Bab 16 Penyelesaian Pemogokan Dan Perselisihan

download Bab 16 Penyelesaian Pemogokan Dan Perselisihan

of 47

description

Peneyelesaian pemogokan dan perselisihan dalam mata kuliah industri.

Transcript of Bab 16 Penyelesaian Pemogokan Dan Perselisihan

BAB 16 PENYELESAIAN PEMOGOKAN DAN PERSELISIHANAPAKAH YANG DIMAKSUD DENGAN PENGHENTIAN KERJA (WORK STOPPAGE)?

Pemogokan dan LockoutsPemogokan (strike) terjadi ketika para pekerja secara berkelompok menolak untuk bekerja sampai ada perubahan mengenai kompensasi atau kondisi tempat mereka bekerja. Pemogokan merupakan taktik untuk melakukan tekanan; juga merupakan metode untuk memberitahukan kepada orang lain bahwa sedang terjadi perselisihan antara perusahaan dan para pekerjanya. Cara lainnya untuk memperlihatkan adanya perselisihan adalah dengan picketing (pemagaran yakni usaha untuk mencegah orang lain melakukan pekerjaan sewaktu pemogokan terjadi penerj.) dan penyebaran selebaran; ada juga cara-cara lain untuk melakukan tekanan ekonomis, misalnya melakukan boikot atas sebuah produk. Namun pemogokan, dan ancaman pemogokan, merupakan alat utama serikat pekerja (union) di masyarakat kita untuk menciptakan tekanan ekonomi dalam perselisihan ketenagakerjaan.Pemogokan memiliki beberapa bentuk, terutama tergantung pada tujuannya. Sebagian besar pemogokan dilakukan oleh serikat pekerja untuk mendukung upaya menegosiasikan kontrak yang menguntungkan mereka kepada pihak manajemen. Di Amerika Serikat, pemogokan semacam ini umumnya dianggap legal dan disebut sebagai pemogokan ekonomis (economic strikes). Tujuan dari pemogokan ini biasanya agar perusahaan menyetujui kenaikan upah atau tunjangan atau meningkatkan kondisi lainnya dalam pekerjaan para pemogok. Akan tetapi sebuah serikat pekerja juga bisa mogok untuk tujuan yang ilegal; dalam kasus ini pemogokan dianggap melanggar hukum. Contohnya adalah pemogokan yang dilakukan oleh sebuah serikat untuk memaksa sebuah perusahaan agar memberikan penugasan kerja kepada anggota serikat tersebut dan bukan kepada anggota serikat lainnyadisebut jurisdictional strike (karena pemogokan ini berkaitan dengan yurisdiksi kerja dari serikat pekerja). Pemogokan yang muncul karena praktek ketenagakerjaan yang tidak adil oleh perusahaan dipandang sebagai hal yang legal; pemogokan yang bertujuan memaksa sebuah perusahaan untuk menghentikan bisnisnya dengan serikat pekerja yang sedang bertikai dengan serikat pekerja yang sedang melakukan pemogokan dianggap sebagai hal yang melanggar hukumdisebut sebagai boikot sekunder (secondary boycott). (Jurisdictional strikes dan boikot sekunder merupakan praktek serikat pekerja yang curanglihat Bab 9).Pemogokan adalah sebuah bentuk konflik terbuka yang paling umum terjadi dalam hubungan ketenagakerjaan, namun bukan satu-satunya bentuk yang ada. Pemogokan hanya menjadi bagian kecil dalam negosiasi, hal yang lebih umum terjadi adalah perselisihan (disputes). Sebuah penelitian yang dilakukan baru-baru ini menunjukkan bahwa perselisihan terjadi dalam 57 persen negosiasi kontrak yang dijadikan sampel. Sebagian besar perselisihan tidak mengarah kepada pemogokan, yang lebih sering terjadi adalah holdouts, dimana kontrak lama diperpanjang sampai ada kesepakatan baru. Para peneliti berhipotesis bahwa serikat-serikat pekerja akan bergerak dari kondisi holdout menjadi pemogokan di bawah kondisi-kondisi berikut ini: upah yang turun secara dramatis karena disesuaikan dengan inflasi; tingkat pengangguran lokal mengalami penurunan sehingga membuat pengusaha sulit mendapatkan tenaga kerja pengganti, dan pekerjaan lain telah tersedia bagi para pemogok; dan profitabilitas perusahaan telah meningkatsehingga membuat para pemogok berpikir bahwa perusahaan sudah mampu menaikkan upah pekerjanya.Pengusaha memiliki sebentuk tindakan yang sedikit mirip dengan pemogokan. Tindakan ini disebut lockout (penutupan pabrik) . Dalam sebuah keadaan lockout, pengusaha menutup pabrik atau fasilitas lainnya tempat terjadinya perselisihan. Para pekerja tidak bisa bekerja dan tidak mendapatkan bayaran. Hasilnya, lockout menciptakan tekanan yang memaksa para pekerja untuk menyudahi perselisihan. Pemogokan dan lockout merupakan bentuk perang ekonomi. Disebut seperti itu karena kedua tindakan ini seringkali menimbulkan kerugian yang parah bagi mereka yang terlibat di dalamnya dan menyusahkan pihak ketiga. Dalam beberapa contoh kasus, pemogokan dan lockout mengganggu persediaan produk atau jasa yang bisa mempengaruhi kesehatan dan keamanan publik. Karena adanya akibat serius dari penghentian kerja, sudah sejak lama banyak orang yang mencari cara untuk memperkecil frekuensi dan imbasnya. Kadangkala dengan secara sederhana mengatakan bahwa penghentian kerja adalah sesuatu yang melanggar hukum. Kadangkala ada beberapa metode baru diusulkan untuk menghentikan perselisihan tanpa harus melalui penghentian kerja. Dalam kasus apapun, pemogokan dan lockouts barangkali merupakan bukti paling nyata yang menunjukkan adanya perselisihan ketenagakerjaan (labor disputes). Pemogokan dan lockout sudah sering dibahas oleh publik, dan dalam beberapa contoh menimbulkan frustrasi dan kemarahan. Hak Untuk MogokApakah ada yang namanya hak untuk mogok? Hak untuk mogok (right to strike) adalah sebuah istilah yang sering terdengar dalam diskusi-diskusi mengenai hubungan tenaga kerja (labor relationship). Beberapa orang berpendapat bahwa terdapat sebuah hak alamiah dalam diri manusia untuk menolak bekerja dalam kondisi dan suasana yang tidak mereka sukai. Ini adalah hak orang Amerika, menurut mereka, untuk menolak bekerja jika mereka tidak ingin bekerja, dan pada kenyataannya, Amandemen Ketigabelas dalam UUD Amerika memang melarang kerja paksa (involuntary servitude) kecuali sebagai hukuman untuk kejahatan. Oleh karenanya, pengusaha tidak boleh memaksa pekerja yang tidak mau bekerja untuk melakukan pekerjaan yang menguntungkan si pengusaha. Para pekerja boleh menolak untuk bekerja, atau berhenti, jika mereka menginginkannya. Meskipun demikian, larangan kosntitusional yang melarang kerja paksa menekankan pada hak individu, dan oleh karenanya tidak bisa begitu saja diterapkan pada situasi pemogokan. Sebuah pemogokan memiliki dua ciri yang membedakannya dengan hak untuk bebas dari perbudakan. Pertama, pemogokan adalah sebuah tindakan kolektif, bukan sebuah tindakan individu. Pemogokan justru memperoleh kekuatannya dari karakter kolektifnya tersebut. Pemogokan adalah sebuah sarana yang digunakan untuk menghentikan atau mengganggu bisnis pengusaha, bukan sebuah sarana sederhana untuk membebaskan seseorang dari pekerjaan yang tidak dia inginkan. Kedua, tujuan dari pemogokan adalah untuk memperoleh konsesi dari pengusaha. Ini adalah senjata ekonomi. Amandemen Ketigabelas nampaknya tidak bermaksud menetapkan hak pekerja untuk bergabung bersama dan melakukan tekanan yang memaksa pengusaha. Dengan demikian tidak ada hak konstitusi untuk melakukan pemogokan. Apakah sebenarnya ada atau tidak sebuah hukum hak alamiah untuk mogok kerja sebaiknya diserahkan kepada para filsuf.Walaupun tidak ada hukum konstitusional yang melindungi hak pekerja untuk mogok, beberapa usaha pernah dilakukan di pengadilan dan di Kongres baik untuk menetapkan sebuah hak untuk mogok maupun hukum untuk melarangnya. National Labor Relations Act pada Bagian 7, Hak-hak para Pekerja, mengatakanPara pekerja seharusnya memiliki hak ... untuk terlibat dalam ... kegiatan yang diselenggarakan atas persetujuan bersama yang bertujuan untuk perundingan kolektif atau bantuan atau perlindungan bersama lainnya.Kalimat ini telah dipertahankan oleh pengadilan untuk menetapkan sebuah hak untuk mogok menurut undang-undang. Dan pasal 13 dari undang-undang itu bahkan menyatakan secara lebih eksplisit:

Tidak ada apapun dalam perundangan ini, kecuali sebagaimana secara khusus disebutkan di dalamnya, akan menerangkan baik itu untuk mencampuri atau mengganggu atau meghilangkan dalam cara apa pun hak untuk melakukan pemogokan ...

