bab 2
description
Transcript of bab 2
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Klasifikasi Logam Campur
Logam campur dapat diklasifikasikan menurut (1) penggunaan (digunakan
sebagai inlay penuh, mahkota jembatan, restorasi logam keramik, gigi tiruan
sebagaian lepasan, dan implant); (2) unsur utama (emas, palladium, perak, nikel,
kobalt, atau titanium); (3) kandungan logam mulianya (sangat mulia, mulia ,atau
domain logam dasar); (4) tiga unsur utama ( emas- paladium- perak, palladium-
perak- timah, nikel- kromium- berilium, kobalt- kromium- molibbdenum,
titanium-alumunium-vanadium,besi-nikel-kromium); dan (5) system fase yang
domain (isomorfus [fase tunggal], eutetik peritetik, atau antar logam)
(Anusavice,2003).
Jika ada dua unsur, akan terbentuk dua logam campur biner; jika ada tiga atau
empat logam campur akan terbentuk logam campur terrner atau kuarter, dan
seterusnya.dengan meningkatkan elemen lebih dari dua, struktur yang terbentuk
akan lebih komplek. Oleh sebab itu, hanya logam campur biner yang akan
dibicarakan secara rinci pada bagian ini (Anusavice,2003).
Logam campur paling sederhana adalah logam dimana atom-atom dari kedua
logam saling bercampur secara acak pada ruang geometri yang sama. Dengan
mikroskop, butiran logam campur ini dapat dilihat seperti butiran logam murni;
strukturnya homogen karena hanya terbentuk fase selama pemadatan. Kedua
logam ini dinamakan pemadatan secara mutual pada keadaan padat dan logam
campur ini disebut larutan padat. Sebagaian besar logam emas yang digunakan
dalam kedokteran gigi didominasi tipe larutan pada, meskipun mengandung lebih
dari dua logam (Anusavice,2003).
Seperti komponen-komponen dari beberapa larutan cair, logam yang
membentuk larutan padat dapat tidak larut sempurna satu sama lain pada segala
proporsi; logam ini mungkin larut hanya sebagaian. Pada keadaan ini, fase
3
4
intermediate juga ada yang tidak larut secara mutual pada keadaan padat. Begitu
batas terlampaui keadaan padat terdiri atas campuran dua atau lebih fase padat
yang berbeda. Beberapa logam campur yang bukan larutan padat adalah logam
campur eutatik, logam campur peritetik, senyawa antar logam dan kombinasinya
(Anusavice,2003).
1. Emas
Logam campur emas (gold alloy) yang digunakan dalam kedokteran gigi paling
sedikit mengandung 2 macam logam maksimum 7-8 logam yang dicampur. Banyak
sedikitnya logam emas yang dipergunakan akan menunjukkan tinggi rendahnya karat
logam campur mulia tersebut. Misalnya makin banyak tembaga (Cu) yang dicampur
makin rendah nilai karat logam campur emas tersebut dan logam campur emas 14
karat dapat menjadi lebih tinggi nilai karatnya dengan menambah sejumlah logam
campur emas 22 karat.
2. Platinum
5
Platinum adalah suatu logam yang berwarna keperakan dan menyilaukan
mata serta tahan terhadap korosi. Platinum biasa digunakan untuk peralatan
laboratorium (contoh: elektroda), termometer platinum, peralatan kedokteran gigi,
perhiasan, persenjataan, dan sebagai aplikasi katalis bersama-sama dengan
rhodium dan paladium untuk mengontrol emisi gas buang
3. Rhodium
Rhodium adalah suatu logam yang berwarna keperakan sebagaimana logam
pada umumnya. Rhodium sangat tahan dari korosi dan sangat reflektif (dapat
memantulkan cahaya) serta memiliki titik leleh yang sangat tinggi. Logam ini
biasa digunakan untuk penyempurnaan perhiasan, lampu sorot, dan cermin.
Rhodium juga digunakan untuk mesin turbin pesawat yang dipadukan dengan
Platinum. Contoh penggunaan lainnya adalah sebagai bahan untuk memproduksi
asam nitrat (HNO3) dan hidrogenasi senyawa organik. Penggunaan rhodium
umumnya adalah dalam bidang otomotif sebagai aplikasi katalis, di mana logam
ini digunakan bersama-sama dengan platinum dan paladium untuk mengontrol
emisi gas buang
4. Iridium
6
Iridium adalah logam yang sangat keras, rapuh, berwarna keperakan. Iridium
adalah elemen kedua terpadat setelah Osmium dan merupakan logam yang sangat
tahan terhadap korosi bahkan pada suhu 2000°C.
5. Palladium
Palladium adalah logam berwarna putih keperakan dan berkilau. Palladium
termasuk dalam platinum group metals (PGMs) bersama-sama dengan platinum,
rhodium, ruthenium, iridium dan osmium. Palladium memiliki titik leleh terendah
di antara logam-logam tersebut dan merupakan yang terpadat. Palladium paling
banyak digunakan untuk aplikasi katalis dalam bidang otomotif untuk mengontrol
emisi gas buang bersama dengan rhodium dan platinum. Palladium juga
digunakan dalam bidang elektronika, kedokteran, pemurnian hidrogen,
pengobatan dan lain sebagainya
6. Osmium
7
Osmium adalah logam berwarna abu-abu kebiruan atau hitam kebiruan.
Logam ini keras, rapuh, tahan terhadap korosi, dan sangat padat. Osmium sedikit
lebih padat dari iridium. Osmium jarang digunakan dalam keadaan murni, ia
sering dicampurkan dengan logam lainnya. Osmoiridium salah satu jenis
campuran osmium dengan iridium digunakan untuk ujung pena karena tidak
mudah rusak untuk penggunaan yang sering.
7. Ruthenium
Ruthenum adalah logam transisi yang termasuk dalam kelompok platinum
(PGMs). Logam ini bersifat sangat keras dan berwarna putih keperakan.
Ruthenium sangat jarang ditemukan di dunia. Biasanya merupakan bagian kecil
dari bijih platinum. Ruthenium banyak digunakan pada alat-alat elektronik untuk
mengatasi karat yang sering terjadi pada logam lainnya
8. Indium
8
Indium adalah logam berwarna putih keperakan, sangat lembut, dan memiliki
titik leleh yang rendah. Pada Perang Dunia II, indium banyak digunakan sebagai
bantalan mantel dalam pesawat terbang. Selain itu, indium juga digunakan sebagai
komponen solder bebas timbal
Klasifikasi Alloy Menurut Annusavice (2002; 360), klasifikasi
berdasarkan fungsi
1) Tipe 1 (lunak) untuk restorasi yang hanya terkena sedikit tekanan contoh
inlay kecil
2) Tipe 2(sedang) untuk restorasi yang hanya terkena sedikit tekanan
contoh :mahkota ¾, abutment , pontik dan mahkota penuh
3) Tipe 3(keras) untuk restorasi dengan tekanan besar contoh: mahkota ¾
yang tipis, mahkota penuh, basis gigi tiruan, gigi tiruan sebagian cekat
yang pendek
4) Tipe 4(ekstra keras) untuk keadaan dengan tekanan yang sangat besar
contoh: inlay yang terkena tekanan sangat besar , lempeng basis
cengkeram gigi tiruan ,gigi tiruan sebagian rangka logam, gigi tiruan
sebagian cekat yang panjang
5) Alloy untuk mahkota dan jembatan
Cocok digunakan untuk restorasi vinir dengan dental porselen, coping,
gigi tiruan
6) Alloy untuk gigi tiruan sebagian lepasan
9
1. Klasifikasi berdasarkan tingkat kekerasan
1) Tipe 1(lunak) angka kekerasan vickers(VHN)50-90
2) Tipe 2(sedang) angka kekerasan vickers(VHN) 90-120
3) Tipe 3(keras) angka kekerasan 120-150
4) Tipe 4(ekstra keras) angka kekerasan lebih dari 150
2. Berdasarkan jumlah metal alloy, yaitu:
1) Alloy binary, contohnya: silve-tin
2) Alloy tertinary, contohnya: silvertincopper
3) Alloy quartenary, contohnya: silver tincopperindium
3. Berdasarkan ukuran alloy, yaitu:
1) Microcut, dengan ukuran 10-30 μm.
2) Macrocut, dengan ukuran lebih besar dari 30 μm.
4. Berdasarkan bentuk partikel alloy, yaitu:
1) Alloy lathe cut
Alloy ini memiliki bentuk yang tidak teratur,
2) Alloy spherical
Alloy spherical dibentuk melalui proses atomisasi. Dimana cairan
alloy diatomisasi menjadi tetesan logam yang berbentuk bulat kecil,
seperti yang terlihat pada gambar. Alloy ini tidak berbentuk bulat
sempurna tetapi dapat juga berbentuk persegi, tergantung pada
teknik atomisasi dan pemadatan yang digunakan.
10
3) Alloy spheroidal
Alloy spheroidal juga dibentuk melaui proses atomisasi.
5. Berdasarkan kandungan tembaga
Kandungan tembaga pada amalgam berguna untuk meningkatkan kekuatan
(strength), kekerasan (hardness), dan ekspansi saat pengerasan. Pembagian
amalgam berdasarkan kandungan tembaga yaitu (Ucar, 2011):
1) Low copper alloy
Low copper alloy ini mengandung silver (68-70%), tin (26-27%),
copper (4-5%), zinc (0-1%).
2) High copper alloy
High copper alloy mengandung silver (40-70%), tin (22-30%),
copper (13-30%), zinc (0-1%). Alloy ini dapat diklasifikasikan
sebagai:
a) Admixed dispersiblended alloys
Alloy ini merupakan campuran spherical alloy dengan lathe cut
alloy dengan komposisi yang berbeda yaitu high copper
spherical alloy dengan low copper lathecut alloy. Komposisi
seluruhnya terdiri atas silver (69%), tin (17%), copper (13%),
zinc (1%).
b) Single composisition atau unicomposition alloys
Tiap partikel dari alloy ini memiliki komposisi yang sama.
11
Komposisi seluruhnya terdiri atas silver (40-60%), tin (22-
30%), copper (13-30%), zinc (0-4%).
6. Berdasarkan kandungan zinc
1) Alloy mengandung seng: mengandung lebih dari 0.01% zinc.
2) Alloy bebas seng: mengandung kurang dari 0.01% zinc.
2.2 Syarat-Syarat Logam
1. Biokompatibilitas
2. Secara kimia , tahan terhadap korosi dan suasana dalam saliva
3. Secara fisik konduktivitas thermal dan kuat
4. Bahan bahannya tersedia dalam jumlah besar dan mudah didapat.
5. Tidak berpontensi sebagai bahan karsinogenik (kanker)
6. Sebagai penghantar suhu yang baik, dan memberikan penampilan natural
pada gigi.
7. Berkekuatan tinggi dan tahan terhadap tekanan.
8. Tidak membahayakan pulpa dan jaringan lunak
9. Tidak mengandung bahan toksik yang bisa berdifusi terlepas dan diabsorbsi
dalam sisitem sirkulasi.
10. Bebas dari agen yang menyebabkan reaksi alergi
11. Tidak berpotensi sebagai bahan karsinogenik
12. Titik cairnya tinggi, tahan terhadap korosi
13. Modulus elastic tinggi
14. Pertahanan terhadap abrasi baik
15. Mudah disolder dan dipoles
16. Tahan terhadap suhu panas dan dingin
2.3 Sifat-Sifat Logam
A. Sifat Fisik Amalgam
1. Creep
12
Creep adalah sifat viskoelastik yang menjelaskan perubahan dimensi
secara bertahap yang terjadi ketika material diberi tekanan atau beban.
Untuk tumpatan amalgam, tekanan mengunyah yang berulang dapat
menyebabkan creep. ANSI-ADA specification no.1 menganjurkan agar
creep kurang dari 3%. Amalgam dengan kandungan tembaga yang tinggi
mempunyai nilai creep yang jauh lebih rendah, beberapa bahkan kurang
dari 0,1%.
2. Stabilitas Dimensional
Idealnya amalgam harus mengeras tanpa perubahan pada dimensinya
dan kemudian tetap stabil. Meskipun demikian ada beberapa faktor yang
mempengaruhi dimensi awal pada saat pengerasan dan stabilitas
dimensional jangka panjang.
