Asuhan Keperawatan Paliatif

29
Asuhan Keperawatan Paliatif : Layanan Spititual ( Islam dan Kristen) Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah “ Keperawatan Paliatif” Disusun oleh : Kelompok 6 Anania Daely (1110002) Ayu Rahayu (1110004) Ilham Taofik (1110016) Risma Riana S (1110059) Wilitari (1110034) Wulan Winingsih (1110067) Yenny Carolina (1110069)

description

tugas

Transcript of Asuhan Keperawatan Paliatif

Page 1: Asuhan Keperawatan Paliatif

Asuhan Keperawatan Paliatif : Layanan Spititual ( Islam dan Kristen)

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah “ Keperawatan Paliatif”

Disusun oleh :

Kelompok 6

Anania Daely (1110002)

Ayu Rahayu (1110004)

Ilham Taofik (1110016)

Risma Riana S (1110059)

Wilitari (1110034)

Wulan Winingsih (1110067)

Yenny Carolina (1110069)

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN RAJAWALI

BANDUNG

2013

Page 2: Asuhan Keperawatan Paliatif

ASUHAN KEPERAWATAN PALIATIVE : LAYANAN SPIRITUALITAS

(ISLAM DAN KRISTEN)

1. Pendahuluan

Pentingnya bimbingan spiritual dalam kesehatan telah menjadi ketetapan WHO yang

menyatakan bahwa aspek agama ( spiritual ) merupakan salah satu unsur dari pengertian

kesehataan seutuhnya (WHO, 1984). Oleh karena itu dibutuhkan dokter dan terutama perawat

untuk memenuhi kebutuhan spritual klien. Karena peran perawat yang komprehensif tersebut 

klien senantiasa mendudukan perawat dalam tugas mulia mengantarkan klien diakhir

hayatnya sesuai dengan Sabda Rasulullah yang menyatakan bahwa amalan yang terakhir

sangat menentukan, sehingga perawat dapat bertindak sebagai fasilisator (memfasilitasi) agar

klien tetap melakukan yang terbaik seoptimal mungkin sesuai dengan kondisinya. Padahal

aspek spiritual ini sangat penting terutama untuk klien terminal yang didiagnose harapan

sembuhnya sangat tipis dan mendekati sakaratul maut. 

Menurut Dadang Hawari (1977,53) “ orang yang mengalami penyakit terminal dan

menjelang sakaratul maut lebih banyak mengalami penyakit kejiwaan,  krisis spiritual, dan

krisis kerohanian sehingga pembinaan kerohanian saat klien menjelang ajal perlu

mendapatkan perhatian khusus”. Klien terminal biasanya mengalami rasa depresi yang berat, 

perasaan marah akibat ketidakberdayaan dan keputusasaan.  Dalam fase akhir kehidupannya

ini, klien tersebut selalu berada di samping perawat.  Oleh karena itu, pemenuhan kebutuhan

spiritual dapat meningkatkan semangat hidup klien yang didiagnosa harapan sembuhnya tipis

dan dapat mempersiapkan diri klien untuk menghadapi alam yang kekal. Menurut konsep

Islam, fase akhir tersebut sangat menentukan baik atau tidaknya kematian seseorang dalam

menuju kehidupan alam kekal dan perawat sendiri kelak akan diminta pertanggungjawaban

oleh Allah SWT karena upaya pemenuhan kebutuhan klien di rumah sakit mutlak diperlukan.

Perawat hendaknya meyakini bahwa sesuai dengan ajaran islam dalam menjalani fase akhir

dari kehidupan manusia di dunia terdapat fase sakaratul maut. Fase sakaratul maut seringkali

di sebutkan oleh Rasulullah sebagai fase yang sangat berat dan menyakitkan sehingga kita

diajarkan do’a untuk diringankan dalam fase sakaratul maut. Sakratul maut juga dapat

diakatakan sebagai warming up (pemanasan) kematian.

Page 3: Asuhan Keperawatan Paliatif

2. Pengertian

a. Spiritual

Spiritualitas (spirituality) merupakan sesuatu yang dipercayai oleh seseorang dalam

hubungannya dengan kekuatan yang lebih tinggi (Tuhan), yang menimbulkan suatu

kebutuhan serta kecintaan terhadap adanya Tuhan, dan permohonan maaf atas segala

kesalahan yang pernah diperbuat (Alimul, 2006).

b. Kondisi Terminal

Penyakit terminal adalah suatu penyakit yag tidak bisa disembuhkan lagi. Kematian

adalah tahap akhir kehidupan. Kematian bisa datang tiba-tiba tanpa peringatan atau

mengikuti priode sakit yang panjang.Terkadang kematian menyerang usia muda tetapi

selalu menunggu yang tua.

