ASKEP POLIO

47
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit polio merupakan penyakit polio paralisis yang disebabkan oleh virus. Agen pertama penyakit ini merupakan virus yang dinamakan poliovirus (PV) dan masuk ke tubuh melalui mulut dan menginfeksi usus. Virus ini dapat memasuki aliran darah dan mengalir ke sistem saraf pusat yang menyebabkan melemahnyaotot dan terkadang kelumpuhan ( Chin, 2006 : 482 ). Polio termasuk penyakit menular melalui kontak antar manusia, dapat menyebar luas secara diam-diam karena sebagian penderita yang terinfeksi polio virus tidak memiliki gejala sehingga tidak tahu kalau mereka sendiri sedang terjangkit (Cahyono, 2010). Penyakit polio pertama kali terjadi di Eropa pada abad ke 18 dan menyebar ke Amerika Serikat beberapa tahun kemudian. Penyakit polio juga menyebar ke negara maju belahan bumi utara yang bermusim panas. Kejadian terjangkit penyakit polio terus meningkat akibat penyakit ini. Penyakit polio terus menyebar luas di Amerika Serikat pada tahun 1952 dengan penderita 20.000 orang (Miller,N.Z,2004). Sampai tahun 1998, rata-rata 8-10 kasus yang terkait dengan virus polio dilaporkan setiap tahun. Empat kasus dengan vaksin berasal dari polio virus diidentifikasi pada kalangan anak-anak di sebuah masyarakat Amish yang tidak bervaksin di Minnessota. 1

description

Keperawatan Muskoloskeletal

Transcript of ASKEP POLIO

Page 1: ASKEP POLIO

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit polio merupakan penyakit polio paralisis yang disebabkan oleh virus.

Agen pertama penyakit ini merupakan virus yang dinamakan poliovirus (PV) dan

masuk ke tubuh melalui mulut dan menginfeksi usus. Virus ini dapat memasuki aliran

darah dan mengalir ke sistem saraf pusat yang menyebabkan melemahnyaotot dan

terkadang kelumpuhan ( Chin, 2006 : 482 ). Polio termasuk penyakit menular melalui

kontak antar manusia, dapat menyebar luas secara diam-diam karena sebagian

penderita yang terinfeksi polio virus tidak memiliki gejala sehingga tidak tahu kalau

mereka sendiri sedang terjangkit (Cahyono, 2010).

Penyakit polio pertama kali terjadi di Eropa pada abad ke 18 dan menyebar ke

Amerika Serikat beberapa tahun kemudian. Penyakit polio juga menyebar ke negara

maju belahan bumi utara yang bermusim panas. Kejadian terjangkit penyakit polio

terus meningkat akibat penyakit ini. Penyakit polio terus menyebar luas di Amerika

Serikat pada tahun 1952 dengan penderita 20.000 orang (Miller,N.Z,2004). Sampai

tahun 1998, rata-rata 8-10 kasus yang terkait dengan virus polio dilaporkan setiap

tahun. Empat kasus dengan vaksin berasal dari polio virus diidentifikasi pada

kalangan anak-anak di sebuah masyarakat Amish yang tidak bervaksin di Minnessota.

Semenjak tahun 2004, hanya ada 5 negara dimana transmisi virus polio tidak pernah

putus, diantaranya adalah India, Mesir, Pakistan, Nigeria dan Afganistan. Meskipun

kemajuan signifikan telah dibuat dalam pemberantasan penyakit infeksi ini di negara-

negara tersebut, peningkatan jumlah kasus pada tahu 2006 tetap ada dan terlapor.

(L.heymann,2004).

Sejak tahun 1923-1953, vaksin polio telah diperkenalkan dan diberikan tetapi

angka kematian penyakit polio di Amerika Serikat dan Inggris masih tinggi, sekitar

47% sampai 55&. Sedangkan pada data statistik, kejadian yang berbeda terjadi di

Eropa yang menunjukkan penurunan angka kematian. Ketika vaksin polio tersedia di

Eropa, banyak orang bertanya tentang manfaat dan efektifitas vaksin polio karena

banyak warga Eropa yang menggunakan vaksin polio namun masih terserang polio.

(L.Heyman,2004).

1

Page 2: ASKEP POLIO

Di tahun 1995 Indonesia melancarkan kampanye besar-besaran lewat Pekan

Imunisasi Nasional (PIN) untuk memerangi penyakit infeksi virus ini. Setelah l.k 10

tahun Indonesia dinyatakan bebas polio, namun pada awal tahun 2005 di Indonesia

kembali timbul epidemi polio dengan l.k 15 kasus di Sukabumi, Jawa Barat, sehingga

DepKes menganggap perlu untuk di bulan Agustus 2006 melakukan vaksinansi

massal dengan vaksin polio oral (OPV,Sabin). Dalam rangka membebaskan Indonesia

dari virus polio, imunisasi terpadu terus digalakan. Sejak tahun 2005 sudah 5 kali

dilaksanakan PIN dan terakhir di tahun 2006 dengan target Indonesia harus bebas

polio pada tahun 2008. Virus polio yang timbul kembali di Indonesia pada tahun 2005

diperkirakan berasal dari negara Afrika-Asia dimana penyakit ini masih endemik,

seperti Sudan, Nigeria, Pakistan, India dan Afganistan.

Penyakit polio dapat menyerang semua kelompok umur, namun kelompok

umur yang paling rentan adalah 1-15 tahun dari semua kasus polio (Surya,2007).

Penelitian Soemiatno dalam Apriyatmoko (1999) menyebutkan bahwa 33,3% dari

kasus polio adalah anak-anak di bawah 5 tahun. Imfeksi oleh golongan enterovirus

lebih banyak terjadi pada laki-laki daipada wanita dengan perbandingan 1,5-2,5 :1.

Risiko kelumpuhan meningkat pada usia yang lebih tinggi, terutama bila menyerang

individu lebih dari 15 tahun (Sardjito,1997). WHO memperkirakan adanya 140.000

kasus baru dari kelumpuhan yang diakibatkan oleh polimyetis sejak tahun 1992

dengan jumlah keseluruhan penderita anak yang menderita lumpuh akibat polio

diperkirakan 10 sampai 20 juta orang.

Masalah keperawatan yang muncul meliputi nyeri, nutrisi kurang dari

kebutuhan tubuh, ansietas serta gangguan mobilitas fisik, dimana hal tersebut menjadi

perhatian utama dalam penanganan dan pencegahan pnyakit polio. Pencegahan paling

efektif menanggulangi penyakit polio seperti yang telah dijelaskan sebelumnya adalah

dengan pemberian vaksin. Pada saat ini terdapat dua jenis vaksin polio, yaitu OVP

(Oral Polio Vaccine) dan IPV (Inactivted Polio Vaccine). Namun kurangnya

kesadaran masyarakat tentang pentingya polio menjadi penyakit endemik di beberapa

negara. Dengan begitu, diharapkan tersusunnya makalah ini mampu menjawab

berbagai pertanyaan yang muncul di masyarakat tentang polio dan

penanggualangannya.

2

Page 3: ASKEP POLIO

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan kasus polio ?

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami polio.

1.3.2 Tujuan Khusus

Mahasiswa dapat mengetahui, memahami dan memberikan asuhan

keperawatan klien dengan polio yang dihubungkan dengan imunisasi polio.

3

Page 4: ASKEP POLIO

BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi

Penyakit polio adalah penyakit yang disebabkan oleh virus. Agen pembawa

penyakit ini, sebuah virus dinamakan polivirus (PV), masuk ke tubuh melalui mulut,

menginfeksi saluran usus. Virus ini dapat memasuki aliran darah dan mengalir ke system

saraf pusat menyebabkan melemahnya otot dan kadang kelumpuhan (QQ_Scarlet, 2008).

