Asuhan keperawatan trauma

27
ASUHAN KEPERAWATAN TRAUMA KAPITIS 2 Votes TRAUMA KAPITIS I. PENGERTIAN Trauma kapitis adalah ganguan traumatik yang menyebabkan gangguan fungsi otak disertai atau tanpa disertai perdarahan intestiri dan tidak menganggu jaringan otak ( Brunner & Suddarth, 2000 ) Head injury (Trauma kepala) termasuk kejadian trauma pada kulit kepala, tengkorak atau otak. Batasan trauma kepala digunakan terutama untuk mengetahui trauma cranicerebral, termasuk gangguan kesadaran. ( Iwan, S.Kp, 2007 ) Trauma kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak langsung pada kepala. ( Suriadi & Rita Yuliani, 2001 ) Jenis Trauma Otak 1. Trauma Primer ~ Terjadi karena benturan langsung atau tidak langsung (akselerasi/deselerasi utuh). 2. Trauma Sekunder ~ Merupakan akibat dari trauma saraf (melalui akson) yang meluas, hipertensi, intrakranial, hipoksia, hiperapnea, atau hipotensi sistemik. ( Marlyn. E. Doengoes; 2000 ) Jenis Trauma Kepala

Transcript of Asuhan keperawatan trauma

Page 1: Asuhan keperawatan trauma

ASUHAN KEPERAWATAN TRAUMA KAPITIS

2 Votes

TRAUMA KAPITIS

I. PENGERTIAN

Trauma kapitis adalah ganguan traumatik yang menyebabkan gangguan fungsi otak disertai

atau tanpa disertai perdarahan intestiri dan tidak menganggu jaringan otak

( Brunner & Suddarth, 2000 )

Head injury (Trauma kepala) termasuk kejadian trauma pada kulit kepala, tengkorak atau otak. Batasan trauma kepala digunakan terutama untuk mengetahui trauma cranicerebral,

termasuk gangguan kesadaran.

( Iwan, S.Kp, 2007 )

Trauma kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak langsung pada kepala.

( Suriadi & Rita Yuliani, 2001 )

Jenis Trauma Otak

1. Trauma Primer

~ Terjadi karena benturan langsung atau tidak langsung (akselerasi/deselerasi utuh).

2. Trauma Sekunder

~ Merupakan akibat dari trauma saraf (melalui akson) yang meluas, hipertensi, intrakranial,

hipoksia, hiperapnea, atau hipotensi sistemik.

( Marlyn. E. Doengoes; 2000 )

Jenis Trauma Kepala

Page 2: Asuhan keperawatan trauma

1. Robekan Kulit Kepala

Robekan kulit kepala merupakan kondisi agak ringan dari trauma kepala. Oleh karena kulit kepala banyak mengandung pembuluh darah dengan kurang memiliki kemampuan konstriksi,

sehingga banyak trauma kepala dengan perdarahan hebat. Komplikasi utama robekan kepala ini adalah infeksi.

2.. Fraktur Tulang Tengkorak

Fraktur tulang tengkorak sering terjadi pada trauma kepala. Beberapa cara untuk

menggambarkan fraktur tulang tengkorak : Garis patahan atau tekanan.

Sederhana, remuk atau compound..

3. Terbuka atau Tertutup

Fraktur yang terbuka atau tertutup bergantung pada keadaan robekan kulit atau sampai menembus kedalam lapisan otak. Jenis dan kehebatan fraktur tulang tengkorak bergantung pada

kecepatan pukulan, momentum, trauma langsung atau tidak.

II. ANATOMI FISIOLOGI

Tulang kepala terdiri dari 3 lapisan:

Tabula Eksterna

Merupakan lapisan yang keras

Diploe

Merupakan lapisan tulang “cancellous” dan mengandung banyak cabang – cabang arteri / vena diploika yang berasal baik dati permukaan luar maupun dari durameter.

Tabula Interna

Serupa tabula eksterna tetapi hanya lebih tipis, sehingga pada benturan tidak tertutup

kemungkinan terjadi fraktur menekan pada tabula interna, dengan tabula eksterna tetapi intak.

Meningen

Membran jaringan ikat yang terdiri dari:

1.Durameter (Pachymeninx)

Lapisan paling luar, merupakan lapisan fibrosa, liat dan kuat. Membagi ruang antara kranium dan otak menjadi:

Page 3: Asuhan keperawatan trauma

*Ruang Epidural : antara tulang dan durameter

*Ruang Subdural : antara durameter dan otak

Terdiri dari 2 lapisan:

*Lapisan luar : dikenal sebagai periosteum interna dan berhubungan dengan periosteum eksterna

melalui foramen magnum.

*Lapisan dalam : berjalan terus ke distal sebagai durameter spinal. Dengan adanya struktur ini tidak terjadi komunikasi antara ruang epidural kepala dengan ruang epidural spinal.

Mempunyai 4 bangunan lipatan durameter, yaitu:

*Falx Cerebri

*Tentorium Cerebri

*Difragma Sella

*Falx Serebeli

2. Arakhnoid

Membran jaringan ikat, tipis, tansparan, avaskuler terpisah dari durameter diatasnya hanya oleh sedikit cairan yang fungsinya sebagai pembasah.

Di permukaan basal otak dan sekitar batang otak, piameter dan arakhnoid terpisah agak

jauh sehingga terbentuk ruang sisterna subarakhnoid.

Dibagian ventral baatang otak

- Sisterna kiasmatik : terletak di daerah kiasma optika

- Sisterna interpendukularis : terletak pada fossa interpedunkularis mesensefalon

- Sisterna pontin : terletak di persimpangan pontomedularis

Dibagian dorsal batang otak

- Sisterna magna (sisterna cerebellomedullaris)

- Sisterna ambiens (sisterna superior)

3. Piameter

Lapisan meningen paling dalam, terdiri dari 2 lapis;

Page 4: Asuhan keperawatan trauma

Fungsi : sebagai pelindung masuknya bahan toksis atau mikroorganisme. Melekat pada parenkim otak / spinal, sehingga mengikuti bentuk sulkus-sulkus.

Mengandung pembuluh darah kecil yang memebri makan pada struktur otak dibawahnya. Bersama dengan lapisan arakhnoid disebut Leptomeningen.

Pembagian otak ada 3 yaitu:

-Serebrum (otak besar)

Terdiri dari 2 hemisfer dan 4 lobus

- Hemisfer kanan dan hemisfer kiri

- Lobus terdiri dari:

lobus frontal

lobus terbesar, pada tosa anterior

fungsi : mengontrol perilaku individu,kepribadian, membuat keputusan dan menahan diri

lobus temporal (samping)

fungsi menginterpretasikan sensori mengecap, bau dan pendengaran

lobusparietal

fungsi menginterpretasikan sensori

lobus oksipital (posterior)

fungsi menginterpretasikan penglihatan

-Serebelum (otak kecil)

Terletak di bagian posterior dan terpisah dari hemister serebral

Serebelum mempunyai fungsi merangsang dan menghambat dan tanggung jawab yang luas

terhadap koordinasi dan gerakan halus.

