Askep Spondilitis TB

25
ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN MUSKULOSKELETAL DENGAN SPONDILITIS TUBERKULOSIS Disusun Oleh : Kelas Transfer IA AKBAR DWI NUGRAHA GESTI LESTARI NINGSIH LILIS KURNIA RAHAYU NURYATI WISNU SAPUTRO PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

description

askep spondilitis, Askep Spondilitis, Askep spondilitis TB

Transcript of Askep Spondilitis TB

Page 1: Askep Spondilitis TB

ASUHAN KEPERAWATAN

GANGGUAN MUSKULOSKELETAL

DENGAN SPONDILITIS TUBERKULOSIS

Disusun Oleh :

Kelas Transfer IA

AKBAR DWI NUGRAHA

GESTI LESTARI NINGSIH

LILIS KURNIA RAHAYU

NURYATI

WISNU SAPUTRO

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

2015

Page 2: Askep Spondilitis TB

BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Tuberkulosis tulang belakang atau dikenal juga dengan spondilitis tuberkulosa

merupakan peradangan granulomatosa yang bersifat kronik destruktif yang disebabkan oleh

mikrobakterium tuberkulosa. Spondilitis tuberkulosa dikenal juga sebagai penyakit Pott atau

paraplegi Poot. Penyakit ini merupakan penyebab paraplegia terbanyak setelah trauma, dan

banyak dijumpai di Negara berkembang.

Tuberkulosis tulang dan sendi 50% merupakan spondilitis tuberkulosa. Pada negara

yang sedang berkembang, sekitar 60% kasus terjadi pada usia dibawah usia 20 tahun.

Sedangkan pada negara maju, lebih sering mengenai pada usia yang lebih tua. Meskipun

perbandingan antara pria dan wanita hampir sama, namun biasanya pria lebih sering terkena

dibanding wanita yaitu 1,5:2,1. Di Indonesia tercatat 70% spondilitis tuberkulosis dari

seluruh tuberkulosis tulang yang terbanyak di daerah Ujung Pandang. Umumnya penyakit ini

menyerang orang-orang yang berada dalam keadaan sosial ekonomi rendah

Seseorang yang menderita spondilitis akan mengalami kelemahan bahkan

kelumpuhan atau paling kurang mengalami kelemahan tulang, dimana dampak tersebut akan

mempengaruhi aktifitas klien, baik sebagai individu maupun masyarakat..

Perawat berperan penting dalam mengidentifikasikan masalah-masalah dan mampu

mengambil keputusan secara kritis menangani masalah tersebut serta mampu berkolaborasi

dengan tim kesehatan yang lain untuk dapat memberikan asuhan keperawatan yang optimal.

Penulis tertarik menyusun laporan kasus mengenai asuhan keperawatan dengan gangguan

sistem muskuloskletal : spondilitis tuberkulosisi di Ruang Saraf (L) RSUD Dr. Soedarso

Pontianak dari data tersebut diatas untuk meningkatkan asuhan keperawatan yang sistematis,

menyeluruh dan berkesinambungan yang bertujuan untuk mencegah, meningkatkan dan

mempertahankan stasus kesehatan klien.

B.     Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan laporan kasus ini adalah :

1. Memperoleh suatu gambaran tentang asuhan keperawatan pada klien dengan spondilitis

tuberkulosis.

2. Mengaplikasikan teori mengenai asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan

sisitem muskuloskletal : spondilitis tuberkulosis.

Page 3: Askep Spondilitis TB

BAB II

LANDASAN TEORI

1. Pengertian

Spondilitis tuberculosa adalah infeksi yang sifatnya kronis berupa infeksi granulomatosis

di sebabkan oleh kuman spesifik yaitu mycubacterium tuberculosa yang mengenai tulang

vertebra (Abdurrahman, et al 1994; 144 )

Tuberculosis tulang belakang atau disebut juga spondilitis tuberkulosa merupakan

peradangan granulose yang bersifat kronik destruktif oleh mikrobakterium tuberkulosa

( Rasjad Chairuddin, 2003, hlm 144 ).

