat dalam persidangan (bukti surat T-1).

Dalam perjanjian kredit tersebut termuat klausula yang

berbunyi : jumlah bunga setiap saat bisa berubah sesuai ketentuan

bank (vide putusan hal.24). Pencantuman klausula tersebut

menunjukkan bahwa suku bunga yang diterapkan dalam perjanjian

kredit tersebut menganut sistem floating rate of interest.285

Selain itu,

ternyata ditentukan pula bahwa suku bunga yang berlaku sebesar 21 %

per tahun yang menunjukkan diberlakukan pula sistem fixed rate of

interest.286

Menurut penulis, seharusnya pihak bank konsisten dalam

menerapkan sistem perhitungan bunga kredit, tentu dengan segala

konsekuensinya. Jika diterapkan sistem fixed rate of interest maka

pihak bank harus mempertimbangkan kepentingan para pihak dalam

hal keadaan moneter negara menjadi labil, demikian pula jika

284

Pasal 165 HIR menyebutkan bahwa suatu akta otentik ialah suatu akta yang

telah dibuat oleh atau dihadapan seorang pejabat umum yang berwenang untuk itu,

memberikan diantara para pihak yang sekalian ahli warisnya serta semua orang yang

memperoleh hak dari mereka, suatu bukti yang sempurna tentang apa yang diterangkan di

dalamnya, bahkan juga tentang apa yang termuat disitu sebagai suatu penuturan belaka;

namun mengenai yang terakhir ini hanyalah sekedar yang dituturkan itu ada

hubungannya, langsung dengan pokok isi akta. Bandingkan dengan Pasal 285 RBg. 285

Floating rate of interest adalah tingkat bunga yang berfluktuasi dengan

mengacu kepada tingkat bunga dasar yang bersangkutan yang disebut base lending rate

atau prime rate atau mengacu kepada tingkat bunga yang terjadi di pasar uang antar bank

atau mengacu kepada external rate seperti discount rate dari bank sentral. Tingkat bunga

tersebut berubah-ubah sejalan dengan perubahan tingkat bunga yang menjadi acuannya.

System tersebut berbeda dengan fixed rate of interest. Lihat Sutan Remy Sjahdeini,

Kredit Sindikasi Proses pembentukan dan Aspek Hukum : Bab XI Perjanjian Kredit

Sindikasi, sebagaimana termuat dalam Reading Material Hukum Perbankan 1 yang

dikumpulkan oleh Yunus Husen dan Zulkarnain Sitompul, Op.Cit, halaman 129-130. 286

Bank-bank di Indonesia pada umumnya menetapkan bunga kredit kepada

nasabahnya dengan menggunakan system fixed rate of interest. (Lihat Sutan Remy

Sjahdeini, Kredit Sindikasi Proses pembentukan dan Aspek Hukum : Bab XI Perjanjian

Kredit Sindikasi, sebagaimana termuat dalam Reading Material Hukum Perbankan 1

yang dikumpulkan oleh Yunus Husen dan Zulkarnain Sitompul, Ibid, halaman 129-132).

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 129: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

117

menerapkan sistem floating rate of interest, pihak bank juga harus

mempertimbangkan kepentingan para pihak dalam hal kondisi

moneter negara stabil.

Kewajiban mempertimbangkan kemungkinan keadaan moneter

negara tersebut haruslah disampaikan pihak bank kepada calon

nasabah debitur dengan menunjukkan segala konsekuensinya melalui

penjelasan yang mendetail. Perubahan kondisi moneter negara287

dari

stabil menjadi labil merupakan resiko yang harus ditanggung kedua

belah pihak sebagai konsekuensi menerapkan sistem perhitungan

bunga kredit.288

Di sisi lainnya, karena suatu perjanjian dilandaskan pada

kesepakatan para pihak, dimana unsur sepakat memegang peranan

penting,289

maka tetap terbuka kemungkinan bagi para pihak

memperbaharui isi perjanjian berdasarkan kesepakatan bersama.

287

Perubahan sistem moneter negara tidak terlepas dari peranan Bank Indonesia

dalam memelihara nilai rupiah. Dalam hal ini, untuk mencapai dan memelihara kestabilan

rupiah, Bank Indonesia perlu ditopang dengan tiga pilar utama yaitu :

a. Kebijakan moneter dengan prinsip kehati-hatian.

b. Sistem pembayaran yang cepat dan tepat.

c. Sistem perbankan dan keuangan yang sehat.

Dalam menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, Bank Indonesia berwenang

menetapkan sasaran moneter dan melakukan pengendalian moneter sebagai berikut :

a. Melaksanakan kebijakan nilai tukar berdasarkan sistem nilai tukar yang ditetapkan.

b. Mengelola cadangan devisa untuk memenuhi kewajiban luar negeri.

c. Memelihara keseimbangan neraca pembayaran.

d. Memelihara pinjaman luar negeri.

Untuk mencapai sasaran-sasaran moneter tersebut, Bank Indonesia menjalankan

fungsinya sebagai lender of the resort, yaitu membantu mengatasi mismatch yang

disebabkan oleh resiko kredit atau resiko pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, resiko

manajemen dan resiko pasar. (Lihat Dahlan Siamat, Manajemen Lembaga Keuangan :

Bab 2 Sistem Keuangan Indonesia, Reading Material Hukum Perbankan 2 yang

dikumpulkan oleh Yunus Husain dan Zulkarnain Sitompul, Op.Cit, halaman 33-34). 288

Suku bunga biasanya mengandung suatu fungsi kompensasi atas suatu resiko

keuangan yang dapat terjadi dalam berbagai bentuk (Lihat Tarek El – Diwany, Op.Cit,

halaman 34). 289

Secara a contralio, putusan Mahkamah Agung RI Nomor : 3909 K/Pdt/1994

tanggal 7 Mei 1997 yang menyatakan : tidak adanya kata sepakat antara penggugat dan

tergugat, baik atas jumlah utang dan barang jaminannya antara lain perjanjian kredit

adalah merupakan cacat hukum, menurut Pasal 1320 BW, perjanjian tersebut tidak sah (,

dapat ditafsir bahwa perjanjian yang sah adalah perjanjian yang didasarkan pada kata

sepakat para pihak sebagai syarat yang diatur Pasal 1320 KUH Perdata (Mahkamah

Agung RI, Op.Cit, halaman 132).

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 130: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

118

Dalam hal terjadi perubahan kondisi moneter negara dari

keadaan stabil menjadi labil, para pihak dapat saja melakukan

negosiasi ulang sistem perhitungan bunga kredit maupun besaran

bunga kredit yang diterapkan dalam bentuk pembaharuan perjanjian

kredit bank.

Negosiasi ulang merupakan tahapan yang mendahului

penyesuaian perjanjian sebagai upaya pemulihan keseimbangan sebab

dalam asas keseimbangan sudah terkandung kewajiban melakukan

negosiasi ulang yang dibebankan kepada para pihak dalam rangka

menemukan pengaturan yang menguntungkan kedua belah pihak.290

Negosiasi ulang dapat ditempuh dengan cara pihak bank

terlebih dahulu menetapkan besaran bunga kredit baru dan diikuti

dengan kewajiban memberitahukan kepada nasabah debitur tentang

perubahan suku bunga kredit. Selanjutnya pihak bank harus

menyiapkan ruang bagi nasabah debitur untuk melakukan negosiasi

bunga kredit. Dalam negosiasi tersebut diharapkan pihak nasabah

debitur dapat mengemukakan kondisi riilnya berkaitan dengan

perubahan moneter negara sebagai bahan bagi pihak bank

mempertimbangkan kemungkinan meninjau kembali bunga kredit

yang telah ditetapkannya. Penentuan besaran bunga kredit baru harus

didasarkan pada kajian yang mendalam dan obyektif dengan tetap

mempertimbangkan perlindungan atas kepentingan masing-masing

pihak secara berimbang.

Pemberian ruang negosiasi ini diperlukan sebab kondisi tidak

menentunya keadaan moneter negara bukan hanya menyulitkan pihak

bank tetapi juga telah menyulitkan nasabah debitur. Dengan ruang

negosiasi ulang, diharapkan para pihak dapat menyepakati bunga

kredit baru dengan kemungkinan kembali memberlakukan bunga

kredit awal apabila moneter negara telah stabil maupun kemungkinan

penerapan bunga kredit baru mengikuti suku bunga kredit yang

290

Herlien Budiono, Op.Cit, halaman 489.

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 131: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

119

ditetapkan oleh bank pemerintah ketika keadaan moneter negara telah

pulih.

Selain itu, dengan diberikannya ruang negosiasi ulang maka

pihak bank kreditur telah menunjukkannya jati dirinya sebagai bank

milik bangsa Indonesia dimana bangsa Indonesia selalu

mengedepankan nilai-nilai musyawarah untuk mencapai mufakat

dalam setiap pengambilan keputusan atau kebijakan.

Perbuatan tergugat menutup ruang negosiasi ulang merupakan

perbuatan yang melanggar asas fairness dimana oleh karena suatu

perjanjian dibuat untuk kepentingan semua pihak, maka perjanjian

tersebut harus dibuat dengan mengindahkan dan memperhatikan

kepentingan dari pihak-pihak yang tersangkut.291

Dalam konsep

kewajaran (fairness), bank harus senantiasa memperhatikan

kepentingan seluruh stakeholders berdasarkan asas kesetaraan dan

kewajaran (equal treatment) dan bank harus memberikan kesempatan

kepada seluruh stakeholders untuk memberikan masukan dan

menyampaikan pendapat bagi kepentingan bank serta mempunyai

akses terhadap informasi sesuai dengan prinsip keterbukaan.292

Dalam perkara tersebut, keadaan tidak menentunya moneter

negara telah dimanfaatkan tergugat (bank X) untuk meraup

keuntungan yang sebesar-besarnya melalui penetapan perubahan

kenaikan bunga kredit sepihak secara signifikan yang tidak sesuai

dengan kepatutan dan kelayakan. Perbuatan tergugat tersebut

merupakan perbuatan sengaja berlaku curang dengan memanfaatkan

kelemahan perjanjian kredit. Hal ini dapat dilihat dari dalil posita

gugatan angka 10 (vide putusan Pengadilan Negeri hal.5) dimana para

penggugat menyatakan bahwa tergugat tidak pernah memberitahukan

291

Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman dan HAM RI,

Pengkajian Masalah Hukum Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan Yang Seimbang

Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank Di Indonesia, Jakarta, Juli 2004,

halaman 25. 292

Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Hukum dan HAM RI,

Analisa dan Evaluasi Hukum tentang Perubahan Undang-Undang Perbankan (UU

Nomor 7/1992 Jo UU nomor 10/1998), Jakarta, 2007, halaman 46.

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 132: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

120

adanya kenaikan bunga kredit. Disamping itu, para penggugat juga

telah mengajukan bukti P-1, P-2 dan P-6 berupa surat yang ditujukan

pada pimpinan bank X untuk meminta salinan akta-akta rekening

koran dan pemberitahuan tentang kenaikan bunga kredit, bukti-bukti

surat tersebut tidak dibantah oleh tergugat (vide putusan Pengadilan

Negeri hal.21).

Fakta persidangan tersebut memperlihatkan bahwa tergugat

tidak pernah memberitahukan adanya kenaikan bunga kredit kepada

para penggugat. Dengan tidak diberitahukannya perubahan bunga

kredit menjadikan tidak adanya ruang bernegosiasi. Hal tersebut

menunjukkan bahwa tergugat (bank X) tidak melindungi kepentingan

para penggugat atau memberikan perlindungan atas keseimbangan

kepentingan para pihak. Selain itu tergugat telah memanfaatkan

keadaan moneter negara yang labil untuk meraup keuntungan sepihak.

Dari perspektif perlindungan konsumen, pencantuman klausula

“penetapan dan perhitungan bunga bank oleh bank” merupakan

klausula yang memberikan kemungkinan terjadinya perubahan bunga

kredit bank dimana mewajibkan penggugat selaku nasabah debitur dan

tergugat selaku bank kreditur untuk tunduk pada keadaan masa

mendatang yang tidak pasti. Dengan kewenangan menetapkan suku

bunga baru berada pada pihak bank kreditur (tergugat) maka tergugat

dalam menetapkan bunga kredit baru akan terlebih dahulu memastikan

keuntungan yang akan diperolehnya dari penerapan bunga kredit baru.

Kewenangan tersebut bersifat subyektif dimana dalam keadaan

tertentu pihak tergugat dapat saja mengorbankan kepentingan pihak

penggugat.

Pencantuman klausula yang mewajibkan para pihak tunduk

pada keadaan yang tidak pasti adalah bertentangan dengan Pasal 18

ayat 1 g huruf a Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen yang secara tegas melarang pencantuman

klausula dalam bentuk : ketentuan-ketentuan yang ditetapkan

kemudian secara sepihak oleh bank, baik mengenai penetapan bunga,

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 133: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

121

biaya, ongkos, denda kurs, termasuk pemberlakuan ketentuan yang

sudah ada maupun yang akan berlaku dikemudian hari.293

Larangan mencantumkan klausula yang sifatnya mewajibkan

para pihak tunduk pada keadaan yang tidak pasti, dimaksudkan untuk

memberikan perlindungan bagi nasabah debitur sekaligus menjaga

keseimbangan penempatan kepentingan masing-masing pihak dalam

perjanjian kredit bank. Hal ini menjadi penting sebab suatu

kesepakatan yang diambil dalam perjanjian kredit bank haruslah

didasarkan pada kejelasan hal yang disepakati termasuk pemahaman

yang komprehensif atas apa yang akan disepakati, sehingga

kesepakatan tersebut merupakan kesepakatan atas apa yang

dimengerti.

Hal menarik lainnya yang perlu untuk dikaji adalah ditemukan

fakta hukum berupa tidak tercantumnya kewajiban pihak bank

kreditur memberitahukan perubahan suku bunga kredit kepada

nasabah debitur dalam perjanjian kredit bank tersebut.

Menurut penulis, dengan tidak mensyaratkan pemberitahuan

perubahan suku bunga kepada nasabah debitur maka klausula tersebut

menjadi tidak terang. Pencantuman klausula yang tidak terang

memberikan berbagai penafsiran dimana masing-masing pihak akan

menafsirkan sesuai dengan kepentingannya, dalam hal ini para

penggugat menafsirkan bahwa perubahan bunga kredit wajib

diberitahukan kepada penggugat selaku nasabah debitur, sedangkan

tergugat selaku kreditur menafsirkannya bahwa tidak ada kewajiban

dari klausula perjanjian yang mewajibkan setiap perubahan bunga

kredit harus disampaikan atau diberitahukan kepada nasabah debitur.

Pencantuman klausula multi tafsir tersebut merupakan celah

yang menguntungkan pihak bank kreditur untuk bertindak sewenang-

wenang dalam menentukan bunga kredit maupun dalam membatasi

293 Republik Indonesia, Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen, Op.Cit.

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 134: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

122

hak nasabah debitur memperoleh informasi memadai atas penetapan

perubahan suku bunga kredit.

Klausula multi tafsir tersebut merupakan klausula eksonerasi

yang membatasi tanggung jawab bank kreditur atas kerugian yang

dialami nasabah debitur karena pembebanan sepihak bunga kredit

tanpa memperhatikan kepatutan dan kelayakan. Dengan klausula yang

demikian, pihak bank kreditur akan berlindung dalam argumentasi

bahwa kewenangan menentukan bunga kredit adalah kewenangan

bank kreditur dan tidak terdapat kewajiban bank kreditur untuk

memberitahukannya kepada nasabah debitur.

Dalam perkara tersebut, meskipun tidak dicantumkan secara

tegas kewajiban memberitahukan kepada nasabah debitur mengenai

kenaikan bunga kredit, namun sesuai dengan kebiasaan dalam praktek

perbankan merupakan kewajiban pihak bank kreditur memberitahukan

kenaikan bunga kredit kepada nasabah debitur.

Selanjutnya, dikarenakan dalam perjanjian kredit tersebut

terjadi perubahan suku bunga yang tidak sesuai dengan norma-norma

kepatutan, keadilan serta kelayakan dalam masyarakat, majelis hakim

telah membatalkan perjanjian kredit bank tersebut sepanjang klausula

suku bunga yang bertentangan dengan norma-norma kepatutan,

keadilan serta kelayakan dalam masyarakat dan mengembalikan bunga

kredit pada suku bunga yang diperjanjikan yaitu 21 % per tahun

sebagai suatu kelayakan dan kepatutan.

Penulis berpendapat bahwa majelis hakim mengartikan

kepatutan dan kelayakan dalam hal bunga adalah bunga sebagaimana

yang diperjanjikan.294

Selanjutnya majelis hakim tidak

mempertimbangkan apakah suku bunga awal yang diperjanjikan

tersebut telah memenuhi kepatutan dan kelayakan ataukah tidak.

Apabila majelis hakim sampai pada pertimbangan kepatutan

dan kelayakan bunga kredit awal maka terdapat 2 (dua) kemungkinan

294

Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 289 K/Sip/1972 tanggal 22 Juli 1972

mengandung kaidah hukum bahwa besarnya suku bunga pinjaman adalah sebagaimana

yang telah diperjanjikan bersama (Mahkamah Agung RI, Op.Cit, halaman 25).

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 135: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

123

yang dapat diputuskan majelis hakim yaitu pertama, bunga kredit

awal telah patut dan layak dan kedua, bunga kredit awal tidak patut

dan layak sehingga perlu disesuaikan dengan kepatutan dan

kelayakan. Meskipun bunga kredit awal dipandang telah patut dan

layak, seharusnya majelis hakim juga memaparkan argumentasi

hukumnya yang mendasari pendapatnya bahwa bunga kredit awal

telah patut dan layak.

Berdasarkan uraian-uraian di atas, terurai bahwa perjanjian

kredit antara para penggugat dengan tergugat sesuai Akta Nomor : 2,

tidak memberikan kepastian hukum dalam penerapan sistem

perhitungan bunga kredit dan terjadi penghilangan hak nasabah

debitur untuk memperoleh informasi memadai mengenai perubahan

bunga kredit.

Keadaan demikian merupakan penyalahgunaan keadaan

dimana tergugat (bank X) menghindarkan dirinya dari keadaan yang

merugikan usahanya dengan mengorbankan kepentingan pihak

nasabah debitur. Perbuatan tergugat tersebut telah menjadikan tidak

terdapat keseimbangan kepentingan dalam perjanjian kredit bank

khususnya terhadap perubahan bunga kredit bank. Ketiadaan

keseimbangan kepentingan tersebut telah diseimbangkan oleh majelis

hakim dengan membatalkan perubahan bunga kredit atas dasar

kepatutan dan kelayakan.

4.1.2. Putusan Nomor : 1530 K/Pdt/2011 Jo. Nomor : 448/Pdt/2010/PT.

Smg Jo. Nomor : 11/Pdt.G/2010/PN.Jpr.

Kasus Posisi :

Putusan Nomor : 11/Pdt.G/2010/PN.Jpr adalah putusan yang

dijatuhkan Pengadilan Negeri Jpr atas gugatan perbuatan melawan

hukum yang diajukan oleh SW selaku Penggugat terhadap PT.Bank Y

sebagai Tergugat I dan Pemerintah RI Cq. Menteri Z Cq. Dirjen Z1

Cq. Kanwil Z2, selaku Tergugat II.