Meskipun demikian, apa yang sudah diberikan oleh Kongres ini pun masih bisa dilanggar. Ketetapan lain dari hukum yang sama melarang pemogokan untuk tujuan tertentu. Dan beberapa kelas pekerja tidak dimasukkan ke dalam pihak yang dilindungi oleh undang-undang. Pegawai pemerintahan federal dan pegawai negara bagian dan pemerintahan lokal tidak dilindungi oleh NLRA. Kongres telah melarang adanya pemogokan yang dilakukan oleh pegawai federal, dan sebagian besar negara bagian melarang pemogokan yang dilakukan oleh pegawai mereka dan orang-orang yang bekerja di kotapraja. Lebih jauh, apa yang tampaknya diperbolehkan oleh Kongres, justru dilarang oleh pengadilan. Keputusan pengadilan dalam beberapa tahun belakangan ini telah melarang pemogokan dalam tingkat besaran tertentu sehingga beberapa penulis menanyakan, masih bisakah serikat pekerja melakukan pemogokan?. Tentu saja pertanyaannya bukan apakah para pekerja bisa mogok atau tidak, namun apakah mereka bisa melakukan pemogokan secara legal.Apakah pemogokan semakin sering dilakukan dalam perekonomian Amerika? Statistik pemerintah mengenai pemogokan telah dimulai pada tahun 1939 dan menunjukkan bahwa tahun 1946 merupakan tahun terburuk dalam masalah pemogokan dalam sejarah kita. Catatan mengenai waktu hilang (time lost) akibat pemogokan di beberapa tahun belakangan ini telah membaik dan secara umum lebih baik dibandingkan dengan catatan dari akhir era 1940an. Pada tahun 1980an, frekuensi dan durasi pemogokan menurun secara substansial sebab banyak perusahaan yang mengalami kesulitan finansial dan para pekerjanya takut kehilangan pekerjaan mereka. Dari tahun 1983 sampai 1991 jumlah pemogokan yang melibatkan 1000 orang pekerja atau lebih menurun dari 80 menjadi 40. Dan di tahun 1991, ekonomi Amerika hanya kehilangan 0,06 persen dari total perkiraan waktu kerja yang diakibatkan oleh penghentian pekerjaan. Namun tampaknya ini bukanlah jumlah kehilangan produksi yang diakibatkan oleh pemogokan, sebab sejumlah besar produksi yang hilang kemudian diimbangi oleh kerja lembur pekerja pascapemogokan. Statistik ini tidak menunjukkan adanya gangguan ekonomi yang besar karena aktivitas pemogokan.PEMOGOKAN BERDASARKAN INDUSTRI

Beberapa industri nampaknya lebih sering mengalami pemogokan dibandingkan lainnya. Sebuah penelitian yang dilakukan di tahun 1950an membandingkan kecenderungan untuk terjadinya pemogokan dalam beberapa industri dengan basis internasional. Beberapa industri ada yang memiliki kecenderungan mengalami pemogokan yang sangat tinggi di semua negara, khususnya pertambangan, pengapalan, pelabuhan, perkayuan, dan tekstil. Industri yang pemogokannya paling rendah adalah garmen, peralatan umum, hotel dan fasilitas restoran, perdagangan hasil pertanian, dan kereta api. Penulis menghubungkan tingginya kejadian pemogokan dengan adanya isolasi fisik para pekerja dan tempat mereka bekerja dalam industri-industri seperti pertambangan, pengapalan, dan perkayuan dan dengan tingkat kesulitan pekerjaan yang digabungkan dengan ketidakpastian dalam pekerjaan pada industri-industri tersebut.Pemogokan juga nampaknya sering terjadi dalam industri-industri yang mengalami tekanan dibandingkan lainnya dan di wilayah-wilayah dimana, jika dibutuhkan, pekerjaan alternatif tersedia bagi para pekerja. Pemogokan juga biasa terjadi ketika para pekerja hanya mengalami sedikit peningkatan dalam standar hidup mereka yang membuat mereka merisaukan masalah kenaikan gaji.MENGAPA PEMOGOKAN TERJADI?

Penyebab Pemogokan

Pemogokan terjadi karena beberapa alasan. Kita biasanya berpikir bahwa pemogokan terjadi karena adanya perselisihan antara seorang pengusaha dengan sebuah serikat pekerja mengenai tingkat upah atau tunjangan atau kondisi kerja. Namun pemogokan juga terjadi karena perselisihan atas struktur tawar menawar (bargaining structure) atau atas personalitas yang terlibat dalam negosiasi. Pemogokan yang akhirnya terjadi karena alasan ini biasanya dikabarkan sebagai pemogokan mengenai upah atau kondisi kerja. Akibatnya, statistik pemerintah tentang penyebab pemogokan hanya menunjukkan perselisihan atas upah dan kondisi kerja sebagai faktor penyebab utama terjadinya penghentian kerja. Meskipun demikian, seringkali pemogokan yang panjang dan sengit tidak muncul karena satu masalah, seperti misalnya hanya karena upah, namun karena perselisihan yang lebih kompleks mengenai siapa yang harus melakukan tawar menawar.

Salah satu penelitian mengenai pemogokan menemukan bahwa 15 persen dari negosiasi terjadwal (yakni, yang terjadi pada masa tidak berlakunya sebuah kesepakatan tawar menawar kolektif) berujung pemogokan. Sebuah faktor kunci yang mengakibatkan pemogokan adalah variabilitas, bukan tingkatan, keuntungan. Yakni, seringkali para manajer dalam perusahaan yang saat itu sedang mengalami keuntungan takut keuntungan mereka akan menurun sehingga enggan untuk menghadiahkan kenaikan upah yang menurut pemimpin serikat pekerja dan para anggotanya patut mereka dapatkan dengan tingkat keuntungan yang ada.

Penelitian statistik yang dilakukan secara seksama mengenai kegiatan pemogokan di Amerika Serikat antara tahun 1971 sampai tahun 1980 mengidentifikasi hal-hal berikut ini sebagai hal yang mempengaruhi pemogokan:

Kaum laki-laki lebih cenderung melakukan pemogokan dibandingkan dengan kaum wanita.

Perusahaan-perusahaan dengan fluktuasi penjualan yang tinggi nampaknya lebih sering mengalami pemogokan dibandingkan lainnya.

Pemogokan tidak sering terjadi di negara bagian yang menerapkan right-to-work. Pemogokan lebih sering terjadi dalam unit tawar menawar yang lebih besar. Pemogokan lebih sering terjadi ketika upah ketinggalan di belakang inflasi.

Namun selama periode ini, tingkat pengangguran lokal dan tingkat inflasi hanya memiliki pengaruh yang kecil pada kemungkinan terjadinya pemogokan.

Pemogokan juga dijadwalkan oleh para pekerja yang tidak tergabung dalam serikat pekerja, namun biasanya kita tidak terlalu sering mendengar kabar adanya pemogokan yang dilakukan oleh para pekerja nonserikat. Hal ini sebagian disebabkan oleh penghentian kerja dalam sebuah situasi nonserikat cenderung menjadi lebih membingungkan dan tidak terlalu jelas dibandingkan jika ada serikat pekerja yang terlibat. Dan hampir pasti juga, frekuensi penghentian kerja non serikat jauh lebih sedikit dibandingkan dengan pemogokan yang dilakukan oleh serikat pekerja. Meskipun bukannya jarang kita mendengar berhentinya pekerjaan di pabrik-pabrik nonserikat. Para manajer di pabrik semacam itu kadangkala berbicara tentang surat kalengpara pekerja menghentikan pekerjaan mereka dan mengancam akan mengadu pada serikat jika perusahaan tidak memberikan apa yang mereka minta. Bagaimanapun juga, insiden semacam itu sangat jarang mendapatkan publisitas sebagaimana pemogokan yang dilakukan oleh serikat dan akibatnya mereka biasanya tidak dimasukkan ke dalam statistik pemerintah mengenai penghentian pekerjaan.Fungsi Pemogokan

Pemogokan merupakan kejadian yang melibatkan emosi dan para pengamat akan memiliki dua pendapat mengenai pemogokan. Di satu sisi, pemogokan seringkali dipandang sebagai bukti adanya kemacetan dalam proses tawar menawar. Pandangan ini secara implisit menyatakan bahwa jika proses tawar menawar dilakukan secara lebih baik, maka pemogokan tidak akan terjadi. Pada kenyataannya, seringkali hal ini dipandang sebagai pembelaan diri para pekerja yang melakukan pemogokan, dan dibiarkan oleh perusahaan. Dalam banyak contoh, para pekerja kehilangan lebih banyak upah mereka dan pendapatan perusahaan sebagai akibat pemogokan dibandingkan jika semua pihak mau memberikan apa yang diminta oleh pihak lainnya. Dari sudut pandang perusahaan, pemogokan bahkan bisa merupakan hal yang lebih tidak menguntungkan karena mereka seringkali meningkatkan peluang kesuksesan serangan bisnis para kompetitor perusahaan. Terakhir, dalam beberapa contoh yang lebih dramatis, sebuah perusahaan terpaksa keluar dari bisnis/tutup selama terjadinya pemogokan sehingga para pekerja dan manajer kehilangan pekerjaan mereka dan para investor kehilangan investasi mereka. Oleh karena itu, penghentian kerja tampaknya merupakan hal yang tidak masuk akaldan tampaknya seharusnya kejadian ini bisa diatasi secara lebih baik. Ada hal yang menguntungkan dari pandangan ini, sebagaimana akan kita lihat dalam bagian terakhir dari bab ini.Di sisi lain, pengamat tawar menawar kolektif yang teliti juga mengetahui bahwa pemogokan merupakan sebuah bagian integral dari sebuah proses tawar menawar. Pemogokan memiliki fungsi yang berkontribusi terhadap pemecahan perselisihan. Dalam pandangan ini, sebuah frekuansi pemogokan tertentu bisa dipandang sebagai bagian yang normal dari sebuah proses tawar menawar kolektif. William Serrin, yang kemudian menjadi reporter kepala pekerja untuk New York Times, menyebutkan hal tersebut sebagai berikut: Sebuah pemogokan tidak selalu berarti adanya kemacetan dalam negosiasi, hal ini bisa saja hanya menandakan masih adanya kebuntuan atau memang belum saatnya untuk berhenti.