Infeksi virus poilo terjadi di dalam saluran pencernaan yang menyebar ke kelenjar limfa

regional sebagian kecil menyebar ke system syaraf (Chin, 2006:482).

Penyakit polio dapat menyerang smua kelompok umur, namun kelompok umur

yang paling rentan adalah 1-15 tahun dari semua kasus polio (Surya, 2007). Penelitian

Soemiano dalam Apriyatmoko (1999) menyebutkan bahwa 33.3% dari kasus polio adalah

anak di bawah 5 tahun. Infeksi golongan enterovirus lenih banyak terjadi pada laki-laki

dari pada wanita (1.5-2,5:1). Risiko kelumpuhan meningkat pada usia yang lebih tinggi,

terutama bila menyerang individu lebih dari 15 tahun (Sardjito,1997) dalam Utami 2006).

WHO memperkirakan adanya 140.000 kasus baru dari kelumpuhan yang diakibatkan oleh

poliomyelitis sejak tahun 1992 dengan jumlah keseluruhan penderita anak yang menderita

lumpuh akibat polio diperkirakan 10 sampai 20 juta orang (Biofarma, 2007).

Pemenuhan citeria telah ditetapkan WHO dan berhubungan persyaratan specimen

tinja untuk diuji di laboratorium. Hal yang berhubungan dengan specime tinja surverlans

AFP antara lain ketepatan waktu pengambilan stempel yang optimun yaitu tidak lebih dari

14 hari terjadinya paralysis, jumlah specimen yang diambil dengan jumlah yang cukup

sebanyak 2 kali, dengan selang waktu 24 jam, menggunakan wadah khusus untuk diuji di

laboratorium, penanganan dan pengiriman specimen harus diilakukan sedemikian rupa

sehingga suhunya terjaga 2-8 derajat dan tetap dalam keadaan segar (Ditjen PP & PL,

2006).

2. 2 Etiologi

Polio ini disebabkan oleh virus polio. Virus polio merupakkan virus yng termasuk

ke dalam genus enterovirus. Virus polio memiliki tiga tipe, yaitu tipe 1, 2 dan 3. Ketiga

virus tersebut dapat menyebabkan kelumpuhan. Di alam bebas, virus polio dapat bertahan

selama 48 jam pada musim kemarau dan dua minggu pada musim hujan. Di dalam usus

4

Page 5: ASKEP POLIO

manusia, virus dapat bertahan hidup sampai dua bulan. Virus polio tahan terhadap sabun,

detergen, alkohol, eter, dan kloroform, tetapi virus ini akan mati dengan pemberian

formaldelhida 0,3% klorin, pemanasan, dan sinar ultraviolet (Widoyono, 2011).

Virus poliomyelitis tergolong dalam enterovirus yang filtrabel. Dapat diidolasi 3

strain virus tersebut yaitu tipe 1 (Brunhilde), tipe 2 (lansing), tipe 3 (Leon). Infeksi dapat

terjadi oleh satu atau lebih tipe tersebut, yaitu dapat dibuktikan dengan dibuktikan dengan

ditemukannya 3 macam zat anti dalam serum seorang penderita. Epidemi yang luas dan

ganas biasanya disebabkan oleh virus tipe 1, epidemi yang ringan oleh tipe 3 sedangkan

tipe 2 kadang-kadang menyebabkan kasus yang sporadik (Ngastiyah, 1997).

Polivirus adalah virus RNA kecil yang terdiri atas tiga strain berbeda dan amat

menular. Virus akan menyerang sistem saraf dan kelumpuhan dapat terhjadi dalam

hitungan jam. Polio memnyerang tanpa mengenal usia, lima puluh persen kasus terjadi

pada anak usia antara 3 hingga5 tahun. Masa inkubasi polio dari gejala pertama berkisar

dar 3 hingga 35 hari.

Polio adalah penyakit menular yang dikategorikan sebagai penyakit peradaban.

Polio menular melaluyi kontak antar manusia. Polio dapat, menyebar luas diam-diam

karena sebagian besar penderita yang terinfeksi poliovirus tidak memiliki gejala sehingga

tidak tahu kalau mereka sendiri sedang terjangkit.

Virus masuk kedalam tubuh melalui mulut ketika seseorang memakan makanan

atau minuman yang terkontaminasi feses. Setelah seseorang terkena infeksi, virus akan

keluar melalui feses selama beberapa minggu dan saat itulah dapat terjadi penyularan

virus. Virus polio adalah virus yang termasuk dalam famili picornaviridae dan merupakan

penyebab penyakit poliometis. Virus ini memiliki diameter -30 mm, tahan pada keadaan

asam (pH3 atau lebih rendah), dan berbentuk ekosahedral. Virion (partikel penyusun)

virus polio terdiri dari empat protein kapsid yang berbeda, disebut VP1, VP2, VP3 dan

VP4. Genom (materi genetik) dari virus polio terdiri dari RNA utas tunggal positif (+)

yang berukuran 7441 nukleotida.

2.3 Patofisiologi

Polivirus merupakan RNA yang di transmisikan melalui infeksi dropiet dari

oral-faring (mulut dan tenggorokan) atau feses penderita yang terinfeksi. Penularan

terutama terjadi langsung dari manusia ke manusia melalui fekal-oral (dari feses ke mulut)

5

Page 6: ASKEP POLIO

atau yang agak jarang melalui oral-oral (dari mulut ke mulut). Melalui rute oral-fekal,

yaitu dari konsumsi dari air yang terkontaminasi feses (kotoran manusia). Sementara itu,

oral-oral adalah penyebaran dari air liur penderita yang masuk ke mulut manusia sehat

lainnya.

Apabila virus polio masuk kedalam tubuh melalui jalur makan (mulut) dan hidung,

berkembang biak di dalam tenggorokan dan saluran pencernaan, diserap dan disebarkan

melalui system pembuluh getah bening nasofaring atau usus, dan kemudian menyebar

melalui darah ke seluruh tubuh. Setelah virus masuk kedalam jaringan tubuh, virus akan

mengeluarkan neurotropik yang akan merusak akhiran saraf pada otot, yang menyebabkan

kelumpuhan dari organ gerak bahkan sampai otot mata.

Bila tertelan virus yang virulenm kira-kira 7-10 hari setelah tertelan virus,

keemudian terjadi penyebaran termasuk ke susunan syaraf pusat. Penyakit yang ringan

(minor illines) terjadi pada saat viremia, yaitu kira-kira hari ketujuh, sedangakan major

illness ditemuakn bila konsentrasi virus disusun syaraf pusat mencapai puncaknya yaitu

pada hari ke 12-14.

Daerah yang biasanya terken poliomyelitis adalah :

1. Medula spinalis terutama komu anterior.

2. Barang otak pada nucleus vestibularis dan inti-inti saraf cranial serta formasio

retikularis yang mengandung pusat vital.

3. Sereblum terutama inti-inti virmis.

4. Otak tengah “midbrain” terutama masa kelabu substansia nigra dan kadang-kadang

nucleus rubra.

5. Talamus dan hipoyalamus.

6. Palidium.

7. Korteks serebri, hanya daerah motorik.

Ketahanan virus di tanah dan air sangat bergantung pada kelembapan suhu dan

mikroba lainnya. Virus itu dapat bertahan lama pada air limbah dan air permukaan,

bahkan hingga berkilo-kilometer dari sumber penularan. Meski penularan terutama

akibat tercernanya lingkungan oleh virus polio dari penderita yang infeksius, virus itu

hidup di lingkungan terbatas.