Kondisi Terminal adalah suatu proses yang progresif menuju kematian berjalan

melalui suatu tahapan proses penurunan fisik , psikososial dan spiritual bagi individu.

(Carpenito ,1995 ).

Klien Terminal adalah : Klien –klien yang dirawat , yang sudah jelas bahwa mereka

akan meninggal atau keadaan mereka makin lama makin memburuk. (P.J.M. Stevens,

dkk ,hal 282, 1999 )

 Kematian adalah suatu pengalaman tersendiri, dimana setiap individu akan

mengalami atau menghadapinya seorang diri, sesuatu yang tidak dapat dihindari, dan

merupakan suatu kehilangan.

Jadi, aspek spiritual ini sangat penting terutama untuk klien terminal yang didiagnose

harapan sembuhnya sangat tipis dan mendekati sakaratul maut. Orang yang mengalami

penyakit terminal dan menjelang sakaratul maut lebih banyak mengalami penyakit psi

kososial, krisis spiritual, dan krisis kerohanian sehingga pembinaan kerohanian saat klien

menjelang ajal perlu mendapatkan perhatian khusus.

Klien terminal biasanya mengalami rasa depresi yang berat, perasaan marah akibat

ketidakberdayaan dan keputusasaan. Oleh karena itu, pemenuhan kebutuhan spiritual dapat

meningkatkan semangat hidup klien yang didiagnosa harapan sembuhnya tipis dan dapat

mempersiapkan diri klien untuk menghadapi alam yang kekal.

Page 4: Asuhan Keperawatan Paliatif

3. Layanan spiritualitas (islam dan kristen)

Hubungan Keyakinan Dengan Pelayanan Kesehatan

Kebutuhan spiritual merupakan kebutuhan dasar yang dibutuhkan oleh setiap manusia.

Apabila sesorang dalam keadaan sakit, maka hubungan dengan tuhannya pun semakin dekat,

mengingat seseorang dalam kondisi sakit menjadi lemah dalam segala hal, tidak ada yang

mampu membangkitkannya dari kesembuhan, kecuali sang pencipta. Dalam pelayanan

kesehatan, perawat sebagai petugas kesehatan harus memiliki peran utama dalam memenuhi

kebutuhan spiritual. Perawat dituntut mampu memberikan pemenuhan yang lebih pada saat

klien kritis atau menjelang ajal.

Dengan demikian, terdapat keterkaitan antara keyakinan dengan pelayanan kesehatan,

dimana kebutuhan dasar manusia yang diberikan melalui pelayanan kesehatan tidak hanya

berupa aspek-biologis, tetapi juga aspek spiritual. Aspek spiritual dapat membantu

membangkitkan semangat klien dalam proses penyembuhan.

Bimbingan Rohani Pada Klien

a. Peran agama terhadap kondisi klien:

1) Peran agama terhadap kondisi psikologi

Orang yang merasa dirinya dekat dengan Tuhan, diharapkan akan timbul rasa tenang

dan aman, yang merupakan salah satu ciri sehat mental yaitu:

a) mengatur pola hidup individu dengan kebiasaan hidup  sehat

b) memperbaiki persepsi ke arah positif

c) memiliki cara penyelesaian masalah yang spesifik

d) mengembangkan emosi positif

e) mendorong kepada kondisi yang lebih sehat

2) Peran agama terhadap kondisi sosio

Umumnya para penganut agama akan melakukan kegiatan ibadah atau kegiatan

sosial lainnya secara bersama-sama. Dan kegiatan bersama seperti ini dilakukan secara

berulang-ulang, sehingga dapat menimbulkan rasa kebersamaan dan meningkatkan

solidaritas antarjamaah. bahwa orang dengan skor religiusitas tinggi, pada umumnya

Page 5: Asuhan Keperawatan Paliatif

dapat membina keharmonisan keluarga, dan pada umumnya dapat membina hubungan

yang baik di antara keluarga.