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 136: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

124

Dalam posita gugatannya, penggugat mendalilkan bahwa

antara penggugat dengan tergugat terdapat perikatan yang lahir dari

perjanjian kredit tertanggal 7 Nopember 2000 Nomor : 388/KC-

I/II/2000 sebagaimana tertuang dalam akta notaris ZR, perjanjian

kredit mana disertai agunan berupa :

a. Sebidang tanah dan bangunan, sertifikat Hak Milik nomor 1678

yang terletak di desa Ngabul, kecamatan Tahunan, kabupaten

Jepara.

b. Sebidang tanah dan bangunan, sertifikat Hak Milik nomor 714

yang terletak di desa Ngabul, kecamatan Tahunan, kabupaten

Jepara.

c. Sebidang tanah dan bangunan, sertifikat Hak Milik nomor 2624

yang terletak di desa Ngabul, kecamatan Tahunan, kabupaten

Jepara.

d. Sebidang tanah dan bangunan, sertifikat Hak Milik nomor 3146

yang terletak di desa Ngabul, kecamatan Tahunan, kabupaten

Jepara.

Berdasarkan perjanjian kredit tersebut, penggugat telah

memperoleh fasilitas kredit sebesar Rp.450.000.000,- (empat ratus

lima puluh juta rupiah) dengan posisi baki debet per Pebruari 2010

sebesar Rp.440.000.000,- (empat ratus empat puluh juta rupiah) yang

menunjukkan keadaan terakhir tunggakan pokok pinjaman penggugat

pada tergugat di luar bunga, administrasi dan denda/penalty adalah

sebesar Rp.440.000.000,- (empat ratus empat puluh juta rupiah).

Selanjutnya penggugat mendalilkan bahwa terdapat

kejanggalan dalam perhitungan tunggakan kredit yang dilakukan oleh

tergugat. Menurut penggugat, sesuai surat peringatan pertama

tergugat I Nomor : B.373-KC/VIII/KRD/02/2009 tanggal 03 Pebruari

2009, tunggakan kredit penggugat sebesar Rp.453.314.581,- dengan

perincian tunggakan pokok kredit sebesar Rp.440.000.000,- dan

tunggakan bunga sebesar Rp.13.314.518,-. Selanjutnya dalam surat

peringatan kedua Nomor : B.2241-KC/XIII/KRD/07/2009 tanggal 15

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 137: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

125

Juli 2009, tunggakan penggugat telah berjumlah Rp.506.491.655,-

(lima ratus enam juta empat ratus sembilan puluh satu ribu enam ratus

lima puluh lima rupiah), dengan perincian tunggakan pokok kredit

sebesar Rp.440.000.000,-, tunggakan bunga sebesar Rp.37.848.773,-

dan penalty sebesar Rp.28.632.882,-. Perhitungan tunggakan kredit

semakin terasa janggal dengan munculnya lagi surat peringatan kedua

Nomor : B.2367-KC/VIII/KRD/07/2009 tertanggal 29 Juli 2009

dimana tunggakan kredit penggugat diperhitungkan sebesar

Rp.515.540.382,- (lima ratus lima belas juta lima ratus empat puluh

ribu tiga ratus delapan puluh dua rupiah), dengan perincian tunggakan

pokok kredit sebesar Rp.440.000.000,-, tunggakan bunga, administrasi

dan denda sebesar Rp.75.540.382,-.

Atas kejanggalan perhitungan tunggakan kredit tersebut,

penggugat dengan itikad baik telah mengkomunikasikannya pada

tergugat. Penggugat juga telah meminta agar diberikan kelonggaran

waktu pelunasan tunggakan kredit, dengan harapan agar tergugat

memaklumi keadaan ekonomi penggugat setelah ditinggal suaminya.

Selain itu penggugat juga beralasan bahwa tergugat belum

memberikan rincian tunggakan kredit yang disinyalir penggugat

terdapat kejanggalan. Selanjutnya penggugat menawarkan solusi

untuk pembayaran total kewajiban menunggu tiga tahun lagi dengan

pertimbangan akan mendapatkan uang dari hasil perpanjangan kontrak

gudang penggugat.

Menurut penggugat, penawaran solusi tersebut tidak

diindahkan tergugat malahan tergugat melakukan pelelangan atas

agunan tanpa sepengetahuan penggugat dengan harga lelang jauh di

bawah harga pasar.

Atas gugatan tersebut, tergugat telah mengajukan jawaban

halmana tergugat membenarkan terdapatnya perikatan berdasarkan

perjanjian kredit diantara penggugat dengan tergugat berdasarkan

Surat Perjanjian Kredit Nomor 388/KC-1/11/2000 tanggal 07

November 2000 yang dilegalisasi oleh notaris DS Nomor :

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 138: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

126

8245/L/XI/2000. Tergugat juga membenarkan dalil adanya agunan

yang diberikan penggugat kepada tergugat sebagaimana bentuk dan

jenisnya telah diutarakan penggugat.

Selanjutnya, tergugat juga membenarkan adanya pemberian

fasilitas kredit yang diberikan tergugat kepada penggugat dengan

keadaan akhir utang tergugat sebesar Rp.450.000.000,00 dengan

tanggal jatuh tempo adalah 03 Maret 2009.

Menurut tergugat, dengan itikad baik tergugat telah

memberikan kesempatan yang cukup kepada penggugat untuk

melunasi pinjaman kreditnya yaitu terhitung sejak addendum

perpanjangan dan suplesi kredit terakhir tanggal 6 Maret 2006 hingga

tanggal jatuh tempo 03 Maret 2009, bahkan tergugat telah

memberikan 3 (tiga) kali surat teguran kepada penggugat sebagaimana

telah diakui penggugat beserta rincian tunggakannya, akan tetapi

penggugat tidak melunasi pinjaman kreditnya.

Selanjutnya tergugat mendalilkan bahwa dikarenakan

penggugat tidak juga melunasi pinjaman kreditnya maka sesuai

dengan perjanjian kredit, tergugat melakukan pelelangan atas agunan

melalui lembaga yang berwenang dimana pelelangan tersebut

dilakukan sesuai dengan prosedur lelang dan hasilnya obyek lelang

tidak laku terjual. Karena itu tidak benar tergugat melakukan

perbuatan melawan hukum, justeru penggugat yang melakukan

wanprestasi.

Tergugat juga menyatakan bahwa perhitungan utang

penggugat haruslah tetap dihitung sesuai dengan perjanjian kredit

berupa total pinjaman pokok, bunga, denda dan beban lainnya

sejumlah Rp.515.540.382,- (lima ratus lima belas juta lima ratus

empat puluh ribu tiga ratus delapan puluh dua rupiah).

Terhadap jawaban tersebut, penggugat dalam repliknya

menyatakan tetap pada gugatannya, demikian pula tergugat dalam

dupliknya menyatakan tetap pada jawabannya.

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 139: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

127

Atas gugatan tersebut, majelis hakim tingkat pertama telah

menjatuhkan putusan berupa menolak gugatan penggugat seluruhnya

dengan pertimbangan bahwa perjanjian kredit antara penggugat

dengan tergugat telah memenuhi syarat sah perjanjian sebagaimana

Pasal 1320 KUH Perdata sehingga harus diberlakukan sebagai

undang-undang diantara kedua belah pihak sesuai Pasal 1338 KUH

Perdata (vide putusan Pengadilan Negeri halaman 26). Juga

dipertimbangkan bahwa meskipun penggugat telah mengajukan

permohonan perpanjangan jangka waktu kredit akan tetapi

permohonan tersebut belum dikabulkan tergugat sehingga tunggakan

utang penggugat tetap ada sebagaimana jumlah yang ditentukan yaitu

sudah selayaknya adalah utang pokok, denda dan biaya administrasi

lainnya sesuai kesepakatan para pihak sebagaimana tercantum dalam

surat perjanjian kredit (vide putusan Pengadilan Negeri halaman 26).

Terhadap pelaksanaan lelang, majelis hakim tingkat pertama

berpendapat bahwa harga limit telah didasarkan pada penilaian yang

benar dan dapat dipertanggungjawabkan yaitu tergugat I telah

melakukan penilaian terhadap barang yang akan dilelang dan

diperkuat dengan surat keterangan dari desa setempat, sehingga proses

lelang tersebut telah melalui prosedur hukum yang berlaku (vide

putusan Pengadilan Negeri halaman 27).

Atas putusan pengadilan tingkat pertama tersebut, penggugat

mengajukan banding. Dalam putusannya bernomor :

448/Pdt/2010/PT.Smg tanggal 25 Januari 2011, majelis hakim tingkat

banding telah menguatkan putusan pengadilan tingkat pertama dengan

pertimbangan bahwa majelis hakim tingkat banding sependapat

dengan pertimbangan hukum majelis hakim tingkat pertama (vide

putusan PT halaman 4). Selanjutnya majelis hakim tingkat banding

mengambilalih seluruh pertimbangan hukum pengadilan negeri

tingkat pertama menjadi bagian pertimbangan hukum majelis hakim

tingkat banding (vide putusan PT halaman 5).

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 140: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

128

Terhadap putusan pengadilan tingkat banding tersebut,

penggugat/pembanding telah mengajukan permohonan kasasi

berdasarkan Akte Permohonan Kasasi Nomor : 11/Pdt.G/2010/Pn.Jpr

Jo 448/Pdt/2010/PT.Smg tanggal 23 Februari 2011 disertai memori

kasasi yang diserahkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri tersebut

pada tanggal 7 Maret 2011.

Atas permohonan kasasi tersebut, majelis hakim tingkat kasasi

dalam putusannya telah menolak permohonan kasasi tersebut dengan

pertimbangan bahwa mengenai penilaian hasil pembuktian yang

bersifat penghargaan tentang suatu kenyataan, halmana tidak dapat

dipertimbangkan pada pemeriksaan dalam tingkat kasasi, karena

pemeriksaan dalam tingkat kasasi hanya berkenaan dengan adanya

kesalahan penerapan hukum, adanya pelanggaran hukum yang

berlaku, adanya kelalaian dalam memenuhi syarat-syarat yang

diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan yang mengancam

kelalaian itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan atau bila

pengadilan tidak berwenang atau melampaui batas wewenangnya

sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 30 Undang-Undang Nomor

14 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah dengan undang-undang

Nomor 5 Tahun 2004 Jo. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009. Lagi

pula ternyata putusan judex factie tidak bertentangan dengan hukum

dan/atau undang-undang (vide putusan MA halaman 10).

Analisis Kasus :

Ketentuan Pasal 1338 KUH Perdata mengatur bahwa semua

perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi

mereka yang membuatnya. Perlu digarisbawahi bahwa pemberlakuan

suatu perjanjian sebagai undang-undang bagi para pihak hanyalah atas

perjanjian yang sah menurut Pasal 1320 KUH Perdata yaitu atas

terpenuhinya syarat subyektif dan syarat obyektif suatu perjanjian.

Perkembangan selanjutnya, seturut dengan pengakuan misbruik van

omstadigheden sebagai alasan pembatalan perjanjian di negeri

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 141: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

129

Belanda, akhir-akhir ini peradilan Indonesia dalam praktiknya juga

menjadikan “penyalahgunaan keadaan” sebagai alasan batalnya suatu

perjanjian.295

Praktik peradilan yang telah mengadopsi ajaran

penyalahgunaan keadaan sebagai alasan baru pembatalan perjanjian

meskipun belum diatur dalam hukum positif, menunjukkan bahwa

hakim tidak lagi berlaku sebagai corong undang-undang akan tetapi

berparadigma progresif dalam menyelesaikan perkara yang diajukan

kepadanya. Hakim hanya diperkenankan memutus perkara sesuai

bunyi undang-undang apabila diyakininya bahwa bunyi undang-

undang tersebut relevan diterapkan dalam perkara tersebut karena

masih sesuai dengan perkembangan zaman. Jika hakim meyakini

bahwa suatu aturan hukum telah usang dan tidak dapat lagi diterapkan

dalam suatu perkara maka harus dianggap bahwa perkara tersebut

tidak ada hukumnya dan karena itu hakim harus menggali dan

menemukan hukum.

Sesuai dengan fokus kajian, maka atas putusan perkara

tersebut, penulis akan mengkaji tentang ketidakjelasan perhitungan

tunggakan bunga kredit disertai penerapan sistem bunga dalam

perjanjian kredit bank.

Hasil pencermatan penulis atas dalil gugatan penggugat,

terlihat besaran tunggakan bunga penggugat sebesar Rp.43.403.752,-

(empat puluh tiga juta empat ratus tiga ribu tujuh ratus lima puluh dua

rupiah) dengan rincian perkembangan tunggakan bunga sebagai

berikut :

- Pada tanggal 03 Pebruari 2009 bunga sebesar Rp.13.314.581,-

- Pada tanggal 15 Juli 2009 bunga sebesar Rp.37.848.773,-

- Pada tanggal 29 Juli 2009 bunga sebesar Rp.43.403.752,-

295

Ajaran misbruik van omstadigheden sudah menjelma menjadi ketentuan

undang-undang di dalam Nieuw Burgelijk Wetboek, undang-undang mana berlaku di

Nederland terhitung 1 Januari 1992 (Lihat H.P. Panggabean, Penyalahgunaan Keadaan

(Misbruik van Omstadigheden) sebagai Alasan (Baru) Untuk Pembatalan Perjanjian

(Berbagai Perkembangan hukum di Belanda dan di Indonesia)), Op.Cit, halaman 3).

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 142: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

130

Dari rincian di atas terlihat telah terjadi peningkatan tunggakan

bunga yang cukup signifikan, bahkan dalam 14 hari (15 Juli 2009

hingga 29 Juli 2009) terjadi peningkatan bunga sebesar Rp.5.554.979,-

(lima juta lima ratus lima puluh empat ribu sembilan ratus tujuh puluh

sembilan rupiah).

Apabila bunga per 29 Juli 2009 dirata-ratakan dengan jumlah

hari per 03 Pebruari 2009 hingga 29 Juli 2009 untuk mengetahui

bunga harian, maka suku bunga harian per periodeisasi 03 Pebruari

2009 hingga 29 Juli 2009 akan berbeda dengan suku bunga harian

periode 15 Juli 2009 hingga 29 Juli 2009 (14 hari). Artinya dalam

perjanjian kedit tersebut sistem bunga yang dibebankan adalah bunga

berbunga296

atau bunga berganda.297

Sesuai dengan Pasal 1251 KUH Perdata, bunga berganda

hanya diperkenankan untuk perhitungan tunggakan utang dan bunga

selama 1 (satu) tahun. Jika dicermati periodeisasi tunggakan utang dan

bunga, yaitu terhitung saat mulai macetnya angsuran utang

(8 Nopember 2008) hingga peringatan ketiga tanggal 29 Juli 2009

maka rentang waktu tersebut belum mencukupi masa 1 (satu) tahun

dan karena itu berdasarkan Pasal 1251 KUH Perdata belum dapat

diterapkan bunga berganda. Selain itu, penerapan bunga berganda

haruslah atas keputusan pengadilan maupun atas persetujuan khusus

para pihak dan tidak dapat diterapkan sepihak oleh tergugat I.

Penerapan bunga berganda yang dilakukan tergugat I hanya

didasarkan pada kebiasaan dalam dunia perbankan dimana jika dilihat

296

Dari banyak jenis skema bunga yang berlaku di dalam sistem keuangan

modern, dapat dibuat pembedaan antara bunga sederhana sebagai konsep pembebanan

bunga hanya dilakukan atas pokok utang saja, dan bunga berbunga yaitu konsep

pembebanan bunga dilakukan pada jumlah pokok dan bunga dalam interval waktu

tertentu (Tarek El Diwany, Op.Cit, halaman 13). 297

Untuk kredit bank, bukan saja bunga berganda sering tidak diperjanjikan di

dalam perjanjian kredit, tetapi juga bunga dibebankan atas bunga yang dipungut bulanan

serta bunga dibebankan bukan atas bunga yang berasal dari pinjaman pokok saja, tetapi

juga terhadap bunga yang berasal dari bunga. (Lihat Sutan Remy Sjahdeini, Kredit

Sindikasi Proses pembentukan dan Aspek Hukum : Bab XI Perjanjian Kredit Sindikasi,

sebagaimana termuat dalam Reading Material Hukum Perbankan 1 yang dikumpulkan

oleh Yunus Husen dan Zulkarnain Sitompul, Op.Cit, halaman 136).

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 143: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

131

dari segi keseimbangan kepentingan kreditur dan debitur maka

perbuatan tergugat I tersebut telah menyebabkan ketidakadilan bagi

penggugat selaku nasabah debitur.

Penerapan suku bunga berganda atas tunggakan kredit

penggugat yang tidak memenuhi syarat hukum sangat memberatkan

penggugat selaku nasabah debitur. Dengan demikian penerapan bunga

berganda oleh tergugat I terhadap kredit penggugat adalah

bertentangan dengan hukum, kepatutan dan kelayakan. Apalagi,

selain bunga berganda, tergugat I juga membebankan denda terhadap

penggugat selaku nasabah debitur dimana sesuai dengan putusan

Mahkamah Agung RI Nomor 2027 K/Pdt/1984 tanggal 23 April 1986,

denda (penalty) merupakan bunga terselubung. Dengan penerapan

bunga berganda dan sekaligus juga denda, tentu memberikan

keuntungan berganda bagi tergugat I dan merugikan penggugat selaku

nasabah debitur sehingga tidak terdapat keseimbangan dalam

perjanjian kredit tersebut.

Permintaan/tuntutan penggugat agar tergugat I memberikan

rincian perhitungan bunga kredit dimana tergugat I tidak pernah

memenuhinya telah membatasi hak penggugat untuk memperoleh

infomasi yang memadai. Dengan tidak diberikannya rincian

perhitungan bunga kredit mengindikasikan terdapatnya “persoalan”

dalam menetapkan bunga atas kredit penggugat. Persoalan tersebut

dapat diarahkan pada berbagai penafsiran termasuk kemungkinan

telah terjadinya perubahan suku bunga kredit secara tidak wajar tanpa

pemberitahuan kepada penggugat selaku nasabah debitur.

Dalam putusan tersebut majelis hakim tidak

mempertimbangkan tuntutan penggugat agar tergugat I memberikan

rincian perhitungan bunga kredit. Menurut penulis, tuntutan tersebut

seharusnya dipertimbangkan dalam putusan hakim karena inti

persengketaan adalah kejanggalan dalam perhitungan bunga kredit

yang mempengaruhi besaran tunggakan kredit penggugat. Selain itu,

dengan mempertimbangkan tuntutan penggugat agar diberikan rincian

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 144: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

132

perhitungan bunga kredit maka majelis hakim telah turut menegakkan

hak penggugat untuk memperoleh informasi yang memadai dan

menghilangkan penafsiran mengenai “persoalan” dalam perhitungan

bunga kredit.

Dalil penggugat yang mensinyalir terdapatnya kejanggalan

perhitungan bunga kredit penting untuk dipertimbangkan karena dalil

tersebut berhubungan dengan petitum kedua gugatan yaitu :

menyatakan jumlah kewajiban utang yang mesti dibayar penggugat

kepada tergugat I sejumlah Rp.440.000.000,- (empat ratus empat

puluh juta rupiah), dimana apabila terbukti adanya kecurangan

tergugat I dalam menghitung bunga, maka akan berpengaruh pada

jumlah utang yang harus dibayar penggugat sebagai kewajiban

penggugat.

Menurut penulis, majelis hakim tidak sepenuhnya

mempertimbangkan dalil penggugat dengan memberikan

pertimbangan hukum yang cukup. Pertimbangan yang diberikan

majelis hakim bahwa tunggakan bunga penggugat dihitung sesuai

dengan yang tercantum dalam perjanjian, tidak menjawab dalil

penggugat mengenai kejanggalan dalam perhitungan bunga kredit.

