Asuhan Keperawatan SIADH

28
Asuhan Keperawatan SIADH Posted: 11 November 2011 in Kumpulan Askep 2 1.1 Definisi SIADH merupakan kumpulan gejala akibat gangguan hormon antidiuretik atau yang lebih dikenal dengan Inappropriate ADH syndrome, Schwartz- Bartter syndrome. SIADH dapat didefiisikan sebagai Gangguan produksi hormon antidiuretik ini menyebabkan retensi garam atau hiponatremia. SIADH adalah suatu karakteristik atau ciri dan tanda yang disebabkan oleh ketidakmampuan ginjal mengabsorpsi atau menyerap air dalam bentuk ADH yang berasal dari hipofisis posterior. (Barbara K.Timby, 2000) SIADH adalah gangguan pada hipofisis posterior akibat peningkatan pengeluaran ADH sebagai respon terhadap peningkatan osmolaritas darah dalam tingkat yang lebih ringan. (Corwin, 2001) SIADH adalah syndrome yang diakibatkan karena ekresi ADH yang berlebihan dari lobus posterior dan dari sumber ektopik yang lain. (Black dan Matassarin Jacob, 1993) SIADH adalah gangguan pada hipofisis posterior akibat peningkatan pengeluaran ADH sebagai respon terhadap peningkatan osmolaritas darah dalam tingkat yang lebih ringan. (Corwin, 2001) SIADH (syndrome of inapropiate secretion of anti diuretic hormon) adalah gangguan pada hipofisis posterior yang ditandai dengan

Transcript of Asuhan Keperawatan SIADH

Asuhan Keperawatan SIADH

Posted: 11 November 2011 in Kumpulan Askep

2

1.1 Definisi

SIADH merupakan kumpulan gejala akibat gangguan hormon antidiuretik atau yang lebih dikenal dengan Inappropriate ADH syndrome, Schwartz-Bartter syndrome. SIADH dapat didefiisikan sebagai Gangguan produksi hormon antidiuretik ini menyebabkan retensi garam atau hiponatremia.

SIADH adalah suatu karakteristik atau ciri dan tanda yang disebabkan oleh ketidakmampuan ginjal mengabsorpsi atau menyerap air dalam bentuk ADH yang berasal dari hipofisis posterior. (Barbara K.Timby, 2000)

SIADH adalah gangguan pada hipofisis posterior akibat peningkatan pengeluaran ADH sebagai respon terhadap peningkatan osmolaritas darah dalam tingkat yang lebih ringan. (Corwin, 2001)

SIADH adalah syndrome yang diakibatkan karena ekresi ADH yang berlebihan dari lobus posterior dan dari sumber ektopik yang lain. (Black dan Matassarin Jacob, 1993)

SIADH adalah gangguan pada hipofisis posterior akibat peningkatan pengeluaran ADH sebagai respon terhadap peningkatan osmolaritas darah dalam tingkat yang lebih ringan. (Corwin, 2001)

SIADH (syndrome of inapropiate secretion of anti diuretic hormon) adalah gangguan pada hipofisis posterior yang ditandai dengan peningkatan pelepasan ADH dari hipofisis posterior.(elizabet j.corwin, 2001)

2.2 EPIDEMIOLOGI

Hampir dari dua pertiga pasien dengan SIADH mengalami neoplasma. Keganasan yang paling sering berhubungan dengan sindrom ini adalah kanker paru ( sel gandum ), kanker duodenum dan pankreas, limfoma, timoma, dan mesotelioma. Beberapa zat kemoterapi, sisplatin, siklofosfamid, vinblastin, dan vinkristin telah menunjukkan pelepasan ADH yang tidak mencukupi

Pasien usia lanjut dengan hiponatremia yang sedang direhabilitasi cenderung memiliki gejala SIADH. Hal ini terbukti pada studi di kelompok usia lanjut dengan hiponatremi idiopatik kronik yang mendasari hubungan antara SIADH dan usia. Hiponatremia sendiri sering dengan korelasi medis yang kurang signifikan. Walau bagaimanapun risiko kejadian SIADH meningkat bila pasien menderita hiponatremia. Insiden SIADH adalah 1/3 nya pada anak yang rawat inap dengan pneunomia, yang berkorelasi dengan perburukan penyakit dan kesembuhannya. Mungkin restriksi cairan pada pasien ini sangat diperlukan untuk meningkatkan kesembuhannya

2.3 Etiologi

SIADH sering terjadi pada pasien gagal jantung atau dengan gangguan hipotalamus (bagian dari otak yang berkoordinasi langsung dengan kelenjar hipofise dalam memproduksi hormone). Pada kasus lainnya, missal: beberapa keganasan (ditempat lain dari tubuh) bisa merangsang produksi hormon anti diuretik, terutama keganasan di paru dan kasus lainnya seperti dibawah ini:

Kelebihan vasopressin

Peningkatan tekanan intracranial baik pada proses infeksi maupun trauma pada otak.