3) Peran agama terhadap kondisi psikologik

Peran keagamaan terhadap perubahan fisik–biologik, bahwa dengan perkataan

yang baik dan halus sebagaimana perkataan orang yang sedang berdo’a dapat

mengubah partikel air menjadi kristal heksagonal yang indah, dan selanjutnya

bermanfaat dalam upaya kesehatan secara umum. Begitu juga kaitan antara sholat

tahajud dengan kesehatan telah, bahwa mereka yang melaksanakan sholat tahajud

secara rutin, setelah 4 minggu akan menunjukkan peningkatan kadar limfosit dan kadar

imunoglobulin, dan terus meningkat sampai minggu ke delapan. Meningkatnya kadar

limfosit dan imunoglobulin menggambarkan makin tingginya daya tahan tubuh secara

imunologik (Sholeh, 2000).

Dalam menjalankan tugas, seorang perawat harus melandasi kepada pikiran dan

perasaan cinta, afeksi, dan komitmen mendalam kepada klien dapat dilakukan dengan cara:

a. Perawat juga bisa membimbing ritual keagamaan sesuai dengan keyakinan klien, seperti

cara bertayamum, salat sambil tiduran, atau berzikir dan berdo’a. “Bila perlu perawat

dapat mendatangkan guru agama klien untuk dapat memberikan bimbingan rohani hingga

merasa tenang dan damai. Dalam kondisi sakaratul maut perawat berkewajiban

mengantarkan klien agar wafat dengan damai dan bermartabat.

b. Tugas seorang perawat, menekankan klien agar tidak berputus asa apalagi menyatakan

kepada kliennya tidak memiliki harapan hidup lagi. “Pernyataan tidak memiliki harapan

hidup untuk seorang muslim tidak dapat dibenarkan. Meski secara medis tidak lagi bisa

menanganinya, tapi kalau Allah bisa saja menyembuhkannya dengan mengabaikan

hukum sebab akibat,” katanya.

c. Perawat juga memandu kliennya untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT hingga

kondisinya semakin saleh yang bisa mendatangkan manjurnya do’a.

Sedangkan Isep Zainal Arifin menekankan, perawat bisa memberikan bimbingan

langsung seperti tukar pikiran, berdo’a bersama, dan bimbingan ibadah. “Bimbingan tak

langsung bisa berupa ceramah, percikan kata hikmah, buletin, do’a tertulis, maupun tuntunan

Page 6: Asuhan Keperawatan Paliatif

ibadah secara tertulis. Dengan bimbingan itu diharapkan dapat membantu proses kesembuhan

klien.

A. Layanan Spiritual Menurut Agama Islam Menjelang Sakaratul Maut

Melihat batapa sakitnya sakaratul maut maka perawat harus melakukan upaya –

upaya sebagai berikut :

1) Membimbing klien agar berbaik sangka kepada Allah SWT

Pada sakaratul maut perawat harus membimbing agar berbaik sangka kepada

Allah sebagaimana Hadist yang diriwayatkan oleh Imam Muslem “Jangan sampai

seorang dari kamu mati kecuali dalam keadaan berbaik sangka kepada

Allah” selanjutnya Allah berfirman dalam hadist qudsi ”Aku ada pada sangka-sangka

hambaku,  oleh karena itu bersangkalah kepadaKu dengan sangkaaan yang baik”,

selanjutnya Ibnu Abas berkata”Apabila kamu melihat seseorang menghadapi maut,

hiburlah dia supaya bersangka baik pada Tuhannya dan akan berjumpa dengan

Tuhannya itu”, selanjutnya Ibnu Mas´ud berkata”Demi Allah yang tak ada Tuhan

selain Dia, seseorang yang berbaik sangka kepada Allah maka Allah berikan sesuai

dengan persangkaannya itu”. Hal ini menunjukkan bahwa kebaikan apapun jua berada

ditangannya.

2) Mentalkinkan dengan Kalimat Laailahaillallah.

Perawat muslim dalam mentalkinkan kalimah laaillallah dapat dilakukan pada

klien terminal menjelang ajalnya terutama saat klien akan melepaskan nafasnya yang

terakhir. Wotf, Weitzel, Fruerst memberikan gambaran ciri-ciri pokok. Ciri-ciri pokok

klien yang akan melepaskan nafasnya yang terakhir, yaitu :

a) penginderaan dan gerakan menghilang secara berangsur-angsur yang dimulai pada

anggota gerak paling ujung khususnya pada ujung kaki, tangan, ujung hidung yang

terasa dingin dan lembab.

b) kulit nampak kebiru-biruan kelabu atau pucat.

c) Nadi mulai tak teratur, lemah dan pucat.

d) Terdengar suara mendengkur disertai gejala nafas cyene stokes.

e) Menurunnya tekanan darah, peredaran darah perifer menjadi terhenti dan rasa

nyeri bila ada biasanya menjadi hilang. Kesadaran dan tingkat kekuatan ingatan

Page 7: Asuhan Keperawatan Paliatif

bervariasi tiap individu. Otot rahang menjadi mengendur, wajah klien yang tadinya

kelihatan cemas nampak lebih pasrah menerima.