Secara umum, sebuah pemogokan menciptakan tekanan ekonomi baik terhadap serikat pekerja maupun untuk pihak manajemen dan dengan demikian meningkatkan biaya ketidaksepakatan (cost of disagreement). Selama terjadinya pemogokan, pihak manajemen menghadapi pilihan antara menolak permintaan para pekerja (dan dengan demikian menerima biaya pemogokan sebagai hilangnya produksi, penjualan dan keuntungan), atau mengakhiri biaya pemogokan dengan menyerah kepada permintaan para pekerja. Serupa dengan itu, para pekerja dan serikat pekerja menghadapi biaya penghentian kerja yang terus berlanjutkehilangan upah dan menipisnya dana pemogokan serikat (jika ada)atau menerima tawaran pihak manajemen. Biaya yang terus terakumulasi baik untuk pihak manajemen maupun pekerja dalam pemogokan membawa tekanan yang memaksa kedua pihak untuk membuat kesepakatan dan kembali bekerja.Dalam bentuk yang paling ekstrem, pemogokan dan ancaman pemogokan dikatakan perlu ada untuk membuat sebuah proses tawar menawar kolektif bisa berjalan. Bagaimana hal ini bisa terjadi? Apa yang menjadi fungsi positif dari sebuah pemogokan? Bagaimana sebuah pemogokan bisa membuat proses tawar menawar kolektif berjalan? John Dunlop telah menuliskan empat fungsi pemogokan:

1 Sebuah pemogokan memberikan informasi kepada dua pihak mengenai pihak yang sedang dihadapi oleh mereka, dan bisa dilakukan untuk tujuan mendapatkan data atau motif yang tidak akan diungkapkan oleh pihak lain melalui cara lainnya. Apakah perusahaan sedang mengalami keuntungan atau tidak? Apakah ekspektasi mengenai bisnisnya di masa depanbaik atau buruk? Apakah kepemimpinan serikat mendukung anggotanya? Seringkali sebuah pemogokan memberikan jawaban jujur atas pertanyaan-pertanyaan semacam itu ketika pertemuan antara pihak manajemen dan pekerja tidak akan menjawabnya. Ketika pihak manajemen menyatakan bahwa tidak ada bisnis yang sedang berlangsung, namun kemudian bertindak cepat agar para pekerja yang sedang melakukan mogok segera bekerja kembali, serikat pekerja akan mengetahui bawa bisnis tidaklah seburuk yang dinyatakan oleh pihak manajemen. Ketika secara resmi serikat pekerja menyatakan bahwa anggotanya harus memiliki tunjangan tertentu, namun kemudian menyerukan pemogokan dan tidak seorang pun yang berhenti bekerja, maka pihak perusahaan tahu bahwa secara resmi serikat pekerja telah menyesatkan mereka.2 Sebuah pemogokan membantu meyakinkan kedua belah pihak untuk merubah posisi mereka dalam sebuah negosiasi. Tekanan yang diciptakan pemogokan merupakan sebuah kekuatan independen yang memaksa kedua belah pihak untuk menuju kepada kesepakatan. Ini merupakan fungsi yang paling signifikan dan paling umum dari sebuah pemogokan.

3 Sebuah pemogokan bisa berkontribusi kepada perubahan hubungan antara penawar dan konstituennya. Sebagai contoh, seorang negosiator pihak manajemen mungkin sebenarnya ingin menawarkan sebuah peningkatan upah yang lebih tinggi kepada serikat dibandingkan yang diizinkan oleh atasannya. Sebuah pemogokan mungkin menyebabkan sang atasan mendesak negosiator itu untuk melakukan penawaran yang lebih tinggi dan dengan demikian mengakhiri perselisihan tersebut.

4 Pemogokan mungkin perlu ada untuk merubah alokasi anggaran dari sebuah dinas pemerintahan. Hal ini sering menjadi fungsi dari pemogokan di sektor publik. Dalam negosiasi, serikat pekerja mungkin akan meminta peningkatan kompensasi yang lebih besar dibandingkan yang dianggarkan oleh dinas pemerintahan. Dengan tiadanya pemogokan atau ancaman pemogokan, kebuntuan antara dinas dan serikat mungkin tidak akan pernah terungkap. Bagaimanapun juga, sebuah pemogokan seringkali menghasilkan respon yang memadai dari pejabat publik, atau bahkan dari para pemilihnya, sehingga sebuah penyusunan ulang prioritas anggaran bisa saja terjadi, dan memungkinkan adanya penyelesaian dari perselisihan ini. 5 Sebuah pemogokan bisa diperlukan ada untuk merubah struktur tawar menawar. Sebagai contoh, pada tahun 1971 Bell Telephone System memiliki sekitar 130 kontrak yang akan berkahir dalam jangka waktu 4 bulan. Serikat pekerja Communication Workers Union dan Bell System ingin lebih mendekati penawaran nasional. Ketika kesepakatan lokal mulai berakhir pada akhir bulan April, CWA memperpanjangnya dalam basis harian. Pada tanggal 23 Mei CWA menolak tawaran perusahaan untuk kesepakatan berpola lokal. CWA meminta sebuah pemogokan untuk memilih, dan menerima wewenang dari para pekerja untuk menyerukan sebuah pemogokan. Pada tanggal 15 Juni, Presiden CWA menjadwalkan pemogokan untuk tanggal 14 Juli. Pada tanggal 14 Juli tersebut semua kontrak CWA dengan Bell System hampir berakhir. Pemogokan bermulai pada tanggal 14 Juli dan berakhir satu minggu kemudian. Kesepakatan baru menetapkan tanggal jatuh tempo yang sama untuk hampir semua kontrak, dan pada tahun 1974 CWA dan Bell System untuk pertama kalinya berpartisipasi dalam negosiasi nasional mereka yang sesungguhnya.Para penyusun teori mengenai proses tawar menawar telah membuat referensi yang lumayan banyak mengenai penghentian kerja. Dalam menggambarkan daya tawar (bargaining power), banyak penekanan diletakkan pada pemogokan atau penghentian kerja sebagai cara yang dilakukan oleh kedua pihak untuk menuju kesepakatan. Proses ini ditunjukkan dalam Gambar 16.1.Diagram di atas menjadi subyek dari beragam interpretasi. Tampilannya yang pokok adalah definisi dari kurva konsesi pengusaha, yang dimulai dari A, tingkat upah yang ada, dan peningkatannya seiring waktu; dan sebuah kurva konsesi serikat, yang dimulai dari B, dengan tingkat upah yang diinginkan yang berada di atas skala yang ada saat ini, dan menurun seiring waktu menuju ke titik A. Titik persilangan dari dua kurva menunjukkan tingkat upah C dan waktu S dimana penyelesaian terjadi. Namun apa yang diukur oleh garis waktu? Agaknya, yang diukur adalah durasi berhentinya pekerjaan, sebab tanpa adanya penghentian pekerjaan, berlalunya waktu tidak akan membuat kedua pihak merubah posisi awalnya (yaitu, kurva pengusaha akan merupakan sebuah garis lurus horisontal pada A dan kurva serikat berupa garis lurus horisontal pada B). Sebuah jalan buntu mungkin bisa digambarkan. Tentu saja pada kenyataannya, hal ini kadangkala terjadi ketika penghentian pekerjaan dilarang oleh hukum. Dalam pemerintahan federal, misalnya, pemogokan dianggap ilegal dan perselisihan antara pengusaha (dinas federal) dan serikat bisa terus berlangsung tanpa kejelasan dan tanpa adanya perubahan posisi dari masing-masing pihak.

Diagram ini juga bisa digunakan untuk menunjukkan pola tawar menawar lainnya. Misalnya, sebuah pemogokan kadangkala menyebabkan kurva serikat naik, bukan turun. Artinya, ketika pemogokan berlangsung, pemimpin serikat memaksakan sebuah peningkatan upah yang lebih tinggi daripada sebelumnya, agar para pekerja kembali bekerja dan kemudian mengganti kerugian mereka untuk waktu yang hilang selama pemogokan. Gambar 16-2 menggambarkan situasi ini. (Kurva konsesi serikat seharusnya diberi nama yang berbeda dalam situasi ini). Kemungkinan lain, sebuah pemogokan bisa saja membuat pihak manajemen menurunkan tawaran mereka karena tawaran perusahaan sebelum pemogokan terjadi adalah penawaran yang tinggi, dengan harapan bisa menghindari biaya pemogokan (Gambar 16-3, titik D). Setelah pemogokan berjalan, perusahaan itu tidak perlu lagi mengusahakan tawaran awalnya, gambar 16-3 menggambarkan situasi semacam ini.

Keadaan dalam Gambar 16-2 dan 16-3 bisa digabungkan. Jika sebuah pemogokan membuat serikat meningkatkan tujuan penyelesaiannya dan perusahaan menurunkan tawarannya, hasilnya adalah sebuah kebuntuan (stalemate). Gambar 16-4 menggambarkan situasi ini. Secara mengejutkan, situasi semacam ini seringkali terjadi dalam periode tepat setelah pemogokan dimulai. Jika hal ini berlangsung terus, yang akan terjadi adalah bisa saja perusahaan itu akan tutup atau mengganti serikat pekerjanya, dan para pekerja akan kalah.

Meskipun demikian, biasanya, jalannya pemogokan cenderung menyebabkan kedua pihak untuk melakukan konsesi (pelonggaran) untuk mencapai kesepakatan dan mengakhiri penghentian pekerjaan. Gambar 16-5 menggambarkan kemungkinan apa saja yang paling umum terjadi sebagai akibat penghentian kerja: munculnya pemogokan pada awalnya cenderung memperdalam perselisihan dengan cara memperlebar posisi kedua belah pihak, namun setelah itu celah yang ada ditutup ketika pemogokan berjalan.

MENGATASI PEMOGOKAN

Persiapan Serikat

Dalam mempersiapkan sebuah pemogokan, sebuah serikat pekerja harus mempertimbangkan tiga hal utama:

1Memastikan bahwa pemogokan itu efektif

2Mengorganisir garis larangan kerja untuk menjaga efektifitas pemogokan

3Memberikan bantuan finansial bagi para pemogok

Hal pertama merupakan hal yang paling penting. Jika ingin sebuah pemogokan bisa efektif, maka pemogokan ini harus melibatkan sebagian besar orang dalam unit tawar menawar. Tujuan pemogokan adalah untuk menghentikan kegiatan usaha pengusaha dan dengan demikian menciptakan tekanan terhadap perusahaan untuk menyelesaikan perselisihan yang menjadi penyebab pemogokan. Usaha serikat untuk menghentikan bisnis pengusaha seringkali dijawab dengan usaha pengusaha untuk terus melakukan bisnisnya, seperti yang akan kita lihat di bagian berikut.