Obat yang dapat merangsang atau melepaskan vasopressin (vinuristin, cisplatin, dan ocytocin)

Penyakit endokrin seperti insufislensi adrenal,dan insufisiensi pituitary anterior

Tumor pituitary terutama karsinoma bronkogenik/ karsinoma pancreatic yang dapat mensekresi ADH secara ektopic(salah tempat)

Cidera Kepala

Pembedahan(dapat memunculkan SIADH sesaat)

Obat- obatan seperti

a. cholorpropamid(obat yang menurunkan gula darah)

b. Carbamazepine (obat anti kejang)

c. Tricilyc (antidepresan)

d. Vasopressin dan oxytocin ( hormon anti deuretik buatan ).

Meningitis

Kelebihan ADH

Faktor Pencetus :

Trauma Kepala

Meningitis.

Ensefalitis.

Neoplasma.

Cedera Serebrovaskuler.

Pembedahan.

Penyakit Endokrin.

2.4 Patofisiologi

Hormon Antidiuretik (ADH) bekerja pada sel-sel duktus koligentes ginjal untuk meningkatkan permeabilitas terhadap air. Ini mengakibatkan peningkatan reabsorbsi air tanpa disertai reabsorbsi elektrolit. Air yang direabsorbsi ini meningkatkan volume dan menurunkan osmolaritas cairan ekstraseluler (CES). Pada saat yang sama keadaan ini menurunkan volume dan meningkatkan konsentrasi urine yang diekskresi

Pengeluaran berlebih dari ADH menyebabkan retensi air dari tubulus ginjal dan duktus. Volume cairan ekstra selluler meningkat dengan hiponatremi delusional.Dimana akan terjadi penurunan konsentrasi air dalam urin sedangkan kandungan natrium dalam urin tetap,akibatnya urin menjadi pekat.

Dalam keadaan normal, ADH mengatur osmolaritas serum. Bila osmolaritas serum menurun, mekanisme feedback akan menyebabkan inhibisi ADH. Hal ini akan mengembalikan dan meningkatkan ekskresi cairan oleh ginjal untuk meningkatkan osmolaritas serum menjadi normal.

Terdapat berapa keadaan yang dapat mengganggu regulasi cairan tubuh dan dapat menyebabkan sekresi ADH yang abnormal . Tiga mekanisme patofisiologi yang bertanggung jawab akan SIADH , yaitu

Sekresi ADH yang abnormal sari system hipofisis. Mekanisme ini disebabkan oleh kelainan system saraf pusat, tumor, ensafalitis , sindrom guillain Barre. Pasien yang mengalami syok, status asmatikus, nyeri hebat atau stress tingkat tinggi, atau tidak adanya tekanan positif pernafasan juga akan mengalami SIADH.

ADH atau substansi ADH dihasilkan oleh sel-sel diluar system supraoptik – hipofisis , yang disebut sebagai sekresi ektopik ( misalnya pada infeksi).

Kerja ADH pada tubulus ginjal bagian distal mengalami pemacuan . bermacam-macam obat-obat menstimulasi atau mempotensiasi pelepasan ADH . obat-obat tersebut termasuk nikotin , transquilizer, barbiturate, anestesi umum, suplemen kalium, diuretic tiazid , obat-obat hipoglikemia, asetominofen , isoproterenol dan empat anti neoplastic : sisplatin, siklofosfamid, vinblastine dan vinkristin.

2.5 MANIFESTASI KLINIS

Gejala yang sering muncul adalah:

Hiponatremi (penurunan kadar natrium )

Mual, muntah, anorexia, diare

Takhipnea

Retensi air yang berlebihan

Letargi

Penurunan kesadaran sanpai koma.

Osmolalitas urine melebihi osmolalitas plasma , menyebabkan produksi urine yang kurang terlarut.

Ekskresi natrium melalui urine yangberkelanjutan

Penurunan osmolalitas serum dan cairan ekstraselular

Menurut Sylvia ( 2005). Tanda dan gejala yang dialami pasien dengan SIADH tergantung pada derajat lamanya retensi air dan hiponatremia . perlu dilakukan pemeriksaan tingka osmolalitas serum , kadar BUN, kreatinin, Natrium, Kalium, Cl dan tes kapasitas pengisian cairan:

Na serum >125 mEq/L.

Anoreksia.

Gangguan penyerapan.

Kram otot.

Na serum = 115 – 120 mEq/L.

Sakit kepala, perubahan kepribadian.

Kelemahan dan letargia.

Mual dan muntah.

Kram abdomen.

Na serum < 1115 mEq/L.

Kejang dan koma.

Reflek tidak ada atau terbatas.

Tanda babinski.

Papiledema.

Edema diatas sternum.

2.6 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Natrium serum menurun <15 M Eq/L.

Natrium urin kurang dari 15 M Eq/L(menandakan konservasi ginjal terhadap Na)

Natrium urin > 20 M Eq/L menandakan SIADH.

Kalium serum,mungkin turun sesuai upaya ginjal untuk menghemat Na dan Kalium sedikit.