1) Perubahan dimensional
Amalgam dapat memuai dan menyusut tergantung pada cara
manipulasinya, idealnya perubahan dimensi kecil saja. Kontraksinya yang
hebat dapat menyebabkan terbentuknya kebocoran mikro dan karies
sekunder. Perubahan dimensional dari amalgam tergantung pada seberapa
banyak amalgam tertekan pada saat pengerasan dan kapan pengukuran
dimulai. Spesifikasi ADA no.1 menyebutkan bahwa amalgam dapat
berkontraksi atau berekspansi lebih dari 20 μm/cm, diukur pada 300C, 5
menit dan 24 jam sesudah dimulainya triturasi dengan alat yang
keakuratannya tidak sampai 0,5 μm.
Beberapa faktor penting yang dapat mempengaruhi perubahan dimensi
adalah :
a. Komposisi Alloy : semakin banyak jumlah silver dalam amalgam,
maka akan lebih besar pula expansi yang terjadi.
b. Rasio mercury:alloy : makin banyak mercury, akan semakin besar
tingkat expansinya.
c. Ukuran partikel alloy : dengan berat yang sama, jika ukuran partikel
13
menyusut, maka total area permukaan alloy akan meningkat.
d. Waktu triturasi : merupakan faktor paling penting. Secara umum,
semakin lama waktu triturasi, maka ekspansi akan lebih kecil.
e. Tekanan kondensasi : Jika amalgam tidak mengalami kondensasi
setelah triturasi, akan terjadi kontraksi dalam skala besar karena
tidak terganggunya difusi mercury ke alloy.
3.Difusi termal
Difusi termal amalgam adalah empat puluh kali lebih besar dari dentin
sedangkan koefisien ekspansi termal amalgam 3 kali lebih besar dari
dentin yang mengakibatkan mikroleakage dan sekunder karies.
4. Abrasi
Proses abrasi yang terjadi saat mastikasi makanan, berefek pada hilangnya
sebuah substansi / zat, biasa disebut wear. Mastikasi melibatkan
pemberian tekanan pada tumpatan, yang mengakibatkan kerusakan dan
terbentuknya pecahan/puing amalgam.
B. Sifat Mekanik Amalgam
1. Kekuatan
Dental amalgam mempunyai berbagai macam struktur, dan kekuatan
struktur tersebut tergantung dari sifat individu dan hubungannya antara
satu struktur dengan struktur yang lainnya.Dental amalgam adalah
material yang brittle/rapuh. Kekuatan tensile amalgam lebih rendah
dibanding kekuatan kompresif. Kekuatan kompresif ini cukup baik untuk
mempertahankan kekuatan amalgam, tetapi rendahnya kekuatan tensile
yang memperbesar kemungkinan terjadinya fraktur/retakan. Beberapa
faktor yang mengontrol/mempengaruhi kekuatan amalgam :
1) Rasio mercury:alloy : jika mercury yang digunakan terlalu
sedikit, maka partikel alloy
14
2) tidak akan terbasahi secara sempurna sehingga bagian restorasi
alloy tidak akan
3) bereaksi dengan mercury, menyisakan peningkatan lokal porositas
dan membuat
4) amalgam menjadi lebih rapuh.
5) Komposisi alloy : komposisi tidak terlalu berpengaruh terhadap
kekuatan amalgam.
6) Beberapa sumber mengatakan amalgam yang tinggi copper
dengan tipe dispersi lebih
7) kuat dibanding alloy dengan komposisi konvensional.
8) Ukuran dan bentuk partikel : kekuatan amalgam diperoleh dengan
ukuran partikel
9) yang kecil, mendukung kecenderungan fine atau microfine
particles.
10) Porositas : sejumlah kecil porositas pada amalgam akan
mempengaruhi kekuatan.
11) Porositas dapat dikurangi dengan triturasi yang tepat, dan yang
lebih penting adalah
12) Teknik triturasi yang baik.
13) Faktor-faktor berikut ini dapat mendorong terbentuknya suatu
restorasi amalgam yang
14) tidak kuat:
a. Triturasi yang tidak sempurna (under-trituration)
b. Kandungan mercury yang terlalu besar
c. Terlalu kecil tekanan yang diberi sewaktu kondensasi
d. Kecepatan pengisian kavitet yang lamban
e. Korosi
Faktor-faktor yang mempengaruhi kekuatan diantaranya.
1. Efek Triturasi. Efek triturasi terhadap kekuatan tergantung pada jenis
15
logam campur amalgam, waktu triturasi, dan kecepatan amalgamator.
2. Efek Kandungan Merkuri. Faktor penting dalam mengontril kekuatan
adalah kandungan merkuri dari restorasi tersebut. Merkuri dalam
jumlah yang cukup haris dicampur dengan logam camput untuk
menutupi partikel-partikel logam campur dan memungkinkan
terjadinya amalgamasi yang menyeluruh. Masing-masing partikel
logam campur harus dibasahi oleh merkuri. Bila tidak, akan terbentuk
adonan yang kering dan berbutir-butir. Adonan semacam itu
menghasilkan permukaan yang kasar dan berlubang-lubang yang
dapat menimbulkan korosi. Setiap kelebihan merkuri yang tertinggal
pada restorasi dapat menyebabkan berkurangnya kekuatan dalam
jumlah yang cukup besar.
3. Efek Kondensasi. Tekanan kondensasi, dan bentuk partikel campur,
semuanya mempengaruhi sifat amalgam. Jika digunakan teknik
kondensasi tipikal dan logam campur lathe-cut, makin besar tekanan
kondensasi, makin tinggi kekuatan kompresinya, terutama kekuatan
awal (misalnya pada 1 jam).Teknik kondensasi yang baik akan
memeras keluar merkuri dan menghasilkan fraksi volume dari fase
matriks yang lebih kecil. Tekanan kondensasi yang tinggi diperlukan
untuk mengurangi porositas dan mengeluarkan merkuri dari amalgam
lathe-cut. Sebaliknya, amalgam sferis yang dimampatkan dengan
tekanan rignan akan mempunyai kekuatan yang baik.
4. Efek Porositas. Ruang kosong dan porus adalah faktor-faktor yang
mempengaruhi kekuatan kompresi dari amalgam yang sudah
mengeras.
5. Efek Laju Pengerasan Amalgam. Spesifikasi ADA menyebutkan
kekuatan kompresi minimal adalam 80 Mpa pada 1 jam. Kekuatan
kompresi 1 jam dari amalgam komposisi tunggal yang kandungan
tembaganya tinggi sangatlah besar.
16
C. Sifat Kimia Amalgam
1. Reaksi Elektrokimia Sel Galvanik
Korosi galvanic atau bimetalik terjadi ketika dua atau lebih
logam berbeda atau alloy berkontak dalam larutan elektrolit , dalam
hal ini adalah saliva . Besarnya arus galvanis dipengaruhi oleh
lama/usia restorasi , perbedaan potensial korosi sebelum berkontak
dan daerah permukaan.Jarak yang cukup lebar/besar dihasilkan dan
kontak elektrik dari beberapa restorasi secara in vivo. Untuk
restorasi amalgam–amalgam , perbedaan potensial korosi sebelum
berkontak mungkin akan berguna dalam memprediksi besarnya arus
galvanis, yang mana paling tidak perbedaan keluarnya adalah 24
mV Hubungan lama restorasi dengan besar arus galvanic
berbanding terbalik. Artinya semakin lama usia restorasi amalgam
dengan tumpatan lainnya , semakin kecil arus galvanic yang
dihasilkan.
2. Korosi
Korosi adalah reaksi elektrokimiawi yang akan menghasilkan
degradasi struktur dan properti mekanis. Banyak korosi amalgam
terjadi pada bagian pits dan cervical. Korosi dapat mengurangi
kekuatan tumpatan sekitar 50%, serta memperpendek keawetan
penggunaan.
3. Tarnish
Reaksi elektrokimia yang tidak larut, adherent, serta permukaan
film yang terlihat dapat menyebabkan tarnish. Penyebab
discoloration yang paling terkenal adalah campuran silver dan
copper sulfida karena reaksi dengan sulfur dalam makanan dan
minuman.
17
D. Sifat Biologi Amalgam
1. Alergi
Secara khas respon alergi mewakili antigen dengan reaksi
antibodi yang ditandai dengan rasa gatal, ruam, bersin, kesulitn
bernafas, pembengkakan, dan gejala lain. Dermaititis kontak atau
reaksi hipersensitif tipe 4 dari Commbs mewakili efek samping
fisiologis yang paling mungkin terjadi pada amalgam gigi, tetapi
reaksi ini terjadi oleh kurang dari 1 % dari populasi yang di rawat.
2. Toksisitas
Sejak awal penggunaannya kemungkinan efek samping dari air
raksa sudah mulai dipertanyakan. Kadang-kadang masih ada dugaan
bahwa keracunan air raksa dari tambalan gigi adalah penyebab dari
penyakit-penyakit tertentu yang diagnosisnya tidak jelas dan ada
bahaya bagi dokter gigi atau asistennya. Ketika uap air raksa terhirup
selama pengadukan penempatan dan pembuangan. Tidak diragukan
bahwa air raksa merembes ke dalam struktur gigi. Suatu analisis
pada dentin dibawah tambalan amalgam mengungkapkan adanya air
raksa yang turut berperan dalam perubahan warna gigi. Sejumlah air
raksa dilepaskan pada saat pengunyahan tetepi kemungkinan
keracunan dari air raksa yang menembus gigi atau sensititasi
terhadap garam-garam air raksa yang larut dari permukaan amalgam
sangat jarang terjadi . kemungkinan pyang paling menonjol bagi
asimilasi air raksa dari amalgam gigi adalah melalui tahap uapnya.
Debu merkuri bisa dikeluarkan ke udara selama triturasi, kondensasi
atau pembuangan tunpatan amalgam yang telah lama. Tumpatan
merkuri dalam proses pembedahan dapat mengakibatkan
kontaminasi udara dalam jangka panjang .
18
Komposisi Amalgam
Alloy Presentase Berat (%)
Silver 65 (maksimum)
Tin 29 (maksimum)
Copper 6 (maksimum)
Zinc 2 (maksimum)
Mercury 3 (maksimum)
Palladium 0,5
Fungsi dari tiap unsur diatas yaitu :
1. Silver.
a. Memutihkan alloy.
b. Menurunkan creep.
c. Meningkatkan strength.
d. Meningkatkan setting expansion.
e. Meningkatkan resistensi terhadap tarnish.
2. Tin
a. Mengurangi strength dan hardness.
b. Mengendalikan reaksi antara perak dan merkuri. Tanpa timah reaksi akan
terlalu cepat terjadi dan setting expansion tidak dapat ditoleransi.
c. Menigkatkan kontraksi.
d. Mengurangi resistensi terhadap tarnish dan korosi.
3. Copper
a. Meningkatkan ekspansi saat pengerasan.
b. Meningkatkan strength dan hardness.
4. Zinc
a. Zinc dapat menyebabkan terjadinya suatu ekspansi yang tertunda bila
campuran amalgam terkontaminasi oleh cairan selama proses
pemanipulasiannya.
19
b. Dalam jumlah kecil, tidak dapat mempengaruhi reaksi pengerasan dan
sifat-sifat amalgam. Zinc berperan sebagai pembersih ataupun deoxidizer
selama proses pembuatannya, sehingga dapat mencegah oksidasi dari
unsure-unsur penting seperti silver, copper, ataupun tin. Alloy yang dibuat
tanpa zinc akan menjadi lebih rapuh, sedangkan amalgam yang dibuat
dengan penambahan zinc akan menjadi kurang plastis.
5. Mercury
Dalam beberapa merek, sejumlah kecil merkuri (sampai 3%) ditambahkan
kedalam alloy. Campuran yang terbentuk disebut dengan alloy pre-
amalgamasi yang dapat menghasilkan reaksi yang lebih cepat.
6. Palladium
a. Mengeraskan alloy.
b. Memutihkan alloy
2.3.1 Komposisi Amalgam
Komposisi bahan restorasi dental amalgam terdiri dari perak, timah, tembaga,
merkuri, platinum dan seng. unsur-unsur kandungan bahan restorasi amalgam
tersebut memiliki fungsinya masing-masing, dimana sebagian diantaranya akan
saling mengatasi kelemahan yang ditimbulkan logam lain, jika logam tersebut
dikombinasikan dengan perbandingan yang tepat
Table 1. komposisi dari alloy amalgam
ALLOY PRESENTASE BERAT
Silver 65 (minimum)
Tin 29 (maksimum)
Copper 6 (maksimum)
Zinc 2 (maksimum)
Mercury 3 (maksimum)
20
• McCabe JF, Walls AWG, 2008, 9th ed, Applied Dental Materials,
Munksgaard : Blackwell, Chapter 21.