Setidak-tidaknya putusan tersebut harus dapat memberikan kepuasan

bagi kedua belah pihak, dimana kepuasan bagi penggugat apabila

putusan itu mampu menjelaskan cara perhitungan bunga dan

tunggakannya yang sesuai dengan hukum.

Selanjutnya, dengan mencermati adanya itikad baik penggugat

melunasi pinjamannya dan ketidakmampuannya secara ekonomis

membayar utangnya sesuai tunggakan pinjaman pokok, bunga dan

denda, majelis hakim dapat saja memerintahkan melalui putusannya

agar pihak tergugat melakukan restrukturisasi kredit yang dapat

dilakukan dalam bentuk penurunan suku bunga kredit, perpanjangan

jangka waktu kredit, pengurangan tunggakan bunga kredit,

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 145: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

133

pengurangan tunggakan pokok kredit, penambahan fasilitas kredit dan

atau konversi kredit menjadi penyertaan modal sementara.298

Atas terdapatnya penerapan bunga berganda dalam perjanjian

kredit tersebut sebagai kebiasaan dalam praktik perbankan, menurut

peneliti dalam kaitan dengan restrukturisasi kredit lebih tepat

diterapkan restrukturisasi kredit dalam bentuk pengurangan tunggakan

bunga kredit, yaitu dengan terlebih dahulu ditunjukkan adanya

penerapan bunga berganda yang bertentangan dengan ketentuan Pasal

1251 KUH Perdata dalam perjanjian kredit tersebut. Hal tersebut

dirasa lebih tepat dalam menjawab petitum penggugat.

Putusan majelis hakim yang menolak gugatan penggugat

dengan alasan perjanjian kredit tersebut telah memenuhi syarat sahnya

perjanjian menunjukkan bahwa majelis hakim melihat keseimbangan

perjanjian kredit tersebut dalam tahap keabsahan perjanjian dan tidak

menjangkau tataran pemenuhan atau pelaksanaan perjanjian.

Mengenai sikap majelis hakim tingkat kasasi yang menolak

permohonan kasasi karena alasan kasasi tidak menjadi domain judex

jurist, menurut peneliti telah tepat sebab sebagai judex jurist

Mahkamah Agung hanya melihat apakah telah benar penerapan

hukum atas perkara tersebut ataukah tidak dan Mahkamah Agung

tidak memeriksa fakta perkara kecuali dalam hal terdapatnya

perbedaan fakta antara putusan pengadilan tingkat pertama dengan

putusan pengadilan tingkat banding.

4.1.3. Putusan Nomor : 3431 K/Pdt/1985 Jo. Nomor : 523/1983/Pdt/PT.

Smg Jo. Nomor : 12/G/1983/Pdt.Bla.

Kasus Posisi :

Putusan Nomor : 12/G/1983/Pdt.Bla adalah putusan yang

dijatuhkan oleh Pengadilan Negeri Bla atas gugatan wanprestasi yang

298

Lihat M. Bahsan, Hukum Jaminan dan Jaminan Kreditt Perbankan

Indonesia, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2010, halaman 92-93.

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 146: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

134

diajukan oleh SS sebagai penggugat terhadap Ny.B dan RB sebagai

tergugat-tergugat.

Dalam posita gugatan, penggugat mendalilkan bahwa pada

tanggal 10 Pebruari 1982 para tergugat telah meminjam uang kepada

penggugat sebesar Rp.540.000,- (lima ratus empat puluh ribu rupiah)

dengan janji lisan akan dikembalikan pada tanggal 10 Agustus 1982.

Pinjaman tersebut disertai pembebanan bunga sebesar 10% setiap

bulannya hingga para tergugat mengembalikan keseluruhan pokok

pinjaman. Atas pinjaman tersebut tergugat telah memberikan jaminan

berupa surat keterangan pensiunan atas nama RB dan hak milik tanah

beralamat di Blok Kidangan Jepon, namun telah diambil kembali oleh

menantu para tergugat.

Selanjutnya penggugat mendalilkan bahwa para tergugat tidak

memenuhi perjanjian mengenai pinjaman maupun bunganya meskipun

telah berulang kali ditagih oleh penggugat.

Terhadap gugatan tersebut, para tergugat telah mengajukan

jawabannya dimana para tergugat mengakui adanya pinjaman tersebut

disertai bunga dimana pinjaman tersebut telah jatuh tempo. Para

tergugat juga menyatakan telah membayar bunga pinjaman sebanyak

10 (sepuluh) kali terhitung sejak Maret 1982 hingga Desember 1982

dengan total Rp.400.000,- (empat ratus ribu rupiah), sedangkan

mengenai pokok pinjaman, diakui para tergugat belum dikembalikan

karena usaha dagangnya macet. Para tergugat juga menyatakan pernah

meminta kepada penggugat untuk mengembalikan uang pinjaman

secara mengangsur akan tetapi ditolak penggugat.

Atas jawaban tersebut, penggugat mengajukan replik yang

pada pokoknya membenarkan jawaban tergugat yaitu penggugat

pernah menerima pembayaran bunga pinjaman sebesar Rp.400.000,-

(empat ratus ribu rupiah), sedangkan pokok pinjaman belum

dikembalikan para tergugat dimana terhadap replik tersebut para

tergugat membenarkannya dan selanjutnya tidak mengajukan duplik.

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 147: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

135

Terhadap gugatan tersebut, majelis hakim tingkat pertama

dalam putusannya Nomor : 12/G/1983/Pdt.Bla tanggal 23 Juni 1983

telah mengabulkan gugat penggugat untuk sebagian berupa

menghukum tergugat untuk membayar hutang pokok sejumlah

Rp.540.000,- (lima ratus empat puluh ribu rupiah) serta menghukum

pula tergugat untuk membayar bunga dari pinjaman pokok 4 % tiap

bulan semenjak perkara masuk di Pengadilan sampai perkara ini

mempunyai kekuatan pasti (vide putusan PN halaman 7). Dalam

pertimbangan hukumnya, majelis hakim tingkat pertama berpendapat

bahwa para tergugat telah melakukan ingkar janji (wanprestasi) atas

perjanjian peminjaman uang (vide putusan PN halaman 6).

Majelis hakim tingkat tingkat pertama juga

mempertimbangkan perihal telah dibayarkannya bunga pinjaman

sebanyak Rp.400.000,- (empat ratus ribu rupiah) sebagai pelaksanaan

perjanjian dan juga mempertimbangkan keadaan uang pokok

pinjaman yang belum dikembalikan sebagai utang para tergugat (vide

putusan PN halaman 6).

Atas putusan majelis hakim tingkat pertama tersebut, para

tergugat mengajukan banding berdasarkan permohonan pernyataan

banding tanggal 5 Juli 1983 disertai memori banding tanggal 1

Agustus 1983 dimana dalam putusannya Nomor :

523/1983/Pdt/PT.Smg tanggal 11 Pebruari 1985, majelis hakim

tingkat banding menguatkan putusan pengadilan tingkat pertama.

Dalam pertimbangan hukumnya, majelis hakim tingkat

banding menyatakan sependapat dengan pertimbangan hukum majelis

hakim tingkat pertama dimana pengadilan tingkat pertama dalam

putusan tersebut atas dasar serta pertimbangan-pertimbangan yang

diuraikan di dalamnya sudah tepat dan benar dan oleh pengadilan

tinggi dijadikan sebagai pertimbangannya sendiri, oleh karenanya

putusan tersebut harus dikuatkan (vide putusan PT halaman 3).

Atas putusan tingkat banding tersebut, para

tergugat/pembanding mengajukan permohonan kasasi berdasarkan

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 148: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

136

Akte Permohonan Kasasi Nomor : 12/Pdt/1983/PN.Bla tanggal 10

April 1985 disertai memori kasasi yang diserahkan ke kepaniteraan

Pengadilan Negeri Bla pada tanggal 16 April 1985.

Dalam memori kasasi, pada pokoknya para

tergugat/pembanding/pemohon kasasi mengemukakan alasan

mengajukan kasasi sebagai berikut : bahwa judex factie salah

menerapkan hukum, karena memang tergugat mengakui telah

berhutang kepada penggugat, tetapi karena tergugat tidak berdagang

lagi, dengan apa hutang tersebut akan dibayar sebab tempat tinggal

saja masih mengontrak.

Atas alasan kasasi tersebut, majelis hakim tingkat kasasi

menyatakan keberatan tersebut tidak dapat dibenarkan (vide putusan

MA halaman 4) dengan pertimbangan bahwa mengenai penilaian hasil

pembuktian yang bersifat penghargaan tentang suatu kenyataan,

halmana tidak dapat dipertimbangkan dalam pemeriksaan dalam

tingkat kasasi, karena pemeriksaan dalam tingkat kasasi hanya

berkenaan dengan tidak dilaksanakan atau ada kesalahan dalam

pelaksanaan hukum (vide putusan MA halaman 4).

Selanjutnya, majelis hakim tingkan kasasi berpendapat bahwa

terlepas dari keberatan kasasi tersebut, Mahkamah Agung berdasarkan

alasan sendiri membatalkan putusan Pengadilan Tinggi yang

menguatkan putusan Pengadilan Negeri dan kemudian mengadili

sendiri dengan menjatuhkan putusan berupa mengabulkan gugatan

penggugat untuk sebagian dan menghukum para tergugat secara

tanggung renteng untuk membayar utangnya sebanyak Rp.194.000

(seratus sembilan puluh empat ribu rupiah) secara sekaligus.

Dalam pertimbangan hukumnya, majelis hakim tingkat kasasi

berpendapat bahwa “jika diperhatikan pinjam meminjam antara kedua

belah pihak maka bunga ditetapkan 10% hal ini adalah terlampau

tinggi bahkan bertentangan dengan kepatutan dan keadilan mengingat

tergugat II adalah purnawirawan dan tidak mempunyai penghasilan

yang lain. Disamping itu ketentuan dalam perjanjian untuk

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 149: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

137

menyerahkan buku pembayaran pensiun sebagai jaminan juga

bertentangan dengan kepatutan dan keadilan. Ternyata pula tergugat-

tergugat telah membayar bunga sebanyak Rp.400.000,-“ (vide putusan

MA halaman 4-5).

Majelis hakim tingkat kasasi dengan menggunakan dasar ex

aquo et bono kemudian menentukan bunga yang patut dan adil adalah

1 % per bulan sedangkan bunga yang telah dibayar dan diterima oleh

penggugat sebesar Rp.400.000,- harus dianggap sebagai pembayaran

pokok pinjaman, sehingga sisa yang harus dibayar lagi oleh para

tergugat sebagai sisa pokok pinjaman adalah Rp.140.000,- + bunga

Rp.54.000,- = Rp.194.000,- (vide putusan MA halaman 5).

Analisis Kasus :

Putusan pengadilan tingkat pertama dan pengadilan tingkat

banding dalam perkara tersebut memiliki kesamaan pertimbangan

baik atas fakta maupun hukumnya dimana majelis hakim tingkat

banding telah sependapat dengan pertimbangan hukum majelis hakim

tingkat pertama dan telah mengambil alih pertimbangan hukum

tersebut menjadi pertimbangan hukum dalam putusan tingkat banding.

Sebab itu, analisis terhadap pertimbangan hukum majelis hakim

tingkat pertama haruslah dibaca pula sebagai analisis terhadap

pertimbangan hukum majelis hakim tingkat banding.

Putusan majelis hakim tingkat pertama yang mengabulkan

gugatan penggugat dan memerintahkan agar para tergugat harus

mengembalikan seluruh pokok pinjaman disertai sisa bunga yang

belum dibayarkan adalah sikap majelis hakim menerapkan ketentuan

Pasal 1338 KUH Perdata. Artinya, majelis hakim tingkat pertama

menjadikan perjanjian antara penggugat dengan tergugat sebagai

hukum yang wajib dipatuhi para pihak sesuai apa yang telah

disepakati diantara mereka.

Dalam hal ini majelis hakim tidak melihat pada kepatutan dan

kelayakan suku bunga yang diperjanjikan sebesar 10% per bulan

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 150: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

138

tersebut dan juga tidak mempertimbangkan keadaan tergugat yang

mengalami kesulitan membayarkan utangnya. Bahkan majelis hakim

tidak mempertimbangkan itikad baik tergugat meminta tambahan

waktu untuk melunasi utangnya.

Apabila dicermati ketentuan Pasal 1338 KUH Perdata,

terkandung syarat agar dapat diberlakukannya perjanjian dalam daya

ikat sebagai undang-undang hanyalah perjanjian yang sah menurut

hukum yaitu yang memenuhi syarat sah perjanjian sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 1320 KUH Perdata.

Berkaitan dengan besaran bunga pinjaman, seharusnya majelis

hakim tingkat pertama mempertimbangkannya dalam syarat “sebab

yang halal” yaitu mempertimbangkan apakah suku bunga pinjaman

sebesar 10% per bulan yang diberlakukan hingga tergugat mampu

mengembalikan pinjaman pokok adalah besaran bunga yang patut dan

layak ataukah tidak. Tentang hal ini ternyata tidak dipertimbangkan

majelis hakim tingkat pertama maupun tingkat banding.

Bahkan sesuai amar putusan, majelis hakim tingkat pertama

juga menjatuhkan sanksi kepada tergugat berupa kewajiban tergugat

membayarkan bunga dari pinjaman pokok sebesar 4 % tiap bulan

terhitung sejak perkara masuk di pengadilan sampai mempunyai

kekuatan pasti.

Berkaitan dengan bunga moratoir, majelis hakim tingkat

pertama dalam menjatuhkan bunga moratoir tidak memuat dalam

pertimbangan hukumnya alasan dijatuhkannya bunga moratoir

maupun alasan penentuan besaran bunga moratoir sebesar 4 % tiap

bulan. Seharusnya, majelis hakim tingkat pertama menyampaikan

pendapat hukumnya atas pembebanan bunga moratoir disertai

argumentasi hukum mengenai penentuan bunga moratoir sebesar 4 %.

Penyampaian argumentasi hukum yang jelas dan terstruktur

bertujuan memberikan nilai kepastian hukum dalam putusan hakim

sehingga tidak menimbulkan pertanyaan atau penafsiran atas putusan

hakim. Hal ini penting sebab dalam perkara tersebut terdapat

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 151: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

139

perbedaan antara denda/penalti bunga yang dijatuhkan majelis hakim

tingkat pertama dengan yang dipetitumkan penggugat.

Lain halnya dengan putusan majelis hakim tingkat pertama

yang diperkuat majelis hakim tingkat banding, dalam putusan tingkat

kasasi, meskipun majelis hakim tingkat kasasi menolak permohonan

kasasi atas dasar materi yang dikasasikan tidak menjadi domain

pemeriksaan kasasi, akan tetapi majelis hakim tingkat kasasi dengan

menggunakan kewenangan yang dimilikinya untuk memberikan

keadilan dan kepastian hukum berdasarkan Ketuhanan Yang Maha

Esa, secara ex officio telah membatalkan putusan Pengadilan Negeri

maupun Pengadilan Tinggi dan kemudian mengadili sendiri bukan

didasarkan pada alasan permohonan kasasi.

Majelis hakim tingkat kasasi telah mengangkat keadaan

kemampuan para pihak dalam memenuhi perjanjian sebagai hal yang

harus dipertimbangkan dalam putusan hakim. Sikap majelis hakim

tingkat kasasi tersebut dapat pula dimaknai bahwa dalam

mencantumkan klausula-klausula perjanjian haruslah

mempertimbangkan kemampuan para pihak melaksanakan klausula-

klausula tersebut sehingga perjanjian yang dibuat mereka adalah

perjanjian yang hidup dan dapat dilaksanakan.

Hal lain yang dapat ditarik dari sikap majelis hakim tingkat

kasasi tersebut adalah dalam hal penentuan besaran suku bunga

pinjaman ataupun kredit harus disesuaikan dengan kepatutan dan

kelayakan yang didasarkan pada kemampuan debitur membayarkan

utangnya disertai bunga dan suku bunga kredit yang ditetapkan bank

pemerintah pada saat perjanjian dibuat.299

299

Putusan Mahkamah Agung RI Nomor : 1253 K/Sip/1973 tanggal 14 Oktober

1976 memuat kaidah hukum : bunga yang diperjanjikan sebesar 20% sebulan atas

pertimbangan perikemanusiaan dan keadilan, bunga yang dikabulkan adalah 3 % sebulan,

sesuai dengan pinjaman pada bank-bank negara pada saat perjanjian berlangsung. Juga

dapat dilihat Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 1067 K/Pdt/1996 tanggal 9 Maret

2000 yang memberikan barometer mengenai kepatutan dan kelayakan suku bunga tidak

hanya didasarkan pada kemampuan pihak berutang melunasi pinjamannya tetapi juga

harus diperhatikan suku bunga yang ditetapkan oleh Bank Pemerintah.

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 152: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

140

Berdasarkan alasan kepatutan dan kelayakan, Mahkamah

Agung secara ex officio kemudian memutuskan bunga yang patut dan

layak dalam perkara a quo adalah 1 % per bulan yang harus dibayar

selama 10 bulan.

Penentuan bunga pinjaman yang patut dan layak sebesar 1%

per bulan tersebut tidak dapat diterapkan secara kaku dalam semua

perjanjian pinjam meminjam uang maupun perjanjian kredit bank

sebab kepatutan dan kelayakan yang dimaksudkan adalah kepatutan

dan kelayakan menurut kondisi dan keadaan masyarakat pada saat

perjanjian tersebut dibuat dimana kondisi dan keadaan masyarakat

selalu berkembang.

Sebagai perbandingan dapat dilihat putusan Mahkamah Agung

RI Nomor 1067 K/Pdt/1996 tanggal 9 Maret 2000 dalam perkara

antara Singgih melawan Paul Boernadi Koesnadinata, dimana

Mahkamah Agung berpendapat bahwa : walaupun sudah diperjanjikan

dan disepakati oleh kedua belah pihak bahwa peminjam wajib

membayar bunga sebesar 2,5 % setiap bulan, namun bunga tersebut

patut disesuaikan dengan bunga yang berlaku di Bank Pemerintah

yaitu sebesar 18 % setahun.

Penentuan bunga sebesar 18 % setahun sebagai bunga yang

layak dan patut dalam putusan Mahkamah Agung RI Nomor 1067

K/Pdt/1996 tersebut jika diperhitungkan sebagai bunga per bulan

adalah sebesar 1,5 % dimana lebih tinggi dari kepatutan dan

kelayakan bunga per bulan yang diputuskan Mahkamah Agung dalam

putusan Nomor : 3431 K/Pdt/1985.

Penggunaan alasan kepatutan dan kelayakan juga dapat

ditemukan dalam putusan Mahkamah Agung lainnya, misalnya,

putusan Mahkamah Agung Nomor : 3333 K/Pdt/2000 dalam perkara

antara Antonius Ibau selaku Pemohon Kasasi, dahulu

Penggugat/Terbanding melawan PT. Bunas Finance Indonesia dan PT.