2. Anatomi Fisiologi

ANATOMI VERTEBRA

Page 4: Askep Spondilitis TB

FISIOLOGY VERTEBRA

Kolumna vertebra atau rangkaian tulang belakang adalah pilar mobile melengkung

yang kuat sebagai penahan tengkorak, rongga thorak, anggota gerak atas, membagi berat

badan ke anggota gerak bawah dan melindungi medula spinali. Kolumna vertebra terdiri dari

beberapa tulang vertabra yang dihubungkan oleh diskus Intervertebra dan beberapa ligamen.

Masing - masing vertabra di bentuk oleh tulang Spongiosa yang diisi oleh sumsum merah dan

ditutupi oleh selaput tipis tulang kompakta.

Kolumna vertebra terdiri atas 33 ruas tulang yang terdiri dari :

1.   Vertebra cervicalis atau ruas tulang leher :

              Vertebra cervucalis bentuknya kecil, mempunyai korpus yang tipis, dan processus

tranversus yang di tandai dengan jelas karena mempunyai foramen ( didalamnya terdapat

arteri vertebralis ).

2.   Vertebra torakalis atau ruas tulang punggung :

              Vertebra torakalis bentuknya lebih besar daripada yang cervikal dan disebelah bawah

menjadi lebih besar. Ciri khas vertebra torakalis adalah sebagai berikut :

Badannya berbentuk lebar lonjong ( bentuk jantung ) dengan faset atau lekukan kecil disetiap

sisi untuk menyambung iga, lengkungnya agak kecil, prosesus panjang dan mengarah

kebawah, sedangkan prosesus tranversus , yang membantu faset persendian untuk iga.

3. Vertebra lumbalis atau ruas tulang pinggang :

              Vertebra lumbalis bentuknya adalah yang terbesar, badannya sangat besar

dibandingkan dengan badab vertebra yang lainnya dan berbentuk seperti ginjal, prosesus

spinosusnya lebar dan berbentuk seperti kapak kecil, prosesus tranversusnya panjang dan

langsing, ruas kelima membentuk sendi dengan sakrum pada sendi lumbo sakral.

4. Sakrum atau tulang kelangkang.

              Tulang sakram berbentuk segitiga dan terletak pada bagian bawah kolumna vertebralis,

terjepit diantara kedua tulang inominata (atau tulang koxa ) dan membentuk bagian belakang

rongga pelvis ( panggul ). Dasar dari sakrum terletak diatas dan bersendi dengan vertebra

lumbalis kelima dan membentuk sendi intervetebra yang khas,tepi anterior dari basis sakrum,

membentuk promontorium sakralis. Kanalis sakralis terletak dibawah kanalis vertebralis

( saluran tulang belakang ). Dinding kanalis sakralis berlubang - lubang untuk dilalui saraf

sakral. Permukaan anterior sakrum adalah lekung dan memperlihatkan empat gili-gili

melintang, yang menandakan tempat penggabungan kelima vertebra sakralis pada ujung gili-

gili ini disetiap sisi terdapat lubang - lubang kecil untuk dilewati urat-urat saraf. Lubang -

Page 5: Askep Spondilitis TB

lubang ini di sebut foramina. Apex dari sakrum bersendi dengan tulang koksigius. Disisinya,

sakrum bersendi dengan tulang ileum dan membentuk sendi sakroiliaka kanan dan kiri.

5. Koksigeus atau tulang ekor.

              Koksigeus terdiri atas empat atau lima vertebra yang rudimater yang bergabung

menjadi satu, di atasnya ia bersendi dengan sacrum.

3. Etiologi

Tuberculosis tulang belakang merupakan infeksi sekunder dari tuberkulosa ditempat

lain ditubuh, 90-95 % disebabkan oleh mikrobakteriumtuberkulosis tipik (2/3 dari tipe human

dan 1/3 dari tipe bovin dan oleh mikrobakterium atipik (Admin, 2015, http:/medicine and

lunex.com diperoleh tanggal 12 April 2015).