2.4 Logam Campur Logam Dasar Untuk Restorasi Logam
Penelitian terhadap 1000 pemilik laboratorium gigi pada tahun 1978
mengungkapkan bahwa hanya 29% dari mereka yang menggunakan logam
campur Ni-Cr atau Co-Cr untuk resotarasi logam cor. Pada tahun 1980 dan 1981,
presentasi laboratorium yang menggunakan logam campur logam dasar ini
meningkat menjadi 66% dan 70% karena tidak stabilnya harga logam mulia pada
saat itu. Presentasi logam dasar yang digunakan di bidang kedokteran gigi telah
menurun sejak tahun 1981 dan 1995. Sebagian besar laboratorium gigi lebih
memilih logam campur Ni-Cr dibandingkan NI-Co-Cr. (Anusavice,2003).
2.5 Resiko dan Penanganan
Teknisi laboratorium kadang –kadang atau selalu berkontak dengan debu
yang mengandung berilium dan nikel dalam konsentrasi tinggi dan uap berilium.
Meskipun konsentrasi berilium di dalam logam campur gigi jarang melebihi 2%
berat, jumlah uap berilium yang dilepaskan ke ruangan selama pencairan logam
campur cukup banyak untuk periode yang lama. Sebenarnya, potensi bahaya dari
berilium harus didasrkan pada konsentrasi atomnya dan bukan konsentrasi
beratnya di dalam sebuah logam campur. (Anusavice,2003).
Risiko kontak dengan uap berilium terbesar yang di alami teknisi gigi adalah
selama pencairan logam campur, terutama jika tidak ada system pembuangan dan
penyaringan udara. The Occupational Health and Safety Administration (OSHA)
menetapkan bahwa dengan debu berilium di udara harus dibatasi sampai
konsentrasi 2µg/m³ udara (untuk partikel-partikel yang bisa dan tidak terhirup)
ditetapkan dalam liputan selama 8 jam. (Anusavice,2003).
2.5.1 Potensi Bahaya Bagi Pasien
21
Bagi pasien gigi kekhawatiran terbesar adalah kontak dengan nikel di dalam
mulut, terutama untuk pasien yang alergi terhadap unsure ini. Dermatitis akibat
kontak dengan cairan nokel sudah dilaporkan sejak tahun 1889. Penghirupan,
penelanan, dan kontak kulit dengan nikel atau logam campur yang mengandung
nikel sering terjadi karena nikel ditemukan pada sumber-sumber lingkungan
seperti uadar, tanah, makanan serta benda-benda sintetis seperti koin, peralatan
dapur, dan perhiasan. Konsentrasi nikel di dalam udara relative rendah kecuali di
daerah di mana terdapat pencemaran lingkungan akibat pemrosesan nikel atau
pembakaran bahan bakar fosil. (Anusavice,2003).
2.6 Logam Campur Untuk Restorasi Logam Penuh dan Vinir
Pada tahun 1927, the bureau of standards ( sekarang the national institute of
standards and tecnology) menetapkan logam campur emas cor Tipe I sampai IV
menurut fungsinya dalam kedokteran gigi, dengan kekerasan yang meningkat dari
Tipe I sampai ke Tipe IV. Berdasarkan spesifikasi ADA No. 5 yang direvisi tahun
1989, empat logam campur berikut ini diklasifikasikan menurut sifat-sifatnya dan
bukan menurut komposisinya (Anusavice, 2004).
Tipe I ( lunak)- inlai kecil, mudah diadaptasi (burnish), dan hanya mendapat
sedikit tekanan. Tipe II ( sedang) – inlai yang terkerna tekanan sedang, termasuk
mahkota tiga perempat yang tebal , abutmen, pontik, dan mahkota penuh. Tipe III(
keras) – Inlai yang terkena tekanan besar , termasuk mahkota tiga perempat yang
tipis, backing logam cor yang tipis, abutment, pontik, mahkota penuh, basis gigi
tiruan , serta gigi tiruan sebagian cekat yang pendek. Beberapa logam campur
emas Tipe III biasanya semakin keras dengan bertambahnya usia, terutama yang
mengandung tembaga sekurangnya 8% Wt. Tipe IV (sangat keras) – inlai yang
terkena tekanan yang sangat besar, termasuk lempeng basis dan cengkeram gigi
tiruan, gigi tiruan sebagian rangka logam, dan gigi tiruan sebagian cekat yang
panjang. Komposisi logam campur ini biasanya terdiri atas sebagian besar emas
atau perak; logam campur emas dapat mengeras menirit pertambahan usia melelui
22
teknik pemanasan yang sesuai.
Logam campur Tipe I dan II sering disebut sebagai logam campur inlai.
Perkembangan bahan-bahan restorasi langsung dan tidak langsung yang modern
dan berwarna seperti gigi telah menghapus penggunaan logam campur Tipe I dan
II. Logam campur tradisional Tipe III dan IV biasanya disebut logam campur
mahkota dan jembatan, meskipun logam campur Tipe IV kadang-kadang juga
digunakan untuk menerima tekanan besar, misalnya gigi tiruan sebagian lepasan
rangka logam (Anusavice, 2004).
Pemanasan Logam Campur Sangat Mulia dan Logam Mulia. Logam campur
emas dapat diperkeras cukup besar jika logam campur mengandung tembaga
dalam jumlah yang cukup. Logam campur Tipe I dan II biasanya tidak mengeras,
atau mengeras dalam tingkat yang lebih rendah daripada Tipe III dan IV.
Mekanisme yang sebenarnya dalam pengerasan mungkin merupakan hasil dari
beberapa perubahan kepadatan yang berbeda-beda. meskipun mekanismenya yang
sesungguhnya masih diragukan, kriteria keberhasilan pengerasan adalah waktu
dan temparatur (Anusavice, 2004).
Logam campur yang dapat dikeraskan, tentu saja dapat dilunakkan. Didalam
terminologi metarlugi, pemanasan untuk melunakkan disebut tindakan panas
untuk mencairkan (Anusavice, 2004).
Pemanasan Untuk Melunakkan. Logam cor ditempatkan didalam tungkuh
elekrik selama 10 menit pada temparatur 700 0 C (1292 0 F) kemudian dicelupkan
kedalam air. selama periode ini, semua fase pertengahan dianggap sudah berubah
menjadi cairan padat yang tidak beraturan, dan pencelupan yang cepat mencegah
terjadinya pengerutan selama pendinginan. kekuatan tarik, batas proposional dan
kekerasan akan berkurang oleh tindakan seperti itu, tetapi kelenturannya
meningkat (Anusavice, 2004).
Pemanasan untuk melunakkan dianjurkan untuk struktur yang akan digerus,
dibentuk, atau dimanipulasi dalam keadaan dingin baik di dalam maupun diluar
mulut. Meskipun temparatur 700 celsius adalah suhu pelunakan yang rata-rata
23
memadai, masing-masing logam campur mempunyai temparatur optimal, dan
pabrik pembuatan seharusnya mencantumkan temperatur dan waktu yang
diinginkannya (Anusavice, 2004).
Pemanasan untuk Mengeraskan. Pengerasan usia atau pemanasan untuk
mengeraskan logam campur dapat dilakukan dengan beberapa cara. Salah satunya
yang paling praktis adalah dengan merendam atau men-tua-kan logam cor pada
temperatur tertentu untuk jangka waktu tertentu , biasanya 15 sampai 30 menit,
sebelum dicelupkan kedalam air. Suhu penuaan tergantung pada komposisi logam
campur tetapi pada umumnya di antar 200 0 C (400 0 F) dan 450 0 C (840 0 F) .
waktu dantemperatur yang tepat umumnya di cantumkan oleh pabrik pembuatnya
(Anusavice, 2004).
Idealnya sebelum logam campur dipanaskan untuk mengerakan, harus
mengalami tindakan pemanasan untuk melunakan agar semua tegangan
pengerasan yang ada bisa dihilangkan, dan agar tindakan pemanasan untuk
mengeraskan dapat dimulai dengan logam campur yang berada dalam keadaan
cairan padat yang tidak beraturan. Jika ini tidak dilakukan, proses pengerasan
tidak terkontrol dengan benar, karena keneikan kekuatan, batas proporsional dan
kekerasan, serta penurunan kelenturan dikendalikan oleh jumlah perubaham
kepadatan yang terjadi. sementara perubahan kepadatan dikendalikan oleh
temperatur dan waktu dari tindakan pemanasan untuk pengerasan (Anusavice,
2004).
Karena batas proporsional meningkat selama pemanasan untuk pengerasan ,
dapat diperkirakan terjadinya peningkatan yang cukup besar pada modulus
resilien. Tindakan pemanasan untuk mengeraskan dianjurkan untuk gigi tiruan
sebagiaqn dari logam, sadel, jembatan dan struktur-struktur sejenisnya. Untuk
struktur yang kecil seperti inlai biasanya tidak dilakukan pemanasan untuk
pengerasan (Anusavice, 2004).
Kekuatan luluh, batas proporsional, dan batas elastisitas, semuanya mengukur
sifat yang pada dasarnya sama .Sifat ini mencerminkan kemampuan sebuah logam
24
campur untuk menahan tekanan mekanis tanpa mengalami perubahan bentuk yang
menetap. pada umumnya kekuatan luluh meningkat dari logam campur Tipe I ke
Tipe IV. Tindakan pemanasan untuk mengeraskan akan meningkat kekuatan luluh(
dalam suatun kasus meningkat hampir 100%) (Anusavice, 2004).
Nilai kekerasan untuk logam campur logam mulia berkolerasi dengan
kekuatan luluh. menurut tradisi, angka kekerasan digunakan untuk menunjukkan
kecocokan sebuah logam campur untuk jenis penggunaan klinis tertentu
(Anusavice, 2004).
Perpanjang atau elongasi adalah ukuran kelenturan atau derajat deformasi
plastis yang dapat dialami oleh logam campur sebelum terjadinya fraktur.
Diperlukan jumlah elongsi yang cukup besar jika penggunaan klinisnya
menbutukan deformasi dari struktur pasca-cor, seperti untuk cengraman,
penyesuaian tepi dan perbunisan. Tindakan pemanasan untuk pengerasan akan
mengurang elongasi, , yang dalam beberapa kasus sangat besar. Logam campur
dengan elongasi rendah merupakan bahan yang rapuh dan mudah pata bila
berubah bentuk (Anusavice, 2004).
Penyusutan Cor. Kebanyakan logam dan logam campur, termasuk emas dan
logam campur mulia, akan menyusut ketika berubah dari bentuk cair kebentu
padat. seperti yang akan kita lihat, pertimbangan ini penting dalam prosedur
pengecoran (Anusavice, 2004).
Penyusutan terjadi dalam tiga tahap: (1) Kontraksi termal dari cairan logam
diantara temperatur pemanasan dan titik cair nya; (2) Kontraksi logam yang
terjadi ketika berubah bentuk dari cair ke padat: (3) kontraksi termal dari logam
padat yang terhadi ketika temperatur menurun ke temperatur kamar (Anusavice,
2004).
Nilai penyusutan cor berbeda-beda pada berbagai logaqm campur karena
perbedaan komposisinya. Misalnya telah ditunjukkan bahwa platinum, palladium,
dan tembaga semuanya efektif untuk mengurangi penyusutan cor dari logam
campur. Cukup menarik bahwah nilai penyusutan dari emas murni hapir sama
25
dengan nilai kontraksi termal linear maksimalnya (Anusavice, 2004).
Faktor yang perlu dipertimbangkan adalah bahwa penyusutan termal dari
lapisan pemadatan yang pertama dan lemah ini pada awalnya dicegah oleh adhesi
mekanisnya dengan dinding-dinding mold. selama perode ini, logam malah
meregang karena keterikatan mekanisnya dengan bahan tanam. jadi setiap
kontraksi yang terjadi selama pemadatan bisa dihilangkan. selain itu sebagian dari
kontraksi termal total juga dapat dihilangkan, sehingga penyusutan cor menjadi
lebih rendah dari pada yang diduga berdasarkan tahap-tahap penyusutan yang
mungkin terjadi (Anusavice, 2004).
