BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 DEMAM 2.1.1 Definisi...

18
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 DEMAM 2.1.1 Definisi Demam Demam adalah kenaikan suhu tubuh di atas normal. Bila diukur pada rektal >38°C (100,4°F), diukur pada oral >37,8°C, dan bila diukur melalui aksila >37,2°C (99°F). (Schmitt, 1984). Sedangkan menurut NAPN (National Association of Pediatrics Nurse) disebut demam bila bayi berumur kurang dari 3 bulan suhu rektal melebihi 38° C. Pada anak umur lebih dari 3 bulan suhu aksila dan oral lebih dari 38,3° C. Demam mengacu pada peningkatan suhu tubuh yang berhubungan langsung dengan tingkat sitokin pirogen yang diproduksi untuk mengatasi berbagai rangsang, misalnya terhadap toksin bakteri, peradangan, dan ransangan pirogenik lain. Bila produksi sitokin pirogen secara sistemik masih dalam batas yang dapat ditoleransi maka efeknya akan menguntungkan tubuh secara keseluruhan, tetapi bila telah melampaui batas kritis tertentu maka sitokin ini membahayakan tubuh. Batas kritis sitokin pirogen sistemik tersebut sejauh ini belum diketahui. (Sherwood, 2001). 2.1.2 Mekanisme Demam Sebagai respon terhadap rangsangan pirogenik, maka monosit, makrofag, dan sel-sel Kupffer mengeluarkan suatu zat kimia yang dikenal sebagai pirogen endogen IL-1(interleukin 1), TNFα (Tumor Necrosis Factor α), IL-6 (interleukin 6), dan INF (interferon) yang bekerja pada pusat termoregulasi hipotalamus untuk meningkatkan patokan termostat. Hipotalamus mempertahankan suhu di titik patokan yang baru dan bukan di suhu normal. Sebagai contoh, pirogen endogen meningkatkan titik patokan menjadi 38,9° C, hipotalamus merasa bahwa suhu normal prademam sebesar 37° C terlalu dingin, dan organ ini memicu mekanisme- mekanisme respon dingin untuk meningkatkan suhu tubuh (Ganong, 2002). Universitas Sumatera Utara

Transcript of BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 DEMAM 2.1.1 Definisi...

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEMAM

2.1.1 Definisi Demam

Demam adalah kenaikan suhu tubuh di atas normal. Bila diukur pada

rektal >38°C (100,4°F), diukur pada oral >37,8°C, dan bila diukur melalui aksila

>37,2°C (99°F). (Schmitt, 1984). Sedangkan menurut NAPN (National

Association of Pediatrics Nurse) disebut demam bila bayi berumur kurang dari 3

bulan suhu rektal melebihi 38° C. Pada anak umur lebih dari 3 bulan suhu aksila

dan oral lebih dari 38,3° C.

Demam mengacu pada peningkatan suhu tubuh yang berhubungan

langsung dengan tingkat sitokin pirogen yang diproduksi untuk mengatasi

berbagai rangsang, misalnya terhadap toksin bakteri, peradangan, dan ransangan

pirogenik lain. Bila produksi sitokin pirogen secara sistemik masih dalam batas

yang dapat ditoleransi maka efeknya akan menguntungkan tubuh secara

keseluruhan, tetapi bila telah melampaui batas kritis tertentu maka sitokin ini

membahayakan tubuh. Batas kritis sitokin pirogen sistemik tersebut sejauh ini

belum diketahui. (Sherwood, 2001).

2.1.2 Mekanisme Demam

Sebagai respon terhadap rangsangan pirogenik, maka monosit, makrofag,

dan sel-sel Kupffer mengeluarkan suatu zat kimia yang dikenal sebagai pirogen

endogen IL-1(interleukin 1), TNFα (Tumor Necrosis Factor α), IL-6 (interleukin

6), dan INF (interferon) yang bekerja pada pusat termoregulasi hipotalamus untuk

meningkatkan patokan termostat. Hipotalamus mempertahankan suhu di titik

patokan yang baru dan bukan di suhu normal. Sebagai contoh, pirogen endogen

meningkatkan titik patokan menjadi 38,9° C, hipotalamus merasa bahwa suhu

normal prademam sebesar 37° C terlalu dingin, dan organ ini memicu mekanisme-

mekanisme respon dingin untuk meningkatkan suhu tubuh (Ganong, 2002).

Universitas Sumatera Utara

Berbagai laporan penelitian memperlihatkan bahwa peningkatan suhu

tubuh berhubungan langsung dengan tingkat sitokin pirogen yang diproduksi

untuk mengatasi berbagai rangsang. Ransangan endogen seperti eksotoksin dan

endotoksin menginduksi leukosit untuk mengeluarkan pirogen endogen, dan yang

poten diantaranya adalah IL-1 dan TNFα, selain IL-6 dan IFN. Pirogen endogen

ini akan bekerja pada sistem saraf pusat tingkat OVLT (Organum Vasculosum

Laminae Terminalis) yang dikelilingi oleh bagian medial dan lateral nukleus

preoptik, hipotalamus anterior, dan septum palusolum. Sebagai respon terhadap

sitokin tersebut maka pada OVLT terjadi sintesis prostaglandin, terutama

prostaglandin E2 melalui metabolisme asam arakidonat jalur COX-2

(cyclooxygenase 2), dan menimbulkan peningkatan suhu tubuh terutama demam

(Nelwan dalam Sudoyo, 2006).

