Asuhan keperawatan trauma
-
Upload
operator-warnet-vast-raha -
Category
Education
-
view
244 -
download
4
Transcript of Asuhan keperawatan trauma
ASUHAN KEPERAWATAN TRAUMA KAPITIS
2 Votes
TRAUMA KAPITIS
I. PENGERTIAN
Trauma kapitis adalah ganguan traumatik yang menyebabkan gangguan fungsi otak disertai
atau tanpa disertai perdarahan intestiri dan tidak menganggu jaringan otak
( Brunner & Suddarth, 2000 )
Head injury (Trauma kepala) termasuk kejadian trauma pada kulit kepala, tengkorak atau otak. Batasan trauma kepala digunakan terutama untuk mengetahui trauma cranicerebral,
termasuk gangguan kesadaran.
( Iwan, S.Kp, 2007 )
Trauma kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak langsung pada kepala.
( Suriadi & Rita Yuliani, 2001 )
Jenis Trauma Otak
1. Trauma Primer
~ Terjadi karena benturan langsung atau tidak langsung (akselerasi/deselerasi utuh).
2. Trauma Sekunder
~ Merupakan akibat dari trauma saraf (melalui akson) yang meluas, hipertensi, intrakranial,
hipoksia, hiperapnea, atau hipotensi sistemik.
( Marlyn. E. Doengoes; 2000 )
Jenis Trauma Kepala
1. Robekan Kulit Kepala
Robekan kulit kepala merupakan kondisi agak ringan dari trauma kepala. Oleh karena kulit kepala banyak mengandung pembuluh darah dengan kurang memiliki kemampuan konstriksi,
sehingga banyak trauma kepala dengan perdarahan hebat. Komplikasi utama robekan kepala ini adalah infeksi.
2.. Fraktur Tulang Tengkorak
Fraktur tulang tengkorak sering terjadi pada trauma kepala. Beberapa cara untuk
menggambarkan fraktur tulang tengkorak : Garis patahan atau tekanan.
Sederhana, remuk atau compound..
3. Terbuka atau Tertutup
Fraktur yang terbuka atau tertutup bergantung pada keadaan robekan kulit atau sampai menembus kedalam lapisan otak. Jenis dan kehebatan fraktur tulang tengkorak bergantung pada
kecepatan pukulan, momentum, trauma langsung atau tidak.
II. ANATOMI FISIOLOGI
Tulang kepala terdiri dari 3 lapisan:
Tabula Eksterna
Merupakan lapisan yang keras
Diploe
Merupakan lapisan tulang “cancellous” dan mengandung banyak cabang – cabang arteri / vena diploika yang berasal baik dati permukaan luar maupun dari durameter.
Tabula Interna
Serupa tabula eksterna tetapi hanya lebih tipis, sehingga pada benturan tidak tertutup
kemungkinan terjadi fraktur menekan pada tabula interna, dengan tabula eksterna tetapi intak.
Meningen
Membran jaringan ikat yang terdiri dari:
1.Durameter (Pachymeninx)
Lapisan paling luar, merupakan lapisan fibrosa, liat dan kuat. Membagi ruang antara kranium dan otak menjadi:
*Ruang Epidural : antara tulang dan durameter
*Ruang Subdural : antara durameter dan otak
Terdiri dari 2 lapisan:
*Lapisan luar : dikenal sebagai periosteum interna dan berhubungan dengan periosteum eksterna
melalui foramen magnum.
*Lapisan dalam : berjalan terus ke distal sebagai durameter spinal. Dengan adanya struktur ini tidak terjadi komunikasi antara ruang epidural kepala dengan ruang epidural spinal.
Mempunyai 4 bangunan lipatan durameter, yaitu:
*Falx Cerebri
*Tentorium Cerebri
*Difragma Sella
*Falx Serebeli
2. Arakhnoid
Membran jaringan ikat, tipis, tansparan, avaskuler terpisah dari durameter diatasnya hanya oleh sedikit cairan yang fungsinya sebagai pembasah.
Di permukaan basal otak dan sekitar batang otak, piameter dan arakhnoid terpisah agak
jauh sehingga terbentuk ruang sisterna subarakhnoid.
Dibagian ventral baatang otak
- Sisterna kiasmatik : terletak di daerah kiasma optika
- Sisterna interpendukularis : terletak pada fossa interpedunkularis mesensefalon
- Sisterna pontin : terletak di persimpangan pontomedularis
Dibagian dorsal batang otak
- Sisterna magna (sisterna cerebellomedullaris)
- Sisterna ambiens (sisterna superior)
3. Piameter
Lapisan meningen paling dalam, terdiri dari 2 lapis;
Fungsi : sebagai pelindung masuknya bahan toksis atau mikroorganisme. Melekat pada parenkim otak / spinal, sehingga mengikuti bentuk sulkus-sulkus.
Mengandung pembuluh darah kecil yang memebri makan pada struktur otak dibawahnya. Bersama dengan lapisan arakhnoid disebut Leptomeningen.
Pembagian otak ada 3 yaitu:
-Serebrum (otak besar)
Terdiri dari 2 hemisfer dan 4 lobus
- Hemisfer kanan dan hemisfer kiri
- Lobus terdiri dari:
lobus frontal
lobus terbesar, pada tosa anterior
fungsi : mengontrol perilaku individu,kepribadian, membuat keputusan dan menahan diri
lobus temporal (samping)
fungsi menginterpretasikan sensori mengecap, bau dan pendengaran
lobusparietal
fungsi menginterpretasikan sensori
lobus oksipital (posterior)
fungsi menginterpretasikan penglihatan
-Serebelum (otak kecil)
Terletak di bagian posterior dan terpisah dari hemister serebral
Serebelum mempunyai fungsi merangsang dan menghambat dan tanggung jawab yang luas
terhadap koordinasi dan gerakan halus.
-Batang Otak
Terdiri dari bagian-bagian otak tengah, pons dan medula oblongata:
*otak tengah
menghubungkan pons dan serebelum dengan hemister serebrum
*pons
terletak di depan serebelum antara otak tengah dan medula
*medula oblongata
fungsi meneruskan serabut-serabut motorik dari otak medula spinalis ke otak
Sistem Syaraf Perifer
- sistem syaraf somatik
- sistem syaraf otonom : * susunan syaraf simpatis
* susunan syaraf parasimpatis
~ Sistem syaraf Somatik
Susunan syaraf yang mempunyai peranan spesifik untuk mengetur aktivitas otot sadar / serat lintang.