Karena kontraksi termal ketika logam campur mendingin ketemperatur kamar
mendominasi penyusutan cor, semakin tinggi titik cair logam campur semakin
besar penyusutannya. ini harus diimbangi pada teknik pengecoran jika ingin
didapatkan ukuran yang tepat (Anusavice, 2004).
Logam Campur Perak- Palladium. Logam campur ini berwarna putih dan
komposisinya didominasi perak, tetapi juga mempunyai kandungan palladium
yang cukup besar( 25%)untuk menjadikan logam campur logam mulia dan
meningkatkan daya tahan terhadap karat dari peraknya. Logam campur ini dapat
mengandung atau tidak mengandung tembaga dan sejumlah kecil emas.
Temperatur pengecorannya adalah seperti logam campur emas kuning. Logam
campur Ag-Pd yang bebas tembaga mungkin menggandung 70% samapi 72%
perak dan 25% palladium serta memiliki sifat fisik dari logam campur emas Tipe
III. Logam campur lain yang berbahan perak dapat mengandung perak 60%,
palladium 25%, dan tembaga 15% atau lebih, dan mempunyai sifat fisik seperti
logam campur emas tipe IV. Diluar laporan-laporan awal tentang tentang
kurangnya kemampuan cor, logam campur Ag-Pd dapat menghasikan hasil
pengecoran yang memuaskan. Keterbatasan utama dari logam campur Ag-Pd pada
umumnya, dan logam campur Ag-Pd-Cu pada khususnya, adalah potensi karat dan
korosinya yang lebih besar . Logam campur ini tidak boleh dirancukan dengan
logam campur Ag-Pd yang dirancang untuk restorasi keramik (Anusavice, 2004).
26
Logam Campur Nikel-kromium dan Kobalt-kromium. Logam campur ini
dijelaskan lebih rinci pada bagian tentang restorasi logam-keramik san gigi tiruan
tiruan sebagian. Jarang di gunakan untuk restorasi logam penuh (Anusavice,
2004).
Titanium dan Logam Campur Titanium. Logam ini dapat digunakan untuk
restorasi logam penuh, logam-keramik, maupun gigi tiruan sebagian lepasan
rangka logam. karena tidak sering digunakan untuk dua kegunaan pertama
(Anusavice, 2004).
Logam Campur Aluminium Perunggu. Setidaknya ada satu logam campur
yang berbahan utama tembaga yang diakui oleh ADA. Meskipun
perunggubiasanya dirumuskan sebagai logam campur tembaga yang kaya
tembaga dan timah( Cu-Sn) dengan atau tampa unsur-unsur lain seperti seng dan
fosfor, pada dasarnya terdapar logam campur perunggu dua komponen (biner),
tiga komponen (terner), dan empat komponen( kuartener) yang tidak
menggandung timah, seperti aluminium perunggu ( tembaga –aluminium [Cu-Al])
, silikon perunggu ( tembaga-silikon [cu-Si ]) dan berilium perungg ( tembaga-
berilium [ Cu-Be ]) . Keluarga logam campur aluminium perunggu termasuk salah
satu yang diakui oleh ADA dapat mengandung tembaga 81-88% wt, alumunium
7-11% ,wt, nikel 12-4% wt, dan besi 1-4% wt. Hanya sedikit data klinis yang
tersedia tentang logam campur alumunium perunggu ini. Logam campur tembaga
berpotensi untuk bereaksi dengan beleran (sulfur), membentuk tembaga-sulfida
yang menimbulkan karat pada permukaan logam campur, seperti perak sulfida
dapat menggelapkan permukaan logam campur yang berbahan dasar emas atau
perak dan mengandung perak dalam jumlah yang cukup besar (Anusavice, 2004).
2.7 Logam Campur Sangat Mulia Untuk Restorasi Logam-Keramik
Penolakan utama dari penggunaan porselen gigi sebagai bahan restorasi
adalah rendahnya kekuatan tarik dan kekuatan gesernya. Meskipun porselen dapat
27
menahan kekuatan kompresi dengan cukup berhasil, desain substrukturnya tidak
memungkinkan bentuk-bentuk dimana kekuatan kompresi merupakan daya
utamanya. Sebuah metode untuk mengurangi kekurangan ini adalah mengikat
porselen secara langsung pada substruktur logam campur cor yang dibuat pas
untuk gigi yang sudah dipreparasi. Jika ikatan yang kuat antara lapisan porselen
dengan logam dapat diperoleh, vinir porselen ini menjadi lebih kuat. jadi, resiko
patah karena sifat rapuhnya dapat dihindari, atau paling sedikit, dikurangi.
Untuk membuat tambalan seperti ini, sebuah substruktur logam akan dibuat
model malamnya, dicor logam, diselesaikan, dan dipanaskan (oksidasi).
Kemudian lapisan tipis dari porselen yang berwarna opak digabungkan ke
substruktur logam untuk mengawali ikatan porselen-logam dan menutup warna
dari substruktur tersebut. Selanjutnya, porselen dentin dan email, yang kadang-
kadang disebut sebagai porselin badan dan porselen insisal, digabungkan ke hasil
pengecoran, dibentuk, diwarnai untuk memperbaiki tampilan estetiknya,
kemudian diglazing. Logam campur-keramik asli mengandung 88% emas dan
terlalu lunak untuk restorasi yang harus menahan tekanan, misalnya gigi tiruan
sebagian cekat. karena tidak ada bukti dari ikatan kimia antara logam campur dan
porselen gigi, retensi mekanis dan underkut digunakan untuk mencegah
terlepasnya vinir keramik. Telah dikembangkan suatu tes dimana tekanan
dipusatkan pada antar-muka porselen-logam. Dengan menggunakan tes ini,
ditemukan bahwa kekuatan ikatan dari porselen dengan logam campur jenis ini
adalah lebih rendah daripada kekuatan kohesif dari porselen itu sendiri. ini berarti
bahwa jika terjadi kegagalan dari restorasi logam-keramik, maka kemungkinan
besar ini muncul di antar-muka porselen-logam. Dengan menambahkan kurang
dari 1 % unsur-unsur pembentuk oksida, seperti besi, indium, dan timah pada
logam campur yang banyak mengandung emas ini, kekuatan iktan antara logam
dan porselen meningkat tiga kali lipat. Besi juga meningkatkan batas proporsional
dan kekuatan dari logam campur. Hanya diperlukan penambahan 1% logam dasar
pada logam campur emas, palladium, dan platinum untuk menghasilkan sedikit
28
lapisan oksida di permukaan substruktur agar diperoleh tingkat kekuatan ikatan
logam-porselen yang melebihi kekuatan kohesif dari porselen itu sendiri. Jenis
logam campur yang baru ini, dengan penambahan sedikit logam dasar, menjadi
standar untuk restorasi logam-keramik. sebagai respons terhadap tekanan
ekonomi, telah muncul logam campur logam-keramik lain yang berbahan dasar
emas dan palladium. Meskipun komposisi kimianya sangat berbeda, semua logam
campur di dalam kategori berikut mempunyai sedikitnya tiga ciri yang sama : (1)
berpotensi untuk mengikat porselen gigi; (2) mempunyai koefisien kontraksi
termal yang cocok dengan porselen gigi, (3) titik padatnya cukup tinggi sehingga
aplikasi porselen bersuhu penggabungan rendah dimungkinkan. Logam campur
Berbahan Dasar Emas untuk Restorasi Logam-Keramik. Logam campur ini
mengandung emas lebih dari 40% beratnya dan sedikitnya 60% logam mulia
(emas ditambah platinum dan palladium dan/atau logam-logam mulia lainnya),
dan umumnya diklasifikasikan sebagai logam campur sangat mulia untuk
memenuhi peraturan komposisi. Logam campur Emas-Platinum-Palladium.
Logam campur ini mempunyai kandungan emas berkisar sampai 88% dengan
berbagai jumlah palladium, platinum, dan sejumlah kecil logam dasar. Beberapa
dari logam campur ini berwarna kuning. Jenis logam campur ini peka terhadap
perubahan bentuk seperti menggantung, dan penggunaannya sebagai gigi tiruan
sebagian cekat harus dibatasi hanya untuk protesa tiga unit, kantilever anterior,
atau mahkota. Logam Campur Emas Palladium-Perak. Logam campur ini
mengandung sekitar 39% sampai 77% emas, palladium 35% dan perak 22%.
Perak meningkatkan koefisien kontraksi termal, tetapi juga cenderung mengubah
warna beberapa porselen.
Logam Campur Emas-Palladium. kandungan emasnya berkisar antara 44%
sampai 55% dan tingkat palladiumnya sebesar 35-45%. Logam campur tetap
populer meskipun harganya relatif tinggi. Tidak adanya perak mengakibatkan
berkurangnya koefisien kontraksi termal dan kecenderungan perubahan warna
pada porselen. Logam campur jenis ini harus digunakan bersama porselen yang
29
mempunyai koefisien kontraksi termal yang rendah untuk menghindari terjadinya
tekanan tarik aksial dan sirkumferensial (lengkung) pada porselen selama proses
pendinginan dari siklus pembakaran porselen.
2.8 Toksisitas Logam
Unsur logam berat adalah unsur yang mempunyai densi tas lebih dari 5
gr/cm3 (Fardiaz, 1992). Hg mempunyai densitas 13,55 gr/cm3. Diantara semua
unsur logam berat, Hg menduduki urutan pertama dalam hal sifat racunnya,
dibandingkan dengan logam berat lainnya, kemudian diikuti oleh logam berat
antara lain Cd, Ag, Ni, Pb, As, Cr, Sn, Zn (Waldchuk, 1984, di dalam Fardiaz,
1992).
Logam berat adalah unsur-unsur kimia dengan bobot jenis lebih besar dari
5 gr/cm3, terletak di sudut kanan bawah sistem periodik, mempunyai afinitas yang
tinggi terhadap unsur S dan biasanya bernomor atom 22 sampai 92 dari perioda 4
sampai 7 (Miettinen, 1977). Sebagian logam berat seperti timbal (Pb), kadmium
(Cd), dan merkuri (Hg) merupakan zat pencemar yang berbahaya. Afinitas yang
tinggi terhadap unsur S menyebabkan logam ini menyerang ikatan belerang dalam
enzim, sehingga enzim bersangkutan menjadi tak aktif. Gugus karboksilat
(COOH) dan amina (-NH2) juga bereaksi dengan logam berat. Kadmium, timbal,
dan tembaga terikat pada sel-sel membran yang menghambat proses transpormasi
melalui dinding sel. Logam berat juga mengendapkan senyawa fosfat biologis
atau mengkatalis penguraiannya (Manahan, 1977).
Berdasarkan sifat kimia dan fisikanya, maka tingkat atau daya racun logam
berat terhadap hewan air dapat diurutkan (dari tinggi ke rendah) sebagai berikut
merkuri (Hg), kadmium (Cd), seng (Zn), timah hitam (Pb), krom (Cr), nikel (Ni),
dan kobalt (Co) (Sutamihardja dkk, 1982). Menurut Darmono (1995) daftar urutan
toksisitas logam paling tinggi ke paling rendah terhadap manusia yang
mengkomsumsi ikan adalah sebagai berikut Hg2+ > Cd2+ >Ag2+ > Ni2+ > Pb2+
> As2+ > Cr2+ Sn2+ > Zn2+. Sedangkan menurut Kementrian Negara
30
Kependudukan dan Lingkungan Hidup (1990) sifat toksisitas logam berat dapat
dikelompokan ke dalam 3 kelompok, yaitu :
a. Bersifat toksik tinggi yang terdiri dari atas unsur-unsur Hg, Cd, Pb, Cu,
dan Zn.
b. Bersifat toksik sedang terdiri dari unsur-unsur Cr, Ni, dan Co.
c. Bersifat tosik rendah terdiri atas unsur Mn dan Fe.
Adanya logam berat di perairan, berbahaya baik secara langsung terhadap
kehidupan organisme, maupun efeknya secara tidak langsung terhadap kesehatan
manusia. Hal ini berkaitan dengan sifat-sifat logam berat ( PPLH-IPB, 1997;
Sutamihardja dkk, 1982) yaitu :
a. Sulit didegradasi, sehingga mudah terakumulasi dalam lingkungan
perairan dan keberadaannya secara alami sulit terurai (dihilangkan).
b. Dapat terakumulasi dalam organisme termasuk kerang dan ikan, dan akan
membahayakan kesehatan manusia yang mengkomsumsi organisme
tersebut.
c. Mudah terakumulasi di sedimen, sehingga konsentrasinya selalu lebih
tinggi dari konsentrasi logam dalam air(Manahan, 1977).