Klorida/bikarbonat serum: mungkin menurun,tergantung ion mana yang hilang dengan DNA.

Osmolalitas,umumnya rendah tetapi mungkin normal atau tinggi.

Osmolalitas urin,dapat turun/biasa < 100 m osmol/L kecuali pada SIADH dimana kasus ini akan melebihi osmolalitas serum. Berat jenis urin:meningkat (< 1,020) bila ada SIADH.

Hematokrit, tergantung pada keseimbangan cairan,misalnya: kelebihan cairan melawan dehidrasi.

Osmolalitas plasma dan hiponatremia (penurunan konsentrasi natrium,natrium serum menurun sampai 170 M Eq/L.

Prosedur khusus :tes fungsi ginjal adrenal,dan tiroid normal.

Pengawasan di tempat tidur : peningkatan tekanan darah.

Pemeriksaan laboratorium : penurunan osmolalitas, serum, hiponatremia, hipokalemia, peningkatan natrium urin

2.7 PENATALAKSANAAN

Pada umumnya pengobatan SIADH terdiri dari restriksi cairan (manifestasi klinis SIADH biasanya menjadi jelas ketika mekanisme haus yang mengarah kepada peningkatan intake cairan. Larutan hipertonis 3% tepat di gunakan pada pasien dengan gejala neurologis akibat hiponatremi ( Bodansky & Latner, 1975)

Penatalaksanaan SIADH terbagi menjadi 3 kategori yaitu:

1. Pengobatan penyakit yang mendasari, yaitu pengobatan yang ditunjukkan untuk mengatasi penyakit yang menyebabkan SIADH, misalnya berasal dari tumor ektopik, maka terapi yang ditunjukkan adalah untuk mengatasi tumor tersebut.

2. Mengurangi retensi cairan yang berlebihan.

Pada kasus ringan retensi cairan dapat dikurangi dengan membatasi masukan cairan. Pedoman umum penanganan SIADH adalah bahwa sampai konsenntrasi natrium serum dapat dinormalkan dan gejala-gejala dapat diatasi. Pada kasus yang berat, pemberian larutan normal cairan hipertonik dan furosemid adalah terapi pilihan.

3. Semua asuhan yang diperlukan saat pasien mengalami penurunan tingkat kesadaran (kejang, koma, dan kematian) seperti pemantauan yang cermat masukan dan haluaran urine. Kebutuhan nutrisi terpenuhi dan dukungan emosional.

Rencana non farmakologi

Pembatasan cairan (pantau kemungkinan kelebihan cairan)

Pembatasan sodium

Rencana farmakologi

Penggunaan diuretic untuk mencari plasma osmolaritas rendah

Obat/penggunaan obat demeeloculine, untuk menekan vosopresin

Hiperosmolaritas, volume oedema menurun

Ketidakseimbangan system metabolic, kandungan dari hipertonik saline 3 % secara perlahan-lahan mengatasihiponatremi dan peningkatan osmolaritas serum (dengan peningkatan = overload) cairan dengan cara penyelesaian ini mungkin disebabkan oleh kegagalan jantung kongestif.

Pengobatan khusus = prosedur pembedahan

Pengangkatan jaringan yang mensekresikan ADH, apabila ADH bersal dari produksi tumor ektopik, maka terapi ditujukan untuk menghilangkan tumor tersebut.

Penyuluhan yang dilakukan bagi penderita SIADH antara lain :

Pentingnya memenuhi batasan cairan untuk periode yang di programkan untuk membantu pasien merencanakan masukan cairan yang diizinkan(menghemat cairan untuk situasi social dan rekreasi).

Perkaya diit dengan garam Na dan K dengan aman. Jika perlu, gunakan diuretic secara kontinyu.

Timbang berat badan pasien sebagai indicator dehidrasi.

Indikator intoksikasi air dan hiponat : sakit kepala, mual, muntah, anoreksia segera lapor dokter.

Obat-obatan yang meliputi nama obat, tujuan, dosis, jadwal, potensial efek samping.

Pentingnya tindak lanjut medis : tanggal dan waktu.

Untuk kasus ringan,retreksi cairan cukup dengan mengontrol gejala sampai sindrom secara spontan lenyap.Apabila penyakit lebih parah,maka diberikan diuretik dan obat yang menghambat kerja ADH di tubulus pengumpul.Kadang-kadang digunakan larutan natrium klorida hipertonik untuk meningkatkan konsentrasi natrium plasma.

Apabila ADH berasal dari produksi tumor ektopik,maka terapi untuk menghilangkan tumor tersebut.

2.8 KOMPLIKASI

Gejala-gejala neurologis dapat berkisar dari nyeri kepala dan konfusi sampai kejang otot, koma dan intoksikasi air.

2.9 PROGNOSIS

Kecepatan dan durasi respon sangat bergantung pada penyebabnya . SIADH biasanya berkurang dengan regresi tumor , tetapi dapat menetap walaupun tumor primer telah terkontrol . gangguan neurologis akibat intoksikasi air biasanya bersifat reversibel dan tidak memerlukan rehabilitas jangka panjang.