6

Page 7: ASKEP POLIO

7

Page 8: ASKEP POLIO

2.4 Manifestasi Klinis

Penyakit polio terbagi 3 jenis sebagai berikut (Suharjo, 2010) :

1. Polio non-paralisis yang menyebabkan demam, muntah, sakit perut, lesu, kram otot

pada leher dan punggung otot terasa lembek jika disentuh. Hal ini berlangsung 2-

10 hari dan akan sembuh sempurna.

2. Polio paralisis spinal, yang menyerang saraf tulang belakang dan menghancurkan

sel pengontrol pergerakan tubuh. Kelumpuhan paling sering ditemukan pada kaki.

Namun, pada penderita yang tidak memiliki kekebalan atau belum di vaksinasi

virus ini biasanya akan menyerang seluruh bagian saraf tulang belakang dan batang

otak yang mengakibatkan kelumpuhan seluruh anggota gerak badan. Kelumpuhan

pada kaki menyebabkan tungkai menjadi lemas kondisi ini disebut accute flaccid

paralysis (AFP). Kelumpuhan tersebut bersifat asimetris (salah satu sisi) sehingga

menimbulkan deformitas (gangguan bentuk tubuh) yang cenderung menetap atau

bahkan menjadi lebih berat. Kelumpuhan itu berjalan bertahap dan memakan dua

hari hingga dua bulan. Sekitar 50%-70% fungsi otot pulih dalam waktu 609 bulan.

Kemudian setelah dua tahun, diperkirakan tidak terjadi lagi perbaikan kekuatan

otot. Orang yang telah menderita polio bukan tidak mungkin akan mengalami

gejala tambahan di masa depan seperti layu otot, gejala ini disebut sindrom post-

polio. Bagi penderita dengan tanda klinik paralitik 30% akan sembuh 30%

menunjukkan kelumpuhan ringan, 30% menunjukkan kelumpuhan berat dan 10%

menimbulkan kematian.

3. Polio bulbar, yang disebabkan oleh tidak adanya kekebalan alami sehingga batang

otak ikut terserang. Batang otak mengandung sel pengatur pernafasan dan saraf

yang mengirim sinyal ke berbagai otot yang mengontrol pergerakan bola mata,

muka, pendengaran, proses menelan dan berbagai fungsi dikerongkongan,

pergerakan lidah dan rasa, saraf yang mengirim sinyal ke jantung, usus, paru-paru

dan saraf tambahan pengatur pergerakan leher. Tanpa alat bantu pernapasan, polio

bulbar dapat menyebabkan kematian.

2.5 Penatalaksaan

a. Upaya pencegahan

Cara pencegahan yang utama adalah dengan memberikan imunisasi polio,

mengatakan kebersihan diri dan lingkungan keluarga, serta kebersihan alat dan bahan

8

Page 9: ASKEP POLIO

makanan serta minuman. Ada beberapa langkah upaya pencegahan penyakit polio ini,

diantaranya :

1. Eradikasi Polio

Dalam World Health Assembly tahun 1988 yang diikuti oleh sebagian besar

negara di seluruh penjuru dunia dibuat kesepakatan untuk melakukan Eradikasi

Polio (ERAPO) tahun 2000, artinya dunia bebas polio tahun 2000. Program ERAPO

yang pertama dilakukan adalah dengan melakukan cakupan imunisasi yang

menyeluruh.

2. PIN (Pekan Imunisasi Nasional)

Selanjutnya, pemerintah mengadakan PIN tahun 1995, 1996, dan 1997. Imunisasi

polio yang harus diberikan sesuai dengan rekomendasi WHO yaitu diberikan sejak

lahir sebanyak 4 kali dengan interval 6-8 minggu. Kemudian diulang pada saat usia

1,5 tahun, 5 tahun, dn usia 15 tahun.

3. Survailance Acute Flaccidd Paralysis

Yaitu mencari penderita yang dicurigai lumpuh layu pada usia di bawah 15 tahun.

Mereka harus diperiksa tinjanya untuk memastikan apakah karena polio atau bukab.

Berbagai kasus yang diduga polio harus benar-benar diperiksa di laboratorium

karena bisa saja kelumpuhan yang terjadi bukan karena polio.

4. Mopping Up

Artinya tindakan vaksinasi massal terhadap anak usia d bawah 5 tahun di daerah

ditemukannya penderita polio tanpa melihat statsus imunisasi polio sebelumnya.

Tampaknya di era globalisasi simana mobilitas penduduk antar negara sangat

tinggi dan cepat muncul kesulitan dalam mengendalikan penyebaran virus ini. Selain

pencegahan dengan vaksinasi polio, tentu harus disertai dengan peningkatan sanitasi

lingkungan dan sanitasi perorangan polio. Pengguanaan jamban keluarga, air bersih

memenuhi persyaratan kesehatan, serta memelihara kebersihan makanan merupakan

upaya pencegahan dan mengurangi resiko penularan virus polio yang kembali

mengkhawatirkan.

b. Pengobatan

Seorang penderita polio akan sulit diobati. Salah satu pengobatannya adalah dengan

pemberian imunisasii sejak balita. Pendertita polio dapat menular melalui air liur/feses.

9

Page 10: ASKEP POLIO

Virus polio dapat tahan dengan alkohol dan lisol, tetapi peka terhadap fermoldehida dan

larutan klorin. Suhu yang tinggi dapat mematikan virus tersebut. Namun, suhu yang

rendah dapat membuat virus ini bertahan hingga bertahun-tahun. Pemberian imunisasi

polio saat balita sangat membantu pencegahan polio di masa depan. Penyakit polio akan

lebih berbahaya jika menyerang orang dewasa yang belum diimunisasi sama sekali. Tidak

ada pengobatan untuk orang yang terinfeksi hanya pengobatan suportif. Seperti :

1. Analgesik

2. Bed rest untuk penyembuhan

3. Diet bernutrisi

4. Minimalakan excersice

5. Kompres hangat pada nyeri otot

6. Perawatan di rumah sakit untuk paralitik

7. Komplikasi polio pad kelemahan lengan dan kaki

2.6. Komplikasi

Beberapa pasien mengidap poliomyelitis, selama 10-40 tahun kemudian akan

menampakkan puncak dari gejala seperti kelemahan otot, penurunan kemampuan

beraktifitas sehari-hari dan atrofi otot. Gejala ini didefinisikan sebagai atrofi otot post-

polio yang berlanjut. Manifestasi lain dari post-polio sindrom termasuk nyeri otot,

deformitas tulang, kelelahan dan kram. Perkembangan kemunduran otot post-polio

sindrom umumnya lambat dan pada beberapa kasus tidak bisa dilihat hanya dalam 1-2

tahun (Berlin, 2012).

Beberapa komplikasi lain yang muncul mungkin terjadi, diantaranya :

1. Melena cukup berat sehingga memerlukan transfusi mungkin akibat dari satau atau

banyak erosi usus superficia, perforasi usus jarang..

2. Dilatasi lambumg akut dapat terajdi mendadal selama stadium akut atau konvalesen,

menyebabkan gangguan respirasi lebih lanjut, merupakan indikasi aspirasi lambung

segera dan pemakaian kantong eksternal.

3. Hipertensi ringan yang lamanya beberapa hari atau beberapa minggu biasa pada

stadium akut, mungkin akibat lesi pucat vasoregulator dalam medula dan terutama

akibat kurang ventilasi.

10

Page 11: ASKEP POLIO

4. Pada stadium lebih lanjut, karena imobilisasi, hipertensi dapat terjadi bersama

hiperkalsemia, nefrokalsinosis, dan lesi vaskuler.

5. Penglihatan kurang terang, nyeri kepala, dan rasa agak pusing yang bersama dengan

hipertensi harus dipandang sebagai peringatan konvlusi yang nyata.