4. Patofisiologi

5. Manifestasi Klinis

Secara klinis gejala tuberculosis tulang belakang hampir sama dengan tuberculosis

pada umumnya, yaitu :

a.       Badan lemah / lesu

b.      Nafsu makan berkurang

c.       Berat badan menurun

Page 6: Askep Spondilitis TB

d.      Suhu sedikit meningkat ( subfebris) terutama pada malam hari

e.       Sakit pada punggung (Rajad Chairuddin, 2003, hlm 146)

Adapun tanda-tanda spondilitis tulang belakang dengan tuberculosis adalah sebagai berikut:

a.       Pada leher, jika mengenai vertebra servikal penderita tidak suka memutar kepalanya

dan duduk dengan meletakan dagu ditangannya. Dia akan merasa nyeri pada leher atau

pundanya. Jika terjadi abses, pembengkakan dengan fluktasi yang ringan akan tampak

pada sisi yang sama pada leher di belakang otot sternomastoid atau tonjolan pada bagian

belakang mulut (faring).

b.      Pada punggung bawah sampai iga terakhir (region torakalis). Dengan adanya penyakit

pada region ini, penderita memiliki punggung yang besar. Dalam gerakan memutar dia

lebih sering menggerakan kakinya daripada mengayun punggungnya. Saat memungut

sesuatu dari lantai dia menukuk lutut sementara punggungnya tetap lurus. Kemudian

akan terdapat pembengkakan atau lekukan yang nyata pada tulang belakang (gibus)

diperlihatkan dengan korpus yang terlipat.

c.       Jika abses ini menjalar menuju dada bagian kanan dan kiri serta akan muncul sebagai

pembengkakan yang lunak pada dinding dada (abses dingin yang sama dapat

menyebabkantuberkulosis kelenjar getah bening interkosta). Jika menuju ke punggung

dapat menekan serabut saraf spinal menyebabkan paralisis.

d.      Saat tulang belakang yang terkena lebih rendah dari dada (region lumbal), dimana juga

berada di bawah serabut saraf spinal, pus juga dapat menjalar pada otot sebagaimana

pada tingkat yang lebih tinggi. Jika ini terjadi akan tampak sebagai pembengkakan lunak

atas atau bawah ligamentum pada lipatan paha atau di bawah tetap pada sisi dalam dari

paha (abses psoas). Pada keadaan yang jarang pus dapat berjalan menuju pelvis dan

mencapai permukaan belakang sendi panggul.

e.       Pada pasien-pasien dengan malnutrisi akan didapatkan demam (kadang-kadang demam

tinggi), kehilangan berat badan dan kehilangan nafsu makan. Di beberapa negara Afrika

juga didapati pembesaran kelenjar getah bening, tuberkel subkutan, pembesaran hati dan

limpa.

f.       Pada penyakit-penyakit yang lanjut mungkin tidak hanya terdapat gibus (angulasi dari

tulang belakang), juga dapat kelemahan dari anggota badan bawah dan paralisis

(paraplegi) akibat tekanan pada serabut saraf spinal atau pembuluh darah

(http:/www.dokterfoto.com diperoleh tanggal 12 April 2015).

Page 7: Askep Spondilitis TB

6. Komplikasi

a.       Paraplegi pott, menekan medulla spinalis

b.      Immobilisasi

Komplikasi dari spondilitis tuberkulosis yang paling serius adalah Pott’s paraplegia yang

apabila muncul pada stadium awal disebabkan tekanan ekstradural oleh pus maupun

sequester, atau invasi jaringan granulasi pada medula spinalis dan bila muncul pada stadium

lanjut disebabkan oleh terbentuknya fibrosis dari jaringan granulasi atau perlekatan tulang

(ankilosing) di atas kanalis spinalis.

Mielografi dan MRI sangatlah bermanfaat untuk membedakan penyebab paraplegi ini.

Paraplegi yang disebabkan oleh tekanan ekstradural oleh pus ataupun sequester

membutuhkan tindakan operatif dengan cara dekompresi medulla spinalis dan saraf.