Bunas Finance Indonesia Tbk Samarinda selaku Para Termohon

Kasasi, dahulu Para Tergugat/Pembanding, terdapat kaidah hukum :

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 153: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

141

Oleh karena Pemohon Kasasi/Penggugat asal telah melakukan

pembayaran cicilan sebanyak 11 (sebelas) kali sebesar

Rp.39.259.500,- (tiga puluh sembilan juta dua ratus lima puluh

sembilan ribu lima ratus rupiah) sedangkan tunggakan

pembayaran 3 (tiga) kali maka sesuai putusan Mahkamah Agung

RI No. 935 K/Pdt/1985 adalah bertentangan dengan kepatutan dan

keadilan apabila hak Pemohon Kasasi/Penggugat asal atas

kendaraan mobil Izusu Panther tersebut dinyatakan lenyap hanya

disebabkan adanya keterlambatan atau kesulitan pembayaran

tanpa mempertimbangkan angsuran-angsuran yang sudah

dibayar.300

Berdasarkan uraian di atas, perjanjian pinjam meminjam uang

ataupun perjanjian kredit yang membebankan bunga pinjaman,

haruslah sesuai dengan asas kepatutan dan kelayakan. Dengan

demikian putusan Mahkamah Agung RI Nomor : 289 K/Sip/1972

tanggal 22 Juli 1972 yang menyatakan : besarnya suku bunga

pinjaman adalah sebagaimana yang telah diperjanjikan bersama,

tidak dapat diterapkan secara mutlak dalam setiap perkara perjanjian

pinjam meminjam uang maupun dalam perjanjian kredit bank dan

hanya berlaku apabila bunga yang diperjanjikan tersebut memenuhi

asas kepatutan dan kelayakan.

Fakta lainnya yang dipertimbangkan majelis hakim tingkat

kasasi adalah perbuatan para tergugat telah membayar bunga sebanyak

Rp.400.000,- (empat ratus ribu rupiah). Menurut penulis, fakta bahwa

para tergugat telah membayar bunga sebanyak Rp.400.000,- (empat

ratus ribu rupiah) menunjukkan adanya itikad baik301

dari para

tergugat untuk tunduk pada perjanjian yang dibuatnya.

300

Putusan Mahkamah Agung Nomor : 3333 K/Pdt/2000 tanggal 31 Maret 2004

halaman 10. 301

Menurut Schut, itikad baik haruslah dikaitkan dengan fungsi kepatutan dan

keadilan berupa :

1. Fungsi memperjelas/menjernihkan peraturan.

2. Fungsi membatasi/mengoreksi peraturan.

3. Fungsi memperluas/menambah peraturan.

4. Fungsi menerapkan/memberlakukan peraturan.

(Lihat Henry Pandapotan Panggabean, Peranan Mahkamah Agung Melalui Putusan-

Putusan Hukum Perikatan, Op.Cit, halaman 94).

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 154: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

142

Itikad baik para tergugat dapat pula disimpulkan dari dalil

jawaban para tergugat (vide halaman 3 putusan PN Bla), dimana para

tergugat pernah meminta kepada penggugat untuk mengembalikan

uang pinjaman pokoknya secara mengangsur, tetapi ditolak oleh

penggugat. Dalil jawaban tersebut ternyata tidak disangkal penggugat

sehingga menunjukkan bahwa dalil jawaban tersebut adalah benar.

Tentang itikad baik, Mahkamah Agung dalam putusan yang

lain, yaitu atas putusan Nomor : 3333 K/Pdt/2000 dalam perkara

antara Antonius Ibau selaku Pemohon Kasasi, dahulu

Penggugat/Terbanding melawan PT. Bunas Finance Indonesia dan PT.

Bunas Finance Indonesia Tbk Samarinda selaku Para Termohon

Kasasi, dahulu Para Tergugat/Pembanding, berpendapat bahwa :

perjanjian baku yang dibuat tersebut memanfaatkan

ketidakberdayaan salah satu pihak (dalam hal ini pihak debitur)

yaitu Pemohon Kasasi/Penggugat asal maka ketentuan-ketentuan

yang memanfaatkan kelemahan debitur yaitu Pemohon

Kasasi/Penggugat asal dalam perjanjian tersebut merupakan

ketentuan yang tidak beritikad baik sehingga ketentuan tersebut

sepatutnya dikesampingkan.302

Putusan Mahkamah Agung dalam perkara tersebut

memberikan penegasan bahwa tugas hakim bukan sekedar

memberikan kepastian hukum tetapi juga harus memberikan manfaat

dan keadilan bagi pencari keadilan maupun masyarakat pada

umumnya. Melalui putusan Mahkamah Agung tersebut, majelis hakim

302

Putusan Mahkamah Agung Nomor : 3333 K/Pdt/2000 tanggal 31 Maret 2004

halaman 10. Putusan tersebut dijatuhkan dalam perkara antara Antonius Ibau selaku

Pemohon Kasasi, dahulu Penggugat/Terbanding melawan PT. Bunas Finance Indonesia

dan PT. Bunas Finance Indonesia Tbk. Samarinda dengan pokok perkara adalah :

- Antara Penggugat dengan para Tergugat telah melakukan perjanjian pembiayaan

konsumen nomor : 1100322 tanggal 3 Nopember 1997 atas 1 (satu) unit mobil Izusu

Panther warna abu-abu, tahun 1997.

- Mobil tersebut telah ditarik oleh para Tergugat secara paksa dan tanpa sepengetahuan

Penggugat oleh karena menunggak pembayaran selama 3 kali angsuran.

- Penggugat sudah beritikad baik untuk melunasi tunggakan tersebut berikut dendanya

tetapi tergugat tidak member kesempatan.

- Perbuatan para tergugat tersebut merupakan perbuatan melawan hukum yang

mengakibatkan kerugian bagi penggugat baik kerugian materiil maupun kerugian

immaterial.

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 155: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

143

tingkat kasasi telah meniadakan kesewenang-wenangan

penggugat/termohon kasasi yang memanfaatkan kelemahan ekonomis

tergugat/pemohon kasasi dan menempatkan kembali kepentingan para

pihak pada kedudukan yang seimbang.

Berdasarkan analisis atas ketiga putusan lembaga yudikatif di atas,

terlihat bahwa hakim dalam memutus perkara mengenai pembebanan bunga

dalam perjanjian pinjam meminjam uang ataupun kredit telah memperhatikan

asas keseimbangan kepentingan para pihak meskipun dalam perkara-perkara

tertentu belum menjangkau tataran pemenuhan / pelaksanaan perjanjian.

Kaidah-kaidah hukum dalam putusan hakim harus dilihat kasus per

kasus sebab setiap kasus memiliki karakteristiknya tersendiri. Misalnya,

terhadap kasus dimana nasabah debitur dipandang “nakal” yaitu sengaja

memanfaatkan keadaan tidak menentu moneter negara untuk membatalkan

perjanjian kredit padahal nasabah debitur tersebut memiliki kemampuan yang

baik untuk membayarkan utang, maka kaidah hukum yang mewajibkan para

pihak tunduk pada klausula perjanjian dapat digunakan untuk menyelamatkan

perjanjian kredit bank sehingga tetap memberikan keseimbangan keuntungan

bagi para pihak.

Terhadap pencantuman klausula “Penetapan dan Perhitungan Bunga

Bank Dilakukan Oleh Bank” dalam perjanjian kredit, penulis berpendapat

bahwa pencantuman klausula tersebut telah memberikan ketidakpastian

mengenai sistem perhitungan bunga kredit yang digunakan dalam suatu

perjanjian. Hal ini jelas bertentangan dengan asas kepastian dimana perjanjian

kredit bank haruslah memuat klausula yang terang dan jelas dan tidak

menimbulkan penafsiran. Atas perjanjian kredit bank dimana nasabah debitur

tidak mengetahui secara isi dan maksud dari perjanjian yang dibuat, maka

perjanjian tersebut dapat dibatalkan.303

Pencantuman klausula tersebut dalam praktik perkreditan bank

digunakan pihak bank untuk secara sewenang-wenang menetapkan suku

bunga kredit tanpa mempertimbangkan keadaan nasabah debitur. Selain itu,

303

Try Widiyono, Op.Cit, halaman 21.

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 156: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

144

klausula tersebut juga dijadikan benteng bagi pihak bank untuk menghindari

pertanggungjawaban atas perlakuan sewenang-wenang dalam menetapkan

suku bunga kredit yang tidak patut dan tidak layak.

Selanjutnya, pencantuman klausula tersebut juga telah dilarang oleh

ketentuan Pasal 18 ayat 1 huruf g Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 1999

tentang Perlindungan Konsumen sebagai pelarangan atas pencantuman

klausula yang : menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang

berupa aturan baru, tambahan, lanjutan dan/atau pengubahan lanjutan yang

dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa

yang dibelinya.304

Larangan yang diberikan oleh Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999

tentang Perlindungan Konsumen tersebut ditujukan untuk melindungi

kepentingan konsumen/nasabah debitur sekaligus termasuk didalamnya

adalah pemberian perlindungan atas keseimbangan para pihak dalam

perjanjian kredit bank.

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan di atas, telah jelas terurai

bahwa pencantuman klausula “penetapan dan perhitungan bunga bank

dilakukan oleh bank” dalam perjanjian kredit bank adalah melanggar asas

keseimbangan sepanjang tidak mencantumkan klausula dengan kewajiban

memberitahukan kepada nasabah debitur dan juga klasula yang menjamin

negosiasi ulang atas perubahan suku bunga kredit.

4.2. PERANAN HAKIM DALAM MEMULIHKAN KESEIMBANGAN

PERJANJIAN KREDIT BANK

Dalam perkara perdata, proses beperkara dimulai ketika penggugat

atau kuasa hukumnya mendaftarkan perkaranya di kepaniteraan pengadilan.

Proses beperkara ini akan berakhir seturut dijatuhkannya putusan berkekuatan

hukum tetap dan finalnya adalah eksekusi putusan hakim. Deskripsi alur

beperkara tersebut menunjukkan betapa pentingnya putusan hakim dalam

304 Republik Indonesia, Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen, Op.Cit.

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 157: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

145

persengketaan para pihak, tentu dengan harapan terciptanya keadilan,

kepastian dan kemanfaatan hukum.

Putusan hakim adalah mahkota hakim yang menunjukkan

kewibawaan dan integritas hakim. Karena itu, setiap putusan hakim harus

mengandung 3 (tiga) unsur pertimbangan hukum secara proporsional, yaitu

:305

1. Unsur kepastian hukum (rechtssicherkeit) yang memberi jaminan bahwa

hukum itu dijalankan sehingga yang berhak menurut hukum dapat

memperoleh haknya dan bahwa putusan seperti itu juga dapat diterapkan

untuk jenis perkara yang sama.

2. Unsur kemanfaatan (zweckmassigkeit), bahwa isi putusan itu tidak hanya

bermanfaat bagi pihak berperkara tetapi juga bagi masyarakat luas.

Masyarakat berkepentingan atas putusan hakim itu karena masyarakat

menginginkan adanya keseimbangan tatanan dalam masyarakat.

3. Unsur keadilan (gerechtigkeit), yang memberi keadilan bagi pihak yang

bersangkutan; kalaupun pihak lawan menilainya tidak adil masyarakat

harus dapat menerimanya sebagai adil. Asas hukum yang berbunyi : lex

dura sed tamen scripta, mengartikan hukum itu kejam tetapi begitulah

bunyinya. Dalam hal terjadi konflik antar keadilan dan kepastian hukum

serta kemanfaatan, unsur keadilanlah yang seharusnya didahulukan.

Menurut Bernard Arif Sidharta, kewibawaan putusan hakim tersebut

berguna untuk :306

1. Mempersiapkan putusan hukum pada tataran mikro dan makro;

2. Menunjukkan apa hukumnya tentang hal tertentu dan merekomendasikan

interpretasi terhadap aturan yang tidak jelas (penemuan hukum);

3. Mengeliminasi kontradiksi yang tampak dalam tata hukum;

4. Kritik dan menyarankan amandemen terhadap perundang-undangan yang

ada;

5. Pembentukan perundang-undangan yang baru;

305

Sudikno Mertokusumo, Penemuan Hukum Sebuah Pengantar, Liberty,

Yogyakarta, Januari 2000, halaman 90. 306

Abdullah, Pertimbangan Hukum Putusan Pengadilan, Program Pascasarjana

Universitas Sunan Giri, Sidoarjo, 2008, halaman 38.

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 158: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

146

6. Analisis kritis terhadap putusan hakim untuk pembinaan yurisprudensi.

Secara struktur, putusan hakim terdiri atas kepala putusan,

pertimbangan atau konsiderans dan amar putusan sebagai kesatuan yang tidak

dapat dipisahkan. Untuk mengetahui argumentasi hukum dari hakim, dapat

melihatnya pada bagian pertimbangan atau konsiderans.

Pertimbangan atau konsiderans putusan terdiri dari pertimbangan

tentang duduknya perkara yaitu memuat kembali fakta-fakta hukum yang

ditemukan dalam persidangan dan bagian pertimbangan tentang hukumnya

yang berisi landasan hukum, penafsiran hukum, teori hukum, kaidah hukum

dan pendapat hukum dari hakim. Pertimbangan hukum memuat penalaran

hukum yang didalamnya berisi teori-teori hukum sebagai landasan

argumentasi hukum hakim.307

Dengan demikian, tepatlah pendapat

Taliziduhu Ndraha bahwa isi dari putusan hakim akan mencerminkan sikap

dan perilaku hakim dalam memilih nilai-nilai apa yang dijadikan dasar dan

pertimbangan untuk menentukan putusan yang dibuat secara benar dan

adil.308

Harifin A. Tumpa mengemukakan bahwa yang lebih penting dari alur

proses beperkara adalah apakah putusan hakim telah memberikan nilai hukum

dan keadilan.309

Artinya, putusan hakim itu sendiri haruslah memuat landasan

hukum, argumentasi hukum dan penalaran hukum sehingga tersaji nilai-nilai

hukum sebagai pisau pemutus perkara. Kalaupun hukum yang tersedia tidak

dapat digunakan sebagai landasan yuridis memutus perkara, maka hakim

harus dapat menemukan sendiri hukumnya dari sumber-sumber hukum yang

lain seperti yurisprudensi, doktrin, traktat, kebiasaan atau hukum tidak tertulis

untuk memutus perkara yang diadilinya.310

Nilai hukum yang digunakan

307

Kegiatan ilmiah yang termasuk dalam penalaran hukum antara lain : logika

hukum, argumentasi hukum dan discourse hukum. Penalaran hukum dapat membantu kita

untuk memahami putusan pengadilan melalui pemahaman logika hukum serta pola piker

yang digunakan hakim. (Ibid, halaman 29). 308

Syamsudin, Konstruksi Baru Budaya Hukum Hakim Berbasis Hukum

Progresif, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, Mei 2012, halaman 41. 309

Harifin A. Tumpa, Menguak Roh Keadilan Dalam Putusan Hakim Perdata,

Tanjung Agung, Jakarta, 2012, halaman 19. 310

Ahmad Rifai, Penemuan Hukum Oleh Hakim Dalam Perspektif Hukum

Progresif, Sinar Grafika, Jakarta, 2011, halaman 26.

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 159: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

147

hakim haruslah nilai hukum yang tepat sehingga putusan hakim dirasakan

sebagai putusan yang berkeadilan.

Roh keadilan tidak semata-mata hanya berada dalam putusan hakim,

tetapi juga merupakan roh yang hidup dalam hubungan perikatan subyek

hukum. Misalnya, dalam perikatan yang lahir diantara nasabah debitur

dengan pihak bank kreditur karena perjanjian kredit bank, roh keadilan akan

dirasakan oleh para pihak apabila perjanjian tersebut menjunjung tinggi asas

kebebasan berkontrak, asas itikad baik dan asas keseimbangan. Dalam hal ini

David Palfreman memberikan catatan sebagai berikut :

The fact that a bank becomes its customer’s debtor when money is paid

in means that the money immediately becomes the property of the bank

and the bank can use it in its own business – primarily lending to other

customers – until such time as its customer asks for the debt to be

repaid.311

Keadilan akan terdapat dalam perikatan nasabah debitur dengan bank

kreditur apabila perikatan tersebut dilandasi oleh itikad baik dimana itikad

baik merupakan landasan utama para pihak dalam membuat dan

melaksanakan perjanjian kredit.312

Berkaitan dengan itu, nilai moral memiliki andil yang sangat besar

dalam membentuk itikad baik para pihak, yaitu dalam bentuk :313

1. Kemampuan mengerti dan bertindak berdasarkan rasa keadilan dan dengan

itu didorong untuk mengusahakan kerja sosial;

2. Kemampuan membentuk, merevisi dan secara rasional mengusahakan

terwujudnya konsep baik yang mendorong semua orang yang

mengusahakan terpenuhinya nilai-nilai manfaat dalam dirinya.

Ketiadaan keadilan dalam perjanjian kredit bank mencerminkan

ketiadaan keseimbangan kepentingan dalam perjanjian kredit itu. Karena itu

pencari keadilan yang merasa dirugikan akibat ketidakseimbangan tersebut

menaruh harapan kepada hakim sebagai benteng terakhir yang diharapkan

311

David Palfreman, Law Relating To Banking Services, Fourth Edition, Pitman

Publishing, London, 1993, page 4. 312

Djoni S. Gazali dan Rachmadi Usman, Op.Cit, halaman 342. 313

Penggolongan kemampuan moral tersebut dikemukakan oleh John Rawls

sebagaimana dikutip oleh Abdullah, Op.Cit, halaman 132.

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 160: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

148

mampu memulihkan keseimbangan perjanjian kredit sehingga perjanjian

kredit itu dirasakan adil bagi para pihak yang membuat perjanjian tersebut.314

Tidaklah salah jika hakim diidentikkan sebagai benteng terakhir

pencari keadilan, sebab sebelum ditempuhnya jalur litigasi, pencari keadilan

biasanya dan dalam keadaan tertentu menempuh jalur non litigasi dalam

menyelesaikan sengketa yang timbul diantara mereka. Bahkan berdasarkan

Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 1 Tahun 2008 tentang Mediasi,

hakim sebelum mengadili perkara perdata diwajibkan memberikan

kesempatan kepada para pihak untuk melakukan mediasi dengan perantaraan

mediator bersertifikat baik yang dipilih sendiri oleh para pihak maupun atas

penunjukan majelis hakim dengan tujuan tercapainya perdamaian sebagai

win-win solution. Dengan demikian peranan hakim bukan saja mengadili

perkara tetapi juga mengusahakan tercapainya perdamaian diantara para

pihak beperkara.

Berkaitan dengan itu, Henry P. Panggabean telah merumuskan

peranan hakim dalam 2 (dua) bidang yaitu :315

1. Bidang non litigasi berupa berbagai tindakan hakim (in casu selaku Ketua

Pengadilan) menangani berbagai masalah yang berkaitan dengan

pelaksanaan perjanjian kredit bank. Misalnya, penyampaian somasi,

penyitaan barang jaminan, aanmaning, sita eksekusi, pelelangan dan

pengosongan; tindakan pencegahan seperti legalisasi dan waarmerking

tergolong bidang ini. Tindakan hakim ini dilakukan tanpa didahului

persidangan.

2. Bidang litigasi berupa pemutusan sengketa melalui putusan hakim.

Peranan hakim yang dimaksudkan penulis dalam penulisan tesis ini

adalah peranan hakim dalam bidang litigasi yaitu dalam pelaksanaan tugas

pokoknya menerima, memeriksa dan memutus perkara yang dihadapkan

314

Dalam sistem common law, negara memberikan wewenang kepada hakim

untuk membatalkan perjanjian yang dianggap tidak memenuhi keadilan,, terutama bila

klausula yang dimuat secara tidak wajar yang sangat merugikan bagi pihak lainnya, sebab

pada umumnya perjanjian baku menimbulkan hubungan hukum yang berat dan keadaan

tidak seimbang (berat sebelah, tidak adil, timpang). Lihat Djoni S. Gazali dan Rachmadi

Usman, Op.Cit, halaman 355. 315

H.P. Panggabean, Praktik Standard Contract (Perjanjian Baku) dalam

Perjanjian Kredit Bank, Op.Cit, halaman 87.