-Batang Otak

Terdiri dari bagian-bagian otak tengah, pons dan medula oblongata:

*otak tengah

Page 5: Asuhan keperawatan trauma

menghubungkan pons dan serebelum dengan hemister serebrum

*pons

terletak di depan serebelum antara otak tengah dan medula

*medula oblongata

fungsi meneruskan serabut-serabut motorik dari otak medula spinalis ke otak

Sistem Syaraf Perifer

- sistem syaraf somatik

- sistem syaraf otonom : * susunan syaraf simpatis

* susunan syaraf parasimpatis

~ Sistem syaraf Somatik

Susunan syaraf yang mempunyai peranan spesifik untuk mengetur aktivitas otot sadar / serat lintang.

~ Sistem syaraf Otonom

Susunan syaraf yang mempunyai peranan penting, mempengaruhi pekerjaan otot tak sadar (otot

polos).

Seperti: otot jantung, hati, pancreas, saluran pencernaan, kelenjar, dll.

Fungsi Sistem Persyarafan

1. Menerima informasi (stimulus) internal maupun eksternal, melalui syarat sensori. 2. Mengkomunikasikan antara syarat pusat sampai syarat tepi

3. Mengolah informasi yang diterima di medula spinalis dan atau di otak, yaitu menentukan respon.

4. Mengatur jawaban (respon) secara cepat melalui syaraf motorik (efferent motorik

palway), ke organ-organ tubuh sebagai kontrol / modifikasi tindakan.

Sirkulasi darah pada Serebral

Otak menerima sekitar 20% dari curah jantung. Kurangnya suplai darah ke otak dapat menyebabkan jaringan rusak ireversibel.

2 arteri yaitu arteri carotis interdan dan arteri vertebral adalah arteri yang menyuplai darah ke

otak. Pada dasar otak disekitar kelenjar hipofisis, terdapat sebuah lingkaran arteri terbentuk

Page 6: Asuhan keperawatan trauma

diantara rangkaian arteri karotis interna dan vertebral, disebut sirkulus wilisi yang dibentuk dari cabang-cabang arteri carotis internal. Sedangkan vena-vena pada serebri bersifat unik, karena

tidak seperti vena-vena lain. Vena-vena serebri tidak mempunyai katup untuk mencegah aliran darah balik.

( Brunner and Sudarth, 2002 )

III. ETIOLOGI

Cidera kepala dapat disebabkan oleh dua hal antara lain :

Benda tajam

Trauma benda tajam dapat menyebabkan cidera setempat.

Benda tumpul

Dapat menyebabkan cidera seluruh kerusakan terjadi ketika energi/kekuatan diteruskan kepada otak.

Penyebab lain:

kecelakaan lalulintas

jatuh pukulan kejatuhan benda

kecelakaan kerja / industri cidera lahir

luka tembak

( Cholik dan Saiful, 2007, hal. 25 )

Mekanisme cidera kepala

Ekselerasi

Ketika benda yang sedang bergerak membentur kepala yang diam.

Contoh : akibat pukulan lemparan.

Deselerasi

Akibat kepala membentur benda yang tidak bergerak.

Contoh : kepala membentur aspal.

Page 7: Asuhan keperawatan trauma

Deforinitas

Dihubungkan dengan perubahan bentuk atau gangguan integritas bagian tubuh yang dipengaruhi oleh kekuatan pada tengkorak.

Berdasarkan berat ringannya :

1) Cidera kepala ringan → G C S : 13 – 15

2) Cidera kepala sedang → G C S : 9 – 12

3) Cidera kepala berat → G C S : 3 – 8

Penyebab terbesar cedera kepala adalah kecelakaan kendaraan bermotor.jatuh dan terpeleset.Biomekanika cedera kepala ringan yang utama adalah akibat efek ekselarasi/deselerasi

atau rotasi dan putaran. Efek ekselerasi/deselerasi akan menyebabkan kontusi jaringan otak akibat benturan dengan tulang tengkorak, terutama di bagian frontal dan frontal temperol. Gaya benturan yag menyebar dapat menyebabkan cedera aksonal difus (diffuse axonal injury) atau

cedera coup-contra.coup.

( Hoffman,dkk,1996 ).

IV. TANDA DAN GEJALA

Tanda dan gejala cidera kepala dapat dikelompokkan dalam 3 kategori utama:

Tanda dan gejala fisik/sumatik

Nyeri kepala, dizziness, nausea, vomitus.

Tanda dan gejala kognitif

Gangguan memori, gangguan perhatian dan berpikir kompleks.

Tanda dan gejala emosional/kepribadian

Kecemasan, iritabilitas.

(Hoffman, dkk, 1996)

Gejala sbb:

1. jika klien sadar akan mengeluh sakit kepala berat 2. muntah projektil 3. papil edema

4. kesadaran makin menurun

Page 8: Asuhan keperawatan trauma

5. perubahan tipe pernapasan 6. anisokor

7. tekanan darah turun, bradikardia 8. suhu tubuh yang sulit dikendalikan

( Cholik dan Saiful, 2007, hal. 31 )

VI. KOMPLIKASI

Komplikasi pada Trauma Kapitis :

Kebocoran cairan Serebrospinal

Akibat fraktor pada Fossa anterior dekat sinus frontal atau dari fraktor tengkorak bagian petrous dari tulang temporol.

Kejang

Kejang pasca trauma dapat terjadi secara (dalam 24 jam pertama) dini (minggu pertama) atau lanjut (setelah satu minggu).

Diabetes Insipidus

Disebabkan oleh kerusakan traumatik pada rangkai hipofisis menyebabkan penghentian sekresi hormon antideuretik.

Hudak & Gallo ( 1996 )

VII. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Scan – CT

Mengidentifikasi adanya SOL.Hemorogi, menentukan Ukuran ventrikel, pergeseraan cairan otak.

MRI

Sama dengan Scan –CT dengan atau tanpa kontras.

Angiografi Serebral

Menunjukkan kelainan sirkulasi serebral seperti pergeseran jaringan otak akibat edema,

perdarahan dan trauma.

EEG

Memperlihatkan keberadaan atau perkembangan gelombang

Page 9: Asuhan keperawatan trauma

Sinar X

Mendeteksi adanya perubahan struktur tulang (Fraktor) pergeseran struktur dari garis tengah (karena perdarahan) edema dan adanya frakmen tulang.

BAER (Brain Auditory Evoked)

Menentukan fungsi dari kortel dan batang otak .