Dalam keadaan yang seperti itu peran perawat disamping memenuhi kebutuhan

fisiknya juga harus memenuhi kebutuhan spiritual klien muslim agar diupayakan

meninggal dalam keadaan Husnul Khatimah. Perawat membimbing klien dengan

mentalkinkan (membimbing dengan melafalkan secara berulang-ulang),

sebagaimana Rasulullah mengajarkan dalam Hadist Riwayat

Muslim “Talkinkanlah olehmu orang yang mati diantara kami dengan kalimat

Laailahaillallah karena sesungguhnya seseorang yang mengakhiri ucapannya

dengan itu ketika matinya maka itulah bekalnya sesungguhnya seseorang yang

mengakhiri ucapannya dengan itu ketika matinya maka itulah bekalnya menuju

surga”Selanjutnya Umar Bin Ktahab berkata “Hindarilah orang yang mati

diantara kami dan dzikirkanlah mereka dengan ucapan Laailahaillahllah, maka

sesungguhnya mereka (orang yang meninggal) melihat apa yang tidak bisa, kamu

lihat”. Para ulama berpendapat,” Apabila telah membimbing orang yang akan

meninggal dengan satu bacaan talqin, maka jangan diulangi lagi. Kecuali apabila

ia berbicara dengan bacaan-bacaan atau materi pembicaraan lain. Setelah itu

barulah diulang kembali, agar bacaan La Ilaha Illallha menjadi ucapan terakhir

ketika menghadapi kematian. Para ulama mengarahkan pada pentingnya

menjenguk orang sakaratul maut, untuk mengingatkan, mengasihi, menutup

kedua matanya dan memberikan hak-haknya.” (Syarhu An-nawawi Ala Shahih

Muslim : 6/458)

3) Berbicara yang Baik dan Do´a untuk jenazah ketika menutupkan matanya.

Di samping berusaha memberikan sentuhan perawat muslim perlu

berkomunikasi terapeutik, antara lain diriwayatkan oleh Imam Muslim Rasulullah

SAW bersabda ”Bila kamu datang mengunjungi orang sakit atau orang mati,

hendaklah kami berbicara yang baik karena sesungguhnya malaikat mengaminkan

terhadap apa yang kamu ucapkan”, Selanjutnya diriwayatkan oleh Ibnu Majah

Rasulullah bersabda “apabila kamu menghadiri orang yang meninggal dunia di antara

kamu, maka tutuplah matanya karena sesungguhnya mata itu mengikuti ruh yang

Page 8: Asuhan Keperawatan Paliatif

keluar dan berkatalah dengan kata-kata yang baik karena malaikat mengaminkan

terhadap apa yang kamu ucapkan”. Berdasarkan hal diatas perawat harus berupaya

memberikan suport mental agar klien merasa yakin bahwa Allah Pengasih dan selalu

memberikan yang terbaik buat hambanya, mendo’akan dan menutupkan kedua

matanya yang terbuka saat roh terlepas, dari jasadnya.

4) Membasahi kerongkongan orang yang sedang sakaratul maut

“Disunnahkan bagi orang-orang yang hadir untuk membasahi kerongkongan

orang yang sedang sakaratul maut tersebut dengan air atau minuman. Kemudian

disunnahkan juga untuk membasahi bibirnya dengan kapas yg telah diberi air. Karena

bisa saja kerongkongannya kering karena rasa sakit yang menderanya, sehingga sulit

untuk berbicara dan berkata-kata. Dengan air dan kapas tersebut setidaknya dapat

meredam rasa sakit yang dialami orang yang mengalami sakaratul maut, sehingga hal

itu dapat mempermudah dirinya dalam mengucapkan dua kalimat syahadat.” (Al-

Mughni : 2/450 milik Ibnu Qudamah)

5) Menghadapkan orang yang sakaratul maut ke arah kiblat

Kemudian disunnahkan untuk menghadapkan orang yang tengah sakaratul

maut kearah kiblat. Sebenarnya ketentuan ini tidak mendapatkan penegasan dari hadits