Disamping itu sedimen mudah tersuspensi karena pergerakan masa air
yang akan melarutkan kembali logam yang dikandungnya ke dalam air, sehingga
sedimen menjadi sumber pencemar potensial dalam skala waktu
tertentu(Manahan, 1977).
Logam berat masih termasuk golongan logam-logam dengan kriteria-
kriteria yang sama dengan logam-logam yang lain. Perbedaannya terletak dari
pengaruh yang dihasilkan bila logam berat ini berikatan dan atau masuk kedalam
tubuh organisme hidup. Sebagai contoh, bila unsur logam besi (Fe) masuk dalam
tubuh, meski dalam jumlah agak berlebihan biasanya tidaklah menimbulkan
pengaruh yang buruk terhadap tubuh karena unsur besi (Fe) dibutuhkan dalam
darah untuk mengikat oksigen. Sedangkan unsur logam berat baik itu logam berat
beracun yang dipentingkan seperti tembaga (Cu), bila masuk ke dalam tubuh
31
dalam jumlah berlebihan akan menimbulkan pengaruh-pengaruh buruk terhadap
fungsi fisiologis tubuh(Manahan, 1977).
Niebor dan Richardson menggunakan istilah logam berat untuk
menggantikan pengelompokan ion-ion logam ke dalam kelompok biologi dan
kimia (bio-kimia). Pengelompokan tersebut adalah sebagai berikut:
a. Logam-logam yang dengan mudah mengalami reaksi kimia bila bertemu
dengan juga dengan unsur oksigen atau disebut juga dengan oxygen-
seeking metal.
b. Logam-logam yang dengan mudah mengalami reaksi kimia bila bertemu
dengan unsur nitrogen dan atau unsur belerang (sulfur) atau disebut juga
nitrogen/sulfur seeking metal.
c. Logam antara atau logam transisi yang memiliki sifat khusus sebagai
logam pengganti (ion pengganti) untuk logam-logam atau ion-ion
logam(Manahan, 1977).
Hg bersifat toksik & sangat lambat dieliminasi. Efek toksik Hg dalam darah : 100
ng/ml.
a. Hg dapat masuk tubuh melalui :
a. kontak langsung dengan kulit
b. ingesti
c. paru (uap Hg)
b. Sumber Hg diperoleh dari :
a. kontak langsung Hg
b. tidak sengaja memegang tumpatan
c. Hg tumpah
d. kontak dengan amalgamator
e. pembuangan restorasi lama
c. Upaya mencegah masuknya Hg dalam tubuh :
a. tidak menyentuh Hg
b. masker
32
c. tidak menggunakan ultrasonik kondensor
d. ruang praktek tidak berkarpet
e. absorbance spilled Hg
f. kapsul & amalgamator
g. penyimpanan merkuri & amalgam lama di bawah air, wadah tertutup
rapat.
2.8.1 Pemilihan Bahan Logam Kedokteran Gigi
URUTAN PEMILIHAN MATERIAL LOGAM
Dalam memilih material kedokteran gigi, harus dipertimbangkan
syarat-syarat sebagai berikut:
1. Efek Material Terhadap Lingkungan
Misalnya apabila amalgam menguap, uap yang dikeluarkan adalah
uap merkuri yang beracun. Contoh yang lain adalah debu alginat
yang mengandung Pb (Timbal).
2. Sifat Permukaan Yang Berhadapan Antara Material Sintetis Dan
Jaringan Mulut.
33
Misalnya sifat enamel dan dentin untuk perlekatan restorasi gigi.
3. Efek Lingkungan Mulut Terhadap Material
Sifat Kimia: tidak larut dalam saliva, tidak tarmis dan korosi.
Sifat Mekanik: strength, rigidity, hardnes, dan abrasion resistance
yang cukup.
4. Pertimbangan Estetik
- Efek estetik baik translusen (menyebar sinar)
- Warna material ditentukan pabrik pilih dengan shade guide
gigi palsu, porselen, tumpatan anterior
- Material transluen tampak lebih muda daripada opaque
(menyerap/absorbsi sinar)
5. Sifat Fisik Lain
Termasuk density dan termal serta sifat-sifat fisik yang telah
dijelaskan diatas.
6. Material Mudah Digunakan Dan Sesuai
Tergantung rheological dan sifat flow material yang tersedia,
setelah pencampuran, selama proses pengerasan dan setelah
keras(Manahan, 1977).
2.9 Indikasi dan Kontraindikasi Logam
1. Implan
Indikasi Pemasangan Implan
a. Pada pasien dengan ketebalan tulang rahang yang cukup.
b. Pasien dengan kebersihan rongga mulut yang baik.
c. Pasien yang kehilangan semua atau sebagian gigi geliginya, akan
tetapi sulit memakai gigi tiruan konvensional akibat adanya
koordinasi otot mulut yang kurang sehingga stabilitas gigi tiruan
sulit tercapai atau adanya refleks muntah sehingga sulit memakai
34
gigi tiruan.
d. Pasien yang menolak gigi aslinya diasah untuk pembuatan gigi
tiruan.
Kontra indikasi pemasangan implan gigi :
a. Pada pasien dengan keadaan patologi pada jaringan lunak dan
keras.
b. Luka ekstraksi yang baru.
c. Pasien dengan penyakit sistemik.
d. Pasien yang hipersensitif terhadap salah satu komponen implan.
e. Pasien dengan kebiasaan buruk seperti bruksism, merokok dan
alkohol.
f. Pasien dengan kebersihan mulut yang jelek.
35
2. Lengkung transpalatal
Lengkung transpalatal adalah suatu alat yang terbuat dari kawat
stainless steel, ataupun dari bahan alloy yang berdiameter 0,9 mm (0,036
inch). Lengkung ini dipatri pada bagian mesio lingual band molar dan
melintang mengikuti kontur palatum yang menghubungkan molar pertama
pada kedua sisi. Letaknya kira-kira 1-2 mm dari mukosa palatum.
1. Indikasi
Sesuai dengan tujuan penggunaannya, lengkung transpalatal mempunyai
indikasi, antara lain:
1. Stabilisasi dan penjangkaran
Penjangkaran diperoleh dengan menghubungkan kedua molar maksila
dengan lengkung transpalatal. Stabilisasi dan penjangkaran ini dapat
dicapai setelah posisi molar telah dikoreksi. Evaluasi untuk melihat posisi
molar yang baik susunannya dalam rahang dapat dilakukan dengan dua
cara yaitu dengan menarik garis dari tonjol distobukal gigi molar pertama
ke tonjol mesiolingual melintasi gigi kaninus pada sisi berlawanan dan
permukaan bukal molar maksila terletak dalam posisi yang sejajar dalam
oklusi ideal (Gambar2). Lengkung transpalatal menahan kecendrungan
36
molar untuk rotasi ke arah mesial disekitar akar lingual.Penjangkaran
dengan lengkung transpalatal cukup baik, namun pada kasus yang
membutuhkan penjangkaran maksimum, penggunaan lengkung
transpalatal dapat didukung oleh traksi ekstraoral ataupun dengan bantuan
implant yang dipasang pada palatum pasien.
Penjangkaran adalah salah satu aspek terpenting dalam rencana perawatan
ortodonti.Penjangkaran didefinisikan sebagai perlawanan terhadap
pergerakan gigi yang tidak diinginkan dalam menutup ruang bekas
pencabutan (Gambar 3a). Kebutuhan penjangkaran pada rencana
perawatan bervariasi pada tiap individu, mulai dari dibenarkan adanya
pergerakan dalam jumlah terbatas hingga tidak dibenarkan samasekali
adanya pergerakan gigi posterior ke mesial untuk menyempurnakan
penutupan ruang. Kebutuhan penjangkaran diklasifikasikan berdasarkan
kebutuhan penutupan ruang bekas pencabutan. Bila hanya molar pertama
yang tersedia sebagai penjangkar di bagian posterior lengkung rahang,
maka ada batasan jumlah pergerakan gigi yang dapat dilakukan.Jikamolar
berada dalam posisi Klas II penuh dan tidak diinginkan adanya kegagalan
penjangkaran, penggunaan lengkung transpalatal sangat dianjurkan.
Penjangkaran dapat diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu:
1. Penjangkaran grup A, termasuk perawatan kritis dari posisi gigi
37
posterior karena 75% atau lebih ruang bekas pencabutan dibutuhkan
untuk retraksi gigi anterior (Gambar 3b). Kebutuhan penjangkaran
pada gigi posterior adalah maksimal.
2. Penjangkaran grup B, dimana penutupan ruang simetris relatif sama
dengan pergerakan dari gigi posterior dan anterior dalam menutup
ruang. Kasus ini terkadang lebih sulit dalam masalah penutupan
ruang, karena di satu sisi dibutuhkan penjangkaran tapi juga
pergerakan dari gigi posterior (Gambar 3c).
3. Penjangkaran grup C, yang termasuk perawatan non-kritis dari gigi
posterior karena 75% atau lebih ruang bekas pencabutan dicapai
dengan pergerakan ke mesial dari gigi posterior. (Gambar 3d).
Lengkung transpalatal digunakan pada masa gigi bercampur tahap
akhir dan masa gigi permanen.Lengkung ini dapat digunakan untuk
perawatan kasus ekstraksi dan non-ekstraksi. Penggunaan yang rutin
dari lengkung transpalatal selama peralihan masa gigi bercampur
tahap akhir hingga masa gigi permanen, sangat diindikasikan karena
dapat mempertahankan leeway space. Leeway space diperlukan pada
pergantian gigi molar dua susu ke premolar dua permanen. Leeway
space adalah kelebihan ruang yang tersedia saat gigi kaninus dan
molar pertama desidui digantikan oleh gigi kaninus dan premolar
permanen. Ruang ini biasanya lebih besar pada rahang bawah
daripada rahang atas. Besarnya ruang pada rahang bawah sekitar 2,5
mm dan rahang atas sekitar 1,5 mm. Kelebihan ruangan ini
dimanfaatkan untuk mendapatkan tempat bagi gigi anterior,
sedangkan pada oklusi normal akan tertutup pada perkembangan
oklusi selanjutnya atau terjadi pergeseran molar pertama permanen ke
mesial.
38
2) Mengoreksi rotasi molar
Rotasi pada gigi molar pertama maksila biasanya ditemukan pada
maloklusi Klas II. Molar pertama maksila sering ditemukan mengalami
rotasi pada tonjol mesio-bukal dalam arah mesial daripada arah distal.
Rotasi molar juga bisa terjadi akibat proses penutupan ruangan. Koreksi
rotasi molar pertama maksila dicapai dengan merotasikan molar dalam
arah distolingual disekitar akar lingual (Gambar 4).Penambahan ruang
sekitar 1-2 mm dari panjang lengkung di setiap sisinya dapat membantu
memperbaiki maloklusi.
39
3) Distalisasi molar
Distalisasi molar maksila dapat diperoleh dengan pengaktifan alat secara
unilateral.Perputaran ditempatkan pada salah satu lengan lengkung
transpalatal, kemudian pada lengan yang lain posisinya dirotasikan
kedalam sehingga menghasilkan suatu daya untuk distalisasi. Koreksi
dilakukan pada sisi sebelah kanan dan kiri.Penyesuaian yang sama dapat
dilakukan pada sisi yang berlawanan setelah 6-8 minggu
kemudian.Menggerakkan gigi ke mesial lebih mudah daripada
menggerakkan gigi ke distal, karena lebih banyak tahanan pada pergerakan
untuk mendistalisasi. Keberhasilan distalisasi molar tergantung pada
banyaknya penjangkaran yang tersedia, antara lain stabilitas relatif dari
palatum, jaringan lunak, rugae palatina dan tulang kortikal yang terletak
dibawahnya.
1) Pergerakan molar tambahan
Pelintir akar lingual dan akar bukal dapat dilakukan dengan lengkung
transpalatal sebagai pergerakan molar tambahan.Sejumlah ekpansi atau
kontraksi dari lebar transpalatal dapat dilakukan dengan lengkung
transpalatal. Pergerakan molar tambahan yang dapat dilakukan adalah
dengan cara perluasan loop omega yang terletak di midline dan mengubah
arah loop dari arah distal ke arah mesial, sehingga tekanan yang tanpa
disadari dari lidah dapat menghasilkan daya intrusif pada gigi-geligi.