Komplikasi lain yang mungkin terjadi adalah ruptur dari abses paravertebra torakal ke dalam

pleura sehingga menyebabkan empiema tuberkulosis, sedangkan pada vertebra lumbal maka

nanah akan turun ke otot iliopsoas membentuk psoas abses yang merupakan cold abscess.

7. Pemeriksan Penunjang

1)    Pemeriksaan Laboratorium

a.    Peningkatan laju endapan darah (LED) dan mungkin disertai mikrobakterium

b.    Uji mantoux positif

c.    Pada pemeriksaan biakan kuman mungkin ditemukan mikrobakterium

d.   Biopsi jaringan granulasi atau kelenjar limpe regional

e.    Pemeriksaan histopatologis dapat ditemukan tuberkel

2)      Pemeriksaan Radiologis

a. Foto thoraks untuk melihat adanya tuberculosis paru.

b. Foto polos vertebra ditemukan osteoporosis disertai penyempitan diskus

intervertebralis yang berada di korpus tersebut.

c. Pemeriksaan mieleografi dilakukan bila terdapat gejala-gejala penekanan sumsum

tulang.

d. Foto CT Scan dapat memberikan gambaran tulangsecara lebih detail dari lesi,

skelerosisi, kolap diskus dan gangguan sirkumferensi tulang.

e. Pemeriksaan MRI mengevaluasi infeksi diskus intervetebra dan osteomielitis

tulang belakang dan adanya menunjukan penekanan saraf (Rasjad Chairuddin,

2003, hlm 146-147 dan Admin, 2015, http:/medice and lunex.com diperoleh

tanggal 12 April 2015).

Page 8: Askep Spondilitis TB

8. Penatalaksaan atau Pengobatan

Pada prinsipnya pengobatan tuberculosis tulang belakang harus dilakukan segera

mungkin untuk menghentikan progresivitas penyakit serta mencegah paraplegia.

Pengobatan terdiri atas:

a.       Terapi Konservatif berupa:

1)      Tirah baring

2)      Memperbaiki keadaan umum penderita

3)      Pasang brance pada penderita, baik yang di operasi ataupun yang tidak di

operasi.

4)      Pemberian obat anti tuberkulosa

Obat-obat yang diberikan terdiri atas:

-          Isonikotinik hidrosit (inti) dengan dosis oral 5 mg/kg BB perhari dengan

dosis maksimal 300 mg. Dosis oral pada anak-anak 10 mg/kg BB.

-          Asam paraamino salsilat. Dosis oral 8-12 mg/kg BB

-          Etambutol. Dosis oral 15-25 mg/kg BB perhari

-          Rifamfisin. Dosis oral 10 mg/kg BB diberikan pada anak-anak, pada

orang dewasa 300-400 mg perhari

b.      Terapi Operatif

Walaupun pengobatan kemotherapi merupakan pengobatan utama bagi penderita

tuberculosis tulang belakang, namun tindakan operatif masih memegang peranan penting

dalam beberapa hal yaitu bila terdapat cold abses (abses dingin), lesi tuberkulosa,

paraplegia, dan kifosis (Rasjad Chairuddin, 2003, hlm 147-148).

Page 9: Askep Spondilitis TB

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN PADA SPONDILITIS TUBERKULOSIS

A. Pengkajian

Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Spondilitis

Proses keperawatan adalah suatu sistem dalam merencanakan pelayanan asuhan keperawatan

dan juga sebagai alat dalam melaksanakan praktek keperawatan yang terdiri dari lima tahap

yang meliputi : pengkajian, penentuan diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi dan

evaluasi. (Lismidar, 1990: IX).

1. Pengkajian.

Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan. Pengkajian di lakukan

dengan cermat untuk mengenal masalah klien, agar dapat memeri arah kepada tindakan

keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan sangat tergantung pada kecermatan dan

ketelitian dalam tahap pengkajian. Tahap pengkajian terdiri dari tiga kegiatan yaitu :

pengumpulan data, pengelompokan data, perumusan diagnosa keperawatan.