Rasulullah Saw., hanya saja dalam beberapa atsar yang shahih disebutkan bahwa para

salafus shalih melakukan hal tersebut. Para Ulama sendiri telah menyebutkan dua cara

bagaimana menghadap kiblat :

a) Berbaring terlentang diatas punggungnya, sedangkan kedua telapak kakinya

dihadapkan kearah kiblat. Setelah itu, kepala orang tersebut diangkat sedikit agar

ia menghadap kearah kiblat.

b) Mengarahkan bagian kanan tubuh orang yang tengah sakaratul maut menghadap

ke kiblat. Dan Imam Syaukai menganggap bentuk seperti ini sebagai tata cara

yang paling benar. Seandainya posisi ini menimbulkan sakit atau sesak, maka

biarkanlah orang tersebut berbaring kearah manapun yang membuatnya selesai.

Page 9: Asuhan Keperawatan Paliatif

B. Layanan Spiritual Menurut Agama Kristen Menjelang Sakaratul Maut

Karena dalam sakramen-sakramen Kristiani diadakan tanda-tanda istimewa akan

kehadiran Kristus yang Bangkit, sepatutnyalah kita merayakannya juga pada masa kita

didera penyakit. Dalam sakit, dua sakramen mendapat tempat istimewa dalam tradisi

Katolik: Sakramen Pengurapan Orang Sakit dan Sakramen Ekaristi.

1) Sakramen Pengurapan Orang Sakit :

Dalam Sakramen Pengurapan Orang Sakit, Yesus yang Bangkit menawarkan

kepada mereka yang sakit kuasa, bukan hanya untuk menanggung penderitaan dengan

gagah berani, melainkan juga untuk melawannya. Sakramen ini dirayakan dengan

tanda-tanda yang sederhana namun penuh kuasa. Yesus biasa menjamah mereka yang

sakit; dalam sakramen ini, imam menumpangkan tangannya ke atas kepala si sakit

yang hendak diurapi. Do’a-do’a kesembuhan dipanjatkan. Kepala dan kedua tangan si

sakit diurapi imam dengan Minyak Orang Sakit (Oleum Infirmorum) yang terbuat dari

zaitun. Pengurapan dengan minyak ini merupakan tanda pengingat akan pengurapan

yang diterima dalam Sakramen Baptis dan Sakramen Penguatan. Terkadang, jika

memang berguna bagi keselamatan, sakramen akan memulihkan kembali kesehatan

jasmani si sakit. Tak peduli dampaknya yang kelihatan pada kesehatan jasmani si

sakit, Sakramen Pengurapan Orang Sakit senantiasa menganugerahkan rahmat

pertolongan Tuhan atas siapa saja yang menerimanya dengan penuh iman.

“Semoga karena pengurapan suci ini Allah yang Maharahim menolong Saudara

dengan rahmat Roh Kudus,”

“Semoga Tuhan membebaskan Saudara dari dosa dan membangunkan Saudara

di dalam rahmat-Nya.”

Sakramen juga merupakan tanda persatuan kita dengan anggota Gereja yang

lainnya, maka keluarga si sakit yang diurapi, sahabat serta mereka yang terlibat dalam

perawatan si sakit hendaknya diundang untuk ikut ambil bagian dalam Sakramen

Pengurapan ini.

Sakramen Pengurapan Orang Sakit dapat diterima oleh mereka yang

kesehatannya terganggu secara serius akibat penyakit atau usia lanjut, dan dapat

diulang jika keadaan klien bertambah parah.

Page 10: Asuhan Keperawatan Paliatif

2) Komuni Orang Sakit/ Sakramen Ekaristi :

Sakramen Ekaristi, tanda terpenting yang Kristus berikan kepada GerejaNya

sebagai kenangan akan kehadiran-Nya, juga merupakan sakramen yang hendaknya

diterima sesering mungkin pada masa sakit. Meski tak dapat merayakan Ekaristi di

Gereja, umat Kristiani hendaknya berusaha menerima Komuni Kudus di rumah atau di

rumah sakit. Yesus meyakinkan kita:

Jikalau seorang makan dari roti ini,

Ia akan hidup selama-lamanya,pp

dan roti yang Kuberikan itu ialah daging-Ku,

yang akan Kuberikan untuk hidup dunia. (Yoh 6:51)

4. Fungsi dan Peran Perawat paliatif

a. Motivator

Pada pasien dengan masalah-masalah yang berhubungan dengan penyakit yang

tergolong berat seperti kanker akan cenderung menggunakan strategi emotion-focused

coping, yaitu keadaan dimana individu melibatkan usaha-usaha untuk mengatur

emosinya dalam rangka menyesuaikan diri dengan dampak yang akan di timbulkan

oleh suatu kondisi atau situasi yang penuh tekanan.