6. Ketidakteraturan jantung tidak biasa, tetapi kelainan elektrokardiografi yang

memberi kesan miokarditis sering.

7. Kadang-kadang terjadi edema paru akut, terutama pada penderita dengan hipertensi

arterial. Emboli paru tidak biasa meskipun ada immobilisasi.

8. Abnomal neurologis, saraf yang mungkin terjadi pada pasien pengidap polionndan

menyebabkan eksasebasi atropi otot dan kelemahan.

9. Dekalsifikasi skelet mulai segera sesudah immobilisasi dan menyebabkan

hiperkalsiuria, yang selanjutnya memberi kecenderungan terhadap kalkuli, terutama

bila ada stastis urin dan infeksi. Masukan cairan yang banyak merupakan satu-

satunya cara profilaksis yang efektif. Penderita harus di mobilisasi sebanyak dan

seawal mungkin.

2.7 Prognosis

Prognosis Poliomyelitis tergantung pada jenis polio (sub-klinis, non paralitik atau

paralitik) dan bagian tubuh yang terkena. Jika tidak menyerang otak dan korda spinalis,

merupakan suatu keadaan gawat darurat yang mungkin akan menyebabkan kelumpuhan

atau kematian (biasanya akibat gangguan pernafasan). (Behrman et al, 1999).

Pada bentuk paralitik bergantung pada bagian mana yang terkena. Bentuk spiral

dengan paralisis pernafasan dapat ditolong dengan bantuan pernafasan mekanik. Tipe

bulber prognosis buruk, kematian biasanya karena kegagalan fungsi pusat pernafasan atau

infeksi sekunder pada jalan nafas. Otot-otot yang lumpuh dan tidak pulih kembali

menunnjukkan paralisis tipe flasid dengan atonia, arefleksia dan degenarasi.

Komplikasi residural tersebut ialah kontraktur terutama sendi, subluksasi bila otot

yang terkena sekita sendi, perubahan trofik oleh sirkulasi yang kurang sempurna hingga

mudah terjadi ulserasi. Pada keadaan ini diberikan pengobatan secara ortopedi. (Widyono,

2008).

Masalah prognosis yang paling utama adalah seberapa rusaknya sel induk besar

bagian aterior di spinal cord. Otot-otot terserang polio yang telah menunjukkan awal dan

kembalinya kekuatan yang berkembang dengan pesat mungkin dapat sembuh total. Hal itu

dapat terjadi, namun pasien yang hanya memiliki sedikit kekuatan otot pada akhir periode

11

Page 12: ASKEP POLIO

ini mungkin tidak akan pernah membuat pemulihan lengkap. Otot yang lumpuh pada akhir

periode ini mungkin akan selalu tetap demikian. Dengan kata lain, pada akhir periode ini,

sel-sel motorik tukang belakang telah atau belum pulih aktivitas fisiologis mereka dan

tidak ada perubahan di dalamnya yang dapat diharapkan lebih lanjut. (Shell, 2009).

12

Page 13: ASKEP POLIO

BAB III

GAMBARAN KASUS

Anak W berumur 3 tahun dibawa oleh kakaknya ke RS. Kakak pasien

menyatakan bahwa adiknya tiba-tiba merasa lemas di sekujur tubuhnya, dan tungkai

kanan susah digerakkan. Gejala awal demam (Suhu 38,9 C), kemudian mual-mual dan

muntah disertai pusing, hingga sekarang tidak mampu berdiri dan berjalan.

Kakak pasien merasa cemas karena adiknya belum pernah mendapatkan vaksin polio

sejak kecil. Imunisasi Hepatitis B-1 diberikan waktu 12 jam setelah lahir, BCG

diberikan saat lahir, Polio oral belum pernah diberikan. Tahap perkembangan anak

menurut teori psikososial, An. W mencari kebutuhan dasarnya seperti kehangatan,

makanan dan minuman serta kenyamanan dari orang tua sendiri. Keluarga berperan

aktif terutama ibu klien An. W dalam merawat klien. Lingkungan sekitar rumah

berada di area pemukiman kumuh. Persepsi keluarga tentang penyakit anak, keluarga

menganggap penyakit anak sebagai cobaan Tuhan.

Sebelum sakit nafsu makan anak  normal, namun. Sebelum sakit, BAB anak

normal 1X sehari, warna kulit kecoklatan, tekstur lunak, bau khas, sedangkan BAK

normal, warna kuning, aromatik, tidur dan istirahat 10 jam sehari, 2 jam tidur siang

dan 8 jam tidur malam. Selama sakit, nafsu makan berkurang, BAB konstipasi, BAK

normal, warna kuning, bau khas, selama sakit  sering terbangun. Hasil pemeriksaan

fisik didapatkan data RR normal (19x/menit), tidak ada penggunaan otot bantu

pernafasan. Pada pemeriksaan sampel feses ditemukan adanya Poliovirus. Pada

pemeriksaan serum ditemukan adanya peningkatan antibody.

Kemampuan Perawatan Diri 0 1 2 3 4

Kemampuan melakukan ROM √

Kemampuan Mobilitas di tempat tidur √

Kemampuan makan/minum √

Kemampuan toileting √

Kemampuan Mandi √

13

Page 14: ASKEP POLIO

Kemampuan berpindah  √

Kemampuan berpakaian √

Ket. :   0 = Mandiri     1= Menggunakan alat bantu  2 = dibantu orang lain

                 3 = Dibantu orang lain dan alat     4 = Tergantung Total

14

Page 15: ASKEP POLIO

BAB IV

PEMBAHASAN

3.1 Pengkajian

3.1.1 Amannesis

A. Identifikasi klien

Nama : An. W

Umur : 3 Tahun

Jenis Kelamin :Laki-laki

Agama : Islam

Pendidikan : PAUD

Suku / Bangsa : Jawa / Indonesia

Alamat : Sutorejo gang 20 No. 39, Surabaya

Tanggal MRS : 31 Oktober 2014 Jam MRS : 14.00 WIB

Tanggal pengkajian : 31 Oktober 2014

Diagnosa Medik : Polio

B. Identitas Orang tua

1. Ayah 2. Ibu

a. Nama : Tn. T a. Nama : Ny. s

b. Usia : 35 tahun b. Usia : 33 tahun

c. Jenis Kelamin : Laki-laki c. Jenis Kelamin : Perempuan

d. Pendidikan : SLTA d. Pendidikan : SLTA

15

Page 16: ASKEP POLIO

C. Identitas Saudara Kandung

No. Nama Usia HubunganStatus

Kesehatan

1. Tn. A 20 tahun Kakak Kandung Baik

3.1.2 Keluhan Utama : Lemas, tungkai kanan susah digerakkan

3.1.3 Riwayat Kesehatan

Riwayat kesehatan saat ini : Kakak pasien menyatakan bahwa adiknya tiba-tiba

merasa lemas di sekujur tubuhnya, dan tungkai kanan susah digerakkan. Gejala awal

demam (Suhu 38,9 C), kemudian mual-mual dan muntah disertai pusing, hingga

sekarang tidak mampu berdiri dan berjalan.

Riwayat kesehatan masa lalu :

Imunisasi : Hepatitis B-1 diberikan waktu 12 jam setelah lahir, BCG diberikan saat

lahir, Polio oral belum pernah diberikan.

Status Gizi : Baik, Tahap perkembangan anak menurut teori psikososial : Klien An.

W mencari kebutuhan dasarnya seperti kehangatan, makanan dan minuman serta

kenyamanan dari orang tua sendiri.

Penyakit yang pernah dialami : Batuk : iya, Demam : iya, Diare : - , Kejang : -

Kecelakaan yang dialami : Jatuh : -, tenggelam : -, lalu lintas : -, keracunan : -

Pernah dioperasi : -

Allergi : makanan : -, obat-obatan : -, zat/substansi kimia : -, textil : -

Konsumsi obat-obatan bebas : -.