PET (Positron Emission Tomografi)

Menunjukkan aktiitas metabolisme pada otak.

Pungsi Lombal CSS

Dapat menduga adanya perdarahan subarachnoi.

GDA (Gas Darah Arteri)

Mengetahui adanya masalah ventilasi oksigenasi yang dapat menimbulkan

Kimia/Elektrolit Darah

Mengetahui ketidakseimbangan yang berperan dalam peningkatan TIK/perubahan

Pemeriksaan Toksikolog

Mendeteksi obat yang mungkin bertanggung jawab terhadap penurunan kesadaran.

Kaular Anti Konvulsan Darah

Dapat dilakukan untuk mengetahui tingkat yang cukup efektif untuk

( Marlyn. E. Doengoes; 2000 )

VII. PENATALAKSANAAN MEDIK dan NON-MEDIK

Pasien dengan trauma kepala berat sering mengalami gangguan pernapasan, syock hipovolemik, gangguan kesimbangan cairan dan elektrolit, tekanan intrakranial yang tinggi, kejang-kejang, gangguan kardiovaskuler. Perlu mendapat penanganan yang tepat.

Medik

1. Manitol IV

Dosis awal 1 g / kg BB

Page 10: Asuhan keperawatan trauma

Evaluasi 15 – 20 menit (bila belum ada perbaikan tambahan dosis 0,25 g / kg BB)

Hati-hati terhadap kerusakan ginjal

Steroid

Digunakan untuk mengurangi edema otak

Bikarbonas Natrikus

Untuk mencegah terjadinya asidosis

Antikonvulsan

Masih bersifat kontroversial

Tujuan : untuk profilaksis kejang

Terapi Koma

Merupakan langkah terakhir untuk mengendalikan TIK secara konservatif.

Terapi ini menurunkan metabolisme otak,mengurangi edema & menurunkan TIK

Biasanya dilakukan 24 – 48 jam.

Antipiretik

Demam akan memperburuk keadaan karena akan meningkatkan metabolisme dan dapat terjadi dehidrasi, kerusakan otak. Jika penyebab infeksi tambahkan antibiotik.

Sedasi

Gaduh, gelisah merupakan gejala yang sering ditemukan pada penderita cidera otak dan dapat

meningkatkan TIK.

Lorazepam (ativan) 1 – 2 mg IV/IM dapat diberikan dan dapat diulang pemberiannya dalam 2 – 4 jam.

Kerugian : tidak dapat memantau kesadaran penderita.

Antasida – AH2

Untuk mencegah perdarahan GIT : simetidin, ranitidin, famotidin.

Furosemid adakalanya diberikan bersama dengan obat anti edema lain.

Page 11: Asuhan keperawatan trauma

Dosis : 1 mg/kg BB IV, dapat diulang tiap 6 – 12 jam.

Non-Medik

1. Pengelolaan Pernapasan:

- pasien ditempatkan dalam posisi miring atau seperti posisi koma.

- periksa mulut, keluarkan gigi palsu bila ada.

- jika banyak ludah atau lendir atau sisa muntahan lakukan penghisapan.

- hindari flexi leher yang berlebihan karena bias menyebabkan terganggunya jalan

napas/peningkatan TIK.

- trakeostomi dilakukan bila lesi di daerah mulut atau faring parah.

- Perawat mengkaji frekuensi dan upaya pernapasan pasien, warna kulit, bunyi pernapasan dan ekspansi dada.

- berikan penenang diazepam.

- posisi pasien selalu diubah setiap 3 jam dan lakukan fisioterapi dada 2x/sehari.

2. Gangguan Mobilitas Fisik

- posisikan tubuh pasien dengan posisi opistotonus; perawatan harus dilakukan dengan tujuan untuk menghentikan pola refleksif dan penurunan tonus otot abnormal.

- perawat menghindarkan terjadinya kontraktur dengan melakukan ROM pasif dengan merenggangkan otot dan mempertahankan mobilitas fisik.

3. Kerusakan Kulit

- menghilangkan penekanan dan lakukan intervensi mobilitas.

4. Masalah Hidrasi

- pada cidera kepala terjadi kontriksi arteri-arteri renalis sehingga pembentukan urine berkurang dan garam ditahan didalam tubuh akibat peningkatan tonus ortosimpatik.

5. Nutrisi pada Trauma otak berat

- memerlukan jumlah kalori 2 kali lipat dengan meningkatnya aktivitas system saraf ortosimpatik

yang tampak pada hipertensi dan takikardi.

Page 12: Asuhan keperawatan trauma

- kegelisahan dan tonus otot yang meningkat menambah kebutuhan kalori.

- bila kebutuhan kalori tidak terpenuhi maka jaringan tubuh dan lemak akan diurai, penyembuhan luka akan lebih lama, timbul dekubitus, daya tahan menurun.

( Cholik dan Saiful, 2007, hal. 66 – 69 )

IX. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Diagnosa keperawatan yang mungkin timbul adalah:

1. Resiko tidak efektifnya bersihan jalan nafas dan tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan gagal nafas, adanya sekresi, gangguan fungsi pergerakan, dan meningkatnya

tekanan intrakranial. 2. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema serebral dan peningkatan

tekanan intrakranial.

3. Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan tirah baring dan menurunnya kesadaran. 4. Resiko kurangnya volume cairan berhubungan mual dan muntah.

5. Resiko injuri berhubungan dengan menurunnya kesadaran atau meningkatnya tekanan intrakranial.

6. Nyeri berhubungan dengan trauma kepala.

7. Resiko infeksi berhubungan dengan kondisi penyakit akibat trauma kepala. 8. Kecemasan orang tua-anak berhubungan dengan kondisi penyakit akibat trauma kepala.

9. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi.

( Marlyn. E. Doengoes; 2000 )

DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan Sudarth, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Vol-2, EGC, Jakarta, 2002.

Cholik dan Saiful, Buku Ajar Trauma Kepala Asuhan Keperawatan Klien dengan Cidera Kepala,, Ardana Media, Yogyakarta, 2007.

Doengoes, Marilyn. E, Rencana Asuhan Keperawatan, Pedoman untuk Perencanaan dan

Pendokumentasian Pasien Edisi 3, EGC, Jakarta, 2000.

Hudak and Gallo, Keperawatan Kritis Edisi VI, EGC, Jakarta, 1996.

Santosa, Budi (editor), Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda 2005-2006,Definisi dan Klasifikasi, Prima Medika, Jakarta, 2005.

Suriadi, Yuliani, Rita, Asuhan Keperawatan pada Anak, Fajar Interpratama, Jakarta, 2001

Page 13: Asuhan keperawatan trauma

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN CEDERA KEPALA

( TRAUMA CAPITIS )

A. KONSEP DASAR MEDIS

1. DEFENISI

Cedera kepala adalah suatu cedera yang menimbulkan kerusakan atau perlukaan pada kulit

kepala, tulang tengkorak dan jaringan otak yang disertai perdarahan.