Mekanisme demam dapat juga terjadi melalui jalur non prostaglandin

melalui sinyal aferen nervus vagus yang dimediasi oleh produk lokal MIP-1

(machrophage inflammatory protein-1) ini tidak dapat dihambat oleh antipiretik

(Nelwan dalam Sudoyo, 2006).

Menggigil ditimbulkan agar dengan cepat meningkatkan produksi panas,

sementara vasokonstriksi kulit juga berlangsung untuk dengan cepat mengurangi

pengeluaran panas. Kedua mekanisme tersebut mendorong suhu naik. Dengan

demikian, pembentukan demam sebagai respon terhadap rangsangan pirogenik

adalah sesuatu yang disengaja dan bukan disebabkan oleh kerusakan mekanisme

termoregulasi (Sherwood, 2001).

2.1.3 Penyebab Demam

Demam merupakan gejala bukan suatu penyakit. Demam adalah respon

normal tubuh terhadap adanya infeksi. Infeksi adalah keadaan masuknya

mikroorganisme kedalam tubuh. Mikroorganisme tersebut dapat berupa virus,

bakteri, parasit, maupun jamur. Kebanyakan demam disebabkan oleh infeksi

virus. Demam bisa juga disebabkan oleh paparan panas yang berlebihan

(overhating), dehidrasi atau kekurangan cairan, alergi maupun dikarenakan

gangguan sistem imun (Lubis, 2009).

Universitas Sumatera Utara

2.1.4 Penerapan Klinis

Demam pada anak dapat diukur dengan menempatkan termometer ke

dalam rektal, mulut, telinga, serta dapat juga di ketiak segera setelah air raksa

diturunkan, selama satu menit dan dikeluarkan untuk segera dibaca (Soedjatmiko,

2005).

Menurut AAP (American Academy of Pediatrics) tidak menganjurkan lagi

penggunaan termometer kaca berisi merkuri karena kebocoran merkuri dapat

berbahaya bagi anak dan juga meracuni lingkungan.

Pengukuran suhu mulut aman dan dapat dilakukan pada anak usia di atas 4

tahun, karena sudah dapat bekerjasama untuk menahan termometer di mulut.

Pengukuran ini juga lebih akurat dibandingkan dengan suhu ketiak (aksila).

Pengukuran suhu aksila mudah dilakukan, namun hanya menggambarkan suhu

perifer tubuh yang sangat dipengaruhi oleh vasokonstriksi pembuluh darah dan

keringat sehingga kurang akurat. Pengukuran suhu melalui anus atau rektal cukup

akurat karena lebih mendekati suhu tubuh yang sebenarnya dan paling sedikit

terpengaruh suhu lingkungan, namun pemeriksaannya tidak nyaman bagi anak

(Faris, 2009). Pengukuran suhu melalui telinga (infrared tympanic) tidak

dianjurkan karena dapat memberikan hasil yang tidak akurat sebab liang telinga

masih sempit dan basah (Lubis, 2009).

Pemeriksaan suhu tubuh dengan perabaan tangan tidak dianjurkan karena

tidak akurat sehingga tidak dapat mengetahui dengan cepat jika suhu mencapai

tingkat yang membahayakan. Pengukuran suhu inti tubuh yang merupakan suhu

tubuh yang sebenarnya dapat dilakukan dengan mengukur suhu dalam

tenggorokan atau pembuluh arteri paru. Namun hal ini sangat jarang dilakukan

karena terlalu invasif (Soedjatmiko, 2005).

Menurut Breman (2009), adapun kisaran nilai normal suhu tubuh adalah

suhu oral antara 35,5°-37,5° C, suhu aksila antara 34,7°-37,3° C, suhu rektal

antara 36,6°-37,9° C dan suhu telinga antara 35,5°-37,5° C.

Suhu tubuh yang diukur di mulut akan lebih rendah 0,5-0,6° C (1° F) dari

suhu rektal. Suhu tubuh yang diukur di aksila akan lebih rendah 0,8-1,0° C (1,5-

Universitas Sumatera Utara

2,0°F) dari suhu oral. Suhu tubuh yang diukur di timpani akan 0,5-0,6° C (1°F)

lebih rendah dari suhu aksila (Soedjatmiko, 2005).

Seperti yang sudah disampaikan sebelumnya, demam mempunyai manfaat

melawan infeksi. Namun demam juga akan memberikan dampak negatif

diantaranya terjadi peningkatan metabolisme tubuh, dehidrasi ringan, dan dapat

membuat anak sangat tidak nyaman. Penanganan demam sebaiknya tidak hanya

berpatokan dengan tingginya suhu, tetapi apabila anak tidak nyaman atau gelisah

sehingga dapat mengganggu penilaian, demam perlu diobati (Faris, 2009).

