ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN PENYAKIT PARUrepository.stikespantiwaluya.ac.id/445/4/Manuskrip... ·...
Transcript of ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN PENYAKIT PARUrepository.stikespantiwaluya.ac.id/445/4/Manuskrip... ·...
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN PENYAKIT PARU
OBSTRUKTIF KRONIS (PPOK) DENGAN MASALAH
INTOLERANSI AKTIVITAS DI RUMAH SAKIT
PANTI WALUYA SAWAHAN MALAN
Flowersia Siahaan, Sr. Felisitas A Sri, Wisoedhanie Widi A
Prodi D-III Keperawatan STIKes Panti Waluya Malang
E-mail : [email protected]
ABSTRAK
Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) adalah penyakit kronis saluran napas
yang ditandai dengan adanya penyumbatan aliran udara pada saat proses inspirasi
maupun ekspirasi. Klasifikasi PPOK ada 2 yaitu Bronkitis kronis dan Emfisema.
Penelitian ini bertujuan untuk memberikan asuhan keperawatan pada klien
Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) dengan masalah intoleransi aktivitas di
Rumah Sakit Panti Waluya Malang. Desain penelitian yang ditetapkan adalah
study kasus dengan 2 klien yang mengalami masalah intoleransi aktivitas sebagai
responden. Waktu penelitian dilakukan pada bulan Maret 2020 dengan lama
perawatan 3 hari pada masing-masing klien. Berdasarkan asuhan keperawatan
yang diberikan, didapatkan masalah teratasi pada klien pertama setelah dilakukan
implementasi sampai hari ketiga dengan kriteria hasil 7 dari 7 berhasil. Sedangkan
pada klien kedua didapatkan hasil masalah tidak teratasi pada klien dengan
kriteria keberhasilan 3 dari 7 kriteria yang sudah ditetapkan. Kesimpulan : dari
hasil tindakan keperawatan yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa masalah
intoleransi aktivitas pada klien 1 teratasi dan tidak teratasi untuk klien 2.
Kata kunci : Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK), Intoleransi Aktivitas
ABSTRACT
Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) is. a chronic airway disease
charactherized by blockage of airflow during the process of inspiration and
expiration. COPD Classification there are 2 namely chronic bronchitis and
emphysema. This research aims to provide care nursing in clients with Chronic
Obstructive Pulmonary Disease (COPD) with Intolerance Activity Problem In
Panti Waluya Hospital The research design determined was study the case with 2
clients who experienced activity intolerance problems as respondents. Time The
study was conducted in March 2020 with a length of treatment of 3 days each
client. Based on the nursing care provided, the problem was resolved in the client
first after the implementation is carried out until the third day with criteria 7 out
of 7 results. Whereas on the second client, the results of the problem are not
resolved on the client's criteria success 3 out of 7 predefined criteria. Conclusion:
from the results of nursing actions conducted can be concluded that the problem
of intolerance of activity on client 1 is resolved and not resolved for clients 2.
Key words : Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD), activity
1ntolerance
Pendahuluan
Penyakit Paru Obstruktif Kronis
(PPOK) adalah penyakit kronis
saluran napas yang ditandai dengan
adanya penyumbatan aliran udara
pada saat proses inspirasi maupun
ekspirasi. Penyakit Paru Obstruktif
Kronis disebabkan oleh emfisema
dan bronkitis kronis. Penyakit ini
bersifat menetap dan progresif
lambat, yaitu semakin lama akan
memburuk seiring dengan
perjalanan penyakitnya. Hal tersebut
menyebabkan terjadinya kerusakan
fungsi pada organ paru (Nurmayanti
et. All 2019).
PPOK disebabkan oleh adanya
paparan udara luar, seperti asap
rokok, polusi udara juga riwayat
kesehatan paru. Faktor tersebut
menyebabkan iritasi pada jalan
nafas yang menyebabkan
peningkatan mukus dan obstruksi
jalan nafas. Klien PPOK akan
muncul keluhan seperti batuk
disertai dengan sesak nafas. Hal
tersebut menyebabkan pasokan
oksigen kedalam tubuh menjadi
menurun dan karbondioksida
meningkat hingga menyebabkan
gangguan metabolisme pada tubuh.