Cedera kepala dapat dibagi menurut berat dan ringan :

Cedera kepala Ringan :

Jika skala koma glasgow antara 14-15 dapat terjadi kehilangan kesadaran antara 30 menit tidak

ada penyerta seperti fraktur tengkorak, kontusuo dan hematom, serta tidak terjadi gangguan

neurologis.

Cedera Kepala Sedang :

Jika skala koma glasgow antara 10-13, hilang kesadaran antara 30 menit – 24 jam dapat

mengalami fraktur tengkorak, disorientasi ringan (bingung).

Cedera Kepala Berat :

Jika skala koma glasgow antara 3-8, hilang kesadaran lebih dari 24 jam meliputi contisio

cerebral, lacerasi, hematom, dan edema cerebral.

2. ETIOLOGI

Hal yang menyebabkan cedera kepala adalah

a. Terjatuh dari ketinggian, benturan, dan pukulan

b. Kecelakaan kerja

c. Kecelakaan lallu lintas

d. Perkelahian, dll

3. PATOFISIOLOGI

Cedera kepala diakibatkan karena adnya benturan kuat yang mengakibatkan struktur

intracranial (otak, darah, dan cairan serebrospinal) menjadi rusak sehingga sukar diabsorbsi oleh

Page 14: Asuhan keperawatan trauma

muskuloligamentum(yang menjaga kepala).Tulang tengkorak yang elastis pada anak-anak

mengabsorbsi energi secara langsung dan mempengaruhi kepala dan memberikan proteksi pada

struktur intracranial. Jaringan syaraf rentang tetapi biasanya untuk sampai terjadi kerusakan

berarti harus ada tekanan yang kuat.Benturan kuat dapat diakibatkan pukulan langsung pada

kepala maupun bagian tubuh lain dengan efek pantulan keotak atau luka secara tidak langsung.

Respon otak terhadap benturan adalah berpindahny rongga kranial kedepan otak apat mementil

atau berputar pada batang otak disebabkan oleh difusi pada luka pergerakan otak ini dapat

menyebabkan luka memar atau luka robek akibat gerakan yang berlebihan pada permukaan

kranial sebelah dalam frekuensi kerusakan terbesar terjadi pada tulang frontal dan lobus

temporal otak.Lokasi /daerah kulit kepala banyak aliran darah pada anak dapat terjadi perdarahan

yang menyebabkan kematian akibat adanya lacerasi yang hebatpada kulit kepala.

4. MANIFESTASI KLINIS

1) Cedera Kepala Ringan

(a) Cedera kepala sekunder yang ditandai dengan nyeri kepala, tidak pingsang,

tidak muntah, tidak ada tanda – tanda neurologik

(b) Contusio serbri ditandai dengan tidak sadar krang dari 10 menit, muntah, sakit kepala, tidak ada

tanda – tanda nerologik kontisio cerebri

2) Cedera Kepala Sedang

Ditandai dengan pingsan ≥ 10 menit muntah dan anamnesa retrogard

dan tanda – tanda neurologik

3) Cedra Kepala Berat

a) Lacerasi cerebri ditandai dengan pingsan berhari-hari atau berbulan-bulan,kelumpuhan anggota

gerak biasanya disertai fraktur basis cranii.

b) Perdarahan epidural ditandai dengan pingsan sebentar-bentarkemudian sadar lagi kemudian

pingsan lagi, mata sembab, pupil anisokor bradikardi, tekanan darah menurun, suhu tubuh

meningkat.

c) Perdarahan subdural ditandai dengan nyeri kepala intrakranial meningkat dan lumpuh.

5. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Tes Diagnostik

- CT-Scan Kepal

Page 15: Asuhan keperawatan trauma

- Foto Rontgen / Foto Kepala : untuk mengetahui perubahan struktur tengkorak

b. Laboratorium

Leukosit, Pemeriksaan Darah Lengkap, Analisa Gas Darah, Hb, Elektrolit.

Page 16: Asuhan keperawatan trauma

B. KONSEP KEPERAWATAN

NO DATA DIAGNOSA

KEPRAWATAN TUJUAN RENCANA KEPERAWATAN RASIONAL

1.

DS :

- Klien mengatakan

bengakak pada bagian

kepala.

- Klien mengatakan

nyeri/pusing di daerah

kepala

DO

- Ekspresi wajah meringis

- KU lemah

Perubahan Perubahn

Perfusi Jaringan Otak

b/d Adanya edema

otak, hematom dan

perdarahan

Tidak terjadi perfusi

jaringan serbral dan

TTV dalam batas

normal

1. Kaji status neurologik secara

teratur, respon membuka mata,

dan respon motorik serta

bandingkan dengan nilai standar.

2. Monitor TTV tiap setengah

sampai satu jam.

3. Evaluasi ukuran pupil, raspon

mata terhadap cahaya, pergerakan

bola mata dan refleks kornea.

4. Atur posisi kepala dan

mengangkat kepala tempat tidur

sesuai indikasi.

5. Evaluasi keadaan pupil catat

ukuran, ketajaman, kesimetrisan

dan reaksi terhadap cahaya.

6. Penatalaksanaan pemberian

Obat sesuai indikasi, cairan, &

pemberian oksigen tambahan

Pemeriksaan radiologi

Rujuk ke perawatan yang lebih

intensif

Persiapan untuk pembedahan jika di

perlukan.

1. Mengkaji adanya kecenderungan pada tingkat

kesadaran dan potensial peningkatan tekanan

intrakranial dan bermanfaat dalam menentukan

loksi perluasan dan perkembangan kerusakan

sistem sysraf pusat dan menentukan tingkat

kesadaran.

2. Untuk mengetahui intervensi selanjutnya.

3. Reaksi pupil diatur oleh syaraf kranial

okulamotor III dan berguna untuk apakah batang

otak masih baik.

4. Kepala yang miring pada salah satu sisi menekan

vena jugularis dan menghambat aliran darah ke

vena yang selanjutnya akan meningkatkan TIK.

5. Reaksi pupil diatur oleh kranialokulomotor III

dan berguna untuk menentukan apakah batang

otak masih baik.

6. - untuk memaksimalkan O2 pada daerah arteri dan

membantu pencegahan hipoksia

- untuk melihat kembali tanda-tanda komplikasi

yang berkembang ( spt : atelektasis /

bronkopnemonia ).

Page 17: Asuhan keperawatan trauma

2.

3.