( Lismidar 1990 : 1)

a. Pengumpulan data.

Secara tehnis pengumpulan data di lakukan melalui anamnesa baik pada klien, keluarga

maupun orang terdekat dengan klien. Pemeriksaan fisik di lakukan dengan cara, inspeksi,

palpasi, perkusi dan auskultasi.

1) Identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, status perkawinan,

agama, suku bangsa, pendidikan, alamat, tanggal/jam MRS dan diagnosa medis.

2) Riwayat penyakit sekarang.

Keluhan utama pada klien Spodilitis tuberkulosa terdapat nyeri pada punggung bagian

bawah, sehingga mendorong klien berobat kerumah sakit. Pada awal dapat dijumpai nyeri

radikuler yang mengelilingi dada atau perut. Nyeri dirasakan meningkat pada malam hari

dan bertambah berat terutama pada saat pergerakan tulang belakang. Selain adanya

keluhan utama tersebut klien bisa mengeluh, nafsu makan menurun, badan terasa lemah,

sumer-sumer (Jawa), keringat dingin dan penurunan berat badan.

3) Riwayat penyakit dahulu

Tentang terjadinya penyakit Spondilitis tuberkulosa biasany pada klien di dahului dengan

adanya riwayat pernah menderita penyakit tuberkulosis paru. ( R. Sjamsu hidajat, 1997 :

20).

Page 10: Askep Spondilitis TB

4) Riwayat kesehatan keluarga.

Pada klien dengan penyakit Spondilitis tuberkulosa salah satu penyebab timbulnya adalah

klien pernah atau masih kontak dengan penderita lain yang menderita penyakit

tuberkulosis atau pada lingkungan keluarga ada yang menderita penyakit menular

tersebut.

5) Riwayat psikososial

Klien akan merasa cemas terhadap penyakit yang di derita, sehingga kan kelihatan sedih,

dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit, pengobatan dan perawatan terhadapnya

maka penderita akan merasa takut dan bertambah cemas sehingga emosinya akan tidak

stabil dan mempengaruhi sosialisai penderita.

6) Pola - pola fungsi kesehatan

a) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat.

Adanya tindakan medis serta perawatan di rumah sakit akan mempengaruhi persepsi

klien tentang kebiasaan merawat diri , yang dikarenakan tidak semua klien mengerti

benar perjalanan penyakitnya.Sehingga menimbulkan salah persepsi dalam

pemeliharaan kesehatan. Dan juga kemungkinan terdapatnya riwayat tentang keadaan

perumahan, gizi dan tingkat ekonomi klien yang mempengaruhi keadaan kesehatan

klien.

b) Pola nutrisi dan metabolisme.

Akibat dari proses penyakitnya klien merasakan tubuhnya menjadi lemah dan

amnesia. Sedangkan kebutuhan metabolisme tubuh semakin meningkat, sehingga

klien akan mengalami gangguan pada status nutrisinya. ( Abdurahman, et al 1994 :

144)

c) Pola eliminasi.

Klien akan mengalami perubahan dalam cara eliminasi yang semula bisa ke kamar

mandi, karena lemah dan nyeri pada punggung serta dengan adanya penata laksanaan

perawatan imobilisasi, sehingga kalau mau BAB dan BAK harus ditempat tidur

dengan suatu alat. Dengan adanya perubahan tersebut klien tidak terbiasa sehingga

akan mengganggu proses aliminasi.

d) Pola aktivitas.

Sehubungan dengan adanya kelemahan fisik dan nyeri pada punggung serta

penatalaksanaan perawatan imobilisasi akan menyebabkan klien membatasi aktivitas

fisik dan berkurangnya kemampuan dalam melaksanakan aktivitas fisik tersebut.

Page 11: Askep Spondilitis TB

e) Pola tidur dan istirahat.

Adanya nyeri pada punggung dan perubahan lingkungan atau dampak hospitalisasi

akan menyebabkan masalah dalam pemenuhan kebutuhan tidur dan istirahat.

f) Pola hubungan dan peran.