Hubungan PPOK dengan intoleransi
aktivitas yaitu pada proses
ketidakmampuan tubuh
memproduksi energi yang cukup
untuk aktivitas (Herrington 2016).
Angka kejadian menurut World
Health Organization pada tahun
2015 mendata sebanyak 251 juta
kasus yang terjadi di dunia. Tercatat
sebanyak 3,17 juta orang meninggal
karena PPOK secara global (WHO
2015). Prevalensi PPOK meningkat
seiring bertambahnya usia dan
meningkat pada usia lebih dari 30
tahun dan di dominasi oleh laki-laki.
Indonesia menurut Riskesdas 2013
memiliki sebesar 3,7% atau sekitar
9,2 juta penduduk menderita PPOK.
Jawa timur didapatkan prevalensi
data dari Riskesdas sebesar 3,6%.
Sedangkan data yang peneliti
peroleh dari Rekam Medik, tercatat
bahwa pada tahun 2018 didapatkan
klien dengan diagnosa medis PPOK
sebanyak 17 pasien (Data RM
RSPW, 2018)
Intoleransi aktivitas yaitu
ketidakcukupan energi dalam
melakukan aktivitas yang dapat
dialami oleh klien PPOK.
Terjadinya penurunan fungsi paru
pada klien meningkatkan risiko
terjadinya hipoksia. Jika hal tersebut
tidak ditangani dengan tepat, maka
tubuh menjadi kekurangan energi
dan menyebabkan tidak
terpenuhinya kebutuh aktivitas pada
klien. Kejadian hipoksemia pada
klien PPOK menyebabkan dampak
berupa berkurangnya toleransi
terhadap latihan, penurunan kualitas
hidup, hingga meningkatkan risiko
kematian (Nurmayanti, dkk, 2019).
Perawat dalam melakukukan asuhan
keperawatan yaitu dengan cara
memberikan terapi farmakologis
pada klien PPOK untuk
meringankan gejala sesak dan batuk.
Penanganan klien PPOK dengan
intoleransi aktivitas yaitu membantu
klien untuk memenuhi kebutuhan
dan memonitor ADL (Activity Daily
Living) dengan menggunakan indeks
barthel, membantu kemampuan
klien dalam melakukan aktivitas
secara bertahap, dan mengukur
tanda-tanda vital klien setelah atau
sebelum melakukan aktivitasnya.
Berdasarkan uraian diatas, penulis
tertarik untuk melakukan penelitian
studi kasus mengenai “Asuhan
Keperawatan pada klien PPOK
dengan masalah intoleransi aktivitas
di Rumah Sakit Panti Waluya
Malang” (Muttaqin 2014).
Metode Penelitian
Studi kasus ini adalah studi untuk
mengeksplorasi Asuhan
Keperawatan Pada Klien Penyakit
Paru Obstruktif Kronis (PPOK)
dengan Masalah Intoleransi
Aktivitas di Rumah Sakit Panti
Waluya Sawahan Malang. Batasan
istilah dalam studi kasus ini adalah
klien dengan kriteria pemilihan
1. Diagnosa medis PPOK (Penyakit
Paru Obstruktif Kronis)
2. Klien secara verbal mengeluhkan
kelelahan dan tidak dapat
menyelesaikan aktivitas secara
mandiri
3. Terjadi perubahan abnormal pada
frekuensi nadi dan tekanan darah
> 20% dari kondisi istirahat, saat
atau setelah melakukan aktivitas
4. Dispnea
5. Klien merasa tidak nyaman
setelah beraktivitas
6. Mengalami penurunan saturasi
oksigen < 95%.
Pada penelitian ini yang menjadi
partisipan adalah Ny. S (55 Tahun)
dan Ny. S (84 Tahun) dwngan
masalah intoleransi aktivitas di
Rumah Sakit Panti Waluya Malang.