DS :

- Klien mengatakan nyeri di

daerah kepala

DO

- Ekspresi wajah meringis

DS :

- Klien mengeluh sesak

- Klien mengeluh batuk

berlendir

DO :

- Klien nampak sesak

Gangguan rasa

nyaman nyeri kepala

b/d kerusakan

jaringan otak dan

perdarahan serta

meningkatnya

tekanan intrakranial

Ketidak efektifan

jalan nafas b/d

kerusakan

neurovaskuler cedera

pada pusat

pernapasan otak.

Kebuthan rasa nyaman

terpenuhi.

Mempertahankan pola

napas normal dan

efektif.

1. Kaji lokasi nyeri dan intesitasnya.

2. Kaji TTV

3. Ajarkan relaksasi serta napas

dalam.

4. Berikan posisi tidur datar tanpa

bantal.

5. Kolaborasi dengan dokter untuk

pembaerian analgetik.

1. Kaji frekuensi irama kedalaman

pernapasan untuk mengetahui

perlunya ventilasi mekanis.

2. Auskultasi suara napas, perhatikan

hipoventilasi dan adanya suara

napas tambahan yang tidak

normal.

3. Lakukan pengisapan lendir

(suction) ekstra hati-hati 10-15

detik dan mencatat karakter warna

1. Untuk memilih intervensi yang cocok dan untuk

mengivakuasi keefektifan dari terapi yang di

berikan.

2. Memudahkan intervensi selanjutnya.

3. Diharapkan dapat terjadi relaksasi pada otot-otot

sehingga suplay O2 kejaringan terpenuhi

4. Mencegah terjadinya TIK

5. Analgetik berfungsi memblok reseptor nyeri

sehingga nyeri tidak dipersepsikan secara

berlebihan.

1. Perubahan menandakan awitan komplikasi

pulmonal (umumnya mengikuti cedera otak) atau

menandakan lokasi atau luasnya keterlibatan

otak.

2. Untuk mengetahui adanya infeksi paru.

Page 18: Asuhan keperawatan trauma

4.

- Klien nampak

menggunakan bantuan

pernapasan

- Klien nampak batuk

berdahak.

DS :

- Klien mengeluh malas

makan

- Klien mengeluh mual dan

muntah

DO :

- KU lemah

- Porsi makan tidak di

habiskan

Perubahan nutrisi

kurang dari

kebutuhan tubuh b/d

perubahan

kemampuan untuk

mencerna makanan

akibat penurunan

tingkat kesadaran.

Kebutuhan nutrisi

terpenuhi dan BB tetap

dan tidak mengalami

penurunan.

dan kekeruhan dari secret

4. Kolaborasi : pemeriksaan

radiologi ulang, analisa gas darah,

fisioterapi dada jika ada indikasi.

1. Kaji kemampuan pasien untuk

menelan dan mengunyah batuk

dan mengatasi sekresi.

2. Auskultasi bising usus, cepat,

adanya penurunan suara yang

hiperaktif.

3. Timbang BB tiap hari atau sesuai

dengan indikasi.

4. Kolaborasi dengan ahli diet.

5. Kolaborasi dengan dokter tentang

prosedur respon yang lain ubtuk

intake nutrisi.

1. Kaji kemampuan fisik untuk untuk

mengidentifikasi kekuatan otot /

kelemahan anggota gerak.

2. Kaji tingkat kemampuan

mobilisasi.

3. Pengisapan biasanya dilakukan jika pasien koma

atau immobilisasi dan tidak dapat membersihkan

jalan napasnya sendiri. Penghisapan pada trakea

lebih dalam harus dilakukan ekstra hati-hati

karena dapat menyebabkan/meningkatkan

hipoksia yang menimbulakan vasokontriksi akan

berpengaruh cukup besar pada perfusi serebral.

4. Untuk mengidentifikasi adanya masalah paru

seperti atelektasis, kongesti atau obstruksi jalan

napas yang membahayakan oksigenasi serebral

atau menandakan terjadinya infeksi paru

1. Untuk memudahkan pemilihan terhadap jenis

makanan sehingga pasien terlindung dari aspirasi.

2. Fungsi saluran pencernaan biasanya tetap

baikpada kasus cedera kepala jadi bising usus

membantu dan menentukan respon untuk makan

atau berkembangnya komplikasi seperti paralitik

ileus.

3. Mengevakuasi keefentifan atau kebutuhan

mengubah pemberian nutrisi.

4. Merupakan sumber yang efektif untuk

mengidentifikasi kebutuhan nalori\nutrisi

tergantung pada usia, BB, ukuran tubuh, keadaan

penyakit sekarang (trauma, penyakit

jantung/masalah metabolisme.

5. Makanan melalui selang mungkin di perlukan

pada awal pemberian jika pasien mampu menelan

makanan lunak atau setengah cair mungkin lebih

mudah di berikan tanpa menimbulkan aspirasi.

1. Mengidentifikasi kemungkinan kerusakan secara

fungsional dan mempengaruhi pilihan intervensi

yang akan di lakukan.

Page 19: Asuhan keperawatan trauma

5.

6.

DS :

- Klien mengeluh tidak

dapat menggerakkan

bagian tubuhnya

- Klien mengatakan aktivitas

di bantu oleh keluarga dan

perawat

DO

- KU lemah

- Klien nampak bedrest total

- Aktivitas di bantu oleh

keluarga dan perawat

DS :

- Klien mengatakan tampak

Keterbatasan

mobilitas fisik b/d

kelemahan dan

penurunan kekuatan

otot tubuh

Resiko infeksi b/d

Pasien dapat

melakukan aktivitas

fisik secara bertahap

dan tidak terjadi

kontraktur

Tidak terjadi tanda-

3. Bantu pasien melakukan latihan

gerak aktif atau pasif pada semua

ekstremitas untuk meminimalkan

atrofi otot , meningkatkan sirkulasi

membantu mencegah kontraktur.

4. Atur posisi pasien setiap 2 jam

untuk mengurangi penekanan pada

bagian tubuh tertentu.

5. Memberikan perawatan kulit,

massage dan menjaga agar alat

tenun tetap kering dan bersih.

6. Kolaborasi dengan dokter

fisioterapi dan pemberian obat

relaksan otot dan anti spasmodik

sesuai indikasi.

1. Observasi TTV setiap 1-2 jam

2. Cuci tangan sebelum dan sesudah

kontak dengan pasien.

3. Observasi daerah kulit yang

mengalami kerusakan (spt : luka,

bekas jahitan) daerah yang

terpasang alat invasi(spt : infus)

catat adanya inflamasi.

4. Kolaborasi dengan dokter untuk

2. Memudahkan intevensi selanjutnya.

3. Mempertahankan mobilitas dan fungsi

sendi/posisi norman extremitas dan menurunkan

terjadinya vena yang statis.