Jika serikat tidak bisa membuat para pekerja untuk berhenti bekerja, pemogokan itu tidak akan efektif. Beberapa pemogokan bersifat tidak efektif. Seruan serikat untuk melakukan pemogokan disambut apatis oleh para pekerja, banyak di antara mereka yang terus bekerja. Inilah keadaan terburuk yang bisa diterima oleh serikat. Hal ini akan meruntuhkan posisi tawar serikat dalam pemogokan dan memunculkan pertanyaan mengenai tingkat kepercayaan para pekerja terhadap serikat. Akibatnya, sebuah pemogokan yang tidak efektif seringkali diikuti oleh munculnya petisi yang memakzulkan sebuah serikat sebagai wakil para pekerja dalam proses tawar menawar. Karena pertaruhannya besar, serikat pekerja biasanya akan berhati-hati sebelum menyerukan pemogokan. Seruan itu hanya akan dikeluarkan jika pemimpin serikat tahu bahwa para pekerja akan benar-benar menghentikan pekerjaan mereka. Pemimpin serikat akan membangun perbincangan mengenai pemogokan dalam jangka waktu tertentu. Hal ini akan menjaga agar para pekerja terus menerima informasi mengenai perkembangan negosiasi dan mempersiapkan mereka jika ada seruan untuk mogok. Pemimpin ini akan mencari isu mogok (strike issue) beberapa permasalahan yang penting bagi para pekerja yang bisa menghasilkan kepedulian emosional yang dibutuhkan untuk kelangsungan pemogokan.Sebuah isu mogok yang baik tergantung pada kepedulian para pekerja saat itu. Kadangkala peningkatan upah merupakan hal yang signifikan bagi para pekerja. Di waktu lain, keamanan kerja, atau bahkan aturan kerja, bisa menjadi masalah yang mendapatkan perhatian besar dari para pekerja. Pada negosiasi baja di tahun 1959, misalnya, sebuah perselisihan antara serikat dengan Basic Steel Negotiating Committee yang mewakili perusahaan mengenai peningkatan upah tampaknya hanya menarik sedikit perhatian pekerja. Serikat tidak bisa berharap banyak bahwa para pekerja akan mendukung pemogokan tingkat nasional untuk peningkatan upah sebesar beberapa sen per jam. Tingkat inflasi rendah, keamanan kerja layak, dan para pekerja tidak terlalu militan mengenai isu tersebut. Namun ketika perusahaan mengajukan revisi aturan kerja dan sekilas terlihat mengancam tingkat upah, kondisi kerja, dan penugasan kerja dari banyak para pekerja industri baja, serikat menyadari bahwa mereka menemukan sebuah isu mogok. Hasilnya kemudian adalah pemogokan yang berlangsung selama lebih dari 100 hari, yang berakhir dengan tidak adanya perubahan dalam pasal aturan kerja (Pasal 2B) dalam kontrak.Dalam rangka membangun sebuah basis moral untuk pemogokan, serikat seringkali melakukan pemungutan suara sebelum benar-benar menyerukan penghentian kerja. Jika suara mayoritas menolak gerakan mogok, pemimpin serikat kemungkinan tidak akan menyerukannya. Meskipun demikian, jika suara mayoritas memilih pemogokan, maka pemimpin serikat akan mengklaim sebuah mandat untuk menyerukan pemogokan. Juga kewenangan suara mayoritas atas pemogokan merupakan sebuah argumen yang kuat yang bisa digunakan untuk mengajak para pekerja yang apatis untuk ikut bergabung dalam pemogokan.Sekali pemogokan berlangsung, serikat harus mengorganisir picketing dan aktivitas pemogokan lainnya. Picketing sangat diatur oleh hukum nasional dan seringkali oleh peraturan kotapraja setempat yang berhubungan dengan tata publik. Serikat harus mengorganisir picketing untuk menyesuaikan diri dengan persyaratan hukum atau untuk bersiap-siap menghadapi konsekuensi perilaku ilegal. Serikat juga harus mencari dukungan finansial untuk para pekerja yang ketika melakukan pemogokan gajinya diputus. Banyak serikat nasional yang menyimpan dana untuk mendukung para pemogok. Namun tingkat tunjangan yang diberikan, aturan persyaratan, dan kemampuan untuk membayar tunjangan berbeda dari satu serikat dengan serikat lainnya.

Persiapan pengusaha

Operasional selama pemogokan. Para pengusaha menyadari bahwa pengaruh dari sebuah pemogokan sangat tergantung pada kemampuan para pemogok untuk menghentikan operasional pengusaha. Hal ini memfokuskan persiapan pengusaha untuk menjawab pertanyaan apakah ia akan meneruskan ataukah menghentikan operasional pabrik selama pemogokan berlangsung. Apabila pabrik tetap bisa beroperasi, pemogokan itu akan memiliki kekuatan kecil untuk memaksa pengusaha ke dalam konsesi dalam proses tawar menawar.Ada tiga cara untuk tetap mengoperasikan pabrik dalam situasi pemogokan. Pertama, metode yang paling sederhana dan paling kecil resikonya adalah memanfaatkan pemogokan yang tidak efektif. Jika banyak pekerja yang tidak mengikuti pemogokan, maka pengusaha mungkin bisa memiliki peluang untuk menjalankan pabriknya. Namun sebuah serikat yang kokoh tidak mungkin akan mengeluarkan seruan untuk mogok jika mereka merasa pemogokan tersebut tidak efektif.Metode kedua menjalankan perusahaan ketika pemogokan terjadi adalah dengan menggunakan personil supervisor untuk menjalankan peralatan. Dalam industri-industri yang melibatkan banyak mekanisasi atau otomatisasi dan karenanya hanya membutuhkan kekuatan kerja (work force) yang kecil, operasional oleh para supervisor sangat mungkin terjadi. Dalam industri telepon, misalnya, sebagian besar operasional normal dalam perusahaan bisa diteruskan oleh para supervisor ketika pemogokan terjadi. Namun pemeliharaan, yang membutuhkan orang-orang yang ahli, dan instalasi baru, yang labor-intensive (membutuhkan banyak pekerja), biasanya tidak bisa hanya diteruskan oleh supervisor saja. Dalam industri perminyakan, penyulingan bisa dioperasikan tanpa pekerja yang mogok, namun pemeliharaannya menjadi masalah. Dalam industri-industri seperti perakitan mobil, perakitan alat elektronik, dan pabrik tekstil, nyaris tidak mungkin untuk membayangkan operasionalnya hanya dikerjakan oleh para supervisor saja. Terlebih, operasional penuh oleh para supervisor biasanya hanya merupakan jalan keluar. Hal ini disebabkan karena kurangnya pemeliharaan akan menyebabkan berhentinya operasional atau menyebabkan kelelahan fisik pada diri para supervisor. Meskipun demikian, sebagian operasional mungkin bisa terus berjalan dalam beberapa perusahaan yang tidak terbatas.Prosedur ketiga yang membuat pabrik yang tutup bisa terus berjalan adalah dengan menyewa tenaga kerja pengganti (replacements). Di Amerika Serikat, penyewaan tenaga pengganti baik untuk sementara maupun permanen oleh pengusaha dipandang sebagai hal yang legal jika para pekerjanya terlibat dalam sebuah pemogokan ekonomis, yaitu pemogokan yang menjadi bagian dari perselisihan tawar menawar kolektif. Jika pengusaha telah menyebabkan pemogokan karena ia melakukan praktek ketenagakerjaan yang tidak adil, penyewaan tenaga pengganti tidak diperbolehkan. Karena tenaga kerja pengganti bisa disewa untuk para pemogok ekonomis, kadangkala dikatakan bahwa para pemogok ekonomis mempertaruhkan pekerjaan mereka.

Perbedaan antara tenaga pengganti yang disewa secara temporer dan permanen oleh seorang pengusaha sangatlah penting. Tenaga pengganti temporer hanya disewa selama masa pemogokan. Mereka melakukan pekerjaan para pemogok selama berlangsungnya penghentian kerja, namun ketika penghentian itu berakhir, maka pengusaha harus memberhentikan tenaga pengganti temporer dan mempekerjakan kembali para pemogok. Tenaga pengganti permanen berbeda. Mereka disewa untuk melakukan pekerjaan pemogok untuk selamanya. Pengaruhnya, pengusaha itu akan memecat para pemogok.Memang kelihatannya mengejutkan, bahwa di negara kita seorang pekerja bisa dipecat karena melakukan sebuah pemogokan yang legal. Hal ini terjadi ketika perusahaan mengganti para pemogok secara permanen. Apakah mengganti para pemogok secara temporer atau secara permanen, sepenuhnya terserah kepada si pengusaha. Hukum AS dalam hal ini sangat tidak umum ketika dipandang dalam sudut pandang internasional. Hanpir tidak ada negara industri lainnya yang mengizinkan penggantian pemogok secara permanen. Serikat dan pekerja sangat menentang aspek hukum kita ini, mereka berpendapat bahwa hal itu seakan-akan mengejek hak untuk melakukan pemogokan.Sebuah perusahaan yang mengganti pemogok beresiko menciptakan kebencian di antara para pekerjanya sendiri yang sedang melakukan pemogokan dan beresiko menciptakan ledakan emosional yang berakibat kekerasan. Secara historis, serikat pekerja sangat membenci tenaga pengganti pemogokmenyebutnya sebagai strikebreaker, scabs, dan julukan-julukan yang senada dengan itu. Operasional pabrik yang dilakukan oleh para pengganti seringkali mengundang munculnya kekerasan dan biasanya akan melibatkan polisi untuk melindungi pabrik dan para tenaga pengganti yang berada di dalamnya. Untuk alasan inilah banyak perusahaan yang tidak berpikir untuk menggunakan tenaga pengganti selama pemogokan terjadi. Meskipun demikian, tetap ada perusahaan yang melakukannya.

Pemogokan-pemogokan besar yang terjadi di Amerika Serikat yang menyebabkan kekalahan serikat pekerja dalam beberapa tahun belakangan ini memiliki ciri yang sama: pengusaha mampu memperoleh tenaga pengganti dan tetap beroperasi selama pemogokan terjadi. Hal ini benar-benar terjadi, misalnya, ketika terjadi pemogokan Florida East Coast Railway, yang beberapa tahun setelahnya diketahui bahwa perkeretaapian tersebut beroperasi tanpa sepengetahuan serikat dengan memanfaatkan tenaga pengganti. Sebuah koran di Los Angeles mengganti para wartawannya yang melakukan pemogokan, dan Washington Post mengganti para kuli tintanya yang sedang melakukan pemogokan; pemogokan yang dilakukan untuk melawan surat kabar itu mengalami kekalahan. Phelps-Dodge Corporation menyewa tenaga pengganti dan mengalahkan pemogokan di tempat penambangan tembaganya di Arizona. Kita telah membahas penggunaan tenaga pengganti permanen yang dilakukan oleh Trans World Airlines di tahun 1986 untuk mengalahkan sebuah pemogokan yang dilakukan oleh para awak udara mereka.