Sejak sakit dan masuk rumah sakit klien mengalami perubahan peran atau tidak

mampu menjalani peran sebagai mana mestinya, baik itu peran dalam keluarga

ataupun masyarakat. Hal tersebut berdampak terganggunya hubungan interpersonal.

g) Pola persepsi dan konsep diri.

Klien dengan Spondilitis tuberkulosa seringkali merasa malu terhadap bentuk

tubuhnya dan kadang-kadang mengisolasi diri.

h) Pola sensori dan kognitif.

Fungsi panca indera klien tidak mengalami gangguan terkecuali bila terjadi

komplikasi paraplegi.

i) Pola reproduksi seksual.

Kebutuhan seksual klien dalam hal melakukan hubungan badan akan terganggu untuk

sementara waktu, karena di rumah sakit. Tetapi dalam hal curahan kasih sayang dan

perhatian dari pasangan hidupnya melalui cara merawat sehari - hari tidak terganggu

atau dapat dilaksanakan.

j) Pola penaggulangan stres.

Dalam penanggulangan stres bagi klien yang belum mengerti penyakitnya , akan

mengalami stres. Untuk mengatasi rasa cemas yang menimbulkan rasa stres, klien

akan bertanya - tanya tentang penyakitnya untuk mengurangi stres.

k) Pola tata nilai dan kepercayaan.

Pada klien yang dalam kehidupan sehari - hari selalu taat menjalankan ibadah, maka

semasa dia sakit ia akan menjalankan ibadah pula sesuai dengan kemampuannya.

Dalam hal ini ibadah bagi mereka di jalankan pula sebagai penaggulangan stres

dengan percaya pada tuhannya.

7) Pemeriksaan fisik.

a) Inspeksi.

Pada klien dengan Spondilitis tuberkulosa kelihatan lemah, pucat, dan pada tulang

belakang terlihat bentuk kiposis.

b) Palpasi.

Sesuai dengan yang terlihat pada inspeksi keadaan tulang belakang terdapat adanya

gibus pada area tulang yang mengalami infeksi.

Page 12: Askep Spondilitis TB

c) Perkusi.

Pada tulang belakang yang mengalami infeksi terdapat nyeri ketok.

d) Auskultasi

Pada pemeriksaan auskultasi keadaan paru tidak di temukan kelainan.

(Abdurahman, et al 1994 : 145).

8) Hasil pemeriksaan medik dan laboratorium.

a) Radiologi

Terlihat gambaran distruksi vertebra terutama bagian anterior, sangat jarang

menyerang area posterior.

Terdapat penyempitan diskus.

Gambaran abses para vertebral ( fusi form ).

b) Laboratorium

Laju endap darah meningkat

Tes tuberkulin

Reaksi tuberkulin biasanya positif

b. Analisa.

Setelah data di kumpulkan kemudian dikelompokkan menurut data subjektif yaitu data

yang didapat dari pasien sendiri dalm hal komukasi atau data verbal dan objektiv yaitu

data yang didapat dari pengamatan, observasi, pengukuran dan hasil pemeriksaan

radiologi maupun laboratorium. Dari hasil analisa data dapat disimpulkan masalah yang

di alami oleh klien. ( Mi Ja Kim,et al 1994 ).

c. Diagnosa Keperawatan.

Diagnosa keperawatan merupakan suatu pernyataan dari masalah klien yang nyata

ataupun potensial berdasarkan data yang telah dikumpulkan, yang pemecahannya dapat

dilakukan dalam batas wewenang perawat untuk melakukannya. (Tim Departemen

Kesehatan RI, 1991 : 17).

Diagnosa keperawatan yang timbul pada pasien Spondilitis tuberkulosa adalah:

1) Gangguan mobilitas fisik

2) Gangguan rasa nyaman ; nyeri sendi dan otot.

3) Perubahan konsep diri : Body image.

Page 13: Askep Spondilitis TB

d. Perencanaan Keperawatan.