Perkembangan anak dibanding saudara-saudaranya : Sama

Riwayat Kesehatan Keluarga : alergi : -, asma : -, TBC : -, hypertensi : -, penyakit jantung : -, stroke : -, anemia : -, hemopilia : -, arthritis : -, migrain : -, DM : -, kanker : -, Jiwa : -.

3.1.4 Riwayat Imunisasi

16

Page 17: ASKEP POLIO

No. Jenis Imunisasi Waktu PemberianReaksi setelah

pemberian

1. BCG Saat lahir Normal

2. Polio (I,II,III,IV) Belum pernah Normal

3. Hepatitis 12 jam setelah lahir Normal

3.1.5 Pengkajian pola Gordon :

1. Pola Persepsi Kesehatan : Kakak pasien tampak merasa cemas karena adiknya

belum pernah mendapatkan vaksin polio sejak kecil, Persepsi keluarga tentang

penyakit anaknya itu karena cobaan Tuhan.

2. Pola Nutrisi Metabolik :

Sebelum sakit : Nafsu makan anak normal

Saat pengkajian : Nafsu makan berkurang

3. Pola Eliminasi :

Sebelum sakit : BAB anak normal 1X sehari, warna kulit kecoklatan, tekstur

lunak, bau khas, sedangkan BAK normal, warna kuning, aromatik

Saat pengkajian : BAB konstipasi, BAK normal, warna kuning, bau khas

4. Pola Aktivitas dan Latihan

Kemampuan Perawatan Diri 0 1 2 3 4

Kemampuan melakukan ROM √

Kemampuan Mobilitas di tempat tidur √

Kemampuan makan/minum √

Kemampuan toileting √

Kemampuan Mandi √

Kemampuan berpindah  √

Kemampuan berpakaian √

Ket. :   0 = Mandiri     1 = Menggunakan alat bantu  2 = dibantu orang lain

17

Page 18: ASKEP POLIO

                 3 = Dibantu orang lain dan alat     4 = Tergantung Total

5. Pola Tidur dan Istirahat :

Sebelum sakit : tidur dan istirahat 10 jam sehari,2 jam tidur siang dan 8 jam

tidur malam

Selama pengkajian : Sering terbangun

6. Pola Persepsi :

Keluarga menganggap penyakit anak sebagai cobaan Tuhan.

3.1.6 Pemeriksaan Fisik

A. Keadaaan umum klien : Lemah dan lemas

B. Tanda-tanda vital : Suhu : 38,9oC

Respirasi : Normal (19x/menit)

C. B1 (pernafasan) : Hidung : Tidak ada pernafasan cuping hidung, secret (-), polip

(-)

Leher : Pembesaran kelenjar (-), tumor (-)

Dada : Bentuk normal, gerakan dada simetris, retraksi (-), Otot

bantu pernafasan (-), ronchi (-), Wheezing (-)

D. B2 (kardiovaskuler) : Konjungtiva : anemia (-), cianosis (-)

Ukuran jantung : normal, ictus cordis teraba

Suara jantung : S1 S2 tunggal

E. B3 (persyarafan) : Nervus X : rangsangan muntah

F. B4 (perkemihan) : Normal

G. B5 (pencernaan) : Sklera : ikterus (-), bibir : lembab, mulut : stomatitis (-), gaster

: Mual-mual dan muntah, nafsu makan berkurang

H. B6 (musculoskeletal) : Tidak mampu berdiri dan berjalan, tungkai kanan

susah digerakkan, kemampuan ROM dibantu orang lain.

18

Page 19: ASKEP POLIO

3.1.7 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium :

Pada pemeriksaan sampel feses ditemukan adanya Poliovirus. Pada pemeriksaan

serum ditemukan adanya peningkatan antibody.

Analisis Data

Nama Klien : An. W

Ruang Rawat : Anak di kelas 2C

Diagnosa Medik : Poliomyelitis

No. Data Etiologi Masalah Keperawatan

1. Do : Suhu tubuh 38,9oC, adanya

peningkatan antibodi

Ds : Kakak pasien mengatakan

belum pernah diimunisasi polio

Virus masuk kedalam

tubuh

Infeksi

Inflamasi

Suhu tubuh meningkat

Hipertermi

2. Do : Lemah, sulit berjalan

Ds : Kakak pasien mengatakan

badan pasien lemas disekujur

tubuhnya dan tungkai kanan

sulit digerakan

Virus masuk kedalam

tubuh

Infeksi

Gangguan saraf

Paralisis (kram otot)

Gangguan mobilitas

fisik

3. Do : terlihat lemas, mual

muntah dan konstipasi

Ds : -

Virus masuk kedalam

tubuh

Virus menyerang

batang otak

Perubahan nutrisi

kurang dari kebutuhan

19

Page 20: ASKEP POLIO

Gangguan saraf pada

lambung

Intake nutrisi berkurang

3.2 Diagnosa Keperawatan

1. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi dan inflamasi

2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan, paralysis

3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia,

mual dan muntah

3.3 Intervensi Keperawatan

1. Hipertermi berhubungan dengan proses infeks idan inflamasi

NOC : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam pasien menunjukkan : Suhu

tubuh dalam batas normal dengan kriteria hasil:

- Suhu 36 – 37C

- Nadi dan RR dalam rentang normal

- Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing.

Intervensi (NIC) Rasional

Pantau Tanda-tanda vital Mengetahui perubahan dan perkembangan

fisik pasien

Lepaskan pakaian yang berlebihan dan tutupi

pasien dengan selimut

Mengurangi suhu panas dan pengap

Gunakan washlap dingin di aksila, kening,

tengkuk, dan lipat dada

Mengurangi suhu pasien

Anjurkan kepada orang tua pasien agar

member asupan cairan oral, sedikitnya 2000

ml per hari

Mengganti cairan yang menguap saat demam

dan cairan yang keluar melalui keringat agar

mencegah dehidrasi

20

Page 21: ASKEP POLIO

Beritahu orang tua pasien agar anak tidak

dimandikan dengan air biasa

Bisa menyebabkan pasien menggigil

Jelaskan pada orang tua bahwa demam

adalah tindakan perlindungan dan tidak

berbahaya kecuali demam > 41oC

Agar orang tua pasien tidak cemas

2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan, paralisis

NOC : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24jam. Gang. mobilitas fisik

teratasi dengan kriteria hasil:

- Klien meningkat dalam aktivitas fisik.

- Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas.

- Tidak ada kontraktur sendi.

- Memperagakan penggunaan alat bantu untuk mobilisasi (walker).

Intervensi (NIC) Rasional

Fasilitasi penggunaan postur dan pergerakan

dalam aktivitas sehari hari

Mencegah keletihan dan ketegangan atau

cedera musculoskeletal

Health education pada orang tua agar

membimbing pasien untuk latihan rentang

gerak aktif pada anggota gerak yang sehat

minimal 4 kali sehari

Mempertahankan atau meningkatkan

kekuatan otot

Ambulasi dengan cara meningkatkan dan

membantu dalam berjalan

Mempertahankan atau mengembalikan fungsi

tubuh autonom dan volunteer selama

pengobatan dan pemulihan dari kondisi sakit

Mobilitas sendi menggunakan gerakan tubuh

aktif dan pasif

Mempertahankan atau mengembalikan

fleksibilitas sendi

Pengaturan posisi secara hati-hati Meningkatkan kesejahteraan fisiologis dan

psikologis

Bantu perawatan diri untuk berpindah posisi

untuk pasien

Mengubah posisi tubuh

21

Page 22: ASKEP POLIO

3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

NOC : setelah 2 x 24 jam pasien memperlihatkan status gizi baik asupan cairan maupun

makanan baik

Kriteria Hasil :

- Pasien memperlihatkan peningkatan berat badan yang progresif. 