2. Kontra indikasi
40
Kontra indikasi penggunaan lengkung transpalatal, antara lain:
1) Maloklusi Klas II dengan kehilangan premolar pertama atas
Maloklusi Klas II dengan posisi molar edge to edge dan kehilangan
premolar pertama atas kontraindikasi untuk pemakaian lengkung
transpalatal, karena pemasangan lengkung transpalatal menghalangi
pergerakan molar pertama atas untuk mencapai oklusinya.
2) Maloklusi Klas III non bedah
Maloklusi Klas III non bedah kontraindikasi untuk pemakaian lengkung
transpalatal karena posisi yang lebih ke mesial pada bagian bukal gigi
molar pertama maksila diharapkan dapat membantu menyamarkan
ketidaksesuaian rahang di bagian anteroposterior.
3) Alergi
Pemakaian lengkung transpalatal dapat menyebabkan alergi yang
disebabkan karena bahan stainless steel ataupun logam yang merupakan
bahan dasar pembuatan lengkung transpalatal. Oleh karena itu, sebelum
pemasangan harus dilakukan uji sensitivitas bahan. Walaupun jarang
dialami, tetapi bisa terjadi karena riwayat genetik dan daya adaptasi tubuh
yang tidak sesuai terhadap bahan tersebut. Alergi yang biasaterjadi adalah
dermatitis kontak intraoral. Gingiva di bagian posterior terkadang
mengalami hipertropi setelah pemakaian beberapa bulan. Klinisi harus
mencari alat lain untuk perawatan pada pasien yang menderita alergi.
3. Mahkota tiruan penuh metal
Mahkota tiruan penuh metal merupakan mahkota tiruan penuh yang
seluruhnya terbuat dari bahan metal.
1. Indikasi
1. Kerusakan pada permukaan gigi
2. Gigi yang tidak membutuhkan estetik, biasanya pada gigi molar
3. Gigi yang menanggung beban kunyah besar
4. Sebagai retainer GTJ atau penjangkaran GTSL
41
5. Gigi yang telah dirawat saluran akarnya
2. Kontraindikasi
Gigi yang membutuhkan estetik
Gigi yang tidak menanggung beban kunyah besar
4.Mahkota tiruan penuh metal-porselen
Mahkota tiruan penuh metal-porselen merupakan mahkota tiruan penuh
yang terbuat dari logam (sebagai coping/backing) yang dilapisi dengan
porselen (sebagai facing).
1) Indikasi
1. Gigi dengan kebutuhan estetik, tapi juga butuh kekuatan restorasi
2. Ukuran gigi normal atau lebih dari normal
3. Kerusakan luas pada gigi yang tidak dapat diperbaiki dengan
restorasi yang lebih konserfatif
4. Sebagai retainer GTJ atau penjangkaran GTSL
5. Gigi yang telah dirawat saluran akarnya
2) Kontraindikasi
1. Kamar pulpa besar
2. Indeks karies tinggi
3. Ukuran gigi kurang dari normal
5.Mahkota tiruan penuh metal-akrilik
Mahkota tiruan penuh metal-akrilik merupakan mahkota tiruan penuh
yang terbuat dari logam (sebagai coping/backing) yang dilapisi dengan
akrilik (sebagai facing).
1) Indikasi
1. Gigi dengan kebutuhan estetik, tapi juga butuh kekuatan restorasi
2. Pasien tidak alergi terhadap akrilik
3. Ukuran gigi normal atau lebih dari normal
2) Kontraindikasi
42
1. Pasien alergi terhadap akrilik
2. Ukuran gigi kurang dari normal
2.10 Aplikasi logam dalam kedokteran gigi :
1) crown
2) brige
3) pasak / implant
4) gtl /gtsl kerangka logam
5) inlay
6) onlay (anusavice, 2004)
2.10.1 manipulasi logam / prosedur casting
Casting adalah Pengecoran logam campur gigi ( dental alloy ) dalam
rangka pembuatan restorasi gigi dari logam (Baum, 2004)
Tahap-tahap yang dilalui :
a. Pembuatan model malam restorasi
b. Pemasangan sprue dan crucible former
c. Penanaman model pada bumbung tuang
d. Pemanasan bumbung tuang dan bahan tanam
e. Penuangan / pengecoran / casting
2.10.2 Model malam dapat dipasang sprue secara langsung dan tidak langsung.
1) langsung à sprue menghubungkan model langsung dengan
crucible former
misal: pada restorasi mahkota, inlay, onlay.
2) tidak langsung à sprue menghubung-kan model dengan crucible
former malalui penghubung atau batang cadangan
misal: pada restorasi jembatan. (Craig, 1979)
43
1. Sprue/Pin Sprue
Sprue adalah saluran yang mana akan dilalui logam cair yang mengalir ke
cetakan (mould) yang ada pada bumbung tuang (cincin cor / casting ring) setelah
model malamnya dibuang. (Craig, 1979)
2. Bumbung Tuang / Casting Ring
1) Bumbung tuang terbuat dari logam padat
a. perlu sesuatu untuk memungkinkan terjadinya ekspansi bahan tanam
b. diberi pelapik dari :
a. asbes ( sudah jarang dipakai karena potensi karsinogenik )
b. keramik aluminium silikat
c. selulose ( kertas )
2) ekspansi bahan tanam ini diperlukan untuk mengimbangi kontraksi
logam saat membeku . (Craig, 1979)
2.10.3 Prosedur Penanaman
1. Model malam harus bersih dari kotoran, debu dan minyak
a. perlu pembersih model malam komersial atau detergen cair
b. dibiarkan mengering.
c. mengurangi tegangan permukaan model malam
d. pembasahan oleh bahan tanam akan lebih baik
e. perlekatan yang sempurna pada bagian model yang kecil dan tipis
2. Pengadukan bahan tanam :
Pengadukan secara mekanis dan hampa udara akan menghilangkan
gelembung udara yang timbul selama pengadukan. (Craig, 1979)
44
2.10.4 Penanaman / pemendaman model malam
1) Seluruh model malam diulasi dengan selapis bahan tanam.
2) Bumbung tuang ditempatkan pada crucible former, lalu bahan tanam
dituang sedikit demi sedikit diatas vibrator.
3) Diisi sampai penuh dan diratakan setinggi bumbung tuang .
4) Bahan tanam akan setting dan mengeras setelah waktu tertentu. (sekitar 1
jam untuk sebagian besar bahan gipsum dan fosfat)
5) Siap dilakukan pembakaran.
6) Kalau tidak langsung dilakukan pengecoran sebaiknya disimpan dalam
humidor dengan kelembaban 100%. (Craig, 1979).
2.10.5 Prosedure Pengecoran
1) Crucible & sprue dilepas dengan hati-hati
2) Semua kotoran pada lubang masuk dibersihkan
3) Pemanasan
4) Jarak waktu tuang yang diperbolehkan
5) Mesin tuang / mesin cor / casting machine
6) Crucible tuang
7) Mencairkan logam campur / alloy
8) Membersihkan tuangan (Craig, 1979)
2.10.6 Finishing
Penyelesaian hasil tuangan
Tujuan : mengkaluskan permukaan hasil tuangan
Cara :
1. bersihkan sisa bahan tanam (disikat, ultrasonic cleaner)
2. memotong sprue dengan separating disc
3. memotong bintil-bintil pada permukaan hasil tuangan (bila ada)
dengan stone. (Craig, 1979)
45
2.10.7 Pemulasan
Tujuan : menghaluskan dan mengkilapkan permukaan hasil tuangan
Cara :
1. menggunakan rubber wheel, rubber cone
2. dikilapkan dengan gold rouge. (Craig, 1979)
2.11. Stainless Steel Crown
2.11.1. Definisi
Stainless steel crown merupakan mahkota logam yang dibuat oleh pabrik dalam
berbagai ukuran dan mempunbyai bentuk anatomis sesuai dengan gigi asli.
Materialnya mengandung 18% chromium dan 8% nikel. Adanya chromium
mengurangi korosi logam. Disamping sebagai retainer pada beberapa kasus, SSC
menjadi bahan restorasi pilihan perawatan gigi sulung dengan kerusakan gigi yang
luas karena dapat menutupi seluruh mahkota gigi dan membentuk kembali bentuk
anatomi gigi serta lebih lama dibandingkan restorasi lainnya.
Preformed stainless steel Crown à mahkota dari baja tahan karat atau alloy nikel
khrom yang siap dipakai dan dapat diperoleh dalam berbagai ukuran dan bentuk
dan sebelum dipasang kalau perlu konturnya dapat diperbaiki dan dipaskan
dahulu. Dipakai sebagai restorasi semi-prmanen pada gigi sulung dan sebagai alat
sementara pada gigi permanen.
2.11.2. Jenis dan Macamnya
Ada dua macam SSC, diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Festooned : dengan merk Ni-cr primary crown, keluaran ion -3M (USA)
adalah metal crown yang sudah dibentuk menurut anatomis gigi, baik kontour
oklusal, bukal/ lingual, proksimal dan tepi servikal. Penyelesaian preparasi
SSC jenis fetooned ini tinggal membentuk/ menggunting permukaan servikal
mahkota tersebut
46
b. Unfestooned: dengan merk Sun-platinum, keluaran sankin, jepang adalah
metal crown yang telah dibentuk permukaan oklusal saja sedangkan bagian
bukal/ lingual dan servikal harus dibentuk dengan tang khusus. Kedua macam,
bentuk mahkota harus dimanipulasi agar tetap baik marginalnya.
2.11.3. Indikasi
SSC banyak digunakan dalam perwatan gigi anak anak karena banyak
keuntungannya. SSC merupakan suatu bahan restorasi yang ideal untuk mencegah
kehilangan gigi susu secara prematur
a. Kerusakan yang meluas pada gigi susu. Sangat efektif untuk perawatan
karies rampan atau frekuensi kariesnya tinggi.
b. Gigi yang mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan.
Kelainan hipoplastik akan merusak permukaan oklusal dari gigi molar 1
susu jika dijumpai adanya ganguan sistemik. Misalnya pada kasus
amelogenesis imperfekta dan dentinogenesis imperfekta akan merubah
morfologi gigi.
c. Gigi sesuadah perawatan saluran akar. pada gigi molar sulung setelah
pulpotomi dan perawatan saluran akar, yang terbaik adalah dibuatkan
restorasi dengan logam. Hal ini disebabkan karena tidak hanya struktur
jaringan gigi yang umumnya sudah rusak, tetapi dentin pada gigi yang non
vital lebih rapuh dan dapat menjadi fraktur oleh tekanan oklusal dari
kekuatan pengunyahan.
d. Sebagai pegangan dari space maintainer atau protesa
Misalnya pada kasus gigi molar sisi (m2) yang berbentuk konus dan gigi
molar satu permanen (M1) pada umur muda, dimana selanjutnya akan
diganti dengan gold crown oleh karena pada umur tersebut morfologi
pulpa dan panjang mahkota gigi secara klinis mungkin menghalangi
penggunaaan gold crown. Pada kasus bruxism yang berat, gigi mungkin
47
mengalami abrasi sehingga SSC dibutuhkan untuk mengembalikan
vertikal dimensi yang mencegah kerusakan pulpa akibat trauma.
e. Untuk mengoreksi single crossbite anterior pada gigi susu.
Mahkota dipasangkan terbalik pada gigi anterior atas ± 2 minggu sampai
maloklusi terkoreksi.
2.11.4. Teknik Preparasi Gigi
1. Preparasi gigi anterior
a. Pengukuran materi gigi. Menggunakan kaliper
b. Pembuangan seluruh jaringan keras dengan menggunakan
eskavator
c. Mengurangipermukaan proksimal. Kurang lebih 0,5-1,0 mm
d. Mengurangi permukaan insisal. Dikurangi 1-1,5 mm
e. Mengurangi permukaan palatal. Mengurangi permukaan palatal 0,5
mm jika pada kasusu openbite, gigi tidak perlu dipreparasi.
f. Mengurangi permukaan labial. 0,5-1,0 mm cukup membuang
karies dan tidak membuang undercut
g. Penghalusan pinggir pinggir yang tajam. Mengakibatkan crown
sukar beradaptasi dengan gigi.
h. Perlindungan pulpa. Dilakukan pembuangan jaringan keras karies
mencapai dentin yang dalam, sebaiknya ditutupi dengan kalsium
hidroksida yang berfungsi untuk melindungi pulpa.