Perencanaan keperawatan adalah menyusun rencana tindakan keperawatan yang akan di

laksanakan untuk menanggulangi masalah sesuai dengan diagnosa keperawatan yang

telah di tentukan dengan tujuan terpenuhinya kebutuhan klien

(Tim Departemen Kesehatan RI, 1991: 20).

Adapun perencanaan masalah yang penulis susun sebagai berikut :

1) Diagnosa Perawatan I

Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan muskuloskeletal dan nyeri.

Tujuan: Klien dapat melakukan mobilisasi secara optimal.

Kriteria hasil

a) Klien dapat ikut serta dalam program latihan

b) Mencari bantuan sesuai kebutuhan

c) Mempertahankan koordinasi dan mobilitas sesuai tingkat optimal.

Rencana tindakan

a) Kaji mobilitas yang ada dan observasi terhadap peningkatan kerusakan.

b) Bantu klien melakukan latihan ROM, perawatan diri sesuai toleransi.

c) Memelihara bentuk spinal yaitu dengan cara :

1. Mattress

2. Bed Board ( tempat tidur dengan alas kayu, atau kasur busa yang keras yang

tidak menimbulkan lekukan saat klien tidur.

3. mempertahankan postur tubuh yang baik dan latihan pernapasan ;

a. Latihan ekstensi batang tubuh baik posisi berdiri (bersandar pada tembok)

maupun posisi menelungkup dengan cara mengangkat ekstremitas atas dan

kepala serta ekstremitas bawah secara bersamaan.

b. Menelungkup sebanyak 3 – 4 kali sehari selama 15 – 30 menit.

d) Latihan pernapasan yang akan dapat meningkatkan kapasitas pernapasan

e) monitor tanda – tanda vital setiap 4 jam.

f) Pantau kulit dan membran mukosa terhadap iritasi, kemerahan atau lecet – lecet.

g) Perbanyak masukan cairan sampai 2500 ml/hari bila tidak ada kontra indikasi.

h) Berikan anti inflamasi sesuai program dokter. Observasi terhadap efek samping:

bisa tak nyaman pada lambung atau diare.

Rasional

a) Mengetahui tingkat kemampuan klien dalam melakukan aktivitas.

b) Untuk memelihara fleksibilitas sendi sesuai kemampuan.

Page 14: Askep Spondilitis TB

c) Mempertahankan posisi tulang belakang tetap rata.

d) Di lakukan untuk menegakkan postur dan menguatkan otot – otot paraspinal.

e) Untuk mendeteksi perubahan pada klien.

f) Deteksi diri dari kemungkinan komplikasi imobilisasi.

g) Cairan membantu menjaga faeces tetap lunak.

h) Obat anti inflamasi adalah suatu obat untuk mengurangi peradangan dan dapat

menimbulkan efek samping.

2) Diagnosa Keperawatan II

Gangguan rasa nyaman: nyeri sendi dan otot sehubungan dengan adanya peradangan

sendi.

Tujuan

1. Rasa nyaman terpenuhi

2. Nyeri berkurang / hilang

Kriteria hasil

a) klien melaporkan penurunan nyeri

b) menunjukkan perilaku yang lebih relaks

c) memperagakan keterampilan reduksi nyeri yang dipelajari dengan peningkatan

keberhasilan.

Rencana tindakan

a) Kaji lokasi, intensitas dan tipe nyeri; observasi terhadap kemajuan nyeri ke daerah

yang baru.

b) Berikan analgesik sesuai terapi dokter dan kaji efektivitasnya terhadap nyeri.

c) Gunakan brace punggung atau korset bila di rencanakan demikian.

d) Berikan dorongan untuk mengubah posisi ringan dan sering untuk meningkatkan

rasa nyaman.

e) Ajarkan dan bantu dalam teknik alternatif penatalaksanaan nyeri.