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 161: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

149

padanya. Dengan demikian, kajian ini tidak menyentuh bidang non litigasi

sebagai tugas administratif Ketua Pengadilan Negeri.

Dalam menjalankan peranan dibidang litigasi guna memberikan

keadilan, hakim harus diberikan kebebasan untuk mengadili perkara yang

dihadapkan padanya yaitu kebebasan yang diberikan oleh hukum untuk

mengadili sesuai dengan keyakinannya tanpa dipengaruhi oleh siapapun,

bebas memutuskan perkara berdasarkan pikiran dan hati nuraninya serta

bebas dari campur tangan pihak ekstra yudisial.316

Kebebasan yang diberikan tersebut adalah kebebasan bertanggung

jawab yaitu kebebasan dalam keterikatan koridor hukum dan kode etik hakim.

Dengan demikian, putusan hakim dalam bentuk menciptakan sesuatu yang

tidak/belum diatur undang-undang harus dimaknai bahwa putusan hakim

tersebut tidak didasarkan pada pendapat hakim semata dan rasa keadilan yang

subyektif,317

akan tetapi telah diarahkan pada penyesuaian dengan nilai-nilai

kepatutan dan kelayakan yang hidup dalam masyarakat.

Untuk itu Mahkamah Agung RI dalam Surat Edaran Nomor 10 Tahun

2005 tanggal 27 Juni 2005 tentang Bimbingan dan Petunjuk Pimpinan

Pengadilan Terhadap Hakim/Majelis Hakim Dalam Menangani Perkara telah

memberikan petunjuk mengenai bentuk kebebasan hakim dalam

melaksanakan tugas peradilan, dimana angka 5 butir (2) kedua menyatakan :

atas permintaan hakim/hakim-hakim yang bersangkutan atau atas inisiatif dari

Ketua atau dari pimpinan pengadilan atasannya secara umum atau dalam

perkara tertentu – terutama dalam perkara-perkara yang penting, berat atau

sukar dapat diminta/diberi bimbingan yang bersifat nasehat-nasehat atau

petunjuk-petunjuk umum dalam menjalankan tugas tersebut kepada/oleh

Ketua atau pimpinan peradilan atasannya yang bersangkutan yang semuanya

secara serius harus dinilai sebagai bahan-bahan pertimbangan untuk

menyelenggarakan peradilan secara seksama dan sewajarnya.

316

Syamsudin, Op.Cit, halaman 226. 317

Z. Asikin Kusumah Atmadja, Hakim Yang Kreatif Untuk Menyelenggarakan

Perlindungan Hukum Bagi Masyarakat Indonesia Yang Sedang Membangun, Makalah

yang disampaikan dalam Rakernas Mahkamah Agung RI di Jakarta pada tanggal 13-14

Maret 1987, halaman 3.

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 162: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

150

Pertimbangan, masukan ataupun nasehat sebagai bimbingan yang

dimaksudkan SEMA RI Nomor 10 Tahun 2005 tersebut diberikan dengan

tetap memperhatikan kebebasan dan tanggung jawab hakim dalam

menjalankan tugasnya, baik dalam penyelenggaraan peradilan, penilaian

kebenaran/pembuktian, penerapan hukumnya, maupun penilaian keadilannya

dan tidak boleh diperintah atau diberi tekanan secara apapun dan oleh

siapapun (vide SEMA angka 5 butir (2) kesatu) dan tidak mengurangi

kebebasan hakim (vide SEMA angka 4).

Sesuai SEMA RI Nomor 10 Tahun 2005 tersebut, maka prinsip

kebebasan hakim haruslah berada dalam kerangka prinsip kebebasan lembaga

peradilan (vide SEMA angka 3 huruf b) sebab meskipun putusan

hakim/majelis secara filosofis adalah bersifat individual, namun secara

administratif adalah bersifat kelembagaan, karena setelah putusan itu

diucapkan maka putusan itu menjadi putusan pengadilan (lembaga), yang

berarti telah terjadi deindividualisasi (vide SEMA angka 3 butir d).

Ketua Muda Bidang Perdata dalam pengarahan tidak tertulis pada

bulan Juli 1994 di Bandung, memberikan gambaran kebebasan hakim

sebagai berikut :318

1. Kebebasan eksternal, yaitu :

- Bebas dari campur tangan kekuasaan negara lainnya.

- Bebas dari paksaan pihak manapun.

- Bebas dari derektiva atau rekomendasi dari pihak ekstra yudisial,

kecuali hal-hal yang diizinkan oleh undang-undang.

2. Kebebasan internal, yaitu :

- Bebas melakukan penafsiran.

- Bebas mencari atau menggali dasar-dasar atau azas-azas hukum

sebagai landasan menyelesaikan perkara.

Gambaran kebebasan ekseternal hakim juga dikemukakan oleh

Gerhard Robbes, yaitu :319

1. Hakim hanya tunduk pada hukum dan keadilan.

318

Harifin A. Tumpa, Op.Cit, halaman 83-84. 319

Ahmad Rifai, Op.Cit, halaman 104.

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 163: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

151

2. Tidak seorangpun termasuk pemerintah dapat mempengaruhi atau

mengarahkan putusan yang akan dijatuhkan oleh hakim.

3. Tidak boleh ada konsekuensi terhadap pribadi hakim dalam menjalankan

tugas dan fungsi yudisialnya.

Selain itu, gambaran kebebasan internal hakim juga dikemukakan oleh

Henry Pandapotan Panggabean bahwa kebebasan hakim adalah kebebasan

untuk :320

a. Menafsirkan serta menerapkan peraturan hukum yang berlaku sebagai the

living law; dan

b. Menemukan hukum bagi bidang-bidang yang belum ada peraturan

hukumnya (aspek res cottidiane).

Dalam Cetak Biru Mahkamah Agung juga memberikan arah

kemandirian kekuasaan kehakiman dalam bentuk kemandirian institusional

sebagai mandiri dan harus bebas dari intervensi oleh pihak lain di luar

kekuasaan kehakiman dan bentuk kemandirian fungsional dimana hakim

dalam memutus perkara harus didasarkan pada fakta dan dasar hukum yang

diketahuinya, serta bebas dari pengaruh, tekanan, atau ancaman, baik

langsung ataupun tidak langsung, dari manapun dan dengan alasan apapun

juga.321

Mencermati makna kebebasan hakim tersebut, maka tepatlah pendapat

Artidjo Alkostar bahwa peran dan tugas hakim bukan hanya sekedar pembaca

deretan huruf dalam undang-undang yang dibuat oleh badan legislatif,

melainkan dalam putusannya memikul tanggung jawab menjadi suara akal

sehat dan mengartikulasikan sukma keadilan dalam kompleksitas dan

dinamika kehidupan masyarakat.322

Selanjutnya perlu dipertegas bahwa kebebasan hakim melakukan

penafsiran hanya diperbolehkan dalam hal aturan atau hukum positif tidak

memberikan kejelasan dan/atau atas suatu perjanjian terkandung klausula

320

Henry Pandapotan Panggabean, Op.Cit, halaman 205. 321 Mahkamah Agung RI, Cetak Biru, halaman 11. 322

Syamsudin, Op.Cit, halaman 257.

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 164: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

152

multi tafsir,323

dengan cara diberi arti, dijelaskan atau ditafsirkan dan

disesuaikan dengan peristiwanya untuk diterapkan pada peristiwanya itu.324

Terdapatnya ketidakjelasan arti dalam hukum positif ataupun

terdapatnya klausula multi tafsir dalam perjanjian merupakan akibat dari

konflik hukum yang terjadi dalam perjanjian tersebut, antara lain :325

1. Konflik antara undang-undang yang lama dan yang baru.

2. Konflik antara peraturan perundang-undangan yang berbeda tingkatannya.

3. Konflik antara undang-undang dengan putusan pengadilan.

4. Konflik antara undang-undang dan hukum kebiasaan.

Berkaitan dengan terdapatnya konflik hukum tersebut, H.R. Purwoto

S. Gandasubrata, SH (Mantan Ketua Mahkamah Agung) memberikan solusi

agar hakim dalam perkara yang diadilinya haruslah bersikap sebagai berikut

:326

a. Dalam kasus yang hukumnya atau undang-undangnya yang sudah jelas,

tinggal menerapkan saja hukumnya (hakim menjadi terompet undang-

undang).

b. Dalam kasus yang hukum atau undang-undangnya tidak atau belum jelas

maka hakim akan menafsirkan hukum atau undang-undang melalui cara-

cara atau metode penafsiran yang lazim berlaku dalam ilmu hukum.

c. Dalam kasus dimana terjadi pelanggaran/penerapan hukum yang

bertentangan dengan hukum/undang-undang yang berlaku maka hakim

akan menggunakan hak menguji (toetsingrecht atau judicial review).

d. Dalam kasus yang belum ada undang-undang/hukum yang mengaturnya,

maka hakim harus menemukan hukumnya dengan menggali dan mengikuti

nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat.

323

Thomas E. Davitt mengemukakan pendapatnya tentang nilai-nilai yang tidak

jelas bahwa nilai-nilai tersebut dikonstruk dari penalaran-penalaran yang minim saja,

tidak universal dan sifatnya tak lebih dari sekedar umum saja, dimiliki bersama, sering

dan sesekali, dimana masih terus diuji dan dikaji berdasarkan konstruksi-nilai yang lebih

rasional. (Thomas E. Davitt sebagaimana diterjemahkan oleh Yudi Santoso, S.Fil, Nilai-

Nilai Dasar Di Dalam Hukum Menganalisa Implikasi-Implikasi Legal-Etik Psikologi &

Antropologi bagi Lahirnya Hukum, PalMall, Yogyakarta, 2012, halaman 78). 324

Ahmad Rifai, Op.Cit, halaman 25. 325

Sudikno Mertokusumo, Op.Cit, halaman 26. 326

Harifin A. Tumpa, Op.Cit, halaman 92-94.

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 165: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

153

Pendapat H.R. Purwoto S. Gandasubrata, SH tersebut identik dengan

pendapat Mariam Darus Badrulzaman yang mengemukakan beberapa

pedoman penafsiran perjanjian sebagai berikut :327

a. Jika kata-kata perjanjian jelas tidak diperkenankan untuk menyimpang.

b. Hal-hal yang menurut kebiasaan selama diperjanjikan dianggap

dimasukkan ke dalam perjanjian, meskipun tidak dengan tegas dinyatakan.

c. Semua janji yang dibuat dalam perjanjian harus diartikan hubungan satu

sama lain. Setiap janji harus ditafsirkan dalam perjanjian seluruhnya.

d. Jika ada keragu-raguan, perjanjian harus ditafsirkan atas kerugian orang

yang telah meminta diperjanjikan suatu hal dan untuk keuntungan orang

yang telah mengikatkan dirinya untuk itu.

e. Meskipun luasnya arti kata-kata dalam suatu perjanjian yang disusun,

perjanjian itu hanya meliputi hal-hal yang nyata-nyata dimaksudkan oleh

kedua belah pihak sewaktu membuat perjanjian.

Mengenai penafsiran hukum oleh hakim, Setiawan berpendapat bahwa

penafsiran hakim juga harus digunakan dalam suatu peraturan perundang-

undangan yang sudah jelas bunyinya, namun tidak sesuai lagi dengan

perkembangan zaman.328

Nilai hukum yang tidak sesuai lagi dengan

perkembangan zaman merupakan nilai tertinggal yang mengakibatkan

ketidakseimbangan nilai.329

Karena itu, penafsiran harus dilakukan apabila

hakim berpendapat dengan keyakinan bahwa ketentuan sudah usang dan tidak

sesuai dengan perubahan dan kemajuan zaman.330

Dengan demikian, sebelum

tiba pada kesimpulan bahwa suatu hukum telah/belum/tidak jelas, hakim

haruslah melakukan penafsiran mengenai relevansi hukum yang digunakan

dengan kasus yang diadilinya.

Pedoman penafsiran perjanjian dapat pula dicermati dalam Bab Kedua

Bagian Keempat KUH Perdata tentang penafsiran suatu perjanjian, khususnya

Pasal 1342 sampai dengan Pasal 1351 KUH Perdata. Selain itu, sesuai dengan

asas sense clair, penafsiran yang dilakukan hakim haruslah dikonstruksi

327

Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, Op.Cit, halaman 29. 328

Setiawan, Op.Cit, halaman 458. 329

Syamsudin, Op.Cit, halaman 43. 330

Henry Pandapotan Panggabean, Peranan Mahkamah Agung Melalui

Putusan-Putusan Hukum Perikatan, Op.Cit, halaman 96.

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 166: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

154

untuk tidak keluar dari maksud dibentuknya hukum/undang-

undang/perjanjian tersebut. Hakim haruslah terlebih dahulu mengetahui roh

dari suatu hukum/undang-undang/perjanjian sebelum dilakukannya

penafsiran atas klausula yang tidak jelas atau multitafsir dengan

memperhatikan subtilitas inteligendi (ketepatan pemahaman), subtilitas

explicandi (ketepatan penjabaran), dan substilitas aplicandi (ketepatan

penerapan).331

Sebagaimana telah dikemukakan diperlukannya penafsiran hukum

karena tidak ada kejelasan nilai332

dalam hukum. Dalam hal ini Thomas E.

Davitt telah membedakan kejelasan nilai dalam hukum atas absolut jelas

dengan sendirinya, artinya jelas untuk semua orang dan relatif saja, artinya

jelas untuk kebanyakan orang.333

Pendapat Thomas E. Davitt tersebut

didasarkan pada pemikiran bahwa sangatlah sulit suatu bunyi aturan/hukum

dimaknai “sama” dalam persepsi semua orang.

Dalam literatur lain, untuk menunjukkan kejelasan nilai dalam hukum,

Syamsudin menggunakan istilah nilai subyektif yang disebut juga sebagai

nilai ekstrinsik, misalnya nilai ekstrinsik sesuatu barang berbeda menurut

seseorang dibanding dengan orang lain dan nilai obyektif sebagai sesuatu

yang mengandung nilai bagi setiap orang.334

Berdasarkan peristilahan penggolongan nilai menurut Thomas E.

Davitt dan Syamsudin tersebut, dapat disamakan bahwa nilai absolute jelas

dengan sendirinya yang dimaksud Thomas E. Davitt itulah yang

dimaksudkan Syamsudin sebagai nilai obyektif, sedangkan nilai relatif saja

itulah yang dimaksudkan sebagai nilai subyektif.

Setiawan berpendapat bahwa untuk menyatakan telah jelas suatu

klausula perjanjian sangatlah sulit sebab jelas bagi salah satu pihak belum

331

Syamsudin, Op.Cit, halaman 74. 332

Sathe mendefinisikan nilai sebagai basic assumption about what ideal are

desirable or worth striving for. Hosfstede mendefinisikan nilai sebagai a broad tendency

to prefer certain states of affairs over other. Danandjaja berpendapat bahwa nilai adalah

pengertian-pengertian (conceptions) yang dihayati seseorang mengenai sesuatu yang

lebih penting atau kurang penting, apa yang lebih baik atau kurang baik, dan apa yang

lebih benar atau kurang benar (Syamsudin, Op.Cit, halaman 37-38). 333

Thomas E. Davit sebagaimana diterjemahkan oleh Yudi Santoso, S.Fil,

Op.Cit, halaman 75. 334

Syamsudin, Op.Cit, halaman 38.

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 167: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

155

tentu jelas bagi pihak lain. Karena itu yang dimaksudkan dengan “jelas”

adalah yang memberikan sedikit kemungkinan untuk dilakukan penafsiran

yang berbeda.335

Thomas E. Davitt juga mengemukakan bahwa yang paling jelas

dengan sendirinya (yang berjenis absolut) adalah pertimbangan atas nilai-nilai

tertentu yang dilakukan semua orang tanpa sebuah proses penalaranpun.

Kemudian yang cukup jelas dengan sendirinya bagi kebanyakan orang (yang

berjenis relatif) adalah pertimbangan-nilai yang dibentuk dari sejumlah kecil

penalaran. Ini semua adalah konstruk dasar yang buktinya akan

memperlihatkan dibentuk oleh semua orang dengan sedikit perkecualian.336

Terhadap nilai, Paulus Wahana berpendapat bahwa pada intinya nilai-nilai

memiliki peran mengarahkan dan memberi daya tarik pada manusia dalam

membentuk dirinya melalui tindakan-tindakannya.337

Berdasarkan uraian di atas maka titik tolak pemahaman terhadap

hukum tidak sekedar rumusan hitam putih yang ditetapkan dalam berbagai

peraturan perundang-undangan tetapi juga harus diarahkan pada hubungan

antara hukum dengan faktor-faktor non hukum lainnya terutama faktor nilai

dan sikap serta pandangan masyarakat.338

B. Arief Sidharta mengemukakan

bahwa kegiatan menginterpretasikan tersebut tidak hanya dilakukan terhadap

teks yuridis, tetapi juga terhadap kenyataan yang menimbulkan masalah

hukum yang bersangkutan (misalnya menetapkan fakta-fakta yang relevan

dan makna yuridisnya).339

Dengan demikian dalam melakukan penafsiran atas klausula multi

tafsir hakim harus menghubungkan makna kata-kata dalam perjanjian dengan

keadaan non hukum guna mencari tahu maksud para pihak mencantumkan

klausula tersebut dalam perjanjian, dimana hakim harus melewati suatu

ungkapan pikiran yang kurang jelas menuju ke yang lebih jelas, yaitu dari

335

R. Setiawan, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Binacipta, Bandung, 1994,

halaman 68. 336

Dirangkum dari Thomas E. Davit sebagaimana diterjemahkan oleh Yudi

Santoso, S.Fil, Op.Cit, halaman 76-77. 337

Syamsudin, Op.Cit, halaman 41. 338

Ibid, halaman 54. 339

Ibid, halaman 60.

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 168: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

156

bentuk pemikiran yang kurang jelas menjadi bentuk pikiran yang lebih

jelas.340

Kejelasan interpretasi akan berfungsi sebagai rekonstruksi gagasan

yang tersembunyi di balik aturan hukum.341

Pemahaman atas penafsiran hukum tersebut sesuai dengan ketentuan

Pasal 1343 KUH Perdata yang mengatur bahwa : jika kata-kata suatu

perjanjian dapat diberikan berbagai macam penafsiran, harus dipilihnya

menyelidiki maksud kedua belah pihak yang membuat perjanjian itu, dari

pada dipegang teguh arti kata menurut huruf. Ketentuan tersebut dipertegas

lagi dalam Pasal 1350 KUH Perdata bahwa : betapa luaspun pengertian kata-

kata yang digunakan untuk menyusun suatu perjanjian, perjanjian itu hanya

meliputi hal-hal yang nyata-nyata dimaksudkan kedua belah pihak sewaktu

membuat perjanjian.

Berdasarkan regulasi tersebut, penafsiran tidak hanya didasarkan

semata-mata atas kata-kata yang tertuang dalam suatu perjanjian, akan tetapi

haruslah dilihat kesesuaian kata-kata dalam klausula tersebut dengan maksud

para pihak yang sebenarnya. Mahkamah Agung RI dalam putusannya Nomor

: 1245 K/Sip/1974 tanggal 9 Nopember 1976 berpendapat bahwa :

pelaksanaan suatu perjanjian dan tafsiran suatu perjanjian, tidak dapat

didasarkan semata-mata atas kata dalam perjanjian tersebut in casu

berdasarkan sifat dari pada bangunan lantai atas (loods) maka hal ini

merupakan suatu “bestendig en gebruikelijk beding” terhadap Pasal X dari

perjanjian antara penggugat dan tergugat I (ps 1347 jo ps 1339 KUH Perdata).