Daftar Persiapan Pihak Manajemen. Dalam persiapannya menghadapi pemogokan, pihak manajemen punya banyak hal yang harus diperhatikan. Sebuah daftar singkat item-item yang harus dipertimbangkan diberikan di bawah ini. Daftar ini menunjukkan betapa seriusnya peristiwa pemogokan bagi sebuah perusahaan dan tidak boleh dihadapi secara sembrono.

Apa reaksi pekerja yang tidak mogok terhadap barisan pemogok di luar gedung?

Seberapa besar persediaan perusahaan?

Bisakah pesanan konsumen dipenuhi oleh persediaan untuk jangka panjang?

Bisakah distribusi kepada konsumen terus dilakukan melewati barisan pemogok?

Akankah perusahaan kehilangan konsumen secara permanen jika konsumen tersebut tidak mendapatkan pengiriman selama pemogokan?

Jika perusahaan memutuskan untuk mencoba beroperasi selama terjadinya pemogokan, ada beberapa pertanyaan penting yang harus dijawab.

Maukah tenaga sukarela yang diupah bekerja selama pemogokan?

Bagaimana mereka dibayar?

Sebesar apa gajinya sesuai keinginan mereka sendiri, atau sesuai dengan pekerja yang mereka gantikan?

Bagaimana dengan kompensasi lembur?

Bisakah para kontraktor dilibatkan?

Bisakah tenaga listrik untuk pabrik dipenuhi dari sumber tenaga listrik milik pabrik sendiri?

Bisakah sabotase yang dilakukan oleh pekerja yang masih berada di dalam pabrik pada saat dimulainya pemogokan dihindari?

Akankah perusahaan pemeliharaan lokal memberikan jasa perbaikan selama terjadinya pemogokan?

Bisakah hasil pabrik diangkut dengan truk? Membantukah jalur kereta api? Bisakah konsumen dijamin pengirimannya?

Bagaimana caranya sampah dan limbah diangkut? Bagaimana caranya menyediakan makanan? Haruskan supervisor dan tenaga pengganti tetap tinggal di dalam pabrik? Di mana mereka tidur? Bagaimana makannya?

Seperti apakah pemogokan itu akan diawasi? Maukah superpisor memotret aktivitas barisan pemogok? Bisakah catatan pemogokan terus dibuat? Haruskah gerbang terpisah dibuat untuk para kontraktor luar?

MENYELESAIKAN PERSELISIHAN

Mediasi

Apakah Mediasi Itu? Pemogokan adalah sebuah bentuk konflik terbuka yang berusaha dihindari oleh sebagian besar orang. Karenanya, ketika ada tanda-tanda pemogokan akan dimulai, sejumlah langkah akan dilakukan untuk mencoba memecahkan perselisihan yang menjadi penyebab pemogokan yang bisa berujung pada penghentian kerja. Mediasi adalah sebuah bentuk intervensi utama yang dimaksudkan untuk memecahkan perselisihan tanpa adanya pemogokan.

Mediasi adalah sebuah proses yang digunakan oleh pihak netral untuk membantu pihak-pihak yang berselisih mencapai penyelesaian isu yang membuat mereka bertikai. Biasanya mediasi tidak meletakkan pihak netral tersebut sebagai hakim, yaitu sebagai penentu resolusi perselisihan (sebuah proses yang disebut arbitrasi). Mediasi sesungguhnya adalah sebuah proses mengajak semua pihak untuk mencapai kesepakatan. Mediasi perselisihan tenaga kerja telah digambarkan sebagai keterlibatan dari sebuah keberlanjutan fungsi-fungsi yang ada pada diri seseorang yang tidak memihak dalam hubungan tawar menawar kolektif, yang umumnya dimulai dengan maksud konsiliasi dan mengarah kepada, namun tidak mencakup, arbitrasi.

Keberlanjutan yang dikatakan pada kalimat itu memiliki makna amat luas. Di masa lalu, orang-orang Amerika membedakan berbagai poin di sepanjang keberlanjutan itu dengan beberapa istilah, sebagaimana disiratkan dalam kalimat di atas. Konsiliasi adalah proses yang paling sederhana. Konsiliasi terdiri dari usaha untuk mengajak pihak yang berselisih untuk bertemu dan mendiskusikan masalah-masalah mereka. Seringkali dalam perselisihan ketenagakerjaan, kedua belah pihak bersikap tidak mau tahu satu sama lain. Dengan demikian, tujuan konsiliasi adalah merekonsiliasi pihak yang berselisih dan efektivitasnya bergantung kepada apakah jika kedua belah pihak bisa diyakinkan untuk saling bertemu maka mereka akan bisa menemukan resolusi atas perselisihan mereka. Tentu saja dengan demikian, tidak ada peluang untuk penyelesaian perselisihan jika mereka tidak bertemu. Ditetapkannya National Labor Relation Act (Undang-Undang Hubungan Ketenagakerjaan Nasional), yang memaksakan sebuah kewajiban hukum untuk melakukan penawaran bagi pihak manajemen dan kemudian (di tahun 1947) juga bagi pihak pekerja, sangat mengecilkan peran rekonsiliasi per se.

Mediasi selalu menjadi sebuah proses yang lebih bersifat aktif dibandingkan dengan konsiliasi. Sebuah daftar fungsi mediator yang disiapkan oleh William E. Simkin, mantan direktur Federal Mediation and Concilliation Service, membedakan fungsi-fungsi itu menjadi tiga kategori: saran prosedural (procedural suggestions), fasilitasi komunikasi (communication facilitation), dan tindakan-tindakan yang lebih afirmatif. Fungsi-fungsi prosedural antara lain penjadwalan, pelaksanaan, dan pengawasan pertemuan; membuat dan/atau memperpanjang tenggat waktu; membuat catatan; dan menjaga tidak adanya campur tangan pihak luar jika diyakini hal tersebut akan kontraproduktif. Fungsi komunikasi terdiri atas menjaga agar saluran komunikasi tetap terbuka dan penjagaan gerbang (gatekeeping). Gatekeeping mengacu kepada waktu ketika satu pihak ingin membuat konsesi terhadap sebuah isu namun merasa takut jika hal tersebut akan dipandang sebagai kelemahan. Pihak tersebut bisa meminta mediator untuk mengatakannya kepada pihak lawan guna menguji reaksi yang akan timbul. Fungsi tindakan afirmatif termasuk menyusun prioritas; menurunkan atau mencegah adu pendapat yang ekstrim; memberikan saran substantif yang kreatif; dan membuat rekomendasi mengenai isu atau paket individu.

Mediasi yang sukses sangat bergantung kepada tingkat keahlian mediator. Seorang mediator yang tidak diterima oleh kedua belah pihak yang bertikai tidak ada gunanya. Namun seorang mediator yang diterima tetapi tidak tahu bagaimana caranya membantu pihak-pihak yang bertikai untuk mencapai kesepakatan juga tidak akan ada gunanya.

Agen-Agen Mediasi. Setiap orang yang diterima oleh kedua pihak dalam sebuah perselisihan bisa berperan sebagai mediator. Pendeta, pejabat publik, profesor, warga kota terkemuka, dan orang-orang semacamnya telah berperan sebagai mediator dalam perselisihan. Namun volume perselisihan tawar menawar kolektif di negara kita sangat besar dan peran mediasi sangat berpotensi untuk membantu penyelesaiannya sehingga berbagai negara bagian dan pemerintah federal telah mendirikan agen-agen mediasi publik. Agen yang paling terkemuka adalah Federal Mediation and Conciliation Service (FMCS). FMCS diciptakan oleh Title II dari Taft-Hartley Act pada tahun 1947 dan dibangun di atas pelayanan konsiliasi yang kemudian ada di bawah Departemen Tenaga Kerja.

Para mediator FMCS dan mereka yang dipekerjakan oleh agen mediasi berbagai negara bagian merupakan mediator-mediator profesional yang secara umum diangkat dari pekerja yang berpengalaman dan pihak manajemen yang representatif. Baik pekerja maupun manajemen yang ada di Amerika Serikat saat ini menerima, bahkan turut membantu, pertolongan pemerintah dalam pemecahan masalah perselisihan ketenagakerjaan melalui kegiatan berbagai agen mediasi.

Sebuah inovasi yang menarik dalam kerja FMCS adalah program relation by objectives (RBO). Program ini berasal dari penerapan teknik ilmu perilaku (behavioral science) pada hubungan pekerja-manajemen. Sebagaimana dituliskan oleh Business Week, salah satu penerapan program RBO adalah seperti berikut ini:

Sampai saat ini, hubungan pekerja-manajemen di pabrik pembuatan kertas Georgia-Pacific Corps. di Woodland, Me., sangat tidak menyenangkan. Perselisihan yang terus berlangsung telah meruntuhkan moral 700 tenaga kerja di di dalamnya. Para pekerja yang tidak puas membuat gangguan-gangguan dan pemogokan-pemogokan kecil. Ketika lima serikat pekerja melakukan pemogokan selama tiga minggu di musim semi yang lalu, satuan U.S. Route 1 terdekat harus merapat ke lokasi untuk melindungi para pengendara mobil dari kekerasan yang terkait dengan pemogokan.

Meskipun tetap tidak ada kebaikan dan titik terang di Woodland, situasi di sana sudah sangat membaik di beberapa bulan terakhir ini, sebagian besar karena adanya bantuan pihak ketiga dari Federal Mediation and Conciliation Service. Namun bukan melalui peran tradisional FMCS sebagai mediator dalam perselisihan tawar menawar yang membuat perubahan.