~ Sistem syaraf Otonom
Susunan syaraf yang mempunyai peranan penting, mempengaruhi pekerjaan otot tak sadar (otot
polos).
Seperti: otot jantung, hati, pancreas, saluran pencernaan, kelenjar, dll.
Fungsi Sistem Persyarafan
1. Menerima informasi (stimulus) internal maupun eksternal, melalui syarat sensori. 2. Mengkomunikasikan antara syarat pusat sampai syarat tepi
3. Mengolah informasi yang diterima di medula spinalis dan atau di otak, yaitu menentukan respon.
4. Mengatur jawaban (respon) secara cepat melalui syaraf motorik (efferent motorik
palway), ke organ-organ tubuh sebagai kontrol / modifikasi tindakan.
Sirkulasi darah pada Serebral
Otak menerima sekitar 20% dari curah jantung. Kurangnya suplai darah ke otak dapat menyebabkan jaringan rusak ireversibel.
2 arteri yaitu arteri carotis interdan dan arteri vertebral adalah arteri yang menyuplai darah ke
otak. Pada dasar otak disekitar kelenjar hipofisis, terdapat sebuah lingkaran arteri terbentuk
diantara rangkaian arteri karotis interna dan vertebral, disebut sirkulus wilisi yang dibentuk dari cabang-cabang arteri carotis internal. Sedangkan vena-vena pada serebri bersifat unik, karena
tidak seperti vena-vena lain. Vena-vena serebri tidak mempunyai katup untuk mencegah aliran darah balik.
( Brunner and Sudarth, 2002 )
III. ETIOLOGI
Cidera kepala dapat disebabkan oleh dua hal antara lain :
Benda tajam
Trauma benda tajam dapat menyebabkan cidera setempat.
Benda tumpul
Dapat menyebabkan cidera seluruh kerusakan terjadi ketika energi/kekuatan diteruskan kepada otak.
Penyebab lain:
kecelakaan lalulintas
jatuh pukulan kejatuhan benda
kecelakaan kerja / industri cidera lahir
luka tembak
( Cholik dan Saiful, 2007, hal. 25 )
Mekanisme cidera kepala
Ekselerasi
Ketika benda yang sedang bergerak membentur kepala yang diam.
Contoh : akibat pukulan lemparan.
Deselerasi
Akibat kepala membentur benda yang tidak bergerak.
Contoh : kepala membentur aspal.
Deforinitas
Dihubungkan dengan perubahan bentuk atau gangguan integritas bagian tubuh yang dipengaruhi oleh kekuatan pada tengkorak.
Berdasarkan berat ringannya :
1) Cidera kepala ringan → G C S : 13 – 15
2) Cidera kepala sedang → G C S : 9 – 12
3) Cidera kepala berat → G C S : 3 – 8
Penyebab terbesar cedera kepala adalah kecelakaan kendaraan bermotor.jatuh dan terpeleset.Biomekanika cedera kepala ringan yang utama adalah akibat efek ekselarasi/deselerasi
atau rotasi dan putaran. Efek ekselerasi/deselerasi akan menyebabkan kontusi jaringan otak akibat benturan dengan tulang tengkorak, terutama di bagian frontal dan frontal temperol. Gaya benturan yag menyebar dapat menyebabkan cedera aksonal difus (diffuse axonal injury) atau
cedera coup-contra.coup.
( Hoffman,dkk,1996 ).
IV. TANDA DAN GEJALA
Tanda dan gejala cidera kepala dapat dikelompokkan dalam 3 kategori utama:
Tanda dan gejala fisik/sumatik
Nyeri kepala, dizziness, nausea, vomitus.
Tanda dan gejala kognitif
Gangguan memori, gangguan perhatian dan berpikir kompleks.
Tanda dan gejala emosional/kepribadian
Kecemasan, iritabilitas.
(Hoffman, dkk, 1996)
Gejala sbb:
1. jika klien sadar akan mengeluh sakit kepala berat 2. muntah projektil 3. papil edema
4. kesadaran makin menurun
5. perubahan tipe pernapasan 6. anisokor
7. tekanan darah turun, bradikardia 8. suhu tubuh yang sulit dikendalikan
( Cholik dan Saiful, 2007, hal. 31 )
VI. KOMPLIKASI
Komplikasi pada Trauma Kapitis :
Kebocoran cairan Serebrospinal
Akibat fraktor pada Fossa anterior dekat sinus frontal atau dari fraktor tengkorak bagian petrous dari tulang temporol.
Kejang
Kejang pasca trauma dapat terjadi secara (dalam 24 jam pertama) dini (minggu pertama) atau lanjut (setelah satu minggu).
Diabetes Insipidus
Disebabkan oleh kerusakan traumatik pada rangkai hipofisis menyebabkan penghentian sekresi hormon antideuretik.
Hudak & Gallo ( 1996 )
VII. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Scan – CT
Mengidentifikasi adanya SOL.Hemorogi, menentukan Ukuran ventrikel, pergeseraan cairan otak.
MRI
Sama dengan Scan –CT dengan atau tanpa kontras.
Angiografi Serebral
Menunjukkan kelainan sirkulasi serebral seperti pergeseran jaringan otak akibat edema,
perdarahan dan trauma.
EEG
Memperlihatkan keberadaan atau perkembangan gelombang
Sinar X
Mendeteksi adanya perubahan struktur tulang (Fraktor) pergeseran struktur dari garis tengah (karena perdarahan) edema dan adanya frakmen tulang.
BAER (Brain Auditory Evoked)
Menentukan fungsi dari kortel dan batang otak .
PET (Positron Emission Tomografi)
Menunjukkan aktiitas metabolisme pada otak.
Pungsi Lombal CSS
Dapat menduga adanya perdarahan subarachnoi.
GDA (Gas Darah Arteri)
Mengetahui adanya masalah ventilasi oksigenasi yang dapat menimbulkan
Kimia/Elektrolit Darah
Mengetahui ketidakseimbangan yang berperan dalam peningkatan TIK/perubahan
Pemeriksaan Toksikolog
Mendeteksi obat yang mungkin bertanggung jawab terhadap penurunan kesadaran.
Kaular Anti Konvulsan Darah
Dapat dilakukan untuk mengetahui tingkat yang cukup efektif untuk
( Marlyn. E. Doengoes; 2000 )
VII. PENATALAKSANAAN MEDIK dan NON-MEDIK
Pasien dengan trauma kepala berat sering mengalami gangguan pernapasan, syock hipovolemik, gangguan kesimbangan cairan dan elektrolit, tekanan intrakranial yang tinggi, kejang-kejang, gangguan kardiovaskuler. Perlu mendapat penanganan yang tepat.