Disini peran spiritual adalah sebagai penyemangat atau memotivasi untuk hidup,

keyakinan, pendekatan, harapan dan kepercayaan pada Tuhan serta kebutuhan untk

menjalankan agama yang di anut, kebutuhan untuk di cintai dan di ampuni oleh Tuhan

yang seleruhnya dimiliki dan harus di pertahankan oleh seseorang sampai kapan pun

agar memperoleh pertolongan, ketenangan, keselamatan, kekuatan, pengghiburan serta

kesembuhan.

b. Fasilitator

Perawat yangbekerja di garis terdepan harus mampu memenuhi semua kebutuhan

klien termasuk juga kebutuhan spiritual klien. Berbagai cara perawat untuk memenuhi

kebutuhan klien mulai dari pemenuhan makna dan tujuan spiritual sampai dengan

memfasilitasi klien untuk mengekspresikan agama dan keyakinannya. (Hamid, 2000).

Terapi keagamaan yang diberikan berupa bimbingan tentang konsep sehat-sakit dari

sudut pandang agama, bimbingan untuk dzikir dan bedoa, hal itu dilakukan oleh

Rohaniawan yang di fasilitasi oleh perawat.

Page 11: Asuhan Keperawatan Paliatif

Dalam memfasilitasi kebutuhan pasien terhadap pelaksanaan keagamaan, perawat

perlu mengkaji terlebih dahulu mengenai kebutuhan spiritual pasien. Misalnya

mengetahui masalah-masalah atau kendala pasien dalam melaksanakan ibadah

kemudian berusaha membantu mencari solusi atas masalah-masalah atau kendala yang

di hadapi pasien. Seorang perawat disarankan tidak langsung memberikan bantuan

pada pasien tanpa mengkaji kengkaji kebutuhan spiritual pasien terlebih dahulu.

Pada pasien dalam keadaan terminal, perawat memfasilitasi untuk memenuhi

kebutuhan spiritual pasien misalnya dengan menanyakan siapa saja yang ingin di

datangkan untuk bertemu dengan klien dan di diskusikan dengan keluarganya.

Dalam pemenuhan kebutuhan spiritual pasien, seorang perawat juga melakukan

kolaborasi dengan pihak-pihak lain yang dirasa bisa mendukung upaya pemenuhan

kebutuhan spiritual klien (keluarga, ahli agama, kelompok pendukung). Misalnya

klien yang membutuhkan bimbingan spiritual dari ahli agama, perawat berperan

sebagai fasilitator untuk menyampaikan kebutuhan klien pada pihak keluarga sehingga

pihak keluarga dapat mengupayakan untuk menghadirkan ahli agama sesuai dengan

kebutuhan klien. Apabila pasien merasa kebutuhan spiritualnya sudah dapat di penuhi

oleh perawat saja, maka perawat dapat memaksimalkan upaya pemenuhan kebutuhan

spiritual pasien.

5. Skenario kasus

Tn. A (50 tahun) dan Ny. N (45 tahun) sudah 35 tahun menikah dan menganut

agama Islam. Mereka dikaruniai dua orang anak perempuan yang semuanya sudah berumah

tangga dan memberikan dua orang cucu. Kondisi ekonomi keluarga Tn. A cukup baik,

memiliki dua perusahaan yang berjalan dengan baik. Tn. A dan Ny.N cukup dikenal di

lingkungannya karena keduanya aktif dalam kegiatan sosial, bahkan Tn. A menjadi salah satu

donatur tetap pada sebuah panti asuhan.Walaupun sebelumnya Tn. A adalah perokok berat,

namun sudah sejak 5 tahun terakhir ini berhenti total merokok. Karena Tn. A perokok hebat,

ia didiagnosa menderita kanker paru-paru stadium akhir dan bermestastase ke tulang.

Pola makan Tn. A kurang terpenuhi karena pasien sering mengeluh mual karena efek

kemoterapi sehingga nafsu makan pasien berkurang. Status cairan terpenuhi dengan minum 8

gelas sehari.

Page 12: Asuhan Keperawatan Paliatif

Akibat penyakitnya itu Tn.A terlihat lemas, wajah pucat, batuk-batuk, badan terlihat

kurus, kepala selalu pusing dan sakit didaerah leher. Dalam hal spiritual semenjak sakit Tn.A

marah karena merasa Tuhan tidak adil terhadap penyakit yang di deritanya. Dan Tn. A merasa

sedih atas penyakit yang di deritanya, istrinya pun menyatakan bahwa ia belum siap bila

ditinggal suaminya untuk selamanya.