Metode pengumpulan data dalam
studi kasus ini sebagai berikut :
Wawancara pewawancara dalam
hal ini adalah penulis dan
terwawancara dalam hal ini klien
dan keluarga. Pada klien 1 dan 2
didapatkan hasil wawancara melalui
anak nya.
Observasi dan Pemeriksaan fisik
yang dilakukan dengan
menggunakan pendekatan inspeksi,
palpasi, perkusi, dan auskultasi serta
melengkapi hasil penelitian
didapatkan dari data rekam medik.
Hasil
Penelitian ini dilakukan di Rumah
Sakit Panti Waluya Malang di ruang
Placida Paviliun.
1. Pengkajian
Klien 1 Ny S berusia 55 Tahun,
didapatkan data bahwa pada tanggal
05 Maret klien datang ke poli paru
untuk kontrol. Saat klien kontrol,
klien mengeluh lemas selama
kurang lebih 4 hari, batuk yang tak
kunjung berhenti disertai sesak yang
hilang-timbul yang menyebabkan
aktivitas klien terhambat seperti saat
berjalan. Aktivitas klien yang
terhambat dirumah yaitu menyapu,
memasak, mengepel, melipat baju
dan pekerjaan rumah tangga lainnya.
Klien masuk melalui IGD dan
segara diukur tanda-tanda vital nya,
TD : 139/74 mmHg, N : 78 x/menit,
RR : 22x/menit, S : 36,8C, SaO2 :
92%. Klien lalu diberikan terapi O2
nassal 3 lpm, dan setelah diberikan
terapi Saturasi oksigen klien
meningkat menjadi 97-98%.
Lalu, pada tanggal 06 maret 2020 di
ruang PP dilakukan pengkajian,
klien mengeluh sesak ketika
melakukan aktvitas yaitu saat klien
pergi kekamar mandi tidak dengan
O2 nassal saturasi : 94%, batuk,
lemas serta pusing. Pemenuhan
aktivitas nya, klien memerlukan
bantuan orang lain seperti keluarga
dan perawat. Selama di rumah sakit,
klien tidak dapat menyelesaikan
secara mandiri.
- Saat klien berjalan ke
brankar/tempat tidur, TD : 134/80
mmHg, S : 36.8C, N: 92x/menit,
RR : 27x/menit, SaO2 : 94%
(tidak menggunakan O2)
- Kondisi istirahat, TD : 118/75
mmHg, S : 36.6 C, N :
70x/menit, RR : 23x/menit, SaO2
: 98% (dengan O2 nassal 3 lpm)
Klien mengatakan pernah MRS dan
dilakukan tindakan OP pada tahun
2002 dikarenakan adanya benjolan
pada paru. Klien juga pernah masuk
RS dengan diagnosa TB paru dan
menjalani pengobatan kurang lebih
6 bulan serta rutin kontrol.
Klien 2 Ny. S berusia 84 tahun,
didapatkan data bahwa pada tanggal
09 Maret 2020 klien dengan keluhan
batuk, pilek semenjak 1 minggu
yang lalu. Sesak memberat pada
malam hari dan juga dirasakan oleh
klien sejak 3 hari sebelum masuk
rumah sakit. Aktivitas klien dirumah
hanya berbaring ditempat tidur dan
duduk saja. Setelah dilakukan
pemeriksaan, didapatkan hasil
pemeriksaan TTV, TD: 143/76
mmHg, N: 99x/menit, S: 36,5C,
RR: 27x/menit SaO2: 91%. Klien
diberi terapi O2 6 lpm dan setelah
pemberian O2, SaO2 meningkat
menjadi 96-97%.
Lalu, saat dilakukan pengkajian di
ruang PP pada tanggal 10 Maret
2020, klien mengeluh batuk, lemas
disertai sesak ketika melakukan
aktivitas. Klien juga melepas O2
nassal karena hidung berair, dan
diukur SaO2 : 93%
Pemenuhan aktivitas klien total
dibantu oleh perawat dan keluarga.
Klien dengan posisi fowler.