- Nilai laboratorium pasien (albumin, protein, elektrolit) menunjukkan nilai normal

- Mual muntah berkurang dan nafsu makan bertambah.

Intervensi (NIC) Rasional

Kaji status nilai secara kontinu, selama

perawatan setiap hari, perhatikan tingkat

energy : kondisi kulit, kuku, rambut, rongga

mulut, keinginan untuk makan atau anoreksia

Memberikan kesempatan untuk observasi

penyimpangan dari normal atau dasar pasien

dan mempengaruhi pilihan intervensi

Timbang berat badan setiap hari dan

bandingkan dengan berat saat penerimaan

Membuat data dasar, membantu dalam

memantau keefektifan aturan teraupetik, dan

menyadarkan perawat terhadap

ketidaktepatan cara

Dokumentasikan, masukan oral selama 24

jam, riwayat makanan, dan jumlah kalori

yang tepat

Mengidentifikasikan ketidakseimbangan

antara perkiraan kebutuhan nutrisi dan

masukan actual

Beri suasana makan yang nyaman Untuk mengurangi gangguan nafsu makan

Kaji fungsi Gastrointestinal dan toleransi

pada pemberian makanan enteral : catat

bising usus, keluhan mual/ muntah,

ketidaknyamanan abdomen : adanya diare

atau konstipasi, terjadinya kelemahan, sakit

kepala, diaphoresis, takikardi, kram abdomen

Saluran Gastrointestinal berisiko tinggi pada

disfungsi dini danatrofi dari penyakit dan

malnutrisi

22

Page 23: ASKEP POLIO

Berikan porsi makan sedikit tetapi dengan

frekuensi sering

Bila dijumlah maka masukan kalori perhari

akan sama dengan porsi dan frekuensi biasa

Kolaborasi rujuk pada ahli gizi Membantu dalam identifikasi deficit nutrient

dan kebutuhan terhadap intervensi nutrisi

parenteral atau enteral

3.4 Pencegahan Primer, Sekunder, dan Tersier

a.    Pencegahan primer

Pencegahan primer adalah upaya memodifikasi faktor risiko atau mencegah berkembangnya

faktor risiko, sebelum dimulainya perubahan patologis, dilakukan pada tahap suseptibel dan 

induksi penyakit, dengan tujuan mencegah atau menunda terjadinya kasus baru penyakit

(AHA Task Force, 1998).

Pencegahan primer pada penyakit polio yaitu

Melakukan cakupan imunisasi yang tinggi dan menyeluruh 

Pekan Imunisasi Nasional yang telah dilakukan Depkes tahun 1995, 1996, dan 1997.

Pemberian imunisasi polio yang sesuai dengan rekomendasi WHO adalah diberikan sejak

lahir sebanyak 4 kali dengan interval 6-8 minggu. Kemudian diulang usia 1½ tahun, 5 tahun,

dan usia 15 tahun

Survailance Acute Flaccid Paralysis atau penemuan penderita yang dicurigai lumpuh layuh

pada usia di bawah 15 tahun harus diperiksa tinjanya untuk memastikan karena polio atau

bukan.

Melakukan Mopping Up, artinya pemberian vaksinasi massal di daerah yang ditemukan

penderita polio terhadap anak di bawah 5 tahun tanpa melihat status imunisasi polio

sebelumnya.

b.     Pencegahan sekunder

Pencegahan sekunder merupakan upaya pencegahan pada fase penyakit asimtomatis, tepatnya

pada tahap preklinis, terhadap timbulnya gejala-gejala penyakit secara klinis melalui deteksi

dini (early detection). Jika deteksi tidak dilakukan dini dan terapi tidak diberikan  segera

23

Page 24: ASKEP POLIO

maka akan terjadi gejala klinis yang merugikan. Deteksi dini penyakit sering disebut

“skrining”. Skrining adalah identifikasi yang menduga adanya penyakit atau kecacatan yang

belum diketahui dengan menerapkan suatu tes, pemeriksaan, atau prosedur lainnya, yang

dapat dilakukan dengan cepat. Tes skrining memilah orang-orang yang tampaknya

mengalami penyakit dari orangorang yang tampaknya tidak mengalami penyakit. Tes

skrining tidak dimaksudkan sebagai diagnostik. Orang-orang yang ditemukan positif atau

mencurigakan dirujuk ke dokter untuk penentuan diagnosis dan pemberian pengobatan yang

diperlukan (Last, 2001).

Pencegahan sekunder pada penyakit polio : Pengobatan pada penyakit polio sampai sekarang

belum ditemukan cara atau metode yang paling tepat. Sedangkan penggunaan vaksin yang

ada hanya untuk mencegah dan mengurangi rasa sakit pada penderita.

 

c.    Pencegahan Tersier

Pencegahan tersier adalah upaya pencegahan progresi penyakit ke arah berbagai  akibat 

penyakit  yang lebih buruk, dengan tujuan memperbaiki kualitas hidup pasien.  Pencegahan

tersier biasanya dilakukan oleh para dokter dan sejumlah profesi kesehatan lainnya (misalnya,

fisioterapis).

Pencegahan tersier pada penyakit polio : dilakukan dengan beristirahat dan menempatkan

pasien ke tempat tidur, memungkinkan anggota badan yang terkena harus benar-benar

nyaman. Jika organ pernapasan terkena, alat pernapasa terapi fisik mungkin diperlukan. Jika

kelumpuhan atau kelemahan berhubung pernapasan diperlukan perawatan intensif.

 3.5 Aspek Legal Etis

Identifikasi Issu

Kasus Dilema Etik

Anak W berumur 3 tahun dibawa oleh kakaknya ke RS. Kakak pasien

menyatakan bahwa adiknya tiba-tiba merasa lemas di sekujur tubuhnya, dan tungkai

kanan susah digerakkan. Gejala awal demam (Suhu 38,9 C), kemudian mual-mual dan

muntah disertai pusing, hingga sekarang tidak mampu berdiri dan berjalan.

Kakak pasien merasa cemas karena adiknya belum pernah mendapatkan vaksin polio

sejak kecil. Imunisasi Hepatitis B-1 diberikan waktu 12 jam setelah lahir, BCG

24

Page 25: ASKEP POLIO

diberikan saat lahir, Polio oral belum pernah diberikan. Tahap perkembangan anak

menurut teori psikososial, An. W mencari kebutuhan dasarnya seperti kehangatan,

makanan dan minuman serta kenyamanan dari orang tua sendiri. Keluarga berperan

aktif terutama ibu klien An. W dalam merawat klien. Lingkungan sekitar rumah

berada di area pemukiman kumuh. Persepsi keluarga tentang penyakit anak, keluarga

menganggap penyakit anak sebagai cobaan Tuhan. Keluarga meminta perawatan yang

terbaik untuk anaknya.

Analisa Kasus

Kasus diatas menjadi suatu dilema etik bagi perawat dimana dilema etik itu

didefinisikan sebagai suatu masalah yang melibatkan dua (atau lebih) landasan moral

suatu tindakan tetapi tidak dapat dilakukan keduanya. Ini merupakan suatu kondisi

dimana setiap alternatif tindakan memiliki landasan moral atau prinsip. Pada dilema

etik ini sukar untuk menentukan yang benar atau salah dan dapat menimbulkan

kebingungan pada tim medis yang dalam konteks kasus ini khususnya pada perawat

karena dia tahu apa yang harus dilakukan, tetapi banyak rintangan untuk

melakukannya. Menurut Thompson & Thompson (1981) dilema etik merupakan suatu

masalah yang sulit dimana tidak ada alternatif yang memuaskan atau situasi dimana

alternatif yang memuaskan atau tidak memuaskan sebanding. Untuk membuat

keputusan yang etis, seorang perawat harus bisa berpikir rasional dan bukan

emosional.