SIADH yang disertai hiponatremia, apalagi dengan derajat yang makin berat dan ditambah terlambatnya penanganan akan sangat berkontribusi terhadap berat ringannya angka mortalitas dan morbiditas pasien.

Angka mortalitas pasien disertai hyponatremia 12.5% lebih tinggi dibandingkan pasien tanpa hiponatremi. Angka mortalitas bertambah 2 x lipat (25%) bila pasien konsentrasi serum Na < 120 mmol/L dibanding pasien degan hiponatremia ringan

Angka mortalitas pasien dewasa berkisar 5-50% bila terdapat penurunan drastis serum Na secara akut, tergantung derajatnya. Sementara pasien anak angka mortalitas hanya 8%. Bayi dalam kandungan akan merespon edema yang terjadi diotak dengan lebih baik, karena lebih luasnya volum kranium. Hiponatremi paskaoperasi bisa menyebabkan angka mortalitas dan mormeningkat pada kedua jenis kelamin, karena tidak adekuatnya adaptasi otak dengan volum luas dan lambatnya berobat.

Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional

1.

Ketidakseimbangan cairan : lebih dari kebutuhan berhubungan dengan peningkatan sekresi ADH ditandai dengan edema.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 X 24 jam diharapkan sekresi ADH kembali normal dengan kriteri hasil :

- Volume cairan dan elektrolit dapat kembali dalam batas normal.

- klien dapat mempertahankan berat badan dan volume urin 800 – 2000 ml/hari

- Input sama dengan output

- Tidak ada edema.

Pantau masukan dan haluaran cairan dan tanda tanda kelebihan cairan setiap 1 – 2 jam.

Pantau elektrolit atau osmolalitas serum resiko gangguan signifikan bila serum Na kurang dari 125 mEq/L.

Batasi masukan cairan.

Monitor TTV

- Catatan masukan dan haluaran membantu mendeteksi tanda dini ketidakseimbangan cairan.

- Untuk mengetahui keadaan natrium serum

- Mencegah intoksikasi air.

- Tanda-tanda vital menjadi indikasi dari kondisi klien.

2. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan dengan Tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 X 24 jam, masalah gangguan nutrisi dapat teratasi dengan kriteria hasil :

- Barat badan kembali normal.

- Bebas dari tanda mal nutrisi.

Timbang berat badan setiap hari.

Buat pilihan menu yang ada dan ijinkan pasien untuk mengontrol pilihan sebanyak mungkin.

Kolaborasi, Berikan cairan IV hiperalimentasi dan lemak sesuai indikasi

- Memberikan informasi tentang keadaan masukan diet atau penentuan kebutuhan nutrisi.

- Untuk membuat klien meningkat kepercayaan dirinya dan merasa mengontrol lingkungan lebih suka menyediakan makanan untuk dimakan.

- Memenuhi kebutuhan cairan atau nutrisi sampai masukan oral dapat dimulai.

3. Gangguan Proses Pikir b.d Penurunan kadar Natrium setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan tingkat kesadaran dapat kembali normal.

Dengan kriteria hasil :

Pasien mampu berkomunikasi dengan baik.

Pasien bisa meningkatkan konsentrasinya.

Orientasi pasien kembali normal.

1. Pantau tentang kebingungan, dan catat tingkat anxietas pasien.

Batasi aktivitas pasien dalam batas-batas wajar untuk mengumpulkan energi.

Kurangi stimulus yang merangsang, kritik yang negatif, argumentasi, dan konfrontasi.

Ajarkan untuk melakukan teknik relaksasi.

5. Pertahankan harapan realitas dari kemampuan pasien untuk mengontrol tingkah lakunya sendiri, memahami, dan mengingat informasi

1.Rentang perhatian untuk berkonsentrasi mungkin memendek secara tajam yang berpotensi terhadap terjadinya ansietas yang mempengaruhi prose pikir pasien

2.Tingkah laku yang sesuai tidak akan memerlukan energi yang banyak dan mungkin bermanfaat dalam proses belajar struktur internal.

3.Menurunkan resiko terjadinya respon penolakan atau pertengkaran.

4.Dapat membantu memfokuskan kembali perhatian klien dan untuk menurunkan ansietaspada tingkat yang dapat ditanggulangi.

5.Penting untuk mmepertahankan harapan dari kemampuan untuk mempertahankan harapan,dan meningkatkan aktivitas rehabilitasi kontinu.

Rate this:

New

TERAPI DIURETIK OSMOTIK (Manitol)

Pada Gangguan Sistim Persarafan

A. Pendahuluan

Obat-obatan yang menyebabkan suatu keadaan meningkatnya aliran urine disebut Diuretik. Obat-obat ini merupakan penghambat transpor ion yang menurunkan reabsorbsi Na+ dan ion lain seperti Cl+ memasuki urine dalam jumlah lebih banyak dibandingkan dalam keadaan normal bersama-sama air, yang mengangkut secara pasif untuk mempertahankan keseimbangan osmotic. Perubahan Osmotik dimana dalam tubulus menjadi menjadi meningkat karena Natrium lebih banyak dalam urine, dan mengikat air lebih banyak didalam tubulus ginjal. Dan produksi urine menjadi lebih banyak. Dengan demikian diuretic meningkatkan volume urine dan sering mengubah PH-nya serta komposisi ion didalam urine dan darah.