Untuk itu Sudikno Mertokusumo telah memberikan model-model

penafsiran yang dapat digunakan hakim, sebagai berikut :342

a. Metode penafsiran yang terdiri dari :

1. Interpretasi gramatikal.

2. Interpretasi sistematis.

3. Interpretasi historis; dan

4. Interpretasi teologis.

b. Metode komparatif.

340

Ibid, halaman 57. 341

Peter Mahmud Marzuki, Op.Cit, halaman 66. 342

Sudikno Mertokusumo, Op.Cit, halaman 82.

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 169: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

157

c. Metode antisipatif/futuristis.

d. Metode per analogium (analogi).

Tentunya mengenai jenis penafsiran apa yang digunakan disesuaikan

dengan kebutuhan dan teknik masing-masing hakim mendekatkan arti

penafsiran dengan arti sebenarnya.343

Untuk menginterprentir yang tepat

haruslah dilakukan dengan cara yang tidak bersifat sepihak, yaitu dengan

tidak mempergunakan salah satu metode interpretasi saja akan tetapi

melakukan penafsiran dari berbagai sudut.344

Selanjutnya B. Arief Sidharta telah mengemukakan 6 (enam) langkah

utama dalam proses penalaran hukum dalam proses pembuatan putusan

hakim, yaitu :345

1. Mengidentifikasi fakta-fakta untuk menghasilkan suatu struktur (peta)

kasus yang sungguh-sungguh diyakini oleh hakim sebagai kasus yang riil

terjadi.

2. Menghubungkan struktur kasus tersebut dengan sumber hukum yang

relevan, sehingga ia dapat menetapkan perbuatan hukum dalam

peristilahan yuridis (legal term).

3. Menyeleksi sumber hukum dan aturan hukum yang relevan untuk

kemudian mencari tahu kebijakan yang terkandung di dalam aturan hukum

itu (the policies underlying those rule), sehingga dihasilkan suatu struktur

(peta) aturan yang konheren.

4. Menghubungkan struktur aturan dengan struktur kasus.

5. Mencari alternatif penyelesaian yang mungkin.

6. Menetapkan pilihan atas salah satu alternatif untuk kemudian

diformulasikan sebagai putusan akhir.

Dalam menjalankan tugas utamanya untuk memberikan penyelesaian

definitif terhadap konflik atau sengketa yang dihadapkan padanya secara

343

Putusan Mahkamah Agun RI Nomor : 220 PK/Pdt/1986 tanggal 16

Desember 1986 mengemukakan kaidah hukum bahwa setiap tafsiran yang berlainan

dapat dikatakan merupakan perbedaan pendapat, akan tetapi tidak semua tafsiran dapat

dianggap sebagai suatu kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan yang nyata karena hanya

dapat ditentukan secara kasus demi kasus saja (Mahkamah Agung RI, Op.Cit, hal.100). 344

H.F.A. Vollmar, Pengantar Studi Hukum Perdata Jilid 1, CV. Rajawali,

Jakarta, 1983, halaman 16. 345

Syamsudin, Op.Cit, halaman 86-87.

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 170: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

158

imparsial, obyektif, adil dan manusiawi,346

hakim akan menentukan peristiwa

hukum apakah yang menguasai persengketaan antara pihak-pihak yang

bersangkutan, selanjutnya hakim akan menentukan hukum apakah yang

berlaku bagi perkara yang diperhadapkan padanya.347

Dalam hal ini oleh

hakim hukum tersebut harus diberi arti, dijelaskan atau ditafsirkan dan

diarahkan atau disesuaikan dengan peristiwa hukumnya baru diterapkan pada

peristiwa hukum tersebut.348

Dalam memberikan keputusan yang sesuai dengan hukum dan rasa

keadilan masyarakat, hakim juga kadang-kadang dituntut untuk melakukan

konstruksi hukum maupun terkadang dituntut untuk melakukan penemuan

hukum (rechtsviding).349

Untuk itu, hakim sebagai penegak hukum dan

keadilan dituntut menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum yang

hidup dalam masyarakat, dan karena itu hakim harus terjun ke tengah-tengah

masyarakat untuk mengenal, merasakan, dan mampu menyelami perasaan

hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.350

Hal ini sesuai dengan amanat Pasal 5 Undang-Undang Nomor 48

Tahun 2009 tentang Kekuasan Kehakiman yang menyatakan : hakim sebagai

penegak hukum dan keadilan wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai

hukum yang hidup dalam masyarakat.351

Lebih lanjut penjelasan atas Pasal 5

Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

tersebut menyatakan : dalam masyarakat yang asli menganut hukum tidak

tertulis serta berada dalam masa pergolakan dan peralihan, hakim merupakan

perumus dan penggali dari nilai-nilai hukum yang nyata-nyata ada di

kalangan rakyat atau masyarakat.352

Selanjutnya dalam hal hukum tertulis maupun hukum tidak tertulis

tidak dapat menampilkan aturan-aturan mengenai kasus yang dihadapi hakim

346 Artikel : Sebuah Catatan Tentang Hakim oleh B.Arief Sidharta dalam

Buletin Komisi Yudisial Vol. VI No.3. Desember 2011-Januari 2012, halaman 26. 347

Harifin A. Tumpa, Op.Cit, halaman 103. 348

Syamsudin, Op.Cit, halaman 80. 349

Setiawan, Op.Cit, halaman 458. 350

Artikel : Mendambakan Sosok Hakim Progresif, oleh M. Purwadi, dalam

Buletin Komisi Yudisial Vol. VI No.3, Desember 2011-Januari 2012, halaman 36. 351

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang

Kekuasaan Kehakiman, UU RI No.48 Tahun 2009, Op.Cit. 352

Ibid.

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 171: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

159

(terjadinya kekosongan hukum), maka hakim dapat menggunakan analogi

ataupun argumentum a contrario ataupun penghalusan hukum

(rechtsvervijning), atau kalau cara-cara tersebut belum dapat menemukan

hukumnya maka ia akan menciptakan hukum (Rechts Schepping atau Judge

Made Law)353

dengan cara berikhtiar, berwawasan hukum, melakukan

penafsiran, melakukan perbandingan, menggali nilai-nilai yang hidup di

masyarakat seperti hukum adat dan kebiasaan.354

Dengan demikian, putusan

hakim tidak semata-mata bersifat legalistik yakni hanya sekedar menjadi

corong undang-undang (la bouche de la loi), dan juga tidak sekedar

memenuhi formalitas hukum atau sekedar memelihara ketertiban saja.355

Dalam pengambilan putusan (ex ante) baik berupa penerapan hukum

maupun penemuan hukum, maka pada tahap pertama sebelum pengambilan

putusan (ex ante) hakim harus melakukan proses mencari dan berpikir dengan

mempertimbangkan berbagai argument pro kontra yang disampaikan para

pihak dalam persidangan kemudian ditentukan mana yang paling tepat, yang

sesuai dengan hukum dan keadilan hukum. Selanjutnya pada tahap yang

kedua setelah pengambilan putusan (ex post) hakim memberikan

pertimbangan dan argumentasi subtansial dengan cara menyusun suatu

penalaran yang secara rasional dapat dipertanggungjawabkan.356

Dalam putusan hakim, tahap pertama tersebut dapat dicermati dalam

bagian rumusan fakta persidangan (tentang duduknya perkara) hingga uraian

pokok persengketaan menurut hakim. Sedangkan tahap kedua dapat dicermati

dalam bagian pertimbangan hukumnya (tentang hukumnya).

Dalam hal ini hakim tidak sekedar memutus menurut hukum, akan

tetapi putusan-putusannya harus mengandung rasa keadilan yang tumbuh dan

berkembang di dalam masyarakat,357

sebagaimana harapan Roscoe Pound

353

Harifin A. Tumpa, Op.Cit, halaman 92. 354

H. Andi Abu Ayyub Saleh, Tamasya Perenungan Hukum dalam “Law in

Book and Law in Action” Menuju Penemuan Hukum (Rechtsvinding) Yang Akurat Dalam

Menggapai Kebenaran Bermuatan Keadilan, Yarsif Watampone, Jakarta, 2006, halaman

41-42. 355

Ahmad Rifai, Op.Cit, halaman 137. 356

Syamsudin, Op.Cit, halaman 61. 357

Harifin A. Tumpa, Op.Cit, halaman 92.

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 172: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

160

untuk melihat keadilan dalam hasil-hasil konkrit yang bisa diberikannya

kepada masyarakat.358

Putusan hakim yang mengandung rasa keadilan adalah putusan yang

mengakomodir nilai-nilai kepatutan dan kelayakan sebagai ketertiban umum.

Untuk itu Ridwan Khairandy berpendapat, karena lembaga kepatutan dan

keadilan merupakan ketertiban umum (van openbare orde), maka apabila

kepatutan dan keadilan tidak ada dalam perjanjian yang bersangkutan,

pengadilan dapat merubah isi perjanjian itu di luar apa yang secara tegas telah

diperjanjikan.359

Hal tersebut sesuai dengan fungsi kepatutan (aequitas) yaitu

hanya memberikan koreksi apakah subyek dalam situasi dan keadaan

(omstandigheden) tertentu patut memperoleh haknya atau kewajibannya

dengan maksud untuk meluweskan pengenaan keadilan dan zakelijke.360

Keadilan putusan hakim sebagai keadilan hukum merupakan

pemenuhan atas kebutuhan rohaniah dalam tata hubungan masyarakat.

Dikatakan demikian sebab masyarakat memiliki gambaran tentang mana yang

patut dan tidak patut, mana yang benar dan yang salah kendatipun dalam

masyarakat tersebut tidak ada hukum tertulisnya. Sebab itu hakim dalam

memberikan keadilan bagi masyarakat harus mempertimbangkan faktor-

faktor faktual yang secara realistik turut menentukan terbentuknya opini dan

persepsi.361

Dengan demikian, setidak-tidaknya putusan hakim yang berkeadilan

harus memenuhi prinsip-prinsip keadilan, yaitu :362

1. Setiap orang harus mempunyai hak yang sama terhadap kebebasan dasar

yang sangat luas yang sesuai dengan kebebasan yang sama untuk orang

lain.

2. Ketidaksesuaian sosial dan ekonomi harus diatur sehingga :

358

H. Andi Abu Ayyub Saleh, Op.Cit, halaman 60. 359

Ridwan Kahirandy, Op.Cit, halaman 295. 360

H. Andi Abu Ayyub Saleh, Op.Cit, halaman 65. 361

Tulisan M. Fauzan berjudul Pesan Keadilan Dibalik Teks Hukum Yang

Terlupakan (Refleksi Atas Kegelisahan Prof. Asikin) dalam Varia Peradilan, Majalah

Hukum Tahun XXVI No. 299 Oktober 2010, halaman 37. 362

Prinsip-prinsip keadilan tersebut dikemukakan oleh Jhon Rawls melalui buku

a theory of justice (1988 : 3-8) sebagaimana dikutip oleh Henry Pandapotan Panggabean,

Peranan Mahkamah Agung Melalui Putusan-Putusan Hukum Perikatan, Op.Cit, halaman

91.

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 173: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

161

a. Bisa diharapkan menguntungkan semuanya.

b. Dikaitkan dengan posisi jabatan yang terbuka untuk semuanya.

Dalam hal ini, untuk memberikan keadilan maka hakim perlu

meyakinkan bahwa semua pihak maupun keadaan disekitarnya telah

dipertimbangkan dan tidak seorangpun diberi preferensi pada dasar yang

tidak relevan.363

Hakimpun dapat mengganti nilai-nilai hukum yang ada

dengan nilai-nilai hukum baru yang ditemukan dalam masyarakat, juga hakim

melalui putusan-putusannya dapat menyatakan suatu aturan hukum yang

sebenarnya tidak berlaku menjadi berlaku demi mengisi kekosongan

hukum.364

Dalam hubungannya dengan perjanjian kredit bank, hakim dapat

memerintahkan agar penentuan besaran bunga kredit harus dinegosiasikan.

Hal tersebut sebagai bagian dari penerapan asas kebebasan berkontrak dalam

perjanjian kredit bank sebab pada kenyataannya, dalam praktik pihak bank

tidak memberikan ruang negosiasi dalam penentuan bunga kredit. Sebagai

pihak yang lemah secara ekonomis, pihak nasabah debitur terpaksa

menyepakati besaran suku bunga yang dibebankan meskipun dirasakan

memberatkannya.

Tentang hal ini, Z. Asikin Kusumah Atmadja berpendapat, apabila

dalam perjanjian tersebut pihak debitur berada dalam keadaan tertekan

(dwang positie) ataupun terdapat keadaan dimana debitur tidak ada pilihan

lain selain menyetujui syarat perjanjian yang memberatkan atapun juga

terdapat keadaan dimana nilai dan hasil perjanjian tersebut sangat tidak

seimbang apabila dibandingkan dengan prestasi timbal balik dari para pihak,

maka hakim wajib meneliti apakah in concreto terjadi penyalahgunaan

kekuasaan ekonomis.365

Pendapat tersebut sesuai pula dengan putusan Mahkamah Agung

Nomor : 3641 K/Pdt/2001 tanggal 11 September 2002 dalam perkara antara

Made Oka Masagung melawan PT. Bank Artha Graha, Notaris Koesbiono

363

Abdullah, Op.Cit, halaman 129. 364

Harifin A. Tumpa, Op.Cit, halaman 97. 365

Z. Asikin Kusumah Atmadja, Beberapa Yurisprudensi Perdata Yang Penting

Serta Hubungan Ketentuan Hukum Acara, Mahkamah Agung RI, Jakarta, 1991, halaman

349.

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 174: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

162

Sarmanhandi, SH, Sugiarto Kusuma, PT. Binajaya Padukreasi dan PT.

Gunung Agung, PT. Gunung Agung Investment berpendapat bahwa : dalam

hal azas kebebasan berkontrak hakim berwenang untuk meneliti dan

menyatakan bahwa kedudukan para pihak berada dalam yang tidak seimbang,

sehingga salah satu pihak dianggap tidak bebas menyatakan kehendaknya.

Selain menggunakan asas kebebasan berkontrak, hakim dapat pula

menggunakan asas itikad baik, kepatutan dan kebiasaan serta penyalahgunaan

keadaan sebagai tolok ukur untuk mengawasi klausula perjanjian.366

Dalam

hal ini Sudaryanto berpendapat bahwa para hakim diharapkan dapat

menggunakan asas atau lembaga itikad baik, kepatutan dan kebiasaan serta

penyalahgunaan keadaan sebagai indikator untuk mengawasi perjanjian

baku.367

Hakim berkuasa untuk menyimpang dari perjanjian bila pelaksanaan

perjanjian bertentangan dengan kepatutan dan keadilan. Hakim dapat

mencegah pelaksanaan atau pemenuhan perjanjian yang amat melanggar rasa

keadilan.368

Dalam KUH Perdata, kewenangan hakim mengawasi perjanjian

merupakan interpretasi atas ketentuan Pasal 1338 ayat (3) yaitu perjanjian

dilaksanakan dengan itikad baik. Bunyi regulasi tersebut dapat

diinterpretasikan dalam bentuk pelaksanaan perjanjian itu tidak boleh

melanggar kepatutan dan keadilan dimana hakim berwenang mengawasi

pelaksanaan perjanjian. Interpretasi tersebut adalah tepat sebab hakim

merupakan lembaga yang khusus dibentuk untuk memberikan kepastian,

kemanfaatan dan keadilan hukum.

Mengenai asas patut, Koesnoe dengan mengutip pendapat Hazairin

mengemukakan bahwa asas patut atau pantas pada tataran moral dan

sekaligus pada tataran akal sehat terarah pada penilaian suatu tindakan atau

situasi faktual tertentu. Dengan kata lain, patut mencakup, baik elemen moral,

yakni berkenaan dengan penilaian baik atau buruk maupun elemen akal sehat,

366

Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, Op.Cit, halaman 56. 367

Djoni S. Gazali dan Rachmadi Usman, Op.Cit, halaman 356. 368

Sutarno, Aspek-Aspek Hukum Perkreditan Pada Bank, Alfabeta, Bandung,

2009, halaman 77.

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 175: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

163

yakni penilaian yang berkesesuaian dengan hukum-hukum logika.369

Ajaran

kepatutan, dari akar kata patut, memberi penekanan pada ajaran yang

memberikan pedoman cara berperilaku berhadapan dengan orang, baik

dihormati maupun kurang dihormati. Ajaran kepatutan pada dasarnya hendak

melindungi atau menjauhkan manusia dari tindakan-tindakan yang dapat

menempatkannya dalam situasi malu (kehilangan muka).370

Asas kepatutan

disini berkaitan dengan isi perjanjian karena melalui asas ini ukuran tentang

hubungan ditentukan juga oleh rasa keadilan dalam masyarakat.371

Menurut Z. Asikin Kusumah Atmadja, apabila dalam suatu perjanjian

terdapat syarat yang diperjanjikan yang tidak masuk akal atau yang tidak

patut atau yang bertentangan dengan perikemanusiaan (onredelijke

contractsvoorwaarden atau unfair contractterms) maka hakim wajib

memeriksa dan meneliti in concreto faktor-faktor apa yang bersifat tidak

masuk akal, tidak patut atau tidak berperikemanusiaan tersebut.372

Hal

tersebut penting sebab kewajiban kreditur dan debitur bukan hanya

ditentukan semata-mata apa yang tertulis dalam perjanjian, tetapi juga

mencakup kepatutan dan kelayakan pada perbuatan hukum yang dilakukan.373

Untuk itu, sebagai pedoman bagi hakim dalam mencermati

keseimbangan suatu perjanjian, Z. Asikin Kusumah Atmadja mengemukakan

3 (tiga) langkah, yaitu :374

- Pertama, makna dari isi perjanjian yang disepakati harus diitentukan dulu

karena kata-kata yang membentuk rumusan pernyataan kehendak sering

tidak jelas. Apakah makna dari isi perjanjian tersebut mengandung syarat-

syarat yang tidak masuk akal, tidak patut, bertentangan dengan

perikemanusiaan atau akan memberikan hasil yang tidak seimbang dengan

prestasi yang timbal balik.

369

Herlien Budiono, Op.Cit, halaman 243. 370

Ibid. 371

Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, Op.Cit, halaman 44. 372

Z. Asikin Kusumah Atmadja, Beberapa Yurisprudensi Perdata Yang Penting

Serta Hubungan Ketentuan Hukum Acara, Op.Cit, halaman 349. 373

Pendapat Yohanes Sogar Simamora dalam Djoni S. Gazali dan Rachmadi

Usman, Op.Cit, halaman 342. 374

Disadur dari Z. Asikin Kusumah Atmadja, Beberapa Yurisprudensi Perdata

Yang Penting Serta Hubungan Ketentuan Hukum Acara, Op.Cit, halaman 350.

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 176: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

164

- Kedua, kalau ternyata isi yang disepakati mengandung syarat-syarat yang

tidak masuk akal, tidak patut dan sebagainya, kemudian haruslah diteliti

apakah perjanjian tersebut dapat dikatakan terjadi secara sepihak karena

kedudukan para pihak sangat tidak seimbang. Disini terselubung

kemungkinan adanya penyalahgunaan kekuasaan ekonomis, sebab kalau

kekuasaan ekonomis tidak disalahgunakan maka kedudukan para pihak

relatif seimbang.