Menurut Ismoedijanto (2000), tindakan umum penurunan demam adalah

diusahakan agar anak tidur atau istirahat agar metabolismenya menurun. Cukupi

cairan agar kadar elektrolit tidak meningkat saat evaporasi terjadi. Aliran udara

yang baik misalnya dengan kipas, memaksa tubuh berkeringat, mengalirkan hawa

panas ke tempat lain sehingga demam turun. Jangan menggunakan aliran yang

terlalu kuat, karena suhu kulit dapat turun mendadak. Ventilasi/regulasi aliran

udara penting di daerah tropik. Buka pakaian/selimut yang tebal agar terjadi

radiasi dan evaporasi. Lebarkan pembuluh darah perifer dengan cara menyeka

kulit dengan air hangat (tepid-sponging). Mendinginkan dengan air es atau

alkohol kurang bermanfaat (justru terjadi vasokonstriksi pembuluh darah),

sehingga panas sulit disalurkan baik lewat mekanisme evaporasi maupun radiasi.

Lagipula, pengompresan dengan alkohol akan diserap oleh kulit dan dihirup

pernafasan, dapat menyebabkan koma (Soedjatmiko, 2005).

Tindakan simptomatik yang lain ialah dengan pemberian obat demam.

Cara kerja obat demam adalah dengan menurunkan set-point di otak dan membuat

pembuluh darah kulit melebar sehingga pengeluaran panas ditingkatkan. Beberapa

golongan antipiretik murni, dapat menurunkan suhu bila anak demam namun

tidak menyebabkan hipotermia bila tidak ada demam, seperti: asetaminofen,

asetosal, ibuprofen (Ismoedijanto, 2000).

Demam <39°C pada anak yang sebelumnya sehat pada umumnya tidak

memerlukan pengobatan. Bila suhu naik >39°C, anak cenderung tidak nyaman

dan pemberian obat-obatan penurun panas sering membuat anak merasa lebih baik

(Plipat et al, 2002). Menurut Soetjatmiko (2005), obat antipiretik tidak diberikan

Universitas Sumatera Utara

jika suhu dibawah 38,3° C kecuali ada riwayat kejang demam. Pada dasarnya

menurunkan demam pada anak dapat dilakukan secara fisik, obat-obatan maupun

kombinasi keduanya. Pemberian obat-obat tradisional juga dipercaya dapat

meredakan demam. Obat-obatan tradisional yang berasal dari tanaman obat

(herbalis) ini tak kalah ampuhnya sebagai pengusir demam. Malah, obat-obatan

tradisional memiliki kelebihan, yaitu toksisitasnya relatif lebih rendah dibanding

obat-obatan kimia (Rahayu, 2008).

Menurut Faris (2009), sebaiknya orangtua mempertimbangkan untuk

menghubungi/mengunjungi dokter bila:

1. demam pada anak usia di bawah 3 bulan

2. demam pada anak yang mempunyai penyakit kronis dan defisiensi sistem imun

3. anak gelisah, lemah, atau sangat tidak nyaman

4. demam berlangsung lebih dari 3 hari (> 72 jam)

Petunjuk lainnya untuk membawa anak ke dokter tergambar dalam

pedoman yang diajukan oleh Rumah Sakit Anak di Cincinnati, tampilan anak

demam dibagi atas:

1. Tampilan baik :

a. anak bisa senyum, tidak gelisah, sadar, makan baik, menangis kuat namun

dapat dibujuk

b. tidak ada tanda-tanda dehidrasi

c. perfusi perifer baik, ekstremitas kemerahan dan hangat

d. tidak ada kesulitan bernafas

2. Tampilan sakit, mulai dipertimbangkan untuk ke dokter :

a. masih bisa tersenyum, gelisah dan menangis, kurang aktif bermain, nafsu

makan berkurang

b. dehidrasi ringan atau sedang

c. perfusi perifer masih baik

3. Tampilan toksik merupakan gambaran klinis yang sejalan dengan kriteria

sindrom sepsis antara lain letargi, tanda penurunan perfusi jaringan atau adanya

Universitas Sumatera Utara

hipo/hiperventilasi, atau sianosis, harus segera dibawa ke dokter (Soedjatmiko,

2005).

Menurut NAPN bahwa demam pada bayi di bawah 8 minggu harus

mendapat perhatian khusus dan mungkin membutuhkan perawatan rumah sakit.

Bila anak tampak baik, kemungkinan infeksi bakteri < 3%. Bila tampak sakit,

kemungkinan infeksi bakteri 26%, dan bila tampak toksik, kemungkinan infeksi

bakteri 92%.