Medik
1. Manitol IV
Dosis awal 1 g / kg BB
Evaluasi 15 – 20 menit (bila belum ada perbaikan tambahan dosis 0,25 g / kg BB)
Hati-hati terhadap kerusakan ginjal
Steroid
Digunakan untuk mengurangi edema otak
Bikarbonas Natrikus
Untuk mencegah terjadinya asidosis
Antikonvulsan
Masih bersifat kontroversial
Tujuan : untuk profilaksis kejang
Terapi Koma
Merupakan langkah terakhir untuk mengendalikan TIK secara konservatif.
Terapi ini menurunkan metabolisme otak,mengurangi edema & menurunkan TIK
Biasanya dilakukan 24 – 48 jam.
Antipiretik
Demam akan memperburuk keadaan karena akan meningkatkan metabolisme dan dapat terjadi dehidrasi, kerusakan otak. Jika penyebab infeksi tambahkan antibiotik.
Sedasi
Gaduh, gelisah merupakan gejala yang sering ditemukan pada penderita cidera otak dan dapat
meningkatkan TIK.
Lorazepam (ativan) 1 – 2 mg IV/IM dapat diberikan dan dapat diulang pemberiannya dalam 2 – 4 jam.
Kerugian : tidak dapat memantau kesadaran penderita.
Antasida – AH2
Untuk mencegah perdarahan GIT : simetidin, ranitidin, famotidin.
Furosemid adakalanya diberikan bersama dengan obat anti edema lain.
Dosis : 1 mg/kg BB IV, dapat diulang tiap 6 – 12 jam.
Non-Medik
1. Pengelolaan Pernapasan:
- pasien ditempatkan dalam posisi miring atau seperti posisi koma.
- periksa mulut, keluarkan gigi palsu bila ada.
- jika banyak ludah atau lendir atau sisa muntahan lakukan penghisapan.
- hindari flexi leher yang berlebihan karena bias menyebabkan terganggunya jalan
napas/peningkatan TIK.
- trakeostomi dilakukan bila lesi di daerah mulut atau faring parah.
- Perawat mengkaji frekuensi dan upaya pernapasan pasien, warna kulit, bunyi pernapasan dan ekspansi dada.
- berikan penenang diazepam.
- posisi pasien selalu diubah setiap 3 jam dan lakukan fisioterapi dada 2x/sehari.
2. Gangguan Mobilitas Fisik
- posisikan tubuh pasien dengan posisi opistotonus; perawatan harus dilakukan dengan tujuan untuk menghentikan pola refleksif dan penurunan tonus otot abnormal.
- perawat menghindarkan terjadinya kontraktur dengan melakukan ROM pasif dengan merenggangkan otot dan mempertahankan mobilitas fisik.
3. Kerusakan Kulit
- menghilangkan penekanan dan lakukan intervensi mobilitas.
4. Masalah Hidrasi
- pada cidera kepala terjadi kontriksi arteri-arteri renalis sehingga pembentukan urine berkurang dan garam ditahan didalam tubuh akibat peningkatan tonus ortosimpatik.
5. Nutrisi pada Trauma otak berat
- memerlukan jumlah kalori 2 kali lipat dengan meningkatnya aktivitas system saraf ortosimpatik
yang tampak pada hipertensi dan takikardi.
- kegelisahan dan tonus otot yang meningkat menambah kebutuhan kalori.
- bila kebutuhan kalori tidak terpenuhi maka jaringan tubuh dan lemak akan diurai, penyembuhan luka akan lebih lama, timbul dekubitus, daya tahan menurun.
( Cholik dan Saiful, 2007, hal. 66 – 69 )
IX. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang mungkin timbul adalah:
1. Resiko tidak efektifnya bersihan jalan nafas dan tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan gagal nafas, adanya sekresi, gangguan fungsi pergerakan, dan meningkatnya
tekanan intrakranial. 2. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema serebral dan peningkatan
tekanan intrakranial.
3. Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan tirah baring dan menurunnya kesadaran. 4. Resiko kurangnya volume cairan berhubungan mual dan muntah.
5. Resiko injuri berhubungan dengan menurunnya kesadaran atau meningkatnya tekanan intrakranial.
6. Nyeri berhubungan dengan trauma kepala.
7. Resiko infeksi berhubungan dengan kondisi penyakit akibat trauma kepala. 8. Kecemasan orang tua-anak berhubungan dengan kondisi penyakit akibat trauma kepala.
9. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi.
( Marlyn. E. Doengoes; 2000 )
DAFTAR PUSTAKA
Brunner dan Sudarth, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Vol-2, EGC, Jakarta, 2002.
Cholik dan Saiful, Buku Ajar Trauma Kepala Asuhan Keperawatan Klien dengan Cidera Kepala,, Ardana Media, Yogyakarta, 2007.
Doengoes, Marilyn. E, Rencana Asuhan Keperawatan, Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Pasien Edisi 3, EGC, Jakarta, 2000.
Hudak and Gallo, Keperawatan Kritis Edisi VI, EGC, Jakarta, 1996.
Santosa, Budi (editor), Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda 2005-2006,Definisi dan Klasifikasi, Prima Medika, Jakarta, 2005.
Suriadi, Yuliani, Rita, Asuhan Keperawatan pada Anak, Fajar Interpratama, Jakarta, 2001
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN CEDERA KEPALA
( TRAUMA CAPITIS )
A. KONSEP DASAR MEDIS
1. DEFENISI
Cedera kepala adalah suatu cedera yang menimbulkan kerusakan atau perlukaan pada kulit
kepala, tulang tengkorak dan jaringan otak yang disertai perdarahan.
Cedera kepala dapat dibagi menurut berat dan ringan :
Cedera kepala Ringan :
Jika skala koma glasgow antara 14-15 dapat terjadi kehilangan kesadaran antara 30 menit tidak
ada penyerta seperti fraktur tengkorak, kontusuo dan hematom, serta tidak terjadi gangguan
neurologis.
Cedera Kepala Sedang :
Jika skala koma glasgow antara 10-13, hilang kesadaran antara 30 menit – 24 jam dapat
mengalami fraktur tengkorak, disorientasi ringan (bingung).