Keterlibatan FMCS di sana adalah bagian dari program percobaan, yang disebut Relations by Objective (RBO, yang di dalamnya agen mediasi memanfaatkan keahlian mereka untuk mendorong pekerja dan manajemen menuju perubahan fundamental dalam dasar hubungan mereka. Sasaran program ini adalah membantu para pekerja dan serikat, yang terhambat oleh prosedur yang kaku, untuk menelusuri konflik hingga ke akar-akarnya dan membangun sebuah cara baru untuk menghadapinya. Di bawah pengawasan mediator federal, serikat pekerja dan pihak manajemen menganalisa masalah mereka, memutuskan apa yang ingin mereka lihat dalam sebuah hubungan ideal, dan mendiskusikan bagaimana caranya mewujudkan tujuan-tujuan itu ...

Tidak ada seorang pun yang mengklaim bahwa RBO adalah obat yang mujarab bagi semua masalah ketenagakerjaan di Georgia-Pacific, namun kedua belah pihak mengatakan bahwa program ini sangat membantu memperbaiki hubungan yang ada. Ketika kami punya masalah, kami bisa duduk bersama dan mendiskusikannya, kata Yardley (seorang wakil pihak manajemen). Delapan puluh persen dari waktu yang kami habiskan, kami dengan segera mendapatkan solusi. Tadinya, ada rasa keberatan, dan barangkali bisa saja mengarah ke arbitrasi.

Will Sawyer, direktur hubungan industrial Woodland, juga merasa antusias atas hasil yang diperoleh. Kami memiliki masalah lama mengenai perubahan jam kerja untuk mesin otomatis. Di bawah program ini, kami mencapai kesepakatan dalam satu kali pertemuan. Kami mengalami pengurangan besar dalam jumlah keberatan, dan keberatan yang diungkapkan tampak lebih membantu.

Berkurangnya Pemogokan

Pemogokan memiliki fungsi penting untuk dilaksanakan dalam tawar menawar kolektif, namun nampaknya pemogokan menjadi sarana yang semakin tidak menyenangkan untuk dipakai oleh serikat. Di tahun 1972, George Meany melontarkan pandangan bahwa di tahun 1970an pemogokan menjadi lebih menyakitkan dibandingkan tahun 1930an dan memiliki pengaruh yang lebih panjang. Di tahun-tahun awal, ketika para pekerja mendapatkan 60 hingga 70 sen per jam, kata Meany, tidak banyak uang yang dikeluarkan untuk membantu sebuah keluarga untuk bertahan hidup ketika pemogokan terjadi, juga tidak butuh waktu lama untuk sebuah keluarga memulihkan kondisinya pascapemogokan.

Keadaan sudah banyak berbeda saat ini. Hanya karena tawar menawar kolektif telah meningkatkan standar hidup dan meningkatkan serta menstabilkan situasi finansial para pekerja, para pekerja justru mengalami kehilangan yang lebih besar. Mereka memiliki angsuran rumah dan mobil dan biaya sekolah yang harus dibayarhal-hal yang tidak akan membebani mereka di tahun-tahun yang silam.

Tidak hanya karena pemogokan menjadi masalah yang lebih serius bagi para pekerja, katanya, namun pemogokan juga memiliki imbas yang lebih besar bagi industri:

Saya tidak pernah merasa senang karena pemogokan. Pemogokan tidak menyenangkanjustru menyeramkan. Ada korban-korban dalam setiap pemogokanekonomi, manusia, korban sosial. Dan saya ingin menghindari setiap konsekuensi ini.

Setiap pemimpin pekerja yang bertanggung jawab, seperti saya, akan memandang pemogokan tidak lebih dari tindakan jahat, yang diambil oleh para pekerja sebagai cara terakhir untuk memprotes beberapa hal yang memberatkan yang, bagi mereka, adalah lebih buruk daripada menganggur.

Menurunnya pemogokan sebagai sebuah cara untuk menyelesaikan perselisihan juga telah disebutkan oleh John Dunlop, yang telah menuliskan daftar berikut sebagai hal-hal yang berkontribusi terhadap menurunnya pemogokan:

1 Peningkatan kemampuan perusahaan untuk beroperasi selama pemogokan berlangsung akibat otomatisasi dan peningkatan proporsi pekerja profesional dan supervisor.

2 Respon konsumen yang tidak membantu (misalnya mulai membeli dari sumber asing).

3 Meningkatnya kompleksitas isu, yang mencegah penyelesaian tekanan jam kesebelas (eleventh-hour pressure). Kebutuhan akan konsensus dalam beberapa isu juga mencegah pemakaian koersi.

Gambar 16-6 menunjukkan penurunan jumlah hari hilang yang diakibatkan oleh pemogokan di industri Amerika sejak tahun 1947 sampai 1991.

In-Plant Action untuk Menghindari Pemogokan

Bagi banyak serikat pekerja, pemogokan sebagai senjata sudah kehilangan daya tariknya. Namun konflik-koflik dengan pengusaha terus muncul. Jadi, beberapa serikat terpaksa mencari taktik lain selain pemogokan untuk melakukan tekanan terhadap pengusaha.

Tindakan yang populer adalah in-plant action (aksi yang dilakukan dalam pabrik). Salah satu bentuk yang mirip dengan pemogokan adalah working to ruleyakni, mengurangi langkah kerja melalui prosedur yang lambat dan berhati-hati. Working to rule telah digunakan secara efektif oleh banyak kelompok pekerja publikyang biasanya menolak hak untuk mogokselama bertahun-tahun. Pengendali jalur penerbangan, polisi, pemadam kebakaran, dan pekerja transportasi umum telah menciptakan gangguan besar dalam pelayanan publik dengan tujuan menekan pengusaha mereka dengan melakukan working to rule.

Di masa lalu, biasanya serikat pekerja swasta menghindari working to rule, pemogokan mereka anggap lebih efektif. Namun karena belakangan ini pemogokan di sektor swasta sering mengalami kegagalan, working-to-rule jadi menarik. Sebagai contoh di tahun 1990 sebuah buku panduan diterbitkan oleh Industrial Union Department of AFL-CIO menyarankan kepada para anggota perserikatan, bahwa meskipun pemogokan seringkali masih berguna, tetap bekerja dan bekerja dari dalam mungkin merupakan langkah yang lebih tepat dan efektif.

Kampanye in-plant yang efektif bisa jadi membutuhkan pengorganisasian dan disiplin yang lebih besar di antara para anggota serikat dibandingkan dengan melakukan pemogokan. Khususnya sulit untuk melakukan aksi in-plant yang bisa merusak pengusaha tanpa melanggar kontrak.

Kadangkala aksi yang dilakukan hanyalah bermaksud untuk mengirimkan pesan kepada pengusaha. Sebuah kantor yang penuh dengan pekerja yang secara bersamaan mengetuk-ngetukkan pensil ketika seorang supervisor lewat bisa lumayan mengintimidasi, ujar seorang wakil serikat pekerja.

Undang-undang Penggantian Pemogok: Bisakah Pemogokan Terulang Kembali?

Salah satu alasan menurunnya frekuensi pemogokan adalah karena pemogokan tidak lagi menjadi cara yang berhasil seperti sebelumnya. Alasan kuncinya adalah kemampuan pengusaha untuk mengganti para pemogok dengan pekerja yang baru. Sebagaimana telah kita lihat di awal bab ini, kemampuan pengusaha untuk mengganti pekerjanya yang mogok kerja dan terus melanjutkan operasional perusahaannya merupakan faktor kunci kemenangan pengusaha atas pemogokan. Di bawah hukum Amerika, seorang pemogok ekonomis mempertaruhkan pekerjaannya sebab seorang pengusaha memiliki hak hukum untuk mengganti para pemogok itu secara permanen (sejauh pengusaha tersebut tidak menyebabkan terjadinya pemogokan karena dia melakukan praktek ketenagakerjaan yang tidak adil). Para pengusaha telah menggunakan hak mengganti pemogok dan hak tersebut semakin efektif terutama beberapa tahun belakangan ini. Di tahun 1990, menurut perkiraan AFL-CIO, 11 persen dari 243.000 pekerja Amerika yang turut serta dalam pemogokan besar telah secara permanen diganti oleh pengusaha mereka.

Di tahun-tahun belakangan ini, serikat-serikat pekerja tampaknya terus menerus gagal memperjuangkan perubahan hukum untuk mencegah para pengusaha mengganti secara permanen pekerjanya yang melakukan pemogokan. Mereka telah mengajukan empat alasan untuk perubahan tersebut. Pertama, pergantian permanen dipandang sebagai sebuah kesulitan yang tidak adil terhadap para pekerja yang memperjuangkan hak mereka untuk mogok. Kedua, penggantian permanen dikatakan membuat hak untuk mogok menjadi tidak ada artinya sebab resiko yang ditanggung oleh para pekerja sangat besar. Ketiga, penggantian permanen dikatakan secara tidak adil telah menciptakan sebuah ketidaksetaraan dalam tawar menawar yang menguntungkan pihak pengusaha. Keempat, serikat menunjukkan bahwa tidak ada negara industri utama lainnya yang melegalkan pengusaha untuk mengganti pekerjanya yang mogok secara permanen.

Para pengusaha mengatakan bahwa kenyataannya sungguh berbeda. Hukum yang memperbolehkan penggantian permanen untuk para pemogok telah ada sejak tahun 1938 (keputusan Mahkamah Agung dalam National Labor Relations Board v. Mackay Radio and Telegraph Co.) dan tidak ada alasan untuk merubahnya sekarang. Dengan mengajukan perubahan perundangan, pihak serikat secara curang mencari peluang yang menguntungkan dalam proses tawar menawar, demikian pendapat pengusaha. Lebih lanjut, pelarangan atas penggantian pemogok secara permanen akan membuat serikat untuk lebih sering menggunakan pemogokan, dan hal ini akan menciptakan gangguan publik.

Di musim panas tahun 1992 Senat mempertimbangkan denda yang melarang pengusaha untuk secara permanen mengganti pemogok. Sebuah pengukuran yang sama telah disahkan oleh DPR Amerika. Sebagai usaha untuk mengamankan penetapan larangan penggantian di Senat, AFL-CIO menawarkan untuk mengajukan perselisihan ke sebuah badan pencari fakta independen sebagai gantinya. Senat menolak tawaran tersebut. Kontroversi mengenai penggantian pemogok tidak hanya terjadi di Kongres namun juga di negara-negara bagian. Di tahun 1991 dewan legislatif Minnesota mengajukan sebuah denda larangan penggantian pemogok dalam beberapa situasi dimana perusahaannya adalah milik negara bagian dan bukan hukum federal. Namun pemerintahan negara bagian memveto denda tersebut.