Dalam menghadapi semuanya Tn.A selalu bercerita kepada istrinya tentang keluhan

dan perasaan yang dialaminya, namun tetap saja Tn.A merasa tidak tenang dan putus asa

dalam menghadapi penyakitnya. Tn.A mengatakan hidupnya sudah tidak berarti lagi bagi

keluarga dan lingkungannya karena merasa Tuhan tidak adil. Mimpi akan kematian selalu

hadir dalam mimpinya setiap malam. Jika kematian cepat menjemputnya Tn.A mengatakan

agar istri dan keluarga dapat tabah dan ikhlas menerima kenyataan.

Untuk biaya perawatan Tn.A dan keluarga tidak merasa terbebani begitupun dengan

kondisi penyakitnya.

6. Asuhan Keperawatan Paliatif pada Klien Tn. A dengan Gangguan Spiritual

A. Pengkajian (4 Dimensi)

1) Fisik

a) Status penampilan fisik

Tn.A terlihat lemas, wajah pucat, badan terlihat kurus.

b) Keluhan klien dan gejala-gejala

Tn. A kerap kali merasa pusing dan sakit di daerah lehernya serta batuk-

batuk. Hasil pemeriksaan menunjukkan Tn. A menderita kanker paru-paru yang

sudah bermetastase ke tulang.

c) Status nutrisi dan cairan (hidrasi)

Status nutrisi Tn. A kurang terpenuhi karena pasien sering mengeluh mual

sehingga nafsu makan pasien berkurang. Status cairan terpenuhi.

2) Psikologikal

a) Emosi

Tn. A marah karena merasa Tuhan tidak adil terhadap penyakit yang di deritanya.

b) Kognisi

Page 13: Asuhan Keperawatan Paliatif

Tn. A mengetahui bahwa penyakit kanker paru-paru adalah penyakit yang cukup

mematikan

c) Mood (alam perasaan)

Tn. A merasa sedih atas penyakit yang di deritanya, istrinya pun menyatakan

bahwa ia belum siap bila ditinggal suaminya untuk selamanya.

d) Koping (cara mengatasi masalah)

Tn. A selalu meluapkan kesedihan dan keluh kesah pada istrinya

e) Mimpi-mimpi yang menakutkan

Menurut Tn. A, kematian itu selalu ada di mimpinya

3) Spiritual

a) Arti kehidupan dan kematian

Menurut Tn. A Tuhan itu tidak adil karena merasa hidupnya tidak berarti.

b) Agama

Tn. A menganut dan mempercayai ajaran agama islam

c) Arti sebuah harapan

Tn. A berharap jika ia meninggal, keluarga bisa tabah dan ikhlas menerima

kenyataan.

4) Sosial

a) Merasa sendiri

Tn. A tidak merasa sendiri karena selalu ada istri dan keluarga yang selalu

menemani.

b) Keadaan ekonomi (biaya)

Biaya rumah sakit dan perawatan lainnya tidak menjadi beban keluarga.

c) Beban keluarga atau pengasuh

Keluarga tidak merasa terbebani dengan penyakit yang di derita Tn. A

B. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa Keperawatan Menurut Teori :

1) Ansietas / cemas berhubungan dengan rasa takut

2) Isolasi sosial berhubungan dengan menarik diri

Page 14: Asuhan Keperawatan Paliatif

3) Perubahan rasa nyaman berhubungan dengan nyeri fisiologi atau emosional

4) Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan denial

5) Takut ( kamatian atau katidaktahuan ) berhubungan dengan tidak memprediksi masa

depan.

6) Putus harapan berhubungan dengan perubahan fungsi

7) Potensial self care defisit berhubungan dengan meningkatnya ketergantungan pada

orang lain tentang perawatan

8) Gangguan self konsep berhubungan dengan kehilangan fungsi fisik / mental

9) Distress spiritual

Diagnosa Keperawatan Menurut Kasus Tn. A :

1) Resiko terhadap distres spiritual yang berhubungan dengan menghadapi ancaman

kematian.

Page 15: Asuhan Keperawatan Paliatif

C. Rencana Keperawatan Menurut Kasus Tn. A

No. Diagnosa Keperawatan

Menurut Kasus Tn. ATujuan dan Kriteria Hasil Rencana Keperawatan Rasional

1. Distres spiritual yang

berhubungan dengan

perpisahan dari sistem

pendukung keagamaan,

kurang pripasi atau ketidak

mampuan diri dalam

menghadapi ancaman

kematian.