Dianjurkan oleh AAP, bila anak berumur <2 bulan dengan suhu rektal

>37,9° C, bayi berumur 3-6 bulan dengan suhu >38,3° C atau berumur lebih >6

bulan dengan suhu >39,4° C, segera menghubungi dokter. Bila anak berumur >1

tahun, demam tetapi masih bisa makan, minum, tidur, dan bermain seperti biasa,

tidak perlu segera ke dokter, cukup dengan pengobatan di rumah oleh keluarga.

2.2 ANTIPIRETIK

Demam pada anak merupakan suatu keadaan yang sering menimbulkan

kecemasan, stres, dan fobia tersendiri bagi orangtua. Oleh karena itu, ketika anak

demam orangtua seringkali melakukan upaya-upaya untuk menurunkan demam

anak. Salah satu upaya yang sering dilakukan orangtua untuk menurunkan demam

anak adalah pemberian obat penurun panas/antipiretik seperti parasetamol,

ibuprofen, dan aspirin (Soedibyo, 2006).

Penelitian Crocetti menemukan 85% orangtua di Baltimore Maryland

membangunkan anaknya untuk memberikan antipiretik. Empat belas persen

orangtua memberikan asetaminofen dan ibuprofen secara selang seling. Di

Oldham Inggris hampir semua orangtua membangunkan anaknya pada malam

hari untuk memberikan antipiretik. Antipiretik yang digunakan sebagian besar

parasetamol (64%). Pada penelitian Kramer 53% orangtua membangunkan

anaknya untuk memberikan antipiretik. Antipiretik yang sering digunakan adalah

asetaminofen dan aspirin (Soedjatmiko, 2005).

Universitas Sumatera Utara

Antipiretik yang banyak digunakan dan dianjurkan adalah parasetamol,

ibuprofen, dan aspirin (asetosal) (Wilmana dan Gan, 2007). Oleh karena itu

antipiretik yang akan dibahas lebih lanjut ketiga jenis obat tersebut.

2.2.1 Parasetamol (Asetaminofen)

Parasetamol (asetaminofen) merupakan metabolit fenasetin dengan efek

antipiretik yang sama dan telah digunakan sejak tahun 1893. Efek anti inflamasi

parasetamol hampir tidak ada. Asetaminofen di Indonesia lebih dikenal dengan

nama parasetamol, dan tersedia sebagai obat bebas, misalnya Panadol®,

Bodrex®, INZA®, dan Termorex® (Wilmana dan Gan, 2007).

Efek analgesik parasetamol serupa dengan salisilat yaitu menghilangkan

atau mengurangi nyeri ringan sampai sedang. Parasetamol menurunkan suhu

tubuh dengan mekanisme yang diduga juga berdasarkan efek sentral. Parasetamol

merupakan penghambat prostaglandin yang lemah. Efek iritasi, erosi, dan

perdarahan lambung tidak terlihat pada obat ini, demikian juga gangguan

pernafasan dan keseimbangan asam basa (Wilwana dan Gan, 2007).

Parasetamol diberikan secara oral. Penyerapan dihubungkan dengan

tingkat pengosongan perut, konsentrasi darah puncak biasanya tercapai dalam 30-

60 menit. Parasetamol sedikit terikat pada protein plasma dan sebagian

dimetabolisme oleh enzim mikrosomal hati dan diubah menjadi sulfat dan

glikoronida asetaminofen, yang secara farmakologis tidak aktif. Kurang dari 5%

diekskresikan dalam keadaan tidak berubah. Metabolit minor tetapi sangat aktif

(N-acetyl-p-benzoquinone) adalah penting dalam dosis besar karena efek

toksiknya terhadap hati dan ginjal. Waktu paruh asetaminofen adalah 2-3 jam dan

relatif tidak terpengaruh oleh fungsi ginjal. Dengan kuantitas toksik atau penyakit

hati, waktu paruhnya dapat meningkat dua kali lipat atau lebih (Katzung, 2002).

Reaksi alergi terhadap parasetamol jarang terjadi. Manifestasinya berupa

eritema atau urtikaria dan gejala yang lebih berat berupa demam dan lesi pada

mukosa. Methemoglobinemia dan sulfhemoglobinemia jarang menimbulkan

masalah pada dosis terapi karena hanya kira-kira 1-3 % Hb yang diubah menjadi

met-Hb. Penggunaan sebagai analgesik dalam dosis besar secara menahun

Universitas Sumatera Utara

terutama dalam kombinasi berpotensi menyebabkan nefropati diabetik (Wilwana

dan Gan, 2007).

Akibat dosis toksik yang serius adalah nekrosis hati. Nekrosis tubuli

renalis serta koma hipoglikemik dapat juga terjadi. Hepatotoksisitas dapat terjadi

pada pemberian dosis tunggal 10-15 gram (200-250mg/kgBB) parasetamol.

Anoreksia, mual, dan muntah serta sakit perut terjadi dalam 24 jam pertama dan

dapat berlangsung selama seminggu atau lebih. Gangguan hepar dapat terjadi

pada hari kedua, dengan gejala peningkatan aktivitas serum transaminase, laktat

dehidrogenase, kadar bilirubin serum serta pemanjangan masa protrombin.