ALTERNATIF UNTUK PEMOGOKAN

Ketidakpuasan manajemen, tenaga kerja, dan publik atas penghentian kerja telah lama menjadi pendorong pencarian teknik lain dalam penyelesaian perselisihan.

Apakah Yang Dimaksud Dengan Arbitrasi?

Arbitrasi adalah sebuah proses untuk menjawab permasalahan dalam perselisihan. Sementara fokus dalam mediasi adalah untuk membawa kedua belah pihak menuju kesepakatan, fokus dari arbitrasi adalah seperti apakah seharusnya kesepakatan yang terjadi. Oleh karena itu, arbitrasi sama seperti halnya seorang hakim yang mencari keputusan dalam jalannya sidang. Ini adalah prosedur hukum semu. Kadangkala kedua pihak menerima arbitration award karena selesainya perselisihan; kadangkala tidak.Terdapat banyak bentuk arbitrasi. Arti lama istilah ini dalam hubungan ketenagakerjaan (di abad kesembilan belas dan awal abad dua puluh) sama seperti arti dari prosedur yang saat ini kita sebut sebagai tawar menawar kolektif. Ketika sebuah perselisihan muncul antara seorang pengusaha dan pekerja yang tergabung dalam sebuah serikat, sebuah panel yang terdiri dari wakil serikat dan wakil manajemen didirikan untuk berarbitrase (yakni, untuk menyelesaikan) perselisihan. Panel itu didirikan untuk membuat keputusan mengenai perselisihan yang melibatkan kedua belah pihak. Saat ini, kita menggunakan istilah arbitrasi terutama untuk menyebut keputusan yang diambil oleh pihak yang netral (namun bukan yang berupa sidang) mengenai sebuah perselisihan. Namun sisa-sisa istilah lama masih digunakan jika panel pekerja dan manajemen menemukan pemecahan perselisihan tanpa adanya pihak netral.Belakangan ini arbitrasi telah digabungkan dengan mediasi dalam proses yang disebut med-arb. Proses tersebut berjalan dengan cara memilih seseorang sebagai arbitrator perselisihan, namun mengharuskannya untuk pertama kali berusaha memediasi sebuah penyelesaian antara pihak yang berselisih. Kewenangan untuk mengarbitrasi perselisihan (yaitu, untuk memutuskannya) merupakan tambahan kewajiban dalam rekomendasi mediator. Mediasi diusahakan lebih dahulu dibandingkan arbitrasi sebab sebuah penyelesaian melalui mediasi merupakan hasil yang lebih bisa diterima oleh kedua belah pihak dengan rasa puas dan diupayakan untuk dilaksanakan, karena merekalah (pihak yang bertikai) yang menentukan. Sebuah keputusan arbitrasi mungkin bisa dicapai namun tampaknya hanya akan memuaskan satu pihak saja.

Jenis-Jenis Arbitrasi oleh Pihak Netral

Dalam arbitrasi yang dilakukan oleh pihak yang netral, setiap pihak yang berselisih memberikan posisinya dalam perselisihan itu kepada arbitrator dan arbitrator memutuskan seperti apa seharusnya pengaturan dari setiap permasalahan. Arbitrasi mungkin bersifat final, atau bisa juga bersifat hanya sebagai saran. Arbitrasi final artinya perselisihan diselesaikan dengan dasar keputusan arbitrasi.Arbitrasi saran mempertimbangkan bahwa kedua pihak akan menegosiasikan sebuah penyelesaian dengan menggunakan keputusan arbitrasi (award) sebagai pedoman, namun tidak harus mengikutinya.Arbitrasi bisa bersifat mengikat maupun tidak. Sebuah award bersifat mengikat jika kedua belah pihak berkomitmen untuk menerimanya. Sebuah award tidak mengikat jika mereka bisa memilih untuk menerimanya ataupun tidak, dalam grievance arbitration (dijelaskan secara rinci dalam Bab 20), sekitar 95 persen dari keputusan arbitrator bersifat mengikat untuk kedua pihak (perkiraan dari American Arbitration Association).

Arbitrasi bisa bersifat sukarela maupun wajib. Sukarela apabila pihak-pihak yang terlibat setuju untuk melakukan proses arbitrasi, dan wajib jika agen pemerintah memerintahkan mereka untuk menerima arbitrasi.Kategori-kategori di atas memungkinkan adanya beragam variasi arbitrasi yang diterapkan dalam penyelesaian sebuah perselisihan. Jadi, dengan demikian akan ada sebuah arbitrasi sukarela yang mengikat atau arbitrasi sukarela yang tidak mengikat. Sama halnya, bisa ada arbitrasi wajib yang mengikat atau arbitrasi wajib yang tidak mengikat. (kebetulan, arbitrasi yang tidak mengikat hampir mirip dengan mediasi, kecuali sebuah saran dari arbitrator biasanya mengenai seperti apa seharusnya sebuah masalah diatur, sementara rekomendasi mediator akan berisi pemikirannya mengenai bagaimana kedua pihak akan setuju mengatur sebuah isu.Di Amerika Serikat saat ini, arbitrasi sukarela yang mengikat (melibatkan pihak netral) adalah metode primer untuk resolusi atas keberatan yang muncul dalam hal perselisihan tawar menawar kolektif. Keberatan (grievances) dipandang sebagai perselisihan atas hak, karena keberatan muncul dari hak pekerja atau pengusaha yang diciptakan oleh persetujuan tawar menawar kolektif. Perselisihan yang terjadi atas sebuah kontrak baru, yakni dalam negosiasi tawar menawar kolektif, dipandang sebagai perselisihan atas kepentingan, karena perselisihan ini melibatkan konflik kepentingan antara kedua belah pihak. Oleh karena itu, arbitrasi keberatan (grievances arbitration) seringkali disebut sebagai arbitrasi hak (right arbitration) dan, sebagaimana telah kami katakan, merupakan hal yang umum terjadi di Amerika Serikat. Arbitrasi perselisihan dalam kesepakatan tawar menawar kolektif disebut sebagai arbitrasi kepentingan (interest arbitration). Arbitrasi jenis ini jarang ada di Amerika Serikat. Umumnya tidak ada serikat maupun pengusaha di sektor swasta yang ingin mengajukan isu-isu penting seperti perubahan upah secara umum, penetapan tunjangan sosial, dan kondisi kerja serta aturan kerja untuk diatur oleh pihak netral. Mereka lebih memilih untuk mengandalkan tawar menawar kolektif dan tekanan ekonomi yang berhubungan dengannya (yakni pemogokan dan lockouts) untuk mencapai kesepakatan atas masalah-masalah tersebut. Perubahan situasi yang terjadi beberapa tahun belakangan ini telah menciptakan banyak diskusi mengenai arbitrasi kepentingan, tapi dengan satu atau dua pengecualian (terutama dalam industri baja, lihat Bab 18), tidak ada pergerakan ke depan yang substansial menuju arbitrasi kepentingan di sektor swasta. Meskipun demikian, di sektor publik terdapat usaha yang besar menuju arbitrasi kepentingan (lihat Bab 11).Arbitrasi Kepentingan

Arbitrasi kepentingan adalah sebuah alternatif utama untuk pemogokan sebagai sebuah cara untuk memecahkan kebuntuan dalam negosiasi kontrak. Sebuah arbitrasi kepentingan yang luas seringkali digunakan untuk tujuan tersebut. Di Jerman, proses memasukkan klausul dalam kesepakatan tawar menawar kolektif yang meminta arbitrasi ketika terjadi kebuntuan negosiasi telah disebut-sebut sebagai alasan utama yang membuat kesuksesan negara itu dalam sistem hubungan industrial. Dan di Amerika Serikat, sudah ada beberapa percobaan penting mengenai arbitrasi kepentingan, terutama dalam industri kaca, kertas, dan baja. Juga, arbitrasi perselisihan kontrak telah cukup banyak digunakan dalam tenaga kerja publik, seperti yang dijelaskan dalam Bab 11. Pada kenyataannya, 17 negara bagian saat ini mensyaratkan arbitrasi kepentingan yang mengikat untuk beberapa bidang pekerjaan publik, khususnya polisi dan pemadam kebakaran. Campur Tangan Pemerintah

Selama bertahun-tahun, pemerintah federal melakukan campur tangan terhadap pemogokan yang dipandang bisa menciptakan keadaan darurat nasional. Taft-Hartley Act tahun 1947 menetapkan sebuah mekanisme bagi Presiden untuk secara formal melakukan intervensi jika ia menemukan bahwa keamanan dan kesehatan negara terancam oleh penghentian kerja. Undang-undang ini memperbolehkan presiden memerintahkan pemogok untuk kembali bekerja selama sebuah periode cooling-off dan membentuk sebuah panel untuk merekomendasikan sebuah penyelesaian dari penghentian kerja tersebut. Namun undang-undang ini tidak memperbolehkan pemerintah untuk memaksakan rekomendasinya kepada pihak yang berselisih. Ketika periode cooling off berakhir, pemogokan bisa dilanjutkan. Meskipun jika hal itu terjadi, Presiden akan meminta Kongres untuk mengundangkan akhir perselisihan, karena Kongres memiliki wewenang untuk memaksakan keputusannya.