4. Perubahan posisi yang teratur menyebabkan

penyeburan terhadap berat badan dan

meningkatkan serkulasi pada seluruh tubuh jika

ada harus di ubah posisinya secara teratur dan

posisi dari daerah yang sakit hanya dalam jangka

waktu yang sangat terbatas.

5. Meningkatkan serkulasi dan elastisitas kulit dan

menurunkan resiko terjadinya

6. Menyeimbangkan tekanan jaringan

meningkatkan serkulasi dan membantu

meningkatkan arus balik vena untuk menurunkan

resiko terjadinya trauma jaringan.

1. Memudahkan intervensi selanjutnya.

2. Merupakan cara pertama untuk menghindari

terjadinya infeksi nosokomial.

3. Deteksi dini perkembangan infeksi

memungkinkan untuk melakukan tindakan

Page 20: Asuhan keperawatan trauma

7.

kemerahan pada bagian

luka

- Klien mengatakan

badannya panas

DO :

- Ku lemah

- Tampak kemerahan pada

bagian luka.

- S : 380C

DS :

- Klien mengatakan bingung

dimana dia sekarang

berada

- Klien mengatakan tidak

merespon tentang apa yang

dikatkan orang sekitarnya.

DO :

- Klien tampak sering

mengalihkan perhatiannya.

- Terjadi disorientasi

wktu,tempat,orang dan

lingkungan pada klien.

- Terjadi perubahan

kepribadian pada klien.

trauma jaringan

ruasknya kulit dan

prosedur invasi

Perubahan proses

pikir b/d perubahan

fisiologis / konflik

psikologis.

tanda infeksi,

kemerahan, bengkak,

dan peningkatan suhu

tubuh.

Mempertahankan

kembali orientasi

mental dan orientasi

biasanya dan

berpartisipasi dalam

aturan terapeutik.

pemberian antibiotik dan

pemeriksaan laboratorium

leukosit.

1. Kaji rentng perhatian, kebingungan

dan dan ansietas (kecemasan)

pasien

2. Beri penjelasan mengenai

prosrdur-prosedur dan tekankan

kembali penjelasan yang diberikan

oleh sejawat lain beri informasi

tentang proses penyakit yang ada

hubungannya dengan gejala yang

muncul.

3. Terapkan komunikasi terapeutik /

lingkungan terapeutik.

4. Hindari meninggalkan pasien

sendrian ketika mengalami agitasi,

gelisa, atau berontak.

5. Kolaborasi dangan dokter tentang

program rehabilitasi sesuai

indikasi.

dengan segera dan pencegahan terhadap

komplikasi selanjutnya.

4. Terapi profilaktif di gunakan pada pasien yang

mengalami trauma(perlukaan) atau setelah di

lakukan pembedahan untuk menurunkan resiko

terjadinya infeksi nosokomial.

1. Rentang perhatian / keterampilan untuk

berkonsetrasi mungkin mungkin memendek

secara tajam yang menyebabkan dan merupakan

potensi terhadap terjadinya ansietas yang

mempengaruhi proses pikir pasien.

2. Kehilangan struktur internal (perubahan dalam

memori, alasan dan kemampuan untuk membuat

konseptual) menimbulkan ketakutan baik

terhadap pengaruh proses yang tidak diketahui

maupun referensi terhadap informasi.

3. Menurunkan frustasi yang berhubungan dengan

perubahan kemampuan / pola respon yang

memanjang.

4. Ansietas dapat mengakibatkan kehilangan

kontrol dan meningkatkan kepanikan. Dukungan

dapat memberikan keterangan yang menurunkan

ansietas dan resiko terjadinya trauma

5. Untuk mengatasi masalah, konsentrasi, memori,

daya penilaian dan penyelesaian masalah.

Page 21: Asuhan keperawatan trauma

TRAUMA KAPITIS

A. PENGERTIAN

Trauma kapitis adalah suatu trauma mekanik yang secara langsung atau tidak langsung mengenai kepala dan mengakibatkan gangguan fungsi neurologis. Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada kelompok

usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas. Di samping penanganan di lokasi kejadian dan selama transportasi korban ke rumah sakit, penilaian dan

tindakan awal di ruang gawat darurat sangat menentukan penatalaksanaan dan prognosis selanjutnya. Tindakan resusitasi, anamnesis dan pemeriksaan fisis umum serta neurologis harus dilakukan

secara serentak. Pendekatan yang sistematis dapat mengurangi kemungkinan terlewatinya evaluasi unsur vital. Tingkat keparahan cedera kepala, menjadi ringan segera ditentukan saat

pasien tiba di rumah sakit.

B. KLASIFIKASI

1. The Traumatic Coma Data Bank mendefinisakan berdasarkan skor Skala Koma Glasgow

(cited in Mansjoer, dkk, 2000: 4):

Cidera kepala ringan/minor (kelompok resiko rendah) Skor skala koma Glasglow 15 (sadar penuh,atentif,dan orientatif)

Tidak ada kehilangan kesadaran(misalnya konkusi)

Tidak ada intoksikasi alkohaolatau obat terlarang

Pasien dapat mengeluh nyeri kepala dan pusing

Pasien dapat menderita abrasi,laserasi,atau hematoma kulit kepala

Tidak adanya kriteria cedera sedang-berat.

Cidera kepala sedang (kelompok resiko sedang)

Skor skala koma glasgow 9-14 (konfusi, letargi atau stupor)

Konkusi

Amnesia pasca trauma

Muntah

Tanda kemungkinan fraktur kranium (tanda battle,mata rabun,hemotimpanum,otorhea atau

rinorhea cairan serebrospinal).

Cidera kepala berat (kelompok resiko berat) Skor skala koma glasglow 3-8 (koma)

Penurunan derajat kesadaran secara progresif

Tanda neurologis fokal

Cidera kepala penetrasi atau teraba fraktur depresikranium.

2. Menurut Keperawatan Klinis dengan pendekatan holistik (1995: 226):

Cidera kepala ringan /minor

SKG 13-15

Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30 menit.Tidak ada fraktur tengkorak,tidak ada kontusio cerebral,dan hematoma.

Page 22: Asuhan keperawatan trauma

Cidera kepala sedang

SKG 9-12

Kehilangan kesadaran dan atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang dari 24 jam.Dapat

mengalami fraktur tengkorak.

Cidera kepala berat

SKG 3-8

Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam,juga meliputi kontusio serebral,laserasi atau hematoma intrakranial.

3. Annegers( 1998 ) membagi trauma kepalaberdasarkan lama taksadar dan lama amnesia pasca

trauma yang di bagimenjadi : a) Cidera kepala ringan,apabila kehilangan kesadaran atau amnesia berlangsung kurang dari 30

menit

b) Cidera kepala sedang,apabila kehilangan kesadaran atau amnesia terjadi 30 menit sampai 24 jam atau adanya fraktur tengkorak

c) Cidera kepala berat,apabiula kehilangan kesadaran atau amnesia lebih dari 24 jam,perdarahan subdural dan kontusio serebri.