Kerusakan hati dapat mengakibatkan ensefalopati, koma, dan kematian.

Kerusakan hati yang tidak berat dapat pulih dalam beberapa minggu sampai

beberapa bulan (Katzung, 2002).

2.2.2 Ibuprofen

Ibuprofen adalah turunan sederhana dari asam fenilpropionat. Obat ini

bersifat analgesik dengan daya antiinflamasi yang tidak terlalu kuat. Efek

analgesiknya sama seperti aspirin. Efek antiinflamasinya terlihat dengan dosis

1200-2400 mg sehari (Katzung, 2002).

Absorpsi ibuprofen dengan cepat melalui lambung dan kadar maksimum

dalam plasma dicapai setelah 1-2 jam. Waktu paruh dalam plasma sekitar 2 jam.

99% ibuprofen terikat dalam protein plasma. Ibuprofen dimetabolisme secara

ekstensif via CYP2C8 (cytochrome P450, family 2, subfamily C, polypeptide 8)

dan CYP2C9 (cytochrome P450, family 2, subfamily C, polypeptide 9) di dalam

hati dan sedikit diekskresikan dalam keadaan tak berubah (Katzung, 2002). Kira-

kira 90% dari dosis yang diabsorpsi akan diekskresi melalui urin sebagai

metabolit/konjugatnya. Metabolit utama merupakan hasil hidroksilasi dan

karboksilasi (Wilmana dan Gan, 2007).

Ibuprofen merupakan turunan asam propionat yang berkhasiat sebagai

antiinflamasi, analgetik, dan antipiretik. Efek antiinflamasi dan analgetiknya

melalui mekanisme pengurangan sintesis prostaglandin. Efek ibuprofen terhadap

saluran cerna lebih ringan dibandingkan aspirin, indometasin atau naproksen.

Universitas Sumatera Utara

Efek lainnya yang jarang seperti eritema kulit, sakit kepala, trombositopenia, dan

ambliopia toksik yang reversibel. Penggunaan ibuprofen bersama-sama dengan

salah satu obat seperti hidralazin, kaptopril, atau beta-bloker dapat mengurangi

khasiat dari obat-obat tersebut. Sedangkan penggunaan bersama dengan obat

furosemid atau tiazid dapat meningkatkan efek diuresis dari kedua obat tersebut

(Wilmana dan Gan, 2007).

Dosis sebagai analgesik 4 kali 400 mg sehari tetapi sebaiknya dosis

optimal pada tiap orang ditentukan secara individual. Ibuprofen tidak dianjurkan

diminum oleh wanita hamil dan menyusui. Dengan alasan bahwa ibuprofen relatif

lebih lama dikenal dan tidak menimbulkan efek samping yang serius pada dosis

analgesik, maka ibuprofen dijual sebagai obat generik bebas dibeberapa negara

antara lain Amerika Serikat dan Inggris. Ibuprofen tersedia di toko obat dalam

dosis lebih rendah dengan berbagai merek, salah satunya ialah Proris® (Wilmana

dan Gan, 2007).

2.2.3 Aspirin

Aspirin atau asam asetilsalisilat adalah suatu jenis obat dari keluarga

salisilat yang sering digunakan sebagai analgesik (terhadap rasa sakit atau nyeri),

antipiretik (terhadap demam), dan antiinflamasi. Aspirin juga memiliki efek

antikoagulan dan digunakan dalam dosis rendah dalam tempo lama untuk

mencegah serangan jantung. Beberapa contoh aspirin yang beredar di Indonesia

ialah Bodrexin® dan Inzana® (Wilmana dan Gan, 2007).

Efek-efek antipiretik dari aspirin adalah menurunkan suhu yang

meningkat, hal ini diperantarai oleh hambatan kedua COX (cyclooxygenase)

dalam sistem saraf pusat dan hambatan IL-1 (yang dirilis dari makrofag selama

proses inflamasi). Turunnya suhu, dikaitkan dengan meningkatnya panas yang

hilang karena vasodilatasi dari pembuluh darah permukaan atau superfisial dan

disertai keluarnya keringat yang banyak (Katzung, 2002).

Aspirin merupakan obat yang efektif untuk mengurangi demam, namun

tidak direkomendasikan pada anak. Aspirin, karena efek sampingnya merangsang

lambung dan dapat mengakibatkan perdarahan usus maka tidak dianjurkan untuk

Universitas Sumatera Utara

demam ringan (Soedjatmiko, 2005). Efek samping seperti rasa tidak enak di perut,

mual, dan perdarahan saluran cerna biasanya dapat dihindarkan bila dosis per hari

lebih dari 325 mg. Penggunaan bersama antasid atau antagonis H2 dapat

mengurangi efek tersebut (Wilmana dan Gan, 2007).

Aspirin juga dapat menghambat aktivitas trombosit (berfungsi dalam

pembekuan darah) dan dapat memicu risiko perdarahan sehingga tidak dianjurkan

untuk menurunkan suhu tubuh pada demam berdarah dengue (Wilmana, 2007).