- Ketiga, kalau ternyata bahwa ketidakseimbangan antara para pihak adalah

sedemikian rupa sehingga dapat dikatakan perjanjian tersebut bersifat

sepihak, masih harus diteliti apakah ada alasan-alasan tertentu atau alasan-

alasan khusus yang membenarkan keadaan para pihak yang tidak

seimbang tersebut.

Ketika hakim mengadili suatu perkara berkaitan dengan penerapan

besaran bunga kredit, hakim haruslah mencermati, apakah bunga kredit

tersebut ditentukan para pihak atas kehendak bersama, apakah alasan para

pihak mencantumkan sistem dan besaran bunga kredit tersebut, apakah para

pihak secara sukarela tunduk pada klausul bunga kredit tersebut, kemudian

dengan menggunakan asas keseimbangan hakim akan menakar apakah bunga

yang diterapkan dalam perjanjian kredit tersebut telah patut dan layak ataukah

tidak.

Dalam hal ditemukan tidak terdapatnya keseimbangan kepentingan

dalam penentuan bunga kredit, hakim dengan kekuasannya dapat

membatalkan perjanjian kredit tersebut. Suatu perjanjian kredit yang

dibatalkan merupakan ancaman berat bagi bank, apalagi dalam hal putusan

hakim menyatakan perjanjian kredit batal demi hukum, bank akan mengalami

kesulitan, sebab uang yang telah disalurkan kepada nasabah tersebut tidak

mungkin dapat ditarik dengan seketika dan sekaligus.375

Selain itu,

dikabulkannya gugatan nasabah debitur memberikan citra buruk bank dimata

masyarakat. Buruknya citra bank akan mempengaruhi kepercayaan

375

Try Widiyono, Op.Cit, halaman 74.

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 177: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

165

masyarakat terhadap bank.376

Karena itu sebelum memberikan putusannya,

hakim haruslah mempertimbangkan terlebih dahulu apakah perjanjian

tersebut-meskipun bersifat sepihak- perlu dinyatakan batal/dibatalkan atau

tidak. Apakah pengaruh pembatalan tersebut tidak justeru merugikan bagi

masyarakat, ataukah hal tersebut merupakan suatu problema yang

pemecahannya harus diserahkan kepada pembuat undang-undang ?377

Mengenai bentuk pembatalan perjanjian kredit yang tepat, di kalangan

praktisi masih menjadi bahan perdebatan, apakah berupa pembatalan

perjanjian kredit secara utuh ataukah sebatas pembatalan klausula eksonerasi

saja. Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja mengemukakan bahwa selama

dan sepanjang causa yang tidak halal tidak berkaitan langsung dengan obyek

perjanjian yang merupakan suatu kebendaan yang terikat dengan prestasi

yang merupakan unsur esensialia dari perjanjian yang dibuat oleh para pihak,

maka perjanjian tidak batal demi hukum, melainkan hanya batal terhadap

klausula yang memuat ketentuan yang bertentangan dengan undang-undang,

kesusilaan dan ketertiban umum tersebut.378

Dalam hal ini penulis berpendapat, karena tujuan dari intervensi

hakim adalah melindungi para pihak melalui menyeimbangkan kepentingan

para pihak dalam suatu perjanjian kredit, maka lebih tepat hakim hanya

membatalkan klausula eksonerasi saja yaitu klausula yang mengganggu

keseimbangan kepentingan para pihak dalam perjanjian kredit tersebut. Hal

ini sesuai pula dengan pendapat Z. Asikin Kusumah Atmadja dalam

menjawab pertanyaan Ketua Pengadilan Tinggi Jambi yang menyatakan :

kapan hakim dalam suatu perkara dapat membatalkan perjanjian dan kapan

376

Hal yang harus dijaga agar industri perbankan tetap eksis adalah

menciptakan landasan utama hubungan antara bank dengan masyarakat berdasarkan pada

prinsip kepercayaan fiduciary relationship yang diperlukan dalam hubungan timbal balik.

Lihat Try Widiyono, Op.Cit, halaman 13. 377

Z. Asikin Kusumah Atmadja, Beberapa Yurisprudensi Perdata Yang Penting

Serta Hubungan Ketentuan Hukum Acara, Op.Cit, halaman 350-351. 378

Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Seri Hukum Perikatan Perikatan

Yang Lahir Dari Perjanjian, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, Februari 2003, halaman

57.

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 178: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

166

hakim tidak perlu membatalkan sudah cukup untuk menserasikan suku bunga

saja, harus dilihat secara kasus demi kasus.379

Dengan demikian, apabila didapati bunga kredit tidak patut dan tidak

layak, hakim berwenang untuk menyesuaikan bunga kredit sesuai dengan

kepatutan dan kelayakan sehingga perjanjian kredit tersebut menjadi

seimbang. Pengenaan bunga kredit yang patut dan layak oleh Hakim

merupakan pengamalan atas nilai-nilai luhur bangsa Indonesia dalam

memberikan pelayanan hukum yang berkeadilan kepada pencari keadilan.

Dalam hal ini Subekti berpendapat bahwa terhadap bunga yang melebihi

batas dan dituntut lewat pengadilan, maka hakim harus menguranginya

sampai batas yang diperbolehkan.380

Pendapat yang sama juga dapat dilihat

dalam putusan Mahkamah Agung Nomor : 3917 K/Pdt/1986 yang

menyatakan bahwa hakim berwenang menurunkan bunga yang jumlahnya

dinilai terlalu tinggi sehingga sesuai dengan rasa keadilan.381

Dengan memperhatikan kepentingan masing-masing pihak yaitu

kepentingan pihak bank selaku kreditur dan kepentingan pihak nasabah

selaku debitur, hakim diharapkan memberikan keadilan bagi masing-masing

pihak dengan cara menyesuaikan bunga kredit sesuai kepatutan dan

kelayakan. Artinya, hakim menempatkan asas keseimbangan dalam perjanjian

kredit sebagai asas-asas hukum yang dilandaskan pada nilai-nilai (warden),

norma (normen), dan ideologi yang terkonkretisasi ke dalam hukum dengan

cara menstimulasi dan mengaktifkan aturan-aturan serta keputusan-keputusan

hukum yang ada pada tataran hukum positif.382

Dari beberapa putusan hakim sebagaimana telah dianalisis pada bab 4

sub bab 4.1.1, sub bab 4.1.2, dan sub bab 4.1.3, terlihat hakim telah

menggunakan alasan kepatutan dan kelayakan sebagai alasan memulihkan

keseimbangan bunga kredit dalam perjanjian kredit bank. Berbagai putusan

379

Z. Asikin Kusumah Atmadja, Beberapa Yurisprudensi Perdata Yang Penting

Serta Hubungan Ketentuan Hukum Acara, Op.Cit, halaman 357. 380

R. Subekti, Kumpulan Karangan Hukum Perikatan, Arbitrase dan

Peradilan, Op.Cit, halaman 21. 381

Henry Pandapotan Panggabean, Peranan Mahkamah Agung Melalui

Putusan-Putusan Hukum Perikatan, Op.Cit, halaman 285.. 382

Herlien Budiono, Op.Cit, halaman 152.

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 179: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

167

hakim yang mengembalikan dan atau menyesuaikan bunga kredit berdasarkan

asas kepatutan dimaksudkan untuk menempatkan bunga kredit sesuai dengan

keadaan patut dan layak yaitu menentukan bunga kredit berdasarkan suku

bunga kredit yang dikeluarkan bank pemerintah dan berdasarkan penilaian

atas kemampuan nasabah debitur.

Dengan asas keseimbangan hakim menempatkan kembali bunga

kredit sesuai kepatutan dan kelayakan sebagai keadilan bagi bank maupun

bagi nasabah debitur. Bunga kredit bank yang memberatkan pihak nasabah

debitur dan menjadikan perjanjian kredit menjadi tidak seimbang harus

dipulihkan keseimbangannya oleh hakim. Juga dalam menyesuaikan suku

bunga kredit hakim harus memperhatikan kepentingan bank dalam

kedudukan sebagai lembaga keuangan yang bekerja dengan uang simpanan

masyarakat. Dalam hal ini, hakim harus turut melindungi keselamatan dana

masyarakat yang ada pada bank dari kerugian.383

Penempatan besaran bunga kredit pada posisi yang patut adalah sesuai

dengan prinsip saling menguntungkan sebagai etik perbankan yaitu bank

memberikan kredit karena akan memperoleh keuntungan dari hasil pinjaman

dan nasabah debitur menerima kredit dengan tujuan pinjaman tersebut

digunakan disektor produksi untuk memperoleh keuntungan.384

Kewenangan hakim dalam memulihkan keseimbangan perjanjian

kredit dapat pula dilihat dalam putusan Mahkamah Agung RI Nomor : 1329

K/Pdt/2001, tanggal 18 Juli 2008 antara Suwito selaku Penggugat /Terlawan

/Terbanding/Termohon Kasasi melawan Haji Salehuddin Razak dan Ny.

Hajjah Noorhayati,385

dimana Mahkamah Agung memberikan pendapat

dalam pertimbangan hukumnya bahwa meskipun pengenaan denda sebesar

Rp.500.000,- per hari diperjanjikan antara Penggugat dengan para tergugat,

namun bagi tergugat sebagai debitur yang lebih lemah kedudukan

383

Pendapat Ari Purwadi yang dikutip oleh Djoni S. Gazali dan Rachmadi

Usman, Op.Cit, halaman 351. 384

O.P. Simorangkir, Etik Dan Moral Perbankan, Ind-Hill-Co, Jakarta, 1983,

halaman 70. 385

Resume perkara tersebut disadur dari H.P.Panggabean, Penyalahgunaan

Keadaan (Misbruik Van omstadigheden) Sebagai Alasan (Baru) Untuk Pembatalan

Perjanjian (Berbagai Perkembangan Hukum Di Belanda dan Indonesia), Op.Cit,

halaman 146-150.

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 180: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

168

ekonomisnya, pengenaan denda tersebut adalah terlalu tinggi dan karena

keterlambatan pelunasan utang tersebut, tergugat patut dikenakan denda

sesuai Yurisprudensi Mahkamah Agung sebesar 6% setahun. Dalam putusan

lainnya, Mahkamah Agung melalui putusannya Nomor : 275 K/Pdt/1995 juga

memberikan kaidah hukum yang berbunyi : denda keterlambatan pembayaran

uang sewa ditetapkan hakim sesuai keadilan.386

Berbagai yurisprudensi di Indonesia yang memberikan kewenangan

kepada hakim untuk memulihkan keseimbangan perjanjian kredit bank juga

nampak dalam kewenangan hakim mencampuri perjanjian di negara common

law, halmana pengadilan (equity) akan mencampuri suatu perjanjian bila

terdapat bukti tentang :387

1. Adanya hubungan yang relevan; dan

2. Transaksi itu tidak adil/patut (unfair).

Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka masuknya hakim meninjau,

mencermati dan menilai isi perjanjian kredit bank serta memberikan putusan

memulihkan keseimbangan perjanjian kredit bank adalah secara ex officio

karena jabatannya maupun karena amanat undang-undang. Upaya hakim

memulihkan keseimbangan perjanjian kredit bank merupakan pelaksanaan

fungsi dan peran hakim sebagai pengatur keseimbangan antara berbagai

konflik kepentingan yang terjadi di dalamnya.388

Selain itu, ikut berperannya hakim memulihkan keseimbangan

perjanjian kredit bank merupakan pengejewantahan atas Visi Badan

Peradilan sebagaimana dirumuskan Pimpinan Mahkamah Agung pada tanggal

10 September 2009 yaitu “Terwujudnya Badan Peradilan Indonesia Yang

Agung” khususnya dalam perwujudan melaksanakan fungsi kekuasaan

kehakiman secara independen, efektif dan berkeadilan dengan cara memutus

perkara perjanjian kredit bank secara efektif guna menegakkan hukum dan

386

Henry Pandapotan Panggabean, Peranan Mahkamah Agung Melalui

Putusan-Putusan Hukum Perikatan, Op.Cit, halaman 261. 387

Pendapat tersebut dikemukakan oleh Lord Scarman dalam kasus National

Westminter Bank plc vs Morgan p1985]]] 1 AC 686 pada 707. Lihat Hardijan Rusli,

Op.Cit, halaman 114. 388

H. Andi Abu Ayyub Saleh, Op.Cit, halaman 72.

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 181: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

169

keadilan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 dengan didasari keagungan,

keluhuran dan kemuliaan institusi.

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 182: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

170

BAB 5

PENUTUP

5.1. KESIMPULAN

Dari hal-hal yang telah penulis kemukakan pada bagian-bagian

sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan-kesimpulan sebagai berikut :

Pertama, pencantuman klausula “Penetapan dan Perhitungan Bunga

Bank Dilakukan Oleh Bank” dalam perjanjian kredit bank telah melanggar

asas keseimbangan perjanjian kredit sebab memberikan ketidakpastian

mengenai sistem perhitungan bunga kredit yang digunakan dalam suatu

perjanjian sebab memberikan kemungkinan dianutnya floating rate of interest

sekaligus menganut fixed rate of interest. Ketidakpastian tersebut

bertentangan dengan asas kepastian yang harus terdapat dalam perjanjian

kredit bank dimana harus memuat klausula yang terang dan jelas sehingga

tidak menimbulkan penafsiran. Ketidakpastian yang tercipta karena

pencantuman klausula tersebut telah dimanfaatkan bank untuk secara

sewenang-wenang menetapkan suku bunga kredit tanpa mempertimbangkan

keadaan nasabah debitur ataupun keadaan suku bunga kredit yang ditetapkan

bank pemerintah sebagai barometer suku bunga kredit yang patut dan layak

termasuk menutup ruang negosiasi ulang atas perubahan suku bunga kredit.

Selain itu, pihak bank juga telah menjadikan klausula tersebut sebagai

benteng untuk menghindari pertanggungjawaban atas perlakuan sewenang-

wenangnya dalam menetapkan suku bunga kredit yang tidak patut dan tidak

layak. Pemanfaatan klausula tersebut untuk menetapkan suku bunga kredit

yang tidak patut dan tidak layak telah melanggar asas keseimbangan dalam

perjanjian kredit bank dimana telah memberikan keuntungan sepihak bagi

pihak bank dan merugikan kepentingan pihak nasabah debitur. Artinya,

pencantuman klausula tersebut telah memberikan ketidakseimbangan atas

kepentingan para pihak dalam perjanjian kredit bank bukan hanya pada

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 183: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

171

tataran keabsahan perjanjian tetapi juga pada tataran pemenuhan atau

pelaksanaan perjanjian kredit bank.

Kedua, atas ketidakseimbangan tersebut hakim dituntut untuk

berperan memulihkan keseimbangan perjanjian kredit bank melalui putusan-

putusannya. Masuknya hakim mengintervensi perjanjian kredit bank

didasarkan pada jabatannya sebagai hakim (ex officio) yang harus

memberikan kepastian, kemanfaatan dan terlebih lagi keadilan hukum bagi

pihak beperkara termasuk bagi masyarakat dan juga oleh karena amanat

Undang-Undang RI Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

dimana hakim wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai hukum yang

hidup dalam masyarakat untuk menegakkan hukum dan memberikan

keadilan. Karena itu, hakim haruslah diberikan kebebasan secara

bertanggungjawab dalam mengadili perkara yang diperhadapkan padanya

termasuk dalam hal menafsirkan isi perjanjian maupun menemukan hukum.

Dalam menafsirkan isi perjanjian hakim melakukannya dengan menggunakan

berbagai metode penafsiran yang dikonstruksi dalam bingkai asas sense clair

sehingga penafsiran tersebut tidak menyimpang dari roh suatu perjanjian

sebagaimana maksud senyatanya dari para pihak yang terikat dalam

perjanjian kredit bank. Penafsiran yang sesuai dengan maksud para pihak

adalah sesuai amanat Pasal 1343 KUH Perdata untuk mencari tahu maksud

para pihak apabila kata-kata yang tertuang dalam perjanjian tersebut tidak

jelas. Selanjutnya mengenai penemuan hukum, hakim barulah boleh

melakukan penemuan hukum apabila tidak ada hukum yang mengatur

perbuatan tersebut atau dalam hal suatu hukum telah usang. Penemuan hukum

dilakukan hakim dengan memperhatikan nilai-nilai yang hidup dalam

masyarakat sehingga hukum baru tersebut merupakan manifestasi dari nilai-

nilai masyarakat itu sendiri. Untuk itu, dalam memulihkan keseimbangan

bunga kredit bank, maka hakim baik melalui penafsiran maupun penemuan

hukum haruslah menempatkan suku bunga kredit bank sebagai suku bunga

kredit yang patut dan layak dengan memperhatikan kemampuan nasabah

debitur dan suku bunga kredit yang ditetapkan bank pemerintah.

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 184: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

172

5.2. SARAN - SARAN

Berdasarkan kesimpulan-kesimpulan tersebut, dalam rangka

mengefektifkan asas keseimbangan dalam perjanjian kredit bank maupun

mengoptimalkan peranan hakim dalam memulihkan keseimbangan perjanjian

kredit bank, peneliti dapat menyampaikan saran-saran sebagai berikut :

Pertama, pencantuman klausula “Penetapan dan Perhitungan Bunga

Bank Dilakukan Oleh Bank” haruslah diikuti dengan pencantuman klausula

yang mewajibkan pihak bank memberitahukan perubahan bunga kredit

tersebut kepada nasabah debitur dan pencantuman klausula yang mewajibkan

pihak bank memberikan kesempatan yang luas untuk dilakukan negosiasi

ulang berkaitan dengan perubahan suku bunga kredit. Hal ini adalah penting

mengingat pada umumnya perubahan suku bunga kredit yaitu naiknya suku

bunga kredit terjadi akibat keadaan moneter negara yang mengalami inflasi.

Keadaan demikian bukan hanya dirasakan oleh pihak bank tetapi juga

dirasakan oleh nasabah debitur. Karena itu, apabila kenaikan suku bunga

kredit tidak melibatkan nasabah debitur dalam negosiasi maka keuntungan

akan dinikmati secara sepihak oleh pihak bank dan disisi lainnya pihak

nasabah debitur menderita kerugian. Hal ini tidak sesuai dengan motivasi

awal dilakukannya perjanjian kredit yaitu keinginan para pihak untuk

bersama-sama memperoleh manfaat/keuntungan dari perjanjian kredit

tersebut. Pentingnya ruang negosiasi ulang adalah juga untuk mencegah

terjadinya kredit macet yang bukan saja merugikan pihak nasabah debitur

tetapi juga dapat merugikan pihak bank. Karena itu, kehadiran ruang

negosiasi ulang sebenarnya ditujukan untuk tetap menjaga agar tujuan

perjanjian kredit yaitu manfaat/keuntungan tetap dirasakan kedua belah pihak

sekaligus menghindari kerugian yang dapat diperoleh kedua belah pihak.

Selain itu, oleh karena asas keseimbangan berkaitan dengan itikad baik pada

tataran pembuatan dan pemenuhan perjanjian, maka perlu dilakukan revisi

atas Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata dengan memuat ketentuan bahwa suatu

perjanjian harus dibuat dengan itikad baik dan dilaksanakan dengan itikad

baik pula. Juga dimuat dalam regulasi berbentuk undang-undang mengenai

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 185: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

173

barometer mengukur kepatutan dan kelayakan dalam penentuan bunga kredit

bank berupa memperhatikan kemampuan ekonomis nasabah debitur dan

memperhatikan pula suku bunga kredit yang dikeluarkan bank pemerintah.