2. Preparasi gigi posterior
a. Pengukuran materi gigi, dengan kaliper
b. Pembuangan seluruh jaringan karies, dengan round bur atau
eskavator
c. Mengurangi permukaan oklusal, kedalaman 1-1,5 mm dengan
tapered diamond bur
d. Mengurangi permukaan proksimal
48
e. Mengurangi permukaan bukal dan lingual. Sedikit sampaike
gingival margin dengan kedalaman lebih kurang 1-1,5 mm.
f. Perlindungan pulpa.
2.11.5. Langkah langkah persiapan SSC sebalum dipasang
a. Pemilihan ukuran SSC. SSC dipilih sesuai jarak mesio distal gigi
susu sebalum dipreparasi. Jika jarak mesio distal gigi yang akan
dipreparsi tidak dapat diukur, dapat diambil gigi tetangga bagian
mesial. Jika gigi tetangga tidak ada, dapat diambil ukuran dari gigi
yang kontralateral pada satu rahang. Ukuran crown yang dipilih harus
cukup besar untuk disisipkan diantara gigi dibawah gingival margin
dan sedikit bisa berotasi.
b. Pemotongan SSC
Tekan SSC ke ginggiva: bila terlalu tinggi atau rendah maka oklusi
tidak baik, dan bila terlalu besar atu kecil, SSC tidak dapat memasuki
sulkus ginggiva. Tentukan kelebihan SSC kemudian buang dengan
stone bur atau potong dengan gunting, perhatikan pada pemotongan
bagian servikalnya.
c. Pembentukan SSC. Diperlukan tang khusus, bagian servikal
harus benar menempel pada posisi gigi untuk mendapatkan retensi
yang maksimal.
d. Penghalusan SSC. Merupakan langkah terakhir dan penting jika
SSC sesuai. Permukaan kasar akan mengiritasi ginggiva dan
memudahkan penumpukan plak. Agar bagian margin tidak mengiritasi
pulpa maka dihaluskan dan dilicinkan dengan stone bur/ rubber whell.
e. Pemasangan SSC. Setelah gigi yang dipreparasi, SSC
dipersiapkan, gigi dikeringkan dan disolasi dengan gulungan kapas,
saliva ejektor dipasang agar gigi tetap kering dan bebas dari saliva.
Dilakukan penyemenan misalnya semen polikarboksilat, dan jika
49
sudah mengeras ,bersihkan semua kelebihan bahan terutama pada
celah ginggiva dan daerah interdental papil dengan menggunakan
skeler.
2.11.6. Keuntungan dan kerugian
1. Keuntungan SSC adalah:
1) kerja lebih cepat, oleh karena mahkota SSC sudah tersedia sesuai
dengan ukuran dan bentuk gigi
2) Lebih tahan lama oleh karena terbuat dari logam
3) SSC dapat diselesaikan dalam 1 kali kunjungan, hal ini sangat baik
teruatama untuk anak anak
2. Kekurangan SSC, diantaranya adalah:
1) Estetis kurang baik, karena warna mahkota tidak sesuai dengan
warna gigi asli. Untuk mengatasinya,maka pada bagian bukalnya
digunting dan d buatkan jendela yang kemudian jendela terebut
diisi/ ditambal dengan bahan yang warnanya sama dengan gigi
misalnya self curing acrylic dan resin komposi.
2) Mudah terjadi penumpukan plak disekeliling sehingga dapat
menyebabkan inflamasi ginggiva (pedodonsia terapan).
2.12. Korosi
Pada sebagian besar keadaan, korosi tidak diinginka. Di dalam praktek
dokter gigi, korosi disekitar tepi restorasi amalgam gigi dapat bermanfaat karena
produksi korosi cenderung menutup celah bagian tepi dan menghambat masuknya
cairan mulut serta bakteri. Beberapa logam dan logam campur tahan terhadap
korosi baik karena kandungan ‘logam mulianya’ atau karena terbentuknya lapisan
perlindungan permukaan(Anusavice,2003).
Korosi adalah proses kimia atau elektrokimia melalui logam yang
diserang oleh bahan alam, seprti air dan udara, yang menghasilkan pelarutan
sebagian atau menyeluruh, kerusakan, atau melemahnya substansi yang padat.
50
Walaupun kaca dan bahan nonlogam lainnya rentan terhadap degradasi
lingkungan, logam pada umumnya lebih rentan terhadap serangan semacam itu
karena reaksi elektrokimia(Anusavice,2003).
Contoh paling umum dari korosi adalah terbentuknya karat dari besi,
suatu reaksi kimia yang kompleks dimana zat besi berkombinasi dengan oksigen
di dalam udara dan air untuk memmbentuk oksida besi yang terhidrasi. Oksida ini
padat, poros lebih tebal, lebih lemah, serta lebih rapuh daripada logam asalnya.
Ada empat metode yang dapat digunakan untuk mencegah korosi besi :
1. Menutupinya dengan penutup permukaan yang tidak tembus, seperti
minyak atau cat sehingga udara dan air tidak dapat mencapainya .
2. Menutupinya dengan bahan, seperti seng yang bereaksi dengan substansi
pengorosu secara lebih mudah dibandingkan dengan besi sehingga dapat
melindungi besi tersebut.
3. Melukukan electroplating dari permukaan dari unsur yang tahan terhadap
korosi.
4. Mencampur besi dengan kromium sehingga tahan secara kimia terhadap
korosi. Pencampuran merupakan metode yang paling memuaskan, tetapi
paling mahal. (Anusavice,2003)
2.12.1. Penyebab Karat dan Korosi
Karat adalah proses dimana kecerahan permukaan logam menjadi buram atau
berubah warna karena terbentuknya lapisan kimia, seperti sulfide dan oksida ().
Karat harus dibedakan dengan korosi. Meskipun perbadaan teknisnya
jelas, secara klinis sulit membedakan kedua fenomena ini dan istilah tersebut
sering digunakan secara bergantian pada literature gigi(Anusavice,2003).
Karat tanpak sebagai perubahan warna permukaan pada logam atau juga
sebagai kehilangan kecil atau perunbahan dari permukaan akhir atau kilap
permukaan. Pada rongga mulut, karat sering terjadi karena pembentukan deposit
keras dan lunak pada permukaan restorasi. Kalkulus adalah deposit yang sangat
51
keras dan warnanya bervariasi dari kuning muda sampai coklat. Deposit lunak
adalah plak dan lapisan yang terutama terdiri atas mikro-organisme dan musin.
Noda atau perubahan warna timbul dari bakteri yang menghasilkan pigmen, obat
yang mengandung bahan kimia, seperti besi dan merkuri, dan debris makanan
yang terabsorbsi (Anusavice,2003).
Walaupun deposit semacam itu merupakan penyebab utama dari karat dari
rongga mulut, perubahan warna juga daapt terjadi pada logam karena
pembantukan lapisan tipis, seperti oksida, sulfide, klorida. Fenomena ini dapat
menjadi satu – satunya deposit sederhana pada permukaan, dan lapisan semacam
ini bahkan dapat bersifat melindungi. Meskipun demikian, lapisan ini biasanya
merupakan indikasi awal dari korosi (Anusavice,2003).
Secara spesifik, korosi tidak hanya merupakan deposit permukaan, tetapi
benar – benar kerusakan dari logam akibat reaksi dari lingkugan. Seringkali,
khususnya pada permukaan yang mendapat tekanan atau logam dengan
ketidakmurnian antargranular atau dengan produksi korosi yang tidak menutupi
seluruh subtract logam. Kecepatan serangan korosi akan meningkat dengan
berjalannya waktu. Pada saatnya, sserangan korosi yang sangat terlokalisir dapat
meninnbulkan kerusakan mekanis yang cepat dari struktur mrskipun kehilngan
bahan yang nyata hanya kecil saja (Anusavice,2003).
Desintegredasi dari logam ini dapat terjadi melalui aksi cairan : asam,
atmosfer, atau larutan basa, dan bahan kimia tetentu. Karat sering merupakan awal
korosi (Anusavice,2003).
Lapisan yang terdeposit akan menimbulkan karat sehingga dapat membentuk
atau menumpuk unsur atau senyawa yang menyerang permukaan logam secara
kimia. Berbagai sulfide, seperti hydrogen dan ammonium sulfide akan
meninbulkan korosi pada perak, tembaga, merkuri, dan logam-logam serupa yang
ada di dalam logam campur dan amalgam gigi (Anusavice,2003).
Selain itu, air, oksigen, dan ion klorida ada dalam saliva dan ikut berperan
pada serangan korosi. Berbagai aasam seperti fosforik, asetik, dan laktik juga ada
52
sepanjang waktu. Pada konsentrasi dan pH yang tepat asam – asam ini
menimbulkan korosi (Anusavice,2003).
Ion – ion khusus dapat berperan penting pada korosi logam – logam tertentu.
Sebagai contoh, oksigen dan klorin dikaitkan dengan korosi amalgam pada antar-
muka gigi dan pada bahan logam campur. Sulfur barangkali merupakan ion yang
paling nyata peranannya pada pembentukan karat permukaan pada logam campur
cor yang mengandung perak, walaupun klorida juga diidentifikasi sebagai faktor
ytang ikut berperan di sini (Anusavice,2003).
2.12.2. Macam-Macam Korosi Dalam Kedokteram Gigi
1. Korosi Kreviks
Korosi yg dipercepat pada tempat-tempat yg sempit disebabkan oleh
proses elektrokimia yg terlokalisir dan perubahan kimia, seperti
pengasaman dan berkurangnya kandungan oksigen. Korosi kreviks umum
terjadi jika ada kebocoran antara restorasi dan gigi, dibawah pelikel, atau
dibawah deposit permukaan yg lain.
2. Korosi Galvanik
Serangan yg makin cepat terjadi pada logam yg kandungan logam
mulianya lebih keceil bila berkontak secara elektrik dangan logam yg
berbeda secara elektrokimia pada lingkungan dimana ada cairan korosif
3. Korosi Celah
Korosi yg sangat terlokalisir, yang terjadi pada logam dasar seperti besi,
nikel, dan kromium yg dilindungi oelh lapisan tipis dan alami dari oksida.
Bila ada klorida pada lingkungan tersebut, lapisan pelindung akan pecah
ditempat-tempat tertentu dan akan terjadi kelarutan yang cepat dari logam
dibawahnya yg berbentuk celah
4. Korosi Stress
Degredasi melalui kombinasi dari strees mekanis dan lingkungan korosif,
biasanya dalam bentuk retak (Anusavice,2003).
53
2.12.3. Klasifikasi Korosi
Fenomena yang sesungguhnya dari korosi sering kali rumit dan tidak
dipahami secara menyeluruh. Makin homogeny logam dan makin rumit
lingkungannya, makin rumit pula proses korosinya.. komposisi, keadaan fisik,
dan kondisi permukaan logam, juga komponen kimia dari media sekitar ikut
menentukan sifat dari reaksi korosi. Variable penting lainnya yang mempengaruhi
proses korosi adalah temperature, fluktuasi temperature, gerak atau sirkulasi dari
medium yang berkontak dengan permukaan logam, dan sifat kelarutan dari
produk korosi. Diluar dari semua kompleksitas ini, jika mekanisme umum dari
korosi dipahami, biasanya kita dapat memahami variable tertentu pada keadaan
korosi tertentu (Anusavice,2003).
Ada dua jenis umum reaksi korosi, salah satu tipe disebut korosi kimia,
dimana ada kombiansi langsung dari logam dan nonlogam. Tipe ini terjadi melalui
oksidasi, halogenasi, atau reaksi sulfurisasi. Contoh yang baik dari tipe korosi iini
adalah perubahan warna dari perak oleh sulfur. Pembentukan sulfide perak pada
reaksi ini adalah reaksi kimia. Sulfide perak tampaknya merupakan produk korosi
utama dari logam campur emas yang mengandung perak. Korosi semacam ini
juga disebut sebagai korosi kering karena terjadi pada keadaan tidak ada air atau
elktrolit cairan lainnya (Anusavice,2003).