Pemberian aspirin pada anak dengan infeksi virus terbukti meningkatkan risiko

Sindroma Reye (Katzung, 2002)

2.3 KOMPRES DEMAM

Selain pemberian antipiretik, demam juga dapat diturunkan dengan

melakukan pengompresan. Hal ini dikarenakan manusia mempunyai komponen-

komponen dalam menjaga keseimbangan energi dan keseimbangan suhu tubuh.

Diantaranya adalah hipotalamus, asupan makanan, kelenjar keringat, pembuluh

darah kulit dan otot rangka. Dan juga manusia memiliki mekanisme untuk

menurunkan suhu tubuh apabila tubuh memperoleh terlalu banyak panas dari

aktifitas otot rangka atau dari lingkungan eksternal yang panas. Suhu tubuh harus

diatur karena kecepatan reaksi kimia sel-sel bergantung pada suhu tubuh dan

panas yang berlebihan dapat merusak protein sel (Sherwood, 2001).

Hipotalamus adalah pusat integrasi utama untuk memelihara

keseimbangan energi dan suhu tubuh. Hipotalamus berfungsi sebagai termostat

tubuh. Dengan demikian hipotalamus sebagai pusat integrasi termoregulasi tubuh,

menerima informasi aferen mengenai suhu di berbagai bagian tubuh dan memulai

penyesuaian-penyesuaian terkoordinasi yang sangat rumit dalam mekanisme

penambahan dan pengurangan suhu sesuai dengan keperluan untuk mengorekasi

setiap penyimpangan suhu inti dari patokan normal. Hipotalamus terus menerus

mendapat informasi mengenai suhu kulit dan suhu inti melalui reseptor-reseptor

khusus yang peka terhadap suhu yang disebut termoreseptor. Termoreseptor

perifer memantau suhu kulit diseluruh tubuh dan menyalurkan informasi

mengenai perubahan suhu permukaan ke hipotalamus. Suhu inti dipantau oleh

Universitas Sumatera Utara

termoreseptor sentral yang terletak di hipotalamus itu sendiri serta di susunan

saraf pusat dan organ abdomen (Sherwood, 2001).

Hipotalamus sangat peka. Hipotalamus mampu berespon terhadap

perubahan suhu darah sekecil 0.01ºC. Tingkat respon hipotalamus terhadap

penyimpangan suhu tubuh disesuaikan secara cermat, sehingga panas yang

dihasilkan atau dikeluarkan sangan sesuai dengan kebutuhan untuk memulihkan

suhu ke normal (Sherwood, 2001).

Di hipotalamus diketahui terdapat 2 pusat pengaturan suhu. Regio

posterior diaktifkan oleh suhu dingin dan kemudian memicu refleks-refleks yang

memperantarai produksi panas dan konservasi panas. Regio anterior yang

diaktifkan oleh rasa hangat memicu refleks-refleks yang memperantarai

pengurangan panas (Ganong, 2002). Sehingga pemberian kompres hangat

memberikan sinyal ke hipotalamus menyebabkan terjadinya vasodilatasi. Hal ini

menyebabkan pembuangan/kehilangan energi/panas melalui kulit meningkat

(berkeringat), diharapkan akan terjadi penurunan suhu tubuh sehingga mencapai

keadaan normal kembali. Pemberian kompres hangat ini dilakukan secara

berulang-ulang dan lakukan evaluasi suhu tubuh anak setelah 20 menit

(Budiartha, 2009).

2.4 PENGOBATAN TRADISIONAL HERBALIS

Menurut WHO (2002), pengobatan tradisional ialah suatu sistem

pengobatan komprehensif seperti pengobatan Cina dan ayurveda India, termasuk

pengobatan dari bahan tumbuh-tumbuhan (herbal), hewan, atau mineral nonterapi

medik.

Pengobatan tradisional herbalis ialah suatu ilmu dan seni mengatasi

berbagai penyakit dengan menggunakan tumbuh-tumbuhan berkhasiat yang tidak

menimbulkan efek negatif bagi pengkonsumsinya (Supriadi, 2001).

Menurut UU RI Nomor 23 Tahun 1992 tentang kesehatan, pengobatan

tradisional diartikan sebagai salah satu upaya pengobatan dan atau perawatan cara

lain di luar ilmu kedokteran dan atau ilmu keperawatan, mencakup cara (metoda),

obat dan pengobatnya yang mengacu kepada pengetahuan, dan keterampilan turun

Universitas Sumatera Utara

temurun baik yang asli maupun yang berasal dari luar Indonesia dan diterapkan

sesuai dengan norma yang berlaku dalam masyarakat. Indonesia diakui negara

yang kaya tanaman herbal, berdasarkan data International Trade Centre

UNCTAD/WTO, negara yang mengekspor tumbuhan obat terbesar (Supriadi,

2001).