Selama dilakukan

perawatan pada Tn. A

diharapkan disstres

spiritual berkurang,

dengan criteria hasil :

1. Rasa takut klien

menghadapi kematian

berkurang.

2. Klien merasa lebih

tenang.

3. Semangat hidup klien

bertambah.

4. Ibadah klien lebih

khusu.

5. Rasa depresi terhadap

penyakit berkurang.

1. Berikan kesempatan pada pasien untuk

berdoa

2. Ajak pasien untuk berdiskusi tentang

ketakutan yang dialami pasien dalam

menghadapi kematian

3. Ciptakan lingkungan yang tenang dan

nyaman

1. Bagi klien yang mendapatkan

nilai tinggi pada do’a atau

praktek spiritual lainnya ,

praktek ini dapat memberikan

arti dan tujuan dan dapat

menjadi sumber kenyamanan

dan kekuatan.

2. Untuk menurunkan ketakutan

dan kecemasan dan pasien

merasa lebih tenang.

3. Privasi dan ketenangan

memberikan lingkungan yang

memudahkan refresi dan

perenungan.

Page 16: Asuhan Keperawatan Paliatif

4. Bila klien menginginkan, ajak untuk

berdo’a bersama keluarga

4. Klien merasa lebih tenang

apabila berdoa bersama

dengan keluarga

D. Implementasi Keperawatan Menurut Kasus Tn. A

E. Evaluasi Keperawatan Menurut Kasus Tn. A

1. Apakah rasa takut klien menghadapi kematian berkurang ?

2. Apakah klien merasa lebih tenang ?

3. Apakah semangat hidup klien bertambah ?

4. Apakah ibadah klien lebih khusu ?

5. Apakah rasa depresi terhadap penyakit berkurang ?

Page 17: Asuhan Keperawatan Paliatif

DAFTAR PUSTAKA

http://mausehatdong.blogspot.com/2009/10/askep-jiwa-dengan-penyakit-terminal.html

http://nurse-smw.blogspot.com/2009/05/asuhan-keperawatan-pada-klien-terminal_08.html

Hamid, Achir Yani. 1999. Buku Ajar Aspek Spiritual Dalam Keperawatan.Widya Medika:

Jakarta.

Page 18: Asuhan Keperawatan Paliatif

Lampiran 1

(pertanyaan)

1. Bagaimana memberikan pelayanan spiritual pada pasien terminal dalam keadaan koma,

baik secara agama Islam dan Kristen? (Pertanyaan dari Sri Komalasari Kelompok 4).

Jawaban :

Pada pasien dalam keadaan terminal, perawat memfasilitasi untuk memenuhi kebutuhan

spiritual pasien dan seorang perawat juga melakukan kolaborasi dengan pihak-pihak lain

yang dirasa bisa mendukung upaya pemenuhan kebutuhan spiritual klien (keluarga, ahli

agama, kelompok pendukung).

Pada dasarnya semua agama memberikan bimbingan doa namun caranya berbeda-beda

sesuai dengan aturan dalam keyakinan yang dianut setiap pasien.

2. Hal apa saja yang harus diprioritaskan perawat dalam pelayanan spiritual? ( Pertanyaan

dari Sri Sulastri Kelompok 3).

Jawaban :

a. Memberikan lingkungan yang nyaman dan tenang agar layanan spiritual dapat

diberikan secara maksimal.

b. Harus ada rohaniawan untuk membimbing pasien.

Page 19: Asuhan Keperawatan Paliatif

Lampiran 2

( Observasi jalannya persentasi )

Observer : Dewi Puspitas Sari dari kelompok 3

1. Dalam power point tidak disebutkan pembagian tugas masing-masing dalam kelompok

( ketua, sekretaris, dan anggota).

2. Materi yang disampaikan dapat dimengerti.

3. Persentan kurang jelas dan kurang menguasai dalam memberikan materi.

4. Audiens cukup baik dalam mengikuti dan menyimak jalannya presentasi.

Lampiran 3

Moderator : Nurul H. Abdulah dari kelompok 1

Page 20: Asuhan Keperawatan Paliatif

Pembukaan : 5 menit

Lamanya Presentasi : 10 menit

Diskusi : 20 menit

Observer : 5 menit

Kesimpulan dan penutup : 5 menit