Cedera Kepala Berat :
Jika skala koma glasgow antara 3-8, hilang kesadaran lebih dari 24 jam meliputi contisio
cerebral, lacerasi, hematom, dan edema cerebral.
2. ETIOLOGI
Hal yang menyebabkan cedera kepala adalah
a. Terjatuh dari ketinggian, benturan, dan pukulan
b. Kecelakaan kerja
c. Kecelakaan lallu lintas
d. Perkelahian, dll
3. PATOFISIOLOGI
Cedera kepala diakibatkan karena adnya benturan kuat yang mengakibatkan struktur
intracranial (otak, darah, dan cairan serebrospinal) menjadi rusak sehingga sukar diabsorbsi oleh
muskuloligamentum(yang menjaga kepala).Tulang tengkorak yang elastis pada anak-anak
mengabsorbsi energi secara langsung dan mempengaruhi kepala dan memberikan proteksi pada
struktur intracranial. Jaringan syaraf rentang tetapi biasanya untuk sampai terjadi kerusakan
berarti harus ada tekanan yang kuat.Benturan kuat dapat diakibatkan pukulan langsung pada
kepala maupun bagian tubuh lain dengan efek pantulan keotak atau luka secara tidak langsung.
Respon otak terhadap benturan adalah berpindahny rongga kranial kedepan otak apat mementil
atau berputar pada batang otak disebabkan oleh difusi pada luka pergerakan otak ini dapat
menyebabkan luka memar atau luka robek akibat gerakan yang berlebihan pada permukaan
kranial sebelah dalam frekuensi kerusakan terbesar terjadi pada tulang frontal dan lobus
temporal otak.Lokasi /daerah kulit kepala banyak aliran darah pada anak dapat terjadi perdarahan
yang menyebabkan kematian akibat adanya lacerasi yang hebatpada kulit kepala.
4. MANIFESTASI KLINIS
1) Cedera Kepala Ringan
(a) Cedera kepala sekunder yang ditandai dengan nyeri kepala, tidak pingsang,
tidak muntah, tidak ada tanda – tanda neurologik
(b) Contusio serbri ditandai dengan tidak sadar krang dari 10 menit, muntah, sakit kepala, tidak ada
tanda – tanda nerologik kontisio cerebri
2) Cedera Kepala Sedang
Ditandai dengan pingsan ≥ 10 menit muntah dan anamnesa retrogard
dan tanda – tanda neurologik
3) Cedra Kepala Berat
a) Lacerasi cerebri ditandai dengan pingsan berhari-hari atau berbulan-bulan,kelumpuhan anggota
gerak biasanya disertai fraktur basis cranii.
b) Perdarahan epidural ditandai dengan pingsan sebentar-bentarkemudian sadar lagi kemudian
pingsan lagi, mata sembab, pupil anisokor bradikardi, tekanan darah menurun, suhu tubuh
meningkat.
c) Perdarahan subdural ditandai dengan nyeri kepala intrakranial meningkat dan lumpuh.
5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Tes Diagnostik
- CT-Scan Kepal
- Foto Rontgen / Foto Kepala : untuk mengetahui perubahan struktur tengkorak
b. Laboratorium
Leukosit, Pemeriksaan Darah Lengkap, Analisa Gas Darah, Hb, Elektrolit.
B. KONSEP KEPERAWATAN
NO DATA DIAGNOSA
KEPRAWATAN TUJUAN RENCANA KEPERAWATAN RASIONAL
1.
DS :
- Klien mengatakan
bengakak pada bagian
kepala.
- Klien mengatakan
nyeri/pusing di daerah
kepala
DO
- Ekspresi wajah meringis
- KU lemah
Perubahan Perubahn
Perfusi Jaringan Otak
b/d Adanya edema
otak, hematom dan
perdarahan
Tidak terjadi perfusi
jaringan serbral dan
TTV dalam batas
normal
1. Kaji status neurologik secara
teratur, respon membuka mata,
dan respon motorik serta
bandingkan dengan nilai standar.
2. Monitor TTV tiap setengah
sampai satu jam.
3. Evaluasi ukuran pupil, raspon
mata terhadap cahaya, pergerakan
bola mata dan refleks kornea.
4. Atur posisi kepala dan
mengangkat kepala tempat tidur
sesuai indikasi.
5. Evaluasi keadaan pupil catat
ukuran, ketajaman, kesimetrisan
dan reaksi terhadap cahaya.
6. Penatalaksanaan pemberian
Obat sesuai indikasi, cairan, &
pemberian oksigen tambahan
Pemeriksaan radiologi
Rujuk ke perawatan yang lebih
intensif
Persiapan untuk pembedahan jika di
perlukan.
1. Mengkaji adanya kecenderungan pada tingkat
kesadaran dan potensial peningkatan tekanan
intrakranial dan bermanfaat dalam menentukan
loksi perluasan dan perkembangan kerusakan
sistem sysraf pusat dan menentukan tingkat
kesadaran.
2. Untuk mengetahui intervensi selanjutnya.
3. Reaksi pupil diatur oleh syaraf kranial
okulamotor III dan berguna untuk apakah batang
otak masih baik.
4. Kepala yang miring pada salah satu sisi menekan
vena jugularis dan menghambat aliran darah ke
vena yang selanjutnya akan meningkatkan TIK.
5. Reaksi pupil diatur oleh kranialokulomotor III
dan berguna untuk menentukan apakah batang
otak masih baik.
6. - untuk memaksimalkan O2 pada daerah arteri dan
membantu pencegahan hipoksia
- untuk melihat kembali tanda-tanda komplikasi
yang berkembang ( spt : atelektasis /
bronkopnemonia ).
2.
3.
DS :
- Klien mengatakan nyeri di
daerah kepala
DO
- Ekspresi wajah meringis
DS :
- Klien mengeluh sesak
- Klien mengeluh batuk
berlendir
DO :
- Klien nampak sesak
Gangguan rasa
nyaman nyeri kepala
b/d kerusakan
jaringan otak dan
perdarahan serta
meningkatnya
tekanan intrakranial
Ketidak efektifan
jalan nafas b/d
kerusakan
neurovaskuler cedera
pada pusat
pernapasan otak.
Kebuthan rasa nyaman
terpenuhi.
Mempertahankan pola
napas normal dan
efektif.
1. Kaji lokasi nyeri dan intesitasnya.
2. Kaji TTV
3. Ajarkan relaksasi serta napas
dalam.
4. Berikan posisi tidur datar tanpa
bantal.