Dalam pengobatan tradisional semua bahan-bahan yang dipergunakan

berasal dari bahan yang biasa digunakan di dapur keluarga dan tumbuh-tumbuhan

yang mudah didapatkan yang tumbuh di sekitar tempat tinggal, seperti di

halaman, di pinggir-pinggir jalan dan di kebun. Bahan atau ramuan yang berupa

tanaman dari bahan tersebut secara turun temurun telah digunakan untuk

pengobatan berdasarkan pengalaman (Dwiyatmoko, 2001).

Menurut Wijayakusuma (2008), ramuan pengobatan herbal yang dapat

menurunkan demam:

1. Resep 1:

30 g pegangan segar (15 g kering)

30 g daun kaca piring

a. Cuci bersih semua bahan, rebus dengan 600 cc air hingga tersisa 300 cc, lalu

saring.

b. Minum 150 cc 2 kali sehari.

2. Resep 2:

30 g sambiloto kering

1 sdm madu

a. Cuci bersih bahan, rebus dengan 400 cc air hingga tersisa 200 cc, lalu saring.

b. Tambahkan madu, lalu minum 2 kali sehari.

3. Resep 3:

60-100 g krokot segar

a. Cuci bersih bahan, rebus setengah matang, lalu blender hingga halus.

b. Minum 2 kali sehari.

4. Resep 4:

Universitas Sumatera Utara

30 g akar alang alang

20 g asam kawak, buang bijinya

200 g tomat matang

Madu secukupnya

a. Cuci semua bahan, rebus dengan 300 cc air hingga tersisa 150 cc, lalu saring.

b. Gubakan airnya untuk memblender tomat.

c. Tambahkan madu, lalu minum.

5. Resep 5:

1 jari batang brotowali

30 g meniran

a. Cuci bersih semua bahan, rebus dengan 600 cc air hingga tersisa 300 cc, lalu

saring.

b. Minum 150 cc 2 kali sehari.

6. Resep 6 (pemakaian luar untuk panas pada anak):

4 siung bawang merah, haluskan

1 buah jeruk nipis, peras

1 sdm minyak kelapa

a. Campur semua bahan, aduk rata.

b. Kompreskan pada ubun-ubun (kepala atas) anak.

Adapun beberapa resep obat herbalis lain yang dapat menurunkan demam

pada anak menurut Dalimartha (2008), contohnya:

1. Lempuyang Emprit (Zingiber amaricans)

a. Cuci bersih 10 gram umbi lempuyang emprit

b. Parut dan tambahkan 1/2 gelas air panas, aduk rata.

c. Setelah dingin, peras, ambil sarinya.

d. Campur dengan 2 sendok makan madu bunga kapuk, aduk rata.

e. Berikan 3 kali sehari.

Universitas Sumatera Utara

2. Kunyit (Curcuma longa)

a. Cuci bersih 10 gram umbi kunyit.

b. Parut dan tambahkan 1/2 gelas air panas, aduk rata.

c. Setelah dingin, peras, ambil sarinya.

d. Tambahkan dengan perasan 1/2 buah jeruk nipis.

e. Campur dengan 2 sendok makan madu bunga kapuk, aduk rata.

f. Bagi menjadi 3 bagian campuran madu dan kunyit ini, kemudian berikan 3 kali

sehari.

3. Pegagan (Centella asiatica L.)

a. Rebus 1 genggam pegagan segar dengan 2 gelas air hingga mendidih dan airnya

tinggal 1 gelas.

b. Bagi menjadi 3 bagian dan diminum 3 kali sehari.

4. Temulawak (Curcuma xanthorhiza Roxb.)

a. Cuci bersih 10 gram rimpang temulawak.

b. Parut dan tambahkan 1/2 gelas air panas, aduk rata.

c. Setelah dingin, peras, ambil sarinya.

d. Campur dengan 2 sendok makan madu bunga kapuk, aduk rata.

e. Bagi menjadi 3 campuran madu dan temulawak, kemudian berikan 3 kali

sehari.

5. Daun kembang sepatu (Hibiscus rosa sinensis)

a. Cuci bersih daunnya, keringkan dengan lap bersih, panaskan sebentar di atas

api agar lemas.

b. Remas-remas sehingga lemas, olesi dengan minyak kelapa, kompreskan pada

perut dan kepala.

6. Meniran (Phyllanthus niruri)

a. Rebus 1 genggam meniran segar dengan 2 gelas air hingga mendidih dan airnya

tinggal 1 gelas.

Universitas Sumatera Utara

b. Bagi menjadi 3 bagian dan diminum 3 kali sehari.

7. Kelapa ( Cocos nucifera L.)

Air kelapa muda banyak mengandung mineral, antara lain kalium. Untuk

menurunkan demam, minum air kelapa pada pagi dan sore hari, masing-masing 1

buah.

8. Daun Sirih (Piper bettle L.)

a. Daun sirih 1 genggam dilumatkan tanpa air.

b. Kemudian dilumurkan pada kepala dan pinggang kiri-kanan.

9. Alamanda (Allamanda cathartica L.)

a. Rebus daun dan masukkan ke dalam ember atau baskom.

b. Gunakan untuk menguapi badan yang panas.