Perawat tersebut berusaha untuk memberikan pelayanan keperawatan yang

sesuai dengan etika dan legal yaitu dia menghargai keputusan yang dibuat oleh pasien

dan keluarga. Selain itu dia juga harus melaksanakan kewajibannya sebagai perawat

dalam memenuhi hak-hak pasien salah satunya adalah memberikan informasi yang

dibutuhkan pasien dan keluarga atau informasi tentang kondisi dan penyakitnya. Hal

ini sesuai dengan salah satu hak pasien dalam pelayanan kesehatan menurut American

Hospital Assosiation dalam Bill of Rights. Memberikan informasi kepada pasien dan

keluarga merupakan suatu bentuk interaksi antara pasien dan tenaga kesehatan. Sifat

hubungan ini penting karena merupakan faktor utama dalam menentukan hasil

pelayanan kesehatan.

Penyelesaian kasus dilema etik seperti ini diperlukan strategi untuk

mengatasinya karena tidak menutup kemungkinan akan terjadi perbedaan pendapat

antar tim medis yang terlibat termasuk dengan pihak keluarga pasien. Jika perbedaan

25

Page 26: ASKEP POLIO

pendapat ini terus berlanjut maka akan timbul masalah komunikasi dan kerjasama

antar tim medis menjadi tidak optimal. Hal ini jelas akan membawa dampak

ketidaknyamanan pasien dalam mendapatkan pelayanan keperawatan. Berbagai model

pendekatan bisa digunakan untuk menyelesaikan masalah dilema etik ini antara lain

model dari Megan, Kozier.

Berdasarkan pendekatan model Megan, maka kasus dilema etik perawat yang

merawat An. A ini dapat dibentuk kerangka penyelesaian sebagai berikut :

1. Mengkaji situasi

Dalam hal ini perawat harus bisa melihat situasi, mengidentifikasi masalah/situasi dan

menganalisa situasi. Dari kasus diatas dapat ditemukan permasalahan atau situasi

sebagai berikut :

An. W yang diwakilkan keluarga menggunakan haknya sebagai pasien untuk

mengetahui penyakit yang dideritanya sekarang sehingga keluarga meminta

perawat tersebut memberikan informasi tentang hasil pemeriksaan kepadanya. 

Rasa kasih sayang keluarga An. W terhadap An. W membuat keluarganya

berniat menyembunyikan informasi tentang hasil pemeriksaan tersebut dan

meminta perawat untuk tidak menginformasikannya kepada An. W dengan

pertimbangan keluarga takut jika An. W akan takut, tidak mau menerima

kondisinya dan dikucilkan/dijauhi oleh teman-temannya.

Perawat merasa bingung dan dilema dihadapkan pada dua pilihan dimana dia

harus memenuhi permintaan keluarga, tapi disisi lain dia juga harus memenuhi

haknya pasien untuk memperoleh informasi tentang hasil pemeriksaan atau

kondisinya.

2. Masalah Etik Moral

Berdasarkan kasus dan analisa situasi diatas maka bisa menimbulkan permasalahan

etik moral jika perawat tersebut tidak memberikan informasi kepada An. W terkait

dengan penyakitnya karena itu merupakan hak pasien untuk mendapatkan informasi

tentang kondisi pasien termasuk penyakitnya.

3. Membuat Tujuan dan Rencana Pemecahan

Alternatif-alternatif rencana harus dipikirkan dan direncanakan oleh perawat bersama

tim medis yang lain dalam mengatasi permasalahan dilema etik seperti ini. Adapun

alternatif rencana yang bisa dilakukan antara lain :

26

Page 27: ASKEP POLIO

1. Perawat akan melakukan kegiatan seperti biasa tanpa memberikan informasi hasil

pemeriksaan/penyakit An. W kepada An. W saat itu juga, tetapi memilih waktu yang

tepat ketika kondisi pasien dan situasinya mendukung.

Hal ini bertujuan supaya An. W tidak panic yang berlebihan ketika

mendapatkan informasi seperti itu karena sebelumnya telah dilakukan

pendekatan-pendekatan oleh perawat. Selain itu untuk alternatif rencana ini

diperlukan juga suatu bentuk motivasi/support sistem yang kuat dari keluarga.

Keluarga harus tetap menemani An. W tanpa ada sedikitpun perilaku dari

keluarga yang menunjukkan denial ataupun perilaku menghindar dari An. W.

Dengan demikian diharapkan secara perlahan, An. W akan merasa nyaman

dengan support yang ada sehingga perawat dan tim medis akan

menginformasikan kondisi yang sebenarnya.

Ketika jalannya proses sebelum diputuskan untuk memberitahu An. W tentang

kondisinya dan ternyata An. W menanyakan kondisinya ulang, maka perawat

tersebut bisa menjelaskan bahwa hasil pemeriksaannya masih dalam proses

tim medis.

Alternatif ini tetap memiliki kelemahan yaitu perawat tidak segera

memberikan informasi yang dibutuhkan An. W dan tidak jujur saat itu

walaupun pada akhirnya perawat tersebut akan menginformasikan yang

sebenarnya jika situasinya sudah tepat. Ketidakjujuran merupakan suatu

bentuk pelanggaran kode etik keperawatan.

2. Perawat akan melakukan tanggung jawabnya sebagai perawat dalam memenuhi hak-

hak pasien terutama hak An. W untuk mengetahui penyakitnya, sehingga ketika hasil

pemeriksaan sudah ada dan sudah didiskusikan dengan tim medis maka perawat akan

langsung menginformasikan kondisi An. W tersebut atas seijin dokter.

Alternatif ini bertujuan supaya An.W merasa dihargai dan dihormati haknya

sebagai pasien serta perawat tetap tidak melanggar etika keperawatan. Hal ini

juga dapat berdampak pada psikologisnya dan proses penyembuhannya.

Misalnya ketika An. W mengetahui penyakitnya sendiri atau tahu dari anggota

keluarga yang membocorkan informasi, maka An. W akan beranggapan

bahwa tim medis terutama perawat dan keluarganya sendiri berbohong

kepadanya.

Dia bisa beranggapan merasa tidak dihargai lagi atau berpikiran bahwa

perawat dan keluarganya merahasiakannya karena polio merupakan penyakit

27

Page 28: ASKEP POLIO

menular . Kondisi seperti inilah yang mengguncangkan psikis An.W nantinya

yang akhirnya bisa memperburuk keadaan An.W. Sehingga pemberian

informasi secara langsung dan jujur kepada An. W perlu dilakukan untuk

menghindari hal tersebut.

4. Melaksanakan Rencana

Dalam mengambil keputusan pada pasien dengan dilema etik harus berdasar

pada prinsip-prinsip moral yang berfungsi untuk membuat secara spesifik apakah

suatu tindakan dilarang, diperlukan atau diizinkan dalam situasi tertentu,yang meliputi

:

a. Autonomy / Otonomi :Memberikan kebebasan untuk klien dan keluarga

menentukan pilihan yang paling sesuai bagi klien dan didasari oleh pemahaman

klien yang baik. Bila diperlukan dalam mengamalkannya harus diawali dengan

upaya pemberian informasi yang lengkap.