5. Kolaborasi dengan dokter untuk
pembaerian analgetik.
1. Kaji frekuensi irama kedalaman
pernapasan untuk mengetahui
perlunya ventilasi mekanis.
2. Auskultasi suara napas, perhatikan
hipoventilasi dan adanya suara
napas tambahan yang tidak
normal.
3. Lakukan pengisapan lendir
(suction) ekstra hati-hati 10-15
detik dan mencatat karakter warna
1. Untuk memilih intervensi yang cocok dan untuk
mengivakuasi keefektifan dari terapi yang di
berikan.
2. Memudahkan intervensi selanjutnya.
3. Diharapkan dapat terjadi relaksasi pada otot-otot
sehingga suplay O2 kejaringan terpenuhi
4. Mencegah terjadinya TIK
5. Analgetik berfungsi memblok reseptor nyeri
sehingga nyeri tidak dipersepsikan secara
berlebihan.
1. Perubahan menandakan awitan komplikasi
pulmonal (umumnya mengikuti cedera otak) atau
menandakan lokasi atau luasnya keterlibatan
otak.
2. Untuk mengetahui adanya infeksi paru.
4.
- Klien nampak
menggunakan bantuan
pernapasan
- Klien nampak batuk
berdahak.
DS :
- Klien mengeluh malas
makan
- Klien mengeluh mual dan
muntah
DO :
- KU lemah
- Porsi makan tidak di
habiskan
Perubahan nutrisi
kurang dari
kebutuhan tubuh b/d
perubahan
kemampuan untuk
mencerna makanan
akibat penurunan
tingkat kesadaran.
Kebutuhan nutrisi
terpenuhi dan BB tetap
dan tidak mengalami
penurunan.
dan kekeruhan dari secret
4. Kolaborasi : pemeriksaan
radiologi ulang, analisa gas darah,
fisioterapi dada jika ada indikasi.
1. Kaji kemampuan pasien untuk
menelan dan mengunyah batuk
dan mengatasi sekresi.
2. Auskultasi bising usus, cepat,
adanya penurunan suara yang
hiperaktif.
3. Timbang BB tiap hari atau sesuai
dengan indikasi.
4. Kolaborasi dengan ahli diet.
5. Kolaborasi dengan dokter tentang
prosedur respon yang lain ubtuk
intake nutrisi.
1. Kaji kemampuan fisik untuk untuk
mengidentifikasi kekuatan otot /
kelemahan anggota gerak.
2. Kaji tingkat kemampuan
mobilisasi.
3. Pengisapan biasanya dilakukan jika pasien koma
atau immobilisasi dan tidak dapat membersihkan
jalan napasnya sendiri. Penghisapan pada trakea
lebih dalam harus dilakukan ekstra hati-hati
karena dapat menyebabkan/meningkatkan
hipoksia yang menimbulakan vasokontriksi akan
berpengaruh cukup besar pada perfusi serebral.
4. Untuk mengidentifikasi adanya masalah paru
seperti atelektasis, kongesti atau obstruksi jalan
napas yang membahayakan oksigenasi serebral
atau menandakan terjadinya infeksi paru
1. Untuk memudahkan pemilihan terhadap jenis
makanan sehingga pasien terlindung dari aspirasi.
2. Fungsi saluran pencernaan biasanya tetap
baikpada kasus cedera kepala jadi bising usus
membantu dan menentukan respon untuk makan
atau berkembangnya komplikasi seperti paralitik
ileus.
3. Mengevakuasi keefentifan atau kebutuhan
mengubah pemberian nutrisi.
4. Merupakan sumber yang efektif untuk
mengidentifikasi kebutuhan nalori\nutrisi
tergantung pada usia, BB, ukuran tubuh, keadaan
penyakit sekarang (trauma, penyakit
jantung/masalah metabolisme.
5. Makanan melalui selang mungkin di perlukan
pada awal pemberian jika pasien mampu menelan
makanan lunak atau setengah cair mungkin lebih
mudah di berikan tanpa menimbulkan aspirasi.
1. Mengidentifikasi kemungkinan kerusakan secara
fungsional dan mempengaruhi pilihan intervensi
yang akan di lakukan.
5.
6.
DS :
- Klien mengeluh tidak
dapat menggerakkan
bagian tubuhnya
- Klien mengatakan aktivitas
di bantu oleh keluarga dan
perawat
DO
- KU lemah
- Klien nampak bedrest total
- Aktivitas di bantu oleh
keluarga dan perawat
DS :
- Klien mengatakan tampak
Keterbatasan
mobilitas fisik b/d
kelemahan dan
penurunan kekuatan
otot tubuh
Resiko infeksi b/d
Pasien dapat
melakukan aktivitas
fisik secara bertahap
dan tidak terjadi
kontraktur
Tidak terjadi tanda-
3. Bantu pasien melakukan latihan
gerak aktif atau pasif pada semua
ekstremitas untuk meminimalkan
atrofi otot , meningkatkan sirkulasi
membantu mencegah kontraktur.
4. Atur posisi pasien setiap 2 jam
untuk mengurangi penekanan pada
bagian tubuh tertentu.
5. Memberikan perawatan kulit,
massage dan menjaga agar alat
tenun tetap kering dan bersih.
6. Kolaborasi dengan dokter
fisioterapi dan pemberian obat
relaksan otot dan anti spasmodik
sesuai indikasi.
1. Observasi TTV setiap 1-2 jam
2. Cuci tangan sebelum dan sesudah
kontak dengan pasien.
3. Observasi daerah kulit yang
mengalami kerusakan (spt : luka,
bekas jahitan) daerah yang
terpasang alat invasi(spt : infus)
catat adanya inflamasi.
4. Kolaborasi dengan dokter untuk
2. Memudahkan intevensi selanjutnya.
3. Mempertahankan mobilitas dan fungsi
sendi/posisi norman extremitas dan menurunkan
terjadinya vena yang statis.
4. Perubahan posisi yang teratur menyebabkan
penyeburan terhadap berat badan dan
meningkatkan serkulasi pada seluruh tubuh jika
ada harus di ubah posisinya secara teratur dan
posisi dari daerah yang sakit hanya dalam jangka
waktu yang sangat terbatas.
5. Meningkatkan serkulasi dan elastisitas kulit dan
menurunkan resiko terjadinya
6. Menyeimbangkan tekanan jaringan
meningkatkan serkulasi dan membantu
meningkatkan arus balik vena untuk menurunkan
resiko terjadinya trauma jaringan.