C. ETIOLOGI

Cedera kepala dapat disebabkan oleh dua hal antara lain :

1. Benda Tajam. Trauma benda tajam dapat menyebabkan cedera setempat.

2. Benda Tumpul, dapat menyebabkan cedera seluruh kerusakan terjadi ketika energi/ kekuatan diteruskan kepada otak.

D. TANDA DAN GEJALA

Tanda dan gejala cedera kepala dapat dikelompokkan dalam 3 kategori utama ( Hoffman,

dkk, 1996):

1. Tanda dan gejala fisik/somatik: nyeri kepala, dizziness, nausea, vomitus 2. Tanda dan gejala kognitif: gangguan memori, gangguan perhatian dan berfikir

kompleks 3. Tanda dan gejala emosional/kepribadian: kecemasan, iritabilitas.

E. KOMPLIKASI

1. Kebocoran cairan serebrospinal akibat fraktur pada fossa anterior dekat sinus frontal atau dari fraktur tengkorak bagian petrous dari tulang temporal.

2. Kejang. Kejang pasca trauma dapat terjadi segera (dalam 24 jam pertama dini, minggu pertama) atau lanjut (setelah satu minggu).

3. Diabetes Insipidus, disebabkan oleh kerusakan traumatic pada rangkai hipofisis

meyulitkan penghentian sekresi hormone antidiupetik.

F. PEMERIKSAAN DIANOSTIK:

1. CT –Scan : mengidentifikasi adanya sol, hemoragi menentukan ukuran ventrikel

pergeseran cairan otak. 2. MRI : sama dengan CT –Scan dengan atau tanpa kontraks.

Page 23: Asuhan keperawatan trauma

3. Angiografi Serebral : menunjukkan kelainan sirkulasi serebral seperti pergeseran jaringan otak akibat edema, perdarahan dan trauma.

4. EEG : memperlihatkan keberadaan/ perkembangan gelombang. 5. Sinar X : mendeteksi adanya perubahan struktur tulang (faktur pergeseran struktur

dan garis tengah (karena perdarahan edema dan adanya frakmen tulang). 6. BAER (Brain Eauditory Evoked) : menentukan fungsi dari kortek dan batang otak.. 7. PET (Pesikon Emission Tomografi) : menunjukkan aktivitas metabolisme pada otak.

8. Pungsi Lumbal CSS : dapat menduga adanya perdarahan subaractinoid. 9. Kimia/elektrolit darah : mengetahui ketidakseimbangan yang berpengaruh dalam

peningkatan TIK. 10. GDA (Gas Darah Arteri) : mengetahui adanya masalah ventilasi atau oksigenasi yang

akan dapat meningkatkan TIK.

11. Pemeriksaan toksitologi : mendeteksi obat yang mungkin bertanggung jawab terhadap penurunan kesadaran.

12. Kadar antikonvulsan darah : dapat dilakukan untuk mengetahui tingkat terapi yang cukup efektif untuk mengatasi kejang.

G. PENGKAJIAN KEPERAWATAN

Data tergantung pada tipe, lokasi dan keparahan cedera dan mungkin diperlukan oleh cedera tambahan pada organ-organ vital.

Aktivitas/ Istirahat Gejala : Merasa lemah, lelah, kaku, hilang keseimbangan.

Tanda : Perubahan kesehatan, letargi

Hemiparase, quadrepelgia

Ataksia cara berjalan tak tegap

Masalah dalam keseimbangan

Cedera (trauma) ortopedi

Kehilangan tonus otot, otot spastik

Sirkulasi Gejala : Perubahandarahatau normal (hipertensi)

Perubahanfrekuensijantung (bradikardia, takikardia yang

diselingibradikardiadisritmia).

Integritas Ego

Gejala : Perubahan tingkah laku atau kepribadian (tenang atau dramatis)

Tanda : Cemas, mudah tersinggung, delirium, agitasi, bingung depresi dan impulsif.

Eliminasi Gejala : Inkontenensia kandung kemih/ usus atau mengalami gngguan fungsi.

Makanan/ cairan

Gejala : Mual, muntah dan mengalamiperubahanselera.

Tanda : Muntah (mungkin proyektil)

Gangguan menelan (batuk, air liur keluar, disfagia).

Neurosensoris

Page 24: Asuhan keperawatan trauma

Gejala : Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian, vertigo, sinkope, tinitus kehilangan pendengaran, fingking, baal pada ekstremitas.

Tanda : Perubahan kesadaran bisa sampai koma

Perubahan status mental

Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri)

Wajah tidak simetri

Genggaman lemah, tidak seimbang

Refleks tendon dalam tidak ada atau lemah

Apraksia, hemiparese, Quadreplegia

Nyeri/ Kenyamanan

Gejala : Sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yang berbeda biasanya koma.

Tnda : Wajah menyeringai, respon menarik pada rangangan nyeri yang hebat, gelisah

tidak bisa beristirahat, merintih.

Pernapasan

Tanda : Perubahanpola nafas (apnea yang diselingiolehhiperventilasi). Nafas berbunyi

stridor, terdesak

Ronki, mengi positif

Keamanan

Gejala : Trauma baru/ trauma karena kecelakaan

Tanda : Fraktur/ dislokasi

Gangguan penglihatan

Gangguan kognitif

Gangguan rentang gerak, tonus otot hilang, kekutan secara umum mengalami paralisis

Demam, gangguan dalam regulasi suhu tubuh

Interaksi Sosial

Tanda : Afasia motorik atau sensorik, bicara tanpa arti, bicara berulang-ulang.

H. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Perfusi jaringan serebral tidak efektif b/d interupsi aliran darah

2. Resiko terhadap ketidakefektifan pola nafas b/d kerusakan neurovaskuler, kerusakan persepsi atau kognitif, obstruksi trakeo bronkial

3. Perubahan persepsi sensori b/d perubahan resepsi sensori, transmisi.

4. Perubahan proses pikir b/d perubahan fisiologis, konflik psikologis. 5. Kerusakan mobilitas fisik b/d kerusakan persepsi atau kognitif, penurunan kekuatan.

