Asbabun Nuzul Surat Al Qiyamah

2
Asbabun Nuzul Surat Al-Qiyamah 16 . Dalam hadis Bukhari disebutkan bahwa Rasulullah SAW menggerak-gerakkan bibirnya ketika wahyu diturunkan. Menghafal ayat-ayat itu mula-mulanya terlalu berat bagi beliau. Itulah sebabnya ketika Jibril menyampaikan wahyu itu Rasulullah SAW segera saja mengikuti dengan gerakan lidah dan bibirnya karena takut luput dari ingatan; padahal Jibril belum selesai membaca. Hal ini terjadi ketika turunnya Surah Taha, dan semenjak adanya teguran Allah dalam Ayat ke 16 ini tentu beliau sudah tenang dalam menerima wahyu tidak perlu cepat-cepat menangkapnya. Asbabun Nuzul Surat Al-Qiyamah 17 . Semenjak turunnya perintah ini Rasulullah senantiasa mengikuti dan mendengarkan dengan penuh perhatian wahyu yang dibacakan Jibril. Setelah Jibril pergi, barulah beliau membacanya dan bacaannya itu tetap tinggal dalam ingatan beliau. Asbabun Nuzul Surat Al-Qiyamah 35 . Diriwayatkan oleh ahli-ahli tafsir dari Qatadah, bahwa pada suatu hari Rasulullah SAW memegang erat-erat tangan Abu Jahal sambil menghardik musuh Allah itu, "Celaka engkau hai Abu Jahal celaka engkau!" Dia menjawab dengan pongahnya, "Muhammad, engkau mengancamku? Demi Allah tak sanggup engkau berbuat sesuatu terhadapku, bahkan Tuhan yang engkau sembah juga tidak! Demi Allah saya ini lebih perkasa dari segala orang yang berjalan antara bukit ini, dari segala penduduk Mekah ini". Tetapi di hari pertempuran Badar, Allah membinasakan Abu Jahal dengan kematian yang amat buruk sekali. Ketika berita tewasnya Abu Jahal disampaikan kepada Rasulullah, beliau bersabda,

Transcript of Asbabun Nuzul Surat Al Qiyamah

Page 1: Asbabun Nuzul Surat Al Qiyamah

Asbabun Nuzul Surat Al-Qiyamah 16. Dalam hadis Bukhari disebutkan bahwa Rasulullah

SAW menggerak-gerakkan bibirnya ketika wahyu diturunkan. Menghafal ayat-ayat itu mula-

mulanya terlalu berat bagi beliau. Itulah sebabnya ketika Jibril menyampaikan wahyu itu

Rasulullah SAW segera saja mengikuti dengan gerakan lidah dan bibirnya karena takut luput

dari ingatan; padahal Jibril belum selesai membaca. Hal ini terjadi ketika turunnya Surah

Taha, dan semenjak adanya teguran Allah dalam Ayat ke 16 ini tentu beliau sudah tenang

dalam menerima wahyu tidak perlu cepat-cepat menangkapnya.

Asbabun Nuzul Surat Al-Qiyamah 17. Semenjak turunnya perintah ini Rasulullah senantiasa

mengikuti dan mendengarkan dengan penuh perhatian wahyu yang dibacakan Jibril. Setelah

Jibril pergi, barulah beliau membacanya dan bacaannya itu tetap tinggal dalam ingatan beliau.

Asbabun Nuzul Surat Al-Qiyamah 35. Diriwayatkan oleh ahli-ahli tafsir dari Qatadah, bahwa

pada suatu hari Rasulullah SAW memegang erat-erat tangan Abu Jahal sambil menghardik

musuh Allah itu, "Celaka engkau hai Abu Jahal celaka engkau!" Dia menjawab dengan

pongahnya, "Muhammad, engkau mengancamku? Demi Allah tak sanggup engkau berbuat

sesuatu terhadapku, bahkan Tuhan yang engkau sembah juga tidak! Demi Allah saya ini lebih

perkasa dari segala orang yang berjalan antara bukit ini, dari segala penduduk Mekah ini". 

Tetapi di hari pertempuran Badar, Allah membinasakan Abu Jahal dengan kematian yang

amat buruk sekali. Ketika berita tewasnya Abu Jahal disampaikan kepada Rasulullah, beliau

bersabda, "Sesungguhnya setiap umat itu ada Firaunnya (ada orang yang paling sombong),

maka Firaun dari umat ini adalah Abu Jahal". 

Said bin Jubair bertanya kepada Ibnu 'Abbas tentang lafal "aula laka fa aula" ini, apakah

sesuatu yang diucapkan Nabi ini berasal dari dirinya atau memang Allah yang menyuruhnya?

Ibnu 'Abbas menjawab, "Benar beliau yang mengucapkannya, kemudian Allah menurunkan

wahyu sama dengan ucapan beliau itu".

 Ringkasnya kutukan Allah ini berlaku bagi orang yang berwatak seperti Abu Jahal tersebut

yang mesti akan muncul sepanjang masa.

Pokok-pokok isinya:

Kepastian terjadinya hari kiamat dan huru-hara yang terjadi padanya; jaminan Allah terhadap

ayat-ayat Al Quran dalam dada Nabi sehingga Nabi tidak lupa tentang urutan arti dan

pembacaannya; celaan Allah kepada orang-orang musyrik yang lebih mencintai dunia dan

meninggalkan akhirat; keadaan manusia di waktu sakaratul maut.

Haris Asta Pradana/Politeknik Negeri Malang