Ada beberapa jenis Diuretik, yang sudah dikenal dan sering digunakan dalam pengobatan klien dengan masalah gangguan cairan dan elektrolit. Jenis-jenis tersebut adalah Penghambat Karbonik Anhidrase, Diuretik Kuat (loop Diuretik), Diuretik Tiazid, Diuretik Hemat Kalium, Antagonis ADH dan Diuretik Osmotik ( Mary J Mycek, 2001), (Harian E. Ives & David G Warnock dalam Bertram G. Katzung 2004)

B. Diuretik Osmotik

Istilah diuretic Osmotik biasanya dipakai untuk zat bukan elektrolit yang mudah dan cepat diskskresi oleh ginjal. Suatu zat dapat bertindak sebagai diuretic osmotic apabila memenuhi 4 syarat: (1) difiltrasi secara bebas oleh glomerulus. (2) tidak atau hanya sedikit direbasorbsi sel tubulus ginjal. (3) secara farmakologis merupakan zat yang inert, dan (4) umumnya resisten terhadap perubahan-perubahan metabolic (Sunaryo dalam Sulistia (editor), 2005). Dengan sifat-sifat ini, maka diueretik osmotic dapat diberikan dalam jumlah cukup besar sehingga turut menentukan derajat osmolalitas plasma, filtrate glomerulus dan cairan tubuli.

Diuretik Osmotik (manitol) adalah Diuretik yang digunakan dan mempuyai efek meningkatkan produksi urin, dengan cara meningkatkan tekanan osmotic di Filtrasi Glomerulus dan tubulus. Mencegah tubulus mereabsorbsi air. Tubulus proksimal dan ansa henle desenden sangat permeable terhadap reabsobsi air. Diuretik osmotik yang tidak ditransportasi menyebabkan air dipertahankan disegmen ini, yang dapat menimbulkan diuresis air. Contoh lain dari Golongan obat anti DIuretik

osmotic adalah: uera, gliserin, isosorbit.

Pada gangguan Neurologis, Diuretic Osmotik (Manitol) merupakan jenis Diuretik yang paling banyak digunakan. Manitol adalah suatu Hiperosmotik Agent yang digunakan dengan segera meningkat Volume plasma untuk meningkatkan aliran darah otak dan menghantarkan oksigen (Norma D McNair dalam Black, Joyce M, 2005). Ini merupakan salah satu alasan Manitol sampai saat ini masih digunakan untuk mengobati klien menurunkan peningkatan tenanan intra cranial. Manitol selalu dipakai untuk terapi Oedema Otak, khususnya pada kasus dengan Hernisiasi (Mariannne Chulay, 2006). Manitol masih merupakan obat Magic untuk menurunkan tekanan intra cranial, tetapi jika hanya digunakan sebagai mana mestinya (A.Vincent Tahmburaj,Dr, 2005). Bila tidak semestinya akan menimbulkan Toksisitas dari pemberian Manitol, dan hal ini harus dicegah dan dimonitor (Baca Toksisitas dibawah). Selain itu Manitol merupakan obat pilihan untuk mengurangi tekanan intraokuler. Manitol sering juga digunakan pada kegagalan ginjal akut Oligurie, karena syok, keracunan obat dan trauma.

C. Farmakokinetik

Manitol tidak dimetabolisme terutama oleh Glomerulus Filtrasi, sedikit atau tampa mengalami reabsobsi dan sekresi di tubulus atau bahkan praktis dianggap tidak direabsrbsi. (Sunaryo dalam Sulistia (editor), 2005). Manitol meningkatkan tekanan Osmotik pada Glomerulus Filtrasi dan mencegah tubulus mereabsorbsi air dan sodium. Sehingga Manitol paling sering digunakan diantara obat ini. Sesuai dengan definisi, diuretic osmotic absobsinya jelek bila diberikan peroral, yang berarti bahwa obat ini harus diberikan secara parenteral. Manitol diekresikan melalui Filtrasi Glomerulus dalam waktu 30 – 60 menit setelah pemberian. Efek yang segera dirasakan klien adalah peningkatan jumlah urine. Bila diberikan peroral manitol menyebabkan diare Osmotik. Karena Efek ini maka Manitol dapat juga digunakan untuk meningkatkan efek pengikatan K+ dan resin atau menghilangkan bahan-bahan toksin dari saluran cerna yang berhubungan dengan zat arang aktif.