Rasional.

a) Nyeri adalah pengalaman subjek yang hanya dapat di gambarkan oleh klien

sendiri.

b) Analgesik adalah obat untuk mengurangi rasa nyeri dan bagaimana reaksinya

terhadap nyeri klien.

c) Korset untuk mempertahankan posisi punggung.

d) Dengan ganti – ganti posisi agar otot – otot tidak terus spasme dan tegang

sehingga otot menjadi lemas dan nyeri berkurang.

Page 15: Askep Spondilitis TB

e) Metode alternatif seperti relaksasi kadang lebih cepat menghilangkan nyeri atau

dengan mengalihkan perhatian klien sehingga nyeri berkurang.

3) Diagnosa Keperawatan III

Gangguan citra tubuh sehubungan dengan gangguan struktur tubuh.

Tujuan: Klien dapat mengekspresikan perasaannya dan dapat menggunakan koping

yang adaptif.

Kriteria hasil

Klien dapat mengungkapkan perasaan / perhatian dan menggunakan keterampilan

koping yang positif dalam mengatasi perubahan citra.

Rencana tindakan

a) Berikan kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaan. Perawat harus

mendengarkan dengan penuh perhatian.

b) Bersama – sama klien mencari alternatif koping yang positif.

c) Kembangkan komunikasi dan bina hubungan antara klien keluarga dan teman

serta berikan aktivitas rekreasi dan permainan guna mengatasi perubahan body

image.

Rasional

a) meningkatkan harga diri klien dan membina hubungan saling percaya dan dengan

ungkapan perasaan dapat membantu penerimaan diri.

b) Dukungan perawat pada klien dapat meningkatkan rasa percaya diri klien.

c) Memberikan semangat bagi klien agar dapat memandang dirinya secara positif

dan tidak merasa rendah diri.

e. Pelaksanaan

Yaitu perawat melaksanakan rencana asuhan keperawatan. Instruksi keperawatan di

implementasikan untuk membantu klien memenuhi kriteria hasil.

Komponen tahap Implementasi:

1) Tindakan keperawatan mandiri

2) Tindakan keperawatan kolaboratif

3) Dokumentasi tindakan keperawatan dan respon klien terhadap asuhan keperawatan.

( Carol vestal Allen, 1998 : 105 )

Page 16: Askep Spondilitis TB

f. Evaluasi

Evaluasi adalah perbandingan hasil – hasil yang di amati dengan kriteria hasil yang dibuat

pada tahap perencanaan komponen tahap evaluasi.

1) Pencapaian kriteria hasil

2) Keefektipan tahap–tahap proses keperawatan

3) Revisi atau terminasi rencana asuhan keperawatan.

Adapun kriteria hasil yang di harapkan pada klien Spondilitis tuberkulosa adalah

a) Adanya peningkatan kegiatan sehari –hari ( ADL) tanpa menimbulkan gangguan

rasa nyaman .

b) Tidak terjadinya deformitas spinal lebih lanjut.

c) Nyeri dapat teratasi

d) Tidak terjadi komplikasi.

Page 17: Askep Spondilitis TB

DAFTAR PUSTAKA

Soeparman, Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Balai Penerbit FKUI 1990, Jakarta, P: 586-588.

Sylvia Anderson Price, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Alih Bahasa

AdiDharma, Edisi II.P: 329-330.

Marllyn E. Doengoes, Nursing Care Plan, Fa. Davis Company, Philadelpia, 1993.P: 523-536.

D.D.Ignatavicius dan M.V.Bayne, Medical Surgical Nursing, A Nursing Process Approach, W. B.

Saunders Company, Philadelpia, 1991.

Sutrisna Himawan, 1994, Pathologi (kumpulan kuliah), FKUI, Jakarta 250 – 251.

Brunner & Suddarth, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, alih bahasa: Waluyo Agung.,

Yasmin Asih., Juli., Kuncara., I.made karyasa, EGC, Jakarta.

Johnson & Mass. 2008. Nursing Outcomes Classifications. 2nd edition. New York: Mosby-Year

Book inc

McCloskey & Bulechek. 2008. Nursing Interventions Classifications. 4th edition. New York: Mosby-

Year Book inc