Contoh lain adalah oksidasi dari pertikel – pertikel logam campur yang
digunakan pada pembuatan amalgam gigi. Logam ini mengandung fase perak –
tembaga eutetik dan oksidasinya membatasi reaksivitasnya terhadap merkuri
sehingga mempengaruhi amalgaminasi. Itulah mengapa sangat penting untuk
menyimpan logam campur pada tempat yang kering dan dingin untuk menjamin
umurnya yang memadai (Anusavice,2003).
Korosi kimia jarang terisolasi dan hamper selalu disertai dengan tipe korosi
kedua yang disebut korosi elktrokimia. Tipe korosi ini juga disebut korosi basah
karena memerlukan adanya airt atau elktrolit cairan lainnya. Juga memerlukan
54
jalur untuk perpindahan electron, suatu arus listrik, agar proses ini berlanjut
(Anusavice,2003).
BAB III
KONSEP MAPPING
NOBLE METAL
SIFAT
LOGAM CAMPUR KG
KOMPOSISI
BASE METAL
55
BAB IV
PEMBAHASAN
Logam campur dapat diklasifikasikan menurut (1)penggunaan (digunakan
sebagai inlay penuh,mahkota jembatan, restorasi logam keramik, gigi tiruan
sebagaian lepasan, dan implant); (2) unsure utama (emas, palladium, perak, nikel,
kobalt, atau titanium) ; (3) kandungan logam mulianya (sangat mulia, mulia ,atau
domain logam dasar) ; (4) tiga unsur utama (emas – palladium - perak, palladium
– perak - timah, nikel – kromium - berilium, kobalt – kromium - molibbdenum,
titanium-alumunium-vanadium,besi-nikel-kromium); dan (5) system fase yang
domain (isomorfus [fase tunggal], eutetik peritetik, atau antar logam)
(Anusavice,2003).
Jika ada dua unsure, akan terbentuk dua logam campur binner; jika ada tiga
atau empat logam campur akan terbentuk logam campur terrner atau kuarter, dan
seterusnya.dengan meningkatkan elemen lebih dari dua, struktur yang terbentuk
akan lebih komplek. Oleh sebab itu, hanya logam campur biner yang akan
dibicarakan secara rinci pada bagian ini (Anusavice,2003).
Penelitian terhadap 1000 pemilik laboratorium gigi pada tahun 1978
mengungkapkan bahwa hanya 29% dari mereka yang menggunakan logam
campur Ni-Cr atau Co-Cr untuk resotarasi logam cor. Pada tahun 1980 dan 1981,
presentasi laboratorium yang menggunakan logam campur logam dasar ini
APLIKASI
MANIPULASI
INDIKASIKONTRAINDIKASI
55
56
meningkat menjadi 66% dan 70% karena tidak stabilnya harga logam mulia pada
saat itu. Presentasi logam dasar yang digunakan di bidang kedokteran gigi telah
menurun sejak tahun 1981 dan 1995. Sebagian besar laboratorium gigi lebih
memilih logam campur Ni-Cr dibandingkan NI-Co-Cr (Anusavice,2003).
Teknisi laboratorium kadang –kadang atau selalu berkontak dengan debu
yang mengandung berilium dan nikel dalam konsentrasi tinggi dan uap berilium.
Meskipun konsentrasi berilium di dalam logam campur gigi jarang melebihi 2%
berat, jumlah uap berilium yang dilepaskan ke ruangan selama pencairan logam
campur cukup banyak untuk periode yang lama. Sebenarnya, potensi bahaya dari
berilium harus didasrkan pada konsentrasi atomnya dan bukan konsentrasi
beratnya di dalam sebuah logam campur (Anusavice,2003).
Risiko kontak dengan uap berilium terbesar yang di alami teknisi gigi adalah
selama pencairan logam campur, terutama jika tidak ada system pembuangan dan
penyaringan udara. The Occupational Health and Safety Administration (OSHA)
menetapkan bahwa dengan debu berilium di udara harus dibatasi sampai
konsentrasi 2µg/m³ udara (untuk partikel-partikel yang bisa dan tidak terhirup)
ditetapkan dalam liputan selama 8 jam. (Anusavice,2003).
Pada tahun 1927, the bureau of standards ( sekarang the national institute of
standards and tecnology) menetapkan logam campur emas cor Tipe I sampai IV
menurut fungsinya dalam kedokteran gigi, dengan kekerasan yang meningkat dari
Tipe I sampai ke Tipe IV. Berdasarkan spesifikasi ADA No. 5 yang direvisi tahun
1989, empat logam campur berikut ini diklasifikasikan menurut sifat-sifatnya dan
bukan menurut komposisinya (Anusavice, 2004).
Tipe I ( lunak)- inlai kecil, mudah diadaptasi (burnish), dan hanya
mendapat sedikit tekanan. Tipe II ( sedang) – inlai yang terkerna tekanan sedang,
termasuk mahkota tiga perempat yang tebal , abutmen, pontik, dan mahkota
penuh.
Tipe III( keras) – Inlai yang terkena tekanan besar , termasuk mahkota tiga
perempat yang tipis, backing logam cor yang tipis, abutment, pontik, mahkota
51
57
penuh, basis gigi tiruan , serta gigi tiruan sebagian cekat yang pendek. Beberapa
logam campur emas Tipe III biasanya semakin keras dengan bertambahnya usia,
terutama yang mengandung tembaga sekurangnya 8% Wt. Tipe IV (sangat keras)
– inlai yang terkena tekanan yang sangat besar, termasuk lempeng basis dan
cengkeram gigi tiruan, gigi tiruan sebagian rangka logam, dan gigi tiruan sebagian
cekat yang panjang. Komposisi logam campur ini biasanya terdiri atas sebagian
besar emas atau perak; logam campur emas dapat mengeras menirit pertambahan
usia melelui teknik pemanasan yang sesuai.
Logam campur Tipe I dan II sering disebut sebagai logam campur inlai.
Perkembangan bahan-bahan restorasi langsung dan tidak langsung yang modern
dan berwarna seperti gigi telah menghapus penggunaan logam campur Tipe I dan
II. Logam campur tradisional Tipe III dan IV biasanya disebut logam campur
mahkota dan jembatan, meskipun logam campur Tipe IV kadang-kadang juga
digunakan untuk menerima tekanan besar, misalnya gigi tiruan sebagian lepasan
rangka logam (Anusavice, 2004).
Pemanasan Logam Campur Sangat Mulia dan Logam Mulia. Logam
campur emas dapat diperkeras cukup besar jika logam campur mengandung
tembaga dalam jumlah yang cukup. Logam campur Tipe I dan II biasanya tidak
mengeras, atau mengeras dalam tingkat yang lebih rendah daripada Tipe III dan
IV. Mekanisme yang sebenarnya dalam pengerasan mungkin merupakan hasil dari
beberapa perubahan kepadatan yang berbeda-beda. meskipun mekanismenya yang
sesungguhnya masih diragukan, kriteria keberhasilan pengerasan adalah waktu
dan temparatur (Anusavice, 2004).
Logam campur yang dapat dikeraskan, tentu saja dapat dilunakkan.
Didalam terminologi metarlugi, pemanasan untuk melunakkan disebut tindakan
panas untuk mencairkan (Anusavice, 2004).
Pemanasan Untuk Melunakkan. Logam cor ditempatkan didalam tungkuh
elekrik selama 10 menit pada temparatur 700 0 C (1292 0 F) kemudian dicelupkan
kedalam air. selama periode ini, semua fase pertengahan dianggap sudah berubah
58
menjadi cairan padat yang tidak beraturan, dan pencelupan yang cepat mencegah
terjadinya pengerutan selama pendinginan. kekuatan tarik, batas proposional dan
kekerasan akan berkurang oleh tindakan seperti itu, tetapi kelenturaqnnya
meningkat (Anusavice, 2004).
Pemanasan untuk melunakkan dianjurkan untuk struktur yang akan
digerus, dibentuk, atau dimanipulasi dalam keadaan dingin baik di dalam maupun
diluar mulut. Meskipun temparatur 700 celsius adalah suhu pelunakan yang rata-
rata memadai, masing-masing logam campur mempunyai temparatur optimal, dan
pabrik pembuatan seharusnya mencantumkan temperatur dan waktu yang
diinginkannya (Anusavice, 2004).
Pemanasan untuk Mengeraskan. Pengerasan usia atau pemanasan untuk
mengeraskan logam campur dapat dilakukan dengan beberapa cara. Salah satunya
yang paling praktis adalah dengan merendam atau men-tua-kan logam cor pada
temperatur tertentu untuk jangka waktu tertentu , biasanya 15 sampai 30 menit,
sebelum dicelupkan kedalam air. Suhu penuaan tergantung pada komposisi logam
campur tetapi pada umumnya di antar 200 0 C (400 0 F) dan 450 0 C (840 0 F) .
waktu dantemperatur yang tepat umumnya di cantumkan oleh pabrik pembuatnya
(Anusavice, 2004).
Idealnya sebelum logam campur dipanaskan untuk mengerakan , harus
mengalami tindakan pemanasan untuk melunakan agar semua tegangan
pengerasan yang ada bisa dihilangkan, dan agar tindakan pemanasan untuk
nmengeraskan dapat dimulai dengan logam campur yang berada dalam keadaan
cairan padat yang tidak beraturan. Jika ini tidak dilakukan, proses pengerasan
tidak terkontrol dengan benar, karena keneikan kekuatan, batas proporsional dan
kekerasan, serta penurunan kelenturan dikendalikan oleh jumlah perubaham
kepadatan yang terjadi. sementara perubahan kepadatan dikendalikan oleh
temperatur dan waktu dari tindakan pemanasan untuk pengerasan (Anusavice,
2004).
Karena batas proporsional meningkat selama pemanasan untuk
59
pengerasan , dapat diperkirakan terjadinya b peningkatan yang cukup besar pada
modulus resilien. Tindakan pemanasan untuk mengeraskan dianjurkan untuk gigi
tiruan sebagiaqn dari logam, sadel, jembatan dan struktur-struktur sejenisnya.
Untuk struktur yang kecil seperti inlai biasanya tidak dilakukan pemanasan untuk
pengerasan (Anusavice, 2004). Kekuatan luluh, batas proporsional, dan batas
elastisitas, semuanya mengukur sifat yang pada dasarnya sama .Sifat ini
mencerminkan kemampuan sebuah logam campur untuk menahan tekanan
mekanis tanpa mengalami perubahan bentuk yang menetap. pada umumnya
kekuatan luluh meningkat dari logam campur Tipe I ke Tipe IV. Tindakan
pemanasan untuk mengeraskan akan meningkat kekuatan luluh( dalam suatun
kasus meningkat hampir 100%) (Anusavice, 2004).
Nilai kekerasan untuk logam campur logam mulia berkolerasi dengan
kekuatan luluh. menurut tradisi, angka kekerasan digunakan untuk menunjukkan
kecocokan sebuah logam campur untuk jenis penggunaan klinis tertentu
(Anusavice, 2004).
60
BAB 5
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Logam dalam di kedokteran gigi sampai sekarang masih tetap digunakan
untuk bahan restorasi. Banyak bahan restorasi dalam kedokteran gigi ada
bahan restorasi plastis dan non plastis. Banyak pertimbangan dilihat dari
indikasi dan kontraindikasi untuk menentukan bahan restorasi apa yang akan
di gunakan pada pasien.
5.2 Saran
Banyaknya jenis logam yang dapat digunakan dalam dunia kedokteran gigi
dengan fungsi dan kandungan yang berbeda-beda kerap kali membuat dokter
gigi bingung menentukan bahan logam apa yang tepat untuk perawatan
pasiennya. Dengan memahami lebih dalam tentang jenis, fungsi dan sifat-sifat
dari logam yang digunakan dalam kedokteran gigi diharapkan untuk
mahasiswa kedokteran gigi ataupun dokter gigi dapat memberikan pilihan
yang tepat bahan logam yang digunakan untuk kepentingan perawatan
pasiennya.
61
DAFTAR PUSTAKA
Baum, Lloyd. 1997. Buku Ajar Ilmu Konservasi Gigi Edisi 3. EGC: Jakarta
Craig, Robert G. 1979. Dental Materials. London: Mosby Company
McCabe JF, Walls AWG, 2008, 9th ed, Applied Dental Materials, Munksgaard :
Blackwell, Chapter 21.
ocw.usu.ac.id/course/download/.../pdi705_slide_stainless_steel_crown.pdf
Phillips, Buku Ajar Ilmu Bahan Kedokteran Gigi, edisi 10,oleh kenneth j.
anusavice, 2004
61
62