D. Farmakodinamik.

Diuretik Osmotik (Manitol) mempunyai tempat utama yaitu: pada Tubulus Proksimal, Ansa Henle dan Duktus kolingens (Sunaryo,2005). Diuresis osmotic digunakan untuk mengatasi kelebihan cairan di jaringan (intra sel) otak . diuretic osmotic yang tetap berada dalam kompartemen intravaskuler efektif dalam mengurangi pembengkakan otak (Ellen Barker. 2002).

Manitol adalah larutan Hiperosmolar yang digunakan untuk terapi meningkatkan osmolalitas serum .(Ellen Barker. 2002). Dengan alasan fisiologis ini, Cara kerja Diuretic Osmotik (Manitol) ialah meningkatkan Osmolalitas Plasma dan menarik cairan normal dari dalam sel otak yang osmolarnya rendah ke intravaskuler yang olmolar tinggi, untuk menurunkan oedema Otak. Pada sistim Ginjal

bekerja membatasi reabsobsi air terutama pada segmen dimana nefron sangat permeable terhadap air, yaitu tubulus proksimal dan ansa henle desenden. Adanya bahan yang tidak dapat direbasobsi air normal dengan masukkan tekanan osmotic yang melawan keseimbangan. Akibatnya, volume urine meningkat bersamaan dengan ekskresi manitiol. Peningkatan dalam laju aliran urin menurunkan waktu kontak antara cairan dan epitel tubulus sehingga menurunkan reabsobsi Na+. namun demikian, natriureis yang terjadi kurang berarti dibandingkan dengan diureisi air, yang mungkin menyebabkan Hipernatremia. Karena diuretic Osmotik untuk meningkatkan ekskresi air dari pada ekskresi natrium, maka obat ini tidak digunakan untuk mengobati Retensi Na+.(Mary J Mycek, 2001). Manitol mempuyai efek meningkatkan ekskresi sodium, air, potassium dan chloride, dan juga elekterolit lainnya. (Mariannne Chulay, 2006).

Pemberian Manitol untuk menurunkan Tekanan Intra cranial masih terus dipelajari dan merupakan objek penelitian, untuk mengetahui efek, mekanisme kerja dan efektifitas secara klinis manitol untuk menurunkan PTIK. Telah diketahui pemberian manitol banyak mekanisme aksi yang terjadi pada sistim sirkulasi dan darah dalam mengatur haemostasis dan haemodinamik tubuh, sehingga menjadi obat pilihan dalam menurunkan Peningkatan tekanan intra cranial. Berdasarkan Farmakokinetik dan farmakodimik diketahui beberapa Mekanisme aksi dari kerja Manitol sekarang ini adalah segagai berikut:

1. Menurunkan Viskositas darah dengan mengurangi haematokrit, yang penting untuk mengurangi tahanan pada pembuluh darah otak dan meningkatkan aliran darahj keotak, yang diikuti dengan cepat vasokontriksi dari pembuluh darah arteriola dan menurunkan volume darah otak. Efek ini terjadi dengan cepat (menit).

2. Manitol tidak terbukti bekerja menurunkan kandungan air dalam jaringan otak yang mengalami injuri, manitol menurunkan kandungan air pada bagian otak yang yang tidak mengalami injuri, yang mana bisa memberikan ruangan lebih untuk bagian otak yang injuri untuk pembengkakan (membesar).

3. Cepatnya pemberian dengan Bolus intravena lebih efektif dari pada infuse lambat dalam menurunkan Peningkatan Tekanan intra cranial.

4. Terlalu sering pemberian manitol dosis tinggi bisa menimbulkan gagal ginjal. ini dikarenakan efek osmolalitas yang segera merangsang aktivitas tubulus dalam mensekresi urine dan dapat menurunkan sirkulasi ginjal.

5. Pemberian Manitol bersama Lasik (Furosemid) mengalami efek yang sinergis dalam menurunkan PTIK. Respon paling baik akan terjadi jika Manitol diberikan 15 menit sebelum Lasik diberikan. Hal ini harus diikuti dengan perawatan managemen status volume cairan dan elektrolit selama terapi Diuretik.

E. Indikasi dan Dosis pada terapi menurunkan Tekanan Intra Kranial.

Indikasi. Terapi penatalaksanaan untuk menurunkan peningkatan Tekanan intra cranial dimulai bila mana tekanan Intra cranial 20-25 mmHg (Dea Mahanes dalam Mariannne Chulay, 2006). Managemen Penatalaksanaan Peningkatan tekanan Intra cranial salah satunya adalah pemberian obat DIuretik Osmotik (Manitol), khususnya pada keadaan patologis Oedema Otak. Tidak direkomendasikan untuk penatalaksanaan Tumor Otak. Seperti yang telah dijelaskan diatas, Diuretik Osmotik (Manitol) menurunkan cairan total tubuh lebih dari kation total tubuh sehingga menurunkan volume cairan intraseluler.