Kedua, dalam mengadili perkara tentang keseimbangan perjanjian

kredit bank, hakim haruslah memperhatikan maksud diajukannya gugatan

dimana pada umumnya, penggugat menghendaki perjanjian kredit yang

terbukti tidak seimbang agar dibatalkan atau dinyatakan batal demi hukum.

Hakim tidak boleh secara serta merta membatalkan perjanjian kredit yang

tidak seimbang tersebut dan karena itu hakim dengan kearifannya dapat

memulihkan keseimbangan dengan cara membatalkan klausula besaran

ataupun sistem penentuan bunga kredit yang mengganggu keseimbangan

perjanjian kredit tersebut dan merubahnya sesuai dengan nilai-nilai kepatutan

dan kelayakan. Dalam hal ini meskipun yang dipetitumkan adalah

membatalkan perjanjian kredit, namun putusan hakim yang hanya

membatalkan klausula eksonerasi mengenai kewenangan bank secara sepihak

merubah suku bunga kredit oleh karena tidak dicantumkan sebagai klausul

mengenai pemberian ruang negosiasi ulang suku bunga kredit, bukan

merupakan ultra petita sebab ditujukan untuk memberikan keadilan bagi para

pihak melalui pemulihan keseimbangan dalam perjanjian kredit bank tersebut.

Karena itu, bagi nasabah debitur maupun bank kreditur agar tidak serta merta

meminta pembatalan perjanjian kredit dan untuk itu para pihak sebaiknya

mempetitumkan solusi yang dapat memulihkan keseimbangan perjanjian

kredit bank.

Berbagai saran yang berkaitan dengan pengaturan khusus dalam

regulasi baik berbentuk revisi KUH Perdata maupun bentuk undang-undang

khusus terkait, dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum yang

berpengaruh pada keseragaman pemahaman mengenai ruang lingkup

penerapan asas itikad baik, kedudukan asas keseimbangan dalam perjanjian,

maupun ketegasan peranan hakim dalam mengawasi dan memulihkan

perjanjian. Meskipun dalam berbagai yurisprudensi telah dimuat kaidah

hukum mengenai hal-hal tersebut maupun setelah dilakukan penafsiran

ditemukan bahwa hal-hal tersebut telah termasuk dalam pemaknaan berbagai

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 186: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

174

regulasi, namun belum memberikan ketegasan sebagai kepastian hukum.

Untuk itu pencantuman berbagai saran sebagai pelengkap

kelemahan/kekosongan hukum positif tersebut dipandang dapat membentuk

kesamaan pandangan hakim dalam mengadili perkara serupa yang bermuara

pada kepastian hukum.

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 187: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

175

DAFTAR REFERENSI

A. Buku :

Abdullah, Pertimbangan Hukum Putusan Pengadilan, Program Pascasarjana

Universitas Sunan Giri, Sidoarjo, 2008.

Anshori, Abdul Ghofur, Filsafat Hukum, Gadja Mada University Press,

Yogyakarta, 2006.

Atiyah, P. S., Promisses, Morals, And Law, Clarendon Press Oxford, New

York, 1981.

Atmadja, Z. Asikin Kusumah, Beberapa Yurisprudensi Perdata Yang Penting

Serta Hubungan Ketentuan Hukum Acara, Mahkamah Agung

RI, Jakarta, 1991.

AZ, Lukman Santoso, Hak dan Kewajiban Hukum Nasabah Bank, Pustaka

Yustisia, Yogyakarta, 2011.

Badan Pembinaan Hukum Nasional, Departemen Kehakiman, Pertemuan

Ilmiah Tentang Perkembangan Hukum Kontrak dalam Bisnis Di

Indonesia, 1994.

Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman dan HAM RI,

Pengkajian Masalah Hukum Kebebasan Berkontrak dan

Perlindungan Yang Seimbang Bagi Para Pihak Dalam

Perjanjian Kredit Bank Di Indonesia, Jakarta, Juli 2004.

________________________, Analisa dan Evaluasi Hukum tentang

Perubahan Undang-Undang Perbankan (UU Nomor 7/1992 Jo

UU nomor 10/1998), Jakarta, 2007.

Badrulzaman, Mariam Darus, Perjanjian Baku (Standard) Perkembangannya

di Indonesia. Beberapa Guru Besar Berbicara Tentang Hukum

dan Pendidikan Hukum (Kumpulan Pidato-Pidato Pengukuhan),

Alumni, Bandung, 1981.

________________________, KUH Perdata Buku III Hukum Perikatan

Dengan Penjelasan, Alumni, Bandung, 1993.

________________________, Aneka Hukum Bisnis, Alumni, Bandung, 1994.

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 188: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

176

Bahsan, M., Hukum Jaminan dan Jaminan Kreditt Perbankan Indonesia, PT.

RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2010.

Beatson, Jack and Daniel Friedman (editor), Good Faith and Fault in

Contract Law, Clarendon Press Oxford, New York, 1995.

Budiono, Herlien, Asas Keseimbangan bagi Hukum Perjanjian Indonesia

Hukum Perjanjian Berlandaskan Asas-Asas Wigati Indonesia,

PT. Citra Aditia Bakti, Bandung, 2006.

Burght, Gr. Van der, Buku Tentang Perikatan Dalam Teori dan

Yurisprudensi, Cv. Mandar Maju, Bandung, 2012.

Craswell, Richard dan Alan Schwartz (editor) Foundations of Contract Law,

Oxford University Press, New York, 1994.

Darmodiharjo, Darji dan Shidarta, Pokok-Pokok Filsafat Hukum Apa dan

Bagaimana Filsafat Hukum Indonesia (Edisi Revisi), PT

Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1996.

Davitt, Thomas E., Nilai-Nilai Dasar Di Dalam Hukum Menganalisa

Implikasi-Implikasi Legal-Etik Psikologi & Antropologi bagi

Lahirnya Hukum, PalMall, Yogyakarta, 2012.

El – Diwaby, Tarek, The Problem With Interest (Sistem Bunga dan

Permasalahannya), diterjemahkan oleh Amdiar Amir, Akbar

Media Eka Sarana, Jakarta, Juni 2003.

ELIPS, Hukum Kontrak di Indonesia (Seri Dasar Hukum Ekonomi 5), 1998.

Erawati Elly dan Herlien Budiono, Penjelasan Hukum Tentang Kebatalan

Perjanjian, PT. Gramedia, Jakarta, 2010.

Fuady, Munir, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis) Bagian

Kedua, Penerbit PT. Citra Aditya Bhakti, Bandung, 2003.

Gazali, Djoni S. dan Rachmadi Usman, Hukum Perbankan, Sinar Grafika,

Jakarta,2010.

Gunawan, Widjaja dan Kartini Muljadi, Perikatan Yang Lahir Dari

Perjanjian, Penerbit PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006.

Harun, H.M.Hazniel, Hukum Perjanjian Kredit Bank, Tritura‟66, Jakarta,

1991.

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 189: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

177

________________________, Aspek-Aspek Hukum Perdata Dalam

Pemberian Kredit Perbankan, IND-HILL-CO, Jakarta, 1995.

Hasanudin, Rahman, Aspek-Aspek Hukum Pemberian Kredit Perbankan di

Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1995.

Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Cetakan keenam,

Kencana Prenada Media Group, Jakarta, Januari 2011.

Hernoko, Agus Yudha, Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas dalam

Kontrak Komersial, Kencana Prenada Media Group, Jakarta,

2010.

Huijbers, Theo, Filsafat Hukum dalam Lintasan Sejarah, Yayasan Kanisius,

Yogyakarta, 1982.

Ibrahim, Johannes, Cross Default & Cross Collateral Sebagai Upaya

Penyelesaian Kredit Bermasalah, PT. Refika Aditama,

Bandung, April 2004.

Irianto, Sulistyowati dan Shidarta (editor), Metode Penelitian Hukum

Konstelasi dan Refleksi, Yayasan Pustaka Obor Indonesia,

Jakarta, 2011.

Khairandy, Ridwan, Itikad Baik Dalam Kebebasan Berkontrak, Pascasarjana

FH-UI, Jakarta, 2003.

Mahkamah Agung RI, Himpunan Kaidah Hukum Putusan Perkara Dalam

Buku Yurisprudensi Mahkamah Agung RI Tahun 1969 – 2001,

2002.

_________________________, Cetak Biru.

Marzuki, Peter Mahmud, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group,

Jakarta, 2010.

Mertokusumo, Sudikno, Penemuan Hukum Sebuah Pengantar, Liberty,

Yogyakarta, Januari 2000.

Miru, Ahmadi dan Sakka Pati, Hukum Perikatan Penjelasan Makna Pasal

1233 sampai 1456 BW, PT. Rajagrafondo Persada, Jakarta,

2008.

Miru, Ahmadi, Prinsip-Prinsip Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Di

Indonesia, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2011.

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 190: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

178

Muljadi, Kartini dan Gunawan Widjaja, Seri Hukum Perikatan Perikatan

Yang Lahir Dari Perjanjian, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta,

Februari 2003.

Naja, H.R. Daeng, Hukum Kredit dan Bank Garansi, PT. Citra Aditya Bhakti,

Bandung ,2005.

Palferman, David, Law Relating To Banking Services, Fourth Edition, Pitman

Publishing, London, 1993.

Panggabean, Henry Pandapotan, Peranan Mahkamah Agung Melalui

Putusan-Putusan Hukum Perikatan, Alumni, Bandung, 2008.

Panggabean, H.P., Praktik Standard Contract Dalam Perjanjian Kredit

Perbankan, Alumni, Bandung, 2012.

________________________, Penyalahgunaan Keadaan (Misbruik van

Omstandigheden) Sebagai Alasan (Baru) Untuk Pembatalan

Perjanjian (Berbagai Perkembangan Hukum di Belanda dan

Indonesia), Edisi Revisi Kedua, Liberty Yogyakarta, 2010.

Pound, Roscoe, Tugas Hukum, Bhratara, Jakarta, 1965.

________________________, Pengantar Filsafat Hukum, Bhratara Karya

Aksara, Jakarta, 1982.

Prodjodikoro, Wiryono, Azaz-azaz Hukum Perjanjian, Penerbit : Mandar

Maju, Bandung, 2000.

Purwoko, Sunu Widi, Catatan Hukum Seputar Perjanjian Kredit dan

Jaminan, Nine Seasons Communication, Jakarta, 2011.

Rasjidi, Lili, Dasar-Dasar Filsafat Hukum, Alumni, Bandung, 1985.

Rawls, John, A Theory of Justice (Dasar-Dasar Filsafat Politik untuk

Mewujudkan Kesejahteraan Sosial dalam Negara), Pustaka

Pelajar, Yogyakarta, Maret 2011.

Rifai, Ahmad, Penemuan Hukum Oleh Hakim Dalam Perspektif Hukum

Progresif, Sinar Grafika, Jakarta, 2011.

Rusli, Hardijan, Hukum Perjanjian Indonesia dan Common Law, Pustaka

Sinar Harapan, Jakarta : 1996.

Saleh, H. Andi Abu Ayyub, Tamasya Perenungan Hukum dalam “Law in

Book and Law in Action” Menuju Penemuan Hukum

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 191: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

179

(Rechtsvinding) Yang Akurat Dalam Menggapai Kebenaran

Bermuatan Keadilan, Yarsif Watampone, Jakarta, 2006.

Sari, Elsi Kartika dan Advendi Simanungsong, Hukum Dalam Ekonomi Edisi

Kedua,PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta, 2008.

Schaber, Gordon D., Claude D. Rohwer, Contracts, St. Paul, Minn West

Publishing Co, 1990.

Scott, Robert E., Douglas L. Leslie, Contract Law and Theory Selected

Provisions : Restatement of Contract and Uniform Commercial

Code (Secondary Materials), Contemporary Legal Eduction

Series, The Michie Company Law Publisher, Virginia : 1988.

Setiawan, Aneka Masalah Hukum dan Hukum Acara Perdata, Alumni,

Bandung, 2008.

Setiawan, R., Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Binacipta, Bandung, 1994.

Siahaan, N.H.T., Hukum Konsumen (Perlindungan Konsumen dan Tanggung

Jawab Produk), Panta Rei, Bogor, Desember 2005.

Simorangkir, O.P., Etik Dan Moral Perbankan, Ind-Hill-Co, Jakarta, 1983.

Sjahdeini, Sutan Remy, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan Yang

Seimbang Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank di

Indonesia, PT. Pustaka Utama Graffiti, Jakarta, Agustus 2009.

Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, Cetakan ke-3, UI Press,

Jakarta, 2006.

Subekti, Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta, 2010.

Subekti, R., Kumpulan Karangan Hukum Perikatan, Arbitrase dan

Peradilan, Alumni, Bandung, 1992.

________________________, Aneka Perjanjian, PT. Citra Aditya Bakti,

Bandung, 1995.

Suharnoko, Hukum Perjanjian Teori dan Analisa Kasus, Prenada Media,

Jakarta, 2005.

Sumantri Mertodipuro dan Moh. Radjab (Penerjemah), Sosiologi Hukum,

Bhratara, Jakarta, 1996.

Sunggono, Bambang, Pengantar Hukum Perbankan, CV. Mandar Maju,

Bandung, 1995.

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 192: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

180

Sutarno, Aspek-Aspek Hukum Perkreditan Pada Bank, Alfabeta, Bandung,

2009.

Syamsudin, Konstruksi Baru Budaya Hukum Hakim Berbasis Hukum

Progresif, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, Mei 2012.

Tanya, Bernard L., Yoan N. Simanjuntak dan Markus Y. Hage, Teori Hukum

Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang dan Generasi, Genta

Publishing, Yogyakarta : 2010.

Tumpa, Harifin A., Menguak Roh Keadilan Dalam Putusan Hakim Perdata,

Tanjung Agung, Jakarta, 2012.

Untung, Budi, Hukum dan Etika Bisnis, Penerbit ANDI, Yogyakarta, 2012.

Vollmar, H.F.A., Pengantar Studi Hukum Perdata Jilid 1, CV. Rajawali,

Jakarta, 1983.

Widiyono, Try, Aspek Hukum Operasional Transaksi Produk Perbankan di

Indonesia Simpanan, Jasa & Kredit, Ghalia Indonesia, Bogor,

Mei 2006.

Widjanarto, Hukum Dan Ketentuan Perbankan Di Indonesia, Edisi II Cetakan

II, PT. Pustaka Utama Grafiti, Jakarta, 1995.

Widyadharma, Ignatius Ridwan, Hukum Sekitar Perjanjian Kredit, Badan

Penerbit Universitas Diponegoro,1997.

B. Peraturan Dasar dan Peraturan Perundang-undangan :

Republik Indonesia, Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen, UU RI No.8 Tahun 1999, LN RI

Tahun 1999 No. 42 TLN RI No. 3821.

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang

Kekuasaan Kehakiman, UU RI No.48 Tahun 2009, Lembaran

Negara Tahun 2009 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara

Nomor 5076.

Republik Indonesia, Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 1998 tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 193: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

181

Perbankan, UU RI No.10 Tahun 1998, LN RI Tahun 1998 No.

182 TLN RI No. 3790.

UNIDROIT, Principles of International Commercial Contract, Rome :1994.

C. Makalah / Buletin :

Buletin Komisi Yudisial Vol. VI No.3, Desember 2011-Januari 2012.

Varia Peradilan, Majalah Hukum Tahun XXVI No. 299 Oktober 2010.

Atmadja, Z. Asikin Kusumah, Hakim Yang Kreatif Untuk Menyelenggarakan

Perlindungan Hukum Bagi Masyarakat Indonesia Yang Sedang

Membangun, Makalah, Rakernas Mahkamah Agung RI, Jakarta,

13-14 Maret 1987.

D. Tesis, Disertasi, dan Data/Sumber yang Tidak Diterbitkan :

Artianty, Dewi Tenty Septi, Tesis, Tinjauan hukum atas Klausula Baku

dalam Perjanjian Kerjasama Pengusahaan Stasiun Pengisian

Bahan Bakar Minyak untuk Umum (SPBU) Dihubungkan

dengan Asas Kebebasan Berkontrak, Program Pasca Sarjana,

Universitas Indonesia, Jakarta, 2006.

Husen, Yunus dan Zulkarnain Sitompul (Editor), Reading Material Hukum

Perbankan 1, Program Pascasarjana Fakultas Hukum

Universitas Indonesia Jakarta.

Kamello, Tan, Karakter Hukum Perdata dalam Fungsi Perbankan Melalui

Hubungan Antara Bank dengan Nasabah, Pidato Pengukuhan

Jabatan Guru Besar Tetap dalam Bidang Ilmu Hukum Perdata

pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Tahun 2006.

Saputra, Teguh Wicaksono, Tesis, Penerapan Asas Keseimbangan dan Asas

Kebebasan Berkontrak Dalam Putusan Pengadilan, Program

Pasca Sarjana Magister Hukum Universitas Indonesia, Juli 2011.

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 194: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

i

LAMPIRAN 1

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 195: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

ii

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 196: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

iii

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 197: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

iv

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 198: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

v

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 199: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

vi

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 200: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

vii

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 201: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

viii

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 202: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

ix

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 203: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

x

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 204: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

xi

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 205: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

xii

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 206: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

xiii

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 207: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

xiv

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 208: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

xv

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 209: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

xvi

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 210: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

xvii

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 211: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

xviii

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 212: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

xix

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 213: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

xx

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 214: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

xxi

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 215: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

xxii

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 216: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

xxiii

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 217: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

xxiv

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 218: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

xxv

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 219: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

xxvi

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 220: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

xxvii

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 221: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

xxviii

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 222: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

xxix

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 223: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

xxx

LAMPIRAN 2

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 224: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

xxxi

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 225: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

xxxii

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 226: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

xxxiii

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 227: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

xxxiv

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 228: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

xxxv

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 229: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

xxxvi

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 230: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

xxxvii

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 231: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

xxxviii

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 232: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

xxxix

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 233: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

xl

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 234: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

xli

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 235: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

xlii

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 236: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

xliii

LAMPIRAN 3

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 237: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

xliv

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 238: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

xlv

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 239: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

xlvi

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 240: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

xlvii

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 241: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

xlviii

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 242: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

xlix

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 243: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

l

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 244: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

li

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 245: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

lii

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 246: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

liii

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 247: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

liv

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 248: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

lv

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 249: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

lvi

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 250: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

lvii

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 251: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

lviii

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 252: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

lix

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 253: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

lx

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 254: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

lxi

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 255: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

lxii

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 256: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

lxiii

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 257: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

lxiv

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 258: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

lxv

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 259: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

lxvi

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 260: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

lxvii

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 261: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

lxviii

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 262: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

lxix

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 263: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

lxx

LAMPIRAN 4

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 264: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

lxxi

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 265: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

lxxii

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 266: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

lxxiii

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 267: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

lxxiv

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 268: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

lxxv

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 269: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

lxxvi

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 270: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

lxxvii

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 271: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

lxxviii

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 272: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

lxxix

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 273: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

lxxx

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 274: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

lxxxi

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 275: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

lxxxii

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 276: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

lxxxiii

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 277: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

lxxxiv

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 278: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

lxxxv

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 279: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

lxxxvi

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 280: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

lxxxvii

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 281: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

lxxxviii

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 282: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

lxxxix

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 283: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

xc

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 284: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

xci

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013

Page 285: ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334300-T32596-Amin Imanuel Bureni.pdf · mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan

xcii

Asas keseimbangan..., Amin Imanuel Bureni, FH UI, 2013