1. Memudahkan intervensi selanjutnya.
2. Merupakan cara pertama untuk menghindari
terjadinya infeksi nosokomial.
3. Deteksi dini perkembangan infeksi
memungkinkan untuk melakukan tindakan
7.
kemerahan pada bagian
luka
- Klien mengatakan
badannya panas
DO :
- Ku lemah
- Tampak kemerahan pada
bagian luka.
- S : 380C
DS :
- Klien mengatakan bingung
dimana dia sekarang
berada
- Klien mengatakan tidak
merespon tentang apa yang
dikatkan orang sekitarnya.
DO :
- Klien tampak sering
mengalihkan perhatiannya.
- Terjadi disorientasi
wktu,tempat,orang dan
lingkungan pada klien.
- Terjadi perubahan
kepribadian pada klien.
trauma jaringan
ruasknya kulit dan
prosedur invasi
Perubahan proses
pikir b/d perubahan
fisiologis / konflik
psikologis.
tanda infeksi,
kemerahan, bengkak,
dan peningkatan suhu
tubuh.
Mempertahankan
kembali orientasi
mental dan orientasi
biasanya dan
berpartisipasi dalam
aturan terapeutik.
pemberian antibiotik dan
pemeriksaan laboratorium
leukosit.
1. Kaji rentng perhatian, kebingungan
dan dan ansietas (kecemasan)
pasien
2. Beri penjelasan mengenai
prosrdur-prosedur dan tekankan
kembali penjelasan yang diberikan
oleh sejawat lain beri informasi
tentang proses penyakit yang ada
hubungannya dengan gejala yang
muncul.
3. Terapkan komunikasi terapeutik /
lingkungan terapeutik.
4. Hindari meninggalkan pasien
sendrian ketika mengalami agitasi,
gelisa, atau berontak.
5. Kolaborasi dangan dokter tentang
program rehabilitasi sesuai
indikasi.
dengan segera dan pencegahan terhadap
komplikasi selanjutnya.
4. Terapi profilaktif di gunakan pada pasien yang
mengalami trauma(perlukaan) atau setelah di
lakukan pembedahan untuk menurunkan resiko
terjadinya infeksi nosokomial.
1. Rentang perhatian / keterampilan untuk
berkonsetrasi mungkin mungkin memendek
secara tajam yang menyebabkan dan merupakan
potensi terhadap terjadinya ansietas yang
mempengaruhi proses pikir pasien.
2. Kehilangan struktur internal (perubahan dalam
memori, alasan dan kemampuan untuk membuat
konseptual) menimbulkan ketakutan baik
terhadap pengaruh proses yang tidak diketahui
maupun referensi terhadap informasi.
3. Menurunkan frustasi yang berhubungan dengan
perubahan kemampuan / pola respon yang
memanjang.
4. Ansietas dapat mengakibatkan kehilangan
kontrol dan meningkatkan kepanikan. Dukungan
dapat memberikan keterangan yang menurunkan
ansietas dan resiko terjadinya trauma
5. Untuk mengatasi masalah, konsentrasi, memori,
daya penilaian dan penyelesaian masalah.
TRAUMA KAPITIS
A. PENGERTIAN
Trauma kapitis adalah suatu trauma mekanik yang secara langsung atau tidak langsung mengenai kepala dan mengakibatkan gangguan fungsi neurologis. Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada kelompok
usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas. Di samping penanganan di lokasi kejadian dan selama transportasi korban ke rumah sakit, penilaian dan
tindakan awal di ruang gawat darurat sangat menentukan penatalaksanaan dan prognosis selanjutnya. Tindakan resusitasi, anamnesis dan pemeriksaan fisis umum serta neurologis harus dilakukan
secara serentak. Pendekatan yang sistematis dapat mengurangi kemungkinan terlewatinya evaluasi unsur vital. Tingkat keparahan cedera kepala, menjadi ringan segera ditentukan saat
pasien tiba di rumah sakit.
B. KLASIFIKASI
1. The Traumatic Coma Data Bank mendefinisakan berdasarkan skor Skala Koma Glasgow
(cited in Mansjoer, dkk, 2000: 4):
Cidera kepala ringan/minor (kelompok resiko rendah) Skor skala koma Glasglow 15 (sadar penuh,atentif,dan orientatif)
Tidak ada kehilangan kesadaran(misalnya konkusi)
Tidak ada intoksikasi alkohaolatau obat terlarang
Pasien dapat mengeluh nyeri kepala dan pusing
Pasien dapat menderita abrasi,laserasi,atau hematoma kulit kepala
Tidak adanya kriteria cedera sedang-berat.
Cidera kepala sedang (kelompok resiko sedang)
Skor skala koma glasgow 9-14 (konfusi, letargi atau stupor)
Konkusi
Amnesia pasca trauma
Muntah
Tanda kemungkinan fraktur kranium (tanda battle,mata rabun,hemotimpanum,otorhea atau
rinorhea cairan serebrospinal).
Cidera kepala berat (kelompok resiko berat) Skor skala koma glasglow 3-8 (koma)
Penurunan derajat kesadaran secara progresif
Tanda neurologis fokal
Cidera kepala penetrasi atau teraba fraktur depresikranium.
2. Menurut Keperawatan Klinis dengan pendekatan holistik (1995: 226):
Cidera kepala ringan /minor
SKG 13-15
Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30 menit.Tidak ada fraktur tengkorak,tidak ada kontusio cerebral,dan hematoma.
Cidera kepala sedang
SKG 9-12
Kehilangan kesadaran dan atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang dari 24 jam.Dapat
mengalami fraktur tengkorak.
Cidera kepala berat
SKG 3-8
Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam,juga meliputi kontusio serebral,laserasi atau hematoma intrakranial.
3. Annegers( 1998 ) membagi trauma kepalaberdasarkan lama taksadar dan lama amnesia pasca
trauma yang di bagimenjadi : a) Cidera kepala ringan,apabila kehilangan kesadaran atau amnesia berlangsung kurang dari 30
menit
b) Cidera kepala sedang,apabila kehilangan kesadaran atau amnesia terjadi 30 menit sampai 24 jam atau adanya fraktur tengkorak
c) Cidera kepala berat,apabiula kehilangan kesadaran atau amnesia lebih dari 24 jam,perdarahan subdural dan kontusio serebri.