6. Resiko infeksi b/d jaringan trauma, penurunan kerja silia, kekurangan nutrisi, respon inflamasi tertekan.

I. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penghentian aliran darah

(hemoragi, hematoma); edema cerebral; penurunan TD sistemik/hipoksia (hipovolemia, disritmia jantung)

Tujuan:

Page 25: Asuhan keperawatan trauma

Mempertahankan tingkat kesadaran biasa/perbaikan, kognisi, dan fungsi motorik/sensorik. Kriteria hasil:

Tanda vital stabil dan tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK Rencana Tindakan :

a. Tentukan faktor-faktor yg menyebabkan koma/penurunan perfusi jaringan otak dan potensial peningkatan TIK.

b. Pantau /catat status neurologis secara teratur dan bandingkan dengan nilai standar GCS.

c. Evaluasi keadaan pupil, ukuran, kesamaan antara kiri dan kanan, reaksi terhadap cahaya. d. Pantau tanda-tanda vital: TD, nadi, frekuensi nafas, suhu.

e. Pantau intake dan out put, turgor kulit dan membran mukosa. f. Turunkan stimulasi eksternal dan berikan kenyamanan, seperti lingkungan yang tenang. g. Bantu pasien untuk menghindari /membatasi batuk, muntah, mengejan.

h. Tinggikan kepala pasien 15-45 derajad sesuai indikasi/yang dapat ditoleransi. i. Batasi pemberian cairan sesuai indikasi.

j. Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi. k. Berikan obat sesuai indikasi, misal: diuretik, steroid, antikonvulsan, analgetik, sedatif,

antipiretik.

2. Resiko tinggi pola napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler (cedera pada pusat pernapasan otak). Kerusakan persepsi atau kognitif. Obstruksi trakeobronkhial.

Tujuan: · mempertahankan pola pernapasan efektif. Kriteria evaluasi:

· bebas sianosis, GDA dalam batas normal Rencana tindakan :

a. Pantau frekuensi, irama, kedalaman pernapasan. Catat ketidakteraturan pernapasan. b. Pantau dan catat kompetensi reflek gag/menelan dan kemampuan pasien untuk melindungi

jalan napas sendiri. Pasang jalan napas sesuai indikasi.

c. Angkat kepala tempat tidur sesuai aturannya, posisi miirng sesuai indikasi. d. Anjurkan pasien untuk melakukan napas dalam yang efektif bila pasien sadar.

e. Lakukan penghisapan dengan ekstra hati-hati, jangan lebih dari 10-15 detik. Catat karakter, warna dan kekeruhan dari sekret.

f. Auskultasi suara napas, perhatikan daerah hipoventilasi dan adanya suara tambahan yang

tidak normal misal: ronkhi, wheezing, krekel. g. Pantau analisa gas darah, tekanan oksimetri

h. Lakukan rontgen thoraks ulang. i. Berikan oksigenasi. j. Lakukan fisioterapi dada jika ada indikasi.

3. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan jaringan trauma, kulit rusak, prosedur invasif. Penurunan kerja silia, stasis cairan tubuh. Kekurangan nutrisi. Respon inflamasi

tertekan (penggunaan steroid). Perubahan integritas sistem tertutup (kebocoran CSS) Tujuan: Mempertahankan normotermia, bebas tanda-tanda infeksi.

Kriteria evaluasi: Mencapai penyembuhan luka tepat waktu.

Rencana tindakan : a. Berikan perawatan aseptik dan antiseptik, pertahankan tehnik cuci tangan yang baik. b. Observasi daerah kulit yang mengalami kerusakan, daerah yang terpasang alat invasi, catat

karakteristik dari drainase dan adanya inflamasi. c. Pantau suhu tubuh secara teratur, catat adanya demam, menggigil, diaforesis dan perubahan

fungsi mental (penurunan kesadaran).

Page 26: Asuhan keperawatan trauma

d. Anjurkan untuk melakukan napas dalam, latihan pengeluaran sekret paru secara terus menerus. Observasi karakteristik sputum.

e. Berikan antibiotik sesuai indikasi 4. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan persepsi atau kognitif. Penurunan

kekuatan/tahanan. Terapi pembatasan /kewaspadaan keamanan, misal: tirah baring, imobilisasi. Tujuan :Klien merasa nyaman.

Kriteria hasil : Klien akan melaporkan peningkatan kekuatan/ tahanan dan menyebutkan makanan yang

harus dihindari. Rencana tindakan :

a. Dorong klien untuk berbaring dalam posisi terlentang dengan bantalan penghangat diatas

abdomen. R/ tindakan ini meningkatkan relaksasi otot GI dan mengurangi tenaga selama perawatan dan

saat klien lemah. b. Singkirkan pemandangan yang tidak menyenagkan dan bau yang tidak sedap dari lingkungan

klien.

R/ pemandangan yang tidak menyenagkan atau bau yang tidak sedap merangsang pusat muntah.

c. Dorong masukan jumlah kecil dan sering dari cairan jernih (misal :teh encer, air jahe, agar-agar, air) 30-60 ml tiap ½ -2 jam. R/ cairan dalam jumlah yang kecil cairan tidak akan terdesak area gastrik dan dengan

demikian tidak memperberat gejala. d. Instruksikan klien untuk menghindari hal ini :

Cairan yang panas dan dingin Makanan yang mengandung serat dan lemak (misal; susu, buah) Kafein

R/ Cairan yang dingin merangsang kram abdomen; cairan panas merangsang peristaltik; lemak juga merangsang peristaltik dan kafein merangsang motilitas usus.

e. Lindungi area perianal dari iritasi R/ sering BAB dengan penigkatan keasaman dapat mengiritasi kulit perianal.

5. Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

perubahan kemampuan untuk mencerna nutrien (penurunan tingkat kesadaran). Kelemahan otot yang diperlukan untuk mengunyah, menelan. Status hipermetabolik.

Tujuan : · Intake nutrisi meningkat. · Keseimbangan cairan dan elektrolit.

· Berat badan stabil. · Torgor kulit dan membran mukosa membaik.

· Membantu keluarga dalam memenuhi kebutuhan nutrisi diberikan per oral. · Keluarga mampu menyebutkan pantangan yang tidak boleh dimakan, yaitu makan rendah garam dan rendah lemak.

Kriteria hasil : Klien dapat mengatakan kondisinya sudah mulai membaik dan tidak lemas lagi. Klien

diberikan rentang skala (1-10). a. Mengkaji keadaan nutrisi untuk mengetahui intake nutrisi klien. b. Kaji faktor penyebab perubahan nutrisi (klien tidak nafsu makan, klien kurang makan

makanan yang bergizi, keadaan klien lemah dan banyak mengeluarkan keringat). c. Kolaborasi dengan tim gizi tentang pemberian mekanan yang sesuai dengan program diet

(rendah garam dan rendah lemak).

Page 27: Asuhan keperawatan trauma

d. Membantu keluarga dalam memberikan asupan makanan peroral dan menyarankan klien untuk menghindari makanan yang berpantangan dengan penyakitnya.

e. Membantu memberikan vitamin dan mineral sesuai program. f. Kolaborasi dengan Tim dokter dalam pemberian Transfusi Infus RD 5% 1500 cc/24 jam dan

NaCl.