Dosis. Untuk menurunkan tekanan Intra cranial, dosis Manitol 0.25 – 1 gram/kg Berat Badan diberikan bolus intra vena (Dea Mahanes dalam Mariannne Chulay, 2006). Atau dosis tersebut diberikan intra vena selama lebih dari 10 – 15 menit. (Hudac & Gallo, 2005). Manitol dapat juga diberikan/dicampur dalam larutan Infus 1.5 – 2 gram/Kg BB sebagai larutan 15-20% yang diberikan selama 30-60 menit (sunaryo, 2005). Manitol diberikan untuk menghasilkan nilai serum osmolalitas 310 – 320 mOsm/L (Richard B. Arbour dalam Ignativicius. 2006). Osmolalitas serum seringkali dipertahankan antara 290 – 310 mOsm (Hudac & Gallo, 2005). Tekanan Intra cranial harus dimonitor, harus turun dalam waktu 60 – 90 menit, karena efek manitol dimulai setelah 0.5 - 1 jam pemberian. Fungsi ginjal, elektrolit, osmolalitas serum juga dimonitor selama klien mendapatkan Manitol. Perawat Perlu memperhatikan secara serius, pemberian manitol bila Osmolalitas lebih dari 320 mOsm/L. Karena Diureis, Hipotensi dan dehidrasi dapat terjadi dengan pemberian Manitol dalam jumlah dosis yang banyak. Foley Catheter harus dipasang selama klien mendapat Terapi Manitol. Dehidrasi adalah manisfestasi dari peningkatan sodium serum dan nilai osmolalitas.

Sedian Obat: Manitol produksi otsuka, Larutan Injeksi 20% dalam 250 ml atau 500 ml (MIMS petunjuk konsultasi, 2005/2006. halaman 149)

F. Toksisitas

Ekspansi Cairan Ekstraseluler.

Manitol secara cepat didistribusikan ke ruangan Ekstraseluler dan mengeluarkan air dari ruang Intraseluler. Awalnya, hal ini akan menyebabkan ekspansi cairan ektraseluler dan hiponatremia. Efek ini dapat menimbulkan komplikasi gagal jantung kongestif dan akan menimbulkan edema paru. Sakit kepala, mual, dan muntah ditemukan pada penderita yang mendapatkan diuretic ini.

Dehidrasi Dan Hipernatremia.

Penggunaan Manitol berlebihan tanpa disertai pergantian air yang cukup dapat menimbulkan dehidrasi berat, kehilangan air dan hipernatremia. Komplikasi ini dapat dihindari dengan memperhatikan ion serum dan keseimbangan cairan.

Peningkatan TIK kembali pasca pemberian Manitol.

Meskipun osmotic ini telah lama dipertimbangkan memnyebabkan resiko balik, dengan Tekanan Intra cranial kem,bali tinggi. Atau menjadi lebih tinggi dari tekanan awal penanganan, fenomena seperti ini sekaran dipertayakan kembali. Bebarapa peneliti percaya bahwa resiko ini harusnya tidak terjadi bila pembarian obat dilakukan dengan tepat. Karena alasan ini pembarian manitol harus hati-hati, tepat dan pengawasan atau monitoring respon klien yang benar dan adekuat.

Kesimpulan

Manitol merupakan obat terpilih saat ini untuk menurunkan tekanan intracranial (oedema Otak) yang disertai Hernisiasi. Mengingat Manitol mempuyai efek samping dan toksisitas maka pemberiannya harus dimonitor dengan ketat respon yang timbul selama pemberian manitol. Perawat bertanggung jawab terhadap pengawasan respon yang dialami klien akibat terapi Manitol.

Disusun oleh Halimudin, dipublish oleh Sunardi

Reference:

A.Vincent Tahmburaj, (2005). Intracranial Pressure. http://www.thamburaj.com/intracranial pressure. akses tangal 12 Februari 2005.

Bertram G Katzung, (2004): Basic and Clinical Pharmakology, 9Th edition,. Prentice Hall.

Ellen Barker. (2002). Neuroscience Nursing, a spectrum of care. Second Edition, Mosby.

Hudak & Gallo; (2005). Critical Care Nursing; A Holistic Aproach. 8/E J-B Lippincott Company.

Mariannne Chulay, Suzanne M. Burns, (2006): AACN Essentials of Critical Care Nursing. International Edition. By Mc Graw Hill.

Mary J Mycek, et all (2001); Lippincott’s Illustrated Reviews: Pharmacology, 3th edition, by Limppincott.

Black, Joyce M.& Jane Hokanson Hawks; (2005), Medical Surgical Nursing; Clinical Management For Positive Outcomes. Volume 2, 7th edition. Elsevier Saunders. (page 2195)

Brunner &Suddarth; (2004). Teksbook Of Medical-Surgical Nursing, 10th edition. Lippincott-Raven Publisher.

Ignativicius & Workman (2006): Medical Surgical Nursing: Critical Thingking For Collaborative Care. Volume 1, 5th edition. Elsevier Saunders

Price & Wilson: (2002). Pathophyiology: Clinical Concepts of Disease Processes. 6th edition. Elsevier Saunders.