Menurut Afifah (2005), umumnya pemakaian obat tradisional di

masyarakat tidak mempunyai standar yang tepat karena berdasarkan pengalaman

turun temurun, pemakaian dosis yang tepat memberikan efek yang maksimal.

Resep-resep pemakaian obat tradisional yang dipublikasikan sudah mempunyai

standar dosis sehingga dapat dipakai sebagai acuan. Dosis dapat dilihat di tabel

2.1

Tabel 2.1. Dosis yang Direkomendasikan pada Anak

Usia Dosis < 1 tahun 1/4 dosis anjuran 1-6 tahun 1/2 dosis anjuran

6-12 tahun 3/4 dosis anjuran 12 tahun-dewasa 1 dosis anjuran

(Afifah, 2005)

Universitas Sumatera Utara

2.5 PENGETAHUAN (KNOWLEDGE)

2.5.1 Pengetian Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan adalah merupakan hasil tahu

dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu.

Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan

seseorang (over behaviour).

2.5.2 Tingkat Pengetahuan

Pengetahuan yang dicakup didalam domain kognitif mempunyai 6

tingkatan (Notoatmodjo, 2003), yaitu:

1. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.

Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali

terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau

rangsangan yang telah diterima.

2. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan

secara benar objek yang diketahui dan dapat menginterprestasikan

materi secara benar.

3. Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi

yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya.

4. Analisa (analysa)

Analisa adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau

subjek kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam suatu

struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain.

5. Sintesis (syntesis)

Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian didalam suatu kemampuan untuk

menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.

Universitas Sumatera Utara

6. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi

atau penilaian terhadap suatu objek atau materi. Penilaian-penilaian itu

berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan

kriteria-kriteria yang telah ada.

2.5.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan seseorang dapat dipengaruhi

oleh beberapa faktor, yaitu :

1. Pengalaman

Pengalaman dapat diperoleh dari pengalaman sendiri maupun orang

lain. Pengalaman yang sudah diperoleh dapat memperluas pengetahuan

seseorang.

2. Tingkat Pendidikan

Pendidikan dapat membawa wawasan atau pengetahuan seseorang.

Secara umum, seseorang yang berpendidikan lebih tinggi akan

mempunyai pengetahuan yang lebih luas dibandingkan dengan

seseorang yang tingkat pendidikannya lebih rendah.

3. Keyakinan

Biasanya keyakinan diperoleh secara turun temurun dan tanpa adanya

pembuktian terlebih dahulu. Keyakinan ini bias mempengaruhi

pengetahuan seseorang, baik keyakinan itu sifatnya positif maupun

negatif.

4. Fasilitas

Fasilitas-fasilitas sebagai sumber informasi yang dapat mempengaruhi

pengetahuan seseorang, misalnya radio, televisi, majalah, koran, dan

buku.

5. Penghasilan

Penghasilan tidak berpengaruh langsung terhadap pengetahuan

seseorang. Namun bila seseorang berpenghasilan cukup besar maka dia

Universitas Sumatera Utara

akan mampu untuk menyediakan atau membeli fasilitas-fasilitas sumber

informasi.

6. Sosial Budaya

Kebudayaan setempat dan kebiasaan dalam keluarga dapat

mempengaruhi pengetahuan, persepsi, dan sikap seseorang terhadap

sesuatu.

2.6 TINGKAT PENDIDIKAN SEBAGAI SALAH SATU FAKTOR

YANG MEMPENGARUHI PENATALAKSANAAN DEMAM

Demam pada anak merupakan keadaan yang sering menimbulkan

kecemasan sehingga ibu seringkali memberikan obat penurun panas apabila anak

mereka demam. Hal tersebut dilakukan oleh orangtua karena obat penurun panas,

baik yang diperoleh dengan resep dokter, maupun yang dijual bebas di warung,

dianggap dapat membuat keadaan kesehatan anak lebih baik dalam waktu yang

relatif cepat (Widjaja, 2001).

Namun tidak semua ibu langsung memberikan obat penurun panas saat

anak mereka demam. Beberapa ibu lebih memilih untuk mengatasi demam anak

dengan tindakan seperti melonggarkan pakaian anak, mengurangi suhu sekitar,

mengompres, mendorong anak untuk banyak minum (Soedjatmiko, 2005), serta

memberikan pengobatan dengan tumbuhan-tumbuhan tradisional (Rahayu, 2008).

Tingkat pendidikan yang merupakan tingkatan proses pengubahan sikap

dan tata laku seseorang dalam usaha mendewasakan manusia melalui usaha

pengajaran dan pelatihan adalah faktor yang akan mempengaruhi pengetahuan

dalam penatalaksanaan demam sebelum membawa anak mencari pertolongan di

pelayanan kesehatan. Tingkat pendidikan orangtua tersebut akan dapat

mempengaruhi pengetahuan orangtua akan cara-cara dalam mengatasi demam

pada anak (Soedjatmiko, 2005).

Universitas Sumatera Utara