Dilakukan pengukuran TTV setelah
ambulasi TD : 137/84 mmHg, S :
36.5CN: 106 x/menit, RR : 26
x/menit, SaO2 : 95% (menggunakan
O2 nassal 4lpm)
- Kondisi istirahat, TD : 110/60
mmHg, S : 36.9 C, N : 84
x/menit, RR : 24 x/menit, SaO2 :
98% (dengan O2 nassal 4 lpm).
Klien mengatakan pernah rawat inap
di RS pada bulan Maret 2019
dengan keluhan batuk sesak secara
terus menerus hingga adanya
penurunan berat badan.
2. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan hasil pengkajian pada
klien 1 dan 2 dapat ditegakkan
diagnosa keperawatan Intoleransi
Aktifitas b/d ketidakseimbangan
suplai oksigen dalam tubuh.
3. Rencana Keperawatan
Pada klien 1 dan 2 ditetapakan
rencana keperawatan sesuai dengan
tinjauan pustaka :
1. Identifikasi gangguan fungsi
tubuh yang menyebabkan
kelelahan
2. Monitor pola dan jam tidur
3. Monitor lokasi dan
ketidaknyamanan selama
melakukan aktivitas.
4. Monitor kemampuan klien
dalam beraktivitas
menggunakan indeks barthel
5. Anjurkan melakukan aktivitas
secara bertahap
6. Identifikasi defisit tingkat
aktivitas
7. Identifikasi kemampuan
berpartisipasi dalam aktivitas
tertentu.
8. Fasilitasi memilih aktivitas dan
tetapkan tujuan aktivitas yang
konsisten sesuai kemampuan.
9. Koordinaksikan pemilihan
aktivitas sesuai usia.
10. Jadwalkan aktivitas dan
rutinitas aktivitas klien sehari-
hari.
11. Monitor frekuensi jantung
sebelum memulai ambulasi.
12. Monitor kondisi umum selama
melakukan ambulasi.
13. Monitor tekanan darah, nadi,
pernapasan, saturasi oksigen,
suhu tubuh dan Identifikasi
penyebab perubahan tanda vital.
14. Bantu klien dalam memenuhi
kebutuhan ADL (makan,
minum, toiletting)
15. Berikan posisi semi fowler atau
fowler
16. Ajarkan melakukan teknik
relaksasi napas dalam
17. Ajarkan teknik batuk efektif
18. Dalam pemberian oksigen dan
bronkodilator
19. Kolaborasi dengan ahli gizi
tentang cara meningkatkan
asupan makanan (Tim Pokja
SIKI DPP PPNI 2018)
4. Implementasi Keperawatan
Pada klien 1 dilakukan 14 tindakan
mandiri dan 2 tindakan kolaborasi.
Sedangkan pada klien 2 dilakukan
16 tindakan mandiri dan 2 tindakan
tindakan kolaborasi seperti yang
telah disebutkan diatas.
5. Evaluasi Keperawatan
Menurut Tim pokja SLKI DPP
PPNI (2016) berdasarkan rencana
atau intervensi keperawatan yang
telah disusun, hasil yang ingin
dicapai adalah frekuensi nadi pada
klien dalam rentang normal, klien
dapat melakukan dan menyelesaikan
aktivitas nya secara mandiri,
Saturasi Oksigen dalam rentang
normal, Klien tidak mengeluh lelah
setelah melakukan aktivitas,
Dispnea menurun, Keluhan sesak
pada klien menurun dan RR dalam
batas normal, dan pola napas
normal, tekanan darah normal.
Pembahasan
1. Pengkajian
Berdasarkan data yang diperoleh
dari pengkajian klien dengan kasus
PPOK dengan masalah intoleransi
aktivitas di RS Panti Waluya
Malang menunjukkan bahwa Klien
1 berumur 55 tahun dan Klien 2
berumur 84 tahun.
Klien 1 didapatkan data bahwa klien
mengeluuh lemas selama kurang
lebih 4 hari, batuk yang tak kunjung
berhenti disertai sesak yang hilang-
timbul, tidak bisa tidur dan pusing.