Campur tangan presiden dalam sejumlah perselisihan telah menjadi kontroversial. Pihak manajemen meyakini bahwa pemerintah seringkali memihak kepada pekerja. Ketika Ronald Reagan mengawali periode panjang kendali Partai Republik di tahun 1981, pemerintah tidak lagi aktif mencoba menyelesaikan perselisihan ketenagakerjaan melalui prosedur darurat Taft-Hartley Act. Beberapa pengamat mengecam pemerintah karena penolakannya untuk terlibat. Peran historis pemerintah federal dalam perselisihan pekerja-manajemen yang besar, tulis John Dunlop di tahun 1989, telah memberikan kepada publik sebuah pernyataan otoritatif yang koheren mengenai fakta esensial yang mendasari kontroversi dan rekomendasi netral untuk memecahkannya ... pemerintah belum menghentikan fungsi ini dengan baik.Serikat dan Kampanye Korporasi

Dalam usaha menemukan sumber pengaruh lain untuk melawan pengusaha, atau untuk menambah kekuatan pemogokan, serikat telah mengembangkan beberapa metode tekanan inovatif. Salah satu pendekatan baru serikat yang paling kontroversial adalah yang disebut dengan kampaye korporasi (corporate campaign). Pada intinya, kampanye korporasi berusaha untuk melakukan tekanan secara langsung terhadap para manajer dan direktur perusahaan yang berselisih dengan serikat. Anggota serikat telah berkelana ke seluruh negeri untuk berdemonstrasi di halaman rumah para eksekutif perusahaan. Mereka menghadiri rapat pemegang saham di bank-bank yang memberi pinjaman kepada perusahaan yang berselisih dengan mereka dan memprotes peminjaman tersebut. Mereka telah menemukan bisnis seseorang yang menjadi direktur di perusahaan yang berselisih dengan mereka, dan mempublikasikan keterlibatan perusahaan direktur lainnya.Serikat pekerja berpendapat bahwa usaha semacam itu dilakukan untuk menembus selubung yang menyembunyikan eksekutif bisnis yang mendukung dan mendapatkan keuntungan dari posisi perusahaan yang antiserikat dalam sebuah perselisihan melawan serikat mereka. Para eksekutif yang diserang secara sendiri-sendiri itu menjawab bahwa hal tersebut seringkali merupakan invasi curang yang menyerang privasi mereka dan merupakan usaha untuk menarik penonton yang berada di dekat lapangan untuk terlibat ke dalam perkelahian orang lain.

Berhasilkan kampanye korporasi itu? Sebuah penelitian terhadap 28 usaha semacam itu di periode dari tahun 1976 hingga 1988 menemukan bahwa kampanye korporasi jarang sekali berhasil untuk menambah daya pemogokan, namun kadangkala berhasil ketika dilakukan di tempat pemogokan. Meskipun usaha yang paling berhasil melibatkan usaha serikat pekerja untuk mengorganisir anggota baru.Iklim Hubungan Ketenagakerjaan

Sejak akhir tahun 1940an telah terjadi penurunan jumlah pemogokan, dan pemogokan yang lebih singkat, di sektor swasta. Pemogokan yang terjadi pun tidak separah dan selama pemogokan yang terjadi di masa lalu. Dalam ketenagakerjaan publik dan industri kesehatan, dimana hubungan ketenagakerjaan telah mengalami huru hara di tahun 1960an, tahun 1980 membawa hubungan yang lebih tenang. Dan bahkan dalam industri-industri seperti maritim, konstruksi, penerbangan, otomotif, dan supermarket, dimana terdapat masalah fundamental mengenai struktur tawar menawar, iklim hubungan ketenagakerjaan belakangan ini tidak terlalu merisaukan. Tidak mudah mengidentifikasi penyebab membaiknya iklim hubungan ketenagakerjaan ini. Para pengamat di akhir tahun 1950an yang pertama kali menuliskan kecenderungan ini menggambarkannya sebagai pendewasaan/pematangan hubungan ketenagakerjaan. Dalam pandangan mereka, ketika serikat telah didirikan dan tidak terlalu mencemaskan kelangsungan hidup mereka, mereka mampu untuk bersikap tidak terlalu agresif. Di sisi lain, ketika manajemen menerima serikat sebagaimana adanya dan berhenti menantang keberadaannya, hubungan antara perusahaan dan serikat akan menjadi lebih normal. Kedua faktor ini, peningkatan pendewasaan serikat dan berkurangnya sikap jahat pengusaha terhadap serikat pekerja, nampaknya menjadi hal yang penting dalam perbaikan iklim hubungan ketenagakerjaan.Di tahun-tahun belakangan ini, para peneliti tidak lagi terlalu memusatkan perhatian mereka kepada kematangan hubungan ketenagakerjaan dan lebih memfokuskan perhatian mereka pada iklim ekonomi yang berkebalikan untuk menjelaskan kecenderungan menuju kerjasama pekerja-manajemen. Sebuah kombinasi produktivitas yang rendah, tingginya pengangguran, dan ancaman dari barang impor berkualitas tinggi memaksa pekerja dan manajemen untuk membuang jauh-jauh permusuhan mereka. Jenis hubungan yang bertentangan melawan jenis hubungan yang bertentangan nampaknya semakin hilang, ujar salah seorang pejabat pemerintah, menyimpulkan bahwa era konfrontasi total di meja tawar menawar selama 40 tahun terakhir telah berakhir.Pendirian serikat pekerja di sektor swasta tahun 1930an dan 1940an, dan di sektor publik tahun 1960an telah menghilangkan penyebab kegelisahan sosial, dan arah kontroversi telah bergerak ke isu lainnya. Hak sipil dan bekerja milik kelompok minoritas dan kaum wanita telah menggantikan pengenalan serikat sebagai isu sosial sentral, hubungan ketenagakerjaan yang rusuh telah digantikan. Tentu saja, ada beberapa orang yang mengkritik serikat agar tidak menerapkan posisi yang lebih militan terhadap para pengusaha sebagai dukungan atas hak kaum minoritas dan wanita. Mereka lebih suka memanfaatkan gerakan serikat sebagai senjata dalam perjuangan hak sipil, dan hal ini nampaknya membutuhkan kerusuhan hubungan ketenagakerjaan.

Secara umum, karena serikat pekerja cenderung mendukung tujuan politik liberal dan para manajer cenderung bersikap konservatif, hubungan damai antara pekerja dan manajemen menjadi sasaran kritik atas ketidaksetiaan satu sama lain. Oleh karenanya, atmosfir politik yang rawan akan mengganggu iklim hubungan ketenagakerjaan, dan seringkali hal ini terjadi. Kecenderungan menurunnya konflik terbuka dalam hubungan pekerja-manajemen tampaknya akan terus berlangsung untuk beberapa tahun ke depan. Situasi umum politik dan sosial, juga potensi konflik dalam hubungan langsung antara kedua belah pihak, akan memaksa adanya perbaikan dalam iklim hubungan ketenagakerjaan. RINGKASAN BAB

Pemogokan dan lockouts merupakan bentuk perang ekonomi dan seringkali menimbulkan kerugian yang parah bagi mereka yang terlibat di dalamnya dan menimbulkan gangguan bagi pihak ketiga. Karena kadangkala terdapat konsekuensi serius dari penghentian kerja, maka diusulkan agar pemogokan dianggap sebagai hal yang ilegal. Sebagai respon, hak untuk mogok telah diklaim dan pengadilan serta Kongres telah menetapkan hak untuk mogok dan juga larangan penggunaannya. Secara umum, para pekerja di perusahaan swasta bisa melakukan pemogokan secara legal, meskipun dilarang jika tujuannya ilegal. Pekerja di sektor publik umumnya tidak memiliki hak hukum untuk melakukan pemogokan. Perselisihan mengenai upah dan kondisi kerja biasanya menjadi penyebab utama terjadinya penghentian kerja.Ada dua sikap yang berlawanan terhadap pemogokan. Di satu sisi, pemogokan dipandang sebagai bukti adanya kemacetan dalam proses tawar menawar. Di sisi lain, pemogokan dipandang sebagai bagian integral dari proses tawar menawar yang memiliki fungsi tertentu yang bisa membawa kedua pihak menuju penyelesaian. Dalam pandangan kedua, pemogokan dengan frekuensi tertentu bisa diharapkan terjadi.Karena taruhannya besar, serikat biasanya bersikap hati-hati dalam menyerukan pemogokan. Seruan mogok hanya akan dilakukan oleh pemimpin serikat jika ia mengetahui bahwa para pekerja akan benar-benar menghentikan pekerjaan mereka. Jika pemogokan telah berlangsung, serikat harus mengatur barisan dan juga mencoba menyediakan dukungan finansial untuk para pekerja ketika upah mereka dipotong. Pemogokan besar-besaran di Amerika Serikat yang berakhir kekalahan untuk serikat terjadi ketika pengusaha bisa memperoleh tenaga kerja pengganti dan diam-diam mengoperasikan usahanya ketika pemogokan berlangsung. Jadi, pengusaha berupaya untuk meneruskan operasional pabrik mereka dengan cara memakai para pegawai yang tidak terlibat pemogokan, para supervisor, atau pun tenaga pengganti. Karena pemogokan merupakan sebuah peristiwa serius bagi perusahaan, sejumlah pertanyaan harus dijawab dengan hati-hati, termasuk pertanyaan apakah perusahaan akan kehilangan konsumennya jika ada interupsi dalam memenuhi pesanan.

Belakangan ini serikat telah berusaha membuat perubahan hukum yang bisa mencegah pengusaha mengganti pekerjanya yang sedang mogok secara permanen.

Banyak alternatif yang telah diusulkan untuk mengganti pemogokan. Salah satunya adalah dengan melibatkan mediasi: sebuah proses yang mencoba membawa pihak yang berselisih menuju kesepakatan. Proses ini sangat bergantung pada keahlian sang mediator. Fungsi mediator antara lain menentukan prosedur dan menjadwalkan pertemuan dan menjadi saluran komunikasi penting bagi kedua belah pihak yang bertikai. Karena besarnya volume perselisihan tawar menawar kolektif, berbagai negara bagian dan pemerintahan federal telah mendirikan agen-agen mediasi publik. Yang paling terkemuka adalah Federal Mediation and Conciliation Service. Sebuah program baru, relation by objectives, menggunakan teknik ilmu perilaku untuk mendorong pihak pekerja dan manajemen menuju perubahan fundamental dalam hubungan dasar mereka. Arbitrasi adalah proses hukum semu untuk menyelesaikan sebuah perselisihan. Arbitrasi perselisihan kontrak, arbitrasi hak, bisa bersifat hanya saran ataupun final, mengikat atau tidak mengikat, sukarela maupun wajib. Arbitrasi bisa melibatkan sebuah pihak netral dalam membuat keputusan. Arbitrasi atas kesepakatan tawar menawar kolektif, atau arbitrasi kepentingan, sangat jarang terjadi.