C. ETIOLOGI
Cedera kepala dapat disebabkan oleh dua hal antara lain :
1. Benda Tajam. Trauma benda tajam dapat menyebabkan cedera setempat.
2. Benda Tumpul, dapat menyebabkan cedera seluruh kerusakan terjadi ketika energi/ kekuatan diteruskan kepada otak.
D. TANDA DAN GEJALA
Tanda dan gejala cedera kepala dapat dikelompokkan dalam 3 kategori utama ( Hoffman,
dkk, 1996):
1. Tanda dan gejala fisik/somatik: nyeri kepala, dizziness, nausea, vomitus 2. Tanda dan gejala kognitif: gangguan memori, gangguan perhatian dan berfikir
kompleks 3. Tanda dan gejala emosional/kepribadian: kecemasan, iritabilitas.
E. KOMPLIKASI
1. Kebocoran cairan serebrospinal akibat fraktur pada fossa anterior dekat sinus frontal atau dari fraktur tengkorak bagian petrous dari tulang temporal.
2. Kejang. Kejang pasca trauma dapat terjadi segera (dalam 24 jam pertama dini, minggu pertama) atau lanjut (setelah satu minggu).
3. Diabetes Insipidus, disebabkan oleh kerusakan traumatic pada rangkai hipofisis
meyulitkan penghentian sekresi hormone antidiupetik.
F. PEMERIKSAAN DIANOSTIK:
1. CT –Scan : mengidentifikasi adanya sol, hemoragi menentukan ukuran ventrikel
pergeseran cairan otak. 2. MRI : sama dengan CT –Scan dengan atau tanpa kontraks.
3. Angiografi Serebral : menunjukkan kelainan sirkulasi serebral seperti pergeseran jaringan otak akibat edema, perdarahan dan trauma.
4. EEG : memperlihatkan keberadaan/ perkembangan gelombang. 5. Sinar X : mendeteksi adanya perubahan struktur tulang (faktur pergeseran struktur
dan garis tengah (karena perdarahan edema dan adanya frakmen tulang). 6. BAER (Brain Eauditory Evoked) : menentukan fungsi dari kortek dan batang otak.. 7. PET (Pesikon Emission Tomografi) : menunjukkan aktivitas metabolisme pada otak.
8. Pungsi Lumbal CSS : dapat menduga adanya perdarahan subaractinoid. 9. Kimia/elektrolit darah : mengetahui ketidakseimbangan yang berpengaruh dalam
peningkatan TIK. 10. GDA (Gas Darah Arteri) : mengetahui adanya masalah ventilasi atau oksigenasi yang
akan dapat meningkatkan TIK.
11. Pemeriksaan toksitologi : mendeteksi obat yang mungkin bertanggung jawab terhadap penurunan kesadaran.
12. Kadar antikonvulsan darah : dapat dilakukan untuk mengetahui tingkat terapi yang cukup efektif untuk mengatasi kejang.
G. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Data tergantung pada tipe, lokasi dan keparahan cedera dan mungkin diperlukan oleh cedera tambahan pada organ-organ vital.
Aktivitas/ Istirahat Gejala : Merasa lemah, lelah, kaku, hilang keseimbangan.
Tanda : Perubahan kesehatan, letargi
Hemiparase, quadrepelgia
Ataksia cara berjalan tak tegap
Masalah dalam keseimbangan
Cedera (trauma) ortopedi
Kehilangan tonus otot, otot spastik
Sirkulasi Gejala : Perubahandarahatau normal (hipertensi)
Perubahanfrekuensijantung (bradikardia, takikardia yang
diselingibradikardiadisritmia).
Integritas Ego
Gejala : Perubahan tingkah laku atau kepribadian (tenang atau dramatis)
Tanda : Cemas, mudah tersinggung, delirium, agitasi, bingung depresi dan impulsif.
Eliminasi Gejala : Inkontenensia kandung kemih/ usus atau mengalami gngguan fungsi.
Makanan/ cairan
Gejala : Mual, muntah dan mengalamiperubahanselera.
Tanda : Muntah (mungkin proyektil)
Gangguan menelan (batuk, air liur keluar, disfagia).
Neurosensoris
Gejala : Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian, vertigo, sinkope, tinitus kehilangan pendengaran, fingking, baal pada ekstremitas.
Tanda : Perubahan kesadaran bisa sampai koma
Perubahan status mental
Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri)
Wajah tidak simetri
Genggaman lemah, tidak seimbang
Refleks tendon dalam tidak ada atau lemah
Apraksia, hemiparese, Quadreplegia
Nyeri/ Kenyamanan
Gejala : Sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yang berbeda biasanya koma.
Tnda : Wajah menyeringai, respon menarik pada rangangan nyeri yang hebat, gelisah
tidak bisa beristirahat, merintih.
Pernapasan
Tanda : Perubahanpola nafas (apnea yang diselingiolehhiperventilasi). Nafas berbunyi
stridor, terdesak
Ronki, mengi positif
Keamanan
Gejala : Trauma baru/ trauma karena kecelakaan
Tanda : Fraktur/ dislokasi
Gangguan penglihatan
Gangguan kognitif
Gangguan rentang gerak, tonus otot hilang, kekutan secara umum mengalami paralisis
Demam, gangguan dalam regulasi suhu tubuh
Interaksi Sosial
Tanda : Afasia motorik atau sensorik, bicara tanpa arti, bicara berulang-ulang.
H. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Perfusi jaringan serebral tidak efektif b/d interupsi aliran darah
2. Resiko terhadap ketidakefektifan pola nafas b/d kerusakan neurovaskuler, kerusakan persepsi atau kognitif, obstruksi trakeo bronkial
3. Perubahan persepsi sensori b/d perubahan resepsi sensori, transmisi.
4. Perubahan proses pikir b/d perubahan fisiologis, konflik psikologis. 5. Kerusakan mobilitas fisik b/d kerusakan persepsi atau kognitif, penurunan kekuatan.