Sulistia dkk (editor), (2005). Farmakologi dan Terapi. Edisi 4. Penerbit Gaya Baru. jakarta.

http://www.skeptcfiles.org/md001/osmoyic.htm. Osmotic Diuretics Mechanisms osmotic agents shift water between comprtements because th. akses tanggal 12 februari 2006.

http://www.skeptcfiles.org/md001/osmoyic.htm. Laura Ibsen. Cerebral Resusitation and Increased Intracranial Pressure. Akses tanggal 12 februari 2006.

_____________, (2005/2006). MIMS Petunjuk Konsultasi, United Business Media.

3.1 Simpulan

Diabetes Insipidus adalah suatu kelainan dimana terdapat kekuranganhormone antidiuretik yang menyebabkan rasa haus yang berlebihan (polidipsi)dan pengeluaran sejumlah besar air kemih yang sangat encer (poliuri).Diabetes insipidus terbagi 2 macam, yaitu Diabetes Insipidus Sentral (CDI)dan Diabetes Insipidus Nefrogenik (NDI). Diabetes insipidus sentralis disebabkanoleh kegagalan pelepasan ADH yang secara fisiologis dapat merupakan kegagalansintesis atau penyimpanan secara anatomis, keadaan ini terjadi akibat kerusakannukleus supra optik, paraventrikular dan filiformis hypotalamus yang mensintesisADH. Istilah diabetes insipidus nefrogenik (NDI) dipakai pada diabetes insipidusyang tidak responsif terhadap ADH eksogen.Diabitus insipidus central atau neurogenik(CDI) disebabkan oleh kelainanhipotalumus dan kelenjar pituetary posterior karena familial atau idiopatic dan jugadisebabkan oleh kerusakan kelenjar karena tumor pada area hipotalamus – pituitary,trauama, proses infeksi, gangguan aliran aliran darah, tumor metastase dari mamaeatau paru di sebut diabitus insipidus sekunder. Diabitus insipidus Nephrogenik(NDI) disebabkan oleh suatu defec yang diturunkan dan tubulus ginjaltidak berespon terhadap ADH.Diabitus insipidus dapat terjadi secara perlahan lahan atau secara cepatsetelah trauma atau proses infeksi. Gejala utamanya adalah: Poliuria sangat encer ( 4- 30 liter ), Polidipsi 5- 10 lt/hari, gejala dehidrasi( turgor kulit jelek, bibir keringdll), hiperosmolar serum (peningkatan osmolaritas serum) > 300 m. Osm/kg,hipoosmolar urine (penurunan osmolaritas urine) < 50-200m. Osm/kg dan berat jenis urine sangat rendah 1001-1005/50-200 miliosmol/kg BB.Fungsi utama ADH adalah meningkatkan reabsorbsi air di tubulus ginjaldan mengontrol tekanan osmotik cairan extra selular. Ketika produksi ADHmenurun secara berlebihan, tubulus ginjal tidak mereabsorbsi air, sehingga air banyak diekskresikan menjadi urine, urinenya menjadi sangat encer dan banyak ( poliuria ) sehingga menyebabkan dehidrasi dan peningkatan osmalaitas serum.Peningkatan osmolalitas serum akan merangsang chemoreseptor dan sensasi haus16

kortek cerebral. Sehingga akan meningkatkan intake cairan peroral ( polidipsi ).Akan tetapi bila mekanisme ini tidak adekwat atau tidak ada, dehidrasi akansemakin memburuk. Pada diabitus insipidus urinenya sangat tidak mengandungglukosa dan sangat encer.Diabetes insipidus diobati dengan mengatasi penyebabnya. Vasopresin ataudesmopresin asetat (dimodifikasi dari hormon antidiuretik). Suntikan hormonantidiuretik diberikan kepada penderita yang akan menjalani pembedahan atau penderita yang tidak sadarkan diri. Kadang diabetes insipidus bisa dikendalikanoleh obat-obatan yang merangsang pembentukan hormon antidiuretik, sepertiklorpropamid, karbamazepin, klofibrat dan berbagai diuretik (tiazid). Tetapi obat-obat ini tidak mungkin meringankan gejala secara total pada diabetes insipidus yang berat. Jika hanya kekurangan ADH, dapat diberikan obat Clorpropamide, clofibrateuntuk merangsang sintesis ADH di hipotalamus.

DAFTAR PUSTAKA

17

Suparman. 1987.

Ilmu Penyakit Dalam

, Jilid I Edisi II: Jakarta. Penerbit BalaiFKUIEffendi, Dr. Hasjim. 1981.

Fisiologi Sistem Hormonal dan Reproduksi dan Patofisiologinya

: Bandung. Penerbit Alumni anggota IKAPI BandungBarbara. C. Long, 1996.

Perawatan Medikal Bedah 3

: Bandung. Penerbit YayasanIAPK Padjajaran BandungA. Price Sylva and M. Wilsol Lorraine. 1995.

Patofisiologi Konsep Klinis Proses- Proses Penyakit,

Edisi 4. Penerbit Buku Kedokteran EGChttp://afiyahhidayati.wordpress.com/2009/03/24/diabetes-insipidus/1