Klien mengatakan aktivitasnya
kurang lebih menganggu karena
tidak bisa bebas untuk melakukan
hal berat. Klien hanya melakukan
aktivitas ringan saja, dan ketika
sesak muncul klien langsung duduk
dan istirahat untuk meredakan sesak
nya. Selama di rumah sakit pada
hari pertama klien bedrest.
Klien 2 didapatkan bahwa klien
mengatakan sesak ketika melakukan
aktivitas dan batuk dahak susah
keluar dan pilek. Klien dapat
melakukan aktivitas makan, duduk,
berjalan secara mandiri, tetapi klien
mengatakan bahwa sudah tidak kuat
jika mandi sendiri, aktivitas yang
dilakukan klien juga banyak
dirumah sehingga aktivitas yang
dilakukan klien cenderung monoton.
Setelah masuk RS klien hanya
berbaring di tempat tidur. Aktivitas
semua tergantung orang lain dan
dilakukan diatas tempat tidur.
Kedua klien sesuai dengan kondisi
diatas sesuai dengan teori Menurut
Muttaqin (2014) menyebabkan
gangguan pada fungsi paru yaitu
jalan nafas menyempit sehingga
kadar CO2 dalam tubuh berlebih
yang mengakibatkan gangguan
metabolisme pada tubuh hingga
muncul keluhan kelemahan dan
keletihan.
Masalah keperawatan intoleransi
aktivitas dibuktikan dengan adanya
klien mengeluh lelah, dispnea saat
atau setelah aktivitas, merasa tidak
nyaman setelah beraktivitas, merasa
lemah, frekuensi jantung dan
tekanan darah berubah >20% dari
kondisi istirahat dan sianosis,
gambaran EKG menunjukkan
aritmia saat/setelah melakukan
aktivitas (Tim Pokja SDKI DPP
PPNI, 2016).
2. Diagnosa Keperawatan
Data yang diperoleh baik subyektif
maupun obyektif pada kedua klien
sama, yaitu muncul keluhan lelah
dan lemas, dispnea saat/setelah
aktivitas, merasa tidak nyaman
detelah beraktivitas dan terjadi
peningkatan tanda-tanda vital pada
klien sebesar 20% saat melakukan
dan menyelesaikan aktivitas serta
penurunan kadar Saturasi Oksigen.
Berdasarkan analisa data tersebut
diagnosa yang muncul pada klien
PPOK adalah intoleransi aktivitas
(Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2018).
Dari data yang diperoleh, yang
terjadi pada kedua klien yaitu
mengalami masalah keperawatan
intoleransi aktifitas b/d
ketidakcukupan suplai oksigen
dalam tubuh.
3. Intervensi Keperawatan
Pada klien 1 dan 2 ditegakkan
dagnosa keperawatan intoleransi
aktifitas b/d ketidakcukupan suplai
oksigen dalam tubuh. Hal ini sesui
dengan teori menurut (Muttaqin
2014)
4. Implementasi Keperawatan
Pada klien 1 dan 2 terdapat
perbedaan tindakan keperawatan
pada kedua klien dikarenakan
adanya perbedaan umur yang
terpaut cukup jauh yaitu 29 tahun.
Tingkat kemandirian pada klien 1
dan 2 juga berbeda tingkat.
Implementasi yang tidak dilakukan
pada klien 1 yaitu melakukan
ambulasi, sedangkan pada klien 2
membantu klien dalam memenuhi
ADL (makan dan berpakaian).
Kesulitan yang dialami yaitu saat
membantu klien untuk melakukan
ambulasi. Perbedaan tindakan
keperawatan pada kedua klien
terdapat pada pemberian
bronkodilator, pemberian posisi, dan
kolaborasi pemberian oksigen
nassal. Hal tersebut sudah sesuai
menurut (Tarwoto dan Wartonah
2015), tindakan keperawatan
dilakukan untuk membantu klien
akan masalah kesehatan saat ini ke
status kesehatan yang baik dengan
menggambarkan kriteria hasil dan
tujuan yang diharapkan.
Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan pada PPOK
dengan masalah intoleransi aktivitas
untuk klien 1 dan 2 mencapai hasil
yang berbeda dan pada kedua klien
mengalami peningkatan dalam
tingkat kemandirian. Klien 1
menunjukkan hasil klien
mengatakan sudah tidak sesak, dapat
menyelesaikan aktivitas makan, dan
berganti pakaian secara mandiri,
dalam tahap ambulasi sekitar tempat
tidur dapat melakukan secara
mandiri, indeks barthel : mandiri,
dapat mendemonstrasikan teknik
relaksasi nafas dalam dengan
mandiri, tanda-tanda vital klien
dalam batas normal dan tidak terjadi
peningkatan sebesar > 20 % dari
kondisi istirahat. Untuk klien 2,
evaluasi yang didapatkan klien
mengatakan dalam melakukan
aktivitas di atas tempat tidur
dilakukan dengan pengawasan dan
bantuan orang lain, masih sesak jika
melakukan banyak pergerakan,
ADL klien dapat dilakukan secara
mandiri kecuali mandi, berpakaian.,
indeks barthel : ketergantungan
sedang, tanda-tanda vital klien saat
melakukan aktivitas menunjukkan
hasil yang mengalami peningkatan
sebesar > 20 % dari kondisi
istirahat.
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan baik secara
farmakologi dan non farmakologi
dengan intervensi yang paling
efektif dilakukan kepada klien yaitu
nomor 1, 3, 4, 6, 9, 10, 11, 12, 13,
14, 15, 16, 17, 18, dan 19.
Kesimpulan
Setelah dilakukan Asuhan
Keperawatan pada 2 klien Penyakit
Paru Obstruktif Kronis (PPOK)
dengan masalah intoleransi aktivitas
di Rumah Sakit Panti Waluya
Sawahan Malang, klien 1 dan klien
2 telah dilakukan pengkajian sampai
dengan hasil evaluasi selama 3 hari
sesuai dengan tujuan serta kriteria
hasil yang telah ditetapkan,
didapatkan hasil masalah teratasi
untuk penanganan masalah
keperawatan intoleransi aktivitas
pada klien 1 dan belum teratasi
untuk klien 2.
Daftar Pustaka
Heriana, Pelapina. 2014. Buku Ajar
Kebutuhan Dasar Manusia.
Tangerang Selatan: Binarupa
Aksara.
Herrington, Simon. 2017. MUIR
Buku Ajar Patologi. 15th ed.
Allen. Jakarta: EGC.
Muttaqin, Arif. 2014. Asuhan
Keperawatan Klien Dengan
Gangguan Sistem Pernapasan.
Jakarta: Salemba Medika.
Nurmayanti, Agung Waluyo, Wati
Jumaiyah, Rohman Azzam.
2019. " Pengaruh Fisioterapi
Dada, Batuk Efektif Dan
Nebulizer Terhadap
Peningkatan Saturasi Oksigen
Dalam Darah Pada Pasien
PPOK." Jurnal Keperawatan
Silampari Volume 3 No.1
PPNI, Tim Pokja SDKI DPP. 2017.
Dewan Pengurus Pusat PPNI
Standar Diagnosis
Keperawatan Indonesia
Definisi Dan Indikator
Diagnostik Edisi 1.
PPNI, Tim Pokja SIKI DPP. 2018.
Standar Intervensi
Keperawatan. Jakarta: DPP
PPNI.
PPNI, Tim Pokja SLKI DPP. 2018.
Standar Luaran Keperawatan
Indonesia. Jakarta: DPP PPNI.
World Health Organization (WHO).
2015. Chronic Obstructive
Pulmonary Disease.
COPD:Journal of Chronic
Obstructive Pulmonary
Disease: Vol:16, No 5-6
Tarwoto dan Wartonah. 2015.
Kebutuhan Dasar Manusia Dan
Proses Keperawatan. 5th ed.
ed. Peni Puji Lestari. Jakarta:
Salemba Medika