Pada prinsip ini perawat harus menghargai apa yang menjadi keputusan pasien

dan keluarganya, tapi ketika pasien menuntut haknya dan keluarganya tidak

setuju maka perawat harus mengutamakan hak An. W tersebut untuk

mendapatkan informasi tentang kondisinya melalui orang tua karena anak

masih dalam hak asuh orang tua, dan anak masih belum cukup umur untuk

mengetahui semua informasi tentang penyakitnya.

b. Benefesience / Kemurahan Hati: Melakukan dan atau memberikan yang terbaik

dan paling dimungkinkan untuk dilakukan.

Prinsip ini mendorong perawat untuk melakukan sesuatu hal atau tindakan

yang baik dan tidak merugikan An. W. Sehingga perawat bisa memilih

diantara 2 alternatif diatas mana yang paling baik dan tepat untuk An. W dan

sangat tidak merugikan An. W.

c. Justice / Keadilan: Berlaku adil dan tidak membeda bedakan perlakuan terhadap

klien dengan klien lainnya. Memberikan segala sesuatu yang menjadi hak klien

dalam asuhannya sesuai dengan kondisi klien.

Perawat harus menerapkan prinsip moral adil dalam melayani pasien. Adil

berarti An. W mendapatkan haknya sebagaimana pasien yang lain juga

mendapatkan hak tersebut yaitu memperoleh informasi tentang penyakitnya

secara jelas sesuai dengan konteksnya/kondisinya.

28

Page 29: ASKEP POLIO

d. Nonmaleficience / Tidak merugikan: Menghindari melakukan yang kurang atau

tidak baik dan tidak disukai klien.

Keputusan yang dibuat perawat tersebut nantinya tidak menimbulkan kerugian

pada An. W baik secara fisik ataupun psikis nantinya.

e. Veracity / Kejujuran: Berlaku jujur, menghindari menyampaikan atau melakukan

yang tidak sesungguhnya atau tidak benar ( melakukan kebohongan)

Perawat harus bertindak jujur jangan menutup-nutupi atau membohongi An.

W tentang penyakitnya. Karena hal ini merupakan kewajiban dan tanggung

jawab perawat untuk memberikan informasi yang dibutuhkan Tn. A secara

benar dan jujur sehingga An. W akan merasa dihargai dan dipenuhi haknya.

f. Fedelity / Menepati Janji: Loyalitas dan komitment terhadap tugas dan

pekerjaannya sesuai dengan profesinya. Bersikap positif tentang dan terhadap

klien. Menjaga rahasia dan menjamin hubungan saling percaya dan saling

menghormati

Perawat harus menepati janji yang sudah disepakati dengan An. W sebelum

dilakukan pemeriksaan yang mengatakan bahwa perawat bersedia akan

menginformasikan hasil pemeriksaan kepada An. A jika hasil pemeriksaannya

sudah selesai. Janji tersebut harus tetap dipenuhi walaupun hasilnya

pemeriksaan tidak seperti yang diharapkan karena ini mempengaruhi tingkat

kepercayaan An.W terhadap perawat tersebut nantinya.

g. Confidentiality / Kerahasiaan

Perawat akan berpegang teguh dalam prinsip moral etik keperawatan yaitu

menghargai apa yang menjadi keputusan pasien dengan menjamin kerahasiaan

segala sesuatu yang telah dipercayakan pasien kepadanya kecuali seijin pasien.

Membuat Keputusan

Berdasarkan pertimbangan prinsip-prinsip moral tersebut keputusan yang bisa

diambil dari dua alternatif diatas lebih mendukung untuk alternatif ke-2 yaitu secara

langsung memberikan informasi tentang kondisi pasien setelah hasil pemeriksaan

selesai, namun karena anak masih dalam hak asuh orang tua dan anak belum cukup

umur untuk menerima informasi tetang penyakitnya maka kedua orang tualah yang

akan menjelaskan kepada sang anak dan juga perawat dengan pendekatan-pendekatan

dan caring serta komunikasi terapeutik.

29

Page 30: ASKEP POLIO

BAB V

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Penyakit polio merupakan penyakit infeksi paralisis yang disebabkan oleh virus. Agen

dan pembawa penyakit ini merupakan virus yang dinamakan polivirus (PV) dan masuk

ketubuh melalui mulut dan menginfeksi usus. Virus ini dapat memasuki aliran darah dan

mengalir ke system saraf pusat yang menyebabkan melemahnya otot dan terkadang

kelumpuhan (Chin,2006 : 482).

Polio termasuk penyakit menular melalui kontak antar manusia, dapat menyebar luas secara

diam-diam karena sebagian penderita yang terinfeksi polio virus tidak memiliki gejala

sehingga tidak tahu kalau mereka sendiri sedang terjangkit (Cahyono, 2010).

Virus poliomyelitis tergolong dalam enterovirus yang filtrabel. Dapat diidolasi 3 strain virus

tersebut yaitu tipe 1 (Brunhilde), tipe 2 (Lansing), dantipe 3 (Leon). (Ngastyah, 1997).

Prognosis poliomyelitis tergantung pada jenis polio (sub-klinis), non paralitik atau paralitik)

dan bagian tubuh yang terkena. Jika tidak menyerang otak dan kordaspinalis, kemungkinan

akan terjadi pemulihan total. Jika menyerang otak atau kordaspinalis, merupakan suatu

keadaan gawat darurat yang mungkin akan menyebabkan kelumpuhan atau kematian

(biasanya akibat gangguan pernafasan). (Behrman et al, 1999).

4.2 Saran

Sebagai seorang perawat sebaiknya kita mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan

polio dengan jelas agar dapat menunjang keahlian perawat dalam melaksanakan praktek

keperawatan, mampu menegakkan diagnosis dan intervensi secara tepat dan cepat, sehingga

dapat memperpendek masa patologis penyakit pada tubuh klien.

30

Page 31: ASKEP POLIO

DAFTAR PUSTAKA

Behman, Richard E et al.1999. Ilmu Kesehatan Nelson Vol.2 Jakarta : EGC

Behman, et al.1999. Ilmu Kesehatan Anak Jilid 2. Hal 632-634. Jakarta: FKUI

Behman, Kliegman & Arvin, Nelson, 2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Vol.2. jakarta:

Penerbit Buku Kedokteran EGC

Cahyono, Suharjo B. 2010. Vaksinasi Cara Ampuh Cegah Pnyakit Infeksi. Yogyakarta:

Penerbit KANISUS

Carperito-Monyet, Lynda Juall. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatn edisi 10. Jakarta:

EGC

Doenges dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan edisi 3. Jakarta: EGC

L. Heymann, David dan R. Bruce Aylward 2004. Polimyetis Switzerland : Geneva 12116

M.D, Paul E. Peach. 2004. Polimyrtis. Warm Springs: GA 31830

Pemeriksaandiagnostic pada polio diakses melalui

http://afie.staff.uns.ac.id/2009/02/24/diagnosis-infeksi-virius-polio pada 18 september 2013

Schwartz, M. William. 2004. Pedoman Klinis Pediatri. Jakarta: EGC

Schwartz, M. William. 2005. Pedoman Klinis Pediatri. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran

Buku EGC

Shell, Marc. 2009. “Polio and Its Aftermath: The Paralysis of Culture. Diakses dari google

book 18 september 2013

Widyono, (2011). Penyakit Tropis : Epidemiologi, Penuluran, Pencegahan &

Pemberantasannya, Edisi Kedua. Jakarta: Erlangga

Widyono, 2008. “Penyakit Tropik Epidemlogi, Penularan, Pencegahan & Pemberantasan”.

Jakarta: Penerbit Airlangga

31

Page 32: ASKEP POLIO

Wilkinson, Judith dkk. 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan edisi 9. Jakarta: EGC

Wilson, Walter R. 2001. Current Diagnosisand Treatmant in Infectious Disease. USA :

McGraw-Hill Companies, Inc

viasofiana29.wordpress.com/2013/05/03/poliomyelitis/

32