6. Resiko infeksi b/d jaringan trauma, penurunan kerja silia, kekurangan nutrisi, respon inflamasi tertekan.
I. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penghentian aliran darah
(hemoragi, hematoma); edema cerebral; penurunan TD sistemik/hipoksia (hipovolemia, disritmia jantung)
Tujuan:
Mempertahankan tingkat kesadaran biasa/perbaikan, kognisi, dan fungsi motorik/sensorik. Kriteria hasil:
Tanda vital stabil dan tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK Rencana Tindakan :
a. Tentukan faktor-faktor yg menyebabkan koma/penurunan perfusi jaringan otak dan potensial peningkatan TIK.
b. Pantau /catat status neurologis secara teratur dan bandingkan dengan nilai standar GCS.
c. Evaluasi keadaan pupil, ukuran, kesamaan antara kiri dan kanan, reaksi terhadap cahaya. d. Pantau tanda-tanda vital: TD, nadi, frekuensi nafas, suhu.
e. Pantau intake dan out put, turgor kulit dan membran mukosa. f. Turunkan stimulasi eksternal dan berikan kenyamanan, seperti lingkungan yang tenang. g. Bantu pasien untuk menghindari /membatasi batuk, muntah, mengejan.
h. Tinggikan kepala pasien 15-45 derajad sesuai indikasi/yang dapat ditoleransi. i. Batasi pemberian cairan sesuai indikasi.
j. Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi. k. Berikan obat sesuai indikasi, misal: diuretik, steroid, antikonvulsan, analgetik, sedatif,
antipiretik.
2. Resiko tinggi pola napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler (cedera pada pusat pernapasan otak). Kerusakan persepsi atau kognitif. Obstruksi trakeobronkhial.
Tujuan: · mempertahankan pola pernapasan efektif. Kriteria evaluasi:
· bebas sianosis, GDA dalam batas normal Rencana tindakan :
a. Pantau frekuensi, irama, kedalaman pernapasan. Catat ketidakteraturan pernapasan. b. Pantau dan catat kompetensi reflek gag/menelan dan kemampuan pasien untuk melindungi
jalan napas sendiri. Pasang jalan napas sesuai indikasi.
c. Angkat kepala tempat tidur sesuai aturannya, posisi miirng sesuai indikasi. d. Anjurkan pasien untuk melakukan napas dalam yang efektif bila pasien sadar.
e. Lakukan penghisapan dengan ekstra hati-hati, jangan lebih dari 10-15 detik. Catat karakter, warna dan kekeruhan dari sekret.
f. Auskultasi suara napas, perhatikan daerah hipoventilasi dan adanya suara tambahan yang
tidak normal misal: ronkhi, wheezing, krekel. g. Pantau analisa gas darah, tekanan oksimetri
h. Lakukan rontgen thoraks ulang. i. Berikan oksigenasi. j. Lakukan fisioterapi dada jika ada indikasi.
3. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan jaringan trauma, kulit rusak, prosedur invasif. Penurunan kerja silia, stasis cairan tubuh. Kekurangan nutrisi. Respon inflamasi
tertekan (penggunaan steroid). Perubahan integritas sistem tertutup (kebocoran CSS) Tujuan: Mempertahankan normotermia, bebas tanda-tanda infeksi.
Kriteria evaluasi: Mencapai penyembuhan luka tepat waktu.
Rencana tindakan : a. Berikan perawatan aseptik dan antiseptik, pertahankan tehnik cuci tangan yang baik. b. Observasi daerah kulit yang mengalami kerusakan, daerah yang terpasang alat invasi, catat
karakteristik dari drainase dan adanya inflamasi. c. Pantau suhu tubuh secara teratur, catat adanya demam, menggigil, diaforesis dan perubahan
fungsi mental (penurunan kesadaran).
d. Anjurkan untuk melakukan napas dalam, latihan pengeluaran sekret paru secara terus menerus. Observasi karakteristik sputum.
e. Berikan antibiotik sesuai indikasi 4. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan persepsi atau kognitif. Penurunan
kekuatan/tahanan. Terapi pembatasan /kewaspadaan keamanan, misal: tirah baring, imobilisasi. Tujuan :Klien merasa nyaman.
Kriteria hasil : Klien akan melaporkan peningkatan kekuatan/ tahanan dan menyebutkan makanan yang
harus dihindari. Rencana tindakan :
a. Dorong klien untuk berbaring dalam posisi terlentang dengan bantalan penghangat diatas
abdomen. R/ tindakan ini meningkatkan relaksasi otot GI dan mengurangi tenaga selama perawatan dan
saat klien lemah. b. Singkirkan pemandangan yang tidak menyenagkan dan bau yang tidak sedap dari lingkungan
klien.
R/ pemandangan yang tidak menyenagkan atau bau yang tidak sedap merangsang pusat muntah.
c. Dorong masukan jumlah kecil dan sering dari cairan jernih (misal :teh encer, air jahe, agar-agar, air) 30-60 ml tiap ½ -2 jam. R/ cairan dalam jumlah yang kecil cairan tidak akan terdesak area gastrik dan dengan
demikian tidak memperberat gejala. d. Instruksikan klien untuk menghindari hal ini :
Cairan yang panas dan dingin Makanan yang mengandung serat dan lemak (misal; susu, buah) Kafein
R/ Cairan yang dingin merangsang kram abdomen; cairan panas merangsang peristaltik; lemak juga merangsang peristaltik dan kafein merangsang motilitas usus.
e. Lindungi area perianal dari iritasi R/ sering BAB dengan penigkatan keasaman dapat mengiritasi kulit perianal.
5. Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
perubahan kemampuan untuk mencerna nutrien (penurunan tingkat kesadaran). Kelemahan otot yang diperlukan untuk mengunyah, menelan. Status hipermetabolik.
Tujuan : · Intake nutrisi meningkat. · Keseimbangan cairan dan elektrolit.
· Berat badan stabil. · Torgor kulit dan membran mukosa membaik.
· Membantu keluarga dalam memenuhi kebutuhan nutrisi diberikan per oral. · Keluarga mampu menyebutkan pantangan yang tidak boleh dimakan, yaitu makan rendah garam dan rendah lemak.
Kriteria hasil : Klien dapat mengatakan kondisinya sudah mulai membaik dan tidak lemas lagi. Klien
diberikan rentang skala (1-10). a. Mengkaji keadaan nutrisi untuk mengetahui intake nutrisi klien. b. Kaji faktor penyebab perubahan nutrisi (klien tidak nafsu makan, klien kurang makan
makanan yang bergizi, keadaan klien lemah dan banyak mengeluarkan keringat). c. Kolaborasi dengan tim gizi tentang pemberian mekanan yang sesuai dengan program diet
(rendah garam dan rendah lemak).
d. Membantu keluarga dalam memberikan asupan makanan peroral dan menyarankan klien untuk menghindari makanan yang berpantangan dengan penyakitnya.
e. Membantu memberikan vitamin dan mineral sesuai program. f. Kolaborasi dengan Tim dokter dalam pemberian Transfusi Infus RD 5% 1500 cc/24 jam dan
NaCl.